RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

83
RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA KEISLAMAN DI INDONESIA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyatratan Memperolah Gelar Sarjana Agama (S. Ag) Oleh: Ikhya Ulumuddin NIM: 1111033100065 PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H. /2017 M.

Transcript of RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

Page 1: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA

KEISLAMAN DI INDONESIA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyatratan Memperolah Gelar Sarjana

Agama (S. Ag)

Oleh:

Ikhya Ulumuddin

NIM: 1111033100065

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H. /2017 M.

Page 2: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

i

LEMBAR PERSETUJUAN

RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA

KEISLAMAN DI INDONESIA

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Strata Satu (S1)

Oleh:

Ikhya Ulumuddin

NIM: 1111033100065

Dosen Pembimbing

Dr. Edwin Syarif, MA

NIP. 19670918 199703 1 001

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H. /2017 M.

Page 3: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta 03 Februari 2017

Ikhya Ulumuddin

Page 4: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

iii

Lembar Pengesahan

Skripsi yang berjudul “Rasionalitas Nurcholish Madjid Dalam Wacana Keislaman

di Indonesia” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin,

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 18 April 2017.

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Strata Satu

(S1) pada Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam.

Jakarta 18 April 2017

Sidang Munaqasyah,

Ketua merangkap anggota Sekertaris merangkap anggota

Dra. Tien Rohmatin, MA Abdul Hakim Wahid, SHI., MA

NIP. 19680803 199403 2 002 NIP. 19780424 201503 1 001

Anggota

Dr. Fariz Pari, M.Fils Drs. Agus Darmaji, M.Fils

NIP. 19660629 199203 1 003 NIP. 19610827 199303 1 002

Dr. Edwin Syarif. MA

NIP. 19670918 199703 1 001

Page 5: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

iv

ABSTRAK

Di dalam Islam teori mengenai rasionalitas pertama kali dipopulerkan

oleh Muhammad Abduh yang dijuluki juga sebagai bapak moderenisme Islam.

Pergerakan Abduh untuk mengubah paradigma Islam begitu masif sehingga tidak

hanya Mesir –kota kelahiran Muhammad Abduh– yang terkena dampaknya

melainkan hampir seluruh dunia Islam. Pengaruh Muhammad Abduh ini terasa

sampai Indonesia. Di Indonesia, banyak para ulama dan para santri yang pergi ke

Mekkah untuk belajar agama kepada para ahlinya. Setelah mereka selesai belajar

dan pulang ke kampung halaman, mereka membawa gagasan-gagasan Islam yang

bermacam-macam termasuk gagasan pembaruan Islam-nya Muhammad Abduh

yang dimotori oleh K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asyari.

Seiring dengan perkembangan zaman gagasan pembaruan itu semakin

masif disuarakan. Salah satu tokoh Neo Modernis, yaitu Nurcholish Madjid –yang

kita bahas di sini− meneruskan perjuangan para pendahulunya itu dengan

membuka kebenaran rasionalitas dalam Islam yang memang sudah berabad-abad

ditentang oleh masyarakat Muslim radikal. Menurutnya umat muslim sangat

membutuhkan sekali rasionalitas demi kelangsungan hidup agamanya. Namun

demikian, rasionalitas dalam Islam adalah rasionalitas yang terbatas. Islam

mewajibkan bagi seluruh umatnya bahkan seluruh manusia untuk menggunakan

akalnya, akan tetapi hal-hal yang di luar batas kemampuan akalnya seperti

kebenaran absolut, dalam hal ini Tuhan, Islam melarangnya.

Metode rasionalitas yang digunakan Nurcholish memang terdengar

tidak biasa dengan masyarakat Indonesia yang pada waktu itu masih

menggunakan metode taqlid dan pengajaran tradisional yang mengharamkan

penggunaan akal dalam hal urusan agama. Oleh karena itu menjadi wajar ketika

Nurcholish menggagas metode rasionalisasi Islam.

Dari renungan-renungannya itu, Nurcholish Madjid menemukan sebuah

teori rasionalitas dalam Islam yang menghasilkan banyak sekali pertentangan

terutama pada tubuh Islam tradisionalis. Tak elak lagi, pada waktu itu, Nurcholish

Madjid banyak yang membenci, namun demikian tidak sedikit juga yang

menyanjung dan mengaguminya. Kendati Nurcholish tetap bersiteguh dengan

keyakinanya, bahwa Islam dengan kemunduranya seperti sekarang ini, disebabkan

oleh para pemeluknya yang tidak mau menggunakan dan memaksimalkan

pikarannya.

Page 6: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

v

KATA PENGANTAR

Bismillᾱhirrahmᾱnirrahīm

Alhamdulillahāh segala puji bagi Allah yang telah menciptakan alam semesta

dengan begitu sempurnanya, dan yang telah mengatur segala sesuatunya sehingga alam

semesta ini berjalan dengan harmonis. Atas kesehatan dan kasih sayangnya, penulis

akhirnya menyelesaikan penelitian skripsi ini dengan judul “Rasionalitas Nurcholish

Madjid Dalam Wacana Keislaman di Indonesia”.

Ṣhalawat serta salam penulis hantarkan kepada baginda Nabi besar

Muhammad saw, beserta sahabat-sahabat, dan keluarganya. Nabi sebagai manusia

sempurna yang telah membawa umatnya dari zaman kebodohan menuju zaman

kepintaran, dari masyarakat amoral menuju masyarakat yang bermoral mulia. Semoga

kita dipertemukan denganya di akhirat kelak.

Penelitian ini dilakukan dalam rangka sebagai syarat dalam pengajuan gelar

Sarjana Strata Satu (S1) pada jurusan Aqidah Filsafat, Fakultas Ushuluddin, Universitas

Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti menyadari bahwa, dalam

penelitian ini sedari awal sampai akhir bukan sebatas hasil sendiri, melainkan juga atas

bantuan motivasi dan semangat baik secara material dan non-material, sehingga

penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu patut kiranya penulis

sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. Edwin Syarif, MA, selaku Dosen Pembimbing peneliti dalam skripsi yang

telah banyak memberikan ilmu pengetahuan, masukan, saran, kritik dan waktu

untuk membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini tanpa lelah.

Kebaikan bapak akan menjadi nasihat yang mulia untuk peneliti. Semoga Allah

memberikan kebaikan untuk bapak. Amin ya Rabbal Alamin.

Page 7: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

vi

2. Ibu Dra. Tien Rohmatin, MA, selaku ketua Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam

sekaligus menjadi dosen penasihat akademik peneliti, yang ikut serta

membimbing sampai judul penelitian ini di terima. Dan bapak Abdul Hakim

Wahid, SHI.,MA, selaku sekertaris Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam, Fakultas

Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, MA, selaku dekan Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta beserta

jajaran dekanatnya.

4. Kepada Dosen-dosen Fakultas Ushuluddin yang telah banyak memberikan ilmu

dan motivasi kepada penulis tanpa pamrih selama proses belajar. Serta terima

kasih pula kepada seluruh staf dan karyawan Fakultas Ushuluddin, dan semua

yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu. Segenap staf perpustakaan

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat dan Perpustakaan Umum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memudahkan penulis dalam mencari referensi

terbaik semasa-masa perkuliahan hingga proses penyelesaian skripsi ini.

5. Selanjutnya terima kasih penulis persembahkan kepada kedua orang tua ayahanda

H. Abdul Ajid dan ibunda Hj. Mardiah yang tak henti-hentinya menasehati

penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Seluruh dukungan baik material maupun

non-material telah mereka curahkan. Berkat rasa cinta mereka penulis dapat

bangkit dari peyakit kemalasan dan mulai bersemangat untuk mencapai

kesuksesan dunia dan akhirat. Semoga Allah memberikan rahmat dan rizki yang

melimpah kepada mereka. Dan semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan

kepada mereka. Amin.

6. Adik-adik penulis, Dzuratunnasikhah, Khopipah dan Muttaqin Aziz. Terimakasih

dik. Kalianlah yang telah menghiburku untuk menyelesaikan penelitan skripsi ini.

Page 8: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

vii

7. Selanjutnya kepada kawan-kawan seangkatan jurusan Aqidah Filsafat 2011 yang

selalu membuat penulis tersenyum dan bahagia dalam mengerjakan skripsi ini.

Teruntuk bung Ali Nawawi, Tanwirunnadzir, Fajar Agung, Nanang Rosidi,

Ahmad Syauqi, Awam Nuryadin, Imam Santoso/Emon, Ines Dwi Puspa, Mileh,

Huda Riana, dan masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu persatu tanpa

mengurangi rasa persahabatan penulis kepada mereka. Thanks kawan.

8. Kawan-kawan FORMACI (Forum Mahasiswa Ciputat), Imam Besar Fedullah

Congor, bung Erwin Simbolon, bung Iir Irham, bung Abdallah. Sy, bung Roy

Gratisan, bung Saepul Yahya, bung Cendy Vicky, bung Didi, bung Ehma, bung

Aldo, de Ayu Alfiah, dan para pendahulu atau senior FORMACI yang tanpa

pamrih telah begitu banyak memberikan ilmu dan pengetahuan yang Insya Allah

bermanfaat bagi penulis dunia dan akhirat.

9. Kepada abang-abang satu Kosan, Anis Masykur, Ali Khumaeni, M. Zahidin Arif,

Caesar, dan Kacung. Terima kasih telah membantu penulis dalam memberikan

informasi yang berharga mengenai segala hal terutama terkait penelitian ini.

10. Para sahabat-sahabat tetangga Kosan, Don Al, Oriza Kampret, Ari Mulki. Z

(penikmat buku Pram), Habib Bilal, Yai Gusti, Budi, Ilyas, dan bang Syafiq.

Terima kasih brother.

Jakarta 03 Februari 2017

(Ikhya Ulumuddin)

Page 9: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

viii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Arab Indonesia Arab Indonesia

ا

ب

ت

ث

ج

ح

خ

د

ذ

ر

ز

س

ش

ص

ض

a

b

t

ts

j

kh

d

dz

r

z

s

sy

ط

ظ

ع

غ

ف

ق

ك

ل

م

ن

و

ه

ء

ي

ة

'

gh

f

q

k

l

m

n

w

h

'

y

h

Vokal Panjang

Arab Indonesia

ā آ

ī ٳى

ū أو

Page 10: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................. i

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii

ABSTRAK ....................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ........................................................................................ v

PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................... viii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1

B. Permasalahan ................................................................................................ 5

1. Identifikasi Masalah ............................................................................... 5

2. Batasan Masalah ..................................................................................... 6

3. Rumusan Masalah ................................................................................... 7

C. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 7

D. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 8

E. Tinjauan Pustaka ........................................................................................... 8

F. Metedologi Penelitian ................................................................................... 9

1. Sumber Data ........................................................................................... 9

2. Tekhnik Pengumpulan Data ................................................................. 10

3. Tekhnik Analisis Data .......................................................................... 10

4. Tekhnik Penulisan Data ........................................................................ 11

G. Sistematika Penulisan ................................................................................. 12

BAB II SKETSA BIOGRAFI NURCHOLISH MADJID

A. Riwayat Hidup dan Pendidikan .................................................................. 15

B. Karya-karya ................................................................................................ 21

C. Kontribusi Pemikiran Nurcholish Madjid di Indonesia .............................. 25

Page 11: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

x

BAB III TINJAUAN UMUM PEMIKIRAN RASIONAL DALAM ISLAM

A. Pengertian Pemikiran Rasional ................................................................... 29

B. Pemikiran Rasional Dalam Islam ............................................................... 33

C. Perbedaan Antara Rasio, Rasionalisme dan Rasionalitas ............................ 38

BAB IV NURCHOLISH MADJID DAN PEMIKIRAN RASIONALNYA

A. Munculnya Gerakan Islam Rasional di Indonesia ...................................... 44

B. Rasionalitas Islam Nurcholish Madjid ....................................................... 49

C. Karakter Rasionalitas Islam Nurcholish Madjid ........................................ 56

D. Rasionalitas Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern .................................... 59

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................. 67

B. Saran-Saran ................................................................................................. 69

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 70

Page 12: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tidak ada gagasan yang berdiri di atas angin. Setiap gagasan—apalagi

gagasan baru—selalu merupakan respons atas situasi sosial-historis tertentu.

Begitulah dengan gagasan pembaruan dalam Islam. Pembaruan Islam itu juga

bukan sesuatu yang berdiri sendiri dalam konteks lokal dan problem kontemporer.

Tapi juga berkaitan erat dengan apa yang terjadi di dunia Islam internasional,

maupun pembaruan-pembaruan yang sudah terjadi sebelum masa Orde Baru ini,

khususnya tokoh-tokoh Masyumi (sebelum 1955). Mereka semua adalah

golongan yang biasa disebut “kaum modernis Islam”.1

Gerakan Islam kontemporer muncul di Indonesia awal 1970. Gerakan ini

sebagai kelanjutan dari pembaharuan pada masa klasik (abad ke 17) hingga tahun

1969. Berbagai faktor menjadi penyebab kelahiran gerakan ini, seperti yang

diungkapkan Nurcholis ketika menyampaikan gagasan pembaharuannya di

Menteng Raya tanggal 3 Januari 1970 sebagai berikut: “Pertama, bahwa

organisasi-organisasi yang menerima aspirasi pembaharuan seperti

Muhammadiyah, Al-Irsyad, dan Persis telah berhenti sebagai pembaharu-

pembaharu, karena ketiga organsasi ini tidak sanggup berbuat dan

mengungkapkan semangat dan ide pembaharuan itu sendiri. 2

1 Budhy Munawar-Rachman, Membaca Nurcholish Madjid, edisi digital, (Jakarta:

Democracy Project, 2011), h. 19 2 Budhy Munawar-Rachman, Membaca Nurcholish Madjid, h. 25

Page 13: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

2

Kedua, organisasi-organisasi kontra reformasi seperti NU, Al-Wasliyah,

dan yang lain ternyata telah melakukan sendiri dan menerima nilai-nilai

pembaharuan. Ketiga, terjadinya stagnasi pemikiran secara menyeluruh yang

melanda umat Islam.3

Dalam perjalanan sejarah intelektual Islam Indonesia, Nurcholish

Madjid termasuk tokoh yang sering menyuarakan ide tentang rasionalisasi atau

pembaharuan.4 Ciri kaum rasionalis ini adalah mengupayakan penghadiran Islam

dan memberi isi, serta peranannya di tengah masyarakat yang sedang berubah.5

Maksudnya menghadirkan Islam dalam penalaran rasional.

Islam rasional yang dibawa oleh Nurcholish Madjid dapat dilihat dari

ide-ide pembaruan yang dimajukanya. Apa yang disebut gerakan pembaruan pada

sebagian pemuda muslim pada masa 1970-1972 merupakan perkembangan paling

radikal dalam pemikiran religio-politik Islam di masa Orde Baru Indonesia.

Kandungan intelektual pembaruan merupakan suatu usaha untuk memformulasi

kembali secara umum postulat-postulat Islam fundamental mengenai Tuhan,6

manusia dan alam fisik, dan cara perhubungan semua itu di dalam realitas-realitas

politik.

3 Okrisal Eka Putra, “Hubungan Islam dan Politik Masa Orde Baru” dalam Jurnal

Dakwah, Vol. IX, No. 2, Juli-Desember, 2008, h. 190 4 Pirhat Abbas, “Paradigma Pemikiran Nurcholish Madjid Tentang Modernisasi” dalam

Jurnal Media Akademika: Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Kesilaman, Vol.22, No.4, Oktober 2007, h.

246 5 Rasionalis berasal dari bahasa Inggris yaitu rasio atau rasion yang artinya akal pikiran

atau otak manusia. Dengan demikian kata rasionalis mengacu pada subjek yang menggunakan

akal pikiranya dengan sebaik-baiknya. Istilah ini diperkenalkan oleh sejumlah filosof eropa

terkemuka, seperti Descartes dan Immanuel Kant dan menjadi sebuah aliran dalam tradisi filsafat.

Aliran rasional ini sangat mementingkan rasio dalam memutuskan segala hal. Menurut aliran ini di

dalam rasio terdapat ide-ide dan dengan itu orang dapat membangun suatu ilmu pengetahuan tanpa

menghiraukan realitas di luar rasio. Lihat, A. Susanto, dalam Filsafat Ilmu, Suatu Kajian dalam

Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 36 6 Imdadun Rahmat dalam Arus Baru Islam Radikal: Transmisi Revivalisme Islam Timur

Tengah Ke Indonesia, (Jakarta: Erlangga, 2005), h. 17

Page 14: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

3

Definisi rasionalisasi tersebut, senada dengan penegasan yang diberikan

oleh Muhammad Natsir, yang mana menurut beliau bahwa ciri-ciri rasionalisasi

yang essensial ialah adanya kemampuan dan keberanian seseorang untuk

melepaskan diri dari cara berpikir dan bertindak tradisionl. Seorang rasionalis

berarti seorang yang berpikir tanpa prejudice (prasangka) dan tidak dogmatis

dengan istilah apapun juga.7

Kebenaran dapat ditemukan melalui kerja rasio, tetapi rasio sifatnya

terbatas, sehingga Tuhan perlu menurunkan petunjuk kepada manusia lewat

seorang nabi yang berupa wahyu.8 Oleh karena itu Nurcholish membedakan

antara rasionalisme dan rasionalitas.

Rasionalisme menurutnya adalah suatu paham yang mengakui

kemutlakan rasio. Seorang rasionalis adalah seorang yang menggunakan akal

pikiranya secara sebaik-baiknya, ditambah dengan keyakinan bahwa akal

pikiranya itu sanggup menemukan kebenaran, sampai yang merupakan kebenaran

terakhir sekalipun. Sedangkan Islam hanya membenarkan rasionalitas, yaitu

dibenarkannya menggunakan akal pikiran oleh manusia dalam menemukan

kebenaran-kebenaran. Akan tetapi, kebenaran yang ditemukanya itu adalah

kebenaran insani, dan karena itu terkena sifat relatifnya manusia.

