RANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL€¦ · Latar Belakang Polusi yang melanda kota-kota besar di Indonesia...
Transcript of RANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL€¦ · Latar Belakang Polusi yang melanda kota-kota besar di Indonesia...
RANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL
DALAM TERAPI MULTIMEDIA INTERAKTIF
UNTUK ANAK AUTIS
Skripsi Pengantar Tugas Akhir
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan
Mencapai derajat sarjana S1
Program Studi Desain Komunikasi Visual
Jurusan Desain
Diajukan oleh
Widarto Adi Saputro
Nim 625970084
Kepada
FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
2002
i
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kepada Allah Subhanawata’ala atas rahmat dan
bimbingannya pada penulis dalam menyusun skripsi pengantar tugas akhir ini.
Didalam pengantar skripsi ini diuraikan latar belakangan dan konsep yang menjadi
alasan perancangan dari tugas akhir yang dibuat oleh penulis.
Alasan utama mengapa proyek ini disusun adalah guna memperlihatkan
bagaimana peran desain dalam dunia nyata, dengan menggunakan tehnologi yang
terus berkembang pesat. Teknologi tidak dibuat untuk memperbudak manusia, tetapi
ia dibuat agar manusia menjadi lebih manusiawi. Desain disini berperan sebagai antar
muka dimana sebuah fungsionalitas dapat digunakan oleh manusia secara mudah.
Desain yang baik adalah desain yang berorientasi pada kemudahan manusia untuk
mengaksesnya, bukan sebaliknya.
Dalam kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada
beberapa pihak atas bantuan moral, fisik dan spiritual yang tidak dapat dinilai oleh
materi, terutama kepada dosen pembimbing yang mana tanpa arahan dan bantuannya
tugas akhir ini tidak akan terwujud.
Dalam penulisan makalah ini tentunya masih banyak kekurangan yang
mungkin disadari oleh penulis. Untuk itu penulis meminta maaf dan sekiranya
pembaca dapat memberi masukan, agar makalah ini menjadi lebih baik.
Jakarta, 28 Juli 2002
Widarto Adi Saputro
ii
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Polusi yang melanda kota-kota besar di Indonesia telah banyak
menimbulkan berbagai dampak negatif. Ragam penyakit mulai dari penyakit
saluran pernapasan, kulit dan juga stress adalah dampak negatif dari polusi.
Polusi juga dianggap sebagai penyebab menurunnya kecerdasan anak, selain
itu polusi juga diduga menimbulkan gangguan pertumbuhan pervasif yaitu
autisme.
Semula autisme diduga disebabkan oleh kondisi anak sewaktu di
kandungan. Misalnya terkena virus, toksoplasma, sitolomegavirus, rubela
atau herpes, sehingga mengganggu pertumbuhan otak. Belakangan zat-zat
beracun seperti timah (Pb) dari knalpot mobil, cerobong pabrik, cat tembok,
cadmium dari batu batere, serta turunan air raksa (Hg) yang digunakan untuk
imunisasi, menjadi penyebab gejala autis1, walaupun IDI membantah hal ini
karena kurangnya bukti melalui surat pembaca di harian Republika terbitan
tanggal 13 Mei 2002.
Gangguan autis ini menyerang bagian otak kecil yang memproduksi
hormon, hal ini menyebabkan ketidakseimbangan neurotransmitter
serotoniin. Akibatnya transmisi pesan dari satu neuron ke neuron lain
terhambat. Indra persepsi penyandang autis berfungsi dengan baik namun
rangsangan yang ditangkap tidak dapat diproses dengan baik, hal ini
menyebabkan anak autis hidup di dunianya sendiri.2
1 Arn, “Polusi sebabkan autisma”, harian Kompas (26-09-2000): 7 2 ibid
1
Di Indonesia menurut data yang ada terdapat kecenderungan autisme ini
meningkat, merujuk pada prevalensi di dunia, saat ini terdapat 15-20 kasus
per 10.000 anak atau 0,15%-0,20%. Jika kelahiran di Indonesia enam juta
per tahun maka jumlah penyandang autis di Indonesia bertambah 0,15% atau
sekitar 6900 anak pertahun dengan perbandingan anak laki-laki tiga sampai
empat lebih banyak dari anak perempuan.
Autisme tidak dapat disembuhkan (not curable) namun dapat di terapi
(treatable). Maksudnya adalah kelainan yang ada di dalam otak tidak dapat
diperbaiki, namun gejala-gejala yang ada dapat dikurangi semaksimal
mungkin. Sehingga anak tersebut bisa berbaur dengan anak lain secara
normal. Secara umum anak-anak dengan gangguan perkembangan ini
minimal memerlukan terapi intesif awal selama 2 tahun. Dengan merujuk
pada data maka akan ada 1000 anak setiap tahun yang tidak dapat mengikuti
terapi tersebut.
Tujuh puluh lima persen anak autis yang tidak tertangani akhirnya
menjadi tuna grahita.3 Salah satu metode yang sering digunakan karena
terbukti efektif adalah terapi metoda Lovaas, yaitu terapi yang
dikembangkan dari terapi applied behaviour application (ABA). Di dalam
terapi Lovaas salah satu pelatihannya adalah pelatihan komunikasi melalui
gambar-gambar, tujuannya selain untuk melatih daya ingat juga untuk
mengenal benda-benda sekitar. Ini dikarenakan anak autis secara umum
memiliki kemampuan yang menonjol di bidang visual. Mereka lebih mudah
untuk mengingat dan belajar, bila diperlihatkan gambar atau tulisan dari
benda-benda, kejadian, tingkah laku maupun konsep-konsep abstrak.
Dengan melihat gambar atau tulisan, anak autis akan membentuk gambaran
mental atau mental image yang jelas dan relatif permanen dalam benaknya.
3 loc. cit
2
Bila materi tersebut hanya diucapkan saja mereka akan mudah
melupakannya karena daya ingat mereka amat terbatas. Karena itu dalam
melakukan terapi digunakan sebanyak mungkin kartu-kartu bergambar dan
alat bantu visual lain untuk membantu mereka mengingat, hal ini juga
berlaku untuk anak autis yang hanya mengalami gangguan di bidang
verbal.4
Untuk melatih penderita agar bisa berkomunikasi, kita harus
menyesuaikan diri dengan gaya komunikasi mereka. Orang tua dan pendidik
bisa menggunakan ekspresi wajah, gerak isyarat, mengubah nada suara,
menunjuk gambar, menunjuk tulisan, menggunakan papan komunikasi dan
menggunakan simbol-simbol. Cara-cara tersebut tidak hanya digunakan
secara tersendiri, tetapi juga dapat digabungkan sehingga membentuk pesan
yang lebih kuat.
Masalah yang timbul adalah di Indonesia belum ada alat yang secara
terintegrasi dengan unsur-unsur tersebut diatas. Yang ada adalah alat-alat
yang harus didatangkan dari luar negeri atau dibuat sendiri, ini jelas tidak
praktis. Melihat dengan meningkatnya jumlah penderita autis, maka
dibutuhkan sebuah alat yang mampu mengintegrasikan unsur-unsur visual
dan audio yang dapat berinteraksi untuk menunjang pelatihan komunikasi
pada anak autis.
Sebagai pemecahan teknologi multimedia yang mengemas dan mampu
mengintegrasikan unsur visual dan audio secara interaktif untuk mendidik
anak autis, karena CD-ROM yang merupakan bagian dari teknologi itu
mampu menampung data yang setara dengan 11.000 tumpukan kertas
ukuran A4, bahkan lebih dengan menggunakan teknik kompresi data.
4 Arh,“Meningkatkan komunikasi pada anak autis”, artikel pada harian Kompas (21-04-
2002): 21
3
Selain itu dengan aplikasi multimedia interaktif ini dimungkinkan
pemilihan materi yang hendak dipelajari secara bebas, misalnya pada hari
ini pengenalan warna yang akan dipelajari, esok hari mungkin pengenalan
huruf, atau kombinasi keduanya dalam satu hari, tergantung dari minat anak
tersebut, dan ini semua dikemas dalam sebuah CD-ROM. Dengan
menggunakan printer, kartu bergambar obyek dapat dicetak sehingga dapat
digunakan tiap waktu, anak autis dalam metoda tatalaksana membutuhkan
suasana belajar yang kontinyu, sehingga ia menjadi terlatih.
Tetapi dengan dengan begitu banyak fitur aplikasi multimedia interaktif
ini tidak ditujukan untuk menjadi one stop solution, karena dalam pelatihan
anak autis tetap diperlukan media lain, aplikasi multimedia interaktif ini
membatasi diri hanya untuk menjadi pelengkap.
Dalam aplikasi multimedia interaktif ini terdapat isi atau content yang
akan dikomunikasikan kepada anak autis berupa pembelajaran pengenalan
obyek sehari-hari. Dalam aplikasi multimedia interaktif wahana yang
menjembatani agar isi atau content ini dapat tersampaikan adalah graphical
user interface atau antar muka grafis.
Graphical user interface (GUI) adalah sarana untuk berinteraksi dengan
isi atau content yang hendak disampaikan, bila desain GUI tidak dapat
dimengerti sudah dapat dipastikan aplikasi tersebut menjadi mubazir karena
isi atau content tidak dapat dimengerti oleh komunikan.
Pada anak autis, dengan mengikuti aturan yang telah menjadi standar di
dunia maka GUI akan dibuat sesederhana mungkin dengan tidak
mengabaikan unsur komunikasinya sehingga isi atau content dapat
disampaikan dengan baik kepada penderita.
4
1.2. Rumusan dan batasan masalah
Masalah yang timbul adalah kurangnya alat terapi multimedia untuk
anak autis, padahal bila dilihat dari karakteristik pengajaran melalui terapi
Lovaas, sebuah aplikasi multimedia dapat menunjang pengajaran karena
efektifitasnya yang tinggi.
Sebuah aplikasi multimedia juga harus ditunjang user interface yang
tepat dan tidak rumit sehingga dapat dioperasikan oleh penyandang autis.
Masalah yang sering melanda aplikasi semacam ini adalah penerapan atau
pembuatan user interface yang tidak menuruti kaidah-kaidah yang berlaku.
Para perancang banyak yang terlalu memaksakan segi artistik sehingga
malah menghilangkan fungsionalitas dari aplikasi itu sendiri, dengan artian
aplikasi menjadi sulit untu digunakan, karena user interface yang
membingungkan.
Aplikasi multimedia tidak melulu harus dioperasikan melalui
komputer saja, namun juga mampu digunakan melalui konsole video game
semacam Playstation dan sejenisnya. Hanya karena keterbatasan tehnis
maka aplikasi ini akan dibuat dalam format PC-Windows based Application.
Karena karakteristiknya yang berwujud aplikasi CD-ROM yang
dioperasikan di komputer, dalam penggunaannya nanti program multimedia
interaktif ini, akan digunakan oleh seorang terapis yang diaplikasikan
kepada penyandang autis.
Namun dalam mengaplikasikannya kepada penyandang autis demi
untuk kelancaran program pembelajaran ini sudah harus memiliki syarat-
syarat minimal sebagai berikut :
5
1. Dapat duduk secara mandiri di kursi
2. Melakukan kontak mata ketika dipanggil namanya
3. Melakukan kontak mata ketika diberi perintah.
4. Memberi respons terhadap arahan terapis.5
Dengan kata lain pengguna dari aplikasi ini adalah penderita autis
yang sudah memasuki tahap lanjut dalam terapinya atau untuk penderita
autisme ringan.
Usia yang dituju, secara ideal adalah 6 s/d 12 tahun, namun penilaian
bahwa seorang penderita autis dapat menggunakan aplikasi ini tergantung
dari penilaian terapis, karena pada beberapa kasus autisme ada penderita
yang usianya baru 5 tahun, sudah mampu berinteraksi dengan komputer, ada
pula yang berusia 12 tahun baru bisa, jadi semuanya tergantung dari
diagnosis terapis, namun secara umum adalah usia yang telah disebut diatas.
Adapun materi dalam aplikasi ini dikarenakan materi yang sangat
banyak maka dibuat dalam beberapa seri, seri yang akan dibuat didalam
proyek tugas akhir ini masih terbatas pada pengenalan benda-benda seputar
rumah. Obyek yang akan dikenalkanpun dibatasi karena terbatasnya waktu
yang ada, adapun obyek yang akan dikenalkan adalah : meja, kursi, pintu,
tempat tidur dan lemari.
Dalam proyek ini ada sebuah tahap evaluasi pengujian aplikasi, untuk
mengukur tingkat keefektifan. Karena waktu yang singkat dan terbatas,
perlu dibuat suatu batasan.Yang didefinisikan sebagai seorang evaluator
disini adalah dosen pembimbing bersangkutan.
Fungsi dari evaluator adalah untuk mengevaluasi apakah sebuah
rancangan apakah sudah tepat sesuai kebutuhan pengguna aplikasi, yaitu
penyandang autis. Yang mana datanya telah dihimpun pada bab III didalam
5 Wawancara dengan Bapak Agus, terapis pada Spectrum Treatment and Education Centre pada 11 Maret 2002
6
skripsi ini. Rancangan visual dibuat berpatokan dengan teori dan standar
khusus yang telah dicantumkan pada bab II.
1.3. Maksud Tujuan dan Sasaran
Sasaran dari proyek ini adalah dua puluh persen dari penyandang
autisme yang tidak akan bisa bicara. Mereka diajarkan keterampilan
komunikasi dengan gambar-gambar Picture Exchange Communication
(PEC), Computer Pictograph for Communication / Computer Generated
Pictogram / Communication Through Picture (COMPIC) dengan mesin tik,
atau bahasa isyarat.
Gambar-gambar tersebut dapat disusun pada papan komunikasi
manual ataupun elektronik. Papan komunikasi manual ataupun elektronik.
Papan komunikasi elektronik dapat sederhana misalnya hanya dengan
menekan tombol warna “ya” dan “tidak”, dapat juga kompleks berupa
program komputer.
Dengan kemajuan teknologi, kata-kata yang diketikkan oleh
penyandang autis dapa disuarakan dengan alat pembakit suara (voice-
synthesizer), sehingga dengan kombinasi pendengaran dan melihat kata,
kalimat dan konsep dapat membantu penyandang untuk bicara dan
menguasai bahasa (lisan dan tulisan).6
Aplikasi multimedia interaktif dapat memenuhi kebutuhan tersebut
diatas, karena karakter program multimedia interaktif mengandung materi
audio dan visual yang dioperasikan sesuai kebutuhan atau dengan kata lain
dapat memberikan banyak pilihan kepada audience.7
6 Melly Budiana, Pentingnya Diagnosis Dini dan Penatalaksanaan Terpadu pada Autisme,
(Makalah disampaikan pada simposium di Semarang 24 Oktober 1998), hlm.26. 7 Tisna Kuswara, Multimedia, (Jakarta: Fakultas Tehnologi Informatika ,
Unv.Tarumanagara, 2002) hlm.16.
7
Diharapkan dengan aplikasi multimedia interaktif ini dapat
meningkatkan komunikasi pada anak autis. Selain aplikasi ini dapat
digunakan di tempat terapi, dengan rekomendasi terapis aplikasi ini dapat
digunakan di rumah, sehingga situasi proses pembelajaran yang kontinyu
dapat terwujud. Sebagai tambahan kartu-kartu bergambar dapat dicetak
dengan printer, agar dapat digunakan setiap waktu.
Secara umum tujuan dari pembuatan aplikasi ini adalah :
1. Membuat sebuah rancangan aplikasi yang dapat menunjang terapi
Lovaas dengan menggunakan media audio visual interktif.
2. Merancang graphical user interface yang berpatokan pada terapi Lovaas,
yang mudah dioperasikan dan dimengerti oleh penyandang, terapis dan
orang tua.
3. Diharapkan mampu meningkatkan efektifitas pembelajaran karena
digunakannya berbagai macam media yaitu audio, visual serta dengan
adanya unsur interaktivitas.
4. Sebagai media praktis serbaguna, karena juga memberikan fitur-fitur
tambahan seperti print out kartu visual sehingga dapat digunakan tiap
saat, serta scorecard untuk memantau tingkat kemahiran penyandang
autis didalam penggunaan aplikasi.
5. Pembelajaran yang kontinyu, dengan izin dari terapis selaku pengawas,
sehingga aplikasi ini dapat digunakan oleh orang tua di rumah, sehingga
terapi menjadi lebih optimal (tidak hanya dilakukan di tempat terapi).
6. Membiasakan penyandang autis untuk menggunakan media komputer,
sebagai media yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan modern saat
ini.
8
7. Seiring dengan kemajuan teknologi, dimungkinkan penggunaan input
tool (alat bantu masukan) seperti touch screen sehingga pembelajaran
menjadi lebih mudah.
1.4. Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan berbagai teknik
pengumpulan data, dengan maksud untuk mendapatkan data selengkap
mungkin yaitu dengan cara :
Metode Kepustakaan (Library Research) dilakukan dengan membaca
buku yang berhubungan dengan topik yang diangkat, guna dijadikan sebagai
bahan serta data referensi. Melalui metode kepustakaan ini akan diperoleh
teori-teori yang mendukung, dengan sumber dari:
1. Buku panduan (text book)
2. Surat Kabar.
3. Majalah.
4. Makalah
5. Wawancara langsung dengan lembaga terapi autis, sebagai nara
sumber yang khusus menangani masalah yang bersangkutan dengan
topik penulisan. Melalui wawancara dan studi dokumen akan dapat
menggali informasi yang lebih mendalam mengenai karakteristik
penyandang autisme
6. Situs (website) di internet.
1.5. Sistematika Penulisan
Gambaran singkat dari keseluruhan skripsi yang dibagi menurut bab,
yang disertai penjelasan agar lebih mudah untuk dimengerti.
9
BAB I. Pendahuluan
Pada bagian tulisan ini dibagi menjadi enam bagian, yaitu:
1. Latar belakang, berisi uraian mengenai apa yang dimaksud dengan
autisme dan bagaimana penanggulangannya.
