referat anemia aplastik.docx

25
1 PENDAHULUAN Darah merupakan jaringan cair yang sangat penting bagi manusia yang memiliki  banyak kegunaan untuk menunjang kehidupan. Tanpa darah yang cukup seseorang dapat mengalami gangguan kesehatan dan bahkan dapat mengakibatkan kematian. Darah terdiri atas dua bagian, bagian cair yang disebut plasma dan unsur  – unsur padat yaitu sel-sel darah. Darah membentuk 6 sampai 8% dari berat badan tubuh total, volume darah secara keseluruhan kira  –  kira 5 liter. Tiga jenis sel darah utama adalah sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keping darah (trombosit). Cairan kekuningan yang membentuk medium cairan darah yang disebut plasma darah membentuk 55% dari volume darah total. Sedangkan 45% sisanya adalah sel darah. Eritrosit menempati bagian besar volumenya yaitu sekitar 99%, trombosit (0,6  –  1,0%) dan leukosit (0,2%). (Ronald A.Sacher, Richard A.McPherson, 2004; Evelyn C.Pearce, 1979) Fungsi Darah Pada Tubuh Manusia : 1. Fungsi utama darah adalah untuk transportasi 2. Eritrosit tetap berada dalam system sirkulasi  Mengangkut Hemoglobin (Hb) → mengangkut oksigen dari paru -paru ke jaringan, Hb merupakan pengatur keseimbangan asam basa  Mengkatalisis reaksi CO2 dan air secara cepat dengan bantuan enzim karbon anhidrase 3. Leukosit bertanggung jawab terhadap pertahanan tubuh dan diangkut oleh darah ke  berbagai jaringan tepat sel  –  sel tersebut melakukan fungsi fisiologiknya. 4. Trombosit berperan mencegah tubuh kehilangan darah akibat perdarahan. 5. Plasma merupakan pengangkut utama zat gizi dan produk sampingan metabolik ke organ-organ tujuan untuk penyimpanan atau ekskresi. 6.  Eosinofil berperan untuk melakukan fagositosis, yaitu memusnahkan setiap sel asing yang memasuki tubuh. (Harun Yahya, 2008 ; Djunaedi Wibawa, 2011 ; Ronald A.Sacher, Richard A.McPherson, 2004) Hematopoiesis Hematopoiesis merupakan proses produksi (mengganti sel yang mati) dan perkembangan sel darah dari sel induk / asal / stem sel, dimana terjadi proliferasi, maturasi dan diferensiasi sel yang terjadi secara serentak. Proliferasi sel menyebabkan peningkatan atau pelipat gandaan jumlah sel, dari satu sel hematopoietik pluripotent menghasilkan

description

referat

Transcript of referat anemia aplastik.docx

  • 5/23/2018 referat anemia aplastik.docx

    1/25

    1

    PENDAHULUAN

    Darah merupakan jaringan cair yang sangat penting bagi manusia yang memiliki

    banyak kegunaan untuk menunjang kehidupan. Tanpa darah yang cukup seseorang dapat

    mengalami gangguan kesehatan dan bahkan dapat mengakibatkan kematian. Darah terdiri

    atas dua bagian, bagian cair yang disebut plasma dan unsur unsur padat yaitu sel-sel darah.

    Darah membentuk 6 sampai 8% dari berat badan tubuh total, volume darah secara

    keseluruhan kira kira 5 liter. Tiga jenis sel darah utama adalah sel darah merah (eritrosit),

    sel darah putih (leukosit) dan keping darah (trombosit). Cairan kekuningan yang membentuk

    medium cairan darah yang disebut plasma darah membentuk 55% dari volume darah total.

    Sedangkan 45% sisanya adalah sel darah. Eritrosit menempati bagian besar volumenya yaitu

    sekitar 99%, trombosit (0,6 1,0%) dan leukosit (0,2%). (Ronald A.Sacher, Richard

    A.McPherson, 2004; Evelyn C.Pearce, 1979)

    Fungsi Darah Pada Tubuh Manusia :

    1. Fungsi utama darah adalah untuk transportasi2. Eritrosit tetap berada dalam system sirkulasi

    Mengangkut Hemoglobin (Hb) mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan,Hb merupakan pengatur keseimbangan asam basa

    Mengkatalisis reaksi CO2 dan air secara cepat dengan bantuan enzim karbonanhidrase

    3. Leukosit bertanggung jawab terhadap pertahanan tubuh dan diangkut oleh darah keberbagai jaringan tepat sel sel tersebut melakukan fungsi fisiologiknya.

    4. Trombosit berperan mencegah tubuh kehilangan darah akibat perdarahan.5. Plasma merupakan pengangkut utama zat gizi dan produk sampingan metabolik ke

    organ-organ tujuan untuk penyimpanan atau ekskresi.

    6. Eosinofil berperan untuk melakukan fagositosis, yaitu memusnahkan setiap sel asingyang memasuki tubuh. (Harun Yahya, 2008 ; Djunaedi Wibawa, 2011 ; Ronald

    A.Sacher, Richard A.McPherson, 2004)

    Hematopoiesis

    Hematopoiesis merupakan proses produksi (mengganti sel yang mati) dan perkembangan

    sel darah dari sel induk / asal / stem sel, dimana terjadi proliferasi, maturasi dan

    diferensiasi sel yang terjadi secara serentak. Proliferasi sel menyebabkan peningkatan

    atau pelipat gandaan jumlah sel, dari satu sel hematopoietik pluripotent menghasilkan

  • 5/23/2018 referat anemia aplastik.docx

    2/25

    2

    sejumlah sel darah. Maturasi merupakan proses pematangan sel darah, sedangkan

    diferensiasi menyebabkan beberapa sel darah yang terbentuk memiliki sifat khusus yang

    berbeda-beda.

    Tempat terjadinya hematopoiesis pada manusia :

    1. Embrio dan Fetusa. Stadium Mesoblastik, Minggu ke 3-6 s/d 3-4 bulan kehamilan : Sel-sel

    mesenchym di yolk sac. Minggu ke 6 kehamilan produksi menurun diganti organ-

    organ lain

    b. Stadium Hepatik, Minggu ke 6 s/d 5-10 bulan kehamilan : Menurun dalam wakturelatif singkat. Terjadi di Limpa, hati, kelenjar limfe

    c. Stadium Mieloid, Bulan ke 6 kehamilan sampai dengan lahir, pembentukan disumsum tulang : Eritrosit, leukosit, megakariosit.

    2. Bayi sampai dengan dewasaHematopoiesis terjadi pada sumsum tulang, normal tidak diproduksi di hepar dan

    limpa, keadaan abnormal dibantu organ lain.

    a. Hematopoiesis Meduler (N)Lahir sampai dengan 20 tahun : sel sel darah sumsum tulang. Lebih dari 20

    tahun : corpus tulang panjang berangsur angsur diganti oleh jaringan lemak

    karena produksi menurun.

    b. Hematopoiesis Ekstrameduler (AbN)Dapat terjadi pada keadaan tertentu, misal: Eritroblastosis foetalis, An.Peniciosa,

    Thallasemia, An.Sickle sel, Spherositosis herediter, Leukemia. Organ organ

    Ekstrameduler : Limpa, hati, kelenjar adrenal, tulang rawan, ginjal, dll (Erslev AJ,

    2001)

    Macammacam hematopoiesis

    1. Seri Eritrosit (Eritropoesis)Perkembangan eritrosit ditandai dengan penyusutan ukuran (makin tua makin kecil),

    perubahan sitoplasma (dari basofilik makin tua acidofilik), perubahan inti yaitu nukleoli

    makin hilang, ukuran sel makin kecil, kromatin makin padat dan tebal, warna inti gelap

    Tahapan perkembangan eritrosit yaitu sebagai berikut :

    a. Proeritroblas

  • 5/23/2018 referat anemia aplastik.docx

    3/25

    3

    Proeritroblas merupakan sel yang paling awal dikenal dari seri eritrosit. Proeritroblas

    adalah sel yang terbesar, dengan diameter sekitar 15-20m. Inti mempunyai pola

    kromatin yang seragam, yang lebih nyata dari pada pola kromatin hemositoblas,

    serta satu atau dua anak inti yang mencolok dan sitoplasma bersifat basofil sedang.

