Reductio ad absurdum

21
1 REDUCTIO AD ABSURDUM Armahedi Mahzar © 2011 Blog 1 Pengantar Salah satu cara untuk membuktikan suatu pernyataan adalah dengan menunjukkan bahwa penyangkalan atau negasi pernyataan tersebut menyebabkan suatu pertentangan alias kontradiksi. Cara pembuktian seperti ini dalam tradisi logika abad pertengahan disebut sebagai "reductio ad absurdum" Saya sudah lama mengetahui teknik pembuktian seperti itu karena anak SMP di zaman dulu diajari ilmu ukur dan Euklides lah yang membangun ilmu ukur secara aksiomatik dan dia kata http://mathworld.wolfram.com/ReductioadAbsurdum.html sangatlah mencintai metoda reductio ad absurdum ini. Tentu saja waktu itu saya tak mengetahui nama Latin dari metoda tersebut. Belakangan saya mengenal metoda itu dari pembuktian tentang adanya Tuhan menurut St. Anselmus di abad XII, jika Tuhan didefinisikan sebagai Yang Maha Sempurna. Kalau Tuhan tidak ada maka berarti Dia tidak memiliki ada yang berarti tidak Maha Sempurna dan ini adalah suatu kontradiksi: Yang Maha Sempurna itu tidak sempurna. Jadi Tuhan itu wajib adanya. Nah, ketika saya belajar logika modern yaitu logika Boole saya sudah lupa akan metoda

description

Sebuah prinsip kuno pra-aristoteles yang ternyat merupakan satu-satunya aksioma yang dibutuhkan untuk membangun aljabar logik Boole.

Transcript of Reductio ad absurdum

Page 1: Reductio ad absurdum

1

REDUCTIO AD ABSURDUM Armahedi Mahzar © 2011

Blog 1 Pengantar Salah satu cara untuk membuktikan suatu pernyataan adalah dengan menunjukkan bahwa penyangkalan atau negasi pernyataan tersebut menyebabkan suatu pertentangan alias kontradiksi. Cara pembuktian seperti ini dalam tradisi logika abad pertengahan disebut sebagai "reductio ad absurdum"

Saya sudah lama mengetahui teknik pembuktian seperti itu karena anak SMP di zaman

dulu diajari ilmu ukur dan Euklides lah yang membangun ilmu ukur secara aksiomatik dan dia kata http://mathworld.wolfram.com/ReductioadAbsurdum.html sangatlah mencintai metoda reductio ad absurdum ini.

Tentu saja waktu itu saya tak mengetahui nama Latin dari metoda tersebut. Belakangan saya mengenal metoda itu dari pembuktian tentang adanya Tuhan menurut St. Anselmus

di abad XII, jika Tuhan didefinisikan sebagai Yang Maha Sempurna. Kalau Tuhan tidak ada maka berarti Dia tidak memiliki ada yang berarti tidak Maha Sempurna dan ini adalah suatu kontradiksi: Yang Maha Sempurna itu tidak sempurna. Jadi Tuhan itu wajib adanya.

Nah, ketika saya belajar logika modern yaitu logika Boole saya sudah lupa akan metoda

Page 2: Reductio ad absurdum

2

itu, dan saya jatuh cinta pada logika Boole karena sifatnya yang simetris Dualitas. Bagi saya inilah keindahan alam cita. Kecintaan akan simetri itu akhirnya menyebabkan saya meneliti simetri partikel elementer untuk tugas akhir S1 dan skripsi S2.

Salah satu prinsip lain selain prinsip simetri adalah prinsip ekonomi dalam satu ilmu. Jika ada dua buah teori, untuk menjelaskan berbagai peristiwa, yang satu lebih sedikit pengertian dasarnya dibanding teori yang lain, maka teori yang pertama disebut lebih ekonomis. Teori yang ekonomis lebih disukai ketimbang teori yang kompleks.

Geometri Euklides adalah sebuah sistem matematika yang ekonomis. Semua hubungan geometris yang benar dapat dibuktikan secara logis sebagai konsekuensi dari hanya lima buah pernyataan intuitif yang disebut aksioma. Sistem aksioma Euklides adalah model

bagi matematika lainnya. Misalnya, Giuseppe Peano (1858-1932), matematikawan Itali, membuat sembilan buah aksioma bagi membuktikan semua pernyatan-pernyataan ilmu hitung.

