RANCANGAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN ... Draft Standar...2020/04/20 · Pasal 5 (1) Standar...
Transcript of RANCANGAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN ... Draft Standar...2020/04/20 · Pasal 5 (1) Standar...
RANCANGAN
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR … TAHUN 2020
TENTANG
STANDAR PENDIDIKAN APOTEKER INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 52 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi, Menteri menetapkan Standar Pendidikan Apoteker
Indonesia;
b. bahwa berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan tentang Standar Pendidikan Apoteker Indonesia;
Mengingat : 1. Pasal 17 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementrian
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 166, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor
4916);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5336);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan
Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5500);
5. Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2019 tentang Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2019 Nomor 242);
6. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45
Tahun 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2019 Nomor 1673);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
TENTANG STANDAR PENDIDIKAN APOTEKER INDONESIA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Standar Pendidikan Apoteker Indonesia adalah satuan standar yang meliputi
Standar Pendidikan, ditambah dengan Standar Penelitian, dan Standar
Pengabdian kepada Masyarakat.
2. Standar Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pembelajaran
pada Program Pendidikan Apoteker di Perguruan Tinggi di seluruh wilayah
hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Standar Penelitian adalah kriteria minimal tentang sistem penelitian di bidang
farmasi pada Perguruan Tinggi yang berlaku di seluruh wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
4. Standar Pengabdian kepada Masyarakat adalah kriteria minimal tentang sistem
pengabdian kepada masyarakat di bidang farmasi pada Perguruan Tinggi yang
berlaku di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, yang selanjutnya disingkat KKNI, adalah
kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan,
menyetarakan, dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang
pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan
kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor.
6. Kurikulum Program Pendidikan Apoteker adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran pendidikan apoteker untuk mencapai
Pendidikan Tinggi.
7. Program Pendidikan Apoteker adalah jenjang pendidikan tinggi yang mencakup
Program Studi Sarjana Farmasi dan Program Studi Profesi Apoteker, yang tidk
terpisah, yang diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi Farmasi berdasarkan
kebudayaan bangsa Indonesia untuk menghasilkan apoteker yang memiliki
kompetensi, ketrampilan dan profesionalisme, menjunjung tinggi norma dan etik
profesi, serta mampu mengikuti perkembangan ilmu dan praktik kefarmasian.
8. Perguruan Tinggi Farmasi adalah satuan yang menyelenggarakan
Program Pendidikan Apoteker
9. Program Studi adalah kesatuan kegiatan pendidikan dan pembelajaran yang
memiliki kurikulum dan metode pembelajaran tertentu dalam satu jenis pendidikan
akademik, pendidikan profesi, dan/atau pendidikan vokasi.
11. Pembelajaran adalah proses interaksi mahasiswa dengan dosen dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar.
12. Penelitian kefarmasian adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan
metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan
keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan/atau pengujian di bidang
farmasi.
13. Pengabdian kepada Masyarakat di bidang farmasi adalah kegiatan sivitas
akademika yang memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi kefarmasian
untuk memajukan kesejahteraan masyarakat dan mencerdaskan kehidupan
bangsa.
14. Satuan Kredit Semester adalah takaran waktu kegiatan belajar yang dibebankan
pada mahasiswa per minggu per semester dalam proses pembelajaran melalui
berbagai bentuk pembelajaran atau besarnya pengakuan atas keberhasilan usaha
mahasiswa dalam mengikuti kegiatan kurikuler di Program Pendidikan Apoteker.
15. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas
utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu
pengetahuan, teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat
16. Tenaga Kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan
diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan tinggi.
17. Preseptor adalah apoteker yang mengajar, memberi bimbingan dan dapat
memberikan inspirasi, menjadi panutan (role model), serta mendukung
pertumbuhan dan perkembangan individu untuk jangka waktu tertentu dengan
tujuan khusus menyosialisasikan mahasiswa praktik pada peran barunya
18. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
Pendidikan Tinggi.
19. Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia, yang selanjutnya disingkat APTFI,
adalah suatu forum berbadan hukum yang menaungi institusi penyelenggara
pendidikan tinggi. Perguruan Tinggi Farmasi yang dimaksud adalah
penyelenggara Program Pendidikan Apoteker di Indonesia.
20. Ikatan Apoteker Indonesia, yang selanjutnya disingkat IAI, adalah organisasi
berbadan hukum tempat berhimpun para apoteker di Indonesia.
Pasal 2
(1) Standar Pendidikan Apoteker Indonesia terdiri atas:
a. Standar Pendidikan;
b. Standar Penelitian; dan
c. Standar Pengabdian kepada Masyarakat;
(2) Standar Pendidikan, Standar Penelitian, dan Standar Pengabdian kepada
Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan dalam pelaksanaan tridharma Perguruan Tinggi Farmasi.
Pasal 3
(1) Standar Pendidikan Apoteker Indonesia bertujuan untuk:
a. menjamin tercapainya tujuan Program Pendidikan Apoteker yang
berperan strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi kefarmasian dengan menerapkan nilai humaniora
serta pembudayaan dan pemberdayaan bangsa Indonesia yang berkelanjutan;
b. menjamin agar pembelajaran pada Program Pendidikan Apoteker, penelitian,
dan pengabdian kepada masyarakat yang diselenggarakan oleh Perguruan
Tinggi Farmasi di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia
mencapai mutu sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam Standar
Pendidikan Apoteker Indonesia; dan
c. mendorong agar Perguruan Tinggi Farmasi di seluruh wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia mencapai mutu pembelajaran, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat melampaui kriteria yang ditetapkan dalam
Standar Pendidikan Apoteker Indonesia secara berkelanjutan
(2) Standar Pendidikan Apoteker Indonesia wajib:
a. dipenuhi oleh setiap Perguruan Tinggi Farmasi untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional;
b. dijadikan dasar untuk pemberian izin pembukaan Program Studi Sarjana
Farmasi dan Program Studi Profesi Apoteker;
c. dijadikan dasar penyelenggaraan pembelajaran berdasarkan kurikulum pada
Program Studi Sarjana Farmasi dan Program Studi Profesi Apoteker;
d. dijadikan dasar penyelenggaraan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat.
e. dijadikan dasar pengembangan dan penyelenggaraan sistem penjaminan
mutu internal; dan
f. dijadikan dasar penetapan kriteria sistem penjaminan mutu eksternal melalui
akreditasi.
(3) Standar Pendidikan Apoteker Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1) wajib dievaluasi dan disempurnakan secara terencana, terarah, dan
berkelanjutan, sesuai dengan tuntutan perubahan lokal, nasional, dan global oleh
badan yang ditugaskan untuk menyusun dan mengembangkan Standar Pendidikan
Apoteker Indonesia.
BAB II
STANDAR PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup Standar Pendidikan
Pasal 4
(1) Standar Pendidikan terdiri atas:
a. standar kompetensi lulusan;
b. standar isi pembelajaran;
c. standar proses pembelajaran;
d. standar penilaian pendidikan pembelajaran;
e. standar dosen dan tenaga kependidikan;
f. standar sarana dan prasarana pembelajaran;
g. standar pengelolaan; dan
h. standar pembiayaan pembelajaran.
(2) Standar Pendidikan Apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi acuan
dalam menyusun, menyelenggarakan, dan mengevaluasi kurikulum.
Bagian Kedua
Standar Kompetensi Lulusan
Pasal 5
(1) Standar Kompetensi Lulusan Program Pendidikan Apoteker merupakan kriteria
minimal tentang kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan yang dinyatakan dalam rumusan capaian
pembelajaran lulusan.
(2) Standar kompetensi lulusan Program Pendidikan Apoteker yang dinyatakan
dalam rumusan capaian pembelajaran lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) digunakan sebagai acuan utama pengembangan standar isi pembelajaran,
standar proses pembelajaran, standar penilaian pembelajaran, standar dosen dan
tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana pembelajaran, standar
pengelolaan pembelajaran, dan standar pembiayaan pembelajaran.
(3) Rumusan capaian pembelajaran lulusan Program Pendidikan Apoteker
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:
a. mengacu pada deskripsi capaian pembelajaran lulusan KKNI; dan
b. memiliki kesetaraan dengan jenjang kualifikasi pada KKNI.
Pasal 6
(1) Sikap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) merupakan perilaku benar dan
berbudaya sebagai hasil dari internalisasi dan aktualisasi nilai dan norma yang
tercermin dalam kehidupan spiritual dan sosial melalui proses pembelajaran,
pengalaman kerja mahasiswa, penelitian dan/atau pengabdian kepada masyarakat
yang terkait pembelajaran.
(2) Pengetahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) merupakan
penguasaan konsep, teori, metode, dan/atau falsafah di bidang ilmu tertentu
fsecara sistematis yang diperoleh melalui penalaran dalam proses pembelajaran,
pengalaman kerja mahasiswa, penelitian dan/atau pengabdian kepada masyarakat
yang terkait pembelajaran.
(3) Keterampilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) merupakan
kemampuan melakukan unjuk kerja dengan menggunakan konsep, teori, metode,
bahan, dan/atau instrumen, yang diperoleh melalui pembelajaran, pengalaman kerja
mahasiswa, penelitian dan/atau pengabdian kepada masyarakat yang terkait
pembelajaran, mencakup:
a. keterampilan umum sebagai kemampuan kerja umum yang wajib dimiliki oleh
setiap lulusan dalam rangka menjamin kesetaraan kemampuan lulusan sesuai
tingkat program dan jenis pendidikan tinggi; dan
b. keterampilan khusus sebagai kemampuan kerja khusus yang wajib dimiliki oleh
setiap lulusan Program Studi Sarjana Farmasi dan Program Studi Profesi
Apoteker.
(4) Pengalaman kerja mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan ayat (3)
berupa pengalaman dalam kegiatan di bidang farmasi pada jangka waktu tertentu,
berbentuk pelatihan kerja, praktik kerja lapangan, praktik kerja profesi, atau bentuk
kegiatan lain yang sejenis.
Pasal 7
(1) Rumusan sikap dan keterampilan umum sebagai bagian dari capaian
pembelajaran lulusan Program Pendidikan Apoteker sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (1) dan ayat (3) huruf a tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2) Rumusan sikap dan keterampilan umum lulusan Program Pendidikan Apoteker
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditambah oleh Perguruan Tinggi.
(3) Rumusan pengetahuan dan keterampilan khusus sebagai bagian dari capaian
pembelajaran lulusan Program Pendidikan Apoteker sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (3) huruf b, wajib disusun oleh Asosiasi Pendidikan
Tinggi Farmasi Indonesia (APTFI).
(4) Rumusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) yang merupakan satu
kesatuan rumusan capaian pembelajaran lulusan diusulkan kepada Direktur
Jenderal terkait sesuai dengan kewenangannya untuk ditetapkan menjadi capaian
pembelajaran lulusan Program Pendidikan Apoteker.
(5) Rumusan capaian pembelajaran lulusan Program Pendidikan Apoteker
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikaji dan ditetapkan oleh Menteri sebagai
rujukan Program Studi Sarjana Farmasi dan Program Studi Profesi Apoteker.
.
(6) Ketentuan mengenai penyusunan, pengusulan, pengkajian, penetapan rumusan
capaian pembelajaran lulusan Program Pendidikan Apoteker sebagaimana
dimaksud ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Standar Isi Pembelajaran
Pasal 8
(1) Standar Isi Pembelajaran merupakan kriteria minimal tingkat kedalaman dan
keluasan materi pembelajaran pada Program Pendidikan Apoteker.
(2) Kedalaman dan keluasan materi pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mengacu pada capaian pembelajaran lulusan Program Pendidikan Apoteker.
(3) Kedalaman dan keluasan materi pembelajaran pada Program Pendidikan Apoteker
wajib memanfaatkan hasil penelitian dan hasil pengabdian kepada masyarakat.
Pasal 9
(1) Tingkat kedalaman dan keluasan materi pembelajaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (1) untuk Program Pendidikan Apoteker, dirumuskan dengan
mengacu pada deskripsi capaian pembelajaran lulusan dari KKNI.