Maka menurut Islam sekalipun, rasio dapat menemukan kebenaran-

kebenaran, namun kebenaran-kebenaran yang relatif, sedangkan kebenaran yang

mutlak hanya dapat diketahui oleh manusia melalui sesuatu yang lain yang lebih

7 Pirhat Abbas, “Paradigma Pemikiran Nurcholish Madjid Tentang Modernisasi”, h. 248

8 Nurcholish Madjid, Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan, (Bandung: Mizan 1993),

h.179

Page 15: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

4

tinggi dari pada rasio, yaitu wahyu (revelation) yang melahirkan agama-agama

Tuhan, melalui nabi-nabi.9

Keterbatasan kemampuan rasio, dan keharusan manusia untuk menerima

sesuatu yang lebih tinggi dari pada rasio dalam rangka mencari kebenaran

mempunyai dasar dari ajaran Islam. Oleh karena itu Allah dalam Al-Quran,

berfirman: “Tidaklah kamu (manusia) diberi ilmu pengetahuan (melalui rasio)

melainkan sedikit saja” (QS. 17:85).10 Dan menurut ilmu pengetahuan modern,

menurut Nurcholish yang mengutip perkataan Einstein:

“Kesadaran bahwa seluruh pengetahuan kita tentang alam raya hanyalah

semata-mata residu daripada kesan-kesan yang diselubungi oleh akal-

pikiran kita yang tidak sempurna, membuat mencari kenyataan itu

(kebenaran) nampaknya tidak bisa diharapkan.11

Dalam salah satu bukunya: Islam, Doktrin, dan Peradaban, Nurcholish

meletakkan rasio sebagai fitrah manusia. Dan sebagai manusia, dengan rasionya,

ia mampu mengaktualisasikan agar amanah yang diberikan dari Tuhan kepadanya

dapat terealisasikan. 12

Salah satu bentuk realisasinya adalah dengan meletakkan kerja kognitif

terhadap berbagai macam aspek keduniawian, sehingga dapat mewujudkan nilai-

nilai universal kehidupan umat manusia secara keseluruhan. Penegakan nilai

universal, serta penekanan pada sisi rasio pada segenap kehidupan ummat

9 Nurcholish Madjid, Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan, (Bandung: Mizan 1993),

h.181 10 Ayat lengkapnya adalah: وح من أمر ربى وما أوتيتم من العلم إلا قليل وح قل الر ويسألونك عن الر11 Nurcholish Madjid, Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan, h.182 12 Nurcholish Madjid, dalam kata pengantar buku Islam: Doktrin, dan Peradaban:

Sebuah Telaah Kritis Terhadap Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemodernan, (Jakarta:

Paramadina, 1992), h. xii-xiii

Page 16: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

5

manusia ini yang memungkinkan Nurcholish untuk menolak nilai lahiriyah

keagamaan yang bersifat eksklusif.13

Dalam pandangan Nurcholish: “sekalipun agama itu lebih tinggi

daripada akal, namun karena ia sejalan dengan akal, atau tidak bertentangan

denganya, maka hendaknya didekati dengan melalui jalan argumen yang masuk

akal, metode yang kritis”.14

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Banyak sekali masalah keislaman di Indonesia yang harus diselesaikan

dengan hasil yang meyakinkan. Sejak zaman Orde Baru, dimana Nurcolish

mengalami popularitas tinggi sebagai cendikiawan Muslim, ia mampu

memecahkan masalah-masalah kaum muslim di Indonesia pada waktu itu yang

tidak mudah dipecahkan bagi orang muslim biasa (awam), dan pemecahan

masalah tersebut disertai dengan hasil yang meyakinkan. Gagasan-gagasanya

mampu menembus relung terdalam pemikiran manusia terutama berkaitan dengan

Islam. Begitu banyak dan rumit apabila kita mengkaji pemikiranya secara

keseluruhan. Oleh karena itu penulis di sini hanya akan mengidentifikasi masalah-

masalah yang berkaitan dengan rasionalitas dalam ranah keislaman perspektif

Nurcholish Madjid yang diungkapakan dalam beberapa pertanyaan seperti di

bawah ini:

13 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. xii-xiii 14 Dedy Djamaluddin Malik dan Idi Subandy Ibrahim, Zaman Baru Islam Indonesia:

Pemikiran dan Aksi Politik Abdurrahman Wahid, M. Amien Rais, Nurcholish Madjid, dan

Djalaluddin Rakhmat, (Bandung: Zaan Wacana Mulia 1998), h. 226

Page 17: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

6

1.1. Apa yang dimaksud dengan Islam rasional menurut Nurcholish?

1.2. Apa perbedaan antara Rasionalitas dan Rasionalisme menurut

Nurcholish?

1.3.Bagaimana pemikiran rasional dalam Islam menurut Nucholish Madjid?

1.4. Bagaimana rasionalitas Nurcholish Madjid dalam wacana keislaman di

Indonesia?

1.5. Bagaimana Nurcholish Madjid menjelaskan rasionalisasi sebagai

keharusan dalam Islam?

1.6. Apa perbedaan rasionalitas dan modernitas dalam wacana keislaman

Nurcholish Madjid?

1.7. Bagaimana mengharmonisasikan Islam dengan ilmu pengetahuan

modern?

2. Batasan Masalah

Masyarakat luas sudah banyak yang mengetahui bahwa sosok yang

akrab disebut Cak Nur ini adalah sosok pendobrak dan pencetus banyak ide-ide

baru. Keluasan pemikiranya banyak menginspirasi para intelektual sesudahnya. Ia

adalah sosok yang berani mengubah haluan masyarakat Muslim di Indonesia

dengan gagasan-gagasanya yang brilian. Dengan tawarannya rasionalisasi Islam,

ia berusaha mengangkat masyarakat Muslim Indonesia, khususnya para

intelektualnya untuk bangkit menuju jalan yang benar sebagaimana intelektual,

yaitu melahirkan ide-ide baru, menggantikan ide-ide lama.

Dari keluasan pemikiranya itu, penulis mencoba membatasi masalah

yang akan dibahas di sini. Dari identifikasi masalah di atas, penulis mengambil

Page 18: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

7

poin ke satu yaitu: Apa yang dimaksud dengan Islam rasional menurut Nurcholish

Madjid?

3. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, agar penelitian skripsi ini menjadi

cukup jelas, penulis mencoba merumuskan dengan beberapa pertanyaan-

pertanyaan yang mendasari pemikiran Nurcholish Madjid (Cak Nur) terkait

rasionalitasnya dalam pembaruan pemikiran Islam di Indonesia. Mengingat sepak

terjangnya di Indonesia cukup mengesankan dan pengaruhnya pun cukup luas.

Pertanyaan-pertanyaan ini juga yang nantinya mengarahkan tujuan penelitian

penulis. Pertanyaan-pertanyaan tersebut seperti:

1. Apa yang dimaksud pemikiran rasional dalam Islam menurut Nucholish

Madjid?

2. Bagaimana Nurcholish Madjid merumuskan pemikiran rasional dalam

Islam tersebut?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum, tujuan penelitian dari penulisan skripsi ini adalah untuk

mengetahui secara mendalam tentang dinamika keberagamaan masyarakat

Muslim di Indonesia sejak sekitar tahun 1970-an, di mana pada tahun itu

Nurcholish mengalami populeritas yang tinggi sebagai cendikiawan Muslim.

Sedangkan secara khusus penelitian ini ditujukan untuk mengungkap

makna rasionalitas yang selama ini dianggap tidak layak untuk diterapkan dalam

pemikiran Islam. Tentu saja semua itu dalam satu perspektif, yaitu menurut

Nurcholish Madjid, di mana dialah yang mempopulerkan istilah itu di Indonesia.

Page 19: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

8

D. Manfaat Penelitian

Terkait tujuan penelitian di atas, penulis mengira penelitian ini

mempunyai dua manfaat, yaitu bersifat akademis dan praktis:

1. Manfaat akademis

A. Mengetahui lebih jelas makna dari rasionalitas

B. Memahami secara lugas pemikiran-pemikiran Nurcholish Madjid

terkait rasionalitas dalam Islam

C. Paham sejarah, khususnya sejarah dinamika Islam di Indonesia

2. Manfaat praktis

A. Memberikan kontribusi pemahaman rasionalitas Islam persepektif

Nurcholish Madjid yang nantinya dapat dikembangkan dan dijadikan

acuan untuk penelitian lebih lanjut.

B. Secara umum diharapkan dapat bermanfaat bagi khazanah ilmu

pengetahuan, serta terhadap konsep-konsep aktual terutama mengenai

masalah-masalah yang menyangkut pemikiran rasional dalam Islam.

E. Tinjauan Pustaka

Ada beberapa orang yang menulis tentang Islam Rasional, diantaranya

adalah Harun Nasution dalam bukunya Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran

(1989). Sejauh penulis mengkaji buku tersebut, penulis berani menyimpulkan

bahwa, buku tersebut cukup padat dan jelas untuk menjelaskan masalah hubungan

Islam dan Rasional bahkan dalam salah satu sub-babnya, Harun mencantumkan

penjelasan Nurcholish mengenai sekularisasi dan sekularisme. Akan tetapi secara

Page 20: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

9

spesifik buku tersebut tidak mengarah pada pemikiran Islam rasional versi

Nurcholish Madjid khususnya di Indonesia.

Selanjutnya ada skripsi yang di tulis oleh Jaenudin dari IAIN Syekh

Nurjati Cirebon dengan judul Pandangan Nurcholish Madjid Tentang Islam

Modern di Indonesia (2010). Judul Skripsi tersebut jika dilihat berbeda dengan

judul yang penulis ajukan, tetapi isinya mempunyai kemiripan, sebab dalam

pandangan Nurcholish, berpikir rasional berarti berpikir modern begitu pula

sebaliknya. Meskipun demikian, ada jurang pemisah yang membedakan skripsi

saya dengan yang ditulis Jaenudin. Jika Jaenudin berfokus pada Islam Modern

dengan artian modernisme Islam di Indonesia, saya secara spesifik membahas

pemikiran Nurcholish Madjid mengenai epistemologi rasional –bukan

modernisme secara luas– dalam Islam.

Selanjutnya, dalam lingkup civitas akademik Universitas Islam Negri

Syarif Hidayatullah, penulis tidak menemukan studi pemikiran yang mirip dengan

judul di atas, baik yang ditulis dalam skripsi, tesis, maupun disertasi.

F. Metedologi Penelitian

1. Sumber Data

Untuk penelitian ini, penulis menggunakan baik data-data primer

maupun sekunder. Untuk data primer, penulis mengacu pada buku-buku asli yang

di tulis Nurcholish Madjid, seperti Islam, Doktrin, Dan Peradaban, dan Islam,

Kemodernan, dan Keindonesiaan. Sedangkan untuk data-data sekunder, penulis

mengacu pada buku-buku yang terdapat kaitanya dengan pemikiran rasional

dalam Islam dalam perspektif Nurcholish Madjid seperti buku-buku yang ditulis

Page 21: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

10

Budhy Munawar-Rachman dengan judul Ensiklopedia Nurcholish Madjid:

Pemikiran Islam di Kanvas Peradaban dan Reorientasi Pembaruan Islam:

Sekularisme, Liberalisme, dan Pluralisme Paradigma Baru Islam Indonesia.

Selain itu, ada juga buku yang ditulis oleh Ahmad Gaus AF dengan judul

Api Islam Nurcholish Madjid. Buku tersebut hanya untuk lebih mempermudah

penulis dalam menganalisis pemikiran Nurcholish dengan tema seperti penulis

angkat.

2. Tekhnik Pengumpulan Data

Untuk tekhnik pengumpulan data, penulis tidak terlalu sulit untuk

mengumpulkanya, sebab, akses untuk data-data primer banyak kita temukan di

perpustakaan seperti karya-karya Nurcholish Madid dengan judul Islam, Doktrin,

dan Peradaban; Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan; Pintu-Pintu Menuju

Tuhan; Indonesia Kita; Cita-cita Politik Islam, dan lain-lain. Begitu juga untuk

data-data sekunder, penulis tidak mengalami kesulitan untuk menghimpunya.

Data-data yang penulis kumpulkan tidak hanya bersumber dari buku-buku,

melainkan juga dari artikel, jurnal dan majalah yang relevan dengan judul di atas.

3. Tekhnik Analisis Data

Dari data-data yang penulis kumpulkan, baik primer maupun sekunder,

penulis hanya mengambil bab-bab tertentu yang mempunyai kaitan dengan

rasionalitas dalam Islam versi Nurcholish Madjid. Selanjutnya, penulis

menganalisis kembali apa yang sebenarnya dimaksud rasionalitas Islam menurut

pandanganya. Data yang terpenting bagi penulis adalah artikel yang di tulis oleh

Page 22: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

11

Nurcholish Madjid dengan judul Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam Dan

Penyegaran Kembali Pemahaman Keagamaan.

Sudah barang tentu Nurcholish menulis tentang Islam dan rasionalitas

tidak hanya dalam artikel di atas, melainkan di hampir semua buku yang

ditulisnya, Sebab, pemikiran rasional baginya adalah kunci untuk membuka

gerbang Islam yang tertutup oleh fundamentalisme-konservatif. Oleh karena itu

penulis akan selalu mengecek dalam buku-bukunya yang tersedia seperti Islam,

Kemodernan, dan Keindonesiaan; Islam, Doktrin, dan Peradaban; Pintu-pintu

Menuju Tuhan; Khazanah Intelektual Islam; Tradisi Islam; dan lain-lain.

Pengecekan tersebut dalam rangka mencari substansi dari Islam dan rasionalitas

menurut Nurcholish Madjid.

4. Tekhnik Penulisan Data

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan tekhnik library

research (studi kepustakaan). Teknik ini berupaya mengumpulkan data-data

terkait permasalahan yang dibahas di dalam skripsi ini melalui berbagai literatur,

baik primer maupun sekunder.

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analitis. Deskriptif

digunakan untuk mampu memahami dan memberikan pemahaman yang jelas

mengenai permasalahan yang di usung dari skripsi ini. Sementara, analitis dipakai

agar penulis dapat menyusun skripsi ini dalam bentuk yang sistematis sehingga

menjalur pada inti permasalahan.

Panduan penulisan skripsi ini berdasarkan pada Pedoman Akademik

tahun 2011/2012 Program Strata 1 (S1) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang

Page 23: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

12

diterbitkan oleh biro administrasi dan akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sedangkan mengenai transliterasi dalam penulisan skripsi ini mengacu pada

sistem transliterasi Jurnal Ilmu Ushuluddīn yang diterbitkan oleh HIPIUS

(Himpunan Peminat Ilmu-Ilmu Ushuluddin).

5. Sistematika Penulisan

Untuk dapat dipahami urutan dan pola berpikir dari tulisan ini, maka

skripsi disusun dalam lima bab. Setiap bab merefleksikan muatan isi yang satu

sama lain saling melengkapi. Untuk itu, disusun sistematika sedemikian rupa

sehingga dapat tergambar kemana arah dan tujuan dari tulisan ini.

Bab pertama, berisi pendahuluan yang merupakan garis besar dari

keseluruhan pola berpikir dan dituangkan dalam konteks yang jelas serta padat.

Atas dasar itu deskripsi skripsi diawali dengan latar belakang masalah yang

terangkum di dalamnya tentang apa yang menjadi alasan memilih judul, dan

bagaimana pokok permasalahannya. Dengan penggambaran secara sekilas sudah

dapat ditangkap substansi skripsi. Selanjutnya untuk lebih memperjelas maka

dikemukakan pula tujuan dan manfaat penulisan baik ditinjau secara teoritis

maupun praktis. Penjelasan ini akan mengungkap seberapa jauh signifikansi

tulisan ini. Kemudian agar tidak terjadi pengulangan dan penjiplakan maka

dibentangkan pula berbagai hasil penelitian terdahulu yang dituangkan dalam

tinjauan pustaka. Demikian pula metode penulisan diungkap apa adanya dengan

harapan dapat diketahui apa yang menjadi sumber data, tekhnik pengumpulan

data, analisis data dan tekhnik penulisan data. Pengembangannya kemudian

tampak dalam sistematika penulisan. Dengan demikian, dalam bab pertama ini

Page 24: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

13

tampak penggambaran isi skripsi secara keseluruhan namun dalam satu kesatuan

yang ringkas dan padat guna menjadi pedoman untuk bab kedua, ketiga, bab

keempat, dan bab kelima.

Bab kedua membahas sketsa biografi Nurcholish Madjid. Mengingat

dalam sebuah penelitian baik dalam skripsi, tesis, maupun disertasi, apabila kita

mengambil tema yang menyoroti seorang tokoh, wajib bagi sang peneliti

mencantumkan biografi objek penelitianya, sebab kita bisa tahu akar pemikiranya

itu akibat kita menelusuri sejarah serta semangat zaman pada masa sang tokoh

tersebut hidup. Di dalam penelitian ini penulis mencantumkan biografi Nurcholish

beserta perjalanan pendidikanya, karir intelektual, dan kontribusinya bagi bangsa

Indonesia.

Dalam bab tiga penulis membahas tinjauan umum pemikiran rasional

dalam Islam. Dalam bab ini penulis mencoba menelusuri akar sejarah pemikiran

rasional dalam Islam. Pertama yang harus diungkap adalah pendefinisian arti dari

pemikiran rasional, dan selanjutnya bagaimana pemikiran tersebut bisa diterima

dalam tubuh Islam. Dan pada akhirnya dalam bab tiga ini, penulis berfokus pada

pergulatan pemikiran bangsa Indonesia khususnya seorang muslim di masa

Nurcholish hidup.

Dalam bab empat, penulis akan memaparkan tema inti dari penelitian

skripsi ini, yaitu pemikiran rasional Nurcholish Madjid. Tema tersebut memang

terdengar masih belum spesifik, oleh karena itu penulis mencoba mencari celah

bagaimana menemukan inti dari pemikiran rasional Nurcholish ini terutama ketika

berbicara soal cara seorang beragama dan berislam dengan benar. Di sinilah letak

Page 25: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

14

tema besarnya yaitu tawhid, kausalitas, dan etika seorang muslim yang sangat

ditekankan oleh Nurcholish menggunakan epistemoligi yang rasional.

Bab kelima berisi kesimpulan dari semua pembahasan di dalam skripsi

ini disertai dengan saran-saran dari penulis.

Page 26: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

15

BAB II

SKETSA BIOGRAFI NURCHOLISH MADJID

A. Riwayat Hidup dan Pendidikan

Nurcholish Madjid yang lebih akrab dipanggil dengan sebutan Cak Nur,1

sudah tidak asing lagi bagi bangsa Indonesia dewasa ini, terutama di kalangan

ulama dan cendikiawan muslim, baik di kelompok tradisional maupun

pembaharu. Beliau adalah ulama sekaligus cendikiawan yang berpengaruh besar

terhadap pembaruan pemikiran Islam dewasa ini, khususnya di Indonesia.

Pada awal kelahiranya nama pertama yang diberikan pasangan H.

Abdul Madjid dan Hj. Fathonah kepada putra sulungnya adalah Abdul Malik,

yang berarti “hamba Allah” (malik merupakan nama sebutan untuk Allah dalam

deretan ketiga Asmaul Husna, nama-nama Allah yang indah). Perubahan nama

menjadi Nurcholish Madjid terjadi pada usia 6 tahun karena Abdul Malik kecil

sering sakit-sakitan. Dalam tradisi Jawa, anak yang sering menderita sakit

dianggap keberatan nama, dan karena itu perlu ganti nama.

Sewaktu mulai diajari ngaji oleh ibunya, dan membaca surat al-Fatihah,

ia selalu meminta agar kata ‘maliki’ (yawmaiddin) dalam surat itu diloncati saja.

