referat Batu Empedu

34
Batu Empedu Definisi Istilah kolelithiasis digunakan untuk penyakit batu empedu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu atau didalam duktus koledokus atau pada keduanya. Sebagian besar batu empedu terutama batu kolesterol, terbentuk dalam kandung empedu (kolesistolithiasis). Kalau batu kandung empedu ini berpindah ke dalam kandung empedu extrahepatik, disebut batu saluran empedu sekunder atau koledokolitiasis. Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu ekstrahepatik maupun intrahepatik. Batu primer saluran empedu, harus memenuhi kriteria sebagai berikut: ada massa asimpomatik setelah kolesistektomi, morfologi cocok dengan batu empedu primer, tidak ada striktur pada duktus koledokus atau tidak ada sisa duktus sistikus yang panjang. Khusus untuk orang asia, dapat ditemukan sisa cacing askaris atau cacing jenis lain di dalam batu tersebut. Morfologi batu primer saluran empedu antara lain bentuknya ovoid, lunak, rapuh, seperti lumpur atau tanah, dan warna cokelat muda sampai coklat gelap. 1

Transcript of referat Batu Empedu

Page 1: referat Batu Empedu

Batu Empedu

Definisi

Istilah kolelithiasis digunakan untuk penyakit batu empedu yang dapat

ditemukan dalam kandung empedu atau didalam duktus koledokus atau pada

keduanya. Sebagian besar batu empedu terutama batu kolesterol, terbentuk dalam

kandung empedu (kolesistolithiasis). Kalau batu kandung empedu ini berpindah

ke dalam kandung empedu extrahepatik, disebut batu saluran empedu sekunder

atau koledokolitiasis.

Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu,

tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu ekstrahepatik

maupun intrahepatik. Batu primer saluran empedu, harus memenuhi kriteria

sebagai berikut: ada massa asimpomatik setelah kolesistektomi, morfologi cocok

dengan batu empedu primer, tidak ada striktur pada duktus koledokus atau tidak

ada sisa duktus sistikus yang panjang. Khusus untuk orang asia, dapat ditemukan

sisa cacing askaris atau cacing jenis lain di dalam batu tersebut. Morfologi batu

primer saluran empedu antara lain bentuknya ovoid, lunak, rapuh, seperti lumpur

atau tanah, dan warna cokelat muda sampai coklat gelap.

Insidensi

Insidensi kolelitiasis di negara barat sekitar 20% dan banyak menyerang

orang dewasa dan lanjut usia. Pada tahun 2005 insidensi kolelitiasis di Amerika

Serikat sekitar 12 %, beberapa faktor yang menyebabkan tingginya insidensi

antara lain :

Body habitus : obesitas, penurunan berat badan yang cepat

Obat-obatan : Ceftriakson (Rocephin)

Ras : Indian Amerika, Skandinavia

Ratio insidensi pada Wanita : Pria = 2:1

Herediter : First degree relatives

Umur : semakin meningkat, insidensi semakin bertambah

1

Page 2: referat Batu Empedu

Angka kejadian penyakit batu empedu di Indonesia diduga tidak berbeda

jauh dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahun 1980-an

agaknya berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrsonografi.

Dikenal tiga jenis batu empedu, yaitu batu kolesterol, batu pigmen atau

batu campuran. Di negara Barat, 80% batu empedu adalah batu kolesterol, tetapi

angka kejadian batu pigmen akhir-akhir ini meningkat. Sebaliknya di Asia Timur,

lebih banyak batu pigmen dibanding dengan batu kolesterol, tetapi angka kejadian

batu kolesterol sejak 1965 makin meningkat. Tidak jelas apakah perubahan angka

ini betul-betul oleh karena prevalensi yang berubah. Namun, perubahan gaya

hidup,termasuk perubahan pola makanan, berkurangnya infeksi parasit, dan

menurunnya infeksi empedu, mungkin menimbulkan perubahan insidens

hepatolitiasis.

Patofisiologi

Batu empedu pada hakekatnya merupakan endapan satu atau lebih

komponen empedu: kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium dan protein.

Kolesterol hampir tidak larut dalam air dan bilirubin sukar larut dalam air. Batu

empedu dapat terbentuk dari bilirubin saja, kolesterol saja, atau campuran

keduanya. Batu campuran ini juga mengandung kalsium. Batu bilirubin murni

biasanya kecil, majemuk, hitam dan dikaitkan dengan kelainan hemolitik. Batu

empedu ini jarang ditemukan. Batu kolesterol murni biasanya besar, soliter, bulat

atau oval, berwarna kuning pucat. Batu kolesterol campuran paling sering

ditemukan, majemuk, berwarna cokelat tua. Batu campuran sering dapat terlihat

pada radiogram sedangkan batu murni mungkin translusen.

Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang

pada bagian saluran empedu lainnya. Etiologi batu empedu masih belum diketahui

dengan sempurna; akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting tampaknya

adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu,

stasis empedu, dan infeksi kandung empedu.

Perubahan susunan empedu mungkin merupakan yang paling penting

dalam pembentukan batu empedu. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa hati

2

Page 3: referat Batu Empedu

penderita penyakit batu kolesterol mensekresi empedu yang sangat jenuh dengan

kolesterol. Kolesterol yang sangat berlebihan ini mengendap dalam kandung

empedu dengan cara yang belum dimengerti sepenuhnya.

Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi

progresif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan

kontraksi kandung empedu atau spasme spingter oddi atau keduanya dapat

menyebabkan stasis. Faktor hormonal, khususnya selama kehamilan dapat

dikaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu sehingga

menyebabkan insidensi yang tinggi pada kelompok ini.

Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam

pembentukan batu, melalui peningkatan deskuamasi sel dan pembentukan mukus.

Sehingga mukus meningkatkan viskositas, dan unsur seluler atau bakteri dapat

berperan sebagai sumber presipitasi. Akan tetapi infeksi mungkin lebih sering

menjadi akibat dari pembentukan batu empedu daripada sebab pembentukan batu

empedu.

Gambaran Klinis

I. Anamnesis

Setengah sampai sepertiga penderita batu empedu asimtomatis. Keluhan

yang mungkin akan timbul adalah dispepsia yang kadang disertai dengan

intolerans terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatik keluhan utamanya

berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau prekordium. Rasa

nyeri lain adalah kolik bilier, timbul mendadak, yang mungkin berlangsung lebih

dari 15 menit, dengan intensitas yang hebat dan dapat bertahan sampai 4 jam.

Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi dapat juga timbul tiba-tiba.

Batu empedu umumnya menimbulkan gejala dengan menyebabkan peradangan

atau sumbatan setelah batu bermigrasi ke duktus sistikus atau duktus biliaris

komunis. Sumbatan duktus sistikus atau duktus biliaris komunis oleh batu

biasanya menyebakan peningkatan tekanan intralumen dan distensi viskus yang

tidak dapat diatasi oleh kontraksi biliaris repetitif. Nyeri visera yang timbul

3

Page 4: referat Batu Empedu

biasanya hebat, terasa seperti menekan atau perih yang semakin meningkat di

epigastrium atau kuadran kanan atas abdomen yang dapat menyebar.

Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, skapula kanan, atau

ke puncak bahu, disertai dengan mual dan muntah. Dari sekian banyak penderita

mengaku nyeri menghilang setelah minum antasida. Jika telah terjadi kolesistitis,

keluhan nyeri menetap dan bertambah pada menarik napas dalam dan sewaktu

kandung empedu tersentuh ujung jari tangan sehingga pasien berhenti menarik

napas yang merupakan tanda perangsangan peritoneum setempat (tanda Murphy).

Demam atau menggigil dengan kolik biliaris biasanya mencerminkan

adanya komplikasi yaitu kolesistitis, pankreatitis dan kolangitis. Keluhan rasa

penuh yang samar di epigastrium, dispepsia, sendawa atau flatulensi, terutama

setelah makan berlemak, jangan disalahartikan sebagai kolik biliaris. Gejala

tersebut sering terdapat pada pasien dengan batu empedu tetapi tidak spesifik.

Kolik biliaris dapat dicetuskan oleh makanan berlemak, oleh makan banyak

setelah puasa jangka panjang, atau bahkan jika makan normal.

Pruritus dapat ditemukan pada ikterus obstruktif yang berkepanjangan dan

lebih banyak ditemukan di daerah tungkai daripada di badan.

II. Pemeriksaan Fisik

Jika ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi yang

ada, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrops kandung

empedu, empiema kandung empedu, atau pankreatitis.

Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan pungtum maksimum di

daerah letak anatomi kandung empedu. Tanda Murphy positif bila nyeri tekan

bertambah sewaktu penderita menarik napas panjang karena kandung empedu

yang meradang tersentuh oleh ujung jari pemeriksa dan pasien berhenti menarik

napas.

III.Pemeriksaan Laboratorium

Batu kandung empedu yang asimptomatik biasanya tidak menunjukkan

kelainan laboratorik. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis.

4

Page 5: referat Batu Empedu

Dapat terjadi peningkatan ringan bilirubin serum (tidak melebihi 5 mg/dL).

Persistensi kadar bilirubun serum yang tinggi mengisyaratkan batu duktus biliaris

koledokus. Kadar fosfatase alkali serum dan amilase serum dapat meningkat

sedang jika terjadi serangan akut.

IV. Pemeriksaan Pencitraan

Ultrasonografi memiliki derajat spesifitas dan sensitivitas paling tinggi

untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu

intrahepatik maupun ekstrahepatik. Dengan ultrasonografi juga dapat dilihat

dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau edema karena

peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal

kadang sulit dideteksi karena terhalang udara dalam usus. Dengan ultrasonografi,

pungtum maksimum nyeri pada batu kandung empedu yang gangren akan terlihat

lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.

Foto polos perut biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena

hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang

kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat

dilihat pada foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang

membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan

lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara usus besar, di fleksura

hepatika.

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras yang diberikan per

os cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat

batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi

oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, obstruksi pilorus, kadar

bilirubin serum >2 mg/dL, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut

kontras tidak dapat mencapai hati. Kolesistografi oral lebih bermakna pada

penilaian fungsi kandung empedu.

CT-scan tidak lebih unggul dibandingkan dengan ultrasonografi untuk

mendiagnosis batu kandung empedu. Cara ini berguna untuk membantu diagnosis

5

Page 6: referat Batu Empedu

keganasan pada kandung empedu yang mengandung batu, dengan ketepatan

sekitar 70-90%.

Foto Röntgen dengan kolongipankreotikografi endoskopi retrograd di

papilla Vater (ERCP) atau melalui kolongiografi transhepatik perkutan (PTC)

berguna untruk pemeriksaan batu di duktus koledokus. Indikasinya adalah batu

kandung empedu dengan gangguan fungsi hati yang tidak dapat dideteksi dengan

ultrasonografi dan kolesistografi oral, misalnya karena batu kecil.

Komplikasi yang dapat timbul

Komplikasi kolelitiasis dapat berupa kolesistitis akut yang dapat

menimbulkan perforasi dan peritonitis, kolesistitis kronik, ikterus obstruktif,

kolangitis, kolangiolitis piogenik, fistel bilioenterik, ileus batu empedu,

pankreatitis, dan perubahan keganasan. Batu empedu dari duktus koledokus dapat

masuk ke dalam duodenum melalui papilla Vater dan menimbulkan kolik, iritasi,

perlukaan mukosa, peradangan, edema, dan striktur papilla Vater.

Penatalaksanaan

Batu empedu ditangani baik secara nonbedah maupun dengan

pembedahan. Tata laksana nonbedah terdiri dari lisis batu dan pengeluaran secara

endoskopik. Selain itu, dapat dilakukan pencegahan terjadinya batu empedu pada

orang yang cenderung mempunyai batu empsdu litogenik dengan mencegah

infeksi dan menurunkan kadar kolesterol serum dengan cara mengurangi asupan

atau menghambat sintesis kolesterol. Obat golongan statin dikenal dapat

menghambat sintetis kolesterol karena menghambat enzim HMG-CoA reduktase.

1. Nonbedah

a. Lisis batu

Lisis batu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik mungkin berhasil

dengan batu kolesterol. Terapi dapat berhasil pada separuh penderita dengan

pengobatan selama 1-2 tahun. Lisis kontak melalui kateter perkutan ke dalam

kandung empedu menggunakan metilbutil eter berhasil setelah beberapa jam.

6

Page 7: referat Batu Empedu

b. Endoskopik

Bila keadaan pasien memburuk maka dapat dilakukan sfingterotomi

endoskopik untuk mengalirkan empedu dan nanah dan membersihkan duktus

koledokus dari batu. Kadang dapat juga dipasang pipa nasobilier. Indikasi lain

dari sfingterotomi endoskopik adalah adanya riwayat kolesistektomi. Apabila

batu duktus koledokus besar (>2cm) maka cara ini tidak dapat dilakukan.

Pada pasien dengan batu besar disarankan untuk litotripsi terlebih dahulu

untuk mengeluarkan batu dari duktus koledokus secara mekanik melalui

papilla vater dengan alat ultrasonik atau laser. Umunya penghancuran ini

dilakukan bersama-sama atau dilengkapi dengan sfingterotomi endoskopik.

2. Bedah

Pembedahan memang dilakukan untuk batu kandung empedu yang

simptomatik. Kolesistektomi memiliki angka rekurensi yang kecil dan sekitar 92

% pasien akan sembuh dari nyeri di kuadran kanan atas. Adapun indikasi dari

operasi kolesistektomi itu antara lain :

Biliary pain

Biliary dyskinesia

Calcified gallbladder

Acute cholecystitis (Ditangani dalam 72 jam)

Choledocholithiasis (setelah duktus koledokus jelas)

Gallstone pancreatitis (sebelum discharge tetapi setelah pankreatitis

ditangani)

Kolesistektomi dapat dilakukan dengan dua teknin, yaitu laparoskopi dan

laparotomi, dimana laparoskopi memiliki keuntungan dibandingkan dengan

laparotomi, antara lain :

Kosmetik yang lebih baik

Lebih cepat dapat kembali bekerja

Biaya lebih murah

Mortalitas lebih kecil

Nyeri post operatif lebih minimal

Jaringan yang rusak lebih

minimal

Waktu rawat lebih singkat

(bahkan dapat langsung pulang)

7

Page 8: referat Batu Empedu

Permasalahan saat ini adalah perlu ditetapkan apakah akan dilakukan

kolesistektomi profilaksis secara elektif pada yang asimtomatik. Indikasi

kolesistektomi elektif konvensional maupun laparoskopik adalah kolelitiasis

asimtomatik pada penderita diabetes mellitus karena serangan kolesistitis akut

dapat menyebabkan komplikasi yang berat. Indikasi lain adalah kandung empedu

yang tidak terlihat pada kolesistografi oral, yang menandakan stadium lanjut, atau

kandung empedu dengan batu berdiameter besar (>2 cm), karena batu yang besar

lebih sering menimbulkan kolesistitis akut dibanding dengan batu yang lebih

kecil. Indikasi lain adalah kalsifikasi kandung empedu karena dihubungkan

dengan kejadian karsinoma. Pada keadaan –keadaan tersebut dianjurkan untuk

kolesistektomi.

Anjuran untuk melakukan kolesistektomi profilaksis pada pasien batu

empedu sebaiknya didasarkan pada penilaian pada tiga faktor, yaitu :

1) Adanya gejala yang cukup sering atau parah sehingga menganggu kehidupan

sehari-hari.

2) Adanya komplikasi penyakit batu empedu (kolesistitis, pankreatitis, fistula).

3) Adanya kelainan yang meningkatkan predisposisi timbulnya komplikasi batu

empedu (misalnya terjadi kalsifikasi kandung empedu, riwayat kompliksi

sebelumnya).

8

Page 9: referat Batu Empedu

Choledocholithiasis

Choledocholithiasis 85% disebabkan pasase batu empedu (cholelithiasis)

melalui duktus sistikus ke duktus koledoktus dan 15% disebabkan pembentukan

batu primer di duktus koledoktus, biasanya disebabkan oleh infestasi migrasi

parasit A.lumbricoides atau C.sinensis ke duktus biliaris. Obstruksi pada duktus

koledoktus menyebabkan timbulnya berbagai gejala dan komplikasi termasuk

nyeri abdomen, ikterus, cholangitis, pancreatitis, dan sepsis.

Choledocholithiasis banyak didapatkan pada ras Asia terutama di daerah

Asia Tenggara. Kolelitiasis banyak didapatkan pada perempuan dibandingkan

pria. Angka insidensi batu empedu 40% terjadi pada umur lebih dari 60 tahun,

sedangkan batu primer pada duktus koledokus terjadi 8-15% pada pasien dengan

umur kurang dari 60 tahun dan 15-60% terjadi pada umur lebih dari 60 tahun.

Presentasi klinis bervariasi bergantung dari derajat dan level obstruksi, dan

ada atau tidaknya infeksi biliaris. Riwayat penyakit kolelitiasis pada pasien

bukanlah syarat esensial untuk menegakkan diagnosis koledokolitiasis karena batu

empedu dapat tidak memberikan gejala sama sekali (25-50% kolelitiasis dapat

bersifat asimtomatis). Gejala nyeri pada kuadran kanan atas abdomen sering

dikeluhkan pasien. Nyeri biasanya bersifat lokal, moderate, dan intermiten.

Adanya nyeri yang sangat berat biasanya disebabkan adanya penyakit lain yang

menyertainya. Keluhan nyeri biasanya disertai adanya mual dan muntah. Ikterus

yang terjadi disebabkan naiknya level bilirubin direk yang secara klinis biasanya

memberikan gambaran klinis mata pasien menjadi kuning-oranye atau kuning-

kehijauan. Keluhan ikterus disertai adanya riwayat warna feses menjadi pucat dan

warna urin mirip air teh pada 50% kasus. Ikterus dapat terjadi secara episodik

Adanya demam merupakan indikasi terjadi komplikasi cholangitis.

Cholangitis ditandai oleh tiga gejala klinis klasik, Charcod triad, yaitu demam

ringan (95%), nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (90%), dan ikterus (80%).

9

Page 10: referat Batu Empedu

Gejala klinis cholangitis memiliki presentasi yang bervariasi, mulai dari yang

bersifat mild self-limiting illness sampai terjadinya syok sepsis (5% pasien

cholangitis). Komplikasi lainnya yang dapat terjadi pada penyakit koledokolitiasis

adalah pancreatitis. Batu empedu adalah 50% penyebab dari seluruh kasus

pancreatitis. Pancreatitis dipresipitasi oleh adanya obstruksi pada duktus

koledoktus pada level ampula Vateri. Nyeri abdomen pada pancreatitis berbeda

dengan nyeri akibat kolelitiasis, yaitu nyeri bersifat tajam, kontinyu, dirasakan

terlokalisir pada daerah epigastrium (nyeri somatis) yang dirasakan menembus ke

daerah midback, nyeri semakin bertambah bila pasien dalam posisi supine.

Sedangkan nyeri abdomen pada kolelitiasis terjadi pada kuadran kanan atas,

bersifat akut, viseral, kolik, biasanya terjadi setelah 30-90 menit setelah makan,

berlangsung dalam beberapa jam, menjalar ke daerah skapula atau punggung

kanan.

Apabila pasien memiliki rekam medik, riwayat penyakit striktur atau dilatasi

kistik pada duktus koledoktus, sclerosing cholangitis, disfungsi sfingter Oddi,

merupakan data penting untuk menegakkan diagnosis koledokolitiasis sekunder

akibat batu empedu. Askariasis pada stadium pulmonal biasanya memberikan

gejala klinis berupa batuk-batuk disertai demam.

Pemeriksaan fisik pada pasien koledokolitiasis biasanya memberikan tanda-

tanda klinis nyeri pada abdomen pada kuadran kanan atas dan ikterus pada kulit,

sklera dan frenulum linguae. Adanya nyeri hebat dengan/tanpa Murphy’s sign

mengindikasikan adanya kolesistitis akut. Ekstensi ikterus pada tubuh bergantung

pada derajat penyakit dan lamanya obstruksi. Tanda-tanda klinis sistemik, seperti

demam, hipotensi, dan flushing mengindikasikan terjadinya proses infeksi, sepsis,

atau keduanya. Tanda klinis pancreatitis adalah adanya Cullen’s sign,

diskolorisasi biru pada daerah periumbilikus, dan Turner’s sign, diskolorisasi

biru-merah-ungu atau hijau-coklat pada daelah lumbalis

Hasil pemeriksaan laboratorium tidak spesifik untuk mendiagnosis

Choledocolithiasis. Leukositosis merupakan indikasi infeksi atau inflamasi, tapi

10

Page 11: referat Batu Empedu

hasil ini tidak spesifik. Peningkatan serum bilirubin total dan direk

mengindikasikan adanya obstruksi pada duktus koledokus. Sekitar 60% pasien

Choledocolithiasis memiliki serum bilirubin direk lebih dari 3 mg/dl. Serum

amilase dan lipase meningkat pada pankreatitis akut. Peningkatan alkali fosfatase

dan gamma-glutamil transpeptidase dapat memprediksikan adanya batu pada

duktus koledoktus. Protrombin time meningkat pada pasien prolonged

Choledocolithiasis. SGOT dan SGPT meningkat pada pasien dengan komplikasi

cholangitis, pankreatitis, atau keduanya. Kultur darah memberikan hasil positif

pada 30-60% pasien cholangitis.

Pencitraan yang dapat digunakan dalam menunjang diagnosis

Choledocolithiasis yang dapat digunakan adalah transabdominal USG, endoscopic

USG, CT-scan, MRI, Endoscopic Retrograde Cholangiopancreography (ERCP) ,

dan Percutaneous Transhepatic Cholangiography (PTC). Cholangiography adalah

kriteria standar emas untuk menegakkan diagnosis batu pada duktus koledoktus

Penatalaksanaan Choledocolithiasis dapat bersifat non-surgical atau surgical.

Modalitas yang dapat digunakan dalam terapi non-surgical adalah ERCP,

percutaneous extraction, dan ESWL (Extracorporeal Shock Wave Litotripsy).

Sedangkan terapi surgical adalah open choledochotomy, transcystic exploration,

drainage procedures, cholecystectomy. Medikamentosa yang dapat digunakan

berupa (1) antibiotik—sebagai profilaksis ataupun terapi bila terbukti terdapat

infeksi, (2) agen H-2 antagonist, sukralfat, dan proton pump inhibitor—profilaksis

terhadap stress ulcer. Antibiotik intravena yang digunakan dalam terapi

cholangitis adalah derivat penisilin (misal piperasilin) untuk bakteri gram-negatif,

atau sefalosporin generasi kedua atau ketiga (misal seftazidim, seftriakson,

sefotaksim) untuk bakteri gram-negatif, ampisilin untuk bakteri gram positif, dan

metronidazol untuk bakteri anaerob. Beberapa penelitian melaporkan penggunaan

golongan kuinolon (misal siprofloksasin, levofloksasin) atau kotrimoksazol

(SMZ-TMP) sebagai terapi yang efektif recurrent cholangitis.

11

Page 12: referat Batu Empedu

Jaundice

Ikterus adalah gejala kuning pada sklera kulit dan mata akibat bilirubin

yang berlebihan di dalam darah dan jaringan. Normalnya bilirubin serum kurang

dari 9 μmol/L (0,5 mg%). Ikterus nyata secara klinis jika kadar bilirubin

meningkat diatas 35 μmol/L (2 mg%). Jaringan permukaan yang kaya elastin,

seperti sklera dan permukaan bawah lidah, biasanya yang pertama kali menjadi

kuning.

Mekanisme Patofisiologik Kondisi Ikterik

Terdapat 4 mekanisme umum di mana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat

terjadi:

1. Pembentukan bilirubin secara berlebihan

2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati

3. Gangguan konjugasi bilirubin

4. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intra-

hepatik dan ekstrahepatik yang bersifat obstruksi fungsional atau mekanik

Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terutama disebabkan oleh tiga mekanisme

yang pertama, sedangkan mekanisme yang keempat terutama mengakibatkan

hiperbilirubinemia terkonjugasi.

1. Pembentukan bilirubin secara berlebihan

Penyakit hemolitik atau peningkatan kecepatan destruksi sel darah merah

merupakan penyebab utama dari pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikterus

yang timbul sering disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen

empedu berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui

kemampuan hati. Akibatnya kadar bilirubin tak terkonjugasi dalam darah

meningkat. Meskipun demikian, kadar bilirubin serum jarang melebihi 5 mg/100

ml pada penderita hemolitik berat, dan ikterus yang timbul bersifat ringan,

berwarna kuning pucat. Karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air,

maka tidak dapat diekskresikan ke dalam kemih, dan bilirubinuria tidak terjadi.

12

Page 13: referat Batu Empedu

Tetapi pembentukan urobilinogen menjadi meningkat (akibat peningkatan beban

bilirubin terhadap hati dan peningkatan konjugasi dan ekskresi), yang selanjutnya

mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam feses dan kemih. Kemih dan feses

dapat berwarna gelap.

Beberapa penyebab ikterus hemolitik yang sering adalah hemoglobin

abnormal (hemoglobin S pada anemia sel sabit), sel darah merah abnormal

(sferositosis herediter), antibodi dalam serum (Rh atau inkompatibilitas transfusi

atau sebagian akibat penyakit hemolitik autoimun), pemberian beberapa obat-

obatan, dan beberapa limfoma (pembesaran limpa dan peningkatan hemolisis).

Pada orang dewasa, pembentukan bilirubin secara berlebihan yang

berlangsung kronik dapat mengakibatkan pembentukan batu empedu yang banyak

mengandung bilirubin; di luar itu, hiperbilirubinemia ringan umumnya tidak

membahayakan.

Pengobatan langsung ditujukan untuk memperbaiki penyakit hemolitik.

Akan tetapi, kadar bilirubin tak terkonjugasi yang melebihi 20 mg/100 ml pada

bayi dapat mengakibatkan kern ikterus

2. Gangguan pengambilan bilirubin

Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi yang terikat albumin oleh sel-sel

hati dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan mengikatkannya pada

protein penerima. Hanya beberapa obat yang telah terbukti menunjukkan

pengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel-sel hati: asam flavaspidat

(dipakai untuk mengobati cacing pita), novobiosin, dan beberapa zat warna

kolesistografik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan ikterus biasanya

menghilang bila obat yang menjadi penyebab dihentikan.

3. Gangguan konjugasi bilirubin

Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang ringan (< 12,9 mg/100 ml) yang

mulai terjadi pada hari kedua sampai kelima lahir disebut ikterus fisiologis pada

neonatus. Ikterus neonatal yang normal ini disebabkan oleh kurang matangnya

enzim glukoronil transferase. Aktivitas glukoronil transferase biasanya meningkat

13

Page 14: referat Batu Empedu

beberapa hari setelah lahir sampai sekitar minggu kedua, dan setelah itu ikterus

akan menghilang.

Ketika bilirubin yang tak terkonjugasi pada bayi baru lahir melampaui 20

mg/100 ml, terjadi suatu keadaan yang disebut kern ikterus. Keadaan ini dapat

timbul bila suatu proses hemolitik (seperti eritroblastosis fetalis) terjadi pada bayi

baru lahir dengan defisiensi glukoronil transferase normal. Kernikterus atau

bilirubin ensefalopati timbul akibat penimbunan bilirubin tak terkonjugasi pada

daerah basal ganglia yang banyak lemak. Bila keadaan ini tidak diobati maka akan

terjadi kematian atau kerusakan neurologik berat.

4. Penurunan ekskresi bilirubin terkonyugasi

Gangguan ekskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor- faktor

fungsional maupun obstruktif, terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia

terkonjugasi. Karena bilirubin terkonjugasi larut dalam air, maka bilirubin ini

dapat diekskresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubinuria dan kemih

berwarna gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen kemih sering berkurang

sehingga feses terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat

disertai bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti peningkatan kadar

fosfatase alkali dalam serum, AST, kolesterol, dan garam-garam empedu.

Peningkatan garam-garam empedu dalam darah menimbulkan gatal-gatal pada

ikterus. Ikterus yang diakibatkan oleh hiperbilirubinemia terkonjugasi biasanya

lebih kuning dibandingkan dengan hiperbilirubinemia tak terkonyugasi.

Perubahan warna berkisar dari kuning-jingga muda atau sampai kuning-hijau bila

terjadi obstruksi total aliran empedu. Perubahan ini merupakan bukti adanya

ikterus kolestatik, yang merupakan nama lain dari ikterus obstrukfif. Kolestasis

dapat bersifat Intrahepatik (mengenai sel hati, kanalikuli, atau kolangiola) atau

ekstrahepatik (mengenai saluran empedu di luar hati). Pada kedua keadaan ini

terdapat gangguan biokimia yang sama.

14

Page 15: referat Batu Empedu

TABEL 1. Ciri Yang Membedakan Ikterus Hemolitik, Hepatoselular dan

Obstruktif

Ciri klinis Hemolitik Hepatoselular Obstruktif

Warna kulit Kuning pucatJingga-kuning muda

sampai tua

Kuning-hijau muda

sampai tua

Warna kemih

Normal (dapat

gelap karena

urobilin)

Gelap (bilirubin

terkonyugasi)

Gelap (bilirubin

terkonyugasi)

Warna fesesNormal atau gelap

(sterkobilin)

Pucat (sterkobilin

menurun)

Warna seperti

dempul

Pruritus Tidak ada Tidak menetap Biasanya menetap

Bilirubin serum,

indirek atau tak

terkonyugasi

Meningkat Meningkat Meningkat

Bilirubin serum,

direk atau

terkonyugasi

Normal Meningkat Meningkat

Bilirubin kemih Tidak ada Meningkat Meningkat

Urobilinogen

kemihMeningkat Sedikit meningkat Meningkat

Kolestasis Intrahepatik vs Ekstrahepatik

Keputusan diagnostik yang paling penting bagi dokter dan ahli bedah

dalam menangani kasus hiperbilirubinemia terkonjugasi adalah menetapkan

apakah obstruksi aliran empedu adalah intrahepatik atau ekstrahepatik. Kolestasis

ekstrahepatik mungkin memerlukan pembedahan, sedangkan pembedahan pada

penderita penyakit hepatoselular (kolestasis intrahepatik) malahan dapat

memperberat penyakit dan bahkan dapat menimbulkan kematian.

Membedakan kedua keadaan ini tidak mudah, karena semua bentuk

kolestasis menimbulkan sindrom klinik ikterus yang sama yaitu: gatal,

transaminase meningkat, fosfatase alkali meningkat, gangguan ekskresi zat warna

kolesisto-grafi, dan kandung empedu tidak terlihat.

Walaupun penentuan akhir bersifat klinis, namun bantuan untuk

membedakan kedua keadaan ini datang dari penilaian derajat obstruksi. Obstruksi

15

Page 16: referat Batu Empedu

intrahepatik jarang seberat obstruksi esktrahepatik. Akibatnya, kolestasis

intrahepatik umumnya hanya mengakibatkan peningkatan moderat fosfatase

alkali, dan sedikit pigmen dapat ditemukan dalam feses atau urobilinogen dalam

kemih bila dibandingkan dengan kolestasis esktrahepatik. Biopsi hati atau

duodenum, atau kolangiografi transhepatik dapat dilakukan untuk mempertegas

kasus yang sulit.

Kolestatis intrahepatik

Penyebab tersering kolestasis intrahepatik adalah penyakit hepatoselular

dimana sel parenkim hati mengalami kerusakan akibat virus hepatitis atau

berbagai jenis sirosis. Pada penyakit ini, pembengkakan dan disorganisasi sel hati

dapat menekan dan menghambat kanalikuli atau kolangiola. Penyakit

hepatoselular biasanya menyebabkan gangguan pada semua fase metabolisme

bilirubin—pengambilan, konjugasi, dan ekskresi—tetapi karena ekskresi biasanya

yang paling terganggu, maka yang paling menonjol adalah hiperbilirubinemia

terkonyugasi. Penyebab kolestasis intrahepatik yang lebih jarang adalah

pemakaian obat-obat tertentu, dan gangguan herediter Dubin-Johnson serta

sindrom Rotor. Pada keadaan ini, terjadi gangguan transfer bilirubin melalui

membran hepatosit. Obat yang sering menimbulkan gangguan ini adalah halotan

(anestetik), kontrasepsi oral, estrogen, steroid anabolik, isoniazid, dan

klorpromazin.

Penyebab tersering kolestasis ekstrahepatik adalah sumbatan batu empedu,

biasanya pada ujung bawah duktus koledokus; karsinoma kaput pankreas dapat

pula menyebabkan tekanan pada duktus koledokus dari luar; juga karsinoma

ampula Vateri. Penyebab yang lebih jarang adalah striktur yang timbul pasca

peradangan atau setelah operasi, dan pembesaran kelenjar limfe pada porta

hepatis. Lesi intrahepatik seperti hepatoma kadang-kadang dapat menyumbat

duktus hepatikus kanan atau kiri.

Ikterus Obstruktif

16

Page 17: referat Batu Empedu

Ikterus ekstrahepatik dan ikterus obstruktif adalah sinonim. Pada

umumnya, ikterus obstruktif perlu ditangani dengan pembedahan, sedangkan

ikterus prehepatik dan hepatik ditangani secara medis. Dengan demikian tujuan

dari evaluasi ini adalah: mengidentifikasi pasien yang menderita obstruksi saluran

empedu.

Beberapa petunjuk umum untuk mengidentifikasi pasien yang menderita

obstruksi saluran empedu adalah:

1. Riwayat

a. Usia dan seks

Orang tua lebih besar kemungkinannya menderita ikterus obstruktif.

Sirosis empedu primer hampir selalu terbatas pada wanita.

b. Obat-obatan

Jenis obat-obatan yang dapat menyebabkan ikterus adalah : alkohol,

fenotiazin dan hormon seks.

c. Nyeri

Dimulai didaerah epigastrium atau kuadran kanan atas dan menyebar

menuju scapula kanana. Merupakan ciri khas dari penyumbatan empedu

akut (kolik bilier). Rasa sakit kronis, samar-samar dan pegal

kemungkinan diakibatkan oleh keganasan. Rasa sakit difus di kuadran

kanan atas mungkin diakibatkan oleh peregangan kapsula hepar akibat

hepatitis, cedera alkoholik akut atau kongesti pasif akibat penyakit

jantung.

d. Demam

Ciri khas kolangitis akibat sumbatan empedu adalah : demam tingi,

khususnya bila disertai menggigil (rigor).

e. Faeces encer dan urin yang gelap warnanya

Lebih sering dijumpai pada penderita penyumbatan ekstrahepatik.

f. Pruritus.

Rasa gatal sekali di anggota tubuh mungkin mendahului ikterus atau

timbul bersamaan. Pruritus merupakan gejala kolestasis apapun

penyebabnya.

17

Page 18: referat Batu Empedu

2. Pemeriksaan fisik.

Hepatomegali bukan gambaran yang dapat membedakannya dari penyakit

lain. Dapat ditemukan stigmata sirosis (angiomata spider dan lain sebagainya).

Splenomegali memikirkan adanya hipertensi portal. Kandung empedu yang

teraba keras menyatakan bahwa penyebab ikterus adalah penyumbatan saluran

empedu yang bersifat ganas. Suatu anggapan yang salah bila diambil

kesimpulan bahwa penyumbatan merupakan suatu penyebab yang tak ganas

kalau kandung empedu tak dapat diraba.

3. Tes fungsi hati

Tes standar fungsi hati biasanya memungkinkan penggolongan penderita

menjadi dua bagian: Mereka yang menderita ikterus pre-hepatik atau

hepatoselular dan mereka yang menderita ikterus kolestatik. Karena kolestatik

mungkin hepatik (medis) atau posthepatik (pembedahan) maka tes ini hanya

bermaksud untuk mengindentifikasi penderita yang membutuhkan evaluasi

penyumbatan empedu lebih lanjut.

Ikterus kolestatik secara khas berkaitan dengan peningkatan jumlah bilirubin

direk (terkonjugasi), peningkatan sedikit SGPT dan SGOT atau normal.

Peningkatan kadar fosfatase alkali, peningkatan leusin aminopeptidase dan

albumin yang normal, serta masa protrombin yang memanjang. Banyak

variasinya, dan mungkin terjadi campur antara ikterus kolestatik dan

hepatoselular.

Antigen dan zat anti antimitokondria yang menimbulkan hepatitis (meningkat

pada sirosis empedu primer) mungkin membantu.

4. Foto sinar-X polos abdomen

Sekitar 10-15 % batu empedu radiopaque dan dengan demikian terlihat pada

film polos abdomen. Batu empedu yang membesar dapat terlihat bagaikan

suatu massa jaringan lunak.

5. Ultrasound

Merupakan suatu metoda pemeriksaan saluran empedu pada ikterus obstruktif

yang aman, sederhana, tidak mahal dan cukup dapat diandalkan. Kalau saluran

18

Page 19: referat Batu Empedu

membesar, maka ada penyumbatan empedu. Kalau saluran empedu tak

membesar maka tak mungkin ada penyumbatan.

6. Biopsi hati

Jarum biopsi perkutan dari hati biasanya direncanakan untuk pasien yang

salurannya tak melebar yang kemungkinan menderita ikterus akibat pengaruh

medis. Biopsi tak boleh dilakukan apabila ada gangguan proses pembekuan

atau trombositopenia.

7. Kolangiografi transhepatik perkutan

Merupakan cara yang baik untuk mengetahui adanya obstruksi dibagian atas

kalau salurannya melebar, meskipun saluran yang ukurannya normal dapat

dimasuki oleh jarum baru yang "kecil sekali" Gangguan pembekuan, asites

dan kolangitis merupakan kontraindikasi.

8. Kolangiopankreatografi endoskopi retrograde (ERCP = Endoscopic

retrograde kolangiopankreatograft)

Kanulasi duktus koledokus dan/atau duktus pankreatikus melalui ampula

Vater dapat diselesaikan secara endoskopis. Lesi obstruksi bagian bawah

dapat diperagakan. Pada beberapa kasus tertentu dapat diperoleh informasi

tambahan yang berharga, misalnya tumor ampula, erosis batu melalu ampula,

karsinoma yang menembus duodenum dan sebagainya) Tehnik ini lebih sulit

dan lebih mahal dibandingkan kolangiografi transhepatik. Kolangitis dan

pankreatitis merupakan komplikasi yang mungkin terjadi. Pasien yang

salurannya tak melebar atau mempunyai kontraindikasi sebaiknya dilakukan

kolangiografi transhepatik, ERCP semakin menarik karena adanya potensi

yang 'baik untuk mengobati penyebab penyumbatan tersebut (misalnya:

sfingterotomi untuk jenis batu duktus koledokus yang tertinggal).

9. CT scan

CT scan dapat memperlihatkan saluran empedu yang melebar, massa hepatik

dan massa retroperitoneal (misalnya, massa pankreatik).Bila hasil ultrasound

masih meragukan, maka biasanya dilakukan CT scan.

10. Penyelidikan lain

a. Scan saluran cerna bagian atas.

19

Page 20: referat Batu Empedu

Pemeriksaan barium standar pada lambung dan duodenum dapat

menghasilkan bukti tak langsung penyebab penyumbatan empedu

(misalnya, pelebaran lengkung duodenum merupakan ciri neoplasma

pankreas).

b. Scan hida atau pipida.

Tes ini berguna untuk mengetahui letal penyumbatan duktus sistikus,

tetapi nilainya pada kasus penyumbatan duktus koledokus masih

diragukan.

c. Kolangiografi intravena (IVC = intravenous cholangiography)

Tidak akan berhasil bila bilirubin serum lebih besar dari 4 mg/100 ml. IVC

mungkin berhasil kalau bilirubin kurang dari 4, terutama kalau bilirubin

turun dengan cepat. Tetapi IVC sebagian besar telah diganti oleh metode-

metode lain. Kolesistografi oral (OCG = oral cholecystography) tak

mempunyai arti bila terdapat ikterus, tetapi mungkin dapat membantu

kalau ikterus telah hilang.

20

Page 21: referat Batu Empedu

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidayat, de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. 560-576. Penerbit

Buku Kedokteran EGC. Jakarta; 2005

2. Bellows, C.F. www.aafp.org/afp. Management of Gallstone. 2005

3. Allen, Jeff. www. E-Medicine. Com. Cholelithiasis. 2005

4. Myceck, M.J. Farmakologi. Edisi 2. 309. Widya Medika. Jakarta; 2001

5. _____________. Kamus Saku Kedoteran Dorland. Edisi 25. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Jakarta; 1998

6. Holzbach, T.R. www.karger.ch. Newer Pathogenetic Concepts In Cholesterol

Gallstone Formation: A Unitary Hypothesis. 1997

7. Isselbacher et al. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 4.

Edisi 13. 1688-1693. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta; 1995

8. Price, S.A. Patofisiologi. Jilid 1. Edisi 4. 453-454. Penerbit Buku Kedokteran

EGC. Jakarta; 1995

9. Shojamanesh, Homayoun MD. Cholangitis. National Institutes of

HealthCholangitis. www.emedicine.com. April 18, 2004.

10. S Dandan, Imad MD. Choledocholithiasis. Department of Surgery,

American University of Beirut, Lebanon. www.emedicine.com. September 21,

2005.

11. Braunwald, Eugene. S.Fauci, Anthony. Et al. Harrison’s Principles of Internal

Medicine, 15th Edition, Manual of Medicine, International Edition. McGraw-

Hill Education (Asia). 2002

21

Page 22: referat Batu Empedu

22