Rangkuman

32
The Concept of Organizational Culture – Session 1 Budaya Budaya adalah fenomena dinamisbyang mengelilingi kita setiap saat, ditetapkan dan diciptakan oleh interaksi kita dengan orang lain dan dibentuk oleh perilaku pemimpin serta struktur, rutinitas, aturan, dan norma-norma yang menuntun dan membatasi perilaku. Menurut Schein (1992:12), Budaya Organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi. Budaya dan Kempemimpinan Budaya dan kepemimpinan saling berkaitan. Budaya menentukan suatu orgainisasi menentukan kepemimpinannya. Pemimpin membuat, menetapkan, dan mengelola budaya yang nantinya akan diturunkan kepada anggotanya. Elemen-elemen penting dalam Budaya, yaitu: 1. Stabilitas struktural → Budaya menunjukkan beberapa tingkat stabilitas struktural dalam kelompok. Ketika kita mengatakan sesuatu “ budaya “ berarti kita mendefinisikan suatu kelompok. Setelah kita mencapai suatu rasa identitas, kelompok itu adalah kekuatan besar memantapkan identitas itu. Budaya bertahan bahkan ketika beberapa anggota organisasi keluar. 2. Depth (kedalaman) → Budaya adalah bagian terdalam dari sebuah organisasi. Namun sering tidak disadari oleh suatu kelompok karena kurang nyata dan kurang terlihat. Dari sudut pandang ini, sebagian besar konsep ditinjau diatas dapat dianggap sebagai manifestasi budaya, tetapi mereka tidak esensi dari apa yang kita maksud dengan budaya 3. Breadth (keluasan) → Budaya yang meluas mempengaruhi semua aspek tentang bagaimana menangani organisasi dengan tugas utama : berbagi lingkungan dan operasi internal. Tidak semua kelompok memiliki budaya dalam pengertian ini, tapi konsep berkonotasi bahwa kita mengacu pada budaya kita. 4. Patterning or Integration → Bagaimana menyiratkan bahwa rutual, iklim, nilai, dan perilaku yang mengikat bersama menjadi satu kesatuan yang koheren.

description

Uts 1-12

Transcript of Rangkuman

Page 1: Rangkuman

The Concept of Organizational Culture – Session 1

Budaya

Budaya adalah fenomena dinamisbyang mengelilingi kita setiap saat, ditetapkan dan diciptakan oleh interaksi kita dengan orang lain dan dibentuk oleh perilaku pemimpin serta struktur, rutinitas, aturan, dan norma-norma yang menuntun dan membatasi perilaku.

Menurut Schein (1992:12), Budaya Organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.

Budaya dan Kempemimpinan

Budaya dan kepemimpinan saling berkaitan. Budaya menentukan suatu orgainisasi menentukan kepemimpinannya. Pemimpin membuat, menetapkan, dan mengelola budaya yang nantinya akan diturunkan kepada anggotanya.

Elemen-elemen penting dalam Budaya, yaitu:

1. Stabilitas struktural → Budaya menunjukkan beberapa tingkat stabilitas struktural dalam kelompok. Ketika kita mengatakan sesuatu “ budaya “ berarti kita mendefinisikan suatu kelompok. Setelah kita mencapai suatu rasa identitas, kelompok itu adalah kekuatan besar memantapkan identitas itu. Budaya bertahan bahkan ketika beberapa anggota organisasi keluar.

2. Depth (kedalaman) → Budaya adalah bagian terdalam dari sebuah organisasi. Namun sering tidak disadari oleh suatu kelompok karena kurang nyata dan kurang terlihat. Dari sudut pandang ini, sebagian besar konsep ditinjau diatas dapat dianggap sebagai manifestasi budaya, tetapi mereka tidak esensi dari apa yang kita maksud dengan budaya

3. Breadth (keluasan) → Budaya yang meluas mempengaruhi semua aspek tentang bagaimana menangani organisasi dengan tugas utama : berbagi lingkungan dan operasi internal. Tidak semua kelompok memiliki budaya dalam pengertian ini, tapi konsep berkonotasi bahwa kita mengacu pada budaya kita.

4. Patterning or Integration → Bagaimana menyiratkan bahwa rutual, iklim, nilai, dan perilaku yang mengikat bersama menjadi satu kesatuan yang koheren.

Budaya adalah suatu pengiriman nilai kepada karyawan. Adapun bagian yang paling kuat dalam suatu pencerminan budaya adalah (1) cerita, (2) ritual, (3) material simbol, dan (4) bahasa.

Pemimpin harus dapat mengatur penyataan umum dari penerimaan perilaku karyawan yang sesuai dengan budaya yang ada pada perusahaan. Bagaimana karyawan yang baru dapat bersosialisasi dan bertahan serta sesuai dengan nilai yang ada dalam suatu perusahaan akan membentuk karyawan memiliki budaya organisasi yang kuat.

Budaya terbentuk dalam dua cara, yaitu:

The individual founder The founder’s belief and value dont let to success

Page 2: Rangkuman

The Level of Culture – Session 2

Schein (1992) memandang budaya organisasi sebagai suatu pola asumsi-asumsi mendasar yang dipahami bersama dalam sebuah organisasi terutama dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Pola-pola tersebut menjadi sesuatu yang pasti dan disosialisasikan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi. Lebih jauh lagi Schein menggambarkan adanya tiga tingkatan atau lapisan budaya organisasi, yaitu:

1. Artifak (Artifacts)Artifak merupakan tingkat budaya yang tampak dipermukaan. Termasuk dalam artifak adalah semua fenomena yang dapat dilihat, didengar dan dirasakan Ketika seseorang memasuki sebuah kelompok dengan budaya yang masin asing baginya. Termasuk dalam artifak juga adalah produk yang tampak (visible products) dari organisasi seperti rancangan lingkungan fisik, bahasa, teknologi, produk, kreasi artistik, gaya dalam berbusana, pengungkapan emosi, mitos dan cerita tentang organisasi, nilai-nilai organisasi yang dipublikasikan, ritual, perayaan-perayaan.

2. Nilai-nilai yang diyakini (Espoused Values)Dalam organisasi terdapat nilai-nilai tertentu yang umumnya dicanangkan oleh tokoh-tokoh seperti pendiri dan pemimpinnya, yang menjadi pegangan dalam menekankan ketidakpastian pada bidang-bidang yang kritis. Nilai-nilai itu menjadi sesuatu yang tidak lagi didiskusikan dan didukung oleh perangkat keyakinan, norma serta aturan-aturan operasional mengenai perilaku dalam organisasi. Hal-hal tersebut membentuk suatu kesadaran dan secara eksplisit diucapkan serta dilakukan karena telah berfungsi sebagai norma atau moral yang memandu anggota organisasi dalam menghadapi situasi tertentu dan melatih anggota baru.

3. Asumsi-asumsi dasar (Basic Assumptions)Merupakan asumsi-asumsi dasar yang telah ada sebelumnya (taken for granted) dan menjadi panduan perilaku bagi anggota organisasi dalam memandang suatu permasalahan. Jika asumsi dasar dipegang teguh, maka anggota organisasi akan merumuskan perilaku berdasarkan pada kesepakatan-kesepakatan yang berlaku. Asumsi-asumsi dasar cenderung untuk tidak dipertentangkan atau diperdebatkan dan cenderung sangat sulit diubah.

Page 3: Rangkuman

How Culture Emerges in New Group – Session 3

Leader and Culture

Pemimpin adalah yang mempunyai kewenangan utama membentuk budaya. Setelah budaya terbentuk, akan mempengaruhi dan membentuk kepemimpinan.

Budaya terbentuk dari pengalaman kelompok, kepemimpinan, dan pembelajaran.

Kapan budaya perlu berubah?

Ketika organisasi mempunyai nilai yang kuat tetapi tidak cocok dengan perubahan lingkungan Ketika organisasi menghadapi lingkungan bisnis yang kompetitif, dinamis, dan cepat berubah Kondisi organisasi memburuk Kondisi bisnis organisasi membesar

Tahap evolusi group:

(Schein, 2004)

1. Group Formation: tahap dimana group baru dibentuk. Ketergantungan terhadap leader (belum tahu apa yang harus dilakukan) dengan fokus pada isu-isu emosional dari (a) inklusi, (b) kekuatan dan pengaruhnya, (c) penerimaan dan keakraban, dan (d) identitas dan peran

2. Group Building3. Group Work4. Group Maturity

(Tuckman, 1965)

1. Forming: pembentukan kelompok kerja, para anggota mulai mempelajari tugas yang diberikan dan berkenalan dengan anggota lainnya. Tahap Forming ini dikarakteristikkan oleh banyaknya ketidakpastian, para anggota kelompok masih tidak terlalu jelas mengenai Tujuan dan Objective kelompok, merasa kebingungan, masih menyembunyikan perasaan masing-masing, keterlibatannya masih kurang.

