RANCANGAN TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN … · rancangan peraturan badan koordinasi...
Transcript of RANCANGAN TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN … · rancangan peraturan badan koordinasi...
RANCANGAN
PERATURAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN 2019
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN PERIZINAN BERUSAHA
TERINTEGRASI SECARA ELEKTRONIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 105 ayat
(2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang
Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara
Elektronik dan Pasal 1 Peraturan Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian Nomor 13 Tahun 2018 tentang
Pengalihan Perizinan Berusaha dan Pengelolaan Sistem
Online Single Submission kepada Badan Koordinasi
Penanaman Modal, Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian menetapkan pengalihan pelayanan
perizinan berusaha dan pengelolaan sistem Online
Single Submission kepada Badan Koordinasi Penanaman
Modal;
b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 94 ayat (1)
huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018
tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi
Secara Elektronik, perlu disusun petunjuk pelaksanaan
penerbitan Perizinan Berusaha pada sistem Online
Single Submission;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
-2-
menetapkan Peraturan Badan Koordinasi Penanaman
Modal tentang Pedoman Pelaksanaan Pelayanan
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4724);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang
Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara
Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2018 Nomor 90);
3. Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2007 tentang
Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun
2012 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor
90 Tahun 2007 tentang Badan Koordinasi Penanaman
Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 210);
4. Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 221);
5. Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2017 tentang
Percepatan Pelaksanaan Berusaha (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 210);
6. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Nomor 13 Tahun 2018 tentang Pengalihan Perizinan
Berusaha dan Pengelolaan Sistem Online Single
Submission kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor
1759);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN
-3-
PERIZINAN BERUSAHA TERINTEGRASI SECARA
ELEKTRONIK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Badan ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom.
2. Perizinan Berusaha adalah pendaftaran yang diberikan
kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan
usaha dan/atau kegiatan dan diberikan dalam bentuk
persetujuan yang dituangkan dalam bentuk
surat/keputusan atau pemenuhan persyaratan
dan/atau Komitmen.
3. Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau
Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS
adalah Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh
Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan
lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota kepada Pelaku
Usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.
4. Pelaku Usaha adalah perseorangan atau non
perseorangan yang melakukan usaha dan/atau kegiatan
pada bidang tertentu.
5. Badan Koordinasi Penanaman Modal yang selanjutnya
disingkat BKPM adalah lembaga pemerintah non-
kementerian yang bertanggung jawab di bidang
Penanaman Modal, yang dipimpin oleh seorang Kepala
yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung
kepada Presiden.
6. Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan
menanam modal, baik oleh Penanam Modal Dalam
-4-
Negeri maupun Penanam Modal Asing, untuk melakukan
usaha di wilayah negara Republik Indonesia.
7. Penanaman Modal Dalam Negeri yang selanjutnya
disingkat PMDN adalah kegiatan menanam modal untuk
melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia
yang dilakukan oleh Penanam Modal Dalam Negeri
dengan menggunakan modal dalam negeri.
8. Penanaman Modal Asing yang selanjutnya disingkat PMA
adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan
usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang
dilakukan oleh Penanam Modal Asing, baik yang
menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang
berpatungan dengan Penanam Modal Dalam Negeri.
9. Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang
dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan
bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari
Usaha Menengah sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang tentang usaha mikro, kecil dan menengah, yang
meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha
patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan
ekonomi di Indonesia.
10. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang
perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang
memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang tentang usaha mikro, kecil, dan
menengah.
11. Pendaftaran adalah pendaftaran usaha dan/atau
kegiatan oleh Pelaku Usaha melalui OSS.
12. Izin Usaha adalah izin yang diterbitkan oleh Lembaga
OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga,
gubernur, atau bupati/wali kota setelah Pelaku Usaha
melakukan Pendaftaran dan untuk memulai usaha
dan/atau kegiatan sampai sebelum pelaksanaan
komersial atau operasional dengan memenuhi
-5-
persyaratan dan/atau Komitmen.
13. Izin Komersial atau Operasional adalah izin yang
diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama
menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali
kota setelah Pelaku Usaha mendapatkan Izin Usaha dan
untuk melakukan kegiatan komersial atau operasional
dengan memenuhi persyaratan dan/atau Komitmen.
14. Komitmen adalah pernyataan Pelaku Usaha untuk
memenuhi persyaratan Izin Usaha dan/atau Izin
Komersial atau Operasional.
15. Lembaga Pengelola dan Penyelenggara OSS yang
selanjutnya disebut Lembaga OSS adalah lembaga
pemerintah non-kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman
modal, yaitu BKPM.
16. Nomor Induk Berusaha yang selanjutnya disingkat NIB
adalah identitas Pelaku Usaha yang diterbitkan oleh
Lembaga OSS setelah Pelaku Usaha melakukan
Pendaftaran.
17. Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat
NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak
sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas
Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya.
18. Tanda Daftar Perusahaan yang selanjutnya disingkat
TDP adalah surat tanda pengesahan yang diberikan oleh
Lembaga OSS kepada Pelaku Usaha yang telah
melakukan Pendaftaran.
19. Angka Pengenal Importir yang selanjutnya disingkat API
adalah tanda pengenal sebagai importir.
20. Nomor Induk Kependudukan yang selanjutnya disingkat
NIK adalah nomor identitas penduduk yang bersifat unik
-6-
atau khas, tunggal, dan melekat pada seseorang yang
terdaftar sebagai penduduk Indonesia.
21. Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang
selanjutnya disingkat RPTKA adalah rencana
penggunaan tenaga kerja asing pada jabatan tertentu
yang dibuat oleh pemberi kerja tenaga kerja asing untuk
jangka waktu tertentu yang disahkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
ketenagakerjaan atau pejabat yang ditunjuk.
22. Izin Lokasi adalah izin yang diberikan kepada Pelaku
Usaha untuk memperoleh tanah yang diperlukan untuk
usaha dan/atau kegiatannya dan berlaku pula sebagai
izin pemindahan hak dan untuk menggunakan tanah
tersebut untuk usaha dan/atau kegiatannya.
23. Izin Lokasi Perairan adalah izin lokasi sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan
dibidang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil.
24. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat
RDTR adalah rencana rinci untuk rencana tata ruang
wilayah kabupaten/kota.
25. Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada
Pelaku Usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan
yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai
prasyarat memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
26. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup yang selanjutnya
disebut UKL-UPL adalah pengelolaan dan pemantauan
terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak
berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
-7-
27. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup yang
selanjutnya disebut Amdal adalah kajian mengenai
dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
28. Analisis Dampak Lingkungan Hidup yang selanjutnya
disebut Andal adalah telaahan secara cermat dan
mendalam tentang dampak penting suatu rencana usaha
dan/atau kegiatan.
29. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup yang
selanjutnya disebut RKL adalah upaya penanganan
dampak terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan
akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan.
30. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup yang
selanjutnya disebut RPL adalah upaya pemantauan
komponen lingkungan hidup yang terkena dampak
akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan.
31. Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya
disebut SPPL, adalah pernyataan kesanggupan dari
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk
melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup atas dampak lingkungan hidup dari usaha
dan/atau kegiatannya di luar usaha dan/atau kegiatan
yang wajib Amdal atau UKL-UPL.
32. Izin Mendirikan Bangunan Gedung yang selanjutnya
disebut IMB adalah perizinan yang diberikan oleh
Pemerintah Daerah kabupaten/kota kepada pemilik
bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah,
memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan
gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan
persyaratan teknis yang berlaku.
33. Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung yang
-8-
selanjutnya disingkat SLF adalah sertifikat yang
diterbitkan oleh pemerintah daerah kecuali untuk
bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah untuk
menyatakan kelaikan fungsi suatu bangunan gedung
baik secara administratif maupun teknis, sebelum
pemanfaatannya.
34. Pengembangan Usaha adalah Perizinan Berusaha dalam
rangka perluasan, penambahan bidang usaha, lokasi,
dan/atau kegiatan usaha.
35. Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan
oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan
diri dengan Perseoran lain yang telah ada dan
mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang
menggabungkan diri beralih karena hukum kepada
Perseoran yang menerima penggabungan dan
selanjutnya status badan hukum Perseroan yang
menggabungkan diri berakhir karena hukum.
36. Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya
disingkat PTSP adalah pelayanan secara terintegrasi
dalam satu kesatuan proses dimulai dari tahap
permohonan sampai dengan tahap penyelesaian produk
pelayanan melalui satu pintu.
37. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu Provinsi, Kabupaten/Kota yang selanjutnya
disebut DPMPTSP Provinsi, DPMPTSP Kabupaten/Kota
adalah unsur pembantu kepala daerah untuk
penyelenggaraan Pemerintah Daerah provinsi,
kabupaten/kota yang menyelenggarakan fungsi utama
koordinasi dibidang Penanaman Modal di pemerintah
Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota.
38. Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat
KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi
-9-
perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
39. Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan
kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan
Prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola
oleh perusahaan kawasan industri.
40. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang
selanjutnya disingkat KPBPB adalah suatu kawasan
yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean
sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak
pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah,
dan cukai.
41. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang
terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan,
terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik
lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan
autentikasi.
42. Hari adalah hari kerja sesuai yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat.
43. Laporan Kegiatan Penanaman Modal yang selanjutnya
disingkat LKPM adalah laporan mengenai perkembangan
realisasi Penanaman Modal dan permasalahan yang
dihadapi Pelaku Usaha yang wajib dibuat dan
disampaikan secara berkala.
44. Sistem Administrasi Badan Hukum yang selanjutnya
disingkat SABH adalah pelayanan jasa teknologi
informasi Perseroan secara elektronik yang
diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Administrasi
Hukum Umum.
45. Sistem Administrasi Badan Usaha yang selanjutnya
disingkat SABU adalah pelayanan jasa teknologi
informasi badan usaha secara elektronik yang
diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Administrasi
-10-
Hukum Umum.
46. Kantor Perwakilan Perusahaan Asing yang selanjutnya
disingkat KPPA adalah kantor yang dipimpin perorangan
warga negara Indonesia atau warga negara asing yang
ditunjuk oleh perusahaan asing atau gabungan
perusahaan asing di luar negeri sebagai perwakilannya
di Indonesia
47. Kantor Cabang adalah perusahaan yang merupakan unit
atau bagian dari perusahaan induknya yang dapat
berkedudukan di tempat yang berlainan dan dapat
bersifat berdiri sendiri atau bertugas untuk
melaksanakan sebagian tugas dari perusahaan
induknya.
48. Prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan
penunjang utama terselenggaranya suatu proses (usaha,
pembangunan, proyek, dan sebagainya).
49. Kantor Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing, yang
selanjutnya disingkat KP3A adalah kantor yang dipimpin
oleh perorangan warga negara Indonesia atau warga
negara asing yang ditunjuk oleh perusahaan
perdagangan asing atau gabungan perusahaan asing di
luar negeri sebagai perwakilannya di Indonesia.
50. Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing yang
selanjutnya disingkat BUJKA adalah badan usaha yang
berdomisili di negara asal yang membuka Kantor
Perwakilan BUJKA dan/atau BUJKA Berbadan Hukum
Indonesia.
51. Surat Tanda Pendaftaran Waralaba yang selanjutnya
disingkat STPW adalah bukti pendaftaran prospectus
penawaran waralaba bagi pemberi waralaba dan/atau
pemberi waralaba lanjutan serta bukti pendaftaran
perjanjian waralaba bagi penerima waralaba dan/atau
penerima waralaba lanjutan, yang diberikan setelah
memenuhi persyaratan pendaftaran yang ditentukan
-11-
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
52. Proyek Utama adalah bidang usaha beserta rantai
produksinya yang menjadi fokus kegiatan Pelaku Usaha.
53. Proyek Penunjang adalah bidang usaha di luar Proyek
Utama.
54. Hak Akses adalah hak yang diberikan oleh Lembaga OSS
kepada Pelaku Usaha, kementerian/lembaga pemerintah
non-kementerian dan DPMPTSP provinsi/kabupaten/
kota, Badan Pengusahaan KPBPB, Administrator KEK
untuk menggunakan sistem OSS.
Pasal 2
Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Perizinan Berusaha
Terintegrasi Secara Elektronik yang diatur dalam Peraturan
Badan ini dimaksudkan sebagai panduan dalam Pelaksanaan
Pelayanan Perizinan Berusaha bagi:
a. Lembaga OSS, PTSP Pu
b. sat di BKPM, DPMPTSP Provinsi, DPMPTSP
Kabupaten/Kota, badan pengusahaan KPBPB, dan
administrator KEK sesuai kewenangannya;
c. Kementerian/lembaga pemerintah non-kementerian; dan
d. Para pelaku usaha serta masyarakat umum lainnya.
Pasal 3
Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Perizinan Berusaha
Terintegrasi Secara Elektronik bertujuan:
a. terwujudnya standardisasi prosedur pengajuan,
persyaratan permohonan, proses pelaksanaan dan
pemenuhan komitmen perizinan berusaha terintegrasi
secara elektronik pada PTSP Pusat di BKPM,
kementerian/lembaga pemerintah non-kementerian,
DPMPTSP Provinsi, DPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP
KPBPB, dan PTSP KEK, di seluruh Indonesia.
-12-
b. tercapainya pelayanan perizinan berusaha yang cepat,
sederhana, transparan, dan terintegrasi.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 4
Ruang lingkup layanan yang diatur dalam Peraturan Badan
ini meliputi layanan penerbitan NIB, perizinan berusaha serta
pemantauan kepatuhan Perizinan Berusaha.
BAB III
KETENTUAN PENDAFTARAN DAN PERIZINAN BERUSAHA
Bagian Kesatu
Ketentuan Berusaha
Paragraf 1
Memulai Usaha
Pasal 5
(1) Setiap Pelaku Usaha harus memiliki NIB.
(2) Dalam hal Pelaku Usaha yang akan memulai usaha
setelah memiliki NIB ditindaklanjuti dengan mengajukan
Perizinan Berusaha sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Dalam hal Pelaku Usaha telah menjalankan usahanya
atas izin yang masih berlaku harus memiliki NIB dan
mendaftarkan perizinannya yang masih berlaku.
-13-
Paragraf 2
Jenis dan Sektor Perizinan Berusaha
Pasal 6
Jenis Perizinan Berusaha terdiri atas:
a. Izin Usaha; dan
b. Izin Komersial atau Operasional.
Pasal 7
Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
terdiri atas Perizinan Berusaha pada:
a. sektor ketenagalistrikan;
b. sektor pertanian;
c. sektor lingkungan hidup dan kehutanan;
d. sektor pekerjaan umum dan perumahan rakyat;
e. sektor kelautan dan perikanan;
f. sektor kesehatan;
g. sektor obat dan makanan;
h. sektor perindustrian;
i. sektor perdagangan;
j. sektor perhubungan;
k. sektor komunikasi dan informatika;
l. sektor keuangan;
m. sektor pariwisata;
n. sektor pendidikan dan kebudayaan;
o. sektor pendidikan tinggi;
p. sektor agama dan keagamaan;
q. sektor ketenagakerjaan;
r. sektor kepolisian;
s. sektor perkoperasian dan usaha mikro, kecil, menengah;
dan
t. sektor ketenaganukliran.
-14-
Paragraf 3
Pelaksanaan Pelayanan Perizinan Berusaha
Pasal 8
Pelaksanaan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara
Elektronik meliputi:
a. Pendaftaran untuk mendapatkan NIB;
b. penerbitan dan pemenuhan Komitmen Izin Usaha;
c. penerbitan dan pemenuhan Komitmen Izin Komersial
atau Operasional;
d. pemantauan kepatuhan Perizinan Berusaha;
e. pembayaran biaya Perizinan Berusaha; dan
f. fasilitasi Perizinan Berusaha.
Paragraf 4
Pemohon Perizinan Berusaha
Pasal 9
(1) Pemohon Perizinan Berusaha terdiri atas:
a. Pelaku Usaha perseorangan;
b. Pelaku Usaha non perseorangan; dan
c. Pelaku Usaha Kantor Perwakilan dan lainnya.
(2) Pelaku Usaha perseorangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a merupakan orang perorangan
penduduk Indonesia yang cakap untuk bertindak dan
melakukan perbuatan hukum.
(3) Pelaku Usaha non perseorangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. perseroan terbatas;
b. perusahaan umum;
c. perusahaan umum daerah;
d. badan hukum lainnya yang dimiliki oleh negara;
e. badan layanan umum;
f. lembaga penyiaran;
g. badan usaha yang didirikan oleh yayasan;
h. koperasi;
-15-
i. persekutuan komanditer (commanditaire
vennootschap);
j. persekutuan firma (venootschap onder firma);
k. persekutuan perdata;
l. yayasan;
m. Badan Usaha Tetap;
n. Badan Operasi Bersama; dan
o. Joint Operation;
yang didirikan, didaftarkan, atau disahkan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Pelaku Usaha Kantor Perwakilan dan lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas
a. KPPA;
b. KP3A;
c. BUJKA; dan
d. pemberi dan penerima waralaba asing.
Bagian Kedua
Ketentuan Nilai Investasi dan Permodalan
Pasal 10
(1) Pelaku usaha non perseorangan PMA dengan kriteria
usaha besar, kecuali ditentukan lain oleh peraturan
perundang-undangan, wajib melaksanakan ketentuan,
persyaratan nilai investasi dan permodalan untuk
memperoleh Perizinan Berusaha.
(2) Pelaku usaha non perseorangan PMA sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan
nilai investasi dan permodalan dengan ketentuan:
a. total nilai investasi lebih besar dari
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar Rupiah),
diluar tanah dan bangunan per bidang usaha KBLI
5 (lima) digit kecuali ditentukan lain oleh peraturan
perundang-undangan;
b. nilai modal ditempatkan sama dengan modal
disetor, paling sedikit Rp2.500.000.000,00 (dua
-16-
miliar lima ratus juta Rupiah); dan
c. persentase kepemilikan saham dihitung
berdasarkan nilai nominal saham.
(3) Nilai investasi dan permodalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak berlaku bagi pelaku usaha non
perseorangan PMA yang telah memperoleh izin
penanaman modal sebelum Peraturan Badan ini
diundangkan, dan izin penanaman modal sebagaimana
dimaksud masih berlaku.
(4) Penanam modal dilarang membuat perjanjian dan/atau
pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan
saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama
orang lain.
Bagian Ketiga
Ketentuan Bidang Usaha
Pasal 11
(1) Untuk memperoleh NIB dan Perizinan Berusaha, pelaku
usaha harus memperhatikan:
a. klasifikasi Baku Lapangan usaha Indonesia (KBLI);
b. ketentuan tentang bidang usaha yang tertutup dan
bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan;
c. peraturan menteri/lembaga pemerintah non-
kementerian; dan
d. peraturan perundang-undangan yang terkait.
(2) Lokasi kegiatan berusaha harus sesuai dengan rencana
tata ruang wilayah setempat.
(3) Dalam hal pelaku usaha yang berlokasi di dalam KEK,
ketentuan untuk bidang usaha yang terbuka dengan
persyaratan tidak berlaku, kecuali bidang usaha yang
dicadangkan untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan
koperasi serta bidang usaha yang tertutup untuk
Penanaman Modal.
-17-
Bagian Keempat
Kantor Perwakilan dan Lainnya
Paragraf 1
KPPA
Pasal 12
(1) Untuk melaksanakan kegiatan KPPA di Indonesia wajib
memiliki NIB dan Izin KPPA.
(2) Izin KPPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan oleh Lembaga OSS.
(3) Kegiatan KPPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terbatas:
a. sebagai pengawas, penghubung, koordinator, dan
mengurus kepentingan perusahaan atau
perusahaan-perusahaan afiliasinya;
b. mempersiapkan pendirian dan pengembangan
usaha perusahaan PMA di Indonesia atau di negara
lain dan Indonesia;
c. berlokasi di gedung perkantoran di ibu kota
provinsi;
d. tidak mencari sesuatu penghasilan dari sumber di
Indonesia termasuk tidak dibenarkan
melaksanakan kegiatan atau melakukan sesuatu
perikatan/ transaksi penjualan dan pembelian
barang atau jasa komersial dengan perusahaan
atau perorangan di dalam negeri; dan
e. tidak ikut serta dalam bentuk apapun dalam
pengelolaan sesuatu perusahaan, anak perusahaan
atau cabang perusahaan yang ada di Indonesia.
(4) Kepala KPPA harus bertempat tinggal di Indonesia,
bertanggung jawab penuh atas kelancaran jalannya
Kantor, tidak dibenarkan melakukan kegiatan di luar
kegiatan KPPA dan tidak merangkap jabatan sebagai
Pimpinan Perusahaan dan/atau lebih dari 1 (satu)
KPPA.
(5) Dalam hal Kepala KPPA yang ditunjuk adalah WNA
-18-
dan/atau memperkerjakan tenaga kerja asing, KPPA
harus memperkerjakan tenaga kerja Indonesia sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Izin KPPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
selama kantor perwakilan melakukan kegiatan.
(7) KPPA dapat melakukan perubahan atas ketentuan yang
tercantum dalam Izin KPPA.
Paragraf 2
KP3A
Pasal 13
(1) KP3A dapat berbentuk Agen Penjualan (Selling Agent)
dan/atau Agen Pabrik (Manufactures Agent) dan/atau
Agen Pembelian (Buying Agent).
