Referat Ascites

34
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sirosis hati merupakan perjalanan patologi akhir berbagai macam penyakit hati. Istilah sirosis diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada tahun 1826. Diambil dari bahasa Yunani scirrhus atau kirrhos yang artinya warna oranye dan dipakai untuk menunjukkan warna oranye atau kuning kecoklatan permukaan hati yang tampak saat otopsi. 1 Batasan fibrosis sendiri adalah penumpukan berlebihan matriks ekstraseluler (seperti kolagen, glikoprotein, proteoglikan) dalam hati. Respons fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat reversibel. Namun pada sebagian besar pasien sirosis, proses fibrosis biasanya tidak reversibel. 1,2 Penyakit hati menahun dan sirosis dapat menimbulkan sekitar 35.000 kematian per tahun di Amerika Serikat. Sirosis merupakan penyebab kematian utama yang kesembilan di AS, dan bertanggung jawab terhadap 1.2% seluruh kematian di AS. Banyak pasien yang meninggal pada dekade keempat atau kelima. Setiap tahun ada tambahan 2000 kematian yang disebabkan karena gagal hati fulminan (fulminant hepatic failure). 3,4,5 FHF dapat disebabkan hepatitis virus (virus hepatitis A dan B), 1

description

ascites

Transcript of Referat Ascites

Page 1: Referat Ascites

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sirosis hati merupakan perjalanan patologi akhir berbagai macam penyakit

hati. Istilah sirosis diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada tahun 1826.

Diambil dari bahasa Yunani scirrhus atau kirrhos yang artinya warna oranye dan

dipakai untuk menunjukkan warna oranye atau kuning kecoklatan permukaan hati

yang tampak saat otopsi.1

Batasan fibrosis sendiri adalah penumpukan berlebihan matriks

ekstraseluler (seperti kolagen, glikoprotein, proteoglikan) dalam hati. Respons

fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat reversibel. Namun pada sebagian besar

pasien sirosis, proses fibrosis biasanya tidak reversibel.1,2

Penyakit hati menahun dan sirosis dapat menimbulkan sekitar 35.000

kematian per tahun di Amerika Serikat. Sirosis merupakan penyebab kematian

utama yang kesembilan di AS, dan bertanggung jawab terhadap 1.2% seluruh

kematian di AS. Banyak pasien yang meninggal pada dekade keempat atau

kelima. Setiap tahun ada tambahan 2000 kematian yang disebabkan karena gagal

hati fulminan (fulminant hepatic failure).3,4,5 FHF dapat disebabkan hepatitis virus

(virus hepatitis A dan B), obat (asetaminofen), toksin (jamur Amanita phalloides

atau jamur yellow death-cap), hepatitis autoimun, penyakit Wilson dan berbagai

macam penyebab lain yang jarang ditemukan.5

Belum ada data resmi nasional tentang sirosis hati di Indonesia. Namun

dari beberapa laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, berdasarkan

diagnosis klinis saja dapat dilihat bahwa prevalensi sirosis hati yang dirawat di

bangsal penyakit dalam umumnya berkisar antara 3.6-8.4% di Jawa dan Sumatra,

sedang di Sulawesi dan Kalimantan di bawah 1%. Secara keseluruhan rata-rata

prevalensi sirosis adalah 3.5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit

dalam, atau rata-rata 47.4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat.6

Dengan data seperti ini dapat disimpulkan bahwa sirosis hati merupakan

penyakit kronik progressif yang dapat meningkatkan angka morbiditas dan

1

Page 2: Referat Ascites

mortalitas jika tidak di tindaklanjuti secara profesional. Tindakan yang tepat dapat

dilakukan jika para praktisi medis mengenal dengan baik faktor-faktor risiko,

etiologi, pathogenesis, serta tanda dan gejala klinis dari sirosis hati. Oleh karena

itu, penulis mengangkat sirosis sebagai tema prensentasi kasus agar mampu

mengenal lebih dalam mengenai penyakit ini sehingga mampu menerapkan

penatalaksanaan dan terapi yang rasional terhadap pasien.

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui patofisiologi komplikasi asites pada Sirosis Hepatis dan

penatalaksanaannya.

1.2.2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui penatalaksanaan Asites.

1.3. Batasan Masalah

Pembahasan referat ini dibatasi pada komplikasi asites pada sirosis hepatis

beserta penatalaksanaan dari komplikasi tersebut.

1.4. Metode Penulisan

Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang

merujuk dari berbagai literatur.