2. Rumusan dan batasan masalah , berisikan rumusan mengapa
multimedia digunakan dalam pelatihan/terapi anak autis
3. Tujuan dan sasaran, berisikan manfaat yang ingin dicapai dari
topik yang diangkat.
4. Metode pengumpulan data, berisikan cara terkumpulnya data
sebagai penunjang pembahasan topik.
5. Sistematika penulisan, berisikan ringkasan singkat dari masing-
masing bab.
6. Penjelasan dari peristilahan yang spesifik yang berkaitan dengan
topik yang diangkat.
BAB II . Kajian teori
Bab ini merupakan kumpulan dari teori-teori yang akan mendukung
pemecahan masalah dari topik yang dipilih. Bab ini sendiri terbagi
menjadi dua, yaitu:
1.Berisikan kajian teori secara umum yang telah penulis peroleh
selama mengikuti perkuliahan, seperti teori komunikasi, teori desain,
psikologi komunikasi
2.Berisikan kajian teori secara khusus, yaitu beberapa teori yang
berkaitan dengan topik, seperti definisi autisme, keterangan tentang
terapi Lovaas, pengajaran apa yg harus diberikan pada anak
penyandang autisme sesuai dengan terapi Lovaas, definisi
multimedia, definisi user interface dan komponen dari user interface,
10
ketentuan dalam perancangan sebuah multimedia interaktif untuk
people with special treatment, kajian mengenai proteksi CD-ROM
sebagai antisipasi pembajakan.
BAB III. Himpunan data, serta analisis data
Pada bab ini berisikan kumpulan dari keseluruhan data yang
diperoleh, baik melalui kepustakan, wawancara maupun sumber
lainnya yang berkaitan dengan topik. Pada bagian akhir dari bab ini
terdapat analisis kekuatan-kelemahan, peluang-hambatan (SWOT
analysis).
BAB IV. Konsep perancangan
Dalam bab ini terdapat penetapan mengenai tujuan serta strategi dari
perancangan yang akan digunakan, beserta lampiran dari
keseluruhan halaman multimedia interaktif yang dirancang, dimulai
dari tahap sketsa kasar (rough design) hingga pada tahap design
akhir (comprehensive design).
BAB V. Perancangan komunikasi visual
Pada bagian ini berisikan kesimpulan dan saran
Bab ini berisikan keseluruhan pendapat dari hasil akhir perancangan,
masukan-masukan yang disampaikan oleh para dosen maupun para
penguji, serta kelebihan serta kekurangan dari keseluruhan
perancangan.
11
1.6. Penjelasan terminologi / peristilahan
1. Multimedia Interaktif : sebuah aplikasi yang terdiri dari terdapat
satu atau lebih media yang terintegrasi dan
dapat diakses secara interaktif.
2. Audio : media yang dapat didengar, seperti
narasi yang dibacakan oleh narator, sound
effect dan sebagainya.
3. GUI : Graphical User Interface, tampilan
visual pada layar yang terdiri dari kumpulan
obyek grafis yang dapat dijadikan panduan
untuk melakukan interaksi melalui input
tool.
4. Feed back : umpan balik.
5. Icon : suatu tanda yang merupakan representasi
visual dari suatu perintah atau petunjuk yang
harus dilakukan..
6. Button : tombol yang berfungsi sebagai alat
kontrol yang digunakan oleh audience untuk
mengaktifkan suatu link menuju layar, topik
lain, kata kunci atau proses lainnya.
7. Main Menu : menu utama pada halaman pertama
8. Legibility : keterbacaan suatu komponen grafis
9. Colour Contrast : kontras warna
10. CD-ROM : compact disc – read only memory,
keping cakram yang hanya dapat dibaca
dengan perangkat CD-ROM drive
12
11. CD-Writer : alat untuk merekam data dan gambar
kedalam piringan cakram padat, atau
compact disc (CD).Mouse = alat penunjuk
(pointing device) pada komputer yang terdiri
1 tombol atau lebih.
12. Left click : menekan tombol mouse bagian kiri.
13. Right click : menekan tombol mouse bagian kanan.
14. Double click : menekan tombol pada mouse secara
repetitif sebanyak 2 kali dalam jangka waktu
yang pendek.
15. Click and Drag : menekan, menahan tombol mouse
sekaligus menggerakkan mouse itu ke arah
yang diperlukan.
16. Digital Image : gambar yang berupa data digital yang
berformat binary.
17. Keyboard : input device yang terdiri dari tombol-
tombol huruf dan angka untuk komputer
18. Microsoft Windows® : sistem operasi pada komputer PC IBM
kompatibel, yang dikeluarkan oleh
perusahaan perangkat lunak Microsoft.
19. OS-X® : sistem operasi pada komputer Macintosh,
yang dikeluarkan oleh Apple incorporated.
20. Playstation®, Playstation 2® : konsol video game dengan kemampuan
32bit yang dikeluarakan oleh Sony©
corporation.
21. DreamCast® : konsole video game 32 bit yang
dikeluarkan oleh SEGA©
13
22. X-Box® : konsole video game 32 bit yang
dikeluarkan oleh Microsoft®
23. Komunikan : penerima pesan.
24. Komunikasi : dialog atau percakapan atau
penyampaian pesan.
25. Komunikator : pemberi pesan.
26. Layout : perencanaan penempatan semua unsur
grafis dalam sebuah halaman, baik pada
media cetak maupun elektronik.
27. Typeface : bentuk-bentuk jenis huruf.
14
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari
kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti
sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna.
Menurut Carl I. Hovland, komunikasi adalah :
“proses mengubah perilaku orang lain (communication is the process to modify the behaviour of other individuals)”. 8
Sedangkan menurut Harold Lasswell komunikasi adalah
“proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu”9
Untuk itu ada lima unsur yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Komunikator (communicator, source, sender)
2. Pesan (message)
3. Media (channel, media)
4. Komunikan (communicant, communicatee, receiver, recepient)
5. Efek (effect, impact, influence)
Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran
atau perasan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan).10
Komunikasi akan berhasil apabila pikiran disampaikan dengan menggunakan
perasaan yang disadari; sebaliknya komunikasi akan gagal jika sewaktu akan
menyampaikan pikiran, perasaan tidak terkontrol. Yang menjadi masalah
adalah bagaimana caranya gambaran dan kesadaran yang terdapat didalam
benak komunikator dapat dimengerti, diterima dan dilakukan oleh komunikan.
8. seperti dikutip Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktek, (Bandung :
Remaja Rosda Karya, 1997), hlm. 5 9 . Ibid. 10. Ibid. hlm 11
15
Menurut Purwanto pada dasarnya ada dua bentuk komunikasi yang lazim
digunakan dalam dunia bisnis dan nonbisnis yaitu komunikasi verbal dan non
verbal.11 Masing-masing komunikasi tersebut sebagai berikut:
1. Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal merupakan salah satu bentuk komunikasi yang
disampaikan kepada pihak lain melalui tulisan (written) dan lisan
(oral).
2. Komunikasi Nonverbal
Menurut teori antropologi, sebelum manusia menggunakan kata-kata,
mereka terlebih dulu mengenal bahasa isyarat (body language) sebagai
alat untuk berkomunikasi. Yang termasuk komunikasi nonverbal,
antara lain bahasa isyarat, simbol, sandi, warna, ekspresi wajah, dan
lainnya. Komunikasi nonverbal penting artinya bagi pengirim dan
penerima pesan, karena sifatnya yang efisien. Suatu pesan nonverbal
dapat disampaikan tanpa harus berpikir panjang, dan pihak audience
juga dapat menangkap artinya dengan cepat.
Jadi kesimpulannya komunikasi adalah sebuah proses pertukaran
informasi oleh komunikator kepada komunikan melalui medium baik verbal
maupun non verbal yang memiliki tujuan umum untuk mempengaruhi
komunikan.
2.2 Proses Komunikasi
Menurut Lunandi, proses komunikasi adalah usaha manusia dalam
hidup pergaulan untuk menyampaikan isi hati dan pikirannya, dan
untuk memahami isi pikiran dan isi hati orang lain.12 Pada umumnya
11 Purwanto dkk, Komunikasi Bisnis, (Jakarta, Erlangga: 1996). hlm. 1 12 seperti dikutip Sriwiyanti pada skripsi untuk mencapai derajat S-1, “Kampanye Terhadap Kekerasan Rumah Tangga”, (FSRD. Jakarta, Unv. Tarumanagara 2001), hlm.9.
16
proses komunikasi berlangsung ketika komunikator mempunyai
gagasan, diterjemahkan ke suatu lambang yang mengandung arti, dan
dikirim melalui suatu medium kepada komunikan.
Komunikan melihat lambang tersebut, yang kemudian ditangkap
dan dipersepsi. Jika persepsi yang diterima sama dengan persepsi yang
dikirim, maka komunikasi yang mengena terjadi dengan baik. Untuk
dapat menyampaikan persepsi kepada orang lain secara jelas, sudah
tentu gagasan tersebut harus jelas. Kalau gagasan tersebut samar-
samar, maka akan membuat kabur bagi yang menerimanya.
Proses komunikasi terbagi menjadi 2 tahap, yaitu secara primer
dan secara sekunder.
1. Proses Komunikasi secara Primer
Proses komunikasi secara primer adalah proses
penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada
orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai
media. Lambang sebagai media primer dalam proses
komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar warna, dan
lain sebagainya yang mampu “menerjemahkan” pikiran dan
perasaan komunikator kepada komunikan. Demi efektifnya
komunikasi, lambang-lambang tersebut sering dipadukan
penggunaanya. Dalam kehidupan sehari-hari bukanlah hal
yang luar biasa bila kita terlibat komunikasi yang
menggunakan bahasa disertai gambar-gambar berwarna.
Komunikasi berlangsung apabila terjadi kesamaan makna
dalam pesan yang diterima oleh komunikan. Dengan perkataan
lain, komunikasi adalah proses membuat pesan tuned bagi
komunikator dan komunikan.
17
2. Proses Komunikasi secara Sekunder
Proses komunikasi secara sekunder adalah proses
penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain
dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua
setelah memakai lambang sebagai media pertama.
Pentingnya peranan media (media sekunder),
disebabkan oleh efisiensinya dalam mencapai komunikan.
Akan tetapi media komunikasi hanya efektif dan efisien
dalam menyampaikan pesan yang bersifat informatif.
Karena proses komunikasi sekunder ini merupakan
sambungan dari komunikasi primer untuk menembus
dimensi ruang dan waktu, maka dalam menata lambang-
lambang untuk memformulasikan isi pesan komunikasi,
komunikator harus memperhitungkan ciri-ciri atau sifat-
sifat media yang akan digunakan. Penentuan media yang
akan digunakan sebagai hasil pilihan dari sekian banyak
alternatif perlu didasari pertimbangan mengenai siapa
komunikan yang akan dituju.
18
2.2.1 Unsur-unsur dalam proses komunikasi
Unsur-unsur dalam proses komunikasi menurut Phillip Kotler adalah
sebagai berikut 13:
1. Sender : Komunikator yang menyampaikan pesan
kepada seseorang atau sejumlah orang.
2. Encoding : Penyandian, yakni proses pengalih pikiran ke
dalam bentuk lambang.
3. Message : Pesan yang merupakan seperangkat lambang
bermakna yang disampaikan komunikator.
4. Media : Saluran komunikasi tempat berlalunya pesan
dari komunikator kepada komunikan.
5. Decoding : Pengawasandian, yaitu proses dimana
komunikan menetapkan makna pada lambang
yang disampaikan oleh komunikator kepadanya.
6. Receiver : Komunikan yang menerima pesan dari
komunikator.
7. Response : Tanggapan, seperangkat reaksi pada komunikan
setelah menerima pesan
8. Feedback : Umpan balik, yakni tanggapan komunikan
apabila tersampaikan atau disampaikan kepada
komunikator.
9. Noise : Gangguan tak terencana yang terjadi dalam
proses komunikasi sebagai akibat diterimanya
pesan lain oleh komunikan yang berbeda dengan
pesan yang disampaikan oleh komunikator
kepadanya.
13 Phillip Kotler, Manajemen Dasar Jilid 2 revisi 7e, (Prehanlindo: Jakarta: 1997) bab 15
19
2.2.2 Komunikasi Massa
Komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa.Definisi komunikasi massa menurut Werner I. Severin dan James W. Tankard, Jr adalah :
“Komunikasi massa adalah sebagian dari ketrampilan, sebgaian seni dan sebagian ilmu. Ia adalah keterampilan dalam pengertian bahwa ia meliputi teknik-teknik fundamental tertentu yang dapat dipelajari seperti memfokuskan kamera televisi, mengoperasikan tape recorder, atau mencatat ketika berwawancara. Ia adalah seni dalam pengertian bahwa ia meliputi tantangan-tantangan kreatif seperti menulis skrip untuk program televisi, mengembangkan tata letak yang estetis untuk iklan majalah, atau menampilkan teras berita yang memikat bagi sebuah kisah berita, Ia adalah ilmu dalam pengertian bahwa ia meliputi prinsip-prinsip tertentu tentang bagaimana berlangsungnya komunikasi yang dapat dikukuhkan dan dipergunakan untuk membuat berbagai hal menjadi lebih baik.”14
Sedangkan Joseph A. Devito menegaskan bahwa komunikasi massa adalah :
“Pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau sema orang yang menonton televisi, agaknya ini berarti bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar untuk didefinisikan.
Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar audio dan atau visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinisikan menurut bentuknya: televisi, radio, surat kabar, majalah, film, buku dan pita.)15
Menurut Tubbs, komunikasi massa merupakan suatu proses komunikasi
yang ditujukan pada masyarakat luas sebagai penerima pesan yang memiliki
status sosial dan ekonomi yang beragam antara satu dengan lainnya 16 .
Komunikasi massa menggunakan berbagai media massa, baik media cetak
14 seperti dikutip Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktek, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 1997), hlm. 15 Ibid 16 Ibid.
20
ataupun elektronik, oleh karena itu menjadi komunikasi yang formal dan
mahal.
Masing-masing media memiliki kelebihan serta kekurangannya masing-
masing, tapi secara keseluruhannya media massa merupakan sebuah institusi
yang melembaga dan bertujuan untuk menyampaikan informasi secara
berkesinambungan dalam suatu periode tertentu, yang telah ditentukan untuk
ditujukan kepada khalayak sasaran yang heterogen, sehingga media
memegang peranan yang terpenting dalam komunikasi massa. Pada
umumnya proses komunikasi tidak menghasilkan hasil (feed back) yang dapat
dirasakan secara langsung, melainkan tertunda dalam jangka waktu yang
relatif.
2.2.3 Fungsi Komunikasi Massa
Fungsi dari komunikasi sendiri menurut Harold D. Lasswell,
menunjukkan tiga fungsi yaitu :17
1. Pengamatan terhadap lingkungan (the surveillance of the
enviroment), penyingkapan ancaman dan kesempatan yang
mempengaruhi nilai masyarakat dan bagian-bagian unsur di
dalamnya.
2. Korelasi unsur-unsur masyarakat ketika menanggapi lingkungan
(correlation of the components of society in the making a response of
enviroment).
3. Penyebaran warisan sosial (transmission of the social inheritance)
Disini berperan para pendidik, baik dalam rumah tangga dan sekolah
yang meneruskan warisan sosial kepada turunan berikutnya.
17 Ibid. hlm
21
Sedangkan menurut Sean McBride dan kawan-kawan , fungsi
komunikasi massa adalah untuk :
1. Informasi.
2. Sosialisasi.
3. Motivasi.
4. Perdebatan dan diskusi.
5. Pendidikan.
6. Memajukan kebudayaan.
7. Hiburan.
8. Integrasi.
Kesimpulannya adalah fungsi komunikasi dan komunikasi massa
adalah:
1. Menyampaikan informasi (to inform)
2. Mendidik (to educate)
3. Menghibur (to entertain)
4. Mempengaruhi (to influence) 18
2.3 Strategi Komunikasi
Strategi komunikasi merupakan paduan perencanaan komunikasi
(communication planning) dengan manajemen komunikasi
(communication management) untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Strategi komunikasi ini harus mampu menunjukkan bagaimana
operasionalnya secara praktis harus dilakukan dengan approach yang
fleksibel terhadap situasi dan kondisi.
Tujuan utama dari strategi komunikasi menurut R.Wayne Pace19 dan
kawan-kawan adalah sebagai berikut :
18 Ibid, hlm.31.
22
1. to secure undestanding
2. to establish acceptance
3. to motivate action
To secure understanding maksudnya adalah memastikan bahwa
komunikan mengerti pesan yang ia terima, setelah diterima maka
selanjutnya penerimaan itu harus di bina (to establish acceptance),
sehingga pada akhirnya kegiatan tersebut dapat memotivasi (to motivate
action).20
Komunikasi adalah proses yang rumit untuk itu harus diperhatikan
komponen-komponen komunikasi sehingga komunikasi dapat berjalan
dengan lancar, adapun komponen-komponen yang harus diperhatikan
adalah sebagai berikut :
1. mengenali sasaran komunikasi.
2. pemilihan media komunikasi.
3. pengkajian tujuan pesan komunikasi.
4. peranan komunikator dalam komunikasi.
2.4 Komunikasi dan Pendidikan
Pendidikan adalah komunikasi yang memiliki arti proses komunikasi
yang melibatkan dua komponen yang terdiri atas manusia, yaitu pengajar
sebagai komunikator dan pelajar sebagai komunikan.
Pentingnya komunikasi dalam bentuk diskusi pada proses belajar-
mengajar itu disebabkan oleh dua hal :
1. materi yang didiskusikan meningkatkan inteletualitas
2. komunikasi dalam diskusi bersifat intracommunication dan
intercommunication. 19 Ibid, hlm. 20 Ibid, hlm.32.
23
Secara teoritis, pada waktu pelajar melakukan intracommunication
terjadilah proses yang terdiri atas tiga tahap :
1. Persepsi (perception)
2. Ideasi (ideation)
3. Transmisi (transmission)
Persepsi adalah penginderaan terhadap suatu kesan yang timbul dalam
lingkungannya. Penginderaan itu dipengaruhi oleh pengalaman, kebiasaan,
dan kebutuhan.
