RANCANGAN - Biro Hukum SULA... · Web viewApabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan...
-
Upload
truongduong -
Category
Documents
-
view
233 -
download
4
Transcript of RANCANGAN - Biro Hukum SULA... · Web viewApabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan...
-1-
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULANOMOR01 TAHUN 2010
TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPULAUAN SULA,
Menimbang : a. bahwa beradasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf k Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan sebagai salah satu jenis Pajak
Kabupaten;
b. bahwa sesuai ketentuan Pasal 95 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pajak daerah
ditetapkan dengan Peraturan Daerah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan
Sula tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan
Piutang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960
Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2104);
2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten
Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan
Sula, Kabupaten Halmahera Timur dan Kota Tidore Kepulauan di
Provinsi Maluku Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2003 Nomor 21 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4264);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
-2-
4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997,
Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3686) sebagaimana telah diubaha dengan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000, Nomor 129, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3987);
5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 27,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189);
6. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
7. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4381);
9. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4400);
10. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4421);
11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
12. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
13. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5049);
-3-
14. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 6, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258);
15. Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Sula Nomor 2Tahun2008
tentang (Pembentukan Organisasi Dinas - Dinas Daerah) (Lembaran
Daerah Tahun 2008 Nomor 3 Tahun 2008).
Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULADan
BUPATI KEPULAUAN SULA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TENTANG BEA
PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
B A B IKETENTUAN UMUM
Pasal 1Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah KabupatenKepulauan Sula;
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati Kepulauan Sulabeserta perangkat Daerah Otonom
sebagai unsur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
3. Kepala Daerah adalah Bupati Kepulauan Sula;
4. Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang – udangan Daerah yang dibentuk oleh
Kepala Daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
5. Dinas Pendapatan Daerahadalah Dinas Pendapatan DaerahKabupaten Kepulauan Sula;
6. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang selanjutnya disebut pajak adalah pajak
atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan;
7. Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang
mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau
badan;
8. Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan,
beserta bangunan diatasnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang bidang
pertanahan dan bangunan;
-4-
9. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN) atau badan
usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi,
dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya;
10. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SPTPD, adalah surat yang
oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak,
objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah;
11. Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SSPD, adalah bukti pembayaran
atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah
dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh
Kepala Daerah.
12. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDKB, adalah
surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak,
jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah pajak
yang masih harus dibayar.
13. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya disingkat
SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang
telah ditetapkan.
14. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang selanjutnya disingkat SKPDN, adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit
pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
15. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDLB, adalah
surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah
kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
16. Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat STPD, adalah surat untuk
melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
17. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis,
kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah yang terdapat dalam Surat Pemberitahuan Pajak
Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar,
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah
Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat
Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan Keberatan.
18. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak
Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat
-5-
Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, atau terhadap
pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
19. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat
Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
20. Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung pajak
terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan banding, berdasarkan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku.
21. Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung
pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan
gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan;
22. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan,
dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan
retribusi dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah dan retribusi daerah.
23. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi adalah serangkaian
tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi
yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
BAB II NAMA, OBJEK DAN SUBJEK PAJAK
Pasal 2 Dengan nama Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunandipungut pajak atas perolehan hak
atas tanah dan/atau bangunan.
Pasal 3(1) Objek pajak adalah Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
(2) Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. pemindahan hak karena:
1) jual beli;
2) tukar menukar;
3) hibah;
4) hibah wasiat;
5) waris;
6) pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain;
7) pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
8) penunjukan pembeli dalam lelang;
9) pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
10) penggabungan usaha;
-6-
11) peleburan usaha;
12) pemekaran usaha; atau
13) hadiah.
b. pemberian hak baru karena:
1) kelanjutan pelepasan hak; atau
2) di luar pelepasan hak.
(3) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. hak milik;
b. hak guna usaha;
c. hak guna bangunan;
d. hak pakai;
e. hak milik atas satuan rumah susun; dan
f. hak pengelolaan.
(4) Objek pajak yang tidak dikenakan pajak adalah objek pajak yang diperoleh:
a. perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
b. negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau untuk pelaksanaan pembangunan
guna kepentingan umum;
c. badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri
Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar
fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut;
d. orang pribadi atau Badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan
tidak adanya perubahan nama;
e. orang pribadi atau Badan karena wakaf; dan
f. orang pribadi atau Badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
Pasal 4(1) Subjek pajak adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan.
(2) Wajib pajak adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan.
BAB IIIDASAR PENGENAAN, TARIF, DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK
Pasal 5(1) Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak.
(2) Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal:
a. jual beli adalah harga transaksi;
b. tukar menukar adalah nilai pasar;
c. hibah adalah nilai pasar;
d. hibah wasiat adalah nilai pasar;
e. waris adalah nilai pasar;
-7-
f. pemasukan dalam peseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar;
g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar;
h. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum
tetap adalah nilai pasar;
i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar;
j. pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar;
k. penggabungan usaha adalah nilai pasar;
l. peleburan usaha adalah nilai pasar;
m. pemekaran usaha adalah nilai pasar;
n. hadiah adalah nilai pasar; dan/atau
o. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam risalah
lelang.
(3) Jika Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai
dengan huruf n tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP yang digunakan dalam
pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan
yang dipakai adalah NJOP Pajak Bumi dan Bangunan.
(4) Dalam hal NJOP Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum
ditetapkan pada saat terutangnya BPHTB, NJOP Pajak Bumi dan Bangunan dapat
didasarkan pada Surat Keterangan NJOP Pajak Bumi dan Bangunan.
(5) Surat Keterangan NJOP Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
adalah bersifat sementara.
(6) Surat Keterangan NJOP Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dapat diperoleh di Kantor Pelayanan Pajak atau instansi yang berwenang di kabupaten/kota
yang bersangkutan
(7) Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak.
(8) Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak untuk perolehan hak karena waris
atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi
hibah wasiat, termasuk suami/istri, ditetapkan sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah).
Pasal 6Tarif pajak ditetapkan sebesar 5 % (lima persen).
Pasal 7Besaran pokok pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (1) setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (7)dan /atau ayat (8).
-8-
BAB IVWILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 8Pajak yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat Tanah dan/atau Bangunan berada.
BAB V SAAT PAJAK TERUTANG
Pasal 9(1) Saat terutangnya pajak ditetapkan untuk:
a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
b. tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
d. hibah wasiat adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
e. waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke kantor
bidang pertanahan;
f. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta;
g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta;
h. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pangadilan yang mempunyai kekuatan
hukum yang tetap;
i. pemberian hak baru atas Tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak
tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
j. pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkannya surat
keputusan pemberian hak;
k. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
l. peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
m.pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
n. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; dan
o. lelang adalah sejak tanggal penunjukkan pemenang lelang.
(2) Pajak yang terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
BAB VIKETENTUAN BAGI PEJABAT
Pasal 10(1) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan Hak
atas Tanah dan/atau Bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak
berupa SSPD.
-9-
(2) Kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara hanya dapat menandatangani
risalah lelang Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan setelah Wajib Pajak
menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa SSPD.
(3) Kepala kantor bidang pertanahan hanya dapat melakukan pendaftaran Hak atas Tanah atau
pendaftaran peralihan Hak atas Tanah setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran
pajak berupa SSPD.
Pasal 11(1) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang
negara melaporkan pembuatan akta atau risalah lelang Perolehan Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan kepada Kepala Daerah paling lambat pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan bagi pejabat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.
Pasal 12(1) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang
negara, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10ayat (1) dan ayat
(2) dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp7.500.000,00 (tujuh juta lima
ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran.
(2) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang
negara, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)
dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh
ribu rupiah) untuk setiap laporan.
(3) Kepala kantor bidang pertanahan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (3) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
BAB VIIPENETAPAN, TATA CARA PEMBAYARAN, DAN PENELITIAN
Pasal 13(1) Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya
SKPD.
(2) Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan
SSPD.
(3) SSPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga merupakan SPTPD.
(4) SSPD sebagaiamana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Kepala Daerah atau
Pejabat yang ditunjuk sebagai bahanuntuk dilakukan penelitian.
Pasal 14(1) Pembayaran pajak yang terutang harus dilakukan sekaligus atau lunas.
(2) Pembayaran pajak yang terutang dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk
oleh Kepala Daerah.
-10-
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, isi, ukuran, tata cara pembayaran dan penyampaian
SSPD serta penelitian SSPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dan ayat (4)
ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.
Pasal 15(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Kepala Daerah dapat
menerbitkan:
a. SKPDKB apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang
terutang tidak atau kurang dibayar;
b. SKPDKBT apabila ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap
yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah diterbitkannya
SKPDKB.
c. SKPDN jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau
pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan
dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (duapuluh
empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya SKPDKB.
(3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT sebagimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen)
dari jumlah kekurangan pajak tersebut, kecuali Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum
dilakukan tindakan pemeriksaan.
BAB VIIIPENAGIHAN
Pasal 16(1) Kepala Daerah dapat menerbitkan STPD apabila:
a. pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
b. dari hasil pemeriksaan SSPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah
tulis dan/atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua
persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya pajak.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, isi, dan tata cara penyampaian STPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.
Pasal 17
-11-
(1) SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
dan Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah
merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1
(satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
(2) Pajak yang terhutang berdasarkan SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding yang tidak atau kurang
dibayar oleh Wajib Pajak pada waktunya, dapat ditagih dengan Surat Paksa.
(3) Penagihan pajak dengan Surat Paksa dilaksanakan berdasarkan perundang-undangan yang
berlaku.
BAB IXPENGURANGAN
Pasal 18(1) Atas permohonan Wajib Pajak, Kepala Daerah dapat memberikan pengurangan pajak yang
terutang kepada Wajib Pajak karena:
a. kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan objek pajak, atau
b. kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab akibat tertentu, atau
c. tanah dan/atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau pendidikan yang
semata-mata tidak mencari keuntungan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian pengurangan pajak yang terutang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.
BAB XKEBERATAN, BANDING DAN GUGATAN
Bagian PertamaKeberatanPasal 19
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang
ditunjuk atas suatu:
a. SKPDKB;
b. SKPDKBT;
c. SKPDLB;
d. SKPDN.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah
pajak yang terutang menurut perhitungan Wajib Pajak disertai alasan-alasan yang jelas.
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa
jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
-12-
(4) Wajib Pajak yang mengajukan keberatan wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar
paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil
pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.
(5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan.
(6) Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh Kepala Daerah atau Pejabat yang
ditunjuk atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui pos tercatat menjadi tanda bukti
penerimaan Surat Keberatan tersebut bagi kepentingan Wajib Pajak.
(7) Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Kepala Daerah atau
Pejabat yang ditunjuk wajib memberikan keterangan secara tertulis hal hal yang menjadi
dasar pengenaan pajak.
Pasal 20(1) Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 12 (duabelas) bulan sejak tanggal Surat
Keberatan diterima, harus memberi keuputusan atas keberatan yang diajukan.
(2) Sebelum surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan, Wajib Pajak
dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis.
(3) Keputusan Kepala Daerah atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau
sebagian, menolak, atau menambah besarnya pajak yang terutang.
(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Kepala Daerah
tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
Bagian KeduaBandingPasal 21
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Pengadilan Pajak
terhadap keputusan mengenai keberatan yang ditetapkan oleh Kepala Daerah.
(2) Permohonan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam
Bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak
tanggal diterima keputusan yang dibanding dan dilampiri salinan dari surat keputusan
tersebut.
(3) Pengajuan permohonan banding menangguhkan kewajiban mebayar pajak sampai dengan
1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
Pasal 22Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya,
kelebihan pembayaran pajak atas jumlah yang telah dibayarkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 ayat (4) dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen)
sebulan untuk paling lama 24 (duapuluh empat) bulan.
Bagian Ketiga
-13-
GugatanPasal 23
(1) Gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak.
(2) Jangka waktu untuk mengajukan gugatan terhadap pelaksanaan penagihan pajak adalah 14
(empatbelas) hari sejak tanggal penagihan.
(3) Jangka waktu untuk mengajukan gugatan terhadap keputusan lain selain gugatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah 30 (tigapuluh) hari sejak tanggal diterima
keputusan yang digugat.
(4) Jangka waktu dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak mengikat apabila jangka waktu
dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan penggugat.
(5) Perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah 14 (empatbelas)
hari terhitung sejak berakhirnya keadaan di luar kekuasaan penggugat.
(6) Terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) keputusan diajukan 1 (satu) Surat
Gugatan.
Pasal 24Hal-hal lain yang berkaitan dengan pelaksanaan banding dan gugatan, sepanjang tidak diatur
lain dalam Peraturan Daerah ini, dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XIPEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN,
DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASIPasal 25
(1) Atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya, Kepala Daerah dapat membetulkan
SKPDKB, SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau SKPDLB yang dalam penerbitannya terdapat
kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu
dalam peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah.
(2) Kepala Daerah dapat:
a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administratif berupa bunga, denda, dan
kenaikan pajak yang terutang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan
daerah, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan
karena kesalahannya; dan
b. mengurangkan atau membatalkan SKPDKB, SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau
SKPDLB yang tidak benar.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengurangan atau penghapusan sanksi
administratif dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.
BAB XIIPENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN DAN PEMERIKSAAN
Pasal 26
-14-
(1) Atas kelebihan pembayaran pajak, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan
pengembalian kepada Kepala Daerah.
(2) Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 12 (duabelas) bulan sejak diterimanya
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus memberikan keputusan.
(3) Kepala Daerah setelah melakukan pemeriksaan menerbitkan:
a. SKPDLB, apabila jumlah pajak yang dibayar ternyata lebih besar daripada jumlah pajak
yang terutang atau dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang;
b. SKPDN, apabila jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang
-15-
(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampaui Kepala Daerah tidak
memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap
dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan.
(5) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang pajak lainnya, kelebihan pembayaran pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih
dahulu utang pajak dimaksud.
(6) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua)
bulan sejak diterbitkannya SKPDLB.
(7) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat waktu 2 (dua)
bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, Kepala Daerah atau Pejabat memberikan imbalan
bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak.
Pasal 27(1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diajukan secara tertulis kepada
Kepala Daerah sekurang-kurangnya dengan menyebutkan:
a. nama dan alamat Wajib Pajak;
b. masa pajak;
c. besarnya kelebihan pembayaran pajak;
d. alasan yang jelas.
(2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak disampaikan secara langsung atau
melalui pos tercatat.
(3) Bukti penerimaan oleh Pejabat Daerah atau bukti pengiriman pos tercatat merupakan bukti
saat permohonan diterima oleh Kepala Daerah.
Pasal 28(1) Atas pengajuan keberatan dan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak,
Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk melakukan pemeriksaan.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pemeriksaan kantor dan/atau
pemeriksaan lapangan.
BAB XIII KEDALUWARSA
Pasal 29(1) Hak untuk melakukan penagihan pajak, kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 5
(lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan Daerah.
(2) Kedaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila:
a. diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa; atau
b. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Paksa tersebut.
-16-
(4) Pengakuan utang Pajak secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
adalah Wajib Pajak dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Pajak dan
belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan utang secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat
diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan
permohonan keberatan oleh Wajib Pajak.
Pasal 30(1) Piutang pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah
kadaluarsa dapat dihapuskan.
(2) Bupati menetapkan keputusan penghapusan piutang pajak yang sudah kadaluarsa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tata cara pengahapusan piutang pajak yang sudah kadaluarsa diatur dengan Peraturan
Bupati.
BAB XIVKETENTUAN KHUSUS
Pasal 31(1) Setiap Pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui
atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya
untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap tenaga ahli yang
ditunjuk oleh Kepala Daerah untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan Daerah.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah:
a. Pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang
pengadilan;
b. Pejabat dan tenaga ahli yang memberikan keterangan kepada pihak lain yang ditetapkan
oleh Kepala Daerah.
(4) Untuk kepentingan Daerah, Kepala Daerah berwenang memberi izin tertulis kepada Pejabat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
supaya memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak
kepada pihak yang ditunjuknya.
(5) Untuk kepentingan pemeriksaan di Pengadilan dalam perkara pidana atau perdata atas
permintaan hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata, Kepala
Daerah dapat memberi izin tertulis untuk meminta kepada Pejabat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bukti tertulis dan
keterangan Wajib Pajak yang ada padanya.
(6) Permintaan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (5), harus menyebutkan nama
tersangka atau nama tergugat, keterangan-keterangan yang diminta serta kaitan antara
perkara pidana atau perdata yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta tersebut.
-17-
BAB XVKETENTUAN PIDANA
Pasal 32(1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SSPD atau mengisi dengan
tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga
merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
tahun atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar.
(2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SSPD atau mengisi dengan tidak
benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga
merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun atau pidana denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar.
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan(2) adalah pelanggaran.
Pasal 33Tindak pidana di bidang perpajakan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dan
ayat (2) tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat terutangnya
pajak.
Pasal 34(1) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Kepala Daerah yang karena kealpaannya tidak
memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan
ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp4.000.000,00 (empat juta rupiah).
(2) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Kepala Daerah yang dengan sengaja tidak
memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban
Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah).
(3) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) hanya
dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiannya dilanggar.
(4) Tuntutan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan sifatnya
adalah menyangkut kepentingan pribadi seseorang atau Badan selaku Wajib Pajak, karena
itu dijadikan tindak pidana pengaduan.
Pasal 35Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) merupakan
penerimaan Negara.
-18-
BAB XVIPENYIDIKAN
Pasal 36(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang
khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu
di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan
dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah agar keterangan atau laporan
tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan
tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana
perpajakan Daerah;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan
tindak pidana di bidang perpajakan Daerah;
d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan
tindak pidana di bidang perpajakan Daerah;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan,
dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana
di bidang perpajakan Daerah;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat
pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau
dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan Daerah;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
j. menghentikan penyidikan;
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan Daerah menurut hukum yang bertanggung jawab.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan
menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui penyidik Pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
BAB XVIIKETENTUAN PENUTUP
Pasal 37
-19-
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan Sula
Ditetapkan di Sanana
Pada Tanggal 13 September 2010
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUS
Diundangkan di Sanana
Pada tanggal 13 September 2010
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KEULAUAN SULA
Ir. H. ARMAN SANGADJI
(LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TAHUN 2010NOMOR 01)
-20-
PENJELASANATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULANOMOR 01TAHUN 2010
TENTANGBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
UMUMPajak Daerah adalah salah satu sumber pendanaan yang sangat penting bagi Daerah dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan Daerah. Untuk itu, sejalan dengan
tujuan otonomi Daerah penerimaan Daerah yang berasal dari Pajak Daerah dari waktu ke waktu
harus senantiasa ditingkatkan. Hal ini dimaksudkan agar peranan Daerah dalam memenuhi
kebutuhan Daerah khususnya dalam hal peyediaan pelayanan kepada masayarakat dapat
semakin meningkat.
Salah satu jenis pajak yang dapat dipungut oleh Daerah Kabupaten/Kota sesuai Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan. Sesuai ketentuan Pasal 95 ayat (1)Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 tersebut, pemungutan Pajak Daerah harus ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Sejalan
dengan hal tersebut, penetapan Peraturan Daerah ini adalah dimaksudkan agar Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kotadapat memungut Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya, dalam Peraturan Daerah ini diatur secara jelas dan tegas mengenai objek, subjek,
dasar pengenaan dan tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Di samping itu, juga
diatur hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pemungutannya.
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dipungut dengan menggunakan sistem self
assessment dimana Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung dan membayar sendiri
pajak yang terutang sengan menggunakan SSPD dan melaporkannya tanpa mendasarkan
kepada SKPD.
Dalam pembentukan Peraturan Daerah ini, di samping berpedoman pada peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan Daerah, juga diperhatikan, diacu dan dikaitkan dengan peraturan
perundang-undangan lainnya, antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3209);
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3262) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 28 Tahun
2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4740);
-21-
3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997, Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubaha dengan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000, Nomor 129, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3987);
4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4189);
PASAL DEMI PASALPasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Angka 1)
Cukup jelas
Angka 2)
Cukup jelas
Angka 3)
Cukup jelas
Angka 4)
Hibah wasiat adalah suatu penetapan wasiat yang khusus
mengenai pemberian hak atas tanah dan atau bangunan kepada
orang pribadi atau badan hukum tertentu, yang berlaku setelah
pemberi hibah wasiat meninggal dunia.
Angka 5)
Cukup jelas
Angka 6)
Yang dimaksud dengan pemasukan dalam perseroan atau badan
hukum lainnya adalah pengalihan hak atas tanah dan atau
bangunan dari orang pribadi atau badan kepada Perseroan
Terbatas atau badan hukum lainnya sebagai penyertaan modal
pada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya tersebut.
-22-
Angka 7)
Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah pemindahan
sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang
pribadi atau badan kepada sesama pemegang hak bersama.
Angka 8)
Penunjukan pembeli dalam lelang adalah penetapan pemenang
lelang oleh Pejabat Lelang sebagaimana yang tercantum dalam
Risalah Lelang.
Angka 9)
Sebagai pelaksanaan dari putusan hakim yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap, terjadi peralihan hak dari orang pribadi
atau badan hukum sebagai salah satu pihak kepada pihak yang
ditentukan dalam putusan hakim tersebut.
Angka 10)
Penggabungan usaha adalah penggabungan dari dua badan usaha
atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah
satu badan usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang
menggabung.
Angka 11)
Peleburan usaha adalah penggabungan dari dua atau lebih badan
usaha dengan cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi
badan-badan usaha yang bergabung tersebut.
Angka 12)
Pemekaran usaha adalah pemisahan suatu badan usaha menjadi
dua badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha
baru dan mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan
usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha
yang lama.
Angka 13)
Hadiah adalah suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak
atas tanah dan atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi
atau badan hukum kepada penerima hadiah.
Huruf b
Angka 1)
Yang dimaksud dengan pemberian hak baru karena kelanjutan
pelepasan hak adalah pemberian hak baru kepada orang pribadi
atau badan hukum dari Negara atas tanah yang berasal dari
pelepasan hak.
-23-
Angka 2)
Yang dimaksud dengan pemberian hak baru di luar pelepasan hak
adalah pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau
badan hukum dari Negara atau dari pemegang hak milik menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (3)
Huruf a
Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang pribadi atau badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan
oleh Pemerintah.
Huruf b
Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara dalam jangka waktu sebagaimana yang ditentukan
oleh perundang-undangan yang berlaku.
Huruf c
Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan
jangka waktu yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
Huruf d
Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari
tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain,
yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan
pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannyaatau dalam
perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa
atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu sepanjang tidak
bertentangan dengan jiwa dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Huruf e
Hak milik atas satuan rumah susun adalah hak milik atas satuan yang
bersifat perseorangan dan terpisah. Hak milik atas satuan rumah susun
meliputi juga hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah
bersama yang semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan
dengan satuan yang bersangkutan.
Huruf f
Hak pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan
pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara
lain, berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan
tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian
-24-
dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan
pihak ketiga.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan tanah dan atau bangunan yang digunakan untuk
penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan
pembangunan guna kepentingan umum adalah tanah dan atau bangunan
yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan baik Pemerintah
Pusat maupun oleh Pemerintah Daerah dan kegiatan yang semata-mata
tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, misalnya, tanah dan atau
bangunan yang digunakan untuk instansi pemerintah, rumah sakit
pemerintah, jalan umum.
Huruf c
Badan atau perwakilan organisasi internasional yang dimaksud dalam
pasal ini adalah badan atau perwakilan organisasi internasional, baik
pemerintah maupun non pemerintah.
Huruf d
Yang dimaksud dengan konversi hak adalah perubahan hak dari hak lama
menjadi hak baru menurut Undang-undang Pokok Agraria, termasuk
pengakuan hak oleh Pemerintah.
Contoh:
1
.
Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik tanpa adanya perubahan
nama;
2
.
Bekas tanah hak milik adat (dengan bukti surat Girik atau sejenisnya)
menjadi hak baru.
-25-
Yang dimaksud dengan perbuatan hukum lain misalnya memperpanjang
hak atas tanah tanpa adanya perubahan nama.
Contoh :
Perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB), yang dilaksanakan baik
sebelum maupun setelah berakhirnya HGB.
Huruf e
Yang dimaksud wakaf adalah perbuatan hukum orang pribadi atau badan
yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa hak milik
tanah dan atau bangunan dan melembagakannya untuk selama-lamanya
untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya tanpa
imbalan apapun.
Huruf f
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan harga transaksi adalah harga yang terjadi dan
telah disepakati oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
-26-
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Cukup jelas
Huruf n
Cukup jelas
Huruf o
Cukup jelas
Ayat (3)
Contoh:
Wajib Pajak “A” membeli tanah dan bangunan dengan Nilai Perolehan Objek
Pajak (harga transaksi) Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah). Nilai Jual Objek
Pajak Pajak Bumi dan Bangunan tersebut yang digunakan dalam pengenaan
Pajak Bumi dan Bangunan adalah sebesar Rp35.000.000,00 (tiga puluh lima juta
rupiah), maka yang dipakai sebagai dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan adalah Rp35.000.000,00 (tiga puluh lima juta rupiah) dan
bukan Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
-27-
Huruf a
Yang dimaksud dengan sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
dalam pasal ini adalah tanggal dibuat dan ditandatanginya akta
pemindahan hak di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Yang dimaksud dengan sejak tanggal penunjukan pemenang lelang
adalah tanggal ditandatanganinya Risalah Lelang oleh Kepala Kantor
Lelang Negara atau kantor lelang lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang memuat antara lain nama
pemenang lelang.
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Cukup jelas
Huruf n
Cukup jelas
Huruf o
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
-28-
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “risalah lelang” adalah kutipan risalah lelang yang
ditandatangani oleh kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Contoh :
Semua peralihan hak pada bulan Januari 1998 oleh Pejabat yang bersangkutan
harus dilaporkan selambat-lambatnya tanggal 10 bulan Februari 1998 kepada
Direktorat Jenderal Pajak.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Peraturan perundang-undangan yang dimaksud dalam Pasal ini, antara lain,
peraturan yang mengatur mengenai disiplin pegawai negeri sipil.
Pasal 13
Sistem pemungutan pajak ini adalah self assessment dimana Wajib Pajak diberi
kepercayaan untuk menghitung dan membayar sendiri pajak yang terutang sengan
menggunakan SSPD dan melaporkannya tanpa mendasarkan kepada SKPD.
Penelitian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk, antara lain,
memastikan bahwa pajak telah dibayar/disetor ke kas daerah, dasar pengenaan yang
digunakan sudah benar, PBB atas objek pajak sudah lunas atau tidak ada tunggakan.
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Pasal ini mengatur tentang penerbitan surat ketetapan pajak atas pajak yang dibayar
sendiri. Penerbitan surat ketetapan pajak ditujukan kepada Wajib Pajak tertentu yang
disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SSPD atau karena ditemukannya data
fiskal yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak.
-29-
Ayat (1)
Ketentuan ayat ini memberi kewenangan kepada Kepala Daerah untuk dapat
menerbitkan SKPDKB, SKPDKBT atau SKPDN hanya terhadap kasus-kasus
tertentu seperti tersebut pada ayat ini, dengan perkataan lain hanya terhadap
Wajib Pajak tertentu yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak
memenuhi kewajiban formal dan atau kewajiban material.
Contoh:
1. Seorang Wajib Pajak tidak menyampaikan SSPD pada tahun pajak 2009.
Setelah ditegur dalam jangka waktu tertentu juga belum menyampaikan Surat
Pemberitahuan Pajak Daerah, maka dalam jangka waktu paling lama 5 (lima)
tahun Kepala Daerah dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah
Kurang Bayar atas pajak yang terutang.
2. Seorang Wajib Pajak menyampaikan SSPD pada tahun pajak 2009. Dalam
jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun, ternyata dari hasil pemeriksaan Surat
Pemberitahuan Pajak Daerah yang disampaikan tidak benar. Atas pajak yang
terutang yang kurang bayar tersebut, Kepala Daerah dapat menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar ditambah dengan sanksi administrasi.
3. Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Contoh 2 yang telah diterbitkan
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, apabila dalam jangka waktu
paling lama 5 (lima) tahun sesudah pajak yang terutang ditemukan data baru
dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan
jumlah pajak yang terutang, maka Kepala Daerah dapat menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan.
4. Wajib Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan Kepala Daerah ternyata jumlah
pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak
tidak terutang dan tidak ada kredit pajak, maka Kepala Daerah dapat
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil.
Huruf a
Angka 1)
Cukup jelas
Angka 2)
Cukup jelas
Angka 3)
Yang dimaksud dengan penetapan pajak secara jabatan adalah
penetapan besarnya pajak terutang yang dilakukan oleh Kepala
Daerah atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan data yang ada atau
keterangan lain yang dimiliki oleh Kepala Daerah atau pejabat yang
ditunjuk.
Huruf b
Cukup jelas
-30-
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (2)
Ayat ini mengatur sanksi terhadap Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban
perpajakannya yaitu mengenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2%
(dua persen) sebulan dari pajak yang tidak atau terlambat dibayar untuk jangka
waktu paling lama 24 (duapuluh empat) bulan atas pajak yang tidak atau terlambat
dibayar. Sanksi administrasi berupa bunga dihitung sejak saat terutangnya pajak
sampai dengan diterbitkannya SKPDKB.
Ayat (3)
Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakannya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu dengan ditemukannya data baru dan atau
data yang semula belum terungkap yang berasal dari hasil pemeriksaan sehingga
pajak yang terutang bertambah, maka terhadap Wajib Pajak dikenakan sanksi
administrasi berupa kenaikan 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan
pajak. Sanksi administrasi ini tidak dikenakan apabila Wajib Pajak melaporkannya
sebelum diadakan tindakan pemeriksaan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakannya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 3), yaitu Wajib Pajak tidak mengisi Surat
Pemberitahuan Pajak Daerah yang seharusnya dilakukannya, maka dikenakan
sanksi administrasi berupa kenaikan pajak sebesar 25% (duapuluh lima persen)
dari pokok pajak yang terutang. Dalam kasus ini, maka Kepala Daerah
menetapkan pajak yang terutang secara jabatan melalui penerbitan Surat
Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar. Selain sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 25% (duapuluh lima persen) dari pokok pajak yang terutang
juga dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen)
sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka
waktu paling lama 24 (duapuluh empat) bulan. Sanksi administrasi berupa bunga
dihitung sejak saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya Surat
Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar.
Pasal 16
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
-31-
Huruf b
Yang dimaksud dengan ”pemeriksaan” adalah pemeriksaan kantor.
Huruf c
Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan kepada Wajib Pajak yang
tidak atau kurang membayar pajak yang terutang, sedangkan sanksi
administrasi berupa denda dikenakan karena tidak dipenuhinya ketentuan
formal, misalnya, tidak atau terlambat menyampaikan SSPD.
Ayat (2)
Ayat ini mengatur pengenaan sanksi administrasi berupa bunga atas STPD yang
diterbitkan karena:
a. pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
b. pemeriksaan SSPD yang menghasilkan pajak kurang dibayar karena terdapat
salah tulis dan atau salah hitung.
-32-
Contoh:
1
.
Pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar.
Dari perolehan tanah dan bangunan pada tanggal 21 September 2009, Wajib
Pajak “A” terutang pajak sebesar Rp5.000.000,00. Pada saat terjadinya
perolehan tersebut, pajak dibayar sebesar Rp4.000.000,00. Atas kekurangan
pajak tersebut diterbitkan STPD tanggal 23 Desember 2009 dengan
penghitungan sebagai berikut :
Kekurangan bayar
……………………..................................................
