refarat anak

21
HIPOTIROID KONGENITAL I. Latar Belakang Hipotiroid kongenital adalah kurangnya produksi hormon tiroid pada bayi baru lahir. Hal ini dapat terjadi karena cacat anatomis kelenjar tiroid, kesalahan metabolisme tiroid, atau kekurangan iodium. Hipotiroid kongenital merupakan salah satu penyebab retardasi mental. Hipotiroid kongenital yang tidak diobati sejak dini dapat mengakibatkan retardasi mental yang berat. Hormon tiroid sudah diproduksi dan diperlukan oleh janin sejak usia kehamilan 12 minggu, mempengaruhi metabolisme sel di seluruh tubuh sehingga berperan penting pada pertumbuhan dan perkembangan. Gejala hipotiroid pada bayi baru lahir biasanya tidak terlalu jelas, oleh sebab itu sangat diperlukan skrining hipotiroid pada neonatus. Program skrining memungkinkan bayi mendapatkan terapi dini dan memiliki prognosis yang lebih baik, terutama dalam perkembangan sistem neurologis. Pengobatan secara dini dengan hormon tiroid dapat mencegah terjadinya morbiditas fisik maupun mental. Pemantauan tetap diperlukan untuk mendapatkan hasil pengobatan dan tumbuh kembang anak yang optimal. 1

Transcript of refarat anak

HIPOTIROID KONGENITAL

I. Latar Belakang

Hipotiroid kongenital adalah kurangnya produksi hormon tiroid pada bayi

baru lahir. Hal ini dapat terjadi karena cacat anatomis kelenjar tiroid, kesalahan

metabolisme tiroid, atau kekurangan iodium.

Hipotiroid kongenital merupakan salah satu penyebab retardasi mental.

Hipotiroid kongenital yang tidak diobati sejak dini dapat mengakibatkan retardasi

mental yang berat. Hormon tiroid sudah diproduksi dan diperlukan oleh janin

sejak usia kehamilan 12 minggu, mempengaruhi metabolisme sel di seluruh tubuh

sehingga berperan penting pada pertumbuhan dan perkembangan.

Gejala hipotiroid pada bayi baru lahir biasanya tidak terlalu jelas, oleh

sebab itu sangat diperlukan skrining hipotiroid pada neonatus. Program skrining

memungkinkan bayi mendapatkan terapi dini dan memiliki prognosis yang lebih

baik, terutama dalam perkembangan sistem neurologis.

Pengobatan secara dini dengan hormon tiroid dapat mencegah terjadinya

morbiditas fisik maupun mental. Pemantauan tetap diperlukan untuk mendapatkan

hasil pengobatan dan tumbuh kembang anak yang optimal.

Hipotiroid kongenital yang terlambat diketahui dan diobati, dapat

menyebabkan retardasi mental dan akan berdampak pada kualitas sumber daya

manusia.

II. Definisi

1

Hipotiroid kongenital adalah gangguan pada bayi sejak lahir yang

disebabkan kekurangan hormon tiroid, hilangnya fungsi tiroid akibat kegagalan

perkembangan kelenjar tiroid. Akibatnya kelenjar tiroid tidak menghasilkan

thyroxine (T4) yang cukup sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh

yang dapat menyebabkan timbulnya abnormalitas perkembangan dan fungsi

mental yang terhambat. 4

III. Anatomi dan Fisiologi

Kelenjar tiroid terdiri dari dua lobus jaringan endokrin yang menyatu di

bagian tengah oleh bagian sempit kelenjar, sehingga kelenjar ini tampak seperti

dasi kupu-kupu. Kelenjar ini bahkan terletak di posisi yang tepat untuk

pemasangan dasi kupu-kupu, yaitu berada di atas trakea, tepat di bawah laring.

sel-sel sekretorik utama tiroid tersusun menjadi gelembung-gelembung berongga,

yang masing-masing membentuk unit fungsional yang disebut folikel. Dengan

demikian sel-sel sekretorik ini sering disebut sebagai sel folikel. Pada potongan

mikroskopik, folikel tampak sebagai cincin-cincin sel folikel yang meliputi lumen

bagian dalam yang dipenuhi koloid, suatu bahan yang berfungsi sebagai tempat

penyimpanan untuk hormon tiroid.