(2) Tingkat kedalaman dan keluasan materi pembelajaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sebagai berikut:
a. lulusan Program Studi Sarjana Farmasi paling sedikit menguasai konsep
teoritis bidang pengetahuan dan keterampilan kefarmasian secara umum dan
konsep teoritis bagian khusus dalam bidang pengetahuan dan keterampilan
tersebut secara mendalam;
b. lulusan Program Studi Profesi Apoteker paling sedikit menguasai teori aplikasi
bidang pengetahuan dan keterampilan kefarmasian.
(3) Tingkat kedalaman dan keluasan materi pembelajaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) bersifat kumulatif dan/atau integratif.
(4) Tingkat kedalaman dan keluasan materi pembelajaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dituangkan dalam bahan kajian yang distrukturkan dalam bentuk mata
kuliah.
Bagian Keempat
Standar Proses Pembelajaran
Pasal 10
(1) Standar Proses Pembelajaran merupakan kriteria minimal tentang pelaksanaan
pembelajaran pada Program Studi Sarjana Farmasi dan Program Studi Profesi
Apoteker untuk memperoleh capaian pembelajaran lulusan.
(2) Standar proses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
a. karakteristik proses pembelajaran;
b. perencanaan proses pembelajaran;
c. pelaksanaan proses pembelajaran; dan
d. beban belajar mahasiswa.
Pasal 11
(1) Karakteristik proses pembelajaran pada Program Pendidikan Apoteker sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a terdiri atas sifat interaktif, holistik,
integratif, saintifik, kontekstual, tematik, efektif, kolaboratif, dan berpusat pada
mahasiswa.
(2) Interaktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa capaian
pembelajaran lulusan diraih dengan mengutamakan proses interaksi dua arah
antara mahasiswa dan dosen.
(3) Holistik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa proses
pembelajaran mendorong terbentuknya pola pikir yang komprehensif dan luas
dengan menginternalisasi keunggulan dan kearifan lokal maupun nasional.
(4) Integratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa capaian
pembelajaran lulusan diraih melalui proses pembelajaran yang terintegrasi untuk
memenuhi capaian pembelajaran lulus secara keseluruhan dalam satu kesatuan
program melalui pendekatan antardisiplin dan multidisiplin.
(5) Saintifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa capaian
pembelajaran lulusan diraih melalui proses pembelajaran yang mengutamakan
pendekatan ilmiah, sehingga tercipta lingkungan akademik yang berdasarkan sistem
nilai, norma, dan kaidah ilmu pengetahuan kefarmasian serta menjunjung tinggi nilai-
nilai agama dan kebangsaan.
(6) Kontekstual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa capaian
pembelajaran lulusan diraih melalui proses pembelajaran yang disesuaikan
dengan tuntutan kemampuan menyelesaikan masalah dalam ranah keahlian
kefarmasian.
(7) Tematik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa capaian
pembelajaran lulusan diraih melalui proses pembelajaran yang disesuaikan dengan
karakteristik ilmu farmasi dan dikaitkan dengan permasalahan nyata melalui
pendekatan transdisiplin.
(8) Efektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa capaian
pembelajaran lulusan diraih secara berhasil guna dengan mementingkan
internalisasi materi secara baik dan benar dalam kurun waktu yang optimum.
(9) Kolaboratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa capaian
pembelajaran lulusan diraih melalui proses pembelajaran bersama yang melibatkan
interaksi antar individu pembelajar untuk menghasilkan kapitalisasi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.
(10) Berpusat pada mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan
bahwa capaian pembelajaran lulusan diraih melalui proses pembelajaran yang
mengutamakan pengembangan kreativitas, kapasitas, kepribadian, dan kebutuhan
mahasiswa, serta mengembangkan kemandirian dalam mencari dan menemukan
pengetahuan.
Pasal 12
(1) Perencanaan proses pembelajaran Program Pendidikan Apoteker sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b disusun untuk setiap mata kuliah dan
disajikan dalam Rencana Pembelajaran Semester (RPS).
(2) Rencana Pembelajaran Semester (RPS) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dan dikembangkan oleh dosen secara mandiri atau bersama dalam
kelompok ilmu farmasi dalam Program Studi.
(3) Rencana Pembelajaran Semester (RPS) paling sedikit memuat:
a. nama Program Studi, nama dan kode mata kuliah, semester, Satuan Kredit
Semester, nama dosen pengampu;
b. capaian pembelajaran lulusan yang dibebankan pada mata kuliah;
c. kemampuan akhir yang direncanakan pada tiap tahap pembelajaran untuk
memenuhi capaian pembelajaran lulusan;
d. bahan kajian yang terkait dengan kemampuan yang akan dicapai;
e. metode pembelajaran;
f. waktu yang disediakan untuk mencapai kemampuan pada tiap tahap
pembelajaran;
g. pengalaman belajar mahasiswa yang diwujudkan dalam deskripsi tugas yang
harus dikerjakan oleh mahasiswa selama satu semester;
h. kriteria, indikator, dan bobot penilaian; dan
i. daftar referensi yang digunakan.
Pasal 13
(1) Pelaksanaan proses pembelajaran di Program Pendidikan Apoteker sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf e berlangsung dalam bentuk interaksi antara
dosen, mahasiswa, dan sumber belajar dalam lingkungan belajar tertentu.
(2) Proses pembelajaran di setiap mata kuliah dilaksanakan sesuai Rencana
Pembelajaran Semester (RPS) dengan karakteristik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11.
(3) Proses pembelajaran yang terkait dengan penelitian oleh mahasiswa Program
Pendididikan Apoteker wajib mengacu pada Standar Penelitian.
(4) Proses pembelajaran yang terkait dengan pengabdian kepada masyarakat oleh
mahasiswa Program Pendididikan Apoteker wajib mengacu pada Standar
Pengabdian kepada Masyarakat.
Pasal 14
(1) Proses pembelajaran Program Pendidikan Apoteker melalui kegiatan kurikuler
wajib dilakukan secara sistematis dan terstruktur melalui berbagai mata kuliah dan
dengan beban belajar yang terukur.
(2) Proses pembelajaran melalui kegiatan kurikuler wajib menggunakan metode
pembelajaran yang efektif sesuai dengan karakteristik mata kuliah untuk
mencapai kemampuan tertentu yang ditetapkan dalam mata kuliah dalam rangkaian
pemenuhan capaian pembelajaran lulusan.
(3) Metode pembelajaran sebagaimana dinyatakan pada ayat (2) yang dapat dipilih
untuk pelaksanaan pembelajaran mata kuliah meliputi diskusi kelompok, simulasi,
studi kasus, pembelajaran kolaboratif, pembelajaran kooperatif, pembelajaran
berbasis proyek, pembelajaran berbasis masalah, atau metode pembelajaran lain,
yang dapat secara efektif memfasilitasi pemenuhan capaian pembelajaran lulusan.
(4) Setiap mata kuliah dapat menggunakan satu atau gabungan dari beberapa metode
pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan diwadahi dalam suatu
bentuk pembelajaran.
(5) Bentuk pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa:
a. kuliah;
b. responsi dan tutorial;
c. seminar;
d. praktikum, praktik lapangan; dan praktik kerja profesi;
e. penelitian, perancangan atau pengembangan;
f. pelatihan militer;
g. pertukaran pelajar;
h. magang;
i. wirausaha; dan/atau
j. bentuk lain pengabdian kepada masyarakat.
(6) Bentuk pembelajaran berupa penelitian, perancangan atau pengembangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf e wajib ditambahkan sebagai bentuk
pembelajaran bagi Program Pendidikan Apoteker.
(7) Bentuk pembelajaran berupa penelitian, perancangan, atau pengembangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan kegiatan mahasiswa Program
Pendidikan Apoteker di bawah bimbingan dosen dalam rangka pengembangan
sikap, pengetahuan, keterampilan, pengalaman otentik, serta meningkatkan
kesejahteran masyarakat dan daya saing bangsa.
(8) Bentuk pembelajaran berupa pengabdian kepada masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) huruf jwajib ditambahkan sebagai bentuk pembelajaran bagi
Program Pendidikan Apoteker.
(9) Bentuk pembelajaran berupa pengabdian kepada masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (8) merupakan kegiatan mahasiswa di bawah bimbingan dosen
dalam rangka memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi kefarmasian untuk
memajukan kesejahteraan masyarakat dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pasal 15
(1) Bentuk pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (5) dapat
dilakukan di dalam Program Studi dan di luar Program Studi.
(2) Bentuk pembelajaran di luar Program Studi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan proses pembelajaran yang terdiri atas:
a. Pembelajaran dalam Program Studi lain pada Perguruan Tinggi yang sama;
b. Pembelajaran dalam Program Studi yang sama pada Perguruan Tinggi yang
berbeda;
c. Pembelajaran dalam Program Studi lain pada Perguruan Tinggi yang berbeda;
dan
d. Pembelajaran pada lembaga non Perguruan Tinggi;
(3) Proses pembelajaran di luar Program Studi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
hufuf b, huruf c, dan huruf d dilaksanakan berdasarkan perjanjian kerja sama antara
Perguruan TInggi dengan Perguruan Tinggi lain atau lembaga lain yang terkait dan
hasil kuliah diakui melalui mekanisme transfer Satuan Kredit Semester.
(4) Proses pembelajaran di luar Program Studi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
merupakan kegiatan dalam program yang dapat ditentukan oleh Kementrian
dan/atau Pemimpin Perguruan Tinggi.
(5) Proses pembelajaran di luar Program Studi sebagaimana pada ayat (2)
dilaksanakan di bawah bimbingan dosen.
(6) Proses pembelajaran di luar Program Studi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c dan huruf d dilaksanakan hanya bagi program sarjana dan sarjana terapan
di luar bidang kesehatan.
Pasal 16
(1) Beban belajar mahasiswa Program Pendidikan Apoteker sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (2) huruf d, dinyatakan dalam besaran Satuan Kredit Semester.
(2) Semester merupakan satuan waktu proses pembelajaran efektif selama paling
sedikit 16 (enam belas) minggu, termasuk ujian tengah semester dan ujian akhir
semester.
(3) Satu tahun akademik terdiri atas 2 (dua) semester dan Perguruan Tinggi Farmasi
dapat menyelenggarakan semester antara.
(4) Semester antara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diselenggarakan:
a. selama paling sedikit 8 (delapan) minggu;
b. beban belajar mahasiswa paling banyak 9 (sembilan) Satuan Kredit Semester;
dan
c. sesuai beban belajar mahasiswa untuk memenuhi capaian pembelajaran yang
telah ditetapkan.
(5) Apabila semester antara diselenggarakan dalam bentuk perkuliahan, tatap muka
paling sedikit 16 (enam belas) kali, termasuk ujian tengah semester antara dan ujian
akhir semester antara.
Pasal 17
(1) Masa dan beban belajar penyelenggaraan Program Pendidikan Apoteker:
a. paling lama 7 (tujuh) tahun akademik untuk Program Studi Sarjana Farmasi,
dengan beban belajar mahasiswa paling sedikit 144 (seratus empat puluh
empat) Satuan Kredit Semester;
b. paling lama 3 (tiga) tahun akademik untuk Program Studi Profesi Apoteker
setelah menyelesaikan Program Studi Sarjana Farmasi, dengan beban belajar
mahasiswa paling sedikit 24 (dua puluh empat) Satuan Kredit Semester.
(2) Program Studi Profesi Apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
diselenggarakan sebagai program lanjutan yang tidak terpisah dari Program Studi
Sarjana Farmasi.
(3) Perguruan Tinggi Farmasi dapat menetapkan masa penyelenggaraan program
pendidikan kurang dari batas maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 18
(1) Pemenuhan masa dan beban belajar bagi mahasiswa Program Studi Sarjana
Farmasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) huruf a dapat dilaksanakan
dengan cara:
a. Mengikuti seluruh proses pembelajaran dalam Program Studi pada Perguruan
Tinggi sesuai masa dan beban belajar; atau
b. Mengikuti proses pembelajaran di dalam Program Studi untuk memenuhi
sebagian masa dan beban belajar dan sisanya mengikuti proses pembelajaran
di luar Program Studi sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat
(2)
(2) Perguruan Tinggi wajib memfasilitasi pelaksanaan pemenuhan masa dan beban
dalam proses pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(3) Fasilitasi oleh Perguruan Tinggi untuk pemenuhan masa dan beban belajar dalam
proses pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan cara
sebagai berikut:
a. Paling sedikit 4 (empat) semester dan paling lama 11 (sebelas) semester
merupakan pembelajaran di dalam Program Studi
b. 1 (satu) semester atau setara dengan 20 (dua puluh) satuan kredit semester
merupakan pembelajaran di luar Program Studi pada Perguruan Tinggi yang
sama; dan
c. paling lama 2 (dua) semester atau setara dengan 40 (empat puluh) satuan kredit
semester merupakan:
1. Pembelajaran pada Program Studi yang sama di Perguruan Tinggi yang
berbeda;
2. Pembelajaran pada Program Studi yang berbeda di Perguruan Tinggi yang
berbeda; dan/atau
3. Pembelajaran di luar Perguruan Tinggi
Pasal 19
(1) Bentuk pembelajaran 1 (satu) Satuan Kredit Semester pada proses pembelajaran
berupa kuliah, responsi, atau tutorial, terdiri atas:
a. kegiatan proses belajar 50 (lima puluh) menit per minggu per semester;
b. kegiatan penugasan terstruktur 60 (enam puluh) menit per minggu per
semester; dan
c. kegiatan mandiri 60 (enam puluh) menit per minggu per semester.
(2) Bentuk pembelajaran 1 (satu) Satuan Kredit Semester pada proses
pembelajaran berupa seminar atau bentuk lain yang sejenis, terdiri atas:
a. kegiatan proses belajar 100 (seratus) menit per minggu per semester; dan
b. kegiatan belajar mandiri 70 (tujuh puluh) menit per minggu per semester.
(3) Perhitungan beban belajar dalam sistem blok, modul, atau bentuk lain ditetapkan
sesuai dengan kebutuhan dalam memenuhi capaian pembelajaran.
(4) Bentuk pembelajaran 1 (satu) Satuan Kredit Semester pada proses
pembelajaran berupa praktikum, praktik lapangan, praktik kerja profesi, penelitian,
perancangan, atau pengembangan, pelatihan militer, pertukaran pelajar, magang,
wirausaha, dan/atau pengabdian kepada masyarakat, 170 (seratus tujuh puluh)
menit per minggu per semester.
Pasal 20
(1) Beban belajar mahasiswa Program Studi Sarjana Farmasi yang berprestasi
akademik tinggi, setelah 2 (dua) semester pada tahun akademik yang pertama
dapat mengambil maksimum 24 (dua puluh empat) Satuan Kredit Semester per
semester pada semester berikutnya.
(2) Mahasiswa berprestasi akademik tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan mahasiswa yang mempunyai Indeks Prestasi Semester (IPS) lebih
besar dari 3,00 (tiga koma nol nol) dan memenuhi etika akademik.
Bagian Kelima
Standar Penilaian Pembelajaran
Pasal 21
(1) Standar Penilaian Pembelajaran merupakan kriteria minimal tentang penilaian
proses dan hasil belajar mahasiswa dalam rangka pemenuhan capaian
pembelajaran lulusan Program Pendididikan Apoteker.
(2) Penilaian proses dan hasil belajar mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mencakup:
a. prinsip penilaian;
b. teknik dan instrumen penilaian;
c. mekanisme dan prosedur penilaian
d. pelaksanaan penilaian;
e. pelaporan penilaian; dan
f. kelulusan mahasiswa.
Pasal 22
(1) Prinsip penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf a mencakup
prinsip edukatif, otentik, objektif, akuntabel, dan transparan yang dilakukan secara
terintegrasi.
(2) Prinsip edukatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penilaian yang
memotivasi mahasiswa agar mampu:
a. memperbaiki perencanaan dan cara belajar; dan
b. meraih capaian pembelajaran lulusan.
(3) Prinsip otentik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penilaian yang
berorientasi pada proses belajar yang berkesinambungan dan hasil belajar yang
mencerminkan kemampuan mahasiswa pada saat proses pembelajaran
berlangsung.
(4) Prinsip objektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penilaian yang
didasarkan pada stándar yang disepakati antara dosen dan mahasiswa serta bebas
dari pengaruh subjektivitas penilai dan yang dinilai.
(5) Prinsip akuntabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penilaian
yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan kriteria yang jelas, disepakati pada
awal kuliah, dan dipahami oleh mahasiswa.
(6) Prinsip transparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penilaian
yang prosedur dan hasil penilaiannya dapat diakses oleh semua pemangku
kepentingan.
Pasal 23
(1) Teknik penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf b terdiri atas
observasi, partisipasi, unjuk kerja, tes tertulis, tes lisan, dan angket.
(2) Instrumen penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf b terdiri
atas penilaian proses dalam bentuk rubrik dan/atau penilaian hasil dalam bentuk
portofolio atau karya.
(3) Penilaian sikap dapat menggunakan teknik penilaian observasi.
(4) Penilaian penguasaan pengetahuan, keterampilan umum, dan keterampilan khusus
dilakukan dengan memilih satu atau kombinasi dari berbagi teknik dan instrumen
penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(5) Hasil akhir penilaian merupakan integrasi antara berbagai teknik dan instrumen
penilaian yang digunakan.
Pasal 24
(1) Mekanisme penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf c, terdiri
atas:
a. menyusun, menyampaikan, menyepakati tahap, teknik, instrumen, kriteria,
indikator, dan bobot penilaian antara penilai dan yang dinilai sesuai dengan
rencana pembelajaran;
b. melaksanakan proses penilaian sesuai dengan tahap, teknik, instrumen,
kriteria, indikator, dan bobot penilaian yang memuat prinsip penilaian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;
c. memberikan umpan balik dan kesempatan untuk mempertanyakan hasil
penilaian kepada mahasiswa; dan
d. mendokumentasikan penilaian proses dan hasil belajar mahasiswa secara
akuntabel dan transparan.
(2) Prosedur penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf c
mencakup tahap perencanaan, kegiatan pemberian tugas atau soal, observasi
kinerja, pengembalian hasil observasi, dan pemberian nilai akhir.
(3) Prosedur penilaian pada tahap perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dilakukan melalui penilaian bertahap dan/atau penilaian ulang.
Pasal 25
(1) Pelaksanaan penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf d
dilakukan sesuai dengan rencana pembelajaran.
(2) Pelaksanaan penilaian sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dilakukan oleh:
a. dosen pengampu atau tim dosen pengampu;
b. dosen pengampu atau tim dosen pengampu dengan mengikutsertakan
mahasiswa; dan/atau
c. dosen pengampu atau tim dosen pengampu dengan mengikutsertakan
pemangku kepentingan.
Pasal 26
(1) Pelaporan penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf e berupa
kualifikasi keberhasilan mahasiswa dalam menempuh suatu mata kuliah yang
dinyatakan dalam kisaran:
a. huruf A setara dengan angka 4 (empat) berkategori sangat baik;
b. huruf B setara dengan angka 3 (tiga) berkategori baik;
c. huruf C setara dengan angka 2 (dua) berkategori cukup;
d. huruf D setara dengan angka 1 (satu) berkategori kurang; atau
e. huruf E setara dengan angka 0 (nol) berkategori sangat kurang.
(2) Perguruan Tinggi Farmasi dapat menggunakan huruf antara dan angka antara untuk
nilai pada kisaran 0 (nol) sampai 4 (empat).
(3) Hasil penilaian diumumkan kepada mahasiswa setelah satu tahap pembelajaran
sesuai dengan rencana pembelajaran.
(4) Hasil penilaian capaian pembelajaran lulusan di tiap semester dinyatakan dengan
Indeks Prestasi Semester (IPS).
( 5 ) Hasil penilaian capaian pembelajaran lulusan pada akhir Program Studi Sarjana
Farmasi dan Program Studi Profesi Apoteker dinyatakan dengan Indeks Prestasi
Kumulatif (IPK).
(6) Indeks Prestasi Semester (IPS) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dinyatakan
dalam besaran yang dihitung dengan cara menjumlahkan perkalian antara nilai
huruf setiap mata kuliah yang ditempuh dan Satuan Kredit Semester mata kuliah
bersangkutan dibagi dengan jumlah Satuan Kredit Semester mata kuliah yang
diambil dalam satu semester.
(7) Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan
dalam besaran yang dihitung dengan cara menjumlahkan perkalian antara nilai
huruf setiap mata kuliah yang ditempuh dan Satuan Kredit Semester mata kuliah
bersangkutan dibagi dengan jumlah Satuan Kredit Semester mata kuliah yang
diambil yang telah ditempuh.
Pasal 27
(1) Mahasiswa Program Studi Sarjana Farmasi dinyatakan lulus apabila telah
menempuh seluruh beban belajar yang ditetapkan dan memiliki capaian
pembelajaran lulusan yang ditargetkan oleh Program Studi dengan Indeks Prestasi
Kumulatif (IPK) lebih besar atau sama dengan 2,00 (dua koma nol nol).
(2) Kelulusan mahasiswa dari Program Studi Sarjana Farmasi dapat diberikan predikat
memuaskan, sangat memuaskan, atau pujian dengan kriteria:
a. mahasiswa dinyatakan lulus dengan predikat memuaskan apabila mencapai
Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 2,76 (dua koma tujuh enam) sampai dengan
3,00 (tiga koma nol nol);
b. mahasiswa dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan apabila
mencapai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,01 (tiga koma nol satu) sampai
dengan 3,50 (tiga koma lima nol); atau
c. mahasiswa dinyatakan lulus dengan predikat pujian apabila mencapai Indeks
Prestasi Kumulatif (IPK) lebih dari 3,50 (tiga koma lima nol).
(3) Mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker dinyatakan lulus, apabila telah
menempuh seluruh beban belajar yang ditetapkan, memiliki capaian pembelajaran
lulusan yang ditargetkan oleh Program Studi dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK)
lebih besar atau sama dengan 3,00 (tiga koma nol nol), dan telah lulus Uji
Kompetensi Apoteker Indonesia (UKAI).
(4) Kelulusan mahasiswa dari Program Studi Profesi Apoteker dapat diberikan predikat
memuaskan, sangat memuaskan, dan pujian dengan kriteria:
a. mahasiswa dinyatakan lulus dengan predikat memuaskan apabila mencapai
Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,00 (tiga koma nol nol) sampai dengan 3,50
(tiga koma lima nol);
b. mahasiswa dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan apabila
mencapai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,51 (tiga koma lima satu) sampai
dengan 3,75 (tiga koma tujuh lima); atau
c. mahasiswa dinyatakan lulus dengan predikat pujian apabila mencapai Indeks
Prestasi Kumulatif (IPK) lebih dari 3,75 (tiga koma tujuh lima).
(5) Mahasiswa yang dinyatakan lulus berhak memperoleh:
a. ijazah, bagi lulusan Program Studi Sarjana Farmasi;
b. sertifikat profesi, bagi lulusan Program Studi Profesi Apoteker;
c. sertifikat kompetensi, bagi lulusan Program Pendidikan Apoteker dan/atau
memiliki prestasi di luar Program Studinya
d. gelar; dan
e. surat keterangan pendamping ijazah, kecuali ditentukan lain oleh peraturan
perundang-undangan.
(6) Sertifikat profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b diterbitkan oleh
Perguruan Tinggi bersama dengan Kementerian, Kementerian lain, Lembaga
Pemerintah Non Kementerian, dan/atau Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
(7) Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c diterbitkan
oleh Perguruan Tinggi Farmasi, yang didelegasikan kepada Asosiasi Pendidikan
Tinggi Farmasi Indonesia (APTFI) bekerjasama dengan Ikatan Apoteker Indonesia
(IAI).
Bagian Keenam
Standar Dosen, Preseptor dan Tenaga Kependidikan
Pasal 28
Standar Dosen, Preseptor dan Tenaga Kependidikan merupakan kriteria minimal
tentang kualifikasi dan kompetensi dosen dan tenaga kependidikan untuk
menyelenggarakan Program Pendidikan Apoteker dalam rangka pemenuhan capaian
pembelajaran lulusan.
Pasal 29
(1) Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik, sehat jasmani
dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk menyelenggarakan Program
Pendidikan Apoteker dalam rangka pemenuhan capaian pembelajaran lulusan
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 5.
(2) Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tingkat
pendidikan paling rendah yang harus dipenuhi oleh seorang dosen dan dibuktikan
dengan ijazah.
(3) Kompetensi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dengan
sertifikat pendidik, dan/atau sertifikat profesi apoteker.
(4) Dosen Program Studi Sarjana Farmasi harus berkualifikasi akademik paling rendah
lulusan magister atau magister terapan yang relevan dengan ilmu farmasi.
(5) Dosen Program Studi Sarjana Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat
menggunakan dosen bersertifikat yang relevan dengan ilmu farmasi dan
berkualifikasi paling rendah setara dengan jenjang 8 (delapan) KKNI.
(6) Dosen Program Studi Profesi Apoteker harus berkualifikasi akademik paling rendah
lulusan magister atau magister terapan yang relevan dengan ilmu farmasi dan
berpengalaman kerja paling sedikit 2 (dua) tahun di bidang farmasi.
(7) Dosen Program Studi Profesi Apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat
menggunakan dosen bersertifikat profesi apoteker, memiliki Surat Tanda Registrasi
Apoteker dan memiliki pengalaman kerja paling sedikit 2 (dua) tahun di bidang
farmasi serta berkualifikasi paling rendah setara dengan jenjang 8 (delapan) KKNI.
(8) Penyetaraan atas jenjang 9 (sembilan) KKNI sebagaimana dimaksud pada ayat
(13) dan ayat (15), dilakukan oleh Direktur Jenderal terkait sesuai dengan
kewenangannya melalui mekanisme rekognisi pembelajaran lampau.
Pasal 30
(1) Penghitungan beban kerja dosen didasarkan pada:
a. kegiatan pokok dosen mencakup:
1. perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian proses pembelajaran;
2. pelaksanaan evaluasi hasil pembelajaran;
3. pembimbingan dan pelatihan;
4. penelitian; dan
5. pengabdian kepada masyarakat;
b. kegiatan dalam bentuk pelaksanaan tugas tambahan; dan
c. kegiatan penunjang.
(2) Beban kerja pada kegiatan pokok dosen sebagaimana dinyatakan pada ayat (1)
huruf a disesuaikan dengan besarnya beban tugas tambahan, bagi dosen yang
mendapatkan tugas tambahan.
(3) Beban kerja dosen sebagai pembimbing utama dalam penelitian terstruktur dalam
rangka penyusunan skripsi/tugas akhir atau karya lain yang setara paling banyak 10
(sepuluh) mahasiswa.
(4) Beban kerja dosen mengacu pada ekuivalen waktu mengajar penuh serta nisbah
dosen dan mahasiswa.
(5) Ekuivalensi waktu mengajar penuh serta nisbah dosen dan mahasiswa
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 31
(1) Dosen Program Pendidikan Apoteker terdiri atas dosen tetap dan dosen tidak tetap.
(2) Dosen tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dosen berstatus
sebagai pendidik tetap pada 1 (satu) Perguruan Tinggi Farmasi dan tidak menjadi
pegawai tetap pada satuan kerja atau satuan pendidikan lain.
(3) Jumlah dosen tetap pada Perguruan Tinggi Farmasi paling sedikit 60% (enam puluh
persen) dari jumlah seluruh dosen.
(4) Jumlah dosen tetap yang ditugaskan untuk menjalankan proses pembelajaran pada
Program Studi Profesi Apoteker paling sedikit 5 (lima) orang.
(5) Dosen tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib memiliki keahlian di bidang
ilmu yang sesuai dengan disiplin ilmu farmasi.
Pasal 32
(1) Preseptor adalah seseorang yang berpengalaman dan ahli di lingkungan
kerjanya, mempunyai jiwa kepemimpinan, ketrampilan komunikasi yang baik,
kemampuan membuat keputusan, kemauan mengajar dan mendidik,
mendukung perkembangan profesional, fleksibel dan mampu beradaptasi
dengan kebutuhan pembelajaran individu.
(2) Syarat perseptor adalah apoteker yang memiliki pengalaman kerja minimal 5
tahun, memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker, memiliki Sertifikat Kompetensi
Apoteker yang masih berlaku selama menjadi preseptor, memiliki Surat Ijin
Praktek Apoteker yang masih berlaku dan memiliki sertifikat pelatihan perseptor
yang diselenggarakan oleh institusi pendidikan tinggi farmasi.
Pasal 33
(1) Tenaga kependidikan memiliki kualifikasi akademik paling rendah lulusan program
diploma 3 (tiga) yang dinyatakan dengan ijazah sesuai dengan kualifikasi tugas
pokok dan fungsinya.
(2) Tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi
tenaga administrasi.
(3) Tenaga administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki kualifikasi
akademik paling rendah SMA atau sederajat.
(4) Tenaga kependidikan yang memerlukan keahlian khusus wajib memiliki sertifikat
kompetensi sesuai dengan bidang tugas dan keahliannya.
Bagian Ketujuh
Standar Sarana dan Prasarana Pembelajaran
Pasal 34
Standar Sarana dan Prasarana Pembelajaran merupakan kriteria minimal tentang
sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan isi dan proses pembelajaran dalam
rangka pemenuhan capaian pembelajaran lulusan Program Pendidikan Apoteker.
Pasal 35
(1) Standar Sarana Pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 paling
sedikit terdiri atas:
a. perabot;
b. peralatan pendidikan apoteker
c. media pendidikan apoteker;
d. buku, buku elektronik, dan repository kefarmasian;
e. sarana teknologi informasi dan komunikasi;
f. instrumentasi eksperimen kefarmasian;
g. sarana olahraga;
h. sarana berkesenian;
i. sarana fasilitas umum;
i. bahan habis pakai; dan
j. sarana pemeliharaan, keselamatan, dan keamanan.
(2) Jumlah, jenis, dan spesifikasi sarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan berdasarkan rasio penggunaan sarana sesuai dengan karakteristik
metode dan bentuk pembelajaran, serta harus menjamin terselenggaranya proses
pembelajaran dan pelayanan administrasi akademik.
Pasal 36
(1) Standar Prasarana Pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 paling
sedikit terdiri atas:
a. lahan;
b. ruang kelas;
c. perpustakaan;
d. laboratorium dan peralatan yang memenuhi Standar Minimal Laboratorium;
e. prasarana praktik kerja profesi;
f. tempat berolahraga;
g. ruang untuk berkesenian;
h. ruang unit kegiatan mahasiswa;
i. ruang pimpinan Perguruan Tinggi Farmasi;
j. ruang dosen;
k. ruang tata usaha; dan
l. fasilitas umum;
m. ruang OSCE;
n. apotek pendidikan
(2) Fasilitas umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k meliputi:
a. jalan;
b. air;
c. listrik;
d. jaringan komunikasi suara; dan
e. data.
Pasal 37
(1) Lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a harus berada dalam
lingkungan yang secara ekologis nyaman dan sehat untuk menunjang proses
pembelajaran.
(2) Lahan pada saat Perguruan Tinggi Farmasi didirikan wajib memiliki status :
a. Hak Pakai atas nama Pemerintah sebagaimana dibuktikan dengan Sertifikat
Hak Pakai bagi Perguruan Tinggi Negeri; atau
b. Hak Milik, Hak Guna Bangunan, atau Hak Pakai atas nama Badan
Penyelenggara sebagaimana dibuktikan dengan Sertifikat Hak Milik, Hak Guna
Bangunan, atau Hak Pakai bagi Perguruan Tinggi Swasta.
Pasal 38
(1) Pedoman mengenai kriteria prasarana pembelajaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf n ditetapkan oleh Direktur
Jenderal terkait sesuai dengan kewenangannya.
(2) Prasarana praktik kerja profesi sebagaimana dimaksud pada pasal 36 ayat (1) butir
(e) wajib disediakan oleh Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan Program
Pendidikan Apoteker.
(3) Prasarana praktik kerja profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. apotik;
b. rumah sakit;
c. puskesmas;
d. pedagang besar farmasi, dan
d. industri farmasi.
(4) Prasarana praktik kerja profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dipenuhi
oleh Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan Program Pendidikan Apoteker
dengan membuat perjanjian kerja sama antara Perguruan Tinggi dengan pemegang
hak atas prasarana yang akan digunakan sebagai wahana praktik kerja profesi
tersebut.
Pasal 39
(1) Bangunan Perguruan Tinggi Farmasi harus memiliki standar kualitas minimal kelas
A atau setara.
(2) Bangunan Perguruan Tinggi Farmasi harus memenuhi persyaratan keselamatan,
kesehatan, kenyamanan, dan keamanan, serta dilengkapi dengan instalasi listrik
yang berdaya memadai dan instalasi, baik limbah domestik maupun limbah khusus,
apabila diperlukan.
(3) Standar kualitas bangunan Perguruan Tinggi Farmasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) didasarkan pada Peraturan Menteri yang menangani urusan
pemerintahan di bidang pekerjaan umum.
Pasal 40
(1) Perguruan Tinggi Farmasi harus menyediakan sarana dan prasarana yang dapat
diakses oleh mahasiswa yang berkebutuhan khusus.
(2) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. pelabelan dalam tulisan Braille dan informasi dalam bentuk suara;
b. lerengan (ramp) untuk pengguna kursi roda;
c. jalur pemandu (guiding block) di jalan atau koridor di lingkungan kampus;
d. peta/denah kampus atau gedung dalam bentuk peta/denah timbul, dan
e. toilet atau kamar mandi untuk pengguna kursi roda.
(3) Pedoman mengenai sarana dan prasarana bagi mahasiswa yang berkebutuhan
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam pedoman rinci yang
dikeluarkan oleh Direktur Jenderal terkait dengan kewenangannya.
Bagian Kedelapan
Standar Pengelolaan Pembelajaran
Pasal 41
(1) Standar Pengelolaan Pembelajaran merupakan kriteria minimal tentang
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan dan evaluasi, serta
pelaporan kegiatan pembelajaran pada Program Studi Sarjana Farmasi dan
Program Studi Profesi Apoteker.
(2) Standar pengelolaan pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi Pembelajaran, Standar
Proses Pembelajaran, Standar Dosen dan Tenaga Kependidikan, serta Standar
Sarana dan Prasarana Pembelajaran.
Pasal 42
(1) Pelaksanaan standar pengelolaan dilakukan oleh Unit Pengelola Program Studi
Sarjana Farmasi dan Program Studi Profesi Apoteker dan Perguruan Tinggi
Farmasi.
(2) Unit Pengelola Program Studi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:
a. melakukan penyusunan kurikulum dan rencana pembelajaran dalam setiap
mata kuliah;
b. menyelenggarakan program pembelajaran sesuai Standar Isi, Standar Proses,
Standar Penilaian yang telah ditetapkan dalam rangka mencapai capaian
pembelajaran lulusan;
c. melakukan kegiatan sistemik yang menciptakan suasana akademik dan budaya
mutu yang baik;
d. melakukan kegiatan pemantauan dan evaluasi secara periodik dalam rangka
menjaga dan meningkatkan mutu proses pembelajaran; dan
e. melaporkan hasil program pembelajaran secara periodik sebagai sumber data
dan informasi dalam pengambilan keputusan perbaikan dan pengembangan
mutu pembelajaran;
(3) Perguruan Tinggi Farmasi dalam melaksanakan standar pengelolaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:
a. menyusun kebijakan, rencana strategis, dan operasional dan dengan
pembelajaran yang dapat diakses oleh sivitas akademika dan pemangku
kepentingan, serta dapat dijadikan pedoman bagi Program Studi Sarjana
Farmasi dan Program Studi Profesi Apoteker dalam melaksanakan program
pembelajaran;
b. menyelenggarakan pembelajaran Program Pendidikan Apoteker sesuai dengan
capaian pembelajaran lulusan;
c. menjaga dan meningkatkan mutu pengelolaan Sarjana Farmasi dan Program
Studi Profesi Apoteker dalam melaksanakan program pembelajaran secara
berkelanjutan dengan sasaran yang sesuai dengan visi dan misi Perguruan
Tinggi Farmasi;
d. melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kegiatan Program Studi Sarjana
Farmasi dan Program Studi Profesi Apoteker dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran;
e. memiliki panduan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pengawasan,
penjaminan mutu, dan pengembangan kegiatan pembelajaran dan dosen; dan
f. menyampaikan laporan kinerja Program Studi Sarjana Farmasi dan Program
Studi Profesi Apoteker dalam menyelenggarakan program pembelajaran paling
sedikit melalui Pangkalan Data Pendidikan Tinggi.
Bagian Kesembilan
Standar Pembiayaan Pembelajaran
Pasal 43
(1) Standar Pembiayaan Pembelajaran merupakan kriteria minimal tentang komponen
dan besaran biaya investasi dan biaya operasional yang disusun dalam rangka
pemenuhan capaian pembelajaran lulusan Program Pendidikan Apoteker
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 7.
(2) Biaya investasi Program Pendidikan Apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan bagian dari biaya Pendidikan Tinggi untuk pengadaan sarana dan
prasarana, pengembangan dosen, dan tenaga kependidikan.
(3) Biaya operasional Program Pendidikan Apoteker sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah bagian dari biaya Pendidikan Tinggi yang diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan pendidikan yang mencakup biaya dosen, biaya tenaga
kependidikan.
(4) Biaya bahan operasional pembelajaran, dan biaya operasional tidak langsung.
(5) Biaya operasional Program Pendidikan Apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan per mahasiswa per tahun yang disebut dengan standar satuan biaya
operasional Program Pendidikan Apoteker.
(6) Standar satuan biaya operasional Program Pendidikan Apoteker bagi Perguruan
Tinggi Negeri ditetapkan secara periodik oleh Menteri dengan mempertimbangkan:
a. jenis Program Studi;
b. tingkat akreditasi Perguruan Tinggi dan Program Studi; dan
c. indeks kemahalan wilayah.
(6) Standar satuan biaya operasional Program Pendidikan Apoteker sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) menjadi dasar bagi setiap Perguruan Tinggi untuk
menyusun Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPB) Perguruan Tinggi
tahunan dan menetapkan biaya yang ditanggung oleh mahasiswa.
Pasal 44
Perguruan Tinggi Farmasi wajib:
a. mempunyai sistem pencatatan biaya dan melaksanakan pencatatan biaya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sampai pada satuan Program
Studi;
b. melakukan analisis biaya operasional Program Pendidikan Apoteker sebagai
bagian dari penyusunan rencana kerja dan anggaran tahunan Perguruan Tinggi
yang bersangkutan; dan
c. melakukan evaluasi tingkat ketercapaian standar satuan biaya Program Pendidikan
Apoteker pada setiap akhir tahun anggaran.
Pasal 45
(1) Badan penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta atau Perguruan Tinggi
wajib mengupayakan pendanaan Program Pendidikan Apoteker dari berbagai
sumber di luar biaya pendidikan yang diperoleh dari mahasiswa.
(2) Komponen sumber pembiayaan lain di luar biaya pendidikan, antara lain:
a. hibah;
b. jasa layanan profesi apoteker;
c. dana lestari dari alumni dan filantropis; dan/atau
d. kerja sama kelembagaan pemerintah dan swasta.
(3) Perguruan Tinggi Farmas i wajib menyusun kebijakan, mekanisme, dan prosedur
dalam menggalang sumber dana lain secara akuntabel dan transparan dalam
rangka peningkatan kualitas pendidikan.
BAB III
STANDAR PENELITIAN
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup Standar Penelitian
Pasal 46
Ruang lingkup Standar Penelitian terdiri atas:
a. Standar Hasil Penelitian;
b. Standar Isi Penelitian;
c. Standar Proses Penelitian;
d. Standar Penilaian Penelitian;
e. Standar Peneliti;
f. Standar Sarana dan Prasarana Penelitian;
g. Standar Pengelolaan Penelitian; dan
h. Standar Pendanaan dan Pembiayaan Penelitian.
Bagian Kedua
Standar Hasil Penelitian
Pasal 47
(1) Standar Hasil Penelitian merupakan kriteria minimal tentang mutu hasil penelitian
kefarmasian.
(2) Hasil penelitian di Perguruan Tinggi Farmasi diarahkan dalam rangka
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kefarmasian, serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan daya saing bangsa.
(3) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan semua luaran
yang dihasilkan melalui kegiatan yang memenuhi kaidah dan metode ilmiah secara
sistematis sesuai otonomi keilmuan dan budaya akademik.
(4) Hasil penelitian mahasiswa, harus mememenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), capaian pembelajaran lulusan Program Pendidikan Apoteker, dan
ketentuan peraturan di Perguruan Tinggi Farmasi.
(5) Hasil penelitian yang tidak bersifat rahasia, tidak mengganggu dan/atau tidak
membahayakan kepentingan umum atau nasional wajib disebarluaskan dengan
cara diseminarkan, dipublikasikan, dipatenkan, dan/atau cara lain yang dapat
digunakan untuk menyampaikan hasil penelitian kepada masyarakat.
Bagian Ketiga
Standar Isi Penelitian
Pasal 48
(1) Standar Isi Penelitian merupakan kriteria minimal tentang kedalaman dan keluasan
materi penelitian kefarmasian.
(2) Kedalaman dan keluasan materi penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi materi pada penelitian dasar dan penelitian terapan di bidang farmasi.
(3) Materi pada penelitian dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
berorientasi pada luaran penelitian yang berupa penjelasan atau penemuan untuk
mengantisipasi suatu gejala, fenomena, kaidah, model, atau postulat baru di bidang
farmasi.
(4) Materi pada penelitian terapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
berorientasi pada luaran penelitian yang berupa inovasi serta pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kefarmasian yang bermanfaat bagi masyarakat, dunia
usaha, dan/atau industri.
(5) Materi pada penelitian dasar dan penelitian terapan mencakup materi kajian khusus
kefarmasian untuk kepentingan nasional.
(6) Materi pada penelitian dasar dan penelitian terapan harus memuat prinsip-prinsip
kemanfaatan, kemutahiran, dan mengantisipasi kebutuhan kefarmasian masa
mendatang.
Bagian Keempat
Standar Proses Penelitian
Pasal 49
(1) Standar proses penelitian merupakan kriteria minimal tentang kegiatan penelitian
kefarmasian yang terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan.
(2) Kegiatan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan
yang memenuhi kaidah dan metode ilmiah secara sistematis sesuai dengan otonomi
ilmu farmasi dan budaya akademik.
(3) Kegiatan penelitian di bidang farmasi harus mempertimbangkan standar mutu,
keselamatan kerja, kesehatan, kenyamanan, serta keamanan peneliti, masyarakat,
dan lingkungan.
(4) Kegiatan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Program Pendidikan Apoteker
dalam rangka melaksanakan tugas akhir atau skripsi pada Program Studi Sarjana
Farmasi, atau laporan praktik kerja pada Program Studi Profesi Apoteker harus
mememenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), capaian
pembelajaran lulusan Program Pendidikan Apoteker, dan ketentuan peraturan di
Perguruan Tinggi Farmasi.
(5) Kegiatan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Program Pendidikan Apoteker
dinyatakan dalam besaran Satuan Kredit Semester sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 ayat (4).
Bagian Kelima
Standar Penilaian Penelitian
Pasal 50
(1) Standar penilaian penelitian merupakan kriteria minimal penilaian terhadap proses
dan hasil penelitian kefarmasian.
(2) Penilaian proses dan hasil penelitian di bidang farmasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan secara terintegrasi dengan prinsip penilaian paling sedikit
memenuhi unsur:
a. edukatif, yang merupakan penilaian untuk memotivasi peneliti agar
terus meningkatkan mutu penelitiannya;
b. objektif, yang merupakan penilaian berdasarkan kriteria yang bebas dari
pengaruh subjektivitas;
c. akuntabel, yang merupakan penilaian penelitian yang dilaksanakan dengan
kriteria dan prosedur yang jelas dan dipahami oleh peneliti; dan
d. transparan, yang merupakan penilaian yang prosedur dan hasil penilaiannya
dapat diakses oleh semua pemangku kepentingan.
(3) Penilaian proses dan hasil penelitian di bidang farmasi harus memenuhi prinsip
penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan memperhatikan kesesuaian
dengan standar hasil, standar isi, dan standar proses penelitian.
(4) Penilaian penelitian di bidang farmasi dapat dilakukan dengan menggunakan
metode dan instrumen yang relevan, akuntabel, dan dapat mewakili ukuran
ketercapaian kinerja proses dan pencapaian kinerja hasil penelitian.
(5) Penilaian penelitian yang dilaksanakan oleh mahasiswa Program Pendidikan
Apoteker dalam rangka penyusunan skripsi atau laporan praktek kerja diatur
berdasarkan ketentuan peraturan di Perguruan Tinggi Farmasi.
Bagian Keenam
Standar Peneliti
Pasal 51
(1) Standar Peneliti merupakan kriteria minimal kemampuan peneliti untuk
melaksanakan penelitian kefarmasian.
(2) Peneliti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki kemampuan tingkat
penguasaan metodologi penelitian yang sesuai dengan bidang ilmu kefarmasian,
objek penelitian, serta tingkat kerumitan dan tingkat kedalaman penelitian.
(3) Kemampuan peneliti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan:
a. kualifikasi akademik; dan
b. hasil penelitian.
(4) Kemampuan peneliti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menentukan
kewenangan melaksanakan penelitian.
(5) Pedoman mengenai kewenangan melaksanakan penelitian ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan.
Bagian Ketujuh
Standar Sarana dan Prasarana Penelitian
Pasal 52
(1) Standar Sarana dan Prasarana Penelitian merupakan kriteria minimal sarana dan
prasarana yang diperlukan untuk menunjang kebutuhan isi dan proses penelitian
dalam rangka memenuhi hasil penelitian kefarmasian.
(2) Sarana dan prasarana penelitian sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
merupakan fasilitas Perguruan Tinggi Farmasi dan pemangku kepentingan yang
digunakan untuk:
a. memfasilitasi penelitian yang terkait ilmu farmasi;
b. proses pembelajaran; dan
c. kegiatan kegiatan pengabdian kepada masyarakat.
(3) Sarana dan prasarana penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
memenuhi standar mutu, keselamatan kerja, kesehatan, kenyamanan, dan
keamanan peneliti, masyarakat, dan lingkungan.
Bagian Kedelapan
Standar Pengelolaan Penelitian
Pasal 53
(1) Standar Pengelolaan Penelitian merupakan kriteria minimal tentang perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian, pemantauan dan evaluasi, serta pelaporan kegiatan
penelitian kefarmasian.
(2) Pengelolaan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh unit
kerja dalam bentuk kelembagaan yang bertugas untuk mengelola penelitian.
(3) Kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah lembaga penelitian,
lembaga penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, atau bentuk lainnya yang
sejenis sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan Perguruan Tinggi.
Pasal 54
(1) Kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) wajib:
a. menyusun dan mengembangkan rencana program penelitian sesuai dengan
rencana strategis penelitian Perguruan Tinggi;
b. menyusun dan mengembangkan peraturan, panduan, dan sistem penjaminan
mutu internal penelitian;
c. memfasilitasi pelaksanaan penelitian;
d. melaksanakan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan penelitian;
e. melakukan diseminasi hasil penelitian;
f. memfasilitasi peningkatan kemampuan peneliti untuk melaksanakan
penelitian, penulisan artikel ilmiah, dan perolehan Kekayaan Intelektual (KI);
dan
g. memberikan penghargaan kepada peneliti yang berprestasi.
(2) Perguruan Tinggi wajib:
a. memiliki rencana strategis penelitian yang merupakan bagian dari rencana
strategis Perguruan Tinggi;
b. menyusun kriteria dan prosedur penilaian penelitian paling sedikit menyangkut
aspek peningkatan jumlah publikasi ilmiah, penemuan baru di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan jumlah dan mutu bahan ajar;
c. menjaga dan meningkatkan mutu pengelolaan lembaga atau fungsi penelitian
dalam menjalankan program penelitian secara berkelanjutan;
d. melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap lembaga atau fungsi penelitian
dalam melaksanakan program penelitian;
e. memiliki panduan tentang kriteria peneliti dengan mengacu pada standar hasil,
standar isi, dan standar proses penelitian;
f. mendayagunakan sarana dan prasarana penelitian pada lembaga lain melalui
program kerja sama penelitian;
g. melakukan analisis kebutuhan yang menyangkut jumlah, jenis, dan spesifikasi
sarana dan prasarana penelitian; dan
h. menyampaikan laporan kinerja lembaga atau fungsi penelitian
dalam menyelenggarakan program penelitian paling sedikit melalui Pangkalan
Data Pendidikan Tinggi.
Bagian Kesembilan
Standar Pendanaan dan Pembiayaan Penelitian
Pasal 55
(1) Standar Pendanaan dan Pembiayaan Penelitian merupakan kriteria minimal sumber
dan mekanisme pendanaan dan pembiayaan penelitian kefarmasian.
(2) Perguruan Tinggi wajib menyediakan dana penelitian internal.
(3) Selain dari anggaran penelitian internal Perguruan Tinggi, pendanaan penelitian
dapat bersumber dari pemerintah, kerja sama dengan lembaga lain di dalam
maupun di luar negeri, atau dana dari masyarakat.
(4) Pendanaan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk
membiayai:
a. perencanaan penelitian;
b. pelaksanaan penelitian;
c. pengendalian penelitian;
d. pemantauan dan evaluasi penelitian;
e. pelaporan hasil penelitian; dan
f. diseminasi hasil penelitian.
(5) Mekanisme pendanaan dan pembiayaan penelitian diatur oleh pemimpin
Perguruan Tinggi.
Pasal 56
(1) Perguruan Tinggi wajib menyediakan dana pengelolaan penelitian.
(2) Dana pengelolaan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan
untuk membiayai:
a. manajemen penelitian yang terdiri atas seleksi proposal, pemantauan dan
evaluasi, pelaporan penelitian, dan diseminasi hasil penelitian;
b. peningkatan kapasitas peneliti; dan
c. insentif publikasi ilmiah atau insentif kekayaan intelektual (KI).
BAB IV
STANDAR PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup Standar Pengabdian kepada Masyarakat
Pasal 57
Ruang lingkup Standar Pengabdian kepada Masyarakat terdiri atas:
a. Standar Hasil Pengabdian kepada Masyarakat;
b. Standar Isi Pengabdian kepada Masyarakat;
c. Standar Proses Pengabdian kepada Masyarakat;
d. Standar Penilaian Pengabdian kepada Masyarakat;
e. Standar Pelaksana Pengabdian kepada Masyarakat;
f. Standar Sarana dan Prasarana Pengabdian kepada Masyarakat;
g. Standar Pengelolaan Pengabdian kepada Masyarakat; dan
h. Standar Pendanaan dan Pembiayaan Pengabdian kepada Masyarakat.
Bagian Kedua
Standar Hasil Pengabdian kepada Masyarakat
Pasal 58
(1) Standar Hasil Pengabdian kepada Masyarakat merupakan kriteria minimal hasil
pengabdian kepada masyarakat dalam menerapkan, mengamalkan, dan
membudayakan ilmu pengetahuan dan teknologi kefarmasian guna memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
(2) Hasil pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. penyelesaian masalah kefarmasian yang dihadapi masyarakat dengan
memanfaatkan keahlian sivitas akademika;
b. pemanfaatan teknologi tepat guna;
c. bahan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknolog kefarmasian; atau
d. bahan ajar atau modul pelatihan untuk pengayaan sumber belajar.
Bagian Ketiga
Standar Isi Pengabdian Kepada Masyarakat
Pasal 59
(1) Standar Isi Pengabdian kepada Masyarakat merupakan kriteria minimal tentang
kedalaman dan keluasan materi pengabdian kepada masyarakat.
(2) Kedalaman dan keluasan materi pengabdian kepada masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada Standar Hasil Pengabdian
kepada Masyarakat.
(3) Kedalaman dan keluasan materi pengabdian kepada masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari hasil penelitian atau
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kefarmasian yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.
(4) Hasil penelitian atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
a. hasil penelitian kefarmasian yang dapat diterapkan langsung dan dibutuhkan
oleh masyarakat pengguna;
b. pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kefarmasian dalam rangka
memberdayakan masyarakat;
c. teknologi tepat guna terkait kefarmasian yang dapat dimanfaatkan dalam rangka
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat;
d. model pemecahan masalah, rekayasa sosial, dan/atau rekomendasi kebijakan
kefarmasian yang dapat diterapkan langsung oleh masyarakat, dunia usaha,
industri, dan/atau Pemerintah; atau
e. Kekayaan Intelektual (KI) kefarmasian yang dapat diterapkan langsung oleh
masyarakat, dunia usaha, dan/atau industri.
Bagian Keempat
Standar Proses Pengabdian kepada Masyarakat
Pasal 60
(1) Standar Proses Pengabdian kepada Masyarakat merupakan kriteria minimal
tentang kegiatan pengabdian kepada masyarakat, yang terdiri atas perencanaan,
pelaksanaan, dan pelaporan kegiatan.
(2) Kegiatan pengabdian kepada masyarakat dapat berupa:
a. pelayanan kefarmasian kepada masyarakat;
b. penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi kefarmasian;
c. peningkatan kapasitas masyarakat; atau
d. pemberdayaan masyarakat.
(3) Kegiatan pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
wajib mempertimbangkan standar mutu, menjamin keselamatan kerja, kesehatan,
kenyamanan, serta keamanan pelaksana, masyarakat, dan lingkungan.
(4) Kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan oleh mahasiswa Program
Pendidikan Apoteker sebagai salah satu dari bentuk pembelajaran harus diarahkan
untuk memenuhi capaian pembelajaran lulusan dan ketentuan peraturan di
Perguruan Tinggi.
(5) Kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan oleh mahasiswa Program
Pendidikan Apoteker dinyatakan dalam besaran Satuan Kredit Semester
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4)
(6) Kegiatan pengabdian kepada masyarakat harus diselenggarakan secara terarah,
terukur, dan terprogram.
Bagian Kelima
Standar Penilaian Pengabdian kepada Masyarakat
Pasal 61
(1) Standar Penilaian Pengabdian kepada Masyarakat merupakan kriteria minimal
tentang penilaian terhadap proses dan hasil pengabdian kepada masyarakat.
(2) Penilaian proses dan hasil pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan secara terintegrasi paling sedikit memenuhi unsur:
a. edukatif, yang merupakan penilaian untuk memotivasi pelaksana agar
terus meningkatkan mutu pengabdian kepada masyarakat;
b. objektif, yang merupakan penilaian berdasarkan kriteria penilaian dan bebas
dari pengaruh subjektivitas;
c. akuntabel, yang merupakan penilaian yang dilaksanakan dengan kriteria dan
prosedur yang jelas dan dipahami oleh pelaksana pengabdian kepada
masyarakat; dan
d. transparan, yang merupakan penilaian yang prosedur dan hasil penilaiannya
dapat diakses oleh semua pemangku kepentingan.
(3) Penilaian proses dan hasil pengabdian kepada masyarakat harus memenuhi
prinsip penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan memperhatikan
kesesuaian dengan standar hasil, standar isi, dan standar proses pengabdian
kepada masyarakat.
(4) Kriteria minimal penilaian hasil pengabdian kepada masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. tingkat kepuasan masyarakat;
b. terjadinya perubahan sikap, pengetahuan, dan keterampilan pada masyarakat
sesuai dengan sasaran program;
c. dapat dimanfaatkannya ilmu pengetahuan dan teknologi kefarmas ian di
masyarakat secara berkelanjutan;
d. terciptanya pengayaan sumber belajar dan/atau pembelajaran serta
pematangan sivitas akademika sebagai hasil pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi kefarmasian; atau
e. teratasinya masalah sosial dan rekomendasi kebijakan kefarmasian yang dapat
dimanfaatkan oleh pemangku kepentingan.
(5) Penilaian pengabdian kepada masyarakat dapat dilakukan dengan menggunakan
metode dan instrumen yang relevan, akuntabel, dan dapat mewakili ukuran
ketercapaian kinerja proses serta pencapaian kinerja hasil pengabdian kepada
masyarakat.
Bagian Keenam
Standar Pelaksana Pengabdian kepada Masyarakat
Pasal 62
(1) Standar Pelaksana Pengabdian kepada Masyarakat merupakan kriteria minimal
kemampuan pelaksana untuk melaksanakan pengabdian kepada masyarakat.
(2) Pelaksana pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib memiliki penguasaan metodologi penerapan ilmu farmasi, jenis kegiatan, serta
tingkat kerumitan dan kedalaman sasaran kegiatan.
(3) Kemampuan pelaksana pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditentukan berdasarkan:
a. kualifikasi akademik; dan
b. hasil pengabdian kepada masyarakat.
(4) Kemampuan pelaksana pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) menentukan kewenangan melaksanakan pengabdian kepada
masyarakat.
(5) Pedoman mengenai kewenangan melaksanakan pengabdian kepada masyarakat
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan.
Bagian Ketujuh
Standar Sarana dan Prasarana Pengabdian kepada Masyarakat
Pasal 63
(1) Standar Sarana dan Prasarana Pengabdian kepada Masyarakat merupakan kriteria
minimal tentang sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang proses
pengabdian kepada masyarakat dalam rangka memenuhi hasil pengabdian
kepada masyarakat.
(2) Sarana dan prasarana pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan fasilitas Perguruan Tinggi Farmasi dan pemangku
kepentingan yang digunakan untuk:
a. memfasilitasi pengabdian kepada masyarakat paling sedikit yang terkait dengan
penerapan ilmu farmasi yang dikelola Perguruan Tinggi Farmasi dan area
sasaran kegiatan;
b. proses pembelajaran; dan
c. kegiatan penelitian.
(3) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi
standar mutu, keselamatan kerja, kesehatan, kenyamanan, dan keamanan.
Bagian Kedelapan
Standar Pengelolaan Pengabdian kepada Masyarakat
Pasal 64
(1) Standar Pengelolaan Pengabdian kepada Masyarakat merupakan kriteria minimal
tentang perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan dan evaluasi, serta
pelaporan kegiatan pengabdian kepada masyarakat.
(2) Pengelolaan pengabdian kepada masyarkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh unit kerja dalam bentuk kelembagaan yang bertugas untuk
mengelola pengabdian kepada masyarakat.
(3) Kelembagaan pengelola pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) adalah lembaga pengabdian kepada masyarakat, lembaga penelitian
dan pengabdian kepada masyarakat, atau bentuk lain yang sejenis sesuai dengan
kebutuhan dan ketentuan Perguruan Tinggi.
Pasal 65
(1) Kelembagaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 64 ayat (2) wajib:
a. menyusun dan mengembangkan rencana program pengabdian kepada
masyarakat sesuai dengan rencana strategis pengabdian kepada masyarakat
Perguruan Tinggi;
b. menyusun dan mengembangkan peraturan, panduan, dan sistem penjaminan
mutu internal kegiatan pengabdian kepada masyarakat;
c. memfasilitasi pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat;
d. melaksanakan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pengabdian
kepada masyarakat;
e. melakukan diseminasi hasil pengabdian kepada masyarakat;
f. memfasilitasi kegiatan peningkatan kemampuan pelaksana pengabdian
kepada masyarakat;
g. memberikan penghargaan kepada pelaksana pengabdian kepada masyarakat
yang berprestasi;
h. mendayagunakan sarana dan prasarana pengabdian kepada masyarakat
pada lembaga lain melalui kerja sama;
i. melakukan analisis kebutuhan yang menyangkut jumlah, jenis, dan spesifikasi
sarana dan prasarana pengabdian kepada masyarakat; dan
j. menyusun laporan kegiatan pengabdian pada masyarakat yang dikelolanya.
