Red Man Syndrome
-
Upload
agungkurniawan -
Category
Documents
-
view
98 -
download
5
description
Transcript of Red Man Syndrome
REFERAT“RED MAN SYNDROME” PADA ERITODERMA
Pembimbing : dr. Sofwan, Sp.KK
Oleh : Agung Kurniawan
PENDAHULUAN
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari lingkungan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Salah satu kelainan kulit adalah eritroderma.
Eritroderma berasal dari bahasa Yunani, yaitu erythro- (red = merah) dan derma, dermatos (skin = kulit), merupakan keradangan kulit yang mengenai 90% atau lebih pada permukaan kulit yang biasanya disertai skuama.
Eritroderma bukan merupakan kasus yang sering ditemukan, namun masalah yang ditimbulkannya cukup parah. Diagnosis yang ditegakkan lebih awal, cepat dan akurat serta penatalaksanaan yang tepat sangat memengaruhi prognosis penderita.
DEFINISI
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya kemerahan atau eritema yang bersifat generalisata yang mencakup 90% permukaan tubuh yang berlangsung dalam beberapa hari sampai beberapa minggu, yang dapat disertai skuama ataupun tidak.
Sebenarnya penyakit ini bukan merupakan suatu kesatuan penyakit tersendiri, karena sebenarnya eritoderma merupakan representasi dari berbagai penyakit lain. Jadi pada orang yang menderita eritoderma harus dicari penyakit apa yang mendasari terjadinya eritoderma.
EPIDEMIOLOGI
Insiden eritroderma berdasarkan beberapa studi sangat bervariasi antara 0,9-71 tiap 100.000 kasus.
Laki-laki lebih tinggi dari pada wanita yaitu 2:1 hingga 4:1
Eritroderma lebih banyak terjadi pada rentang usia antara 41-61 tahun.
23% dari kasus-kasus eritroderma dicetuskan oleh psoriasis, spongiotic dermatitis menyebabkan eritroderma sebesar 20%, eritroderma akibat reaksi obat sebesar 15% dan akibat sezary syndrome sebesar 5%. Sekitar 20% dari kasus-kasus eritroderma tidak dicetuskan oleh penyakit yang mendasarinya dan diklasifikasikan sebagai eritroderma idiopatik.
ETIOLOGI
Etiologi eritoderma dapat diklasifikasikan atas beberapa kelompok, yaitu:1. Akibat perluasan penyakit yang sudah ada sebelumnya.
2. Penyakit sistemik / keganasan.
3. Alergi obat.
4. Idiopatik
Sedangkan klasifikasi lain berdasarkan natural history membagi eritoderma menjadi 2, yaitu: 1. Eritoderma primer
2. Eritoderma sekunder.
Eritroderma yang disebabkan oleh perluasan penyakit kulit
Eritroderma et causa psoriasis, merupakan eritroderma yang paling banyak ditemukan dan dapat disebabkan oleh penyakit psoriasis.
Dermatitis seboroik juga dapat menyebabkan eritroderma yang juga dikenal sebagai penyakit Leiner. Etiologinya belum diketahui pasti. Usia penderita berkisar 4-20 minggu.
Ptiriasis rubra pilaris yang berlangsung selama beberapa minggu dapat pula menjadi eritroderma. Selain itu yang dapat menyebabkan eritroderma adalah pemfigus, dermatitis atopic dan liken planus.
Eritroderma akibat penyakit sistemik / keganasan
Penyakit sistemik yang dapat menyebabkan eritoderma antara lain: sarkoidosis, scabies Norwegian, staphylococcal scalled skin syndrome, dan keganasan ( sindroma Sezary, CTCL, limfoma Hodgkin, leukemia, dll)
Eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik
Keadaan ini banyak ditemukan pada dewasa muda. Berbagai obat yang dapat menyebabkan eritoderma anatara lain: Golongan antibiotic (Streptomisin, sefalosforin, penisilin, trimetropin, dll)
Golongan obat diabetes (sulfoniurea, klorpropamid)
Obat jantung (amiodaron, katopril, nifedipin, dll)
Obat kemoterapi (carboplatin, cisplatin, doxorubicin, mitomycin C, dll)
Obat antipsikotik (klorpromazin, barbiturate, fenotiazid, dll).
Eritoderma Idiopatik
Jika sudah dicari seoptimal mungkin (misalnya dengan melakukan biopsy berulang, investigasi klinis mendalam dan riwayat medis yang mendalam) belum diketahui juga penyebab yang mendasarinya, barulah dapat dianggap sebagai idiopatik. Kelompok ini mencapai 1/4 – 1/3 kasus.
Kelompok ini terutama pada pria tua dengan eritoderma yang sering kambuh dan berasosiasi dengan dermatopatik limfadenopati dan kerotoderma palmo plantar yang berat. Keadaan ini dikenal sebagai sindroma red man.
RED MAN SYNDROME
Red man syndrome yang juga dikenal sebagai Eritroderma adalah penyakit kulit yang menyebabkan peradangan parah dan mempengaruhi hampir seluruh permukaan kulit dengan eritema dan skuama.
GEJALA KLINIS
Skuama biasanya lebih sering dimulai dari daerah lipatan dan biasanya disertai dengan pengelupasan kulit yang berat.
Adanya eritema yang luas
Peningkatan kehilangan cairan dari tubuh dengan pengeluaran keringat karena regulasi suhu tubuh
Ekskoriasi karena pruritus
Terdapat edema tungkai
Bentuk persisten sindrom dapat menyebabkan kerontokan rambut
Demam, malaise dan menggigil.