Konstituen utama koloid adalah molekul besar dan kompleks yang dikenal

sebagai tiroglobulin, yang didalamnya berisi hormon-hormon tiroid dalam

berbagai tahap pembentukannya. Sel-sel folikel menghasilkan dua hormon yang

mengandung iodium, yang berasal dari asam amino tirosin, yaitu tetraiodotironin

(T4 atau tiroksin) dan triiodotironin (T3). Kedua hormon ini yang secara kolektif

disebut sebagai hormon tiroid, merupakan regulator penting bagi laju metabolisme

basal keseluruhan.

Sintesis hormon tiroid berlangsung di molekul tiroglobulin di dalam

koloid. Tiroglobulin itu sendiri dihasilkan oleh kompleks golgi/ retikulum

endoplasma sel folikel tiroid. Tirosin menyatu ke dalam molekul tiroglobulin

sewaktu molekul besar ini diproduksi. Setelah diproduksi, tiroglobulin yang

2

mengandung tirosin dikeluarkan dari sel folikel ke dalam koloid melaluui

eksositosis. Tiroid menangkap Iodium dari darah dan memindahkannya ke dalam

koloid melalui suatu “pompa Iodium” yang sangat aktif atau “Iodine trapping

mechanism” protein pembawa yang sangat kuat dan memerlukan energi yang

terletak di membran luar sel folikel. Hampir semua Iodium di tubuh dipindahkan

melawan gradien konsentrasinya ke kelenjar tiroid untuk mensintesis hormon

tiroid. Selain untuk sintesis hormon tiroid, Iodium tidak memiliki manfaat lain di

tubuh.

Dalam koloid, Iodium dengan cepat melekat ke sebuah tirosin di dalam

molekul tiroglobulin. Perlekatan sebuah Iodium ke tirosin menghasilkan

monoiodotirosin (MIT). Perlekatan dua Iodium ke tirosin menghasilkan

diiodotirosin (DIT). Kemudian, terjadi proses penggabungan antara molekul-

molekul tirosin beriodium untuk membentuk hormon tiroid. Penggabungan dua

DIT (masing-masing mengandung dua atom iodium) menghasilkan (T4 atau

tiroksin), yaitu bentuk hormon tiroid dengan empat Iodium. Penggabungan satu

MIT (dengan satu iodium) dan satu DIT (dengan dua iodium) menghasilkan

triiodotironin atau T3 (dengan tiga iodium). Penggabungan tidak terjadi antara dua

molekul MIT. Karena reaksi-reaksi ini berlangsung di dalam molekul tiroglobulin,

semua produk tetap melekat ke protein besar tersebut. Hormon-hormon tiroid

tetap disimpan dalam bentuk ini di koloid sampai mereka dipecah dan

disekresikan. Diperkirakan bahwa jumlah hormon tiroid yang secara normal

disimpan di koloid cukup untuk memasok kebutuhan tubuh untuk beberapa bulan.

Pengeluaran hormon-hormon tiroid ke dalam sirkulasi sistemik memerlukan

proses yang agak rumit karena dua alasan. Pertama, sebelum dikeluarkan T4 dan

T3 tetap terikat ke molekul tiroglobulin. Kedua, hormon-hormon ini disimpan di

luar lumen folikel, sebelum dapat memasuki pembuluh darah yang berjalan di

ruang interstisium, mereka harus diangkut menembus sel folikel. Proses sekresi

hormon tiroid pada dasarnya melibatkan pemecahan sepotong koloid oleh sel

folikel, sehingga molekul tiroglobulin terpecah menjadi bagian-bagiannya, dan

pelepasan T4 dan T3 bebas ke dalam darah. Apabila terdapat rangsangan yang

3

sesuai untuk mengeluarakan hormon tiroid, sel-sel folikel memasukkkan sebagian

dari kompleks hormon-tiroglobulin dengan memfagositosis sekeping koloid.

Di dalam sel, butir-butir koloid terbungkus membran menyatu dengan

lisosom, yang enzim-enzimnya kemudian memisahkan hormon tiroid yang aktif

secara biologis, T4 dan T3, serta iodotirosin yang nonaktif, MIT dan DIT.

Hormon-hormon tiroid, karena sangat lipofilik, dengan mudah melewati membran

luar sel folikel dan masuk kedalam darah. MIT dan DIT tidak memiliki nilai

endokrin. Sel-sel folikel mengandung suatu enzim yang dengan cepat

mengeluarkan Iodium dari MIT dan DIT, sehingga Iodium yang dibebaskan dapat

didaur ulang untuk sintesis lebih banyak hormon. Enzim yang sangat spesifik ini

akan mengeluarkan Iodium hanya dari MIT dan DIT yang tidak berguna, bukan

dari T4 dan T3.

Sekitar 90 % produk sekretorik yang dikeluarkan dari kelenjar tiroid

adalah dalam bentuk T4, walaupun T3 memiliki aktivitas biologis sekitar empat

kali lebih baik daripada T4. Namun sebagian besar T4 yang disekresikan

kemudian diubah menjadi T3, atau diaktifkan melalui proses pengeluaran satu

Iodium di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari sekresi T4

yang mengalami proses pengeluaran Iodium di jaringan perifer. Dengan demikian

T3 adalah bentuk hormon tiroid yang secara biologis aktif di tingkat sel, walaupun

tiroid lebih banyak mengeluarkan T4.

Setelah dikeluarkan ke dalam darah hormon tiroid yang sangat lipofilik

dengan cepat berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1 % T3 dan

kurang dari 0,1% T4 tetap berada pada bentuk tidak terikat (bebas). Keadaan ini

memang luar biasa mengingat bahwa hanya hormon bebas dari keseluruhan

hormon tiroid memiliki akses ke reseptor sel sasaran dan mampu menimbulkan

suatu efek.

Terdapat tiga protein plasma yang penting dalam pengikatan hormon

tiroid: globulin pengikat tiroksin (TBG) yang secara selektif mengikat hormon

tiroid—55% dari T4 dan 65% dari T3 dalam sirkulasi—walaupun namanya hanya

menyebutkan secara khusus “tiroksin” (T4) albumin yang secara nonselektif

4

mengikat banyak hormon lipofilik, termasuk 10% dari T4 dan 35% dari T3 dan

thyroxine-binding prealbumin yang mengikat sisa 35% T4.

IV. Epidemiologi

Insiden hipotiroid kongenital bervariasi antar negara, umumnya sebesar 1 :

2000 hingga 1 : 4000 kelahiran hidup. Dengan penyebab tersering adalah,

disgenesis tiroid yang mencakup 85% kasus. Insiden hipotiroid kongenital

didiagnosis setelah manifestasi klinis muncul, umumny sebesar 1 : 7000 hingga 1

: 10.000. Dengan skrining terlebih dahulu, dilaporkan sebesar 1 : 3000 hingga 1 :

4000. Lebih sering ditemukan pada anak perempuan daripada laki-laki dengan

perbandingan 2:1. Usia ibu yang tua (>39 tahun) memiliki insiden yang lebih

tinggi 1 : 1328. 1 Insiden hipotiroid di Indonesia diperkirakan jauh lebih tinggi

yaitu sebesar 1:1500 kelahiran hidup.

V. Etiologi dan Patogenesis

Disgenesis Tiroid

Disgenesis tiroid merupakan 85% dari bayi yang terdeteksi hipotiroidisme.

Pada sekitar sepertiga bayi tidak ditemukan adanya sisa jaringan tiroid (aplasia),

sedangkan duapertiga lainnya jaringan tiroid yang tidak sempurna ditemukan pada

lokasi ektopik, dari dasar lidah sampai posisi normalnya di leher.

Kebanyakan bayi dengan hipotiroidisme kongenital pada saat lahir tidak

bergejala walaupun ada agenesis total kelenjar tiroid. Situasi ini dianggap berasal

dari perpindahan transplasenta sejumlah sedang tiroksin ibu (T4) yang

memberikan kadar janin 25-50% normal pada saat lahir. Kadar T4 serum yang

rendah ini dan secara bersamaan kadar TSH meningkat memungkinkan

pendeteksian neonatus dengan hipotiroid.

Defisiensi Iodium

Defisiensi iodium berat menyebabkan sintesis dan sekresi hormon tiroid

menurun, sehingga hipofisis non sekresi mengeluarkan TSH lebih banyak untuk

5

memacu kelenjar tiroid mensintesis dan mensekresi hormon tiroid agar sesuai

dengan kebutuhan. Akibatnya kadar TSH meningkat dan kelenjer tiroid membesar

(stadium kompensasi). Walaupun pada stadium ini terdapat struma difusa dan

peningkatan kadar TSH, tetapi kadar tiroid tetap normal. Bila kompensasi ini

gagal, maka akan terjadi stadium dekompensasi, yaitu terdapatnya struma difusa,

peningktan kadar TSH, dan kadar hormon tiroid rendah. 3

Dishormogenesis Tiroid

Semua hal yang terjadi pada kelenjer tiroid dapat mengganggu atau

menurunkan sintesis hormon tiroid (bahan/ obat goitrogenik, tiroiditis, pasca

tiroidektomi, pasca terapi dengan iodium radioaktif, dan adanya kelainan enzim

didalam jalur sintesis hormon tiroid) disebut dishormogenesis yang

mengakibatkan sekresi hormon tiroid menurun, sehingga terjadi hipotiroid dengan

kadar TSH tinggi, dengan/tanpa struma tergantung pada penyebabnya. 1

IV. Diagnosis

Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan

laboratorium, pemeriksaan radiologis dan skrining.

Anamnesis

Anamnesis yang cermat pada keluarga dapat membantu menegakkan

diagnosis dengan menanyakan apakah ibu berasal dari daerah gondok endemik,

riwayat struma pada ibu, riwayat pengobatan anti tiroid waktu hamil atau tidak,

riwayat struma pada keluarga dan perkembangan anak.

Gejala Klinis

Kebanyakan anak dengan hipotiroid kongenital, gejala klinis pada periode

neonatal sangatlah jarang atau ringan dan tidak spesifik, meskipun terdapat

agenesis kelenjar tiroid komplit.

Berat badan dan panjang lahir adalah normal, tetapi ukuran kepala dapat

sedikit meningkat karena miksedema otak. Ikterus fisiologis yang

6

berkepanjangan, yang disebabkan oleh maturasi glukoronid konjugasi yang

terlambat, mungkin merupakan gejala paling awal. Kesulitan memberi makan,

terutama kelambanan, kurang minat, somnolen, dan serangan tersedak saat

dirawat, sering muncul selama umur bulan pertama. Kesulitan bernapas, sebagian

karena lidah yang besar, termasuk episode apnea, pernapasan berbunyi, dan

hidung tersumbat. Sindrom distres pernapasan yang khas juga dapat terjadi.

Bayang terkena sedikit menangis, banyak tidur, tidak selera makan, dan biasanya

lamban. Mungkin ada konstipasi yang biasanya tidak berespon terhadap

pengobatan. Perut besar dan biasanya ada hernia umbilikalis. Suhu badan

subnormal, sering dibawah 350C, dan kulit terutama tungkai, mungkin dingin dan

burik (mottled). Edema genital dan tungkai mungkin ada. Nadi lambat, bising

jantung, kardiomegali, dan efusi perikardium asimptomatik biasanya ada. Anemia

makrositik sering ada dan refrakter terhadap pengobatan dengan hematinik.

Karena gejala-gejala muncul secara bertahap, diagnosis sering kali terlambat. 1

Manifestasi ini terus berkembang. Retardasi perkembangan fisik dan

mental menjadi lebih besar selama bulan-bulan berikutnya, dan pada usia 3-6

bulan, gambaran klinis berkembang sepenuhnya.

Pertumbuhan anak tersendat, ekstremitas pendek, dan ukuran kepala

normal atau bahkan meningkat. Fontanella anterior dan posterior terbuka lebar.

Pengamatan tanda ini pada saat lahir dapat berperan sebagai pedoman awal untuk

mengenali hipotiroidisme kongenital. Hanya 3% bayi baru lahir normal memiliki

fontanella posterior yang lebih besar dari 0,5cm. Matanya tampak terpisah lebar,

dan jembatan hidung yang lebar terlihat cekung. Fisura palpebra sempit dan

kelopak mata membengkak. Mulut terbuka, dan lidah yang tebal serta lebar

terjulur ke luar. Pertumbuhan gigi terlambat. Leher pendek dan tebal, terdapat

endapan lemak di atas klavikula dan diantara leher dan bahu. Tangan lebar dan

jari pendek. Kulit kering dan bersisik, dan sedikit keringat. Miksedema tampak,

terutama pada kulit kelopak mata, punggung tangan, dan genitalia eksterna.

Karotenemia dapat menyebabkan warna kulit menjadi kuning, tetapi skleranya

tetap putih. Kulit kepala tebal dan rambut kasar, mudah patah dan tipis. Garis

7

rambut menurun jauh ke bagian bawah dahi, yang biasanya tampak mengerut,

terutama ketika bayi menangis. 1,6

Tabel 1. Gejala Hipotiroid Kongenital

Sistem organ Manifestasi Klinis Kulit dan jaringan ikat Kulit dingin, kering dan pucat, rambut kasar, kering

dan rapuh, kuku tebal, lambat tumbuh.

8

Miksedema, carotenemia, Puffy face, makroglosi,

erupsi gigi lambat, hipoplasia enamel.

Kardiovaskuler Bradikardi, efusi perikardial, kardiomegali, tekanan

darah rendah.

Neuromuskuler Lamban (mental dan fisik), gangguan neurologis dan

fisik, refleks tendon lambat, hipotonia, hernia

umbilikalis, retardasi ental, disfungsi serebelum (pada

bayi), tuli.

Pernafasan Efusi pleura, sindrom sleep apnoe (obstruksi saluran

nafas karena lidah besar, hipotoni otot faring),

sindrom distress nafas.

Ginjal dan metabolisme elektrolit Retensi air, edema, hiponatremia, hipokalsemia

Metabolisme karbohidrat,

lemak dan protein Gemuk, intoleransi terhadap dingin, absorbsi glukosa

lambat, hiperlipidemia, sintesis proteolipid dan

protein pada susunan saraf bayi menurun.

Saluran cerna dan hepar Obstpasi (menurunnya gerakan usus), ikterus

berkepanjangan (fungsi konjugasi hepar menurun)

Hematopoetik Anemia karena menurunnya eritropoesis, kemampuan

absorbsi zat besi rendah.

Skelet/somatik Produksi GH dan IGF 1 menurun, menyebabkan

hambatan pertumbuhan, pusat osifikasi sekunder

terhambat, maturitas dan aktifitas sel-sel tulang

menurun.

Reproduksi Pubertas terlambat, pubertas precoks, gangguan haid.

Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan hipotiroid kongenital ditemukan nilai TSH meningkat,

dan T3 serta T4 menurun. Kadar T4 serum rendah, kadar T3 serum dapat normal

dan tidak bermanfaat pada diagnosis. Jika defeknya terutama pada tiroid, kadar

TSH meningkat, sering diatas 100µU/mL. Kadar prolaktin serum meningkat,

9

berkorelasi dengan kadar TSH serum. Kadar Tg serum biasanya rendah pada bayi

dengan disgenesis tiroid atau defek sintesis atau sekresi Tg. Kadar Tg yang tidak

dapat dideteksi biasanya menunjukkan aplasia tiroid. 3

Pemeriksaan Radiologis

Retardasi perkembangan tulang dapat ditunjukkan dengan roentgenographi

saat lahir dan sekitar 60% bayi hipotiroid kongenital menunjukkan kekurangan

hormon tiroid selama kehidupan intrauterine. Contohnya, distal femoral epiphysis,

yang biasanya ada saat lahir, sering tidak ada. Pada pasien yang tidak diobati,

ketidaksesuaian antara umur kronologis dan umur osseus meningkat. Epifisis

sering memiliki beberapa fokus penulangan, deformitas (retak) dari vertebra

thorakalis 12 atau ruas lumbal 1 atau 2 sering ditemukan. 1

Foto tengkorak menunjukkan fontanela besar dan sutura lebar, tulang antar

sutura biasanya ada. Sella tursica sering besar dan bulat, dalam kasus-kasus

langka mungkin ada erosi dan menipis. Keterlambatan pada pembentukan dan

erupsi gigi dapat terjadi. Pembesaran jantung atau efusi perikardial mungkin ada.

Skintigrafi dapat membantu menentukan penyebab pada bayi dengan

hipotiroid bawaan, tetapi pengobatan tidak boleh ditunda karena pemeriksaan ini.

Ultrasonografi tiroid menunjukkan atrofi kelenjar. 5

Elektrokardiogram, untuk mendeteksi komplikasi dari hipotiroid. Seperti,

hasil yang menunjukkan gelombang P dan T voltase rendah dengan amplitudo

kompleks QRS yang berkurang dan menunjukkan fungsi ventrikel kiri jelek dan

efusi perikardial. 6

VI. Penatalaksanaan

Medikamentosa

Prinsip terapi ialah replacement therapy bisa seumur hidup karena tubuh

tidak dapat mencukupi kebutuhan hormon tiroid. Preparat L-tiroksin (Na-L

10

tiroksin) diberikan dengan dosis sesuai. Dosis awal akan diberikan tinggi,

terutama pada usia periode perkembangan otak (usia 0-3 tahun). 6

Dosis tiroksin

Pada umumnya dosis bervariasi tergantung dari berat badan dan

disesuaikan dengan respons masing-masing anak dalam menormalkan kadar T4.

Sebagai pedoman, dosis yang umum digunakan adalah :

0 – 3 bulan 10-15 g/kg/hari

3 – 6 bulan 8-10 g/kg/hari

6 – 12 bulan 6-8 g/kg/hari

1 – 5 tahun 4-6 g/kg/hari

6 -12 tahun 3-5 g/kg/hari

>12 tahun 2-4 g/kg/hari

Monitoring

Untuk menentukan dosis pengobatan yang diberikan, harus dilakukan

pemantauan kemajuan klinis maupun kimiawi secara berkala karena terapi setiap

kasus bersifat individual.

Pemantauan pada pasien dengan hipotiroid kongenital antara lain:

1. Pertumbuhan dan perkembangan

2. Skrining pendengaran saat diagnosis

3. Pemantauan kadar T4 dan TSH:

- Dua minggu setelah inisial terapi dengan L-tiroksin

- Empat minggu setelah inisial terapi dengan L-tiroksin

- Setiap 1-2 bulan selama 6 bulan pertama kehidupan

- Setiap 3-4 bulan pada usia 6 bulan-3 tahun

- Selanjtnyya setiap usia 6-12 bulan

4. Pemeriksaan bone age setiap tahun

5. Pemantauan uji intelegensi sebelum sekolah. 3,6

Suportif

11

Selain pengobatan hormonal juga diperlukan beberapa pengobatan suportif

lainnya. Anemia berat diobati sesuai dengan protokol anemia berat. Rehabilitasi

atau fisioterapi diperlukan untuk mengatasi retardasi perkembangan motorik yang

sudah terjadi. Penilaian intelegensi dilakukan menjelang usia sekolah untuk

mengetahui jenis sekolah yang dapat diikuti, sekolah biasa atau luar biasa. 6.

Skrining

Di negara maju program skrining hipotiroid kongenital pada neonatus

sudah dilakukan. Sedangkan untuk negara berkembang seperti Indonesia masih

menjadi kebijakan nasional. Tujuannya adalah untuk mencegah retardasi mental

akibat hipotirod kongenital.

Skrining dilakukan dengan mengukur kadar TSH neonatus yang dilakukan

pada usia 48 jam- 4 hari. Kadar TSH awal > 50 µU/mL memiliki kemungkinan

sangat besar untuk menderita hipotiroid kongenital permanen, sedangkan kadar

TSH 20-49 µU/mL dikonfirmasi dan periksa ulang sebelum diterapi.

Karena di Indonesia belum ada program skrining nasional, maka diagnosis

banding hipotiroid kongenital harus dipikirkan pada setiap kasus delayed

development. 6

VII. Prognosis

Dengan adanya program skrining neonatus untuk mendeteksi hipotiorid

kongenital, prognosis bayi hipotiroid kongenital lebih baik dari sebelumnya.

Diagnosis awal dan pengobatan adekuat sebelum usia 1-3 bulan memiliki

prognosis yang baik terhadap tumbuh kembang anak, termasuk kecerdasan IQ. 6

PENUTUP

VIII. Kesimpulan

12

Hipotiroid kongenital merupakan gangguan pertumbuhan kelenjar tiroid

secara kongenital. Gejala klinis Hipotiroid kongenital tidak begitu jelas. Diagnosis

Hipotiroid kongenital ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis,

pemeriksaan fisik, laboratorium, dan skrining. Skrining pada hipotiroid kongenital

dilakukan pada minggu pertama bayi lahir, untuk mencegah komplikasi lanjut/

untuk prognosis yang baik terhadap tumbuh kembang bayi

IX. Saran

Perlu deteksi dini kasus hipotiroid kongenital dan pemberian

penatalaksanaan yang tepat demi tercapainya pertumbuhan fisik dan

perkembangan mental yang optimal bagi penderita hipotiroid kongenital

DAFTAR PUSTAKA

1. Maynika V Rastogi, Stephen H LaFranchi. Conginetal hypothyroidsm.

Orphanet Journal of Rare Disease. 2010; 5;17.

13

2. Setila Dalili, dkk. Congenital Hypothyroidism: etiology and growth-

development outcome. Eye Research Center, Amiralmomenin Hospital,

Faculty of Medicine, Guilan University of Medical Science, Rasht, Iran.

2013.

3. Susan R Rose. Update of Newborn Screening and Therapy for Congenital

Hypothyroidism. Pediatrics Official Journal of The American Academy of

Pediatrics. 2007.

4. Elvi Andiani Yusuf, Zulkarnain. Masalah Emosi dan Perilaku pada Anak

Penderita Hipotiroid Kongenital. Fakultas Kedokteran, Universitas

Sumatera Utara. 2006.

5. Murat Tutanc, dkk. Case Report: Pituitary Apoplexy Due to Thyroxine

Therapy in a Patient with Congenital Hypothyroidsm. The Indonesian

Journal of Internal Medicine

6. Chris Tanto, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aescuapius. 2014

14