2. Storming: Tahap timbulnya konflik. Para anggota mulai bekerja tetapi mereka cenderung akan mempertahankan pendapat mereka sendiri, menolak batasan-batasan yang ditetapkan oleh Kelompok terhadap Individu mereka

3. Norming: Tahap terbentuk hubungan yang dekat antar anggota kelompok dan menetapkan aturan-aturan serta menemukan cara komunikasi yang tepat supaya dapat membantu mereka mencapai tujuan yang diinginkan. Mulai terbentuk struktur, peran, dan rasa kebersamaan. Karakteristik tahap ini adalah persetujuan dalam peranan, pencarian mufakat, dan peningkatan suportivitas.

4. Performing: Tahap berkinerja dimana semua anggota kelompok telah dapat bekerja dan berfungsi secara penuh. Pada tahap ini, semua anggota saling bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang mereka anut bersama, serta memiliki kepercayaan diri, kreatif, inisiatif dan semangat yang tinggi serta sukses.

5. Adjourning: Tahap ini dikhususkan untuk kelompok-kelompok kerja yang bersifat sementara. Setelah suatu proyek selesai ataupun suatu permasalahan berhasil dituntaskan, kelompok kerja tersebut akan dibubarkan.

Page 4: Rangkuman

Assumption about External Adaption Issues – Session 4

Budaya organisasi dibentuk untuk menghadapi lingkungan eksternal

Pemimpin harus mempunyai asumsi yang dibuat saat membentuk organisasi berdasarkan lingkungan eksternal dan internal. Budaya organisasi berfungsi sebagai sarana untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan luar organisasi.

Tahap adaptasi eksternal dan survival

1. Mission and Strategy → memperoleh pemahaman bersama tentang misi utama, tugas utama, dan fungsinya.

2. Goals → mengembangkan tujuan yang telah disepakati.3. Means → mengembangkan cara yang akan digunakan untuk mencapai tujuan, seperti

struktur organisasi, pembagian kerja, sistem penghargaan, dan sistem otoritas.4. Measurement → membuat kriteria yang akan digunakan dalam mengukur apakah tujuan

tercapai atau tidak. Memperoleh informasi, mendapatkan informasi, dan mencernanya sehingga tindakan koreksi yang tepat dapat diambil.

5. Correction → memperbaiki strategi jika tujuan tidak tercapai.

Asumsi bersama tentang misi dan strategi:

Setiap kelompok atau organisasi baru harus mengembangkan konsep bersama dalam masalah kelangsungan hidup mereka.

Melibatkan pemeliharaan hubungan baik dengan stakeholder perusahaan, antara lain: investor dan stockholder, suplier material yang diproduksi, manajer dan pegawai, komunitas masyarakat dan pemerintah dan yang terakhir adalah konsumen yang bersedia membayar produk atau jasa.

Asumsi bersama tentang tujuan yang berasal dari misi:

Kesepekatan pada misi bersama tidak menjamin anggota kelompok memiliki tujuan bersama. Dalam mencapai kesepakatan bersama, kelompok membutuhkan berbagi asumsi tentang dasar logistik operasional yang dapat menggerakkan sesuatu yang abstrak seperti misi menjadi tujuan konkrit dalam mendesain, manufaktur dan menjual produk atau jasa dalam biaya yang disepakati dan batas waktu.

Dalam proses, perumusan tujuan juga sering mengungkap isu yang tidak terpecahkan atau kurangnya kesepakatan tentang isu-isu yang lebih dalam.

Asumsi bersama tentang sarana untuk mencapai tujuan:

Asumsi dasar bersama tentang bagaimana menyelesaikan segala sesuatu, bagaimana mencapai misi dan bagaimana sampai pada tujuan dengan kesepakatan yang jelas.

Pemimpin organisasi biasanya menanamkan struktur, sistem dan proses yang jika sukses, menjadi bagian dari budaya.

Asumsi bersama tentang mengukur hasil:

Kelompok perlu melakukan kesepkatan tentang apa untuk mengukur, bagaimana cara mengukur dan apa yang harus dilakukan ketika butuh perbaikan.

Menentukan metode apa yang digunakan untuk mengukur aktivitas dan pencapaiannya.

Page 5: Rangkuman

Asumsi bersama tentang strategi remedial dan perbaikan:

Kesepakatan akhir untuk adaptasi eksternal mengenai apa yang harus dilakukan jika perubahan dibutuhkan dan bagaimana untuk membuat itu berubah.

Kegiatan perbaikan yang efektif membutuhkan konsensus untuk mengumpulkan informasi eksternal, bagaimana mendapat informasi pada bagian yang tepat dimana organisasi dapat melakukannya dan bagaimana mengubah proses produksi internal untuk mau menerima informasi baru tersebut.

Assumption about Managing Internal Integration – Session 5

Internal integration issues:

Creating a common language and conceptual categories

Membangun sistem komunikasi untuk menafsirkan apa yang sedang terjadi. Jika anggota organisasi tidak dapat berkomunikasi dan memahami satu sama lainnya maka sebuah kelompok tidak dapat didefinisikan/berfungsi.

Defining group bounderies and identify

Sebuah kelompok mendefinisikan kelompoknya, siapa yang bisa berada didalam kelompok dan siapa yang bukan, berdasarkan kriteria yang sudah disepakati bersama. Membentuk identitas kelompok dan anggota kelompok dapat definisikan dirinya sendiri dan batasannya.

Distributing power and status

Setiap kelompok harus bekerja berdasarkan hierarki, kriteria dan aturannya agar dapat mengalokasikan dan mempengaruhi anggotanya. Bagaimana anggota mendapatkan, mempertahankan, dan kehilangan kekuasaan tersebut.

Keyakinan dan asumsi tentang kejelasan status/posisi/peran yang jelas akan mendorong terbentuknya budaya positif yang akan menstabilkan organisasi.

Budaya positif: budaya yang kondusif dan bisa mendukung anggota organisasi lebih efisien, harmonnis, dan termotivasi untuk mewujudkan tujuan bersama.

Developing norms of intimacy, friendship, and love

Mengembangkan aturan dalam organisasi mengenai keakraban mencakup keintiman, persahabatan, dan percintaan diantara anggota organisasi untuk menghindari sexual harrasment atau permasalahan pribadi yang dapat mempengaruhi produktivitas.

Allocating reward and punishment

Asumsi bersama mengenai permasalahan pemberian penghargaan (reward) atau hukuman (punishment). Perubahan dalam sistem “reward and punishment” merupakan salah satu cara tercepat dan termudah untuk memulai perubahan perilaku, dan dengan demikian, akan mulai mengubah beberapa unsur budaya.

Managing the unmanagable and explaining the unexplainable

Mengembangkan penjelasan yang membantu anggota menangani kejadian tak terduga dan peristiwa yang tidak bisa dijelaskan – yang secara fungsional setara dengan agama dan mitos. Cerita berkembang disekitar semua permasalahan ini yang memberikan makna dan merupakan sumber dari penegasan identitas organisasi.

Page 6: Rangkuman

Deeper Cultural Assumptions – Session 6

Deeper Dimensions Around Which Shared Basic Underlying Assumptions Form:

The Nature of Reality and Truth

Asumsi mengenai apa yang nyata dan bagaimana menentukan atau menemukan apa yang benar. Tiap asumsi memberitahu anggota dari organisasi untuk mengetahui informasi relevan, bagaimana menginterpretasikan informasi, dan bagaimana menentukan saat mereka cukup untuk memutuskan apakah beraksi atau tidak, dan tindakan apa yang diambil. Ketika organisasi berkembang, dasar pemikiran mereka juga akan berkembang untuk mengatasi adaptasi masalah.

Konteks budaya yang lebih luas dan tingkat yang berbeda:

Level of Reality

a. External physical reality: mengacu pada pemikiran bahwa dapat menentukan secara empiris dengan obyektif atau scientific test

b. Social reality: dimana konsesus dalam sebuah organisai mendapatkan persetujuan bersama. (musyawarah)

c. Indivdual reality

High Context and Low Context

- High Context: komunikasi tidak langsung dan terus terang, jarak antara atasan dan bawahan. Budaya karyawan menghargai atasan.