Dalam rangkaian artikel berikut ini saya akan menceritakan jalan bahwa upaya mengaksiomakan aljabar logika yang ditemukan oleh Boole yang ternyata berujung pada sebuah sistem aksiomatika paling ekonomis yang hanya memiliki sebuah satu operasi tunggal dan satu aksioma tunggal yang bisa diinterpretasikan sebagai reductio ad absurdum.

Page 3: Reductio ad absurdum

3

Blog 2 : Mengaljabarkan Logika

Semenjak ilmu Logika ditemukan oleh Aristoteles ilmu tersebut dapat dikatakan sebagai bagian dari ilmu sastra karena kita harus menggunakan kata-kata dalam memaparkannya. Namun karena sulitnya, orangpun menciptakan berbagai macam simbol untuk menyingkat hukum-hukum itu, namun masih saja tetap sulit.

Filsuf Gottfried Wilhelm Leibniz di abad ke-17 masehi memimpikan logika sebagai cabang matematika, tetapi tak dapat menemukannya. Baru di abad XIX,

George Boole (1815-1864) matematikawan Inggris menemukan Aljabar Logika. Dalam logika pernyataan-pernyataan yang BENAR dan SALAH digabungkan dengan operasi ATAU dan DAN. Untuk mematematikkan logika maka dia melambangkan BENAR dengan 1 dan SALAH dengan 0.

Boole melihat bahwa penggabungan DAN itu mirip dengan perkalian x. Soalnya pernyataan BENAR hanya menjadi BENAR hanya jika digabungkan melalui DAN dengan pernyataan lain yang BENAR, lain dari pada itu hasilnya adalah SALAH. Hal ini mirip dengan fakta ilmu hitung dimana 1 hanya menjadi 1 jika di kalikan dengan 1, lain dari pada itu hasilnya adalah 0. Dalam simbol ilmu hitung, ini berarti 1 x 1 = 1 dan 1 x 0 = 0 X 1 = 0 X 0 = 0. Mirip kan?

Page 4: Reductio ad absurdum

4

Namun, William Stanley Jevons (1835 –1882), filsuf Inggris, melihat bahwa logika mempunyai hukum aritmetika yang berbeda untuk operasi ATAU inklusif. Soalnya, dua pernyataan menjadi BENAR bila digabungkan melalui ATAU hanya jika salah satu pernyataan itu BENAR, selain dari pada itu hasilnya adalah SALAH. Jika ATAU disimbolkan dengan + maka pernyataan itu berarti 1 + 1 = 1 + 0 = 0 + 1 = 1 dan 0 + 0 = 0. Jadi 1 + 1 bukannya sama dengan 2 seperti dalam ilmu hitung, tetapi sama dengan 0.

Selanjutnya Boole melihat operasi logika TIDAK a mirip dengan operasi ilmu hitung 1 - a. Soalnya 1 - 1 = 0 mirip dengan TIDAK BENAR = SALAH dan 1 - 0 = 1 mirip dengan TIDAK SALAH = BENAR. Dengan demikian dia menemukan sebuah ilmu hitung logika yang hanya mempunyai nilai 1 dan 0 dan mempunyai tiga operasi aritmetika +, X dan -. Di atas aritmetika logika inilah dia membangun aljabar logika di mana terdapat hubungan-hubungan aljabar yang aneh seperti misalnya x x = x + x = x untuk semua harga x.

Pada akhir abad ke-19, Charles Sanders Peirce (1839-1914), matematikawan Amerika Serikat, dan Friedrich Ludwig Gottlob Frege

(1848-1925) , matematikawan Jerman, merumuskan aljabar logika dengan simbolisasi dua dimensi atau gambar-gambar. Namun sayangnya, karena rumitnya notasi itu, maka penemuan mereka tidak populer di kalangan matematikawan yang terbiasa dengan untaian satu dimensi simbol-simbol matematik seperti pada ilmu hitung dan aljabar.