    Setelah mengalami sejumlah pembelahan mitosis, proeritroblas menjadi basofilik

    eritroblas.

    b. Basofilik EritroblasBasofilik Eritroblas agak lebih kecil daripada proeritroblas, dan diameternya rata-

    rata 10m. Intinya mempunyai heterokromatin padat dalam jala-jala kasar, dan anak

    inti biasanya tidak jelas. Sitoplasmanya yang jarang nampak basofil sekali.

    c. Polikromatik Eritroblas (Rubrisit)Polikromatik Eritoblas adalah Basofilik eritroblas yang membelah berkali-kali secara

    mitotris, dan menghasilkan sel-sel yang memerlukan hemoglobin yang cukup untuk

    dapat diperlihatkan di dalam sediaan yang diwarnai. Setelah pewarnaan Leishman

    atau Giemsa, sitoplasma warnanya berbeda-beda, dari biru ungu sampai lila atau abu-

    abu karena adanya hemoglobin terwarna merah muda yang berbeda-beda di dalam

    sitoplasma yang basofil dari eritroblas. Inti Polikromatik Eritroblas mempunyai jala

    kromatin lebih padat dari basofilik eritroblas, dan selnya lebih kecil.

    d. Ortokromatik Eritroblas (Normoblas)Polikromatik Eritroblas membelah beberapa kali secara mitosis. Normoblas lebih

    kecil daripada Polikromatik Eritroblas dan mengandung inti yang lebih kecil yang

    terwarnai basofil padat. Intinya. secara bertahap menjadi piknotik. Tidak ada lagi

    aktivitas mitosis. Akhirnya inti dikeluarkan dari sel bersama-sama dengan pinggiran

    tipis sitoplasma. Inti yang sudah dikeluarkan dimakan oleh makrofagmakrofag yang

    ada di dalam stroma sumsum tulang.

    e. RetikulositRetikulosit adalah sel-sel eritrosit muda yang kehilangan inti selnya, dan

    mengandung sisa-sisa asam ribonukleat di dalam sitoplasmanya, serta masih dapat

    mensintesis hemoglobin. (Child, J.A, 2010 ; Erslev AJ, 2001) Retikulosit dianggap

    kehilangan sumsum retikularnya sebelum meninggalkan sumsum tulang, karena

    jumlah retikulosit dalam darah perifer normal kurang dari satu persen dari jumlah

    eritrosit. Dalam keadaan normal keempat tahap pertama sebelum menjadi retikulosit

    terdapat pada sumsung tulang. Retikulosit terdapat baik pada sumsum tulang maupun

  • 5/23/2018 referat anemia aplastik.docx

    4/25

    4

    darah tepi. Di dalam sumsum tulang memerlukan waktu kurang lebih 2 3 hari

    untuk menjadi matang, sesudah itu lepas ke dalam darah. (Bell dan Rodak, 2002)

    f. EritrositEritrosit merupakan produk akhir dari perkembangan eritropoesis. Sel ini berbentuk

    lempengan bikonkaf dan dibentuk di sumsum tulang. Pada manusia, sel ini berada di

    dalam sirkulasi selama kurang lebih 120 hari. Jumlah normal pada tubuh laki laki

    5,4 juta/l dan pada perempuan 4,8 juta/l. setiap eritrosit memiliki diameter sekitar

    7,5 m dan tebal 2 m. (Ganong, William F.1998).

    Perkembangan normal eritrosit tergantung pada banyak macammacam faktor,

    termasuk adanya substansi asal (terutama globin, hem dan besi). Faktor-faktor lain,

    seperti asam askorbat, vitamin B12, dan faktor intrinsic (normal ada dalam getah

    lamung), yang berfungsi sebagai koenzim pada proses sintesis, juga penting untuk

    pendewasaan normal eritrosit.(Djunaedi Wibawa, 2011)

    Pada sistem Eritropoesis dikenal juga istilah Eritropoiesis inefektif, yang dimaksud

    Eritropoiesis inefektif adalah suatu proses penghancuransel induk eritroid yang

    prematur disumsum tulang. Choi, dkk, dalam studinya bahwa pengukuran radio

    antara retikulosit di sumsum tulang terhadap retikulosit di darah tepi merupakan

    ukuran yang pentng untuk bisa memperkirakan beratnya gangguan produksi SDM.

    (Choi JW. 2006)

    2. Seri Leukosit- Leukosit Granulosit / myelosit

    Myelosit terdiri dari 3 jenis yaitu neutrofil, eosinofil dan basofil yang

    mengandung granula spesifik yang khas. Tahapan perkembangan myelosit yaitu :

    1) MieloblasMieloblas adalah sel yang paling muda yang dapat dikenali dari seri

    granulosit. Diameter berkisar antara 10-15m. Intinya yang bulat dan besar

    memperlihatkan kromatin halus serta satu atau dua anak inti.

    2) PromielositSel ini agak lebih besar dari mielobas. Intinya bulat atau lonjong, serta anak

    inti yang tak jelas.

    3) MielositPromielosit berpoliferasi dan berdiferensiasi menjadi mielosit. Pada proses

    diferensiasi timbul grnula spesifik, dengan ukuran, bentuk, dan sifat terhadap

    pewarnaan yang memungkinkan seseorang mengenalnya sebagai neutrofil,

  • 5/23/2018 referat anemia aplastik.docx

    5/25

    5

    eosinofil, atau basofil. Diameter berkisar 10m, inti mengadakan cekungan

    dan mulai berbentuk seperti tapal kuda.

    4) MetamielositSetelah mielosit membelah berulang-ulang, sel menjadi lebih kecil kemudian

    berhenti membelah. Sel-sel akhir pembelahan adalah metamielosit.

    Metamielosit mengandung granula khas, intinya berbentuk cekungan. Pada

    akhir tahap ini, metamielosit dikenal sebagai sel batang. Karena sel-sel

    bertambah tua, inti berubah, membentuk lobus khusus dan jumlah lobi

    bervariasi dari 3 sampai 5. Sel dewasa (granulosit bersegmen) masuk

    sinusoid-sinusoid dan mencapai peredaran darah. Pada masing-masing tahap

    mielosit yang tersebut di atas jumlah neutrofil jauh lebih banyak daripada

    eosinofil dan basofil.

    - Leukosit non granuler1) Limfosit

    Sel-sel precursor limfosit adalah limfoblas, yang merupakan sel berukuran

    relatif besar, berbentuk bulat. Intinya besar dan mengandung kromatin yang

    relatif dengan anak inti mencolok. Sitoplasmanya homogen dan basofil.

    Ketika limfoblas mengalami diferensiasi, kromatin intinya menjadi lebih tebal

    dan padat dan granula azurofil terlihat dalam sitoplasma. Ukuran selnya

    berkurang dan diberi nama prolimfosit. Sel-sel tersebut langsung menjadi

    limfosit yang beredar.

    2) MonositMonosit awalnya adalah monoblas berkembang menjadi promonosit. Sel ini

    berkembang menjadi monosit. Monosit meninggalkan darah lalu masuk ke

    jaringan, disitu jangka hidupnya sebagai makrofag mungkin 70 hari

    3. Seri Trombosit (Trombopoesis)Pembentukan Megakariosit dan Keping-keping darah Megakariosit adalah sel

    raksasa (diameter 30-100m atau lebih). Inti berlobi secara kompleks dan

    dihubungkan dengan benang-benang halus dari bahan kromatin. Sitoplasma

    mengandung banyak granula azurofil dan memperlihatkan sifat basofil setempat.

    Megakariosit membentuk tonjolan-tonjolan sitoplasma yang akan dilepas sebagai

    keping-keping darah. Setelah sitoplasma perifer lepas sebagai keping-keping darah,

    megakariosit mengeriput dan intinya hancur. (Nadjwa Zamalek D, 2002 ; Indranila

    KS, 1994).

  • 5/23/2018 referat anemia aplastik.docx

    6/25

    6

    Gambar 1. hematopoeisis

    Perubahan massa sel darah merah menimbulkan 2 keadaan yang berbeda (Price &

    Wilson, 1994). Jika jumlah sel darah merah berkurang maka timbul suatu keadaan yang kita

    kenal dengan anemia. Sebaliknya jika jumlah massa sel darah merah terlalu banyak maka

    akan terjadi polisitemia. Di sini akan diuraikan sedikit tentang anemia, terutama anemia

    aplastik.

    Definisi anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin

    dan volume pada sel darah merah per 100 ml darah (Price dan Wilson, 1994). Dapat

    disimpulkan dari definisinya bahwa anemia merupakan efek dari perubahan patofisiologis,

    yang dapat diamati dari gejala fisik, anamnesa serta pemeriksaan laboratorium. Anemia lebih

    dikenal masyarakat sebagai penyakit kurang darah. Penyakit ini rentan dialami pada semua

    siklus kehidupan (balita, remaja, dewasa, bumil, busui, dan manula). Anemia didefinisikan

    sebagai suatu keadaan dimana rendahnya konsentrasi hemoglobin (Hb) atau hematokrit

    berdasarkan nilai ambang batas (referensi) yang disebabkan oleh rendahnya produksi sel

  • 5/23/2018 referat anemia aplastik.docx

    7/25

    7

    darah merah (eritrosit) dan Hb, meningkatnya kerusakan eritrosit (hemolisis), atau kehilangan

    darah yang berlebihan.

    Tabel 1.1 Nilai Ambang Batas Pemeriksaan Hematokrit dan Hemoglobin

    Kelompok umur/jenis

    kelamin

    Konsentrasi hemoglobin

    (< g/dl)

    Hematokrit

    ( < %)

    6 bulan-5 tahun

    5-11 tahun

    12-13 tahun

    Wanita

    Ibu hamil

    Laki-laki

    11.0

    11.5

    12.0

    12.0

    11.0

    13.0

    33

    34

    36

    36

    33

    39

    Sumber: WHO/UNICEF/UNU, 1997

    ANEMIA APLASTIK

    DEFINISI

    Anemia aplastik merupakan kegagalan hemopoiesis yang relatif jarang ditemukan

    namun berpotensi mengancam jiwa (Widjanarko, 2007).Definisi yang lain menyebutkan juga bahwa Anemia aplastik didefinisikan sebagai

    pansitopenia yang disebabkan oleh aplasia sumsum tulang, dan diklasifikasikan menjadi jenis

    primer dan sekunder (Hoffbrand, 2005)

    Ada pula yang mendukung Anemia aplastik merupakan gangguan hematopoesis yang

    ditandai oleh penurunan produksi eritroid, mieloid dan megakariosit dalam sumsum tulang

    dengan akibat adanya pansitopenia pada darah tepi, serta tidak dijumpai adanya sistem

    keganasan hematopoitik ataupun kanker metastatik yang menekan sumsum tulang (Aghe,2009).

    PREVALENSI

    Ditemukan lebih dari 70 % anak-anak menderita anemia aplastik. Tidak ada

    perbedaan secara bermakna antara laki-laki dan perempuan, namun beberapa penelitian

    nampak insiden pada laki-laki lebih banyak dibanding wanita. Penyakit ini termasuk penyakit

    yang jarang dijumpai dinegara barat dengan insiden 1-3/ 1 juta/tahun. Namun dinegara timur

  • 5/23/2018 referat anemia aplastik.docx

    8/25

    8

    seperti Thailand, negara asia lainnya seperti indonesia, Taiwan dan Cina insidennya lebih

    tinggi. Penelitian pada tahun 1991 diBangkok didapatkan 3.7/1 juta/tahun. ( Aghe,2009 )

    ETIOLOGI

    Sebagian besar anemia aplastik (50-70%) penyebabnya bersifat idiopatik, yaitu

    penyebabnya tidak diketahui dan awalnya spontan. Kesulitan dalam mencari penyebab ini

    karena penyakit ini terjadi secara perlahan-lahan dan karena belum adanya model binatang

    percobaan yang tepat. Penyebab anemia aplastik dapat dibedakan atas penyebab primer dan

    sekunder (Bakta, 2006).

    Secara etiologik penyakit ini dapat dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu:

    1. Faktor kongenital.Anemia aplastik yang diturunkan : sindroma fanconi yang biasanya disertai kelainan

    bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan

    sebagainya.(Aghe, 2009)

    - Anemia Fanconi, adalah kelainan autosomal resesif yang di tandai oleh defek padaDNA repairdan memiliki predisposisi ke arah leukimia dan tumor padat

    (Wijanarko, 2007).

    - Diskeratosis kongenita, adalah sindrom kegagalan sumsum tulang diwariskan yangsecara klasik muncul dengan triad pigmentasi kulit abnormal, distrofi kuku, dan

    leukoplakia mukosa. Diskeratosis kongenita autosomal dominan disebabkan mutasi

    pada gen TERC(yang menyandi komponen RNA telomerase) dan pada akhirnya

    mengganggu aktivitas telomerase dan pemendekan telomer abnormal (Wijanarko,

    2007).

    - Sindrom Shwachman-Diamond, adalah kelainan autosomal resesif yang ditandaidengan disfungsi eksokrin pankreas, disostosis metafiseal, dan kegagalan sumsum

    tulang. Seperti pada anemia Fanconi, penyakit ini memiliki resiko myelodisplasia

    atau leukimia pada usia yang sangat muda (Wijanarko, 2007).

    - Trombositopenia amegakryositik, adalah kelainan yang ditandai dengantrombositopenia berat dan tidak adanya megakryosit pada saat lahir ( Wijanarko,

    2007).

    - Aplasia sel darah merah murni/pure red cell anemia (PRCA), yaitu anemia yangtimbul karena kegagalan murni sistem eritroid tanpa kelainan sistem mieloid atau

    megakaryosit (Bakta, 2006).

  • 5/23/2018 referat anemia aplastik.docx

    9/25

    9

    2. Faktor didapatSebagian anemia aplastik didapat bersifat idiopatik sebagian lanilla dihubungkan dengan:

    bahan kimia:

    1. Hidrokarbon siklik: benzena & trinitrotoluena

    2. Insektisida: chlorade atau DDT

    3. Arsen anorganik (Bakta,2006)

    obat-obatan :

    Banyak obat kemoterapi yang mengsupresi sum-sum sebagai toksisitas utamanya;

    efeknya tergantung dengan dosis dan dapat terjadi pada semua pengguna. Berbeda dengan hal

    tersebut, reaksi idiosinkronasi pada kebanyakan obat dapat menyebabkan anemia aplastik

    tanpa hubungan dengan dosis. Hubungan ini berdasarkan dari laporan kasus dan suatu

    penelitian internasional berskala besar di Eropa pada tahun 1980 secara kuantitatif menilai

    pengaruh obat, terutama analgesic nonsteroid, sulfonamide, obat thyrostatik, beberapa

    psikotropika, penisilamin, allopurinol, dan garam emas. (Aghe, 2009)

    Tidak semua hubungan selalu menyebabkan hubungan kausatif: obat tertentu dapat

    digunakan untuk mengatasi gejala pertama dari kegagalan sum-sum (antibiotic untuk demam

    atau gejala infeksi virus) atau memprovokasi gejala pertama dari penyakit sebelumnya

    (petechiae akibat NSAID yang diberikan pada pasien thrombositopenia). Pada konteks

    penggunaan obat secara total, reaksi idiosinkronasi jarang terjadi walaupun pada beberapa

    orang terjadi dengan sangat buruk. Chloramphenicol, merupakan penyebab utama, namun

    dilaporkan hanya menyebabkan anemia aplasia pada sekitar 1/60.000 pengobatan dan

    kemungkinan angka kejadiannya sebenarnya lebih sedikit dari itu (resiko selalu lebih besar

    ketika berdasar kepada kumpulan kasus kejadiannya; walaupun pengenalan chloramphenicol

    dicurigai menyebabkan epidemic anemia aplasia, penghentian pemakaiannya tidak diikuti

    dengan peningkatan frekuensi kegagalan sum-sum tulang). Perkiraan resiko biasanya lebih

    rendah ketika penelitian berdasarkan populasi ( Harisson, 2008).

    Akibat kehamilan

    Pada kehamilan kadang-kadang ditemikan pansitopenia yang disertai aplasia sumsum

    tulang yang berlangsungnya bersifat sementara. Mungkin ini disebabkan oleh estrogen

    dengan predisposisi genetik, adanya zat penghambat dalam darah atau tidak adanya

    perangsang hematopoiesis. Anemia ini sembuh setelah terminasi kehamilan dan dapat

    kambuh lagi pada kehamilan berikutnya (Wijanarko, 2007).

    infeksi :

  • 5/23/2018 referat anemia aplastik.docx

    10/25

    10

    Hepatitis merupakan infeksi yang paling sering terjadi sebelum terjadinya anemia

    aplasia, dan kegagalan sum-sum paska hepatitis terhitung 5% dari etiologi pada kebanyakan

    kejadian. Pasien biasanya pria muda yang sembuh dari serangan peradangan hati 1 hingga 2

    bulan sebelumnya; pansitopenia biasanya sangat berat. Hepatitis biasanya seronegatif (non-A,

    non-B, non-C, non-G) dan kemungkinan disebabkan oleh virus baru yang tidak terdeteksi.

    Kegagalan hepar fulminan pada anak biasanya terjadi setelah hepatitis seronegatif dan

    kegagalan sum-sum terjadi pada lebih sering pada pasien ini. Anemia aplastik terkadang

    terjadi setelah infeksi mononucleosis, dan virus Eipsten-Barr telah ditemukan pada sum-sum

    pada sebagian pasien, beberapanya tanpa disertai riwayat penyakit sebelumnya. Parvovirus

    B19, penyebab krisis aplastik transient pada anemia hemolitik dan beberapa PRCA (Pure Red

    Cell Anemia), tidak biasanya menyebabkan kegagalan sum-sum tulang yang luas. Penurunan

    hitung darah yang ringan sering terjadi pada perjalanan penyakit beberapa infeksi bakteri dan

    virus namun sembuh kembali setelah infeksi berakhir (Harrison, 2008).

    Radiasi

    Aplasia sumsum tulang merupakan akibat akut yang utama dari radiasi dimana stem

    sel dan progenitor sel rusak. Radiasi dapat merusak DNA dimana jaringan-jaringan dengan

    mitosis yang aktif seperti jaringan hematopoiesis sangat sensitif. Bila stem sel

    hematopoiesis yang terkena maka terjadi anemia aplastik. Radiasi dapat berpengaruh pula

    pada stroma sumsum tulang dan menyebabkan fibrosis (Aghe,2009).

    Efek radiasi terhadap sumsum tulang tergantung dari jenis radiasi, dosis dan luasnya

    paparan sumsum tulang terhadap radiasi. Radiasi berenergi tinggi dapat digunakan sebagai

    terapi dengan dosis tinggi tanpa tanda-tanda kerusakan sumsum tulang asalkan lapangan

    penyinaran tidak mengenai sebagian besar sumsum tulang. Pada pasien yang menerima

    radiasi seluruh tubuh efek radiasi tergantung dari dosis yang diterima. Efek pada sumsum

    tulang akan sedikit pada dosis kurang dari 1 Sv (ekuivalen dengan 1 Gy atau 100 rads untuk

    sinar X). Jumlah sel darah dapat berkurang secara reversibel pada dosis radiasi antara 1 dan

    2,5 Sv (100 dan 250 rads). Kehilangan stem sel yang ireversibel terjadi pada dosis radiasi

    yang lebih tinggi. Bahkan pasien dapat meninggal disebabkan kerusakan sumsum tulang pada

    dosis radiasi 5 sampai 10 Sv kecuali pasien menerima transplantasi sumsum tulang. Paparan

    jangka panjang dosis rendah radiasi eksterna juga dapat menyebabkan anemia aplastik.

    (Solander, 2006)

    KLASIFIKASI

  • 5/23/2018 referat anemia aplastik.docx

    11/25

    11

    Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik didapat diklasifikasikan menjadi

    tidak berat, berat, atau sangat berat (lihat tabel). Resiko morbiditas dan mortalitas lebih

    berkorelasi dengan derajat keparahan sitopenia ketimbang selularitas sumsum tulang. Angka

    kematian setelah 2 tahun dengan perawatan suportif saja untuk pasien anemia aplastik berat

    atau sangat berat sekitar 80%, infeksi jamur dan sepsis bakterial adalah penyebab kematian

    utama. Anemia aplastik tidak berat jarang mengancam jiwa dan sebagian besar tidak

    membutuhkan terapi (Widjanarko, 2007).

    Klasifikasi Anemia Aplastik

    Anemia aplastik umumnya diklasifikasikan sebagai berikut:

    A. Klasifikasi menurut kausa :1. Idiopatik : bila kausanya tidak diketahui; ditemukan pada kira-kira 50% kasus.2. Sekunder : bila kausanya diketahui.3. Konstitusional : adanya kelainan DNA yang dapat diturunkan, misalnya

    anemiaFanconi(solander,2006)

    B. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan atau prognosis (lihat tabel).

    Tabel 1. Klasifikasi anemia aplastik berdasarkan tingkat keparahan.

    Anemia aplastik berat

    Anemia aplastik sangat berat

    Anemia aplastik bukan berat

    Seluraritas sumsum tulang

  • 5/23/2018 referat anemia aplastik.docx

    12/25

    12

    PATOGENESIS

    Walaupun banyak penelitian yang telah dilakukan hingga saat ini, patofisiologi anemia

    aplastik belum diketahui secara tuntas. Ada 3 teori yang dapat menerangkan patofisiologi

    penyakit ini yaitu :

    1. kerusakan sel hematopoitik

    2. kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang

    3. proses imunologik yang menekan hematopoisis (Aghe, 2009)

    Setidaknya ada tiga mekanisme terjadinya anemia aplastik. Anemia aplastik yang

    diturunkan (inherited aplastic anemia), terutama anemia Fanconi disebabkan oleh

    ketidakstabilan DNA. Beberapa bentuk anemia aplastik yang didapatkan (acquired aplastic

    anemia) disebabkan kerusakan langsung stem sel oleh agen toksik, misalnya radiasi.

    Patogenesis dari kebanyakan anemia aplastik yang didapatkan melibatkan reaksi autoimun

    terhadap stem sel.

    Anemia Fanconi barangkali merupakan bentuk inherited anemia aplastik yang paling

    sering karena bentuk inherited yang lain merupakan penyakit yang langka. Kromosom pada

    penderita anemia Fanconi sensitif (mudah sekali) mengalami perubahan DNA akibat obat-

    obat tertentu. Sebagai akibatnya, pasien dengan anemia Fanconi memiliki resiko tinggi terjadi

    aplasia, myelodysplastic sindrom (MDS) dan akut myelogenous leukemia (AML). Kerusakan

    DNA juga mengaktifkan suatu kompleks yang terdiri dari protein Fanconi A, C, G dan F. Hal

    ini menyebabkan perubahan pada protein FANCD2. Protein ini dapat berinteraksi, contohnya

    dengan gen BRCA1 (gen yang terkait dengan kanker payudara). Mekanisme bagaimana

    berkembangnya anemia Fanconi menjadi anemia aplastik dari sensitifitas mutagen dan

    kerusakan DNA masih belum diketahui dengan pasti.

    Kerusakan oleh agen toksik secara langsung terhadap stem sel dapat disebabkan oleh

    paparan radiasi, kemoterapi sitotoksik atau benzene. Agen-agen ini dapat menyebabkan rantai

    DNA putus sehingga menyebabkan inhibisi sintesis DNA dan RNA.

    Kehancuran hematopoiesis stem sel yang dimediasi sistem imun mungkin merupakan

    mekanisme utama patofisiologi anemia aplastik. Walaupun mekanismenya belum diketahui

    benar, tampaknya T limfosit sitotoksik berperan dalam menghambat proliferasi stem sel dan

    mencetuskan kematian stem sel. Pembunuhan langsung terhadap stem sel telah dihipotesa

    terjadi melalui interaksi antara Fas ligand yang terekspresi pada sel T dan Fas (CD95) yang

    ada pada stem sel, yang kemudian terjadi perangsangan kematian sel terprogram (apoptosis).

    Penyebab anemia aplastik sulit ditentukan, terutama karena banyak kemungkinan yang harus

  • 5/23/2018 referat anemia aplastik.docx

    13/25

    13

    disingkirkan. Jika tidak ditemukan penyebab yang pasti maka digolongkan ke dalam

    penyebab idiopatik. Pendapat lain menyatakan bahwa penyebab terbanyak dari kegagalan

    sumsum tulang adalah iatrogenik karena kemoterapi sitostatik atau terapi radiasi. Kerusakan

    yang terjadi pada anemia aplastik terdapat pada sel induk dan ketidakmampuan jaringan

    sumsum tulang untuk memberi kesempatan sel induk untuk tumbuh dan berkembang dengan

    baik. Hal ini berkaitan erat dengan mekanisme yang terjadi seperti toksisitas langsung atau

    defisiensi selsel stromal. Penyimpangan proses imunologis yang terjadi pada anemia aplastik

    berhubungan dengan infeksi virus atau obat-obatan yang digunakan, atau zat-zat kimia.

    Hematopoesis normal yang terjadi di dalam sumsum tulang, merupakan interaksi antara

    progenitor hematopoetik stem cell dengan lingkungan mikro (microenvironment) pada

    sumsum tulang. Lingkungan mikro tersebut mengatur hematopoesis melalui reaksi stimulasi

    oleh faktor pertumbuhan hematopoetik. Sel-sel hematologik imatur dapat terlihat dengan

    pemeriksaan flouresent activate flow citometry, yang dapat mendeteksi sel antigen CD34+

    dan adhsesi protein kurang dari 1% pada sumsum tulang normal.

    Anemia aplastik dapat terjadi secara heterogen melalui beberapa mekanisme yaitu kerusakan

    pada lingkungan mikro, gangguan produksi atau fungsi dan faktor-faktor pertumbuhan

    hematopoetik, dan kerusakan sumsum tulang melalui mekanisme imunologis.

    Limfosit T sitotoksik aktif, memegang peran yang besar dalam kerusakan jaringan sumsum

    tulang melalui pelepasan limfokin seperti interferon- (IFN-) dan tumor necrosis factor

    (TNF-). Peningkatan produksi interleukin-2 mengawali terjadinya ekspansi poliklonal sel

    T.aktivasi reseptor Fas melalui Fas-Ligandmenyebabkan terjadinya apoptosis sel target. Efek

    IFN- melalui interferon regulatory factor 1 (IRF-1), adalah menghambat transkripsi gen dan

    masuk ke dalam siklus sel. IFN- juga menginduksi pembentukan nitric oxide synthase

    (NOS), dan produksi gas toksik nitric oxide (NO) yang mungkin menyebabkan efek

    toksiknya menyebar.

    MANIFESTASI KLINIS

    Anemia aplastik mungkin muncul mendadak atau perlahan-lahan. Hitung jenis darah

    menentukan manifestasi klinis. Anemia menyebabkan fatig, dispnea dan jantung berdebar-

    debar. Trombositopenia menyebabkan mudah memar dan perdarahan mukosa. Neutropenia

    meningkatkan kerentana terhadap infeksi. Pasien juga mungkin mengeluh sakit kepala dan

    demam (Widjanarko,2007).

  • 5/23/2018 referat anemia aplastik.docx

    14/25

    14

    Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang timbul

    adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan menimbulkan anemia

    dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah, dyspnoe deffort, palpitasi cordis,

    takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia

    yang akan menyebabkan penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan

    keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik. Trombositopenia

    tentu dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di organ-

    organ.Pada kebanyakan pasien, gejala awal dari anemia aplastik yang sering dikeluhkan

    adalah anemia atau pendarahan, walaupun demam atau infeksi kadang-kadang juga

    dikeluhkan (Solander,2006).

    Anemia aplastik mungkin asimtomatik dan ditemukan pada pemeriksaan rutin

    Keluhan yang dapat ditemukan sangat bervariasi (Tabel). Pada tabel terlihat bahwa

    pendarahan, lemah badan dan pusing merupakan keluhan yang paling sering dikemukakan.

    (Widjanarko, 2007).

    Pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik pun sangat bervariasi. Pada tabel 5

    terlihat bahwa pucat ditemukan pada semua pasien yang diteliti sedangkan pendarahan

    ditemukan pada lebih dari setengah jumlah pasien. Hepatomegali, yang sebabnya bermacam-

    macam ditemukan pada sebagian kecil pasien sedangkan splenomegali tidak ditemukan pada

    satu kasus pun. Adanya splenomegali dan limfadenopati justru meragukan diagnosis

    (Widjanarko, 2007).

    Keluhan Pasien Anemia Apalastik & Pemeriksaan Fisis pada Pasien Anemia Aplastik

  • 5/23/2018 referat anemia aplastik.docx

    15/25

    15

    PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Pemeriksaan Laboraturium

    a. Pemeriksaan DarahPada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Anemia yang

    terjadi bersifat normokrom normositer, tidak disertai dengan tanda-tanda regenerasi. Adanya

    eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia aplastik.

    Kadang-kadang pula dapat ditemukan makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis

    (Widjanarko, 2007).

    Jumlah granulosit ditemukan rendah. Pemeriksaan hitung jenis sel darah putih

    menunjukkan penurunan jumlah neutrofil dan monosit. Limfositosis relatif terdapat pada

    lebih dari 75% kasus. Jumlah neutrofil kurang dari 500/mm3dan trombosit kurang dari

    20.000/mm3menandakan anemia aplastik berat. Jumlah neutrofil kurang dari

    200/mm3 menandakan anemia aplastik sangat berat.(Solander, 2006)

    Jumlah trombosit berkurang secara kuantitias sedang secara kualitas normal.

    Perubahan kualitatif morfologi yang signifikan dari eritrosit, leukosit atau trombosit bukan

    merupakan gambaran klasik anemia aplastik yang didapat (acquired aplastic anemia). Pada

    beberapa keadaan, pada mulanya hanya produksi satu jenis sel yang berkurang sehingga

    diagnosisnya menjadi red sel aplasia atau amegakariositik trombositopenia. Pada pasien

    seperti ini, lini produksi sel darah lain juga akan berkurang dalam beberapa hari sampai

    beberapa minggu sehingga diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan.(Aghe,2009)

    Jenis Keluhan %

    Jenis Pemeriksaan

    Fisik %

    Pendarahan

    Lemah badan

    Pusing

    Jantung berdebar

    Demam

    Nafsu makan berkurang

    Pucat

    Sesak nafas

    Penglihatan kaburTelinga berdengung

    83

    80

    69

    36

    33

    29

    26

    23

    1913

    Pucat

    Pendarahan

    Kulit

    Gusi

    Retina

    Hidung

    Saluran cerna

    Vagina

    DemamHepatomegali

    Splenomegali

    100

    63

    34

    26

    20

    7

    6

    3

    167

    0

  • 5/23/2018 referat anemia aplastik.docx

    16/25

    16

    Laju endap darah biasanya meningkat. Waktu pendarahan biasanya memanjang dan

    begitu juga dengan waktu pembekuan akibat adanya trombositopenia. Hemoglobin F

    meningkat pada anemia aplastik anak dan mungkin ditemukan pada anemia aplastik

    konstitusional. Plasma darah biasanya mengandung growth factorhematopoiesis, termasuk

    erittropoietin, trombopoietin, dan faktor yang menstimulasi koloni myeloid. Kadar Fe serum

    biasanya meningkat dan klirens Fe memanjang dengan penurunan inkorporasi Fe ke eritrosit

    yang bersirkulasi (Solander,2006).

    b. Pemeriksaan sumsum tulangAspirasi sumsum tulang biasanya mengandung sejumlah spikula dengan daerah yang

    kosong, dipenuhi lemak dan relatif sedikit sel hematopoiesis. Limfosit, sel plasma, makrofag

    dan sel mast mungkin menyolok dan hal ini lebih menunjukkan kekurangan sel-sel yang lain

    daripada menunjukkan peningkatan elemen-elemen ini. Pada kebanyakan kasus gambaran

    partikel yang ditemukan sewaktu aspirasi adalah hiposelular. Pada beberapa keadaan,

    beberapa spikula dapat ditemukan normoseluler atau bahkan hiperseluler, akan tetapi

    megakariosit rendah(Solander,2006).

    Biopsi sumsum tulang dilakukan untuk penilaian selularitas baik secara kualitatif

    maupun kuantitatif. Semua spesimen anemia aplastik ditemukan gambaran hiposelular.

    Aspirasi dapat memberikan kesan hiposelular akibat kesalahan teknis (misalnya terdilusi

    dengan darah perifer), atau dapat terlihat hiperseluler karena area fokal residual

    hematopoiesis sehingga aspirasi sumsum tulang ulangan dan biopsi dianjurkan untuk

    mengklarifikasi diagnosis (Aghe,2009).

    c. Laju endap darahLaju endap darah selalu meningkat. Ditemukan bahwa 62 dari 70 kasus (89%) mempunyai

    laju endap darah lebi dari 100 mm dalam jam pertama(Widjanarko, 2007).

    d. Faal Hemostasiswaktu perdarahan memanjang dan retraksi bekuan buruk disebabkan oleh

    trombositopenia. Faal hemostasis lainnya normal (Widjanarko, 2007).

    e. Pemeriksaan VirologiAdanya kemungkinan anemia aplastik akibat faktor didapat, maka pemeriksaan virologi

    perlu dilakukan untuk menemukan penyebabnya. Evaluasi diagnosis anemia aplastik

    meliputi pemeriksaan virus hepatitis, HIV, provovirus, dan sitomegalovirus

    f. Tes Ham atau Tes Hemolisis SukrosaJenis tes ini perlu dilakukan untuk mengetahui adanya PNH sebagai penyebab terjadinya

    anemia aplastik.

  • 5/23/2018 referat anemia aplastik.docx

    17/25

    17

    Pemeriksaan Radiologik

    Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa

    anemia aplastik. Survei skletelal khusunya berguna untuk sindrom kegagalan sumsum tulang

    yang diturunkan, karena banyak diantaranya memperlihatkan abnormalitas skeletal. Pada

    pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging) memberikan gambaran yang khas yaitu

    ketidak hadiran elemen seluler dan digantikan oleh jaringan lemak (Solander, 2006).

    Nuclear Magnetic Resonance Imaging

    Pemeriksaan ini merupakan cara terbaik untuk mengetahui luasnya perlemakan karena dapat

    membuat pemisahan tegas antara daerah sumsum tulang berlemak dan sumsum tulang

    berseluler (Widjanarko, 2007).

    Radionuclide Bone Marrow Imaging

    Luasnya kelainan sumsum tulang dapat ditentukan olehscanning tubuh setelah disuntik

    dengan koloid radioaktif technetium sulfur yang akan terikat pada makrofag sumsum tulang

    atau iodium clorideyang akan terikat pada transferrin(Widjanarko, 2007).

    DIAGNOSIS BANDING

    Diagnosis banding anemia yaitu dengan setiap kelainan yang ditandai dengan

    pansitopenia perifer. Beberapa penyebab pansitopenia terlihat pada tabel

    Penyebab Pansitopenia

    Kelainan sumsum tulang

    Anemia aplastik

    Myelodisplasia

    Leukemia akut

    Myelofibrosis

    Penyakit Infiltratif: limfoma, myeloma, carcinoma, hairy cell leukemia

    Anemia megaloblastik

    Kelainan bukan sumsum tulang

    Hipersplenisme

    Sistemik lupus eritematosus

    Infeksi: tuberculosis, AIDS, leishmaniasis, brucellosis

  • 5/23/2018 referat anemia aplastik.docx

    18/25

    18

    Kelainan yang paling sering mirip dengan anemia aplastik berat yaitu sindrom

    myelodisplastik dimana kurang lebih 5 sampai 10 persen kasus sindroma myelodisplasia

    tampak hipoplasia sumsum tulang. Beberapa ciri dapat membedakan anemia aplastik dengan

    sindrom myelodisplastik yaitu pada myelodisplasia terdapat morfologi film darah yang

    abnormal (misalnya poikilositosis, granulosit dengan anomali pseudo-Pelger- Het),

    prekursor eritroid sumsum tulang pada myelodisplasia menunjukkan gambaran disformik

    serta sideroblast yang patologis lebih sering ditemukan pada myelodisplasia daripada anemia

    aplastik. Selain itu, prekursor granulosit dapat berkurang atau terlihat granulasi abnormal dan

    megakariosit dapat menunjukkan lobulasi nukleus abnormal (misalnya mikromegakariosit

    unilobuler)(Solander, 2006).

    Kelainan seperti leukemia akut dapat dibedakan dengan anemia aplastik yaitu dengan

    adanya morfologi abnormal atau peningkatan dari sel blast atau dengan adanya sitogenetik

    abnormal pada sel sumsum tulang. Leukemia akut juga biasanya disertai limfadenopati,

    hepatosplenomegali, dan hipertrofi gusi (Aghe, 2009).

    Hairy cell leukemia sering salah diagnosa dengan anemia aplastik. Hairy cell

    leukemia dapat dibedakan dengan anemia aplastik dengan adanya splenomegali dan sel

    limfoid abnormal pada biopsi sumsum tulang (Solander, 2006).

    Pansitopenia dengan normoselular sumsum tulang biasanya disebabkan oleh sistemik

    lupus eritematosus (SLE), infeksi atau hipersplenisme. Selularitas sumsum tulang yang

    normoselular jelas membedakannya dengan anemia aplastik(Harrison, 2008).

    PENATALAKSANAAN

    Anemia berat, pendarahan akibat trombositopenia dan infeksi akibat granulositopenia dan

    monositopenia memerlukan tatalaksana untuk menghilangkan kondisi yang potensial

    mengancam nyawa ini dan untuk memperbaiki keadaan pasien.

    Menejemen awal Anemia Aplastik:

    Menghentikan semua obat-obat atau penggunaan agen kimia yang diduga menjadipenyebab anemia aplastik.

    Anemia : transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang dibutuhkan. Pendarahan hebat akibat trombositopenia : transfusi trombosit sesuai yang dibutuhkan. Tindakan pencegahan terhadap infeksi bila terdapat neutropenia berat. Infeksi : kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas bila organisme spesifik tidak

    dapat diidentifikasi, G-CSF pada kasus yang menakutkan; bila berat badan kurang dan

  • 5/23/2018 referat anemia aplastik.docx

    19/25

    19

    infeksi ada (misalnya oleh bakteri gram negatif dan jamur) pertimbangkan transfusi

    granulosit dari donor yang belum mendapat terapi G-CSF.

    Assessment untuk transplantasi stem sel allogenik : pemeriksaan histocompatibilitaspasien, orang tua dan saudara kandung pasien(Solander,2006)

    a. Pengobatan SuportifBila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit berupapacked red cells

    sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan pasien dengan penyakit

    kardiovaskular.

    Resiko pendarahan meningkat bila trombosis kurang dari 20.000/mm3. Transfusi

    trombosit diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar trombosit dibawah

    20.000/mm3sebagai profilaksis. Pada mulanya diberikan trombosit donor acak. Transfusi

    trombosit konsentrat berulang dapat menyebabkan pembentukan zat anti terhadap

    trombosit donor. Bila terjadi sensitisasi, donor diganti dengan yang cocok HLA-nya

    (orang tua atau saudara kandung). Pemberian transfusi leukosit sebagai profilaksis masih

    kontroversial dan tidak dianjurkan karena efek samping yang lebih parah daripada

    manfaatnya. Masa hidup leukosit yang ditransfusikan sangat pendek.

    b. Terapi ImunosupresifObat-obatan yang termasuk terapi imunosupresif adalah antithymocyte globulin (ATG)

    atau antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A (CSA). ATG atau ALG

    diindikasikan pada15:

    o Anemia aplastik bukan berato Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocoko Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat pengobatan

    tidak terdapat infeksi atau pendarahan atau dengan granulosit lebih dari 200/mm3

    Mekanisme kerja ATG atau ALG belum diketahui dengan pasti dan mungkin

    melalui koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel asal dan stimulasi

    langsung atau tidak langsung terhadap hemopoiesis.1

    Karena merupakan produk biologis, pada terapi ATG dapat terjadi reaksi alergi

    ringan sampai berat sehingga selalu diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid.

    Siklosporin juga diberikan dan proses bekerjanya dengan menghambat aktivasi dan

  • 5/23/2018 referat anemia aplastik.docx

    20/25

    20

    proliferasi preurosir limfosit sitotoksik. Sebuah protokol pemberian ATG dapat dilihat

    pada tabel.

    Metilprednisolon juga dapat digunakan sebagai ganti predinison. Kombinasi ATG,

    siklosporin dan metilprednisolon memberikan angka remisi sebesar 70% pada anemia

    aplastik berat. Kombinasi ATG dan metilprednisolon memiliki angka remisi sebesar

    46%.1

    Pemberian dosis tinggi siklofosfamid juga merupakan bentuk terapi imunosupresif.

    Pernyataan ini didasarkan karena stem sel hematopoiesis memliki kadar aldehid

    dehidrogenase yang tinggi dan relatif resisten terhadap siklofosfamid. Dengan dasar

    tersebut, siklofosfamid dalam hal ini lebih bersifat imunosupresif daripada myelotoksis.

    Namun, peran obat ini sebagai terapi lini pertama tidak jelas sebab toksisitasnya

    mungkin berlebihan yang melebihi dari pada kombinasi ATG dan

    siklosporin.9Pemberian dosis tinggi siklofosfamid sering disarankan untuk

    imunosupresif yang mencegah relaps. Namun, hal ini belum dikonfirmasi. Sampai kini,

    studi-studi dengan siklofosfamid memberikan lama respon leih dari 1 tahun. Sebaliknya,

    75% respon terhadap ATG adalah dalam 3 bulan pertama dan relaps dapat terjadi dalam1 tahun setelah terapi ATG.

  • 5/23/2018 referat anemia aplastik.docx

    21/25

    21

    c. Terapi penyelamatan (Salvage theraphies)Terapi ini antara lain meliputi siklus imunosupresi berulang, pemberian faktor-

    faktor pertumbuhan hematopoietik dan pemberian steroid anabolik.1

    Pasien yang refrakter dengan pengobatan ATG pertama dapat berespon terhadap

    siklus imunosupresi ATG ulangan. Pada sebuah penelitian, pasien yang refrakter ATG

    kuda tercapai dengan siklus kedua ATG kelinci.15

    Pemberian faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik sepertiGranulocyte-Colony

    Stimulating Factor(G-CSF) bermanfaat untuk meningkatkan neutrofil akan tetapi

    neutropenia berat akibat anemia aplastik biasanya refrakter. Peningkatan neutrofil oleh

    stimulating faktor ini juga tidak bertahan lama. Faktor-faktor pertumbuhan

    hematopoietik tidak boleh dipakai sebagai satu-satunya modalitas terapi anemia aplastik.

    Kombinasi G-CSF dengan terapi imunosupresif telah digunakan untuk terapi

    penyelamatan pada kasus-kasus yang refrakter dan pemberiannya yang lama telah

    dikaitkan dengan pemulihan hitung darah pada beberapa pasien.11,15

    Steroid anabolik seperti androgen dapat merangsang produksi eritropoietin dan sel-

    sel induk sumsum tulang. Androgen terbukti bermanfaat untuk anemia aplastk ringan dan

    pada anemia aplastik berat biasanya tidak bermanfaat. Androgen digunakan sebagai

    terapi penyelamatan untuk pasien yang refrakter terapi imunosupresif.

    d. Transplantasi sumsum tulangTransplantasi sumsum tulang merupakan pilihan utama pada pasien anemia

    aplastik berat berusia muda yang memiliki saudara dengan kecocokan HLA. Akan tetapi,

    transplantasi sumsum tulang allogenik tersedia hanya pada sebagan kecil pasien (hanya

    sekitar 30% pasien yang mempunyai saudara dengan kecocokan HLA). Batas usia untuk

    transplantasi sumsum tulang sebagai terapi primer belum dipastikan, namun pasien yang

    berusia 35-35 tahun lebih baik bila mendapatkan terapi imunosupresif karena makin

    meningkatnya umur, makin meningkat pula kejadian dan beratnya reaksi penolakan

    sumsum tulang donor (Graft Versus Host Disesase/GVHD).15Pasien dengan usia > 40

    tahun terbukti memiliki respon yang lebih jelek dibandingkan pasien yang berusia

    muda.9,10

  • 5/23/2018 referat anemia aplastik.docx

    22/25

    22

    Gambar : Kelangsungan hidup pada pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang

    dari donor saudara dengan HLA yang cocok hubungannya dengan umur.10

    Pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang memilikisurvival yang lebih

    baik daripada pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif.10Pasien dengan umur kurang

    dari 50 tahun yang gagal dengan terapi imunosupresif (ATG) maka pemberian transplantasi

    sumsum tulang dapat dipertimbangkan.15Akan tetapisurvivalpasien yang menerima

    transplanasi sumsum tulang namun telah mendapatkan terapi imunosupresif lebih jelek

    daripada pasien yang belum mendapatkan terapi imunosupresif sama sekali.9,10

    Pada pasien yang mendapat terapi imunosupresif sering kali diperlukan transfusi

    selama beberapa bulan. Transfusi komponen darah tersebut sedapat mungkin diambil dari

    donor yang bukan potensial sebagai donor sumsum tulang. Hal ini diperlukan untuk

    mencegah reaksi penolakan cangkokan (graft rejection) karena antibodi yang terbentuk

    akibat tansfusi.15

    Kriteria respon terapi menurut kelompokEuropean Marrow Transplantation (EBMT)

    adalah sebagai berikut:

    - Remisi komplit : bebas transfusi, granulosit sekurang-kurangnya 2000/mm3dantrombosit sekurang-kurangnya 100.000/mm3.

    - Remisi sebagian : tidak tergantung pada transfusi, granulosit dibawah 2000/mm3dantrombosit dibawah 100.000/mm3.

    - Refrakter : tidak ada perbaikan.KOMPLIKASI

    Komplikasi yang paling sering terjadi dari anemia aplastik ini adalah perdarahan dan

    rentan terhadap infeksi. Hal ini disebabkan karena kurangnya kadar trombosit dan kurangnya

    http://1.bp.blogspot.com/-4OMpgcsgP8w/TnF7Ur-ehBI/AAAAAAAAAFU/DVFZvTlOxes/s1600/Slide10.JPG
  • 5/23/2018 referat anemia aplastik.docx

    23/25

    23

    kadar leukosit. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, kadar leukosit dan trombosit ini

    menurun diakibatkan kegagalan sumsum tulang.

    Terapi anemia aplastik juga dapat menyebabkan komplikasi pada penderita anemia

    aplastik ini. Komplikasi yang dimaksud adalah GVHD (Graft-Versus-Host-Disease). Hal ini

    merupakan kegagalan dari terapi transplantasi sumsum tulang. Maksudnya transplantasi

    sumsum tulang merupakan salah satu terapi untuk penderita Anemia Aplastik. Terapi ini

    dapat dilakukan jika si pasien masih muda dan HLA si pendonor cocok dengan si penderita.

    HLA yang cocok biasanya jika berasal dari saudara kandung atau orang tua si penderita.

    GVHD terjadi sebagai bukti bahwa terapi yang dilakukan gagal.

    PROGNOSIS

    Sebelum ditemukan adanya transplantasi sumsum tulang, 25% dari pasien meninggal

    dalam waktu 4 bulan dan 50% meninggal dalam waktu 1 tahun. Pada pasien yang mengalami

    transplantasi sumsum tulang, angka kesembuhannya adalah 70-90%, walaupun 20%-30%

    dari pasien yang melakukan transplantasi sumsum tulang mengalami Graft versus Host

    Disease (GvHD). Pemberian terapi imunosupresif yang intensif memberikan peningkatan

    yang signifikan pada Blood Count pada 78% pasien dalam 1 tahun. Walaupun ada resiko

    36% dari pasien kambuh setelah 2 tahun

  • 5/23/2018 referat anemia aplastik.docx

    24/25

    24

    DAFTAR PUSTAKA

    Salonder H. Maciejewski J. The Pathophysiology of Acquired Aplastic Anemia. Available in

    http://content.nejm.org/cgi/content/fill/336/19/

    Bakta IM. Buku Panduan Hematologi Ringkas. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

    Penyakit Dalam FK UI,2006

    Bakhshi, Sameer, MD. 2009.Aplastic Anemia.http://www.emedicine.com/

    Aghe NS. Aplastic anemia, myelodysplasia, and related bone marrow failure syndromes. In:

    Kasper DL, Fauci AS, et al (eds). Harrisons Principle of Internal Medicine. 16th ed. New

    York: McGraw Hill, 2009:617-25.

    http://www.docstoc.com/docs/159607808/Pathway-Anemia-Aplastik

    http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-mugiyanti0-5260-2-bab2.pdf

    http://d-progis.blogspot.com/

    http://titoxanswer.blogspot.com/2011/12/anemia-aplastik.html

    http://adnesmareta94.blogspot.com/2013/03/anemia-aplastik.html

    http://nerdyna.blogspot.com/2011/09/anemia.html

    http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/viewFile/7897/5980

    http://content.nejm.org/cgi/content/fill/336/19/http://content.nejm.org/cgi/content/fill/336/19/http://www.emedicine.com/http://www.emedicine.com/http://www.emedicine.com/http://www.docstoc.com/docs/159607808/Pathway-Anemia-Aplastikhttp://www.docstoc.com/docs/159607808/Pathway-Anemia-Aplastikhttp://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-mugiyanti0-5260-2-bab2.pdfhttp://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-mugiyanti0-5260-2-bab2.pdfhttp://d-progis.blogspot.com/http://d-progis.blogspot.com/http://titoxanswer.blogspot.com/2011/12/anemia-aplastik.htmlhttp://titoxanswer.blogspot.com/2011/12/anemia-aplastik.htmlhttp://adnesmareta94.blogspot.com/2013/03/anemia-aplastik.htmlhttp://adnesmareta94.blogspot.com/2013/03/anemia-aplastik.htmlhttp://nerdyna.blogspot.com/2011/09/anemia.htmlhttp://nerdyna.blogspot.com/2011/09/anemia.htmlhttp://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/viewFile/7897/5980http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/viewFile/7897/5980http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/viewFile/7897/5980http://nerdyna.blogspot.com/2011/09/anemia.htmlhttp://adnesmareta94.blogspot.com/2013/03/anemia-aplastik.htmlhttp://titoxanswer.blogspot.com/2011/12/anemia-aplastik.htmlhttp://d-progis.blogspot.com/http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-mugiyanti0-5260-2-bab2.pdfhttp://www.docstoc.com/docs/159607808/Pathway-Anemia-Aplastikhttp://www.emedicine.com/http://content.nejm.org/cgi/content/fill/336/19/
  • 5/23/2018 referat anemia aplastik.docx

    25/25

    25

    http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/2/jtptunimus-gdl-s1-2007-erianiradi-97-2-bab2.pdf

    http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/2/jtptunimus-gdl-s1-2007-erianiradi-97-2-bab2.pdfhttp://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/2/jtptunimus-gdl-s1-2007-erianiradi-97-2-bab2.pdfhttp://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/2/jtptunimus-gdl-s1-2007-erianiradi-97-2-bab2.pdf