Referat Anestesi Patofisiologi Ginjal
-
Upload
ferdinand-august -
Category
Documents
-
view
152 -
download
2
description
Transcript of Referat Anestesi Patofisiologi Ginjal
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelangsungan hidup dan berfungsinya sel secara normal bergantung pada pemeliharaan kosentrasi
garam, asam, dan elektrolit lain di lingkungan cairan internal. Kelangsungan hidup sel juga bergantung
pada pengeluaran secara terus menerus zat-zat sisa metabolisme toksik yang dihasilkan oleh sel pada
saat melakukan berbagai reaksi demi kelangsungan hidupnya.
Ginjal memainkan peranan penting dalam fungsi tubuh, tidak hanya dengan menyaring darah dan
mengeluarkan produk-produk sisa, namun juga dengan menyeimbangkan tingkat-tingkat elektrolit
dalam tubuh, mengontrol tekanan darah, dan menstimulasi produksi dari sel-sel darah merah.
Ginjal mempunyai kemampuan untuk memonitor jumlah cairan tubuh, konsentrasi dari elektrolit-
elektrolit seperti sodium dan potassium, dan keseimbangan asam-basa dari tubuh. Ginjal menyaring
produk-produk sisa dari metabolisme tubuh, seperti urea (dari metabolisme asam amino), kreatinin (dari
kreatinin otot), asam urat (dari asam nukleat), produk akhir pemecahan hemoglobin (seperti bilirubin),
dan metabolit berbagai hormone.
Apabila kedua ginjal karena sesuatu hal gagal menjalankan fungsinya, akan terjadi kematian dalam
waktu 3 sampai 4 minggu.
1
BAB II
ISI
A. Fungsi Ginjal (1)
a. Fungsi ekskresi
o Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah-ubah
eksresi air.
o Mempertahankan volume ECF dan tekanan darah dengan mengubah-ubah ekkresi Na+.
o Mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolit individu dalam rentang
normal.
o Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan
membentuk kembali HCO3-.
o Mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein (terutama urea, asam
urat dan kreatinin).
o Bekerja sebagai jalur ekskretori untuk sebagian besar obat.
b. Fungsi nonekskresi
o Menyintesis dan mengaktifkan hormone
Rennin : penting dalam pengaturan tekanan darah
Eritropoetin : merangsang produksi sel darah merah oleh sum-sum tulang
1,25 dihidroksivitamin D3 : hidroksilasi akhir vitamin D3 menjadi bentuk yang
paling kuat
Prostaglandin : sebagian besar adalah vasodilator, bekerja secara local, dan
melindungi dari kerusakan iskemik ginjal
Degradasi hormone polipeptida : insulin, glucagon, parathormon, prolaktin,
hormone pertumbuhan, ADH, dan hormone gastrointestinal (gastrin,
polipeptida intestinal vasoaktif (VIP)).
2
B. Anatomi Ginjal (2)
Ren atau ginjal terletak retroperitoneal, yaitu diantara peritoneum parietale dan fascia
transversa abdominis, pada sebelah kanan dan kiri columna vertebralis. Ren sinistra terletak setinggi
costa XI atau vertebra lumbal 2-3, sedangkan ren dextra terletak setinggi costa XII atau verterbra lumbal
3-4.
Ren dibungkus oleh :
Capsula fibrosa ; melekat pada ren dan mudah dikupas. Capsula fibrosa hanya menyelubungi
ginjal dan tidak membungkus gl.suprarenalis.
Capsula adipose ; mengandung banyak lemak dan membungkus ginjal dan gl.suprarenalis. Ginjal
dipertahankan pada tempatnya oleh fascia adiposa.
Fascia renalis ; terletak diluar capsula fibrosa dan terdiri dari 2 lembar yaitu fascia prerenalis di
bagian depan dan fascia retrorenalis di bagian belakang.
Ginjal dapat dibagi menjadi bagian-bagian sebagai berikut :
a) Coretex renis
Terdiri dari glomerulus dan pembuuh darah.
b) Medulla renis
Pada medulla renis dapat dijumpai :
Papilla renalis sesuai ujung ginjal yang berbentuk segitiga, yag disebut pyramid renalis
(Malphigi).
Saluran-saluran yang menembus papilla yang disebut ductuli papillares (Bellini), tempat
tembusnya berupa ayakan yang disebut area cribriformis.
Papilla renalis menonjol ke dalam calyx minor.
Diantara pyramis-pyramis terdapat columna renalis (Bertini).
Beberapa calyx minor (2-4) membentuk calyx major.
Beberapa calyx major bergabung menjadi pyelum atau pelvis renis, kemudian menjadi
ureter.
Ruang tempat calyx disebut sinus renalis.
3
Ginjal diperdarahi oleh :
A. renalis
A. renalis dipercabangkan dari aorta abdominalis setinggi vertebra lumbal 1-2. A. renalis kanan
lebih panjang dari a. renalis kiri karena harus menyilang v. cava inferior di belakangnya. A.
renalis masuk ke dalam ginjal melalui hilus renalis dan mempercabangkan 2 cabang besar.
Cabang yang pertama berjalan ke depan ginjal dan mendarahi ginjal bagian depan. Sedangkan
cabang yang kedua berjalan ke belakang ginjal dan mendarahi ginjal bagian belakang. A. renalis
berjalan diantara lobus ginjal dan bercabang menjadi a. interlobaris.
A. interlobaris
A. interlobaris pada perbatasan cortex dan medulla akan bercabang menjadi a. arcuata yang
akan mengelilingi cortex dan medulla, sehingga disebut a. arciformis.
A. arcuata
A. arcuata mempercabangkan a. interlobularis dan berjalan sampai tepi ginjal (cortex).
Pembuluh balik pada ren mengikuti nadinya mulai permukaan ginjal sebagai kapiler dan kemudian
berkumpul ke dalam v. interlobularis v. arcuata v. interlobaris v. renalis v. cava inferior.
Gambar 1. Letak ginjal Gambar 2. Letak ginjal
Gambar 3. Anatomi ginjal
4
C. Fisiologi Ginjal (3)
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi ECF dalam batas-batas normal.
Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi, dan sekresi
tubulus.
1. Ultrafiltrasi glomerulus (3)
Pembentukan urin dimulai dengan proses filtrasi glomerulus plasma. Aliran darah ginjal (RBF) setara
dengan sekitar 25%curah jantung atau 1.200 ml/menit. Bila hematokrit normal dianggap 45%, maka
aliran plasma ginjal (RPF) sama dengan 660 ml/menit (0,55 x 1.200 = 660). Sekitar seperlima dari plasma
atau 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan istilah laju
filtrasi glomerulus (GFR). Proses filtrasi pada glomerulus dinamakan ultrafiltrasi glomerulus, karena
filtrate primer mempunyai komposisi yang sama seperti plasma kecuali tanpa protein. Sel-sel darah dan
molekul-molekul protein yang besar atau protein bermuatan negatif (seperti albumin) secara efektif
tertahan oleh seleksi ukuran dan seleksi muatan yang merupakan ciri khas dari sawar membran filtrasi
glomerular, sedangkan molekul yang berukuran lebih kecil atau dengan beban yang netral atau positif
(seperti air dan kristaloid) sudah langsung tersaring. Perhitungan menunjukan bahwa 173 L cairan
berhasil disaring melalui golemrulus dalam waktu sati hari. Saat filtrate mengalir melalui tubulus,
ditambahkan atau diambil berbagai zat dari filtrate, sehingga akhirnya sekitar 1,5 L/hari yang diekskresi
sebagai urin.
Tekanan–tekanan yang berperan dalam proses laju filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat
antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman. Tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus
mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrate dalam kapsula bowman
serta tekanan onkotik darah. Tekanan onkotik dalam kapsula bowman pada hakekatnya adalah nol,
karena filtrasi secara normal sama sekali tidak ada protein.
Penentuan GFR (1)
GFR ditentukan oleh (1) jumlah daya hidrostatik dan osmotic koloid pada membrane glomerulus, yang
menghasilkan tekanan filtrasi akhir, dan (2) koefisien filtrasi kapiler glomerulus, K f. Secara sistematis,
GFR merupakan hasil dari Kf dan tekanan filtrasi akhir.
GFR = Kf x Tekanan filtrasi akhir
5
Tekanan filtrasi akhir merupakan jumlah daya osmotic koloid dan hidrostatik yang mendorong atau
melawan filtrasi yang terjadi pada kapiler glomerulus. Daya ini meliputi (1) tekanan hidrostatik di dalam
kapiler glomerulus (tekanan hidrostatik glomerulus, PG = 60 mmHg), yang mendorong filtrasi; (2) tekanan
hidrosttik dalam kapsula bowman (PB = 18 mmHg) di luar kapiler, yang melawan filtrasi; tekanan osmotic
koloid protein plasma di dalam kapiler glomerulus (πG = 32 mmHg), yang melawan filtrasi; dan (4)
tekanan osmotic koloid protein dalam kapsula bowman (πB = 0), yang mendorong filtrasi.