Page 5: Reductio ad absurdum

5

Blog 3 : Mengaksiomakan Aljabar Logika

Maka, Bertrand Russel (1872-1972) dan Alfred North Whitehead

(1861-1947) bekerja bersama untuk melinierkan kembali aljabar Frege

dan berupaya membangun seluruh matematika dari hanya enam buah

aksioma logika saja. Walaupun nanti Kurt Godel (1906-1978) membuktikan bahwa ilmu hitung tak mungkin dibangun melalui sistem aksiomatik, keenam aksioma mereka tetap merupakan aksioma yang ekonomis untuk aljabar logika Boolean. Dia cukup menggunakan dua konsep yang primitif, operasi ATAU dan operasi TIDAK, dan enam pernyataan primitif atau aksioma.

Walaupun jumlah aksioma logika hampir sama dengan jumlah aksioma geometri, jumlah itu bukanlah jumlah yang paling ekonomis. Misalnya saja, pada tahun 1913 Henry Maurice Sheffer (1882-1964) berhasil mengurangi jumlah aksioma menjadi empat dengan hanya satu operasi yaitu TIDAN (TIDAK DAN) alias NAND atau TATAU (TIDAK ATAU) alias NOR. Ini berarti bahwa sistem aksioma Sheffer merupakan sebuah penyederhanaan bagi sistem aksioma logika dalam Principia. Namun itu belum cukup sederhana.

Misalnya, Jean George Pierre Nicod , matematikawan Perancis, berhasil mereduksi sistem aljabar logika Sheffer itu menjadi sistem formal dengan hanya menggunakan tiga

Page 6: Reductio ad absurdum

6

buah aksioma saja. Bahkan pada akhirnya dia kemudian dapat mereduksi sistemnya sendiri menjadi sistem logika simbolik berbasis sebuah aksioma tunggal dengan satu simbol saja yaitu NAND alias NOT-AND, di mana x NAND y ditulis sebagai x|y.

Namun sayangnya aksioma tunggal ini sangatlah panjang, melibatkan lima variabel dan sama sekali tidak lah intuitif karena menggunakan operasi NAND.

((a|(b|c))|((e|(e|e))|((d|b)|((a|d)|(a|d))))) Melihat kompleksnya aksioma tunggal itu, maka tentu saja orang akan berusaha menyederhanakannya lebih lanjut.

Misalnya, pada tahun 1931, Jan Lukasiewicz (1878-1956) berhasil mengurangi jumlah variabel dalam rumus Nicod menjadi empat dalam aksioma tunggal

((P|(Q|R))|((S|(S|S))|((S|Q)|((P|S)|(P|S))))) Walaupun lebih sederhana, tetap saja tidak intuitif seperti halnya aksioma-aksioma geometri Euklides. Untuk mengurangi jumlah variabel menjadi tiga, tampaknya, dibutuhkan bantuan komputer seperti yang akan diceritakan nanti pada blog yang kemudian.

Page 7: Reductio ad absurdum

7

Blog 4 : Menyederhanakan Aksioma Aljabar Logika Perjalanan sejarah menunjukkan bahwa setelah aljabar proposisi logika Boole berhasil direduksi menjadi sistem 6 aksioma dan 2 operasi primitif dalam Principia Mathematica, reduksi ini terus berlanjut hingga ditemukannya sistem formal logika Jean Nicod dengan 1 aksioma 1 operasi. Namun sayangnya aksioma Nicod itu sangatlah panjang dan sangat sulit dipahami. Walaupun begitu sejarah juga menunjukkan bahwa ternyata ada jalan-jalan lain untuk menyederhanakan aljabar logika.

Memang, perumusan aksiomatik Russell - Whitehead

dengan notasi linier lebih jelas dari pada sistemnya Frege yang menggunakan notasi 2-dimensi atau planar. Namun sayangnya, kedua penulis Principia Mathematica ini justru mengembalikan simbolisasi linier atau satu dimensi dalam penelitian matematika logika dan mereka pun telah menghilangkan perumusan pernyataan aljabar logika, sebagai persamaan, seperti yang ditemukan oleh Boole, menjadi sebuah rangkaian pernyataan JIKA MAKA.

Walaupun aksioma-aksioma Principia dituliskan dalam rangkaian JIKA MAKA, sebenarnya konsep operasional dasarnya adalah ATAU dan TIDAK. Dimana JIKA a MAKA b atau a->b dirumuskan sebagai TIDAK(a) ATAU b atau a' + b. Itulah sebabnya terjadilah upaya-upaya penyederhanaan dengan menggunakan persamaan-persamaan dengan notasi a + b untuk a ATAU b dan notasi a' untuk TIDAK(a) sebagai aksioma-aksioma.