2

Page 3: Referat Ascites

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir

fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari

arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif.7 Gambaran ini terjadi

akibat nekrosis hepatoseluler.7 Menurut Sherlock, secara anatomis sirosis hati

ialah terjadinya fibrosis yang sudah meluas dengan terbentukya nodul-nodul pada

semua bagian hati, dan terjadinya fibrosis tidak hanya pada satu lobulus saja.8

Menurut Gall, sirosis ialah penyakit hati kronis, dimana terjadi kerusakan sel hati

yang terus-menerus, dan terjadi regenerasi noduler serta proliferasi jaringan ikat

yang difus untuk menahan terjadinya nekrosis parenkim atau timbulnya

inflamasi.8

Sirosis hepatis secara klinis dibagi menjadi sirosis hepatis kompensata yang

berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang

ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas.7,8 Sirosis hati kompensata

merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak

terlihat perbedaannya secara klinis.7,8 Hal ini hanya dapat dibedakan melalui

pemeriksaan biopsi hati.7

2.2 ETIOLOGI 7-10

Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh penyakit infeksi, seperti hepatitis

virus (hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, dan sitomegalovirus), bruselosis,

ekinokosus, skistosomiasis, toksoplasmosis; penyakit keturunan dan metabolik,

seperti defisiensi α-antitripsin, Sindrom Fanconi, galaktosemia, Penyakit Gaucher,

penyakit simpanan glikogen, hemokromatosis, intoleransi fluktosa herediter,

tirosinemia herediter, Penyakit Wilson; obat dan toksin, seperti alkohol,

amiodaron, arsenik, obstruksi bilier, penyakit perlemakan hati non-alkoholik,

sirosis bilier primer, kolangitis sklerosis primer; penyebab lain atau tidak terbukti,

penyakit usus inflamasi kronik, fibrosis kistik, pintas jejunoileal, dan sarkoidisis.

3

Page 4: Referat Ascites

2.3 EPIDEMIOLOGI

Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga

pada pasien yang berusia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan

kanker). Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian.

Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini lebih dari 40%

pasien sirosis asimptomatis. Pada keadaan ini, sirosis ditemukan waktu

pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu otopsi. Keseluruhan insidensi sirosis

di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. 6,7

Di Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada, hanya laporan dari

rumah sakit, seperti RS. Dr. Sardjito Yogyakarta yaneg melaporkan jumlah pasien

sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawt di bagian penyakit dalam dalam

kurun waktu1 tahun (2004). Di Medan, dalam kurun waktu 4 tahun ditemukan

819 (4%) pasien sirosis hepatis. 6,7

Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika

dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak

antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun.7

2.4 KLASIFIKASI 7,8

Berdasarkan etiologi, sirosis hepatis dibagi menjadi :

1. Sirosis Laennec.

Sirosis yang terjadi akibat mengkonsumsi minuman beralkohol secara

kronis dan berlebihan. Sirosis Portal Laenec (alkoholik, nutrisional),

dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal,

kehilangan sel-sel hati yang uniform, dan sedikit nodul regeneratif..

Sirosis ini paling sering disebabkan oleh alkoholisme kronis. Fibrosis

perivenular berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat masukan

alkohol dan destruksi hepatosit yang berkepanjangan. Fibrosis yang

terjadi dapat berkontraksi di tempat cedera dan merangsang

pembentukan kolagen. Di daerah periportal dan perisentral timbul

septa jaringan ikat seperti jaring yang akhirnya menghubungkan triad

4

Page 5: Referat Ascites

portal dengan vena sentralis. Jalinan jaringan ikat mengelilingi massa

kecil hati yang masih ada yang kemudian mengalami regenerasi dan

membentuk nodulus, Namun demikian kerusakan sel yang terjadi

melebihi perbaikannya. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran

hati mengecil, berbenjol-benjol (nodular) menjadi keras, terbentuk

sirosis alkoholik.

2. Sirosis pascanekrotik

Sirosis yang terjadi akibat nekrosis massif pada sel hati oleh toksin.

Pada beberapa kasus sirosis ini diakibatkan oleh intoksikasi bahan

kimia industry, racun, arsenik, karbon tetraklorida atau obat-obatan

seperti INH dan metildopa. Sirosis pascanekrotik, terdapat pita

jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut hepatitis virus akut yang

terjadi sebelumnya. Patogenesis sirosis hati menurut penelitian

terakhir, memperlihatkan adanya peranan sel stelata. Dalam keadaan

normal sel stelata mempunyai peran dalam keseimbangan

pembentukan matriks ekstraseluler dan proses degradasi. Pembentukan

fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar

faktor tertentu yang berlangsung secara terus-menerus (misal: hepatitis

virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stelata akan membentuk

kolagen. Jika proses berjalan terus maka fibrosis akan berjalan terus di

dalam sel stelata dan jaringan hati yang normal akan diganti oleh

jaringan ikat. Sekitar 25 hingga 75% kasus memiliki riwayat hepatitis

virus sebelumnya. Banyak pasien yang memiliki hasil uji HbsAg-

positif sehingga menunjukkan bahwa hepatitis kronis aktif agaknya

merupakan peristiwa penting. Kasus HCV merupakan sekitar 25% dari

kasus sirosis.

3. Sirosis biliaris

Sirosis ini terjadi akibat sumbatan saluran empedu (obstruksi biliaris)

pascahepatik yang menyebabkan statisnya empedu pada sel hati.