Rp
1.000.000,00
Bunga = 4 x 2% x Rp1.000.000,00 =
….........................................
Rp 80.000,00
(+)
Jumlah yang harus dibayar dalam
STPD ....................................
Rp
1.080.000,00
2
.
Hasil pemeriksaan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan.
Wajib Pajak “B” memperoleh tanah dan bangunan pada tanggal 18 Juni
2009. Berdasarkan pemeriksaan SSPD yang disampaikan Wajib Pajak “B”,
ternyata terdapat salah hitung yang menyebabkan pajak kurang dibayar
sebesar Rp1.500.000,00. Atas kekurangan pajak tersebut diterbitkan STPD
pada tanggal 23 September 2009 dengan penghitungan sebagai berikut:
Kekurangan bayar
…...................................................…………………
Rp
1.500.000,00
Bunga = 4 x 2% x Rp1.500.000,00
= .............................................
Rp 120.000,00
(+)
Jumlah yang harus dibayar dalam
STPD ....................................
Rp
1.620.000,00
-33-
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
SKPDKB, SKPDKBT, STPD, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus
dibayar bertambah, merupakan sarana administrasi bagi Kepala Daerah untuk
melakukan penagihan pajak.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Huruf a
Kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan Objek Pajak,
contoh:
1
.
Wajib Pajak tidak mampu secara ekonomis yang memperoleh hak baru
melalui program pemerintah di bidang pertanahan;
2
.
Wajib Pajak pribadi menerima hibah dari orang pribadi yang mempunyai
hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke
atas atau satu derajat ke bawah.
-34-
Huruf b
Kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu,
contoh:
1
.
Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah melalui pembelian dari
hasil ganti rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya di bawah Nilai Jual
Objek Pajak;
2
.
Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas
tanah yang dibebaskan oleh pemerintah untuk kepentingan umum yang
memerlukan persyaratan khusus;
3
.
Wajib Pajak yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang
berdampak luas pada kehidupan perekonomian nasional sehingga
Wajib Pajak harus melakukan restrukturisasi usaha dan atau utang
usaha sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah.
-35-
Huruf c
Contoh:
Tanah dan/atau bangunan yang digunakan, antara lain, untuk panti
asuhan, panti jompo, rumah yatim piatu, pesantren, sekolah yang tidak
ditujukan mencari keuntungan,
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Apabila Wajib Pajak berpendapat bahwa jumlah pajak dalam surat ketetapan
pajak dan pemungutan tidak sebagaimana mestinya, maka Wajib Pajak dapat
mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah yang menerbitkan surat
ketetapan pajak. Keberatan yang diajukan adalah terhadap materi atau isi dari
ketetapan dengan membuat perhitungan jumlah yang seharusnya dibayar
menurut perhitungan Wajib Pajak. Satu keberatan harus diajukan terhadap satu
jenis pajak dan satu tahun pajak.
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”alasan-alasan yang jelas” adalah mengemukakan
dengan data atau bukti bahwa jumlah pajak yang terutang atau pajak lebih bayar
yang ditetapkan oleh fiskus tidak benar.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan ”keadaan di luar kekuasaannya” adalah suatu keadaan
yang terjadi di luar kehendak/kekuasaan Wajib Pajak, misalnya, karena Wajib
Pajak sakit atau terkena musibah bencana alam.
Ayat (4)
Ketentuan ini mengatur bahwa persyaratan pengajuan keberatan bagi Wajib Pajak
adalah harus melunasi terlebuh dahulu sejumlah kewajiban perpajakannya yang
telah disetujui Wajib Pajak pada saat pembahasan akhir hasil pemeriksaan.
Pelunasan tersebut harus dilakukan sebelum Wajib Pajak mengajukan keberatan.
Ketentuan diperlukan agar Wajib Pajak tidak menghindar dari kewajiban untuk
membayar pajak yang telah ditetapkan dengan dalih mengajukan keberatan,
sehingga dapat dicegah terganggunya penerimaan Daerah.
-36-
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Tanda bukti penerimaan Surat Keberatan sangat diperlukan untuk memenuhi
ketentuan formal.Diterima atau tidaknya hak mengajukan Surat Keberatan
dimaksud, tergantung dipenuhinya ketentuan batas waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), yang dihitung mulai diterbitkannya surat ketetapan pajak sampai
saat diterimanya Surat Keberatan tersebut oleh Kepala Daerah.
Tanda bukti penerimaan tersebut oleh Wajib Pajak dapat juga digunakan sebagai
alat kontrol baginya untuk mengetahui sampai kapan batas waktu 12 (dua belas)
bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) berakhir.
Tanda bukti penerimaan itu diperlukan untuk memastikan bahwa keberatannya
dikabulkan, apabila dalam jangka waktu tersebut Wajib Pajak tidak menerima
surat keputusan dari Kepala Daerah atas Surat Keberatan yang diajukan.
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dalam keputusan keberatan tidak tertutup kemungkinan utang pajaknya
bertambah berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain karena ada data
baru yang tadinya belum terungkap atau belum dilaporkan.
Ayat (4)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum kepada Wajib
Pajak maupun fiskus dan dalam rangka tertib administrasi, oleh karena itu
keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak harus diberi keputusan oleh Kepala
Daerah dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak Surat
Keberatan diterima
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
-37-
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Dalam hal batas waktu tidak dapat dipenuhi oleh penggugat karena keadaan di
luar kekuasaannya (force majeur), maka jangka waktu dimaksud dapat
dipertimbangkan untuk diperpanjang.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Dalam praktik dapat ditemukan sanksi administrasi yang dikenakan
kepada Wajib Pajak tidak tepat karena ketidaktelitian petugas pajak yang
dapat membebani Wajib Pajak yang tidak bersalah atau tidak memahami
peraturan perpajakan. Dalam hal demikian, sanksi administrasi berupa
bunga, denda, dan kenaikan yang telah ditetapkan dapat dihapuskan atau
dikurangkan oleh Kepala Daerah.
Huruf b
Kepala Daerah karena jabatannya, dan berlandaskan unsur keadilan dapat
mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar,
misalnya Wajib Pajak yang ditolak pengajuan keberatannya karena tidak
memenuhi persyaratan formal (memasukkan Surat Keberatan tidak pada
waktunya) meskipun persyaratan material terpenuhi.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Kepala Daerah sebelum memberikan keputusan dalam hal kelebihan pembayaran
pajak harus melakukan pemeriksaan terlebih dahulu.
Ayat (3)
Cukup jelas.
-38-
Ayat (4)
Ayat ini memberikan kepastian hukum baik kepada Wajib Pajak maupun fiskus
dan dalam rangka tertib administrasi perpajakan. Oleh karena itu, permohonan
kelebihan pembayaran pajak yang diajukan oleh Wajib Pajak harus diberi
keputusan oleh Kepala Daerah.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Besarnya imbalan bunga atas keterlambatan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak dihitung dari batas waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya
SKPDLB sampai dengan saat dilakukannya pembayaran kelebihan.
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Saat kedaluwarsa penagihan pajak ini perlu ditetapkan untuk memberi kepastian
hukum kapan utang pajak tersebut tidak dapat ditagih lagi.
Ayat (2)
Huruf a
Dalam hal diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa, kedaluwarsa
penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Paksa tersebut.
Huruf b
Yang dimaksud dengan pengakuan utang pajak secara langsung adalah
Wajib Pajak dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang
pajak dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
Yang dimaksud dengan pengakuan utang secara tidak langsung adalah
Wajib Pajak tidak secara nyata-nyata langsung menyatakan bahwa ia
mengakui mempunyai utang pajak kepada Pemerintah Daerah.
Contoh:
Wajib Pajak mengajukan permohonan angsuran/penundaan
pembayaran;
Wajib Pajak mengajukan permohonan keberatan.
Pasal 30
Ayat (1)
-39-
Setiap pejabat baik petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di
bidang perpajakan Daerah, dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak
yang menyangkut masalah perpajakan Daerah, antara lain:
a. Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan lain-lain yang dilaporkan oleh
Wajib Pajak;
b. data yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan;
c. dokumen dan/atau data yang diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat rahasia;
d. dokumen dan/atau rahasia Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berkenaan.
Ayat (2)
Para ahli, seperti ahli bahasa, akuntan, pengacara, dan sebagainya yang ditunjuk
oleh Kepala Daerah untuk membantu pelaksanaan Undang-Undang perpajakan
Daerah, adalah sama dengan petugas pajak yang dilarang pula untuk
mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pihak lain, antara lain, adalah lembaga negara atau
instansi pemerintah Daerah yang berwenang melakukan pemeriksaan di bidang
keuangan Daerah. Dalam pengertian keterangan yang dapat diberitahukan,
antara lain, identitas Wajib Pajak dan informasi yang bersifat umum tentang
perpajakan Daerah.
Ayat (4)
Untuk kepentingan Daerah, misalnya dalam rangka penyidikan, penuntutan atau
dalam rangka mengadakan kerja sama dengan instansi lainnya, keterangan atau
bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak dapat diberikan atau diperlihatkan
kepada pihak tertentu yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.
Dalam surat izin yang diterbitkan Kepala Daerah harus dicantumkan nama Wajib
Pajak, nama pihak yang ditunjuk dan nama pejabat atau ahli atau tenaga ahli
yang diizinkan untuk memberikan keterangan atau memperlihatkan bukti tertulis
dari atau tentang Wajib Pajak. Pemberian izin tersebut dilakukan secara terbatas
dalam hal-hal yang dipandang perlu oleh Kepala Daerah.
Ayat (5)
Untuk melaksanakan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara pidana
atau perdata yang berhubungan dengan masalah perpajakan Daerah, demi
kepentingan peradilan Kepala Daerah memberikan izin pembebasan atas
kewajiban kerahasiaan kepada pejabat pajak dan para ahli sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), atas permintaan tertulis Hakim ketua sidang.
Ayat (6)
-40-
Maksud dari ayat ini adalah pembatasan dan penegasan, bahwa keterangan
perpajakan Daerah yang diminta tersebut adalah hanya mengenai perkara pidana
atau perdata tentang perbuatan atau peristiwa yang menyangkut bidang
perpajakan Daerah dan hanya terbatas pada tersangka yang bersangkutan.
Pasal 31
Ayat (1)
Dengan adanya sanksi pidana, diharapkan timbulnya kesadaran Wajib Pajak
untuk memenuhi kewajibannya.
Yang dimaksud kealpaan berarti tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang
mengindahkan kewajibannya sehingga perbuatan tersebut menimbulkan kerugian
keuangan Daerah.
Ayat (2)
Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat ini yang dilakukan
dengan sengaja, dikenakan sanksi yang lebih berat daripada alpa, mengingat
pentingnya penerimaan pajak bagi Daerah.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Penyidik di bidang perpajakan daerah dan retribusi adalah pejabat pegawai negeri
sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi dilaksanakan menurut
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
-41-
(TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA NOMOR 01)
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULANOMOR02 TAHUN 2010
T E N T A N GPERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULATAHUN ANGGARAN 2010
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPULAUAN SULA,
Menimbang : a. bahwa sehubungan dengan perkembangan yang tidak sesuai dengan
kebijakan umum APBD, keadaan yang menyebabkan pergeseran antara
unit organisasi, antara kegiatan dan antara jenis belanja, keadaan yang
menyebabkan sisa lebih tahun anggaran sebelumnya harus digunakan
untuk pembiayaan dalam tahun anggaran berjalan, maka perlu dilakukan
perubahan APBD tahun anggaran 2010;
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a, perubahan APBD
tahun anggaran 2010 perlu ditetapkan dengan peraturan daerah.
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Nomor (3312) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor Tahun 1994 (Lembar Negara Republik
-42-
Indonesia Tahun 1994 Nomor 62 Tambahan Lembaran Negara Nomor
3569);
2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomo 41 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran
Negara Tahun 2000 Nomor 246., Tambahan Lembaran Negara Nomor
4048);
3. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 44 Tambahan Lembaran Negara Nemor 3688);
4. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Bea Hak Atas Tanah dan
Bangun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 nomor 44
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3688);
5. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten
Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan
Sula, Kabupaten Halmahera Timur dan Kota Tidore Kepulauan di Provinsi
Maluku Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
21 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4264);
6. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4355);
7. Udang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
8. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 53, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4389);
9. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4400);
10. Undang-undang Nomor 25 Tahun Tahun 2004, tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4421);
11. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4437); sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
-43-
Nomor 8 Tahun 2005 tentag Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang Nimir 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-
undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 nomor 108,
tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
12. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan
Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4090);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 188,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4138);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan
Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 90, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4416) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2005 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan
Protokoler dan Keuangan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 94, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4540);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4502);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4576);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia 2005 Nomor 136, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4576);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 Tentang Sistem Informasi
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
-44-
Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4576);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun Tahun 2005 tentang sistem
Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indoneisa
Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4576)
22. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
23. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4578);
24. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4584);
25. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan
dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 25 , Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia
Nomor 46140);
26. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
27. Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Sula Nomor 02 Tahun 2009
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran
2010;
Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULADan
BUPATI KEPULAUAN SULA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TENTANG
PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
TAHUN ANGGARAN 2010
-45-
Pasal 1Anggaran Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2010 semula berjumlah Rp. 427.905.250.000
bertambah/berkurang sejumlah (Rp. 411.002.651) Sehingga menjadi Rp. 427.494.247.349 dan
BelanjaDaerahsemula berjumlah Rp. 429.733.374.969, bertambah/berkurang sejumlah
Rp.36.692.283.622 sehingga menjadi Rp 466.425.658.591 dengan rincian sebagai berikut :
1. Pendapatan
a. Semula Rp. 427.905.250.000
b. Bertambah/(berkurang) (Rp. 411.002.651)
Jumlah Pendapatan Setelah Perubahan Rp. 427.494.247.349
2. Belanja
a. Semula Rp. 429.733.374.969
b. Bertambah/(berkurang) Rp. 36.692.283.622
Jumlah Belanja Setelah Perubahan Rp. 466.425.658.591
Surplus/(Defisit) Setelah Perubahan (Rp. 38.931.411.242)
3. Pembiayaan
a. Penerimaan
1). Semula Rp. 3.5000.000.000
2). Bertambah Rp. 36.431.411.242
Jumlah Penerimaan Setelah Perubahan Rp. 39.931.411.242
b. Pengeluaran
1). Semula Rp. 1.000.000.000
2). Bertambah/(berkurang) Rp. -
Jumlah Pengeluaran Setelah Perubahan Rp. 1.000.000.000
Jumlah Pembiayaan Netto Sebelum Perubahan Rp. 2.500.000.000
Jumlah Pembiayaan Setelah Perubahan Rp. 38.931.411.242
Pasal 2(1). Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 terdiri dari :
a. Pendapatan Asli Daerah
1). Semula Rp. 20.000.000.000
2). Bertambah/(berkurang) Rp. 8.684.200.000
Jumlah Pendapatan Asli Daerah Setelah Perubahan Rp. 28.684.200.000
b. Dana Perimbangan
1). Semula Rp. 348.605.250.000
-46-
2). Bertambah/(berkurang) (Rp. 8.810.378.983)
Jumlah Dana Perimbangan Setelah Perubahan Rp. 339.794.871.017
c. Lain-lain Pendapatan Yang Sah
1). Semula Rp. 59.300.000.000
2). Bertambah/(berkurang) (Rp. 284.823.668)
Jumlah Lain-lain Pendapatan Yang Sah
Setelah Perubahan Rp. 59.015.176.332
2). Pendapatan Asli Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari jenis
pendapatan :
a. Pajak Daerah
1). Semula Rp. 1.705.000.000
2). Bertambah/(berkurang) Rp. -
Jumlah Pajak Daerah setelah perubahan Rp. 1.705.000.000
b. Retribusi Daerah
1). Semula Rp. 2.496.000.000
2). Bertambah/(berkurang) Rp. 684.200.000
Jumlah Retribusi setelah perubahan Rp. 3.180.200.000
c. Hasil Pengelolaan Daerah Yang Dipisahkan
1). Semula Rp. 200.000.000..
2). Bertambah/(berkurang) Rp. -
Jumlah Hasil Pengelolaan Daerah Yang
Dipisahkan Setelah perubahan Rp. 200.000.000..
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah Setelah Perubahan
1). Semula Rp. 15.599.000.000
2). Bertambah/(berkurang) Rp. 8.000.000.000
Jumlah Lain-lain Pendapatan Asli Daerah
setelah perubahan Rp. 23.599.000.000
3). Dana Perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari jenis
pendapatan:
-47-
a. Dana Bagi Hasil
1). Semula Rp. 20.000.000.000
2). Bertambah/(berkurang) Rp. 55.352.871.017
Jumlah Dana Bagi Hasil setelah perubahan Rp. 75.352.871.017
b. Dana Alokasi Umum
1). Semula Rp. 270.413.200.000
2). Bertambah/(berkurang) (Rp. 34.053.200.000)
Jumlah Dana Alokasi Umum setelah perubahan Rp. 236.360.000.000
c. Dana Alokasi Khusus
1). Semula Rp. 58.192.050.000
2). Bertambah/(berkurang) (Rp. 30.110.050.000)
Jumlah Dana Alokasi Khusus setelah perubahan Rp. 28.082.000.000
4). Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
terdiri dari jenis pendapatan :
a. Hibah
1). Semula Rp. -
2). Bertambah/(berkurang) Rp. 1.000.000.000
Jumlah Hibah setelah perubahan Rp. 1.000.000.000
b. Dana Darurat
1). Semula Rp. 22.500.000.000
2). Bertambah/(berkurang) (Rp. 22.500.000.000)
Jumlah Dana Darurat setelah perubahan Rp. -
c. Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya
1). Semula Rp. 1.800.000.000
2). Bertambah/(berkurang) Rp. 400.000.000
Jumlah Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi
Dan Pemerintah Daerah Lainnya setelah perubahan Rp. 2.200.000.000
d. Dana Penyesuaian Desentralisasi Fiskal dan
Percepatan Pembangunan Daerah
1). Semula Rp. 35.000.000.000
-48-
2). Bertambah/(berkurang) (Rp. 482.040.868)
Jumlah enyesuaian Desentralisasi Fiskal dan
Percepatan Pembangunan Daerah
Setelah Perubahan Rp. 34.517.959.132
e. Dana Penguatan Infrastruktur dan Prasarana
Daerah
1). Semula Rp. -
2). Bertambah/(berkurang) Rp. 11.169.500.000
Jumlah Dana Penguatan Infrastruktur Prasarana
Daerah Setelah Perubahan Rp. 11.169.500.000
f. Dana Penyesuaian Penguatan Infrastruktur dan
Prasarana Pendidikan
1). Semula Rp. -
2). Bertambah/(berkurang) Rp. 3.868.000.000
Jumlah Dana Penyesuaian Penguatan Infrastruktur
dan Prasarana Pendidikan Daerah Setelah Perubahan Rp. 3.868.000.000
g. Dana Tambahan Penghasilan Guru
1). Semula Rp. -
2). Bertambah/(berkurang) Rp. 4.292.700.000
Jumlah Dana Tambahan Penghasilan Guru
Setelah Perubahan Rp. 4.292.700.000
h. Dana Tunjangan Profesi Guru
1). Semula Rp. -
2). Bertambah/(berkurang) Rp. 1.967.017.200
Jumlah Dana Tunjangan Profesi Guru
Setelah Perubahan Rp. 1.967.017.200
Pasal 3(1). Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 terdiri dari :
a. Belanja Tidak Langsung
1). Semula Rp. 124.419.809.106
2). Bertambah/(berkurang) Rp. 17.838.991.090
-49-
Jumlah Belanja Tidak Langsung Setelah Perubahan Rp. 142.258.800.196
b. Belanja Langsung
1). Semula Rp. 305.313.565.863
2). Bertambah/(berkurang) Rp. 18.853.292.532
Jumlah Belanja Langsung Setelah Perubahan Rp. 324.166.858.395
(2). Belanja Tidak Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1 )huruf a terdiri dari jenis
belanja :
a. Belanja Pegawai
1). Semula Rp. 109.419.809.106
2). Bertambah/(berkurang) Rp. 10.012.496.090
Jumlah Belanja Pegawai Setelah Perubahan Rp. 119.432.305.196
b. Belanja Bunga
1). Semula Rp. -
2). Bertambah/(berkurang) Rp. -
Jumlah Belanja Bunga Setelah Perubahan Rp. -
c. Belanja Subsidi
1). Semula Rp. -
2). Bertambah/(berkurang) Rp. -
Jumlah Belanja Subsidi Setelah Perubahan Rp. -
d. Belanja Hibah
1). Semula Rp. 2.000.000.000
2). Bertambah/(berkurang) Rp. 7.520.000.000
Jumlah Belanja Hibah Setelah Perubahan Rp. 9.520.000.000
e. Belanja Bantuan Sosial
1). Semula Rp. 4.880.000.000
2). Bertambah/(berkurang) Rp. 306.495.000
Jumlah Belanja Bantuan Sosial Setelah Perubahan Rp. 5.186.495.000
f. Belanja Bantuan Keuangan dari Provinsi
1). Semula Rp. -
2). Bertambah/(berkurang) Rp. -
-50-
Jumlah Belanja Bantuan Keuangan Setelah Perubahan Rp. -
g. Belanja Tidak Terduga
1). Semula Rp. 500.000.000
2). Bertambah/(berkurang) Rp. -
Jumlah Belanja Tidak Terduga Setelah Perubahan Rp. 500.000.000
(3). Belanja Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1 )huruf b terdiri dari jenis belanja :
a. Belanja Pegawai
1). Semula Rp. 22.361.640.500
2). Bertambah/(berkurang) Rp. 240.835.500
Jumlah Belanja Pegawai Setelah Perubahan Rp. 22.602.476.000
b. Belanja Barang dan Jasa
1). Semula Rp. 73.988.036.087
2). Bertambah/(berkurang) Rp. 4.548.890.256
Jumlah Belanja Barang dan Jasa Setelah Perubahan Rp. 78.536.926.343
c. Belanja Modal
1). Semula Rp. 208.963.889.276
2). Bertambah/(berkurang) Rp. 14.063.566.776
Jumlah Belanja Modal Setelah Perubahan Rp. 223.027.456.052
Pasal 4(1). Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 terdiri dari :
a. Penerimaan
1). Semula Rp. 3.500.000.000
2). Bertambah/(berkurang) Rp. 36.431.411.242
Jumlah Penerimaan Setelah Perubahan Rp. 39.931.411.242
a. Pengeluaran
1). Semula Rp. 1.000.000.000
2). Bertambah/(berkurang) Rp. -
Jumlah Pengeluaran Setelah Perubahan Rp. 1.000.000.000
2). Pembiayaan Penerimaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf a terdiri
dari :
a. SILPA Tahun Anggaran Sebelumnya
1). Semula Rp. 3.500.000.000
2). Bertambah/(berkurang) Rp. 36.431.411.242
-51-
Jumlah SILPA Tahun Anggaran Setelah Perubahan Rp. 39.931.411.242
b. Pencairan Dana Cadangan
1). Semula Rp. -
2). Bertambah/(berkurang) Rp. -
Jumlah Pencairan Dana Cadangan Setelah
Perubahan Rp. -
c. Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan
1). Semula Rp. -
2). Bertambah/(berkurang) Rp. -
Jumlah Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan
Setelah Perubahan Rp. -
d. Penerimaan Pinjaman Daerah
1). Semula Rp. -
2). Bertambah/(berkurang) Rp. -
Jumlah Penerimaan Pinjaman Daerah Setelah
Perubahan Rp. -
e. Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman
1). Semula Rp. -
2). Bertambah/(berkurang) Rp. -
Jumlah Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman
Setelah Perubahan Rp. -
f. Penerimaan Pinjaman Daerah
1). Semula Rp. -
2). Bertambah/(berkurang) Rp. -
Jumlah Penerimaan Pinjaman Daerah Setelah
Perubahan Rp. -
3). Pembiayaan Pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf b terdiri dari
:
a. Pembentukan Dana Cadangan
-52-
1). Semula Rp. -
2). Bertambah/(berkurang) Rp. -
Jumlah Pembentukan Dana Cadangan Setelah
Perubahan Rp. -
b. Penyertaan Modal (investasi) Pemerintah Daerah
1). Semula Rp. 1.000.000.000
2). Bertambah/(berkurang) Rp. -
Jumlah Penyertaan Modal (investasi) Pemerintah
Daerah Setelah Perubahan Rp. 1.000.000.000
c. Pembayaran Pokok Utang yang jatuh tempo
1). Semula Rp. -
2). Bertambah/(berkurang) Rp. -
Jumlah Pembayaran Pokok Utang yang jatuh tempo
Daerah Setelah Perubahan Rp. -
d. Pemberian Pinjaman Daerah
1). Semula Rp. -
2). Bertambah/(berkurang) Rp. -
Jumlah Pemberian Pinjaman Daerah Setelah Perubahan Rp. -
Pasal 5Uraian lebih lanjut Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah sebagaimana
dimaksud pada pasal 1, tercantum dalam Lampiran Peraturan Daerah ini yang terdiri dari :
1. Lampiran I Ringkasan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD);
2. Lampiran II Ringkasan Perubahan APBD menurut Urusan Pemerintahan Daerah
dan Organisasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD);
3. Lampiran III Rincian Perubahan APBD menurut Urusan Pemerintahan Daerah,
Organisasi SKPD, Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan;
4. Lampiran IV Rekapitulasi Perubahan Belanja Menurut Urusan Pemerintahan
Daerah, Organisasi SKPD, Program dan Kegiatan;
-53-
5. Lampiran V Rekapitulasi Perubahan Belanja Daerah untuk Keselarasan dan
Keterpaduan Urusan Pemerintahan Daerah dan Fungsi dalam
kerangka Pengelolaan Keuangan Daerah;
6. Lampiran VI Daftar Perubahan Jumlah Pegawai Per Golongan dan Per Jabatan.
Pasal 6Bupati menetapkan Peraturan tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
sebagai Landasan Operasional.
Pasal 7Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
Penetapannya dalam Lembaran Daerah.
Ditetapkan di Sanana
Pada Tanggal 13 September 2010
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUSDiundangkan di Sanana
Pada Tanggal 13 September 2010
SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
Ir. H. ARMAN SANGADJI
(LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TAHUN 2010NOMOR 02)
-54-
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULANOMOR03 TAHUN 2010
T E N T A N G PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAHTAHUN ANGGARAN 2009
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPULAUAN SULA,
Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketetuan pasal 184 ayat (1) Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005
tentang Perubahan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah menjadi Undang-undang, Kepala Daerah mengajukan
Rancangan Peraturan Daerah tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan
APBD kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) berupa Laporan
-55-
keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan paling
lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir;
b. bahwa pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud
pada huruf a perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah tentang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Kabupaten Kepulauan Sula Tahun
Anggaran 2009.
Mengigat : 1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten
Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan
Sula, Kabupaten Halmahera Timur dan Kota Tidore Kepulauan di Provinsi
Maluku Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 21
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4264);
2. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3569);
3. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan
Lembaran Republik Indonesia Nomor 3685) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 246 Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4048);
4. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3688);
5. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara
Yang Bersih, yang Bebas dari Korupsi; Kolusi dan Nepotisme (Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
6. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
7. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
8. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
-56-
9. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4400);
10. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang sistem Perencaan
Pembangunan Nasional (Lembaran negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 104, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 4421);
11. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 tahun 2005
tentang Perubahan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerinatah Daerah menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia nomor 4548);
12. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4438);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan
pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4090);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 118, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4138);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 Tentang Retribusi Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4502);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 49 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4503);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 136, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4574);
-57-
19. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 Dana Perimbangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4575);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi
keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4576;
21. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 139, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4577);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
23. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan
dan Penerapan Standar Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4585);
24. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan
dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4614);
25. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah;
26. Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Sula Nomor 04 Tahun 2008
tantang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2009;
27. Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Sula Nomor 01 Tahun 2009
Perubahan Anggaran Pendapatan dan belanja Daerah Tahun Anggaran
2009.
Dengan Persetujan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULADan
BUPATI KEPULAUAN SULA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TENTANG
PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN
BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2009
-58-
Pasal 1(1) Pertanggunjawaban pelaksanaan APBD berupa laporan keuangan memuat :
a. Laporan realisasi anggaran
b. Neraca
c. Laporan arus kas; dan
d. Catatan atas laporan keuangan
(2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan laporan kinerja
dan ikhtisar laporan keuangan badan usaha milik daerah/perusahaan daerah.
Pasal 2Laporan realisasi anggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 huruf a tahun anggaran 2008
sebagai berikut :
a. Pendapatan Daerah Rp. 416.005.690.130
b. Belanja Daerah Rp. 418.180.453.992
Surplus/defisit (Rp. 2.174.763.862)
c. Pembiayaan
- Penerimaan….. Rp. 41.398.876.520
- Pengeluaran… Rp. 500.000.000
Surplus/defisit Rp. 40.898.876.520
Pasal 3Uraian Laporan realisasi anggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 sebagai berikut
(1) Selisih anggaran dengan realisasi pendapatan sejumlah (Rp. 12.365.759.160) dengan
rincian sebagai berikut :
a. Anggaran pendapatan setelah perubahan Rp. 428.371.449.290
b. Realisasi Rp. 416.005.690.130
Sisa Lebih/(kurang) (Rp. 12.365.759.160)
(2) Selisih anggaran dengan realisasi belanja sejumlah Rp. 47.967.110.250 dengan rincian
sebagai berikut :
a. Anggaran belanja setelah perubahan Rp. 466.147.564.242
b. Realisasi Rp. 418.180.543.992
Sisa Lebih/(kurang) Rp. 47.967.110.250
(3) Selisih anggaran dengan realisasi surplus/(defisit) sejumlah Rp. (35.601.351.090) dengan
rincian sebagai berikut :
a. Anggaran surplus/(defisit) setelah perubahan Rp. (37.776.114.952)
b. Realisasi Rp. (2.174.763.862)
-59-
Sisa Lebih/(kurang) Rp. (35.601.351.090)
(4) Selisih anggaran dengan realisasi penerimaan pembiayaan sejumlah Rp. 1.467.465.278
dengan rincian sebagai berikut :
a. Anggaran penerimaan pembiayaan setelah perubahan
Rp. 39.931.411.242
b. Realisasi Rp. 41.398.876.520
Sisa Lebih/(kurang) Rp. 1.467.465.278
(5) Selisih anggaran dengan realisasi pengeluaran pembiayaan sejumlah Rp.1.500.000.000
dengan rincian sebagai berikut :
a. Anggaran Pengeluaran Pembiayaan setelah perubahan
Rp. 2.000.000.000
b. Realisasi Rp. 500.000.000
Sisa Lebih/(kurang) Rp. 1.500.000.000
(6) Selisih anggaran dengan realisasi pembiayaan netto sejumlah Rp. (2.967.465.278) dengan
rincian sebagai berikut :
a. Angaran Pembiayaan Netto setelah perubahan Rp. 37.931.411.242
b. Realisasi Rp. 40.898.876.520
Sisa Lebih/(kurang) Rp. (2.967.465.278)
Pasal 4Neraca sebagaimana dimaksud pada pasal 1 huruf b per 31 Desember tahun 2009 sebagai
berikut :
a. Jumlah asset Rp 756.007.503.749
b. Jumlah kewajiban Rp 4.466.528.335
c. Jumlah ekuitas dana Rp 751.540.975.414
Pasal 5Laporan arus kas sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 huruf c untuk tahun yang berakhir
sampai dengan 31 Desember tahun 2009 sebagai berikut :
a. Saldo kas per 1 Januari 2009 Rp 54.757.264.594,18
b. Arus kas dari aktivitas operasi Rp 221.915.954.118
c. Arus kas dari aktivitas investasi aset non-keuangan Rp (227.648.517.980)
d. Arus kas dari aktivitas pembiayaan Rp 967.465.378
e. Arus kas akhir per 31 Desember tahun 2009 Rp 40.422.387.619,18
Pasal 6
-60-
Catatan atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud pasal 1 huruf d tahun anggaran 2009
memuat informasi baik secara kuantitatif maupun kualitatif atas pos-pos laporan keuangan.