Misalnya, pada tahun 1933 Edward Vermilye Huntington (1874-1952), matematikawan Amerika, membuat sistem aksiomatik dengan 3 aksioma 2 simbol (+ dan ') sebagai berikut

Page 8: Reductio ad absurdum

8

(Komutativitas) x + y = y + x (Asosiativitas) (x + y) + z = x + (y + z) (Huntington) (x' + y)' + (x' + y')' = x Sistem ini berhasil menurunkan semua identitas logis dalam Aljabar Boole.

Tak lama kemudian muridnya, Herbert Ellis Robbins (1915-2001) mencoba menyederhanakan sistem aksioma Huntington menjadi sistem 3 aksioma berikut

(Komutativitas) x + y = y + x (Asosiativitas) (x + y) + z = x + (y + z) (Robbins) ( (x + y)' + (x + y')')' = x Namun sayang, Robbins tidak bisa membuktikan bahwa aljabar yang dibangun dengan tiga aksioma ini adalah identik dengan aljabar Boole. Bahkan banyak matematikawan telah mencoba membuktikan secara manual bahwa aljabar Robbins identik dengan aljabar Boole, namun semuanya berujung pada kegagalan. Baru pada tahun 1996, sebelum Robbins meninggal dunia, akhirnya dugaannya itu dibuktikan benar oleh William McCune dengan bantuan komputer .

Page 9: Reductio ad absurdum

9

Blog 5 : Mengkomputerkan untuk Menyelesaikan Seorang pakar komputer, Winkler , kemudian pada tahun 1992 menemukan bahwa jika

kita menambahkan pada sistem aksioma Robbins sebuah persyaratan tentang adanya dua elemen aljabar C dan D sehingga (C + D)' = (D)', maka aljabar Robbins identik dengan aljabar Boole. Dia membuktikan pernyataannya itu dengan menggunakan program komputer di lab Argonne.

Pada tahun 1996 William McCune dengan menggunakan sebuah perangkat lunak yang bernama EQP berhasil menemukan eksistensi kedua elemen itu dalam aljabar Robbins setelah menjalankan komputernya selama lebih dari lima hari waktu mesin. Ini berarti tiga aksioma Robbins itu bisa seolah-olah merupakan merupakan basis yang terkecil bagi Aljabar Boole. Namun sebenarnya ada seorang matematikawan, Meredith, menemukan sebuah pasangan aksioma

(Meredith1) (x' + y)' + x = x (Meredith2) (x' + y)' + (z + y) = y + (z + x) sebagai basis terkecil bagi aljabar Boole.

Page 10: Reductio ad absurdum

10

Namun, dengan software Mathematica ciptaannya, Stephen Wolfram menemukan adanya 25 buah rumus yang mungkin digunakan sebagai aksioma tunggal yang hanya melibatkan 3 variabel dan 7 operasi jauh lebih sederhana dari aksioma tunggal Jean Nicod.

Namun McCune, ahli komputer yang berhasil membuktikan bahwa aljabar Robbins identik dengan aljabar Boole, menemukan sebuah aksioma tunggal saja

(McCune 1) (((x+y)'+z)'+(x+(z'+(z+u)')')')' = z

yang terdiri hanya terdiri dari 6 operasi ATAU, 7 operasi TIDAK dan 4 variabel. Ini lebih sederhana dari sistem aksioma Robbins yang menggunakan 9 operasi +, 4 operasi ' dan 3 variabel.

Bahkan dia akhirnya bisa membenarkan dugaan Wolfram itu melalui pembuktiannya secara komputasional dan menunjukkan salah satu dari 25 identitas logis Wolfram adalah sebuah aksioma tunggal lain dengan notasi NAND di mana a NAND b ditulis a|b sebagai berikut

(McCune 1') (x|((y|x)|x))|(y|(z|x)) = y Namun, mengingat sifat simetri dualitas aljabar Boole, a|b dalam aksioma ini dapat dibaca juga sebagai a NOR b atau (a + b)' , sehingga aksioma ini dapat dituliskan sebagai

(McCune 1') ((x+((y+x)'+x)')'+(y+(z+x)')')' = y yang terdiri dari 6 operasi dan 3 variabel. Rumus ini lebih sederhana dari aksioma yang ditemukan McCune terdahulu. Jadi rumus ini merupakan aksioma tersederhana yang ditemukan oleh komputer. Namun, sebagai sebuah aksioma, dia sangatlah sulit untuk diinterpretasikan secara intuitif. Karena itu kita harus mencari jalur non-komputer untuk menyederhanakan hasil komputer ini lebih lanjut seperti yang akan diceritakan dalam blog berikut ini.