Pemberian nama Nurcholish sendiri tidak terlalu jelas asal –muasalnya, kecuali

bahwa nama itu dari kata Arab, nur berarti “cahaya” dan cholish berarti “murni”

1Kata cak (lengkapnya: cacak) berarti kakak, mas, atau kang; kata ini dipakai sebagai

sapaan akrab yang biasa dipergunakan di kalangan masyarakat Surabaya, Jawa Timur. Lihat,

Faisal Ismail, Membongksr Kerancuan Pemikiran Nurcholish Madjid: Seputar Isu Sekularisasi

dalam Islam, (Jakarta: Laswell Visitama, 2010), h. 17

Page 27: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

16

atau “bersih”. Sementara itu nama belakangnya, Madjid, diambil dari nama

belakang sang ayah.2

Nurcholish Madjid dilahirkan di sebuah kampung kecil di Desa

Mojoanyar, Jombang, Jawa Timur, 17 Maret 1939, bertepatan dengan tanggal 26

Muharram 1358 H.3 Berasal dari keluarga NU (Nahdlatul Ulama) tetapi berafiliasi

politik modernis, yaitu Masyumi (Majlis Syuro Muslimin Indonesia).4

Pendidikan dasar Nurcholish ditempuh di dua sekolah tingkat dasar,

yaitu di Madrasah al-Wathoniyah yang dipimpin ayahnya dan di SR Mojoanyar,

Jombang. Nurcholish Madjid melanjutkan ke sekolah tingkat pertama di kota

yang sama. Sehingga Nurcholish Madjid telah mengenal dua model pendidikan

sekaligus. Pertama, pendidikan dengan pola madrasah yang sarat dengan

penggunaan kitab-kitab kuning. Kedua, pola pendidikan umum yang memadai,

sekaligus berkenalan dengan model pendidikan modern. Setelah itu oleh Abdul

Madjid, Nurcholish dimasukkan ke pesantren Darul Ulum, yang lebih dikenal

dengan nama pesantren Rejoso, karena terletak di desa Rejoso, Kecamatan

Peterongan, Jombang.

Pada saat suasana politik menjelang pemilu 1955 sangat terasa di desa-

desa. Partai-partai kaum santri yang diwakili oleh NU dan Masyumi berusaha

menarik dukungan dari kantong-kantong Islam di Jombang. NU telah keluar dari

Masyumi dalam Muktamar Palembang (1952) dengan aroma konflik yang tidak

2Ahmad Gaus AF, Api Islam Nurcholish Madjid, Jalan Hidup Seorang Visioner,

(Jakarta: Kompas, 2010), h. 1 3Idris Thaha, Demokrasi Religius: Pemikiran Politik Nurcholish Madjid dan M. Amien

Rais, (Jakarta: Teraju, 2005), h. 68 4Budhy Munawar-Rachman, Ensiklopedi Nurcholish Madjid: Pemikiran Islam di

Kanvas Peradaban, jil. 1, (Bandung: Mizan, 2006), h. liv

Page 28: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

17

bisa ditutup-tutupi. Oleh sebab itu, persaingan NU dan Masyumi di tingkat pusat

merembes ke desa-desa tempat ke dua partai ini membangun basis dukungan.

Ia tidak betah di pesantren yang afiliasi politiknya adalah NU ini,

sehingga ia pun pindah ke pesantren yang modernis, yaitu KMI (Kulliyatul

Mu`allimin Al-Islamiyyah), Pesantren Darus Salam di Gontor, Ponorogo. Di

tempat inilah ia ditempa berbagai keahlian dasar-dasar agama Islam, khususnya

bahasa Arab dan Inggris.5

Studi Cak Nur di Pesantren Modern Darussalam Gontor, memberikan

pengalaman yang sangat berpengaruh pada perkembangan intelektualnya. Cak

Nur masuk pesantren ini pada tahun 1955, Pesantren ini merupakan pesantren

yang cukup memberikan nuansa pemikiran reformis baginya. Ia sendiri pernah

mengatakan:

“Gontor memang sebuah pondok pesantren yang modern, malah sangat

modern untuk ukuran waktu itu. Yang membuatnya demikian adalah

berbagai kegiatannya, sistem, orientasi, dan metodologi pendidikan, serta

pengajarannya. Kemodernannya juga tampak pada materi yang

diajarkannya. Dalam soal bahasa, di pesantren ini sudah diajarkan bahasa

Inggris, bahasa Arab, termasuk bahasa Belanda sebelum akhirnya dilarang.

Para santri diwajibkan bercakap sehari-hari dalam bahasa Arab atau Inggris.

Untuk para santri baru, mereka diperbolehkan berbahasa Indonesia selama

setengah tahun mereka masuk pesantren. Tapi mereka sudah dilarang

berbicara dalam bahasa daerah masing-masing. Kemudian setelah setengah

tahun, mereka harus berbahasa Arab atau Inggris. Agar disiplin ini berjalan

dengan baik, di kalangan para santri ada orang-orang yang disebut jâsûs,

mata-mata. Tugas mereka adalah melaporkan siapa saja yang melanggar

disiplin berbahasa itu. Kalau sampai tiga kali melanggar, hukumannya

adalah kepala kita digundul”.6

5Budhy Munawar-Rachman, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, jil. 1, h. liv 6Budhy Munawar-Rachman, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, jil. 1, h. lv

Page 29: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

18

Di Gontor tidak pernah ada isu pertentangan NU-Masyumi. Pilihan-

pilihan materi pengajaran pada kitab-kitab yang tidak monolitik merupakan salah

satu alasanya. Di sini, misalnya, diajarkan kitab karya filsuf dari Spanyol, Ibn

Rusyd, Bidᾱyah al-Mujtahid. Kitab fikih klasik ini berwawasan perbandingan

mazhab, sehingga mendorong para santri bersikap terbuka dan berjiwa bebas.7

Karena kecerdasannya di Gontor, pada tahun 1960, pimpinan Pesantren

Gontor, KH. Zarkasyi, bermaksud mengirim Nurcholish Madjid ke Universitas

Al-Azhar, Kairo, ketika dia telah menamatkan belajarnya. Tetapi karena di Mesir

saat itu sedang terjadi krisis Terusan Suez, keberangkatan Nurcholish Madjid

mengalami penundaan. Sambil menunggu keberangkatan ke Mesir itulah,

Nurcholish Madjid mengajar di Gontor selama satu tahun lebih. Namun, waktu

yang ditunggu-tunggu Nurcholish Madjid untuk berangkat ke Mesir ternyata tak

kunjung tiba. Belakangan terbetik kabar bahwa kala itu di Mesir sulit memperoleh

visa, sehingga tidak memungkinkan Nurcholish Madjid pergi ke Mesir.8

Nurcholish melanjutkan studinya di IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta,

di Fakultas Adab, Jurusan Bahasa Arab dan Sejarah Kebudayaan Islam pada tahun

1961, sampai tamat Sarjana Lengkap (Drs.), pada 1968. Dan kemudian

mendalami ilmu politik dan filsafat Islam di Universitas Chicago, 1978-1984.9

Perjalanan pendidikan Nurcholish Madjid di Amerika ini didanai oleh Ford

Foundation. Ketika itu Fazlur Rahman dan Leonard Binder berkunjung ke

Indonesia untuk pertama kalinya, bertujuan untuk mencari peserta program

seminar dan loka karya di The University of Chicago.

7 Ahmad Gaus AF, Api Islam Nurcholish Madjid, h. 18 8 Ahmad Gaus AF, Api Islam Nurcholish Madjid, h. 19 9 Budhy Munawar-Rachman, Membaca Nurcholish Madjid, h. 4

Page 30: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

19

Di Chicago, Nurcholish Madjid memperoleh gelar Doktor antara tahun

1978-1984, dengan disertasi yang berjudul Ibn Taymiyya on Kalam and Falsafah:

a Problem of Reason and Revelation (Ibnu Taymiyyah dalam Kalam dan Filsafat:

antara Akal dan Wahyu dalam Islam).10

Beliau kembali ke Indonesia dan tetap mengajar di Fakultas Adab

(Sastra Arab dan Kebudayaan Islam) di samping pada program Pasca Sarjana

IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta sampai menjadi guru besar. Di almamaternya

yang merupakan perguruan tinggi Islam terkenal ini beliau sempat menjabat

Dekan Fakultas Pasca Sarjana, di samping itu juga beliau mengajar di beberapa

perguruan tinggi lainya.11

Karir intelektualnya, sebagai pemikir Muslim, dimulai pada masa di

IAIN Jakarta, khususnya ketika menjadi Ketua Umum PB HMI (Himpunan

Mahasiswa Islam), selama dua kali periode, yang dianggapnya sebagai

“kecelakaan sejarah” pada 1966-1968 dan 1969- 1971.12

Pada tahun itu juga Cak Nur juga menjadi Wakil Sekretaris Umum dan

pendiri International Islamic Federation of Student Organisation (IIFSO:

Himpunan Organisasi Mahasiswa Islam se-Dunia). Kemudian ia menjadi

pemimpin umum majalah MIMBAR Jakarta (1973-1976). Bersama teman-

temannya mendirikan sekaligus menjadi direktur LSIK (Lembaga Studi Ilmu-ilmu

10Junaidi Idrus, Rekonstruksi Pemikiran Nurcholish Madjid, h. 32 11Bibit Suprapto, Ensiklopedi Ulama Nusantara, (Jakarta: Gramedia, 2009), h. 659 12Budhy Munawar-Rachman, Membaca Nurcholish Madjid: Islam dan Pluralisme, h. 4

Page 31: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

20

Kemasyarakatan) 1972-1976 dan seterusnya LKIS (Lembaga Kebajikan Islam

Samanhudi) 1974-1976.13

Selama di IAIN Jakarta, Nurcholish Madjid juga menekuni dunia

jurnalistik. Dimulai ketika ia menerjemahkan artikel berbahasa Arab tentang fiqih

umat yang dikirimnya ke majalah Gema Islam, majalah Islam pimpinan Buya

Hamka. Dengan bakat ini Nurcholish Madjid mendapat perhatian khusus dari

Buya Hamka. Sebagai penghargaan atas kepandaian Nurcholish Madjid dalam

dunia jurnalistik, Buya Hamka memberi tempat tinggal di bilik masjid al-Azhar

yang dikelolanya sendiri yang bertempat di Kebayoran Baru.14

Kegiatan ilmiahnya yang menonjol diantaranya, memberikan ceramah

ilmiah di berbagai tempat, mengikuti seminar, bahkan sering sebagai pemrasaran

atau narasumber, baik di dalam maupun di luar negeri, mengadakan penelitian di

berbagai daerah, menjadi dosen tamu di Institute of Islamic Studies, McGill

University, Motreal Kanada (1991), pernah pula aktif sebagai staf peneliti di LIPI

(Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia).

Pada hari Senin, 25 Agustus 2005, di rumah sakit Pondok Indah Jakarta,

Allah telah memanggilnya dalam usia 66 tahun. Bangsa Indonesia jelas telah

kehilangan salah seorang tokoh multidimensi yang cerdas dan bijak. Tanpa

bermaksud mencampuri rahasia Allah, Nurcholish dikenal oleh masyarakat luas

sebagai tokoh yang berhati bersih "seputih kapas dan selembut awan". Ucapannya

13Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan; Membangun Tradisi dan Visi Baru

Islam Indonesia, (Jakarta: Paramadina, 2003), h. 224 14Nur Kholik Ridwan, Pluralisme Borjuis: Kritik atas Nalar Pluralisme Cak Nur,

(Yogyakarta: Glang Pres, 2002), h. 56-57

Page 32: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

21

pun lembut, santun serta jarang melukai orang lain, kendati orang itu sedang

dikritiknya.

Namun, di balik kelembutan hatinya, salah satu organ tubuhnya justru

sering mengalami gangguan. Dalam beberapa tahun terakhir organ hatinya mulai

mengeras, dan sejumlah dokter menyebutnya terserang hepatisis. Ketika organ

vitalnya itu kian mengeras, Nurcholish tak bisa menolak ketika rekan-rekannya

dipelopori oleh Arifin Panigoro membawanya berobat ke Cina.

Setiba di tanah air, kesehatan Nurcholish masih belum membaik.

Terpaksa ia menjalani perawatan intensif di National University Hospital

Singapura, sejak 19 Agustus 2004. Sempat membaik hingga beberapa bulan, ia

kembali harus menjalani perawatan di RS Pondok Indah Jakarta Selatan, sejak

awal Februari 2005 lalu. Itu karena organ hati yang baru dicangkokkan ke

tubuhnya mengalami gangguan yang sama mengeras.

Sejak awal bulan Agustus 2005 yang lalu, dia harus balik lagi ke rumah

sakit yang sama, ketika penyakitnya makin parah, dan Allah pun tak ingin

menambah penderitaan Nurcholish dengan cara memanggilnya agar segera bisa

menghadap di sisi-Nya.15

B. Karya-karya

Nurcholish Madjid tergolong cendekiawan Muslim yang banyak

menghasilkan karya, baik berupa buku, makalah, dan artikel. Karya-karya

Nurcholish Madjid itu tersebar dalam berbagai media cetak seperti majalah dan

15Mohammad Masrur, "Mengenang Cak Nur: Dari Pembaharu Sampai Guru Bangsa"

dalam Jurnal Wahana Akademika, Volume 8, Nomor 2 Agustus 2006, Semarang: Koordinator

Perguruan Tinggi Agama Islam Wilayah X Jawa Tengah, h. 337

Page 33: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

22

koran, maupun dalam bentuk buku. Dengan diterbitkannya karya-karyanya itu,

maka pemikiran-pemikirannya dapat dibaca, dikaji, dan dikritisi secara utuh oleh

umat Islam. Untuk memudahkan pemikiran-pemikirannya sampai ke masyarakat

secara luas, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, didirikanlah Yayasan

Paramadina sebagai sarana untuk mensosialisasikan pemikiran-pemikiran

Nurcholish Madjid, baik melalui perkuliahan, seminar-seminar, maupun

penerbitan buku. Di antara buku-bukunya yang cukup terkenal adalah:

1. Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan

Buku yang memuat tulisan-tulisan mengenai sekularisasi, slogan “Islam

Yes, Partai Islam No”, dan penolakan terhadap negara Islam ini diterbitkan

pertama kali pada tahun 1987. Dalam bukunya ini Nurcholish Madjid berusaha

memadukan antara Islam dengan kemodernan dan keindonesiaan. Buku ini

termasuk salah satu karya Nurcholish Madjid yang laris. Ini terbukti dengan

adanya beberapa kali cetak ulang. Dari cetakan pertamanya tahun 1987 sampai

tahun 1997, buku ini telah dicetak ulang sebanyak 9 kali. Hal ini menunjukkan

bahwa tulisan-tulisan Nurcholish Madjid ini mendapat perhatian luas dari umat

Islam, baik yang pro maupun yang kontra.

2. Islam, Doktrin, dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah

Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemodernan

Diterbitkan tahun 1992 merupakan buku “terlengkap” Nurcholish

Madjid. Buku ini merupakan kumpulan dari sebagian makalah Klub Kajian

Agama (KKA) yang diselenggarakan olehYayasan Wakaf Paramadina, Jakarta.

Oleh karena itu, tulisan dalam buku ini memuat pembahasan-pembahasan terkait

Page 34: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

23

dengan suatu masalah tertentu, seperti misalnya pembahasan mengenai Islam dan

budaya lokal. Pendekatan topikal ini menurut Nurcholish Madjid diperlukan untuk

mempertajam pemusatan pembahasan, sehingga dapat diperoleh hasil yang

maksimal. Dengan tulisan-tulisan dalam buku ini diharapkan pembaca mampu

memahami Islam secara lebih komprehensif.

3. Khazanah Intelektual Islam

Buku ini pertama kali terbit pada tahun 1984. Karya ini oleh Nurcholish

Madjid dimaksudkan untuk memperkenalkan salah satu segi kejayaan Islam di

bidang pemikiran, khususnya yang berkaitan dengan filsafat dan teologi.

Nurcholish Madjid memperkenalkan tokoh-tokoh muslim klasik, seperti al-Kindi,

al-Asy‘ari, al-Farabi, al-Afghani, Ibn Sīnā, al-Ghāzalī, Ibn Rusyd, Ibn Taymiyyah,

Ibn Khaldun, dan Muhammad Abduh. Buku ini sekedar pengantar pemikiran

kepada kajian yang lebih luas dan mendalam tentang khazanah kekayaan

pemikiran Islam.

4. Pintu-Pintu Menuju Tuhan

Buku ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1994. karya ini merupakan

kesimpulan tulisan Cak Nur pada kolom “pelita hati” yang dimuat di harian Pelita

dan Tempo. Cak Nur menjelaskan dalam buku ini bahwa Islam menyediakan

banyak pintu menuju Tuhan bagi umat manusia. Cak Nur berusaha menjelaskan

bahwa semua aspek kehidupan manusia seperti Tauhid, Tafsir, Etika Moral,

Spritual kemanusiaan, serta Sosial Politik adalah pintu menuju Tuhan. Dalam

sebuah isi buku menjelaskan salah satu contoh tentang Islam agama manusia

sepanjang masa, menceritakan bahwa Islam artinya pasrah sepenuhnya (kepada

Page 35: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

24

Allah), sikap yang menjadi inti ajaran agama yang benar di sisi Allah oleh karena

itu semua agama yang benar disebut Islam.

5. Kaki Langit Peradaban Islam

Buku ini merupakan hasil suntingan dari makalah Nurcholish Madjid

yang ditulis dalam rentang waktu sekitar sepuluh tahun (1986-1996). Buku ini

berisi tentang, pertama mengetengahkan wawasan peradaban Islam, Kedua

menjelaskan sumbangan pemikiran-pemikiran para tokoh muslim antara lain :

Asy-Syafii dalam bidang hukum Islam, al-Ghāzalī dalam bidang tasawuf, Ibnu

Rusyd dalam bidang filsafat, Ibnu Khaldun dalam bidang filsafat sejarah, dan

sosial. Tentunya isi buku ini mengulas makna sejarah peradaban Islam, misalnya

ketika Napoleon Bonaparte menyerbu dan mengalahkan Mesir, umat Islam

seluruh dunia mengalami shock luar biasa, karena selama ini mereka berpikir

bahwa tidak suatu golongan manusia pun yang lebih unggul dan sanggup

mengalahkan serangan dari luar. Padahal selama berabad-abad orang-orang

muslim betul-betul memahami bahwa Islam adalah unggul dan tak terungguli oleh

orang lain.

6. Masyarakat Religius

Buku ini mengangkat persoalan yang sangat populer dalam kehidupan

sehari-hari seperti : masalah disiplin, pernikahan, dan keluarga, iman hari

kemudian, muzijat dan karomah. Cak Nur menjelaskan semuanya dengan bahasa

yang sederhana dan menarik, akan tetapi bukan berarti substansi permasalahan di

kesampingkan. Buku ini termasuk karyanya yang banyak diminati secara luas

Page 36: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

25

oleh masyarakat isi dari pada buku ini menceritakan kehidupan keagamaan atau

religiutas dan sikap-sikap hidup.

7. Atas Nama Pengalaman Beragama dan Berbangsa di Masa Transisi

Buku ini juga merupakan kumpulan kotbah di Paramadina, namun buku

ini berbeda dari buku sebelumnya, buku ini lebih variatif tidak saja masalah

keislaman, seperti contohnya, beriman kepada Allah tapi syirik sehingga di

jelaskan oleh Cak Nur bagaimana pentingnya manusia selalu mengoreksi

pemahaman tentang ketuhanan dengan cara memahami dengan benar konsep

tauhid Islam. Akan tetapi juga masalah politik, kekuasaan dan kenegaraan serta

sedikit menyinggung masalah ekonomi.

C. Kontribusi Pemikiran Nurcholish Madjid di Indonesia

Nurcholish Madjid merupakan salah satu intelektual muslim Indonesia

yang memiliki beberapa corak pemikiran yang bersifat realistis. Menurut Anis

Saidi (peneliti LIPI, Jakarta) ada beberapa hal yang relatif khas dan konsisten dari

pemikiran Nurcholish Madjid, yaitu, pertama, upaya yang kuat untuk melakukan

desakralisasi atas wilayah-wilayah yang dianggap profan. Inti dari pemikiran ini

untuk menghadang instrumentalisasi agama dan politik. Jargon “Islam yes, partai

politik No!” sama sekali tidak memiliki konotasi atas perlunya pemisahan agama

dari negara. Agama tetap ingin difungsikan sebagai pengawal (moral) dalam

penyelenggaraan negara, tetapi bukan dilembagakan dalam partai politik.

Kedua, yang khas dari pemikiran Nurcholish Madjid adalah kuatnya

semangat keberagamaan yang mengedepankan substansi dari pada ritualitas yang

lebih berorientasi pada perilaku religius dari pada perilaku syari’at, konotasi ini

Page 37: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

26

sama sekali tidak mengandung pengertian untuk mengabaikan syari’at. Tetapi

syari’at hanya dipandang sebagai instrumen untuk mencapai substansi. Ketiga

pemikiran Nurcholish adalah fungsi agama sebagai pembebasan (Rahmatan lil

‘alamin) agama bukan sebagai penyekat idealisme yang menjadi sumbu

perpecahan atau eksklusivitas sebuah keyakinan.16

Banyak sekali ide yang dilontarkan Nurcholish Madjid, khususnya

setelah pulang dari Amerika Serikat. Ia mengatakan bahwa kalau kita pemimpin

atau menjadi seorang pemimpin kita harus seperti lokomotif bagian dari kereta

api, yang tidak ditarik oleh gerbong-gerbongnya. Lokomotif lah yang harus

menarik gerbong-gerbongya, pemimpin harus menarik umat ke arah yang lebih

baik.17 Adapun tema pokok dari pemikiran Nurcholish Madjid pada umumnya

dilontarkan pada masalah-masalah keterbukaan, egalitarian, kebebasan, aktifisme

positif, keniscayaan untuk membumikan ajaran Islam, dan keharusan untuk

menyesuaikan aturan-aturan hidup dengan perubahan-perubahan sosial tanpa

mengkhianati atau justru untuk menegaskan kembali pesan-pesan Islam.

Kiranya tidak berlebihan jika pernyataan di atas dikaitkan dengan apa

yang pernah dikatakan Dawam Raharjo, yang menyebutkan bahwa orang-orang

yang berpendidikan Barat semacam Nurcholish Madjid, memperkenalkan

gagasan-gagasan modernisasi Fazlur Rahman. Segala bentuk perbincangan tokoh-

tokoh semacam Nurcholish Madjid menurut Dawam sangat membentuk citra

16Anas Saidi, “Tafsir Pemikiran Nurcholis Madjid”, (Media Indonesia, 23 Maret 2005),

h. 25 17Nurcholish Madjid, Islam, Kerakyatan, dan Keindonesian, (Bandung: Mizan, 1993),

h. 5

Page 38: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

27

kecendekiawaan Muslim di samping mempengaruhi alam pikiran Islam

Indonesia.18

Dawam Raharjo menuturkan, tahun 1970-an Nurcholish Madjid

diusianya yang relatif muda telah mengguncangkan wacana pemikiran Islam di

tanah air, sebelumnya ia telah dikenal dengan Natsir Muda, yaitu prototipe

pemimpin Islam yang didambakan, memiliki simbol tradisi santri yang kuat,

pendidikan modern, sahih, fasih mengucapkan lafal Arab. Sarjana Muslim yang

dididik dalam ilmu-ilmu keislaman, tapi dengan bacaan buku-buku umum yang

cukup luas, termasuk kepustakaan asing Arab maupun Barat, dia berusaha untuk

memberi “jawaban muslim” terhadap modernisasi. Akan tetapi, karena pidatonya

tanggal 3 Januari 1970 yang berjudul “ Keharusan pembaharuan pemikiran Islam

dan masalah integrasi umat”, gelar Natsir mudanya dicopot terutama karena ia

mengajarkan “sekulerisasi” yang pemahaman kala itu termasuk salah satu bentuk

“Liberalisasi” atau pembebasan terhadap pandangan-pandangan yang keliru yang

telah mapan.19

Nurcholish Madjid menyadari benar bahwa masyarakat Indonesia sangat

pluralisik baik dari segi etnis, budaya, suku, adat istiadat maupun agama. Dari

segi agama, sejarah menunjukkan bahwa hampir semua agama, khususnya agama-

agama besar dapat berkembang dengan subur dan terwakili aspirasinya di

Indonesia. Itulah sebabnya masalah toleransi dan dialog antaragama menjadi

sangat penting, kalau bukan sebagai keharusan. Namun kenyataan ini menurut

Adian Husaini tidak selamanya menjadi inspirasi dalam penafsiran ajaran Islam

18Dawam Raharjo, Intelaktual Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa, Risalah

Cendekiawan Muslim, (Bandung: Mizan, 1993), h. 25-26. 19Nurcholis Madjid, Islam Kemoderenan dan Keindonesiaan, h. 19

Page 39: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

28

secara liberal, khususnya teologi inklusifnya Nurcholish Madjid yang dinilainya

amburadul, absurd, dekonstruktif terhadap konsep-konsep Islam.20

Meskipun tidak setiap orang itu dianggap egois sampai batas yang zalim,

namun tirani vested intrest itu senantiasa menjadi penghalang bagi terjadinya

proses mobilitas sosial yang lancar, khususnya dalam dimensinya yang vertikal,

yaitu pergeseran dalam proses perubahan susunan kemasyarakatan dari bawah ke

atas akan senantiasa terhambat oleh kalangan-kalangan yang timbul dari mereka

yang memperoleh sublimasi begitu rupa sehingga pola sosial yang timbul

karenanya mendapatkan pengesahan dari masyarakat sendiri dan kemudian

diakuai sebagai sesuatu yang wajar.

Ketika kondisi ini dibiarkan tanpa pemecahan puncaknya adalah krisis

multidimensi. Sebab sekarang itu, yang menjadi halangan utama bagi para agama,

yang positif dalam perubahan sosial menuju demokrasi dan pluralisme adanya

prasangka-prasangka dan kecurigaan. Sebagian dari prasangka itu tidak berdiri

sendiri jelas adanya yang merupakan akibat dari proses-proses dan struktur-

struktur hasil bekerjanya. Perubahan sosial inilah yang menjadi stereotip tentang

golongan tertentu seperti Islam yang ekstrim kanan, Kristen-Katolik yang

konspiratif.21

Demikianlah sosok Nurcholish Madjid, seorang cendekiawan yang telah

banyak memberikan sumbangan pemikiran untuk kemajuan umat Islam

khususnya di Indonesaia.

20Adian Husaini, Nurcholish Madjid; Kontroversi Kematian dan Pemikirannya,

(Jakarta : Khoirul Bayan Press, 2005), h. 117. 21Nurcholish Madjid, Tradisi Islam: Peran dan Fungsinya Dalam Pembangunan di

Indonesia, (Jakarta : Paramadina, 1997) h. 137

Page 40: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

29

BAB III

TINJAUAN UMUM PEMIKIRAN RASIONAL DALAM ISLAM

A. Pengertian Pemikiran Rasional

Dalam pengertiannya, Pemikiran rasional adalah cara atau metode

berpikir yang berdasarkan akal (rasio). Dalam pendekatan filosofis, akal adalah

sebagai sumber utama pengetahuan, mendahulukan atau mengunggulkan dari

pengamatan inderawi.1 Seperti juga dikatakan Michael Proudfoot dan A. R. Lacey

dalam kamusnya The Routledge Dictionary of Philosophy bahwa, pemikiran

rasional adalah pemikiran yang bersumber dari akal dan menjadi sumber

pengetahuan atau pembenaran. Akal (reason) dapat dibandingkan dengan wahyu,

agama, atau dengan emosi dan perasaan seperti dalam etika, namun dalam filsafat

biasanya dikontraskan dengan indera atau empiris (termasuk introspeksi, tetapi

bukan intuisi).2

Dalam sejarah filsafat, orang yang pertama kali mencetuskan pemikiran

rasional adalah Plato3. Ia berpendapat bahwa, untuk mempelajari sesuatu,

seseorang harus menemukan kebenaran yang sebelumnya belum diketahui, tetapi,

jika ia belum mengetahui kebenaran tersebut, bagaimana dia bisa mengenalinya?

Plato menyatakan: bahwa seseorang tidak dapat mengatakan apakah suatu

pernyataan itu benar kalau dia sebelumnya sudah tahu bahwa itu benar.

1Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakart: Gramedia Pustaka Utama, 1996), h. 929 2Michael Proudfoot and A. R. Lacey, The Routledge Dictionary of Philosophy, (New

York: Routledge, 2010), h. 338 3Plato dilahirkan di Atena pada tahun 427 S.M. dan meninggal di sana pada tahun 347

S.M. dalam usia 80 tahun. Ia berasal dari keluarga aristokrasi yang turun-temurun memegang

peranan penting dalam politik Atena. Ia pun bercita-cita sejak mudanya untuk menjadi orang

pemerintahan. Tetapi perkembangan politik dimasanya tidak memberi kesempatan padanya untuk

mengikuti jalan hidup yang diinginkanya itu. Penjelasan lebih rincinya lihat Mohammad Hatta,

Alam Pikiran Yunani, (Jakarta: UI-Press, 1986), h. 87

Page 41: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

30

Kesimpulanya adalah bahwa manusia tidak mempelajari apa pun; ia hanya

“teringat apa yang telah ia ketahui”. Semua prinsip-prinsip dasar dan bersifat

umum sebelumnya sudah ada dalam pikiran manusia. Pengalaman indra paling

banyak hanya dapat merangsang ingatan dan membawa kesadaran terhadap

pengetahuan yang selama itu sudah ada dalam pikiran.4

Dengan demikian, pada intinya, Plato hendak memproklamirkan

pemikiran atau cara berpikir rasional dan membenarkannya sebagai sumber

kesejatian pengetahuan yang abadi. Dari sini tentu saja ada satu aspek metode

pemikiran yang ia tolak, yaitu metode pemikiran yang bersumber dari

pengalaman.5

Tokoh kedua yang memfokuskan diri pada pemikiran rasional dari

zaman Yunani klasik adalah Aristoteles.6 Dari Aristoteles ini, pembahasan

mengenai rasio menjadi lebih kompleks, sebab ia “menguliti” apa yang masih

sangat umum dalam pemikiran Plato. Seperti masalah rasio, Aristoteles

mempersepsikannya menjadi lebih nyata, ketimbang Plato yang masih sangat

abstrak. Aristoteles menjadikan pemikiran rasional lebih bervariasi dan lebih

kreatif dengan mencetuskan metode logika dalam cara berfikir rasional.7

4Stanley M. Honer dan Thomas C. Hunt, Metode dalam Mencari Pengetahuan:

Rasionalisme, Empirisme, dan Metode Keilmuan dalam Jujun S. Suriasumantri, Ilmu Dalam

Perspektif, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012), h. 131 5 Bertrand Rusell, Sejarah Filsafat Barat, dan Kaitanya Dengan Kondisi Sosio-politik

Dari Zaman Kuno Hingga Sekarang, terj: Sigit Jatmiko, Agung Prihantoro, Imam Muttaqien,

Imam Baihaqi, Muhammad Sodiq, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 720 6Aristoteles lahir di Stageira pada semenanjung Kalkidike di Trasia (Balkan) pada

tahun 384 S.M. dan meninggal di Kalkis pada tahun 322 S.M. ia mencapai umur 63 tahun.

Bapaknya yang bernama Machaon adalah seorang dokter istana pada raja Macedonia Amyntas II.

Dari kecil ia mendapatkan asuhan dari bapaknya sendiri. Tatkala bapaknya meninggal, ia pergi ke

Atena dan belajar pada Plato di Akedemia. Dua puluh tahun Aristoteles menjadi murid Plato dan

bergaul dengan dia…lebih lanjut lihat Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, h. 115 7 Bertrand Rusell, Sejarah Filsafat Barat, h. 715

Page 42: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

31

Rasio bagi Aristoteles merupakan sesuatu yang paling penting bagi

manusia yang membedakanya dengan makhluk-makhluk lain. Ia sendiri pernah

mengatakan bahwa “manusia adalah hewan yang berfikir”. Oleh karena itu,

manusia sama saja dengan hewan-hewan lain apabila dalam kehidupanya ia tidak

menggunakan akal pikiranya. Dengan demikian dalam sumbangannya terhadap

khazanah pemikiran rasional, Aristoteles tidak kalah pentingya meskipun secara

spesifik ia tidak menghususkan pemikiranya pada hal tersebut. 8

Seiring dengan perkembangan zaman, cara berfikir rasional tersebut

mengalami perkembangan yang pesat sehingga membentuk sebuah aliran yang di

kalangan penggiat filsafat dikenal juga dengan aliran rasionalisme. Di zaman

modern pemikiran rasional dibangkitkan kembali –setelah sekian lama dilarang

oleh para pastur greja– oleh Renѐ Descartes.9 Descartes berusaha menemukan

suatu kebenaran yang tidak dapat diragukan yang darinya dengan memakai

metode deduktif dapat disimpulkan semua pengetahuan kita.

Dengan memberikan tekanan pada metode deduktif ini, seorang

penganut rasionalisme tentu mengakui bahwa kebenaran-kebenaran yang

dikandung oleh kesimpulan-kesimpulan yang diperolehnya sama banyaknya

8 Jujun S. Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif, h. 120 9Renѐ Descartes (nama Latinya: Renatus Cartesius, 1596-1650) dijuluki bapak filsafat

modern. Ia adalah seorang ahli matematika yang berkeinginan besar untuk memperoleh

pengetahuan yang ia harapkan “bisa kutemukan dalam diriku sendiri atau dalam buku besar

dunia”. Untuk itu, ia melakukan banyak perjalanan ke luar negri. Ia menjalani pendidikan militer

di Belanda (1618) dan, sebagai tentara, pernah tinggal di Neubau (dekat kota Ulm, Jerman),

tempat ia menemukan keyakinan filosofis cogito, ergo sum (Aku berpikir, maka aku ada) dalam

satu “pengalaman menara” (1619). Sebagai rasa syukurnya atas pengalaman itu, ia pergi ke

Loreto, tempat peziarahan termasyhur di Italia, di mana –menurut hikayat lama– terdapat rumah

keluarga kudus (Yesus, Maria, Yosef) yang dibawa ke sana pada abad ke-13. Ia kemudian tinggal

di Paris (1625-1628) dan mulai mengabdikan diri sepenuhnya untuk ilmu pengetahuan. Kemudian,

ia tinggal lagi di Belanda (1628) dan di sana mendapatkan seorang putri dari kekasihnya, seorang

pembantu rumah tangga (1635). Sayang, putrinya meninggal saat berusia lima tahun. Pada tahun

1649 ia pergi ke Swedia atas undangan Ratu Cristina. Namun, ia terkena radang paru-paru. Pada

tanggal 11 Februari 1650 Descartes meninggal di Stockholm. Lihat Simon Petrus L. Tjahjadi,

Petualangan Intelektual (Yogyakarta: Kanisius, 2004), h. 206

Page 43: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

32

dengan kebenaran-kebenaran yang dikandung oleh premis-premis yang

mengakibatkan kesimpulan-kesimpulan tersebut. Karena itu jika kita

menginginkan agar kesimpulan-kesimpulan itu berupa pengetahuan, maka premis-

premis haruslah benar secara mutlak. Demikianlah seorang pemikir rasionalisme

mempunyai suatu cara untuk memperoleh kebenaran-kebenaran yang harus

dikenalnya, bahkan sebelum adanya pengalaman. Bagi Descartes, kebenaran-

kebenaran apriori ini dikenal oleh sifatnya yang terang dan tegas.10

Bagi Descartes, rasio merupakan sarana yang tertinggi untuk

mengetahui sesuatu. Pengetahuan merupakan jalan, bukti eksistensi manusia, dan

bahkan menjadi ukuran kebernilaian manusia.11

Rasionalitas Descartes sama halnya rasionalitasnya Plato, menyatakan

bahwa akal ada dalam manusia, pemikiran merupakan elemen terpenting dalam

sifat alami manusia, pemikiran merupakan alat satu-satunya atas kepastian

pengetahuan, dan akal merupakan jalan untuk menentukan apa yang secara moral

benar dan baik. Descartes juga menolak tradisi diskusi dan kerja sama yang

merupakan tradisi Socrates. Baginya, kesatuan seluruh ilmu harus digarap dan

dikonsepsikan oleh satu orang dengan satu metode. Kalau ilmu dibangun oleh

banyak orang, tentu akan kacau, seperti gedung yang digarap oleh beberapa

arsitek. Ini tidak berarti bahwa seluruh pandangan Descartes itu serba baru, akan

tetapi koherensi yang tepat dari seluruh ilmu harus datang dari satu orang.12

10Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, terj, Soejono Soemargono (Yoyakarta: Tiara

Wacana, 1986), h.135 11Abdul Munir Mulkhan, Mencari Tuhan dan Tujuh Jalan Kebebasan: Sebuah Esai

Pemikiran Imam Al-Ghazali (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 44 12 Anton Bakker, Metode-metode Filsafat (Jakarta: Gh.ia Indonesia 1986), h. 72

Page 44: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

33

Slogan Descartes yang populer adalah cogito ergo sum (Aku berpikir

maka aku ada), dimana slogan ini dijadikan pedoman bagi para filosof di zaman

modern. Hal itu dibuktikan bahwa dengan slogan tersebut membuat pikiran

menjadi lebih pasti daripada materi, dan pikiran saya (bagi saya sendiri) lebih

pasti daripada pikiran-pikiran orang lain.13

Oleh karena itu, seluruh pemikiran yang diturunkan dari Descartes

cendrung pada subjektivisme dan cenderung untuk menganggap materi sebagai

sesuatu yang bisa diketahui dengan cara menarik kesimpulan dari apa yang

diketahui pikiran. Di sini saya tidak akan membahas lebih jauh rasionalime

Descartes. Dengan perkecualian ini, pemikiran modern telah banyak sekali

menerima perumusan masalah-masalahnya dari Descartes, tetapi tidak menerima

solusi-solusinya.14

Dari pemaparan di atas terkait pemikiran rasional penulis

menyimpulkan bahwa suatu kebenaran apa pun dapat kita ketahui melalui kerja

rasio bahkan sampai pada kebenaran terakhir atau Tuhan. Selagi akal manusia itu

masih normal dan dapat berfungsi ia bisa mencapai kebenaran-kebenaran tersebut.

Dengan kata lain, manusia dapat mencapai tuhan melalui akalnya.