Pasal 7Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud pada pasal 1 tercantum dalam
lampiran Peraturan Daerah ini, terdiri dari :
a. Lampiran I : Laporan realisasi anggaran;
Lampiran I.1 : Ringkasasi laporan realisasi anggaran menurut urusan
pemerintahan daerah dan organisasi;
Lampiran I.2 : Rincian laporan realisasi anggaran menurut urusan pemerintahan
daerah, organisasi, pendapatan, belanja dan pembiayaan;
Lampiran 1.3 : Daftar penyertaan modal (investasi daerah);
Lampiran 1.4 : Daftar realisasi penambahan dan pengurangan aset daerah.
b. Lampiran II : Neraca
c. Lampiran III : Laporan Arus Kas
d. Lampiran IV : Catatan atas laporan keuangan
Pasal 8Bupati menetapkan peraturan kepala daerah tentang penjabaran pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD sebagai rincian lebih lanjut dari pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Pasal 9Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan peraturan daerah ini dengan
penempatannya dalam lembaran daerah.
Ditetapkan diSanana
Pada tanggal14 September 2010
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUS
Diundangkan di Sanana
Pada Tanggal14 September 2010
SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
-61-
Ir. H. ARMAN SANGADJI
(LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULATAHUN 2010NOMOR 03)
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULANOMOR04 TAHUN 2010
T E N T A N G PEMBENTUKAN DESA WOLIO, DESA FAYAU, DESA HABUNUHA, DESA MALULI, DESA PELENG, DESA GALEBO DAN DESA NGGOLI DI KECAMATAN TALIABU SELATAN, DESA
ONE MAY DI KECAMATAN TALIABU BARAT LAUT, DESA WOYO,DESA LOHO BUBBA, DESA KILONG DAN DESA RATAHAYA DI KECAMATAN TALIABU BARAT, DESA KATAGA DI KECAMATAN TALIABU TIMUR SELATAN, DESA LONDON, WAHE DAN DESA NUNU DI
KECAMATAN TALIABU UTARA, DESA BALOHANG DI KECAMATAN LEDEDAN DESA JERE DIKECAMATAN MANGOLI TENGAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPULAUAN SULA,
Menimbang : a. bahwa perkembangan situasi dan kondisi masyarakat yang lebih dinamis
menuntut kebutuhan pelayanan, pembangunan dan pemberdayaan yang
lebih baik, sehingga perlu dibentuk desa baru;
-62-
b. bahwa pembentukan desa baru sebagaimana di maksud pada huruf a,
adalah untuk pemberian kesempatan wilayah berpotensi untuk berkembang;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan
huruf b perlu ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang Pembentukan
Desa Wolio, Desa Fayau, Desa Habunuha, Desa Maluli, Desa Peleng, Desa
Galebo dan Desa Nggoli di Kecamatan Taliabu Selatan, Desa One May di
Kecamatan Taliabu Barat Laut, Desa Woyo, Desa Loho Bubba, Desa Kilong
dan Desa Ratahaya di Kecamatan Taliabu Barat,Desa Kataga di Kecamatan
Taliabu Timur Selatan,Desa London, Desa Wahe dan Desa Nunu di
Kecamatan Taliabu Utara, Desa Balohang di Kecamatan Lede dan Desa
Jere di Kecamatan Mangoli Tengah.
Mengingat : 1. Undang - undang Nomor 6 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang -
undang Nomor 46 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Maluku Utara,
Kabupaten Buru dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat (Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3895);
2. Undang - undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten
Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan
Sula, Kabupaten Halmahera Timur, dan Kota Tidore Kepulauan di Provinsi
Maluku Utara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4264);
3. Undang - undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang - undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 53
Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389);
4. Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4437);
5. Undang - Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Nomor 126 Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang
Desa;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Organisasi Perangkat
Daerah (Lembaran Negara Republik Indoneisa Nomor 14 Tahun 2003,
Tambahan Lembaran Negara RI. Nomor 4262);
8. Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Sula Nomor 16 Tahun 2006
tentang Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Desa di
Kabupaten Kepulauan Sula.
-63-
Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULAdan
BUPATI KEPULAUAN SULA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PEMBENTUKAN DESA WOLIO, DESA FAYAU, DESA HABUNUHA,
DESA MALULI, DESA PELENG, DESA GALEBO DAN DESA NGGOLI DI
KECAMATAN TALIABU SELATAN, DESA ONE MAY DI KECAMATAN
TALIABU BARAT LAUT, DESA WOYO, DESA LOHO BUBBA, DESA
KILONG DAN DESA RATAHAYA DI KECAMATAN TALIABU BARAT,
DESA KATAGA DI KECAMATAN TALIABU TIMUR SELATAN, DESA
LONDON, DESA WAHE DAN DESA NUNU DI KECAMATANTALIABU
UTARA, DESA BALOHANG DI KECAMATAN LEDEDAN DESA JERE DI
KECAMATAN MANGOLI TENGAH.
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
(1) Daerah adalah Kabupaten Kepulauan Sula;
(2) Pemerintah Daerah adalah Penyelenggara Urusan Pemerintah oleh Pemerintah Daerah
Dengan DPRD menurut asas otonomi dengan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas - luasnya dalam sistem dan Prinsip Dalam Negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang - undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
(3) Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintah Daerah;
(4) Bupati adalah Bupati Kepulauan Sula;
(5) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Perwakilan
Rakyat Daerah sebagai Unsur Penyelenggara Pemerintah Daerah;
(6) Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan
asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
(7) Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan Desa;
(8) Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa
dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
-64-
setempat, berdasarkan asal -usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam
sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
BAB IIPEMBENTUKAN DESA
Pasal 2Dengan Peraturan Daerah ini, dibentuk Desa - Desa baru, yaitu :
Kecamatan Taliabu Selatan :
1. Desa Wolio;
2. Desa Fayau;
3. Desa Habunuha;
4. Desa Maluli;
5. Desa Peleng;
6. Desa Galebo;
7. Desa Nggoli.
Kecamatan Taliabu Barat Laut :
1. Desa One May.
Kecamatan Taliabu Barat :
1. Desa Woyo;
2. Desa Loho Bubba;
3. Desa Kilong;
4. Desa Ratahaya.
Kecamatan Taliabu Utara ;
1. Desa London;
2. Desa Wahe;
3. Desa Nunu.
Kecamatan Taliabu Timur Selatan ;
1. Desa Kataga.
Kecamatan Lede;
1. Balohang.
Kecamatan Mangoli Tengah ;
1. Desa Jere.
BAB IIILUAS WILAYAH, BATAS WILAYAH
DAN JUMLAH PENDUDUKLUAS DAN BATAS WILAYAH
Pasal 3Dilihat dari karakteristik, semua desa yang dibentuk merupakan wilayah daratan, yang terletak di
sepanjang garis pantai Pulau Taliabu dan Pulau Mangoli dengan luas dan batas wilayah adalah :
-65-
1. Desa Wolio, luas wilayah 9 Km2 dengan batas - batas wilayah :
a. Sebelah Utara dengan Desa Fayau;
b. Sebelah Selatan dengan Laut Banda;
c. Sebelah Timur dengan Desa Habunuha;
d. Sebelah Barat dengan Desa Maluli.
2. Desa Fayau, luas wilayah 9 Km2 dengan batas - batas wilayah :
a. Sebelah Utara dengan Hutan Lindung;
b. Sebelah Selatan dengan Desa Wolio;
c. Sebelah Timur dengan Desa Tabona;
d. Sebelah Barat dengan Desa Minaluli.
3. Desa Habunuha, luas wilayah 9 Km2 dengan batas - batas wilayah :
a. Sebelah Utara dengan Desa Peleng;
b. Sebelah Selatan dengan Laut Banda;
c. Sebelah Timur dengan Desa Tabona;
d. Sebelah Barat dengan Desa Wolio.
4. Desa Maluli, luas wilayah 9 Km2 dengan batas - batas wilayah :
a. Sebelah Utara dengan Hutan Lindung;
b. Sebelah Selatan dengan Laut Banda;
c. Sebelah Timur dengan Desa Wolio;
d. Sebelah Barat dengan Desa Pancado.
5. Desa Peleng, luas wilayah 9 Km2 dengan batas - batas wilayah :
a. Sebelah Utara dengan Hutan Lindung;
b. Sebelah Selatan dengan Desa Habunuha;
c. Sebelah Timur dengan Desa Kabunu;
d. Sebelah Barat dengan Desa Fayau.
6. Desa Galebo, luas wilayah 9 Km2 dengan batas - batas wilayah :
a. Sebelah Utara dengan Hutan Lindung;
b. Sebelah Selatan dengan Laut Banda;
c. Sebelah Timur dengan Desa Kilo;
d. Sebelah Barat dengan Desa Bapenu.
7. Desa Nggoli, luas wilayah 9 Km2 dengan batas - batas wilayah :
a. Sebelah Utara dengan Hutan Lindung;
b. Sebelah Selatan dengan Laut Banda;
c. Sebelah Timur dengan Desa Bahu;
d. Sebelah Barat dengan Desa Kawalo.
8. Desa One May, luas wilayah 9 Km2dengan batas - batas wilayah :
a. Sebelah Utara dengan Desa Nggele;
b. Sebelah Selatan dengan Desa Salati;
c. Sebelah Timur dengan Hutan Lindung;
d. Sebelah Barat dengan Desa Limbo.
-66-
9. Desa Woyo, luas wilayah 6,57 Km2 dengan batas - batas wilayah :
a. Sebelah Utara dengan Desa Nunca;
b. Sebelah Selatan dengan Laut Banda;
c. Sebelah Timur dengan Desa Bahu;
d. Sebelah Barat dengan Desa Kawalo.
10. Desa Loho Bubba, luas wilayah 5 Km2dengan batas - batas wilayah :
a. Sebelah Utara dengan Selat Loho Bubba;
b. Sebelah Selatan dengan Desa Limbo;
c. Sebelah Timur dengan Pantai;
d. Sebelah Barat dengan Laut Sulawesi.
11. Desa Kilong, luas wilayah 5,5 Km2dengan batas - batas wilayah :
a. Sebelah Utara dengan Desa Meranti Jaya;
b. Sebelah Selatan dengan Desa Bobong;
c. Sebelah Timur dengan Desa Ratahaya;
d. Sebelah Barat dengan Laut Maluku.
12. Desa Ratahaya, luas wilayah 7 Km2dengan batas - batas wilayah :
a. Sebelah Utara dengan Desa Kasango;
b. Sebelah Selatan dengan Desa Holbota;
c. Sebelah Timur dengan Desa Kawalo;
d. Sebelah Barat dengan Desa Kilo.
13. Desa London, luas wilayah 9 Km2 dengan batas - batas wilayah :
a. Sebelah Utara dengan Laut Banda;
b. Sebelah Selatan dengan Desa Gela;
c. Sebelah Timur dengan Desa Dege;
d. Sebelah Barat dengan Hutan Lindung.
14. Desa Wahe, luas wilayah 8 Km2 dengan batas - batas wilayah :
a. Sebelah Utara dengan Desa Bua Mbono;
b. Sebelah Selatan dengan Desa Air Kalimat;
c. Sebelah Timur dengan Desa Tanjung Una;
d. Sebelah Barat dengan Hutan Lindung.
15. Desa Nunu, luas wilayah 9 Km2 dengan batas - batas wilayah :
a. Sebelah Utara dengan Laut Banda;
b. Sebelah Selatan dengan Desa Todoli;
c. Sebelah Timur dengan Desa Tikong;
d. Sebelah Barat dengan Desa Padang.
16. Desa Kataga, luas wilayah 33,5 Km2dengan batas - batas wilayah :
a. Sebelah Utara dengan Desa Kabunu;
b. Sebelah Selatan dengan Desa Tabona;
c. Sebelah Timur dengan Desa Kabunu;
d. Sebelah Barat dengan Taliabu Barat.
-67-
17. Desa Balohang, luas wilayah 10 Km2 dengan batas-batas wilayah :
a. Sebelah Utara dengan Desa Tolong;
b. Sebelah Selatan dengan Desa Nggele;
c. Sebelah Timur dengan Hutan Lindung;
d. Sebelah Barat dengan Desa Langganu.
18. Desa Jere, luas wilayah 25,126 Km2 dengan batas - batas wilayah :
a. Sebelah Utara dengan Desa Waitina;
b. Sebelah Selatan dengan Desa Mangoli;
c. Sebelah Timur dengan Laut Maluku;
d. Sebelah Barat dengan Desa Wailoba.
BAGIAN KEDUAJUMLAH PENDUDUK
Pasal 4 1. Jumlah Penduduk Desa Wolio adalah 463 jiwa, dengan komposisi sebagai berikut :
a. Laki - laki 215 jiwa;
b. Perempuan 248jiwa;
c. Keluarga 123 KK.
2. Jumlah Penduduk Desa Fayau adalah 226 jiwa, dengan komposisi sebagai berikut :
a. Laki - laki 109 jiwa;
b. Perempuan 117jiwa;
c. Keluarga 80 KK.
3. Jumlah Penduduk Desa Habunuha adalah 339 jiwa, dengan komposisi sebagai berikut :
a. Laki - laki 163 jiwa;
b. Perempuan 176jiwa;
c. Keluarga 83 KK.
4. Jumlah Penduduk Desa Maluli adalah 426 jiwa, dengan komposisi sebagai berikut :
a. Laki - laki 203 jiwa;
b. Perempuan 223jiwa;
c. Keluarga 112 KK.
5. Jumlah Penduduk Desa Peleng adalah 167 jiwa, dengan komposisi sebagai berikut :
a. Laki - laki 76 jiwa;
b. Perempuan 87 jiwa;
c. Keluarga 76 KK.
6. Jumlah Penduduk Desa Galebo adalah 430 jiwa, dengan komposisi sebagai berikut :
a. Laki - laki 207 jiwa;
b. Perempuan 223jiwa;
c. Keluarga 96 KK.
7. Jumlah Penduduk Desa Nggoli adalah 183 jiwa, dengan komposisi sebagai berikut :
-68-
a. Laki - laki 86 jiwa;
b. Perempuan 97jiwa;
c. Keluarga 77 KK.
8. Jumlah Penduduk Desa One May adalah 1.324 jiwa, dengan komposisi sebagai berikut :
a. Laki - laki 654 jiwa;
b. Perempuan 670 jiwa;
c. Keluarga 500 KK.
9. Jumlah Penduduk Desa Woyo adalah 950 jiwa, dengan komposisi sebagai berikut :
a. Laki - laki 454 jiwa;
b. Perempuan 496 jiwa;
c. Keluarga 370 KK.
10. Jumlah Penduduk Desa Loho Bubba adalah 560 jiwa, dengan komposisi sebagai berikut :
a. Laki - laki 254 jiwa;
b. Perempuan 306 jiwa;
c. Keluarga 165 KK.
11. Jumlah Penduduk Desa Kilong adalah 297 jiwa, dengan komposisi sebagai berikut :
a. Laki - laki 127 jiwa;
b. Perempuan 170 jiwa;
c. Keluarga 125 KK.
12. Jumlah Penduduk Desa Ratahaya adalah 276 jiwa, dengan komposisi sebagai berikut :
a. Laki - laki 110 jiwa;
b. Perempuan 166 jiwa;
c. Keluarga 97 KK.
13. Jumlah Penduduk Desa Kataga adalah 149 jiwa, dengan komposisi sebagai berikut :
a. Laki - laki 70 jiwa;
b. Perempuan 79 jiwa;
c. Keluarga 75 KK.
14. Jumlah Penduduk Desa London adalah 870 jiwa, dengan komposisi sebagai berikut :
a. Laki - laki 413 jiwa;
b. Perempuan 457jiwa;
c. Keluarga 242 KK.
15. Jumlah Penduduk Desa Wahe adalah 300 jiwa, dengan komposisi sebagai berikut :
a. Laki - laki 171 jiwa;
b. Perempuan 129jiwa;
c. Keluarga 71 KK.
16. Jumlah Penduduk Desa Nunu adalah 1020 jiwa, dengan komposisi sebagai berikut :
a. Laki - laki 443 jiwa;
b. Perempuan 577jiwa;
c. Keluarga 257 KK.
17. Jumlah Penduduk Desa Balohang adalah 146 jiwa, dengan komposisi sebagai berikut :
-69-
a. Laki - laki 70 jiwa;
b. Perempuan 76 jiwa;
a. Keluarga 75 KK.
18. Jumlah Penduduk Desa Jere adalah 300 jiwa, dengan komposisi sebagai berikut :
a. Laki - laki 141 jiwa;
b. Perempuan 159 jiwa;
c. Keluarga 81 KK.
Pasal 5Luas dan Batas Wilayah sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 Peraturan Daerah ini dituangkan
dalam peta yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
BAB IVKETENTUAN PERALIHAN
Pasal 61. Untuk menghindari kekosongan pelaksanaan administrasi Desa yang baru dibentuk,
perangkat Desa induk melaksanakan tugas - tugas pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan pada Desa yang baru dibentuk sampai ada keputusan pengangkatan
perangkat Desa yang baru.
2. Pengangkatan perangkat Desa yang baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilaksanakan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal Peraturan Daerah ini
diundangkan.
BAB VKETENTUAN PENUTUP
Pasal 7Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
Diundangkan di Sanana
PadaTanggal 20 September 2010
Ditetapkan di SananaPada Tanggal 20 September 2010
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUS
SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
-70-
(LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TAHUN 2010NOMOR 04)
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULANOMOR05 TAHUN 2010
TENTANG
PEMBENTUKAN KECAMATAN TABONA DALAM WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPULAUAN SULA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan
publik serta percepatan jangkauan pembangunan di pedesaan, perlu
menambah dan membentuk Kecamatan baru dalam Daerah Kabupaten
Kepulauan Sula;
b. bahwa pembentukan kecamatan baru sebagaimana dimaksud pada huruf
a, adalah untuk pemberian kesempatan wilayah berpotensi untuk
berkembang;
SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
-71-
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan huruf b di atas perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang
Pembentukan Kecamatan Tabona Dalam Wilayah Kabupaten Kepulauan
Sula.
Mengingat :1. Undang - undang Nomor 46 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi
Maluku Utara, Kabupaten Buru, dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 174, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3895);
2. Undang - undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten
Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan
Sula, Kabupaten Halmahera Timur, dan Kota Tidore Kepulauan di Provinsi
Maluku Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
21, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4264);
3. Undang - undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang - undangan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 53
Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389 );
4. Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4437);
5. Undang - Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang
Desa;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat
Daerah (Lembaran Negara Nomor 89 Tahun 2007, tambahan Lembaran
Negara Nomor 4741).
Dengan Persetujan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULADan
BUPATI KEPULAUAN SULA
MEMUTUSKAN :
-72-
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN
TABONA DALAM WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Kepulauan Sula;
2. Pemerintahan Daerah adalah Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah
Daerah dengan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas - luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Republik Indonesia sebagaiman
dimaksud dalam Undang - undang Negara RI tahun 1945;
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintah Daerah;
4. Bupati adalah Bupati Kepulauan Sula;
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Perwakilan
Rakyat Daerah sebagai Unsur Penyelenggara Pemerintah Daerah;
6. Kecamatan adalah Wilayah Kerja Camat yang dalam pelaksanaan tugasnya sebagai
Perangkat Pemerintah Daerah Otonomi juga menyelenggarakan tugas - tugas umum
Pemerintahan;
7. Pemerintah Kecamatan adalah Pemerintahan dan Perangkat Kecamatan di Wilayah
Kabupaten Kepulauan Sula;
8. Camat adalah Camat dalam Daerah Kabupaten Kepulauan Sula;
9. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal - usul dan adat - istiadat
setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional;
10. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat lainnya di Wilayah Kabupaten
Kepulauan Sula.
BAB IIPEMBENTUKAN KECAMATAN
Pasal 2Dengan Peraturan Daerah ini dibentuk Kecamatan Tabona dalam Wilayah Kabupaten Kepulauan
Sula.
BAB IIIMAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 3
-73-
1. Maksud dari Pembentukan Kecamatan adalah untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi
pelayanan publik serta percepatan jangkauan atau rentang kendali Desa - desa;
2. Tujuan Pembentukan kecamatan adalah pemberian kesempatan wilayah - wilayah
berpotensi dan layak untuk berkembang.
BAB IVWILAYAH KECAMATAN
BAGIAN PERTAMAPasal 4
Wilayah Kecamatan Tabona terdiri dari:
a. Desa Tabona;
b. Desa Fayau Nana;
c. Desa Wolio;
d. Desa Kataga;
e. Desa Kabunu;
f. Desa Habunuha;
g. Desa Peleng.
Pasal 5Wilayah Kecamatan Tabona sebagimana dimaksud dalam pasal 4 merupakan Wilayah
Pemekaran Kecamatan Taliabu Selatan.
BAGIAN KEDUABATAS WILAYAH
Pasal 6Secara Geografis, batas - batas Wilayah Kecamatan Tabona adalah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Taliabu Utara ;
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Taliabu Timur Selatan;
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Banda;
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Taliabu Selatan.
BAGIAN KETIGAIBU KOTA KECAMATAN
Pasal 7(1) Ibu Kota Kecamatan Tabona di Tabona;
(2) Peta Kecamatan Tabona, tercantum pada lampiran Peraturan Daerah ini dan merupakan
satu kesatuan yang tak terpisahkan;
BAB V
-74-
KETENTUAN PERALIHAN Pasal 8
(1) Untuk menghindari kekosongan pelaksana administrasi kecamatan yang baru dibentuk,
perangkat kecamatan induk melaksanakan tugas - tugas pemerintahan, pembangunan dan
kemasyaratan pada kecamatan yang baru dibentuk sampai ada keputusan pengangkatan
perangkat kecamatan yang baru;
(2) Pengangkatan perangkat kecamatan yang baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilaksanakan paling lama 1(satu) tahun terhitung sejak tanggal Peraturan Daerah ini
diundangkan.
BAB VIKETENTUAN PENUTUP
Pasal 9Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
Diundangkan di Sanana
Pada Tanggal20 September 2010
Ditetapkan di SananaPada Tanggal 20 September 2010
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUS
SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
Ir. H. ARMAN SANGADJI
-75-
(LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TAHUN 2010NOMOR 05)
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULANOMOR 06TAHUN 2010
TENTANGPERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH
NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DINAS-DINAS DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPULAUAN SULA,
Menimbang : a. bahwa berdasarkan evaluasi beban kerja perangkat daerah, dan untuk
menindaklanjuti Peraturan Pemerintah Nomor: 41 Tahun 2007, tentang
Organisasi Perangkat Daerah serta kebutuhan tertib penyelenggaraan
kegiatan pemerintahan dan pembangunan, perlu dilakukan penataan
kembali terhadap Organisasi Dinas-Dinas Daerah Kabupaten Kepulauan
Sula;
SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
Ir. H. ARMAN SANGADJI
-76-
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Organisasi Dinas-Dinas Daerah
Kabupaten Kepulauan Sula.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Rpublik Indonesia Tahun
1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3890);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten
Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan
Sula, Kabupaten Halmahera Timur, dan Kota Tidore Kepulauan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 21,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3961);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-
Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4438);
5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, tentang Pembentukan
Peraturan PerUndang-Undang Republik Indonesiaan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 202, tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4022);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
-77-
8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi
Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4741);
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk
Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah ;
11. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Organisasi Dinas-Dinas
Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
Dengan Persetujan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULADan
BUPATI KEPULAUAN SULA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2008
TENTANG ORGANISASI DINAS-DINAS DAERAH KABUPATEN
KEPULAUAN SULA.
Pasal 1Beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Sula Nomor 2 Tahun 2008
tentang Organisasi Dinas-Dinas Daerah Kabupaten Kepulauan Sula (Lembaran Daerah
Kabupaten Kepulauan Sula Tahun 2008 Nomor 2) diubah sebagai berikut :
I. Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga Pasal 2 berbunyi :
1. Dinas Pendidikan Nasional;
2. Dinas Pemuda dan Olah Raga;
3. Dinas Perhubungan;
-78-
4. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan;
5. Dinas Kehutanan dan Perkebunan;
6. Dinas Kelautan dan Perikanan;
7. Dinas Pertambangan dan Energi;
8. Dinas Pekerjaan Umum;
9. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
10. Dinas Sosial;
11. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil;
12. Dinas Kesehatan;
13. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM;
14. Dinas Tata Kota, Kebersihan dan Pemadam Kebakaran;
15. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset;
16. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
II. Ketentuan Bab IV Bagian Keempat Pasal 9 diubah, sehingga Ketentuan Bab IV Bagian
Keempat Pasal 9 berbunyi :
Bagian KeempatDinas Pertanian dan Ketahanan Pangan
Pasal 9(1).Susunan organisasi Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, terdiri dari :
1. Kepala Dinas ;
2. Sekretariat, membawahi :
a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian ;
b. Sub Bagian Perencanaan ;
c. Sub Bagian Keuangan ;
3. Bidang Tanaman Pangan, Hortikultura, membawahi :
a. Seksi Tanaman Pangan ;
b. Seksi Hortikultura;
4. Bidang Peternakan, membawahi :
a. Seksi Produksi dan Pemasaran Ternak;
b. Seksi Kesehatan Hewan;
5. Bidang Ketahanan Pangan, membawahi :
a. Seksi Kelembagaan dan Distribusi Pangan Daerah;
b. Seksi Ketersediaan dam Konsumsi Pangan ;
6. Bidang Pengembangan Sumber Daya (SDP), membawahi :
a. Seksi Pengelolaan Lahan dan Air (PLA) dan Teknologi Pertanian;
b. Seksi Pendidikan, Pelatihan dan Penyuluhan;
7. Unit Pelaksana Teknis Dinas ;
8. Kelompok Jabatan Fungsional.
-79-
(2). Bagan susunan organisasi Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran I Peraturan Daerah ini.
III. Ketentuan Bab IV, diantara Pasal 20 dan Pasal 21 ditambah satu Pasal, yakni Pasal 20A,
sehingga Pasal 20A berbunyi :
Bagian KeenambelasDinas Kebudayaan dan Pariwisata
Pasal 20A(1) Susunan organisasi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, terdiri dari :
1. Kepala Dinas ;
2. Sekretariat, membawahi :
a. Sub Bagian mum dan Kepegawaian;
b. Sub Bagian Perencanaan;
c. Sub Bagian Keuangan.
3. Bidang Kebudayaan, membawahi :
a. Seksi Pengembangan Kesenian;
b. Seksi Sejarah dan Kepurbakalan.
4. Bidang Pariwisata, membawahi :
a. Seksi Obyek Wisata, Rekreasi dan Hiburan Umum;
b. Seksi Usaha Jasa dan Usaha Sarana.
5. Bidang Pemasaran, membawahi :
a. Seksi Promosi dan Penyuluhan;
b. Seksi Pengembangan Sumber Daya.
6. Unit Pelaksana Teknis ;
7. Kelompok Jabatan Fungsional.
(2) Bagan Struktur Organisasi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kepulauan Sula
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran II Peraturan Daerah ini.
IV. Bagan Struktur Organisasi Dinas Daerah sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan
Daerah ini.
Pasal IIPeraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
Ditetapkan di Sanana
Pada tanggal 10 November 2010
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUS
-80-
Diundangkan di Sanana
Pada Tanggal 10 November 2010
(LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TAHUN 2010NOMOR 06)
Lampiran Peraturan I Daerah Kabupaten Kepulauan SulaNomor : 6 Tahun 2010Tanggal : 10 November 2010.
BAGAN STRUKTUR ORGANISASIDINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN
KABUPATEN KEPULAUAN SULA
SUB BAGIANUmum dan Kepegawaian
SUB BAGIANPerencanaan
SUB BAGIANKeuangan
Kelompok Jabatan Fungsional
KEPALA DINAS
SEKRETARIAT
BIDANGPengembangan Sumber
Daya (SDP)
BIDANGTanaman Pangan,
Hortikultura
BIDANGPeternakan
BIDANGKetahanan Pangan
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUS
Plt.SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
H. MUHAMMAD JOISANGADJI, SE
-81-
Lampiran II Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan SulaNomor : 6 Tahun 2010.Tanggal : 10 November 2010.
BAGAN STRUKTUR ORGANISASIDINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA
KABUPATEN KEPULAUAN SULA
UPTD
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUS
SEKSIPengelolaan Lahan dan Air
(PLA) dan Teknologi Pertanian
SEKSIPendidikan, Pelatihan
dan Penyuluhan
SUB BAGIANUmum dan Kepegawaian
SUB BAGIANPerencanaan
SUB BAGIANKeuangan
Kelompok Jabatan Fungsional
KEPALA DINAS
SEKRETARIAT
SEKSITanaman Pangan
SEKSIProduksi dan
Pemasaran Ternak
SEKSIHortikultura
SEKSIKesehatan Hewan
SEKSIKelembagaan dan Distribusi Pangan
Daerah
SEKSIKetersediaan dam Konsumsi Pangan
-82-
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULANOMOR07 TAHUN 2010
TENTANGPERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH
NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI LEMBAGA TEKNIS DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPULAUAN SULA,
Menimbang : a. bahwa berdasarkan evaluasi beban kerja perangkat daerah, dan untuk
menindaklanjuti Peraturan Pemerintah Nomor: 41 Tahun 2007, tentang
SEKSIPengembangan
Kesenian
SEKSIObyek Wisata,
Rekreasi dan Hiburan Umum
SEKSIPromosi dan Penyuluhan
SEKSISejarah dan Kepurbakalaan
SEKSIUsaha Jasa dan Usaha
Sarana
SEKSIPengembangan Sumber
Daya
BIDANGKebudayaan
BIDANGPariwisata
BIDANGPemasaran
UPTD
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUS
-83-
Organisasi Perangkat Daerah serta kebutuhan tertib penyelenggaraan
kegiatan pemerintahan dan pembangunan, perlu dilakukan penataan
kembali terhadap Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten
Kepulauan Sula;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Organisasi Lembaga Teknis Daerah
Kabupaten Kepulauan Sula.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan Pokok Kearsipan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1971, Nomor 32, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2964);
2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten
Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan
Sula, Kabupaten Halmahera Timur, dan Kota Tidore Kepulauan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 21, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3961);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4548);
5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4438);
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 53
Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4389);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran
-84-
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi
Perangkat Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 89,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4741);
10. Peraruran Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk
Tekhnis Penataan Organisasi Perangkat Daerah;
11. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Organisasi Lembaga
Teknis Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULA
Dan
BUPATI KEPULAUAN SULA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2008
TENTANG ORGANISASI LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN
KEPULAUAN SULA.
Pasal 1
-85-
Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Sula Nomor 3 Tahun 2008 tentang Organisasi
Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Kepulauan Sula (Lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan
Sula Tahun 2008 Nomor 3) diubah sebagai berikut :
1. Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
1. Inspektorat;
2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah;
3. Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat;
4. Badan Lingkungan Hidup;
5. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa;
6. Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan;
7. Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana;
8. Kantor Pengelolaan Pasar;
9. Rumah Sakit Umum Daerah;
10. Satuan Polisi Pamong Praja;
11. dihapus;
12. Badan Kearsipan dan Perpustakaan.
2. Ketentuan Bab VI Bagian Kedua diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Bagian KeduaBadan Perencanaan Pembangunan Daerah
Pasal 9(1). Susunan organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, terdiri dari :
1. Kepala Badan;
2. Sekretariat, membawahi:
a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian;
b. Sub Bagian Perencanaan;
c. Sub Bagian Keuangan.
3. Bidang Perencanaan Pengembangan Ekonomi, membawahi:
a. Sub bidang Pertanian, Pertambangan dan Energi;
b. Sub bidang Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Pengembangan Dunia
Usaha.
4. Bidang Perencanaan Pengembangan Sosial Budaya, membawahi :
a. Sub bidang Pendidikan, Agama dan Kesejahteraan Sosia;
b. Sub bidang Pemerintahan dan Kependudukan.
5. Bidang Perencanaan Pengembangan Fisik dan Prasarana Wilayah,membawahi :
a. Sub bidang Fisik;
b. Sub bidang Prasarana Wilayah.
6. Bidang Penelitian, Pengembangan dan Statistik ;
a. Sub Bidang Penelitian dan Pengembangan;
b. Sub Bidang Statistik.
-86-
7. Kelompok Jabatan Fungsional.
(2). Bagan struktur organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah sebagaimana
tersebut pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran I Peraturan Daerah ini, dan
merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan.
3. Ketentuan Bab VI Bagian Ketujuh dan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Bagian KetujuhBadan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak
dan Keluarga BerencanaPasal 14
(1) Susunan organisasi Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan
Keluarga Berencana, terdiri dari :
1. Kepala Badan ;
2. Sekretariat, membawahi :
a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian;
b. Sub Bagian Keuangan;
c. Sub Bagian Program, Evaluasi dan Pelaporan.
3. Bidang Pengarusutamaan Gender, membawahi :
a. Sub Bidang Penguatan dan Pengembangan Kelembagaan Perempuan;
b. Sub Bidang Advokasi dan Komunikasi, Informasi dan Edukasi.
4. Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak, membawahi:
a. Sub Bidang Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan ;
b. Sub Bidang Pemberdayaan dan Perlindungan Anak.
5. Bidang Keluarga Berencana, membawahi :
a. Sub Bidang Jaminan Pelayanan KB dan KR;
b. Sub Bidang Kesehatan dan Reproduksi Remaja.
6. Bidang Keluarga Sejahtera, membawahi :
a. Sub Bidang Pemberdayaan Ekonomi Keluarga;
b. Sub Bidang Pembinaan Ketahanan Keluarga.
7. Unit Pelaksana Teknis Badan;
8. Kelompok Jabatan Fungsional.
(2) Bagan Struktur Organisasi Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan
Keluarga Berencana Kabupaten Kepulauan Sula adalah sebagaimana tercantum dalam
lampiran VI Peraturan Daerah ini, dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
4. Ketentuan Bab VI Bagian Keduabelas Pasal 18 ayat (1) dan (2) dihapus.
5. Ketentuan Bab VI, ditambah satu Pasal, yakni Pasal 18A, sehingga berbunyi sebagai berikut :
Bagian KeduabelasBadan Kearsipan dan Perpustakaan
Pasal 18A(1) Susunan organisasi Badan Kearsipan dan Perpustakaan, terdiri dari :
-87-
1. Kepala Badan ;
2. Sekretariat, membawahi :
a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian;
b. Sub Bagian Keuangan;
c. Sub Bagian Penyusunan Program.
3. Bidang Kearsipan, membawahi :
a. Sub Bidang Pengelolaan Arsip In Aktif;
b. Sub Bidang Pengelolaan Arsip Statis.
4. Bidang Perpustakaan, membawahi :
a. Sub Bidang Pelayanan Perpustakaan;
b. Sub Bidang Pelestarian Bahan Pustaka.
5. Bidang Pengembangan Kearsipan dan Pengolahan Bahan Pustaka, membawahi :
a. Sub Bidang Pengembangan Bahan Kearsipan dan Pustaka;
b. Sub Bidang Deposit Karya Cetak / Karya Rekam.
6. Kelompok Jabatan Fungsional.
(2) Bagan Struktur Organisasi Kantor Kearsipan dan Perpustakaan Kepulauan Sula adalah
sebagaimana tercantum dalam lampiran VII Peraturan Daerah ini, dan merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan.
6. Ketentuan Pasal 20 ayat (2) dirubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 20 ayat (2)Kepala Lembaga Teknis Daerah yang berbentuk Kantor, Satuan dan Sekretaris pada Badan
dan Inspektorat serta Inspektur Pembantu pada Inspektorat adalah Jabatan Eselon IIIa.
7. Dengan Peraturan Daerah ini “Badan Perencanaan Pembangunan dan Statistik Daerah”,
“Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana” serta “Kantor Kebudayaan dan
Pariwisata” dicabut dari komposisi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Kepulauan Sula;
8. Bagan Struktur Organisasi Lembaga Teknis Daerah setelah dirubah terdapat dalam lampiran
Peraturan Daerah ini yang merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan.
9. Ketentuan Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Sula Nomor 3 Tahun 2008 tentang
Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Kepulauan Sula sepanjang tidak dicabut atau
diubah menurut Peraturan Daerah ini dinyatakan masih tetap berlaku.
Pasal IIPeraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
Ditetapkan di Sanana
Pada tanggal 10 November 2010
BUPATI KEPULAUAN SULA
-88-
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
Diundangkan di Sanana
Pada Tanggal 10 November 2010
(LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TAHUN 2010NOMOR 07)
Lampiran I Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan SulaNomor : 07 Tahun 2010Tanggal : 10 November 2010.
BAGAN STRUKTUR ORGANISASIBADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULA
SEKRETARIAT
SUB BAGIAN UMUM DAN KEPEGAWAIAN
KEPALA BADAN
BUPATI KEPULAUAN SULA
Plt.SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
H. MUHAMMAD JOISANGADJI, SE
-89-
BIDANGPenelitian dan Pengembangan dan statistikBIDANG
Perencanaan Pengembangan Fisik dan Prasarana Wilayah
BIDANGPerencanaan Pengembangan Ekonomi BIDANG
Perencanaan Pengembangan Sosial Budaya
Sub BidangPertanian, Pertambangan dan Energi
Sub BidangPerindakop dan Pengembangan Dunia Usaha
Sub BidangPendidikan, Agama dan Kesejahteraan Sosial
Sub BidangPemerintahan dan Kependudukan
Sub BidangFisik
Sub BidangPrasarana Wilayah
Sub BidangPenelitian dan Pengembangan
Sub BidangStatistik
KELOMPOKJABATAN FUNGSIONAL
Lampiran VI Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan SulaNomor : 07 Tahun 2010Tanggal : 10 November 2010.
BAGAN STRUKTUR ORGANISASIBADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
PERLINDUNGAN ANAK DAN KELUARGA BERENCANAKABUPATEN KEPULAUAN SULA
Sub Bagian Umum dan
Kepegawaian
KEPALA BADAN
SEKRETARIAT
SUB BAGIAN PERENCANAAN
SUB BAGIAN KEUANGAN
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUS
U P T B
-90-KELOMPOK
JABATAN FUNGSIONAL
Lampiran VII Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan SulaNomor : 07 Tahun 2010Tanggal : 10 November 2010.
BAGAN STRUKTUR ORGANISASIBADAN KEARSIPAN DAN PERPUSTAKAAN DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULA
Sub Bagian Umum dan
Kepegawaian
Sub Bagian Keuangan
KEPALA BADAN
SEKRETARIAT
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUS
Sub BidangPenguatan dan Pengembangan Kelembagaan Perempuan
UPTB
Sub Bagian Keuangan
Sub Bagian Program, Evaluasi
dan Pelaporan
Sub BidangAdvokasi dan
Komunikasi, Informasi dan Edukasi
Sub BidangPemberdayaan dan Perlindungan Anak
Sub BidangJaminan Pelayanan
KB dan KR
Sub BidangKesehatan Reproduksi
Remaja
Sub BidangPemberdayaan
Ekonomi Keluarga
Sub BidangPembinaan Ketahanan
Keluarga
BidangKeluarga Sejahtera
BidangKeluarga Berencana
BidangPerlindungan Perempuan
dan anak
BidangPengarusutamaan
Gender
Sub BidangPemberdayaan dan
Perindungan Perempuan
-91-
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULANOMOR 08 TAHUN 2010
TENTANG
ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAINDAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPULAUAN SULA,
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUS
Sub BidangPengelolaan Arsip
In-Aktif
Sub BidangPelayanan
Perpustakaan
Sub Bagian Penyusunan Program
Sub BidangPngelolaan Arsip
Statis
Sub BidangPelestarian Bahan
Pustaka
Sub BidangPengembangan Bahan Kearsipan dan Pustaka
Sub BidangDeposit Karya Cetak /
Karya Rekam
BidangPengembangan Kearsipan dan
Pengolahan Bahan Pustaka
BidangPerpustakaanBidang
Kearsipan
-92-
Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan, tugas
pemerintahan lainnya sesuai ketentuan dalam pasal 45 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah,
perlu dibentuk Lembaga Lain sebagai bagian dari perangkat daerah ;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan yang dimaksud huruf a diatas, perlu
menetapkan peraturan daerah tentang Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Lain Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi
Maluku Utara, Kabupaten Buru, dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 174,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3895);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten
Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan
Sula, Kabupaten Halmahera Timur, dan Kota Tidore Kepulauan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3961);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4548);
4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nmor 4723);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi
Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4741);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik
-93-
Indonesia Tahun 2000 Nomor 202, tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4022);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan
Pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk
Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah.
Dengan Persetujan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULADan
BUPATI KEPULAUAN SULA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA
LEMBAGA LAIN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA.
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Kepulauan Sula;
2. Pemerintahan Daerah adalah Penyelenggaraan urusan Pemerintahan oleh Pemerintah
Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati Kepulauan Sula dan Perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah;
4. Kepala Daerah adalah Bupati Kepulauan Sula;
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan
rakyat daerah sebagai unsure penyelenggara Pemerintahan Daerah;
6. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Kepulauan Sula;
7. Lembaga Lain Kabupaten Kepulauan Sula adalah lembaga yang menjadi bagian dari
Perangkat Daerah yang terdiri dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Sekretariat
Dewan Pengurus KORPS Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia Kabupaten Kepulauan
Sula;
-94-
8. Badan Penanggulangan Bencana Daerah selanjutnya disebut BPBD Kabupaten adalah
Perangkat Daerah Kabupaten dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi
penanggulangan bencana;
9. Sekretariat Dewan Pengurus KORPS Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia Kabupaten
selanjutnya disebut KORPRI Kabupaten adalah Sekretariat Dewan Pengurus KORPS
Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia Kabupaten Kepulauan Sula;
10. Kepala adalah Kepala BPBD Kabupaten Kepulauan Sula;
11. Kepala Sekretariat BPBD Kabupaten adalah kepala pelaksana harian yang disebut unsur
pelaksana BPBD Kabupaten Kepulauan Sula;
12. Kepala Sekretariat KORPRI adalah Sekretaris KORPRI Kabupaten Kepulauan Sula;
BAB IIPEMBENTUKAN
Pasal 2Dengan Peraturan Daerah ini dibentuk Lembaga Lain Daerah Kabupaten Kepulauan Sula, terdiri
dari :
a. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Kepulauan Sula;
b. Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI Kabupaten Kepulauan Sula.
BAB IIIBADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
Bagian KesatuKedudukan, Tugas danFungsi
Paragraf 1Kedudukan
Pasal 3BPBD Kabupaten adalah unsur penunjang penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di bidang
penanggulanagn bencana daerah, yang dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang secara ex-
officio dijabat olehSekretaris Daerah yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
kepada Bupati.
Paragraf 2Tugas Pokok
Pasal 4BPBD Kabupaten mempunyai tugas :
a. menetapkan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang
mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara
adil dan setara ;
b. menetapkan standarisasi serta kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana
berdasarkan peraturan perundang-undangan ;
c. menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana;
-95-
d. menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana ;
e. melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Kepala Daerah setiap bulan
sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana ;
f. mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang ;
g. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) ; dan
h. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3FungsiPasal 5
Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Badan Penanggulangan
Bencana Daerah mempunyai fungsi :
a. Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi
dengan bertindak cepat dan tepat, efektif dan efisien;
b. Pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana,
terpadu dan menyeluruh.
Bagian KeduaOrganisasiParagraf 1
Susunan OrganisasiPasal 6
Susunan organisasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah, terdiri dari :
1. Kepala ;
2. Unsur Pengarah ;
3. Unsur Pelaksana.
Paragraf 2Unsur Pengarah
Pasal 7(1) Unsur Pengarah BPBD berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten;
(2) Keanggotaan Unsur Pengarah BPBD berjumlah 11 Anggota terdiri dari 6 Pejabat Instansi
Pemerintah dan 5 Anggota dari Masyarakat Profesional di Daerah;
(3) Ketua Unsur Pengarah dijabat oleh Kepala BPBD Kabupaten;
(4) Ketentuan mengenai keanggotaan serta mekanisme penetapan anggota unsur pengarah
berpedoman pada ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.
Pasal 8
-96-
(1) Unsur Pengarah mempunyai tugas memberikan masukan dan saran kepada Kepala Badan
Penanggulangan Bencana Daerah;
(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Unsur Pengarah
melaksanakan fungsi :
a. Perumusan Kebijakan Penanggulangan Bencana Daerah;
b. Pemantauan;
c. Evaluasi dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
Paragraf 3Unsur Pelaksana
Pasal 9(1) Unsur Pelaksana BPBD berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan
Penanggulangan Bencana Daerah;
(2) Unsur Pelaksana BPBD dipimpin oleh seorang Kepala Pelaksana yang membantu Kepala
Badan Penanggulangan Bencana Daerah dalam menyelenggarakan tugas dan fungsi
sehari-hari.
Pasal 10Unsur Pelaksana BPBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 mempunyai tugas melaksanakan
penanggulangan bencana secara terintegrasi meliputi:
a. Prabencana;
b. Saat Tanggap Darurat; dan
c. Pascabencana.
Pasal 11Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Unsur Pelaksana BPBD
mempunyai fungsi:
a. Pengkoordinasian;
b. Pengkomandoan; dan
c. Pelaksana.
Pasal 12Fungsi koordinasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 huruf a, merupakan fungsi
koordinasian Unsur Pelaksana BPBD dilaksanakan melalui koordinasi dengan Satuan Kerja
Perangkat Daerah lainnya di daerah, instansi vertikal yang ada di daerah, lembaga usaha
dan/atau pihak lain yang diperlukan pada tahap prabencana dan pasca bencana;
Pasal 13Fungsi komando sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 huruf b, merupakan fungsi komando
Unsur Pelaksana BPBD dilaksanakan melalui pengerahan sumber daya manusia, peralatan,
-97-
logisik dari Satuan Kerja Perangkat Daerah lainnya, instansi vertikal yang ada di daerah serta
langkah-langkah lainnya yang diperlukan dalam rangka penanganan darurat bencana;
Pasal 14Fungsi pelaksana sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 huruf c, merupakan fungsi
Pelaksanaan Unsur Pelaksana BPBD yang dilaksanakan secara terkoordinasi dan terintegrasi
dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah lainnya di daerah, instansi vertikal yang ada di daerah
dengan memperhatikan kebijakan penyelenggaraan penanggulangan bencana dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 15(1) Unsur Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah terdiri atas:
1. Kepala Pelaksana
2. Sekretariat Unsur Pelaksana, terdiri dari :
a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian;
b. Sub Bagian Perencanaan;
c. Sub Bagian Keuangan.
3. Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan;
a. Seksi Pencegahan ;
b. Seksi Kesiapsiagaan.
4. Bidang Kedaruratan dan Logistik ;
a. Seksi Penyelamatan, Evaluasi dan Penanganan Pengungsi ;
b. Seksi Logistik.
5. Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi;
a. Seksi Rehabilitasi;
b. Seksi Rekonstruksi.
6. Satuan tugas;
7. Kelompok Jabatan Fungsional.
(2) Bagan Struktur Organisasi BPBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
lampiran Peraturan Bupati ini dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
BAB IVSEKRETARIAT DEWAN PENGURUS KORPRI
Bagian KesatuKedudukan, Tugas dan Fungsi
Paragraf 1Kedudukan
Pasal 16
(1) Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI Kabupaten merupakan bagian dari Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD), secara teknis operasional bertanggungjawab kepada Dewan
-98-
Pengurus KORPRI Kabupaten dan secara teknis administratif bertanggungjawab kepada
Bupati melalui Sekretariat Daerah.
(2) Sekretariat Pengurus KORPRI Kabupaten dipimpin oleh seorang Sekretaris.
Paragraf 2Tugas Pokok
Pasal 17Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI Kabupaten mempunyai tugas melaksanakan dukungan
teknis operasional dan administrasi pada Pengurus KORPRI Kabupaten dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya, serta pembinaan terhadap seluruh unsur dalam lingkungan Sekretariat
Pengurus KORPRI Kabupaten.
Paragraf 3Fungsi
Pasal 18Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Sekretariat Dewan
Pengurus KORPRI mempunyai fungsi :
a. penyelenggaraan pengelolaan administrasi umum dan kerjasama;
b. penyelenggaraan kegiatan pembinaan olah raga, seni, budaya, mental dan rohani;
c. penyelenggaraan kegiatan usaha dan bantuan sosial;
d. pengkoordinasian dan fasilitasi penyelenggaraan Sekretariat Pengurus KORPRI Kabupaten;
dan
e. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris Daerah Kabupaten dan Ketua
Pengurus KORPRI Kabupaten.
Bagian KeduaOrganisasi
Pasal 19(1) Susunan Organisasi Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI Kabupaten terdiri atas :
a. Subbagian Umum dan Kerjasama;
b. Subbagian Olah Raga, Seni, Budaya, Mental dan Rohani; dan
c. Subbagian Usaha, Bantuan Hukum dan Sosial.
(2) Bagan Struktur Organisasi Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI Kabupaten Kepulauan
Sula sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada lampiran Peraturan ini.
BAB VESELON, PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN
-99-
Bagian PertamaEsalon
Pasal 20(1) Kepala Pelaksana BPBD adalah Jabatan struktural eselon II.b ;
(2) Kepala Sekretariat, dan Kepala Bidang BPBD dan Sekretaris Dewan Pengurus KORPRI
adalah jabatan struktural eselon III.b ;
(3) Kepala Sub Bagian dan Kepala Seksi BPBD adalah jabatan struktural eselon IV.a ;
(4) Kepala Subbagian pada Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI adalah jabatan struktural
eselon IV.b
Bagian KeduaPENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN
Pasal 21(1) Kepala Pelaksana BPBD, Sekretaris Dewan Pengurus KORPRI diangkat dan diberhentikan
oleh Bupati atas usul Sekretaris Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku ;
(2) Sekretaris, Kepala Bidang, Kepala Sub Bagian dan Kepala Seksi pada BPBD diangkat dan
diberhentikan oleh Bupati dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat atas usul
Kepala Pelaksana BPBD melalui Sekretaris Daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
(3) Kepala Sub Bagian pada Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI diangkat dan diberhentikan
oleh Bupati dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris Dewan
Pengurus KORPRI melalui Sekretaris Daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
BAB VIKELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
Pasal 22(1) Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari sejumlah tenaga dalam jenjang jabatan fungsional
yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai dengan bidang keahliannya.
(2) Setiap kelompok dipimpin oleh seorang pejabat fungsional yang diangkat oleh Bupati.
(3) Jenis, jenjang dan jumlah jabatan fungsional ditetapkan oleh Bupati berdasarkan kebutuhan
dan beban kerja sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VIITata KerjaPasal 23
-100-
(1) Setiap pemimpin satuan organisasi wajib mengawasi bawahannya msing-masing dan bila
terjadi penyimpangan agar mengambil langkah-langkah yang diperlukan.
(2) Setiap pemimpin satuan organisasi bertanggungjawab memimpin dan mengkoordinasi
bawahan masing-masing dan memberikan bimbingan serta petunjuk bagi pelaksanaan
tugas bawahannya.
(3) Setiap pemimpin satuan organisasi wajib mengikuti dan mematuhi petunjuk dan
bertanggung jawab pada atasannya masing-masing serta menyampaikan laporan berkala
tepat waktu.
(4) Setiap laporan yang diterima oleh pimpinan organisasi dan bawahannya wajib diolah dan
dipergunakan sebagai bahan untuk penyusunan laporan lebih lanjut dan untuk memberikan
petunjuk kepada bawahannya.
(5) Dalam penyampaian laporan masing-masing kepada atasan, tembusan laporan wajib
disampaikan pula kepada satuan organisasi lain yang secara fungsional mempunyai
hubungan kerja.
BAB VIIIKETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 24Penjabaran lebih lanjut mengenai Tugas Pokok dan Fungsi lembaga lain sebagaimana pada
Pasal 15 dan Pasal 19 peraturan daerah ini ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB IXPENUTUPPasal 25
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
Ditetapkan di Sanana
Pada tanggal 10 November 2010
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUS
-101-
Diundangkan di Sanana
Pada Tanggal 10 November 2010
(LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TAHUN 2010NOMOR 08)
LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULANomor : 08 TAHUN 2010Tanggal : 10 November 2010
BAGAN STRUKTUR ORGANISASIBADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULA
BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULAKEPALA
UNSUR PENGARAH
- INSTANSI- PROFESIONAL / AHLI
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUS
Plt.SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
H. MUHAMMAD JOISANGADJI, SE
UNSUR PELAKSANA
-102-
SEKRETARIAT
SUBBAG UMUM DAN KEPEGAWAIAN
SUBBAG PERENCANAAN
SUBBAG KEUANGAN
KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
BIDANGPENCEGAHAN DAN
KESIAPSIAGAAN
BIDANGKEDARURATAN DAN LOGISTIK
BIDANGREHABILITASI DAN
REKONSTRUKSI
SEKSI PENCEGAHAN
SEKSI KESIAPSIAGAAN
SEKSI PENYELAMATAN, EVALUASI & PENANGANAN PENGUNGSI
SEKSILOGISTIK
SEKSIREKONSTRUKSI
SEKSIREHABILITASI
SATUAN TUGAS(Satgas)
SEKRETARIAT
LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULANomor : 08 TAHUN 2010Tanggal : 10 November 2010
BAGAN STRUKTUR ORGANISASISEKRETARIAT DEWAN PENGURUS KORPRI
KABUPATEN KEPULAUAN SULA
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUS
KEPALA PELAKSANA BPBD
-103-
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULANOMOR09 TAHUN 2010
TENTANG
PENGELOLAAN DAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUS
-104-
BUPATI KEPULAUAN SULA,
Menimbang : a. bahwa Lingkungan Hidup di Kabupaten Kepulauan Sula merupakan rahmat
dan karunia dari Tuhan yang Maha Kuasa kepada rakyat dan warga
Kabupaten Kepulauan Sula yang merupakan ruang bagi kehidupan dalam
segala aspek dan mantranya sesuai dengan wawasan nusantara;
b. bahwa pengelolaan dan pengendalian lingkungan perlu dilakukan secara
baik dan benar sehingga dapat dimanfaatkan secara berkesinambungan
guna kepentingan generasi masa kini dan masa yang akan datang.
c. bahwa untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pengelolaan dan
pengendalian lingkungan hidup di kabupaten Kepulauan Sula lebih berdaya
guna dan berhasil guna, sebagai perwujudan menuju kearah otonomi yang
nyata dan bertanggung jawab, dipandang perlu untuk melestarikan dan
mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras dan
seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan
berwawasan lingkungan hidup;
d. bahwa penyelenggaraan pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup
dalam rangka pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
hidup, harus didasarkan pada norma hukum, adat istiadat dengan
memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat dan perkembangan
lingkungan global serta perangkat hukum nasional yang berkaitan dengan
lingkungan hidup;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b dan huruf c di atas,
perlu ditetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Sula tentang
Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor
104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2034);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor
22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2831);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3419);
4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3469);
-105-
5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478);
6. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3839);
7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3600);
8. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten
Halmahera Barat, kabupaten Halmahera Utara, kabupaten Halmahera
Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula, Kabupaten Halmahera Timur dan Kota
Tidore Kepulauan di Provinsi Maluku Utara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4264);
9. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32; Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
11. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4411);
12. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran
Negara Repulik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4433);
13. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
14. Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851);
15. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
-106-
1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3838);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia
Jasa Pelayanana, Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar
Pengadilan (Lembaran Negara Republik Indoneis Nomor 113, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3982);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian
Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan Lahan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 10, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4076);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Bahan Berbahaya dan
Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 138,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4153);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber
Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 82;
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4858);
21. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 40 Tahun 2000 tentang
Pedoman Tata Kerja Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup;
22. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001
tentang Jenis Usaha Atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan;
23. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 Tahun 2002
tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya
pemantauan Lingkungan;
24. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 19 Tahun 2004
tentang Pedoman Pengelolaan, Pengaduan Kasus Pencemaran dan
Perusakan Lingkungan Hidup;
25. Keputusan Bupati Kepulauan Sula Nomor : 224/KPTS.11/KS/2006 tentang
Tugas Pokok dan fungsi Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah
Kabupaten Kepulauan Sula.
Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULADan
BUPATI KEPULAUAN SULA
MEMUTUSKAN :
-107-
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGENDALIAN
LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN KEPULAUAN SULA
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Kepulauan Sula;
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula beserta Perangkat
Daerah Otonom sebagai unsur penyelenggaran Pemerintahan Daerah;
3. Kepala Daerah adalah Bupati Kepulauan Sula;
4. Badan Lingkungan Hidup adalah Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah
Kabupaten Kepulauan Sula;
5. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan
makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain;
6. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang
dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum;
7. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan
lingkungan hidup, sosial dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin
keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup
generasi masa kini dan generasi masa depan;
8. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh
menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas dan
produktifitas lingkungan hidup;
9. Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara
kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
10. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung
perikehidupan manusia dan mahluk hidup lain dan keseimbangan antar keduanya;
11. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat,
energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukan kedalamnya;
12. Sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya hayati dan
non hayati, yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem;
13. Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya;
14. Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau dan
mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, mendayagunaan sumber daya
air dan pengendalian daya rusak air;
-108-
15. Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat, energi atau
komponen yang ada atau harus ada, dan/atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup;
16. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkanya mahluk hidup, zat,
energi dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga
melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan;
17. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia
dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat
tetap melestarikan fungsinya;
18. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung
atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga
melampaui kreteria baku kerusakan lingkungan hidup;
19. Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat
fisik, kimia dan/atau lingkungan hidup yang melampaui kreteria baku kerusakan lingkungan
hidup;
20. Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam untuk menjamin
pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya;
21. Perubahan Iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung
oleh aktifitas manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi atmosfir secara global
dan selain itu juga berupa perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati dalam kurun
waktu yang dapat dibandingkan;
22. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/ atau kegiatan;
23. Limbah Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disebut limbah (B3) adalah sisa
suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3;
24. Sengketa Lingkungan hidup adalah perselisihan antara 2 (dua) pihak atau lebih yang timbul
dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan hidup;
25. Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang
diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan;
26. Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut AMDAL adalah
kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan;
27. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup yang
selanjutnya disebut UKL-UPL adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha
dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup, ruang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan;
28. Organisasi lingkungan hidup adalah kelompok yang terorganisasi dan terbentuk atas
kehendak sendiri yang tujuan dan kegiatannya berkaitan dengan lingkungan hidup;
-109-
29. Audit lingkungan hidup adalah evaluasi yang dilakukan untuk menilai ketaatan,
penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan terhdap persyaratan hukum dan kebijakan yang
ditetapkan pemerintah;
30. Ekoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora dan
fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang mengambarkan integritas sistem
alam dan lingkungan hidup;
31. Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk
antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari;
32. Masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat secara turun temurun bermukim di
wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan
yang kuat dengan lingkungan hidup serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata
ekonomi, politik, sosial dan hukum;
33. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum
maupun tidak berbadan hukum;
34. Ancaman serius adalah ancaman yang berdampak luas terhadap lingkungan hidup dan
menimbulkan keresahan masyarakat;
35. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha
dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau
kegiatan;
36. Izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh instansi teknis untuk
melakukan usaha dan/atau kegiatan;
37. Pencemar membayar adalah usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan.
BAB IIASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP
Bagian KesatuAsas
Pasal 2Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup dilaksanakan berdasarkan asas :
a. Tanggung jawab daerah;
b. Maximum sustainable yield (MSY)
c. Keserasian dan keseimbangan;
d. Keterbukaan;
e. Kehati-hatian;
f. Ekoregion;
g. Manfaat;
h. Pencemar membayar;
i. Pertisipasi;
-110-
j. Kearifan lokal;
k. Etika lilngkungan;
l. Tata kelola pemerintahan yang baik;
m. Otonomi daerah.
Bagian KeduaPasal 3
Pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup bertujuan :
a. Menjamin keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
b. Untuk melindungi daerah dari semua jenis usaha pengelolaan dan/atau kegiatan yang
berdampak pada kerusakan lingkungan hidup.
c. Menjamin keselamatan, kesehatan dan kehidupan masyarakat Kabupaten Kepulauan Sula;
d. Menjamin keseimbangan dan keberlanjutan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian
ekosistem;
e. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
f. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana dan akuntabel;
g. Menjamin pemenuhan pengelolaan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai
bagian dari hak asasi manusia.
h. Mengoptimalkan pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup di daerah secara
berkelanjutan;
i. Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan;
j. Mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup;
k. Terwujudnya keterpaduan dalam sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan
memperhatikan sumber daya manusia;
l. Mengantisipasi serta mengendalikan isu lingkungan global;
Bagian KetigaRuang Lingkup
Pasal 4Ruang lingkup dalam pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup meliputi :
a. Perencanaan;
b. Pemanfaatan lingkungan hidup;
c. Pelestarian fungsi lingkungan hidup;
d. Pengawasan;
e. Kewajiban dan wewenang pemerintah daerah;
f. Hak dan kewajiban masyarakat;
g. Penegakan hukum.
BAB IIIPERENCANAAN
Pasal 5
-111-
Perencanaan pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup di daerah Kabupaten Kepulauan
Sula dilakukan melalui tahapan :
a. Menginventarisasi jenis usaha dan/atau kegiatan pengelolaan dan pengendalian lingkungan
hidup.
b. Merumuskan program kerja pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup.
c. Perencanaan pengelolaan lingkungan disusun untuk menghasilkan rencana yang berfungsi
sebagai pedoman dan arahan dalam pelaksanaan konservasi sumber daya alam.
d. Rencana pengelolaan lingkungan hidup merupakan salah satu unsur dalam penyusunan,
peninjauan kembali dan/atau penyempurnaan rencana tata ruang wilayah.
e. Perencanaan pengelolaan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan asas keserasian
dan keseimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf (c).
Bagian KesatuInventarisasi Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Pengelolaan dan Pengendalian
Lingkungan Hidup.Pasal 6
(1) Inventarisasi jenis usaha dan/atau kegiatan pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf (a), meliputi :
a. Inventarisasi lingkungan hidup di tingkat Kecamatan dan Desa.
b. Mengidentifikasi data di wilayah ekoregion.