Page 11: Reductio ad absurdum

11

Blog 6: Ikhtisar Simplifikasi Logika Rangkaian blog Reductio ad Absurdum mengisahkan kisah pencarian sistem aksioma aljabar logika Boole yang tersederhana: baik oleh manusia semata, maupun dengan bantuan komputer.

Berikut ini adalah ringkasan blog-blog yang telah diposting sebelum ini. Tujuan dari ringkasan ini adalah memetakan perjalanan sejarah manusia untuk mengaksiomakan logika seekonomis mungkin.

Untuk bisa membandingkan berbagai aksioma yang secara signifikan maka saya di sini akan menyeragamkan perumusan aksioma tunggal itu dengan menggunakan simbolisasi Sheffer yang mendefinisikan operasi-operasi aljabar lain dengan satu operasi logika dasar yang menggabungkan TIDAK dengan DAN atau ATAU menjadi TIDAN alias NAND atau TATAU alias NOR yang disimbolkan oleh |.

Merumuskan Aksioma Logika Dalam blog Reductio ad Absurdum bagian 1 dan bagian 2 diceritakan bagaimana logika

yang ditemukan oleh Aristoteles dialjabarkan oleh George Boole dan kemudian aljabar Boole diaksiomakan berujung pada sistem aksioma Principia Mathematica yang merupakan linierisasi sistem simbolisasi planar Gotlobb Frege.

Dalam aksiomatisasi linier logika ini Russel-Whitehead mengambil dua operasi logika, yaitu TIDAK dan ATAU, sebagai operasi fundamental. Akan tetapi dalam perumusan aksioma-aksiomanya, Russel dan Whitehead menggunakan operasi gabungan JIKA x MAKA y yang didefinisikannya sebagai TIDAK(x) ATAU y.

Menyederhanakan Aksioma Logika Dalam blog Reductio ad Absurdum bagian 3 ditunjukkan bagaimana usaha manusia untuk menyederhanakan aljabar Boole. Dimulai dengan Sheffer, matematikawan

Page 12: Reductio ad absurdum

12

Amerika Serikat, yang menyederhanakan aksioma logika Russell -Whitehead, keduanya filsuf Inggris, dalam buku mereka Principia Mathematica.

Lalu matematikawan Perancis, Jean Nicod, pada tahun 1917 menurunkan semua Aksioma Sheffer dari sebuah aksioma tunggal dengan 5 variabel dan 11 operasi.

Tigabelas tahun kemudian, matematikawan Polandia Jan Lukasiewicz pada tahun 1931 menyederhanakan aksioma Nicod menjadi sebuah aksioma yang mengandung 4 variabel dan 11 operasi | atau NOR.

Kebuntuan Usaha Manusia

Dalam blog Reductio ad Absurdum bagian 4 dikisahkan bagaimana manusia mengalami kebuntuan untuk menyederhanakan aljabar Boole dengan hanya menggunakan operasi ATAU dan TIDAK. Pada tahun 1933 Huntington menyederhanakan aksiomatisasi aljabar logika dengan menggunakan dua operasi fundamental yaitu ATAU dan TIDAK dengan tiga aksioma yaitu komutativitas, asosiativitas dan sebuah identitas logika yang kemudian disebut sebagai aksioma Huntington.

Muridnya pada tahun yang sama mengusulkan untuk mengganti aksioma Huntington dengan sebuah aksioma yang lebih sederhana yaitu aksioma Robbins. Namun sayang dia tak bisa membuktikan bahwa sistem aksioma baru itu merupakan basis bagi aljabar logika Boole.

Selama puluhan tahun, berbagai matematikawan dan logikawan berusaha untuk membuktikan kebenaran dugaan Robbins tersebut, namun selalu berujung pada kegagalan. Baru pada tahun 1996 William McCune berhasil membuktikan kebenaran dugaan Robbins itu dengan bantuan komputer.