Ideasi adalah tahap kedua dalam proses intracommunication. Seorang
pelajar dalam benaknya mengkonsepsi apa yang dipersepsinya, ini berarti
bahwa dia melakukan proses seleksi dari pengetahuan dan pengalaman
yang ia peroleh. Kemudian ia akan melakukan penataan yang relevan dari
hasil persepsinya yang kemudia siap di transmisikan secara verbal ataupun
non verbal kepada lawan diskusinya. Dengan demikian proses
intercommunication adalah berkat proses Intracommunication yang selalu
terlatih, sehingga pada pelaksanaanya akan mengalami keberhasilan. 21
2.5 Psikologi Komunikasi
Dalam psikologi komunikasi memiliki makna yang luas, meliputi
penyampaian energi, gelombang suara, tanda diantara tempat, sistem atau
organisme.
Kata komunikasi sendiri digunakan sebagai proses, sebagai pesan,
sebagai pengaruh, atau secara khusus sebagai pesan pasien dalam
psikoterapi. Salah satu contohnya terdapat pada komunikasi terapeutik
(therapeutic communication).
21 Ibid, hlm.103.
24
Dalam metode ini terapis mengarahkan komunikasi sedemikian rupa
sehingga pasien dihadapkan pada situasi dan pertukaran pesan yang dapat
menimbulkan hubungan sosial yang bermanfaat. Komunikasi terapeutik
memandang gangguan jiwa bersumber pada gangguan komunikasi22.
Menurut Fisher ada 4 pendekatan yang digunakan dalam psikologi
komunikasi yaitu :
1. Penerimaan stimuli secara indrawi
2. Proses yang mengantarai stimuli dan respons
3. Prediksi respons
4. Peneguhan respons.
Psikologi melihat komunikasi dimulai dengan adanya masukan atau
rangsang kepada indra persepsi kita yang berbentuk data.23
Tujuan penggunaan psikologi dalam komunikasi adalah untuk
mencapai komunikasi yang efektif, untuk itu ada lima hal yang harus
dicapai sebagai indikator bahwa komunikasi telah berjalan dengan efektif,
lima hal tersebut adalah :
1. Pengertian
2. Kesenangan
3. Mempengaruhi sikap
4. Hubungan sosial yang baik
5. Tindakan
22 Jalaludin Rakhmad, Psikologi Komunikasi, (Remaja Rosdakarya: Bandung) 1992, hlm. 5 23 Ibid. hlm.8
25
2.5.1 Sensasi dan Persepsi
Tahap awal pada proses penerimaan informasi adalah sensasi. Sensasi
berasal dari kata “sense” dalam bahasa Inggris yang berarti alat
pengindraan, yang menghubungkan organisasi dengan lingkungannya.
Menurut Dennis Coon proses sensasi terjadi bila alat-alat indera
mengubah informasi menjadi impuls-impuls saraf dengan bahasa yang
dipahami otak. Sedangkan menurut Benyamin D. Wolman sensasi
adalah pengalaman elementer yang segera, yang tidak memerlukan
penguraian verbal, simbolis dan konseptual. 24 Kita mengenal lima
indera atau pancaindera. Indera penerima dapat dikelompokkan
menjadi tiga kelompok sesuai dengan asal sumber informasi, yaitu
informasi yang ditangkap oleh ekstroseptor (dari luar, mata, telinga),
interoseptor (dari dalam, sistem peredaran darah misalnya) dan
proprioseptor (gerakan dari tubuh kita sendiri). Apa saja yang
menyentuh alat indera dari dalam atau dari luar disebut stimuli.
Persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi
dan menafsirkan pesan. Persepsi memberikan makna pada stimuli
inderawi, dengan demikian sensasi adalah bagian dari persepsi. 25
Walaupun demikian makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan
sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi dan memori.
Perhatian terjadi bila kita mengkonsentrasikan diri pada salah satu
indera kita, dan mengesampingkan masukan-masukan melalui alat
indera yang lain. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perhatian
antara lain :
24 Coon dan Wolman seperti dikutip Jalaludin Rakhmad dalam Psikologi Komunikasi, (Remaja Rosdakarya: Bandung) 1992, hlm. 49 25 Ibid.hlm.51
26
1. Faktor Eksternal Penarik Perhatian
Faktor eksternal ini adalah faktor yang
mendeterminasi perhatian, stimuli yang menonjol
dalam hal ini adalah: gerakan intensitas stimuli,
kebaruan dan perulangan.
2. Faktor internal penaruh perhatian
Ada kecenderungan kita melihat apa yang ingin kita
lihat, mendengar yang ingin kita dengar. Perbedaan
perhatian timbul karena faktor-faktor internal dalam
diri kita, yaitu faktor biologis dan sosiopsikologis.
Jadi sensasi dan persepsi adalah dua hal yang saling terkait.
Sensasi adalah bagian dari persepsi yang menarik perhatian pertama
kali dalam proses komunikasi. Dari sensasi, persepsi dipicu yang
kemudian akan menimbulkan atensi, ekspektasi, motivasi dan
memori, dengan demikian persepsi terbentuk secara utuh.
2.5.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Anak.
Pertumbuhan adalah proses pertambahan secara kuantitatif yang
berkenaan dengan panjang, luas, maupun berat. Istilah pertumbuhan ini
biasanya digunakan untuk perubahan-perubahan yang berkaitan dengan
jasmani.26
Perkembangan adalah proses pertambahan yang bersifat kualitatif yaitu
adanya perubahan dari suatu keadaan yang kualitasnya masih lebih rendah
menjadi suatu keadaan yang kualitasnya lebih tinggi. Istilah perkembangan
ini ditujukan kepada kehidupan kejiwaan. Misalnya dari tidak tahu menjadi
26 Wayan Nurkancana, Perkembangan ]asmani dan Kejiwaan. Surabaya, Usaha Nasional 2001, hlm.13
27
tahu, dari sikap negatif berubah untuk netral untuk selanjutnya menjadi
positif.
Antara pertumbuhan dan perkembangan mempunyai sangkut paut yang
erat sekali. Biasanya, aspek kejiwaan baru dapat berkembang dengan baik
apabila jasmaninya tumbuh dengan baik. Misalnya pengetahuan seseorang
baru bisa berkembang dengan baik apabila sel-sel otaknya sudah tumbuh
dengan baik. Begitu pula aspek senso motoris baru bisa berkembang dengan
baik apabila syaraf-syaraf indra dan otot-otot motoris sudah tumbuh dengan
baik. Namun dengan demikian pertumbuhan jasmani hanyalah potensi untuk
perkembangan kejiwaan, sebab masih banyak faktor lain yang
mempengaruhi.
2.6 Desain Grafis
Grafis berasal dari kata latin “graph” yang mempunyai arti tulisan,
setelah itu diartikan sebagi simbol visual, yang berupa gambar, huruf dan
sejenisnya. Sedangkan desain adalah bidang keterampilan pengetahuan dan
pengalaman, berkaitan dengan apresiasi dan adaptasi lingkungan ditinjau dari
kebutuhan spiritual dan material.
Istilah desain grafis pertama kali dipakai awal abad dua puluh. Ruang
lingkup desain grafis sekarang ini sudah meluas dan tidak hanya
berhubungan dengan teknis tulis-menulis dan sesuatu yang digores atau
dicetak.
Menurut Kusmiati27, dalam desain terdapat elemen yang harus diketahui,
elemen tersebut berupa:
27 Pamudji Suptandar (et. al.), Teori Dasar Komunikasi Visual. Jakarta : FSRD Trisakti, 1997
28
a. Titik : unit yang sangat sederhana dan dapat menarik perhatian. Titik
digunakan untuk membentuk gelap dan terang, dapat
membentuk gambar dan menuntun mata, warna dan bentuk.
b. Garis : diartikan sebagai kumpulan titik dalam gerakan. Garis
membuat sesuatu yang tidak terlihat menjadi terlihat, seperti
garis khayal, garis juga mempunyai banyak bentuk yang
berbeda yang berkaitan dengan suasana hati.
c. Bentuk : berasal dari garis, terdapat 3 bentuk dasar, yaitu bujur
sangkar, segi tiga, dan lingkaran.
d. Arah : setiap arah dalam visual mengandung arti dan merupakan alat
yang berharga dalam pembuatan pesan-pesan visual.
e. Nada : penjajaran nada, yang dikarenakan adanya intensitas cahaya
dari gelap ke terang, terang ke gelap, terlihat relatif, karena
adanya variasi dalam cahaya dan nada.
f. Warna : mempunyai kaitan yang kuat dengan emosi, juga simbol.
g. Tekstur : elemen visual yang bekerja pada kenyataan tidak hanya
menggunakan indera peraba, tetapi juga indera penglihatan.
Dalam hal ini, memastikan apakan yang terlihat sesuai
dengan apa yang diraba.
h. Skala : bukan hanya sebagai petunjuk ukuran yang relatif dalam
visual, berkaitan dengan bidang satu dengan yang lainnya,
juga dengan lingkungan sekitar. Skala mewakili ukuran
sebenarnya lewat perbandingan.
i. Dimensi : keberadaannya dalam dunia nyata yang tidak dapat hanya
dirasakan. Dalam dua dimensional terlihat dalam perspektif
yang efeknya dapat terlihat lewat memanipulasi terang dan
bayangan.
29
j. Pergerakan : salah satu unsur dominan yang mempengaruhi
pengalaman manusia. Pernyataan visual, pergerakan visual
merupakan sesuatu yang individual yang unik. Gerakan
merupakan suatu proses dalam melihat yang keajaibannya
terlihat dari gerakan visual yang dinamis.
Prinsip desain:
a. Kesatuan (unity) : kualitas yang mampu menampilkan elemen desain
sesuai dengan definitive dan organisasi sebagai
satu benda yang tunggal.
b. Irama (ritme) : gabungan elemen desain yang terlihat adanya
pengulangan yang teratur dari satu atau beberapa
unsur.
a. Keseimbangan (balance) : komposisi seimbang dan
memanifestasi keseimbangan elemen desain dalam
tekanan gaya dan berat.
b. Proporsi (proportion) : perbandingan bagian-bagian objek dari
satu objek dengan objek lainnya, dilihat dari
keseluruhan objek.
Fungsi utama desain grafis adalah untuk mengkomunikasikan suatu
pesan atau mempromosikan suatu produk, jasa, atau gagasan. Masalah yang
harus dipecahkan desain grafis adalah :
a. Mengetahui perhatian dan motivasi dari khalayak.
b. Mengindentifikasi khalayak sasaran.
c. Menangkap perhatian khalayak masyarakat.
d. Mengkarakterisasikan manfaat dan maksud dari ide, jasa atau
gagasan yang akan dikomunikasikan.
30
e. Menentukan isi, jumlah kata yang akan dipakai sebagai judul,
kalimat, dan juga bahan visual.
2.7 Persepsi Dan Warna
Warna adalah salah satu elemen yang penting dalam proses desain.
Fungsi dasar dari warna adalah untuk menarik perhatian, warna yang terang
dapat menarik perhatian. Tetapi kekuatan warna sendiri yang dominan
adalah dapat mempengaruhi emosi, persepsi, mood dan tindakan dari
seseorang. Dalam sebuah presentasi warna mempunyai 3 fungsi yaitu untuk
identifikasi, kontras dan highlighting.
Warna-warna yang paling disukai
Orang Tua Anak-anak
Biru Kuning
Merah Putih
Hijau Dadu
Putih Merah
Dadu Oranye
Ungu Biru
Oranye Hijau
Kuning Ungu
(bagan 1.1)
Berurutan dari atas kebawah sesuai yang paling disukai28
28 Ibid, Lindstrom, hlm. 212
31
Warna juga dapat terlihat sangat menarik tapi juga bisa membuat orang
menjadi tidak tertarik. Warna yang cerah bila dikombinasikan dengan warna
yang kontrast dengan warna tersebut akan menarik dimata kita. Warna yang
terang digunakan pada obyek atau teks yang berfungsi untul memperingatkan
bahaya, namun bila digunakan pada deretan teks paragraf untuk dibaca pada
layar maupun pada buku maka akan membuat pesan yang disampaikan
menjadi kurang efektif karena sulit untuk dibaca.
Warna juga dapat membuat sebuah ukuran menjadi tampak lebih besar,
misalkan pada dua buah kotak dengan ukuran yang sama, kotak pertama
diberi wana oranye sedang yang satu diberi warna biru gelap, maka kotak
yang berwarna oranye akan tampak lebih besar. Artinya dalam pembuatan
user interface terutama untuk button navigasi, penggunaan warna harus hati-
hati, karena bila tidak akan membuat button tersebut menjadi tidak terlihat.
Gradasi
Gradasi adalah transisi warna secara gradual yang dapat menunjukkan
ilusi kedalaman (depth). Gradasi digunakan pada untuk membuat obyek 2
dimensi (2D) terlihat seperti obyek 3 Dimensi (3D), dan untuk
memperlihatkan sumber cahaya dengan membuat cahaya tinggi (highlights)
pada obyek. Fungsi dari gradasi ini adalah untuk menarik perhatian dan
menambah variasi, juga untk memkomunikasikan perasaan tertentu.
Misalnya gradasi warna dari merah gelap ke oranye muda akan memberikan
kesan matahari terbenam. Warna yang lebih muda akan menari mata dan
memproyeksikan ke layar terdepan, warna yang lebih gelap kan
mengarahkan ke layar belakang (background).
Gradasi populer digunakan dalam aplikasi komputer grafis karena
memiliki kemampuan untuk memberikan kesan realistis atau alamiah.
32
Asosiasi Emosional
Warna memiliki pengaruh tertentu terhadap individu secara positif dan
negatif. Secara umum pengaruh dari warna-warna ini akan disajikan didalam
tabel berikut.
Warna Positif Negatif
Merah Hangat, hidup, keceriaan,
kebahagiaan, semangat, darah,
kebebasan, patriotisme.
Luka, sakit, tumpahan
darah, terbakar, kematian,
perang, anarki, setan,
bahaya.
Oranye Kehangaran, api dan nyala
api, pernikahan,
keramahtamahan, pengasih,
harga diri.
Kengerian, Setan.
Kuning Matahari, cahaya, iluminasi,
intuisi, intelek, kebijaksaan
tertinggi, nilai yang tinggi
Penghianat, kepicikan,
korupsi, kengerian, cinta
yang tidak murni, sakit.
Hijau Alam, kesuburan, simpati,
kemakmuran, harapan, hidup,
keabadian, muda
Kematian, dengki, iri,
memalukan, degradasi
moral, kegilaan.
Biru Langit, hari, air tenang,
relijius, loyalitas, kepolosan,
kebenaran, keadilan.
Malam, keraguan, dingin,
kesedihan.
Ungu Kekuatan, spritual, royalti,
kecintaan pada kebenaran,
loyanti, kekaisaran,
Sublimasi, kesedihan,
penyesalan, kemunduran.
33
kesabaran, rendah hati,
nostalgia
Coklat Bumi, tanah, kesuburan,
alamiah.
Kemiskinan, kering.
Emas Matahari, mulia, kekayaan,
kejujuran, kebijaksanaan,
kehormatan, tempat pertama.
Penyembahan, rakus,
komersialisme
Perak Kemurnian, uji kebenaran,
bulan, platinum
Tidak ada yang tercatat
Putih Siang hari, kepolosan,
kemurnian, kesempurnaan,
kebenaran, kebijakan.
Hantu, dingin, kosong,
batal, musim salju.
Abu-abu Kedewasaan, kehati-hatian,
pemaaf, retrospeksi
Netral, egois, tekanan,
tidak aktif, tidak
bertanggung jawab, tidak
bahagia, kuno,
Hitam Kuat, bangsawan, canggih,
kesuburan, malam, kesucian.
Ketiadaan, malam, setan,
dosa, sakit, negasi
(bagan 1.2)
Asosiasi Negatif dan postif dalam warna29
2.8 Multimedia Interaktif
Memasuki abad 21, pengguna aplikasi multimedia akan berkembang
semakin pesat dan menjadi sama pentingnya dengan belajar membaca.
29 ibid, Lindstrom. hlm. 215
34
Bahkan multimedia merubah cara dari membaca. Membaca teks dalam buku
dan adalah kegiatan yang bersifat linier dan satu arah, multimedia
memberikan pilihan banyak. Sebagai contoh sebuah kata dalam aplikasi
multimedia bisa dibuat menjadi sebuah tombol yang bisa membawa pembaca
kepada dokumen yang menjelaskan apa arti dari kata tersebut, didukung
dengan gambar, audio, music dan video.
Multimedia adalah media yang tingkat efektifitasnya sangat tinggi. Sebuah
perusahaan riset Computer Technology Research (CTR) melaporkan, orang
hanya bisa mengingat 20% dari apa yang mereka lihat dan 30% dari apa yang
mereka dengar. Namun mereka dapat mengingat 50% dari apa yang mereka
lihat dan dengar, hasil sebanyak 80% didapat dari apa yang mereka lihat,
dengar, dan dilakukan berulang-ulang, karena itu multimedia adalah alat yang
sangat efektif untuk belajar dan mengajar.30
Sebuah studi lain yang dilakukan oleh 3M Corporation dan University of
Minnesota didapatkan bahwa sebuah presentasi yang dilakukan dengan
menggunakan visual dari film 35mm, transparansi film dan grafis berwarna,
ternyata lebih efektif 43% digunakan pada audience dibanding dengan yang
tidak. Kajian tersebut menghasilkan sebuah kesimpulan yang mana
penggunaan visual menjadikan suatu presentasi menjadi lebih mudah diingat,
peningkatan ingatan audience terhadap bahan naik hingga 10,01%, persepsi
audience terhadap bahan naik menjadi 11%, pemahaman 8,5%, perhatian
7,5% dan kesepahaman menjadi 5,5%.31
Pada penelitian yang lebih lanjut dilakukan oleh Management Information
Systems Departement pada University of Arizona. Penelitian ini membahas
30 Fred T. Hofstetter, Multimedia Literacy (McGraw-Hill Irwin: New York) 2001. hlm.3 31 Lindstrom, seperti dikutip oleh Tisna Kuswara di Multimedia (Unv.Tarumanagara, Jakarta )2002,
hlm. 6
35
perbedaan dari penggunaan visual statis dengan statis dengan hubungannya
kepada peningkatan persepesi. Hasilnya, persepsi naik menjadi 16% bila
digunakan animasi dan transisi pada presentasi, bila menggunakan visual
statis, hasilnya hanya meningkat sebanyak 6%.32
2.9 Definisi Multimedia
Multimedia adalah penggunaan komputer untuk menampilkan dan
mengkobinasi teks, grafis, audio dan video dengan link dan alat bantu
yang mana dapat digunakan oleh pengguna sebagai navigasi, interaksi,
kreasi dan komunikasi. 33 Definisi ini menunjukkan bahwa ada empat
komponen penting yang harus diperhatikan dalam pembuatan atau
perancangan multimedia.