(2) KP3A sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang
melakukan kegiatan perdagangan dan transaksi
penjualan, baik dari tingkat permulaan sampai dengan
penyelesaiannya seperti mengajukan tender,
menandatangani kontrak, menyelesaikan klaim dan
sejenisnya.
(3) Untuk melaksanakan kegiatan KP3A di Indonesia wajib
memiliki NIB dan Surat Izin Usaha Perwakilan
Perusahaan Perdagangan Asing (SIUP3A).
(4) SIUP3A sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diterbitkan oleh Lembaga OSS.
(5) Penerbitan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan.
(6) KP3A dapat dibuka di ibu kota provinsi dan
kabupaten/kota di seluruh wilayah Republik Indonesia.
(7) Dalam hal Kepala KP3A yang ditunjuk adalah WNA
dan/atau memperkerjakan TKA, harus memperkerjakan
TKI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(8) Kepala KP3A dapat mempekerjakan TKA sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) sebagai Asisten Kepala KP3A
-19-
atau Asisten Kepala Kantor Cabang KP3A yang bertugas
sesuai dengan bidang tugas yaitu meliputi asisten
bidang Promosi, asisten bidang Survey Pasar dan asisten
bidang Pengawasan Penjualan dan Pembelian.
Paragraf 3
BUJKA
Pasal 14
(1) BUJKA yang akan menyelenggarakan kegiatan Jasa
Konstruksi wajib memiliki Izin Usaha Jasa Konstruksi.
(2) Izin Usaha Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan
atas nama Menteri.
(3) Penerbitan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan.
Paragraf 4
Pemberi dan Penerima Waralaba Asing
Pasal 15
(1) Pemberi dan penerima waralaba asing wajib memiliki
STPW.
(2) STPW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan
oleh Lembaga OSS.
(3) Penerbitan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan.
Bagian Kelima
Kantor Cabang
Pasal 16
(1) Perusahaan dapat membuka Kantor Cabang di seluruh
wilayah Indonesia yang merupakan unit atau bagian dari
perusahaan induknya yang dapat berkedudukan di
-20-
tempat yang berlainan dan dapat bersifat berdiri sendiri
atau bertugas untuk melaksanakan sebagian tugas dari
perusahaan induknya.
(2) Kantor Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib memiliki Izin Kantor Cabang.
(3) Izin Kantor Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diterbitkan oleh Lembaga OSS.
BAB IV
TATA CARA PELAYANAN PERIZINAN BERUSAHA
TERINTEGRASI SECARA ELEKTRONIK
Bagian Kesatu
Hak Akses Sistem OSS
Pasal 17
Lembaga OSS memberikan Hak Akses sistem OSS kepada:
a. Pelaku Usaha;
b. kementerian/lembaga pemerintah non-kementerian;
c. DPMPTSP provinsi/kabupaten/kota, Badan
Pengusahaan KPBPB, dan Administrator KEK.
Pasal 18
(1) Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
huruf a harus mengajukan permohonan Hak Akses
melalui laman OSS untuk memulai Pendaftaran
Perizinan Berusaha.
(2) Ketentuan pembuatan Hak Akses sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) untuk:
a. Pelaku Usaha perseorangan, dilakukan dengan
mendaftarkan NIK;
b. Pelaku Usaha non perseorangan, dilakukan dengan
mendaftarkan NIK salah satu penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan yang berkewarganegaraan
Indonesia atau nomor paspor salah satu
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
berkewarganegaraan asing;
-21-
c. Pelaku usaha Kantor perwakilan dan lainnya,
dilakukan dengan mendaftarkan NIK salah satu
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
berkewarganegaraan Indonesia atau nomor paspor
salah satu penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan yang berkewarganegaraan asing; dan
(3) Sistem OSS akan melakukan verifikasi dan akan
mengirimkan email kepada Pelaku Usaha untuk
melakukan aktivasi akun.
(4) Setelah Pelaku Usaha berhasil melakukan aktivasi akun,
Sistem OSS akan mengirimkan email kembali yang berisi
user id dan password.
(5) Dalam hal pengurusan pendaftaran dan perizinan
berusaha tidak dilakukan oleh penanggung jawab, Hak
Akses dapat didelegasikan ke penerima kuasa setelah
penerima kuasa membuat hak akses dengan
mendaftarkan NIK di Sistem OSS.
(6) Akun penerima kuasa dapat digunakan setelah
mendapat persetujuan dari akun penanggung jawab dan
dapat dibatalkan oleh akun penanggung jawab.
(7) Pendelegasian pengurusan pendaftaran dan perizinan
berusaha yang dimaksud pada ayat (6) hanya dapat
dilakukan untuk pelaku usaha non perseorangan.
Pasal 19
(1) Lembaga OSS memberikan hak akses kepada
kementerian/ Lembaga pemerintahan non-kementerian,
DPMPTSP provinsi/kabupaten/kota, Badan
Pengusahaan KPBPB, dan Administrator KEK.
(2) Hak akses sebagaimana pada ayat (1) merupakan hak
akses admin yang dapat dibagi menjadi beberapa akun
sesuai dengan kebutuhan dan kewenangannya.
(3) Kementerian/ lembaga pemerintahan non-kementerian,
DPMPTSP provinsi/kabupaten/kota, Badan
Pengusahaan KPBPB, dan Administrator KEK yang telah
menerima Hak Akses dari Lembaga OSS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dapat melakukan notifikasi:
-22-
a. Validasi;
b. Verifikasi pembayaran;
c. Inspeksi;
d. Usulan peringatan;
e. Usulan penghentian sementara kegiatan berusaha;
f. Pengenaan denda administratif;
g. Persetujuan;
h. Penolakan;
i. Usulan pencabutan.
terhadap pemenuhan Komitmen dan Perizinan Berusaha.
(4) Dalam hal kementerian/ lembaga pemerintahan non-
kementerian, DPMPTSP provinsi/kabupaten/kota, Badan
Pengusahaan KPBPB, dan Administrator KEK belum
dapat melakukan notifikasi secara terintegrasi dengan
sistem OSS maka kementerian/ lembaga pemerintahan
non-kementerian, DPMPTSP provinsi/kabupaten/kota,
Badan Pengusahaan KPBPB, dan Administrator KEK
melaksanakan notifikasi melalui sistem OSS.
Bagian Kedua
Pendaftaran untuk Memperoleh NIB
Pasal 20
(1) Lembaga OSS menerbitkan NIB setelah Pelaku Usaha
melakukan Pendaftaran melalui pengisian data secara
lengkap.
(2) NIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk 13
(tiga belas) digit angka acak yang diberi pengaman.
Pasal 21
(1) NIB merupakan identitas berusaha dan digunakan oleh
Pelaku Usaha untuk mendapatkan Izin Usaha dan Izin
Komersial atau Operasional termasuk untuk pemenuhan
persyaratan Izin Usaha dan Izin Komersial atau
Operasional.
(2) NIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga
sebagai:
-23-
a. TDP sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan mengenai tanda daftar
perusahaan;
b. API sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan mengenai angka pengenal
impor;
c. hak akses kepabeanan sebagaimana dimaksud
dalam peraturan perundang-undangan di bidang
kepabeanan; dan
d. pelaporan awal wajib lapor ketenagakerjaan
perusahaan.
(3) Dalam hal memerlukan API sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b, Pelaku Usaha dapat memilih API-U atau
API-P.
(4) Dalam hal memerlukan hak akses kepabeanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, Pelaku
Usaha dapat memilih kegiatan impor atau ekspor atau
impor dan ekspor.
Pasal 22
(1) NIB berlaku selama Pelaku Usaha menjalankan usaha
dan/atau kegiatannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) NIB dapat dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh
Lembaga OSS dalam hal:
a. Pelaku Usaha melakukan usaha dan/atau kegiatan
yang tidak sesuai dengan NIB; dan/atau
b. dinyatakan batal atau tidak sah berdasarkan
putusan pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap.
(3) Mekanisme pencabutan NIB akan diatur dengan
peraturan tersendiri dalam Peraturan Badan mengenai
pedoman dan tata cara pengendalian pelaksanaan
penanaman modal.
-24-
Pasal 23
(1) Pelaku usaha perseorangan dan non perseorangan dapat
memperoleh NIB dengan menggunakan Hak Akses
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1).
(2) Bagi Pelaku Usaha perseorangan, untuk memperoleh NIB
harus mengisi dan menyelesaikan paling sedikit:
a. data usaha; dan
b. data KBLI.
(3) Dalam hal Pelaku Usaha Perseorangan yang melakukan
Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum
memiliki NPWP, dapat mengajukan permohonan NPWP
melalui sistem OSS.
(4) Bagi Pelaku Usaha non perseorangan, untuk
memperoleh NIB harus menyelesaikan:
a. perekaman legalitas; dan
b. permohonan NIB.
(5) Pelaku Usaha harus melengkapi data dan menyelesaikan
tahapan perekaman legalitas sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) huruf a, yaitu:
a. data perusahaan;
b. data legalitas;
c. data pengurus dan pemegang saham;
d. data maksud dan tujuan; dan
e. validasi data.
(6) Khusus untuk Pelaku Usaha non perseorangan dalam
tahapan perekaman legalitas, sistem OSS secara
otomatis akan menarik data perusahaan yang ada dari
SABH dan SABU.
(7) Dalam hal sistem OSS belum dapat menarik data Pelaku
Usaha dari SABH dan SABU, perekaman data Pelaku
Usaha dilakukan secara manual di sistem OSS.
(8) Setelah melengkapi data dan menyelesaikan tahapan
dimaksud pada ayat (5), sistem OSS melakukan validasi
isian data tersebut.
(9) Pelaku Usaha dapat melanjutkan pendaftaran NIB
setelah sistem OSS menyatakan data valid.
-25-
(10) Pelaku Usaha harus melengkapi data dan menyelesaikan
tahapan permohonan NIB sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) huruf b.
Bagian Ketiga
BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan, RPTKA, dan
Wajib Lapor Ketenagakerjaan Perusahaan
Pasal 24
(1) Pelaku Usaha yang belum terdaftar sebagai peserta
jaminan sosial kesehatan dan jaminan sosial
ketenagakerjaan langsung terdaftar bersama dengan
terbitnya NIB.
(2) Bagi Pelaku Usaha yang telah terdaftar sebagai peserta
jaminan sosial kesehatan dan jaminan sosial
ketenagakerjaan, harus mengisi nomor virtual account
Pelaku Usaha.
(3) Bagi Pelaku Usaha dengan kriteria usaha mikro tidak
wajib terdaftar sebagai peserta jaminan sosial kesehatan
dan jaminan sosial ketenagakerjaan.
Pasal 25
(1) Dalam hal Pelaku Usaha akan mempekerjakan tenaga
kerja asing, Pelaku Usaha mengajukan pengesahan
RPTKA.