(2) Inventarisasi jenis usaha dan/atau kegiatan pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup
dilaksanakan untuk memperoleh data dan informasi yang akurat mengenai sumber daya
alam yang meliputi :
a. Bagian Ketersediaan potensi sumber daya alam yang ada di Kabupaten Kepulauan Sula.
b. Jenis usaha dan/atau kegiatan yang dimanfaatkan.
c. Perkembangan ilmu pengetahuan.
d. Bentuk pengetahuan pengelolaan masyarakat adat sula.
e. Bentuk kerusakan lingkungan hidup.
f. Konflik yang timbul akibat pemanfaatan dan pengelolaan yang tidak seimbang.
(3) Perencanaan pengelolaan Lingkungan Hidup / sumberdaya alam disusun sesuai dengan
prosedur dan persyaratan melalui tahapan yang ditetapkan dalam standar perencanaan yang
berlaku secara Nasional yang mencakup inventarisasi sumberdaya alam.
(4) Penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
huruf (e) pada setiap wilayah dilaksanakan secara terkoordinasi oleh instansi yang
berwenang sesuai dengan bidang tugasnya dengan mengikutsertakan para pemilik
kepentingan dalam bidang sumberdaya alam.
KeduaPenetapan Wilayah Ekoregion
Pasal 7
-112-
(1) Menginventarisasi jenis usaha dan/atau kegiatan pengelolaan dan pengendalian lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf a, menjadi tolok ukur dalam
penetapan wilayah ekoregion.
(2) Penetapan wilayah ekoregion ditingkat kecamatan dan desa dilaksanakan dengan
mempertimbangkan :
a. Karakteristik alam di daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
b. Daerah aliran sungai (DAS).
c. Iklim setempat.
d. Flora dan fauna.
e. Sosial budaya masyarakat adat setempat.
f. Kerifan lokal.
g. Tingkat pendapatan masyarakat.
h. Organisasi kemasyarakatan.
i. Hasil inventarisasi lingkungan hidup
Pasal 8Inventarisasi jenis usaha dan/atau kegiatan pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup
ditingkat wilayah ekoregion sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf b, dilakukan
untuk menentukan daya dukung dan daya tampung serta cadangan sumber daya alam.
Pasal 9Dalam hal penetapan wilayah ekoregion sebagaimana dimaksud dalam pasal (7), akan
ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 10Inventarisasi jenis usaha dan/atau kegiatan pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup di
wilayah ekoregion untuk menentukan program kerja di tingkat Kecamatan dan Desa
Pasal 11Perumusan program kerja pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup meliputi :
a. Program kerja tingkat kecamatan.
b. Program kerja tingkat desa.
Pasal 121. Program kerja ditingkat kecamatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 huruf (a),
mencakup Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
2. Program kerja tingkat desa mencakup wilayah pedesaan di daerah Kabupaten Kepulauan
Sula.
Pasal 13
-113-
Program kerja pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup (PPLH) sebagaimana dimaksud
dalam pasal 11 ayat (1) huruf a, disusun oleh Camat dengan memperhatikan masukan dari
Kepala Desa.
Pasal 14Program kerja Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup (PPLH) sebagaimana
dimaksud dalam pasal 11 ayat (2) huruf b, disusun oleh Kepala Desa dengan memperhatikan
masukan dari tokoh tokoh agama, masyarakat, dan tokoh pemuda.
Pasal 15Program kerja Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup (PPLH) sebagaimana
dimaksud dalam pasal (13) dan (14), disusun dengan mempertimbangkan :
a. Tingkat ekonomi masyarakat Kabupaten Kepulauan Sula.
b. Karakter dan fungsi ekologi.
c. Sebaran penduduk.
d. Budaya masyarakat adat.
e. Sosial dan politik.
f. Kepentingan masyarakat.
BAB IVPEMANFAATAN LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 161. Pemanfaatan lingkungan hidup dilakukan berdasarkan program kerja badan lingkungan hidup
Kabupaten Kepulauan Sula.
2. Dalam hal perumusan program kerja pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas, maka pemanfaatan lingkungan dilaksanakan
berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dengan memperhatikan :
a. Keberlanjutan fungsi lingkungan hidup pedesaan.
b. Pengendalian lingkungan yang tepat dan berdaya guna.
c. Tingkat pencemaran dan/atau kerusakan.
d. Hasil produktivitas lingkungan hidup yang memadai dan berkelanjutan.
e. Keselamatan kerja dan kesejahteraan masyarakat.
3. Pemanfaatan lingkungan hidup yang didasarkan pada daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan oleh Kepala Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Kepulauan Sula.
4. Setiap usaha dan/atau kegiatan yang akan memanfaatkan sumberdaya alam wajib mendapat
izin tertulis dari Bupati
5. Ketentuan mengenai syarat, tata cara perijinan ditetapkan oleh Bupati dengan
memperhatikan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 17
-114-
Keberlanjutan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (2) huruf a,
dengan memperhatikan prinsip-prinsip lingkungan hidup, keseimbangan lingkungan hidup, dan
pemahaman biosentrisme.
BAB VPELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 18Setiap orang wajib memelihara dan melestarikan lingkungan hidup, sesuai dengan ketentuan
baku mutu lingkungan hidup dilakukan dengan kegiatan fisik dan/atau non fisik.
Pasal 19Dalam hal memelihara dan melestarikan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam pasal
(18), dilakukan dengan cara :
a. Melakukan pemulihan kualitas lingkungan hidup.
b. Menjaga dan memelihara kualitas air laut dari pencemaran.
c. Menjaga dan memelihara kualitas tanah dan air dari pencemaran lingkungan.
d. Menjaga dan melestarian hutan mangrove.
e. Melindungi pengembangan wilayah perkebunan.
f. Menjaga dan melestarikan kawasan hutan.
g. Menjaga dan memelihara wilayah pertambangan.
h. Menjaga dan memelihara pohon-pohon dan bunga-bunga yang telah ditanam.
Pasal 20Dalam hal menjaga dan memelihara serta melestarikan lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam pasal 19 huruf (b), dilakukan pada wilayah perikanan.
Pasal 21Dalam melakukan pengelolaan di wilayah perikanan sebagaimana dimaksud dalam pasal (19),
meliputi : pantai, sungai, waduk, rawa, danau dan genangan air lainnya yang dapat diusahakan
serta lahan budidaya ikan yang potensial di daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
Pasal 22Ketentuan mengenai pengelolaan perikanan akan diatur dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
Pasal 23Melindungi dan mengembangkan wilayah perkebunan sebagaimana di maksud dalam pasal 19
huruf (e), ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 24Menjaga dan melestarikan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 huruf (f),
meliputi : kawasan hutan konservasi, kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi.
Pasal 25
-115-
Menjaga dan memelihara kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 di atas,
ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 26Dalam menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup maka setiap usaha dan/atau kegiatan
dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Pasal 27Ketentuan mengenai baku mutu lingkungan hidup, pencegahan dan penanggulangan
pencemaran serta pemulihan daya tampungnya diatur dalam peraturan pemerintah.
BAB VIPENGAWASAN
Pasal 28Kepala daerah wajib melakukan pengawasan terhadap usaha dan/atau kegiatan pengelolaan
dan pengendalian lingkungan hidup.
Pasal 29a. Bupati wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggungjawab kegiatan
usaha pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup sesuai dengan perundang-
undangan yang berlaku.
b. Bupati dapat mendelegasikan kewenangannya dalam melakukan pengawasan kepada
instansi Badan Lingkungan Hidup yang bertanggungjawab dibidang pengelolaan dan
pengendalian lingkungan hidup.
c. Dalam melakukan pengawasan, Bupati dapat menetapkan pejabat pengawas sekurang-
kurangnya eselon III/a atau III/b
d. Bupati wajib melakukan pengawasan terhadap pejabat pengawas atas usaha dan/atau
kegiatan yang dilaksanakan.
Pasal 30a. Dalam penetapan pejabat pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 huruf (c)
pejabat pengawasan dapat menunjuk tiga orang pembantunya atas usulan dari Kepala
Badan Lingkungan Hidup.
b. Pejabat pengawasan dapat diberhentikan sewaktu-waktu oleh Bupati, apabila tidak dapat
melaksanakan tugasnya.
c. Dalam hal pemberhentian pejabat pengawasan karena lalai dalam tugas, maka Bupati
dapat melakukan pencopotan jabatan atau dibebastugaskan dari jabatannya.
Pasal 31Pejabat pengawas lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam pasal (29), berwenang:
a. Melakukan pemantauan.
b. Meminta keterangan.
-116-
c. Membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan.
d. Memasuki tempat tertentu.
e. Mengambil gambar.
f. Membuat rekaman audio visual.
g. Mengambil sampel.
h. Memeriksa peralatan.
i. Merincikan kebutuhan pengawasan.
j. Memeriksa alat transportasi.
k. Menghentikan pelanggaran tertentu.
Pasal 32Dalam melakukan tugasnya, pejabat pengawas lingkungan hidup dapat melakukan koordinasi
dengan Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Kepulauan Sula.
Pasal 33Pembiayaan kegiatan pengawasan dibebankan dari anggaran APBD Kepulauan Sula atau pos
lain yang ditetapkan oleh Bupati.
Pasal 34Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan pejabat pengawas lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada pasal (29), akan diatur dalam Keputasan Bupati.
BAB VIIKEWAJIBAN DAN WEWENANG PEMERINTAH DAERAH
Bagian 1KewajibanPasal 35
Pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup
berkewajiban :
a. Merealisasikan peraturan dan perundang-undangan maupun peraturan daerah yang
berkaitan dengan lingkungan hidup.
b. Mendukung semua kegiatan masyarakat yang berkaitan dengan bidang lingkungan hidup.
c. Mengembangkan dan meningkatkan kerja sama antara masyarakat, dunia usaha dan
pemerintah dalam upaya melestarikan lingkungan hidup.
d. Mengembangkan dan menerapkan kebijakan daerah tentang pengelolaan dan
pengendalian lingkungan hidup yang menjamin terpeliharanya kualitas lingkungan hidup.
e. Mewujudkan kesadaran akan hak dan tanggungjawab masyarakat dalam pengelolaan
dan pengendalian lingkungan hidup.
f. Memanfaatkan dan mengembangkan teknologi yang ramah lingkungan.
g. Melakukan penelitian dibidang lingkungan hidup.
h. Melakukan sosialisasi dan penyuluhan dibidang lingkungan hidup.
-117-
i. Membuat perangkat hukum dan tata cara pengakuan keberadaan masyarakat adat
Kabupaten Kepulauan Sula, hak adat dalam pengelolaan dan pengendalian lingkungan
hidup.
Pasal 36Kewajiban pemerintah daerah dalam melakukan pegelolaan dan pengendalian lingkungan hidup
harus mempertimbangkan norma hukum dan adat istiadat masyarakat Kabupaten Kepulauan
Sula.
Pasal 37Kewajiban pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam pasal 35 huruf (i), akan ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Bagian 2Wewenang
Pasal 38Wewenang pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Sula, dilakukan untuk memastikan prinsip
pembangunan berkelanjutan yang menjadi fondasi dan terintegrasi dalam pembangunan suatu
wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan program di antaranya:
a. Menetapkan kebijakan pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup Kabupaten
Kepulauan Sula.
b. Menetapkan kawasan rawan bencana sebagai kawasan berbahaya.
c. Melakukan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dalam pengelolaan dan
pengendalian lingkungan hidup.
d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai AMDAL, UKL dan UPL
e. Mengkoordinasikan dan melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan.
f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan tentang pengelolaan dan pengendalian sumber
daya alam hayati dan non hayati.
g. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengelolaan dan pengendalian
dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.
h. Menetapkan standar minimal kerusakan lingkungan.
i. Melakukan analisis resiko lingkungan.
j. Melakukan audit lingkungan.
k. Melakukan pengawasan terhadap Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah,
Keputusan Bupati dan Keputusan Badan Lingkungan Hidup.
l. Menetapkan anggaran berbasis lingkungan hidup.
m. Melakukan penertiban, pembinaan dan pengawasan penanggungjawab usaha dan/atau
kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan hidup.
n. Memberikan sanksi bagi kelompok masyarakat dan/atau orang yang melakukan
pelanggaran dalam pengelolaan lingkungan hidup.
-118-
o. Mengeluarkan dan membatalkan izin usaha dan/atau kegiatan yang berdampak pada
kualitas lingkungan hidup.
p. Memfasilitasi sengketa lingkungan lingkungan.
q. Menindak lanjuti pengaduan masyarakat.
r. Mengelola isu lingkungan ditingkat kabupaten.
s. Memberikan informasi lingkungan yang benar kepada masyarakat.
t. Memberikan pembinaan pendidikan lingkungan hidup kepada masyarakat.
u. Mengembangkan sarana dan standar laboratorium lingkungan hidup.
v. Melakukan penegakan hukum lingkungan hidup.
Pasal 39Wewenang pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 huruf (a), ditetapkan
dengan Peraturan Bupati Kepulauan Sula.
BAB VIIIHAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT.
Bagian kesatuHak
Pasal 40a. Setiap orang mempunyai hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian
dari hak asasi manusia.
b. Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses
partisipasi dan keadilan dalam memenuhi hak lingkungan hidup yang baik dan sehat.
c. Setiap orang berhak mendapatkan hak perlindungan hukum.
d. Setiap orang berhak mengajukan pendapat atau keberatan terhadap rencana usaha
kegiatan yang diprediksikan dapat menimbulkan dampak kerusakan lingkungan hidup.
e. Setiap orang berhak aktif dalam pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
f. Setiap orang berhak mengajukan pengaduan akibat dugaan pencemaran atau perusakan
lingkungan hidup.
Pasal 41Ketentuan lebih lanjut mengenai hak masyarakat akan di atur dalam Peraturan Bupati Kepulauan
Sula.
Bagian keduaKewajibanPasal 42
Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
-119-
Pasal 43Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban :
a. Memberikan informasi yang terkait dengan pengelolaan dan pengendalian lingkungan
hidup secara benar, akurat, transparan dan tepat waktu.
b. Menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup.
c. Menaati ketentuan-ketentuan atau kriteria-kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
d. Menaati Peraturan Perundang-undangan, Perda, Keputusan Bupati, Peraturan Bupati
maupun Keputusan Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Kepulauan Sula.
e. Menjaga dan mengendalikan lingkungan dari pencemaran limbah Rumah Tangga.
f. Menjaga dan memelihara sumber daya alam.
g. Mengembangkan dan menjaga budaya serta kearifan lokal dalam rangka pelestarian
fungsi lingkungan hidup.
h. Meningkatkan pengawasan dibidang lingkungan hidup.
i. Meningkatkan kepedulian pengelolaan lingkungan hidup.
j. Wajib menjaga dan memelihara hutan kota dan taman kota
k. Menjaga dan memelihara setiap kegiatan penanaman pohon, bunga dan tanaman lainya.
l. Menjaga dan memelihara tempat-tempat sampah di sepanjang jalan, Sekolahan, tempat-
tempat Ibadah, Pelabuhan, Pertokoan, Taman Kota, RSUD, Puskesman, DPRD, Kantor
Bupati dan lain-lain.
m. Menjaga dan memelihara fasilitas Pemerintah Daerah.
Pasal 44Kewajiban masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 43 huruf (e) wajib melakukan
pengelolaan limbah B3.
Pasal 45Pengelolaan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam pasal (44), wajib mendapatkan izin dari
Bupati melalui Kepala Badan Lingkungan Hidup.
Bagian ketigaLaranganPasal 46
Setiap orang dilarang :
a. Melakukan perbuatan yang mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan hidup.
b. Memasukan limbah B3 ke Daerah Kabupaten Kepulauan Sula yang tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Membuang limbah B3 ke media lingkungan.
d. Melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar.
e. Menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal.
-120-
f. Memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak
informasi atau memberikan keterangan palsu.
Pasal 47Larangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 huruf (e), akan diberi sanksi yang tegas sesuai
dengan perundang-undangan yang berlaku.
BAB IXAMDAL dan UKL-UPL
Pasal 481. Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib
memiliki dokumen amdal.
2. Dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria :
a. Besarnya jumlah penduduk yang terkena dampak dari rencana atau usaha suatu
kegiatan.
b. Luas wilayah penyebaran.
c. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung.
d. Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak.
e. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak.
f. Kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 49Dokumen amdal sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 ayat (1) merupakan dasar dalam
penetapan kelayakan lingkungan hidup.
Pasal 501. Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib amdal dan wajib
memiliki UKL-UPL.
2. Bupati dapat menetapkan jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan UKL-
UPL.
Pasal 511. Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi UKL-UPL, wajib membuat surat
pernyataan kesanggupan dan pemantauan lingkungan hidup.
2. Penetapan jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas,
dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XPerizinanPasal 52
1. Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin
lingkungan.
2. Izin lingkungan diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup.
-121-
3. Izin lingkungan wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakan
lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL.
4. Izin lingkungan diterbitkan Bupati sesuai dengan kewenangannya.
5. Bupati wajib menolak permohonan izin lingkungan apabila permohonan izin tidak dilengkapi
dengan amdal atau UKL-UPL.
6. Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
7. Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan akan dibatalkan.
8. Dalam hal usaha dan/atau kegiatan mengalami perubahan, penanggungjawab usaha
dan/atau kegiatan wajib memperbaharui izin lingkungan.
Pasal 53Ketentuan Kriteria serta penyusunan dokumen amdal dan / atau UKL-UPL disesuaikan dengan
perundang-undang yang berlaku.
BAB XI Tata Ruang
Pasal 541. Untuk menjaga fungsi lingkungan hidup di Daerah Kabupaten Kepulauan Sula serta
keselamatan kerja masyarakat, maka perencanaan tata ruang wilayah didasarkan pada
Kajian Lingkungan hidup Strategis (KLHS).
2. Perencanaan tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas, ditetapkan
dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
Bagian KesatuKajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Pasal 551. Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Sula wajib membuat KLHS sebagai prinsip
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dan dimanifestasikan dalam
kebijakan, rencana, dan/atau program kerja masing-masing instansi terkait yang dimasukan
dalam penyusunan dan evaluasi :
a. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kepulauan Sula beserta rencana
pembangunan jangka panjang (RPJP) dan rencana pembangunan jangka menengah
(RPJM).
b. Kebijakan, rencana dan program yang berpotensi menimbulkan dampak resiko
lingkungan hidup.
2. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) memuat beberapa kajian antara lain :
a. Kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
b. Perkiraan mengenai dampak dari resiko lingkungan hidup;
c. Efesiensi pemanfaatan sumber daya alam;
d. Tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan
e. Tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.
-122-
Pasal 56Hasil kajian lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 55 ayat (2), menjadi dasar bagi
kebijakan, rencana dan program pembangunan Kabupaten Kepulauan Sula.
Pasal 57Kebijakan, rencana, dan program pembangunan sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 di atas,
harus memperhatikan masukan dari tingkat Kecamatan dan Desa.
Pasal 58Apabila Hasil Kajian Lingkungan Strategis menyatakan bahwa daya dukung dan daya tampung
lingkungan sudah terlampaui, maka :
a. Kebijakan rencana dan program pembangunan tersebut wajib diperbaiki sesuai dengan
rekomendasi kajian lingkungan.
b. Jenis usaha atau kegiatan yang tidak melampaui daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup tidak diperbolehkan lagi.
c. Kajian lingkungan dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat, LSM bidang lingkungan,
akademisi dan pemangku kepentingan.
Pasal 59Ketentuan lebih lanjut mengenai KLHS, mangikuti undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup maupun Peraturan Perundang-undangan yang
berlaku lainnya.
BAB XIIPENEGAKAN HUKUM
Bagian kesatuSanksi Administrasi
Pasal 601. Bupati menerapkan sanksi administrasi kepada penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan
jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan.
2. Sanksi administrasi terdiri atas :
a. Teguran tertulis.
b. Paksaan.
c. Pembekuan izin lingkungan.
d. Pencabutan izin lingkungan.
Pasal 61Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 60 ayat (2) tidak membebaskan
penanggungjawab dari tanggungjawab pemulihan dan pidana.
Pasal 62
-123-
Sanksi administrasi berupa pembekuan dan pencabutan izin lingkungan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 60 ayat (2) huruf c dan d, dilakukan apabila penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan tidak melaksanakan sanksi administrasi dan paksaan oleh pemerintah daerah.
Pasal 631. Sanksi paksaan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal (60) ayat (2) huruf b
berupa :
a. Penghentian kegiatan pengelolaan.
b. Pemindahan alat-alat pengelolaan (produksi).
c. Pembongkaran tempat kegiatan pengelolaan.
d. Penyitaan aset perusahan atau alat-alat yang menimbulkan pelanggaran dalam
pengelolaan lingkungan hidup.
e. Menghentikan sementara seluruh kegiatan pengelolaan.
f. Tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan
fungsi lingkungan hidup.
2. Pengenaan paksaan pemerintah daerah dapat dijatuhkan tanpa didahului teguran apabila
pelanggaran yang dilakukan menimbulkan :
a. Ancaman yang serius bagi makhluk hidup termasuk manusia dan lingkungannya.
b. Dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera dihentikan pencemaran atau
kerusakan lingkungan.
c. Dampak pencemaran lingkungan yang mengakibatkan kerugian besar bagi daerah.
Pasal 64Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak mengindahkan atau tidak
melaksanakan paksaan pemerintah daerah dapat dikenai denda atas setiap keterlambatan
pelaksanaan sanksi paksaan pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
Pasal 65Bupati berwenang memaksa penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan
pemulihan lingkungan hidup akibat dari dampak pengelolaan, pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup.
Pasal 66Bupati berwenang menunjuk pihak ketiga untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup akibat
pencemaran atau kerusakan lingkungan yang dilakukan atas biaya penanggungjawab usaha
dan/atau kegiatan.
Bagian KeduaPenyelesaian Sengketa Lingkungan
Pasal 67
-124-
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar
pengadilan.
Pasal 68Gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya penyelesaian sengketa di luar
pengadilan dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak yang bersengketa.
Bagian KetigaPenyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan
Pasal 69Penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar pengadilan dilakukan untuk mencapai
kesepakatan mengenai :
a. Bentuk dan besarnya ganti rugi.
b. Tindakan pemulihan akibat pencemaran atau kerusakan.
c. Kesepakatan tertulis untuk dijadikan jaminan tidak terulangnya pencemaran atau
kerusakan lingkungan hidup.
d. Tindakan mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan.
e. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan berlaku tindak pidana apabila salah satu pihak
dirugikan dari hasil kegiatan pengelolaan lingkunga hidup.
f. Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup.
Pasal 70Masyarakat dapat membentuk LSM, lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan
hidup yang bersifat bebas dan tidak berpihak.
Pasal 71Pemerintah daerah dapat memfasilitasi pembentukan LSM, Lembaga penyedia jasa
penyelesaiaan sengketa lingkungan hidup yang bebas dan tidak berpihak.
Bagian KeempatPenyelesaian Sengketa Lingkungan Melalui Pengadilan
Pasal 721. Setiap orang atau kelompok penanggungjawab kegiatan melakukan perbuatan melanggar
hukum berupa pencemaran atau perusakan lingkungan hidup yang merugikan orang lain
wajib membayar ganti rugi sesuai besarnya kerugian.
2. Setiap orang atau kelompok dalam melakukan usaha dan/atau kegiatan yang berdampak
pada perubahan kualitas lingkungan hidup dan tidak bertanggungjawab atas apa yang
dilakukanya, maka akan dikenakan sanksi.
3. Pengadilan dapat menetapkan pembayaran uang paksa setiap hari keterlambatan atas
pelaksanaan putusan pengadilan.
-125-
4. Besarnya uang paksa diputuskan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 73Setiap orang atau kelompok dalam mengajukan gugatan kepengadilan harus mengikuti tenggang
waktu yang diatur dalam kitab undang-undang hukum perdata.
Bagian KelimaHak Gugat Pemerintah Daerah
Pasal 74Pemerintah daerah bertanggung jawab dibidang lingkungan hidup dan berwenang mengajukan
gugatan ganti rugi terhadap kegiatan yang menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan
hidup.
Bagian KeenamHak Gugat Masyarakat
Pasal 75a. Masyarakat berhak mengajukan gugatan apabila mengalami kerugian akibat pencemaran
dan kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh penanggungjawab usaha dan/atau
kegiatan.
b. Gugatan dapat diajukan apabila terdapat kesamaan fakta peristiwa, dasar hukum, serta
jenis tuntutan diantara wakil kelompok maupun anggota kelompoknya.
Bagian KetujuhHak Gugat Organisasi Lingkungan Hidup
Pasal 76Organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi
lingkungan hidup.
1. Hak gugatan terbatas pada tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu tanpa adanya
tuntutan ganti rugi;
2. Organisasi lingkungan hidup dapat melakukan gugatan apabila memenuhi persyaratan:
a. Legalitas organisasi;
b. Memiliki AD dan ART dalam organisasi;
c. Memiliki kantor sendiri;
d. Telah melaksanakan kegiatan selama dua tahun;
e. Telah bekerjasama dengan pemerintah daerah.
Bagian KedelapanGugatan Administrasi
Pasal 77Setiap orang berhak mengajukan gugatan pelanggaran administrasi kepada tata usaha negara.
-126-
Pasal 781. Setiap orang mengajukan gugatan terhadap keputusan tata usaha negara apabila :
a. Badan atau pejabat yang menerbitkan izin lingkungan kepada usaha dan/atau kegiatan
yang wajib amdal tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen amdal.
b. Badan atau pejabat yang menerbitkan izin lingkungan kepada kegiatan yang wajib UKL-
UPL tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL.
2. Tata cara pengajuan gugatan administrasi terhadap keputusan tata usaha negara mengacu
pada hukum acara peradilan tata usah negara.
Bagian kesembilanPenyidik dan Pembuktian
Penyidik Pasal 79
1. Dalam penyelidikan pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah
yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya dibidang lingkungan hidup diberi wewenang
sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam hukum acara pidana untuk melakukan
penyidikan tindak pidana lingkungan hidup.
2. Penyidik pejabat pegawai negeri sipil berwenang :
a. Melakukan pemeriksanaan atas kebenaran laporan dan keterangan yang berkenaan
dengan bidang pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup.
b. Melakukan pemeriksaan, meminta keterangan, pemeriksaan catatan, pembukuan dan
dokumen lain.
Pasal 80Wewenang penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 79 ayat (2), telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian KesepuluhPembuktian
Pasal 81Alat bukti yang sah dalam tuntutan tindak pidana lingkungan hidup terdiri atas :
a. Keterangan saksi.
b. Keterangan ahli.
c. Surat.
d. Petunjuk.
e. Keterangan terdakwa; dan/atau
f. Alat bukti lain, termasuk alat bukti yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
BAB XIIIKETENTUAN PIDANA
Pasal 82
-127-
Tindak pidana dalam peraturan daerah ini merupakan kejahatan terstruktur.
Pasal 83a. Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya
baku mutu air dan tanah, baku mutu air laut atau kriteria baku mutu kerusakan lingkungan
hidup, dipidana dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 7
(tujuh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp 200.000.000. (dua ratus juta rupiah);
b. Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada huruf (a) mengakibatkan orang luka
dan/atau mengancam kesehatan manusia, serta tidak tentram hidupnya, dipidana dengan
pidana penjara sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun dan paling lama 10 (sepuluh tahun) dan
denda paling sedikit Rp 150.000.000. (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
300.000.000. (tiga ratus juta rupiah);
c. Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada huruf (a) mengakibatkan orang luka berat
atau mati dipidana dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000. (dua ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000. (lima ratus juta rupiah);
Pasal 84Setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan membakar, merusak dan/atau menebang
hutan, pohon-pohon, taman kota , hutan kota, bandara, sekolah, perkantoran, DPRD, Kantor
Bupati, RSUD, puskesman, pertokoan, terminal, pasar maupun dan lain-lain, dipidana dengan
pidana penjara sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 30 (tiga puluh) tahun
dan denda paling sedikit Rp. 300.000.000. (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah);
Pasal 85Setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan merusak dan/atau menebang hutan
mangrove dipidana dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 2
(dua) tahun dan denda paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp. 75.000.000 (tujuh puluh lima juta rupiah)
Pasal 86Setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan merusak dan/atau menghilangkan tempat
sampah, TPS dan fasilitas umum lainnya dipidana dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 6
(enam) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling sedikit Rp. 20.000.000. (dua puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah);
Pasal 87Setiap orang dengan sengaja melakukan pengambilan dan/atau menambang batu, pasir di
gunung, di sungai dan di laut tanpa memiliki izin lingkungan dipidana dengan pidana penjara
-128-
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit
Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 88Setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan membuang dan/atau membakar sampah,
membuang limbah B3, limbah rumah tangga ditempat-tempat umum seperti, sungai, pantai, laut,
selokan, taman, terminal, pasar dan lain-lain dipidana dengan pidana penjara sekurang-
kurangnya 1 (satu) dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp. 50.000.000. (lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.100.000.000 (seratus juta rupiah);
Pasal 89Setiap orang dengan sengaja melakukan pengelolaan dan pengendalian limbah B3 tanpa
memiliki izin dipidana dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama
7 (tujuh) tahun dan denda paling sedikit Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah);
Pasal 90Setiap orang menghasilkan limbah B3 dan / atau limba rumah tangga dan tidak melakukan
pengelolaan dipidana dengan pindana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah).
Pasal 91Setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan penipuan dan/atau menciblak sertifikat
AMDAL, UKL-UPL atau sejenisnya untuk kepentingan pribadi maupun umum, dipidana dengan
pidana penjara sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 30 (tiga puluh) tahun
dan denda paling sedikit Rp. 500.000.000. (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp.1.000.000.000 (satu miliar rupiah);
BAB XIVKETENTUAN PERALIHAN
Pasal 92Semua Peraturan Daerah (PERDA), Peraturan Bupati, Keputusan Bupati maupun Keputusan
Badan Lingkungn Hidup yang telah ada, tetap berlaku sejak Peraturan Daerah ini ditetapkan.
Pasal 93Segala ketentuan dibidang Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup (PPLH) yang telah
dikeluarkan wajib diintegrasikan ke dalam izin lingkungan paling lama 6 (enam) bulan sejak
peraturan daerah ini ditetapkan.
-129-
BAB XVKETENTUAN PENUTUP
Pasal 94Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati
Kepulauan Sula.
Pasal 95Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
Ditetapkan di Sanana
Pada tanggal 10 November 2010
Diundangkan di Sanana
Pada Tanggal 10 November 2010
(LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TAHUN 2010NOMOR 09)
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUS
Plt.SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
H. MUHAMMAD JOISANGADJI, SE
-130-
PENJELASANATAS
PERATURAN DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
NOMOR 09 TAHUN 2010TENTANG
PENGELOLAAN DAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP
1. UMUM
Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup pada saat ini menunjukkan terjadinya
penurunan kualitas dan daya dukung lingkungan yang sangat fundamental, sehingga perlu ada
perhatian serius terhadap pencemaran air sungai, pencemaran perikanan, pengelolaan dan
pengendalian perkebunan yang tidak terarah, pencemaran tanah dan air, limbah B3, Limbah
rumah tangga, pengelolaan dan pengendalian hutan, taman kota, serta pengelolaan hutan
mangrove yang tidak merata.
