Refarat GBS.doc

21
DISIPLIN ILMU NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA REFERAT 17 NOVEMBER 2015 SINDROM GUILLAIN-BARRE (Guillain-Barre Syndrom) Oleh : Muhammad Husrang 110 2011 0111 Pembimbing Dr. dr. Susi Aulina, Sp.S(K) DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN

Transcript of Refarat GBS.doc

Page 1: Refarat GBS.doc

DISIPLIN ILMU NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

REFERAT

17 NOVEMBER 2015

SINDROM GUILLAIN-BARRE

(Guillain-Barre Syndrom)

Oleh :

Muhammad Husrang

110 2011 0111

Pembimbing

Dr. dr. Susi Aulina, Sp.S(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2015

Page 2: Refarat GBS.doc

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Muhammad Husrang

NIM : 110 211 0111

Judul Referat : SINDROM GUILLAIN-BARRE (Guillain-Barre Syndrom)

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Neurologi

Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia

Makassar, 17 NOVEMBER 2015

Mengetahui,

Pembimbing

Dr. dr. Susi Aulina, Sp.S(K)

Page 3: Refarat GBS.doc

BAB I

PENDAHULUAN

Sindroma Guillain Barre (SGB) merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai

adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana

targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis. 1

Pada Sindrom ini sering dijumpai adanya kelemahan yang cepat atau bisa terjadi

paralysis dari tungkai atas, tungkai bawah, otot-otot pernafasan dan wajah. Sindrom ini dapat

terjadi pada segala umur dan tidak bersifat herediter dan dikenal sebagai Landry’s Paralisis

ascending. Pertama dideskripsikan oleh Landry, 1859 menyebutnya sebagai suatu penyakit

akut, ascending dan paralysis motorik dengan gagal napas.1

Penyakit ini terdapat di seluruh dunia pada setiap musim, menyerang semua umur.

Insidensi SGB bervariasi antara 1 sampai 4 kasus per 100.000 orang pertahun. SGB sering

sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik.2 Insidensi kasus SGB yang berkaitan

dengan infeksi ini sekitar antara 60% - 70%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala

neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal. Kelainan

ini juga dapat menyebabkan kematian, pada 3 % pasien, yang disebabkan oleh gagal napas

dan aritmia. Gejala yang terjadinya biasanya hilang 3 minggu setelah gejala pertama kali

timbul. Sekitar 30 % penderita memiliki gejala sisa kelemahan setelah 3 tahun. Tiga persen

pasien dengan SGB dapat mengalami relaps yang lebih ringan beberapa tahun setelah onset

pertama. Bila terjadi kekambuhan atau tidak ada perbaikan pada akhir minggu IV maka

termasuk Chronic Inflammantory Demyelinating Polyradiculoneuropathy (CIDP). Sampai

saat ini belum ada terapi spesifik untuk SGB. Pengobatan secara simtomatis dan perawatan

yang baik dapat memperbaiki prognosisnya.1

Risiko terberat dari GBS dapat mengancam jiwa karena menyebabkan kelumpuhan

otot pernapasan sehingga penderita harus menggunakan ventilator, terkena infeksi paru dan

sepsis akibat imobilisasi lama. Pada periode 2010-2011, data jumlah penderita GBS di

RSCM Jakarta sebanyak 48 kasus dari berbagai varian.3

Page 4: Refarat GBS.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SEJARAH

Pada tahun 1859, seorang neurolog Perancis, Jean-Baptiste Landry pertama kali

menulis tentang penyakit ini, sedangkan istilah landry ascending paralysis diperkenalkan oleh

Westphal. Osler menyatakan terdapatnya hubungan SGB dengan kejadian infeksi akut. Pada

tahun 1916, Guillain, Barre dan Strohl menjelaskan tentang adanya perubahan khas berupa

peninggian protein cairan serebrospinal (CSS) tanpa disertai peninggian jumlah sel. Keadaan

ini disebut sebagai disosiasi sitoalbuminik. Nama SGB dipopulerkan oleh Draganescu dan

Claudian. Menurut Lambert dan Murder mengatakan bahwa untuk menegakkan diagnosa

SGB selain berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan CSS, juga adanya kelainan pada

pemeriksaan EMG dapat membantu menegakkan diagnosa. Terdapat perlambatan kecepatan

hantar saraf pada EMG.