(2) Dalam rangka pengajuan pengesahan RPTKA
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha
mengisi data pada sistem OSS berupa:
a. alasan penggunaan tenaga kerja asing;
b. jabatan dan/atau kedudukan tenaga kerja asing
dalam struktur organisasi perusahaan yang
bersangkutan;
c. jangka waktu penggunaan tenaga kerja asing;
d. penunjukan tenaga kerja Indonesia sebagai
pendamping tenaga kerja asing yang dipekerjakan;
dan
e. jumlah tenaga kerja asing.
-26-
(3) Berdasarkan data pengajuan RPTKA sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), sistem OSS memproses
pengesahan RPTKA sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Pengesahan RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
merupakan izin mempekerjakan tenaga kerja asing.
Pasal 26
(1) Pelaku Usaha yang belum melakukan wajib lapor
ketenagakerjaan perusahaan, NIB merupakan nomor
pelaporan wajib lapor ketenagakerjaan.
(2) Bagi Pelaku Usaha yang telah melakukan wajib lapor
ketenagakerjaan perusahaan, harus mengisi nomor wajib
lapor ketenagakerjaan perusahaan.
Bagian Keempat
Penerbitan Izin Usaha
Pasal 27
(1) Tahapan penerbitan Izin Usaha wajib dilakukan oleh
Pelaku Usaha baik yang telah memiliki Izin Usaha
maupun yang baru memulai kegiatan usaha.
(2) Dalam hal Pelaku Usaha yang telah memiliki Izin Usaha
yang masih berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Sistem OSS tidak akan menerbitkan kembali Izin
Usaha.
(3) Dalam hal Pelaku Usaha yang baru memulai kegiatan
usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sistem OSS
akan menerbitkan Izin Usaha.
(4) Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
terdiri atas:
a. Pelaku Usaha yang tidak memerlukan Prasarana
untuk menjalankan usaha dan/atau kegiatan; atau
b. Pelaku Usaha yang memerlukan Prasarana untuk
menjalankan usaha dan/atau kegiatan.
-27-
(5) Pelaku Usaha yang memerlukan Prasarana untuk
menjalankan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf b terdiri atas:
a. Pelaku Usaha yang telah memiliki atau menguasai
Prasarana; atau
b. Pelaku Usaha yang belum memiliki atau menguasai
Prasarana.
(6) Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
huruf a dapat menggunakan Izin Lokasi, Izin Lokasi
Perairan, Izin Lingkungan, IMB, dan/atau SLF yang
sudah dimiliki sebelumnya yang masih berlaku.
(7) Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
huruf b wajib memilih dan menetapkan komitmen
Prasarana yang diperlukan, yaitu Izin Lokasi, Izin Lokasi
Perairan, Izin Lingkungan, IMB, dan/atau SLF.
(8) Pelaku Usaha dianggap memenuhi komitmen Prasarana
Izin Usaha apabila telah memiliki Izin Lokasi, Izin Lokasi
Perairan, Izin Lingkungan, IMB, dan/atau SLF yang
berlaku.
(9) Dalam hal Pelaku Usaha memerlukan Prasarana di
lokasi yang berbeda dengan lokasi kegiatan utama untuk
menjalankan Usaha dan/ atau Kegiatan, Pelaku Usaha
wajib memilih dan menetapkan komitmen Prasarana
yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (7).
Pasal 28
(1) Sistem OSS memfasilitasi penerbitan perizinan untuk
Usaha Mikro perseorangan.
(2) Pelaku Usaha yang memenuhi kriteria Usaha Mikro
perseorangan mendaftarkan usahanya melalui sistem
OSS untuk mendapatkan NIB dan Izin Usaha Mikro Kecil
(IUMK).
(3) Batasan kriteria kekayaan bersih atau omset pada Usaha
Mikro perseorangan dihitung secara kumulatif.
(4) Apabila besaran kekayaan bersih atau omset
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) melewati kriteria
Usaha Mikro atau terdapat perubahan dari perseorangan
-28-
menjadi non perseorangan, maka mengikuti mekanisme
perizinan berusaha non perseorangan.
(5) Dalam proses pendaftaran Usaha Mikro perseorangan,
Pelaku Usaha difasilitasi oleh Lembaga OSS,
kementerian, lembaga pemerintah non-kementerian, dan
Pemerintah Daerah.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai izin usaha mikro diatur
dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang koperasi dan usaha
mikro, kecil dan menengah.
Bagian Kelima
Proyek Utama dan Proyek Penunjang
Pasal 29
(1) Dalam hal Pelaku Usaha dalam melakukan kegiatan
usaha memiliki lebih dari 1 (satu) lokasi proyek, Pelaku
Usaha wajib melengkapi jenis proyek.
(2) Jenis proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas:
a. jenis proyek utama; dan
b. jenis proyek penunjang.
(3) Dalam hal jenis proyek utama sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a, Pelaku Usaha harus melengkapi
kelengkapan data berupa:
a. rencana investasi;
b. status lokasi proyek;
c. penanggung jawab proyek;
d. detail pengisian lokasi usaha/proyek;
e. alamat lokasi; dan
f. daftar lokasi proyek hamparan.
(4) Dalam hal jenis proyek penunjang sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b, Pelaku Usaha harus
melengkapi kelengkapan data berupa:
a. rencana investasi;
b. detail pengisian lokasi usaha/proyek;
c. alamat lokasi; dan
-29-
d. daftar lokasi proyek hamparan.
(5) Daftar lokasi proyek hamparan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf f dan ayat (4) huruf d harus
dilengkapi oleh Pelaku Usaha apabila lokasi proyek
berada ada pada lintas kabupaten/kota dan/atau
provinsi dalam satu hamparan.
Bagian Keenam
Kantor Cabang
Pasal 30
(1) Dalam hal Pelaku Usaha membuka Kantor Cabang,
Pelaku Usaha wajib melengkapi kelengkapan data
berupa:
a. nama Kantor Cabang;
b. NPWP Kantor Cabang; dan
c. penanggung jawab proyek cabang.
(2) Dalam hal Kantor Cabang lebih dari 1 (satu) lokasi,
Pelaku Usaha harus melengkapi kelengkapan data
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk setiap lokasi
Kantor Cabang.
Bagian Ketujuh
Komitmen Prasarana Izin Usaha
Pasal 31
(1) Lembaga OSS menerbitkan Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 tanpa komitmen
Prasarana kepada:
a. Pelaku Usaha yang tidak memerlukan Prasarana
untuk menjalankan usaha dan/atau kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2)
huruf a; dan
b. Pelaku Usaha yang memerlukan Prasarana untuk
menjalankan usaha dan/atau kegiatan dan telah
memiliki atau menguasai Prasarana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a.
-30-
(2) Lembaga OSS menerbitkan Izin Usaha berdasarkan
Komitmen Prasarana kepada Pelaku Usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b.
(3) Atas Komitmen Prasarana sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Lembaga OSS melakukan penerbitan:
a. Izin Lokasi;
b. Izin Lokasi Perairan;
c. Izin Lingkungan;
d. IMB; dan/atau
e. Sertifikat Laik Fungsi.
(4) Penerbitan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditindaklanjuti oleh Pelaku Usaha dengan memenuhi
persyaratan masing-masing sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(5) Izin Usaha berlaku efektif setelah Pelaku Usaha
menyelesaikan Komitmen sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), memenuhi ketentuan yang diatur oleh
kementerian/lembaga pemerintah non-kementerian dan
Pemerintah Daerah, serta melakukan pembayaran biaya
Perizinan Berusaha sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Paragraf 1
Penerbitan Izin Lokasi
Pasal 32
(1) Izin Lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat
(3) huruf a diterbitkan melalui sistem OSS.
(2) Izin Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas:
a. Izin Lokasi tanpa komitmen yang diterbitkan oleh
Lembaga OSS langsung berlaku efektif
b. Izin Lokasi dengan komitmen
(3) Izin Lokasi tanpa komitmen sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a, dalam hal:
a. tanah lokasi usaha dan/atau kegiatan terletak di
lokasi yang telah sesuai peruntukannya menurut
-31-
RDTR dan/atau rencana umum tata ruang kawasan
perkotaan;
b. tanah lokasi usaha dan/atau kegiatan terletak di
lokasi kawasan ekonomi khusus, kawasan industri,
serta kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan
bebas;
c. tanah lokasi usaha dan/atau kegiatan merupakan
tanah yang sudah dikuasai oleh Pelaku Usaha lain
yang telah mendapatkan Izin Lokasi dan akan
digunakan oleh Pelaku Usaha;
d. tanah lokasi usaha dan/atau kegiatan berasal dari
otorita atau badan penyelenggara pengembangan
suatu kawasan sesuai dengan rencana tata ruang
kawasan pengembangan tersebut;
e. tanah lokasi usaha dan/atau kegiatan diperlukan
untuk perluasan usaha yang sudah berjalan dan
letak tanahnya berbatasan dengan lokasi usaha
dan/atau kegiatan yang bersangkutan;
f. tanah lokasi usaha dan/atau kegiatan yang
diperlukan untuk melaksanakan rencana Perizinan
Berusaha tidak lebih dari:
1) 25 ha (dua puluh lima hektare) untuk usaha
dan/atau kegiatan pertanian;
2) 5 ha (lima hektare) untuk pembangunan rumah
bagi masyarakat berpenghasilan rendah; atau
3) 1 ha (satu hektare) untuk usaha dan/atau
kegiatan bukan pertanian; atau
g. tanah lokasi usaha dan/atau kegiatan yang akan
dipergunakan untuk proyek strategis nasional.
(4) Dalam hal Pelaku Usaha yang telah mendapatkan Izin
Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) akan
menggunakan atau memanfaatkan tanah, Pelaku Usaha
mengajukan pertimbangan teknis pertanahan kepada
kantor pertanahan tempat lokasi usaha dan/atau
kegiatan dengan menyampaikan persyaratan yang
diperlukan.
-32-
(5) Izin lokasi dengan komitmen sebagaimana ayat (2) huruf
b Pelaku Usaha wajib melakukan pemenuhan
persyaratan izin lokasi.
(6) Pemenuhan persyaratan Izin Lokasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), diajukan untuk mendapatkan:
a. Pertimbangan Teknis Pertanahan kepada Kantor
Pertanahan tempat lokasi usaha dan/atau
kegiatan;
b. Persetujuan Pemenuhan Komitmen Izin Lokasi dari
DPMPTSP tempat lokasi usaha dan/atau kegiatan.
(7) Kantor Pertanahan menerbitkan Pertimbangan Teknis
paling lama 10 (sepuluh) Hari setelah permohonan dari
Pelaku Usaha diterima.
(8) DPMPTSP menyampaikan notifikasi Persetujuan/
Penolakan Pemenuhan Komitmen Izin Lokasi paling lama
2 (dua) Hari setelah memperoleh Pertimbangan Teknis
Pertanahan kepada Lembaga OSS.