Karena itu GFR dapat dinyatakan sebagai :
GFR = Kf x (PG – PB – πG + πB) = 60 – 18 – 32 = +10 mmHg
Tabel 1. Berbagai faktor yang dapat menurunkan laju filtrasi glomerulus (GFR)
Faktor Fisika Penyebab Fisiologis / Patofisiologis
↓ Kf → ↓ GFR Penyakit ginjal, diabetes mellitus, hipertensi
↑ Pb → ↓ GFR Obstruksi saluran kemih (misalnya batu ginjal)
↑ πG → ↓ GFR ↓ Aliran darah ginjal, peningkatan protein
plasama
↓ PG → ↓ GFR
↓ AP → ↓ PG
↓ RE → ↓ PG
↑ RA → ↓ PG
↓ Tekanan arteri (hanya sedikit berpengaruh
karena adanya autoregulasi)
↓ Angiotensin II (obat yang menghambat
pembentukan angiotensin II)
↑ Aktivitas simpatis, hormone vasokontriktor
(misalnya norepinefrin, endotelin)
**Peningkatan faktor tersebut kearah sebaliknya biasanya akan meningkatkan GFR.
AP = tekanan arteri sistemik; RE = tahanan arteriol eferen; RA = tahanan arteriol aferen.
2. Penyerapan ( Absorsorbsi) (4)
Tubulus proksimal bertanggung jawab terhadap reabsorbsi bagian terbesar dari filtered solute.
Kecepatan dan kemampuan reabsorbsi dan sekresi dari tubulus renal tiak sama. Pada umumnya pada
tubulus proksimal bertanggung jawab untuk mereabsorbsi ultrafiltrate lebih luas dari tubulus yang lain.
Paling tidak 60% kandungan yang tersaring di reabsorbsi sebelum cairan meninggalkan tubulus
6
proksimal. Tubulus proksimal tersusun dan mempunyai hubungan dengan kapiler peritubular yang
memfasilitasi pergherakan dari komponen cairan tubulus melalui 2 jalur : jalur transeluler dan jalur
paraseluler. Jalur transeluler, kandungan ( substance ) dibawa oleh sel dari cairn tubulus melewati epical
membrane plasma dan dilepaskan ke cairan interstisial dibagian darah dari sel, melewati basolateral
membrane plasma.
Jalur paraseluler, kandungan yang tereabsorbsi melewati jalur paraseluler bergerakdari vcairan
tubulus menuju zonula ocludens yang merupakan struktur permeable yang mendempet sel tubulus
proksimal satu daln lainnya. Paraselluler transport terjadi dari difusi pasif. Di tubulus proksimal terjadi
transport Na melalui Na, K pump. Di kondisi optimal, Na, K, ATPase pump manekan tiga ion Na kedalam
cairan interstisial dan mengeluarkan 2 ion K ke sel, sehingga konsentrasi Na di sel berkurang dan
konsentrasi K di sel bertambah. Selanjutnya disebelah luar difusi K melalui canal K membuat sel polar.
Jadi interior sel bersifat negative . pergerakan Na melewati sel apical difasilitasi spesifik transporters
yang berada di membrane. Pergerakan Na melewati transporter ini berpasangan dengan larutan lainnya
dalam satu pimpinan sebagai Na ( contransport ) atau berlawanan pimpinan ( countertransport ).
Substansi diangkut dari tubulus proksimal ke sel melalui mekanisme ini ( secondary active
transport ) termasuk gluukosa, asam amino, fosfat, sulfat, dan organic anion. Pengambilan active
substansi ini menambah konsentrasi intraseluler dan membuat substansi melewati membrane plasma
basolateral dan kedarah melalui pasif atau difusi terfasilitasi. Reabsorbsi dari bikarbonat oleh tubulus
proksimal juga di pengaruhi gradient Na.
3. Penyerapan Kembali ( Reabsorbsi ) (4)
Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99% filtrat glomerulus
akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan terjadi penambahan zat-zat sisa
serta urea pada tubulus kontortus distal. Substansi yang masih berguna seperti glukosa dan asam amino
dikembalikan ke darah. Sisa sampah kelebihan garam, dan bahan lain pada filtrate dikeluarkan dalam
urin. Tiap hari tabung ginjal mereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 g garam, dan 150 g glukosa.
Sebagian besar dari zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali.
Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder yang komposisinya
sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak akan
ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang bersifat racun bertambah,
7
misalnya ureum dari 0,03`, dalam urin primer dapat mencapai 2% dalam urin sekunder. Meresapnya zat
pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam mino meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air
melalui peristiwa osn osis. Reabsorbsi air terjadi pada tubulus proksimal dan tubulus distal.
4. Augmentasi (4)
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus kontortus
distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air, 1,5% garam, 2,5% urea, dan sisa
substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi warm dan bau pada urin. Zat sisa
metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang bermolekul kompleks. Zat sisa ini sudah
tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme antara lain, CO2, H20, NHS, zat warna empedu, dan
asam urat.
Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran zat makanan yang
berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Kedua senyawa tersebut tidak berbahaya bila kadarnya
tidak berlebihan. Walaupun CO2 berupa zat sisa namun sebagian masih dapat dipakai sebagai dapar
(penjaga kestabilan PH) dalam darah. Demikian juga H2O dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan,
misalnya sebagai pelarut.
Amonia (NH3), hasil pembongkaran/pemecahan protein, merupakan zat yang beracun bagi sel. Oleh
karena itu, zat ini harus dikeluarkan dari tubuh. Namun demikian, jika untuk sementara disimpan dalam
tubuh zat tersebut akan dirombak menjadi zat yang kurang beracun, yaitu dalam bentuk urea. Zat warna
empedu adalah sisa hasil perombakan sel darah merah yang dilaksanakan oleh hati dan disimpan pada
kantong empedu. Zat inilah yang akan dioksidasi jadi urobilinogen yang berguna memberi warna pada
tinja dan urin.Asam urat merupakan sisa metabolisme yang mengandung nitrogen (sama dengan
amonia) dan mempunyai daya racun lebih rendah dibandingkan amonia, karena daya larutnya di dalam
air rendah.
8
Gambar 4. Struktur nefron
D. Pemeriksaan Penunjang pada Penyakit Ginjal
Urinalisis
1. Parameter fisik urin (5)
Warna. Normal, pucat kuning tua dan amber tergantung kadar urokrom. Keadaan, patologis obat dan
makanan dapat mengubah warna . urin merah disebabkan Hb, mioglobin, dan pengaruh obat
rimfampisin. Warna hijau dapat karena zat klinis eksogen (biru metilen) atau infeksi pseudomonas;
warna oranye atau jingga menandakan pigmen empedu. Bila urin keruh dapat karena fosfat (biasanya
normal) atau karena leukositoria dan bakteri (abnormal).
Turbiditas. Normal transparan. Urin keruh karena hematuria, infeksi dan kontaminasi.
Bau. Beberapa penyakit mempunyai bau urin yang khas misalnya bau keton, maple syrup disease,
isofloric acidemia, dsb.
9
Densitas relatif. Metode pemeriksaan ada beberapa macam :
Berat jenis : diukur memakai urinometer, mudah dilakukan, butuh urin 25 cc, BJ dipengaruhi
oleh suhu urin, protein, glukosa dan kontras media. BJ mencerminkan konsentrasi yang larut
dalam urin dan nilai normal 1010-1030. Pada orang tua BJ bisa dibawah atau diatas normal
karena kehilangan daya mengencerkan atau memekatkan urin.
Refraktometri : mudah dilakukan dan hanya membutuhkan 1 cc urin, faktor yang mempengaruhi
BJ juga akan mempengaruhi pengukuran ini.
Osmolalitas. Berbedan dengan BJ, temperatur dan protein tidak mempengaruhi tetapi kadar
glukosa meningkatkan osmolalitas. Osmolailtas urin, normal 50-1200 mOsm /L walau penting
menandakan komsentrasi urin , tetapi tidak rutin diperiksa. Pada kasus batu ginjal atau kelainan
elektrolit (hipo atau hipernatremia) perlu diperiksa untuk diagnosis.
2. Parameter kimia (5)
pH, tes memakai dipstik, pada pH < 5,5 atau > 7,5 akurasinya kurang dan harus memakai pH meter. pH
hasilnya dipengaruhi oleh asam basa sistemik.
Hb, dalam kondisi normal tidak dijumpai dalam urin. Bila positif harus dicurigai miolisis atau
mioglobinuria.
Glukosa, dengan dipstik untuk menilai reabsorbsi glukosa dan bahan lain. Tes ini sangat sensitif dan
dapat dilanjutkan dengan kadar glukosa urin secara kuantitatif dengan metode enzimatik.
Protein, normal proteinuria tidak lebih dari 150 mg/hr untuk dewasa. Pada kondisi patologis protein
uria dapat dibedakan:
Proteinuria glomerulus : ini terjadi pada penyakit glomerulus karena gangguan permeabilitas
protein (misal: albumin, globulin).
Proteinuria tubular: ini terjadi pada penyakit tubulus dan intertisium dan disebabkan gangguan
reabsorbsi protein berat molekul (BM) ringan (a.l. mikroglobulin, b2 mikroglobulin, retinol
binding protein)
10
Proteinuria overload : ini disebabkan peningkatan protein BM rendah melebihi kapasitas
reabsorbsi tubulus (Bence-Jones Protein, lisosom, mioglobulin)
Proteinuria benigna: protein ini termasuk proteinuria karena demam ortostatik atau kerja fisik.
Proteinuria biasanya dites memakai dipstik dan cukup sensitif terhadap albumin. Untuk protein
Bence Jones harus memakai metode lain yaitu metode presipitasi dengan asam sulfa salisil,
asam triklorasetik atau dengan pemanasan dan bufer acetic acid sodium acetat.
Metode dipstik adalah semi kuantitatif dengan nilai 0-4 (+). Untuk lebih teliti menilai protein
kuantitatif digunakan metode lain seperti turbidimetri. Jumlah protein kuantitatif 24 jam
diekspresikan sebagai g/L atau g/24 jam per 1,73 m2. Akan tetapi perhitungan dengan urin 24
jam ini memakan waktu, sering keliru dan tidak praktis. Cara lain yaitu dengan menghitung rasio
protein kreatinin. Dengan cara ini dipakai urin random dan single. Sebagai contoh : urin sesaat
mengandung protein 100 mg% dan kratinin urin 50 mg%. jadi jumlah protein dalam urin 100/50
= 2 gr/ hari/ 1,73 m2. Harus diingat bahwa eskresi protein mempunyai irama sirkadian (tertinggi
pada siang dan terendah pada malam hari) sedangkan ekskresi kreatinin relatif stabil 24 jam
oleh karena itu contoh urin harus diambil pada saat yang sama. Analisis kualitatif proteinuria
dilakukan secara elektroforesa asetat selulos atau agarose atau memakai SDS-PAGE (sodium
dodecyl sulfate-polyacrylamide). Dengan metode elektroforesa ini dapat diketahui selektifitas
proteinuria karena dapat membedakan jenis protein : β2 mikroglobulin, albumin, igG dsb.
Kadang-kadang selektifitas dapat mengetahui beratnya lesi dan dapat mengetahui respon terapi
dan prognosis.
Tabel 2. Tes semikuantitatif dan proteinuri
Metode dipstik Metode asam sulfosalisil
Samar ≈ 10-30 mg %
1+ ≈ 30 mg %
2+ ≈ 100 mg %
3+ ≈ 500 mg %
4+ ≈ >2000 mg %
Samar ≈ 20 mg %
1+ ≈ 50 mg %
2+ ≈ 200 mg %
3+ ≈ 500 mg
4+ ≈ > 1000 mg%
11
Dipstik lebih spesifik untuk albumin, sedangkan tes asam sulfosalisil untuk semua jenis protein.
Imunoglobulin rantai ringan dapat dideteksi dengan asam sulfosalisil, tetapi tidak untuk dipstik.
Jadi multipel mieloma hanya dapat diuketahui dengan tes asam sulfosalisil.
False positif pada dipstik urin yang sangat basa atau terlalu encer.
False positif asam sulfosalisil didapatkan akibat radio kontras dan obat-obat tolbutamid,
penisilin, sefalosposrin.
Leukosit esterase. Tes dipstik ini berdasarkan aktivitas enzim esterase indoksil yang dihasilkan
oleh neutrofil, granulosit dan makrofag dan akan memberinilai positif bila ada paling sedikit 4
leukosit /LPB.
Nitrit. Dasar tes ini adalah adanya bakteri yang dapat mengubah nitrat menjadi nitrit melalui
enzim reduktase nitrat. Enzim ini banyak pada bakteri gram negatif dan tidak ada bakteri jenis
Pseudomonas, Staphilococcus albus dan Enterococcus. Tes ini membutuhkan persiapan dengan
diet kaya nitrat (sayuran) dan membutuhkan waktu yang cukup di kandung kencing. Tes ini
mempunyai sensifitas rendah (20-80%) dan spesifitas ± 90%.
Keton. Tes dengan metode dipstik menunjkan adanya asam asetoasetat dan aseton. Positif di
urin pada penyakit asidosis diabetik, puasa, muntah, ataupun olahraga yang berlebihan. Tes ini
berdasarkan reaksi keton dengan nitroprusid.
3. Mikroskopik urin (5)
Pemeriksaan ini akan melengkapi pemeriksaan urin secara kimiawi.
a. Sel
Sel pada sedimen urin berasal dari sirkulasi (eritrosit dan leukosit) dan dari traktus urinarius (sel
tubulus dan epittel).
Eritrosit. Eritrosit dalam urin ada 2 macam yaitu : isomorfik dan dismorfik.
Eritrosit isomorfik berasal dari traktus urinarius. Sedangkan dismorfik berasal dari glomerulus.
Bila eritrosit dominan dismorfik (≥80%) dari total eritrosit disebut hematuria glomerulus.
Beberapa ahli mengatakan bila terjadi “hematuria campuran” 50% isomorfik dan 50% dismorfik,
12
sudah dapat dikategorikan hematuria glomerulus. selain itu bila paling sedikit 5% akan terjadi
akntositosis juga dapat disebut hematuria glomerulus.
Bagaimana terbentuknya dismorfik, masih terus diselidiki, namun disebabkan adanya injury 2
tempat, yaitu waktu eritrosit melewati membran basalis dan efek fisikokimia selama melewati
tubulus. Dalam kondisi normal eritrosit dapat dijumpai < 12.000 eritrosit/cc.
Leukosit. Neutrofil adalah leukosit yang paling sering dijumpai pada urin, mudah diidentifikasi
dengan sitoplasma granular dan inti berlobus. Pada urin normal leukosit dapat ditemukan
2-3/LPB. Bila jumlahnya melebihi kemungkinan infeksi atau inflamasi. Pada perempuan leukosit
urin dapat karena kontaminasi dari genitalia eksterna.
Neutrofil akan medningkat dalam urin pada penyakit ploriferatif glomerulopati dan nefritis
intertisialis. Eosinofiluria, dapat mudah dilihat dengan pewarnaan Wright atau Hansel, yang
terjadi pada nefritis intertisialis alergika, glomerulonefritis, prostatitis, pielonefritis kronik,
skistosomiasis. Limfosituria dapat sebagai tanda dini rejeksi akut pada pasien transplantasi.
Adanya lekosituria, dengan biakan bakteri yang negatif harus dipertimbangkan TBC ginjal, batu
saluran kencing, papiler nekrosis, atau uretritis kronik.
Sel tubulus ginjal. Walaupun tidak diperiksa pada urinalisis rutin, sel-sel besar ini dengan inti
yang sangat jelas sering terlihat pada Nekrosis Tubular Akut (NTA), glomerulonefritis atau
pielonefritis . pada proteinuria masif, degenerasi sel epitel dapat dijumpai sebagai oval fat
bodies.
Lipid. Lipid pada urin terlihat sferis ,translusen dan berwarna kuning dalam berbagai macam
bentuk. Mereka dapat bebas (isolated) atau berada dalam sel sitoplasma epitel tubulus atau
makrofag , disebut Oval Fat Bodies . bila dengan silinder lipid membentuk silinder lemak. Lipid
dapat dilihat sebagai kristal kolesterol . Lipid drops mengandung esterkolesterol dan kolesterol
bebas, dan dibawah sinar polarisasi akan terlihat Maltase Croses Lipid dalam urin disebabkan
beberapa penyakit anatara lain sindrom nefrotik, atau spingolipidosis (penyakit Fabry).
Silinder (Cast). Silinder terbentuk di tubulus distal karena pengendapan masa seluler dan
elemen non seluler di dalam matrik protein Tamm-Horsfall. Dengan ditemukan silinder
menunjukan kelainan ginjal. Ada bermacam-macam jenis silinder tergantung partikel apa yang
terjebak di dalamnya dan masing-masing mempunyai arti klinik sendiri antara lain :
13
1. Silinder hialin. Tidak berwarna dan indeks refraksi rendah. Dapat ditemukan pada orang
normal dan penyakit ginjal bersama-sama silinder lain. Dilihat dengan mikroskop fase
kontras.
2. Silinder granular. Berisi granul halus dan khas untuk pasien kelainan ginjal.
3. Silinder lemak. Berisi lemak spesifik untuk penakit ginjal glomerulus dan tipe nefrotik
4. Silinder eritrosit. Mengandung eritrosit tetapi matriks tidak terlihat. Berhubungan dengan
hematuria dari glomerulus. Glomerulonefritis yang ditandai hematuria bisa mencapai 80%
eritrosit. Dan merupakan petanda glomeruloefritis tipe proliferatif dengan lesi
ekstrapiler/necrotising.