Komputer Menuntaskan Penyederhanaan Dalam blog Reductio ad Absurdum bagian 5 dikisahkan bagaimana komputer berhasil menuntaskan upaya penyederhanaan aljabar Boole. Misalnya William McCune

Page 13: Reductio ad absurdum

13

pada tahun 2000 dengan bantuan komputer menemukan aksioma tunggal yang jika disingkat, dengan cara menuliskan NOR atau (x+y)' sebagai (x|y), mengandung 4 variabel, 6 operasi | dan 1 operasi '='

Namun berdasarkan daftar hasil komputasi Stephen Wolfram, yang menggunakan program Mathematica ciptaannya, McCune pada tahun 2000, dengan menggunakan program Otten ciptaannya, akhirnya dapat membuktikan identitas Wolfram itu adalah aksioma tunggal, bagi aljabar Boole, yang mengandung 3 variabel, 6 operasi | dan 1 operasi '='. Namun sayang identitas Wolfram bagi saya tidak mempunyai makna yang intuitif.

Kesimpulan sementara Ternyata komputer sangat berguna untuk memecahkan masalah penyederhanaan aksiomatik logika sehingga pada akhirnya menemukan aksioma tersederhana bagi Aljabar Logika Boole.

Kenyataan ini seolah mengatakan pada kita bahwa komputer lebih hebat daripada manusia dalam penyelesaian masalah matematika, bukan hanya yang praktis numerik, tetapi juga yang abstrak teoritis non-numerik. Apakah memang betul demikian?

Blog-blog berikut akan mencoba menunjukkan bahwa kenyataan yang sebenarnya adalah kebalikannya. Aksioma Robbins ternyata akan menjadi aksioma tunggal jika kita merumuskan aljabar Boole dalam bentuk simbolisasi planar. Aksioma ini bahkan lebih sederhana lagi daripada aksioma Wolfram yang ditemukan komputer. Lebih dari itu, aksioma Robbins ini adalah simbolisasi dari sesuatu yang intuitif: reductio ad absurdum.

Page 14: Reductio ad absurdum

14

Blog 7 : Menggambar untuk Menyederhanakan Ini cerita lain penyederhanaan aksiomatisasi aljabar Boole tanpa pakai komputer.

Seorang matematikawan Inggris, George Spencer-Brown , menulis sebuah buku berjudul "Laws of Form".

diterbitkan pada tahun 1969. Dalam buku ini Spencer-Brown telah melakukan langkah revolusioner dalam penulisan simbolisasi matematika.

Pertama-tama dia menggunakan kekosongan (void) atau ketiadaan simbol sebagai simbol. Ketiadaan simbol antara dua variabel menunjukkan adanya sebuah operasi yang menggabungkan kedua variabel itu. Sementara itu kekosongan dalam perumusan suatu fungsi disebutkan sebagai mencerminkan suatu konstanta. Jika ketiadaan sebagai antara adalah ATAU maka konstanta ketiadaan adalah SALAH

Sementara itu dia juga menggunakan sebuah simbol siku yang disebutnya sebagai "PALANG" atau "CROSS". Jika x berada di dalam palang maka bacaannya adalah TIDAK(x).

Seperti halnya kekosongan, PALANG ini mempunyai dua peran: sebagai operasi terhadap variabel yang berada dibawah-kirinya dan sebagai suatu konstanta apabila di kiri bawah PALANG itu kosong.

Ketika membaca buku Brown, tentu saja saya bingung setengah mati. Misalnya ketika dia menuliskan dua aksioma bagi ilmu hitung primernya sebagai berikut:

Page 15: Reductio ad absurdum

15

Dengan notasi piktorial ini dia dapat menyederhanakan penulisan rumus-rumus aljabar logika yang linier menjadi persamaan antara gambar-gambar simbolik yang planar. Dengan notasi planar ini maka hukum asosiasi dan hukum komutasi tidak perlu lagi digambarkan. Untuk memudahkan penulisan kita menggunakan notasi seperti ini (x) untuk "x di dalam PALANG." Dalam notasi baru yang linier ini kita menganggap setiap untaian simbol nilainya tak berubah jika urutannya diacak. Dalam notasi ini kedua aksioma aritmetika dapat dituliskan sebagai