Tujuan umum pembangunan lingkungan hidup di Kabupaten Kepulauan Sula adalah
mencipatakan kehidupan masyarakat yang cinta akan lingkungan serta senantiasa
memperdulikan prinsip-prinsip ramah lingkungan dan tidak merusak, berwawasan, serta hidup
bersih, teduh, sehat, ramah lingkungan dan sejahtera serta mewujudkan kota sanana sebagai
kota berteman.
Realitas menunjukkan bahwa pengelolaan dan pengendalian sumber daya alam secara
kualitas maupun kuantitas di Kabupaten Kepulauan Sula sangat tidak merata, sedangkan
kegiatan pembangunan membutuhkan sumber daya alam yang secara tidak langsung
menimbulkan resiko pencemaran dan kerusakan lingkungan. Situasi ini dapat membuat daya
dukung dan daya tampung lingkungan serta produktivitas dari hasil pengelolaan lingkungan
mengalami stagnansi dan pada akhir menjadi beban sosial yang berkepanjangan. Maka,
pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup di daerah Kabupaten Kepulauan Sula harus
dilindungi, dilestarikan dan dimanfaatkan berdasarkan asas tanggungjawab daerah, hasil
maksimum yang lestari, keseimbangan, keterbukaan, ekoregion, manfaat, kepentingan umum,
partisipasi/gotong royong, kearifan lokal, kehati-hatian, etika lingkungan, pencemar membayar,
tata kelola pemerintahan yang baik serta otonomi daerah.
Pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup mengharuskan dikembangkannya suatu
sistem lingkungan yang berbasis kearifan lokal yang terencana yang di implementasikan dalam
program pembangunan berwawasan lingkungan dan direalisasikan oleh masing-masing SKPD
-131-
yang mempunyai kepentingan untuk menjaga, melestarikan lingkungan hidup demi tercapainya
sula yang bersih, teduh, sehat, ramah lingkungan dan sejahtera.
Penggunaan sumber daya alam Kabupaten Kepulauan Sula harus selaras, serasi dan
seimbang sesuai dengan daya dukung lingkungan. Maka, tujuan pembentukan peraturan daerah
ini adalah menjaga keseimbangan dan kelestarian fungsi lingkungan, mengendalikan
pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana dan akuntabel dengan membuat Kajian
Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk memastikan prinsip pembangunan berwawasan
lingkungan telah menjadi fondasi dalam pembangunan Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
Pembangunan di Kabupaten Kepulauan Sula megalami perkembangan yang sangat
cepat, sehingga dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak negatif dengan berubahnya kualitas
lingkungan dan menurunnya daya dukung dan daya tampung lingkungan, maka diperlukan
upaya pengendalian secara tepat. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) dan
upaya pengelolaan dan upaya pemantauan lingkungan adalah salah satu langkah pencegahan
dan akan di implementasikan sebagai salah satu persyaratan utama untuk memperoleh izin
lingkungan yang legal sebelum memperoleh izin usaha.
Peraturan daerah ini akan dijadikan acuan dan pegangan dalam setiap kegiatan
pembangunan. Maka, prinsip pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan yang
terintegrasikan dalam kebijakan, rencana dan program terpadu, harus dijadikan dasar dalam
membangun suatu daerah. Peraturan derah ini diwujudkan untuk mewujudkan tanggungjawab
pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Sula untuk membuat kajian lingkungan hidup strategis
yang terencana dan tersistematis.
Mengingat semakin berkembangnya pembangunan di Kabupaten Kepulauan Sula yang
dikhawatirkan akan menimbulkan dan menurunkan kemampuan daya dukung dan daya tampung
lingkungan, maka diperlukan pencegahan dan pengendalian secara cepat dan tepat. Analisis
mengenai dampak lingkungan dan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan adalah salah
satu langkah pencegahan dan prasarat utama dalam memperoleh izin lingkungan.
Langkah lain yang perlu dilakukan adalah memanfaatkan lingkungan yang seoptimal
mungkin, serta melestarikannya sesuai dengan prinsip-prinsip lingkungan hidup. Sehubungan
dengan hal tersebut, perlu dibuat kebijakan tentang pengelolaan dan pengendalian lingkungan
hidup yang jelas, tepat dan tegas sebagai landasan bagi pengelolaan sumber daya alam serta
kegiatan pembangunannya.
Peraturan daerah ini dibuat untuk memberi kepastian hukum administrasi, hukum
perdata, maupun hukum pidana, bagi pelaku kegiatan maupun pemegang izin usaha dan/atau
kegiatan pembangunan. Melalui cara ini diharapkan selain menimbulkan efek jera, juga akan
meningkatkan kesadaran masyarakat maupun pemangku kepentingan lainnya. Disamping itu
juga, memuat sanksi-sanksi bagi orang atau kelompok orang yang melakukan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Selain itu, peraturan derah ini juga mengatur :
a. Kewajiban dan wewenang pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
b. Amdal, UKL-UPL, KLHS, perizinan,dan larangan.
-132-
c. Perencanaan, pemanfaatan dan pelestarian lingkungan hidup.
d. Hak dan kewajiban masyarakat Kabupaten Kepulauan Sula.
e. Aspek pengawasan.
f. Penegakan hukum administrasi, perdata, pidana serta sanksi-sanksi dan penguatan
institusi lingkungan yang lebih efektif, terpadu dan akuntabel.
Peraturan daerah ini memberi kewenangan Bupati Kepulauan Sula untuk menyeimbangkan
aktivitas pembangunan di masing-masing SKPD, sehingga tidak terjadi pergeseran program
pembangunan yang sudah direncanakan. Oleh karena itu, lembaga yang mempunyai beban
kerja sesuai dengan peraturan daerah ini dapat berkoordinasi dengan Bupati guna kepentingan
pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup yang cepat, tepat dan berdaya guna. Namun
semua program maupun tugas pokok dan fungsi bisa dijalankan dan terlaksana, apabila
mendapat dukungan pendanaan dari anggaran pendapatan belanja daerah Kabupaten
Kepulauan Sula.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan asas tanggung jawab daerah adalah :
a. Daerah menjamin pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup masyarakat, serta
generasi masa kini maupun generasi masa depan.
b. Pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Sula menjamin setiap warganya atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat.
c. Pemerintah daerah mencegah dilakukannya kegiatan pengelolaan dan
pengendalian sumber daya alam yang menimbulkan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup.
Huruf b
Yang dimaksud dengan asas maximum sustainable yield adalah bahwa hasil
maksimum yang lestari dari suatu pengelolaan dan pengendalian sumber daya alam.
Konsep ini, menjaga keseimbangan biologis sumber daya alam agar dapat
dimanfaatkan secara maksimum dalam waktu yang lama. Konsep ini berangkat dari
empat faktor utama yaitu : recruitment, pertumbuhan, moralitas dan hasil pengelolaan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan asas keserasian dan keseimbangan adalah bahwa
pemanfaatan lingkungan hidup harus memperhatikan berbagai aspek seperti
kepentingan ekonomi, sosial budaya, perlindungan dan pelestarian ekosistem.
Huruf d
-133-
Yang dimaksud dengan asas keterbukaan adalah bahwa penyelenggaraan
pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup dilakukan dengan memperhatikan
masukan dan aspirasi masyarakat dan di dukung dengan pelayanan informasi yang
dapat di akes oleh masyarakat.
Huruf e
Yang dimaksud dengan asas kehati-hatian adalah bahwa ketidakpastian mengenai
dampak suatu usaha dan/atau kegiatan karena keterbatasan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi bukan merupakan alasan untuk menunda-nunda langka
meminimalisasi atau menghindari ancaman terhadap pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan.
Huruf f
Yang dimaksud dengan asas ekoregion adalah pengelolaan dan pengendalian
lingkungan hidup harus memperhatikan karakteristik sumber daya alam, ekosisitem,
kondisi geografis, budaya masyarakat setempat, dan kearifan lokal.
Huruf g
Yang dimaksud dengan asas manfaat adalah bahwa segala usaha dan/atau kegiatan
pembangunan yang dilaksanakan disesuaikan dengan potensi sumber daya alam dan
lingkungan hidup untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia
selaras dengan lingkungannya.
Huruf h
Yang dimaksud dengan asas pencemar membayar adalah bahwa setiap penanggung
jawab yang usaha dan/atau kegiatannya menimbulkan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan.
Huruf i
Yang dimaksud denga asas partisipasi/gotong royong adalah bahwa setiap anggota
masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan
pelaksanaan pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup, baik secara langsung
maupun tidak langasung.
Huruf j
Yang dimaksud dengan kearifan lokal adalah bahwa dalam pengelolaan dan
pengendalian lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku
dalam tata kehidupan masyarakat.
Huruf k
Yang dimaksud dengan etika lingkungan adalah :
a. Mengembangkan perilaku baik secara individu maupun kelompok dalam kaitan
dengan lingkungan hidup.
b. Mengembangkan sistem sosial dan politik yang ramah terhadap lingkungan serta
mengambil keputusan dan kebijakan yang berdampak terhadap lingkungan.
Huruf l
-134-
Yang di maksud dengan tata kelola pemerintahan yang baik adalah bahwa
pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup dijiwai oleh prinsip
partisipasi/gotong royong, transparan, akuntabilitas, efisiensi dan keadilan.
Huruf m
Yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah bahwa pemerintah dan pemerintah
daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dibidang pengelolaan
dan pengendalian lingkungan hidup dengan memperhatikan kekhususan dan
keragaman daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Kearifan lokal dalam pasal ini termasuk hak ulayat yang diakui oleh DPRD
Kabupaten Kepulauan Sula.
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Pasal 8
-135-
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15
Huruf a
Ekonomi masyarakat dalam pasal ini adalah tingkat pendapatan masyarakat
dalam pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup.
Huruf b
Yang dimaksud dengan karakter dan fungsi ekologi dalam pasal ini adalah
sifat dan fungsi dari air, tanah dan udara, cahaya serta lingkungan alam
lainnya.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Huruf a
-136-
Yang dimaksud prinsip-prinsip lingkungan dalam pasal ini adalah 27 prinsip
lingkungan dan pembangunan yang di deklarasikan di Rio de Jeneiro, yang intinya
adalah merupakan satu pola pembangunan berwawasan lingkungan.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan biosentrisme dalam pasal ini adalah bahwa setiap
kehidupan dan makhluk hidup mempunyai nilai dan berharga pada dirinya sendiri.
Artinya bahwa alam dan manusia sama-sama memiliki nilai.
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Yang dimaksud dengan menjaga dan memelihara pohon dan bunga-bunga dalam
pasal ini adalah yang ditanam oleh pemerintah dan masyarakat sepanjang jalan,
taman, hutan kota, dan perkantoran yang ada di Kabupaten Kepulauan Sula.
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
-137-
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Haruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
-138-
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup adalah
bahwa lingkungan hidup harus tetap terjaga keasliannya.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
-139-
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Ayat 1
Cukup jelas
Ayat 2
Cukup jelas
Ayat 3
Rekomendasi UKL-UPL dinilai oleh tim teknis instansi lingkungan hidup.
Ayat 4
Cukup jelas
Ayat 5
Cukup jelas
Ayat 6
Cukup jelas
Ayat 7
Cukup jelas
Ayat 8
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Ayat 1
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
-140-
Dampak lingkungan hidup yang dimaksud meliputi :
a. Perubahan iklim;
b. Kerusakan, kemerosotan dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati;
c. Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor,
kekeringan dan/atau kebakaran hutan dan lahan;
d. Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam;
e. Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan;
f. Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan
penghidupan sekelompok masyarakat dan/atau
g. Peningkatan resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia.
Ayat 2
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Pelibatan masyarakat dalam pasal ini adalah bahwa pelibatan masyarakat
dilakukan melalui dialog, diskusi, dan konsultasi publik.
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
-141-
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Cukup jelas
Pasal 75
Cukup jelas
Pasal 76
Cukup jelas
Pasal 77
Cukup jelas
Pasal 78
Cukup jelas
Pasal 79
Cukup jelas
Pasal 80
Cukup jelas
Pasal 81
Cukup jelas
Pasal 82
Cukup jelas
Pasal 83
Cukup jelas
Pasal 84
Cukup jelas
Pasal 85
Cukup jelas
Pasal 86
Cukup jelas
-142-
Pasal 87
Cukup jelas
Pasal 88
Cukup jelas
Pasal 89
Cukup jelas
Pasal 90
Cukup jelas
Pasal 91
Cukup jelas
Pasal 92
Cukup jelas
Pasal 93
Cukup jelas
Pasal 94
Cukup jelas
Pasal 95
Cukup jelas
(TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA NOMOR 09)
-143-
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULANOMOR10 TAHUN 2010
TENTANG
PEMBERIAN NAMA JALAN, TEMPAT REKREASI,TAMAN DAN TEMPAT – TEMPAT LAIN UNTUK UMUM
DIKOTA SANANA DAN KOTA – KOTA LAINNYA DALAM WILAYAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPULAUAN SULA,
Menimbang : a. bahwa pemberian nama untuk jalan, tempat rekreasi, taman dan tempat –
tempat lain untuk umum dalam Kota Sanana dan Kota – kota lainnya dalam
Wilayah Kabupaten Kepulauan Sula, merupakan wewenang Pemerintah
Daerah dalam rangka pengembangan Kota Sanana dan Kota lainnya dalam
Daerah Kabupaten Kepulauan Sula sesuai dengan dinamika pembangunan;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana yang dimaksud pada huruf
a, perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Mengingat : 1. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor
104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 28, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3427);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
-144-
4. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten
Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan
Sula, Kabupaten Halmahera Timur dan Kota Tidore Kepulauan di Propinsi
Maluku Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4264);
5. Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang tentang Pembentukan
Peraturan Perundang – Undangan, (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389);
6. Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
7. Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4655);
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan
Bentuk Produk Hukum Daerah;
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur
Penyusunan Produk Hukum Daerah.
Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULADan
BUPATI KEPULAUAN SULA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PEMBERIAN NAMA JALAN, TEMPAT REKREASI, TAMAN DAN TEMPAT –
TEMPAT LAIN UNTUK UMUM DIKOTA SANANA DAN KOTA – KOTA
LAINNYA DALAM WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1Dalam Peraturan Daerah ini, dimaksud dengan :
a. Daerah adalah Kabupaten Kepulauan Sula;
-145-
b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula;
c. Kepala Daerah adalah Bupati Kepulauan Sula;
d. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Kepulauan Sula;
e. Dinas adalah Dinas Tata Kota, Kebersihan Dan Pemadam Kebakaran Kabupaten Kepulauan
Sula;
f. Lokasi adalah tempat dalam Kota Sanana dan Kota – kota lainnya dalam Wilayah Kabupaten
Kepulauan Sula yang luasnya dibatasi oleh jalan – jalan dan atau tanda – tanda lain yang
menunjukan batas – batas lokasi tersebut;
g. Jalan adalah setiap jalan dalam bentuk apapun yang terbuka untuk lalu lintas;
h. Tempat Rekrasi adalah tempat yang terbuka untuk umum dan digunakan utuk berekreasi
yang dimiliki dan diolah oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Sula maupun
Swasta;
i. Taman adalah tempat yang ditanami dengan tanaman hias yang berfungsi untuk keindahan
kota;
j. Tempat lain adalah tempat berupa lapangan kecil, jalur hijau dan lain – lain serupa untuk
umum.
BAB IITATA CARA PEMBERIAN NAMA
Pasal 2Pemberian atau perubahan nama jalan, tempat rekreasi, taman dan tempat – tempat lain untuk
umum dalam Kota Sanana dan Kota – kota lainnya dalam wilayah Kabupaten Kepulauan Sula
ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.
Pasal 3Dengan memperhatikan ketentuan dalam pasal 2, Kepala Daerah dapat menetapkan atau
mengubah nama untuk jalan, tempat rekreasi, taman dan tempat – tempat lain untuk umum
dengan memperhatikan segi sejarah perjuangan bangsa, kepahlawanan, ciri khas daerah, adat
istiadat dan usulan dari masyarakat.
Pasal 4(1) Bentuk, ukuran, warna tulisan, tanda – tanda nama untuk jalan, tempat rekreasi, taman dan
tempat – tempat lain untuk umum dalam Kota Sanana dan Kota – kota lainnya dalam wilayah
Kabupaten Kepulauan Sula ditetapkan dengan Keputusan Bupati Kepulauan Sula;
(2) Pemasangan tanda – tanda nama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
Aparat Pemerintah Daerah atau Pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.
-146-
BAB IIIKETENTUAN PENUTUP
Pasal 5Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memperintahkan Pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penetapannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten kepulauan Sula.
Ditetapkan di Sanana
Pada Tanggal 10 November 2010
Diundangkan di Sanana
pada tanggal 10 November 2010
(LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULATAHUN2010NOMOR10)
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUS
Plt. SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
H. MUHAMMAD JOISANGADJI, SE
-147-
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULANOMOR11 TAHUN 2010
TENTANG
PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPULAUAN SULA,
Menimbang : a. bahwa Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula dibentuk untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya
saing daerah;
b. bahwa tugas pokok pemerintah daerah selanjutnya adalah menjalankan
pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat melalui pembangunan
yang berkeadilan, damai dan demokratis secara bertahap dan
berkesinambungan;
c. bahwa untuk menjamin agar kegiatan pembangunan di daerah dapat
berjalan efektif, efisien dan tepat sasaran sesuai dengan tujuan
pembangunan daerah, diperlukan perencanaan pembangunan daerah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
huruf b, dan huruf c, perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten
Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan
Sula, Kabupaten Halmahera Timur dan Kota Tidore Kepulauan Di ropinsi
Maluku Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4264);
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
-148-
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indoneisa Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
Nomor 3 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-
undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur
Penyusunan Produk Hukum Daerah;
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang Lembaran
Daerah dan Berita Daerah;
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah;
Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULADan
BUPATI KEPULAUAN SULA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN
DAERAH
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Kepulauan Sula;
-149-
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah otonom lainnya sebagai unsur
penyelenggaraan pemerintah daerah;
3. Kepala Daerah adalah Bupati Kepulauan Sula;
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten Kepulauan Sula;
5. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah yang selanjutnya disingkat Bappeda adalah
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kepulauan Sula;
6. Perencanaan Pembangunan Daerah adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa
depan yang tepat, melalui urutan pilihan dengan memperhitungkan sumberdaya yang
tersedia dan dilaksanakan oleh semua komponen di daerah untuk mencapai tujuan
pembangunan daerah;
7. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, yang selanjutnya disingkat RPJPD adalah
dokumen perencanaan untuk periode 20 (dua puluh) tahun;
8. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, yang selanjutnya disingkat RPJMD,
adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun;
9. Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat RENSTRA
SKPD, adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode 5 (lima)
tahun;
10. Rencana Kerja Pemerintah Daerah, yang selanjutnya disingkat RKPD adalah dokumen
perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun;
11. Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat RENJA SKPD
adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode
1 (satu) tahun;
12. Musyawarah Perencanaan Pembangunan yang selanjutnya disebut MUSRENBANG adalah
forum antara pelaku pembangunan dalam rangka menyusun rencana pembangunan daerah,
baik RPJPD, RPJMD maupun RKPD;
13. Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah, selanjutnya disingkat RKA
SKPD, adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program dan kegiatan
SKPD yang merupakan penjabaran dari RENJA SKPD dan RENSTRA SKPD;
14. Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode
perencanaan;
15. Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk
mewujudkan visi;
16. Strategi adalah langkah-langkah berisikan program-program indikatif untuk mewujudkan visi
dan misi;
17. Kebijakan adalah arah atau tindakan yang diambil oleh Pemerintah Daerah untuk mencapai
tujuan;
18. Program adalah instrument kebijakan yang yang berisi satu atau lebih kegiatan yang
dilaksanakan oleh instansi pemerintah untuk mencapai sasaran dan tujuan tertentu;
-150-
19. Pengendalian adalah serangkaian kegiatan manajemen yang dimaksudkan untuk menjamin
agar suatu program/kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang ditetapkan;
20. Evaluasi adalah serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mengetahui capaian kinerja
pelaksanaan program dan kegiatan pada periode sebelumnya;
21. Pemantauan adalah serangkaian kegiatan yang yang bertujuan untuk mengetahui realisasi
pencapaian target program dan kegiatan, penyerapan dana dan kendala yang dihadapi
BAB IIASAS DAN TUJUAN
Pasal 2(1) Pembangunan Daerah diselenggarakan berdasarkan demokrasi dengan prinsip-prinsip
kebersamaan, berkeadilan, berkalanjutan, berwawasan lingkungan, serta kemandirian
dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan daerah.
(2) Perencanaan Pembangunan Daerah disusun secara sistematis, terarah, terpadu,
menyeluruh, dan tanggap terhadap perubahan.
(3) Perencanaan Pembangunan Daerah diselenggarakan berdasarkan Asas Umum
Pemerintahan Negara.
(4) Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah bertujuan untuk :
a. Mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan;
b. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar ruang, antar waktu
dan antar fungsi pemerintah;
c. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan,
dan pengawasan;
d. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan
e. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan
berkelanjutan.
BAB IIIRUANG LINGKUP
PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAHPasal 3
(1) Perencanaan Pembangunan Daerah mencakup penyelenggaraan perencanaan semua
fungsi Pemerintahan Daerah yang meliputi Urusan Wajib dan Urusan Pilihan.
(2) Perencanaan Pembangunan Daerah terdiri atas perencanaan pembangunan yang disusun
secara terpadu oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah dan perencanaan pembangunan oleh
Pemerintah Desa sesuai dengan kewenangannya.
(3) Perencanaan Pembangunan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menghasilkan
dokumen :
a. Rencana pembangunan jangka panjang;
-151-
b. Rencana pembangunan jangka menengah; dan
c. Rencana pembangunan tahunan.
Pasal 4Dokumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 ayat (3) disusun melalui tahapan-tahapan
sebagai berikut :
a. Penyusunan Rencana
b. Penetapan Rencana
c. Pengendalian Pelaksanaan Rencana, dan
d. Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pasal 5Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tahapan-tahapan pelaksanaan pembangunan
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 diatas ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Pasal 6(1) Renstra-SKPD memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan
pembangunan yang disusun sesuai dengan tugas dan fungsi Satuan Kerja Perangkat
Daerah serta berpedoman kepada RPJM Daerah dan bersifat indikatif.
(2) Renja-SKPD disusun dengan berpedoman kepada Renstra SKPD dan mengacu kepada
RKPD, memuat kebijakan, program dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan
langsung oleh Pemerintah Daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi
masyarakat.
(3) Penyusunan Renstra-SKPD dan Renja-SKPD dikoordinasikan dengan Bappeda dan
ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala SKPD.
Pasal 7(1) Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah menyiapkan Renja SKPD sesuai dengan tugas
pokok dan fungsinya dengan mengacu kepada Rancangan Awal RKPD dan berpedoman
pada Renstra-SKPD.
(2) Kepala Bappeda mengkoordinasikan penyusunan Rancangan RKPD dengan menggunakan
Renja-SKPD.
BAB IVMUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN
Pasal 8(1) Musyawarah Perencanaan Pembangunan terdiri atas :
a. Musrenbang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD).
-152-
b. Musrenbang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
c. Musrenbang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
(2) Musrenbang wajib dihadiri oleh Anggota DPRD, Pelaku Pembangunan, termasuk
keterwakilan perempuan;
(3) Kepala Bappeda menyiapkan Draft Rancangan Awal RPJPD, RPJMD dan RKPD untuk
dibahas dalam forum konsultasi yang diikuti oleh masyarakat dan pelaku pembangunan;
Pasal 9(1) Setelah dibahas dalam forum konsultsi publik, Draft Rancangan Awal RPJPD, RPJMD, dan
RKPD dirumuskan menjadi Rancangan Awal RPJPD, RPJMD, RKPD oleh Bappeda
bersama SKPD;
(2) Musrenbang RPJPD menghasilkan Rumusan Rancangan Akhir RPJPD;
(3) Hasil Musrenbang RPJPD disampaikan ke DPRD dalam bentuk Rancangan Peraturan
Daerah paling lambat 6 bulan sebelum berakhirnya RPJPD yang sedang berjalan.
Pasal 10(1) Musrenbang RPJPD dilaksanakan untuk membahas Rancangan Awal RPJMD yang telah
disempurnakan oleh Bappeda dengan menggunakan Rancangan Renstra SKPD sebagai
masukan;
(2) Berdasarkan hasil Musrenbang RPJMD, Bappeda merumuskan Rancangan Akhir RPJMD;
(3) Pembahasan rumusan Rancangan Akhir RPJMD dipimpin oleh Kepala Daerah atau oleh
pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.
Pasal 11(1) Hasil Musrenbang dinformasikan kepada masyarakat di kecamatan dan desa melalui camat
dan kepala desa.
(2) Musrenbang RKPD dilaksanakan untuk membahas Rancangan Awal RKPD.
(3) Kepala SKPD menyusun Rancangan Akhir Renja SKPD berdasarkan hasil Musrenbang dan
memperhatikan hasil monitoring dan evaluasi pembangunan tahun sebelumnya.
(4) Kepala Bappeda memiliki kewenangan untuk melakukan penyesuaian program dan kegiatan
SKPD agar dapat sesuai dengan hasil musrenbang.
Pasal 12(1) Kepala Bappeda menyusun Rancangan Akhir RKPD berdasarkan hasil Musrenbang.
(2) RKPD menjadi pedoman penyusunan RAPBD.
(3) RAPBD harus dapat mengakomodir 3/4 (tiga perempat) dari hasil Musrenbang.
(4) Bappeda melakukan finalisasi penyusun Rencana Kerja Anggaran (RKA) SKPD bersama
Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
-153-
Pasal 13Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Musrenbang Daerah ditetapkan dengan
Peraturan Bupati;
BAB VPENGENDALIAN DAN EVALUASI
PELAKSANAAN RENCANAPasal 14
(1) Bupati melakukan pengendalian terhadap perencanaan pembangunan daerah kabupaten
yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Bappeda untuk keseluruhan perencanaan
pembangunan daerah.
(2) Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengendalian terhadap:
a.Kebijakan pembangunan daerah; dan
b.Pelaksanaan rencana pembangunan daerah.
(3) Pengendalian oleh Bappeda meliputi pemantauan, supervisi dan tindak lanjut penyimpangan
terhadap pencapaian tujuan agar program dan kegiatan sesuai dengan kebijakan
pembangunan daerah.
(4) Kepala SKPD melalui koordinasi dengan Kepala Bappeda melakukan pengendalian untuk
program dan/atau kegiatan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
Pasal 15(1) Pemantauan pelaksanaan program dan/atau kegiatan oleh SKPD meliputi realisasi kegiatan,
pencapaian target, penyerapan dana dan kendala yang dihadapi.
(2) Hasil pemantauan pelaksanaan program dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disusun dalam bentuk laporan triwulan dan disampaikan kepada Bappeda.
(3) Kepala Bappeda melakukan rapat koordinasi untuk membahas laporan triwulan yang
disampaikan oleh Kepala SKPD.
(4) Kepala Bappeda melaporkan hasil rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
kepada Kepala Daerah disertai dengan rekomendasi dan langkah-langkah yang diperlukan.
Pasal 16(1) Bupati melakukan evaluasi terhadap perencanaan pembangunan daerah lingkup kabupaten
yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Bappeda untuk keseluruhan pembangunan
daerah.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi evaluasi terhadap :
a.Kebijakan pembangunan daerah;
b.Pelaksanaan rencana pembangunan daerah;
c.Hasil rencana pembangunan daerah.
-154-
(3) Evaluasi oleh Bappeda meliputi :
a. penilaian terhadap pelaksanaan proses perumusan dokumen rencana pembangunan
daerah, dan pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan daerah; dan
b. menghimpun, menganalisis dan menyusun hasil evaluasi Kepala SKPD dalam rangka
pencapaian rencana pembangunan daerah.
(4) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) menjadi bahan bagi
penyusunan rencana pembangunan daerah pada periode berikutnya.
(5) Kepala SKPD melakukan evaluasi untuk capaian kinerja, pelaksanaan program dan
kegiatan SKPD periode sebelumnya.
Pasal 17Bupati berkewajiban memberikan informasi mengenai hasil evaluasi pelaksanaan perencanaan
pembangunan daerah kepada masyarakat.
BAB VIDATA DAN INFORMASI PEMBANGUNAN
Pasal 18Perencanaan Pembangunan Daerah didasarkan pada data dan informasi lainnya yang akurat
dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pasal 19(1) Masyarakat dapat melaporkan program dan kegiatan yang tidak sesuai dengan rencana
yang ditetapkan.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan data dan informasi
yang akurat.
(3) Pemerintah Daerah menindaklanjuti laporan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berdasarkan pertimbangan Kepala Bappeda dan Kepala SKPD.
Pasal 20(1) Untuk memberikan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) dan
untuk menyediakan informasi yang akurat tentang perencanaan pembangunan daerah,
pada Bappeda dibentuk lembaga Pusat Informasi Perencanaan Pembangunan (PIPP).
(2) PIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga non struktural yang
dibentuk dengan Surat Keputusan Bupati dibawah koordinasi langsung oleh Kepala
Bappeda.
(3) PIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas :
a. Menerima laporan, keluhan dan pengaduan dari masyarakat;
b. Mengkoordinasikan informasi dari masyarakat kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah;
c. Mempublikasikan data dan informasi perencanaan daerah yang dibutuhkan oleh
masyarakat dan pelaku pembangunan;
-155-
(4) PIPP dipimpin oleh seorang ketua dan bertanggung jawab kepada Kepala Bappeda.
BAB VIIKETENTUAN PENUTUP
Pasal 21Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannyadalamLembaranDaerahKabupatenKepulauan Sula.
Ditetapkan di Sanana
Pada Tanggal 10 November 2010
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUSDiundangkan di Sanana
Pada tanggal 10 November 2010
Plt. SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
H. MUHAMMAD JOISANGADJI, SE
(LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULATAHUN2010NOMOR11)
-156-
PERATURAN DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULANOMOR12 TAHUN 2010
TENTANG
PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISMEPENYUSUNAN PERATURAN DESA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPULAUAN SULA,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 62 Peraturan Pemerintah Nomor
72 Tahun 2005 tentang Desa, perlu mengatur Pedoman Pembentukan dan
Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten
Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula,
Kabupaten Halmahera Timur dan Kota Tidore Kepulauan Di Propinsi Maluku
Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 21,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4264);
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indoneisa Nomor 4437) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4548);
-157-
4. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4587);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan
dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4593);
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan
Bentuk Produk Hukum Daerah;
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur
Penyusunan Produk Hukum Daerah;
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang Lembaran
Daerah dan Berita Daerah;
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa;
Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULADan
BUPATI KEPULAUAN SULA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN
MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA.
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Kepulauan Sula.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah otonaom lainnya sebagai unsur
penyelenggara Pemerintah Daerah.
3. Kepala adalah Bupati Kepulauan Sula.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut DPRD, adalah Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
5. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai Perangkat Daerah Kabupaten.
6. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
-158-
asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
7. Pemerintahan Desa adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan
Badan Pemusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam
sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia.
8. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan desa.
9. Badan Pemusyawaratan Desa selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang merupakan
perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan desa.
10. Peraturan Desa adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh Badan
Permusyawaratan Desa bersama Kepala Desa.
11. Peraturan Kepala Desa adalah peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala
Desa yang bersifat mengatur dalam kerangka melaksanakan Peraturan Desa dan Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi.
12. Keputusan Kepala Desa adalah keputusan yang ditetapkan oleh Kepala Desa dalam
melaksanakan Peraturan Desa maupun Peraturan Kepala Desa.