(9) Atas Persetujuan Pemenuhan Komitmen, Sistem OSS
akan mengefektifkan Izin Lokasi yang sudah didapatkan
oleh Pelaku Usaha.
(10) Atas Penolakan Pemenuhan Komitmen, Sistem OSS akan
membatalkan Izin Lokasi yang sudah didapatkan oleh
Pelaku Usaha.
Paragraf 2
Penerbitan Izin Lokasi Perairan
Pasal 33
Izin Lokasi Perairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
ayat (3) huruf b diberikan kepada Pelaku Usaha yang
melakukan kegiatan di sebagian perairan di wilayah pesisir
dan/atau pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang mengenai pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil.
-33-
Pasal 34
(1) Izin Lokasi Perairan sebagaimana dimaksud pada pasal
32 terdiri atas:
a. Izin Lokasi Perairan tanpa komitmen yang
diterbitkan oleh Lembaga OSS;
b. Izin Lokasi Perairan dengan komitmen.
(2) Izin Lokasi Perairan tanpa komitmen sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a, dalam hal:
a. lokasi usaha dan/atau kegiatan terletak di lokasi
kawasan ekonomi khusus, kawasan industri, serta
kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas;
b. lokasi usaha dan/atau kegiatan merupakan lokasi
yang sudah dikuasai oleh Pelaku Usaha lain yang
telah mendapatkan Izin Lokasi Perairan dan akan
digunakan oleh Pelaku Usaha;
c. lokasi usaha dan/atau kegiatan berasal dari otorita
atau badan penyelenggara pengembangan suatu
kawasan sesuai dengan rencana tata ruang
kawasan pengembangan tersebut;
d. lokasi usaha dan/atau kegiatan yang dipergunakan
oleh usaha mikro dan usaha kecil; dan/atau
e. lokasi usaha dan/atau kegiatan yang akan
dipergunakan untuk proyek strategis nasional.
(3) Dalam hal Pelaku Usaha yang telah mendapatkan Izin
Lokasi Perairan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
akan menggunakan atau memanfaatkan lokasi perairan,
Pelaku Usaha menyampaikan semua persyaratan
diperlukan kepada Menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan
atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangan.
(4) Notifikasi Persetujuan Izin Lokasi Perariran sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kelautan dan perikanan atau Pemerintah Daerah kepada
Lembaga OSS.
(5) Izin Lokasi Perairan dengan komitmen sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf b, Pelaku Usaha
-34-
menyampaikan permohonan kepada Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kelautan dan perikanan atau Pemerintah Daerah sesuai
kewenangan.
(6) Atas permohonan Izin Lokasi Perairan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5), Menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan
atau Pemerintah Daerah menerbitkan persetujuan Izin
Lokasi Perairan.
(7) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kelautan dan perikanan atau Pemerintah Daerah
menerbitkan persetujuan/ penolakan atas permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) paling lama 10
(sepuluh) Hari.
(8) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kelautan dan perikanan atau Pemerintah Daerah
menyampaikan notifikasi persetujuan Izin Lokasi
Perairan kepada Lembaga OSS.
Paragraf 3
Penerbitan Izin Lingkungan
Pasal 35
(1) Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
ayat (3) huruf c diterbitkan melalui sistem OSS
berdasarkan komitmen.
(2) Komitmen Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri dari:
a. UKL-UPL; atau
b. Amdal.
Pasal 36
(1) Pelaku Usaha mengajukan permohonan UKL-UPL
kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, atau Perangkat Daerah
provinsi/kabupaten/kota yang membidangi lingkungan
-35-
hidup paling lama 10 (sepuluh) Hari kerja sejak
diterbitkannya Izin Lingkungan.
(2) Dalam hal terdapat perbaikan permohonan Pelaku
Usaha paling lama 5 (lima) Hari telah menyampaikan
perbaikan dan disampaikan kepada Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, atau
Perangkat Daerah provinsi/kabupaten/kota yang
membidangi lingkungan hidup melalui sistem OSS.
(3) Atas pemeriksaan permohonan apabila tidak terdapat
perbaikan dalam jangka waktu 5 (lima) Hari, Menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, atau
Perangkat Daerah provinsi/kabupaten/kota yang
membidangi lingkungan hidup menetapkan persetujuan
rekomendasi UKL-UPL.
(4) Perangkat Daerah provinsi/kabupaten/kota yang
membidangi lingkungan hidup menyampaikan
rekomendasi pemenuhan komitmen UKL-UPL atas Izin
Lingkungan kepada DPMPTSP.
(5) Pejabat yang ditunjuk Menteri atau DPMPTSP
menyampaikan notifikasi pemenuhan komitmen
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Lembaga
OSS.
(6) Dalam hal Pelaku Usaha tidak dapat memenuhi
komitmen untuk melengkapi UKL-UPL sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Instansi lingkungan hidup
menyampaikan notifikasi kegagalan pemenuhan
komitmen kepada Lembaga OSS.
(7) Dalam hal menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, gubernur, dan bupati/wali kota tidak
menetapkan persetujuan rekomendasi UKL-UPL dalam
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
persetujuan rekomendasi UKL-UPL dan Komitmen lzin
Lingkungan dianggap telah dipenuhi.
-36-
Pasal 37
(1) Dalam pemenuhan komitmen Izin Lingkungan, Pelaku
Usaha menyusun kerangka Andal dan RKL-RPL dengan
tahapan:
a. pelaksanaan pengumuman rencana usaha dan/atau
kegiatan serta konsultasi publik;
b. pengisian dan pengajuan Formulir KA;
c. pemeriksaan dan persetujuan Formulir KA;
d. penyusunan dan pengajuan Andal dan RKL-RPL;
dan
e. penilaian Andal dan RKL-RPL dan penetapan
keputusan kelayakan lingkungan hidup atau
ketidaklayakan lingkungan hidup.
(2) Pelaku Usaha mengajukan kerangka Andal dan RKL-RPL
sebagai pemenuhan komitmen sejak diterbitkannya Izin
Lingkungan oleh Lembaga OSS, kepada:
a. Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup melalui Komisi
Penilai Amdal (KPA) Pusat, untuk kerangka acuan
yang dinilai oleh Komisi Penilai Amdal Pusat;
b. Gubernur melalui KPA provinsi untuk kerangka
acuan yang dinilai oleh KPA Provinsi; atau
c. Bupati/Walikota melalui KPA Kabupaten/Kota
untuk kerangka acuan yang dinilai oleh KPA
Kabupaten/Kota.
(3) Jangka waktu pelaksanaan pengumuman rencana Usaha
dan/atau Kegiatan, konsultasi publik, pengisian
Formulir KA serta pemeriksaan Formulir KA
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b
dan huruf c dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) Hari
setelah Lembaga OSS menerbitkan Izin Lingkungan
berdasarkan komitmen.
(4) Pelaku Usaha menyusun Andal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b berdasarkan Formulir KA yang
telah disepakati.
-37-
(5) Penyusunan Andal dan RKL-RPL sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d dapat dilakukan bersamaan
dengan pengumuman rencana Usaha dan/atau Kegiatan,
konsultasi publik dan harus mulai dilakukan paling
lama 30 (tiga puluh) Hari sejak Lembaga OSS
menerbitkan Izin Lingkungan berdasarkan komitmen.
(6) Pelaku Usaha dalam penyusunan dokumen Andal dan
RKL-RPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
mengikutsertakan masyarakat yang terkena dampak.
(7) Pengikutsertaan masyarakat dan/atau pemerhati
lingkungan hidup, dilakukan melalui:
a. pengumuman rencana usaha dan/atau kegiatan; dan
b. konsultasi publik.
(8) Jangka waktu penyusunan Andal dan RKL-RPL
dilakukan paling lama 180 (seratus delapan puluh) Hari.
(9) Jangka waktu penilaian Andal dan RKL-RPL,
penyampaian rekomendasi hasil penilaian dan penilaian
akhir dilakukan paling lama 50 (lima puluh) Hari sejak
dokumen Andal dan RKL-RPL diajukan kepada KPA dan
dinyatakan lengkap secara administrasi.
(10) Berdasarkan rekomendasi hasil penilaian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) atau rekomendasi hasil penilaian
akhir dari KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota menetapkan:
a. keputusan kelayakan lingkungan hidup, jika
rencana usaha dan/atau kegiatan dinyatakan layak
lingkungan hidup; atau
b. keputusan ketidaklayakan lingkungan hidup, jika
jika rencana usaha dan/atau kegiatan dinyatakan
tidak layak lingkungan hidup.
(11) Keputusan kelayakan lingkungan hidup yang ditetapkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a merupakan:
a. pemenuhan komitmen Izin Lingkungan;
b. bagian yang tidak terpisahkan dari Izin Lingkungan
yang telah diterbitkan oleh Lembaga OSS; dan
-38-
c. persyaratan dan kewajiban rinci terkait dengan
aspek perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup dari Izin Lingkungan yang telah diterbitkan
oleh Lembaga OSS.
(12) Jangka waktu penyampaian rekomendasi hasil penilaian
atau hasil penilaian akhir Andal dan RKL-RPL
sebagaimana dimaksud pada ayat (10) paling lama 5
(lima) Hari setelah setelah dilakukannya penilaian Andal
dan RKL-RPL.
(13) Jangka waktu penetapan keputusan kelayakan
lingkungan hidup atau ketidaklayakan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (11) dilakukan paling
lama 5 (lima) Hari terhitung sejak diterimanya
rekomendasi hasil penilaian atau penilaian akhir dari
KPA melalui ketua KPA.
(14) Instansi lingkungan hidup melakukan pengawasan
terhadap pemenuhan komitmen Pelaku Usaha untuk
melengkapi dokumen Amdal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(15) Dalam hal Pelaku Usaha tidak dapat memenuhi
komitmen untuk melengkapi dokumen Amdal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi
lingkungan hidup menyampaikan notifikasi kegagalan
pemenuhan komitmen kepada Lembaga OSS.
(16) Perangkat Daerah provinsi/kabupaten/kota yang
membidangi lingkungan hidup menyampaikan
rekomendasi pemenuhan komitmen Andal dan RKL-RPL
atas Izin Lingkungan kepada DPMPTSP.
(17) Pejabat yang ditunjuk Menteri atau DPMPTSP
menyampaikan notifikasi pemenuhan komitmen
sebagaimana dimaksud pada ayat (16) kepada Lembaga
OSS.
Pasal 38
(1) Apabila Pelaku Usaha melakukan perubahan rencana
Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak terhadap
-39-
lingkungan, Pelaku Usaha wajib mengajukan
permohonan perubahan Izin Lingkungan.
(2) Perubahan Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mengacu kepada peraturan
perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
Paragraf 4
Penerbitan IMB
Pasal 39
(1) IMB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3)
huruf d diterbitkan melalui sistem OSS.
(2) Pelaku Usaha yang telah mendapatkan IMB melalui OSS
wajib melakukan pemenuhan komitmen IMB melalui
SIMBG.