(()) =

()() = ()

Penulisan baru memudahkan kita untuk memahami aritmetika primer. Misalkan kita menafsirkan KOSONG sebagai SALAH, maka () atau (KOSONG) = (SALAH) = TIDAK(SALAH) yang tak lain dari pada BENAR. Dalam pembacaan ini, penjajaran ab dibaca dengan a ATAU b. Dengan demikian kedua aksioma aritmetika ini tak lain dari pada

TIDAK(BENAR) = SALAH

BENAR ATAU BENAR = BENAR

Dengan cara penulisan dan pembacaan ini, maka dengan mudah kita melihat bahwa aksioma pertama dan kedua masing-masingnya adalah isi dari Tabel Kebenaran bagi operasi TIDAK dan ATAU. Isi yang lain dari tabel-tabel logika itu tak perlu dituliskan karena secara visual merupakan identitas. Misalnya TIDAK(SALAH)=BENAR atau SALAH ATAU BENAR = BENAR ATAU SALAH = BENAR dalam notasi baru sama-sam dituliskan sebagi () = (), sedang SALAH ATAU SALAH = SALAH dituliskan dengan sangat sederhana

Page 16: Reductio ad absurdum

16

= Jadi kita tak perlu menghafal 6 buah isi 2 tabel logika, cukup 2 saja yaitu aksioma-aksioma aritmetika primer. Memudahkan bukan?

Itulah sebabnya mengapa Spencer-Brown bisa membangun sebuah sistem aljabar 2-aksioma untuk membangun sebuah aljabar yang identik dengan aljabar logika Boole. Kedua aksioma itu adalah Hukum posisi: ( ( a ) a ) = Hukum Transposisi: ( (a c) (b c) ) = ( (a) (b) ) c Secara logika, hukum posisi tak lain dari hukum kontradiksi dan hukum transposisi tak lain dari hukum distribusi. Dengan demikian, Aljabar Brown adalah penyederhanaan aksiomatik Aljabar Logika Boole. Sebuah prestasi yang patut dipuji, namun ternyata langkah Spencer-Brown hanyalah satu langkah menuju penyederhanaan selanjutnya.

Louis Kauffman , seorang matematikawan dari Amerika Serikat, kemudian menyederhanakan aljabar Brown itu menjadi cukup berbasis pada satu aksioma saja, yaitu aksioma Huntington. Dia melakukannya dengan cara menuliskan aksioma Huntington itu dalam simbolisasi planar berupa gambar-gambar yang disebutnya sebagai Aljabar Kotak .

Dengan cara simbolisasi planar alias notasi gambar ini, seperti halnya Aljabar Brown, Aljabar Kotak dia tidak memerlukan lagi kedua aksioma pertama Huntington tentang komutativitas dan asosiativitas operasi ATAU atau + karena pada bidang tak ada persoalan urutan, yang ada adalah keserempakan.

Setelah terbukti oleh komputer bahwa aksioma Huntington adalah sebuah teorema dalam aljabar Robbins, maka dalam aljabar Boole aksioma Robbins

Page 17: Reductio ad absurdum

17

menjadi satu-satunya aksioma.

Seperti diceritakan terdahulu, sebuah komputer memerlukan waktu selama lima hari mesin untuk membuktikan aljabar Robbins identik dengan Aljabar Boole. Komputer memerlukan 17 dalil pertolongan untuk membuktikan persyaratan Winkler kedua itu dari aksioma Robbins. Sedangkan seorang manusia bernama Louis Kauffman dengan aljabar Kotak hanya memerlukan 14 lemma atau dalil pertolongan.

Bahkan belakangan pada tahun 2003 Allen Mann menemukan cukup 8 buah dalil pertolongan untuk membuktikan kondisi Winkler kedua dan dari sini dibuktikan kondisi Winkler pertama yang pada akhirnya membuktikan identitas Huntington dari aksioma Robbins. Sedangkan Huntington sendiri telah membuktikan bahwa semua aksioma aljabar Boolean dapat diturunkan dari aksioma Huntington berikut aksioma-aksioma komutativitas dan asosiativititas. Karena kedua aksioma terakhir tidak diperlukan lagi dalam simbolisasi planar, maka ini berarti bahwa Aljabar Robbins adalah ekivalen dengan aljabar logika Boole. Dalam notasi ATAU + dan TIDAK ' aksioma Robbins dapat dituliskan sebagai (Robbins) x = ((x+y)’+(x+y’)’ Dalam notasi NOR atau | aksioma Robbins ini dapat ditulis sebagai x = ((x|y)|(x|(y|y))) yang hanya mempunyai 2 variabel, 4 operasi NOR dan 1 operasi = .

Sedangkan aksioma tunggal Wolfram

y = (x|((y|x)|x))|(y|(z|x)) yang mengandung 3 variabel, 6 operasi NOR dan 1 operasi =.

Dengan demikian dapatlah disimpulkan penalaran manusia ternyata lebih unggul ketimbang penalaran komputer, karena menghasilkan sesuatu yang lebih sederhana.

Page 18: Reductio ad absurdum

18

Soalnya, penggunaan simbolisasi planar adalah sebuah lompatan intuitif kreatif yang tak dimiliki oleh komputer.

Pertanyaannya sekarang: adakah makna intuitif dari aksioma Robbins ini? Inilah yang akan dijawab dalam blog berikut ini.

Page 19: Reductio ad absurdum

19

Blog 8 : Memaknai Aksioma Robbins: Reductio Ad Absurdum Dalam blog sebelum ini telah ditunjukan bahwa pandangan manusia yang bersifat planar

berhasil mereduksi seluruh aljabar Boole menjadi aljabar dengan

basis aksioma tunggal Robbins (Robbins) x = ((x+y)’+(x+y’)’ Persoalannya sekarang: apakah makna intuitif dari aksioma Robbins itu? Untuk menjawab pertanyaan itu, marilah kita tuliskan kembali rumus Robbins dalam notasi logika yang lebih luas, di mana disamping ATAU dan TIDAK, kita juga memiliki operasi DAN dan JIKA MAKA.

Dalam notasi gambar dimana A’ dilukiskan sebagai “A dalam kotak” dan A+B dilukiskan sebagai “A di luar B”, maka aksioma Robbins dapat dilukiskan sebagai

yang sangat sederhana karena hanya mengandung 2 variabel dan 3 operasi ATAU dan

Page 20: Reductio ad absurdum

20

4 operasi TIDAK. Aksioma ini jauh lebih sederhana daripada aksioma tunggal Wolfram dalam simbolisasi linier komputer

(Wolfram) ((x+((y+x)'+x)')'+(y+(z+x)')')' = y yang terdiri dari 3 variabel, 6 operasi ATAU dan 7 operasi TIDAK.

Makna aksioma Robbins itu dapat dipahami jika kita mengingat bahwa

A DAN B = TIDAK(TIDAK(A) ATAU TIDAK(B)

dan JIKA A MAKA B = A’ + B

yang dapat dituliskan dalam bentuk rumus simbolis

A & B = (A’ + B’)’

dan

A ->B = A’ + B

Dengan menggunakan rumus-rumus ini, Mengingat A itu sama dengan TIDAK(TIDAK(A)) atau A’’ , maka aksioma Robbins dapat ditulis sebagai berikut

A = ( A’-> B) & ( A’ -> B’) Rumus ini dapat dinyatakan dalam kata-kata sebagai berikut +--------------------------------+ |A BENAR | |jika dan hanya jika | |TIDAK A menimbulkan kontradiksi | |di mana B dan TIDAK B | |sekaligus sama-sama BENAR. | +--------------------------------+ Pernyataan ini adalah apa yang dalam tradisi logika klasik sebagai argumentasi Reductio Ad Absurdum

Akhirnya kini dapatlah disimpulkan bahwa seluruh Aljabar Logika Boole dapat dibangun atas sebuah aksioma tunggal yaitu aksioma Robbins yang sebenarnya tak lain dari perumusan prinsip Reductio Ad Absurdum.

Page 21: Reductio ad absurdum

21

Dalam perspektif ini seluruh logika modern secara aljabar bertumpu pada hanya satu landasan tunggal argumentasi klasik yang sangat intuitif jika dirumuskan dalam perlambangan berbentuk gambar-gambar dimensi dua. Bagi saya, ini adalah sebuah keindahan intelektual yang luar biasa dan mengagumkan.

Sependapatkah Anda dengan saya?