referat askariasis
-
Upload
mahruzamurdani -
Category
Documents
-
view
1.065 -
download
2
Transcript of referat askariasis
BAB I
PENDAHULUAN
Askariasis adalah suatu infeksi pada usus yang disebabkan oleh suatu jenis
cacing besar, Ascaris lumbricoides. Seseorang dapat terinfeksi penyakit ini setelah
secara tidak sengaja atau tidak disadari menelan telur cacing..1
Anak-anak lebih sering terinfeksi cacing ini daripada orang dewasa,
kelompok usia yang paling umum terjadi adalah 3-8 tahun. Infeksi ini cenderung
terjadi lebih serius jika anak mengalami gizi buruk. Anak sering terinfeksi akibat
tidak mencuci tangan setelah bermain di tanah yang terkontaminasi. Tanda
pertama dari keadaan ini mungkin dengan mendapatkan cacing hidup, biasanya di
dalam tinja. Pada infeksi yang berat, penyumbatan usus dapat menyebabkan sakit
perut, terutama pada anak. Penderita penyakit ini juga mungkin mengalami batuk,
mengi dan sesak, atau demam.1
Infeksi cacing usus merupakan infeksi kronik yang paling banyak
menyerang anak balita dan anak usia sekolah dasar. Infeksi cacing usus meningkat
pada tempat tinggal yang tidak bersih dan cara hidup tidak bersih yang merupakan
masalah kesehatan masyarakat, di pedesaan dan di daerah kumuh perkotaan di
Indonesia. Tinggi rendahnya fekuensi kecacingan berhubungan erat dengan
kebersihan pribadi dan sanitasi lingkungan menjadi sumber infeksi. Diantara
cacing usus yang menjadi masalah kesehatan adalah kelompok “soil transmitted
helminth” atau cacing yang ditularkan melalui tanah, seperti Ascaris lumbricoides,
Trichuris trichiura dan Ancylostoma sp (cacing tambang). Di Indonesia prevalensi
kecacingan masih tinggi antara 60% – 90 % tergantung pada lokasi dan sanitasi
lingkungan.2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Askariasis adalah suatu infeksi pada usus kecil yang
disebabkan oleh suatu jenis cacing besar, Ascaris lumbricoides.1
Ascaris lumbricoides merupakan cacing bulat besar yang
biasanya bersarang dalam usus halus. Adanya cacing didalam usus
penderita akan mengadakan gangguan keseimbangan fisiologi yang
normal dalam usus, mengadakan iritasi setempat sehingga
mengganggu gerakan peristaltik dan penyerapan makanan.5
Cacing ini merupakan parasit yang kosmopolit yaitu
tersebar diseluruh dunia, lebih banyak di temukan di daerah
beriklim panas dan lembab. Di beberapa daerah tropik derajat
infeksi dapat mencapai 100% dari penduduk. Pada umumnya lebih
banyak ditemukan pada anak-anak berusia 5 – 10 tahun sebagai
host (penjamu) yang juga menunjukkan beban cacing yang lebih
tinggi. Cacing dapat mempertahankan posisinya didalam usus halus
karena aktivitas otot-otot ini. Jika otot-otot somatik di lumpuhkan
dengan obat-obat antelmintik, cacing akan dikeluarkan dengan
pergerakan peristaltik normal.5
Gambar 2.1 Cacing Ascaris Lumbicoides dewasa.3
2
2.2 Epidemologi
Penyakit Ascariasis dapat ditemukan di seluruh dunia.
Infeksi terjadi dengan frekuensi terbesar di daerah tropis dan
subtropis, dan di setiap daerah dengan sanitasi yang tidak
memadai. Ascariasis adalah salah satu infeksi parasit pada manusia
yang paling umum. Sampai dengan 10% dari penduduk negara
berkembang terinfeksi cacing – dengan persentase besar
disebabkan oleh Ascaris. Di seluruh dunia, infeksi Ascaris
menyebabkan sekitar 60.000 kematian per tahun, terutama pada
anak.1
Prevalensi tertinggi ascariasis adalah pada anak usia 2-10
tahun, dengan intensitas infeksi tertinggi terjadi pada anak usia 5-
15 tahun yang memiliki infeksi simultan dengan cacing lain seperti
Trichuris trichiura dan cacing tambang. Sebuah studi terbaru
menemukan bahwa wanita dewasa Vietnam yang tinggal di daerah
pedesaan, terutama yang terkena tanah pada malam hari dan tinggal
di rumah tangga tanpa jamban, beresiko sangat tinggi untuk
ascariasis. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC)
memperkirakan bahwa tingkat ascariasis di seluruh dunia pada
2005 adalah sebagai berikut: 86 juta kasus di Cina, 204 juta di
tempat lain di Asia Timur dan Pasifik, 173 juta di sub-Sahara
Afrika, 140 juta di India, 97 juta di tempat lain di Asia Selatan, 84
juta dalam bahasa Latin Amerika dan Karibia, dan 23 juta di Timur
Tengah dan Afrika Utara.3
2.3 Etiologi dan Patofisiologi
Seseorang dapat terinfeksi penyakit askariasis setelah secara tidak sengaja
atau tidak disadari menelan telur cacing. Telur menetas menjadi larva di dalam
usus seseorang. Larva menembus dinding usus dan mencapai paru-paru melalui
aliran darah. Larva tersebut akhirnya kembali ke tenggorokan dan tertelan. Dalam
usus, larva berkembang menjadi cacing dewasa. Cacing betina dewasa yang dapat
tumbuh lebih panjang mencapai 30 cm, dapat bertelur yang kemudian masuk ke
3
dalam tinja. Jika tanah tercemar kotoran manusia atau hewan yang mengandung
telur, maka siklus tersebut dimulai lagi. Telur berkembang di tanah dan menjadi
infektif setelah masa 2-3 minggu, tetapi dapat tetap infektif selama beberapa bulan
atau tahun.1
Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif Ascaris lumbricoides,
jika tertelan telur yang infektif, maka didalam usus halus bagian atas telur akan
pecah dan melepaskan larva infektif dan menembus dinding usus masuk kedalam
vena porta hati yang kemudian bersama dengan aliran darah menuju jantung
kanan dan selanjutnya melalui arteri pulmonalis ke paru-paru dengan masa
migrasi berlangsung selama sekitar 15 hari. Dalam paru-paru larva tumbuh dan
berganti kulit sebanyak 2 kali, kemudian keluar dari kapiler, masuk ke alveolus
dan seterusnya larva masuk sampai ke bronkus, trakhea, laring dan kemudian ke
faring, berpindah ke osepagus dan tertelan melalui saliva atau merayap melalui
epiglottis masuk kedalam traktus digestivus. Terakhir larva sampai kedalam usus
halus bagian atas, larva berganti kulit lagi menjadi cacing dewasa. Umur cacing
dewasa kira-kira satu tahun, dan kemudian keluar secara spontan.4
Siklus hidup cacing ascaris mempunyai masa yang cukup panjang, dua
bulan sejak infeksi pertama terjadi, seekor cacing betina mulai mampu
mengeluarkan 200.000 – 250.000 butir telur setiap harinya, waktu yang
diperlukan adalah 3 – 4 minggu untuk tumbuh menjadi bentuk infektif. Menurut
penelitian stadium ini merupakan stadium larva, dimana telur tersebut keluar
bersama tinja manusia dan diluar akan mengalami perubahan dari stadium larva I
sampai stadium III yang bersifat infektif.4
Telur-telur ini tahan terhadap berbagai desinfektan dan dapat tetap hidup
bertahun-tahun di tempat yang lembab. Didaerah hiperendemik, anak-anak
terkena infeksi secara terus-menerus sehingga jika beberapa cacing keluar, yang
lain menjadi dewasa dan menggantikannya. Jumlah telur ascaris yang cukup besar
dan dapat hidup selama beberapa tahun maka larvanya dapat tersebar
dimanamana, menyebar melalui tanah, air, ataupun melalui binatang. Maka bila
makanan atau minuman yang mengandung telur ascaris infektif masuk kedalam
tubuh maka siklus hidup cacing akan berlanjut sehingga larva itu berubah menjadi
4
cacing. Jadi larva cacing ascaris hanya dapat menginfeksi tubuh melalui makanan
yang tidak dimasak ataupun melalui kontak langsung dengan kulit.4
Gambar 2.2 Siklus Hidur Askaris5
2.4 Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Gejala awal ascariasis, selama migrasi paru awal, termasuk
batuk, dyspnea, mengi, dan nyeri dada. Nyeri perut, distensi, kolik,
mual, anoreksia, dan diare intermiten mungkin manifestasi dari
obstruksi usus parsial atau lengkap oleh cacing dewasa. Penyakit
kuning, mual, muntah, demam, dan nyeri perut berat mungkin
mengarah pada kolangitis, pankreatitis, atau apendisitis.3
5
Mengi dan takipnea dapat terjadi selama migrasi paru.
Urtikaria dan demam mungkin juga terjadi terlambat dalam tahap
migrasi. Distensi abdomen tidak spesifik tetapi adalah umum pada
anak dengan ascariasis. Nyeri perut, terutama di kuadran kanan
atas, hypogastrium, atau kuadran kanan bawah, mungkin
mengindikasikan komplikasi ascariasis. Bukti untuk kekurangan
gizi karena ascariasis paling kuat untuk vitamin A dan C, serta
protein, seperti ditunjukkan oleh penelitian albumin dan
pertumbuhan pada anak yang diamati secara prospektif. Beberapa
penelitian belum mengkonfirmasi keterlambatan perkembangan
gizi atau karena ascariasis.3
Kelainan-kelainan yang terjadi pada tubuh penderita terjadi akibat
pengaruh migrasi larva dan adanya cacing dewasa. Pada umumnya orang yang
kena infeksi tidak menunjukkan gejala, tetapi dengan jumlah cacing yang cukup
besar (hyperinfeksi) terutama pada anak-anak akan menimbulkan kekurangan gizi,
selain itu cacing itu sendiri dapat mengeluarkan cairan tubuh yang menimbulkan
reaksi toksik sehingga terjadi gejala seperti demam typhoid yang disertai dengan
tanda alergi seperti urtikaria, odema diwajah, konjungtivitis dan iritasi pernapasan
bagian atas.5,6
Cacing dewasa dapat pula menimbulkan berbagai akibat mekanik seperti
obstruksi usus, perforasi ulkus diusus. Oleh karena adanya migrasi cacing ke
organ-organ misalnya ke lambung, oesophagus, mulut, hidung dan bronkus dapat
menyumbat pernapasan penderita. Ada kalanya askariasis menimbulkan
manifestasi berat dan gawat dalam beberapa keadaan sebagai berikut:
1. Bila sejumlah besar cacing menggumpal menjadi suatu bolus yang
menyumbat rongga usus dan menyebabkan gejala abdomen akut.
2. Pada migrasi ektopik dapat menyebabkan masuknya cacing kedalam
apendiks, saluran empedu (duktus choledocus) dan ductus pankreatikus.5,6
Bila cacing masuk ke dalam saluran empedu, terjadi kolik yang berat
disusul kolangitis supuratif dan abses multiple. Untuk menegakkan diagnosis pasti
6
harus ditemukan cacing dewasa dalam tinja atau muntahan penderita dan telur
cacing dengan bentuk yang khas dapat dijumpai dalam tinja atau didalam cairan
empedu penderita melalui pemeriksaan mikroskopik.5,6
2.5 Penatalaksanaan
Edukasi kesehatan memberikan pesan berikut akan mengurangi jumlah
orang yang terinfeksi penyakit askariasis:1
- menghindari kontak dengan tanah yang mungkin terkontaminasi
kotoran manusia;
- mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum mengambil makanan;
- mencuci, mengupas atau memasak semua sayuran mentah dan buah-
buahan;
- melindungi makanan dari tanah dan mencuci atau memanaskan
makanan apapun yang jatuh di lantai.
Ketersediaan air yang digunakan untuk personal hygiene serta tempat
pembuangan kotoran yang sehat juga akan mengurangi jumlah kasus. Dimana
limbah digunakan untuk irigasi kolam stabilisasi sampah dan beberapa teknologi
lainnya yang efektif dalam penurunan transmisi akibat makanan tumbuh di tanah
yang terkontaminasi.1
Pada waktu yang lalu obat yang sering dipakai seperti : piperazin, minyak
chenopodium, hetrazan dan tiabendazol. Oleh karena obat tersebut menimbulkan
efek samping dan sulitnya pemberian obat tersebut, maka obat cacing sekarang ini
berspektrum luas, lebih aman dan memberikan efek samping yang lebih kecil dan
mudah pemakaiannya. 5,6
Adapun obat yang sekarang ini dipakai dalam pengobatan adalah:1,3,4.5
1. Mebendazol.
Obat ini adalah obat cacing berspektrum luas dengan toleransi hospes yang
baik. Diberikan satu tablet (100 mg) dua kali sehari selama tiga hari, tanpa melihat
7
umur, dengan menggunakan obat ini sudah dilaporkan beberapa kasus terjadi
migrasi ektopik.
2. Pirantel Pamoat.
Dosis tunggal sebesar 10 mg/kg berat badan adalah efektif untuk
menyembuhkan kasus lebih dari 90 %. Gejala sampingan, bila ada adalah ringan
dan obat ini biasanya dapat diterima (“welltolerated”). Obat ini mempunyai
keunggulan karena efektif terhadap cacing kremi dan cacing tambang. Obat
berspekturm luas ini berguna di daerah endemik dimana infeksi multipel berbagai
cacing Nematoda merupakan hal yang biasa.
3. Levamisol Hidroklorida.
Obat ini agaknya merupakan obat anti-askaris yang paling efektif yang
menyebabkan kelumpuhan cacing dengan cepat. Obat ini diberikan dalam dosis
tunggal yaitu 150 mg untuk orang dewasa dan 50 mg untuk orang dengan berat
badan <10 kg. Efek sampingan lebih banyak dari pada pirantel pamoat dan
mebendazol.
4. Garam Piperazin.
Obat ini dipakai secara luas, karena murah dan efektif, juga untuk
Enterobius vermicularis, tetapi tidak terhadap cacing tambang. Piperazin sitrat
diberikan dalam dosis tunggal sebesar 30 ml (5 ml adalah ekuivalen dengan 750
mg piperazin). Reaksi sampingan lebih sering daripada pirantel pamoat dan
mebendazol. Ada kalanya dilaporkan gejala susunan syaraf pusat seperti berjalan
tidak tetap (unsteadiness) dan vertigo.
5. Albendazole
Albendazole mempunyai aktivitas anthelmintik yang besar. Selain bekerja
terhadap cacing dewasa, Albendazole telah terbukti mempunya aktivitas larvisidal
dan ovisidal obat ini secara selektip bekerja menghambat pengambilan glukosa
oleh usus cacing dan jaringan dimana larva bertempat tinggal. Akibatnya terjadi
pengosongan cadangan glikogen dalam tubuh parasit yang mana menyebabkan
berkurangnya pembentukan adenosine triphosphate (ATP). ATP ini penting untuk
reproduksi dan mempertahankan hidupnya, dan kemudian parasit akan mati.7
8
Spektrum aktivitasnya sangat luas yaitu meliputi Nematoda, Cestoda dan
infeksi Echinococcus pada manusia.Jadi, albendaroze aktif terhadap Ascaris
lumbricoides, cacing tambang, Trichuris trichiura, Taenia saginata dan solium
strongloides stercoralis, Hymenolepis nana dan diminuta serta Echinococcus
granulosus .7
Albendazole merupakan obat yang aman, hanya sedikit jarang, ditemukan
efek samping berupa mulut kering, perasaan tak enak di epigastrium, mual, lemah
dan diare. S.C.Jagota (1986) meneliti efikasi Albendazole terhadap soil
transmitted helminthiasis dengan dosis 400 mg dosis tunggal dan tinja diperiksa
ulang pada minggu ketiga setelah pemberian obat pada penelitian ini diperoleh
angka kesembuhan 92.2% untuk Ancylostoma duodenale; 90 5% untuk Trichuris
trichiura dan 95.3% untuk Ascaris lumbricoides.7
2.6 Pencegahan
Perbaikan sanitasi dan kebersihan pribadi serta lingkungan sangat
mempunyai arti dalam penanggulangan infeksi cacing ini. Suatu pengalaman oleh
E. Kosin pada tahun 1973, yang mana telah dilakukan suatu penelitian kontrol
ascariasis di suatu desa di daerah Belawan, Sumatera Utara,yang mana diketahui
prevalensi cacinggelang pada anak 85%> setelah pengobatan massal, angka
infeksi menurun drastis menjadi 10%. Akan tetapi 3 bulan kemudian, saat anak-
anak tersebut diperiksa kembali, diperoleh hasil yang sangat mengejutkan yaitu
angka infeksi naik menjadi 100%. Setelah dilakukan penelitian, ternyata cacing
yang berhasil dikeluarkan dengan pengobatan tadi tersebar di sembarang tempat
dan terjadi pencemaran tanah dengan telur cacing dam ini merupakan sumber
infeksi.8
2.7 Prognosis
Prognosis sangat baik untuk pengobatan ascariasis tanpa gejala. Dalam
beberapa kasus, pengobatan kedua mungkin perlu untuk sepenuhnya menghapus
cacing. Hal ini telah dibuktikan secara signifikan mengurangi jumlah komplikasi.
Perhatian di negara-negara endemik adalah infeksi ulang yang akan terjadi.4
9
Pada anak-anak di negara-negara endemik, hasil pengobatan dalam
perbaikan ditunjukkan dalam perkembangan kognitif, kinerja sekolah, dan berat
badan.
Prognosis baik untuk pasien dengan obstruksi usus parsial yang tidak memiliki
toksisitas dan yang nonseptic, asalkan pasien diperlakukan secara awal dengan
manajemen konservatif.4
BAB III
PRESENTASI KASUS DAN ANALISA KASUS
I.Identitas Penderita
Nama : An.II
Umur : 2 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Alue Ie Mirah Aceh Timur
Suku : Aceh
Agama : Islam
No. CM : 89-66-63
No. Register : 0082757
Tanggal Masuk : 29 April 2012
Tanggal Pemeriksaan : 4 Mei 2012
II.Identitas Keluarga
a. Ayah
Nama : Yusmiadi
Umur : 27 tahun
b. Ibu
Nama : Yanti
Umur : 39 tahun
III. ANAMNESA
10
a. Keluhan Utama : Benjolan pada perut
b. Keluhan Tambahan : BAB(-), demam
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan benjolan pada perut sejak 7
hari SMRS. Benjolan dirasakan pada perut sebelah kiri dan terasa
padat. Sebelumnya pada 5 hari SMRS, BAB pasien berwarna
kecoklatan dan lembek. ketika BAB pasien merasa kesakitan.
Setelah BAB, nyeri berkurang tetapi masih teraba benjolan pada
perut. Kemudian 4 hari selanjutnya ibu pasien juga mengaku
bahwa pasien sudah tidak BAB yang disertai nyeri sehingga anak
rewel. Benjolan pun masih teraba di perut sebelah kiri. Perut juga
dirasakan membesar sejak 2 minggu SMRS. Awalnya perut sedikit
kembung dan semakin lama dirasakan semakin membesar. Pasien
juga mengeluhkan demam sejak 10 hari SMRS. Demam dirasakan
naik turun dan pernah mencapai normal. Demam berkurang dengan
obat penurun panas. Mual (+), Muntah(-). Pasien kurang mau
minum dan nafsu makan juga berkurang.
d. Riwayat Penyakit Dahulu:
pernah keluar cacing dari mulut pasien sebesar tauge pada umur
anak 4 bulan
2 bulan yang lalu dari BAB pasien juga keluar cacing sebesar
selang infus sebanyak 1 ekor
e. Riwayat Penyakit Keluarga :
Disangkal
f. Riwayat Penggunaan Obat:
Paracetamol syr dan obat syrup berwarna merah
g. Riwayat kehamilan dan persalinan
Ibu pasien dalam keadaan sehat selama hamil. Pasien lahir
spontan dengan kehamilan cukup bulan, dan persalinan ditolong
11
Bidan. Bayi lahir segera menangis, bernafas spontan dengan berat
badan lahir 3100 gr.
h. Riwayat pemberian makanan
Usia Makanan Perkembangan
0-3 bulan ASI Mengangkat kepala
3-6 bulan ASI + bubur susu Menelungkup
6-9 bulan ASI+ nasi tim merangkak
9-12 bulan ASI+ nasi lunak duduk
>12 bulan SF+ nasi biasa Berdiri dengan berpegangan
IV. PEMERIKSAAN FISIK
o Status Present
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Heart rate : 115 x / menit
Respiratory rate : 25 x / menit
Temperatur : 37.7 C
BBS : 8 kg
PB : 76cm
Status gizi
BB/U : 8/12,5 x 100% = 64%
TB/U : 76/86 x 100% = 88%
BB/TB : 8/10,5 x 100% = 76%
Kesan : gizi kurang
12
Kebutuhan nutrisi : 10,5 kg x 100 kkal =1050kkal
Kebutuhan cairan : 8 x 100 cc = 800 cc/hari = 33 gtt/i
mikro
Kebutuhan protein : 10,5 x (2-3 gr) = 21-31,5 gr/hari
o Status General
Kulit
Warna : Sawo matang
Turgor : Kembali cepat
Ikterus : (-)
Pucat : (-)
Kepala
Wajah : mongoloid face
Rambut : Pirang
Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat
(+ /+), sklera ikterik (-/-), fisura
palpebra miring, mata sipit, pupil
isokor, RCL (+/+), RCTL (+/+)
Telinga : Serumen (-/-), telinga kecil.
Hidung : Sekret (-/-),NCH (-/-)
Mulut : Bibir : Pucat (-), Sianosis (-)
Lidah : Beslag (+), lidah lebar dan
cenderung menjulur.
Geligi : Karies (-)
Faring : Hiperemis (-)
Leher
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Pembesaran KGB (-)
13
Thorax
Thorax anterior
Kanan Kiri
Inspeksi Simetris, Retraksi (-), bentuk
dada normal, pernafasan
thorakoabdominal
Simetris, Retraksi (-), bentuk
dada normal, pernafasan
thorakoabdominal
Palpasi Fremitus (N) Fremitus (N)
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler (N),Ronkhi (+),
Wheezing (-)
Vesikuler (N),Ronkhi (-),
Wheezing (-)
Thorax posterior
Kanan Kiri
Inspeksi Simetris, Retraksi (-) Simetris, Retraksi (-)
Palpasi Fremitus (N) Fremitus (N)
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler (N),Ronkhi (-),
Wheezing (-)
Vesikuler (N),Ronkhi (-),
Wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICR IV, 1 jari
lateral linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas - batas jantung
14
Atas : ICS III
Kiri : ICR IV 1 jari lateral linea midclavicula
sinistra
Kanan : Linea parasternalis dekstra
Auskultasi : BJ I > BJ II, Regular, Bising (+)
Abdomen
Inspeksi : Simetris, distensi(+)
Palpasi : Soepel, Nyeri Tekan (-), darm
steifung(+), darm contour(-), teraba
massa Ø 2x3 cm di hipokondrium
kiri
Lien : sulit dinilai
Hepar : sulit dinilai
Perkusi : Tympani usus (+)
Auskultasi : Peristaltik menurun
Genetalia : Perempuan, tidak ada kelainan
Anus : Tidak ada kelainan
Kelenjar Limfe : Pembesaran (-)
Ekstrimitas : jari tangan dan kaki pendek
EkstremitasSuperior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianosis - - - -
Hematom - - - -
Gerakan Aktif Aktif Aktif aktif
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Otot Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus
Atrofi - - - -
Reflek
fisiologis
N N N N
15
Reflek
Patologis
- - - -
V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
a. Darah 29 April 2012 (H-1 rawat)
Hemoglobin : 3, 9 gr/dl
Leukosit : 49.300/uL
Trombosit : 39.000/uL
Hematokrit : 9%
GDS : 88 mg/dl
Creatinin : 1.8 mg/dl
Ureum : 32 mg/dl
Klorida :102 meq/L
Kalium : 4,6 meq/L
Natrium : 130 meq/L
b. Darah 29 April 2012 (H-1 post transfusi) :
Hemoglobin : 6,5 gr/dl
Hematokrit : 18 %
Leukosit : 15.500/uL
Trombosit : 32.000/uL
c. Feses Rutin 30 April 2012 (H-2 rawat)
Warna : coklat
Konsistensi : lunak
Bau : khas
Eritrosit : negatif
16
Leukosit : negatif
Darah : negatif
Lendir : negatif
Telur cacing : Ascariasis Lumbricoides
d. Darah dan Morfologi darah tepi 30 april 2012 (H-2 rawat post transfusi)
Hemoglobin : 7,6 gr/dl
Leukosit : 16.000/uL
LED : 95 mm/jam
Eritrosit : 26.000/uL
Trombosit : 34.000/uL
Hematokrit : 22 %
MCV : 82 ft
MCH : 28 pg
MCHC : 34 gr/dl
SGOT : 4 u/L
SGPT : 7 u/L
Protein total : 5,3 u/L
Albumin : 3,2 gr/dl
Globulin : 2,1 gr/dl
Kreatinin : 0,7mg/dl
Ureum : 40 mg/dl
GDS : 99 mg/dl
Hitung Jenis Leukosit
Eosinofil : 0
Basofil : 2
Netrofil Batang : 2
Netrofil Segmen : 10
17
Limfosit : 84
Monosit : 2
e. Darah 1 Mei 2012 (H-3 rawat post transfusi)
Hematokrit : 29 %
Hemoglobin : 10,2 gr/dl
Leukosit : 11.300/uL
Trombosit : 40.000/uL
f. Urinalisa 1 Mei 2012 (H-3 rawat)
Berat jenis : 1,005
pH : 6
Leukosit : negatif
Nitrit: : negatif
Protein : negatif
Glukosa : negatif
Keton : negatif
Urobilinogen : negatif
Bilirubin : negatif
Blood : negatif
Sedimen urin
Leukosit : 5-7/LPB
Eritrosit : 1-2/LPB
Epitel : 5-6/ LPB
g. Darah 7 Mei 2012 (H-9 rawat)
Hemoglobin : 9,5 gr/dl
Leukosit : 6.600/uL
Trombosit : 29.000/uL
Hematokrit : 28 %
18
SGOT : 19 u/L
SGPT : 11 u/L
Kreatinin : 0,4 mg/dl
Ureum : 26 mg/dl
Total kolesterol : 162 mg/dl
GDS : 112 mg/dl
Hitung Jenis Leukosit
Eosinofil : 2
Basofil : 0
Netrofil Batang : 2
Netrofil Segmen : 12
Limfosit : 82l
Monosit : 2
VI. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto Thorax
19
Tampak infiltrat di daerah pericardial kanan
CTR: 9+2/17 =64%
Kesan: pneumonia dan kardiomegali
b. Foto polos Abdomen
20
- bayangan gas usus tampak normal dan bercampur fecal material
- bayangan hepar dan lien tampak normal
- Ginjal tak tampak jelas
- psoas shadow tak tampak jelas
- tak tampak adanya bayangan step ladder patologis
- tak tampak adanya udara bebas
Kesan: tak tampak adanya gambaran obstruksi
c. Echocardiography
21
Kesan : PDA sedang
VII. RESUME
a. Anamnesa
Pasien dibawa ke RSUZA pada tanggal 21Maret 2011 23.29 WIB
dengan keluhan :
- Pasien datang dengan keluhan benjolan pada perut sejak 7 hari SMRS.
Benjolan dirasakan pada perut sebelah kiri dan terasa padat.
- Sebelumnya pada 5 hari SMRS, BAB pasien berwarna kecoklatan dan
lembek. ketika BAB pasien merasa kesakitan. Setelah BAB, nyeri
berkurang tetapi masih teraba benjolan pada perut.
- Kemudian 4 hari selanjutnya ibu pasien juga mengaku bahwa pasien
sudah tidak BAB yang disertai nyeri sehingga anak rewel. Benjolan
pun masih teraba di perut sebelah kiri.
- Perut juga dirasakan membesar sejak 2 minggu SMRS. Awalnya perut
sedikit kembung dan semakin lama dirasakan semakin membesar.
- Pasien juga mengeluhkan demam sejak 10 hari SMRS. Demam
dirasakan naik turun dan pernah mencapai normal. Demam berkurang
dengan obat penurun panas.
- Mual (+), Muntah(-). Pasien kurang mau minum dan nafsu makan juga
berkurang.
- Ibu pasien mengatakan bahwa pernah keluar cacing dari mulut pasien
sebesar tauge pada umur anak 4 bulan, dan 2 bulan yang lalu dari BAB
pasien juga keluar cacing sebesar selang infus sebanyak 1 ekor.
b. Pemeriksaan Fisik
o Status Present
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Heart rate : 115 x / menit
22
Respiratory rate : 25 x / menit
Temperatur : 37.7 C
o Status General
Kulit : sawo matang, turgor kembali cepat
Kepala : normochepali, rambut pirang
Wajah : mongoloid face
Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (+ /+),
sklera ikterik (-/-), fisura palpebra miring,
mata sipit, pupil isokor, RCL (+/+), RCTL
(+/+)
Telinga/ Hidung/ Mulut : lidah beslag (+), lidah besar dan cenderung
menjulur.Telinga kecil (+/+)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax : simetris,retraksi (-), ves (+/+),Ronkhi (+/-),
Wheezing (-/-)
Jantung : BJ I > BJ II, Regular, Bising (+)
Abdomen : distensi(+), Soepel, tympani usus (+),
peristaltik menurun, darm steifung (+), darm
contour (-), hepar dan lien sulit dinilai,
teraba massa Ø 2x3 cm di hipokondrium kiri
Genetalia : Perempuan, tidak ada kelainan
Anus : Tidak ada kelainan
Kelenjar Limfe : Pembesaran (-)
Ekstrimitas : Sianosis(-/-), edema (-/-), jari tangan dan
kaki kecil
o Laboratorium
23
Darah 29 April 2012 (H-1 rawat)
Hemoglobin : 3, 9 gr/dl
Leukosit : 49.300/uL
Trombosit : 39.000/uL
Hematokrit : 9%
GDS : 88 mg/dl
Creatinin : 1.8 mg/dl
Ureum : 32 mg/dl
Klorida :102 meq/L
Kalium : 4,6 meq/L
Natrium : 130 meq/L
Darah 29 April 2012 (H-1 post transfusi) :
Hemoglobin : 6,5 gr/dl
Hematokrit : 18 %
Leukosit : 15.500/uL
Trombosit : 32.000/uL
Feses Rutin 30 April 2012 (H-2 rawat)
Warna : coklat
Konsistensi : lunak
Bau : khas
Eritrosit : negatif
Leukosit : negatif
Darah : negatif
Lendir : negatif
Telur cacing : Ascariasis Lumbricoides
Darah dan Morfologi darah tepi 30 april 2012 (H-2 rawat post
transfusi)
24
Hemoglobin : 7,6 gr/dl
Leukosit : 16.000/uL
LED : 95 mm/jam
Eritrosit : 26.000/uL
Trombosit : 34.000/uL
Hematokrit : 22 %
MCV : 82 ft
MCH : 28 pg
MCHC : 34 gr/dl
SGOT : 4 u/L
SGPT : 7 u/L
Protein total : 5,3 u/L
Albumin : 3,2 gr/dl
Globulin : 2,1 gr/dl
Kreatinin : 0,7mg/dl
Ureum : 40 mg/dl
GDS : 99 mg/dl
Hitung Jenis Leukosit
Eosinofil : 0
Basofil : 2
Netrofil Batang : 2
Netrofil Segmen : 10
Limfosit : 84
Monosit : 2
Darah 1 Mei 2012 (H-3 rawat post transfusi)
Hematokrit : 29 %
Hemoglobin : 10,2 gr/dl
Leukosit : 11.300/uL
Trombosit : 40.000/uL
25
Urinalisa 1 Mei 2012 (H-3 rawat)
Berat jenis : 1,005
pH : 6
Leukosit : negatif
Nitrit: : negatif
Protein : negatif
Glukosa : negatif
Keton : negatif
Urobilinogen : negatif
Bilirubin : negatif
Blood : negatif
Sedimen urin
Leukosit : 5-7/LPB
Eritrosit : 1-2/LPB
Epitel : 5-6/ LPB
Darah 7 Mei 2012 (H-9 rawat)
Hemoglobin : 9,5 gr/dl
Leukosit : 6.600/uL
Trombosit : 29.000/uL
Hematokrit : 28 %
SGOT : 19 u/L
SGPT : 11 u/L
Kreatinin : 0,4 mg/dl
Ureum : 26 mg/dl
Total kolesterol : 162 mg/dl
GDS : 112 mg/dl
Hitung Jenis Leukosit
Eosinofil : 2
26
Basofil : 0
Netrofil Batang : 2
Netrofil Segmen : 12
Limfosit : 82l
Monosit : 2
VIII. DIAGNOSA BANDING
1. Bolus Ascariasis + Down Syndrome + Gizi Kurang + PDA
2. Ileus Obstruktif e.c Tumor Intra Abdomen + Down Syndrome + Gizi
Kurang + PDA
IX. DIAGNOSA SEMENTARA
Bolus Ascarias + Down Syndrome + Gizi Kurang + PDA
X. PENATALAKSANAAN
1. Supportif
a. Bedrest
b. Diet ML 1050 kkal + protein 21-31,5 gr
2. Medikamentosa
a. IVFD 4:1 (Dex 5% + NaCl 0,225%) 30 gtt/i (mikro)
b. Inj. Cefotaxime 300 mg/ 8 jam
c. Inj. Novalgin 100 mg/ 8 jam (k/p)
d. Mikrolac supp
e. Inj. Kloramfenikol 150 mg/ 6 jam
f. Albendazole 200 mg single dose
g. Furosemid 2x 4 mg
h. Spironolakton 2x 6,5 mg
27
3. Planning
Planning diagnostik
a. Klisma 1x/hari
b. Kurva suhu per 6 jam
Planning terapi
a. Transfusi PRC s/d Hb 10 gr/dl
4. Edukasi
a. Memberikan penjelasan tentang penyakit pasien kepada orangtua
pasien
b. Edukasi terhadap pengobatan dan kesembuhan pasien
c. Makan makanan bergizi
d. Edukasi terhadap keluarga pasien agar menjaga kebersihan diri dan
keluarga serta lingkungan.
XI. PROGNOSIS
Qou ad vitam : dubia ad bonam
Qou ad functionam : dubia ad bonam
Qou ad sanactionam : dubia ad bonam
XII. Analisa Kasus
Aspek Teori Fakta
Epidemiologi Prevalensi ascariasis paling tinggi di
anak-anak umur 2-10 tahun, dengan
intensitas tertinggi infeksi ini terdapat
pada umur 5-15 tahun
Di pedesan kasus ini lebih tinggi
prevalensinya, hal ini terjadi karena
buruknya sistem sanitasi lingkungan di
Pasien berumur 2 tahun dan
masih digolongkan anak-
anak
Pasien tinggal di daerah
pedesaan
Pasien berasal dari keluarga
yang tingkat ekonominya
28
pedesaan, tidak adanya jamban
sehingga tinja manusia tidak terisolasi
sehingga larva cacing mudah menyebar
Hal ini juga terjadi pada golongan
masyarakat yang memiliki tingkat
sosial ekonomi yang rendah, sehingga
memiliki kebiasaan membuang hajat
(defekasi) ditanah, yang kemudian
tanah akan terkontaminasi dengan telur
cacing yang infektif dan larva cacing
yang seterusnya akan terjadi reinfeksi
secara terus menerus pada daerah
endemik
rendah
Gejala Klinis pada anak-anak akan menimbulkan
kekurangan gizi
Gangguan yang disebabkan oleh
cacing dewasa seperti mual, nafsu
makan berkurang, diare atau
konstipasi.
Bila sejumlah besar cacing
menggumpal menjadi suatu bolus yang
menyumbat rongga usus dan
menyebabkan gejala abdomen akut.
Pada foto toraks tampak infiltrat.
Keadaan ini disebut sindrom Loeffler
Status gizi pasien ini
BB/TB = 8/10,5 x 100%
= 76%
Kesan : gizi kurang
Pasien datang dengan
keluhan:
benjolan pada perut
Perut juga dirasakan
membesar serta disertai
nyeri.
Ibu pasien juga mengaku
bahwa pasien sudah tidak
BAB sejak 4 SMRS
Pasien juga sering
merasakan Mual (+),
Muntah(-).
Pasien kurang mau minum
dan nafsu makan juga
29
berkurang.
Foto thorax pasien ini:
tampak infiltrat di daerah
paracardial kanan, kesan:
pneumonia
Pemeriksaan
penunjang
Untuk menegakkan diagnosis pasti
harus ditemukan cacing dewasa dalam
tinja atau muntahan penderita dan telur
cacing dengan bentuk yang khas dapat
dijumpai dalam tinja
Ibu pasien mengatakan
pernah keluar cacing dari
mulut pasien sebesar tauge
pada umur anak 4 bulan dan
2 bulan yang lalu dari BAB
pasien juga keluar cacing
sebesar selang infus
sebanyak 1 ekor
Dari pemeriksaan feses juga
ditemukan telur cacing
ascariasis lumbricoides pada
feses pasien
Terapi Adapun obat yang sekarang ini
dipakai dalam pengobatan adalah:
1. Mebendazol
Diberikan satu tablet (100 mg) dua
kali sehari selama tiga hari
2. Pirantel Pamoat
Dosis tunggal sebesar 10 mg/kg berat
badan
3. Levamisol Hidroklorida.
Obat ini diberikan dalam dosis tunggal
yaitu 150 mg untuk orang dewasa dan
50 mg untuk orang dengan berat badan
<10 kg.
4. Garam Piperazin.
Pada pasien ini diberikan
Albendazole 200 mg single
dose
30
diberikan dalam dosis tunggal sebesar
30 ml (5 ml adalah ekuivalen dengan
750 mg piperazin).
5.Albendazole
Pada anak diatas 2 tahun dapat
diberikan 2 tablet albendazole
(400mg) atau suspensi 20 ml, berupa
dosis tunggal<hasil cukup memuaskan
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization (WHO). Water related diseases: Ascariasis.
Communicable Diseases (CDS) and Water, Sanitation and Health unit (WSH)
31
Available at URL: http://www.who.int/water_sanitation_health/diseases/
ascariasis/en/. Accessed on May 2012.
2. Mardiana and Djarismawati. Helminthiosis Prevalence Among Compulsory
Learning of Public School Children In The Slum Areas Of Poverty
Elimination Integrated Program in Jakarta Province. Jurnal Ekologi
Kesehatan Vol. 7 No. 2, Agustus 2008 : 769 – 774.
3. Haburchak, David R. Ascariasis. Division of Infectious Disease, Medical
College of Georgia. Available at URL: http://emedicine.medscape.com/
article/212510-overview. Accessed on May 2012.
4. Shoff, William H. Pediatric Ascariasis. Department of Emergency Medicine,
Hospital of the University of Pennsylvania. Available at URL:
http://emedicine.medscape.com/article/996482-overview Accessed on May
2012.
5. Syamsu, Yohandromeda. Ascariasis, Respons IgE dan Upaya
Penanggulangannya. Program Studi Imunologi Program Pasca Sarjana
Universitas Airlangga.
6. Soedarto, 1995. Helmintologi Kedokteran. Edisi ke 2. EGC. Jakarta.
7. Jagota SC, 1986. Albendazole, a Broad Spectrum Anthelmintic, in the
Treatment of Intenstinal Nematode and Cestode Infection: A Multicenter
Study in 460 Patients. Clin.Ther ; 8 : 226-231, 1986.
8. Sudarmo,SS.Garna Herry. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak: Infeksi
dan Penyakit Tropis. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
32