(3) Jangka waktu pemenuhan komitmen IMB sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan paling lama 30
(tiga puluh) Hari setelah diterbitkannya IMB melalui
Lembaga OSS.
(4) Pemenuhan Komitmen IMB sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan dengan melengkapi:
a. tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau
tanda bukti perjanjian pemanfaatan tanah;
b. data pemilik Bangunan Gedung; dan
c. rencana teknis Bangunan Gedung.
(5) Rencana teknis Bangunan Gedung sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf c paling sedikit memuat:
a. rencana arsitektur;
b. rencana struktur; dan
c. rencana utilitas.
(6) Rencana teknis Bangunan Gedung sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) harus mendapatkan
pertimbangan teknis dari TABG.
(7) Pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) diselesaikan paling lama 25 (dua puluh lima) hari.
-40-
(8) Pelaku usaha menyampaikan kelengkapan pemenuhan
komitmen IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
melalui SIMBG paling lama 5 (lima) hari setelah
diterbitkannya IMB.
(9) Dalam hal IMB memerlukan penyelesaian dokumen
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, Jangka
waktu pemenuhan komitmen IMB dilaksanakan paling
lama 30 (tiga puluh) hari setelah pemenuhan komitmen
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
(10) Dalam hal pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) menyatakan rencana teknis belum
memenuhi persyaratan, pemerintah daerah melalui
SIMBG memberikan pernyataan kepada OSS bahwa IMB
dibatalkan.
(11) Dalam hal pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud
pada ayat (10) menyatakan rencana teknis sudah
memenuhi persyaratan, pemerintah daerah melalui
SIMBG memberikan pernyataan kepada OSS bahwa IMB
berlaku efektif.
(12) Dalam hal IMB dibatalkan sebagaimana dimaksud pada
ayat (10), pelaku usaha dapat mengajukan kembali IMB
melalui OSS dengan syarat kegiatan pembangunan
dihentikan sampai dengan IMB berlaku efektif.
(13) SIMBG sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dioperasikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
atau Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta.
(14) IMB tidak dipersyaratkan untuk pemenuhan komitmen
dalam penerbitan Izin Usaha dalam hal bangunan
gedung:
a. berada dalam kawasan ekonomi khusus, kawasan
industri, atau kawasan perdagangan bebas dan
pelabuhan bebas, sepanjang pengelola kawasan
telah menetapkan pedoman bangunan (estate
regulation).
-41-
b. merupakan proyek pemerintah atau proyek strategis
nasional sepanjang telah ditetapkan badan usaha
pemenang lelang atau badan usaha yang ditugaskan
untuk melaksanakan proyek pemerintah atau
proyek strategis nasional.
(15) DPMPTSP menyampaikan notifikasi atas pemenuhan
komitmen IMB kepada Lembaga OSS.
Paragraf 5
Penerbitan SLF
Pasal 40
(1) Pelaku Usaha yang telah menyelesaikan pembangunan
bangunan/ gedung sesuai dengan IMB sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 39, Pelaku Usaha diwajibkan
mengajukan permohonan SLF melalui SIMBG.
(2) Dalam hal persyaratan permohonan penerbitan SLF
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan
lengkap, DPMPTSP memberikan notifikasi pemenuhan
SLF kepada Lembaga OSS.
(3) Dalam hal persyaratan permohonan penerbitan SLF
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan tidak
lengkap, pemerintah daerah memberikan pernyataan
kepada OSS bahwa SLF tidak dapat diterbitkan.
(4) OSS menerbitkan SLF setelah notifikasi disampaikan
pemerintah daerah melalui SIMBG menyampaikan
bahwa SLF dapat diterbitkan.
Bagian Kedelapan
Penerbitan Izin Komersial atau Operasional
Pasal 41
(1) Pelaku Usaha yang dalam kegiatan usahanya
memerlukan Izin Komersial atau Operasional harus
mengajukan permohonan kepada Lembaga OSS.
-42-
(2) Atas permohonan Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Lembaga OSS menerbitkan daftar Izin
Komersial atau Operasional untuk diproses lebih lanjut
ke kementerian/ lembaga non-kementerian dan/atau
Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Kementerian/ lembaga non-kementerian dan/atau
Pemerintah Daerah memberikan notifikasi pemenuhan
Komitmen dan disampaikan kepada Lembaga OSS.
(4) Lembaga OSS akan menerbitkan Izin Komersial atau
Operasional setelah menerima notifikasi persetujuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Dalam hal sistem OSS belum dapat menerbitkan Izin
Komersial atau Operasional sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), Lembaga OSS akan menerbitkan covering letter
dengan lampiran berupa Izin Komersial atau Operasional
setelah kementerian/lembaga non-kementerian
dan/atau Pemerintah Daerah menyetujui permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(6) Dalam hal adanya notifikasi penolakan Izin Komersial
atau Operasional dari kementerian/lembaga non-
kementerian dan/atau Pemerintah Daerah, Lembaga
OSS akan meneruskan notifikasi penolakan kepada
Pelaku Usaha dan permohonan Izin Komersial atau
Operasionalnya tidak dapat diproses lebih lanjut/ditolak.
Bagian Kesembilan
Komitmen Penerbitan Izin Komersial atau Operasional
Pasal 42
(1) Pelaku Usaha yang memerlukan Prasarana di lokasi yang
berbeda dengan lokasi kegiatan utama untuk
menjalankan usaha dan/atau kegiatan yang terdiri atas:
a. Pelaku Usaha yang telah memiliki atau menguasai
Prasarana; atau
b. Pelaku Usaha yang belum memiliki atau menguasai
Prasarana.
-43-
(2) Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dapat menggunakan Izin Lokasi, Izin Lokasi
Perairan, Izin Lingkungan, IMB, dan/atau SLF yang
sudah dimiliki sebelumnya dan masih berlaku.
(3) Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b wajib memilih dan menetapkan Komitmen
Prasarana yang diperlukan, yaitu Izin Lokasi, Izin Lokasi
Perairan, Izin Lingkungan, IMB, dan/atau SLF.
(4) Pelaku Usaha dianggap memenuhi Komitmen Prasarana
Izin Komersial atau Operasional apabila telah memiliki
Izin Lokasi, Izin Lokasi Perairan, Izin Lingkungan, IMB,
dan/atau SLF yang masih berlaku.
(5) Pelaku Usaha dapat memulai kegiatan
operasional/komersial apabila telah memenuhi
Komitmen Prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) dan persyaratan masing-masing sektor sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Dalam hal Pelaku Usaha memerlukan Prasarana di
lokasi yang berbeda dengan lokasi kegiatan utama untuk
menjalankan Usaha dan/ atau Kegiatan, Pelaku Usaha
wajib memilih dan menetapkan komitmen Prasarana
yang diperlukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
ayat (7).
Bagian Kesepuluh
Penerbitan Izin Kantor Perwakilan dan Lainnya
Pasal 43
(1) Tahapan penerbitan izin kantor perwakilan dan lainnya
harus dilewati oleh Pelaku Usaha baik yang telah
memiliki izin kantor perwakilan dan lainnya maupun
yang baru memulai kegiatan usaha.
(2) Lembaga OSS akan menerbitkan NIB dan izin kantor
perwakilan dan lainnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
-44-
BAB V
NOTIFIKASI FASILITAS FISKAL
Bagian Kesatu
Fasilitas Pajak Penghasilan Badan
Pasal 44
(1) Pemberian fasilitas Pajak Penghasilan Badan dilakukan
melalui sistem OSS.
(2) Pada saat Pelaku Usaha melakukan pengisian data NIB,
sistem OSS memberikan:
a. Notifikasi dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan
Badan; atau
b. Notifikasi tidak dapat diberikan fasilitas Pajak
Penghasilan Badan.
(3) Pelaku Usaha yang mendapatkan notifikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat
mengajukan permohonan fasilitas Pajak Penghasilan
Badan melalui sistem OSS.
(4) Atas permohonan fasilitas Pajak Penghasilan Badan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sistem OSS akan
memberikan notifikasi kepada Pelaku Usaha dan
Direktorat Jenderal Pajak mengenai jangka waktu dan
prosentase fasilitas Pajak Penghasilan Badan.
(5) Direktorat Jenderal Pajak melakukan verifikasi terhadap
permohonan fasilitas Pajak Penghasilan Badan yang
disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) setelah menerima notifikasi dari sistem
OSS.
(6) Terhadap permohonan fasilitas Pajak Penghasilan Badan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang telah
memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen,
Direktorat Jenderal Pajak akan menerbitkan keputusan
atas nama Menteri Keuangan mengenai persetujuan
pengurangan Pajak Penghasilan Badan melalui sistem
OSS.
-45-
Pasal 45
Dalam hal Direktorat Jenderal Pajak melakukan pencabutan
terhadap keputusan atas nama Menteri Keuangan mengenai
persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan Badan,
Direktorat Jenderal Pajak akan memberikan notifikasi melalui
sistem OSS.
Bagian Kedua
Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di
Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah
Tertentu
Pasal 46
(1) Pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman
Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di
Daerah-daerah Tertentu dilakukan melalui sistem OSS.
(2) Pada saat Pelaku Usaha melakukan pengisian data NIB,
sistem OSS memberikan:
c. Notifikasi dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan;
atau
d. Notifikasi tidak dapat diberikan fasilitas Pajak
Penghasilan.
(3) Pelaku Usaha yang mendapatkan notifikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat
mengajukan permohonan fasilitas Pajak Penghasilan
melalui sistem OSS.
(4) Atas permohonan fasilitas Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sistem OSS akan
memberikan notifikasi kepada Pelaku Usaha dan
Direktorat Jenderal Pajak mengenai fasilitas Pajak
Penghasilan.
(5) Direktorat Jenderal Pajak melakukan verifikasi terhadap
permohonan fasilitas Pajak Penghasilan yang
disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) setelah menerima notifikasi dari sistem
OSS.
-46-
(6) Terhadap permohonan fasilitas Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang telah
memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen,
Direktorat Jenderal Pajak akan menerbitkan keputusan
atas nama Menteri Keuangan mengenai persetujuan
pengurangan Pajak Penghasilan melalui sistem OSS.
Pasal 47
Dalam hal Direktorat Jenderal Pajak melakukan pencabutan
terhadap keputusan atas nama Menteri Keuangan mengenai
persetujuan pengurangan Pajak Penghasilan, Direktorat
Jenderal Pajak akan memberikan notifikasi melalui sistem
OSS.
Pasal 48
Dalam hal layanan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan
untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu
dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu sebagaimana
dimaksud pada pasal 57 belum tersedia dalam sistem OSS,
akan dilakukan secara luar jaringan (luring) yang akan
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Badan.
BAB VI
PENGEMBANGAN DAN PERLUASAN USAHA
Pasal 49
(1) Pengembangan usaha meliputi :
a. Pengembangan Usaha sektor Industri; dan
b. Pengembangan Usaha sektor non Industri.