13. Berita Daerah adalah penerbitan resmi Pemerintah Daerah yang digunakan untuk
mengumumkan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa.
BAB IIASAS PEMBENTUKAN
Pasal 2Dalam membentuk Peraturan Desa, harus didasarkan pada asas pembentukan peraturan
perundang-undangan yang meliputi :
f. Kejelasan tujuan
g. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat
h. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan
i. Dapat dilaksanakan
j. Kedayagunaan dan kehasilgunaan
k. Kejelasan rumusan
l. Keterbukaan
Pasal 3(1) Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa dengan persetujuan bersama Badan
Permusyawaratan Desa;
(2) Peraturan Desa dibentuk dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
(3) Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penjabaran lebih lanjut
dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial
budaya masyarakat desa setempat;
-159-
(4) Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang bertentangan dengan
kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
BAB IIIPENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DESA
Pasal 4Penyusunan Rancangan Peraturan Desa dapat diprakarsai oleh Pemerintah Desa dan dapat
berasal dari usul inisiatif Badan Permusyawaratan Desa.
Pasal 5(1) Masyarakat berhak memberikan masukan, baik secara tertulis maupun lisan terhadap
rancangan Peraturan Desa kepada BPD atau Kepala Desa;
(2) Masukan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebelumnya telah
dimusyawarahkan dengan tokoh masyarakat dan tokoh adat desa setempat;
(3) Masukan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas BPD dan Kepala
Desa dalam rapat penyusunan rancangan Peraturan Desa.
Pasal 6Penyusunan rancangan Peraturan Desa bidang Pembangunan Desa agar melibatkan Lembaga
Desa yang berkaitan dengan Pembangunan Desa.
Pasal 7Rancangan Peraturan Desa wajib disebarluaskan kepada masyarakat sebelum dilaksanakan
rapat pembahasan antara Pemerintah Desa dan Badan Pemusyawaratan Desa.
BAB IVJENIS DAN MATERI MUATAN
Pasal 8Jenis peraturan perundang-undangan pada tingkat Desa meliputi :
a. Peraturan Desa
b. Peraturan Kepala Desa
c. Keputusan Kepala Desa
Pasal 9(1) Materi muatan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a adalah
seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Pembangunan
Desa, dan pemberdayaan masyarakat, serta penjabaran lebih lanjut dari ketentuan
Perundang-undangan yang lebih tinggi;
(2) Materi muatan Peraturan Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b
adalah penjabaran pelaksanaan Peraturan Desa yang bersifat pengaturan;
(3) Materi muatan Keputusan Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c
adalah penjabaran pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa yang bersifat
penetapan.
-160-
Pasal 10Materi muatan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa tidak boleh
bertentangan dengan kepentingan umum dan / atau peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi.
BAB VPEMBAHASAN, PENGESAHAN DAN PENETAPAN
Pasal 11(1) Rancangan Peraturan Desa disusun oleh Kepala Desa atau Badan Pemusyawaratan Desa;
(2) Dalam waktu 7 (tujuh) hari sebelum diadakan rapat, pembahasan rancangan Peraturan
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah diterima oleh Pemerintah Desa
dan/ atau Badan Pemusyawaratan Desa;
(3) Apabila rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak disetujui,
maka dalam jangka waktu 3 (tiga) hari sebelum rapat pembahasan kedua sudah harus
disempurnakan;
(4) Apabila rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang diajukan
oleh Kepala Desa juga belum disetujui, maka dalam jangka waktu 3 (tiga) hari sebelum
rapat pembahasan ketiga sudah harus disempurnakan.
Pasal 12(5) Rancangan Peraturan Desa yang berasal dari Pemerintah Desa dapat ditarik kembali
sebelum dibahas bersama Badan Pemusyawaratan Desa;
(6) Rancangan Peraturan Desa yang berasal dari Badan Pemusyawaratan Desa dapat ditarik
kembali sebelum dibahas bersama Pemerintah Desa.
Pasal 13(1) Rancangan Peraturan Desa yang telah disetujui bersama oleh Kepala Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa disampaikan oleh Pimpinan Badan Pemusyawaratan Desa kepada
Kepala Desa untuk ditetapkan menjadi Peraturan Desa;
(2) Penyampaian Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan
bersama.
Pasal 14Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 wajib ditetapkan oleh
Kepala Desa dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga
puluh) hari sejak diterimanya Rancangan Peraturan Desa tersebut.
Pasal 15Peraturan Desa wajib mencantumkan batas waktu penetapan pelaksanaannya.
Pasal 16
-161-
(1) Peraturan Desa sejak ditetapkan, dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan
hukum yang mengikat, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Desa tersebut;
(2) Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh berlaku surut.
BAB VIMEKANISME PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pasal 17(1) Dalam rangka pembahasan rancangan Peraturan Desa, Badan Permusyawaratan Desa
mengadakan rapat yang harus dihadiri oleh :
a. Sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota Badan Permusyawaratan
Desa;
b. Pemerintah Desa.
(2) Dalam hal jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa yang hadir kurang dari jumlah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, rapat Badan Permusyawaratan Desa
dinyatakan ditunda pelaksanaannya;
(3) Apabila rapat Badan Permusyawaratan Desa dinyatakan tidak sah atau dibatalkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan
Desa menentukan waktu untuk rapat berikutnya selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sejak
pembatalan rapat pertama;
(4) Apabila rapat Badan Permusyawaratan Desa berikutnya sebagaimana dimaksud ayat (3)
tidak memenuhi quorum, maka rapat ditunda dalam jangka waktu 3 (tiga) hari sejak
pembatalan rapat kedua;
(5) Apabila rapat Badan Pemusyawaratan Desa berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) tidak memenuhi quorum, maka rapat dapat dilanjutkan atas persetujuan yang hadir.
BAB VIITEHNIK PENYUSUNAN
Pasal 18(1) Tehnik penyusunan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa
adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Daerah ini.
(2) Penyusunan kerangka struktur Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan
Kepala Desa terdiri dari:
a. Penamaan Judul;
b. Pembukaan;
c. Batang Tubuh
d. Penutup dan
e. Lampiran (bila diperlukan)
BAB VIIIEVALUASIPasal 19
-162-
(1) Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa),
Pungutan dan Penataan Ruang yang telah disetujui bersama dengan Badan
Permusyawaratan Desa, sebelum ditetapkan oleh Kepala Desa, paling lama 7 (tujuh) hari
disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati untuk dievaluasi;
(2) Hasil evaluasi rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan oleh Bupati kepada Kepala Desa paling lama 20 (dua puluh) hari sejak
rancangan Peraturan Desa tersebut diterima;
(3) Apabila Bupati belum memberikan hasil evaluasi rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa (APB Desa) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Desa dapat
menetapkan rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
(APB Desa) menjadi Peraturan Desa.
Pasal 20Evaluasi Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB
Desa) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dapat didelegasikan kepada Camat.
Pasal 21(1) Peraturan Desa disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati melalui Camat paling lambat
7 (tujuh) hari setelah ditetapkan untuk dilakukanklarifikasi;
(2) Peraturan Desa yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Desa, berdasarkan hasil klarifikasi
dapat dibatalkan oleh Bupati apabila bertentangan dengan kepentingan umum dan/ atau
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;
(3) Keputusan Pembatalan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
dengan Keputusan Bupati paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya Peraturan
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
(4) Paling lama 7 (tujuh) hari setelah Keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), Kepala Desa harus menghentikan pelaksanaan Peraturan Desa tersebut dan
selanjutnya BPD bersama Kepala Desa merubah atau mencabut Peraturan Desa dimaksud;
(5) Jika disetujui oleh Bupati, Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama
20 (dua puluh) hari dikembalikan kepada Kepala Desa.
BAB IXPENYEBARLUASAN PERATURAN DESA
Pasal 22(1) Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa diundangkan dalam Berita Daerah;
(2) Pengundangan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh Sekretaris Daerah.
(3) Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disebarluaskan oleh Pemerintah Desa.
-163-
(4) Penyebarluasan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
dilaksanakan dengan sosialisasi oleh Pemerintah Desa.
(5) Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa yang telah diundangkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat diumumkan oleh Sekretaris Desa.
BAB XPEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 23(1) Bupati berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan
Pemerintahan Desa;
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam arti memfasilitasi
yaitu memberikan pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana pada ayat (2) termasuk dalam hal pengawasan
Peraturan Desa.
(4) Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Bupati dapat melimpahkan kewenangannya kepada Camat.
(5) Camat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berkewajiban melaporkan pelaksanaan
tugasnya kepada Bupati.
BAB XIKETENTUAN PENUTUP
Pasal 24Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
Ditetapkan di Sanana
Pada tanggal 10 November 2010
Diundangkan di Sanana
Pada Tanggal 10 November 2010
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUS
Plt.SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
H. MUHAMMAD JOISANGADJI, SE
-164-
(LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULATAHUN 2010 NOMOR12)
-165-
PENJELASANATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULANOMOR 12 TAHUN 2010
TENTANGPEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME
PENYUSUNAN PERATURAN DESA
1. UMUM
Dalam melaksanakan ketentuan Pasal 62 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005
tentang Desa dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa, khususnya untuk mewujudkan
penyelenggaraan pemerintahan desa yang baik berdasarkan tata aturan perundang-
undangan, di desa dibentuk Peraturan Desa yang bibuat oleh Badan Pemusyawaratan Desa.
Dalam pembuatan Peraturan Desa harus mencerminkan kepada kepentingan
masyarakat desa dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, dan Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan Desa bersifat mengikat kepada semua
warga masyarakat dan mempunyai kekuatan hukum sebagaimana Peraturan yang lainnya.
Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan ketentraman dan lancarnya penyelenggaraan
Pemerintahan Desa.
2. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 s/d Pasal 4 : Cukup jelas
Pasal 5 : Hak masyarakat dalam ketentuan ini dilaksanakan sesuai
dengan tata tertib Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Pasal 6 : - Yang dimaksud Lembaga Desa yang berkaitan dengan
pembangunan desa adalah LPMD dan Lembaga Lainnya.
- Dalam hal Peraturan Desa yang menyangkut Pembangunan
Desa, apabila belum memperoleh kesepakatan dengan
Lembaga yang menangani bidang Pembangunan, maka
Pemerintah Desa dan / atau Badan Permusyawaratan Desa
(BPD) seharusnya menyusun rancangan ulang untuk
dimusyawarahkan kembali guna memperoleh kata sepakat.
Pasa 6 s/d Pasal 16 : Cukup jelas
Pasal 17 ayat (1)
huruf (a) : Cukup jelas
huruf (b) : Yang dimaksud dihadiri oleh Pemerintah Desa adalah
sekurang-kurangnya Kepala Desa dan Perangkat Desa yang
membidangi.
ayat (2) s/d (4) : Cukup jelas
-166-
Pasal 17 ayat (5) : Apabila pelaksanaan rapat berikutnya tetap tidak memenuhi
quorum, maka rapat dilaksanakan dengan meminta
persetujuan yang hadir.
Pasal 18 : Cukup jelas
Pasal 19 ayat (1) : Yang dimaksud dengan evaluasi dalam ketentuan ini adalah
bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan Desa
dan kebijakan daerah, keserasian antara kepentingan publik
dan kepentingan aparatur Desa.
Pasal 20 s/d Pasal 26 : Cukup jelas.
(TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA NOMOR 12)
-167-
SUBAG PENYUSUNAN
PROGRAM
KEPALA
SEKRETARIATKelompokJabatan Fungsional
SUBAG UMUM DAN
KEPEGAWAIAN
STRUKTUR ORGANISASI BPMD B P M P D
KABUPATEN KEPULAUAN SULA
1. Terjadi Kekosongan Kegiatan yang terdapat pada Bidang Usaha Ekonomi Masyarakat
sehingga dipandang Perlu untuk dilakukan Penggabungan.
2. Alasan sehingga Bidang Usaha Ketahanan dan Sosbud Masyarakat di Pisahakan
menjadi : 1. Bidang Sosial Budaya dan Masyarakat
2. Kelembagaan dan Pelatihan Masyarakat.
Jadi Alasannya Bidang tersebut dipisahkan mengingat dalam 1 bidang yaitu Usaha
Ketahanan dan Sosbud Masyarakat mengalami Penumpukan Kegiatan diantaranya : -
SUBAG KEUANGAN
BIDANG PEMBERDAYAAN USAHA EKONOMI
MASYARAKAT DAN PENDAYAGUNAAN TTG
BIDANG SOSIALDAN BUDAYA
MASYARAKAT
BIDANG PEMERINTAHAN
DESA DAN KELURAHAN
BIDANG KELEMBAGAAN DAN PELATIHAN
MASYARAKAT
SUBID PENGEMBANGAN
DESA DAN PELATIHAN
MASYARAKAT
SUBID ADMINISTRASI
PEMERINTAHAN DESA
SUBID PENGEMBANGAN
KELEMBAGAAN DAN PEMBANGUNAN
PARTISIPATIF
SUBID PEMBERDAYAAN USAHA EKONOMI
MASYARAKAT PERDESAAN
SUBID PEMANFAATAN SDA DAN
PENDAYAGUNAAN TTG PERDESAAAN
SUBIDPEMBINAAN MASY
&PEMBERDAYAANKESEJAHTER
AAN KELUARGA (PKK)
SUBID PENGEMBANGAN
SOSIAL DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
SUBID PENGEMBANGAN
KAPASITAS PEMERINTAHAN
DESA
-168-
Profil Desa
- Lomba Desa
- Lomba PKK
- Pelatihan – Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat :
a. Pelatihan P3MD
b. Pelatihakn KPM
c. Pelatihan Administrasi Desa dll.
(TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA NOMOR 12)
-169-
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULANOMOR 13 TAHUN 2010
TENTANG
RETRIBUSI IZIN TRAYEK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPULAUAN SULA,
Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 141 huruf d Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Retribusi Izin Trayek
merupakan Jenis Retribusi Daerah yang dapat dipungut oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya;
b. bahwa berdasarkan Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Retribusi Daerah ditetapkan
dengan Peraturan Daerah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan huruf b, perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin
Trayek.
Mengingat : 1. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);
2. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981
Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalulintas dan Angkutan jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5025);
4. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 1999 tentang
Pembentukan Propinsi Maluku Utara, Kabupaten Buru, dan Kabupaten
Maluku Tenggara Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 174, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3895);
5. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2003 tentang
-170-
Pembentukan Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera
Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula, Kabupaten Halmahera Timur dan
Kota Tidore Kepulauan di Propinsi Maluku Utara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3961);
6. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
7. Undang - undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4437);
8. Undang - undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang
perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126 Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
9. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5049);
10 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1990 tentang
Penyerahan sebagai urusan Pemrintahan dalam bidang Lalulintas dan
Angkutan jalan Raya kepada daerah Tingkat I dan daerah Tingkat II
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 26 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3410);
11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4578);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan
Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 tahun 1997 tentang Ketentuan
-171-
Umum Penyidik Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah Daerah;
15. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 171 Tahun 1997 tentang
Prosedur Pengesahan Peraturan Daerah tentang Pajak daerah dan
Retribusi Daerah;
16. Keputusan Menteri Dalam negeri Nomor 174 tahun 1997 tentang Pedoman
tata cara Pemungutan Retribusi Daerah;
17. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 119 tahun 1998 tentang Ruang
Lingkup dan Jenis-jenis Retribusi Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II;
18. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 147 tahun 1998 tentang
Komponen Penetapan Tarif Retribusi;
19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur
Penyusunan Produk - produk Hukum Daerah;
Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULADan
BUPATI KEPULAUAN SULA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TENTANG
RETRIBUSI IZIN TRAYEK.
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1Dalam peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Kepulauan Sula;
2. Pemerintahan Daerah adalah Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah
Daerah dengan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas - luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Republik Indonesia sebagaiman
dimaksud dalam Undang - undang Negara RI tahun 1945;
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintah Daerah;
4. Bupati adalah Bupati Kepulauan Sula;
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Perwakilan
Rakyat Daerah sebagai Unsur Penyelenggara Pemerintah Daerah;
6. Dinas adalah Dinas Perhubungan Kabupaten Kepulauan Sula;
-172-
7. Badan Hukum adalah Suatu bentuk Badan Usaha yang meliputi Perseroan Terbatas
Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya Badan Usaha milik Negara atau Daerah dengan
nama dan bentuk apapun, Persekutuan, Firma, Kongsi, Kopersi, Yayasan atau Oraganisasi
yang sejenis, lembaga dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya;
8. Angkutan Umum adalah Kendaraan Bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh
umum dengan dipungut bayaran;
9. Trayek adalah Lintasan kendaraan umum untuk pelayaan jasa angkutan orang dengan Mobil
Bus, Mobil Penumpang umum dan angkutan khusus yang mempunyai asal dan tujuan
perjalanan tetap, lintasan tetap dan jadwal tetap maupun tidak berjadwal dalam wilayah
Daerah Kabupaten Kepulauan Sula;
10. Mobil penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi sebanyak-banyaknya 8
(delapan) tempat duduk, tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun
tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi;
11. Mobil Bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8 (Delapan) tempat
duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan
pengangkutan bagasi;
12. Angkutan Khusus adalah kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh
umum mengangkut orang untuk keperluan khusus atau untuk mengangkut barang-barang
khusus;
13. Retribusi Daerah adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian
izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau Badan.
14. Retribusi Izin Trayek adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau badan untuk
menyediakan pelayanan beberapa trayek tertentu;
15. Retribusi Perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka
pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan
pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang penggunaan
sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi
kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan;
16. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau orang yang menurut Peraturan Perundang-
undangan Retribusi Daerah diwajibkan untuk melakukan Pembayaran Retribusi Daerah;
17. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib
retribusi untuk memanfaatkan jasa izin trayek;
18. Surat Setoran Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SSRD, adalah bukti pembayaran
atau penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah
dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh
Kepala Daerah;
19. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SKRD, adalah surat ketetapan
retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang.
20. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKRDLB, adalah
-173-
surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena
jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak
terutang.
21. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat STRD, adalah surat untuk
melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
22. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan atau
keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi
berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Retribusi Daerah;
23. Penyidik Tindak Pidana dibidang Retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut Penyidik untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak Pidana
dibidang Retribusi Daerah yang terjadi serta menentukan tersangkanya.
BAB IINAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI
Pasal 2Dengan Nama Retribusi Izin Trayek dipungut Retribusi sebagai pembayaran atas pemberian izin
trayek kepada orang pribadi atau badan dalam menyediakan pelayanan angkutan umum pada
suatu atau beberapa trayek dalam wilayah Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
Pasal 3 (1) Obyek Retribusi adalah pelayanan pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan untuk
meyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek
tertentu dalam wilayah daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada :
a. Angkutan Umum dalam trayek, meliputi :
1) Angkutan Perkotaan dalam wilayah Kabupaten.
2) Angkutan Pedesaan dalam wilayah Kabupaten.
b. Angkutan Umum tidak dalam trayek, meliputi :
1) Angkutan Taksi yang beroperasi dalam wilayah Kabupaten.
2) Angkutan Kawasan yang beroperasi dalam wilayah Kabupaten.
(3) Izin Trayek sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan satu kesatuan dokumen yang terdiri
dari :
a. Surat Keputusan Izin Trayek;
b. Surat Keputusan Pelaksanaan Izin Trayek;
c. Lampiran Surat Keputusan berupa Daftar Kendraan;
d. Kartu Pengawasan Kendraan;
e. Surat pernyataan kesanggupan untuk mentaati kewajiban sebagai pemegang Izin Trayek.
Pasal 4Subyek Retribusi adalah orang atau badan hukum yang mendapat izin trayek.
-174-
BAB IIIGOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 5Retribusi izin trayek di golongkan sebagai Retribusi perizinan tertentu.
BAB IVKETENTUAN PERIZINAN
Pasal 6Setiap orang atau badan yang akan menyediakan pelayanan angkutan umum pada suatu atau
beberapa trayek tertentu harus mendapat izin trayek dari Kepada Daerah atau pejabat lain yang
ditunjuk.
Pasal 7Utuk memperoleh Izin Trayek, pemohon mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala Daerah
atau pejabat lain yang ditunjuk dengan melampirkan :
a. Surat Tanda Nomor Kenderaan (STNK);
b. Kartu Tanda Penduduk (KTP);
c. Izin Usaha Angkutan dan;
d. Bukti setoran Pajak;
e. Surat Keterangan Fiskal Daerah.
Pasal 8Surat Izin Trayek tidak berlaku karena :
a. Jangka waktu izin telah habis;
b. Dikembalikan oleh pemegang izin;
c. Diperoleh secara tidak sah;
d. Rusak sehingga tidak dapat dibaca.
BAB VCARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA
Pasal 9Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan izin yang diberikan dan jenis kendaraan angkutan
umum penumpang.
BAB VIPRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIFPasal 10
(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi didasarkan pada
tujuan untuk menutup sebagian atau sama dengan biaya penyelenggaraan izin trayek;
(2) Biaya sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi komponen biaya survei lapangan
dan biaya transportasi dalam rangka pengendalian dan pengawasan.
-175-
BAB VIISTRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI
Pasal 11(1) Struktur tarif digolongkan berdasarkan jenis angkutan umum dan daya angkut;
(2) Struktur dan besarnya tarif Retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) sebagai berikut:
Jenis Angkutan Kapasitas Tempat duduk Tarif Trayek
Mobil Penumpang 8 orang Rp. 300.000
Mobil Bus Kecil 9 s/d 19 orang Rp. 400.000
Mobil Bus Sedang 20 s/d 30 orang Rp. 500.000
Mobil Bus Besar Lebih dari 30 Orang Rp. 600.000
Pasal 12(1) Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) ditinjau kembali paling lama 3
(tiga) tahun sekali.
(2) Peninjauan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian.
(3) Penetapan penyesuaian tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada (1) ditetapkan dengan
Peraturan Bupati.
BAB VIIIWILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 13Retribusi dipungut di wilayah daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
BAB IXMASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG
Pasal 14(1) Masa berlakunya retribusi atas izin trayek adalah jangka waktu yang lamanya 5 (lima) tahun
dan wajib diperpanjang selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya masa berlaku
izin trayek;
(2) Dalam rangka pengendalian dan pengawasan terhadap setiap izin trayek maka wajib retribusi
diharuskan melapor ke Dinas Perhubungan Kabupaten Kepulauan Sula untuk registrasi
setiap 1 (satu) tahun sekali.
Pasal 15Saat terutangnya retribusi adalah pada saat diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan.
BAB XTATA CARA PEMUNGUTAN
Pasal 16(1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan
-176-
(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau Dokumen lain yang dipersamakan.
(3) Bentuk, isi, tata cara pengisian dan penyampaian SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB XISANKSI ADMINISTRASI
Pasal 17Dalam hal retribusi tidak dibayar tepat pada waktunya atau kurang membayar dikenakan sanksi
administrasi berupa bunga 2% (Dua Persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kurang
bayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.
BAB XIITATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 18(1) Pembayaran Retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus;
(2) Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (Lima Belas) hari sejak
diterbitkannya SKRD atau Dokumen lain yang dipersamakan;
(3) Bupati atas permohonan Wajib Retribusi setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan
dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Retribusi untuk mengangsur atau menunda
pembayaran Retribusi, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.
(4) Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran, pembayaran secara angsuran dan
penundaan pembayaran retribusi diatur dengan Peraturan Bupati;
BAB XIIIPENGURANGAN KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI
Pasal 19(1) Kepala Daerah dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi;
(2) Pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dengan memperhatikan kemampuan wajib retribusi antara lain untuk
mengangsur, karena ditimpa bencana alam dan atau kerusuhan;
(3) Tata Cara Pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi ditentukan oleh Kepala
Daerah.
BAB XIVTATACARA PENAGIHAN
Pasal 20(1) Untuk melakukan penagihan Retribusi, Bupati dapat menerbitkan STRD jika Wajib Retribusi
tidak membayar Retribusi Terutang tepat pada waktunya atau kurang membayar.
(2) Penagihan Retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan Surat
Teguran
(3) Jumlah kekurangan Retribusi yang terutang dalam STRD sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap
-177-
bulan dari Retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar.
(4) Tata cara penagihan Retribusi ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
BAB XVKEDALUARSA
Pasal 21(1) Hak untuk melakukan penagihan Retribusi menjadi kedaluarsa setelah melampaui waktu 3
(tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali jika Wajib Retribusi melakukan
tindak pidana di bidang Retribusi.
(2) Kedaluarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika:
a. diterbitkan Surat Teguran; atau
b. ada pengakuan utang Retribusi dari Wajib Retribusi, baik langsung maupun tidak
langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,
kedaluarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut.
(4) Pengakuan utang Retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Retribusi
dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan utang Retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran
dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi.
Pasal 22(1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan
sudah kedaluarsa dapat dihapuskan.
(2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi yang sudah kedaluarsa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tata cara penghapusan piutang Retribusi yang sudah kedaluarsa diatur dengan Peraturan
Bupati.
BAB XVIKETENTUAN PIDANA
Pasal 23(1) Pejabat atau Pegawai Negeri Sipil yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik sehingga
merugikan keuangan Daerah diberi sanksi sesuai Peraturan Perundang-undangan yang
berlaku;
(2) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajiban sehingga merugikan keuangan daerah
diancam Pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak 3 (tiga) kali
jumlah retribusi terutang;
(3) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pelanggaran.
-178-
(4) Denda sebagaimana dimaksud ayat (2) merupakan penerimaan negara.
BAB XVIIPENYIDIKAN
Pasal 24(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang
khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan Tindak Pidana dibidang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah.
(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan
dengan Tindak Pidana dibidang Retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut
menjadi lengkap dan jelas;
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan
tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan Tindak Pidana
dibidang Retribusi Daerah tersebut;
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan
Tindak Pidana dibidang Retribusi Daerah;
d. Memeriksa buku-buku catatan dan dokumen-dokumen lain dan sehubungan dengan
Tindak Pidana dibidang Retribusi Daerah;
e. Melakukan penggeladahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan
dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidik Tindak Pidana
dibidang Retribusi Daerah;
g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat
pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau
dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan Tindak Pidana dibidang Retribusi Daerah;
i. Memanggil orang untuk mendengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
j. Menghentikan penyidikan;
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan Tindak Pidana dibidang
Retribusi Daerah menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan
menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana.
BAB XVIIIKETENTUAN PERALIHAN
Pasal 25Bagi Pengusaha Angkutan yang beroperasi dalam Daerah Kabupaten Kepulauan Sula yang
-179-
sudah memiliki Izin Trayek sebelum diberlakukannya Peraturan Daerah ini secara yuridis masih
tetap berlaku sampai habis masa berlakunya Izin Trayek tersebut.
BAB XIXKETENTUAN PENUTUP
Pasal 26Dengan berlakunya Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Sula ini, maka untuk pengujian
kendaraan bermotor selanjutnya mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini.
Pasal 27Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten kepulauan Sula.
Ditetapkan di Sanana
Pada tanggal 10 November 2010
Diundangkan di Sanana
Pada Tanggal 10 November 2010
(LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TAHUN 2010NOMOR 13)
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUS
Plt.SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
H. MUHAMMAD JOISANGADJI, SE
-180-
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULANOMOR14 TAHUN 2010
TENTANG
RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPULAUAN SULA,
Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 127 huruf e Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Retribusi Tempat
Khusus Parkir merupakan jenis Retibusi Daerah yang dapat dipungut
oleh Pemerintahan Kabupaten sesuai dengan kewenangannya;
b. bahwa berdasarkan Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Retribusi
Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan huruf b, perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang Retribusi Tempat
Khusus Parkir.
Mengingat : 1. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalulintas dan Angkutan jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5025);
2. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2003 tentang
Pembentukan Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera
Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula, Kabupaten Halmahera Timur dan
Kota Tidore Kepulauan di Propinsi Maluku Utara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4264);
3. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
-181-
4. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437);
5. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438) ;
6. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5049) ;
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1990 tentang
Penyerahan Sebagai Urusan pemerintah dalam Bidang lalu Lintas dan
Angkutan Jalan Raya kepada Daerah tingkat I dan Daerah Tingkat II
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 26,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3410);
8. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Tehnis Penyusunan
Peraturan Perundang-Undangan dan Bantuan Undang-Undang,
Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden;
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidik
Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah;
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis
dan Bentuk Produk - produk Hukum Daerah;
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang
Prosedur Penyusunan Produk - produk Hukum Daerah;
12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang
Lembaran Daerah Dan Berita Daerah.
Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULADan
BUPATI KEPULAUAN SULA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS
PARKIR.
-182-
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Kepulauan Sula;
2. Pemerintahan Daerah adalah Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah
Daerah dengan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas - luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Republik Indonesia sebagaiman
dimaksud dalam Undang - undang Negara RI tahun 1945;
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintah Daerah;
4. Bupati adalah Bupati Kepulauan Sula;
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Perwakilan
Rakyat Daerah sebagai Unsur Penyelenggara Pemerintah Daerah;
6. Dinas adalah Dinas Perhubungan Kabupaten Kepulauan Sula;
7. Retribusi Daerah adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian
izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau Badan.
8. Retribusi Tempat Khusus Parkir adalah pungutan sebagai pembayaran atas pelayanan
pemakaian tempat parkir dan kawasan taman parkir yang disediakan, dimiliki dan/atau
dikelola oleh Pemerintah Daerah;
9. Tempat parkir adalah sebagian dari tanah milik mutlak atau tanah yang dalam penguasaan
pengololaan Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Sula atau tanah negara yang
diperuntukan khusus sebagai tempat parkir;
10. Taman parkir adalah pelantaran/taman yang disediakan khusus untuk parkir;
11. Memarkir adalah menempatkan/memberhentikan kenderaan bermotor atau kenderaan tidak
bermotor di tempat parkir;
12. Badan adalah suatu bentuk Badan Usaha meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan
Komanditer, Perseroan lainnya. Badan usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama
bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan atau
Organisasi yang sejenisnya, Lembaga Dana Pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk
usaha lainnya;
13. Retibusi jasa Usaha yaitu, Retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah
Dengan menganut prinsip Komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh
sektor swasta;
14. Surat Setoran Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SSRD, adalah bukti pembayaran
atau penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah
dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh
-183-
Kepala Daerah.
15. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SKRD, adalah surat ketetapan
retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang.
16. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKRDLB, adalah
surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena
jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak
terutang.
17. Surat tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya dapat disingkat STRD adalah surat untuk
melakukan tagihan Retribusi dan atau sanksi Administrasi berupa bunga atau denda;
18. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengelola
data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan
kewajiban retribusi berdasarkan peraturan perundang-undangan;
19. Penyelidikan Tingkat Pidana dibidang Retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut penyidik, untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak Pidana
dibidang Retribusi Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya;
BAB IINAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI
Pasal 2Dengan nama retribusi tempat khusus parkir, dipungut retribusi sebagai pembayaran atas
pelayanan fasilitas tempat parkir yang disediakan oleh Pemerintah Daerah.
Pasal 3(1) Objek Retribusi adalah Pemberian pelayanan tempat parkir yang disediakan, dimiliki
dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.
(2) Dikecualikan dari objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan
tempat parkir yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah, BUMN, BUMD,
dan pihak swasta.
Pasal 4Subyek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan atau menikmati
pelayanan tempat parkir yang disediakan oleh Pemerintah Daerah.