(2) Perguruan Tinggi Farmasi wajib:
a. memiliki rencana strategis pengabdian kepada masyarakat yang merupakan
bagian dari rencana strategis Perguruan Tinggi;
b. menyusun kriteria dan prosedur penilaian pengabdian kepada masyarakat
paling sedikit menyangkut aspek hasil pengabdian kepada masyarakat dalam
menerapkan, mengamalkan, dan membudayakan ilmu pengetahuan dan
teknologi kefarmasian guna memajukan kesejahteraan umum serta
mencerdaskan kehidupan bangsa;
c. menjaga dan meningkatkan mutu pengelolaan lembaga atau fungsi pengabdian
kepada masyarakat dalam menjalankan program pengabdian kepada
masyarakat secara berkelanjutan;
d. melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap lembaga atau fungsi
pengabdian kepada masyarakat dalam melaksanakan program pengabdian
kepada masyarakat;
e. memiliki panduan tentang kriteria pelaksana pengabdian kepada masyarakat
dengan mengacu pada Standar Hasil, Standar Isi, dan Standar Proses
Pengabdian kepada Masyarakat;
f. mendayagunakan sarana dan prasarana pada lembaga lain melalui kerja sama
pengabdian kepada masyarakat;
g. melakukan analisis kebutuhan yang menyangkut jumlah, jenis, dan spesifikasi
sarana dan prasarana pengabdian kepada masyarakat; dan
h. menyampaikan laporan kinerja lembaga atau fungsi pengabdian kepada
masyarakat dalam menyelenggarakan program pengabdian kepada
masyarakat paling sedikit melalui Pangkalan Data Pendidikan Tinggi.
Bagian Kesembilan
Standar Pendanaan dan Pembiayaan Pengabdian kepada Masyarakat
Pasal 66
(1) Standar Pendanaan dan Pembiayaan Pengabdian kepada masyarakat merupakan
kriteria minimal sumber dan mekanisme pendanaan dan pembiayaan pengabdian
kepada masyarakat.
(2) Perguruan Tinggi wajib menyediakan dana internal untuk pengabdian kepada
masyarakat.
(3) Selain dari dana internal Perguruan Tinggi, pendanaan pengabdian kepada
masyarakat dapat bersumber dari pemerintah, kerja sama dengan lembaga lain di
dalam maupun di luar negeri, atau dana dari masyarakat.
(4) Pendanaan pengabdian kepada masyarakat bagi dosen atau instruktur
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk membiayai:
a. perencanaan pengabdian kepada masyarakat;
b. pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat;
c. pengendalian pengabdian kepada masyarakat;
d. pemantauan dan evaluasi pengabdian kepada masyarakat;
e. pelaporan pengabdian kepada masyarakat; dan
f. diseminasi hasil pengabdian kepada masyarakat.
(5) Mekanisme pendanaan dan pembiayaan pengabdian kepada masyarakat diatur
oleh pemimpin Perguruan Tinggi.
Pasal 67
(1) Perguruan Tinggi wajib menyediakan dana pengelolaan pengabdian kepada
masyarakat.
(2) Dana pengelolaan pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) digunakan untuk membiayai:
a. manajemen pengabdian kepada masyarakat yang terdiri atas seleksi
proposal, pemantauan dan evaluasi, pelaporan, dan diseminasi hasil
pengabdian kepada masyarakat; dan
b. peningkatan kapasitas pelaksana.
BAB V
KETENTUAN LAIN
Pasal 68
(1) Pendirian Program Studi Profesi Apoteker harus bersamaan dengan pendirian
Program Studi Sarjana Farmasi, divisitasi dan harus mendapat rekomendasi dari
Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia (APTFI) dan /atau unsur atau
lembaga pendidikan lain.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 69
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini:
a. lahan dan bangunan Perguruan Tinggi yang digunakan melalui perjanjian sewa
menyewa wajib menyesuaikan dengan ketentuan Pasal 36 dan Pasal 38 paling lama
10 (sepuluh) tahun;
b. pengelolaan dan penyelenggaraan Perguruan Tinggi Farmasi wajib menyesuaikan
dengan ketentuan Peraturan Menteri ini paling lambat 2 (dua) tahun; dan.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 70
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, maka semua peraturan tentang Standar
Pendidikan Apoteker di Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 71
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Aagar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal .....................
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA,
TTD.
........................................
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal ...................
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
TTD.
..........................................
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ...... NOMOR .......
Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Biro Hukum Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan …………………………………. NIP
SALINAN LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN NOMOR ...... TAHUN 2020
TENTANG STANDAR PENDIDIKAN APOTEKER
INDONESIA
A. RUMUSAN SIKAP
Lulusan Program Studi Sarjana Farmasi dan Program Studi Profesi Apoteker harus
memiliki sikap sebagai berikut:
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap
religius.
2. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas berdasarkan
agama, moral dan etika.
3. Berkontribusi dalam peningkatan mutu kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, bernegara dan kemajuan peradaban berdasarkan Pancasila.
4. Berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air,
memiliki nasionalisme serta rasa tanggungjawab pada negara dan bangsa.
5. Menghargai keanekaragaman budaya, pandangan, agama dan kepercayaaan
serta pendapat atau temuan orisinal orang lain.
6. Bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial serta kepedulian terhadap
masyarakat dan lingkungan.
7. Taat hukum dan disiplin dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
8. Menginternalisasi nilai, norma, dan etika akademik.
9. Menunjukkan sikap bertanggungjawab atas pekerjaan di bidang keahliannya
secara mandiri; dan
10. Menginternalisasi semangat kemandirian, kejuangan, dan kewirausahaan.
B . RUMUSAN KETERAMPILAN UMUM
Lulusan Program Studi Sarjana Farmasi dan Program Studi Profesi Apoteker harus
memiliki keterampilan umum sebagai berikut:
No. PS Sarjana Farmasi PS Profesi Apoteker
1. Mampu menerapkan pemikiran logis, kritis, sistematis, dan inovatif dalam konteks pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan dan teknologi
Mampu mengkomunikasikan pemikiran/argumen atau karya inovasi yang bermanfaat bagi pengembangan profesi dan kewirausahaan, yang dapat
yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora yang sesuai dengan bidang keahliannya
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan etika profesi, kepada masyarakat terutama masyarakat profesinya.
2. Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu dan terukur.
Mampu bekerja di bidang keahlian pokok untuk jenis pekerjaan yang spesifik dan memiliki kompetensi kerja yang minimal setara dengan standar profesi kerja profesinya;
3. Mampu bertanggungjawab atas pekerjaan di bidang profesinya sesuai dengan kode etik profesinya.
4. Mampu mengkaji implikasi pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora yang sesuai dengan keahliannya berdasarkan kaidah, tata cara dan etika ilmiah dalam rangka menghasilkan solusi, gagasan, desain atau kritik seni, menyusun deskripsi hasil kajiannya dalam bentuk bentuk skripsi atau laporan tugas akhir, dan mengunggahnya dalam laman Perguruan Tinggi
5. Mampu menyusun deskripsi saintifik hasil kajian tersebut di atas dalam bentuk skripsi atau laporan tugas akhir, dan mengunggahnya dalam laman Perguruan Tinggi
6. Mampu mengambil keputusan secara tepat dalam konteks penyelesaian masalah di bidang keahliannya, berdasarkan hasil analisis informasi dan data
Mampu membuat keputusan yang independen dalam menjalankan pekerjaan profesinya berdasarkan pemikiran logis, kritis, sistematis, dan kreatif.
7. Mampu memelihara dan mengembangkan jaringan kerja dengan pembimbing, kolega dan sejawat, baik di dalam maupun di luar lembaganya
Mampu bekerjasama dengan profesi lain yang sebidang dalam menyelesaikan masalah pekerjaan bidang profesinya.
8. Mampu mengembangkan dan memeliharan jaringan kerja dengan masyarakat profesinya dan kliennya.
9. Mampu bertanggungjawab atas pencapaian hasil kerja kelompok dan melakukan supervisi dan evaluasi terhadap penyelesaian
Mampu memimpin suatu tim kerja untuk memecahkan masalah pada bidang profesinya.
pekerjaan yang ditugaskan kepada pekerja yang berada di bawah tanggungjawabnya
10. Mampu melakukan proses evaluasi diri terhadap kelompok kerja yang berada di bawah tanggung jawabnya, dan mampu mengelola pembelajaran secara mandiri; dan
Mampu melakukan evaluasi secara kritis terhadap hasil kerja dan keputusan yang dibuat dalam melaksanakan pekerjaannya oleh dirinya sendiri dan oleh sejawat.
11. Mampu meningkatkan kapasitas pembelajaran secara mandiri.
12. Mampu meningkatkan keahlian keprofesiannya pada bidang khusus melalui pelatihan dan pengalaman kerja
13. Mampu meningkatkan mutu sumber daya untuk pengembangan program strategis organisasi
14. Mampu berkontribusi dalam evaluasi atau pengembangan kebijakan nasional dalam rangka peningkatan mutu pendidikan profesi atau pengembangan kebijakan nasional pada bidang profesinya.
15. Mampu mendokumentasikan, menyimpan, mengamankan, dan menemukan kembali data untuk menjamin kesahihan dan mencegah plagiasi.
Mampu mendokumentasikan, menyimpan, mengaudit, mengamankan, dan menemukan kembali data dan informasi untuk keperluan pengambangan hasil kerja profesinya.