5. Silinder hemoglobin. Berwarna kecoklatan dan ditemukan granul karena eritrosit yang
mengalami kerusakan. Memiliki arti yang sama dengan silinder eroitrosit. Selain itu
disebabkan Hb yang bebas akibat hemolisis intravaskuler.
6. Silinder lekosit. Bila positif dalam urin dikaitkan dengan pielonefritis akut, nefritis intertisial,
glomerulonefritis proliferatif, terutama pasca infeksi dan pada lupus nefritis.
7. Silinder epitel. Mengandung sel tubul yang lepas dan mudah diidentifikasi karena nukleus
yang mencolok.ditemukan pada nekrosis tubular akut, nefritis intertisialis, kelainan
glomerulus pada sindrom nefrotik.
8. Silinder mioglobin. Silinder ini mengandung mioglobin dan identik dengan silinder
hemoglobin. Perbedaannya pada tanda klinis. Silinder ini dapat ditemukah pada gagal ginjal
akut yang mengalami rabdomiolisis.
b. Kristal
Macam-macam kristal dapat ditemukan dalam urin:
Kristal asam urat dan urat amorf.
Kristal kalsium oksalat
Kristal kalsium fosfat
Kristal tripel fosfat
14
Kristal kolesterol
Kristalk sistin
Kristal karena obat.
Tidak semua kristal dapat dihubungkan dengan penyakit batu ginjal, karena pembentukan kristal
sangat tergantung dari hidrasi diet, pH urin, infeksi dan gangguan metabolisme. Namun dapat
dihubungkan dengan kondisi patologis seperti kalsium oksalat sering pada keracunan etilen
glikol. Ada beberapa kristal yang selalu patologis yaitu kristal kolesterol .
c. Oganisme
Bakteri kadang-kadang dapat dilihat di dalam urin, karena kontaminasi atau pemeriksaan yang
ditunda-tunda. Bakteri positif belum tentu menginfeksi karena belum pasti patogen. Dicurigai
infeksi bila ditemukan bersamaan dengan leukosit yang penuh. Telur parasit schistosoma
hematobium sering ditemukan di urin bersamaan dengan hematuria dan leukosituria.
PEMERIKSAAN FUNGSI GINJAL (5)
Ginjal mempunyai fungsi yang bermacam-macam termasukfiltrasi glomerulus, reabsorbsi dan
sekresi dari tubulus, pengenceran dan pemekatan urin, pengasaman urin serta memproduksi
dan memetabolisme hormon.
1. Fungsi filtrasi glomerulus dan konsep klirens ginjal (5)
Laju filtrasi glomerulus (LFG) adalah mengukur berapa banyak filtrasi yang dihasilkan oleh
glomerulus. Untuk setiap nefron filtrasi dipengaruhi oleh aliran plasma, perbedaan tekanan,
permukaan kapiler dan permeabilitas kapiler. Jadi LFG merupakan jumah dari hasil semua
nefron (rata-rata 1 juta setiap ginjal).
Rumus bakunya yaitu :
15
U x V C = P
C = klirensU = konsentrasi zat marker dalam urinV = Volume urinP = konsentrasi zat marker dalam plasma
2. Pemeriksaan konsentrasi ureum plasma (5)
Nilai normal nya 20-40 mg%. ureum merupakan produk nitrogen terbesar yang dikeluarkan dari
diet protein endogen yang telah difiltrasi glomerulus dan sebagian direabsorbsi oleh tubulus.
Ureum akan lebih banyak lagi dalam keadaan dehidrasi. Pada pasien gagal ginjal kadar ureum
lebih memberikan gambaran gejala-gejala terjadi dibandingkan kreatinin. Hal ini diduga ada
beberapa toksik yang dihasilkan bersal dari sumber yang sama dengan ureum. Dengan demikian
pada kadar ureum 20-25 mg/dL akan memperlihatkan gejala-gejala muntah dan pada kadar 50-
60 mg/dL akan meningkat lebih berat. untuk itu kadar ureum lebih baik untuk menentukan
ureum toksik. Normal perbandingan ureum kreatinin berkisar 60-80. Peningkatan perbandingan
ureum-kreatinin ini menunjukan adanya faktor-faktor lain selain gagal ginjal yang dapat
meningkatkan ureum.
3. Pemeriksaan laju filtrasi glomerulus (LFG) (5)
a. Kreatinin plasma dan bersihan kreatinin (5)
Manfaat klinis pemeriksaan LFG adalah :
Deteksi dini kerusakan ginjal
Pemantauan progresifitas penyakit
Pemantauan kecukupan terapi ginjal pengganti
Membantu mengoptimalkan terapi dengan obat tertentu
Kreatinin sangat berguna untuk menilai fungsi glomerulus dan kadar plasma kreatinin lebih baik
dibadingkan kadar plasma ureum. Kenaikan kadar plasma kreatinin 1-2 mg/dL dari normal
menandakan LFG± 50%.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi plasma kreatinin meningkat antara lain :
Meningkat :
- Diet kreatinin dari daging atau suplemen kaya kreatinin
- Menurunnya sekresi kreatinin akibat kompetisi asam keton, amino organik (pada uremia) atau
obat (simetidin dan sulfa).
Menurun :
16
- Asupan kreatinin menurun atau kurangnya massa otot karena kurus, tua atau rendah protein
Variasi
Untuk menilai LFG memakai formula cockroft-Gaukt :
Untuk perempuan : nilai pada pria x 0,85
Untuk laki-laki :
Namun demikian perhitungan yang terbaik untuk LFG adalah dengan menentukan bersihan kreatinin.
Nilai normal untuk bersihan kreatinin :
Laki-laki = 97 – 137 mL/menit/1,73 m2 atau = 0,93 – 1,32 mL/detik/m2
Perempuan = 88 – 128 mL/menit/1,73 m2 atau = 0,85 – 1,23 mL/detik/m2
Untuk laki-laki urinnya mengandung 15 – 20 mg kreatinin/KgBB/hari, sedang pada perempuan 10 – 15
mg/KgBB/hari. Nilai ini akan menurun dengan bertambahnya umur.
b. Metode sistatin C serum (5)
Merupakan petanda LFG yang akurat, lebih baik daripada kreatinin. Sistatin C diproduksi oleh seluruh sel
berinti secara konstan dan tidak dipengaruhi inflamasi, keganasan, perubahan masa tubuh, nutrisi
demam atau jenis kelamin. Sistatin C difiltrasi sempurna oleh glomerulus, lalu mengalami reabsorbsi dan
dikatabolisme di tubulus proksimal.
Nilai normal dari variasi Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) (5)
LFG dipengaruhi usia, kelamin, luas permukaan badan. Secara klasik LFG diukur per 1,73 m2. Luas
permukaan badan diukur dengan monogram dari tinggi dan berat badan. LFG pada orang dewasa rata-
rata 130 cc/min/1,73 m2 untuk pria dan 120 ml/menit/1,73 m2 untuk perempuan dengan koefisien
variasi 14-18%. LFG memiliki irama sirkadian naik 10% pada sore hari dibandingkan tengah malam. LFG
akan meningkat 1 jam setelah makan dan menurun selama olahraga.
17
(140-umur)x (BB/Kg)LFG =
72 x kreatinin serum (mg%)
Kreatinin urin (mg/dl x volume urin) (mg/24 jam)
Bersihan kreatinin =
Kreatinin serum (mg/dl) x 1440 menit
Pemeriksaan Radiologi Ginjal (5)
Faktor-faktor yang dipehatikan untuk pemeriksaan radiologi : 1) informasi yang diperoleh untuk
manajemen selanjutnya; 2). Akurasi dan ketepatan diagnostik; 3). Invasif dan non-invasif dan
pertimangkan risiko; 4). Biaya pemeriksaan
1. Ultrasonografi (5)
Klasik
Kontras USG
Resolusi USG berkisar 1-2 cm dapat dipegunakan untuk memeriksa korteks, medula, piramid ginjal dan
pelebaran sistem kolekting ureter. Indikasi pemeriksaan USG ginjal :
o Mengukur ginjal (panjang dan lebar)
o Skrining hidronefrosis
o Memastikan masa di ginjal
o Abses atau hematoma
o Skrining kista ginjal
o Melihat lokasi ginjal untuk tindakan invasif
o Mengukur volume atau sisa urin kandung kemih
o Menilai trombosis vena renalis (Doppler)
o Manilai aliran darah ginjal (Doppler)
USG klasik (tanpa kontras). Relatif murah tidak tergantung fungsi ginjal dan sangat mudah dilakukan
dan dapat menentukan lokasi, bentuk dan ukuran.
Kelebihan USG ginjal :
Sensitif mendeteksi penimbunan cairan dilatasi pelviokalises dan kista.
Dapat membedakan korteks dan medula
Dapat membedakan kista dan masa padat
Dapat melihat seluruh bentuk ginjal dan ruangan sekitar ginjal.
Secara doppler dapat melihat aliran darah ginjal.
Mudah dibawa
Tidak memakai kontras dan radiasi.
Kelemahan:
o Tidak dapat menunjukan pelviokalises secara teliti
o Tidak dapat melihat ureter normal.