Pertama, harus ada komputer untuk mengkoordinasi apa yang kita
lihat dan kita dengar. kedua, harus ada sebuah link yang terhubung
dengan informasi. Ketiga, harus ada alat bantu navigasi untuk
memudahkan pengoperasian. Keempat, bisa digunakan untuk
mengumpulkan, memproses dan mengkomunikasikan ide dan informasi
dari kita sendiri. Bila salah satu dari keempat komponen ini hilang, maka
belum dapat disebut multimedia, melainkan mixed media.
Keuntungan lain yang didapat dari multimedia adalah sifatnya yang
fleksibel. Kehadiran aplikasi multimedia bisa membantu program
pelatihan agar lebih produktif. Program pelatihan tidak lagi diadakan
terpusat tetapi tersebar di masing-masing lokasi dengan membagikan
aplikasi program pelatihan yang diciptakan menggunakan teknologi
multimedia. Konsep yang digunakan adalah pelatihan just-in time, yaitu
32 Ibid., hlm.7 33 Ibid., hlm.2
36
seseorang belajar pada saat ia membutuhkan. Istilah lain adalah training-
on-demand, memberikan informasi yang dibutuhkan melalui komputer
masing-masing. Kehadiran guru yang selalu mendampingi tidak terlalu
diperlukan lagi, dengan rancangan aplikasi yang baik, setiap topik ajaran
yang diperlukan bisa dengan cepat didapatkan dari aplikasi tersebut.34
2.9.1 Jenis Aplikasi Multimedia
Jenis aplikasi multimedia sangatlah beragam dan banyak, klasifikasi
multimedia dapat digolongkan dari cara penyajian dan tujuan. Dilihat
dari cara penyajiannya program multimedia digolongkan menjadi
1. Linear Program atau Continuous Program
Yaitu sebuah program yang berkesinambungan dari awal
sampai akhir karena informasinya disusun berurutan dari awal
hingga akhir, sehingga penayangannya tidak mungkin dihentikan
pada suatu saat secara acak, karena informasi yang disampaikan
akan menjadi tidak lengkap dan tidak jelas. Secara garis besar
linear program terdiri dari pembukaan, kemudian diikuti bagian
isi atau uraian apa yang dikemukakan pada pendahuluan dan
terakhir adalah bagian penutup. Penutup ini dapat berupa
kesimpulan atau ringkasan seluruh uraian tersebut. Program
multimedia dengan bentuk linear program, dapat berupa program
audio visual statis seperti multi image slide program, audio visual
gerak, animasi film, maupun gabungan ketiga media tersebut.
34KR, “Multimedia, era baru penyampaian informasi” artikel pada harian Kompas (14-05-1995): 9
37
(bagan 1.3.1)
Alur produksi Multimedia Linier35
35 Tisna Kuswara, Ibid. hlm. 13
38
(bagan 1.3.2)
Diagram alur kerja Multimedia Interaktif36
36 Ibid, hlm. 18
39
2. Interactive Program
Yaitu sebuah aplikasi yang dapat masing-masing berdiri sendiri
sehingga aplikasi tersebut dihentikan pada suatu saat secara acak
dan tetap memberikan informasi yang dibutuhkan yang
merupakan bagian atau unit terkecil dari keseluruhan aplikasi.
Aplikasi interaktif memberikan banyak pilihan kepada audience
untuk memilih sendiri informasi yang diinginkan, dan dari mana
akan dimulai serta diakhiri, ataukah hanya sebagian saja dari
keseluruhan informasi yang dibutuhkan.
2.9.2 Komponen dalam Aplikasi Multimedia
Sebuah aplikasi multimedia terbagi atas 2 komponen yaitu audio dan
visual. Masing-masing elemen terbagi beberapa dari unsur, yaitu :
2.9.2.1 Audio
Materi audio terdiri dari narasi, illustrasi musik, dan sound effect37.
1. Narasi
Narasi adalah naskah yang tersusun sesuai aturan baku yang
dbacakan oleh narator. Narasi yang baik memiliki kesamaan dengan
sebuah pidato, runut dan teratur penyampaiannya, naun bedannya
narasi sudah direkam terlebh dahulu. Dalam penyampaian narasi,
perhatikan nada dan tekanan suara, penggunaan nada dan tekanan
harus pas, bila tidak akan terdengar aneh, bahkan lucu.
2. Sound Effect
37, Ibid,. Lindstrom hlm.216
40
Efek suara digunakan untuk mengatur elemen audio untuk
menciptakan sebuah suasana tertentu. Dengan efek suara yang tepat
sebuah presentasi menjadi efektif karena para audiencenya dapat
merasakan suasana yang menjadi satu dengan visual yang
ditampilkan, ini akan menimbulkan efek experience yang mendekati
kenyataan sehingga informasi menjadi lebih mudah ditangkap.
3. Musik
Musik merupakan kumpulan nada yang dibunyikan secara berirama,
untuk mengatur mood atau suasana secara umum. Penggunaan musik
harus sesuai dengan visual yang ditampilkan, agar makna dari visual
tidak rancu.
2.9.2.2 Visual
Materi visual dibagai atas visual statis, visual gerak, materi grafis dan
animasi.
1. Visual statis
Visual statis ialah materi visual yang statis atau tidak bergerak,
diantaranya adalah foto, still frame dari film, slide, illustrasi,
lukisan, dan sebagainya
2. Visual gerak
Adapun visual gerak adalah visual yang mempunyai sekuens
dengan rangkaian yang memperlihatkan kejadian atau keadaan,
yang mana rankaian ini memiliki kesan gerak. Visual gerak dapat
berupa film, video. Selain itu visual gerak juga dapat mencakup
efek transisi dari sebuah program audio visual, misal fade in, fade
out, panning, dan sebagainya.
3. Materi grafis
41
Materi grafis disini berupa illustrasi, grafik, title, sub title dan
sebagainya. Materi grafis ini digabungkan dengan unsur grafis
lainnya seperti animasi agar menarik kesan audience.38
4. Animasi.
Animasi sebenarnya adalah visual statis yang digambar secara
frame by frame untuk menimbulkan kesan gerak.
2.9.2.3 Aturan desain untuk kalangan dengan penanganan khusus
Peraturan khusus dibutuhkan untuk kalangan khusus memiliki
masalah dengan indra persepsi, terutama visual. Masalah yang timbul
adalah karena kurangnya cahaya yang masuk ke mata, gambar yang
terrefleksi ke retina kabur dan retina yang rusak sebagian sehingga
menyulitkan penglihatan.
Aturan ini juga dapat diaplikasikan kepada orang normal, tujuan
utama dari aturan ini adalah agar visual terbaca dengan jelas dan tidak
menyakitkan mata. Dengan aturan ini visual akan tampak lebih jelas,
lebih terbaca, dan mudah dimengerti. Aturan ini didasarkan pada
penelitian yang dilakukan oleh Institute Lighthouse International.
2.9.2.4 10 aturan dasar desain untuk kalangan yang mengalami
gangguan penglihatan.
Kurangnya cahaya dan penglihatan yang kabur mengurangi kontras
yang efektif untuk melihat teks, sementara kerusakan pada retina
membuat sulit untuk membaca teks yang kecil ukurannya dan membuat
arah gerak mata menjadi terbatas.39
38 Tisna Kuswara, Ibid. hlm 11. 39 Aries Arditi, Making Text Legible: Designing for People with Partial Sight, 23-04-2002 terdapat di situs <http://www.lighthouse.org>
42
Untuk itu diperlukan aturan khusus untuk elemen teks, yaitu :
1. Kontras
Teks harus ditampilkan sekontras mungkin, secara estetis
sebaiknya gunakan warna gelap terhadap background yang
terang.
2. Warna Huruf
Gunakan warna yang berbeda untuk headline, highlighted text.
3. Ukuran Huruf
Huruf haruslah memiliki ukuran ang besar 16 sampai dengan 18
point, tetapi harus diatur sesuai jenis hurufnya, karena tiap
huruf memiliki initial size yang berbeda.
4. Ukuran Leading
Jarak antar baris antara baris teks diusahakan 25% sampai 30%
dari ukuran point huruf.
5. Jenis Huruf
Hindarkan pengunaan jenis huruf yang dekoratif, cursive,
kalaupun harus digunakan gunakan hanya sebagai emphasis
saja. Jenis huruf sans serif lebih mudah terbaca dalam ukuran
kecil.
6. Gaya Huruf
Kombinasi hurf kecil dan besar, memiliki keterbacaan yang
lebih baik ketimbang penggunaan huruf miring, condensed atau
oblique.
7. Jarak antar huruf
Jarak antar huruf yang terlalu rapat akan menyulitkan untuk
dibaca, terutama untuk penderita yang mengalami kerusakan
retina. Gunakan monospaced, agar lebih terbaca.
43
8. Margin
Penggunaan margin yang lebar akan memberikan ruang baca
yang nyaman, terutama bila buku cukup tebal.
9. Jenis Kertas
Penggunaan kertas sebaiknya non-glossy, untuk mengurangi
efek silau.
10. Pembedaan
Gunakan warna yang berbeda untuk buku berseri atau
sejenisnya. Ini dimaksudkan agar dalam mencari buku yang
berseri tidak mengalami kesulitan, terutama dalam buku berseri
yang hanya memiliki perbedaan pada judul dan serinya saja
(ketebalan dan bentuk sama persis).
Sedangkan untuk elemen grafis yang lain dibutuhkan kekontrasan
warna yang spesifik agar keterbacaan elemen menjadi maksimal.
Kekontrasan tersebut diatur melalui 3 elemen yaitu :
1. Hue, adalah alat identikasi warna dasar untuk kita, seperti biru, hijau,
kuning, merah dan ungu. Dengan penglihatan normal warna-
warna ini dalam lingkaran warna terlihat bersambung. Sedang
pada orang yang mengalami kurang penglihatan, kemampuan
untuk membedakan warna-warna ini menjadi berkurang.
2. Lightness, berhubungan dengan seberapa banyak cahaya terlihat yang
dipantulkan melalui permukaan.
3. Saturation adalah derajat intensitas warna dilihat dari derajat keabuan.
Misal warna biru kelabu, dianggap warna yang kurang
saturasinya karena cenderung keabu-abuan, walaupun mirip
dengan biru gelap.
44
(bagan 1.4)
Lingkaran Warna Hue
(sumber: lighthouse international institite)
Agar kontras warna efektif maka ada 4 aturan yang harus diikuti yaitu:
1. Naikkan perbedaan warna backgroud dengan foreground dengan
mengkontraskan lightness diantara kedua warna tersebut. Hindarkan
warna dengan lightness yang sama, walaupun memiliki perbedaan di
hue dan saturation.
2. Gunakan warna biruhijau, hijau, kuning, oranye (LIGHT) sebagai
lawan dari merah, ungu, ungu muda (violet) dan biru (DARK). Warna
DARK dapat digelapkan dan digunakan sebagai lawan warna LIGHT.
45
Jangan gelapkan warna LIGHT dan menerangkan warna DARK
sebagai kombinasi.
3. Antara warna LIGHT dan DARK, jangan dikombinasikan bila kontras
ligthnessnya kurang, misal kombinasi warna violet dan kuning,
oranye dan merah, tidak akan efektif bila dikombinasikan karena
derajat ligthnessnya hampir mirip sehingga kurang kontras.
4. Jangan kombinasikan warna dengan Hue yang sama, ini akan sangat
tidak efektif, misal hijau gelap dengan hijau terang.
2.10.2 Aplikasi Pengolah Multimedia
Aplikasi pengolah multimedia ada bermacam-macam, namun
berdasarkan proses pembuatannya aplikasi pengolah
multimedia dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu :
1. Multi layer based application
Aplikasi multi layer memungkinkan sebuah obyek memiliki
track atau alur tersendiri terpisah dari obyek lainnya, yang
memungkinkan obyek untuk dimanipulasi secara tersendiri
terpisah dari obyek lainnya. Contoh aplikasi misalnya :
Macromedia Director, Flash, Swish, Adobe Premiere, After
effect, dan sebagainya
2. Single Layer based application
Berbeda dengan aplikasi multi layer, obyek yang sudah
diletakkan dalam layer tidak memungkinkan untuk diedit,
kalaupun bisa, sangat terbatas tidak dapat dimanipulasi secara
bebas.
Aplikasi semacam ini digunakan untuk membuat sebuah
program interaktif sederhana. Misalnya untuk membuat VCD
46
interaktif, DVD interaktif dan presentasi sederhana. Contoh
aplikasinya adalah Microsoft Power Point, U-lead DVD
creator, Nero Burning Interactive VCD creator, dan
sebagainya.
Secara umum, aplikasi pengolah ini dikategorikan berdasar pada tingkat
profesionalitas, multi layer based application digunakan kebanyakan oleh
profesional dan amati tingkat mahir karena fleksibilitasnya. Sedangkan untuk
pemula atau pengguna biasa sering menggunakan single layer based
appliucation karena sederhana dan mudah dipakai.
2.10 Desain User Interface
Desain interface sangatlah penting, alasannya sebuah user interface yang
intuitif mudah untuk digunakan, sehingga mampu menekan biaya pelatihan.
Walaupun fungsionalitas dari sebuah user interface itu penting, bagaimana
cara agar sebuah aplikasi itu bekerja juga penting. Sebuah aplikasi yang sulit
untuk digunakan (karena UI yang buruk) sudah dipastikan aplikasi tersebut
akan ditinggalkan, walaupun hasil yang didapat dari penggunaan aplikasi
tersebut baik. Bila pengguna (user) tidak suka atau kesulitan saat
menggunakan jangan harap mereka akan mau menggunakan aplikasi.
Banyak pengembang aplikasi yang merasa mereka adalah artistic genius
dan membuat user interface mereka tidak sesuai standar yang mana pada
akhirnya justru membuat user kebingungan ataupun kesulitan dalam
menggunakan aplikasinya.
Bagi kebanyakan orang user interface adalah keseluruhan dari aplikasi
itu sendiri. Sebuah user interface yang baik dapat dimengerti oleh
47
penggunanya tanpa harus membaca manualnya atau dilatih terlebih dahulu40.
Sedangkan menurut George Columbo, user interface yang ideal adalah yang
berisi sedikit perintah dan penjelasan serta memungkinkan pemakai untuk
menyelesaikan sesuatu dalam waktu singkat. Lalu agar menjamin sebuah
sistem itu bekerja dengan baik dibutuhkan sebuah feedback dari aplikasi
melalui user interface sehingga pengguna mengerti apakah aplikasi itu
merespon perintahnya, Kesimpulannya sebuah user interface yang baik
haruslah mudah dimengerti, mampu membuat pengguna aplikasi
mengkakses, berkomunikasi dan memperoleh hasil maksimal sesuai dengan
fungsionalitas aplikasi tersebut.
2.10.1 Object based User Interface
Menurut Scott W. Ambler, sebuah aplikasi dengan user interface
yang berbasiskan obyek visual, memiliki seperangkat aturan yang harus
ditaati agar dapat digunakan secara baik, adapun aturan tersebut adalah :
1. Konsistensi
Tombol (button) harus ditempatkan pada tempat yang
konsisten pada layar, tema warna (colour schemes) harus tetap
sama.
2. Ikuti standar industri
Standar industri yang ada saat ini adalah IBM, Microsoft dan
Apple, dengan mengadaptasi standar secara baik maka secara
langsung kita akan keuntungan dari standart tersebut, pengguna
yang telah terbiasa akan mudah beradaptasi sehingga
mengurangi biaya untuk latihan.
3. Terangkan aturan cara bekerja 40 Scott W. Ambler, User Interface design & tips (Cambridge University Press, New York) 1998: hlm. 1
48
Jelaskan secara singkat bagaimana aplikasi yang dibangun
bekerja, bila aplikasi yang dibangun bekerja secara konsiten
maka cukup terangkan aturan sekali saja.
4. Mendukung tingkat pemula dan mahir
Ciptakan aplikasi atau opsi-alternatif dalam 2 tingkat, mahir
dan pemula, Pengguna yang mahir memerlukan kompleksitas
yang tidak didapatkan dalam tingkat , ini harus diakomodasikan
sehingga memenuhi kebutuhan setiap pengguna.
5. Navigasi antar halaman
Bila perpindahan antar halaman sulit dilakukan atau
dioperasikan, pengguna akan menjadi frustasi dan menyerah,
keadaan ini dapat diatasi dengan menggunakan model diagram
navigasi antar halaman (flow chart)
6. Navigasi di dalam halaman
Masyarakat barat, menggunakan alur baca dari kiri ke kanan,
sehingga dalam pengaturan obyek dan desain layar harus diatur
agar pengguna terbiasa dan tidak bingung.
7. Beri label berupa kata untuk pesan dan label secara tepat
Gunakan pesan berupa teks dan label yang efesien dan tepat
sehingga tidak menimbulkan salah persepsi oleh pengguna.
8. Mengerti sifat komponen yang digunakan
Obyek atau komponen yang digunakan harus ditempatkan di
layar sesuai dengan kegunaan serta harus diletakkan secara
konsisten.
