REFERAT ANAK

18
BAB I PENDAHULUAN I. Latar belakang Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori terutama pneumonia. (Mardjanis, 2010) Terdapat berbagai faktor resiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor resiko tersebut adalah pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri dan asap rokok). (Mardjanis, 2010) Di negara berkembang, pneumonia pada anak terutam disebabkan oleh bakteri. Bakteri yang paling sering menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae,

description

tugas referat

Transcript of REFERAT ANAK

BAB IPENDAHULUAN

I. Latar belakangPneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori terutama pneumonia. (Mardjanis, 2010)Terdapat berbagai faktor resiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor resiko tersebut adalah pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri dan asap rokok). (Mardjanis, 2010)Di negara berkembang, pneumonia pada anak terutam disebabkan oleh bakteri. Bakteri yang paling sering menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza, dan Staphylococcus aureus. Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri-bakteri ini biasanya responsif terhadap pengobatan dengan antibiotik beta laktam. Di lain pihak, terdapat pneumonia yang tidak responsif dengan antibiotik beta laktam dan dikenal sebagai pneumonia atipik. Pneumonia atipik terutama disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae. (Mardjanis, 2010)Berdasarkan tempat terjadinya infeksi, dikenal dua bentuk pneumonia, yaitu: 1) pneumonia masyarakat (community-acquired pneumonia), bila infeksinya terjadi di masyarakat, dan 2) pneumonia-RS atau pneumonia nosokomial (hospital-acquired pneumonia), bila infeksinya didapat di RS. Selain berbeda dalam lokasi tempat terjadinya infeksi, kedua bentuk pneumonia ini juga berbeda dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, penyakit dasar atau penyakit penyerta dan prognosisnya. Pneumonia yang didapat di RS sering merupakan infeksi sekunder pada berbagai penyakit dasar yang sudah ada, sehingga spektrum etiologinya berbeda dengan infeksi yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, gejala klinis, beratnya penyakit, dan komplikasi yang timbul lebih kompleks. Pneumonia yang didapat di RS memerlukan penanganan khusus sesuai dengan penyakit dasarnya.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA1. PengertianPneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru (Mansjoer, 2000). Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan interstisial (AMD, 2008). Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) (Depkes RI, 1996). Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing (FKUI, 1985). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi akut pada bronkus dan disebut broncopneumonia. Dalam pelaksanaan program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA semua bentuk pneumonia (baik pneumonia maupun broncopneumonia ) disebut pneumonia saja (Depkes RI, 1996).Dapat disimpulkan bahwa pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah parenkim paru yang mengenai jaringan paru-paru yang meliputi alveolus dan jaringan interstisial yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.

2. Cara PenularanCara penularan melalui percikan ludah, kontak langsung lewat mulut atau kontak tidak langsung melalui peralatan yang terkontaminasi discharge saluran pernafasan. Biasanya penularan organisme terjadi dari orang ke orang, namun penularan melalui kontak sesaat sering terjadi. Masa inkubasi tidak diketahui dengan pasti, mungkin 1 3 hari (Dinkes Kota Metro, 2006a).

3. Etiologi PneumoniaMenurut Suriadi (2001), pneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, Mycoplasma dan aspirasi benda asing.Pneumonia umumnya disebabkan oleh bakteri. Di negara berkembang yang tersering sebagai penyebab pneumonia pada anak ialah Streptococcus Pneumonia dan Haemophilus Influenza. Bakteri patogen yang dapat menyebabkan pneumonia tergantung pada usia pasien dan status imunitas. Pada kelompok usia pra sekolah, virus masih merupakan penyebab pneumonia yang paling banyak, tetapi bakteri patogen juga mulai sering ditemukan. Bakteri patogen yang paling sering dijumpai adalah Streptococcus Pneumonia. Bakteri lain yang lebih jarang ditemukan antara lain Staphylococcus Aureus, Streptococcus grup A, Moraxella Catarrhalis, dan Neisseria Meningitidis. Pada beberapa penelitian terakhir, Mycoplasma Pneumoniae lebih sering ditemukan pada kelompok usia ini (AMD, 2008). Pada bayi dan anak kecil ditemukan Staphylococcus Aureus sebagai penyebab pneumonia yang berat, serius dan sangat progresif dengan mortalitas tinggi (Mansjoer, 2000).