18
o Batu kecil dan batu ureter tidak dapat dideteksi
o Bergantung pada operator.
USG Kontras
Tindakan ini memerlukan gas perfluorooctyl bromide. Metode ini masih dalam riset dan belum
direkomendasikan .
2. Foto Polos Abdomen (5)
Pasien diletakan pada posisi telentang dengan sinar x terarah pada ginjal dan kandung kemih. Pada
pasien yang sangat gemuk diambil 2 kali (2 film) untuk saluran kemih bagian atas dan kandung kemih
secara terpisah. Pada pemeriksaan ini dapat melihat bentuk ginjal dengan jelas . gambar ureter tidak
dapat dilihat akan tetapi posisinya dapat diperhitungkan mulai dai hilus renal mulai daerah prosesus
tranversus vertebra lumbalis menyilang daerah persambungan sakroiliaka menuju bawah pada pelvis
lateral sebelum memasuki kandung kemih. gambaran kandung kemih dibentuk oleh oleh lapisan lemak
berbentuk kubah.
Gambaran kalsifikasi pada daerah lokasi ginjal, ureter dan kandung kemih harus diteliti kemungkinan
kalsifikasi. Adanya batu pada daerah vesika seminalis dan prostat sangat diragukan bila ditemukan
kalsifikasi.
3. Pielografi Intravena (PIV) (5)
PIV memaki kontras sehingga PIV memiliki risiko terkena alergi pada ginjal maupun pada pasien dengan
fungsi ginjal yang menurun.
PIV bertujuan untuk melihat ginjal, ureter dan kandung kencing. Untuk menilai ginjal perut harus
ditekan. Film pertama diambil pada 30 detik setelah penyuntikan kontras. Film kedua biasanya diambil 5
menit dengan posisi miring dan telentang untuk menilai ekskresi kontras dan ureter. Ureter distal dinilai
dengan posisi telengkup. Untuk kandung kencing foto dari samping atas, tampak atas.
Kontraindikasi relatif untuk pemeriksaan BNO-IVP
Riwayat alergi terhadap kontras media
Adanya :
o Gangguan fungsi ginjal
o Diabetes
o Mieloma multipel
o Dehidrasi
19
o Penyakit jantung terutama aritmia.
4. Pielografi Retrograde (PRG) (5)
PRG dilakukan bila ureter sulit diperiksa dengan radiologi lain atau bila sampel urin diperlukan untuk
sitologi atau pembiakan kuman. Tindakan ini invasif karena memasang kateter dari orifisium ureter
dengan alat sitoskopi.
5. Pielografi Antegrad (PAG) (5)
PAG dilakukan denagn cara memasang alat menembus kulit langsung ke pelvis renalis. PAG dilakukan
bila metode PRG tidak dapat dilakuakan. PAG dilakukan mendahului nefrostomi. PRG dan PAG
merupakan tindakan invasif sehingga dilakukan bila tindakan yang lain gagal.
6. Sistografi (5)
Bertujuan untuk mempelajari kandng kencing misalnya menentukan refluks ureter, fungsi dan anatomi
kandung kencing. Pada kasus traumna, sistiografi dilakukan untuk perforasi kandung kencing, yang sulit
didiagnosis dengan cara lain. Dengan bantuan fluroskopi kontras disemprot melalui kateter. Film-film
kandung kemih saat Pengosongan kontras juga penting untuk diagnosis divertikel, jumlah urin sisa, dan
pola mukosa kandung kencing.
7. Angiografi renalis dan venografi renalis (5)
Indikasi angiografi ginjal :
Evaluasi hipertensi renovaskular
Angiografi intervensi: memakai kateter spesial ntuk embolisasi, angioplastik balon.
Evaluasi preoperatif ginjal donor
Evaluasi ginjal transplan untuk kemungkinan oklusi atau stenosis.
Diagnosis trombosis vena renalis
Massa ginjal atau kista ginjal atau trauma ginjal.
Kontraindikasi relatif untuk pemeriksaan ini tentu berkaitan dengan pemakaian kontras dan tindakan
invasif, kelainan hemostasis. Kondisi yang menyebabkan nefropati kontras adalah : insufisiensi renal,
dehidrasi, diabetes, mieloma multipel, lansia.
Selain segi diagnostik angiografi dapat dipakai untuk terapi pembuluh darah yaitu angiplasti
transluminal perkutan, embolisasi transkateter, sten a. renalis.
20
8. Tomografi komputer (CT) (5)
Berguna untuk memeriksa lebih lanjut kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan USG atau PIV. CT
dipakai untuk mengevaluasi masa ginjal, melokasi ginjal ektopik, meneliti batu, mencari masa
retroperitoneal. CT dapat dilakukan dengan atau tanpa kontras intravena. CT tanpa kontras dipakai
untuk deposisi kalsium dan perdarahan dan merupakan pasien kolik ginjal dan kemungkinan batu. CT
tanpa kontras dilanjutkan dengan kontras sangat berguna untuk infeksi ginjal, karena tidak hanya
identifikasi kemungkinan obstruksi batu tetapi juga luasnya kerusakan parenkim dan daerah
perinephric.
9. Angiografi CT (5)
Salah satu kecanggihan scan helical adalah kemampuan angiografi CT dapat memberi gambaran serupa
angiografi konvensional tetapi kurang invasif. Dengan metode ini dapat mengevaluasi darah ke ginjal
pada pasien cangkok. Angiografi CT dapat untuk skrining stenosis arteri renalis dengan sensivitas 96%
dan spesifitasnya 99%.
Keterbatasan CT . Pada pasien obesitas sulit mendapat akses vaskular dan sering banyak artevak karena
kelebihan berat dan sensitif terhadap logam.
CT scan dapat lebih superior dari USG dalam keadaan :
Evaluasi neplasma ganas, CT scan dapat menegtahui luasnya penyebarab dan keterlibatan
kelenjar getah bening sehingga dapat menentukan staging.
Evaluasi ruangg perirenal dan para renal serta fasia gerota
Trauma ginjal
CT dan MRI sangat baik untuk menilai struktur retroperitoneal.
MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI) (5)
Hilangnya batas medula korteks memberi gambaran yang nonspesifik bagi MRI. MRI lebih superior
dibandingkan CT karena dapat mendeteksi thrombus, tumor dalam pembuluh darah.
BIOPSI GINJAL (5)
21
Biopsi ginjal dapat memberikan gambaran dasar klasifikasi dan pengertian penyakit ginjal baik primer
maupun sekunder.
Manfaat biopsi ginjal :
Menegakan diagnostik baik kelainan primer maupun sistemik
Menetukan prognosis
Menentukan opsi pengobatan
Mengetahui patofisiologi penyakit ginjal
Kontraindikasi biopsi :
o Gangguan koagulasi dan trobositopenia
o Disfungsi trombosit (kontraindikasi relatif) dapat diatasi dengan dialisis yang akan merangsang
koagulasi trombosis.
o Hipertensi (kontraindikasi relatif)
o Pielonefritis, dapat mengakibatkan abses
o Kelainan anatomis ginjal soliter.
Indikasi. Berguna untuk diagnosis dan perencanaan pengobatan, termasuk sebagai pegangan untuk
menghentikan pengobatan dan prognosis penyakit. Ada 4 kelompok yang merupakan indikasi utama
biopsi yaitu :
Sindrom nefrotik dengan pengecualian, anak usia 1 tahun pubertas dan diabetes
Penyakit sistemik dengan proteinuria atau insufisiensi renal. Beberapa penyakit sistemik seperti
amiloid, mieloma, sarkoidosis hanya dapat didiagnosis dengan biopsi ginjal.
Gangguan ginjal akut.
Transplantasi ginjal
Indikasi lainnya yaitu : proteinuria ringan, hematuria dan penyakit ginjal kronik.
E. Gagal Ginjal (3)
Gagal ginjal dapat terjadi dari suatu situasi akut atau dari persoalan - persoalan kronis. Gagal ginjal akut
merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal secara mendadak dengan
akibat terjadinya peningkatan hasil metabolit seperti ureum dan kreatinin. Gagal ginjal kronik adalah
gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh
22
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia.
1. Etiologi (3)
Pada gagal ginjal akut, fungsi ginjal hilang secara cepat. Daftar dari penyebab-penyebab seringkali
dikategorikan berdasarkan di mana kerusakan telah terjadi.
Penyakit ginjal yang berat dapat dibagi dalam kategori umum: (1) gagal ginjal akut, yaitu seluruh atau
hampir seluruh kerja ginjal tiba-tiba berhenti tetapi pada akhirnya dapat membaik mendekati fungsi
normal, (2) gagal ginjal kronis, yaitu ginjal secara progresif kehilangan fungsi nefronnya atau persatu
yang secara bertahap menurunkan keseluruhan fungsi ginjal. Dalam dua kategori umum ini, terdapat
banyak penyakit ginjal spesifik yang dapat memengaruhi pembuluh darah ginjal, glomerulus, tubulus,
interstisium ginjal, dan bagian traktus urinarius di liuar ginjal, meliputi ureter dan kandung kemih. Dalam
bab ini kita akan membahas kelainan fisiologis spesifik yang timbul pada beberapa jenis penyakit ginjal
yang penting.