Statisnya aliran empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam

5

Page 6: Referat Ascites

masa hati dan pada akhirnya menyebabkan kerusakan sel-sel hati. Pada

sirosis bilier, pembentukan jaringan parut biasanya terjadi dalam hati

sekitar saluran empedu. Tipe ini biasanya terjadi akibat obstruksi bilier

yang kronis dan infeksi (kolangitis).

4. Sirosis kardiak

Sirosis ini merupakan sirosis sekunder yang muncul akibat gagal

jantung dengan kongesti vena hepar yang kronis.

Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu 8 :

1. Mikronodular

Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa

parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut

seluruh lobul. Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm,

sedangkan sirosis makronodular ada yang berubah menjadi

makronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular.

2. Makronodular

Sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan

ketebalan bervariasi, mengandung nodul (> 3 mm) yang besarnya juga

bervariasi ada nodul besar didalamnya ada daerah luas dengan

parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim.

3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)

Secara Fungsional Sirosis terbagi atas 7,8,9:

1. Sirosis hepatis kompensata

Sering disebut dengan sirosis hepatis laten. Pada stadium kompensata

ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini

ditemukan pada saat pemeriksaan screening.

6

Page 7: Referat Ascites

2. Sirosis hepatis dekompensata

Dikenal dengan sirosis hati aktif, dan stadium ini biasanya gejala-gejala

sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus.

2.5. MANIFESTASI KLINIS 7,8,9

Keluhan pasien sirosis hati tergantung pada fase penyakitnya. Gejala

kegagalan hati ditimbulkan oleh keaktifan proses hepatitis kronik yang masih

berjalan bersamaan dengan sirosis hati yang telah terjadi dalam proses penyakit

hati yang berlanjut sulit dibedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan

permulaan sirosis yang terjadi (sirosis dini).7,8,9

Sesuai dengan Konsensus Braveno IV sirosis hati dapat diklasifikasikan

menjadi empat stadium klinis berdasarkan ada tidaknya varises, ascites, dan

perdarahan varises5 : Stadium 1: tidak ada varises, tidak ada asites, Stadium 2:

varises, tanpa ascites, Stadium 3: ascites dengan atau tanpa varises dan

Stadium 4: perdarahan dengan atau tanpa ascites. Stadium 1 dan 2 dimasukkan

dalam kelompok sirosis kompensata, semetara stadium 3 dan 4 dimasukkan

dalam kelompok sirosis dekompensata.7,8,9

Fase kompensasi sempurna pada fase ini tidak mengeluh sama sekali atau

bisa juga keluhan samar tidak khas seperti pasien merasa tidak bugar merasa

kurang kemampuan kerja selera makan berkurang, perasaan perut kembung,

mual, kadang diare atau konstipasi berat badan menurun, pengurangan massa

otot terutama pengurangannya masa daerah pektoralis mayor.

Pada sirosis hati dalam fase ini sudah dapat ditegakkan diagnosisnya

dengan bantuan pemeriksaan klinis, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang

lainnya. Terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal

dengan manifestasi seperti: eritema palmaris, spider nevi, vena kolateral pada

dinding perut, ikterus, edema pretibial dan asites.7,8 Ikterus dengan air kemih

berwarna seperti air kemih yang pekat mungkin disebabkan oleh penyakit yang

berlanjut atau transformasi ke arah keganasan hati, dimana tumor akan

7

Page 8: Referat Ascites

menekan saluran empedu atau terbentuknya trombus saluran empedu intra

hepatik. Bisa juga pasien datang dengan gangguan pembentukan darah seperti

perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, haid berhenti. Sebagian

pasien datang dengan gejala hematemesis dan melena, atau melena saja akibat

perdarahan varises esofagus. Perdarahan bisa masif dan menyebabkan pasien

jatuh ke dalam renjatan. Pada kasus lain, sirosis datang dengan gangguan

kesadaran berupa ensefalopati, bisa akibat kegagalan hati pada sirosis hati fase

lanjut atau akibat perdarahan varises esofagus.

Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala yang lebih menonjol

terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi

hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tidak begitu tinggi.

Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi,

epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan warna air kemih seperti teh

pekat, muntah darah dan atau melena, serta perubahan mental seperti lupa,

sukar konsentrasi, bingung, agitasi sampai koma.7,8

Berikut manifestasi klinis asites beserta dengan penjelasan

patomekanismenya :

Edema dan Asites11,12,13

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, hati mempunyai peranan besar dalam

memproduksi protein plasma yang beredar di dalam pembuluh darah,

keberadaan protein plasma terutama albumin untuk menjaga tekanan onkotik

yaitu dengan menjaga volume plasma dan mempertahankan tekanan koloid

osmotic dari plasma. Akibat menurunnya tekanan onkotik maka cairan dari

vaskuler mengalami ekstravasasi dan mengakibatkan deposit cairan yang

menumpuk di perifer dan keadaan ini disebut edema.

Asites adalah penimbunan cairan serosa dalam rongga peritoneum. Asites

adalah manifestasi kardial sirosis dan bentuk berat lain dari penyakit hati.

8

Page 9: Referat Ascites

Tertimbunnya cairan dalam rongga peritoneum merupakan manifestasi

dari kelebihan garam/ natrium dan air secara total dal tubuh tetapi tidak

diketahui secara jelas faktor pencetusnya. Terbentukknya asites merupakan

suatu proses patofiologis yang kompleks dengan melibatkan berbagai faktor

dan mekanisme pembentukkannya diterangkan dalam 3 hipotesis berdasarkan

temuan eksperimental dan klinis sebagai berikut:

1. Teori underfilling 9,11,12

Pada teori ini mengemukakan bahwa kelainan primer terbentuknya

asites adalah terjadinya sekuestrasi cairan yang berlebihan dalam

splanknik vascular bed disebabkan oleh hipertensi portal yang

meningkatkan tekanan hidrostatik dalam kapiler – kapiler splanknik

dengan akibat menurunnya volume darah efektif dalam sirkulasi.

Menurut teori ini penurunan volume efektif intravaskular (underfilling)

direspon oleh ginjal untuk melakukan kompensasi dengan menahan air

dan garam lebih banyak melalui peningkatan aktifasi renin –

aldosteron – simpatis dan melepaskan anti diuretik hormon yang lebih

banyak.

2. Teori overflow 9,11,12

Teori ini mengemukakan bahwa pada pembentukkan asites, kelainan

primer yang terjadi adalah retensi garam air yang berlebihan tanpa

disertai penurunan darah yang efektif . Oleh karena itu, pada pasien

sirosis hepatis terjadi hipervolemia bukan hipovolemia.

3. Teori vasodilatasi arteri perifer 9,11,12

Teori ini dapat menyatukan kedua teori diatas. Dikatakan bahwa

hipertensi portal pada sirosis hepatis menyebabkan terjadinya

vasodilatasi pada pembuluh darah spanknik dan perifer akibat

peningkatan kadar nitric oxide (NO) yang merupakan salah satu

9

Page 10: Referat Ascites

vasodilator yang kuat sehingga terjadi pooling darah dengan akibat

penurunan volume darah yang efektif.

Pada sirosis hepatis yang makin lanjut aktivitas neurohumoral meningkat,

sistem renin – angiotensin lebih meningkat, sensitivitas terhadap atrial peptide

natriuretik menurun sehingga lebih banyak air dan natrium yang di retensi.

Terjadi ekspansi volume darah yang menyebabkan overflow cairan ke dalam

rongga peritoneum dan terbentuk asites lebih banyak. Pada pasien sirosis

hepatis dengan asites terjadi aktivitas sintesis NO lebih tinggi dibanding sirosis

hepatis tanpa asites. Menurut teori vasodilatasi, bahwa teori underfilling

prosesnya terjadi lebih awal, sedangkan teori overflow bekerja belakangan

setelah proses penyakit lebih progresif. 9,12,13

Gambar 1 : Skema teori pembentukkan asites14

Bebepara faktor yang turut terlibat dalam patogenesis asites pada sirosis

hepatis : (1) hipertensi porta, (2) hipoalbuminemia, (3) meningkatnya

pembentukan dan aliran limfe, (4) retensi natrium, (5) gangguan ekskresi air.

10

Page 11: Referat Ascites

1. Hipertensi portal 9,12,14

Hipertensi portal didefinisikan sebagai peningkatan tekanan vena

porta yang menetap diatas nilai normal yaitu 6 – 12 cmH2O. Tanpa

memandang penyakit dasarnya mekanisme primer penyebab

hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah

melalui hati, selain itu biasanya terjadi peningkatan aliran arteri

splangnikus. Kombinasi kedua faktor, yaitu menurunnya aliran keluar

vena melalui vena hepatika dan meningkatnya aliran masuk bersama –

sama menghasilkan beban berlebihan pada system portal. Pembebanan

berlebihan sistem portal ini merangsang timbulnya aliran kolateral

guna menghindari obstruksi hepatik (varises). Fungsi hati biasanya

tidak terganggu pada obstruksi aliran prehepatik dan presinusoid

karena suplai darah terjamin oleh adanya mekanisme kompensasi

meningkatnya aliran darah arteri pada hati. Bila terjadi kerusakkan

berupa obstruksi hati di sinusoidal, postsinusoidal dan post hepatik

bisa menyebabkan penyumbatan aliran darah di hati. Sebagai

konsekuensi terjadinya penyumbatan tersebut maka aliran limfe pada

hepar yang kaya akan protein terganggu dan menyebabkan

peningkatan tekanan portal, terkadang hal ini bersinergi dengan

penurunan tekanan onkotik plasma yang disebabkan oleh kerusakkan

hati (hipoalbuminemia), mendorong cairan yang kaya protein masuk

ke dalam rongga abdomen yang menyebabkan terjadinya asites.

11

Page 12: Referat Ascites

Gambar 2 : Skema penyebab dan akibat dari hipertensi portal12

2. Hipoalbuminemia9,12,14

Hipoalbuminemia terjadi karena menurunnya sintesis yang dihasilkan

oleh sel – sel hati yang terganggu. Hipoalbuminemia menyebabkan

turunnya tekanan osmotik koloid. Kombinasi antara meningkatnya

tekanan hidrostatik dengan menurunnya tekanan osmotik dalam

jaringan pembuluh darah intestinal menyebabkan transudasi cairan dari

ruang intravaskular ke ruang interstisial sesuai dengan gaya Starling

(ruang peritoneum pada kasus asites).

12

Page 13: Referat Ascites

3. Meningkatnya pembentukkan dan aliran limfe7,8,9

Hipertensi portal meningkatkan pembentukan limfe hepatik yang

“menyeka” dari hati ke dalam rongga peritoneum. Mekanisme ini

dapat turut menyebabkan tingginya kandungan protein dalam cairan

asites, sehingga meningkatkan tekanan osmotik koloid dalam cairan

rongga peritoneum dan memicu terjadinya transudasi cairan dari

rongga intravaskular ke ruang peritoneum.

4. Retensi natrium dan gangguan ekskresi air 9,13,14

Retensi natrium dan gangguan ekskresi air merupakan faktor penting

dalam berlanjutnya asites retensi air dan natrium disebabkan oleh

hiperaldosteronisme sekunder (penurunan volume efektif dalam

sirkulasi mengaktifkan mekanisme renin-angiotensin-aldosteron).

Penurunan inaktivasi aldosteron sirkulasi oleh hati juga dapat terjadi

akibat kegagalan hepatoseluler.

Suatu tanda asites adalah meningkatnya lingkar abdomen. Penimbunan

cairan yang sangat nyata dapat menyebabkan nafas pendek karena diafragma

meningkat. Dengan semakin banyaknya penimbunan cairan peritoneum, dapat

dijumpai cairan lebih dari 500 ml pada saat pemeriksaan fisik dengan pekak

alih, gelombang cairan, dan perut yang membengkak.

Kadar albumin rendah terjadi bila kemampuan sel hati menurun. Globulin,

konsentrasinya meningkat pada sirosis, akibat sekunder dari pintasan, antigen

bakteri dari sistem pora ke jaringan limpoid, selanjutnya menginduksi produksi

imonoglobulin. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi

kerusakan sel hati. Masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan

fungsi hati. Pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan

ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen. Natrium serum menurun

13

Page 14: Referat Ascites

terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan ketidakmampuan

ekskresi air bebas.

Gambar 3 : Skema patofisiologi dampak kerusakkan hati 13

2.6. PENATALAKSANAAN ASITES 12,13,14

Tirah baring dan diawali dengan diet rendah garam, konsumsi garam

sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol perhari. Diet rendah garam dikombinasikan

dengan obat antidiuretik. Rata-rata diet di Amerika Serikat mengandung 6 sampai

8 g natrium per hari dan jika pasien makan di restoran atau tempat makan cepat

saji, jumlah natrium dalam diet mereka dapat melebihi jumlah ini. Dengan

demikian, seringkali sangat sulit untuk mendapatkan pasien untuk mengubah

kebiasaan makan mereka untuk mengonsumsi < 2g natrium/ hari yang merupakan

jumlah yang dianjurkan. Seringkali rekomendasi sederhana adalah mengonsumsi

makanan segar atau beku, menghindari kaleng atau makanan olahan yang

biasanya diawetkan dengan natrium. Pada asites sedang terapi diuretik biasanya

14

Page 15: Referat Ascites

diperlukan. Spironolakton dengan dosis 100-200 mg / hari sebagai dosis tunggal.

Respons diuretik dapat dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari tanpa

adanya edema kaki atau 1 kg/ hari bila ada edema kaki. Bila pemberian

spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid 40-80 mg /hari

terutama pada pasien yang mengalami edema perifer. Pada pasien yang belum

pernah menerima diuretik sebelumnya, kegagalan dosis yang disebutkan di atas

menunjukkan bahwa mereka tidak mematuhi diet rendah natrium. Jika pengobatan

telah sesuai dosis di atas tetapi masih tidak ada perubahan spironolaton dapat

ditingkatkan sampai 400-600 mg / hari dan furosemid meningkat menjadi 120-160

mg / hari. Jika pengobatan asites belum adekuat dengan dosis diuretik di atas pada

pasien dengan diet rendah natrium maka mereka disebut asites refrakter dan

modalitas pengobatan alternatif lainnya adalah paracentesis atau prosedur

Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt (TIPS) harus dipertimbangkan.

Studi terbaru menunjukkan bahwa TIPS sambil mengelola ascites tidak

meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien ini. Sayangnya TIPS sering

dikaitkan dengan peningkatan frekuensi ensefalopati dan harus dipertimbangkan

secara hati-hati atas dasar kasus per kasus. Prognosis untuk pasien sirosis dengan

asites sangat buruk dan beberapa studi telah menunjukkan bahwa <50% pasien

bertahan hidup 2 tahun setelah terjadinya ascites. Dengan demikian harus ada

pertimbangan untuk transplantasi hati pada pasien dengan timbulnya asites.