4. Tanda dan GejalaTanda dan gejala pneumonia menurut Biddulph (1999) : DemamSebagian besar anak dengan pneumonia menjadi demam sebagian lagi suhu tubuhnya tetap normal. BatukSetiap anak dengan batuk harus diperiksa adanya tanda-tanda pneumonia lainnya. Pernafasan cepat dan dangkalAnak bernafas lebih cepat jika mengalami penyakit paru-paru terutama pneumonia. Jumlah pernafasan anak dalam satu menit disebut angka respirasi. Angka respirasi normal anak tergantung dari umurnya. Angka respirasi normal seorang anak kecil kurang dari 40. Jika angka respirasi anak di atas 40 dalam keadaan tenang, ia mungkin terkena pneumonia. Penarikan tulang rusukTulang rusuk bagian bawah pada anak kecil lunak dan dapat membengkak dengan mudah. Sudut diafragma tetap terfiksir disisi dalam tulang rusuk. Jika pneumonianya berat, diafragma akan berkontraksi sangat kuat setiap kali anak menarik nafas. Keadaan ini akan menarik masuk seluruh dada bagian bawah termasuk kulit disela tulang-tulang rusuk. Dada anak seperti diikat tali disekelilingnya setiap kali anak menarik nafas. Mengembangnya cuping hidungSisi samping hidung melebar dan mengembang ketika anak menarik nafas. Ini merupakan usaha anak untuk mendapatkan lebih banyak udara. Nafas mendengkurKetika mengeluarkan nafas, anak mendengkur. Sianosis dan gelisahSianosis dan gelisah (tidak dapat berbaring dengan tenang) merupakan tanda-tanda hipoksia (kekurangan oksigen). Tanda-tanda ini menunjukkan anak menderita pneumonia berat. KrepitasiJika didengarkan dengan stetoskop, anak dengan pneumonia seringkali terdengar suara berderik yang disebut krepitasi. Krepitasi disebabkan oleh adanya cairan dalam alveoli.