Gagal Ginjal Akut (3)
Penyebab gagal ginjal akut dapat dibagi dala 3 kategori umum:
Gagal ginjal akut akibat penurunan suplai darah ke ginjal; keadaan ini sering disebut sebagai
gagal ginjal akut prerenal untuk menggambarkan bahwa kelainan ini terjadi disuatu sistem
sebelum ginjal. Kelainan ini bisa diakibatkan oleh gagal jantung dengan penurunan curah
jantung dan tekanan darah rendah atau keadaan yang berhubungan dengan penurunan volume
darah dan tekanan darah yang rendah, seperti pada perdarahan hebat.
Gagal ginjal akut intrarenal yang diakbatkan kelainan didalam ginjal itu sendiri, meliputi kelainan
yang memengaruhi pembuluh darah, glomerulus, dan tubulus.
Gagal ginjal akut postrenal, yang diakibatkan oleh sumbatan pada sistem pengumpul urin
dimana saja mulai dari kalix sampai aliran keluar dari kandung kemih. Penyebab sumbatan
paling sering ditraktus urinarius diluar ginjal adalah batu ginajal, akibat presipitasi kalsium, urat,
sistin.
23
1. Gagal Ginjal Akut Prerenal Akibat Penurunan Aliran Darah ke Ginjal. (3)
Normalnya ginjal menerima suplai darah yang berlimpah, sekitar 1100mm/menit, atau sekitar
20-25 persen dari curah jantung. Tujuan utama dari tinggginya aliran darah keginjal ini adalah untuk
menyediakan cukup plasma guna mengimbangi laju filtarsi glomerulus yang tinggi yang dibutuhkan
untuk pengaturan volume cairan tubuh dan konsentrasi zat terlarut secara efektif. Oleh karena itu,
penurunan aliran darah ke ginjal biasanya diikuti oleh penurunan GFR dan penurunan keluaran air yang
zat terlarut. Akibatnya, keadaan yang menurunkan aliran darah keginjal secara akut biasanya akan
menyebabkan oliguria, yang berarti menurunnya keluaran urin dibawah tingkat asupan air dan zat
terlarut. Hali ini mengakibatkan terkumpulnya air dan zat terlarut dalam cairan tubuh. Jika aliran darah
ginjal sangat menurun, dapat terjadi pengehentian total keluaran urin, suatu keadaan yyang disebut
anuria.
Selama aliran darah ginjal tidak kurang dari 20-25 persen normal, gagal ginjal akut biasanya
dapat membaik jika penyebab iskemia dikoreksi sebelum terjadi kerusakan sel-sel ginjal. Tidak seperti
beberapa jaringan lain, ginjal dapat menerima penurunan aliran darah ginjal yang relative besar sebelum
terjadi kerusakan sel-sel ginjal. Alasan untuk hali ini adalah bahwa ketika aliran darah ginjal menurun,
GFR dan jumlah natrium klorida ginjal yang difiltarasi oleh glomerulus (dan laju filtrasi air dan elektrolit
lain) akan menurun. Hal ini menurunkan jumlah natrium klorida yang harus direabsorbsi oleh tubulus,
yang menggu nakan sebagian besar energi dan oksigen yang dikonsumsi oleh ginjal normal. Oleh karena
itu, sewaktu aliran fdarah ginjal dan GFR menurun. Kebutuhan untuk mengonsumsi oksigen ginjal juga
turun. Ketika LFG mendekati nol,jumlah konsumsi oksigen ginjal mendekati laju yang di butuhkan untuk
menjaga sel-sel tubulus ginjal tetap hidup, bahkan ketika sel tubulus tidak mereabsorbsi natrium. Ketika
aliran darah menurun sampai di bawah kebutuhan basal ini, yang biasanya kurang dari 20-25 persen
aliran darah ginjal normal, sel-sel ginjal mulai menjadi hipoksik dan akan menurunkan aliran darah ginjal
lebih lanjut. Jika keadaan tersebut berkepanjangan, kerusakan atau bahkan kematian sel-sel ginjal akan
terjadi, terutama sel epitel tubulus. Jika penyebab gagal ginjal akut prerenal tidak dikoreksi dan iskemia
ginjal menetap lebih dari beberapa jam, tipe gagal ginjal ini dapat berkembang menjadi gagal ginjal akut
intrarenal, yang akan di bahas kemudian. Perununan aliran darah ginjal secara akut merupakan
penyebab umum gagal ginjal akut pada pasien rumah sakit.
24
Tabel 3. Beberapa penyakit gagal ginjal akut prerenal
Penurunan Volume Intravaskular
Perdarahan (akibat trauma, pembedahan, postpartum, gastrointestinal)
Diare atau muntah
Luka bakar
Gagal Jantung
Infark miokard
Kerusakan katup
Vasodilatasi Perifer dan Hipotensi yang Dihasilkan
Syok anafilaktik
Anestesia
Sepsis, infeksi berat
Kelainan Hemodinamik Ginjal Primer
Stenosis arteri ginjal, emboli, atau thrombosis arteri atau vena ginjal
2. Gagal Ginjal Akut Intrarenal Akibat Kelainan di dalam Ginjal (3)
Kelainan yang berasal dari dalam ginjal dan yang secara tiba-tiba menurunkan keluaran urin,, masuk
dalam kategori umum gagal ginjal akut intrarenal. Kategori gagal ginjal akut ini selanjutnya dapat di bagi
menjadi (1) keadaan yang mencederai kapirel glomerulus atau pembulu darah kecil ginjal, (2) keadaan
yang merusak epital tubulus ginjal, dan (3) keadaan yang menyebabkan kerusakan interstisium ginjal.
Jenis penggolongan ini merujuk pada lokasi cedera, primer, tetapi karna rangkain pembulu darah ginjal
dan sistem tubulus secara fungsional saling bergantung satu sama lain, kerusakan pada pembuluh darah
ginjal dapat menimbulkan kerusakan tubulus, dan bulus kerusakan tubulus primer dapat menyebabkan
kerusakan pembuluh darh ginjal. Penyebab gagal ginjal akut intrarenal adalah :
Cedera pembuluh darah kecil dan /atau glomerulus (vaskulitis, emboli kolestrol, hipertensi
maligna, glomerulonephritis akut).
Cedera epitel tubulus (nekrosis tubular) : nekrosis tubular akut akibat iskemia, nekrosis tubular
akut akibat toksin (logam berat, etilen glikol, insektisida, jamur beracun, karbon tetraklorda).
Cedera interstisial ginjal :pielonefritis akut , nefritis interstisial alergik akut.
25
Gagal Ginjal Akut Akibat Glomerulonefrittis (3)
Glomerulonefritis akut adalah jenis gagal ginjal akut intrarenal yang biasanya disebabkan oleh kelainan
reaksi imun yang nmerusak glomerul. Pada kurang lebih 95 persen pasien dengan penyakit ini, terjadi
kerusakan glomerulul 1-3 minggu setelah mengalami infeksi di tubuh , yang biasanya disebabkan oleh
jenis tertentu dari streptokokus beta grup A. infeksi dapat berupa eadang tenggorok streptokokal,
tonsillitis streptotokal, atau bahkan infeksi kulit streptotokal. Bukan infeksi itu sendiri yang merusak
ginjal. Melainkan, selama beberapa minggu, sewaktu antibody terhadap anti gen streptokokal
terbentuk, antibody dan anti gen bereaksi satu sam lain membentuk kompleks imun tak larut yang
kemudian terperangkap di glomeroli, terutama di bagian membrane basal glomeruli.
Begitu kompleks imun tertimbun di glomeruli, banyak sel glomeruli mulai bberproliferasi, terutama sel
mesangial yang terletak diantara endotel dan epitel. Selain itu, sejumlah besar sel darah putih menjadi
terperangkap di glomeruli. Banyak glomeruli menjadi tersumbat oleh reaksi inflamasi ini, dan glomeruli
yang tidak tersumbat biasanya menjadi sangat permeable yang memungkinkan protein dan sel-sel darah
merah bocor dari darah kapirel glomerulus masuk ke dalam filtrat glomerulus. Pada kasus yang parah,
seluruh atau hamper seluruh fungsi ginjal dapat terhenti.
Inflamasi akut pada glomeruli biasanya meredah dalam waktu sekitar 2 minggu, dan pada kebnyakan
pasien, ginjal kembali berfungsi hampir normal dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan
vberikutnya. Namun, terkadang banyak glomeruli yang rusak tak dapat membaik, dan pada beberapa
pasien, kemunduran ginjal secara progresif terus terjadi untuk jangka waktu yang tidak terbatas yang
menimbulkan gagal ginjal kronis.
Nekrosis Tubular Sebagai Penyebab Gagal Ginjal Akut. Penyebab lain gagal ginjal akut intrarenal adalah
nekrosis tubular, yang berarti kerusakan sel epitel di tubulus. Beberapa penyebab umum dari nekrosis
tubular (1) iskemia berat dan suplai oksigen dan zat makanan ke sel epitel tubulus yang tidak adekuat
dan (2) racun, toksin, atau obat-obatan yang merusak sel-sel epitel tubulus.
Nekrosis Tubular Akut Akibat Iskemia Ginjal Berat. Iskemia ginjal berat dapat diakibatkan oleh syok
sirkulasi atau gangguan lain yang sangat menurunkan suplai darah ke ginjal. Jika iskemia berlangsung
cukup berat sampai menyebabkan ganguan yang serius terhadap pengangkutan zat makanan dan
oksigen ke sel-sel epitel tubulus ginjal, dan jika gangguan ini terus berlangsung, kerusakan atau
pengahncuran sel-sel epitel dapat terjadi. Jika hal ini terjadi, sel-sel tubulus “terlepas” dan menyumbat
banyak nefron, sehingga tidak terdapat keluaran urin dari nefron ; nefron yang terpengaruh seringkali
26
gagal mengeskresi urin bahkan ketika aliran darah ginjal kembali normal, Selama tubulus masih
tersumbat. Penyebab tersering dari kerusakan epitel tubulus akibat iskemia adalah penyebab prerenal
dari gagal ginjal akut yang berhubungan dengan syok sirkulasi.
Nekrosis Tubular Akut Akibat Toksin atau Obat-Obatan. Ada banyak seklai racun dan obat-obatan yang
dapat merusak epitel tubulus dan menyebabkan gagal ginjal akut. Beberapa diantaranya adalah karbon
tetraklorida, logam berat (seperti air raksa dan timah hitam), etilen glikol (yang merupakan komponen
utama dalam anti-beku), bermacam-macam insektisida dan berbagai obat (seperti tetrasiklin) yang
digunakan sebagai antibiotik,, dan cis-platimum, yang digunakan dalm pengobatan kanker tertentu.
Masing-masing zat ini memiliki efek toksik yang spesifik pada sel epitel tubulus ginjal yang menyebabkan
kematian pada banyak sel. Hasil akhirnya sel-sel epitel terlepas dari membrane basal dan menyumbat
tubulus. Pada beberapa keadaan, membrane basal juga hancur. Jika membrane basal tetap utuh, sel
epitel tubulus yang baru dapat tumbuh disepanjang permukaan membrane, sehingga tubulus
memperbaiki diri sendiri dalam waktu 10 sampai 20 hari.
3. Gagal Ginjal Akut Postrenal Akibat Kelainan Traktus Urinarius Bagian Bawah. (3)
Berbagai kelainan pada traktus urinarius bagian bawah dapat menyumbat seluruh atau sebagian
aliran urin dan oleh karena itu, menimbulkan gagal ginjal akut bahkan bila suplai darah ginjal dan fungsi–
fungsi lain normal pada awalnya. Jika keluaran urin menurun hanya pada salah satu ginjal, tidak akan
ada perubahan yang berarti pada komposisi cairan tubuh karena ginjal kontralateral dapat cukup
meningkatkan keluaran urinnya untuk mempertahankan kadar yang relatif normal dari elektrolit dan zat
terlarut ekstrasel serta volume cairan ekstrasel normal. Pada jenis gagal ginjal seperti ini funsi normal
ginjal dapat dipulihkan jika penyebab dasar maslahnya dikoreksi dalam waktu beberapa jam. Tetapi
sumbatan kronis pada traktus urinarius, yang berlangsung selama beberapa hari atau bermingu-minggu,
dapat menyebabkan kerusakan ginjal yang ireversibel. Beberapa penyebab gagal ginjal akut postrenal
antara lain (1) sumbatan bilateral pada ureter atau pelvis renalis yang disebabkan oleh batu atau
gumpalan darah yang besar, (2) sumbatan kandung kemih, dan (3) sumbatan di uretra.
Efek Fisiologis dari Gagal Ginjal Akut. (3)
Efek fisiologis yang utama dari gagal ginjal akut adalah retensi air, produk buangan dari
metabolisme, dan elektrolit di darah dan cairan ekstrasel. Hal ini dapat menyebabkan penumpukan air
dan garam yang berlebihan, yang kemudian dapat mengakibatkan edema dan hipertensi. Namun,
retensi kalium yang berlebihan sering menyebabkan ancaman yang lebih serius terhadap pasien dengan
27
gagal ginjal akut, karena peningkatan konsentrasi kalium plasma (hiperkalemia) kira-kira lebih dari 8
mEq/liter (hanya dua kali nilai normal) dapat menjadi fatal. Karena ginjal juga tidak dapat mengekskresi
cukup ion hydrogen, pasien dengan gagal ginjal akut mengalami asidosis metabolik, yang bisa
meyebabkan kematian atau dapat memperburuk hyperkalemia.
Pada kasus gagal ginjal akut terparah timbul anuria lengkap. Pasien akan meninggal dalam
waktu 8-14 hari jika fungsi ginjal tidak diperbaiki atau ginjal buatan tidak digunakan untuk
membersihkan tubuh dari kelebihan air, elektrolit, ddan produk buangan metabolisme yang tertahan.
Efek lain dari penurunan keluaran urin, dan upaya pengobatan dengan ginjal buatan akan dibicarakan di
bagian berikutnya dalam hubungannya dengan gagal ginjal kronis.
Gagal Ginjal Kronis : Penurunan Jumlah Nefron Fungsional yang Ireversibel (1, 3)
Gagal ginjal kronis disebabkan oleh hilangnya sejumlah besar nefron fungsional yang progresif
dan ireversibel. Gejala-gejala klinis yang serius seringkali tidak muncul sampai jumlah nefron fungsional
berkurang sedikitnya 70-75 persen di bawah normal. Bahkan konsentrasi kebanyakan elektrolit dalam
darah dan volume cairan tubuh dapat dipertahankan pada keadaan yang relatif normal sampai jumlah
nefron fungsional menurun di bawah 20-25 persen jumlah normal.
Perjalanan klinis gagal ginjal kronik dibagi dalam tiga stadium :
Menurunnya cadangan ginjal, pasien asimptomatik, namun GFR dapat menurun hingga
25% dari normal.
Innsufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami poliuria dan nokturia, GFR
10% hingga 25% dari normal, kadar kreatinin serum dan BUN sedikit meningkat diatas
normal.
Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik, yang ditandai dengan GFR
kurang dari 5 atau 10 ml/menit, kadar serum kreatinin dan BUN meningkat tajam, dan
terjadi perubahan biokimia dan gejala yang kompleks.
28
Tabel 4. Beberapa penyebab gagal ginjal kronis
Gangguan metabolic
Diabetes mellitus
Obesitas
Amiloidosis
Hipertensi
Gangguan pembuluh darah ginjal
Aterosklerosis
Nefrosklerosis-hipertensi
Gangguan imunologis
Glomerulonefritis
Poliartritis nodusa
Lupus eritematosus
Infeksi
Pielonefritis
Tuberkulosis
Gangguan tubulus primer
Nefrotoksin (analgesic, logam berat)
Obstruksi traktus urinarius
Batu ginjal
Hipertrofi prostat
Konstriksi uretra
Kelainan congenital
Penyakit polikistik
Tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat kongenital (hipoplasia renalis)
The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National Kidney Foundation (NKF)
mengklasifikasikan tahap penyakit gagal ginjal kronis kepada berikut:
• Tahap 1: kerusakan ginjal dengan (LFG normal atau > 90 mL/min/1.73 m 2)
• Tahap 2: penurunan ringan pada (LFG: 60-89 mL/min/1.73 m 2)
29
• Tahap 3: penurunan sedang pada (LFG: 30-59 mL/min/1.73 m 2)
• Tahap 4: penurunan berat di (LFG: 15-29 mL/min/1.73 m 2)
• Tahap 5: gagal ginjal (LFG <15 mL/min/1.73 m 2 atau dialisis)
Gambar 5. Lingkaran setan gagal ginjal kronik
2. Gambaran Klinis dan Diagnosis (30
Manifestasi klinis pada pasien gagal ginjal banyak terdapat pada seluruh sistem organ tersebut. Hal ini
disebabkan karena organ ginjal memegang peranan yang penting dalam tubuh yaitu sebagai organ yang
mengekskresikan seluruh sisa-sisa hasil metabolisme. Secara umum pasien tersebut akan mengalami
kelelahan dan kegagalan pertumbuhan. Pada inspeksi ditemukan kulit pucat, mudah lecet, dan rapuh.
Sedangkan pada mata ditemukan gejala mata merah dan pada pemeriksaan funduskopi ditemukan
fundus hipertensif.
Gejala sistemik yang dapat ditemukan antara lain hipertensi, penyakit vaskuler, hiperventilasi, asidosis,
anemia, defisiensi imun, nokturia, poliuria, haus, proteinuria, dan gangguan berbagai organ lainnya.
Bahkan pada penderita stadium lanjut terdapat gangguan fungsi seksual seperti penurunan libido,
30
Sklerosis glomerulus
↑ Tekanan dan/atau ↑ filtrasi glomerulus
↑ Tekanan arteri
Hipertrofi dan vasodilatasi nefron yang masih bertahan
↓ Jumlah nefron
Penyakit ginjal primer
impoten, amenore, infertilitas, ginekomastia, galaktore. Tulang dan persendian juga dapat terjadi
gangguan seperti adanya rakhitis akibat defisiensi vitamin D dan juga gout serta pseudogout. Letargi,
tremor, malaise, mengantuk, anoreksia, myoklonus, kejang, dan koma merupakan manifestasi klinis
pada sistem syaraf.
Diagnosis gagal ginjal dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menunjukkan
adanya gejala-gejala sistemik seperti gangguan pada sistem gastrointestinal, kulit, hematologi, saraf dan
otot, endokrin, dan sistem lainnya. Pada anamnesis diperlukan data tentang riwayat penyakit pasien,
dan juga data yang menunjukkan penurunan faal ginjal yang bertahap.
Etiologi memegang peranan penting dalam memperkirakan perjalanan klinis gagal ginjal kronik dan
terhadap penanggulangannya. Dalam anamnesis dan pemeriksaan penunjang perlu dicari faktor-faktor
yang memperburuk keadaan gagal ginjal kronik yang dapat diperbaiki seperti infeksi traktus urinarius,
obstruksi traktus urinarius, gangguan perfusi dan aliran darah ginjal, gangguan elektrolit, pemakaian
obat nefrotoksik termasuk bahan kimia dan obat tradisional.
F. Hemodialisis (5)
Pada penyakit ginjal kronik, hemodialisis dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam suatu tabung ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen yang terpisah. Darah pasien dipompa dan dialirkan ke kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput semipermeabel buatan (artifisial) dengan kompartemen dialisat. Kompartemen dialisat dialiri cairan dialysis yang bebas pirogen, berisi larutan dengan komposisi elektrolit mirip serum normal dan tidak mengandung sisa metabolisme nitrogen. Cairan dialysis dan darah yang terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi karena zat terlarut berpindah dari konsentrasi yang tinggi kea rah konsentrasi yang rendah sampai konsentrasi zat terlaut sama di kedua kompartemen (difusi). Pada proses dialysis, air juga dapat berpindah dari kompartemen darah ke kompartemen dialisat dengan cara menaikan tekanan hidrostatik negatif pada kompartemen cairan dialisat. Perpindahan air ini disebut ultrafiltrasi.
Besar pori pada selaput akan menentukan besar molekul zat terlarut yang berpindah. Molekul dengan berat molekul lebih besar akan berdifusi lebih lambat dibandingkan molekul dengan berat molekul lebih rendah. Kecepatan perpidahan zat terlarut makin tinggi bila : (1) perbedaan konsentrasi kedua kompartemen makin besar, (2) diberi tekanan hidrolik di kompartemen darah, dan (3) bila tekanan osmotic di kompartemen cairan dialysis lebih tinggi. Cairan dialysis ini mengalir berlawanan arah dengan darah untuk meningkatkan efisiensi.
Selama proses dialysis pasien akan terpajan dengan cairan dialisat sebanyak 120 – 150 liter setiap dialysis. Cairan dialisat perlu dimurnikan agar tidak terlalu banyak mengandung zat yang dapat membahayakan tubuh. Dengan teknik reverse osmosis air akan melewati membrane semi permeable yang memiliki pori-pori kecil sehingga dapat menahan molekul dengan berat molekul kecil seperti urea,
31
natrium, dan klorida. Cairan dialisat tidak perlu steril karena membrane dialysis dapat berperan sebagai penyaring kuman dan endotoksin. Tetapi kuman harus dijaga agar kurang dari 200 koloni/mL dengan melakukan desinfektan cairan dialisat. Kadar natrium dalam cairan dialisat berkisar 135 – 145 meq/L. bila kadar natrium lebih rendah maka risiko untuk terjadinya gangguan hemodinamik selama hidrolisis akan bertambah. Sedangkan bila kadar natrium lebih tinggi gangguan hemodinamik akan berkurang tetapi akan meningkatkan kadar natrium darah pasca dialysis. Keadaan ini akan menimbulkan rasa haus dan pasien cenderung minum lebih banyak. Pada pasien dengan komplikasi hipotensi selama hemodialisis yang sulit ditanggulangi maka untuk mengatasinya kadar natrium dalam cairan dialysat dibuat lebiih tinggi.
Terdapat dua jenis cairan dialisat yang sering digunakan yaitu cairan asetat dan bikarbonat. Kerugian caiiran asetat adalah bersifat asam sehingga dapat menimbulkan suasana asam di dalam darah yang akan bermanifestasi sebagai vasodilatasi. Keuntungan cairan bikarbonat adalah dapat memberikan bikarbonat ke dalam darah yang akan menetralkan asidosis yang bisa terdapat pada pasien dengan penyakit ginjal kronik dan juga tidak menimbulkan vasodilatasi.
Pada proses dialysis terjadi aliran darah di luar tubuh. Pada keadaan ini akan terjadi aktivitas system koagulasi darah dengan akibat timbulnya bekuan darah. Karena itu pada dialysis perlu diberikan heparin selama dialysis berlangsung.
Ada tiga teknik pemberian heparin :
Teknik heparin rutin : heparin diberikan dengan cara bolus diikuti dengan continous infusion. Merupakan teknik yang paling sering digunakan.
Teknik heparin minimal : digunakan pada keadaan dimana risiko perdarahan sedang atau berat. Teknik bebas heparin : digunakan pada keadaan dimana risiko perdarahan sedang atau berat.
Jumlah dan tekanan darah yang mengalir ke dialiser, harus memadai sehingga perlu suatu akses khusus. Akses khusus ini pada umumnya adalah vena lengan yang sudh dibuatkan fistula dengan arteri radialis atau ulnaris.
Komplikasi akut hemodialisis : hipotensi, kram otot, mual dan muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil.
Di Indonesia hemodialisis dilakukan 2 kali seminggu dengan setiap hemodialisis dilakukan selama 5 jam.
Kecukupan dosis hemodialisis yang diberikan diukur dengan istilah adekuasi dialysis. Terdapat korelasi yang kuat antara adekuasi dialysis dengan angka morbiditas dan mortalitas pada pasien dialysis. Adekuasi dialysis diukur dengan menghitung urea reduction ratio (URR). URR dihitung dengan mencari rasio hasil pengurangan kadar ureum predialisis dengan kadar ureum pasca dialysis dibagi kadar ureum pasca dialysis. Pada hemodialisis 2 kali seminggu dianggap cukup bila URRnya lebih dari 80%.
Pada umumnya indikasi dialysis pada gagal ginjal kronik adalah bila laju filtrasi glomerulus (LFG) sudah kurang dari 5 ml/menit. Dialysis dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari hal tersebut dibawah ini :
32
Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata K serum > 6 mEq/L Ureum darah < 200 mg/dL pH darah > 7,1 Anuria berkepanjangan (> 5 hari) Fluid overloaded
33
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
Fungsi utama ginjal adalah untuk regulasi volume, osmolalitas, elektrolit, dan konsentrasi asam
basa cairan tubuh dengan mengekskresikan air dan elektrolit dalam juumlah yang cukup untuk
mencapai keseimbangan elektrolit dan cairan tubuh total dan untuk mempertahankan
konsentrasi normalnya dalam cairan ekstaseluler.
Ginjal melaksanakan fungsi utamanya dengan mengultrafiltrasikan plasma pada glomerulus,
reabsorbsi selektif dan sekresi air serta zat-zat yang disaring sepanjang tubulus,
mengekskresikan kelebihannya dalam urin.
GFR adalah indeks fungsi ginjal yang terpenting dan diukur secara klinis dengan uji bersihan
kreatinin.
Unsur-unsur abnormal dalam urin yang paling sering ditemukan mikroskopik urin adalah
eritrosit, leukosit, bakteri, dan silinder-silinder (protein yang terbentuk dalam tubulus dan
duktus koligentes).
Gagal ginjal akut merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal
secara mendadak dengan akibat terjadinya peningkatan hasil metabolit seperti ureum dan
kreatinin. Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan
irreversibel.
Indikasi dialysis pada gagal ginjal kronik adalah bila laju filtrasi glomerulus (LFG) sudah kurang
dari 5 ml/menit.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton, Atrhur C., Hall, John E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : EGC;
2007.
2. dr. K, Inggriani. 2010. Buku Ajar Anatomi : Traktus Urogenitalia. Jakarta : Bagian anatomi
FK Ukrida.
3. Price and Willson. Patofisiologi. Edisi 6 . Volume 2. Jakarta: EGC; 2005.
4. Sherwood, Lauree. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC; 2001.
5. Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Idrus A., Marcellus S.K., Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, jilid I – II, edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2010.
35