9. Jangan terlalu mengacu pada aplikasi lain
Dalam pembuatan boleh saja kita mengacu pada sebuah
aplikasi tapi jangan jadikan sebagai harga mati, belum tentu
49
aplikasi tersebut sudah mencapai kondisi “ideal”. Kenali
pengguna kita.
10. Gunakan warna secara tepat
Warna harus sering digunakan bila tidak gunakan indikator
sekunder. Warna juga harus konsisten agar look and feel
aplikasi kita terjaga.
11. Pergunakan hukum kontras warna
Keterbacaan didalam layar harus diatur, untuk itu gunakan
hukum kekontrasan warna.
12. Gunakan jenis huruf yang tepat
Gunakan jenis huruf yang mudah terbaca di layar.
13. Gelapkan obyek yg tidak terpakai, jangan dihilangkan
Kadang dalam memilih, ada tombol yang tidak perlu
disertakan, tombol tersebut harus tetap disertakan, namun tidak
di funsikan, dan diberi warna yang gelap. Ini untuk menunjang
konsistensi dan memperkuat arti dari tombol itu sendiri bagi
pengguna.
14. Gunakan tombol keybord yang non-destrukstif
Bila input menggunakan keyboard, jangan gunakan tombol
destruktif seperti “backspace”,” delete”, dan lain-lain sebagai
tombol eksekusi perintah dalam aplikasi.
15. Pengaturan alignment dalam satu kolom harus rapi.
Bila ada kolom, harus tertata rapi, misal kolom tertata rata kiri
atau rata kanan.
16. Justifikasi data yang baik.
Sama halnya bila ada kolom isian berupa data, haru rata kiri
atau kanan.
50
17. Jangan membuat layar yang sibuk
Layar yang “penuh” atau ramai akan membuat pengguna
menjadi bingung, tingkat kepadatan yang berisikan obyek tidak
boleh lebih dari 40% bagian layar, juga tingkat obyek yang
tergroup densitasnya tidak boleh lebih dari 62% dari area group
tersebut.
18. Komponen sejenis di didalam layar harus di group secara
efektif.
Komponen yang memiliki fungsi sama harus di gabungkan
dalam satu group yang terpisah dengan obyek lain.
19. Buka window di tengah action
Feedback berupa informasi ketika sebuah obyek tersentuh
kursor harus diletakkan dekat dengan obyek atau kursor agar
perhatian pengguna tidak terpecah.
2.10.2 Prototype User Interface
Prototype adalah analisis iteratif yang mana pengguna atau
evaluator dapat secara aktif ikut mencoba atau mengevaluasi
layar tampilan. Guna dari protoyping ini adalah untuk
menunjukkan desain yang paling ideal dari user aplikasi yang
sedang dibuat 41 . Proses dari prototyping sendiri terdiri dari
beberapa tahap yaitu,
1. Tentukan apa dari kebutuhan user.
Kebutuhan dari penggunalah yang mendorong
pengembangan dari aplikasi yang akan dibuat. Bahan-
bahan untuk membuat dapat diambil dari wawancara,
41 ibid, hlm.4
51
pengamatan langusng di lapangan dan diagram tata cara
kerja pengguna.
2. Buat sebuah prototype.
Dengan menggunakan aplikasi alat bantu, aplikasi
multimedia dapat dibuat. Namun dalam proses ini,
disarankan jangan terlalu membuang waktu untuk
programming karena belum tentu aplikasi akan terpakai.
3. Evaluasi prototype.
Pada proses ini evaluasi dilakukan, untuk mencari apa
yang bagus, jelek, kurang, kelebihan dari sebuah
prototype.
4. Tentukan apakah sudah selesai apa belum.
Proses prototyping dapat dihentikan, apabila dalam proses
evaluasi tidak lagi didapatkan kemajuan atau masukan-
masukan yang terlalu signifikan.
2.11 Human Interface Design Principles
Produk dari Apple Computer dirancang menggunakan prinsip dasar yang
disebut dengan prinsip interaksi manusia dengan komputer. Apple Computer
terkenal akan kemudahan dalam pemakaian sistem computer mereka,
terutama pada sistem Mac OS-X®. Ini dikarenakan mereka menggunakan
prinsip dasar user interface yang menggunakan pendekatan manusiawi.
Adapaun prinsip-prinsip tersebut adalah 42:
1. Metafora
Gunakan metafora untuk menjelaskan konsep dan fitur yang tersedia di
dalam aplikasi. Penggunaan metafora yang konkrit dan familiar dengan 42 Apple Corp. “Inside Mac OS X :Aqua Human Interface Guidelines” (Apple Computer, Inc. :
California) 2001
52
lingkungan akan membuat pengguna menjadi nyaman dan mudah
beradaptasi
2. Manipulasi langsung
Manipulasi obyek secara langsung dikomputer membuat pengguna merasa
kontrol ada ditangan mereka. Obyek harus tetap tampak nyata di layar ketika
pengguna melakukan aksi pada obyek tersebut, dan hasil dari aksi tersebut
harus langsun tampak pada layar. Contohnya adalah operasi drag and drop
untuk memindahkan file ke folder yang berbeda..
3. See-and-Point (lihat dan tunjuk)
Pengguna melakukan interaksi di layar komputer biasanya menggunakan
mouse. Operatin system Macintosh, menganggap pengguna dapat melihat
apa yang mereka lakukan di layar dan dapat menunjuk apa yang ingin
mereka lihat. Misal ketika operasi drag and drop sebuah file ke folder,
pengguna tidak mempunyai pilihan menu ketika ia meletakkan file tersebut
ke folder tapi ia tahu hasil yang akan ia peroleh.
4. Konsistensi
Konsistensi didalam sebuah interface akan memudahkan pengguna untuk
mentransfer pengetahuan dan kemampuan mereka dari satu aplikasi ke
aplikasi lain. Sehingga tidak perlu belajar dua kali untuk memasuki aplikasi
lain.
5. What You See Is What You Get (WYSIWYG)
Dalam sebuah aplikasi yang mengizinkan pengguna untuk mencetak data,
usahakan tidak ada perbedaan antara apa yang terlihat di layar dengan yang
tercetak.
6. Kontrol Pengguna
Izinkan pengguna bukan komputer, untuk menginisiasi dan mengontrol aksi
7. Dialog dan FeedBack
53
Informasikan selalu apa yang terjadi dengan aplikasi kita kepada pengguna.
Berikan feedback berupa visual ataupun berupa audio, atau kedua-duanya
kepada pengguna.
8. Toleransi
Manusia perlu untuk merasa bahwa mereka dapat melakukan sesuatu tanpa
merusak sistem, gunakan fasilitas Undo agar mereka merasa aman.
9. Kesan Stabilitas
Interface Macintosh dirancang agar terlihat selau stabil, familiar dan situasi
yang dapat ditebak. Gunakan elemen grafis yang konsisten seperti menu,
control window, dan sebagainya.
10. Estetika yang terintegrasi
Artinya informasi yang diberikan sesuai dengan desain visual yang
diperlihatkan. Aplikasi yang kita buat harus terlihat nyaman bila dilihat
terus-menerus.
Jaga visual agar tetap sederhana, gunakan bila memang bener perlu untuk
menunjang fungsionalitas. Jangan gunakan symbol yang terlalu subyektif, ini
akan membuat pengguna menjadi bingung.
Berikan feedback elemen grafis sesuai dengan harapan pengguna, jangan
mengubah arti dari item yang sdah terstandarisasi.
11. Jangan terbatasi oleh modus kerja.
Jangan batasi pengguna dengan modus yang mengunci ketika sedang bekerja,
ketika modus tersebuit bekerja, kita tidak bisa melakukan apa-apa dan harus
menunggu operasi sampai selesai. Kecuali proses memang perlu resource
yang berat jangan kunci modus.
12. Pengetahuan akan audience atau pengguna
Kita harus mengetahui siapa pengguna aplikasi yang kita buat. Ini adalah
langkah awal yang sangat penting ketika hendak mendisain sesuatu.
54
Kunjungi tempat mereka belajar dan bekerja untuk mengerti bagaimana
mereka melakukan pekerjaan mereka atau bagaimana mereka belajar.
13. Kompabilitas yang mendunia
Sistem sofware Macintosh dirancang agar dapa bekerja secara mendunia,
dapat digunakan dibelahan dunia manapun juga. Pertimbangkan point-point
dibawah ini sebelum mendisain aplikasi.
14. Nilai kultur
Yakinkan bahwa ada beberapa elemen interface yang harus menggunakan
bahasa lokal. Pertimbangkan warna, grafis, kalender, teks dan pola penyajian
waktu.
15. Perbedaan Bahasa
Penerjemahan harus menggunakan bahasa yang standar, jangan
menggunakan makna yang rancu atau bahasa slang.
16. Display teks dan editng teks
Sistem penulisan tiap wilayah memiliki perbedaan. Di negara yang menganut
sistim bahasa latin, penulisan dilakukan dari kiri ke kanan.
17. Elemen interface yang teratur
Ketika sebuah dialog di terjemahkan, alignment harus diatur lagi karena
perbedaan jumlah huruf dan sebagainya.
18. Resources
Kumpulkan bahan yang menjadi pertimbangan ketika melokalisasi sebuah
aplikasi, ini menyangkut ukuran huruf, model penulisan, dan sebagainya
19. Akses universal
Jutaan orang memiliki keterbatasan fisik dan memerlukan perlakuan
istimewa, pertimbangkan untuk mendisain sesuatu yang universal sedari
tahap perancangan awal. Contoh hal yang harus diperhatikan misalnya :
55
1. Frekuensi obyek yang berkedip tidak boleh didalam batas 2hz s/d
55hertz, secara inklusif, ini untuk menghindari efek dapat memancing
kondisi medis yang tidak baik pada orang tertentu.
2. Bila ada respon yang bedasar waktu, beri peringatan terlebih dahulu
ketika waktu hendak habis melalui kotak dialog.
3. Peringatan akan kondisi kritis harus diberikan feedback dalam format
audio dan visual.
20. Penglihatan visual yang terbatas
Gunakan teks dengan ukuran tertentu untuk orang dengan penglihatan yang
terbatas.
21. Pendengaran yang terbatas
Orang dengan pendengaran terbatas tidak mampu mendengarkan suara
dalam tingkat suara yang normal, aplikasi yang bersangkutan tidak boleh
memberi informasi hanya dalam bentuk suara saja, harus disertai dengan
visual. .
22. Kondisi fisik yang terbatas.
Orang dengan kondisi fisik yang terbatas memerlukan metode akses khusus
dengan menggunakan alat input khusus seperti mouse khusus, Sticky keys,
dan sebagainya.
56
2.12 Output Hasil Pengolahan
Output dari multimedia ini adalah aplikasi yang berbentuk CD-ROM,
tidak menutup kemungkinan untuk media lain seperti DVD-ROM atau
berbasis internet yang diletakkan di server internet sehingga dapat diakses
oleh para pengguna, seperti pada on-line digital library seperti
www.compton.com .
Adapun format dari output ada bermacam-macam, tergantung platform
yang dituju, bila PC-Windows based maka CD-ROM akan dikemas sesuai
dengan standart file ISO 9660 atau Hybrid Format Sytem (HFS) agar bisa
dibaca di system Macintosh dan PC. Untuk platform semacam Playstation
dan X-BOX memiliki format tersendiri.
Pemilihan format ini ditentukan berdasarkan sifat dan kebutuhan dari
aplikasi itu sendiri, misal dengan platform PC maka aplikasi dapat melakukan
cetak komponen obyek, sesuatu yang tidak dapat di lakukan dalam platform
Playstation.
57
BAB III
DATA DAN ANALISIS
3.1. Yayasan Autisma Indonesia
Yayasan Autisma Indonesia berdiri bulan Maret 1997. Yayasan ini
dibentuk karena dalam kurun waktu 3-4 bulan terakhir makin banyak
ditemukan penyandang autisma di Indonesia. Pada saat mencapai usia
sekolah, anak-anak ini ditolak masuk sekolah TK biasa karena dianggap
tidak bisa menerima instruksi guru dan perilaku mereka yang cenderung
seenaknya dianggap mengganggu tata tertib sekolah. Untuk masuk Sekolah
Luar Biasa pun mereka mungkin tidak cocok karena banyak dari mereka
yang memiliki kecerdasan normal bahkan diatas rata-rata.
Di Indonesia, pemerintah belum menyediakan fasilitas pendidikan bagi
penyandang Autisma, sedangkan pendidikan swasta yang ada masih kurang
memadai, maka timbullah gagasan dari sekelompok kecil profesional untuk
mendirikan suatu pendidikan dan pelatihan bagi penyandang Autisma
maupun keluarga yang dikelola secara terpadu dan profesional. Namun untuk
itu tentu saja diperlukan dana yang sangat besar, oleh karena pendidikan
anak autistik memerlukan sistem penanganan satu guru satu anak. Maka atas
kerja sama sekelompok orang tua penyandang autisma dan sekelompk
profesional di bidang medik dan pendidikan inilah dibentuk Yayasan
Autisma Indonesia yang merupakan suatu badan sosial.
Yayasan Autisma Indonesia telah menjalankan kegiatannya sekitar 1½
tahun. Dalam kurun waktu tersebut, kegiatan yang telah dilakukan adalah
antara lain simposium sebanyak 3 kali, pelatihan tatalaksana perilaku
sebanyak kurang lebih 8 kali, dan parent support group sebanyak 2 kali.
58
Kegiatan tersebut berjalan dengan sukses, dilihat dari minat, respon,
antusiasme hadirin maupun beragamnya peserta selain orang tua, keluarga
dan terapis, juga dihadiri oleh dokter umum, dokter spesialis, psikiater,
psikolog dan profesional lainnya.
Misi dan tujuan yayasan adalah untuk membantu para penyandang
autisma memperoleh penatalaksanaan dan pendidikan serta pelatihan yang
sesuai dan terpadu sedini mungkin, sehingga perkembangan mereka dapat
dibantu mencapai taraf semaksimal mungkin. Dengan demikian, diharapkan
bahwa mereka dikemudian hari dapat hidup mandiri dalam masyarakat
normal.
Yayasan juga berperan sebagai pusat informasi bagi siapapun yang ingin
mengetahui lebih banyak mengenai gangguan Autisma, dengan menyediakan
literatur lengkap. Tujuan jangka panjang Yayasan adalah bukan hanya
menjadi pusat informasi saja, tetapi menjadi pusat diagnostik, terapi,
pendidikan dan penelitian.
Yayasan Autisma sejak bulan Mei 1998 telah mempunyai kantor
sekretariat yang baru di Jl. Warung Buncit Raya No.55 Lt.1 Jakarta Selatan –
12790 dengan telepon : 7971945 dan fax 7991355.
Susunan Pengurus Harian Umum
Ketua : dr. Melly Budiman, DSJ
Wakil Ketua I : Bimo Wicaksono, S.H.
Wakil Ketua II : dr. Rudy Sutadi, DSA
Sekretaris : Muljanti Zafar
Bendahara dan Administrasi Keuangan : Lisa Sitorus
Seksi Ilmiah
Ketua : Dyah Puspita, Spsi.
59
Koordinator PSG : Angela Yusman
Anggota : Muljanti Zafar, Ellen Solaiman, Marida Bimo Wicaksono,
Ina Ginandjar, Tekun Prihatin, Theresia Wibisono, dr.
Iramawaty Kamarul.
Seksi Dana dan Usaha
Ketua : Jenner Yusman
Anggota : Hardi Solaiman, A. Sitorus.
3.2. Autisme
Istilah autisme infantil (early infantile autism) dipakai pertama kali
oleh Dr.Leo Kanner, seorang psikiater anak, pada tahun 1934. Ia
menggambarkan dengan sangat rinci gejala-gejala dari 11 anak yang tidak
mampu mengadakan interaksi sosial dan seolah-olah hidup dalam dunianya
sendiri. Ia memperkirakan hal ini disebabkan oleh gangguan metabolisme
bawaan yang menimbulkan kegagalan untuk berinteraksi. Istilah “autisme”
sendiri dipinjamnya dari bidang schizophrenia, untuk menggambarkan
perilaku pasien schizophrenia yang menarik diri dari luar dan menciptakan
dunia fantasinya sendiri. Kanner menggambarkan bahwaa anak-anak tersebut
juga hidup dalam dunianya sendiri, terpisah dari dunia luar.
Pada schizophrenia, autisme disebabkan oleh proses regresi karena penyakit
jiwa, sedangkan pada anak-anak dengan autisme infantil terdapat kegagalan
perkembangan. Memang pemakaian istilah autisme seringkali menimbulkan
kerancuan mengenai hubungan antara kedua kondisi tersebut. Perbandingan
60
antara pria dan wanita pada penyandang autisme adalah 4:1, penyebab dari
hal ini belum dapat diketahui secara pasti.43
3.3. Gejala-gejala Autisme Infantil
Gejala autisme infantil timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun.
Pada sebagian anak gejala itu sudah ada sejak lahir, seorang ibu yang
cermat terhadap perkembangan anaknya akan melihat kelainan pada
anaknya sebelum mencapai usia 1 tahun, yaitu kurangnya tatap mata atau
tidak ada tatap mata sama sekali.
Dalam perkembangan normal seorang bayi sudah bisa berinteraksi
dengan ibunya pada usia 3 bulan. Bila ibu berbicara pada bayi maka anak
itu akan merespon dengan ocehannya. Makin lama bayi menjadi makin
responsif terhadap rangsang dari dunia luar. Pada umur 8 bulan ia sudah
bisa bergurau, tatapan matanya tajam memperhatikan orang yang
mengajaknya berinteraksi. Hal-hal ini semua tidak ada atau sangat kurang
pada bayi autistik.
Ia bersikap acuh tak acuh bila diajak bicara atau bergurau. Ia seakan-
akan menolak semua usaha interaksi dari orang lain. Ia lebih suka
dibiarkan main sendiri, ia bisa sangat asyik memperhatikan mainan yang
digantung diatas ranjang kecilnya dan tertawa terkekeh-kekeh bila mainan
itu diputar-putar.
Sebagian kecil dari penyandang autisme sempat berkembang normal,
namun sebelum mencapai umur 3 tahun perkembangan terhenti, kemudian
timbul kemunduran dan mulai tampak gejala-gejala autisme.
43 Melly Budiman, Pentingnya Diagnosis Dini dan Penatalaksanaan Terpadu pada Autisme, Makalah pada simposium Tata Laksana Autisme di Semarang, 24-10-1998). hlm. 2
61
Pada beberapa anak ada faktor pencetusnya, seperti ditinggal oleh
orang terdekat secara mendadak, punya adik, sakit berat, bahkan ada yang
gejalanya timbul setelah mendapat imunisasi.
Gejala-gejala akan tampak makin jelas setelah anak mencapai usia 3
tahun, yaitu berupa :
1. Gangguan dalam bidang komunikasi verbal maupun non verbal :
- Terlambat bicara
- Meracau dengan bahasa yang tak dapat dimengerti orang lain
- Bila kata-kata mulai diucapkan ia tak mengerti artinya
- Bicara tidak dipakai untuk komunikasi
- Ia banyak meniru atau membeo (echolalia)
- Beberapa anak sangat pandai menirukan nyanyian, nada maupun
kata-katanya, tanpa mengerti artinya.
- Sebanyak 20% dari anak-anak ini tidak dapat berkomunikasi
secara lisan sampai dewasa.
- Bila menginginkan sesuatu ia menarik tangan terdekat dan
mengharapkan tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya.
2. Gangguan dalam bidang interaksi sosial
- Menolak atau menghindar untuk bertatap mata
- Tak mau menengok bila dipanggil
- Seringkali menolak untuk dipeluk
- Tak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang lain, lebih
asyik main sendiri
- Bila didekati untuk diajak main ia malah menjauh.
3. Gangguan dalam bidang perilaku
- Pada anak autistik terlihat adanya perilaku yang berlebihan
(excessive) seperti hiperaktivitas motorik, tak bisa diam,
62
mengulang-ulang gerakan tertentu dan kekurangan (deficient),
seperti duduk diam bengong dengan tatapan kosong, melakukan
permainan monoton dan berulang-ulang, duduk diam terpukau
oleh sesuatu hal, misalnya bayangan dan benda yang berputar.
- Kadang-kadang ada kelekatan pada benda tertentu, seperti
sepotong tali, kartu, kertas, gambar, gelang karet atau apa saja
yang terus dipegangnya dan dibawa kemana-mana.
- Perilaku yang ritualistik.
4. Gangguan dalam bidang perasaan dan emosi
- Tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain, misalnya
melihat anak menangis ia tidak merasa kasihan, malahan
didatangi dan dipukul karena merasa terganggu.
- Kadang-kadang tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah-
marah tanpa sebab yang jelas.
- Sering mengamuk tak terkendali, terutama bila tidak
mendapatkan apa yang diinginkan, ia bisa menjadi agresif dan
destruktif, bisa juga menyakiti diri sendiri, misalnya menyakiti
diri sendiri, memukul atau membenturkan kepalanya berulang-
ulang, menggigit diri sendiri dan lain sebagainya.
5. Gangguan persepsi sensoris
- Mencium-cium atau menggigit mainan atau benda apa saja.
- Bila mendengar suaru tertentu langsung menutup telinga.
- Tidak menyukai rabaan atau pelukan.
- Merasa sangat tidak nyaman bila dipakaikan pakaian dari bahan
yang kasar.
Gejala-gejala tersebut tidak harus ada pada semua anak penyandang
autisme. Pada penyandang autisme berat mungkin hampir dari semua
63
gejala diatas ada, tapi pada yang ringan hanya terdapat sebagian saja
dari gejala diatas.
3.3.1. Kriteria Diagnostik Autisme
Autisme adalah gangguan perkembangan, oleh karena itu diagnosis
ditegakkan dari gejala klinis yang tampak, yang menunjukkan adanya
penyimpangan dari perkembangan normal yang sesuai umurnya.
International Classification of Diseases (ICD) 1993 maupun
Diagnostic and Statistical Manual (DSM-IV) 1994, merumuskan
kriteria diagnosis untuk autisme infantil adalah :
A. Harus ada 6 gejala dari (1),(2) dan (3), dengan minimal dua
gejala dari (1) dan masing-masing satu gejala dari (2) dan (3).
(1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik.
Minimal harus ada 2 dari gejala dibawah ini :
a. Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup
memadai : kontak mata sangat kurang, ekspresi muka
kurang hidup, gerak-gerik kurang tertuju.
b. Tak bisa bermain dengan teman sebaya.
c. Tak ada empati (tak dapat merasakan apa yang
dirasakan orang lain).
d. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan
emosional yang timbal balik.
(2) Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi. Minimal
harus ada satu dari gejala-gejala dibawah ini :
a. Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tak
berkembang. Anak tidak berusaha untuk berkomunikasi
secara non-verbal.
64
b. Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak dipakai
untuk berkomunikasi.
c. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-
ulang.
d. Cara bermain yang kurang variatif, kurang imajinatif
dan kurang dapat meniru.
(3) Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang
dalam perilaku, minat dan kegiatan. Minimal harus ada satu
dari gejala-gejala dibawah ini :
a. Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara
yang sangat khas dan berlebihan.
b. Terpaku pada kegiatan yang ritualistik atau rutinitas
yang tidak ada gunanya.
c. Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang.
d. Seringkali terpukau pada bagian-bagian benda.
B. Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau
gangguan dalam bidang interaksi sosial, bicara dan berbahasa
dan cara bermain yang monoton, kurang variatif.
C. Bukan disebabkan oleh sindroma Rett atau gangguan
disintegratif masa kanak.
3.3.2. Faktor Penyebab
Sekitar 15-20 tahun yang lalu, autisme masa kanak dianggap
sebagai gangguan perkembangan yang sangat jarang terjadi. Hanya
ditemukan 2-4 kasus diantara 10.000 anak. Namun belakangan makin
banyak anak-anak yang mengalami gangguan perkembangan seperti
ini, dan saat ini diperkirankan terdapat 15-20 kasus per 10.000 anak.
65
Peningkatan ini terdapat diseluruh Indonesia, malah kesannya di
negara-negara maju makin banyak penyandang autisme.
Penelitian didalam bidang neuro-anatomy, neuro-fisiologi, neuro-
kimiawi dan genetika penyandang autisme telah menemukan fakta-
fakta yang pasti tentang gangguan neuro-biologis sebagai penyebab
dari timbulnya gejala-gejala autisme. Autisme disebabkan oleh
gangguan atau kelainan pada perkembangan sel-sel otak selama
dalam kandungan. Pada saat pembentukan sel-sel tersebut timbul
gangguan dari virus (rubella, toxo, herpes), jamur (candida),
oksigenasi (pendarahan), keracunan logam berat dari polusi (Pb,Hg),
keracunan dari makanan maupun inhalasi, sehingga pertumbuhan sel-
sel otak dibeberapa tempat menjadi tidak sempurna.
Gangguan struktur maupun biokimiawi pada otak inilah yang
menimbulkan gejala-gejala autisme. Tidak semua gejala sama pada
setiap anak, tergantung dari bagian mana dari otak yang terganggu
perkembangannya. Juga ringan atau beratnya gangguan
perkembangan ini tergantung dari ringan beratnya gangguan yang
terjadi di otak.
Selain penelitian-penelitian mengenai otaksendiri, penelitian
mengenai faktor genetika sampai saat ini masih terus dilakukan,
terutama di Amerika yang diberikan anggaran khusus oleh
pemerintahnya. Penemuan-penemuan awal menunjukkan bahwa
memang faktor genetik mempunyai peran yang penting dalam
timbulnya autisme ini.
Peran faktor genetik terlihat terutama bila dalam satu keluarga ada
lebih dari satu anak yang menyandang autisme. Seperti pada anak
66
kembar satu telur, mereka mempunyai sel-sel yang identik sehingga
kembarannyapun memiliki gangguan yang sama.
3.4. Terapi ABA dan Terapi Lovaas
Applied Behaviour Analysis (ABA) adalah tatalaksana yang bertujuan
untuk melatih perilaku (behavior) anak autis. Pendekatannya didasarkan
atas riset yang dibuat oleh B.F Skinner, seorang psikolog. Skinner, secara
ilmiah mendemonstrasikan bahwa consequences (konsekuensi atau akibat)
memiliki pengaruh yang kuat dan dapat diperkirakan (predictable)
terhadap perilaku. Skinner menyebut proses tersebut sebagai operant-
conditioning. Sebuah consequences atau event (kejadian) yang memperkuat
perilaku disebut reinforcer (penguat atau imbalan). Contoh dari reinforcer
misalnya adalah makanan/minuman, sentuhan, pelukan, ciuman, pujian
atau aktivitas yang disukai. Pada operant conditioning, jika perilaku diikuti
oleh reinforcer terjadi probibilitas (peningkatan kemungkinan) bahwa
perilaku yang sama akan terulang lagi pada keadaan yang sama. Jika
perilaku tidak diikuti oleh reinforcer (penguat atau imbalan), maka
perilaku akan menurun atau tidak terjadi lagi.
Pemulihan dari autisme adalah mungkin jika tatalaksana dimulai dari
usia dini. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ivar O. Lovaas (1987)44 dari
University of California (UCLA), dengan menggunakan metode modifikasi
perilaku 40 jam seminggu selama 2 tahun, dari 19 anak autistik berumur di
bawah 4 tahun, 9 anak (47%) mencapai “fungsi kognitif normal”. Pada uji
dengan semua standar pengukuran IQ, hasilnya normal. Saat ini anak-anak
tersebut sudah remaja berusia belasan, kesembilan anak tersebut tampak
normal, tidak dapat dibedakan dengan teman sebayanya, baik dari sudut 44 Seperti dikutip Rudy Sutady dalam Intervensi Dini Tatalaksana Perilaku Pada Penyandang
Autisme, Makalah pada Simposium Autisme di Semarang 24 Oktober 1998.hlm 24
67
keterampilan sosial maupun keterampilan akademik. Pada sampel
penelitiannya tersebut, Lovaas juga menemukan bahwa semakin muda usia
anak-anak dimulainya tatalaksana perilaku secara intensif, maka hasil yang
diperoleh semakin baik.
Dari penelitiannya Lovaas mendapatkan suatu konsensus bahwa
variabel yang merupakan hal penting dalam menunjang optimalisasi hasil
ialah intervensi dini, keterlibatan orang tua, fokus masyarakat, dan
intensitas tatalaksana. Selain itu Lovaas juga menyatakan bahwa anak
autistik perlu mendapat sebanyak mungkin tatalaksana jika ingin mengejar
ketertinggalannya (catching up to “normal” or “average” children), yaitu
belajar sepanjang waktu “meleknya” (during all their waking hours). Pada
penelitian berikutnya Lovaas mendapatkan hasil 19 anak di kelompok
tatalaksana 40 jam seminggu selama 2 tahun atau lebih menunjukkan
peningkatan IQ yang besar, sedangkan mereka yang mendapat 10 jam atau
kurang tidak menunjukkan perbaikan. Hal yang sama juga diperoleh oleh
peneliti lain yang mana anak yg mendapat pelatihan sebanyak 20 jam juga
memperoleh peningkatan IQ namun tidak sebaik anak yng mendapat
pelatihan sebanyak 40 jam.
Kesimpulan yang didapat adalah, pelatihan selama 10 jam, tidak
membuahkan hasil, sedangkan 20 jam hanya mendapatkan hasil sedikit,
tidak maksimal, yang terbaik adalah 40 jam, dimana perbaikan yang
dihasilkan sangat besar.
3.4.1. Kurikulum ABA
Berikut adalah gambaran secara umum tahapan terapi yang
berdasarkan kurikulum ABA, yang diambil dari dokumen elektronic
(e-paper) yang terdapat di website Asosiasi Autisme Amerika
68
(Autism Society of America) www.autism-society.org kurikulum ini
adalah basis terapi autis secara umum yang mana terapi metode
Lovaas adalah pengembangan (sub-set) dari terapi ini.
Tahap Awal (Beginner)
Attending Skill –sits independently, eye contact
Imitation Skill – gross, fine, and oral motor skills
Receptive Language Skill – body parts, identification, one step
instruction
Expressive Language Skill – imitates Sounds, labeling, yes/no,
greeting, answer simple question.
Pre-Academic Skill – matching, complete activities
independently, counting and identifies
shapes, colors and letter.
Self-help Skill – get undressed independently, eats
independently, toilet training.
Tahap Menengah (Intermediate)
Attending Skill – sustains eye contact, responds to
name
Imitation Skill – imitates sequences, copies simple
drawing, pairs action with sound
Receptive Language Skill – two-step instructions, identifies
attributes, pretends, identifies
categories, pronouns, propositions,
emotions, gender.
69
Expressive Language Skill – two and three word phrases,
requests desired items, labels
according to function, simple
sentences, reciprocates information,
ask “wh-“ questions.
Pre-Academic Skill – matches by category, gives
specifies quantity of items,
uppercase/lowercase letters,
more/less, simple worksheets, copies
letter and numbers, writes name, cuts
with scissors, colors within a
boundary.
Self-help Skill – gets dressed independently, puts on
shoes, puts on coat, self-initiates
toileting.
Tahap Lanjut (Advanced)
Attending Skill – maintains eye contact during
conversation, and group instruction.
Imitation Skil – complex sequencing, peer play,
verbal responses to peers.
Receptive Language Skill – three-step instructions, same/different,
identifies what doesn’t belong,
plural/singular, understands “ask…”
versus “tell…”
Expressive Language Skill – utilizes “I don’t know”, retell story,
recall past events, ask for clarification,
70
advanced possesive pronouns, verb
tense, asserts knowledge.
Abstract Language – predict outcomes, takes another’s
perspective, provides explanations.
Academic Skill – completes patterns, reading, names
letter sounds, consonants, spelling,
states word meaning, simple synonyms,
ordinal numbers, identifies rhyming
words, writes simple words from
memory, add single-digit number.
Social Skill – follows directions from peers,
answers questions from peers, responds
to play-initiation statements, initiates
play statements to peers, offers and
accepts peer assistance.
School Readiness – wait turns, demonstrates new
responses through observation, follow
group instruction, sing nursery rhymes,
answer when called on, raises hand,
story-time, show and tell.
Self-help Skills – brushes teeth, zippers, buttons, snaps.
Sedangkan kurikulum yang di gunakan oleh Yayasan Autisma
Indonesia adalah sebagai berikut :
A. Kemampuan Mengikuti Tugas/Pelajaran
1. Duduk mandiri di kursi
71
2. Kontak mata saat dipanggil
3. Kontak mata ketika diberi perintah, : “Lihat (ke) sini”
4. Berespons terhadap arahan : “Tangan ke bawah”
B. Kemampuan Imitasi (Meniru)
3. Imitasi gerakan motorik kasar
4. Imitasi tindakan (aksi) terhadap benda
5. Imitasi gerakan motorik halus
6. Imitasi gerakan motorik mulut
C. Kemampuan Bahasa Reseptif
1. Mengikuti perintah sederhana (satu-tahap)
2. Identifikasi bagian-bagian tubuh
3. Identifikasi benda-bend,a
4. Identifikasi gambar-gambar
5. Identifikasi orang-orang dekat (familier) / anggauta ketuarga
6. Mengikuti perintah kata kerja
7. Identifikasi kata-kata kerja pada gambar
8. Identifikasi bend a-benda di tingkungan
9. Menunjuk gambar-gambar dalam buku
10. Identifikasi benda-benda menurut fungsinya
11. Identifikasi kepemilikan
12. Identifikasi suara-suara di lingkungan
D. kemampuan Bahasa Ekspresif
1. Menunjuk sesuatu yang diingini sebagai respons “Mau apa?”
2. Menunjuk secara spontan benda-benda yang diingini
72
3. Imitasi suara dan kata
4. Menyebutkan (melabel) benda-benda
5. Menyebutkan (melabel) gambar-gambar
6. Mengatakan (secara verbal) benda-benda yang diinginkan
7. Meryatakan atau dengan isyarat dan tidak untuk sesuatu yang
disukai (diingini) dan yang tidak disukai (tidak diingini)
8. Menyebutkan (melabel) orang-orang dekat.(familier)
9. Membuat pilihan
10. Saling menyapa
11. Menjawab pertanyaan-pertanyaan sosial
12. Menyebutkan (melabel) kata kerja di gambar,orang lain, dan
diri sendini
13. Menyebutkan (melabel) benda sesuai fungsinya
14. Menyebutkan (melabel) kepemilikan
E. Kemampuan Pre-Akademik
1. Mencocokkan
a. Benda benda yang identik
b. Gambar-gambar yang identik
c. Benda dengan gambar
d. Warna, bentuk, huruf, angka
e. Benda-benda yang non-Identik
f. Asosiasi (hubungan) antara berbagai benda
2. Menyelesaikan aktivitas sederhana secara mandiri
3. ldentifikasi warna-warna
4. ldentifikasi berbagai bentuk
5. ldentifikasi huruf-huruf
73
6. ldentifikasi angka-angka
7. Menyebut (menghafal) angka 1 sampai 10
8. Menghitung benda-benda
F. Kemampuan bantu diri
1. Minum dan gelas
2. Makan dengan rnenggunakan sendok dan garpu
3. Melepas sepatu
4. Melepas kaos kaki
5. Melepas celana
6. Melepas baju
7. Menggunakan serbet tissue
8. Toilet-training untuk buang air kecil
3.4.2. Pelatihan anak autis secara visual
Penyandang autis lebih bisa memahami informasi yang diterima
dalam bentuk gambar dibandingkan dengan bahasa lisan ataupun
tulisan, oleh karena itu dalam mengajar mereka dibutuhkan tatalaksana
khusus.45
Duapuluh persen dari penyandang autisme tidak akan bicara, bagi
mereka dapat diajarkan ketrampilan komunikasi dengan cara lain, yaitu
gambar-gambar atau Picture Exchange Communication (PEC) atau
Computer Pictograph for Communication (COMPIC) atau
Communication Through Picture. Gambar-gambar tersebut dapat
disusun di papan komunikasi manual ataupun melalui komputer.46
45 Sn, “Beri penyandang autisma kesempatan di sekolah umum”, Harian Kompas 28-08-2000. hlm 10 46ibid. hlm 26
74
Secara umum anak autis memiliki kemampuan yang menonjol di
bidang visual. Mereka lebih mudah untuk mengingat dan belajar, bila
diperlihatkan gambar atau tulisan dari benda-benda, kejadian, tingkah
laku maupun konsep-konsep abstrak. Dengan melihat gambar atau
tulisan, anak autis akan membentuk gambaran mental atau mental
image yang jelas dan relatif permanen dalam benaknya.
Bila materi tersebut hanya diucapkan saja mereka akan mudah
melupakannya karena daya ingat mereka amat terbatas. Karena itu
dalam melakukan terapi digunakan sebanyak mungkin kartu-kartu
bergambar dan alat bantu visual lain untuk membantu mereka
mengingat, hal ini juga berlaku untuk anak autis yang hanya
mengalami gangguan di bidang verbal.47
Untuk melatih penderita agar bisa berkomunikasi, kita harus
menyesuaikan diri dengan gaya komunikasi mereka. Orang tua dan
pendidik bisa menggunakan ekspresi wajah, gerak isyarat, mengubah
nada suara, menunjuk gambar, menunjuk tulisan, menggunakan papan
komunikasi dan menggunakan simbol-simbol. Cara-cara tersebut tidak
hanya digunakan secara tersendiri, tetapi juga dapat digabungkan
sehingga membentuk pesan yang lebih kuat.
Cara-cara tersebut diatas, dapat diintegrasikan dengan
menggunakan teknologi multimedia interaktif. Karakter sebuah aplikasi
multimedia interaktif adalah gabungan dua atau lebih dari beberapa
media, yang dapat diakses secara interaktif, sehingga membentuk
sebuah efek komunikasi yang kuat. Sebuah studi yang dilakukan oleh
Software Publisher Association (SPA) tentang keefektifan penggunaan
teknologi menunjukkan manusia mendapat 80 persen pengetahuan dari
47 Arn,“Meningkatkan komunikasi pada anak autis”, Harian Kompas, 21-04-2002. Hlm 21
75
melihat, tetapi hanya 11 persen yang teringat. Persentase ini lebih kecil
melalui pendengaran tetapi hasil yang diingat lebih tinggi. Kombinasi
keduanya akan sangat efektif dan menaikkan daya ingat hingga 50
persen. Dengan demikian aplikasi multimedia merupakan sarana yang
tepat untuk pendidikan.48
3.4.3. SWOT
Kekuatan (Strength):
1. Jumlah anak yang menderita autis di indonesia semakin
meningkat.
2. Makin banyak berdirinya lembaga penanganan autis.
3. Terapi ABA dan terapi Lovaas adalah terapi yang paling sering
digunakan karena tingkat keberhasilannya tinggi.
4. Setiap anak autis membutuhkan dan akan menerima terapi visual,
dengan menggunakan berbagai macam media.
5. Karena dapat diaplikasikan di rumah, jam pelatihan di tempat
terapis bisa dikurangi, sehingga menjadi hemat biaya.
Kelemahan (Weakness):
1. Walau jumlah penderita autisme meningkat di Indonesia belum
begitu memasyarakat.
2. Media yang digunakan untuk pembelajaran mahal karena harus
diimpor dari luar negeri.
3. Walau kebanyakan dari para penyandang berasal dari kalangan
yang mampu, belum banyak yang mengerti komputer.
48 Ibid , hlm 9.
76
4. Tidak semua penyandang autisma dapat menikmati aplikasi ini
secara langsung, semua harus melalui diagnosis terapis terlebih
dahulu, sehingga tidak bisa dijual secara umum.
Peluang (Opportunity):
1. Dengan metoda distribusi yang diterapkan oleh YAI,
diharapkan media ini dapat dijangkau oleh semua kalangan.
2. Dengan menggunakan teknologi multimedia, pelatihan dapat
dilanjutkan dirumah, dengan bimbingan orang tua sehingga
program terapi menjadi efektif.
3. Karena sifatnya yang interaktif dan menarik dapat juga
digunakan oleh para penyandang kelainan lain seperti
Attenttion Disorder (AD-HD) dan Hiperaktifitas yang
merupakan keluarga dari autisme.
4. Jumlah tempat terapi dan parent support group di Jakarta pada
khususnya melalui data tidak tertulis mencapai 100 tempat lebih.
Dengan jumlah penyandang bisa mencapai 5 sampai 8 per
terapis.
.Ancaman (Threath):
1. Penanganan autisme sendiri belum terlalu memasyarakat,
2. Belum semua tempat terapis memiliki komputer berbasis
multimedia.
3.4.4. Analisis Khalayak Sasaran
Analisis khalayak sasaran disini untuk menganalis khalayak
sasaran, adapun khalayak yang dimaksud adalah dokter, terapis,
paedagog orang tua atau relatif dengan rekomendasi dari terapis.
3.4.4.1.Geografis
77
Daerah : Pulau Jawa dan sekitarnya
Ukuran Kota : Kota besar
3.4.4.2.Demografis
Usia : 20 th keatas
Jenis Kelamin : Pria dan wanita
3.4.4.3.Status
Kelas sosial : Kelas menengah keatas
Pendidikan : Tingkat SMU sampai perguruan tinggi dan
S2
Pekerjaan : Pegawai, Wiraswasta dan Ibu rumah tangga.
3.4.4.4.Psikologis
Termotivasi akan hal baru, mempunyai sikap belajar, tekun, giat
serta mau mencoba sesuatu yang baru.
3.4.4.5.Perilaku
Memiliki gaya hidup yang ulet, mengingat perawatan anak autis
membutuhkan kesabaran yang luar bisa.
78
BAB IV
KONSEP DAN PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL
4.1 PENETAPAN PERANCANGAN
4.1.1 Tujuan Perancangan
Perancangan komunikasi visual pada aplikasi multimedia
untuk terapi anak autis berdasar metoda lovaas ini bertujuan agar isi
(content) dari aplikasi multimedia dapat dikomunikasikan kepada
audience yang mana pada hal ini adalah terapis anak autis (sebagai
pendamping) dan anak penyandang autis itu sendiri.
4.1.2 Tujuan Komunikasi
Aplikasi multimedia ini ditujukan kepada anak autis sebagai
tujuan akhirnya, sedangkan pada tahap awal aplikasi ini digunakan
anak autis dengan didampingi secara penuh oleh terapis. Sasaran
utamanya adalah untuk memudahkan pelatihan anak autis yang mana
memerlukan pengajaran secara kontinyu yaitu di rumah dan di tempat
terapis.
Dengan menggunakan aplikasi multimedia yang kaya akan
media dan tersedianya interaktifitas maka diharapkan aplikasi ini
dapat meningkatkan kemampuan anak autis secara visual. Sedangkan
materi pembelajaran yang disajikan berdasarkan pada kurikulum
yang digunakan pada terapi metoda lovaas, sebagai metoda yang
digunakan dalam melatih anak autis.
79
4.1.3 Strategi Komunikasi
4.1.3.1 Pendekatan Komunikasi
Dalam penyajiannya pendekatan komunikasi yang digunakan adalah
menggunakan pendekatan artistik dan emosional, yaitu pengolahan sumber
data secara lanjut yang ditujukan untuk memotivasi dan melatih pengguna
aplikasi.
4.2 Proses Pembuatan Aplikasi Multimedia Interaktif
Proses pembuatan aplikasi multimedia didasarkan atas proses yang
disebut prototyping, pada proses ini terdapat beberapa tahap yang mana
merupakan proses kunci yang berpengaruh pada efektifitas aplikasi tersebut.
4.2.1.1 Prototyping
Pada proses ini ditetapkan sejumlah obyek dari aplikasi yang berdasar
pada lingkungan tempat dimana pengguna (user) yaitu penyandang autis itu
sendiri. Selanjutnya obyek yang ada di lingkungan pelatihan penyandang
autis seperti snoezellen room, beserta isinya diadaptasikan kedalam lingkup
lingkungan aplikasi multimedia. Kemudian aplikasi ini diuji melalui
serangkaian evaluasi, yang dilakukan oleh evaluator. Proses evaluasi ini
berguna untuk melihat apakah aplikasi yang dibuat sudah sesuai dengan
kondisi dan syarat calon pengguna aplikasi, dilihat dari data karakteristik
pengguna atau user.
4.2.1.2 Komponen Multimedia
Setelah melakukan observasi pada lingkungan dimana penyandang
autis mendapat pengajaran, maka dibuatlah komponen-komponen
multimedia berdasar pada pengamatan pada tempat pelatihan tersebut.
80
Komponen multimedia yang diadaptasi berdasar lingkungan dimana user
belajar, adalah berupa :
1. Feedback interaktif ketika user menggunakan aplikasi, disamakan
dengan lingkungan.
2. Komponen grafis seperti warna, garis, bentuk, obyek dalam
multimedia disesuaikan dengan lingkungan user.
3. Komponen audio juga disesuaikan dengan lingkungan user,
dimana komponen berupa respon ketika melakukan kesalahan dan
musik penyerta adalah berasal dari bahan yang ada di tempat
terapis.
4. User Interface, sebagai tempat dimana semua komponen
multimedia tampil, didisain sedemikian rupa agar isi (content)
berupa materi pembelajaran dapat disampaikan secara baik dan
komunikatif.
4.2.1.3 Program untuk authoring multimedia dan komponennya
Adapun program yang digunakan untuk membuat dan
mengolah komponen multimedia dalam aplikasi terapi visual untuk
anak autis ini adalah :
Adobe Photoshop v.6.0, aplikasi pengolah citra digital
Macromedia Freehand v.9.0, aplikasi pengolah grafik vektor
dan layout
Macromedia Director v.8.5, aplikasi pengolah sistim
multimedia
SoundForge 5.5c, Aplikasi pengolah suara
Nero Burning ROM 5.5c, aplikasi untuk CD-Mastering
81
4.3 Biaya Media
CD-Recordable, grade A 700mb/s 80 menit @Rp. 2500,-
CD-Case dan Box CD @Rp. 2500,-
4.4 Perencanaan Kreatif
4.4.1 Tujuan dan Strategi Kreatif
Tujuan utama perancangan ini adalah agar anak autis dapat menjalani
terapi dengan menggunakan media multimedia yang diharapkan dapat
meningkatkan komunikasi mereka. Dalam pelatihannya anak autis ini
dipancing untuk berekspresi. Misalnya ekspresi senyum, mereka dilatih
untuk mengekspresikan senyum dalam terapinya, agar emosi mereka terlatih.
Dengan menggunakan media multimedia ini anak autis juga dapat secara
berkesinambungan menggunakannya di rumah dengan rekomendasi terapis,
sehingga pembelajaran metoda lovaas yang menuntut pelatihan secara terus
menerus dan kontinyu dapat dicapai.
Strategi kreatif dari perancangan multimedia ini adalah merancang suatu
visual dari aplikasi multimedia pelatihan secara visual untuk anak autis
dengan menggunakan metoda lovaas, dengan cara mengadaptasi komponen
multimedia dari lingkungan tempat dimana anak autis belajar dengan alat-
alat bantunya.
Dalam aplikasi ini juga diterapkan sistem digunakan dalam melatih anak
autis dengan menggunakan metoda lovaas, yaitu reward learning.
Maksudnya bila mereka benar atau berhasil dalam melakukan tugasnya akan
diberi reward, dalam hal ini yaitu berupa tepuk tangan dan narasi audio
“Bagus” yang diberi tekanan tegas. Reward sendiri ada bermacam-macam,
82
ada yang diberi makanan namun secara umum kedua hal tersebutlah yang
dilakukan.
4.4.2 Penetapan-penetapan Kreatif
Dalam perancangan ini diimplemantasikan standar-standar dalam
pembuatan aplikasi multimedia. Penggunaan standar adalah hal yang harus
dilakukan, karena dengan menggunakan standart maka hasil positif dari
standar yang telah kita jadikan acuan sudah jelas. Dalam hal ini secara umum
standar yang dijadikan acuan adalah aqua human interface yaitu seperangkat
aturan dari Apple (komputer macintosh) dalam pembuatan user interface
yang menitik beratkan pada tehnologi yang berbasis pada manusia. Aturan
ini dibuat agar dalam pengoperasian suatu aplikasi pengguna yang mana
adalah manusia tidak mengalami kesulitan dan merasa nyaman ketika
menggunakan aplikasi tersebut.
Selain dari Aqua Interface guidelines, dalam hal ukuran dan warna
diimplementasikan aturan dari Lighthouse Institute (www.lighthouse.org)
yang mana dari hasil penelitiannya diperoleh seperangkat aturan yang bila
diikuti dapat menaikkan efektifitas daya tangkap visual dari obyek yang
ditampilkan di layar. Aturan ini utamanya di implementasikan untuk orang
yang mengalami kekurangan dalam penglihatannya utamanya dalam
berinteraksi dengan screen based media seperti world wide web, aplikasi
multimedia , dan sebagainya namun bila diterapkan pada orang normal juga
tidak menjadi masalah.
Selain dari itu semua obyek grafis diimplementasi dari terapi lovaas
dengan pengolahan dan penyesuaian berdasar standar yang telah disebut
diatas. Penyesuaian ini perlu dilakukan karena adanya perbedaan
karakteristik antara aplikasi multimedia dengan obyek aslinya. Penyesuaian
83
ini berupa warna, bentuk dan ukuran. Selanjutanya ketetapan-ketetapan akan
disajikan dalam bentuk storyboard yang dijelaskan bagaimana alur dan
interaktifitas yang terjadi, serta penjelasan terperinci per komponen pada
topik komponen multimedia.
Sistem informasi warna, karena menggunakan layar sebagai medianya,
disajikan dalam bentuk peta warna cahaya, yaitu RGB (red-green-blue).
84
4.4.2.1 Bagan Aplikasi Multimedia Terapi Visual Untuk Anak Autis
Pada bagan ini dijelaskan hirarki dari masing-masing menu, yang mana
nantinya akan dijelaskan secara lebih terperinci pada storyboard.
( bagan 2.1)
susunan menu aplikasi multimedia terapi visual untuk anak autis
85
Aplikasi ini terdiri dari 3 menu yaitu main menu dan 2 sub menu. Pada
main menu terdapat empat pilihan yaitu pilihan untuk memulai terapi,
informasi, setting dan sebuah pilihan untuk kembali kepada system operasi
komputer. Pilihan pada submenu 1, dapat diakses melalui tombol (button)
yang ada pada halaman utama (main menu).
Ketika tombol “mulai!” ditekan maka ia akan masuk pada submenu 1
yang berisikan terapi pemula dan mahir. Masing-masing dari menu ini
terdapat 4 buah terapi yaitu padanan (menunjuk kartu yang sejenis dengan
kartu acuan), memori, yaitu terapi mencari 2 kartu sejenis dengan sistim
buka tutup, untuk merangsang daya ingat. Sedangkan “mencocokkan
bentuk” adalah terapi untuk mengenal bentuk-bentuk dasar matematis, yang
kemudian dilatih lagi melalui puzzle bergambar buah, yang mana merupakan
representasi bentuk dasar yang ada di alam.
Perbedaan antara tingkat mahir dan pemula adalah dalam hal jumlah dan
kompleksitas. Pada tingkat pemula misalnya jumlah kartu yang harus
ditunjuk dalam “padanan” cukup 2 dari 3 kartu, pada tingkat mahir
jumlahnya menjadi 3 kartu dari 4 kartu yang disediakan.
Pada “informasi” terdapat informasi singkat tentang YAI sebagai
yayasan yang memprakarsai pembuatan aplikasi ini, beserta dengan alamat
dan cara untuk menghubungi. Pada halaman informasi yang kedua adalah
informasi mengenai terapi visual dengan menggunakan metoda lovaas.
Pada halaman setting terdapat fitur untuk mencetak kartu Picture
Exchange Communication (PEC) yang mana tujuannya agar dapat digunakan
setiap saat, tanpa harus menyalakan komputer. Pada menu musik, terapis
atau pendamping dapat membuat sebuah daftar menu musik dari berbagai
media yaitu MIDI, MP3, Wav, dan CD-Audio. Ini juga merupakan bagian
dari terapi yaitu terapi audio, option cuztomization atau pilihan dibuat agar
86
lebih fleksibel, sebab dalam terapi ada metoda terapi suara yang
menggunakan lagu atau musik tertentu, tergantung dari kesukaan anak
tersebut.
87
4.4.2.2 Konsep dan Visual Tampilan pada Layar
Disini akan disajikan konsep perancangan per halaman tampilan pada
layar monitor. Warna yang tampak pada hasil cetak agak berbeda dengan
tampilan pada layar karena warna yang ada pada tampilan ini adalah warnaca
tinta cetak sistem CMYK bukan RGB seperti pada layar.
“Layar menu utama”
Konsep :
Sesuai dengan konsep Human Interface Guidelines, tombol dengan layar
nformasi dipisah untuk memberikan ruang pada penglihatan, sehingga fungsi dari
masing-masing obyek menjadi jelas.
88
Pada layar biru terdapat animasi sequence, yang menampilkan isi terapi yang
kemudia diakhir dengan munculnya 4 gambar EMO-icon yaitu, ekspresi kesal,
senyum, dan senang. Maksud dari sequence ini terapi bertujuan untuk
menstimulisasi penyandang autis untuk melatih emosinya melalui ekspresi muka.
EMO-icon ini diadaptasi dari COMPIC yang digunakan untuk tahap lebih lanjut.
Pada saat kursor mouse berada pada button, narasi akan terdengar, serta diikuti
dengan munculnya text keterangan dibawah button.
Pada tahap ini pengguna adalah terapis dan pendamping dari anak autis.
89
“Layar informasi YAI”
Konsep :
Informasi disini diakses oleh terapis dan pendamping anak autis (orang tua,
dan lain-lain). Disini ditampilkan informasi sejarah dari YAI berupa teks. Button
informasi diberi kotak persegi bundar dengan warna biru tipis untuk menunjukkan
bahwa pengguna sedang berada di halaman tersebut
90
“Layar seting cetak”
Konsep :
Kartu yang dipilih dengan mouse akan ditunjukkan denga tanda panah
oranye yang berkedip diatas kartu, kemudian detil kartu akan ditampilkan pada layar
sebelah kiri.
Dibawahnya telah disediakan button “cetak” untuk mencetak kartu ke printer.
Halaman ini terdiri dari 2 halaman dengan masing-masing terdapat kartu PEC seri
parabotan rumah. Pada button, nada bila mouse sedang berada diatasnya maka akan
muncul tulisan “musik” di bawah logo nada. Sama halnya dengan button rumah.
91
“Layar setting musik”
Konsep :
Button yang memiliki lingkup fungsional yang sama dikelompokkan secara
terpisah dengan yang memiliki fungsional yang berbeda, sehingga tanpa melihat
manual kedua perbedaan fngsi sudah dapat dimengerti.
Kelompok button yang berada diatas memiliki fungsional yang sama yaitu
pengaturan daftar lagu, sedang yang berada dibawah mengatur bagaimana lagu akan
diputar.
Pada kelompok button yang dibawah, tombol yang sedang aktif, digunakan
warna oranye, yang memiliki arti sedang menyala atau sedang berjalan, sedang pada
button yang tidak aktif digunakan warna biru untuk menandakan bahwa button
tersebut tidak aktif.
92
“Layar seleksi pemula 1”
Konsep :
Untuk menarik minat maka digunakan animasi pada tiap-tiap judul, yang
menggambarkan secara singkat bagaimana terapi tersebut berjalan. Untuk
memberikan sense bahwa pengguna memiliki kontrol akan layar, EMO-icon
“senyum” selalu akan mengikuti kemana arah mouse bergerak, ketika pilihan
dijatuhkan dengan memilih salah satu menu maka, EMO-icon “senyum” akan
berubah menjadi EMO-icon “gembira” (tersenyum lebar) disertai dengan narasi
“BAGUS!”
Pada saat kursor berada diwilayah pilihan “padanan” maka kartu akan
beranimasi berputar-ganti (fliping). Maksud dari gerakan fliping ini adalah untuk
93
menunjukkan bahwa kartu tersebut sama/sejenis/sepadan karena itu mereka
berdekatan.
Pada saat kursor berada diwilayah “memori” kartu yang tertutup akan
berbalik secara otomatis satu-persatu, ketika 2 kartu yang terbuka sama, maka ia
akan menghilang. Demikian juga dengan kartu lainnya. Kemudian keempat kartu
akan kembali muncul secara berputar dari arah kiri ke kanan.
Maksud dari animasi ini adalah, sebagai gambaran terapi ini adalah untuk melatih
memori atau ingatan, bila 2 kartu yang terbuka tidak sama ia akan menutup lagi,
arah perputaran dari kiri ke kanan adalah untuk mestimulasi mata penyandang
menyesuaikan dengan sistem baca di Indonesia yaitu dari kiri ke kanan.
94
“Layar seleksi pemula halaman 2”
Konsep :
Sama seperti halaman sebelumnya, pada saat kursor berada di atas obyek
bentuk maka obyek tersebut akan beranimasi untuk menunjukkan cara kerja terapi.
Pada terapi bentuk, bentuk segitiga dan lingkaran akan bergerak menuju
tempatanya secara berurutan, juga dengan puzzle, sehingga diharapkan bisa menarik
perhatian.
95
“Layar terapi padanan pemula”
Konsep :
Memasuki halaman terapi, semua layar ditutup secara menyeluruh, agar
pengguna terkonsentrasi, Penggunaan “border” dimaksudkan selain agar pengguna
terarah menuju layar ditengah juga dapat membedakan fungsi dari button yang ada
dibawahnya.
Pada obyek referensi tidak digunakan dropshadow, untuk membedakan
dengan obyek interaktif, alasan penggunaan drop shadow pada obyek interaktif
adalah untuk memberi kesan “mengambang” , ketika obyek interaktif dipilih maka
dropshadow akan hilang, menandakan ia telah dipilih.
96
Cara kerja terapi : pada saat pertama akan diperdengarkan narasi “cari yang
sejenis” kemudian ketika kartu dipilih maka, EMO-icon akan memberikan reaksi
berupa senyum lebar bila benar disertai narasi “bagus!”, bila salah maka ia akan
menjadi EMO-icon sedih dan disertai narasi “TIDAK!” , kemudian “ULANGI!”.
Ketika semua obyek yang benar telah dipilih maka “next button” akan bereaksi
dengan menyala dan bergerak ke arah kanan, diiringi narasi “ LANJUT” , pada
halaman berikut, ketika kursor sedang berada di atas “back button” maka akan
bergerak dan bernarasi “ kembali”
97
“Layar terapi memori pemula”
Konsep :
Ketika kartu di klik, maka ia akan membuka, dan menunggu untuk kartu lain
untuk diklik, ketika 2 kartu yang gabarnya sama muncul maka EMO icon akan
bereaksi tersenyum lebar dan bernarasi “BAGUS!” bila tidak maka kartu akan
menutup disertai narasi “TIDAK!”. Setelah semua kartu selesai maka sama seperti
pada padanan kursor next akan bereaksi bergerak kearah kanan dan bercahaya,
dengan narasi “LANJUT”
98
“Layar mencocokkan bentuk pemula”
Konsep :
Ketika obyek yang benar memasuki tempat yang benar maka EMOicon akan
bereaksi tersenyum lebar dan bernarasi “BAGUS!”, bila salah “TIDAK!” “Ulangi!”.
Setelah semuanya selesai, maka next button akan bereaksi sama seperti halaman
lainnya.
99
“Layar puzzle pemula”
Konsep :
Gambar referensi kecil sengaja ditaruh diatas kiri, sebagai petunjuk yang
berwarna. Reaksi EMO-icon sama dengan halaman yang sebelumnya bila kepingan
ditjatuhkan pada pada tempat yang salah maka ia akan bereaksi sedih disertai narasi
“SALAH!”, jika semua sudah selesai maka next button bereaksi sama seperti pada
halaman bentuk.
100
“SCREEN LOCK Aktif”
Konsep :
Agar dalam pengoperasian aplikasi aman, terapis maupun pendamping, dapat
menggunakan kominasi tombol pada keyboard yang ditekan secara serempak yaitu
SHIFT+CTRL+L, untuk mematikan “button home”, “next” dan “back”, serta
mematikan input dari keyboard, kecuali kombinasi tombol yang sama. Lambang
kunci yang berada disebelah button home akan tetap ada, kecuali kombinasi
SHIFT+CTRL+L ditekan kembali
101
“SCREEN LOCK non-Aktif”
Konsep : Ketika SHIFT+CTRL+L kembali ditekan maka gambar kunci terbuka akan
mucul dankemudian menghilang setelah 3 detik. Menandakan semua button dan
keyboard dapa dioperasikan kembali
102
“Layar konfirmasi keluar”
Konsep :
Ketika kursor berada di atas button “ya” maka EMO-icon akan menganguk-
angguk, sedang ketika berada di tombol “tidak” maka EMO-icon akan menggeleng.
Ini merupakan salah satu latihan ekspresi untuk menjawab, dari terapi lovaas,
tujuannya adlah untuk melatih cara mengekspresikan pernyataan ya dan tidak.
Layar konfirmasi ini digunakan untuk memberi toleransi, bila terjadi salah
tekan tombol exit pada menu utama, aturan ini diimplementasikan berdasar Human
Interface Guidelines, yang mana ditujukan untuk mengakomodir human errror.
103
4.4.2.3 Komponen Multimedia
Komponen multimedia terdiri dari komponen grafis yang memiliki
fungsi dan kegunaan berbeda, selanjutnya akan dijelaskan secara terperinci
baik pilihan warna, ukuran dan perubahan bentuk ketika kursor bergerak
diatas obyek (roll over) dan sebagainya.
4.4.2.3.1 Jenis huruf
Jenis huruf yang digunakan dalam aplikasi ini hanya menggunakan
satu jenis huruf saja, pertimbangan ini diambil karena penekanan dari
aplikasi ini adalah visual, huruf hanya digunakan untuk keperlua tertentu,
seperti setting lagu dan cetak. Pemilihannya juga dihindarkan dari bentuk
kait (seriff) dan dekoratif agar tidak mengganggu perhatian penyandang
autis.
Jenis huruf yang digunakan adalah VAG RoundedBT yang memiliki
bentuk membulat tanpa kait.
ABCDEFGHIJKLMNOPRSTUVWXYZ
1234567890
abcdefghijklmnoprstuvwxyz
Untuk Headline Menu, digunakan efek bevel dan drop shadow untuk
menunjukkan perbedaan hirarki antara sub headline dan headline. Untuk
sub headline tidak dikenakan efek apapun (flat), sedangkan untuk body
copy pada menu setting dan submenunya, digunakan warna yang kontras
saturasinya dengan background agar terbaca dengan jelas.
104
Headline :
R = 250
G = 110
B = 131
Sub Headline :
R = 254
G = 72
B = 72
Body copy :
R = 255
G = 207
B = 214
Background untuk body copy
R = 0
G = 114
B = 188
105
4.4.2.3.2 Warna Background dan Foreground
Pada layar utama (main menu) pemilihan warna background adalah
untuk memberi ciri bahwa aplikasi adalah aplikasi untuk pelatihan anak
autis, warna hijau pastel tersebut diadaptasi dari warna yang ada di ruang
snoezellen room tempat anak autis di karantina selama pelatihan.
Pada layar permainan seperti diadaptasi dari standar GUI Aqua
Human Interface, dikatakan bahwa diusahakan digunakan warna yang
memiliki kesan nyaman, terlebih bila aplikasi tersebut digunakan
berulang-ulang. Pada tahap awal penggunaan warna akan digunakan
warna pastel hijau sesuai dengan suasana lingkungan terapi anak autis,
namun ini menjadi tidak menguntungkan, karena warna tersebut
cenderung terang dan tidak nyaman bila digunakan dalam waktu lama.
Secara psikologis warna yang tepat untuk hal ini adalah biru,
warna biru mempunyai karakter warna yang kalem, tenang sehingga
dalam waktu yang lama dan berulang-ulang bila digunakan pada layar
dapat memberikan efek yang tenang, sebagai adaptasinya dengan
lingkungan terapi anak autis, maka digunakan warna biru pastel dipadu
dengan warna biru yang cenderung gelap sebagai backgroundnya.
Background layar pembuka :
R=185, G=232, B=136
4.4.2.3.3 Obyek Interaktif
1. Kartu PEC seri parabotan di rumah
Kartu Picture Exchange Communication, memiliki syarat
penggunaa background warna putih ini dimaksudkan agar obyek
yang berada di dalamnya dapat terlihat dengan jelas dan tidak
106
terganggu oleh obyek lainnya. Namun background putih akan
membuat kartu secara keseluruhan menjadi flat, oleh karena itu
digunakan warna abu-abu pupus agar tercipta kesan kedalaman,
yang mampu memisahkan obyek dari background tanpa
mengganggu obyek itu sendiri.
Printed Form
Pada bentuk yang untuk dicetak disertakan garis border
hitam tipis, ini dimaksudnya untuk memaksa mata agar mengarah
pada obyek yang ada didalam kartu.
kartu yang di cetak
Background kartu :
R= 230, G= 230, B= 230
bergradasi circular ke
R= 255, G= 255, B= 255
107
Screen Form
Pada bentuk kartu yang digunakan dalam aplikasi,
penggunaan border ditiadakan karena akan menganggu obyek
yang berada didalam kartu. Di dalam layar, kartu tersebut
diletakkan berdampingan, garis tepi (border) akan
membingungkan mata karena garis tepi tersebut menjadi sejajar
dan memperkuat satu sama lainnya, sehingga otomatis obyek yang
berada didalam kartu terkesan “kalah”.
kartu yang ditampilkan di layar
2. Keping Bentuk
108
Keping bentuk matematis dasar ini dibuat memiliki kesan 3
dimensi untuk menunjukkan dimensi obyek, sesuai dengan obyek
yang digunakan dalam terapi.
R = 255
G = 0
B = 0
R = 0
G = 255
B = 0
R = 255
G = 249
B = 0
R = 0
G = 0
B = 255
R = 244
G = 154
B = 193
R = 227
G = 132
B = 31
keping bentuk dasar
3. Puzzle Buah-buahan
109
Pada keping untuk puzzle, digunakan efek timbul pada
sekeliling bentuknya untuk memberi kesan 3 dimensi, sehingga
terlihat natural seperti pada keping puzzle biasa.
halaman puzzle pemula 2
4. EMO-Icon
Icon ini berfungsi untuk memberikan feedback berupa emosi
raut muka ketika senang, kesal dan tersenyum. Efek yang
diharapkan dari penggunaan EMO-Icon ini adalah untuk melatih
ekspresi anak, sesuai dengan kondisi yang baku, senang ketika
benar, kesal ketika marah, bukan sebaliknya.
110
raut muka sedih
raut muka senyum
raut muka senang
Adapun warna dasar yg digunakan adalah sebagai berikut :
R = 255
G = 242
B = 0
111
4.4.2.3.4 Button, Icon dan pelengkap visual lainnya
Secata umum, elemen ini dibuat dengan menghindarkan kesan sudut,
dibuat sedemikian rupa untuk agar berkesan bundar (rounded). Pada
button tertentu yang mengandung perintah eksekusi untuk printing
misalnya, warna dibuat dengan warna abu-abu untuk menunjukkan
bahwa button tersebut memiliki fungsi operasi khusus. Pembedaan ini
penting agar fungsi yang dikandung terpisahkan secara jelas, sesuai
dengan user human interface guide dari Apple Macintosh.
112
113
114
115
116
4.4.2.3.5 Aksi Dan Reaksi
Aksi dan reaksi adalah rancangan respon dari interaktifitas antara
pengguna dengan obyek didalam layar tampilan.
117
118
119
120
121
122
123
124
4.4.2.3.6 Skematis Aplikasi
Skematis ini menunjukkan hubungan antar halaman dan level
aksesnya.
(bagan 3.)
125
4.4.2.3.7 Media Pelengkap
1. Cd Box Set
2. Buku Manual
4.5 Biaya Kreatif
1. Scanning Photo dan retouching
Resolusi scan 300 dpi untuk :
- A4 Rp. 20.000,-
- Foto 4R Rp. 5.000,-
2. Original Rollover animated button, Rp. 1.500.000,-
maksimum 8 buah button
3. Original title animation (looped) 5detik Rp. 1.500.000,-
4. Soft copy 3 CD Rp. 20.000,-
5. Duplikat master CD Rp. 20.000,-
6. Pengaturan Audio Rp. 150.000,-
7. 4 Interface Template @4 Rp. 5.000.000,-
8. Disain halaman dan layout Rp. 2.000.000,-
Total Rp. 10.165.000,-
Pajak10% Rp. 1.016.500,-
Setelah Pajak Rp 11.181.500,-
126
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Perancangan komunikasi visual ini merupakan implementasi desain
komunikasi visual dengan lebih mengadaptasikan lingkungan dimana
pengguna dari aplikasi ini berinteraksi, sehingga diharapkan adaptasi dengan
aplikasi menjadi lebih mudah dengan perancangan komunikasi visual ini.
Karena desain komunikasi visual adalah jembatan dimana sebuah
fungsionalitas atau kegunaan dapat menjadi lebih optimal. Dan dengan
mengadopsi beberapa standar perancangan graphical user interface yang
berorientasi kepada manusia, diharapkan dapat dihasilkan sebuah rancangan
desain yang mudah dimengerti dan dapat berfungsi dengan baik.
127
Daftar Pustaka
1. Apple Corp. Inside Mac OS X :Aqua Human Interface Guidelines, (Apple
Computer, Inc. : California) 2001
2. Arn. “Polusi sebabkan autisma.” Harian Kompas, 26-09-2000
3. Arh.“Meningkatkan komunikasi pada anak autis.”, Harian Kompas 21-04-
2002
4. Aries Arditi, Making Text Legible: Designing for People with Partial Sight,
23-04-2002 terdapat di situs http://www.lighthouse.org
5. Fred T. Hofstetter, Multimedia Literacy (New York, McGraw-Hill Irwin)
2001.
6. Jalaludin Rakhmad. Psikologi Komunikasi, Bandung, Remaja Rosdakarya
1992
7. KR, “Multimedia, era baru penyampaian informasi.” Harian Kompas 14-05-
1995
8. Melly Budiana. Pentingnya Diagnosis Dini dan Penatalaksanaan Terpadu
pada Autisme, Makalah pada simposium Tatalaksana Autisma di Semarang
24 Oktober 1998
9. Onong Uchjana Effendi. Ilmu Komunikasi : Teori Dan Praktek. Bandung :
Remaja Rosda Karya, 1997
10. Phillip Kotler, Manajemen Dasar Jilid 2 revisi 7e, Jakarta: Prehanlindo 1997
11. Purwanto dkk. Komunikasi Bisnis, Erlangga: Jakarta, 1996
12. Scott W. Ambler, User Interface design & tips. New York: Cambridge
University Press 1998
13. Sn, “Beri penyandang autisma kesempatan di sekolah umum”, Harian
Kompas 28-08-2000
128
14. Sriwiyanti. skripsi untuk mencapai derajat S-1, “Kampanye Terhadap
Kekerasan Rumah Tangga”, (FSRD. Unv. Tarumanagara: Jakarta) 2001
15. Suptandar, Pamudji, Artini Kusmiati, dan Sri Pudji Astuti. Teori Dasar
Komunikasi Visual. Jakarta : FSRD Trisakti, 1997
16. Tisna Kuswara. Multimedia, (Jakarta: Fakultas Tehnologi Informatika ,
Unv.Tarumanagara, 2002)
17. Wayan Nurkancana, Perkembangan Jasmani dan Kejiwaan. (Usaha
Nasional : Surabaya) 2001
129