5. KlasifikasiMenurut Depkes RI (1996), penentuan klasifikasi penyakit dibedakan atas dua kelompok yaitu : Kelompok umur < 2 bulan klasifikasi dibagi atas :1) Pneumonia beratAdanya nafas cepat yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam (severe chest indrawing).2) Bukan pneumoniaBatuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan kuat dinding dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat. Kelompok umur 2 bulan < 5 tahun klasifikasi dibagi atas :1) Pneumonia beratDiagnosis pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai nafas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam (chest indrawing).2) PneumoniaDiagnosis pneumonia pada balita didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat) sesuai umur, 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai usia kurang dari 1 tahun dan 40 kali per menit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai usia kurang dari 5 tahun.3) Bukan pneumoniaKlasifikasi bukan pneumonia mencakup kelompok penderita balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya penarikan dinding dada ke dalam. Dengan demikian klasifikasi bukan pneumonia mencakup penyakit-penyakit ISPA lain di luar pneumonia seperti: batuk pilek biasa (cammon cold), pharyngitis, tonsilitis, dan otitis.Sedangkan pneumonia pada anak balita menurut Depkes RI (2001) diklasifikasikan menjadi :a. Pneumonia berat dengan tanda-tanda tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, nafas cuping hidung (hidung kembang kempis waktu bernafas), suatu rintihan, sianosis (kulit kebiru-biruan karena kekurangan oksigen yang menunjukkan bahwa anak membutuhkan oksigen).b. Pneumonia, ditentukan dengan menggunakan patokan nafas cepat sesuai dengan umur. Anak usia 2 bulan sampai kurang dari 12 bulan frekuensi nafas 50 kali per menit atau lebih dan anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun frekuensi nafas 40 kali/menit atau lebih. Anak dengan nafas cepat dan tidak disertai tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam diklasifikasikan sebagai pneumonia.c. Bukan pneumonia mencakup kelompok penderita balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tanpa adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Jadi, klasifikasi bukan pneumonia mencakup penyakit-penyakit ISPA lain di luar pneumonia seperti batuk pilek biasa, pharingitis, tonsilitis, maupun otitis.6. DiagnosisDiagnosis pneumonia ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan gejala dan tanda pneumonia disertai pemeriksaan penunjang. Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dan/atau serologi. Karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan; dan bila dapat dilakukan pun kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan, WHO mengajukan pedoman diagnosis dan tatalaksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut pneumonia dibedakan atas : Pneumonia sangat berat, bila ada sianosis sentral dan tidak sanggup minum, harus dirawat di RS dan diberi antibiotik. Pneumonia berat bila ada retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum, harus dirawat di RS dan diberi antibiotik. Bukan pneumonia hanya batuk tanpa tanda dan gejala seperti di atas tidak perlu dirawat, tidak perlu antibiotik (Mansjoer, 2000).Menurut Depkes RI (2001), diagnosa keperawatan dapat ditegakkan berdasarkan pengkajian antara lain :a. Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekresi, keadaan umum (KU) yang lemah dengan tanda-tanda suara abnormal, produksi sekresi banyak, pasien sukar dibangunkan, sesak nafas, pasien tampak sianosis.b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler (efek inflamasi) dan perubahan kapasitas darah membawa oksigen (haemoglobin rendah, demam) dengan tanda-tanda haemoglobin rendah, demam, foto thorax menunjukkan perubahan membran kapiler, sianosis, AGD normal.c. Risiko tinggi penyebaran infeksi meningeal (spesifik) berhubungan dengan penumpukan sekresi dengan tanda-tanda produksi sekresi banyak dan sukar dikeluarkan, riwayat pneumonia/ISPA berulang, gizi buruk.d. Risiko tinggi kekurangan/defisit volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang dengan tanda-tanda memuntahkan semua yang diberikan, letargi, riwayat sulit menelan.7. Pemeriksaan penunjangMenurut Beltz (2002), dapat dilakukan uji laboratorium sebagai pemeriksaan penunjang pneumonia yaitu : Kajian foto toraksDigunakan untuk melihat adanya infeksi paru dan status pulmoner (untuk mengkaji perubahan pada perubahan). Nilai analisis gas darahDigunakan untuk mengevaluasi status kardiopulmoner berhubungan dengan oksigenisasi. Hitung darah lengkap dengan hitung jenisDigunakan untuk menetapkan adanya anemia, infeksi, proses inflamasi. Pewarnaan gram (darah)Digunakan untuk seleksi awal antimikroba. Tes kulit untuk tuberkulinMengesampingkan kemungkinan tuberkulosis jika anak tidak memberikan respon terhadap pengobatan. Jumlah leukositDigunakan untuk mengetahui leukositosis pada pneumonia bakterial. Tes fungsi paruDigunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan luas dan beratnya penyakit dan membantu mendiagnosis keadaan. Biopsi paruSelama torakotomi jaringan paru dieksisi untuk melakukan kajian diagnostik.

8. Faktor RisikoFaktor risiko pneumonia dapat diklasifikasikan menjadi faktor yang meningkatkan morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) pneumonia. Berbagai publikasi melaporkan tentang faktor risiko yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas pneumonia. Jika dibuat daftar, risiko tersebut adalah sebagai berikut : Faktor risiko berdasarkan peningkatan insidens pneumoniaFaktor risiko yang meningkatkan insidens pneumonia yaitu umur dibawah 2 bulan, laki-laki, gizi kurang, berat badan lahir rendah, tidak mendapat ASI memadai, polusi udara, kepadatan tempat tinggal, imunisasi yang tidak memadai,membedonganak(menyelimutiberlebihan)dandefisiensivitaminA Faktor risiko berdasarkan peningkatan angka kematian pneumoniaFaktor risiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia yaitu umur di bawah 2 bulan, tingkat sosio ekonomi rendah, gizi kurang, berat badan lahir rendah, tingkat pendidikan ibu yang rendah, tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah, kepadatan tempat tinggal, imunisasi yang tidak memadai, menderita penyakit kronis, dan defisiensi vitamin A (Depkes RI, 2001). Faktor risiko berdasarkan faktor anakPenelitian di Indramayu oleh Bambang Sutrisna pada tahun 1993 telah berhasil mengindentifikasi beberapa faktor yang mempengaruhi mortalitas dan morbiditas pneumonia pada balita. Faktor risiko terjadinya kematian bayi dan anak balita karena pneumonia dipengaruhi oleh faktor anak, yaitu: anak yang belum pernah diimunisasi campak, anak yang belum pernah menderita campak, anak balita yang tidak memanfaatkan fasilitas kesehatan yang telah disediakan, dan anak yang belum mendapat vitamin A yang disediakan oleh program. Faktor risiko lainnya yaitu aspek kepercayaan setempat dalam praktek pencarian pengobatan yang salah (Depkes RI, 1996).