(2) Pelaku Usaha yang melakukan pengembangan usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan
perluasan usaha, dalam hal penambahan kapasitas
produksi untuk klasifikasi baku lapangan usaha
Indonesia 5 (lima) digit yang sama sebagaimana
tercantum dalam Izin Usaha Industri.
(3) Dalam hal pelaku usaha melakukan pengembangan
usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu
-47-
kepada proses penerbitan Izin Usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28.
BAB VII
PERUBAHAN DATA PELAKU USAHA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 50
(1) Pelaku Usaha dapat melakukan perubahan data dalam
Sistem OSS.
(2) Perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
yaitu:
a. Perubahan Akta; dan
b. Perubahan Non Akta.
(3) Dalam hal Pelaku Usaha melakukan perubahan data
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, Pelaku
Usaha harus memeriksa kembali kebenaran data badan
usaha di dalam Sistem OSS.
(4) Dalam hal Pelaku Usaha berbentuk perseroan terbatas
melakukan perubahan data sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a, Pelaku Usaha memeriksa kembali
kebenaran data perseroan terbatas di dalam Sistem OSS
yang telah dilakukan pembaruan oleh notaris melalui
SABH, meliputi:
a. profil perusahaan;
b. besaran modal dasar perusahaan;
c. besaran modal disetor dan modal ditempatkan,
termasuk perubahan pemegang saham dan/atau
besaran nominal saham;
d. nama pengurus perusahaan, baik Komisaris
maupun Direksi perusahaan; dan
e. maksud dan tujuan perusahaan.
(5) Dalam hal perubahan data sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) huruf c tidak memenuhi ketentuan terkait daftar
bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang
-48-
terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman
modal, maka Lembaga OSS akan memberikan
peringatan/teguran kepada Pelaku Usaha.
(6) Dalam hal Pelaku Usaha melakukan perubahan data
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Pelaku
Usaha dapat melakukan perubahan data usaha yang
telah dimasukkan, paling sedikit:
a. profil perusahaan, yaitu alamat perusahaan dalam
satu kabupaten/kota, kontak perusahaan, dan
barang/jasa utama;
b. nilai investasi, yaitu modal tetap yang terdiri dari
pembelian dan pematangan tanah, bangunan/
gedung, mesin peralatan, dan nilai investasi lainnya,
serta nilai modal kerja;
c. produk, yaitu jenis dan/atau kapasitas produksi
serta diversifikasi produk;
d. data usaha, yaitu status bangunan, luas lahan, dan
jumlah tenaga kerja;
e. lokasi usaha/proyek, yaitu penyempurnaan alamat
lokasi usaha, baik perbaikan pengetikan dan/atau
pindah lokasi usaha;
f. Komitmen/izin lain terkait Izin Usaha;
g. Komitmen Izin Komersial atau Operasional;
h. akses kepabeanan; dan
i. status kepesertaan BPJS.
Bagian Kedua
Alih Status
Pasal 51
(1) Pelaku usaha non perseorangan dapat melakukan
perubahan status PMDN berubah menjadi PMA, atau
PMA berubah menjadi PMDN berdasarkan akta
perubahan atas keputusan Rapat Umum Pemegang
Saham Perusahaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
-49-
(2) Pelaku Usaha non perseorangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus melakukan perubahan data
perusahaan pada OSS.
Bagian Ketiga
Penggabungan Usaha
Pasal 52
(1) Penggabungan perusahaan dapat dilakukan oleh badan
hukum berbentuk perseroan terbatas dengan ketentuan
telah memiliki Izin Usaha dan/atau Izin
Operasional/Komersial yang telah berlaku efektif.
(2) Terhadap penggabungan perusahaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), sistem OSS menerima notifikasi
penggabungan perusahaan dari sistem AHU online.
(3) Perusahaan yang menerima penggabungan melakukan
penarikan data akta penggabungan usaha di sistem OSS,
perizinan berusaha yang dimiliki oleh perusahaan yang
statusnya menggabungkan diri akan masuk ke dalam
perusahaan yang menerima penggabungan.
(4) Dalam hal sistem OSS belum menarik data perusahaaan
yang statusnya menggabungkan diri, perusahaan yang
menerima penggabungan harus memeriksa kembali data
kegiatan usaha perusahaan yang menggabungkan diri
untuk melengkapi Izin Usaha dan/atau Izin
Operasional/Komersial melalui sistem OSS.
(5) Dalam hal penerbitan Izin Usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) mengacu pada proses penerbitan Izin
Usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 27…….
(4) Dalam hal penerbitan Izin Operasional/Komersial
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), mengacu pada
proses penerbitan Izin Komersial atau Operasional
sebagaimana diatur dalam Pasal 54.
(5) Dalam hal komitmen Perizinan Berusaha memerlukan
pemutakhiran, Pelaku Usaha tetap wajib melakukan
pemenuhan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
-50-
Bagian Keempat
Perubahan Penanggung Jawab
Pasal 53
(1) Dalam hal terjadi perubahan/penggantian penanggung
jawab perusahaan, Pelaku Usaha dapat mengubah
penanggung jawab pengurusan Pendaftaran dan
Perizinan Berusaha.
(2) Perubahan/penggantian penanggung jawab perusahaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
apabila penanggung jawab baru tercantum dalam akta
perubahan terakhir.
(3) Sistem OSS akan memindahkan data akta, NIB, dan
Perizinan Berusaha milik perusahaan dari penanggung
jawab lama ke penanggung jawab baru.
(4) Penanggung jawab baru dapat melanjutkan proses
pengurusan Perizinan Berusaha.
BAB VIII
PEMANTAUAN KEPATUHAN PERIZINAN BERUSAHA
Pasal 54
Lembaga OSS melakukan pemantauan terhadap:
a. NIB;
b. Perizinan Berusaha yang belum memenuhi persyaratan;
c. Pemenuhan Komitmen Perizinan Berusaha.
Bagian Kesatu
Pemantauan NIB
Pasal 55
(1) Pemantauan NIB sebagaimana dimaksud dalam pasal 52
huruf a dilakukan terhadap pengisian data kegiatan
usaha yang telah dilakukan oleh Pelaku usaha, meliputi:
a. kesesuaian nilai investasi;
-51-
b. kesesuaian KBLI;
c. kesesuaian permodalan;
d. kesesuaian dengan ketentuan bidang usaha yang
tertutup dan terbuka dengan persyaratan; dan
e. ketentuan peraturan perundangan lainnya.
(2) Dalam hal Pelaku Usaha melakukan kesalahan pengisian
data NIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Lembaga
OSS akan menyampaikan peringatan pemberitahuan
melalui surat elektronik kepada Pelaku Usaha untuk
memperbaiki pengisian datanya.
(3) Dalam jangka waktu 3 (tiga) Hari setelah tanggal
terkirimnya surat elektronik, Pelaku Usaha harus
memperbaiki pengisian data dalam sistem OSS.
(4) Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) Hari sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) Pelaku Usaha tidak melakukan
perbaikan data dalam sistem OSS, maka Lembaga OSS
akan mengirim peringatan kedua melalui surat
elektronik.
(5) Dalam jangka waktu 3 (tiga) Hari setelah diterimanya
surat elektronik kedua, Pelaku Usaha harus
memperbaiki pengisian data dalam sistem OSS.
(6) Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) Hari sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) Pelaku Usaha tidak melakukan
perbaikan data dalam sistem OSS, maka Lembaga OSS
akan mengirim peringatan ketiga melalui surat
elektronik.
(7) Apabila Pelaku Usaha hingga peringatan surat elektronik
ketiga tidak melakukan perbaikan data sebagaimana
dimaksud pada ayat (6), maka dalam waktu 30 (tiga
puluh) Hari terhitung sejak dikirim surat elektronik
pertama, Pelaku Usaha dapat dikenakan tindakan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(8) Lembaga OSS memfasilitasi Pelaku Usaha yang
menghadapi kendala dalam Sistem OSS terkait dengan
perbaikan data NIB.
(9) Bentuk fasilitasi Lembaga OSS kepada Pelaku Usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat dilakukan
-52-
melalui klinik fasilitasi pemantauan kepatuhan perizinan
berusaha.
Bagian Kedua
Pemantauan Perizinan Berusaha yang
Belum Memenuhi Persyaratan
Pasal 56
(1) Pemantauan Perizinan Berusaha yang Belum Memenuhi
Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 huruf
b dilakukan terhadap pengisian data kegiatan usaha yang
telah dilakukan oleh Pelaku usaha, meliputi:
a. data proyek;
b. data lokasi.
(2) Dalam hal Pelaku Usaha melakukan kesalahan pengisian
data Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Lembaga OSS akan menyampaikan peringatan
melalui surat elektronik kepada Pelaku Usaha untuk
memperbaiki pengisian datanya.
(3) Dalam jangka waktu 3 (tiga) Hari setelah tanggal
terkirimnya surat elektronik, Pelaku Usaha harus
memperbaiki pengisian data dalam sistem OSS.
(4) Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) Hari sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) Pelaku Usaha tidak melakukan
perbaikan data dalam sistem OSS, maka Lembaga OSS
akan mengirim peringatan kedua melalui surat
elektronik.
(5) Dalam jangka waktu 3 (tiga) Hari setelah diterimanya
surat elektronik kedua, Pelaku Usaha harus
memperbaiki pengisian data dalam sistem OSS.
(6) Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) Hari sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) Pelaku Usaha tidak melakukan
perbaikan data dalam sistem OSS, maka Lembaga OSS
akan mengirim peringatan ketiga melalui surat
elektronik.
(7) Apabila Pelaku Usaha hingga peringatan surat elektronik
ketiga tidak melakukan perbaikan data sebagaimana
-53-
dimaksud pada ayat (6), maka dalam waktu 30 (tiga
puluh) Hari terhitung sejak dikirim surat elektronik
pertama, Pelaku Usaha dapat dikenakan tindakan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(8) Lembaga OSS memfasilitasi Pelaku Usaha yang
menghadapi kendala dalam Sistem OSS terkait dengan
perbaikan data NIB.
(9) Bentuk fasilitasi Lembaga OSS kepada Pelaku Usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat dilakukan
melalui klinik fasilitasi pemantauan kepatuhan perizinan
berusaha.
Bagian Ketiga
Pemantauan Pemenuhan Komitmen Perizinan Berusaha
Pasal 57
(1) Pemantauan Pemenuhan Komitmen Perizinan Berusaha
dilakukan terhadap:
a. Pelaku Usaha yang menyatakan Komitmen; dan
b. Pelaku Usaha yang tidak menyatakan Komitmen.
(2) Komitmen Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a berupa dokumen Prasarana yang
meliputi :
a. Izin Lokasi;
b. Izin Lokasi Perairan;
c. Izin Lingkungan;
d. IMB; dan
e. SLF.