C. RUMUSAN KETERAMPILAN KHUSUS
Lulusan Program Studi Sarjana Farmasi dan Program Studi Profesi Apoteker harus
memiliki keterampilan khusus sebagai berikut:
No. PS Sarjana Farmasi PS Profesi Apoteker
1. Mampu mengidentifikasi kebutuhan dan merancang upaya preventif dan promotif kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Health promotion)
Mampu melakukan upaya preventif dan promotif untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Health promotion)
2. Mampu menelusuri dan menyediakan informasi terkait sediaan farmasi dan alat kesehatan secara tepat, akurat dan sesuai dengan kebutuhan
Mampu memberikan pelayanan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan secara tepat, akurat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat (Medicines information and advice)
masyarakat (Medicines information and advice)
3. Mampu memahami prinsip penilaian dan pemilihan obat dan sediaan farmasi lainnya secara rasional berdasarkan pedoman, pertimbangan ilmiah dan berbasis bukti (Assesment of medicines)
Mampu melakukan penilaian dan pemilihan obat dan sediaan farmasi lainnya secara rasional berdasarkan pedoman, pertimbangan ilmiah, dan berbasis bukti (Assesment of medicines)
4. Mampu memahami prinsip penyiapan (compounding) sediaan farmasi sesuai pedoman (Compounding medicines)
Mampu melakukan penyiapan (compounding) sediaan farmasi sesuai pedoman (Compounding medicines)
5. Mampu memahami prinsip penyerahan (dispensing) sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai pedoman (Dispensing)
Mampu melakukan penyerahan (dispensing) sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai pedoman (Dispensing)
6. Mampu menyiapkan informasi terkait sediaan farmasi dan alat kesehatan kepada pasien (Medicines)
Mampu memberikan informasi terkait sediaan farmasi dan alat kesehatan kepada pasien (Medicines)
7. Mampu memahami prinsip pemantauan terapi obat dan sediaan farmasi lainnya untuk memastikan keamanan penggunaannya (Monitor medicines)
Mampu melakukan pemantauan terapi obat dan sediaan farmasi lainnya untuk memastikan keamanan penggunaannya (Monitor medicines)
8. Mampu memahami tahap-tahap konsultasi dan konseling sediaan farmasi sesuai kebutuhan dan pemahaman pasien (Patient consultation and diagnosis)
Mampu melakukan konsultasi dan konseling sediaan farmasi sesuai kebutuhan dan pemahaman pasien (Patient consultation and diagnosis)
9. Mampu memahami prinsip manajemen keuangan (Budget and reimbursement)
Mampu mengelola manajemen keuangan (Budget and reimbursement)
10. Mampu memahami prinsip manajemen sumber daya manusia (SDM) (HR Management)
Mampu mengelola manajemen sumber daya manusia (SDM) (HR Management)
11. Mampu melakukan upaya peningkatan pelayanan kefarmasian (Improvement service)
12. Mampu memahami prinsip perencanaan, pengadaan dan penerimaan bahan baku, sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai ketentuan secara efektif dan efisien (Procurement)
Mampu mengelola perencanaan, pengadaan dan penerimaan bahan baku, sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai ketentuan secara efektif dan efisien (Procurement)
13. Mampu memahami prinsip penyimpanan, penyaluran (distribusi), penarikan dan pemusnahan bahan baku, sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai
Mampu mengelola penyimpanan, penyaluran (distribusi), penarikan dan pemusnahan bahan baku, sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai ketentuan
ketentuan secara efektif dan efisien (Supply chain and management)
secara efektif dan efisien (Supply chain and management)
14. Mampu memahami prinsip pengelolaan tempat kerja (Workplace management)
Mampu mengelola tempat kerja (Workplace manajemen)
15. Mampu memahami teknik komunikasi efektif secara verbal dan non verbal untuk membangun hubungan interpersonal dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya (Communication skills)
Memiliki ketrampilan komunikasi efektif secara verbal maupun non verbal untuk membangun hubungan interpersonal dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya (Communication skills)
16. Mampu mawas diri dan melakukan upaya pengembangan diri secara berkelanjutan (CPD) untuk meningkatkan mutu praktik kefarmasian
17. Mampu memahami prinsip praktik kefarmasian secara profesional, legal dan etik untuk menjamin keamanan individu, komunitas dan masyarakat (Professional, ethical and legal practice)
Mampu melakukan praktik kefarmasian secara profesional, legal dan etik untuk menjamin keamanan individu, komunitas dan masyarakat (Professional, ethical and legal practice)
18. Mampu memahami prinsip penjaminan mutu dan riset di tempat kerja (QA and research in the workplace)
Mampu melakukan penjaminan mutu dan riset di tempat kerja (QA and research in the workplace)
19. Mampu memahami prinsip manajemen diri (Self-management)
Memiliki ketrampilan manajemen diri (Self-management)
D. RUMUSAN PENGETAHUAN
Lulusan Program Studi Sarjana Farmasi dan Program Studi Profesi Apoteker harus
memiliki pengetahuan sebagai berikut:
No. PS Sarjana Farmasi PS Profesi Apoteker
1. Mampu memahami konsep teoritis ilmu dasar biomedik (basic biomedical sciences), ilmu kefarmasian (pharmaceutical sciences), farmasi sosial/perilaku/ administrasi (social, behavioral/administrative pharmacy sciences) dan farmasi klinik (clinical sciences) secara mendalam
Mampu mengaplikasikan ilmu kefarmasian (pharmaceutical sciences), farmasi sosial/perilaku/administrasi (social/behavioral/administrative pharmacy sciences) dan farmasi klinik (clinical sciences) dalam praktik kefarmasian
Format Sertifikat Profesi Apoteker
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal .....................
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA,
TTD.
........................................
Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Biro Hukum Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan …………………………………. NIP
Lampiran Format Sertifikat Profesi Apoteker
UNIVERSITAS AAAAAAAAAAA SERTIFIKAT PROFESI
Certificate of Profession
Nomor :
Number
Diberikan Kepada
This is to certify that
...............................
Nomor Induk Mahasiswa
Student ID Number
..................................
Tempat, Tanggal Lahir
Place, Date of Birth
...................................
Kewarganegaraan
Nationality
...................................
telah memenuhi semua syarat penyelesaian program profesi apoteker,
has fulfilled all requirements for completing pharmacist profession program,
dan lulus Uji Kompetensi Apoteker Indonesia.
and has passed the National Competence Examination for Indonesian Pharmacist.
Kepadanya diberikan sebutan profesi
He/She is designated as
APOTEKER
PHARMACIST
yang berlaku seumur hidup, sesuai hak dan kewajiban yang melekat pada sebutan profesi tersebut.
valid for life, and admitted to have right for professional practice according to the rights and obligations of those designated profession.
Dekan Fakultas Farmasi
Dean of Faculty of Pharmacy
Prof. Dr. xxxxxxxx
Diterbitkan di Bandung, ......................
Issued in Bandung, 31 December 2019
Rektor
Rector
Prof. Dr. yyyyyyy
FOTO (dilengkapi tanda tangan maha-
siswa)
Lampiran Standar Minimal Laboratorium
STANDAR MINIMAL LABORATORIUM PENDIDIKAN SARJANA
FARMASI DAN APOTEKER
1. LABORATORIUM BIDANG KEILMUAN FARMASETIKA/TEKNOLOGI FARMASI
NO KOMPETENSI PERALATAN YANG
DIBUTUHKAN
KETERANGAN
1 Kemampuan dasar
praformulasi sediaan
(Farmasi Fisik)
Ayakan bertingkat untuk
penentuan ukuran granul/partikel
1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
Mikroskop untuk penentuan
ukuran partikel
1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
Uji titik lebur 1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
2. Kemampuan membuat
sediaan farmasi dalam
bentuk padat/solida
Timbangan gram
1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
Alat uji sifat alir serbuk/granul
1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
Alat uji serbuk ruahan dan
serbuk mampat
1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
Lemari pengering
1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
Alat uji kadar air granul
1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
Alat pembuat granul (termasuk
ayakan)
1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
Alat pencampur
1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
Mesin cetak tablet (bukan
manual)
1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
Alat uji waktu hancur
1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
Alat uji disolusi 1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
3. Kemampuan membuat
sediaan farmasi dalam
bentuk semipadat dan
cairan
Timbangan gram
1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
Alat pencampur dan homogenizer
1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
Penangas air 1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
Alat uji kekentalan/viskosimeter 1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
Alat uji pH (pH meter) 1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok.
Uji bobot jenis (piknometer) 1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok.
Alat untuk pengukuran tegangan
permukaan
1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
4 Kemampuan membuat
sediaan farmasi steril
Filter membrane G3 dan G5
1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
Otoklaf
1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
Alat penutup dan pemotong
ampul
1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
Alat penutup vial
1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
Laminar air flow
1 alat untuk maksimal 30
mahasiswa tiap praktikum.
Alat pengukur pH
1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
Alat uji kejernihan
1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
Uji sterilitas sediaan (dapat
digabung dengan fasilitas di
laboratorium mikrobiologi)
1 alat untuk maksimal 30
mahasiswa praktikum tiap
praktikum.
5. Kemampuan
menetapkan kadar
obat dalam sediaan
farmasi (dapat
digabung dengan
fasilitas laboratorium
kimia farmasi)
Spektrofotometer UV-Vis
1 alat untuk maksimal 15
mahasiswa praktikum tiap
praktikum.
Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi
1 alat untuk maksimal 30
mahasiswa praktikum tiap
praktikum.
2. LABORATORIUM BIDANG KEILMUAN BIOLOGI FARMASI
NO KOMPETENSI PERALATAN YANG
DIBUTUHKAN
KETERANGAN
1.
Kemampuan menentukan
bahan/bagian tanaman
/bahan alam dan
menyiapkannya sesuai
ketentuan Good
Agricultural and Collecting
Practices (GACP)
Pustaka standar:
Buku Farmakope Herbal
Indonesia dan Materia Medika
Indonesia
1 set MMI edisi yang lengkap
untuk seluruh mahasiswa
1 set FHI edisi yang lengkap
dan terbaru (saat ini edisi thn
2017) untuk seluruh
mahasiswa
Alat pemotong bahan tanaman
obat
1 alat untuk maksimal 30
mahasiswa praktikum tiap
praktikum.
Alat pengering bahan tanaman
obat
1 alat untuk maksimal 30
mahasiswa praktikum tiap
praktikum.
Alat penyerbuk bahan
tanaman obat
1 alat untuk maksimal 30
mahasiswa praktikum tiap
praktikum.
2. Kemampuan mengenal sifat
makroskopik dan
mikroskopik tanaman obat
Mikroskop
1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok.
3.
Kemampuan melakukan
ekstraksi senyawa aktif
dalam tanaman obat
Ekstraktor
1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
Rotary Evaporator
1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
Penangas air
1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
Lampu UV 254 dan 365
1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
Lemari asam 1 alat untuk maksimal 30
mahasiswa praktikum tiap
praktikum. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
Kulkas 1 alat untuk maksimal 30
mahasiswa praktikum tiap
praktikum.
4.
Kemampuan
mengidentifikasi kandungan
kimia senyawa dalam
simplisia/ekstrak/isolate dari
bahan alam
Seperangkat alat KLT
(plate KLT jadi/atau
membuat sendiri, chamber,
penyemprot, wadah reagen)
1 perangkat alat untuk
maksimal 30 mahasiswa
praktikum tiap praktikum.
KLT densitometer
1 alat untuk maksimal 30
mahasiswa praktikum tiap
praktikum.
Spektrofotometer UV-Vis
1 perangkat alat untuk
maksimal 30 mahasiswa
praktikum tiap praktikum.
3. LABORATORIUM BIDANG KEILMUAN KIMIA FARMASI
NO KOMPETENSI PERALATAN YANG
DIBUTUHKAN
KETERANGAN
1 Kemampuan melakukan
analisis kuantitatif
senyawa obat secara
volumetri
Lemari asam
1 alat untuk maksimal 30
mahasiswa praktikum tiap
praktikum.
Timbangan analisis (mg)
1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
Buret
1 alat untuk maksimal 2
mahasiswa.
Pipet volume
1 alat untuk maksimal 2
mahasiswa.
2. Kemampuan melakukan
analisis senyawa obat
secara instrumental
Lemari asam
1 alat untuk maksimal 30
mahasiswa praktikum tiap
praktikum
Timbangan analisis (miligram)
1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
Spektrofotometer UV-Vis
1 alat untuk maksimal 15
mahasiswa praktikum tiap
praktikum.
Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi
1 alat untuk maksimal 30
mahasiswa praktikum tiap
praktikum.
4. LABORATORIUM BIDANG KEILMUAN FARMASI KLINIK DAN KOMUNITAS
NO KOMPETENSI PERALATAN YANG
DIBUTUHKAN KETERANGAN
1 Kemampuan melakukan
compounding sediaan
extemporaneous sesuai
standar
Timbangan gram digital
1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok.
Mortir dan stamfer
Pencetak pil
Pencetak suppo
Gelas ukur
Beker glass
Pengaduk gelas
1 alat untuk 1 mahasiswa
praktikum.
Tablet crusher
1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian antar
kelompok
Pulveres packaging 1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian antar
kelompok
2 Kemampuan melakukan
rekonstitusi/pengencera
n sirup kering
menggunakan air suling
Gelas ukur 1 alat untuk 1 mahasiswa
praktikum.
3 Kemampuan melakukan
rekonstitusi sediaan
steril
LAF simulasi 1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian antar
kelompok
4 Kemampuan melakukan
komunikasi, informasi
dan edukasi kepada
tenaga kesehatan lain
dan pasien
Seperangkat alat rekam medik 1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian antar
kelompok
Resep simulator 1 alat untuk 1 mahasiswa
praktikum.
Obat simulator 1 alat untuk maksimal 30
mahasiswa praktikum tiap
praktikum.
5. LABORATORIUM BIDANG KEILMUAN FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI
NO KOMPETENSI PERALATAN YANG
DIBUTUHKAN KETERANGAN
1 Kemampuan melakukan
uji farmakologi pada
hewan uji
Alat uji antiinflamasi
1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
Alat uji anelgetika
1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
Alat uji sedatif 1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
2 Kemampuan melakukan
uji farmakologi pada
hewan uji
Alat pengambilan sampel
material hayati (darah, urin)
pada hewan uji
1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
Sentrifigasi 1 alat untuk maksimal 6
mahasiswa praktikum tiap
kelompok. Praktikum dapat
diselenggarakan bergantian
antar kelompok
Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi
1 alat untuk maksimal 30
mahasiswa praktikum tiap
praktikum.
6. Ruang Computer Based Test (CBT) dan Objective Structure Clinical Examination (OSCE) yang
sesuai dengan standar yang ditentukan oleh LPUK Tenaga kesehatan.