Parasentesis cairan asites sebagai tindakan diagnostik maupun terapeutik

sering dilakukan pada pasien sirosis hati. Parasentesis terapeutik diindikasikan

pada asites yang tidak memperlihatkan respons terhadap terapi obat diuretika,

mempercepat pengeluaran cairan pada keadaan asites masif, mempermudah

pemeriksaan ultrasonografi atau tindakan lain seperti aspirasi hati dan

radiofrequency ablation. Prosedur parasentesis dapat dilakukan pada saat tertentu

sesuai indikasi dapat pula secara berkala seperti pada kasus asites refrakter.

Parasintesis cairan asites dapat dilakukan 5 – 10 liter / hari dengan catatan harus

dilakukan infus albumin sebanyak 6 – 8 gr/l cairan asites yang dikeluarkan.

Ternyata parasintesa dapat menurunkan lama perawatan pasien di rumah sakit.

15

Page 16: Referat Ascites

Prosedur ini tidak dianjurkan pada Child’s C, Protrombin < 40%, serum bilirubin

> dari 10 mg/dl, trombosit < 40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin <

10 mmol/24 jam. Dikatakan sebagai parasentesis cairan asites volume besar (large

volume paracentesis) jika satu kali tindakan mengeluarkan lebih dari 5 liter cairan.

Parasentesis volume besar telah menjadi prosedur rutin dan tercantum dalam

konsensus penatalaksanaan asites pada sirosis bahkan merupakan terapi lini

pertama bagi asites refrakter.

Walaupun dianggap cukup aman parasentesis volume besar bukanlah tindakan

tanpa risiko sama sekali. Pengeluaran cairan dalam jumlah besar tanpa pemberian

pengembang plasma akan berdampak pada gangguan sirkulasi yang ditandai

dengan penurunan volume darah arteri efektif. Kondisi ini selanjutnya diikuti

dengan aktivasi vasokonstriktor dan faktor antinatriuretik. Dampak klinis yang

terlihat adalah berupa rekurensi asites yang cepat, komplikasi sindroma

hepatorenal atau hiponatremia dilusional sampai pemendekan kesintasan

(survival). Pemberian pengembang plasma seperti koloid atau albumin dianjurkan

untuk mencegah komplikasi pada parasentesis volume besar. Uji klinis mengenai

penggunaan albumin pada tindakan ini telah dipublikasikan sejak sekitar 20 tahun

yang lalu. Penelitian yang dilakukan Lucia Tito dan kawan-kawan terhadap 38

pasien sirosis dan dipublikasikan pada tahun 1990 merupakan salah satu publikasi

yang menjadi acuan prosedur parasentesis volume besar. Dalam penelitiannya

Tito mengeluarkan cairan asites sampai habis sehingga disebut parasentesis total.

Rata-rata cairan yang dikeluarkan sebanyak 10,7 liter dalam waktu 60 menit.

Evaluasi terhadap beberapa parameter yang sering terganggu akibat parasentesis

dilakukan 48 jam dan 6 hari pasca tindakan. Terbukti tidak didapatkan perubahan

bermakna pada parameter penting yang diperiksa seperti kadar kreatinin serum,

kadar natrium dan kalium serum begitu juga pada tes fungsi hati seperti bilirubin

dan masa protrombin.

TIPS adalah pengobatan yang efektif perdarahan varises refrakter terhadap

terapi standar (misalnya, endoskopi ligasi pita atau sclerotherapy) dan telah

menunjukkan manfaat dalam pengobatan asites refrakter yang berat. Teknik ini

16

Page 17: Referat Ascites

melibatkan penyisipan sebuah stent logam diperluas antara cabang dari vena

hepatika dan vena portal atas kateter dimasukkan melalui vena jugularis internal.

Peningkatan ekskresi natrium ginjal dan kontrol asites refrakter terhadap diuretik

dapat dicapai dalam waktu sekitar 75% dari kasus-kasus tertentu. Tingkat

keberhasilan lebih rendah pada pasien dengan insufisiensi ginjal yang

mendasarinya. TIPS tampaknya menjadi pilihan perawatan untuk refraktori hati

hidrotoraks (translokasi asites seluruh diafragma ke ruang pleura), dibantu video

torakoskopy dengan pleurodesis menggunakan bedak mungkin efektif bila TIPS

merupakan kontraindikasi. Komplikasi TIPS meliputi ensefalopati pada 20-30%

dari kasus, infeksi, shunt stenosis pada sampai dengan 60% kasus, dan shunt

oklusi pada 30% kasus. Patensi jangka panjang biasanya membutuhkan revisi

shunt periodik. Dalam kebanyakan kasus, patensi dapat dipertahankan oleh

pelebaran balon, trombolisis lokal, atau penempatan stent tambahan. Karena

komplikasi yang terkait dengan TIPS dan ketidakpastian tentang kemanjuran

jangka panjang (dikurangi hati perfusi akibat TIPS dibayangkan dapat

mempersingkat hidup pasien) saat ini lebih disukai pada pasien yang memerlukan

kontrol jangka pendek perdarahan varises atau asites sampai transplantasi hati

dapat dilakukan sebagai lawan untuk pasien yang membutuhkan kontrol definitif

perdarahan atau asites untuk pasien transplantasi hati tidak menjadi pertimbangan.

Pada pasien dengan asites refrakter hasil TIPS di tingkat yang lebih rendah

kekambuhan asites dan sindrom hepatorenal tetapi tingkat yang lebih tinggi

daripada ensefalopati terjadi dengan berulang besar volume paracentesis, manfaat

dalam kelangsungan hidup telah dibuktikan dalam sebuah penelitian, tetapi tidak

pada orang lain atau meta -analisis. Insufisiensi ginjal, ensefalopati refrakter, dan

hiperbilirubinemia yang berhubungan dengan kematian setelah TIPS.

17

Page 18: Referat Ascites

Gambar 4 : Skema pengobatan asites refrakter14

Albumin dan Terapi Diuretik 12,13,14

Albumin juga seringkali dipakai untuk meningkatkan respons terhadap

diuretik pada pasien sirosis dengan komplikasi asites. Latar belakang teorinya

adalah kekurangan albumin untuk mengikat furosemid sehingga obat hanya

beredar di plasma dan tidak berhasil mencapai nefron proksimal. Akibatnya terapi

diuretika tidak akan memberikan respons yang baik. Ketika ditambahkan albumin

volume distribusi akan menurun, obat akan diikat dan dibawa ke ginjal untuk

kemudian keluar bersama urin sehingga diuresis pun membaik. Penelitian pertama

pada pasien sirosis hati dilakukan oleh Wilkinson dan Sherlock dan dilaporkan

dalam jurnal Lancet tahun 1962. Disebutkan bahwa kombinasi albumin dan

diuretika memberikan perbaikan keluhan subyektif. Setelah itu tercatat enam

penelitian lain berkaitan dengan manfaat pemberian albumin bersamaan dengan

diuretika. Penelitian Romanelli, et al membuktikan bahwa pemberiaan albumin

jangka panjang menurunkan angka rekurensi terjadinya asites dan meningkatkan

angka survival pasien. Akibat harga albumin yang mahal dipikirkan pemakaian

koloid sebagai alternatif pengembang plasma. Secara teori alternatif ini cukup

menjanjikan, tetapi pada prakteknya koloid tidak memberikan hasil sama baiknya

dengan albumin. Terapi kombinasi meggunakan albumin tidak menjadi protokol

rutin dalam penatalaksanaan asites akibat harganya yang mahal, kecuali pada

kasus tertentu seperti asites masif, komplikasi hernia atau gangguan pernafasan.

18

Page 19: Referat Ascites

BAB III

KESIMPULAN

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium

akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi

dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi

akibat nekrosis hepatoseluler. Sirosis hepatis secara klinis dibagi menjadi sirosis

hepatis kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis

hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas

misalnya ; asites, edema dan ikterus.

Asites adalah penimbunan cairan serosa dalam rongga peritoneum.

Terbentukknya asites merupakan suatu proses patofiologis yang kompleks dengan

melibatkan berbagai faktor dan mekanisme pembentukkannya diterangkan dalam

tiga hipotesis berdasarkan temuan eksperimental dan klinis sebagai berikut : teori

underfilling, teori overflow, dan teori vasodilatasi arteri perifer. Selain ketiga teori

tersebut terdapat juga beberapa faktor yang turut terlibat dalam patogenesis asites

pada sirosis hepatis antara lain; hipertensi porta, hipoalbuminemia, meningkatnya

pembentukan dan aliran limfe, retensi natrium, dan gangguan ekskresi air.

Penatalaksanaan asites berupa terapi non farmakologis dan farmakologis

serta terapi intervensi. Terapi non farmakologis berupa tirah baring dan diawali

dengan diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol

perhari. Terapi farmakologis berupa pemakaian Spironolakton dengan dosis 100-

200 mg / hari sebagai dosis tunggal. Respons diuretik dapat dimonitor dengan

penurunan berat badan 0,5 kg/hari tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/ hari bila

ada edema kaki. Bila pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi

dengan furosemid 40-80 mg /hari terutama pada pasien yang mengalami edema

perifer. Pada pasien yang belum pernah menerima diuretik sebelumnya, kegagalan

dosis yang disebutkan di atas menunjukkan bahwa mereka tidak mematuhi diet

rendah natrium. Jika pengobatan telah sesuai dosis di atas tetapi masih tidak ada