9. Faktor PredisposisiFaktor-faktor yang dapat meningkatkan kerentanan pada pneumonia yaitu kelainan kongenital, aspirasi benda asing, kelainan fungsi imun yang didapat atau kongenital. Normalnya, aliran udara dari trakea sampai ke alveolus adalah steril. Infeksi virus saluran nafas bagian atas bisa merupakan faktor predisposisi timbulnya pneumonia bakteri pada anak yang bisa timbul dari inhalasi atau melalui aliran darah dengan mekanisme (AMD, 2008) : Infeksi virus meningkatkan sekresi sehingga terjadi aspirasi bakteri ke paru Aktifitas silia menurun mengakibatkan kemampuan pembersihan paru dari bakteri menurun Fagositosis dan kemampuan makrofag untuk mengambil bakteri yang ada di saluran nafas menurun Imunitas menurun

10. PatofisiologiSebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Partikel infeksius difiltrasi di hidung atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di saluran nafas (AMD, 2008). Bila terjadi kondisi defisiensi atau kekurangan vitamin A, maka diantaranya dapat menyebabkan impaired defence di permukaan ephitelial yang disebabkan oleh rusaknya struktur epitel. Selain itu juga terjadi perubahan mucous, diminished sekretasi dari Imunoglobulin (Ig) A dan juga akan diminished fungsi dari neutrophils, makrofagus dan natural killer cells. Kondisi defisiensi juga akan merubah B dan T-cell proliferation and function, khususnya Th2-dependent antibodi-mediated responses (Summary Health, 2006). Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan (Inspired Kids, 2007). Partikel infeksius dapat mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis yang normal akibat virus pada saluran nafas bagian atas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveolar dan juga dengan mekanisme imun sistemik dan humoral (AMD, 2008). Seluruh jaringan paru dipenuhi cairan dan infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah (Inspired Kids, 2007).Virus tersebut dapat menyebar ke saluran nafas bagian bawah dan menyebabkan pneumonia virus. Kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme pertahanan yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran nafas bagian bawah. Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan normal berkolonisasi di saluran nafas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu orang ke orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di alveoli yang diikuti infiltrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat mononuklear pada struktur submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran nafas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis (AMD, 2008)