2.2 DEFINISI

Guillain Barre syndrome ( GBS ) adalah suatu kelainan sistem kekebalan tubuh

manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri dengan karekterisasi

berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang sifatnya progresif. Kelainan ini

kadang kadang juga menyerang saraf sensoris, otonom, maupun susunan saraf pusat. SGB

merupakan Polineuropati akut, bersifat simetris dan ascenden, yang, biasanya terjadi 1 – 3

minggu dan kadang sampai 8 minggu setelah suatu infeksi akut.4

GBS merupakan Polineuropati pasca infeksi yang menyebabkan terjadinya demielinisasi

saraf motorik kadang juga mengenai saraf sensorik.

GBS adalah polineuropati yang menyeluruh, dapat berlangsung akut atau subakut,

mungkin terjadi spontan atau sesudah suatu infeksi

GBS mempunyai banyak sinonim, antara lain :

Polineuritis akut pasca infeksi

Polineuritis akut toksik 

Polineuritis febril

Poliradikulopati,dan

Acute Ascending Paralysis

2.3 EPIDEMIOLOGI

Page 5: Refarat GBS.doc

Sepuluh studi melaporkan kejadian pada anak-anak (0-15tahun), dan menemukan

kejadian tahunan menjadi antara 0,34, dan 1.34/100 000. Kebanyakan penelitian menyelidiki

populasi di Eropa dan Amerika Utara dan melaporkan angka kejadian serupa tahunan , yaitu

antara 0,84 dan 1.91/100, 000. Rata-rata pertahun 1-3/100.000 populasi dan perempuan lebih

sering terkena daripada laki-laki dengan perbandingan rasio perempuan : laki-laki = 1,5 : 1

untuk semua usia. Penurunan insiden selama waktu antara tahun 1980-an dan 1990-an

ditemukan. Sampai dengan70% dari kasus Sindroma Guillain Barre disebabkan oleh infeksi

anteseden. Inflamasi akut demielinasi poliradikuloneuropati (AIDP) adalah bentuk paling

umum di negara-negara barat dan berkontribusi 85% sampai 90% kasus. Kondisi ini terjadi

pada semua golongan usia tak terkecuali bayi. Usia termuda dan tertua dilaporkan

adalah, masing masing 2 bulan dan 95 tahun. Usia rata onset adalah sekitar 40 tahun,

dengan kemungkinan dominasi laki-laki.3, 4, 10

Sindroma Guillain Barre adalah penyebab paling umum dari acute flaccid  paralysis

pada anak - anak. Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN) sering didapatkan di daerah

Jepang dan Cina, terutama pada orang muda. Hal ini terjadi lebih sering selama musim panas,

sporadis AMAN seluruh dunia mempengaruh 10% sampai 20% pasien dengan Sindroma

Guillain Barre .3

2.3 KLASIFIKASI 6

1. Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)

Sering muncul cepat dan mengalami paralisis yang berat dengan perbaikan yang

lambat dan buruk. Seperti tipe AMAN yang berhubungan dengan infeksi saluran cerna C

jejuni. Patologi yang ditemukan adalah degenerasi akson dari serabut saraf sensorik dan

motorik yang berat dengan sedikir demielinisasi.

2. Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN)

Berhubungan dengan infeksi saluran cerna C jejuni dan titer antibody gangliosid

meningkat (seperti, GM1, GD1a, GD1b). Penderita tipe ini memiliki gejala klinis motorik

dan secara klinis khas untuk tipe demielinisasi dengan asending dan paralysis simetris.

AMAN dibedakan dengan hasil studi elektrodiagnostik dimana didapatkan adanya aksonopati

motorik. Pada biopsy menunjukkan degenerasi ‘wallerian like’ tanpa inflamasi limfositik.

Perbaikannya cepat, disabilitas yang dialami penderita selama lebih kurang 1 tahun.

3. Miller Fisher Syndrome

Page 6: Refarat GBS.doc

Variasi dari SGB yang umum dan merupakan 5 % dari semua kasus SGB. Sindroma

ini terdiri dari ataksia, optalmoplegia dan arefleksia. Ataksia terlihat pada gaya jalan dan pada

batang tubuh dan jarang yang meliputi ekstremitas. Motorik biasanya tidak terkena.