perubahan spironolaton dapat ditingkatkan sampai 400-600 mg / hari dan

19

Page 20: Referat Ascites

furosemid meningkat menjadi 120-160 mg / hari. Terapi intervensi berupa

parasentesis terapeutik diindikasikan pada asites yang tidak memperlihatkan

respons terhadap terapi obat diuretika, mempercepat pengeluaran cairan pada

keadaan asites masif mempermudah pemeriksaan ultrasonografi atau tindakan lain

seperti aspirasi hati dan radiofrequency ablation. Prosedur parasentesis dapat

dilakukan pada saat tertentu sesuai indikasi dapat pula secara berkala seperti pada

kasus asites refrakter. Parasintesis cairan asites dapat dilakukan 5 – 10 liter / hari

dengan catatan harus dilakukan infus albumin sebanyak 6 – 8 gr/l cairan asites

yang dikeluarkan. Albumin dipakai untuk meningkatkan respons terhadap

diuretik pada pasien sirosis dengan komplikasi asites. Selain parasintesis terapi

intervensi lainnya adalah Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt (TIPS)

merupakan pengobatan yang efektif perdarahan varises refrakter terhadap terapi

standar (misalnya, endoskopi ligasi pita atau sclerotherapy) dan telah

menunjukkan manfaat dalam pengobatan asites refrakter yang berat. Teknik ini

melibatkan penyisipan sebuah stent logam diperluas antara cabang dari vena

hepatika dan vena portal atas kateter dimasukkan melalui vena jugularis internal.

Peningkatan ekskresi natrium ginjal dan kontrol asites refrakter terhadap diuretik

dapat dicapai dalam waktu sekitar 75% dari kasus-kasus tertentu. Tingkat

keberhasilan lebih rendah pada pasien dengan insufisiensi ginjal yang

mendasarinya. TIPS tampaknya menjadi pilihan perawatan untuk refraktori hati

hidrotoraks (translokasi asites seluruh diafragma ke ruang pleura), dibantu video

torakoskopy dengan pleurodesis menggunakan bedak mungkin efektif bila TIPS

merupakan kontraindikasi.

20

Page 21: Referat Ascites

DAFTAR PUSTAKA

1. Cheney CP, Goldberg EM and Chopra S. Cirrhosis and portal

hypertension: an overview. In: Friedman LS and Keeffe EB, eds.

Handbook of Liver Disease. 2nd ed. China, Pa: Churchill Livingstone;

2004:125-138

2. Friedman SL: Hepatic Fibrosis, In: Schiff ER, Sorrell MF, Maddrey WC,

eds. Schiff’s Diseases of the Liver. 9th ed. Philadelphia, Pa: Lippincott-

Raven; 2003:409-28

3. Garcia-Tsao D and . Wongcharatrawee S. (VA Hepatitis C resource center

Program). Treatment of patients With Cirrhosis and Portal Hypertension

Literature Review and Summary of Recommended Interventions. Version

1 (October 2003). Available from URL: www.va.gov/hepatitisc

4. Wolf DC. Cirrhosis.eMedicine Specialities. 1 Juli 2013. Available from

URL: http://www.emedicine.com/med/topic3183.htm

5. Lee D. Cirrhosis of the Live. MedicineNet.com, 1 Juli 2013. Available

from URL: http://www.medicinenet.com/cirrhosis/article.htm

6. Hernomo K. Pengelolaan perdarahan massif varises esophagus pada

sirosis hati. Thesis. Airlangga University Press, Surabaya,1983.

7. Nurdjanah K. Sirosis Hepatis. Dalam: Sudoyo S dkk, eds. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam, Jilid I, edisi 4, Jakarta, Pa: Balai Penerbit FKUI, 2007:

443-46.

8. Lorraine MW. Sirosis Hati. Dalam: Sylvia AP, Lorraine MW. Sirosis.

Edisi keenam, Volume I. EGC, Jakarta: 2005;1:493-501.

9. Akil HAM. Asites. Dalam : Rasyad SB. Kumpulan Kuliah Hepatologi,

Palembang. 2008. 365-70.

10. Guadalupe Garsia-Tsao et al. Prevention and Management of

Gastroesophagal Varices and Variceal Hemorrhage in Cirrhosis. American

Journal of Gastroenterology. United States of America. 2007.

11. Pere Gines et al. Management of Cirrhosis and Ascites. The New England

Journal of Medicine. Massachusetts Medical Society. 2004;350:1646-54.

21

Page 22: Referat Ascites

12. Silbernagl S, Lang F. Color Atlas of Pathophysiology. 1st ed. Stuttgart.

New York: Thieme; 2000. 170-5.

13. Mcphee SJ, Papadakis MA. Hepatology. In Thierney LM, editor. Current

Medical Diagnosis & Treatment. San Francisco, California: McGraw –

Hill ; 2008.

14. Chung RT, Podolsky DK. Cirrhosis and its complications. In Harrison’s

Principles of Internal Medicine, ed by Fauci AS, Braunwald E et al., 17th

edition, McGraw – Hill Inc, New York, 2008: 1858-67.

22