- Low Context: komunikasi langsung dan terus terang, terbuka dan professional. Budaya karyawan dan pemimpin bekerja bersama.

Moralism-Pragmatism

Moralism: mencari validasi pada sebuah filosofi umum, sistem moral, atau tradisi. Menganggap nilai kesusilaan sebagai nilai yang paling luhur, sehingga kewajiban manusia untuk menyelenggarakan nilai tersebut.

Pragmatism: mencari validasi dalam pengalaman mereka sendiri.

Information

Sebuah data yang diorganisir dengan cara tertentu sehingga bermakna dan mempunyai arti bagi penerima.

The Nature of Time

Persepsi dan pengalaman mengenai waktu adalah salah satu aspek yang penting dalam bagaimana suatu organisasi berfungsi. Perbedaan waktu dalam pengalaman biasaanya akan muncul masalah komunikasi dan hubungan yang berat.

1. Basic Time Orientation

Tiap budaya (dengan waktu yang berbeda) memiliki sifat dari waktu dan memiliki orientasi dasar pada masa lalu, sekarang, dan masa depan.

Dalam tingkat organisasi, kita dapat membedakan perusahaan yang berorientasi terutama pada:

- Masa lalu, sebagian besar berpikir mengenai pekerjaan yang telah dikerjakan sebelumnya;

- Saat ini, mengkhawatirkan sebagian besar pada bagaimana menyelesaikan pekerjaan dengan cepat;

- Dalam waktu dekat, mengkhawatirkan sebagian besar pada hasil triwulanan;

Page 7: Rangkuman

- Masa depan yang jauh, investasi besar-besaran pada penelitian dan perkembangan atau dalam membentuk pangsa pasar dengan mengorbankan profit langsung.

2. Monochronic and Polychronic Time

Monochronic: melihat dalam satu waktu hanya dapat dilakukan satu pekerjaan, jika lebih dari satu pekerjaan yang harus dikerjakan. Contoh, dalam satu jam maka dalam satu jam tersebut dibagi menjadi banyak unit seperti yang dibutuhkan dan melakukan satu pekerjaan dalam satu waktu.

Polychronic: lebih pada apa yang dicapai dibandingkan dalam satu waktu dan dalam beberapa hal yang dapat dilakukan secara simultan. Cenderung berfikir waktu sebagai siklus dimana waktu itu akan datang kembali.

The Nature of SpaceAsumsi mengenai arti dan penggunaan ruang merupakan salah satu aspek bijak/cerdik dari budaya organisasi karena asumsi mengenai ruang, seperti juga waktu beroperasi diluar kesadaran dan diambil untuk diberikan. Contoh, yaitu kata “jangan masuk ke ruang saya”. Merupakan salah satu symbol status di organisasi berdasar lokasi dan ukuran dari kantor. Hall (1966) berpendapat bahwa dalam beberapa budaya, jika seseorang berjalan pada arah tertentu, ruang didepannya dirasakan menjadi miliknya sehingga jika seseorang melintasi individu lain, maka orang tersebut “melanggar” ruang orang lain.

The Nature Of Human NaturePada tingkat organisasi, asumsi dasar sifat manusia ditunjukkan secara jelas dengan cara bagaimana pegawai dan manajer dipandang.

The Nature Of Human Activitya. The Doing Orientation: asumsi bahwa sifat dapat dikendalikan dan dimanipulasi.

Manusia adalah mengambil alih dan secara aktif mengendalikan lingkungan dan takdir mereka.

b. The Being Orientation: asumsi bahwa alam begitu kuat dan manusia harus tunduk pada alam.

c. The Being-in-Becoming Orientation: ide bahwa individu harus mencapai harmoni dengan alam dengan cara mengembangkan kapasitas yang dimiliki secara penuh dan kemudian mencapai kesatuan yang sempurna dengan alam.

The Nature Of Human RelationshipAsumsi tentang cara yang tepat bagi individu untuk berhubungan dengan sesama untuk membuat kelompok yang aman, nyaman dan produktif.

Culture Typologies and Dechipering Culture – Sesssion 7

Typology

Pengertian Tipologi merupakan suatu pengelompokan bahasa berdasarkan ciri khas tata kata dan tata kalimatnya (Mallinson dan Blake,1981:1-3)

Typologies That Focus on Assumptions about Participation and Involvement

- Coercive Organizations: organisasi di mana para anggota organisasi harus mematuhi apapun peraturan yang diberlakukan

- Utilitarian Organization: organisasi di mana para anggota diperlakukan secara adil dalam pekerjaan dan hasil sesuai dengan standart atau ketentuan yang yang disepakati bersama oleh anggota organisasi

Page 8: Rangkuman

- Normative Organization: organisasi di mana para anggota organisasinya memberikan kontribusi tinggi pada komitmen karena menganggap organisasi adalah sama dengan tujuan diri mereka sendiri

Typologies of Corporate Character and Culture

Typologies mencoba menangkap essensi budaya dalam organisasi yang pertama diungkapkan oleh Harrison (1979) dengan empat tipe dasar atas fokus utama mereka, yaitu:

1. Power oriented: organisasi didominasi oleh pendiri yang charismatic/autocratic2. Achievement oriented: organisasi yang didominasi oleh hasil kerja3. Role oriented: birokrasi masyarakat4. Support oriented: organisasi nonprofit atau organisasi keagamaan

Wilkins, 1989

1. Shared vision2. Motivational faith3. Distinctive skills

Goffee dan Jones (1998) melihat karakter setara terhadap budaya dan menciptakan sebuah dasar typologi kedalam dua kunci dimensi, yaitu solidaritas dan sosialbilitas dengan identifikasi empat tipe atas budaya:

1. Fragmented: Low on both dimensions (antar sesama teman)2. Mercenary: High on solidarity, low on sociability (semua berjalan sendiri-sendiri)3. Communal: High on sociability, low on solidarity (tetap bekerja di hari minggu)4. Networker: High on both (“kami adalah keluarga”)

Intra-organizational Typologies

Ada perbedaan secara tradisional antara manajemn dan tenaga kerja atau gaji dan jam. Dilakukannya pengelompokkan di dalam organisasi agar jelas tugasnya. Contoh: rantai komando

dan kontrol.

The Assumptions of the Three Organizational Subcultures

The Operation Culture: berdasarkan interaksi manusia, tingginya tingkat komunikasi, kepercayaan, dan kerjasama tim. Keberhasilan perusahaan tergantung pada pengetahuan, keterampilan, dan komitmen anggotanya.

The Engineering Culture: proses kerja yang tidak melibatkan manusia (menggunakan sebuah sistem). Operasi harus didasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang tersedia.

The Executive Culture: fokus pada financial atu orientasi pada lingkungan ekonomi, bersifat hirarki, rasa kebenaran dan selalu ingin tahu.

Alternative Data-Gathering Methods

Categories of Research on Organizations :- Demographics: tingkat usia, kependudukan- Ethnography: analisis budaya, gaya hidup seorang individu- Experimentation: - Projective tests: questionnaires, ratings, objective tests, scales- Action research- Clinical research

Page 9: Rangkuman

Ethical Problems in Studying Organizational Cultures

Risks of an Analysis for Research PurposesRahasia perusahaan menjadi informasi publik dan apabila tidak di publish tanpa iszin dari individu/organisasi yang bersangkutan akan menimbulkan persepsi negative bagi orang lain terhadap individu/organisasi tersebut.

Risks of an Analysis for Research PurposesPerusahaan mendapatkan dua masalah dari resiko internal analisis, yaitu: analisis budaya tidak sesuai dengan informasi yang ada dan organisasi belum siap menerima budaya yang mereka adopsi.

Professional Obligations of the Culture AnalystMelakukan kewajiban professional sebelum analisis, dimana dalam menganalisis harus memahami konsekuensi potensial yang mungkin dialami ketika menjalani investigasi.

How Leaders Begin Culture Creation and Embed and Transmit Culture – Session 8

How Leaders Begin Culture Creation

Budaya Awal dan Dampak Pendiri sebagai Pemimpin pada dasarnya muncul dari tiga sumber:1) Keyakinan , nilai-nilai , dan asumsi pendiri organisasi;2) Pengalaman belajar dari anggota kelompok seiring organisasi mereka berkembang;3) Keyakinan baru , nilai-nilai , dan asumsi yang dibawa oleh anggota baru dan pemimpin

The Process of Culture Formation

satu atau lebih individu, disebut founder, mempunyai ide untuk membangun sebuah perusahaan baru.

Pendiri mengajak satu atau lebih individu untuk menciptakan kelompok inti yang mempunyai tujuan dan visi bersama. Mereka percaya bahwa ide yang pendiri gagas itu sesuatu yang baik, dapat diterapkan, layak untuk menjalankan beberapa resiko, layak untuk menginvestasikan waktu, uang, dan tenaga.

Kelompok kecil mulai bertidak dalam menciptakan sebuah organisasi dengan cara meningkatkan dana, memperoleh paten, menemukan tempat untuk bekerja, dan sebagainya.

Pendiri inti perlahan lahan merekrut karyawan lain. Organisasi telah dibangun dan mengukir sejarah baru. Jika organisasi itu dapat stabil, dapat saling bekerjasama dengan baik, saling membagi pengalaman, secara bertahap organisasi itu akan berkembang membangun asumsi tentang dirinya, lingkungan, mengembangkan cara bagaimana untuk bertahan dan tumbuh.

How Leaders Embed and Transmit Culture

Mekanisme-mekanisme yang dimiliki pemimpin untuk menanamkan kepercayaan, nilai, dan asumsinya. Terdapat 2 mekanisme yang dapat digunakan:

1. Primary Mechanism

What leaders pay attention to, measure, and control on a regular basis

Karyawan akan memperhatikan bagaimana dan apa yang pemimpin perhatikan, lakukan, dan kendalikan sesuatu dalam organisasi. Apa yang pemimpin tekankan dan ukur seiring berjalannya waktu dapat memberikan dampak terhadap budaya organisasi. Konsistensi dari perilaku ini penting untuk menjadikan dasar bagaimana berperilaku yang baik di organisasi. Apabila pemimpin tidak konsisten, maka karyawan akan meragukan keputusan-keputusan

Page 10: Rangkuman

yang dibuat pemimpin. Perilaku pemimpin yang baik dapat memberikan motivasi kepada karyawan sehingga mau mengikuti perilaku tersebut. Nilai-nilai yang dikeluarkan oleh pemimpin memiliki dampak siginifikan terhadap nilai-nilai yang diterapkan di organisasi. Pemimpin dapat menggunakan sinyal positif dan negative untuk menyampaikan pesan.

How leaders react to critical incidents and organizational crises

Ketika organisasi menghadapi masalah, pemimpin dan para karyawan akan menunjukkan perilaku-perilakunya yang dapat membuat norma, nilai, dan prosedur pekerjaan baru. Pemimpin dan karyawan akan melibatkan emosinya dan secara bersama-sama berusaha meredam emosi tersebut. Dikarenakan intensitas emosi yang dilibatkan cukup berat, maka selama masa krisis tersebut dapat meningkatkan proses pembelajaran di organisasi. Bagaimana mereka meredam emosi dan menghadapi masalah dapat menjadi pembelajaran yang dapat diterapkan saat situasi tersebut kembali. Dalam situasi krisis, pengertian dari level-level budaya, seperti artifact, espoused value, dan basic underlying assumption menjadi lebih jelas. Pemimpin diharapkan dapat mempengaruhi dan mendukung organisasi secara positif.

How leaders allocate resources

Bagaimana pemimpin mengalokasikan budget untuk sumber daya menunjukkan asumsi dan kepercayaan pemimpin. Alokasi yang seimbang akan menciptakan efiensi operasional, meningkatkan nilai-nilai perusahaan, dan menciptakan kepuasan pelanggan.

Deliberate role modeling, teaching, and coaching

Perilaku pemimpin mengkomunikasikan aumsi dan nilai-nilai kepada karyawan terutama pendatang baru. Karyawan tidak hanya mendengarkan, tetapi juga melihat apa yang pemimpin lakukan. Apabila perilaku dinilai baik, maka akan diikuti. Standar etika organisasi datang dari pemimpin yang ditanamkan melalui pengajaran dan pelatihan.

How leaders allocate rewards and status

Penghargaan dapat diberikan sebagai konsekuensi dari perilaku baik dan hukuman diberikan sebagai konsekuensi dari perilaku buruk. Penghargaan atau hukuman yang diterima karyawan menggambarkan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan di perusahaan. Karyawan belajar dari pengalamannya sendiri tentang promosi, penghargaan kinerja, diskusi dengan atasan tentang apa saja nilai-nilai perusahaan, dan hukuman-hukuman di perusahaan.

How leaders recruit, select, promote, and excommunicate

Salah satu cara dimana pemimpin dapat menanamkan budaya organisasi adalah melalui proses menyeleksi, mempertahankan, dan mempromosikan orang-orang dalam organisasi. Pemimpin biasanya lebih memilih kandidat yang mencerminkan style, asumsi, nilai, dan kepercayaan karyawan-karyawannya. Hal ini diharapkan dapat memudahkan proses adaptasi mereka sehingga dapat bekerja dengan baik.

2. Secondary Mechanisms

Organizational Design and Structure

Pendiri memiliki teori yang kuat tentang bagaimana mengatur organisasi untuk efektivitas yang maksimum. Beberapa pendiri membangun hirarki ketat dan kontrol yang sangat sentralistik karena hanya mereka yang akhirnya dapat menentukan apa yang benar atau membangun sebuah organisasi yang sangat terdesentralisasi yang mendorong otoritas turun serendah mungkin dimana menganggap bahwa kekuatan organisasi mereka terletak pada karyawannya dan beberapa pemimpin percaya meminimalkan saling ketergantungan untuk

Page 11: Rangkuman

membebaskan setiap unit organisasi. Struktur dan desain organisasi dapat digunakan untuk memperkuat asumsi pemimpin tapi jarang memberikan landasan awal yang akurat untuk menanamkannya, karena struktur biasanya dapat diinterpretasikan oleh karyawan dalam sejumlah cara yang berbeda.

Organizational Systems and Procedures

Sistem dan prosedur membuat hidup organisasi dapat diprediksi dan dengan demikian mengurangi ambiguitas dan kecemasan. Pendiri dan pemimpin memiliki kesempatan untuk memperkuat asumsi mereka dengan membangun sistem dan rutinitas disekitar mereka. Dengan demikian memperkuat pesan bahwa pemimpin benar-benar peduli tentang hal-hal tertentu.

Rites and Rituals of The Organization

Upacara dan ritual merupakan cara simbolik untuk meresmikan asumsi tertentu dan, karena itu, adalah artefak penting untuk diamati. Upacara dan ritual dapat dianggap sebagai penguat penting dari asumsi budaya.

Design of Physical Space, Facades, and Buildings

Desain fisik meliputi semua fitur terlihat dari organisasi yang dapat diamati oleh klien, pelanggan, vendor, karyawan baru, dan pengunjung. Pesan yang dapat disimpulkan dari lingkungan fisik, seperti dalam struktur dan prosedur, berpotensi memperkuat pesan pemimpin, tetapi hanya jika mereka berhasil mencapai hal ini (Steele, 2973, 1986; Gagliardi, 1990).

Stories About Important Events and People

Upaya untuk menguraikan budaya dari mengumpulkan cerita, menghadapi permasalahan yang sama seperti mengartikan ritual, kecuali jika kita mengetahui fakta lain tentang pemimpin, kita tidak bisa selalu benar menyimpulkan apa inti cerita. Jika kita memahami budaya, maka cerita dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman dan membuatnya nyata, tapi sangat berbahaya untuk mencoba mencapai pemahaman budaya hanya dari cerita saja.

Formal Statements of Philosophy, Creeds and Charters

Pernyataan resmi, merupakan upaya dari para pendiri atau pemimpin untuk menyatakan secara eksplisit nilai atau asumsi mereka. Pernyataan ini biasanya menyoroti hanya sebagian kecil dari asumsi yang ada dalam kelompok dan, kemungkinan besar, akan menyoroti hanya aspek-aspek filsafat pemimpin atau ideologi untuk artikulasi publik. Namun, pernyataan resmi tidak dapat dilihat sebagai cara untuk mendefinisikan budaya organisasi. Espouse valued sebagai tingkat menengah dari definisi budaya tercermin dalam kategori ini.

The Changing Role of Leadership in Organizational Midlife – Session 9

Differentiation into Subgroups and the Growth of Subcultures

A. Functional/occupational differentiation

Pembagian pekerjaan berdasarkan kesamaan keahlian dan pengalaman.

Tekanan untuk menciptakan subkultur fungsional berasal dari teknologi dan budaya kerja. Departemen produksi mempekerjakan orang yang terlatih di bidang manufaktur, departemen keuangan mempekerjakan ekonomi dan keuangan, departemen penjualan mempekerjakan orang di bidang penjualan, penelitian dan pengembangan mempekerjakan spesialis teknis, dan sebagainya. Contoh: marketing, finance, engineer, IT

Page 12: Rangkuman

B. Geographical decentralization

Pembagian pekerjaan berdasarkan lokasi organisasi beroperasi.

Kebutuhan untuk lebih dekat dengan basis pelanggan yang berbeda dan penemuan bahwa pelanggan secara geografis sering membutuhkan barang dan jasa yang benar-benar berbeda. Kebutuhan untuk mengambil keuntungan dari biaya tenaga kerja lokal di beberapa daerah geografis. Keuntungan biaya dari semakin dekat ke tempat bahan baku, sumber energi, atau pemasok terletak. Persyaratan oleh pelanggan lokal bahwa jika produk yang akan dijual di pasar lokal, mereka harus diproduksi di daerah pasar juga, untuk melindungi tenaga kerja lokal dan untuk mendapatkan pengetahuan teknologi manufaktur yang relevan.

C. Differentiation by product, market, or technology

Pembagian pekerjaan berdasarkan kebutuhan kelompok pelanggan yang berbeda.

Sebagai organisasi dewasa, mereka biasanya membedakan dirinya dalam hal teknologi dasar yang mereka gunakan dan jenis pelanggan yang akan mereka hadapi. Pendiri dan pemimpin yang dipromosikan dalam perusahaan yang harus mengenali dan memutuskan untuk membedakan produk, pasar, atau teknologi, mengetahui bahwa hal ini akan menciptakan masalah baru dalam integrasi budaya.

D. Divisionalization

Pembagian pekerjaan berdasarkan bidang kerja tertentu atau fungsi tertentu.

Sebagai organisasi tumbuh dan berkembang di pasar yang berbeda, mereka sering melakukan divisionalisasi dalam arti desentralisasi ke sebagian besar fungsi ke dalam produk, pasar, atau unit geografis. Proses ini memiliki keuntungan dari membawa semua fungsi lebih dekat bersama-sama di sekitar teknologi tertentu, produk, atau pelanggan, memungkinkan untuk lebih banyak integrasi yang melintasi batas-batas subkultur fungsional. Kekuatan pendorong pembentukan subkultur kemudian mulai bermain lebih lanjut pada tingkat divisi.

E. Differentiation by hierarchical level

Pembagian pekerjaan berdasarkan tingkat level pada jabatannya.

Karena jumlah orang di organisasi meningkat, menjadi semakin sulit untuk mengkoordinasikan kegiatan mereka. Salah satu mekanisme yang paling sederhana dan paling universal bahwa semua kelompok, organisasi, dan masyarakat gunakan untuk mengatasi masalah ini adalah untuk menciptakan lapisan tambahan dalam hirarki sehingga rentang kendali dari setiap manajer yang diberikan tetap stabil.

Leaders Need to Know About How Culture Changes – Session 10

Change Mechanism

The founding and early growth (mekanisme perubahan pada tahap berdiri dan pertumbuhan)

Pada tahap ini organisasi belum begitu kompleks dan peran pendiri dan atau keluarganya sangat dominant, sehingga budaya organisasi merupakan cerminan nilai-nilai dan pandangan para pendiri dan para pekerja yang datang belakangan hanya sekedar mengikuti, mempelajari dan mengikuti saja seolah-olah tidak mempunyai peran dalam membangun budaya organisasi.

1) Incremental change through general and specific evolution

General Evolution: seluruh budaya organisasi akan beradaptasi untuk berubah terhadap lingkungan luar dan srtuktur internal. Semakin berkembangnya diversifikasi, bertambah kompleks, diferensiasi dan integrasi pada tingkat yang lebih tinggi, dan perpaduan kreatifitas ke dalam bentuk yang baru dan lebih rumit.

Page 13: Rangkuman

Specific evolution: melibatkan adaptasi dari bagian spesifik organisasi ke lingkungannya mereka sendiri dan akibatnya kemudian dari keberagaman budaya ke budaya inti. Contoh: perusahaan yang berteknologi tinggi akan membentuk kemampuan R&D yang bagus; perusahaan pembuatan makanan akan mengembangkan kemampuan marketing yang bagus.

2) Insight

Jika berpikir kalau budaya sebagai mekanisme pertahanan untuk menghindari kecemasan dan ketidakpastian maka budaya seharusnya bisa membantu organisasi menyelidiki kekuatan dan kelemahan budaya organisasinya dan juga membantu memperbaiki asumsi budayanya jika itu dibutuhkan untuk bertahan hidup dan berfungsi efektif.

Anggota organisasi bisa secara bersama mencapai pencerahan (Insight) jika mereka secara bersama-sama memeriksa budaya dan mendefinisikan ulang untuk mengganti beberapa asumsi prioritas utama atau meninggalkan asumsi yang menjadi penghalang dengan menempatkannya di bawah asumsi yang lebih tinggi.

3) Promotion of hybrids within the culture

Di sini terjadi kenaikan pangkat seorang karyawan menjadi manajer, dimana karyawan tersebut mempunyai pemikiran yang bisa lebih beradaptasi terhadap kenyataan lingkungan luar. Karena karyawan tersebut sudah bekerja di organisasi itu maka dia mengerti budaya organisasi tersebut dan bisa diterima karyawan lain. Tapi, kerena perbedaan sikap, pengalaman, dan subculture di pengembangan karir sebelumnya maka manajer baru tersebut bisa memegang pola pikir yang berbeda dan akhirnya bisa merubah cara berpikir dan bertindak organisasi.

Agar cara ini bisa berhasil, beberapa pemimpin senior pertama-tama harus mengetahui apa yang kurang di budaya organisasi, apa yang harus diubah, atau apa yang menghambat perubahan tersebut. Jika pemimpin tersebut sudah mengetahuinya, dia bisa mulai memilih karyawan “hybrids” untuk memulai perubahan.

Midlife (mekanisme perubahan pada tahap perkembangan)

Pada tahap ini tujuan perubahan budaya adalah untuk melakukan adaptasi

eksternal yang dilakukan secara sistematis dan terencana. Mengandung masalah “Siapa yang akan melanjutkan perusahaan?”. Biasanya anggota keluarga atau orang terpercaya.

1) Systematic promotion from selected subcultures

Kekuatan organisasi yang sudah midlife terletak pada keberagaman subculture-nya. Disadari atau tidak, pemimpin mengembangkan budaya perusahaannya dengan meneliti kelemahan dan kekuatan subculture yang ada di organisasinya, dan kemudian mencondongkan budaya inti organisasinya ke subculture yang paling kuat dengan mempromosikan karyawan dari subculture tersebut ke bagian penting.

2) Technological Seduction

Teknologi yang diperkenalkan oleh pemimpin dengan tujuan meningkatkan efesiensi dan produktivitas bisa merubah budaya organisasi. Contoh: diperkenalkannya komputer untuk tujuan bisnis mengubah penggunaan dokumen kertas, diperkenalkannya robot untuk produksi mengubah cara berpikir manajer dalam memproduksi barang.

3) Infusion of outsiders

Cara yang paling ampuh adalah ketika RUPS membawa CEO baru, atau ketika CEO baru dipilih karena akuisisi, merger atau organisasinya dibeli. CEO baru ini biasanya membawa orang-orangnya sendiri dan menyingkirkan orang-orang yang dianggapnya tua dan tidak

Page 14: Rangkuman

efektif lagi. Akibatnya hierarki subculture dan grup-nya hancur. Jika ada divisi yang kuat, biasanya CEO baru ini mengganti pemimpin divisinya juga.

Maturity and Decline

Penurunan biasanya diawali dengan adanya krisis organisasi yang disebabkan perubahan internal dan eksternal organisasi.

1) Scandal and explosion of myths

Skandal: dimana organisasi mulai memiliki banyak “rahasia” dan akhirnya terungkap melalui whistle blowing.

Mitos: ketika ditanya, “kenapa caranya seperti ini?” , jawabannya, “dari dulu sudah seperti itu”. Ini biasanya ditemui pada tingkatan budaya espoused value and believe dan basic underlying assumption.

2) Turnarounds

Kombinasi dari banyak mekanisme di atas, bibentuk menjadi program tunggal oleh pemimpin yang kuat atau tim perubahan. Biasanya dilakukan dengan metode hybrids dan membawa orang luar yang mempunyai asumsi berbeda.

3) Mergers and acquisitions

Ketika suatu organisasi bergabung dengan organisasi lainnya, atau dibeli oleh organisasi lain maka secara otomatis budaya organisasi antar organisasi akan bertabrakan. Para pemimpin bisa berdiskusi akan memakai budaya yang mana, menyatukannya, atau membiarkannya sampai salah satu budaya mendominasi.

4) Destruction and rebirth

Terjadi saat budaya organisasi hancur atau beberapa kunci budaya organisasi dikeluarkan. Bisa terjadi saat proses mekanisme hybrids, merger, akuisisi, atau bangkrut. Tujuannya agar organisasi mempunyai budaya baru yang bisa bersaing. Proses ini traumatik dan tidak digunakan dengan sengaja, tapi mungkin digunakan jika keberlangsungan hidup perusahaan dipertaruhkan.

Page 15: Rangkuman

Mekanisme perubahan pada tahap berdiri dan pertumbuhan

Perubahan evolutif yang bersifat natural; Perubahan budaya yang bersifat natural tanpa adanya rekayasa perencanaan sebelumnya.

Perubahan evolutif yang dipandu dari dalam organisasi (self guided) denganmenggunakan terapi organisasi; Perubahan budaya karena adanya kesadaran akan pentingnya memantau terus kondisi internal organisasi

Perubahan evolutif dengan hybrids; Perubahan budaya dengan membiarkan budaya lama tetap eksis namun pada saat yang bersamaan mulai diperkenalkan budaya baru sampai pada saatnya nanti budaya baru benar-benar bisa menggantikan budaya yang lama

Perubahan revolutif terkendali dengan bantuan pihak luar organisas; Perubahan ini bisa dikatakan revolusioner karena perubahanya melibatkan orang luar meski perubahannya masih dalam batas kendali organisasi (para pendiri).

Mekanisme perubahan pada tahap perkembangan

Pada tahap ini tujuan perubahan budaya adalah untuk melakukan adaptasi eksternal yang dilakukan secara sistematis dan terencana.

Planned change; Perubahan yang dilakukan secara terencana untuk menselaraskan budaya dengan perkeambangan organisasi di masa yang akan datang.

Technological seduction; Perubahan budaya dikarenakan adanya perubahan penggunaan teknologi baru.

Perubahan budaya dengan memaparkan sisi negative dari mitos yang selama ini berkembang di dalam organisasi; Perubahan dilakukan dengan mengembangkan asumsi atau mitos lain yang lebih relevan dalam menjalankan aktifitas perusahaan.

Incrementalism; Perubahan sedikit demi sedikit tetapi konsisten. Perubahan dilakukan dengan memanfaatkan setiap kesempatan yang ada dalam upayanya untuk mempengaruhi semua pihak yang terlibat dalam perusahan sehingga tujuan akhir tercapai.

Mekanisme perubahan pada tahap penurunan

Perubahan dilakukan secara structural atau radikal dengan 2 (dua) opsi yang berkembang yaitu transformasi dan destruksi.

Coercive Persuasion; Perubahan dengan memaksa orang membuka pbikirannya agar bisa memotivasi dirinya untuk mencari informasi baru

Turnaround; Perubahan ini biasanya dilakukan dengan mulai memperkenalkan budaya baru dengan cara meng-edukasi dan coaching para anggota organisasi

Reorganization and Rebirth; Perubahan ini dimulai dengan pembubaran organisasi kemudian membentuk organisasi yang baru

Page 16: Rangkuman

Culture change in organization

Perubahan Budaya dalam suatu organisasi haruslah dilakukan karena organisasi selalu menghadapi lingkungan kerja yang dinamis maka agar dapat bertahan organisasi harus dapat menyesuaikan dengan lingkungan dimana organisasi tersebut berinteraksi.

Perubahan biasanya terjadi pada saat:

- Organisasi / perusahaan memiliki nilai atau value tetapi tidak cocok dengan lingkungan, sehingga secara tidak langsung budaya dalam perusahaan tersebut akan berubah agar mereka bisa diterima di dalam masyarakat umum.

- Menghadapi persaingan bisnis yang sangat dinamis, sehingga mereka harus selalu mencari strategi yang paling cocok agar mereka tetap bisa bertahan dalam persaingan.

- Kondisi organisasi yang semakin buruk, ketika mereka menghadapi kondisi yang semakin memburuk maka pemimimpin perusahaan harus mengubah budaya yang lama dengan budaya perusahaan yang baru agar perusahaan tersebut kembali stabil.

- Organisasi semakin besar, ketika organisasi tersebut mulai berkembang maka perusahaan tersebut harus mulai mengubah budaya yang ada agar bisa lebih maju

How subcultures form in organizations

Menurut Schein (1995), subkultur adalah segmen budaya yang menunjukkan yang berbeda norma, nilai-nilai, kepercayaan dan perilaku orang karena perbedaan geografis daerah atau tujuan departemen dan persyaratan kerja (dalam organisasi). Persepsi karyawan tentang subkultur terhubung dengan komitmen karyawan terhadap organisasi (Lok, Westwood dan Crawford, 2005). Beberapa kelompok mungkin memiliki cukup mirip budaya dalam untuk memungkinkan interaksi sosial di luar tempat kerja.

Subkultur terbentuk karena beberapa hal, karena budaya tunggal akan berubah menjadi budaya majemuk seiring dengan pertumbuhan dan berkembangnya perusahaan, karena itu akan terbentuk kelompok yang mengembangkan subkultur masing-masing. Secara spesifik ditumbuhkan oleh perbedaan geografis, hasil kontribusi dari anggota organisasi. Sub kultur dapat terjadi karena perbedaan usia, ras, etnis, gender, kelas sosial, politik, seksual, dan kombinasi lainnya.

A Conceptual Model for Managed Culture Change – Session 11

The Psychosocial Dynamics of Transformative Organizational Change

Semua sistem dalam diri manusia mencoba untuk menjaga keseimbangan dan untuk memaksimalkan otonomi mereka dengan lingkungan.Mengatasi pertumbuhan dan kelangsungan hidup semua melibatkan menjaga integritas sistem dalam menghadapi lingkungan yang berubah yang terus-menerus menyebabkan berbagai tingkat ketidakseimbangan.

Oleh karena itu, evolusi budaya adalah salah satu cara di mana kelompok atau organisasi mempertahankan integritas dan otonomi, membedakan dirinya dari lingkungan dan kelompok-kelompok lain, dan memberikan identitas dirinya.

Dynamics of Change

Kurt Lewin (1951) mengajukan teori tiga tahap perubahan dan sering disebut sebagai pencairan (unfreezing), perubahan (change) dan pembekuan kembali (freezing or refreezing).

Tahap 1: Pencairan (unfreezing)

Page 17: Rangkuman

Merupakan proses awal dari tahap perubahan. Pada tahap ini terjadi pencairan perilaku dan sistem lama (status quo). Pertentangan antara faktor yang mendorong perubahan dan yang menentang akan terjadi pada tahap ini. Tahap pencarian berjalan lancar jika kekuatan pendorong perubahan selanjutnya menggerakkan pada perilaku dan sistem yang diinginkan.

Tahap 2: Perubahan (change) – atau fase transisi (cognitive restructuring)

Merupakan tahap pembelajaran. Pada tahap ini, pekerja diberi informasi baru, model dan sistem kerja yang diharapkan diterapkan nantinya, atau sebuah cara pandang baru untuk level pengambilan kebijakan.Pada tahap ini berlaku perubahan seperti;

– pembentukan tingkah laku– nilai– sikap– struktur yang baru/lebih baik

Tahap 3: Pembekuan (freezing or refreezing)

Merupakan tahap pembekuan kembali perilaku, sistem serta cara pandang yang diharapkan. Pada tahap ini diperlukan sebuah peneguhan dan penegasan kembalitentang arti penting perubahan yang sedang dijalankan. Guna mendukung perubahanjangka panjang diperlukan sebuah sistem yang mengawal dan menjamin prosesperubahan yang sedang di jalankan.

Survival Anxiety and Learning Anxiety

Para anggota organisasi akan menyadari kebutuhan untuk berubah, untuk memberikan beberapa kebiasaan lama dan cara berpikir, dan belajar beberapa kebiasaan baru dan cara berpikir. Tapi saat anggota menerima kebutuhan untuk berubah mereka juga akan mulai mengalami kecemasan belajar. Maka dari itulah muncul interaksi dari kedua kecemasan ini yang menciptakan dinamika kompleks perubahan.

Schein mengatakan bahwa ada dua kekuatan yang bermain dalam setiap individu dalam menjalani perubahan:

Belajar Kecemasan

Ini adalah kecemasan yang terkait dengan belajar sesuatu yang baru. “ Apakah saya gagal? Apakah saya akan terbuka? ”

Contoh: seorang koki masak yang tadinya hanya bisa masak beberapa jenis makanan mulai mengalami kecemasan apakah dia akan gagal kalau hanya bisa masak beberapa jenis masakan lalu dia berniat untuk belajar hal yang baru. Disini diperlukan sikap keluar dari zona aman, rasa penasaran yang tinggi , dan motivasi untuk terbuka pada hal baru yang belum dia pernah pelajari yang akan membawa dia kepada keberhasilan.

Kecemasan kelangsungan hidup

Ini menyangkut tekanan untuk berubah. “ Bagaimana jika saya tidak berubah? Apakah saya tertinggal? ”

Contoh: seorang koki yang ingin menjadi ahli dalam semua masakan ini mengalami tekanan menuju perubahan tersebut kalau tidak maju maka dia akan tertinggal dengan para pesaing yang lain. Disini dibutuhkan sikap kompetisi, menyesuaikan diri agar tidak tertinggal dengan teman-temannya yang sudah ahli di semua bidang.

Page 18: Rangkuman

Learning Anxienty

Socio psychological Bases of Learning Anxiety

Psikologis dasar pembelajaran kecemasan / resistensi terhadap perubahan:

Takut ketidakmampuan sementara (Fear of Temporary Incompetence)

Selama proses transisi, ketakutan tidak merasa kompeten karena sudah menyerah dengan cara lama dan belum menguasai yang baru. Contoh nya biasa dialami dalam penggunaan komputer.

Takut akan hukuman karena ketidakmampuan (Fear of Punishment for Incompetence)

Kekhawatiran bahwa akan kehilangan atau dihukum karena ketidakmampuannya atau kurangnya produktivitas dalam dirinya. Dalam arena komputer ada beberapa kasus mencolok di mana karyawan tidak pernah belajar sistem baru cukup untuk mengambil keuntungan dari potensi, karena merasa harus tetap produktif dan dengan demikian menghabiskan cukup waktu pada pembelajaran baru.

Takut kehilangan identitas pribadi. (Fear of Loss of Personal Identity)

Kekhawatiran ketika kebiasaan cara Anda berpikir dan merasa tidak lagi dibutuhkan, atau ketika rasa diri didefinisikan oleh peran atau posisi yang tidak lagi diakui oleh organisasi.

Takut kehilangan keanggotaan kelompok (Fear of Loss of Group Membership)

Asumsi bersama yang membentuk budaya juga mengidentifikasi siapa yang masuk dan yang keluar dari grup.

Defensive Responses to Learning Anxiety

Denial

Terjadi saat orang sebenarnya tahu bahwa perubahan itu penting tetapi mereka masih melakukan penyangkalan akan hal itu, dan melakukan tindakan penarikan (withdrawal) atau pengunduran diri sementara dari proses menuju perubahan. Di fase ini orang merasa masih memiliki kemampuan untuk menghadang perubahan.

Scapegoating, Passing the Buck, and Dodging

Meyakinkan diri sendiri bahwa penyebabnya adalah di beberapa departemen lain, bahwa data tidak berlaku untuk Anda, dan bahwa orang lain harus berubah terlebih dahulu sebelum Anda melakukannya.

Maneuvering and Bargaining

Keinginan atas kompensasi khusus untuk upaya untuk membuat perubahan; jika Anda menjadi yakin bahwa itu adalah kepentingan Anda sendiri dan dari jauh bermanfaat bagi Anda; Anda akan setuju untuk mengubahhanya jika beberapa orang lain berubah juga.

The change leader create the conditions for transformative change

Prinsip 1: Survival anxiety or guilt must be greater than learning anxiety

Prinsip 2: Learning anxiety must be reduced rather than increasing survival anxiety

Pemimpin perubahan harus mengurangi kecemasan belajar dengan meningkatkan rasa pelajar keselamatan-komponen ketiga psikologis unfreezing. Dari sudut pandang pemimpin perubahan, mungkin tampak jelas bahwa cara untuk memotivasi belajar akan hanya untuk meningkatkan kecemasan. Masalah pendekatan ini adalah bahwa ancaman yang lebih besar atau bersalah mungkin hanya meningkatkan sikap defensif untuk menghindari ancaman atau rasa sakit dari proses pembelajaran.

Page 19: Rangkuman

How to Create Psychological Safety

Menciptakan keamanan psikologis bagi anggota organisasi yang sedang menjalani pembelajaran transformasional melibatkan delapan langkah yang harus diambil hampir bersamaan. Mereka terdaftar secara kronologis tetapi pemimpin perubahan harus siap untuk melaksanakan semua

1. Sebuah visi yang positif menarik

2. Pelatihan formal

3. Keterlibatan peserta didik

4. Pelatihan Informal relevan kelompok dan tim

5. Praktek lapangan, pelatih, dan umpan balik

6. Contoh peran yang positif

7. Kelompok dukungan di mana masalah belajar dapat didiskusikan

8. Sebuah sistem penghargaan dan disiplin dan struktur organisasi yang konsisten dengan cara berpikir yang baru dan bekerja

Organizing a Change Program That May Involve Culture Change

Ketika sebuah organisasi menghadapi ketidakpastian informasi dan meluncurkan program perubahan, belum jelas pada awalnya apakah perubahan budaya akan terlibat dan bagaimana budaya akan membantu atau menghalangi program perubahan.

Prinsip3: Tujuan perubahan harus didefinisikan secara konkret dan spesifik terhadap apa yang dicoba untuk diperbaiki, tetapi bukan seperti "Perubahan budaya"

Tujuan perubahan adalah untuk mendapatkan karyawan:

- Kesadaran terhadap resiko/bahaya lingkungan,

- Segera melaporkannya ke badan yang berwenang,

- Belajar bagaimana untuk mengatasi kondisi yang membahayakan, dan

- Belajar bagaimana untuk mencegah bahaya lain yang akan terjadi ditempat pertama.

Perlu atau tidaknya budaya dirubah belum diketahui saat program perubahan diluncurkan. Hanya jika tujuan tertentu telah teridentifikasi dapat menentukan apakah unsur-unsur budaya akan membantu atau menghalangi perubahan; ternyata, sebagian besar dari budaya digunakan secara positif untuk mengubah beberapa elemen tertentu dalam budaya yang memang harus berubah.

Prinsip 4: Unsur-unsur pada budaya lama dapat diubah dengan mengeluarkan orang-orang yang "membawa" unsur-unsur tersebut, tetapi unsur-unsur budaya baru hanya bisa dilakukan jika mengarah pada keberhasilan

Sebelum para pelaku organisasi dapat mengubah budaya organisasinya, maka pertama kali yang perlu dilakukan adalah memahami terlebih dahulu budaya saat ini, atau segala sesuatu yang ada dan berlaku saat ini. Setelah kita memahami budaya organisasi saat ini, maka kita perlu memutuskan budaya mana yang perlu diubah untuk mencapai budaya organisasi yang dinginkan yang akan mendukung keberhasilan.

Pada akhirnya, para anggota organisasi perlu mengubah perilaku mereka untuk menciptakan budaya organisasi yang lebih baik dan inilah langkah yang paling sulit dalam perubahan budaya. Jika orang-orang yang "membawa" budaya lama tersebut tidak suka dengan perubahan budaya yang baru, maka sebaiknya organisasi mengeluarkan orang-orang yang "membawa" budaya lama tersebut.

Page 20: Rangkuman

Prinsip 5: Perubahan Budaya selalu perubahan yang transformatif yang membuat anggota organisasi merasa itu hal yang menyakitkan secara psikologis

Pemimpin perlu mendorong anggota organisasi agar memiliki sikap yang positif terhadap perubahan. Dengan cara, pemimpin organisasi selain mendukung secara verbal juga harus menjadi yang pertama dalam mendukung perubahan budaya tersebut sehingga anggota organisasi tahu bagaimana melakukan kebiasaan baru. Hal ini bisa jadi sangat berguna baik untuk mengkomunikasikan harapan dan mengajarkan kebiasaan baru. Dengan demikian, anggota organisasi dapat memiliki sikap yang positif terhadap perubahan dan melakukan pekerjaan mereka dengan budaya yang baru dengan sikap yang baik.

Assessing Cultural Dimensions: A Ten-Step Intervention – Session 12

Culture Assesment As Part of Managed Organizational Changed

Proses penilaian budaya organisasi yang bertujuan untuk memungkinkan para anggota organisasi mengidentifikasi asumsi-asumsi budaya organisasi yang dapat menghambat beberapa perubahan yang akan dibuat dalam organisasi

The Ten-Step Culture Assessment Process

1. Obtaining Leadership Commitment

Pemimpin harus menerjemahkan asumsi budaya dan mengevaluasi apakah budaya yang sekarang masih relevan dengan perubahan yang akan dilakukan.

Pemimpin harus melihat berdasarkan kehidupan organisasi yang ada, oleh karena itu pemimpin harus memiliki komitmen dalam keterlibatan proses penilaian ini dan benar-benar mengerti mengenai budaya organisasinya.

Contoh: pada zaman dulu rumah sakit ibu selalu melakukan pencatatan manual ketika ada pasien masuk dan pasien keluar. Seiring berjalanya waktu pencatatan manual tersebut justru mempersulit mereka karena kurang praktis maka rumah sakit mulai mengikuti perkembangan teknologi yang ada dengan memanfaatkan keberadaan komputer.

2. Selecting Groups for Self Assessment

Pemimpin mulai meng-hire consultant sebagai fasilitator dalam melakukan penilaian budaya organisasi ini. Pada tahap ini pemimpin bekerja sama langsung dengan fasilitator untuk memilih group terbaik di dalam perusahaan yang menunjukan budaya organisasi tersebut. Tujuan dari pemilihan group ini untuk mendapatkan informasi mengenai budaya organisasi yang selama ini mereka jalani. Setelah group dipilih pemimpin menjelaskan kepada mereka mengapa mereka dipilih, menginformasikan bahwa akan diadakan meeting mengenai proses penilaian budaya dan group harus peduli dengan komitmen pemimpin dalam melakukan proses penilaian budaya tersebut.

Contoh: pemimpin dan fasilitator, memilih divisi finance yang beranggotakan 30 orang yang selama ini sangat menunjukan budaya disipilin dalam bekerja. Selalu memberikan laporan pengeluaran dan pemasukan perusahaan secara detail.

3. Selecting an Appropriate Setting for the Group Self-Assessment

Persiapan meeting mulai dilakukan, setiap orang yang mengikuti meeting harus mengeluarkan persepsi, perasaan, pemikiran yang ada terhadap budaya organisasi yang ada. Ruangan meeting harus sangat nyaman, posisi duduk berbentuk melingkar setiap ada

Page 21: Rangkuman

elemen budaya yang disebutkan harus ditulis dalam lembaran flip chart dan ditunjukan di depan agar semua bisa melihat.

4. Explaining the Purpose of the Group

Pertemuan harus diawali dengan pernyatan menegenai tujuan dari pertemuan yang dilakukan oleh seseorang dari organisasi yang dianggap sebagai pemimpin atau yang memiliki peran otoritas. Sehingga dapat mendorong keterbukaan respons. Masalah perubahan organisasi harus dinyatakan dan ditulis secara jelas, dan memungkinkan adanya pertanyaan dan diskusi. Tujuan dari langkah ini tidak hanya menjelaskan mengapa pertemuan ini diadakan melainkan untuk memulai keterlibatan group di dalam proses.

5. A Short Lecture on How to Think About Culture

Penting bagi group untuk mengerti bahwa budaya ditunjukkan pada level artifak dan espoused value, tapi tujuannya adalah untuk mencoba menerjemahkan shared tacit assumptions yang berada pada tingkat bawah kesadaran. Konsultan harus mempresentasikan three level model assumptions, espoused value, dan basic assumptions , dan memastikan bahwa setiap orang mengerti bahwa budaya yang dipelajari berdasarkan group’s shared terdahulu. Penting untuk group mengerti bahwa apa yang akan mereka nilai adalah produk dari mereka yang terdahulu dan stabilitas budaya organisasi yang sukses pada masa lalu.

6. Eliciting Descriptions of the Artifacts

Proses selanjutnya adalah konsultan memberitahukan grup bahwa mereka akan mulai menggambarkan budaya mereka pada level artifak - “What is going on here?”. Cara untuk mengetahuinya adalah dengan meminta keterangan anggota organisasi yang baru bergabung dan menanyakan orang-orang yang memasuki organisasi dan apa yang ia perhatikan pada saat ia memasuki organisasi. Setiap yang disebutkan diltulis pada sebuah flip chart, setelah halaman terpenuhi, lalu lembar tersebut digantung di dinding jadi setiap orang dapat melihatnya.

7. Identifying Espoused Values

Mengidentifikasi nilai-nilai pendukung. Mencari nilai-nilai dari semua artefak yang mereka telah diidentifikasi untuk mencari tahu sebaik mungkin nilai-nilai apa tampaknya tersirat. Mengartikulasikan “Why are you doing what you are doing?” – alasan mengapa mereka melakukan apa yang mereka lakukan. Nilai-nilai tersebut dapat berupa pernyataan tujuan, asumsi, strategi organisasi dan bagaimana suatu organisasi memiliki nilai yang seharusnya membuat image pada organisasi. Dalam group meeting ini masing-masing group mencerminkan nilai-nilai asli yang dapat menjadi proyeksi untuk masa depan, mencari strategi atau faktor-faktor untuk menghadapi perubahan.

8. Identifying Shared Underlying Assumptions

Mengidentifikasi asumsi-asumsi yang mendasar. Memeriksa apakah nilai-nilai yang dianut telah diidentifikasi benar-benar menjelaskan semua artefak atau ada sesuatu yang lebih. Apakah yang telah dideskripsikan belum jelas atau bertentangan dengan beberapa nilai yang telah diartikulasikan. Berkaitan dengan itu, muncul lah asumsi-asumsi yang merefleksikan dari nilai-nilai atau artefak yang telah diidentifikasi. Dalam menyatakan asumsi asumsi nya, kemudain disesuaikan dengan daftar artefak yang dapat menegaskan asusmsi nya dan memikirkan beberapa artefak untuk memperkuat perusahaan dalam menghadapi perubahan dengan orientasi dimasa kini dan untuk masa depan. Asumsi yang dianggap

Page 22: Rangkuman

penting dan mencolok memicu satu set baru dari wawasan dan mulai memahami berbagai macam hal-hal yang sebelumnya tidak masuk akal.

9. Identifying Cultural Aids and Hindrances

Mengkategorikan asumsi menurut apakah mereka akan membantu atau menghalangi proses perubahan yang sedang dikejar. kelompok meninjau apa yang "cara baru dalam bekerja" dan bagaimana asumsi diidentifikasi akan membantu atau menghalangi dalam mendapatkan di sana. sangat penting untuk meminta peserta untuk melihat asumsi dari titik ganda pandang (positif dan negatif). Perubahan organisasi yang sukses mungkin muncul lebih dari mengidentifikasi asumsi yang akan membantu dari pada mengubah asumsi yang akan menghambat, tetapi kelompok-kelompok awalnya memiliki waktu yang sulit untuk melihat bagaimana budaya dapa tmenjadi sumber bantuan yang positif bagi kelompoknya.

Contoh: yaitu pada perusahaan angkasapura, perusahaan tersebut mengharuskan karyawannya untuk bekerja non stop (24 jam) untuk mengatur traffic pada pesawat di bandara. Maka pada awal organisasi itu didirikan, terbentuk budaya organisasi dalam bentuk pembagian jam kerja pada karyawan nya yaitu pada 3 shift. Shift pagi, siang, dan malam. Untuk kasusnya yaitu terjadi pada shift pertama yaitu shift pagi, karena akses untuk menuju bandara tidak selalu lancer dan mudah dijangkau oleh karyawan nya, banyak karyawan yang telat dating untuk dating ke kantornya. Sehingga memberikan dampak negatif pada perusahaan tersebut untuk efektivitas kerja.

10. Decisions on Next Steps

Mencapai semacam konsensus tentang apa asumsi bersama yang penting dan implikasinya terhadap apa yang organisasi ingin lakukan selanjutnya.