PATOFISIOLOGI
Berdasarkan penelitian, jumlah skuama yang hilang pada manusia normal antara 500-1000 mg/hari
Karena Tubuh mengkatabolisme 50-60 gr protein per hari, pengelupasan kulit yang fisiologis ini berperan penting dalam metabolisme protein secara keseluruhan.
Pada eritroderma terjadi peningkatan laju pengelupasan epidermis. Meskipun beberapa peneliti memperkirakan sekitar 100 gr epidermis hilang setiap harinya, tetapi pada beberapa literatur menyatakan bahwa hanya 20-30 gr yang hilang.
Pasien merasa dingin dan menggigil
Aliran darah ke kulit meningkat
sehingga kehilangan
panas bertambah
Pelebaran pembuluh
darah kapiler (eritema) yang generalisata
Suatu agen dalam tubuh (obat-obatan,
perluasan penyakit kulit dan penyakit
sistemik)
PATOFISIOLOGI
Kehilangan panas meningkat
Pengaturan suhu
terganggu
Peningkatan laju
metabolisme basal
Penguapan cairan
meningkatDehidrasi
Kehilangan cairan oleh transpirasi meningkat sebanding laju metabolisme basal.
Kehilangan skuama dapat mencapai 9
gram/m2
Kehilangan protein
Edema
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah didapatkan albumin serum yang rendah dan peningkatan gammaglobulin, ketidakseimbangan elektrolit, protein fase akut meningkat, leukositosis, maupun anemia ringan.
Histopatologi
Pada kebanyakan pasien dengan eritroderma histopatologi dapat membantu mengidentifikasi penyebab eritroderma pada sampai dengan 50% kasus, biopsi kulit dapat menunjukkan gambaran yang bervariasi, tergantung berat dan durasi proses inflamasi. Pada tahap akut, spongiosis dan parakeratosis menonjol, terjadi edema. Pada stadium kronis, akantosis dan perpanjangan rete ridge lebih dominan.
DIAGNOSIS
PENATALAKSANAAN
Umum: Rawat inap: karena pada red man syndrome dapat menyebabkan gagal jantung dan untuk
mencegah deridrasi
Pemberian nutrisi yang cukup terutama protein
Obat-obatan yang tidak diperlukan dan yang mencurigakan terjadinya alergi segera dihentikan
Khusus: Antihistamin sedative dapat diberikan untuk mencegah pruritus
Kortikosteroid topical
kortikosteroid sistemik dapat diberikan dengan sosis awal 1-2mg/kg/hari dan untuk dosis maintenance 0,5mg/kg/hari
Antibiotik dapat diberikan jika terdapat infeksi sekunder
KOMPLIKASI
Gagal jantung
Dehidrasi berat
Hipotermia
Edema
Alopesia
Palmoplantar keratoderma
PROGNOSIS
Kasus idiopatik adalah kasus yang sulit ditangani karena tidak diketahui penyebabnya secara jelas, dapat bertahan dalam waktu yang lama, dan seringkali disertai dengan keadaan umum yang lemah.
KESIMPULAN
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan eritema di hampir seluruh tubuh dan biasanya disertai skuama.
Penyebab tersering eritroderma adalah akibat perluasan penyakit kulit sebelumnya, reaksi obat, alergi obat, dan akibat penyakit sistemik termasuk keganasan dan idiopatik.
Red man syndrome yang juga dikenal sebagai Eritroderma adalah penyakit kulit yang menyebabkan peradangan parah dan mempengaruhi hampir seluruh permukaan kulit dengan eritema dan skuama.
Penyebabnya belum diketahui atau idiopatik
Gejala klinisnya yaitu eritema dan skuama yang generalisata, dan juga terdapat demam, menggigil, edema.
Penatalaksanaan dari red man syndrome adalah dirawat dirumah sakit untuk mencegah perburukan dan dapat diberikan kortikosteroid topical dan oral.
DAFTAR PUSTAKA
Wasitaatmadja SM. Anatomi kulit. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 5th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.p;3-5.
Champion RH. Eczema, Lichenification, prurigo, and erythroderma. In: Champion RH eds. Rook’s, textbook of dermatology, 5th ed. Washington; Blackwell Scientific Publications. 1992.p;17.48-17.52.
Djuanda A. Dermatosis eritroskuamosa. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 5th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. p;197-200.
Kartowigno S. Dermatosis eritroskuamosa. Sepuluh besar kelompok penyakit kulit. 2th ed. Palmebang : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2012. p: 67-100.
Shimizu H. Shimizu’s textbook of dermatology. 1st ed. Hokkaido: Nakayama Shoten Publishers; 2007.p; 122-25, 98-101.
Freederg IM. Exfoliative dermatitis. Fitzpatrick et all. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 4th ed. Newyork: Mcgraw-Hill. 1996. Chapter-41.p; 527-531.
Siregar RS. Dermatosis eritroskuamosa. Saripati penyakit kulit. 2nd ed. Jakarta: EGC. 2005.p; 94-106,236-238.
Imtikhananik. Dermatitis Exfoliativa. Cermin Dunia Kedokt 1992;74:16-18.
Utama HW, Kurniawan D. Erupsi alergi obat. Tesis. Palembang: Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.2007.p; 11.
Schön MP, Boehncke WH. Psoriasis. N Engl J Med 2005;352:1899-912.
TERIMAKASIH