Perbaikan sempurna terjadi dalam hitungan minggu atau bulan

4. Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropaty (AIDP)

AIDP gejala neurologinya bersifat akut. Pada sebagian anak, kelainan motoric lebih

dominant dan kelemahan otot lebih berat pada bagian distal

2.5 ETIOLOGI

Frekuensi penyebab GBS sering dihubungkan dengan infeksi oleg Campylobacter jejuni,

bakteri gram negative yang biasa menimbulkan gastroenteritis bacterial dibeberapa Negara

berkembang.7 Selain itu penyakit ini merupakan proses autoimun. Tetapi sekitar setengah dari

seluruh kasus terjadi setelah penyakit infeksi virus atau bakteri seperti dibawah ini :

Infeksi virus : Citomegalovirus (CMV), Ebstein Barr Virus (EBV), enterovirus,

Human Immunodefficiency Virus (HIV).

Infeksi bakteri : Campilobacter Jejuni, Mycoplasma Pneumonie.

Pasca pembedahan dan Vaksinasi.

50% dari seluruh kasus terjadi sekitar 1-3 minggu setelah terjadi penyakit Infeksi

Saluran Pernapasan Atas (ISPA) dan Infeksi Saluran Pencernaan.

2.6 PATOLOGI

Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran pembengkakan saraf tepi.

Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf tepi. Perubahan pertama berupa edema

yang terjadi pada hari ketiga atau keempat, kemudian timbul pembengkakan dan iregularitas

selubung mielin pada hari kelima, terlihat beberapa limfosit pada hari kesembilan dan

makrofag pada hari kesebelas, poliferasi sel schwan pada hari ketigabelas. Perubahan pada

mielin, akson, dan selubung schwan berjalan secara progresif, sehingga pada hari

keenampuluh enam, sebagian radiks dan saraf tepi telah hancur. Kerusakan mielin

disebabkan makrofag yang menembus membran basalis dan melepaskan selubung mielin dari

sel schwan dan akson.4

Page 7: Refarat GBS.doc

Gambar 1 : Saraf normal dan Saraf pada GBS

2.7 PATOGENESIS

Infeksi , baik yang disebabkan oleh bakteri maupun virus, dan antigen lain memasuki

sel Schwann dari saraf dan kemudian mereplikasi diri. Antigen tersebut mengaktivasi sel

limfosit T. Sel limfosit T ini mengaktivasi proses pematangan limfosit B dan memproduksi

autoantibodi spesifik. Ada beberapa teori mengenai pembentukan autoantibodi , yang

pertama adalah virus dan bakteri mengubah susunan sel sel saraf sehingga sistem imun tubuh

mengenalinya sebagai benda asing. Teori yang kedua mengatakan bahwa infeksi tersebut

menyebabkan kemampuan sistem imun untuk mengenali dirinya sendiri berkurang.

Autoantibodi ini yang kemudian menyebabkan destruksi myelin bahkan kadang kadang juga

dapat terjadi destruksi pada axon. 1

Teori lain mengatakan bahwa respon imun yang menyerang myelin disebabkan oleh

karena antigen yang ada memiliki sifat yang sama dengan myelin. Hal ini menyebabkan

terjadinya respon imun terhadap myelin yang di invasi oleh antigen tersebut.

Destruksi pada myelin tersebut menyebabkan sel sel saraf tidak dapat mengirimkan

signal secara efisien, sehingga otot kehilangan kemampuannya untuk merespon perintah dari

otak dan otak menerima lebih sedikit impuls sensoris dari seluruh bagian tubuh. Periode

latent antara proses infeksi dan tanda - tanda neurologi sekitar 1 – 3 minggu.10

Page 8: Refarat GBS.doc

Gambar 2 : Imunopatogenesis Guillain-Barre Syndrome 9

2.8 GEJALA KLINIS

1. Kelemahan

Gambaran klinis yang klasik adalah kelemahan yang umumnya bersifat ascending dan

simetris secara natural. Namun, tidak semua serangan bersifat ascenderen. Gejala awal

biasanya pharestesia, tetapi pada beberapa kasus langsung menunjukkan kelemahan otot.

Anggota tubuh bagian bawah biasanya terkena duluan sebelum tungkai atas. Otot- otot

proksimal mungkin terlibat lebih awal daripada yang lebih distal. Tubuh, bulbar, dan otot

pernapasan dapat terpengaruh juga. Kelemahan otot pernapasan dengan sesak napas mungkin

ditemukan, berkembang secara akut dan berlangsung selama beberapa hari sampai minggu.

Keparahan dapat berkisar dari kelemahan ringan sampai tetraplegia dengan kegagalan

ventilasi.

2. Keterlibatan saraf kranial

Keterlibatan saraf kranial tampak pada 45-75% pasien dengan SGB. Saraf kranial III-

VII dan IX-XII mungkin akan terpengaruh. Keluhan umum mungkin termasuk sebagai

berikut; wajah droop (bisa menampakkan palsy Bell), Diplopias, Dysarthria, Disfagia,

Ophthalmoplegia, serta gangguan pada pupil. Kelemahan wajah dan orofaringeal biasanya

Page 9: Refarat GBS.doc

muncul setelah tubuh dan tungkai yang terkena. Varian Miller-Fisher dari SGB adalah unik

karena subtipe ini dimulai dengan defisit saraf kranial.

3. Perubahan Sensorik

Gejala sensorik biasanya lebih ringan dari gejala motorik yang nampak. Dalam

kebanyakan kasus, kehilangan sensori cenderung minimal dan variabel. Kebanyakan pasien

mengeluh hypestesia, mati rasa, atau perubahan sensorik serupa. Gejala sensorik sering

mendahului kelemahan. Parestesia umumnya dimulai pada jari kaki dan ujung jari, berproses

menuju ke atas tetapi umumnya tidak melebar keluar pergelangan tangan atau pergelangan

kaki. Kehilangan getaran, proprioseptis, sentuhan, dan nyeri distal dapat hadir.

4. Nyeri

Dalam sebuah studi tentang nyeri pada pasien dengan SGB, 89% pasien melaporkan

nyeri yang disebabkan SGB pada beberapa waktu selama perjalanannya. Nyeri paling parah

dapat dirasakan pada daerah bahu, punggung, pantat, dan paha dan dapat terjadi bahkan

dengan sedikit gerakan. Rasa sakit ini sering digambarkan sebagai sakit atau berdenyut.

Gejala dysesthetic diamati ada dalam sekitar 50% dari pasien selama perjalanan penyakit

mereka. Dysesthesias sering digambarkan sebagai rasa terbakar, kesemutan, atau sensasi

shocklike dan sering lebih umum di ekstremitas bawah daripada di ekstremitas atas.

Dysesthesias dapat bertahan tanpa batas waktu pada 5-10%pasien. Sindrom nyeri lainnya

yang biasa dialami oleh sebagian pasien dengan SGB adalah sebagai berikut; Myalgic, nyeri

visceral, dan rasa sakit yang terkait dengan kondisi imobilitas (misalnya, tekanan palsi saraf,

ulkus dekubitus).

5. Perubahan otonom

Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis dan

parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan SGB. Perubahan otonom dapat mencakup

sebagai berikut; Takikardia, Bradikardia, Facial flushing, Hipertensi paroksimal, Hipotensi

ortostatik. Retensi urin karena gangguan sfingter urin, karena paresis lambung dan

dismotilitas usus dapat ditemukan.

6. Pernapasan

Empat puluh persen pasien SGB cenderung memiliki kelemahan pernafasan atau

orofaringeal. Keluhan yang khas yang sering ditemukan adalah sebagai berikut; Dispnea saat

aktivitas, Sesak napas, Kesulitan menelan, Bicara cadel. Kegagalan ventilasi yang

memerlukan dukungan pernapasan biasa terjadi pada hingga sepertiga dari pasien di beberapa

waktu selama perjalanan penyakit mereka.

Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:

Page 10: Refarat GBS.doc

- Protein CSS meningkat setelah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada LP

serial;

- jumlah sel CSS < 10 MN/mm3; Varian ( tidak ada peningkatan protein CSS

setelah 1 minggu gejala dan Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3 ).

Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnose adalah perlambatan konduksi saraf

bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal.

2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG , 10

1. Pemeriksaan LCS

Dari pemeriksaan LCS didapatkan adanya kenaikan kadar protein ( 1 – 1,5 g/dl ) tanpa

diikuti kenaikan jumlah sel. Keadaan ini oleh Guillain (1961) disebut sebagai disosiasi

albumin sitologis. Pemeriksaan cairan cerebrospinal pada 48 jam pertama penyakit tidak

memberikan hasil apapun juga. Kenaikan kadar protein biasanya terjadi pada minggu

pertama atau kedua. Kebanyakan pemeriksaan LCS pada pasien akan menunjukkan

jumlah sel yang kurang dari 10/mm3 (albuminocytologic dissociation).

2. Pemeriksaan EMG

Gambaran EMG pada awal penyakit masih dalam batas normal, kelumpuhan terjadi pada

minggu pertama dan puncaknya pada akhir minggu kedua dan pada akhir minggu ke tiga

mulai menunjukkan adanya perbaikan.

Kriteria diagnostik GBS menurut The National Institute of Neurological and

Communicative Disorders and Stroke ( NINCDS)

Gejala utama

1. Kelemahan yang bersifat progresif pada satu atau lebih ekstremitas dengan atau tanpa

disertai ataxia

2. Arefleksia atau hiporefleksia yang bersifat general

Gejala tambahan

1. Progresivitas dalam waktu sekitar 4 minggu

2. Biasanya simetris

3. Adanya gejala sensoris yang ringan

4. Terkenanya SSP, biasanya berupa kelemahan saraf facialis bilateral

5. Disfungsi saraf otonom

6. Tidak disertai demam

7. Penyembuhan dimulai antara minggu ke 2 sampai ke 4

Page 11: Refarat GBS.doc

Pemeriksaan LCS

1. Peningkatan protein

2. Sel MN < 10 /ul

Pemeriksaan elektrodiagnostik

1. Terlihat adanya perlambatan atau blok pada konduksi impuls saraf

Gejala yang menyingkirkan diagnosis

1. Kelemahan yang sifatnya asimetris

2. Disfungsi vesica urinaria yang sifatnya persisten

3. Sel PMN atau MN di dalam LCS > 50/ul

4. Gejala sensoris yang nyata

2.10 TATA LAKSANA

Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk SGB, pengobatan terutama

secara simptomatis. Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala, mengobati

komplikasi, mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya. Penderita pada

stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus dilakukan observasi tanda-tanda vital.

Penderita dengan gejala berat harus segera di rawat di rumah sakit untuk memdapatkan

bantuan pernafasan, pengobatan dan fisioterapi. Adapun penatalaksanaan yang dapat

dilakukan adalah :, 10

1. Sistem pernapasan

Gagal nafas merupakan penyebab utama kematian pada penderita SGB. Pengobatan

lebih ditujukan pada tindakan suportif dan fisioterapi. Bila perlu dilakukan tindakan

trakeostomi, penggunaan alat Bantu pernapasan (ventilator) bila vital capacity turun dibawah

50%.

2. Fisioterapi

Fisioterapi dada secara teratur untuk mencegah retensi sputum dan kolaps paru.

Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan sendi. Segera setelah

penyembuhan mulai (fase rekonvalesen), maka fisioterapi aktif dimulai untuk melatih dan

meningkatkan kekuatan otot.

3. Imunoterapi

Tujuan pengobatan SGB ini untuk mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat

kesembuhan ditunjukan melalui system imunitas.

Page 12: Refarat GBS.doc

a. Plasma exchange therapy (PE)

Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor

autoantibodi yang beredar. Pemakaian plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang

baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih

sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Waktu yang paling efektif untuk melakukan

PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya gejala. Jumlah plasma yang dikeluarkan per

exchange adalah 40-50 ml/kg dalam waktu 7-10 hari dilakukan empat sampai lima kali

exchange.

b. Imunoglobulin IV

Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat menetralisasi

autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto antibodi tersebut. Pengobatan

dengan gamma globulin intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena

efek samping/komplikasi lebih ringan. Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2 minggu setelah

gejala muncul dengan dosis 0,4 g / kgBB /hari selama 5 hari.

c. Kortikosteroid

Penggunaan kortikosteroid saat sekarang masih kontroversi, karena di beberapa

pasien mempunyai dampak yang positif dalam perbaikan penyakit GBS. Mekanisme

penekanan autoimun atau menurunkan udema pada jaringan penyambung akar saraf dan

mencetuskan perbaikan apapun proses inflamasi yang terjadi. Disamping itu penggunaan

steroid tidak dapat dipantau proses perkembangan perbaikan untuk terapi tersebut.

Kortikosteroid : dexamethasone IV, dosis awal 8-10 mg, selanjutnya 4-5 mg/6 jam selama

masa progresif, diberikan selama 7-14 hari kemudian diturunkan berangsur- angsur.

2.11 DIAGNOSIS BANDING

Poliomielitis

Pada poliomyelitis ditemukan kelumpuhan disertai demam, tidak ditemukan gangguan

sensorik, kelumpuhan yang tidak simetris, dan Cairan cerebrospinal pada fase awal tidak

normal dan didapatkan peningkatan jumlah sel.

Myositis Akut

Pada miositis akut ditemukan kelumpuhan akut biasanya proksimal, didapatkan kenaikan

kadar CK (Creatine Kinase), dan pada Cairan serebrospinal normal.

Myastenia gravis (didapatkan infiltrate pada motor end plate, lelumpuhan tidak bersifat

ascending)

Page 13: Refarat GBS.doc

CIPD (Chronic Inflammatory Demyelinating Polyradical Neuropathy) didapatkan

progresifitas penyakit lebih lama dan lambat. Juga ditemukan adanya kekambuhan

kelumpuhan atau pada akhir minggu keempat tidak ada perbaikan.

2.12 KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal napas, aspirasi makanan atau cairan ke

dalam paru, pneumonia, meningkatkan resiko terjadinya infeksi, trombosis vena dalam,

paralisis permanen pada bagian tubuh tertentu, dan kontraktur pada sendi. 1

2.13 PROGNOSIS

Pada umumnya penderita mempunyai prognosis yang baik, tetapi pada sebagian kecil

penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. Penderita SGB dapat sembuh

sempurna (75-90%) atau sembuh dengan gejala sisa berupa dropfoot atau tremor postural

(25-36%). Penyembuhan dapat memakan waktu beberapa minggu sampai beberapa tahun. 95

% pasien dengan GBS dapat bertahan hidup dengan 75 % diantaranya sembuh total.

Kelemahan ringan atau gejala sisa seperti dropfoot dan postural tremor masih mungkin

terjadi pada sebagian pasien. Kelainan ini juga dapat menyebabkan kematian , pada 5 %

pasien, yang disebabkan oleh gagal napas dan aritmia.2

Page 14: Refarat GBS.doc

BAB III

KESIMPULAN

Guillain Barre syndrome ( GBS ) adalah suatu kelainan sistem kekebalan tubuh

manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri dengankarekterisasi

berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang sifatnyaprogresif. Kelainan ini

kadang kadang juga menyerang saraf sensoris, otonom,maupun susunan saraf pusat. SGB

merupakan Polineuropati akut, bersifat simetris dan ascenden, yang,biasanya terjadi 1 – 3

minggu dan kadang sampai 8 minggu setelah suatu infeksi akut.

Pada Sindrom ini sering dijumpai adanya kelemahan yang cepat atau bisa terjadi

paralysis dari tungkai atas, tungkai bawah, otot-otot pernafasan dan wajah. Sindrom ini dapat

terjadi pada segala umur dan tidak bersifat herediter dan dikenal sebagai Landry’s Paralisis

ascending. Pertama dideskripsikan oleh Landry, 1859 menyebutnya sebagai suatu penyakit

akut, ascending dan paralysis motorik dengan gagal napas.

Gejala klinis SGB berupa kelemahan, gangguan saraf kranial, perubahan sensorik, nyeri,

perubahan otonom, gangguan pernafasan. Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik

untuk SGB, pengobatan terutama secara simptomatis. Tujuan utama penatalaksanaan adalah

mengurangi gejala, mengobati komplikasi, mempercepat penyembuhan dan memperbaiki

prognosisnya. Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus

dilakukan observasi tanda-tanda vital. Penderita dengan gejala berat harus segera di rawat di

rumah sakit untuk memdapatkan bantuan pernafasan, pengobatan dan fisioterapi

Pemeriksaan penunjang untuk Sindroma Guillain-Barre adalah pemeriksaan LCS, EMG

dan MRI. Penyakit ini memiliki prognosis yang baik. Komplikasi yang dapat menyebabkan

kematian adalah gagal nafas dan aritmia.

Page 15: Refarat GBS.doc

DAFTAR PUSTAKA