(3) Lembaga OSS melakukan pemantauan atas Pelaku
Usaha yang menyatakan Komitmen sebagaimana
tercantum pada ayat (1) huruf a.
(4) Lembaga OSS melakukan pemantauan atas Pelaku
Usaha yang tidak menyatakan Komitmen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b.
(5) Dalam hal Pelaku Usaha tidak menyatakan
Komitmennya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b karena telah memiliki atau menguasai prasarana,
-54-
Pelaku Usaha wajib mengunggah dokumen penguasaan
Prasarana ke dalam sistem OSS.
(6) Dalam hal Pelaku Usaha tidak mengunggah dokumen
penguasaan Prasarana ke dalam sistem OSS, Lembaga
OSS akan menyampaikan peringatan melalui surat
elektronik kepada Pelaku Usaha untuk mengunggah
dokumen penguasaan Prasarana ke dalam sistem OSS.
(7) Dalam jangka waktu 3 (tiga) Hari setelah tanggal
terkirimnya surat elektronik, Pelaku Usaha harus
memperbaiki pengisian data dalam sistem OSS.
(8) Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) Hari sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) Pelaku Usaha tidak mengunggah
dokumen penguasaan Prasarana ke dalam sistem OSS,
maka Lembaga OSS akan mengirim peringatan kedua
melalui surat elektronik.
(9) Dalam jangka waktu 3 (tiga) Hari setelah tanggal
terkirimnya surat elektronik kedua, Pelaku Usaha harus
mengunggah dokumen penguasaan Prasarana ke dalam
sistem OSS.
(10) Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) Hari sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) Pelaku Usaha tidak mengunggah
dokumen penguasaan Prasarana ke dalam sistem OSS,
maka Lembaga OSS akan mengirim peringatan ketiga
melalui surat elektronik.
(11) Apabila Pelaku Usaha hingga peringatan surat elektronik
ketiga tidak mengunggah dokumen penguasaan
Prasarana ke dalam sistem OSS, maka dalam waktu 30
(tiga puluh) Hari terhitung sejak dikirim surat elektronik
pertama, Pelaku Usaha dapat dikenakan tindakan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(12) Lembaga OSS memfasilitasi Pelaku Usaha yang
menghadapi kendala dalam mengunggah dokumen
penguasaan Prasarana ke dalam sistem OSS.
(13) Bentuk fasilitasi Lembaga OSS kepada Pelaku Usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (12) dapat dilakukan
melalui klinik fasilitasi pemantauan kepatuhan perizinan
berusaha.
-55-
Pasal 58
(1) Dalam hal Lembaga OSS menemukan pelanggaran atas
pengisian data NIB dan/atau pemenuhan komitmen
Perizinan Berusaha, Lembaga OSS akan mengenakan
tindakan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa:
a. peringatan;
b. penghentian sementara kegiatan berusaha;
c. pengenaan denda administratif; dan/atau
d. pencabutan Perizinan Berusaha,
(3) Pengenaan tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diatur dalam Peraturan Badan mengenai pedoman
dan tata cara pengendalian pelaksanaan penanaman
modal.
Pasal 59
Fasilitasi pemantauan kepatuhan perizinan berusaha
dilakukan oleh DPMPTSP Provinsi, DPMPTSP
Kabupaten/Kota, PTSP KPBPB, dan PTSP KEK untuk proyek
PMDN yang berlokasi di wilayahnya.
BAB IX
PENGEMBANGAN SISTEM PERIZINAN BERUSAHA
Pasal 60
(1) Lembaga OSS memiliki kewajiban dan kewenangan
untuk mengembangkan Sistem OSS baik secara teknis
maupun integrasi sistem.
(2) Dalam melakukan pengembangan sistem, Lembaga OSS
berkoordinasi dengan kementerian/lembaga pemerintah
non-kementerian dan Pemerintah Daerah.
(3) Integrasi Sistem OSS dengan sistem kementerian/
lembaga pemerintah non-kementerian dan Pemerintah
-56-
Daerah dalam rangka pelaksanaan validasi data, sharing
data, dan pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha.
(4) Kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah provinsi, dan
Pemerintah Daerah kabupaten/kota menggunakan
sistem OSS dalam rangka pemberian Perizinan Berusaha
yang menjadi kewenangannya masing-masing.
(5) Penggunaan sistem OSS sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) mengikuti standar integrasi sistem OSS.
(6) Standar integrasi sistem OSS sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) mencakup paling sedikit:
a. standar otentikasi dan pengaturan hak akses dari
dan ke sistem OSS;
b. standar elemen data perizinan antar sistem
Perizinan Berusaha dengan sistem OSS;
c. standar model integrasi antar sistem Perizinan
Berusaha dengan sistem OSS;
d. standar keamanan bersama dan tanda tangan
digital antar sistem Perizinan Berusaha dengan
sistem OSS; dan
e. standar service level agreement antar sistem
Perizinan Berusaha dengan sistem OSS.
(7) Dalam melakukan pengembangan sistem, Lembaga OSS
bekerja sama dengan pihak lain dalam pelaksanaan,
pengelolaan, dan pengembangan sistem OSS.
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Bagian Kesatu
Pembayaran Biaya Perizinan Berusaha
Pasal 61
(1) Segala biaya Perizinan Berusaha yang merupakan:
a. penerimaan negara bukan pajak;
b. bea masuk dan/atau bea keluar;
c. cukai; dan/atau
d. pajak daerah atau retribusi daerah,
-57-
wajib dibayar oleh Pelaku Usaha sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan
oleh Pelaku Usaha sebagai bagian dari pemenuhan
Komitmen.
(3) Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional berlaku
efektif setelah Pelaku Usaha melakukan pembayaran
biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Pelaku Usaha yang tidak melakukan kewajiban
pembayaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional yang
telah diberikan dinyatakan batal.
(5) Mekanisme pembatalan Izin Usaha dan Izin Komersial
atau Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
diatur dalam Peraturan Badan mengenai pedoman dan
tata cara pengendalian pelaksanaan penanaman modal.
Bagian Kedua
Persetujuan Pemenuhan Komitmen Perizinan Berusaha
Pasal 62
Dalam rangka persetujuan Pemenuhan Komitmen Perizinan
Berusaha, DPMPTSP provinsi dan kabupaten/kota dilarang
menambahkan persyaratan tambahan di luar NSPK masing-
masing sektor dan pertimbangan teknis.
Bagian Ketiga
Fasilitasi Perizinan Berusaha
Pasal 63
(1) Lembaga OSS, kementerian, lembaga, dan Pemerintah
Daerah memberikan fasilitasi Perizinan Berusaha kepada
Pelaku Usaha, terutama bagi usaha mikro, kecil, dan
menengah.
(2) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. pelayanan konsultasi dan informasi yang berkaitan
dengan Perizinan Berusaha; dan
-58-
b. bantuan untuk mengakses laman OSS untuk
mendapatkan Perizinan Berusaha.
(3) Dalam rangka memberikan fasilitasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Lembaga OSS,
kementerian/lembaga pemerintah non-kementerian, dan
Pemerintah Daerah menyediakan tempat pelayanan dan
petugas.
(4) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
dikenakan biaya.
Bagian Keempat
Masa Berlaku Perizinan Berusaha
Pasal 64
(1) Izin Usaha berlaku selama Pelaku Usaha menjalankan
usaha dan/atau kegiatannya, kecuali diatur lain dalam
peraturan perundang-undangan.
(2) Izin Komersial atau Operasional berlaku sesuai dengan
jangka waktu yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur masing-masing
izin.
(3) Atas berakhirnya masa berlaku Perizinan Berusaha dan
diperlukan perpanjangan dapat diajukan melalui sistem
OSS dengan didasarkan pada perizinan-perizinan yang
dimiliki sebelumnya oleh Pelaku Usaha.
Bagian Kelima
Pengendalian Pelaksanaan Perizinan Berusaha
Pasal 65
(1) Pelaku Usaha yang telah mendapatkan Perizinan
Berusaha wajib menyampaikan LKPM.
(2) Tata cara penyampaian LKPM sebagaimana pada ayat (1)
diatur dalam Peraturan Badan mengenai pedoman dan
tata cara pengendalian pelaksanaan penanaman modal.
-59-
Bagian Keenam
Layanan Helpdesk/Call Center
Pasal 66
Pelaku Usaha dapat menghubungi layanan helpdesk/call
center melalui saluran telepon dan email yang telah
disediakan oleh Lembaga OSS, kementerian, lembaga, dan
pemerintah daerah.
Bagian Ketujuh
Pengumuman Izin Lingkungan
Pasal 67
Lembaga OSS mengumumkan :
a. pengajuan UKL-UPL sebagaimana tercantum dalam pasal
37 Ayat 1;
b. rencana usaha dan/atau kegiatan sebagaimana
tercantum dalam pasal 38 ayat 1 huruf a;
c. Izin Lingkungan yang telah diterbitkan di sistem OSS
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 68
(1) Pelaku Usaha yang telah mendapatkan Izin Usaha
dan/atau Izin Komersial atau Operasional sebelum
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang
Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara
Elektronik mulai berlaku tanggal 21 Juni 2018 dan tidak
memerlukan Izin Usaha dan/atau Izin Komersial atau
Operasional baru, wajib mendaftar NIB melalui sistem
OSS.
(2) Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mengunggah Izin Usaha dan/atau Izin Komersial atau
Operasional yang masih berlaku melalui sistem OSS.
(3) Pada saat Peraturan Badan ini mulai berlaku, ketentuan
dalam Izin Prinsip, Pendaftaran Penanaman Modal,
-60-
Pendaftaran investasi, Izin investasi, atau Izin Usaha
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan atau tidak diatur secara
khusus dalam Peraturan Badan ini.
Pasal 69
Pelaku Usaha yang telah mendapatkan Izin Usaha dan/atau
Izin Komersial atau Operasional sebelum Peraturan Badan ini
mulai berlaku dan memerlukan Izin Usaha dan/atau Izin
Komersial atau Operasional yang baru untuk pengembangan
usaha, diatur ketentuan sebagai berikut:
a. Pengajuan dan penerbitan Perizinan Berusaha untuk
pengembangan usaha dan/atau kegiatan atau komersial
atau operasional dilakukan melalui sistem OSS dengan
melengkapi data, Komitmen, dan/atau pemenuhan
Komitmen sesuai dengan ketentuan Peraturan Badan ini;
b. Izin Usaha dan/atau Izin Komersial atau Operasional
yang telah diperoleh dan masih berlaku sesuai bidang
usaha dan/atau kegiatan tetap berlaku dan didaftarkan
ke sistem OSS;
c. Pelaku Usaha diberikan NIB sesuai dengan ketentuan
Peraturan Badan ini.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 70
Peraturan Badan ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Badan ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
-61-
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal
KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
REPUBLIK INDONESIA,
THOMAS TRIKASIH LEMBONG
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR