Referat Dr. Jaya Peb
description
Transcript of Referat Dr. Jaya Peb
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kematian Ibu dan Angka Kematian Perinatal di Indonesia masih sangat
tinggi. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (2002-2003) Angka
kematian ibu adalah 307 per 100.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan
target yang ingin dicapai oleh pemerintah pada tahun 2010 sebesar 125/100.000
kelahiran hidup angka tersebut masih tergolong tinggi. 1
Penyebab kematian ibu diIndonesia terbanyak disebabkan oleh komplikasi
obstetrik (90%) yaitu perdarahan (30,77%),Infeksi (22,5%), preeklamsi dan
eklamsi (25,18%), lain-lain (11,55%).1 Preeklamsia adalah penyakit pada ibu
hamil yang langsung disebabkan oleh kehamilan dandapat menimbulkan dampak
yang sangat buruk, yaitu dapat menyebabkan kematian. DiIndonesia, preeklamsia
masih merupakan salah satu penyebab utama kematian maternal yangtinggi.
Zuspan (1978) dan Arulkumeran (1995) melaporkan angka kejadian preeklamsia
di duniasebesar (0 ± 13%), di Singapura (0,13 ± 6,6%), dan di Indonesia (3,4 ±
8,5%).
Demikian tingginya resiko kehamilan pada ibu dengan preeklamsia dapat
mengancam keselamatan bahkan dapat terjadi hal yang paling buruk yaitu
kematian ibu dan bayi, maka perludilakukan upaya optimal guna mencegah atau
menurunkan frekuensi ibu hamil yang beresikotinggi terhadap preeklamsia serta
penanganannya perlu segera dilakukan untuk menurunkanangka kematian ibu dan
anak. Dengan demikian pemeriksaan antenatal yang teratur dan secararutin untuk
mendeteksi adanya tanda-tanda preeklamsia menjadi sangat penting dalam
usahamewujudkan kehamilan dengan ibu dan bayi yang sehat.2
Berdasarkan karakteristik ibu hamil diketahui bahwa faktor penting
penyebab resiko tinggi pada kehamilanterjadi pada kelompok usia < 20 tahun dan
usia >35 tahun.2 Selain itu, Paritas merupakan faktor resiko lain yang penting
terhadap hipertensi padakehamilan preeklampsi. Ketut Sudhaberata, (2006)
menyatakan bahwa preeklamsia secaraekslusif merupakan penyakit pada
1
nullipara. Josoprawiro, dkk, (2006) menyatakan bahwanulliparitas sebagai faktor
predisposisi utama terjadi preeklamsia dan dinyatakan juga angkakejadian
preeklamsia tinggi pada primigravida muda maupun tua.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis berusaha melakukan suatu
penelitian tentang hubungan usia, paritas dan jarak kehamilan dengan riwayat pre
eklamsi.
B. RUMUSAN MASALAH
Sebagaimana telah dinyatakan dalam latar belakang bahwa penderita
kehamilan/ persalinan dengan pre-eklampsia atau eklampsia merupakan masalah
yang cukup serius karena dapat mengancam kematian pada ibu melahirkan
maupun fetus. Juga penyakit ini diketahui belum ada yang menemukan tentang
etiologi yang sebenarnya.
Oleh karenanya lewat penelitian ini ingin mengetahui seberapa besar
karakteristik ibu hamil (Umur, paritas, jarak hamil, riwayat preeclampsia) sebagai
faktor risiko terjadinya preeklampsia.
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Menganalisa hubungan antara beberapa faktor risiko terhadap terjadinya pre-eklampsia /eklampsia di RSUD Karanganyar
2. Tujuan Khusus
a. Mengukur besar risiko faktor umur ibu hamil terhadap terjadinya preeklampsia berat
b. Mengukur besar risiko paritas terhadap terjadinya preeklampsia berat.
c. Mengukur besar risiko jarak kehamilan terhadap terjadinya preeclampsia
d. Mengukur besar resiko riwayat preeclampsia terhadap terjadinya
preeklampsia
2
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran karakteristik pasien
preeklampsia di RSUD Karanganyar
2. Hasil penelitian ini dapat mengetahui hubungan umur dengan preeklamsia
berat di RSUD Karanganyar
3. Hasil penelitian ini dapat mengetahui hubungan paritas dengan
preeklampsia di RSUD Karanganyar
4. Hasil penelitian ini dapat mengetahui hubungan jarak kehamilan dengan
preeklamsia berat di RSUD Karanganyar
5. Hasil penelitian ini dapat mengetahui hubungan riwayat preeklamsia
dengan preeklampsia di RSUD Karanganyar
6. Bagi peneliti akan menambah wawasan dan pengalaman penelitian klinis di
rumah sakit.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PREEKLAMPSIA
A. DEFINISI
Preeklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda khas tekanan darah tinggi (hipertensi), pembengkakan jaringan (edema), dan ditemukannya protein dalam urin (proteinuria) yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat juga terjadi pada trimester kedua kehamilan.3),10) Sering tidak diketahui atau diperhatikan oleh wanita hamil yang bersangkutan, sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat pre-eklampsia berat bahkan dapat menjadi eklampsia yaitu dengan tambahan gejala kejang-kejang dan atau koma.3),10)
Kejadian eklampsia di negara berkembang berkisar antara 0,3% sampai 0,7%. Kedatangan penderita sebagian besar dalam keadaan pre-eklampsia berat dan eklampsia. 10)
Perkataan “eklampsia” berasal dari Yunani yang berarti “halilintar” karena gejala eklampsia datang dengan mendadak dan menyebabkan suasana gawat dalam kebidanan. Dikemukakan beberapa teori yang dapat menerangkan kejadian preeklampsia dan eklamsia sehingga dapat menetapkan uapaya promotif dan preventif.10)
B. EPIDEMIOLOGI
Di negara-negara sedang berkembang, angka kematian ibu jauh lebih tinggi. Di Afrika sub-Sahara, angka kematian ibu rata-rata 600 per 100.000 kelahiran hidup; di Asia selatan, 500 per 100.000 per kelahiran; di Asia Tenggara dan Amerika Latin 300 per 100.000 kelahiran hidup. Beberapa neraga maju telah menerbitkan hasil
4
penyelidikan konfidensial atas kematian ibu setiap 3 tahun, dengan menganalisa sebab-sebab kematian ibu dan dibuat saran-saran untuk mencegah kematian yang terjadi, ini telah diterbitkan di Inggris sejak 1952 dan di Australia sejak 1965. Pada tahun 1990, diterbitkan sebuah laporan yang menganalisis semua kematian ibu yang terjadi di Amerika Serikat yang terjadi antara tahun 1979 dan 1986. Studi dari ketiga laporan tersebut menunjukkan bahwa penyebab kematian ibu sama pada ketiga negara tersebut.11)
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur usia disebabkan berkaitan dengan hal kehamilan. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita muda pada masa puncak produktifitasnya. Tahun 1996, WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu per tahunnya meninggal saat hamil atau persalinan.6)
Di Afrika yang beriklim tropis ini dapat timbul dengan cepat, mlai dari tanda fisik yang dini eklampsia berat dapat terjadi dalam 24 jam. Sekolompok peneliti memperkirakan bahwa mulai dari timbulnya gejala eklampsia sampai dengan kematian rata-rata memerlukan waktu hanya 2 hari.7)
Dari 271 ibu hamil dengan eklampsia di “ Tertiary Level Teaching
Institution South India “ tercatat 70% pasien primigravida dan lebih dari 95% dari mereka tidak melaksanakan antenatal care dan tidak menyadari bahaya eklampsia 12)
Dari beberapa kepustakaan lain frekuensi penderita preeclampsia berkisar 3% - 10 % 13,14,15), hasil penelitian Erwati dkk (1994) di Padang didapatkan kejadian preeklampsia berat 4,32 % dan eklampsia 0,89 % dengan jumlah kematian perinatal 1,08%.
C. TANDA DAN GEJALA
Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain.3) Bila peningkatan tekanan darah tercatat pada waktu
5
kunjungan pertama kali dalam trimester pertama atau kedua awal, ini mungkin menunjukkan bahwa penderita menderita hipertensi kronik. Tetapi bila tekanan darah ini meninggi dan tercatat pada akhir trimester kedua dan ketiga, mungkin penderita menderita preeklampsia.16) Peningkatan tekanan sistolik sekurang-kurangnya 30 mm Hg, atau peningkatan tekanan diastolik sekurang-kurangnya 15 mm Hg, atau adanya tekanan sistolik sekurang-kurangnya 140 mmHg, atau tekanan diastolic sekurang-kurangnya 90 mm Hg atau lebih atau dengan kenaikan 20 mm Hg atau lebih, ini sudah dapat dibuat sebagai diagnose. 17) Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat. Tetapi bila diastolik sudah mencapai 100 mmHg atau lebih, ini sebuah indikasi terjadi preeklampsia berat.18)
Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan kelebihan dalam jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta penbengkakan pada kaki, jari-jari tangan, dan muka, atau pembengkan pada ektrimitas dan muka.3),17) Edema pretibial yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti untuk penentuan diagnose pre-eklampsia. Kenaikan berat badan ½ kg setiap minggu dalam kehamilan masih diangap normal, tetapi bila kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali atau 3 kg dalam sebulan pre-eklampsia harus dicurigai.3),19) Atau bila terjadi pertambahan berat badan lebih dari 2,5 kg tiap minggu pada akhir kehamilan mungkin merupakan tanda preeklampsia 16). Tambah berat yang sekonyongkonyong ini desebabkan retensi air dalam jaringan dan kemudian oedema nampak dan edema tidak hilang dengan istirahat.15) Hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya pre-eklampsia. Edema dapat terjadi pada semua derajat PIH ( Hipertensi dalam kehamilan) tetapi hanya mempunyai nilai sedikit diagnostik kecuali jika edemanya general.11)
6
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3 g/liter dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2 + ( menggunakan metode turbidimetrik standard ) atau 1g/liter atau lebih dalam air kencing yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream untuk memperoleh urin yang bersih yang diambil minimal 2 kali dengan jarak 6 jam.3)
17). Proteinuri biasanya timbul lebih lambat dari hipertensi dan tambah berat badan. Proteinuri sering ditemukan pada preeklampsia, rupa-rupanya karena vasospasmus pembuluh-pembuluh darah ginjal. Karena itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius. 17, 19) Disamping adanya gejala yang nampak diatas pada keadaan yang lebih lanjut timbul gejala-gejala subyektif yang membawa pasien ke dokter.
Gejala subyektif tersebut ialah: 19)
1. Sakit kepala yang keras karena vasospasmus atau oedema otak.2. Sakit di ulu hati karena regangan selaput hati oleh haemorrhagia
atau edema, atau sakit kerena perubahan pada lambung.3. Gangguan penglihatan: Penglihatan menjadi kabur malahan
kadang-kadang pasien buta. Gangguan ini disebabkan vasospasmus, edema atau ablatio retinae. Perubahan ini dapat dilihat dengan ophtalmoscop.
4. Gangguan pernafasan sampai sianosis5. Pada keadaan berat akan diikuti gangguan kesadaran
7
Alur Penilaian Klinik
D. FAKTOR RESIKO
Penelitian-penelitian sebelumnya telah menyebutkan bahwa faktor resio
terjadinya PE-E yaitu penyakit ginjal kronis, hipertensi kronis, antiphospolipid
sindrom, riwayat PE-E pada keluarga, kehamilan kembar, nullipaa-multipara,
umur lebih dari 40 tahun, diabetes mellitus, dan ras amerika-afrika.
PE-E dikenal sebagai the disease of the theories karena marupakan
kumpulan beberapa gejala dengan etiologi dan patogenesa yang masih belum jelas
diketahui. Penelitian yang sedang dikembangkan saat ini untuk mencari etiologi
PE-E adalah gangguan transformasi trofoblas saat trofoblas melakukan invasi
8
kedalam intervilous sisi maternal. Sehingga menjadikan suatu reaksi penolakan
plasenta oleh pihak maternal yang mengakibatkan perubahan sistem
keseimbangan imunologis dan perubahan aktivitas sel baik pihak maternal
maupun paternal.
Penelitian tahun 2003 menyimpulkan terjadinya PE-E dipicu oleh adanya
invasi plasenta yang mempunyai efek samping yang terjadi perlahan-lahan pada
sisi maternal berupa reaksi sistemik yang menghasilkan tanda dan simptom
tertentu. Perubahan-perubahan yang ditimbukan akan berubah setelah persalinan
dan dalam waktu 6 bulan pasca persalinan. Patofisiologi dan keadaan patologis
lain akan kembali normal. Pada masa ini tidak dijumpai lagi akibat-akibat pada
sistem kardiovaskuler termasuk hipertensi.
Ada beberapa penyakit/kelainan dengan resiko tingi seperti kencing manis,
kelainan vaskuleer, dan kerusakan ginjal yang luas dan besar menunjukan bahwa
kemungkinan menurunnya perfusi plasenta merupakan faktor penting terjadinya
PE-E. Pada penelitian-penelitian sebelumnya, tahun 2002 dan 2003 meyimpulkan
penderita dengan PE-E terjadi infark pada plasenta yang dibuktikan dengan
keadaan tropoblas yang mengalami apotosis pada plasenta. Hl ini diduga terjadi
karena penurunan perfusi ke plasenta pda PE-E akan mengakibatkan tropoblas
apoptosis lebih cepat.
Perubahan penderita PE-E saat otopsi sama dengan pnderita yang
mengalami syok hipovolemik, dimana terjadi perubahan sel-sel endotel
glomerulus sehingga terjadi mutasi gen EnaC menjadi Na disekresi berlebihan
sehingga gen ko-transporter NaCl menjadi peka dan terjadilah pembengkakan sel
disertai inklusi pada sitoplasma sehingga terjadi penutupan lumen kapiler pada
gnjal dan penurunan perfusi ke seluruh tubuh.
Dengan pemeriksaan histopatologi, pada lapisan endotel pembuluh darah
dari wanita dengan preeklampsia menunjukkan perubahan. Ha ini terlihat pada
arteri pembuluh darah tali pusat. Penyebab kerusakan ini tidak jelas. Dengan
teknik kultur sel endotel umbilikalis/tal pusat dalam studi PE-E menyebabkan
dapat dikembangkan konsep baru tentang perubahan patogenesis dari
preeklampsia secara invitro.
9
PE-E terjadi defisiensi plasentasi akibat kgagalan invasi tropoblas,
sehingga tidak terjadi perubahan fisiologi pada arteri spiralis. Perubahan hanya
terjadi pada arteri spiralis segmen desidua. Banyak teori yang menunjukkan
perubahan kadal IL-6 akan mengakibatkan peningkatan aktivitas makrofag dan
neutrofil pada pembuluh darah rteria spiralis sehingga akan mengakibatkan
disfungsi endotel. Disfungsi endotel merupakan kegagalan endotel dalam
melakukan kompensasi atau adaptasi adekuat terhadap stimuli spesifik yang
ditandai sengan hilangnya atau disregulasi mekanisme hemostatis yang biaanya
ada pada endotel yang sehat. Fungsi endotel dapat terganggu oleh adanya berbagai
hal sperti stress hemdinamik, stress oksidatif, paparan sitokin inflamasi. Adanya
shear stress menyebabkan interaksi dinamik antara sel dan substratum dan
mengubah bagian adhesiva dari sel endotel yang dtandai dengan peningkatan
berbagai molekul adhesi dan peningkatannya tergantung pada lama dan besarnya
stress yang reversible. Sel endotel selain berfungsi sebagai target sitokin juga
merupakan sumber sitokin. Sitokin merupakan mediator polipeptida terlarut yang
menjaga komunikasi dengan leukosit dan jaringan serta organ lain. Sitokin
mengaktivasi endotel melalui pembentukan trombus dan inflamasi. Pada
pembentukan trombus, sitokin mnginduksi aktivasi prokoagulan protein C dan
meghambat penghancuran fibrin. Adanya isfungsi endotel pada PE-E yang
dibuktikan dengan berkurangnya substansi tertentu yang disekresikan oleh
plasenta yaitu faktor-faktor vasodilatasi seperti NK, PGI2, dan endotel derived
relaxing factor (EDRF).
Berkurangnya zat-zat yang bersifat vasodilator akan meningkatkan zat-zat
yang mempunyai sifat vasokonstriktor seperti kenaikan renin angiotensin melalui
ATR vaskulernya, kenaikan kadar katekolamin (norepineprin dan epineprin),
kenaikan kadar endotelin plasma sehingga akan menurunkan filtrasi ginjal yang
akan mengakibatkan terjadinya hipertensi dan merupakan manisfestasi utama
preeklampsia.
Teori ini berkaitan erat dengan faktor imunologi dimana hipotesis yang
ada yaitu bahwa gangguan imunologis invasi plasenta yang abnormal akan
10
menyebabkan turunnya perfusi plasenta. Perfusi yang abnrmal tersebut dipicu
oleh produksi sitokin inflamasi yang mengaktivasi atau merusak sel-sel endotel
Sistem imuno-adaptif pada kehamilan
Implantasi fetoplasneta ke permukaan miometrium membutuhkan beberapa
elemen, yaitu tolerans imunologi antara fetoplasenta dan maternal, pertumbuhan
trofoblas yang akan melakukan invasi kedalam lumen arteria spiralis dan
pembentukan sistem pertahanan.
Komponen fetoplasenta yang melakukan invasi ke miometrium melalui
arteria spiralis secara imunologi akan menimbulkan dampak adaptasi atau
maladaptasi yang sangat penting dalam proses kehmilan. Maladaptasi yang
disebabkan karena fetoplasenta mengandung lebih dari 50% antigen paternal dri
suami. Antigen paternal akan mengaktifkan HLA-G sehingga pada saat trofoblas
invasi kedalam sistem imun maternal akan menimbulkan suatu respon imunologis
dari sisi maternal untuk membuat suatu antibodi sebagai suatu anti paternal
cytototic antigen (APC antigen) yang seharusnya berfungsi untuk tidak
menghancurkan kehamilan tersebut yang secara imunologis fetus dan trofoblas
menjadi suatu semi alografi yang akan memberikan reaksi autoimune disease,
sehingga terbentuk maladaptasi imun antara fetoplasental dnegan sisi maternal.
Selama proses kehamilan akan berkembang suatu sistem imun yang akan
melakukan adaptasi terhadap antigen fetus dengan maternal melalui 2 sistem yaitu
istem imunitas humoral dan sistem sell mediated immunity. Cell mediated
immunity akan menghasilkan sel Thelper yaitu Th1 dan Th2 yang akan sangat
berperan dalam aktifitas sel-sel makrofag untuk menghasilkan sel-sel NK dngan
sitokin-sitokin dalam proses kehamilan. Penyimpangan adaptasi pada sistem
imunitas akan menyebabkan suatu maladaptasi dari sisitem imun maternal secara
klinis dan menyebabkan PE-E.
E. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Sebab preeklampsia dan eklampsia sampai sekarang belum diketahui.
Telah banyak teori yang mencoba menerangkan sebab penyakit tersebut, akan
11
tetapi tidak ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori yang diterima
harus dapat menerangkan hal-hal berikut:
1. Sebab bertambahnya frekuensi pada primigrafiditas, kehamilan ganda,
hidramnion dan mola hidatidosa
2. Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan
3. Sebab terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin
dalam uterus
4. Sebab jarangnya terjadi eklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya
5. Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.
Salah satu teori yang dikemukakan ialah bahwa eklampsia disebabkan
ischaemia rahim dan plascenta (ischemaemia uteroplacentae). Selama kehamilan
uterus memerlukan darah lebih banyak. Pada molahidatidosa, hydramnion,
kehamilan ganda, multipara, pada akhir kehamilan, pada persalinan, juga pada
penyakit pembuluh darah ibu, diabetes , peredaran darah dalam dinding rahim
kurang, maka keluarlah zat-zat dari placenta atau decidua yang menyebabkan
vasospasmus dan hipertensi. Tetapi dengan teori ini tidak dapat diterangakan
semua hal yang berkaitan dengan penyakit tersebut. Rupanya tidak hanya satu
faktor yang menyebabkan pre-eklampsia dan eklampsia.
Pada pemeriksaan darah kehamilan normal terdapat peningkatan
angiotensin, renin, dan aldosteron, sebagai kompensasi sehingga peredaran darah
dan metabolisme dapat berlangsung. Pada preeklampsia dan eklampsia, terjadi
penurunan angiotensin, renin, dan aldosteron, tetapi dijumpai edema, hipertensi,
dan proteinuria. Berdasarkan teori iskemia implantasi plasenta, bahan trofoblas
akan diserap ke dalam sirkulasi, yang dapat meningkatkan sensitivitas terhadap
angiotensin II, renin, dan aldosteron, spasme pembuluh darah arteriol dan
tertahannya garam dan air. Teori iskemia daerah implantasi plasenta, didukung
kenyataan sebagai berikut:
1. Preeklampsia dan eklampsia lebih banyak terjadi pada primigravida, hamil
ganda, dan mola hidatidosa.
2. Kejadiannya makin meningkat dengan makin tuanya umur kehamilan
3. Gejala penyakitnya berkurang bila terjadi kamatian janin.
12
Dampak terhadap janin, pada preeklampsia / eklampsia terjadi
vasospasmus yang menyeluruh termasuk spasmus dari arteriol spiralis deciduae
dengan akibat menurunya aliran darah ke placenta. Dengan demikian terjadi
gangguan sirkulasi fetoplacentair yang berfungsi baik sebagai nutritive maupun
oksigenasi. Pada gangguan yang kronis akan menyebabakan gangguan
pertumbuhan janin didalam kandungan disebabkan oleh mengurangnya pemberian
karbohidrat, protein, dan faktor-faktor pertumbuhan lainnya yang seharusnya
diterima oleh janin.
Patogenesis PIH ( Pregnancy-Induced Hypertension )
Etiologi PIH tidak diketahui tetapi semakin banyak bukti bahwa gangguan
ini disebabkan oleh gangguan imunologik dimana produksi antibodi penghambat
berkurang. Hal ini dapat menghambat invasi arteri spiralis ibu oleh trofoblas
sampai batas tertentu hingga mengganggu fungsi placenta. Ketika kehamilan
berlanjut, hipoksia placenta menginduksi proliferasi sitotrofoblas dan penebalan
membran basalis trofoblas yang mungkin menggangu fungsi metabolik placenta.
Sekresi vasodilator prostasiklin oleh sel-sel endotial placenta berkurang dan
sekresi trombosan oleh trombosit bertambah, sehingga timbul vasokonstriksi
generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Akibat perubahan ini terjadilah
pengurangan perfusi placenta sebanyak 50 persen, hipertensi ibu, penurunan
volume plasma ibu, Jika vasospasmenya menetap, mungkin akan terjadi cedera sel
epitel trofoblas, dan fragmen-fragmen trofoblas dibawa ke paru-paru dan
mengalami destruksi sehingga melepaskan tromboplastin. Selanjutnya
tromboplastin menyebabkan koagulasi intravaskular dan deposisi fibrin di dalam
glomeruli ginjal (endoteliosis glomerular) yang menurunkan laju filtrasi
glomerulus dansecara tidak langsung meningkatkan vasokonstriksi. Pada kasus
berat dan lanjut, deposit fibrin ini terdapat di dalam pembuluh darah sistem saraf
pusat, sehingga menyebabkan konvulsi.
Vasospasme merupakan dasar patofisiologi untuk preeklampsia/eklampsia.
Konsep ini, yang pertama kali diajukan oleh Volhard (1918) , dibuat berdasarkan
hasil pengamatan langsung terhadap pembuluh darah kecil pada pangkal kuku,
13
fundus okuli serta konjungtiva bulbi, dan juga sudah diperkirakan dari perubahan
histologi pada berbagai organ yang terkena. Pada preeklampsia, Hinselmann
(1924), dan lalu beberapa ahli lainnya menemukan beberapa perubahan ukuran
arteriol pada dasar kuku, dengan bukti adanya spasmesegmental yang
menghasilkan daerah-daerah kontriksi dan dilatasi yang silih berganti. Landesman
dkk (1954) menjelaskan adanya penyempitan arteriol yang nyata pada konjungtiva
bulbi, yang bahkan terjadi hingga sirkulasi kapiler secara intermiten menghilang.
Bukti selanjutnya menunujukkan bahwa perubahan vaskuler memegang peranan
penting pada preeklampsia-eklampsia ditunjukkan oleh frekuensi ditemukannya
spasme arteriol retina, yang biasanya segmental.
Penyempitan vaskuler menyebabkan hambatan aliran darah dan
menerangkan proses terjadinya hipertensi arteriol. Kemungkinan vasospasme
membahayakan pembuluh darah sendiri, karena peredaran darah dalam vasa
vasorum terganggu, sehingga terjadi kerusakan vaskuler. Pelebaran segmental,
yang biasanya disertai penyempitan arteriol segmental, mungkin mendorong lebih
jauh timbulnya kerusakan vaskuler mengingat keutuhan endotel dapat terganggu
oleh segmen pembuluh darah yang melebar dan teregang. Lebih lanjut,
angiotensin II tampaknya mempengaruhi langsung sel endotel dengan
membuatnya berkontraksi. Semua faktor ini dapat menimbulkan kebocoran sel
antar endotel, sehingga melalui kebocoran tersebut, unsur-unsur pembentuk darah,
seperti trombosit dan fobrinogen, tertimbun pada lapisan subendotel (Bruner dan
Gavras, 1975). Perubahan vaskuler yang disertai dengan hipoksia pada jaringan
setempat dan sekitarnya, diperkirakan menimbulkan perdarahan, necrose dan
kelainan organ akhir lainnya yang sering dijumpai pada pre-eklampsia berat.
Respon Presor yang Meningkat
Pada keadaan normal, wanita hamil memiliki resistensi terhadap efek
presor dari pemberian angiotensin II (Abdul karim dan Assali, 1961). Kepekaan
pembuluh darah yang meningkat terhadap hormon presor ini dan hormon lainnya
pada wanita yang menderita preeklampsia dini telah diamati oleh Raab dkk.
(1956) dan Talledo dkk. (1968), dengan menggunakan angiotensin II atau
14
norepinefrin, dan oleh Diekmann serta Michel (1937) dan Browne (1946) dengan
menggunakan vasopresin. Selanjutnya, Gant dkk. (1973) menunjukkna bahwa
kepekaan pembuluh darah yang meningkat terhadap angiotesin II jelas
mendahului awal terjadinya hipertensi karena kehamilan. Nulipara normal yang
tensinya tetap normal (normotensif) tidak rentan terhadap efek presor angiotensin
II. Namun, wanita yang kemudian menjadi hipertensi akan kehilangan resistensi,
yang seharusnya ada terhadap angiotensin II selama kehamilan, dalam waktu
beberapa minggu sebelum timbulnya hipertensi. Dari wanita yang diteliti pada
usia kehamilan minggu ke-28 sampai ke-32 dan memerlukan pemberian
angiotensin II dengan takaran >8ng pekilogram permenit untuk merangsang
respon presor yang baku, 91% tetap normotensif sepajang kehamilan. Sebaliknya,
diantara primigravida normotensif yang yang pada minggu ke-28 sampai ke-32
memerlukan takaran <8ng per kg per menit untuk suatu respon presor, 90%
kemudian akan mengalami hipertensi yang nyata.
DISFUNGSI ENDOTEL
Fungsi endotel sangat krusial dalam memelihara aliran darah dan kapasitas
antitrombotik, sebab endotel melepaskan faktor humoral yang mengontrol
relaksasi dan kontraksi otot polos vaskuler, trombosis dan fibrinolisis, serta
aktivasi dan inhibisi platelet. Dengan kemampuan mengatur hemostasis, maka
endotel berkontribusi terhadap kontrol tekanan darah, aliran darah dan patensi
pembuluh darah. ( Granger,et al., 2005 )
Beberapa peneliti berpendapat bahwa kerusakan endotel atau disfungsi
endotel pada preeklampsia disebabkan : (Dekker and Suckcaroen, 2004)
Imunologi : Keseimbangan antara respon imun maternal dan genotip fetus
dapat mengatur proses invasi trofoblas yang diperlukan pada plasenta yang
normal.
Sitotoksik : Diduga pada penderita preeklampsia beredar zat toksik yang
menyebabkan kerusakan dan disfungsi endotel.
Peroksidase lemak : Peran peroksidasi lemak dalam preeklampsia terlihat
pada keadaan terganggunya keseimbangan oksidan dan antioksidan
15
terutama di jaringan plasenta. Secara spesifik peroksidasi lemak plasenta
beserta produk primer terlepas ke dalam sirkulasi. Radikal bebas dan
peroksidasi lemak sangat reaktif dalam merusak sel endotel. Bila endotel
mengalami kerusakan, maka jaringan subendotel akan terpapar. Hal ini
akan merangsang adhesi dan agregasi trombosit serta pengaktifan faktor-
faktor pembekuan darah yang menyebabkan pembentukan fibrin. Pada
kerusakan endotel juga akan menghasilkan zat vasokonstriktor yang pada
akhirnya menyebabkan terjadinya hipertensi. ( Granger,et al., 2005 )
Hipertensi pada kehamilan menyebabkan hipoperfusi pada organ – organ
penting termasuk ginjal dan plasenta. Bukti terjadinya kerusakan endotel
ditunjukkan oleh lesi morfologik yang merupakan karakter preeklampsia yaitu
endoteliosis glomerulus dan perubahan ultrastruktur di alas plasenta dan
pembuluh darah. ( Rainheim T, et al., 2005 )
Faktor Angiogenik
Vascular endothelial growth factor (VEGF) adalah suatu glikoprotein
dimeric yang sangat penting untuk pertumbuhan endotel vaskuler dengan
menginduksi angiogenesis dan proliferasi sel-sel endotel serta memainkan peran
penting dalam proses vaskulogenesis. VEGF merangsang mitogenesis sel-sel
endotel dan juga meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. ( Ahmad and
Ahmed, 2004 ).
VEGF terdiri dari beberapa macam yaitu VEGF-A, B, C, D, E dan PlGF
juga tergolong pada famili VEGF. Saat ini ada 3 macam reseptor VEGF yang
dikenal yaitu: VEGFR-1 atau fms-like tyrosine kinase (Flt-1), VEGFR-2 yang
dikenal juga sebagai KDR atau Flk-1 dan VEGFR-3 (Flt-4). VEGFR-1
mempunyai afinitas yang kuat terhadap VEGF dan aktivitas kinase yang lemah,
mempunyai dua isoform yaitu : transmembranous dan soluble. ( Ahmad and
Ahmed, 2004 )
Reseptor yang transmembranous mentransmisikan sinyal-sinyal
angiogenik sedang yang soluble VEGFR-1 (sVEGFR-1) menghasilkan
ectodomain yang hanya akan berikatan dengan VEGF dan PlGF. VEGFR-2
16
berperan sebagai mediator untuk proses mitogenik, angiogenik dan meningkatkan
permiabilitas bagi VEGF. Ikatan antara VEGFR-1 dan VEGF akan mencegah
VEGF untuk berikatan dengan VEGFR-2 dan menetralisir efek VEGF dan PlGF. (
Ahmad and Ahmed, 2004 ).
Vascular endothelial growth factor (VEGF) adalah suatu peptida
multifungsi yang dapat merangsang proliferasi sel-sel endotel dan angiogenesis
baik secara in vivo maupun in vitro. Pada manusia ada dua reseptor VEGF yaitu
VEGFR-1 dan VEGFR-2, keduanya mempunyai afinitas yang kuat terhadap
VEGF. Kedua reseptor tersebut diekspresikan terutama pada sel-sel endotel
namun dapat pula ditemukan pada uterus, sel-sel kolon, otot polos aorta, trofoblas
dan pada ginjal janin. Pada masa kehamilan soluble vascular endothelial growth
factor receptor-1 (sVEGFR-1) menghambat kerja VEGF, mencegah stimulasi sel-
sel endotel yang berlebihan. ( Ahmed and Ahmed, 2004 )
VEGF berperan dalam merangsang sel-sel endotel untuk meningkatkan
pelepasan nitrit oxide (NO) yang merupakan suatu vasodilator yang poten yang
produksinya meningkat sejak awal kehamilan. Vasodilatasi merupakan kejadian
penting pada awal kehamilan bukan hanya pada pembuluh darah maternal di
tempat implantasi namun juga untuk menurunkan resistensi perifer pada sirkulasi
sistemik ibu secara keseluruhan. Peningkatan NO lokal akan meningkatkan aliran
darah dalam ruang intervili, menurunkan jumlah platelet dan adhesi leukosit
terhadap sel-sel trofoblas. Hambatan terhadap VEGF menyebabkan penurunan
kadar NO yang menyebabkan terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah dan
peningkatan tekanan darah ibu. Efek penghambatan ini akan menghilang sesudah
persalinan, hal ini menandakan bahwa faktor-faktor tersebut dihasilkan oleh
plasenta. Hal ini mendukung pendapat bahwa efek antiangiogenik dari serum
penderita PE dihasilkan oleh blokade VEGF dan PlGF oleh sVEGFR-1
( Bdolah,et al.,2005) ( Noris M, et al. 2005 )
F. KOMPLIKASI
Preeklampsia dapat menyebabkan kelahiran awal atau komplikasi pada
neonatus berupa prematuritas. Resiko fetus diakibatkan oleh insufisiensi plasenta
17
baik akut maupun kronis. Pada kasus berat dapat ditemui fetal distress baik pada
saat kelahiran maupun sesudah kelahiran (Pernoll, 1987). Komplikasi yang sering
terjadi pada preklampsia berat adalah (Wiknjosastro, 2006) :
1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu hamil yang
menderita hipertensi akut. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5
% solusio plasenta terjadi pada pasien preeklampsia.
2. Hipofibrinogenemia. Pada preeklampsia berat, Zuspan (1978) menemukan
23% hipofibrinogenemia.
3. Hemolisis. Penderita dengan preeklampsia berat kadang-kadang
menunjukan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum
diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau
destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan
pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan mekanisme ikterus
tersebut.
4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian
maternal.
5. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara yang berlangsung
selama seminggu dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada
retina, hal ini merupakan tanda gawat dan akan terjadi apopleksia serebri.
6. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pasien preeklampsia-
eklampsia diakibatkan vasospasmus arteriol umum. Kerusakan sel-sel hati
dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati.
7. Sindroma HELLP, yaitu hemolysis, elevated liver enzymes dan low
platelet.
8. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus berupa
pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan
struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai
gagal ginjal.
9. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intrauterin.
10. Komplikasi lain berupa lidah tergigit, trauma dan fraktur karena terjatuh
akibat kejang, pneumonia aspirasi dan DIC.
18
EKLAMPSIA
Eklampsia ditandai dengan terjadinya kejang umum dan atau koma pada
preeklampsia tanpa adanya kondisi neurologik lainnya. Dahulu, eklampsia
dikatakan sebagai hasil akhir dari preeklampsia, sesuai dengan asal katanya.
Penyebab pasti dari kejang pada wanita dengan eklampsia tidak diketahui.
Penyebab yang dikemukakan meliputi vasospasme serebral dengan iskemia lokal,
hipertensi ensefalopati dengan hiperperfusi, edema vasogenik dan kerusakan
endotelial. Meskipun terdapat kemajuan pesat dalam deteksi dan penatalaksanaan,
preeklampsia/eklampsia tetap menjadi penyebab umum kematian ibu yang kedua
di Amerika Serikat ( sesudah penyakit tromboemboli), sekitar 15 % dari seluruh
kematian. Bahkan, diperkirakan 50.000 kematian maternal di seluruh dunia
disebabkan oleh eklampsia.
Sejumlah strategi penatalaksanaan telah dikembangkan untuk mencegah
komplikasi eklampsia terhadap ibu dan janin selama periode peripartum. Cara
terbaru pada penatalaksanaan wanita dengan eklampsia meliputi beberapa aspek,
yaitu mempertahankan fungsi vital ibu, mencegah kejang dan mengontrol tekanan
darah, 5 mencegah kejang berulang dan evaluasi untuk persalinan. Bila terjadi
kejang, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menjaga jalan nafas tetap
terbuka dan mencegah terjadinya aspirasi. Ibu berbaring miring ke kiri dan
penahan lidah diletakkan di dalam mulutnya.
GAGAL GINJAL
Gagal ginjal akut ditandai dengan pelepasan reduksi pada filtrasi
glomerular, yang mengarah kepada eksesif retensi urea dan air sama halnya
dengan sejumlah elektrolit dan gangguan keseimbangan asam basa. Gagal ginjal
akut adalah salah satu komplikasi yang jarang terjadi pada preeklampsia, tetapi
keadaan yang sebenarnya tetap tidak bisa ditentukan. Berdasarkan pengalaman
pada satu senter, 18% dari semua kasus gagal ginjal akut berasal dari kasus
obstetri. Diantara pasien tersebut, 20,9% dari semua kasus terjadi dengan
19
didahului oleh preeklampsia. Kondisi lain yang harus dipertimbangkan meliputi
sindroma hemolisis uremia, penyakit renovaskuler primer dan solusio plasenta.
Karakteristik histologis pada lesi renal pada preeklampsia adalah adanya
endoteliasis glomerulus, dimana glomerulus besar dan membengkak dengan sel-
sel endotel bervakuola. Gambaran histologis ini, berpasangan dengan
vasokonstriksi umum yang menandai preeklampsia, menyebabkan penurunan
sebesar 25-30% dari aliran plasma ginjal dan glomerular filtrasi dibandingkan
dengan kehamilan normal. Bagaimanapun, kerusakan fungsional pada ginjal
dibandingkan dengan preeklampsia secara umum bersifat ringan dan mengalami
perbaikan sempurna setelah persalinan. Sebagai contoh, gagal ginjal akut pada
wanita preeklampsia yang secara klinis bermakna jarang terjadi.
KEDARURATAN HIPERTENSI
Kedaruratan hipertensi dapat menjadi komplikasi dari preeklampsia
sebagaimana yang terjadi pada hipertensi kronik. Walaupun patofisiologinya
mungkin berbeda pendekatan evaluasi akut dan penatalaksanaanya adalah sama,
dengan tujuan utama untuk mencegah terjadinya hipertensi ensefalopati dan
serangan serebrovaskular (CVA). Sampai sekarang yang belum jelas apakah
tekanan darah yang terkontrol secara agresif dapat menurunkan terjadinya
eklampsia. Walaupun jarang, CVA sebagai akibat dari hipertensi akut merupakan
salah satu penyebab terjadinya kematian maternal dari preeklampsia.
Kedaruratan hipertensi dalam kehamilan merupakan suatu tantangan klinis
yang sangat bermakna. Langkah pertama yang terpenting dalam penatalaksanan
hipertensi krisis adalah untuk menurunkan tekanan darah, namun menurunkan
tekanan darah secara tiba-tiba harus dihindari. Idealnya penurunan tekanan darah
yang pertama kali adalah 20 %, dengan target untuk sistolik 140-150 mmHg dan
diastolic 90-100 mmHg, sehingga hasilnya akan sangat membantu dalam
memperbaiki keadaan pasien. Hipertensi yang refrakter dalam terapi klinis
merupakan indikasi penting untuk melakukan terminasi kehamilan, dan untuk
kasus-kasus yang ekstrim, seksio sesarea perimortem perlu dilakukan.
20
HIPERTENSI ENSEFALOPATI DAN BUTA KORTIKAL
Buta kortikal diketahui sebagai komplikasi dari preeklampsia berat.
Manifestasi optalmologi dari preeklampsia antara lain : ablasio retina, vasospasme
arteriola retina dan trombosis arteri-arteri sentralis retina. Insiden dari buta
kortikal yang merupakan manifestasi dari ensefalopati hipertensi pada
preeklampsia berat adalah 1-15 %. Studi –studi otopsi klasik dari Sheehan dan
Lynch tahun 1960 menghasilkan suatu pendapat bahwa preeklampsia dan
eklampsia lebih sering dihubungkan dengan meluasnya edema serebral. Lesi yang
paling sering dijumpai adalah perdarahan petekie multipel pada daerah kortek,
subkortek, substansia alba dan otak bagian tengah. Karena perdarahan petekie
berkaitan dengan adanya trombus kapiler, maka para ahli menyimpulkan bahwa
lesi-lesi tersebut disebabkan oleh suatu gangguan vaskuler yang menyebabkan
lokal iskemik. Kadang-kadang edema difus yang berat tampak pada eklampsia,
namun semakin spesifik lesi, maka edem otak semakin terlokalisir pada jaringan
penghubung substansia alba dan grisea pada lobus oksipital. Kerentanan dari
sirkulasi posterior pada lesi hipertensi ensefalopati sudah dikenal, tapi fenomena
terjadinya masih belum banyak dimengerti. Satu penjelasan yang mungkin adalah
terdapatnya hubungan dengan heterogenitas regional dari penemuan simpatis
vaskuler.
PREMATURITAS
Berat badan bayi kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang atau sama
dengan 45 cm, lingkaran dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang 33 cm.
Masa gestasi kurang dari 37 minggu. Tampak luar sangat bergantung pada
maturitas atau lamanya gestasi. Kepala relatif lebih besar daripada badannya,
kulitnya tipis, transparan, lanugo banyak, lemak subkutan imatur. Desensus
testikulorum biasanya belum sempurna dan labia minora belum tertutup oleh
labia mayora. Pembuluh darah kulit banyak terlihat dan peristaltis usus dapat
terlihat. Rambut biasanya tipis, halus dan teranyam sehingga sulit terlihat satu
persatu. Tulang rawan dalam daun telinga belum cukup, sehingga elastisitas daun
telinga masih kurang. Jaringan mamae belum sempurna dan puting susu belum
21
terbentuk dengan baik. Bayi kecil, posisinya masih posisi fetal yaitu posisi
dekubitus lateral, pergerakannya kurang dan masih lemah. Bayi lebih banyak tidur
daripada bangun. Tangisnya lemah, pernafasan belum teratur dan sering terdapat
apnu. Otot masih hipotonik sehingga sikap selalu dalam keadaan kedua tungkai
abduksi, sendi lutut dan sendi kaki dalam fleksi dan kepala menghadap ke satu
jurusan. Tonic neck reflex biasanya lemah, refleks moro dapat positif. Refleks
mengisap dan menelan belum sempurna, demikian juga refleks batuk. Bayi yang
kelaparan biasanya menangis, gelisah dan aktifitas bertambah. Bila dalam waktu 3
hari tanda kelaparan ini tidak terdapat, kemungkinan besar bayi menderita infeksi
atau perdarahan intrakranial. Seringkali terdapat edema pada anggota gerak yang
menjadi lebih nyata dalam 24 – 48 jam. Kulitnya tampak mengkilat dan licin serta
terdapat pitting edema. Edema ini dapat berubah sesuai dengan perubahan posisi.
Edema ini seringkali berhubungan dengan perdarahan antepartum, diabetes
mellitus dan toksemia gravidarum. Frekuensi pernafasan bervariasi sangat luas
terutama pada hari-hari pertama. Walaupun demikian bila frekuensi pernafasan
terus meningkat atau selalu diatas 60 kali/menit, harus waspada akan
kemungkinan terjadinya membran hialin (sindrom gangguan pernafasan idiopatik)
atau gangguan pernafasan karena sebab lain. Dalam hal ini penting sekali
melakukan pemeriksaan radiologi toraks.
DISMATURITAS
Dismaturitas dapat terjadi preterm, term atau post term. Pada preterm akan
tampak gejala fisis bayi prematur dan mungkin ditambah dengan gejala
dismaturitas. Karakteristik fisik bayi dismaturitas sama dengan bayi prematur dan
ditambah dengan retardasi-pertumbuhan dan wasting. Pada bayi dismaturitas yang
term dan post term dengan gejala yang menonjol ialah wasting.
Menurut Greunwald (1997) dalam Hassan (2007) mengatakan bahwa tidak
semua kekurangan makanan pada janin diakibatkan oleh insufisiensi plasenta.
Gejala insufisiensi plasenta timbulnya bergantung pada berat dan lamanya bayi
menderita defisit. Defisit yang menyebabkan retardasi pertumbuhan biasanya
22
berlangsung kronis. Retardasi pertumbuhan yang kronis dapat menyebabkan fetal
distress (Hassan, 2007).
FETAL DISTRESS
dibagi menjadi tiga golongan, yaitu (Hassan, 2007) :
1. Fetal distress akut yaitu defisit atau fetal deprivation yang hanya
mengakibatkan perinatal distress tetapi tidak mengakibatkan retardasi
pertumbuhan dan wasting.
2. Fetal distress subakut yaitu bila fetal deprivation tersebut menunjukan
tanda wasting tetapi tidak terdapat retardasi pertumbuhan.
3. Fetal distress kronis yaitu bila bayi jelas menunjukan retardasi
pertumbuhan (Hassan, Rusepno dan Alatas, H., 2007).
G. PENANGANAN
Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya
preeklampsia berat atau eklampsia, melahirkan janin hidup dan melahirkan janin
dengan trauma sekecil-kecilnya (Wiknjosastro, 2006).
Preeklampsia ringan
Istirahat di tempat tidur merupakan terapi utama dalam penanganan
preeklampsia ringan. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan
aliran darah ke plasenta dan aliran darah ke ginjal meningkat, tekanan vena pada
ekstrimitas bawah juga menurun dan reabsorpsi cairan di daerah tersebut juga
bertambah. Selain itu dengan istirahat di tempat tidur mengurangi kebutuhan
volume darah yang beredar dan juga dapat menurunkan tekanan darah dan
kejadian edema. Apabila preeklampsia tersebut tidak membaik dengan
penanganan konservatif, maka dalam hal ini pengakhiran kehamilan dilakukan
walaupun janin masih prematur (Wiknjosastro, 2006).
Preeklampsia berat
23
Pada pasien preeklampsia berat segera harus diberi sedativa yang kuat
untuk mencegah timbulnya kejang. Apabila sesudah 12 – 24 jam bahaya akut
sudah diatasi, tindakan selanjutnya adalah cara terbaik untuk menghentikan
kehamilan. Sebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang dapat
diberikan larutan sulfas magnesikus 40 % sebanyak 10 ml disuntikan
intramuskular pada bokong kiri dan kanan sebagai dosis permulaan. Pemberian
dapat diulang dengan dosis yang sama dalam rentang waktu 6 jam menurut
keadaan pasien. Tambahan sulfas magnesikus hanya dapat diberikan jika diuresis
pasien baik, refleks patella positif dan frekuensi pernafasan lebih dari 16
kali/menit. Obat ini memiliki efek menenangkan, menurunkan tekanan darah dan
meningkatkan diuresis. Selain sulfas magnesikus, pasien dengan preeklampsia
dapat juga diberikan klorpromazin dengan dosis 50 mg secara intramuskular
ataupun diazepam 20 mg secara intramuskular (Wiknjosastro, 2006).
H. PROGNOSIS
Tingkat kematian ibu dilaporkan berkisar antara 0-13,9%. Satu penelitian
retrospektif terhadap 990 kasus eklampsia menemukan angka kematian ibu secara
keseluruhan adalah 13,9% (138/990). Risiko paling tinggi (12/54 [22%]) dijumpai
pada subkelompok wanita dengan eklampsia pada kehamilan kurang dari 28
minggu. Tingkat kematian ibu dan komplikasi yang berat paling rendah dijumpai
pada wanita yang melakukan asuhan prenatal yang teratur pada dokter yang
berpengalaman pada fasilitas kesehatan tersier. Satu penelitian otopsi yang
dilakukan segera setelah kematian pada wanita eklampsia menunjukkan bahwa
lebih dari 50% dari wanita yang meninggal dalam waktu 2 hari akibat kejang pada
otaknya menunjukkan perdarahan dan perlunakan serebral. Perdarahan kortikal
petekie merupakan yang paling sering dijumpai, khususnya meliputi lobus
occipitalis. Edema serebral yang difus dan perdarahan masif lebih jarang
dijumpai. Trombosis vena serebral sering dijumpai pada wanita dengan eklampsia
paska persalinan.
Angka kematian perinatal pada kehamilan eklampsia adalah 9-23% dan
berhubungan erat dengan usia kehamilan. Angka kematian perinatal pada satu
24
penelitian terhadap 54 parturien dengan eklampsia sebelum usia kehamilan 28
minggu adalah 93%; angka ini hanya sebesar 9% pada penelitian lain dengan rata-
rata usia kehamilan pada saat melahirkan 32 minggu. Kematian perinatal terutama
diakibatkan oleh persalinan prematur, solusio plasenta dan asfiksia intrauterin.
25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif analitik
dengan menggunakan rancangan penelitian cross sectional. Penelitian analitik
bertujuan untuk mengidentifikasi perbandingan morbiditas ibu dan janin yang
terdiagnosa preeklampsia berat yang ada di RSUD Kabupaten Karanganyar
dalam satu waktu tertentu, dipilih dengan menggunakan teknik pemilihan
subjek purposive sampling.
Secara singkat, rancangan penelitian ini dapat digambarkan sebagai
berikut :
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di bagian Obstetri Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Karanganyar.
C. Subjek Penelitian
Sebagai populasi penelitian adalah semua pasien obstetri di Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Karanganyar pada bulan Januari – Desember
2010 dan 2011 .
Sedangkan sampel penelitian adalah semua pasien obstetri di Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Karanganyar pada bulan Januari – Desember
2010 dan 2011 dengan preeklampsia berat (PEB)
26
semua PasienPEB tanpa PEB
kriteria inklusi sebagai berikut:
Pasien obstetri dengan preeklampsia berat
Tekanan darah > 160/110 mmHg
Proteinuria > +2
Edema anasarka
Ekslusi sebagai berikut:
Pasien obstetri tidak dengan preeklampsia berat.
Tekanan darah < 160/110 mmHg
Proteinuria < +2
D. Teknik Sampling
Sampel (sample, study population) merupakan sebuah subset yang
dicuplik dari populasi, yang akan diamati atau diukur peneliti (Murti, 2006).
Sedangkan teknik sampling adalah cara atau teknik-teknik tertentu, sehingga
sampel tersebut sedapat mungkin mewakili populasinya (Notoadmojo, 2005).
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
purposive sampling yaitu cara pengambilan sampel berdasarkan pada suatu
pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan sifat-sifat
populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoadmojo, 2005). Besar sampel
dalam penelitian ini adalah total pasien yang didiagnosis preeklampsia berat
selama dua tahun (1 Januari 2010 s.d. 31 Desember 2011) di RSUD Karanganyar.
Besar sampel dalam penelitian ini adalah total pasien preeklampsia berat
yang memenuhi kriteria inklusi selama dua tahun (1 Januari 2010 s.d. 31
Desember 2011) di RSUD Karanganyar.
E. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : pasien obstetri dengan PEB
2. Variabel terikat : pasien preeklampsia berat dengan komplikasi
eklampsia, solusio plasenta, perdarahan, sindroma HELLP, prematur dan
IUFD
F. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel bebas
27
a) Definisi preeklampsia berat adalah suatu sindroma spesifik pada
kehamilan yang biasanya terjadi sesudah umur kehamilan 20 minggu,
pada wanita yang sebelumnya normotensi. Keadaan ini ditandai oleh
peningkatan tekanan darah yang disertai oleh proteinuria. Peningkatan
tekanan darah gestasional didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik
> 140 mmHg atau diastolik > 90 mmHg pada wanita yang normotensi
sebelum kehamilan 20 minggu. Pada keadaan tanpa proteinuria, tetap
dicurigai sebagai preeklamsia jika peningkatan tekanan darah disertai
oleh gejala : sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri abdomen, atau
hasil laboratorium yang tidak normal terutama bila ada
trombositopenia dan peningkatan tes fungsi hati. (Cunningham, et al.,
2002, Noris M, et al., 2005)
2. Variabel terikat
Eklampsia adalah kriteria diagnosis preeklampsia berat yang
ditandai dengan terjadinya kejang umum dan atau koma pada
preeklampsia tanpa adanya kondisi neurologik lainnya
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh
permukaan maternal plasenta dari tempat implantasinya yang
normal pada lapisan desidua endometrium sebelum waktunya
yakni sebelum anak lahir.
Perdarahan post partum adalah perdarahan yang melebuhi 500 cc
setelah bayi lahir
Sindroma HELLP adalah preeklamsia-eklampsia disertai
timbulnya hemolisis, peningkatan sindrom hepar dan
trombositopenia
Prematuritas adalah persalinan yang berlangsung pada umur
kehamilan 20-37 minggu dihitung dari hari pertama menstruasi
terakhir
IUFD adalah kematian janin dalam rahim setelah 20 minggu tetapi
sebelum permulaan pesalinan
28
G. Sumber Data
Sumber data primer diperoleh dari rekam medik pasien obstetri dengan
PEB selama dua tahun (1 Januari 2010 s/d 31 Desember 2011) di Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Karanganyar.
H. Teknik Analisis Data
Statistik parametris yang digunakan untuk menguji hipotesis komparatif
rata-rata dua sampel adalah dengan chi square.
Rumus :
Keterangan:
Harga chi square adalah 3,841 (dicari dari tabel harga distribusi chi
square). Ditentukan α = 0.05. Ketentuan keputusan diambil berdasarkan
perbandingan x2 hitung dengan x2 tabel dengan ketentuan :
Ho: Tidak ada hubungan kejadian morbiditas ibu dan janin dengan
preeklampsia berat
H1: Ada hubungan kejadian morbiditas ibu dan janin dengan preeklampsia
berat
Data yang diperoleh dianalisis dan perbedaan antara variable penelitian
akan ditentukan dengan uji analisis statistik chi square dengan program SPSS
versi 16.0.
29
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Data penelitian ini merupakan data sekunder, diambil mencakup seluruh
jumlah ibu yang didiagnosis preeklampsia berat, selama tahun 2010 dan 2011 di
RSUD Karanganyar. Subjek dalam penelitian ini diambil dengan purposive
sampling. Penelitian ini menjelaskan hubungan umur, paritas, jarak kehamilan dan
riwayat preeklamsi berat dengan kejadian preeklampsia berat. Selain itu,
penelitian ini juga menggali jenis morbiditas yang dialami pasien preeklampsia.
Hasil tersebut dirangkum dalam tabel berikut ini
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pasien di RSUD karanganyar
PEB Non PEB Jumlah
Januari 5 68 73
Februari 10 83 93
Maret 10 73 83
April 8 97 105
Mei 6 90 96
Juni 3 125 128
Juli 3 109 112
Agustus 3 78 81
September 5 98 103
Oktober 3 102 105
November 6 93 99
Desember 5 78 83
Total 67 1094 1161
Dari tabel diatas didapatkan bahwa frekuensi terjadinya preeklampsia di RSUD
karanganyar selama periode 1 Januari – 31 Desember tahun 2010 sebanyak 67
pasien dari total 1161 pasien obstetrik.
31
Tabel 2 distribusi frekuensi mortalitas janin pada pasien PEB dan bukan
PEB
PEB Tanpa PEB Total
Janin Hidup 66 1070 1136
Mati 1 24 25
Total 67 1094 1161
Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa jumlah janin mati sebesar 25 orang. Yang
disebabkan oleh preeklampsia sebanyak 1 janin dan 24 lainnya disebabkan oleh
kondisi penyakit ibu lainnya.
Tabel 3. Distribusi frekuensi penyebab janin mati
IUFD APH KalaI
I
PPI PEB VE Gemelli Presbo KPD
Januari
Februari 1
Maret
April 1 1
Mei 2 1 1
Juni
Juli
Agustus 2 1 1 1
September 4
Oktober 2
November 2 1 1
Desember 2 1
Total 15 1 1 1 1 2 1 1 2
Dari tabel diatas didapatkan mortalitas janin di RSUD Karanganyar tahun 2010
paling banyak disebabkan oleh IUFD yaitu sebesar 15 janin dari total 25 kematian
janin.
32
Tabel 4. Distribusi frekuensi jenis persalinan pasien PEB dan non PEB
PEB Non PEB Total
SC 4 230 234
Pacuan 38 342 380
Normal 25 522 547
Total 67 1094 1161
Dari tabel diatas didapatkan pasien PEB yang melakukan jenis persalinan sectio
secaria sebanyak 4 pasien dari total 234 pasien. Persalinan pacuan sebanyak 38
pasien dari total 380 pasien dan dengan persalinan normal sebanyak 25 pasien dari
total 547 pasien.
Dari analisis bivariat dengan batas kemaknaan α = 0,05 dan derajat
kebebasan (db) = 1, diperoleh x2 hitung = 0,701 dan x2 tabel 3,841 dengan ρ <
0,001. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa hipotesis kerja (H1) ditolak
yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara kematian bayi dengan
kejadian preeklampsia di RSUD Karanganyar pada periode 1 Januari-31
Desember 2011.
Tabel 5. Angka mortalitas ibu pada pasien preeklampsia dan non
preeklampsia
PEB % Non PEB %
Ibu Hidup 66 5,68 1094 94,2
Mati 1 0,08 0 0
Total 67 1094 1161
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa angka mortalitas pada ibu hamil di RSUD
karanganyar pada tahun 2010 sebanyak 1 pasien dan dikarenakan preeklampsia.
Dari analisis bivariat dengan batas kemaknaan α = 0,05 dan derajat
kebebasan (db) = 1, diperoleh x2 hitung = 0,000 dan x2 tabel 3,841 dengan ρ <
0,001. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa hipotesis kerja (H1) ditolak
yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara kematian ibu dengan
kejadian preeklampsia di RSUD Karanganyar pada periode 1 Januari-31
Desember 2011.
33
Tabel 6. Distribusi frekuensi morbiditas dan mortalitas ibu dan janin pada
preeklampsia
Pasien Jumlah Persentasi (%)
Tanpa morbiditas 45 67,16 %
Dengan morbiditas 22 32,85 %
Total 67 100 %
Dari tabel diatas didapatkan angka morbiditas pasien preeklampsia sebanyak 22
pasien (45,1%) dari total 57 pasien
Tabel 7. Distribusi frekuensi morbiditas ibu pada pasien preeklampsia
Pasien Jumlah Persentasi (%)
Tanpa morbiditas 61 91,04 %
Dengan morbiditas
Eklampsia
Solusio plasenta
Sindrom HELLP
Perdarahan
5
-
-
1
7,46 %
1,49%
Jumlah 67 100 %
Dari tabel diatas didapatkan morbiditas ibu pada pasien preeklampsia terdiri atas
eklampsia sebesar 7,46% dan perdarahan sebesar 1,49 % dari total pasien
preeklampsia sebanyak 67 pasien.
Tabel 8. Distribusi frekuensi morbiditas janin pada pasien preeklampsia
Pasien Jumlah Persentasi (%)
Tanpa morbiditas 51 76,1 %
Dengan morbiditas
Prematuritas
IUFD
15
1
22,38 %
1,49 %
Jumlah 67 100 %
Dari tabel diatas didapatkan angka morbiditas janin pada pasien preeklampsia
terdiri atas prematuritas yaitu sebanyak 15 pasien (22,38 %) dan IUFD sebanyak 1
pasien (1,49%) dari total 67 pasien.
BAB IV
34
PEMBAHASAN
Tujuan peneitian ini adalah untuk mengetahui angka kejadian
preeklampsia yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin di
RSUD Karanganyar selama tahun 2010.
Dari hasil penelitian ini, didapatkan kejadian preeklampsia pada RSUD
karanganyar periode 1 Januari – 31 Desember 2011 mencapai 67 kasus atau 5,8%
dari dari total 1160 kasus persalinan. Dimana dari sekitar 67 kasus preeklampsia
yang terdiri dari 62 preeklampsia berat dan 5 kasus eklampsia dari 1161
persalinan. Berdasarkan data penelitian tahun 2009, preeklampsia terjadi pada 5-
7% kehamilan dan menjadi penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada
maternal. Frekuensi preeklampsia/eklampsia tiap negara berbeda. Di Indonesia
dilaporkan berkisar 3-10%. Di RSU Dr. Saiful Anwar tahun 2006 terdapat sekitar
321 kasus preeklampsia dan 72 kasus eklampsia dari 2588 persalinan.
Pada penelitian ini didapatkan angka mortalitas ibu hanya 1 pasien dari
total 1160 pasien persalinan. Hal ini mungkin dikarenakan pencatatan hanya
dilakukan saat setelah melahirkan, tanpa dipantau lagi keadaan ibu pada saat masa
nifasnya. Menurut AKI di Provinsi Jawa Tengah untuk tahun 2008 berdasarkan
laporan dari kabupaten/kota sebesar 114,42/100.000 kelahiran hidup. Angka
tersebut telah memenuhi target dalam Indikator Indonesia Sehat 2010 sebesar
150/100.000 dan mengalami penurunan bila dibandingkan dengan AKI pada
tahun 2007 sebesar 116,3/100.000 kelahiran hidup. AKI tertinggi adalah di
Kabupaten Batang sebesar 206,95/1.000 kelahiran hidup. Sedang yang terendah
adalah di Kota Surakarta yaitu sebesar 48,87/1.000 kelahiran hidup. Kejadian
kematian maternal paling banyak adalah pada waktu nifas sebesar 45,16%, disusul
kemudian pada waktu bersalin sebesar 31,24%, dan pada waktu hamil sebesar
23,50%. Penyebab kematian adalah perdarahan sebesar 27,87%, eklampsia
sebesar 23,27%, infeksi sebesar 5,2%, dan lain-lain sebesar 43,18% (Profil
kesehatan provinsi jawa tengah, 2008).
35
Pada penelitian didapatkan hasil yaitu angka morbiditas dan mortalitas
pada ibu dan janin pasien preeklampsia (32,85), ini mungkin dikarenakan pasien
kurang melakukan pemeriksaan kehamilan (antenatal care/ANC) yang memadai.
Pre-eklampsia berat dan eklampsia merupakan risiko yang membahayakan
ibu di samping membahayakan janin melalui placenta. Setiap tahun sekitar 50.000
ibu meninggal di dunia karena eklampsia. Incidens eklampsia di negara
berkembang berkisar dari 1:100 sampai 1:1700. Beberapa kasus memperlihatkan
keadaan yang tetap ringan sepanjang kehamilan. Pada stadium akhir yang disebut
eklampsia, pasien akan mengalami kejang. Jika eklampsia tidak ditangani secara
cepat akan terjadi kehilangan kesadaran dan kematian karena kegagalan
jantung, kegagalan ginjal, kegagalan hati atau perdarahan otak. Oleh karena itu
kejadian kejang pada penderita eklampsia harus dihindari. Karena eklampsia
menyebabkan angka kematian sebesar 5% atau lebih tinggi.
Preeklampsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan
berkelanjutan, oleh karena itu melalui antenatal care yang bertujuan untuk
mencegah perkembangan preeklampsia, atau setidaknya dapat mendeteksi
diagnosa dini sehingga dapat mengurangi kejadian kesakitan. Pada tingkat
permulaan preeklampsia tidak memberikan gejala-gejala yang dapat dirasakan
oleh pasien sendiri, maka diagnosa dini hanya dapat dibuat dengan antepartum
care. Jika calon ibu melakukan kunjungan setiap minggu ke klinik prenatal
selama 4-6 minggu terakhir kehamilannya, ada kesempatan untuk melekukan tes
proteinuri, mengukur tekanan darah, dan memeriksa tanda-tanda udema. Setelah
diketahui diagnosa dini perlu segera dilakukan penanganan untuk mencegah
masuk kedalam eklampsia. Disamping faktor-faktor yang sudah diakui, jelek
tidaknya kondisi ditentukan juga oleh baik tidaknya antenatal care. Dari 70%
pasien primigrafida yang menderita preeklampsia, 90% nya mereka tidak
melaksanakan antenatal care
Pada penelitian juga didapatkan hasil yaitu angka morbiditas bayi pada
pasien preeklampsia (23,87%) lebih sedikit dibandingkan dengan janin pre
eklamsi tanpa morbiditas (76,1%). Morbiditas Bayi pada pasien preeklampsia
menurut data dikarenakan karena prematur dan IUFD. Sesuai dengan yang
36
diutarakan budi utomo, 2007 bahwa Banyak faktor yang berpengaruh terhadap
angka kematian bayi tersebut, baik dari faktor ibu, faktor bayinya sendiri dan
faktor pelayanan kesehatan. Faktor yang berpengaruh terhadap kematian bayi
antara lain usia ibu ketika melahirkan dan paritas. Faktor bayi yang berpengaruh
terhadap kematian bayi adalah nilai APGAR, sedangkan faktor pelayanan adalah
antenatal. Apabila faktor-faktor tersebut dapat dikontrol maka usaha untuk
menurunkan angka kematian bayi akan lebih tercapai.
Dari hasil survei (SKRT 2001) diketahui bahwa komplikasi penyebab
kematian ibu yang terbanyak adalah perdarahan, hipertensi dalam kehamilan
(eklampsia), infeksi, partus lama, dan komplikasi keguguran. Angka kematian
bayi baru lahir terutama disebabkan oleh antara lain infeksi dan berat bayi lahir
rendah. Kondisi tersebut berkaitan erat dengan kondisi kehamilan, pertolongan
persalinan yang aman, dan perawatan bayi baru lahir. Untuk faktor ibu ( paritas
ibu, usia kehamilan ibu) dan bayi (masalah neonatus dan penyakit infeksi)
terkadang kita tidak bisa kontrol dengan baik. Akan tetapi dengan didapatkan
hasil penelitian seperti yang diatas yaitu angka kejadian morbiditas pada pre
eklamsi lebih tinggi kita dapat simpulkan bahwa faktor pelayanan kesehatan di
RSUD Karanganyar baik. Sesuai yang dikemukakan oleh djaja, 2005 bahwa
Angka kematian bayi adalah salah satu indikator penting dalam menentukan
tingkat kesehatan masyarakat. Keberhasilan pembangunan di suatu wilayah juga
dapat dilihat dari angka kematian bayi dan angka harapan hidup.
Menurut SDKI tahun 2007, penyebab kematian neonatal di Indonesia
adalah sebagai berikut :
37
Secara garis besar, kelangsungan suatu kehamilan sangat bergantung pada
keadaan dan kesehatan ibu, plasenta dan keadaan janin. Jika ibu sehat dan didalam
darahnya terdapat zat-zat makanan dan bahan-bahan organis dalam jumlah yang
cukup, maka pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam kandungan akan
berjalan baik. Dalam kehamilan, plasenta akan befungsi sebagai alat respiratorik,
metabolik, nutrisi, endokrin, penyimpanan, transportasi dan pengeluaran dari
tubuh ibu ke tubuh janin atau sebaliknya. Jika salah satu atau beberapa fungsi di
atas terganggu, maka janin seperti “tercekik”, dan pertumbuhannya akan
terganggu. Demikian juga bila ditemukan kelainan pertumbuhan janin baik berupa
kelainan bawaan ataupun kelainan karena pengaruh lingkungan, maka
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan dapat mengalami
gangguan.
Dengan mengenali berbagai masalah utama terkait angka kematian ibu dan
upaya-upaya potensial yang efektif dalam menurunkannya, maka secara
keseluruhan tidak hanya mengurangi jumlah kematian, tetapi juga menurunkan
angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi. Meskipun intervensi kesehatan yang
dilakukan hanya meliputi aspek yang terbatas, seperti pengadaan tenaga terampil
dalam pertolongan persalinan, tatalaksana gawat darurat obstetri yang memadai,
38
dan keluarga berencana. Namun, keberhasilan dalam upaya perbaikan kesehatan
maternal ini secara tidak langsung akan meningkatkan derajat kesehatan bangsa.
39
BAB IV
KESIMPULAN
1. Kejadian preeklampsia di RSUD karanganyar periode 1 januari – 31
Desember 2011 sebanyak 5,8 %
2. Secara garis besar, kejadian preeklampsia tidak banyak berpengaruh pada
frekuensi morbiditas dan mortalitas ibu dan janin pada RSUD karanganyar
3. Pada kasus preeklampsia menyebabkan angka kejadian morbiditas pada
ibu dan janin sekitar 32,85 %
4. Perawatan antenatal care pada ibu dengan resiko tinggi seperti
preeklampsia diperlukan untuk mengurangi angka kesakitas dan kematian
pada ibu dan janin
40
DAFTAR PUSTAKA
Anna RD, et al. First trimester serum PAPP-A and NGAL in the prediction. In:
Anna RD, et al, editor. John Wiley & Sons Ltd. 2009; 20: 1066-68.
Awi Muliadi Wijaya. Kondisi Angka Kematian Neonatal (AKN), Angka
Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKBAL). 2007
Bonar L. Tobing. Luaran Ibu Dan Anak Pada Persalinan Terdaftar Dan Tidak
Terdaftar Di Rsup H. Adam Malik Dan Rs. Dr. Pirngadi Medan. Bagian
Obstetri Dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2002
BPS dan ORC. Macro Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia 2002-2003,
Claverton, Maryland, USA; ORC Macro, 2003 .
www.makalah-angka-kematian-bayi-baru-lahir.html
Cunningham, Mac Donald, Gant; William Obstetri; Alih bahasa: Joko Suyono,
Andry Hartono; Ed. 18; 1995
Derek Lewellyn-jones, Dasar-dasar obstetric dan ginekologi, Alih
bahasa;Hadyanto, Ed.6 Jakarta, 2001
Girsang E. Analisa Tekanan Darah dan Proteinuria sebagai Faktor Prognosa.
Kematian Maternal dan Perinatal pada Preeklampsia Berat dan Eklampsia.
Tesis Bagian Obgin FK USU RSW. H. Adam MalikRSUD Dr. Pigadi
Medan, 2004
GOI & UNICEF. Laporan Nasional Tindak Lanjut Konfrensi Tingkat Tinggi
Anak (Draff) 2000.
Manuaba Ida Bagus Gede; Ilmu kebidanan, Penyakit kandungan & Keluarga
berencana untuk pendidikan bidan, Editor: Seriawan, Ed. I, Jakarta,
EGC,1998
Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia, Kelompok Kerja
Penyusunan Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di
Indonesia, Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI Edisi Kedua, 2005
41
Prawirohardjo Sarwono, Ed. Kedua. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka,
Jakarta 1981. hal. 237.
Rochjati P, Soedarto, Prabowo RP. Pola kasus kehamilan risiko tinggi di RSUD
Dr Soetomo Surabaya, MOGI, 1986; 12: 230-248
Rahmawan, Ahmad. Upaya Menurunkan Angka Kematian Ibu. Bagian/Smf Ilmu
Kebidanan Dan Penyakit Kandungan Fk Unlam – Rsud Ulin Banjarmasin.
November, 2009
Rozikhan. Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Preeklampsia Berat Di Rumah Sakit
Dr. H. Soewondo Kendal. Program Magister Epidemiologi Universitas
Diponegoro Semarang. 2007
Sofoewan S. Preeklampsia - Eklampsia di beberapa Rumah Sakit di Indonesia,
Patogenesis dan Kemungkinan Pencegahannya. MOGI 2003; 27: 141-51
Standar Pelayanan Kebidanan, Buku I, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ;
September 1999
Wiknyosastro Hanifa, Abdul Bari Saifudin, Trijatmi Rochimhadhi; Ilmu
Kebidanan. Ed.3, Jakarta, 1994
Wim T Pangemanan. Pencegahan Preeklampsia. Departemen Obstetri Dan
Ginekologi FK Universitas Sriwijaya / RSMH Palembang. 2008
42
REFERAT
Angka Mortalitas/Morbiditas Ibu Dan Janin Pada Pasien Preeklampsia Di
RSUD Karanganyar Periode 1 Januari-31 Desember 2011
Pembimbing : dr. Jaya Masa, Sp.OG (K) MFM
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kebidanan dan Kandungan
Disusun oleh :
Silvia Rinawati, S.Ked J 500.060.028
Budi rahmawati, S.Ked J.500.060.029
Satria Mahaputra, S.Ked J.500.060.030
Hanang Novianto, S.Ked J.500.060.032
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
43
2011
Lembar Pengesahan
REFERAT
Angka Mortalitas/Morbiditas Ibu Dan Janin Pada Preeklampsia Di RSUD
Karanganyar Periode 1 Januari-31 Desember 2011
Pembimbing : dr. Jaya Masa, Sp.OG (K) MFM
Yang Diajukan Oleh :
Silvia Rinawati, S.Ked J 500.060.028
Budi rahmawati, S.Ked J.500.060.029
Satria Mahaputra, S.Ked J.500.060.030
Hanang Novianto, S.Ked J.500.060.032
Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Pada hari , Desember 2011
Pembimbing :
dr. Jaya Masa, Sp.OG (K) MFM (………………………..)
Dipresentasikan di hadapan :
dr. Jaya Masa, Sp.OG (K) MFM (………………………..)
Disahkan Ketua Program Pendidikan Profesi Dokter :
dr. Yuni Prasetyo, M.Kes (………………………..)
44