11. PenatalaksanaanSemua pasien harus di evaluasi terhadap hipoksia, dan oksigen harus diberikan bila terindikasi. Pemberian antibiotik dilakukan secara empiris sesuai dengan pola kuman tersering yaitu Streptococcus Pneumoniae dan Haemophilus Influenzae. Pemberian antibiotik sesuai dengan kelompok umur. Usia Obat teraupetik : 0 1 bulanAmpisilin + Aminoglikosid atau Ampisilin + Sefotaksim. 1 3 bulanAmpisilin + Sefotaksim (pertimbangkan Eritromisin atau Kloritromisin bila dicurigai Pneumonitis Chlamidya). 3bulan 5 tahunSefuroksim, Sefotaksim, atau Seftriakson (pertimbangkan untuk menambah makrolid bila dicurigai Mycoplasma Pneumoniae). Lebih dari 5 tahunMakrolid (pertimbangkan untuk menambah Sefuroksim pada pasien yang sakit berat).Pada dasarnya di samping tindakan suportif, pengobatan antibiotik harus sesuai dengan etiologinya. Streptococcus Pneumoniae, Streptococcus, dan Staphylococcus Aureus umumnya masih sensitif terhadap Penisilin dan derivatnya. Dapat diberikan Penisilin G. i.m 50.000 unit/kg/hari atau Penisilin Prokain i.m 600.000 U/kg/ hari atau ampisilin 100 mg/kgBB/hari. Bila alergi terhadap Penisilin atau kuman resisten terhadap Penisilin diberikan Sefalosporin misalnya Seftriakson 75 100 mg/kgBB/hari. Lama terapi umumnya 7 10 hari pada kasus yang tidak terkomplikasi.Haemophilus Influenzae, Klebsiella, Pseudomonas Aeruginosa umumnya resisten terhadap Ampisilin dan derivatnya, dapat diberikan Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari atau Sefalosporin. Untuk pneumonia karena Mycoplasma Pneumoniae golongan makrolid seperti Eritromisin atau derivatnya merupakan obat pilihan.Pneumonia ringan tidak memerlukan perawatan dan diberikan antibiotik secara oral dengan golongan Penisilin (atau derivatnya) atau Kotrimoksazol. Pada anak lebih besar dari 2 bulan, chest indrawing merupakan tanda adanya pneumonia berat yang perlu di rujuk ke rumah sakit. Pengobatan standar dengan antimikroba untuk pneumonia berat adalah Benzyl Penisilin intra muskuler. Tapi jika anak menderita pneumonia sangat berat (ditandai dengan sianosis dan tidak bisa minum), Kloramfenikol injeksi dan oksigen harus diberikan. Indikasi pemberian Kloramfenikol adalah berdasarkan efektifitas Kloramfenikol terhadap spektrum bakteri yang luas termasuk terhadap Staphylococcus Aureus dan bakteri gram negatif. Efek samping yang serius adalah anemia aplastik dan toksik terhadap organ hemopoetik. Tetapi efek ini jarang dan resiko ini dapat ditolerir jika pemakaian terbatas pada kasus yang sangat berat. Oksigen perlu diberikan karena anak dengan pneumonia sangat berat paru-parunya tidak mampu mentransfer oksigen dari udara ke aliran darah dalam jumlah yang cukup, sehingga kadar oksigen dalam darah menurun ketingkat yang berbahaya (AMD, 2008).

12. KomplikasiKomplikasi pneumonia menurut Suriadi (2001) dapat berupa gangguan pertukaran gas, obstruksi jalan nafas, gagal pernafasan Pleural Effusion (bacterial pneumoniae). Menurut Mansjoer (2000), abses kulit, abses jaringan lunak, otitis media, sinusitis, meningitis purulenta, perikarditis dan epiglotis kadang ditemukan pada infeksi Haemophylus Influenzae. Dengan menggunakan antibiotika, komplikasi pneumonia hampir tidak pernah dijumpai. Komplikasi yang dapat dijumpai antara lain empiema danotitis media akut. Sementara komplikasi lainnya seperti meningitis, perikarditis, osteomielitis, dan peritonitis lebih jarang terjadi (AMD, 2008).

13. PrognosisSebagian besar anak-anak dengan pneumonia virus dapat sembuh sempurna dan tidak mempunyai gejala sisa, walaupun mungkin lebih lama. Anak-anak yang tidak mempunyai penyakit pokok mempunyai prognosis yang baik sekali untuk sembuh sempurna, termasuk pertumbuhan dan perkembangan yang normal, fungsi paru yang normal, dan tidak meningkatnya kerentanan pada infeksi paru (AMD, 2008).

14. Pencegahan infeksi saluran pernafasanMenurut Biddulph (1999) infeksi saluran pernafasan termasuk di dalamnya adalah pneumonia dapat dicegah dengan cara : Lindungi anak dari udara dingin dan basah serta asap rokok. Perbaikan perumahan, kurangi kepadatan penghuni rumah, terutama pengaturan tempat tidur. Perbaiki nutrisi sehingga daya tahan anak secara umum akan meningkatkan terhadap infeksi. Berikan imunisasi dengan antigen tripel untuk melindungi anak terhadap batuk rejan. Anjurkan orang dewasa yang batuk-batuk dengan dahak selama lebih dari 1 bulan untuk diperiksa adanya tuberkulosis.