B. Pemikiran Rasional Dalam Islam

Tradisi pemikiran rasional dalam Islam dapat dipelajari dan dilihat

dalam berbagai cara. Adalah sebuah kekeliruan yang sangat fatal apabila tidak

memandang tradisi rasional dalam Islam dengan pandangan yang luas sehingga

mencakup hampir setiap hal dalam sejarah dan kebudayaan Islam. Karena, dengan

13 Anton Bakker, Metode-metode Filsafat, h. 74 14 Bertrand Rusell, Sejarah Filsafat Barat, h. 740

Page 45: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

34

sudut pandang yang luas ini, kapan saja orang-orang muslim terlibat dalam

pemikiran dan ke arah mana pun jalan pemikiran yang mereka ambil, mereka

harus menggunakan akal, dan dengan melakukan hal itu mereka dianggap menjadi

bagian dari tradisi rasional, baik mereka mengiginkanya atau tidak.15

Dalam sejarah, tradisi pemikiran rasional di dunia Islam ini mencapai

puncaknya ketika terjadi interaksi secara intensif dengan pemikiran rasional

(filsafat) Yunani melalui gerakan penerjemahan karya-karya Yunani ke dalam

bahasa Arab. Kemajuan peradaban Islam dapat dicapai jika pemikiran umat Islam

juga maju, dan pemikiran maju tersebut bertitik tolak pada pemikiran teologinya.

Pandangan teologi yang dapat membawa kemajuan tersebut adalah pemikiran

teologi rasional. Sebaliknya, pemikiran teologi tradisional, yang pada umumnya

dianut oleh sebagian besar umat Islam dapat menjadi salah satu faktor yang

menghambat kemajuan umat Islam.16

Sementara itu, beberapa peneliti Barat, seperti Renan, menyatakan

bahwa Islam tidak memiliki pemikiran rasional dan filsafat. Apa yang sekarang

disebut filsafat Islam, menurutnya, bukanlah orisinil dari Islam itu sendiri,

melainkan hanya pengulangan dari filsafat Yunani, khususnya pemikiran

Aristoteles (384-322 SM).17

Terlepas dari pernyataan para sarjana Barat di atas terkait pemikiran

rasional dalam Islam, jika kita melihat ke belakang, Pada empat abad pertama

15Farhad Daftary, Tradisi-tradisi Intelektual Islam, terj: Fuad Jabali, Udjang Tholib,

(Jakarta: Erlangga, 2002), h. 63 16Abdul Halim (ed.), Teologi Islam Rasional Apresiasi terhadap Wacana dan Praksis

Harun Nasution, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), h. 14 17Ibrahim Madkur, Fi al-Falsafah al-Islamiyah: Manhajuha wa Tathbiquha, (Kairo:

Dar al-Ma’arif, tanpa tahun), h. 21

Page 46: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

35

Islam, muncul dua isu dan proses politik utama yang, menurut Hugh Kennedy

(Guru Besar Sejarah Timur Tengah di Universitas St. Andrews), membentuk latar

belakang penting bagi perkembangan kebudayaan Islam. Isu pertama yang

dihadapi masyarakat Islam, dan yang memicu perdebatan politik panas di antara

mereka, adalah persoalan kepemimpinan umat. Tidak terdapat konsensus umat

tentang sifat dasar kepemimpinan setelah Nabi saw.18

Isu yang kedua adalah persoalan mengenai penyebaran Islam. Setelah

Rasulullah saw wafat, masyarakat Islam berkembang terus. Perkembangan besar

pertama terjadi pada masa al-Khulafa al-Rasyidin, terutama pada masa Khalifah

Umar ibn al-Khaththab. Di zaman kekhalifahannya, penyebaran Islam telah

mencapai Mesir di Afrika Utara, Palestina, Suriah, dan Irak di Asia Barat. Dengan

demikian, masyarakat yang dihadapi Khalifah Umar tidak lagi hanya bangsa Arab

saja (homogen), melainkan terdiri dari berbagai bangsa, bahasa, dan agama:

Islam, Nasrani, Yahudi, dan Majusi (heterogen).19

Seiring dengan semakin luasnya kekuasaan Islam, muncul masalah-

masalah baru di bidang agama dan sosial yang dihadapi Khalifah Umar dan

Khalifah-khalifah setelahnya, sebagai konsekuensi dari terjadinya interaksi dan

asimilasi antara bangsa Arab Islam dan non-Arab. Dalam mengatasi masalah-

masalah tersebut, Khalifah Umar dan para sahabat lainnya berpegang teguh pada

al-Quran dan Sunnah Nabi saw. Namun acap kali tidak dijumpai ajaran yang tegas

baik dari al-Quran dan Sunnah Nabi saw tentang penyelesaian masalah-masalah

baru tersebut. Oleh karena itu, para sahabat melakukan ijtihad dalam

18 Farhad Daftary, Tradisi-tradisi Intelektual Islam, h. 25 19 Harun Nasution, Islam Rasional, (Bandung: Mizan, 1996), h. 89

Page 47: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

36

menyelesaikan masalah-masalah yang mereka hadapi. Dengan demikian, lahirlah

ajaran-ajaran Islam yang dikembangkan dari hasil ijtihad para sahabat tersebut.20

Pada empat abad pertama sejarah Islam, ilmu-ilmu yang datang dari

luar tradisi Islam, seperti: filsafat, sains, kedokteran, dan astronomi, belum banyak

ditekuni oleh sebagian besar intelektual muslim, kecuali oleh sekelompok kecil

saja. Ilmu-ilmu dari luar tradisi Islam tersebut dibawa ke dalam tradisi Islam

melalui gerakan penerjemahan dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab,

terutama pada abad ke-9 M, pada masa kekhalifahan Abbasiyah.21

Pada masa kekhalifahan Abbasiyah ini, ilmu pengetahuan dipandang

sebagai sesuatu yang sangat penting dan mulia. Para khalifah, terutama pada masa

kekhalifahan Abbasiyah I, dan para pembesar lainnya membuka kesempatan yang

seluas-luasnya untuk kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Para

khalifah sendiri pada umumnya adalah ulama yang mecintai ilmu, juga

menghormati dan memuliakan para ilmuwan, sehingga pada masa kekhalifahan

Abbasiyah ini tradisi pengembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam menjadi

berkembang pesat dan mencapai masa keemasannya.

Pada masa kekhalifahan Abbasiyah ini pula kebebasan berfikir diakui

sepenuhnya. Akal benar-benar dibebaskan dari belenggu taqlid. Kondisi ini

menyebabkan orang sangat leluasa mengeluarkan pendapat dalam segala bidang,

termasuk bidang aqidah, filsafat, ibadah, dan sebagainya.22

20Harun Nasution, Islam Rasional, h. 90 21Farhad Daftary, Tradisi-tradisi Intelektual Islam, h. 36-37 22Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam,

(Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 51

Page 48: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

37

Pada masa kekhalifahan Abbasiyah ini pula perkembangan ilmu

pengetahuan yang mendasarkan pada pemikiran rasional mencapai puncak

kejayaannya. Yang termasuk ilmu ini antara lain: filsafat, kimia, fisika,

kedokteran, ilmu hitung, astronomi, dan lain-lain. Usaha penerjemahan karya-

karya Yunani, Persia, atau India, mencapai puncaknya pada masa Khalifah al-

Makmun dengan didirikannya Bait al-Hikmah sebagai pusat penerjemahan dan

pengembangan ilmu pengetahuan.23

Bertolak dari karya-karya yang diterjemahkan tadi, para intelektual

muslim mengembangkan penelitian dan pemikiran mereka, menguasai semua

bidang ilmu pengetahuan dan pemikiran filsafat, serta melakukan penelitian

secara empiris dengan mengadakan eksperimen dan pengamatan, bahkan

membantah, mengkritik dan membatalkan filsafat dan teori ilmu pengetahuan

Yunani.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tradisi pengembangan ilmu

pengetahuan di dunia Islam telah dimulai pada masa Rasulullah saw dan Khalifah

al-Rasyidin. Fokus perhatian pengembangan ilmu pengetahuan saat itu terpusat

pada upaya untuk memahami al-Quran dan Hadits sebagai sumber dasar utama

ajaran Islam. Selanjutnya, pada masa kekhalifahan Umawiyah dan puncaknya

pada masa kekhalifahan Abbasiyah, tradisi pengembangan ilmu pengetahuan di

dunia Islam sudah mulai luas, tidak hanya terbatas pada ilmu-ilmu keislaman,

melainkan juga meliputi filsafat dan sains yang berasal dari luar dunia Islam

melalui penerjemahan karya-karya Yunani.

23Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, h. 78-79

Page 49: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

38

Di samping itu di bidang teologi, hanya aliran Mu’tazilah saja yang

memegang kendali terhadap rasionalitas. Aliran ini lahir kurang lebih pada

permualaan abad pertama hijriah di kota Basrah (Irak), pusat ilmu dan peradaban

Islam di kala itu, tempat peraduan aneka kebudayaan asing dan pertemuan

bermacam-macam agama.

Untuk mengatasi dan menghindari berlarut-larutnya perpecahan dan

perbedaan pendapat, Mu’tazillah mengemukakan konsepsi jalan tengah dalam

usaha mengkompromomikan pendapat-pendapat yang berbeda. Pendapatnya tidak

terlalu keras sebagaimana pendapat Khawarij dan juga tidak terlalu lemah

sebagaimana pendapat Murjiah, tetapi bainal manzilataini, di antara dua pendapat

yang berbeda. Terhadap serangan-serangan, baik dari luar maupun dari dalam,

Mu'tazilah muncul dengan pikiran-pikiran baru guna menyelamatkan Islam.

Usaha itu melahirkan ilmu baru dalam Islam yang dikenalkan

Mu'tazilah, yaitu “Ilmu Kalam”. Ilmu ini berisi perpaduan antara Filsafat dan

Logika dengan ajaran-ajaran agama Islam, sehingga merupakan gagasan-gagasan

baru, konsepsi-konsepsi filsafat mengenai teologi Islam.

C. Perbedaan Antara Rasio, Rasionalisme dan Rasionalitas

Inti dari rasio adalah argumen-argumen bagi pandangan atau pemikiran

yang telah dihasilkan. Oleh karena itu, rasio oleh para filosof terutama Plato dan

Aristoteles dipahami sebagai sebuah kapasitas yang memiliki kemampuan

Page 50: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

39

membuat suatu putusan, sekaligus mengandung alasan-alasan atau dasar-dasar

argumentasi bagi putusan yang telah dibuat.24

Sedangkan Rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat

yang menyatakan bahwa kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian,

logika, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran agama. Rasionalisme

mempunyai kesamaan dari segi ideologi dan tujuan

dengan humanisme dan atheisme, dalam hal bahwa mereka bertujuan untuk

menyediakan sebuah wahana bagi diskursus sosial dan filsafat di luar kepercayaan

keagamaan atau takhayul.25

Di luar diskusi keagamaan, rasionalisme dapat diterapkan secara lebih

umum, misalnya kepada masalah-masalah politik atau sosial. Dalam kasus-kasus

seperti ini, yang menjadi ciri-ciri penting dari perpektif para rasionalis adalah

penolakan terhadap perasaan (emosi), adat-istiadat atau kepercayaan yang sedang

populer. Pada pertengahan abad ke-20, ada tradisi kuat rasionalisme yang

terencana, yang dipengaruhi secara besar oleh para pemikir bebas dan kaum

intelektual.26

Rasionalitas merupakan konsep normatif yang mengacu pada

kesesuaian keyakinan seseorang dengan alasan seseorang untuk percaya, atau

tindakan seseorang dengan alasan seseorang untuk bertindak. Namun, istilah

"rasionalitas" cenderung digunakan secara berbeda dalam berbagai disiplin ilmu,

24 Ahmad Tafsir, FilsafatUmum: Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra,

(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 39 25 A. Susanto, Filsafat Ilmu, h. 30 26 Anton Bakker, Metode-metode Filsafat, h.53

Page 51: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

40

termasuk diskusi khusus ekonomi, sosiologi, psikologi, biologi evolusioner dan

ilmu politik.

Sebuah keputusan yang rasional adalah salah satu yang tidak hanya

beralasan, tetapi juga optimal untuk mencapai tujuan atau memecahkan masalah.

Menentukan optimal untuk perilaku rasional membutuhkan formulasi diukur dari

masalah, dan membuat beberapa asumsi utama. Ketika tujuan atau masalah

melibatkan membuat keputusan, faktor rasionalitas dalam berapa banyak

informasi yang tersedia (misalnya lengkap atau pengetahuan yang tidak lengkap).

Secara kolektif, perumusan dan latar belakang asumsi yang model di mana

rasionalitas berlaku. Menggambarkan relativitas rasionalitas: jika seseorang

menerima model yang diuntungkan diri sendiri adalah optimal, maka rasionalitas

disamakan dengan perilaku yang mementingkan diri sendiri ke titik yang egois.27

Secara kolektif, perumusan dan latar belakang asumsi model

rasionalitas mana yang berlaku. Menggambarkan relativitas rasionalitas: jika

seseorang menerima model optimal yang menguntungkan diri mereka sendiri,

maka rasionalitas disamakan dengan perilaku egois untuk titik yang egois;

sedangkan jika seseorang menerima model menguntungkan optimal, maka

perilaku murni egois tidak rasional. Oleh karena itu sarana untuk menegaskan

rasionalitas tanpa juga menentukan asumsi dari model yang menggambarkan

bagaimana latar belakang masalah dibingkai dan dirumuskan.28

Selanjutnya Rasionalitas merupakan kepercayaan pada kemampuan

ilmu-ilmu alam untuk menangani berbagai permasalahan dalam masyarakat. Jadi

27 Wikipedia tentang Rasionalitas, https://id.wikipedia.org/wiki/Rasional 28 Harun Nasution, Islam Rasional, h. 55

Page 52: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

41

rasionalitas dalam pengertian Weber adalah proses meluasnya penggunaan

rasional ke dalam segenap aspek kehidupan masyarakat.29 Menurut Weber, secara

garis besar ada dua jenis rasionalitas manusia, yaitu pertama rasionalitas tujuan

(Zwekrationalitaet) dan kedua rasionalitas nilai (Wetrationalitaet).30

Rasionalitas tujuan adalah rasionalitas yang menyebabkan seseorang

atau sekelompok orang dalam suatu tindakan berorientasi pada tujuan tindakan,

cara mencapainya dan akibat-akibatnya. Ciri khas rasionalitas ini adalah bersifat

formal, karena hanya mementingkan tujuan dan tidak mengindahkan

pertimbangan nilai.

Rasionalitas nilai adalah rasionalitas yang mempertimbangkan nilai-

nilai atau norma-norma yang membenarkan atau menyalahkan suatu penggunaan

cara tertentu untuk mencapai suatu tujuan. 31

Untuk kesimpulan lebih jelas lagi terkait tiga konsep diatas, lihat tabel di bawah

ini. Dalam tabel tersebut, penulis sengaja menambahkan pengertian kata rasional,

rasionalis, rasionalisasi berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan

Kamus Filsafat. Penambahan pengertian tersebut agar pemahaman terhadap ketiga

konsep di atas yang menjadi fokus di sini, menjadi jelas.

29 Listiyono Santoso, dkk, Epistemologi Kiri, (Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2007), h.

107 30 Anton Bakker, Metode-metode Filsafat, h.59 31 Listiyono Santoso, dkk, Epistemologi Kiri, h. 110

Page 53: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

42

Tabel Perbandingan

Bentuk Kata Etimologi Kamus Besar

Bahasa Indonesia

Pengertian Perspektif

Filsafat

Perspektif

Nurcholish

Madjid

Rasio Pemikiran menurut akal

sehat, akal budi, nalar,

menggunakan akal

dengan baik, berpikir

secara logis (masuk

akal).

Rasional Menurut pikiran dan

pertimbangan yang

logis, menurut pikiran

yang sehat, cocok

dengan akal.

Tindakan yang sudah

diyakini sebagai sesuatu

yang sudah tepat.

Tindakan yang diyakini

sudah tepat secara

subjektif.

Proses

perombakan pola

berpikir dan tata

kerja lama yang

tidak akliah

(rasional), dan

menggantinya

dengan pola

berpikir dan tata

kerja baru yang

akliah (rasional).

Rasionalis Orang yang menganut

paham rasionalisme

Orang yang menganut

paham rasionalisme.

Orang yang

menggunakan

akalnya dengan

sebaik-baiknya,

karena dengan

akal manusia

dapat menemukan

kebenaran sampai

kebenaran yang

terakhir.

Rasionalisasi Proses, perbuatan

menjadikan bersifat

rasional; perbuatan

merasionalkan (sesuatu

yang mungkin semula

tidak rasional)

Proses

menginterpretasikan

tindakan dan ucapan

untuk menilai sesuatu

itu rasional atau tidak.

Proses berpikir

dan bekerja

melalui akal yang

menjadi fitrah

atau sunnatullah

(Hukum Ilahi)

guna kebahagiaan

umat manusia.

Rasionalitas Kerasionalan Argumen tentang

sesuatu yang dapat

diterima oleh akal

sehingga dapat meraih

kebenaran

Penggunaan akal

di dalam Islam

untuk mencapai

kebenaran, namun

kebenaran-

kebenaran yang

diperoleh itu

bersifat insani

Page 54: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

43

atau relatif.

Sedangkan

kebenaran yang

absolut dapat

dicapai melalui

wahyu

(revelation).

Rasionalisme Teori atau paham yang

menganggap bahwa

pikiran dan akal

merupakan satu-

satunya dasar untuk

memecahkan problem

(kebenaran) yang lepas

dari jangkauan indra;

paham yang lebih

mengutamakan

(kemampuan) akal dari

pada emosi atau batin.

Aliran filsafat yang

mengutamakan rasio

dalam meraih

kebenaran. Aliran ini

pertama kali

berkembang pada abad

16 di Prancis yang di

populerkan oleh Rene

Descartes.

Suatu paham

yang mengakui

kemutlakan rasio,

sebagaimana yang

dianut oleh kaum

Komunis.

Page 55: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

44

BAB IV

NURCHOLISH MADJID DAN PEMIKIRAN RASIONALNYA

A. Munculnya Gerakan Islam Rasional di Indonesia

Kemunculan gerakan Islam Rasional Indonesia sejatinya tidak bisa

dilepaskan dari perkembangan yang terjadi di negara-negara lain secara

keseluruhan yang terjadi perubahan besar.1 Seperti perubahan yang terjadi di

ranah global, dinamika pada konteks regional dan nasional juga memiliki

pengaruh yang penting terkait dengan tumbuh dan perkembangan pemikiran Islam

rasional. Apa yang terjadi di beberapa negara Asia dan Asia Tenggara secara tidak

langsung memberi pengaruh gerakan perubahan.

Munculnya gerakan Islam rasional di Indonesia di mulai sejak

terbentuknya organisasi masyarakat yang dinamakan Muhammadiyah pada

tanggal 18 November 1912. Organisasi ini didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan

yang tujuannya untuk mendirikan suatu lembaga pendidikan yang bersifat

permanen. Dari sinilah awal mula gerakan pembaruan pemikiran Islam di

Indonesia. Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 dengan

nama Muhammad Darwis, anak dari seorang K.H. Abu Bakar bin Kitai Sulaiman,

khatib di masjid Sultan di kota itu. Ibunya adalah anak Haji Ibrahim yang seorang

penghulu.2

1Zuly Qodir, Islam Liberal, Varian-Varian Liberalisme Islam di Indonesia 1991-2002,

(Yogyakarta: LKIS, 2010), h. 70 2 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, terj: Deliar Noer

(Jakarta: LP3ES, 1982), h. 76

Page 56: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

45

Setelah ia menyelesaikan pendidikan dasarnya dalam nahwu, fiqh dan

tafsir di Yogya dan sekitarnya, ia pergi ke Mekkah tahun 1890 di mana ia belajar

selama setahun. Salah seorang gurunya ialah Syaikh Ahmad Khatib. Sekitar tahun

1903 ia mengunjungi kembali tanah suci di mana ia menetap selama dua tahun

lamanya.

Ahmad Dahlan telah menghayati cita-cita pembaharuan sekembali dari

hajinya yang pertama. Tidak pasti, apakah ia sampai pada pemikiran pembaruan

itu secara perorangan ataukah ia dipengaruhi oleh orang-orang lain dalam hal ini.3

Akan tetapi menurut Ulil Abshar Abdalla4 dalam ceramahnya pada acara

Democracy Project, ia mengatakan bahwa, K.H Ahmad Dahlan sangat

terpengaruh oleh tokoh pembaharuan Islam yang ada di Mesir yaitu Muhammad

Abduh.5

Melalui majalah Almanar yang diterbitkan Abduh, dihampir sebagian

belahan dunia Islam mengalami perubahan besar termasuk di Indonesia. Ahmad

Dahlan sangat terpengaruh oleh gagasan Abduh tentang tajdidi movement

(gerakan pembaharuan) di mana kondisi sosial umat Islam pada saat itu diliputi

3 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, h. 85 4 Ulil Abshar Abdalla adalah seorang cendikiawan muslim Indonesia yang masih

hidup sampai sekarang. Selain itu ia juga yang mendirikan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

Jaringan Islam Liberal (JIL) yang bertempat di Utan Kayu, Jakarta Pusat. 5Muhamammad Abduh adalah seorang pemikir, teolog, mufti, dan pembaharu Islam

di Mesir pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Ia lahir di mesir pada 1849 M/ 226 H, pada

masa pemerintahan Ali Pasya dan dibesarkan di Mah.lat Nasr.Abduh mengawali pendidikanya

dengan berguru pada ayahnya di rumah. Pelajaran pertama yang ia perleh adalah membaca,

menulis, dan menghafal Al-Qur’an. Abduh mampu menghafal Al-Qur’an dalam jangka waktu

yang sangat singkat, yaitu hanya dua tahun. Setelah besar ia pergi ke Al-Azhar untuk menunut

ilmu lebih dalam. Di Al-Azhar, ia dan kawan-kawanya mempunyai kesempatan berdialog dengan

tokoh pembaharu Jamaluddin Al-Afghani.Dari sini lah awal mula corak pemikiran Abduh

dibangun. Ketika belajar degan Al-Afghani, Abduh mendalami pengetahuan tentang filsafat,

teologi, politik, dan jurnalistik. Salah satu bidang yang paling menarik perhatianya adalah teologi,

terutama teologi Mu’tazilah yang dikenal sangat rasional dan liberal dalam menanggapi sesuatu.

Lihat Samsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam,

(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h.116

Page 57: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

46

oleh taqlid pada tradisi mazhab fiqh (tradisionalisme mazhabiyah) dan

menganggap bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Di sini lah peran Muhammad

Abduh sebagai pembaharu pemikiran Islam sangat penting, dan di kemudian hari

gagasan-gagasanya diikuti oleh pemikir-pemikir setelahnya termasuk Ahmad

Dahlan di Indonesia.6

Menurut Mujamil Qomar, pada paruh pertama abad ke-20, pemikiran

Abduh ini telah berpengaruh terhadap organisasi-organisasi Islam di Indonesia

yang bercorak modernis seperti Muhammadiyah dan Al-Irsyad serta bercorak

puritan seperti Persis, sehingga mengakibatkan gesekan-gesekan dengan ulama

tradisional yang berbasis pesantren yang kemudian membangun saluran wadah

organisasi sendiri, yaitu Nahdlatul Ulama (NU). Organisasi yang berbasis

pesantren ini sejak awal berdirinya menyatakan dalam Anggaran Dasarnya,

mengikuti Islam ala Ahl Al-Sunnah wa Al-Jama’ah. Karena itu, gesekan-gesekan

tersebut makin meruncing, tidak hanya melibatkan level tokoh-tokohnya, tetapi

tidak jarang juga menyeret para pengikutnya dalam bentuk perdebatan.7

Pada 1936, perdebatan semakin parah. Sebagai contoh perdebatan

antara ulama yang diwakili tokoh-tokoh Persis dan Al-Irsyad melawan ulama

tradisional dari Nahdlatul Ulama. Bahkan pada bagian lain hubungan antar

Muhammadiyah dan NU kadang-kadang ditandai oleh sikap saling curiga dan

pada masa tertentu tampaknya seperti ingin meniadakan. Masing-masing ingin

tampil sebagai kekuatan Islam yang paling sah dengan paradigm keislamanya

6Ulil Abshar Abdalla Tentang Muhammad Abduh, Democracy Project,

https://www.youtube.com/watch?v=96ZFsS0dWdU 7 Mujamil Qomar, Fajar baru Islam Indonesia?: Kajian Komprehensif Atas Arah

Sejarah Dan Dinamika Intelektual Islam Nusantara, (Bandung: Mizan, 2012), h. 42

Page 58: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

47

sendiri.8 Gerakan Islam sendiri pada dekade 1930-an cenderung mengalami

dinamika semata-mata atas dasar politik aliran. Basis sosial Islam ketika itu nyaris

terpolarisasi pada dua tren aliran, yaitu aliran tradisionalis yang diwakili NU dan

aliran modernis yang diwakili Muhammadiyah.9

Hampir semua organisasi Islam tersebut mengklaim dirinya sebagai Ahl

Al-Sunnah, baik secara legal formal yang dinyatakan oleh institusinya,

keputusanya, maupun pengakuan tokohnya. Hal ini menunjukan bahwa secara

teologis, paham keagamaan mayoritas masyarakat Muslim Indonesia adalah Ahl

Al-Sunnah. Tetapi, mereka berbeda-beda dalam memaknai, menafsirkan, dan

menerjemahkan Ahl Al-Sunnah itu dalam konteks aplikasi kehidupan keagamaan

mereka sehari-hari. Tidak jarang terjadi pertentangan di antara mereka dalam

persoalan yang kecil-kecil atau furûiyah akibat khilᾱfiyah (perbedaan

pandangan).10

Dari perdebatan organisasi-organisasi masyarakat di atas dapat kita

simpulkan bahwa, dalam pandangan, ideologi, visi dan misi, mereka semua sama.

Menggenggam teguh aqidah Islam, menjunjung tinggi Islam, dan memajukan

Islam. Semua itu terwadahkan dalam satu aqidah, yaitu Ahl Al-Sunnah wa Al-

Jama’ah. Selanjutnya, yang jadi permasalahan adalah cara penafsiran-nya yang

berbeda-beda. Yang dapat kita soroti di sini adalah gaya penafsiran organisasi

8 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, h. 80 9 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, h. 86 10Mujamil Qomar, Fajar baru Islam Indonesia, h. 43

Page 59: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

48

Muhammadiyah yang lebih bersifat modernis dan reformis mengikuti alur

pikirnya Muhammad Abduh yang lebih rasionalis.11

Terlepas dari perdebatan ormas-ormas di atas, pada 1970-an terdapat

gelombang baru yang sengaja diciptakan. Harun Nasutuion mengenalkan dan

mempopulerkan gagasan teologi rasional ala Mu’tazilah di Indonesia.

Semangatnya mengenalkan teologi ini menyebabkan Nasution sering disebut

sebagai neo-Mu’tazilah. Popularisasi pemikiran Mu’tazilah ini mendapatkan

penolakan yang sangat keras dari kalangan umat Islam pengikut Ahl Al-Sunnah,

terutama dari kalangan ulama tradisional atau ulama konservatif yang berbasis

pesantren. Tetapi, tidak demikian dengan dosen maupun mahasiswa UIN.12

Pemikiran-pemikiran Mu’tazilah yang disosialisasikan Nasution untuk

membangkitkan semangat umat Islam Indonesia dapat diterima oleh dosen

maupun mahasiswa UIN. Dosen-dosen yang berpengaruh, banyak sekali

mendapatkan pengaruh dari pemikiran Mu’tazilah Harun Nasution.13

Dalam mengamati kondisi sosial masyarakat Islam di zaman itu, Harun

menegaskan bahwa: “yang membuat Islam itu maju adalah para pemimpin yang

pemikir, yaitu para intelektual. Setiap negara atau masyarakat yang maju adalah

lebih disebabkan oleh kaum intelektual, bukan golongan awam. Golongan

intelektual di Indonesia belum terlihat dengan jelas yang menjadi juru dakwah,

maka mereka ini yang harus dimasukkan jiwa Islam, kalau mereka sudah tertanam

11 Djohan Effendi, Pembaruan Tanpa Membongkar Tradisi: Wacana Keagamaan di

Kalangan Generasi Muda NU Masa Kepemimpinan Gus Dur, (Jakarta: Kompas, 2010), h. 44 12 Djohan Effendi, Pembaruan Tanpa Membongkar Tradisi, h. 57 13Mujamil Qomar, Fajar baru Islam Indonesia, h. 44

Page 60: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

49

jiwa Islam dengan benar dan baik, maka perkembangan Islam akan lebih baik dan

maju.14

Lahirnya gagasan Islam rasional sebenarnya juga dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yakni: keyakinan perlunya sebuah filsafat dialektik; keyakinan

adanya aspek historisisme dalam kehidupan sosial keagamaan; perlunya membuka

kembali pintu ijtihad; penggunaan argumen-argumen rasional untuk iman;

perlunya pembaharuan pendidikan, dan pentingnya menaruh simpati pada hak-hak

perempuan dalam Islam.15

B. Rasionalitas Islam Nurcholish Madjid

Setelah melalui pergulatan panjang selama satu dasawarsa, sejak tahun

1980-an, pemikiran dan aksi Islam Indonesia tampak sekali mengalami perubahan

yang signifikan. Perubahan signifikan ini sekurang-kurangnya ditandai dengan

tiga hal.

Pertama, format pemikiran Islam era 1990-an jauh berbeda dengan

corak pemikiran Islam era 1960-an sebagai gelombang awal pergulatan pemikiran

Islam Indonesia. Pemikiran Islam era 1990-an merupakan kelanjutan dari corak

pemikiran Islam tahun 1970 dan 1980-an dengan aktor-aktor baru yang muncul di

pentas nasional. Salah satu dari tokoh-tokoh tersebut adalah Nurcholish Madjid

yang akan kita bahas pada bab ini.16 Tahun 1990-an merupakan era di mana rezim

Soeharto telah mulai menampakan tanda-tanda penerimaanya terhadap Islam. Hal

ini dapat dibuktikan dengan berdirinya lembaga-lembaga yang merepresentasikan

14Nurhadi, “Harun Nasution: Islam Rasional Dalam Gagasan dan Pemikiran”, dalam

Jurnal Edukasi, Volume 01, No, 01, Juni 2013, h. 48 15Zuly Qodir, Islam Liberal, h. 95

16Zuly Qodir, Islam Liberal, h. 87

Page 61: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

50

Islam seperti ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia), BMI (Bank

Muamalat Indonesia), dan UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria).

Kedua, perubahan sikap rezim kekuasaan terhadap Islam telah

mendukung perkembangan pemikiran Islam era 1990-an. Corak pemikiran Islam

pada era ini sejatinya mempunyai kecendrungan menjembatani ketegangan

konseptual antara gagasan-gagasan keislaman dengan ide-ide politik dan

kenegaraan yang muncul dari pengalaman dan trauma politik tahun 1970 dan

1980-an di bawah rezim Orde Baru.17

Ketiga, pada tahun 1990-an telah muncul generasi baru pemikiran Islam

Indonesia, dengan nuansa yang lebih terbuka dan memunculkan apa yang bisa

disebut mazhab baru pemikiran Islam Indonesia, yakni mazhab liberal Islam. Era

1990-an bisa disebut juga sebagai era “bulan madu” Islam dengan negara, sebab

pada tahun ini negara benar-benar menengok Islam sebagai sesuatu yang amat

penting.18

Perubahan-perubahan di atas, sejatinya bukan berubah secara alamiah

melainkan ada yang memotorinya, yaitu para tokoh intelektual Muslim, dimana

salah satunya adalah Nurcholish Madjid yang pemikiran-pemikiranya sangat

tajam sehingga tidak sedikit orang yang menganggapnya kontroversial. Salah satu

gagasanya yang brilian adalah tentang rasionalisasi Islam. Bagi Nurcholish, sifat

rasional itu bertujuan untuk memperoleh daya guna dalam berpikir dan bekerja

maksimal untuk kebahagiaan umat manusia. Tujuan itu bisa dicapai dengan terus

17 Zuly Qodir, Islam Liberal, h. 87 18Zuly Qodir, Islam Liberal, h. 88

Page 62: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

51

menerus mengusahakan segala perbaikan, baik pribadi maupun masyarakat, yang

semuanya dilakukan dengan semangat the ultimate truth, yakni Allah sendiri.19

Selanjutnya Nurcholish sangat berhati-hati dan membedakan antara

rasionalisme dan rasionalitas Islam. Menurutnya, rasionalisme adalah suatu

paham yang mengakui kemutlakan rasio, sebagaimana yang dianut oleh kaum

komunis dan juga mayoritas masyarakat di Barat.20 Maka, seorang rasionalis

adalah seorang yang menggunakan akal pikirannya secara sebaik-baiknya,

ditambah dengan keyakinan bahwa akal pikirannya itu sanggup menemukan

kebenaran, sampai yang merupakan kebenaran terakhir sekalipun. Sedangkan

Islam hanya membenarkan rasionalitas, yaitu dibenarkannya menggunakan akal

pikiran oleh manusia dalam menemukan kebenaran-kebenaran. Akan tetapi,

kebenaran-kebenaran yang ditemukannya itu adalah kebenaran insani, dan karena

itu terkena sifat relatifnya manusia. Karenanya, menurut Islam sekalipun rasio

dapat menemukan kebenaran-kebenaran, yakni kebenaran-kebenaran yang relatif,

namun kebenaran yang mutlak hanya dapat diketahui oleh manusia melalui

sesuatu lain yang lebih tinggi daripada rasio, yaitu wahyu (revelation) yang

melahirkan agama-agama Tuhan, melalui nabi-nabi.21

19Zuly Qodir, Islam Liberal, h. 94 20Menurut Nurcholish Madjid, komunisme adalah bentuk yang paling tinggi dari

sekularisme–Sekularisme itu sendiri adalah suatu paham dari Barat yang menekankan

kemerdekaan individu di dunia tanpa ada intervensi dari Tuhan–sebeb, komunisme adalah

sekularisme yang paling murni dan konsekuen. Dalam komunismelah seseorang menjadi ateis

sempurna. Kaum komunis membenarkan, malah mendasarkan keseluruhan ajaranya pada prinsip

persamaan di antara manusia. Tetapi prinsip persamaan dalam komunisme itu pun mengalami

nasib yang sama dengan prinsip kemerdekaan dalam kapitalisme. Kaum komunis menodai prinsip

persamaan itu, sehingga tinggal semboyan semata. Malahan yang terjadi ialah adanya supermasi

mutlak pihak penguasa atas pihak yang dikuasai, yaitu rakyat pada umumnya. Diktator proletar,

pada hakikatnya, ialah diktator pemimpin-pemimpin dan penguasa-penguasa. Lihat, Nurcholish

Madjid dalam, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, h. 189 21Nurcholish Madjid dalam, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, h. 181

Page 63: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

52

Penyataan di atas didukung juga oleh firman Tuhan yang berbunyi:

“Tidaklah kamu (manusia) diberi ilmu pengetahuan (melalui rasio) melainkan

sedikit saja (Qs, 17: 85).22

Selanjutnya Cak Nur mengemukakan pekataan Einstein yang

merupakan sang jenius abad 20 bahwa:

“Kesadaran bahwa seluruh pengetahuan kita tentang alam raya

hanyalah semata-mata residu dari kesan-kesan yang diselubungi oleh

akal pikiran kita yang tidak sempurna, membuat mencari kenyataan itu

(kebenaran) tampaknya tidak bisa diharapkan.”

Agaknya, karena kesadaran akan keterbatasan akal pikiran inilah,

Einstein memasuki alam keinsafan keagamaan yang sangat mendalam.

Maksud sikap rasional itu sendiri ialah memperoleh dayaguna yang

maksimal untuk memanfaatkan alam ini bagi kebahagiaan manusia. Oleh karena

manusia –karena keterbatasan kemampuanya– tidak dapat sekaligus mengerti

seluruh hukum alam ini, melainkan sedikit demi sedikit dari waktu ke waktu,

maka menjadi rasional adalah juga berarti progresif dan dinamis. Jadi tidak dapat

bertahan kepada sesuatu yang telah ada (status quo), dan karena itu bersifat

merombak dan melawan tradisi-tradisi yang terang-terang tidak benar, tak sesuai

dengan kenyataan yang ada dalam hukum alam, tidak rasional, tidak ilmiah,

sekalipun di sisi lain juga ada keharusan menerima dan meneruskan, kemudian

mengembangkan warisan generasi sebelumnya yang mengandung nilai

kebenaran.23

22Ayat lengkapnya adalah: ويسئلونك عن الروح قل الرح من أمر ربي وما أوتيتم من العلم إلا قليلا 23Nurcholish Madjid dalam, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, h. 173-174

Page 64: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

53

Islam memiliki dasar-dasar yang jelas tentang kesiapanya untuk

menjadi modern dan rasional. Hal ini dibuktikan bahwa sejak awal Islam telah

mampu menyerap peradaban umat manusia dan sekaligus mempertahankan

keteguhan iman untuk menolak mana yang tidak baik. Sumber-sumber

universalisme maupun kosmopolitanisme ajaran Islam termuat dalam makna

Islam yang berarti sikap pasrah ke hadirat Tuhan, yang sebenarnya merupakan

agama manusia sepanjang masa. Dengan makna itu, Islam merupakan makna

kesatuan kenabian dan kesatuan kemanusiaan yang muncul dari konsep kesatuan

ke-Maha Esaan Tuhan. Dengan konsep inilah Islam sejalan dengan hakikat

humanitas yang berdasarkan semangat alhanafiyah as-samhah: semangat mencari

kebenaran yang lapang, toleran, tidak sempit, tanpa fanatik, dan tidak

membelenggu jiwa.24

Selanjutnya Cak Nur meruntut tahapan epistemologi manusia dalam

mencapai kebenaran yang final. Menurutnya, manusia untuk kehidupanya yang

bahagia, ia harus melalui empat tahap epistemologis berturut-turut. Pertama,

tahap naluriah, dengannya seorang manusia yang baru lahir ke dunia, hidup.

Kedua, tahap panca indra atau indra umumnya, yang akan menyempurnakan

bekerjanya naluri, malahan memang bekerja atas dasar bekerjanya naluri pula.

Tetapi, indra pun belum cukup, sebab indra masih terlalu banyak membuat

kesalahan. Maka dilengkapilah dengan tahap ketiga, yaitu akal pikiran, yang

memberikan koreksi terhadap kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh indra, dan

bekerja atas dasar bekerjanya indra pula. Akal pikiran atau rasio ini pun

mempunyai kemampuan yang terbatas, seperti diakui oleh Einstein, seorang

24Zuly Qodir, Islam Liberal, h. 95

Page 65: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

54

ilmuwan (rasional) terbesar abad sekarang. Padahal, demi kebahagiaan sejati,

manusia harus sampai kepada kebenaran terakhir. Oleh karena itu, Tuhan pun

memberikan pengajaran kepada manusia tentang kebenaran terakhir (ultimate

truth) itu melalui nabi-nabi dan rasul-rasul yang dipilih di antara manusia.

Pengajaran Tuhan itu –dan juga termasuk dalam tahap epistemologis yang

keempat‒ yaitu dinamakan wahyu (revelation). Wahyu penghabisan Tuhan ialah

Al-Quran, kitab suci Agama Islam. Maka Islam mengklaim dirinya sebagai

kebenaran terakhir. Empat tahap jalan hidup manusia itu adalah seperti jenjang

anak tangga: naluri, indra, rasio, dan wahyu (agama). Sekalipun menunjukan

urutan yang semakin tinggi nilainya, namun tidak boleh ada yang bertentangan

dengan akal (rasio), sekalipun lebih tinggi daripada rasio.25

Pernyataan-pernyataan Nurcholish di atas mempunyai kemiripan —

dengan tidak bermaksud menyamakan atau membandingkan— dengan pernyataan

yang dikemukakan oleh seorang filsuf berkebangsaan Iran, yaitu Murtadha

Muthahhari yang mengatakan bahwa, dalam perkembangan pengetahuan, manusia

akan mengalami tiga tahap pengetahuan. Pertama adalah indra, namun indra

adalah untuk alam materi. Dengan alat ini manusia memperoleh pengetahuan dari

alam materi. Dan kedua berbagai argumen logika, argumen yang rasional — yang

dalam ilmu logika disebut qiyas (silogisme) atau burhan (demonstrasi)— yang ini

adalah suatu bentuk praktik yang dilakukan oleh rasio manusia. Alat tersebut

dapat diberlakukan, saat kita meyakininya sebagai suatu sumber pengetahuan.

Mereka yang membatasi sumber pengatahuan itu pada alam materi saja, dan

membatasi instrumen pengetahuan hanya indra, tentunya mereka menolak rasio

25Nurcholish Madjid, Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan, h.182

Page 66: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

55

sebagai sumber pengetahuan, dan jelas mereka juga menolak nilai alat silogisme

dan demonstrasi (burhan). Selama kita tidak mengakui rasio sebagai sumber

pengetahuan, maka kita pun tidak dapat bersandar pada alat silogisme dan

demonstrasi. Yakni kita tidak dapat mengakuinya sebagai suatu alat

pengetahuan.26

Sampailah kita kepada sumber yang terakhir atau yang ketiga yaitu qalb

(hati) atau nafs (jiwa) manusia. Menurut Muthahhari, Kita mesti meyakini bahwa

alat untuk sumber pengetahuan yang ketiga ini, adalah penyucian hati atau jiwa

(tazkiyah an-nafs). Hati manusia ibarat satu sumber dan manusia dapat

mengambil manfaat sumber itu dengan menggunakan alat “penyucian hati”

(tazkiyah an-nafs).27

Dengan demikian, baik Murtadha Muthahhari maupun Nurcholish

Madjid, ke duanya sangat mengutamakan pengetahuan yang bersumberkan wahyu

sebagai kebenaran yang final. Meskipun demikian bukan berarti mereka

menafikan sumber yang lain, melainkan keseluruhanya saling bertautan dan saling

melengkapi. Dengan demikian runtuhlah semua anggapan bahwa kebenaran

terakhir yang terkandung dalam Islam bisa dicapai melalui akal pikiran. Ada

sedikit perbedaan dari argument Muthahhari ini dengan Nurcholish. Nurcholish

membagi dalam empat kategori tahapan ilmu pengetahuan bagi manusia, yaitu

naluri, panca indra, rasio (akal pikiran), dan wahyu yang dengan alat

pencapaianya yaitu qalb (hati). Pencapaian ini menuju kebenaran terakhir atau

26 Murtadha Muthahhari, Pengantar Epitemologi Islam, terj: Muhammad Jawad

Bafaqih (Jakarta: Sadra Press, 2010), h. 62 27 Murtadha Muthahhari, Pengantar Epitemologi Islam, h. 78-79

Page 67: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

56

Tuhan. Sedangkan Muthahhari membaginya hanya dalam tiga kategori, yaitu

panca indra, rasio atau logika, qalb (hati).

C. Karakter Rasionalitas Islam Nurcholish Madjid

Tradisi rasional dalam Islam ini dimulai sejak bermunculanya para

pemikir atau filsuf Muslim pada masa dinasti Abbasiah. Bagi para filsuf Muslim

ini, rasionalitas adalah pembeda hakiki (alfashl al-dzâtî, differensia essensial)

bagi manusia dari makhluk hidup lainnya. Karena itu, terkenal sekali definisi

mereka tentang manusia sebagai “hewan rasional” (hayawân nâthiq). Bagi mereka

ini, rasio adalah anugerah Allah: sesuatu yang paling berharga bagi manusia.

Rasiolah yang memberi kemampuan kepada Adam (manusia) untuk mengenali

dunia sekelilingnya. Atas dasar kemampuan itu manusia dipilih Tuhan sebagai

Khalifah-Nya di bumi, dan protes malaikat ditolak meskipun mereka ini

senantiasa bertasbih memuji Allah dan mengkuduskan-Nya (Qs, 25: 44).28

Para failasuf Muslim juga memandang fundamental berbagai firman

Allah yang mengaitkan iman dengan akal-pikiran, dan kekafiran dengan

kebodohan dan ketidak mampuan menggunakan akal-pikiran. Bahkan terdapat

ilustrasi bahwa kaum kafir itu, seperti raja kaya, malah lebih sesat lagi (Q., 2:30-

34).29 Oleh karena itu, sangat wajar bahwa kebangkitan bangsa-bangsa Eropa

untuk memasuki Zaman Renaisans kemudian ke Zaman Modern terjadi setelah

mengalami kontak dengan dunia pikiran Islam.30

أم تحسب أن أكثر هم يسمعون أو يعقلون إن إلا كالأنعام بل هم أضل سبيل 28مآء ون حن نس 29 وإذ قال ربك للملإكة إنى جاعل فى الأرض خليفة قالوآ أتجعل فيها من يفسد فيها ويفسك الد

من الكافرين.إل إبليس أبى واستكر وكان بحمدك ونقدس لك. قال إنى أعلم ما لا تعلمون # وإذ قلنا للملئكة اسجدوا لأدم فسجدوآ30Budhy Munawar-Rachman, Ensiklopedi Nurcholish Madji, jil. IV, h. 2842

Page 68: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

57

Dalam hal ini, Ibn Rusyd dan filsafatnya (“Averroisme”) adalah yang

paling jauh penetrasi dan pengaruhnya ke dalam dunia pemikiran Barat. Mengenai

tokoh ini, penting sekali kita melihat betapa ia adalah seorang yang sangat

percaya kepada rasionalitas, namun tetap seorang agamawan yang saleh, bahkan

seorang yang sangat ahli dalam fiqih seperti dicerminkan dalam kitabnya yang

sangat masyhur, Bidâyat Al-Mujtahid wa Nihâyat Al-Muqtashid.

Ibn Rusyd dan para failasuf Islam lainnya seperti Al-Kindi, AlFarabi,

Ibn Sina, dan lain-lain, adalah tokoh-tokoh pemikir yang mempersonifikasikan

rasionalitas dan religiusitas sekaligus, tanpa pemisahan antara keduanya. Oleh

karena itu, mereka juga dapat dipandang sebagai bukti tentang adanya kesatuan

organik dalam sistem ajaran Islam antara religiusitas dan rasionalitas. Dengan

kata-kata lain, rasionalitas adalah sui generis dari Islam, artinya hasil yang secara

sejati berasal dari ajaran Islam sendiri, bukan sesuatu yang ditambahkan atau

didapatkan dari luar.

Inilah yang menyebabkan kaum Muslim klasik (salaf) menunjukkan

sikap-sikap spontan terhadap ilmu pengetahuan ketika mereka menemukannya di

kawasan-kawasan yang mereka bebaskan seperti Syria, Mesir, Persia, India, dan

lain-lain. Karena itu pula, mereka (kaum Muslim) adalah yang pertama di antara

umat manusia yang menginternasionalkan ilmu pengetahuan dan menyudahi

watak pseudorasional parokialisme dalam ilmu pengetahuan.

Ajaran-ajaran Ibn Rusyd bukan hanya memengaruhi cara berpikir

orang-orang Barat, tapi juga membangkitkan revolusi pemikiran yang keras dan

gaduh, disebabkan oleh rasionalitasnya yang mengandung makna menentang

Page 69: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

58

dogmatika gereja Kristen saat itu. Akibatnya, setiap orang Eropa (Kristen) yang

menunjukkan etos ilmiah yang tinggi dengan rasionalitas yang tampak jelas akan

dituduh telah terpengaruh oleh agama Islam dan oleh Ibn Rusyd.31

Karena itu, di Eropa, setiap kali muncul seorang yang kreatif dalam

pemikiran keilmuan dan kefilsafatan tentu memusuhi agama yang ada di sana dan

menjadi sasaran pengejaran dan penyiksaan oleh gereja, yang terkenal dengan

Inkuisisi. Namun kita ketahui bahwa “perang tanding” antara ilmu pengetahuan

dan agama di Barat (yang Kristen) itu akhirnya dimenangkan oleh ilmu

pengetahuan. Itulah garis besar keadaan yang kini dapat kita saksikan sendiri di

sana, meskipun sisa-sisa “perang tanding” itu masih berlangsung, seperti

pertentangan antara “Creatioinism” lawan “Evolutionism”, dan lain-lain.

Timbulnya fundamentalisme Kristen di Barat, khususnya di Amerika

sekarang ini, dapat dipandang sebagai kelanjutan “perang tanding” antara ilmu

dan teologi Kristen, antara rasionalitas dan dogma. Meskipun fundamentalisme

menghasilkan suara yang gemuruh, tapi tidak ada tanda-tanda bahwa ia akan

menang atas ilmu.32

Hal ini menunjukan bahwa, dalam kesejarahan Islam klasik para bangsa

Muslim Arab –khususnya para failasuf– karena sifat reijiusitas mereka yang

tinggi, pemikiran spekulatif kefalsafahan terjadi hanya dalam batas-batas yang

masih dibenarkan oleh agama, yang agama itu, bagi mereka, telah cukup rasional

sebagaimana dituntut oleh falsafah. Yang paling penting dari kontribusi ilmu

31Budhy Munawar-Rachman, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, jil. IV, h. 2843 32 Budhy Munawar-Rachman, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, jil. IV, h. 2844

Page 70: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

59

pengetahuan orang-orang Muslim dulu adalah –juga yang menjadi landasan sains

modern– matematika dan kimia.33

Tidak adanya orisinalitas yang mengesankan pada pemikiranya

kefilsafatan Islam klasik kiranya tidak perlu mengherankan. Sebabnya, para

failsafuf klasik Islam, betapa pun luas pengembaraan intelektualnya, adalah

orang-orang yang relijius. Mungkin tafsiran mereka atas beberapa nuktah ajaran

agama tidak dapat diterima oleh para ulama ortodoks, namun, berbeda dengan

rekan-rekan mereka di Eropa pada masa skolastik, Renaissance dan Modern, yang

umumnya menolak atau meragukan agama, para failasuf muslim klasik itu

berfalsafah karena dorongan keagamaan, malahan seringkali justru untuk

membela dan melindungi keimanan agama.34

Seperti yang dikatakan R.T. Wallis, seorang ahli dalam bidang falsafah

Islam, bahwa “para failasuf Arab, meski dalam cara yang agak berbeda, semuanya

orang-orang relijius yang ikhlas, sekalipun paham keagamaan mereka tidaklah

sepenuhnya sejalan dengan ortodoksi Islam”.35

D. Rasionalitas Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern

Telah disebutkan di atas bahwa, peradaban Islam, agaknya memang

lebih kreatif dan orisinal dalam pengembangan ilmu pengetahuan (science), bukan

falsafah yang spekulatif dan teoretis. Hal-hal yang bersifat kefalsafahan, yang

mebentuk pandangan dunia dan hidup menyeluruh, sesungguhnya telah

disediakan oleh pokok-pokok ajaran Islam sendiri dalam al-Qur’an. Karena itu

33 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 2008), h.

132 34 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 133 35R.T. Wallis, Neoplatonism (London: Gerald Duckworth & Company, 1972), h. 164

Page 71: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

60

dalam sains-lah peradaban Islam memiliki keunggulan pasti dan amat

mengesankan atas yang lain, termasuk atas peradaban Yunani.

Tidak ada pertentangan dalam tubuh Islam mengenai sains dan agama

malahan sains itu sangat didukung oleh agama demi mengoptimalkan sifat

rasionalitas dalam manusia. Seperti yang dikatakan Oliver Leaman bahwa: Tujuan

utama sains Islam adalah menegaskan bahwa Islam ataupun sains alam sama-

sama bersandar pada sikap tertentu tentang rasionalitas. Jenis rasionalitas yang

digunakan oleh sains melibatkan kepercayaan yang sama dengan yang ada pada

agama. Karena itu, sains tidak lebih meyakinkan daripada agama. Keduanya

sama-sama melibatkan keyakinan tertentu pada serangkaian asas yang tak

berdalil. Orang bisa mengatakan bahwa sains tampaknya berhasil, tetapi demikian

pula halnya dengan agama.36

Keunggulan utama gagasan sains Islam adalah wataknya yang permisif

sehubungan dengan metodelogi. Artinya, ia memperluas konsep pengetahuan

mencakup berbagai pengetahuan. Akibatnya, pada saat bersamaan, ia bisa

melahirkan ragam sains yang lebih kaya. Islam membenarkan banyak jalan untuk

mengetahui sesuatu secara sahih. Sekalipun demikian, sebagianya boleh jadi

terasa sangat personal dan subjektif. Hal ini tidak lain adalah hasil dari

pengetahuan Islam yang sedang berkembang pada waktu itu.37

Peradaban Islam adalah yang pertama menginternasionalisasikan ilmu

pengetahuan. Internasionalisasi itu terjadi dalam dua bentuk: pertama, sesuai

36Oliver Leaman, Pengantar Filsafat Islam: Sebuah Pendekatan Tematis, (Bandung:

Mizan, 2002), h. 64-65 37Oliver Leaman, Pengantar Filsafat Islam, h. 65

Page 72: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

61

dengan kedudukan dan tugas suci mereka sebagai “umat penengah” dan “saksi

atas manusia”, orang-orang Muslim klasik menyatukan dan mengembangkan

semua warisan ilmu pengetahuan umat manusia dari hampir seluruh muka bumi;

kedua, sejalan dengan keyakinan bahwa ajaran agama mereka harus membawa

kebaikan seluruh umat manusia sebagai “rahmat untuk sekalian alam”, ilmu

pengetahuan yang telah mereka satukan dan kembangkan itu mereka sebarkan

kepada seluruh umat manusia tanpa parokialisme dan fanatisme. Maka dunia dan

umat manusia mewarisi dari orang-orang muslim berbagai dasar dan cabang ilmu

pengetahuan.38

Pengaruh ilmu pengetahuan dan sains Islam itu kepada ilmu

pengetahuan modern sama sekali tidak dapat diremehkan. Pengaruh itu meliputi

hampir bidang kajian, yang sampai saat ini sebagian dari padanya secara

permanen terbakukan dalam istilah-istilah Arab yang masuk ke dalam Bahasa-

bahasa Barat, seperti Bahasa Inggris yang menunjukan lingkup kehidupan yang

luas.

Pervez Hoodbhoy, seorang ahli dalam sejarah Islam klasik, menuturkan

dalam bukunya “Islam dan Sains” bahwa: Pada masa kekpemerintahan Harun al-

Rasyd dan al-Ma’mun, sains tidak merupakan sekedar kesenangan bagi pangeran-

pangeran tercerahkan atau bahan polemik di kalangan cendikiawan. Alih-alih, ia

telah menjadi sarana yang denganya seluruh peradaban ummat manusia

tertransformasi secara tak-terbalikkan. Kekuatan militer, kekuatan politis dan

38 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 138

Page 73: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

62

kesejahteraan ekonomis menjadi tergantung pada kemampuan bangsa-bangsa

modern memahami, mengontrol dan menciptakan sains.39

Secara historis, peradaban Islam telah membayar mahal atas

kegagalanya melanjutkan peradaban saintisnya. Tak pelak, kegagalan ini dapat

menjelaskan kemunduran peradaban Islam dan meningkatnya Barat selama

ratusan tahun. Pada abad pertengahan, hubungan Islam dan Barat berbeda secara

kualitatif. Ada masa-masa yang penuh dengan kolaborasi yang akrab dan kaya

hasil, dan masa-masa yang penuh dengan kekerasan dan konfrontasi. Tujuh abad

kekuasaan Muslim di Spanyol memberi bangsa-bangsa Eropa, antara lain, akses

ke arah harta tersimpan ilmu pengetahuan Yunani dan Islam. Sebaliknya,

konfrontasi yang berkepanjangan dan pahit selama Perang Salib, dan selanjutnya

dominasi dinasti Utsmani atas semenanjung Balkan, meninggalkan –untuk ke dua

belah pihak– prasangka dan kerisihan. Prasaan bermusuhan ini meyebabkan

perbedaan-perbedaan antara kedua peradaban menjadi luar biasa besar.40 Meski

demikian pengaruh pengetahuan dan sains Islam terhadapa peradaban Barat

sangat besar sekali.

Selanjutnya menurut Osman Bakar, yang menjadi masalah dalam sains

itu adalah dalam hal metodologi-nya ketika dihadapkan dengan agama, sebab,

pada kenyataanya, terdapat perbedaaan-perbedaan fundamental antara konsepsi

metodologi sains dalam Islam, atau dalam semua peradaban tradisional lainya.

39 Pervez Hoodbhoy, Islam dan Sains: Pertarungan Menegakkan Rasionalitas, ter:

Luqman (Bandung: Pustaka, 1997), h.2 40 Pervez Hoodbhoy, Islam dan Sains, h. 3

Page 74: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

63

Namun, dalam kebiasaan cara berpikir kita, kita telah menerima pula

sebuah gagasan yang lain. Telah lama kita tidak lagi mempersoalkan pendapat

yang mengatakan bahwa sains modern diciptakan dengan menggunakan satu

metodologi saja, yang termasyhur dengan sebutan Metode Ilmiah.

Gagasan bahwa hanya satu jenis sains tentang alam yang mungkin ada,

yakni melalui penggunaan Metode Ilmiah, sangat mempengaruhi seluruh cara

pandang kita mengenai sains-sains pra-modern, termasuk sains Islam. Tingkat

penerapan Metode Ilmiah menjadi alat ukur universal bagi masyarakat ilmiah

dalam menentukan drajat kreativitas ilmiah dan “kemurnian” pemikiran pra-

modern.41

Dengan pengecualian yang amat sedikit, tanggapan orang Islam

terhadap keyakinan modern tentang metodologi ilmiah di atas pada umumnya

adalah dengan berupaya untuk memperlihatkan bahwa peradaban Islam telah

mendahului Barat modern dalam hal penerapan Metode Ilmiah, diperaktikan

secara luas dalam sains Islam kini merupakan fakta yang telah diakui di halaman-

halaman sejarah sains. Tetapi kita juga mengetahui bahwa hal ini tidak berarti

metode tersebut adalah satu-satunya metode yang digunakan para ilmuawan

Muslim dalam menciptakan elemen sains Islam itu, yang sangat sesuai dengan

makna term ‘sains’ saat ini.

Sangat menarik ketika kita melihat bahwa para orang-orang Muslim

klasik itu tidak menggunakan satu metode pun dalam sains itu yang

mengenyampingakan metode-metode lainya. Sebaliknya, sains Islam senantiasa

41Osman Bakar, Tauhid dan Sains: Esai-esai Tentang Sejarah dan Filsafat Sains

Islam, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1995), h. 23

Page 75: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

64

berupaya untuk menerapkan metode-metode yang berlainan sesuai dengan watak

subyek yang dipelajari dan cara-cara memahami subyek tersebut. Para ilmuwan

Muslim, dalam menanamkan dan mengembangkan beraneka ragam sains, telah

menggunakan setiap jalan pengetahuan yang terbuka bagi manusia, dari

rasionalisasi dan interpretasi Kitab Suci hingga observasi dan eksperimentasi.

Bahkan dalam sains modern sendiri, gagasan bahwa hanya satu

metodologi saja yang bertanggung jawab atas terciptanya sains itu telah

disingkirkan oleh sejumlah besar karya tentang metodologi sains, yang terbit

selama dekade terakhir ini. Sebaliknya, gagasan tentang kemajmukan metodologi

kini telah mendapat pengakuan umum di kalangan sejarahwan dan saintis

kontemporer. Sebagian mereka telah memperluasnya hingga bahkan menerima

Kitab Suci sebagai komponen yang tak dapat dipisahkan dari pluralitas

metodologi ini. 42

Metodologi sains dalam Islam didasarkan pada sebuah epistemologi

yang secara fundamental berbeda dari epistemologi yang dominan dalam sains

modern, yang sejauh ini tetap tidak terpengaruh oleh perkembangan intelektual

yang baru ini meskipun semakin banyak jumlah ilmuan, sejarahwan, dan saintis

yang berbicara tentang perlunya paradigma epistemologi baru yang dapat

memberikan pandangan yang koheren tentang dunia yang disingkapkan oleh sains

modern.

Lebih dari pada itu, Cak Nur berpandangan bahwa, jika sains mengikuti

metodenya sendiri dengan lebih terbuka dan tidak apriori membatasi kenyataan

42Osman Bakar, Tauhid dan Sains, h. 25

Page 76: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

65

hanya kepada yang tampak mata saja, maka barangkali ia akan mampu ikut

membimbing manusia ke arah menginsafi alam ruhani secara lebih mendalam,

suatu alam yang sesungguhnya menguasai seluruh yang ada. Sebagai “berita” dari

Yang Mahakuasa, Al-Quran pun memberi petunjuk tentang adanya dimensi

keruhanian dalam benda-benda, baik yang bernyawa maupun tidak: 43

Langit yang tujuh dan bumi, juga penghuninya semua bertasbih kepada-

Nya (Allah), dan tidak ada sesuatu apa pun kecuali tentu bertasbih

memuji-Nya, namun kamu sekalian (wahai manusia) tidak mengerti tasbih

mereka. Sesungguhnya Allah lah yang maha bijaksana nan pengampun

(Q., 17: 44).44

Tidak ada binatang yang melata di bumi ataupun burung yang terbang

dengan kedua sayapnya, melainkan umat umat seperti kamu (wahai

manusia)! (Q., 6: 38).45

Jadi, agaknya ada harapan kepada ilmu pengetahuan untuk dapat

membantu membawa manusia kepada tingkat kehidupan yang lebih tinggi—dan

tidak terbatas hanya kepada kehidupan material seperti yang sekarang ada.

Harapan itu tumbuh karena adanya kebenaran dasar dalam seruan agama tersebut

di atas, yaitu seruan untuk memerhatikan secara mendalam hakikat alam dan

lingkungan. Apalagi Al-Quran sendiri memberi antisipasi, bahwa Allah akan

memperlihatkan kepada manusia berbagai pertanda atau ayat-Nya, baik dalam

seluruh cakrawala (jagat besar) maupun dalam diri manusia sendiri (jagat kecil)

sehingga mereka akan tahu bahwa Dia dan ajaran-ajaran-Nya benar belaka.46

43Budhy Munawar-Rachman, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, h. 2915 . وإن من شيء إلايس بحمده ولكن لا تفقهون تسيحهم. إنه كان 44 ع والأرض ومن فيهن ماوات الس تس له الس

حليما غفورا.طنا فى الكتاب من ش يء ثم إلى ر بهم 45 ا فر وما من دآبة فى الأرض ولاطآئر يطير بجناحيه إلآ أمم أمثالكم. م

يحشرون.46Budhy Munawar-Rachman, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, h. 2916

Page 77: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

66

Dengan demikian Cak Nur tidak menolak mentah-mentah sains yang

didasarkan pada ilmu pengetahuan alam, sebab, alam sendiri butuh diketahui demi

kelangsungan hidup manusia. Lebih dari itu dalam Islam Al-Qur’an menyuruh

kepada seluruh umat manusia untuk melestarikan alam –baik yang makro (jagat

raya ini) maupun yang mikro (seperti manusia)– melaui ilmu pengetahuan

tersebut.

Pendapat Cak Nur mengenai ilmu pengetahuan alam (sains) tersebut

bahwa, dasar pengetahuan dari sains modern yang menghasilkan kemajuan yang

sangat pesat dibarengi dengan kemunculan tekhnologi-tekhnologi canggih tidak

lain berasal dari peradan Islam yang terkenal sangat rasional dan yang sekarang

sedang mengalami tidur panjangnya. Pemegang otoritas sains modern sekarang

berasal dari peradaban Barat daimana dalam sejarah kemunculanya di tampuk

dunia mengadopsi sains Islam tanpa membawa sifat keimanan orang para saintis

Islam itu.

Ini lah yang ditentang Cak Nur, bahwa sains modern itu seakan tidak

menggunakan rasionalitasnya lagi. Dalam prosesnya sains memang sangat

rasional, tapi dalam hal kesejahteraan umum sains modern melupakanya, lebih-

lebih mereka tidak beriman lagi kepada Tuhan yang tidak dapat dijangkau oleh

pengetahuan manusia.

Page 78: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

67

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian panjang di atas, akhirnya penulis menyimpulkan sesuai

dengan pertanyaan rumusan masalah yang penulis susun, bahwa Nurcholish sama

sekali tidak menentang pemikiran rasional dalam Islam. Pemikiran rasional

menurutnya adalah suatu keadaan alamiah manusia dimana dengan alasan apa pun

mau tidak mau manusia harus menggunakan pikiranya termasuk dalam hal urusan

agama. Oleh karena itu Nurcholish Madjid menganjurkan seluruh umat Muslim

untuk mengoptimalkan pikiranya demi kemajuan Islam, sebab di zaman sekarang

apabila umat muslim masih terpuruk dengan sifat kejumudan dan konservatifnya,

maka mereka akan lebih jauh tertinggal dari peradaban lain. Pernyataan

Nurcholish tersebut menjadi lebih kuat sebab didukung oleh ayat Al-Qur’an.

Sebuah Pemikiran yang agung yang akan terus bertahan dan tidak akan terhapus

oleh waktu adalah pemikiran yang berasaskan pada Al-Qur’an laiknya pemikiran

Nurcholish Madjid ini.

Menurut Nurcholish, Islam mengalami masa kejayaan pada periode

kekhalifahan Abbasiyah berkat para kaum muslim yang bebas mengekspresikan

pikiranya selagi tidak keluar jalur ketawhidan. Hal-hal yang menyangkut bidang

filsafat dan sains tidak menjadi sebuah pertentangan dalam tubuh Islam. Umat

Islam mengembangkan beraneka ragam penemuan-penemuan ilmiah. Salah satu

contohnya adalah Ibn Haitam dengan penemuan optiknya, al-Khawarizmi dengan

penemuan al-Jabar, Umar Khayyam sang ahli astronomi, Jabir bin Hayyan sang

Page 79: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

68

bapak kimia Islam dan lain-lain. Dalam bidang kedokteran tokoh-tokoh seperti

Ibn Sina, Ibn Rusyd, Al-Razi menempati rengking pertama.

Hal di atas menunjukan bahwa suatu kemajuan akan selalu dicapai

apabila antara agama dan rasionalitas sains, juga filsafat, tidak selalu

dipertentangkan. Meski demikian, Nurcholish membatasi penggunaan rasio.

Menurutnya rasio tidak bisa dipergunakan dan dianggap bisa mencapai suatu

kebenaran hakiki seperti tuhan.

Penggunaan rasionalitas dalam tubuh Islam tersebut memang sebuah

kemestian di zaman modern ini sehingga orang-orang yang mengikutinya dikenal

dengan istilah kaum modernis. Di Indonesia istilah ini mulai popular pada tahun

1970 an dan dipopulerkan kembali pada tahun 1990 oleh para tokoh-tokoh

intelektual khususnya Nurcholish Madjid. Mereka –para kaum neo-modernis−

termasuk Nurcholish bertujuan agar umat Islam Indonesia terus-menerus

mengusahakan segala perbaikan, baik pribadi maupun masyarakat, yang

semuanya dilakukan dengan semangat the ultimate truth, yakni Allah sendiri.

Nurcholish menegaskan bahwa Upaya rasionalisasi Islam itu bukanlah

westernisasi, sekularisme, ataupun materialisme. Meski demikian, Islam

membenarkan rasionalitas dalam arti penggunaan akal pikiran manusia untuk

menemukan kebenaran-kebenaran dalam bimbingan kebenaran yang lebih tinggi

dari rasio, yakni wahyu.

Dari argumenya itu, Nurcholish merasa harus bergerak untuk

mengubah paradigma-paradigma tradisional yang masih bersarang di dalam umat

Page 80: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

69

muslim Indonesia karena paradigma-paradigma tersebut tidak membuat Islam

menjadi maju, alih-alih menenggelamkan islam dalam zaman modern ini.

B. Saran-Saran

Untuk saran-saran ini penulis tujukan kepada semua kalangan terutama

kalangan pemerintah, akademisi, dan masyarakat umum.

Untuk kalangan pemerintahan dalam menanggapi permasalahan

keagamaan di zaman modern ini sepatutnya bersikap tegas dalam merespon sikap-

sikap masyarakat yang berpeluang besar memecah belah Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI) yang di dalamnya terdapat berbagai macam agama,

budaya, dan bahasa. Ia mampu bersikpa rasional dan modern, dalam artian, cara

beragama yang mengikuti perkembangan zaman. Demikian juga seorang

pemerintah seharusnya memahami betul konteks keagamaan dari semua agama

yang ada di Indonesia sehingga mampu menghasilkan sikap yang toleran. Tidak

seharusnya Pemerintah bersikap konservatif dan radikal dalam beragama, karena

sikap demikian dapat menjadi contoh buruk bagi masyarakatnya.

Saran selanjutnya ditujukan untuk kalangan akademisi. Tidak sedikit

dari kalangan akademisi yang tidak mampu bersikap toleran terhadap agama lain.

Hal ini disebabkan terutama oleh cara pengajaran yang kurang baik dengan

mengedepankan kekerasan untuk menegakan hukum syariat dan memberikan

stigma negatif.

Page 81: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

70

DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1996

Bakker, Anton, Metode-metode Filsafat, Jakarta, Ghlmia Indonesia 1986

Bakar, Osman, Tauhid dan Sains: Esai-esai Tentang Sejarah dan Filsafat Sains

Islam, Bandung: Pustaka Hidayah, 1995

Daftary, Farhad, Tradisi-tradisi Intelektual Islam, Jakarta, Erlangga, 2002

Djamaluddin, Dedy dan Idi Subandy Ibrahim, Zaman Bru Islam Indonesia:

Pemikiran dan Aksi Politik Abdurrahman Wahid, M. Amien Rais,

Nurcholish Madjid, dan Djalaluddin Rakhmat, Bandung, Zaan Wacana

Mulia, 1998

Effendi, Djohan, Pembaruan Tanpa Membongkar Tradisi: Wacana Keagamaan

di Kalangan Generasi Muda NU Masa Kepemimpinan Gus Dur, Jakarta,

Kompas, 2010

Gaus AF, Ahmad, Api Islam Nurcholish Madjid, Jalan Hidup Seorang Visioner,

Jakarta, Kompas, 2010

Hakim, Abdul dan Saebani Beni Ahmad, Filsafat Umum Dari Mitologi Sampai

Teofilosofi, Bandung, Pustaka Setia, 2008

Halim, Abdul, Teologi Islam Rasional Apresiasi terhadap Wacana dan Praksis

Harun Nasution, Jakarta, Ciputat Press, 2005

Hoodbhoy, Pervez, Islam dan Sains: Pertarungan Menegakkan Rasionalitas,

Bandung, Pustaka, 1997

Husaini, Adian, Nurcholish Madjid; kontroversi Kematian dan Pemikirannya,

Jakarta, Khoirul Bayan Press, 2005

Kattsoff, Louis O., Pengantar Filsafat, Yoyakarta, Tiara Wacana, 1986

Kurniawan,Samsul dan Mahrus, Erwin, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam,

Yogyakarta, Ar-Ruzz Media, 2011

Leaman, Oliver, Pengantar Filsafat Islam: Sebuah Pendekatan Tematis,

Bandung, Mizan, 2002

Madjid, Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis

Terhadap Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemodernan, Jakarta,

Paramadina, 1992

---------, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, Bandung, Mizan 1993

Page 82: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

71

---------, Islam Agama Kemanusiaan; Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam

Indonesia, Jakarta, Paramadina, 2003

---------, Tradisi Islam: Peran dan fungsinya Dalam pembangunan di Indonesia,

Jakarta, Paramadina, 1997

---------, Islam kerakyatan dan Keindonesian, Bandung, Mizan, 1993

Madkur, Ibrahim, Fi al-Falsafah al-Islamiyah: Manhajuhawa Tathbiquha, Kairo,

Dar al-Ma’arif, TT

Munawar-Rachman, Budhy, Ensiklopedi Nurcholish Madjid: Pemikiran Islam di

Kanvas Peradaban, Bandung, Mizan, 2006

----------, Membaca Nurcholish Madjid, Jakarta, Democracy Project, 2011

Mulkhan, Abdul Munir, Mencari Tuhan dan Tujuh Jalan Kebebasan: Sebuah

Esai Pemikiran Imam Al-Ghazali, Jakarta, Bumi Aksara, 1991

Muthahhari, Murtadha, Pengantar Epitemologi Islam, Jakarta, Sadra Press, 2010

Nasution,Harun, Islam Rasional, Bandung, Mizan, 1996

Noer, Deliar, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta, LP3ES,

1982

Proudfoot, Michael and Lacey A. R., The Routledge Dictionary of Philosophy,

New York, Routledge, 2010

Qodir, Zuly, Islam Liberal, Varian-Varian Liberalisme Islam di Indonesia 1991-

2002, Yogyakarta, LKIS, 2010

Qomar, Mujamil, Fajar baru Islam Indonesia?: Kajian Komprehensif Atas Arah

Sejarah Dan Dinamika Intelektual Islam Nusantara, bandung, Mizan,

2012

Raharjo, Dawam, Intelaktual Intelegensia dan Prilaku Politik Bangsa, Risalah

Cendekiawan Muslim, Bandung, Mizan, 1993

Rahmat, Imdadun Arus Baru Islam Radikal: Transmisi Revivalisme Islam Timur

Tengah Ke Indonesia, Jakarta, Erlangga, 2005

Ridwan, Nur Kholik, Pluralisme Borjuis: Kritik atas Nalar Pluralisme Cak Nur,

Yogyakarta, Galang Pres, 2002

Rusell, Bertrand, Sejarah Filsafat Barat, dan Kaitanya Dengan Kondisi Sosio-

politik Dari Zaman Kuno Hingga Sekarang, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,

2007

Saidi, Anis, Tafsir Pemikiran Nurcholis madjid, Media Indonesia, 23 Maret 2005

Page 83: RASIONALITAS NURCHOLISH MADJID DALAM WACANA …

72

Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Islam, Jakarta, Prenada Media, 2004

Suprapto, Bibit, Ensiklopedi Ulama Nusantara, Jakarta, Gramedia, 2009

Suriasumantri, Jujun S, Ilmu Dalam Perspektif, Jakarta, Yayasan Pustaka Obor

Indonesia, 2012

Susanto, A, Filsafat Ilmu, Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis,

dan Aksiologis Jakarta, Bumi Aksara, 2011

Tafsir, Ahmad, Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra,

Bandung, Remaja Rosdakarya, 2010

Thaha,Idris, Demokrasi Religius: Pemikiran Politik Nurcholish Madjid dan M.

Amien Rais, Jakarta, Teraju, 2005

Tjahjadi, Simon Petrus L., Petualangan Intelektual, Yogyakarta, Kanisius, 2004

Wallis, R.T., Neoplatonism, London, Gerald Duckworth & Company, 1972

REFERENSI JURNAL:

Abbas, Pirhat, “Paradigma Pemikiran Nurcholish Madjid Tentang

Modernisasi”,Jurnal Media Akademika: Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu

Kesilaman, Vol.22, No.4, Oktober 2007

Eka, Putra Okrisal, “Hubungan Islam dan Politik Masa Orde Baru”,Jurnal

Dakwah, Vol. IX, No. 2, Juli-Desember, 2008

Masrur, Mohammad, "Mengenang Cak Nur: Dari Pembaharu Sampai Guru

Bangsa",Jurnal Wahana Akademika, Volume 8, Nomor 2 Agustus 2006

Nurhadi, “Harun Nasution (Islam Rasional Dalam Gagasan dan Pemikiran)”,

Jurnal Edukasi, Volume 01, No, 01, Juni 2013

REFERENSI INTERNET

Ulil Absha Abdala, Muhammad Abduh, Demokrasi Project, diakses pada tanggal

07 Desembe 2016. https://www.youtube.com/watch?v=96ZFsS0dWdU.

Wikipedia, Pengertian Rasionalitas, diakses pada tanggal 17 Januari 2017

https://id.wikipedia.org/wiki/Rasional