BAB IIIGOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 5Retribusi Tempat Khusus Parkir digolongkan sebagai Retribusi Jasa Usaha.
BAB IVCARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA
-184-
Pasal 6Tingkat penggunaan jasa dihitung berdasarkan frekuensi pemanfaatan fasilitas parkir yang
disediakan.
BAB VPRINSIP DAN SASARAN PENETAPAN TARIF
Pasal 7(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif Retribusi didasarkan pada tujuan untuk
memperoleh keuntungan yang layak.
(2) Keuntungan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keuntungan yang
diperoleh dengan memperhitungkan biaya penyelenggaraan pelayanan secara efisien dan
berorientasi pada harga pasar.
BAB VISTRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI
Pasal 8(1) Tarif Retribusi digolongkan berdasarkan jenis fasilitas, jenis kendaraan, dan jangka waktu
pemakaian;
(2) Besarnya tarif ditetapkan berdasarkan jenis angkutan;
(3) Struktur dan besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) untuk setiap
kenderaan ditetapkan sebagai berikut :
a. Tarif harian dikawasan parkir :
1) Bis dan Truk Rp. 3.000,-
2) Pic Up, Jeep, Taxi / Oplet Sedan dan sejenisnya Rp. 2.000,-
3) Kenderaaan Bermotor Roda Tiga Rp. 1.000,-
4) Sepeda Motor Rp. 1.000,-
5) Bendi / dokar Rp. 1.000,-
6) Becak Rp. 1.000,-
b. Tarif bulanan di kawasan parkir :
1) Bis dan Truk Rp. 90.000,-
2) Pic Up, Jeep, Taxi / Oplet Sedan dan sejenisnya Rp. 60.000,-
3) Kenderaaan Bermotor Roda Tiga Rp. 30.000,-
4) Sepeda Motor Rp. 30.000,-
5) Bendi / dokar Rp. 30.000,-
6) Becak Rp. 30.000,-
Pasal 9(1) Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (3) ditinjau kembali paling lama 3
(tiga) tahun sekali.
(2) Peninjauan tarif Retribusi sebagimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian.
-185-
(3) Penetapan penyesuaian tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Bupati.
BAB VIIWILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 10Retribusi yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat pelayaan fasilitas parkir.
BAB VIIIMASA RETRIBUSI
Pasal 11Masa Retribusi Pelayanan Fasilitas parkir adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) hari
pemakaian.
BAB IXTATA CARA PEMUNGUTAN
Pasal 12(1) Retribusi terutang dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan.
(2) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
karcis dan kartu langganan.
(3) Bentuk, isi, tata cara pengisian dan penyampaian SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XTATACARA PEMBAYARAN
Pasal 13(1) Pembayaran Retribusi yang terutang dilunasi sekaligus;
(2) Retribusi yang terutang dilunasi selambat – lambatnya 15 (lima belas) hari sejak
diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan yang merupakan tanggal jatuh
tempo pembayaran Retribusi.
(3) Dalam hal Wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar,
dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari
Retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan
STRD.
(4) Bupati atas permohonan Wajib Retribusi setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan
dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Retribusi untuk mengangsur atau menunda
pembayaran Retribusi, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.
(5) Tatacara pembayaran, pembayaran dengan angsuran dan penundaan pembayaran
Retribusi diatur dengan Peraturan Bupati.
-186-
Pasal 14(1) Pembayaran Retribusi yang terutang dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang
ditetapkan oleh Bupati.
(2) Pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
menggunakan SSRD.
(3) Bentuk, jenis, ukuran dan tatacara pengisian SSRD, ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
BAB XITATACARA PENAGIHAN
Pasal 15(1) Untuk melakukan penagihan Retribusi, Bupati dapat menerbitkan STRD jika Wajib Retribusi
tertentu tidak membayar Retribusi Terutang tepat pada waktunya atau kurang membayar.
(2) Penagihan Retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan Surat
Teguran.
(3) Jumlah kekurangan Retribusi yang terutang dalam STRD sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap
bulan dari Retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar.
(4) Tata cara penagihan Retribusi ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
BAB XIIKEDALUARSA
Pasal 16(1) Hak untuk melakukan penagihan Retribusi menjadi kedaluarsa setelah melampaui waktu 3
(tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali jika Wajib Retribusi melakukan
tindak pidana di bidang Retribusi.
(2) Kedaluarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika:
a. diterbitkan Surat Teguran; atau
b. ada pengakuan utang Retribusi dari Wajib Retribusi, baik langsung maupun tidak
langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,
kedaluarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut.
(4) Pengakuan utang Retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Retribusi
dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan utang Retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran
dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi.
Pasal 17
-187-
(1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan
sudah kedaluarsa dapat dihapuskan.
(2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi yang sudah kedaluarsa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tata cara penghapusan piutang Retribusi yang sudah kedaluarsa diatur dengan Peraturan
Bupati.
BAB XIIIKETENTUAN PIDANA
Pasal 18(1) Pejabat atau Pegawai Negeri Sipil yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik sehingga
merugikan keuangan daerah, diberi sanksi sesuai Peraturan Perundang - undangan yang
berlaku;
(2) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajiban sehingga merugikan keuangan daerah
diancam Pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak 3 (tiga) kali
jumlah retribusi terutang;
(3) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pelanggaran.
(4) Denda sebagaimana dimaksud ayat (2) merupakan penerimaan negara.
BAB XPENYIDIKAN
Pasal 19(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang
khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan
daerah atau Retribusi Daerah;
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. Menerima, mencari mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan yang
berkenaan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah agar keterangan atau laporan
tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan
tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dangan tindak pidana
Retribusi Daerah;
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan
tindak pidana dibidang Retribusi Daerah;
d. Memeriksa buku-buku, catatan dan dokumen-dokumen lain yang berkenaan dengan
tindak pidana dibidang Retribusi Daerah;
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan
dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana
di bidang Retribusi Daerah;
-188-
g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat
pada saat pemeriksaan yang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau
dokumen yang dibawah sebagaimana dimaksud pada huruf e;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Retribusi Daerah;
i. Memanggil orang untuk mendengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
j. Menghentikan penyidikan;
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang
Retribusi Daerah menurut hukum yang dipertanggung jawabkan;
(3) Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan
dan menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam Undang – Undang nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XIKETENTUAN PENUTUP
Pasal 20Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten kepulauan Sula.
Ditetapkan di Sanana
Pada tanggal 10 November 2010
Diundangkan di Sanana
Pada Tanggal 10 November 2010
(LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TAHUN 2010NOMOR 14)
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUS
Plt.SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
H. MUHAMMAD JOISANGADJI, SE
-189-
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULANOMOR 15 TAHUN 2010
TENTANG
RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPULAUAN SULA,
Menimbang : a. bahwa PelaksanaanKewenangan Otonomi Daerah dibidang
Perhubungan termasuk Sub Bidang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
untuk Pengaturan Pengujian Kendaraan Bermotor merupakan salah satu
obyek yang dapat dikelola dalam upaya peningkatan Pendapatan Asli
Daerah;
b. bahwa berdasarkan Pasal 110 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2009 tentang Retribusi Daerah dan Retribusi Daerah, Retribusi
Pengujian Kendaraan Bermotor merupakan salah satu jenis Retribusi
Jasa Umum yang dapat dipungut oleh Pemerintah Daerah;
c. bahwa berdasarkan Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Retribusi Daerah dan Retribusi Daerah, Retribusi
Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten
Kepulauan Sula tentang Retribusi Pengujian Kenderaan Bermotor.
Mengingat : 1. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3209);
-190-
2. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 1999 tentang
Pembentukan Propinsi Maluku Utara, Kabupaten Buru, dan Kabupaten
Maluku Tenggara Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 174, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3895);
3. Undang - Undang Republik Indonesai Nomor 1 Tahun 2003 Tentang
Pembentukan Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera
Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula, Kabupaten Halmahaera Timur, dan
Kota Tidore Kepulauan di Propinsi Maluku Utara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003, Nomor 21 Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3961);
4. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
5. Undang - undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4437);
6. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438) ;
7. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang
Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);
8. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalulintas dan Angkutan jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5025);
9. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5049) ;
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1990 tentang
Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan dalam bidang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan kepada Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 26,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3410);
-191-
11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1993
tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1993 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3527);
12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1993
tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3528);
13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993 tentang
Prasarana dan LaluLintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3529);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan
Pengemudi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor
64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3530);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
16. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah Daerah Propinsi
dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
17. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor KM 85 Tahun 2002 tentang
Pemberlakuan Kewajiban Melengkapi dan Menggunakan Sabuk
Keselamatan;
18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis
Dan Bentuk Produk Hukum Daerah;
19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang
Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah;
20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang
Lembaran Daerah Dan Berita Daerah.
Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULADan
BUPATI KEPULAUAN SULA
-192-
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN
BERMOTOR.
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Kepulauan Sula;
2. Pemerintahan Daerah adalah Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah
Daerah dengan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas - luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Republik Indonesia sebagaiman
dimaksud dalam Undang - undang Negara RI tahun 1945;
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintah Daerah;
4. Bupati adalah Bupati Kepulauan Sula;
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Perwakilan
Rakyat Daerah sebagai Unsur Penyelenggara Pemerintah Daerah;
6. Dinas adalah Dinas Perhubungan Kabupaten Kepulauan Sula;
7. Badan Hukum adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi Perseroan terbatas;
8. Kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakan oleh peralatan teknis yang ada
pada kendaraan tersebut;
9. Pengujian berkala kendaraan bermotor yang selanjutnya disebut uji berkala adalah pengujian
kendaraan bermotor yang dilakukan secara berkala terhadap setiap kendaraan bermotor,
kereta gandengan, kereta tempelan dan kendaraan khusus;
10. Retribusi Daerah selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran
atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh
Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan hukum;
11. Jasa Umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk
tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau
Badan.
12. Wajib Retribusi adalah Orang Pribadi atau Badan Hukum yang menurut Peraturan
Perundang-undangan Retribusi Daerah diwajibkan untuk melakukan Pembayaran Retribusi
Daerah;
13. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib
Retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah;
-193-
14. Surat Setoran Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SSRD, adalah bukti pembayaran
atau penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah
dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh
Kepala Daerah.
15. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SKRD, adalah surat ketetapan
retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang.
16. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKRDLB, adalah
surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena
jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak
terutang.
17. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat STRD, adalah surat untuk
melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
18. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan atau
keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi
berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Retribusi Daerah.
19. Penyidik Tindak Pidana dibidang Retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut penyidik untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang Tindak Pidana
dibidang Retribusi Daerah.
BAB IINAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI
Pasal 2Dengan Nama Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor dipungut Retribusi sebagai pembayaran
atas pelayanan pengujian Kendaraan kepada orang pribadi atau badan yang diselenggarakan
oleh Pemerintah Daerah.
Pasal 3Obyek Retribusi adalah Pengujian Kendaraan Bermotor yang diselenggarakan oleh Pemerintah
Daerah.
Pasal 4Subyek Retribusi adalah orang atau badan hukum yang mendapatkan pelayanan pengujian
kendaraan bermotor.
Pasal 5Wajib Retribusi adalah orang pribadi dan atau badan hukum yang menurut Peraturan
Perundang-undangan diwajibkan melakukan pembayaran retribusi, termasuk pungutan atau
pemotongan retribusi tertentu.
-194-
BAB IIIPENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR
Pasal 6(1) Setiap kendaraan bermotor di daerah sebelum dioperasikan dijalan harus terlebih dahulu diuji
berkala sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
(2) Setiap kendaraan bermotor yang telah dinyatakan lulus uji diberikan bukti tanda lulus uji
berupa buku uji, plat uji dan tanda samping;
(3) Masa berlaku uji ditetapkan selama 6 (enam) bulan sekali.
BAB IVGOLONGAN RETRIBUSI DAN CARA MENGUKUR
TINGKAT PENGGUNAAN JASAPasal 7
Retribusi pengujian kendaraan bermotor termasuk golongan retribusi jasa umum.
Pasal 8Tingkat penggunaan jasa retribusi pengujian kendaraan bermotor diukur berdasarkan frekuensi
pelayanan pengujian kendaraan bermotor dan jenis kendaraan bermotor.
BAB VPRINSIP PENETAPAN DAN STRUKTUR BESARNYA TARIF RETRIBUSI
Pasal 9(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi ditetapkan dengan memperhatikan
biaya penyediaan jasa pengujian kendaraan bermotor, kemampuan masyarakat, aspek
keadilan, dan efektivitas pengendalian atas pelayanan tersebut.
(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya administrasi, biaya pemeriksaan,
biaya pengadaan buku uji, plat uji, kawat, baut segel dan biaya pembuatan tanda samping
serta biaya pembinaan.
Pasal 10(1) Tarif digolongkan berdasarkan jenis-jenis kendaraan bermotor;
(2) Struktur besarnya tarif retribusi pengujian kendaran bermotor yang dilengkapi dengan fasilitas
dan peralatan uji mekanis/non mekanis sebagai berikut :
a. Mobil Penumpang Umum ……………………………………… Rp. 100.000,-
b. Mobil Bus ………………………………………………………… Rp. 150.000,-
c. Mobil Barang …………………………………………………….. Rp. 150.000,-
d. Kendaraan Truk……..…………………………………………… Rp. 250.000,-
e. Kereta Gandengan / Kereta Tempelan ……………………….. Rp. 200.000,-
Pasal 11
-195-
(1) Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) ditinjau kembali paling lama
3 (tiga) tahun sekali.
(2) Peninjauan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian.
(3) Penetapan penyesuaian tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Bupati.
BAB VIMASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERHUTANG
Pasal 12(1) Masa Retribusi adalah jangka waktu yang lamanya 6 (Enam) bulan;
(2) Dalam rangka pengendalian dan pengawasan terhadap kendaraan yang beroperasi dalam
Daerah Kabupaten Kepulauan Sula, maka wajib retribusi diharuskan melapor ke Dinas
Perhubungan Kabupaten Kepulauan Sula untuk melakukan pengujian kendaraan bermotor
setiap 6 (Enam) bulan sekali dan membayar tarif retribusi sebagaimana yang diatur dalam
pasal 10.
Pasal 13Saat terutangnya retribusi adalah pada saat diterbitkannya SKRD atau Dokumen lain yang
dipersamakan.
BAB VIIWILAYAH DAN TATA CARA PEMUNGUTAN
Pasal 14Wilayah Pemungutan Retribusi adalah Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
Pasal 15(1) Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan;
(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau Dokumen lain yang dipersamakan.
(3) Bentuk, isi, tata cara pengisian dan penyampaian SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB VIIISANKSI ADMINISTRASI
Pasal 16Dalam hal Retribusi tidak dibayar tepat pada waktunya atau kurang membayar dikenakan sanksi
administrasi berupa bunga 2% (Dua Persen) setiap bulan dari Retribusi yang terutang atau
kurang bayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.
-196-
BAB IXTATA CARA PEMBAYARAN RETRIBUSI
Pasal 17(1) Pembayaran Retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus;
(2) Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (Lima Belas) hari sejak
diterbitkannya SKRD atau Dokumen lain yang dipersamakan;
(3) Bupati atas permohonan Wajib Retribusi setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan
dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Retribusi untuk mengangsur atau menunda
pembayaran Retribusi, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.
(4) Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran, pembayaran secara angsuran dan
penundaan pembayaran retribusi diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XPENGURANGAN KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI
Pasal 18(1) Kepala Daerah dapat memberikan pengurangan, Keringanan dan Pembebasan Retribusi;
(2) Pemberian Pengurangan, Keringanan dan pembebasan Retribusi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dengan memperhatikan kemampuan wajib retribusi antara lain untuk
mengangsur, karena ditimpa bencana alam dan atau kerusuhan;
(3) Tata Cara Pengurangan, keringanan dan pembebasan Retribusi ditentukan oleh Kepala
Daerah.
BAB XITATACARA PENAGIHAN
Pasal 19(1) Untuk melakukan penagihan Retribusi, Bupati dapat menerbitkan STRD jika Wajib Retribusi
tertentu tidak membayar Retribusi Terutang tepat pada waktunya atau kurang membayar.
(2) Penagihan Retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan Surat
Teguran
(3) Jumlah kekurangan Retribusi yang terutang dalam STRD sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap
bulan dari Retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar.
(4) Tata cara penagihan Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB XIIKEDALUARSA
Pasal 20(1) Hak untuk melakukan penagihan Retribusi menjadi kedaluarsa setelah melampaui waktu 3
(tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali jika Wajib Retribusi melakukan
-197-
tindak pidana di bidang Retribusi.
(2) Kedaluarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika:
a. diterbitkan Surat Teguran; atau
b. ada pengakuan utang Retribusi dari Wajib Retribusi, baik langsung maupun tidak
langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,
kedaluarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut.
(4) Pengakuan utang Retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Retribusi
dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan utang Retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran
dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi.
Pasal 21(1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan
sudah kedaluarsa dapat dihapuskan.
(2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi yang sudah kedaluarsa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tata cara penghapusan piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan
Bupati.
BAB XIIIKETENTUAN PIDANA
Pasal 22(1) Pejabat atau Pegawai Negeri Sipil yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik sehingga
merugikan keuangan Daerah diberi sanksi sesuai Peraturan Perundang-undangan yang
berlaku;
(2) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajiban sehingga merugikan keuangan daerah
diancam Pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak 3 (tiga) kali
jumlah retribusi terutang;
(3) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pelanggaran.
(4) Denda sebagaimana dimaksud ayat (2) merupakan penerimaan negara.
BAB XIVPENYIDIKAN
Pasal 23(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang
khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi
Daerah;
-198-
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. Menerima, mencari mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan yang
berkenaan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah agar keterangan atau laporan
tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang atau pribadi atau
badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dangan tindak pidana
dibidang Retribusi Daerah;
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan
tindak pidana dibidang Retribusi Daerah;
d. Memeriksa buku-buku, catatan dan dokumen-dokumen lain yang berkenaan dengan
tindak pidana dibidang Retribusi Daerah;
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukun, pencatatan dan
dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana
di bidang Retribusi Daerah;
g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat
pada saat pemeriksaan yang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau
dokumen yang dibawah sebagaimana dimaksud pada huruf e;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Retribusi Daerah;
i. Memanggil orang untuk mendengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
j. Menghentikan peyidikan;
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang
Retribusi Daerah menurut hukum yang dipertanggung jawabkan;
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan
dan menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam Undang – Undang nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XVKETENTUAN PERALIHAN
Pasal 24Bagi Pengusaha Angkutan yang beroperasi dalam Daerah Kabupaten Kepulauan Sula yang
sudah melaksanakan dan membayar retribusi pengujian kendaraan bermotor sebelum
diberlakukannya Peraturan Daerah ini masih tetap berlaku sampai habis masa berlakunya.
BAB XVIKETENTUAN PENUTUP
Pasal 25
-199-
Dengan berlakunya Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Sula ini, maka untuk pengujian
kendaraan bermotor selanjutnya mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini.
Pasal 26Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten kepulauan Sula.
Ditetapkan di Sanana
Pada tanggal 10 November 2010
Diundangkan di Sanana
Pada Tanggal 10 November 2010
(LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TAHUN 2010NOMOR 15)
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUS
Plt.SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
H. MUHAMMAD JOISANGADJI, SE
-200-
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULANOMOR16 TAHUN2010
TENTANG
RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPULAUAN SULA,
Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah serta dengan dikeluarkannya Undan-Undang Nomor
28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pemerintah
menetapkan jenis-jenis retribusi daerah sebagai salah satu sumber
pendapatan daerah ;
b. bahwa Retribusi Daerah merupakan salah satu sumber Pendapatan Daerah
yang penting guna membiayai penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan
Pembangunan Daerah ;
c. bahwa Retribusi Rumah Potong Hewan adalah jenis retribusi baru yang
belum pernah diatur sebelumnya;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
huruf b dan huruf c diatas, maka perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Kabupaten Kepulauan Sula.
-201-
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981, tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3209);
2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten
Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan
Sula, Kabupaten Halmahera Timur, dan Kota Tidore Kepulauan Di Propinsi
Maluku Utara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4264);
3. Undang - undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
4. Undang - undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
5. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5049);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan
Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 28 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3253);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 tentang Analisa Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL);
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Ketentuan
Umum mengenai Penyidik Pegawai Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah;
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan
Bentuk Produk - produk Hukum Daerah.
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur
Penyusunan Produk - produk Hukum Daerah;
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang Lembaran
Daerah Dan Berita Daerah.
Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULADan
BUPATI KEPULAUAN SULA
-202-
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
a. Daerah adalah Kabupaten Kepulauan Sula.
b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula.
c. Kepala Daerah adalah Bupati Kepulauan Sula.
d. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang Retribusi Daerah sesuai dengan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
e. Retribusi Daerah adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian
izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau Badan.
f. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan
barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau
Badan.
g. Jasa Usaha adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-
prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.
h. Retribusi Rumah Pemotongan Hewan yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pembayaran
atas pelayanan penyediaan fasilitas rumah pemotongan hewan, termasuk pemeriksaan
kesehatan hewan sebelum dan sesudah dipotong, yang dimiliki dan atau dikelola oleh
Pemerintah Daerah;
i. Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-
undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi daerah.
j. Masa retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib
retribusi untuk memanfaatkan fasilitas rumah pemotongan hewan ;
k. Surat ketetapan retribusi daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat ketetapan
yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang.
l. Surat ketetapan retribusi daerah lebih bayar yang untuk selanjutnya disingkat SKRDLB
adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena
kredit retribusi yang lebih besar dari retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
m. Surat tagihan retribusi daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat melakukan
tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
n. Surat keputusan keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap SKRD atau
dokumen lain yang dipersamakan dan SKRDLB yang diajukan oleh wajib retribusi.
-203-
o. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah
data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan
kewajiban retribusi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
p. Rumah Pemotongan Hewan adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan
desain tertentu yang digunakan sebagai tempat pemotongan hewan selain unggas bagi
konsumsi masyarakat ;
q. Pemeriksaan sesudah pemotongan adalah pemeriksaan daging dan bagian-bagiannya
setelah penyelesian pemotongan ;
r. Usaha Pemotongan Hewan adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perorangan atau
badan yang melaksanakan pemotongan hewan di rumah pemotongan hewan milik sendiri
atau milik pemerintah atau menjual jasa pemotongan hewan ;
s. Penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah adalah serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut penyidik untuk
mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana
dibidang retribusi daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
BAB IINAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI
Pasal 2Dengan nama Retribusi Rumah Pemotongan Hewan dipungut retribusi sebagai pembayaran atas
pelayanan penyediaan fasilitas Rumah Pemotongan Hewan;
Pasal 3(1) Obyek Retribusi adalah pelayanan penyediaan fasilitas rumah pemotongan hewan ternak
yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah, meliputi:
a. Pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dipotong dan sesudah dipotong;
b. Penyewaan kandang (karantina)
c. Pemakaian tempat pemotongan
d. Pemakaian tempat pelayuan daging
e. Jasa Penyimpanan Daging
f. Jasa Pemotongan Hewan
(2) Tidak termasuk objek retribusi adalah pemeriksaan daging dari daerah lain, daging impor
dan pelayanan rumah pemotongan hewan yang dikelola oleh Perusahaan Daerah dan Pihak
Swasta;
Pasal 4(1) Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh pelayanan dan/atau
menikmati/memakai fasilitas rumah pemotongan hewan ternak yang disediakan, dimiliki,
dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.
-204-
(2) Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang telah memperoleh pelayanan
dan/atau menikmati/memakai fasilitas rumah pemotongan hewan ternak yang disediakan,
dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.
BAB III GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 5Retribusi ini digolongkan sebagai Retribusi Jasa Usaha.
BAB IVCARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA
Pasal 6Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis pelayanan dan jenis ternak serta jumlah
hewan yang akan dipotong.
BAB VPRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIFPasal 7
(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif Retribusi didasarkan pada tujuan untuk
memperoleh keuntungan yang layak.
(2) Keuntungan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keuntungan yang
diperoleh apabila pelayanan jasa usaha tersebut dilakukan secara efisien dan berorientasi
pada harga pasar.
(3) Tarif ditetapkan sebagai jumlah pembayaran per satuan unit pelayanan/jasa, yang
merupakan jumlah unsur-unsur tarif yang meliputi :
a. Unsur biaya per satuan penyediaan jasa;
b. Unsur keuntugan yang dikehendaki per satuan jasa.
(4) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3), meliputi :
a. Biaya operasional langsung yang meliputi biaya belanja pegawai tidak tetap, belanja
barang, belanja pemeliharaan, sewa tanah dan bangunan, biaya listrik dan semua biaya
rutin/periodik lainnya yang berkaitan langasung dengan penyediaan jasa.
b. Biaya langsung yang meliputi biaya administrasi umum dan baiya lainnya yang
mendukung penyediaan jasa.
c. Biaya modal yang berkaitan dengan tersedianya aktiva tetap dan aktiva lainnya yang
berjangka menegah dan panjang yang meliputi angsuran dan bunga pinjaman, nilai sewa
tanah bangunan, dan penyusutan aset.
d. Biaya-biaya lainnya yang berhubungan dengan penyediaan jasa, seperti bunga atas
pinjaman jangka pendenk.
-205-
BAB VISTRUKTUR DAN BESARNYA TARIF
Pasal 8(1) Struktur tarif digolongkan berdasarkan pelayanan pemotongan hewan;
(2) Struktur dan besarnya tarif ditetapkan sebagai berikut
Jenis Pelayanan Jenis Ternak Tarif
a. Pemeriksaan Kesehatan TernakSebelum dipotong
Sapi/Kerbau Kambing/Domba
Rp. 20.000,-/ekorRp. 10.000,-/ekor
b. Pemakaian Kandang Sapi/Kerbau Kambing/Domba
Rp. 10.000,-/ekorRp. 5.000,-/ekor
c. Pemakaian tempat pemotongan Sapi/Kerbau Kambing/Domba
Rp. 10.000,-/ekorRp. 5.000,-/ekor
d. Pemakaian Tempat pelayuan daging Sapi/Kerbau Kambing/Domba
Rp. 5.000,-/ekorRp. 3.000,-/ekor
e. Penyimpanan Sapi/Kerbau Kambing/Domba
Rp. 1.000,-/Kg/hariRp. 500,-/Kg/hari
f. Jasa Pemotongan Sapi/Kerbau Kambing/Domba
Rp. 50.000,-/ekorRp. 20.000,-/ekor
Pasal 9(1) Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) ditinjau kembali paling lama 3
(tiga) tahun sekali.
(2) Peninjauan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian.
(3) Penetapan penyesuaian tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Bupati.
BAB VIIWILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 10Retribusi yang terhutang dipungut di wilayah daerah tempat pelayanan penyediaan fasilitas
rumah pemotongan hewan diberikan;
BAB VIIIMASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERHUTANG
Pasal 11Masa retribusi untuk pemakaian fasilitas rumah pemotongan hewan adalah jangka waktu yang
lamanya 1 (satu) hari atau ditetapkan lain oleh Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 12
-206-
Saat retribusi terhutang adalah pada saat ditetapkannya SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan.
BAB IXTATA CARA PEMUNGUTAN DAN PEMBAYARAN
Pasal 13(1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan.
(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(3) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa
karcis, kupon dan kartu langganan.
(4) Bentuk, isi, tata cara pengisian dan penyampaian SKDR atau dokumen lain yang
dipersamakan, dan tata cara pelaksanaan pemungutan Retribusi di tetapkan lebih lanjut
dengan Peraturan Bupati.
Pasal 14(1) Pembayaran Retribusi yang terhutang harus dilunasi sekaligus ;
(2) Retribusi yang terhutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak
diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan dan STRD ;
(3) Bupati atas permohonan Wajib Retribusi setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan
dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Retribusi untuk mengangsur atau menunda
pembayaran Retribusi, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.
(4) Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran, pembayaran secara angsuran dan
penundaan pembayaran retribusi diatur dengan Peraturan Bupati atau pejabat yang
ditunjuk.
BAB XTATA CARA PENAGIHAN
Pasal 15(1) Untuk melakukan penagihan Retribusi, Bupati dapat menerbitkan STRD jika Wajib Retribusi
tertentu tidak membayar Retribusi Terutang tepat pada waktunya atau kurang membayar.
(2) Jumlah kekurangan Retribusi yang terutang dalam STRD sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap
bulan dari Retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar.
(3) Surat teguran, peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan penagihan
retribusi dikeluarkan segera 1 (satu) bulan sejak jatuh tempo pembayaran.
(4) Dalam tempo 1 (satu) bulan setelah dikeluarkan surat tagihan teguran, penagihan atau surat
lain sejenis wajib retribusi wajib melunasi retribusi yang terhutang.
(5) Surat teguran, peringatan atau surat lain yang sejenis dikeluarkan oleh Bupati atau Pejabat
yang ditunjuk.
BAB XIKEBERATAN
-207-
Pasal 16(1) Wajib retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau pejabat
yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan ;
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dengan disertai alasan-alasan yang jelas
(3) Dalam hal wajib retribusi mengajukan keberatan atas ketetapan retribusi, wajib retribusi
harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan retribusi tersebut ;
(4) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal
SKRD atau Dokumen lain yang dipersamakan dan SKRDLB diterbitkan, kecuali apabila
wajib Retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi
karena keadaan diliar kekuasaannya;
(5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) tidak dianggap sebagai surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan;
(6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan
penagihan retribusi.
Pasal 17(1) Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan
sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang
diajukan;
(2) Keputusan Kepala Daerah atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau
sebagian, menolak atau menambah besarnya retribusi yang terhutang;
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Kepala
Daerah tidak memberikan suatu keputusan keberatan yang diajukan tersebut dianggap
dikabulkan.
BAB XIIPENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 18(1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, wajib retribusi dapat mengajukan permohonan
pengembalian kepada Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk;
(2) Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan
sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), harus memberikan keputusan;
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Kepala
Daerah atau pejabat yang ditunjuk tidak memberikan suatu keputusan, permohonan
pengembalian kelebihan retribusi dianggap dikabulkan dan KRDLB harus diterbitkan dalam
jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan ;
(4) Apabila wajib retribusi mempunyai hutang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih
dahulu hutang retribusi tersebut;
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkan SKRDLB;
-208-
(6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran retribusi setelah jangka waktu 2 (dua) bulan
Kepala Daerah memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan atas
keterlambatan pembayaran kelebihan retribusi.
Pasal 19(1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi diajukan secara tertulis kepada
Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk sekurang - kurangnya menyebutkan :
a. Nama dan alamat wajib retribusi;
b. Nama retribusi;
c. Besarnya kelebihan pembayaran;
d. Alasan yang singkat dan jelas.
(2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi disampaikan secara langsung
atau melalui pos tercatat;
(3) Bukti penerimaan oleh pejabat daerah atau bukti pengiriman pos tercatat merupakan bukti
saat permohonan diterima oleh Kepala Daerah.
Pasal 20(1) Pengembalian kelebihan retribusi dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar
Kelebihan Retribusi;
(2) Apabila kelebihan pembayaran retribusi diperhitungkan dengan hutang retribusi lainnya,
sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (4), pembayaran dilakukan dengan cara
pemindah bukuan dan bukti pemindah bukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran
BAB XIIIPENGURANGAN, KERINGANAN DAN
PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 21
(1) Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk dapat memberikan pengurangan, keringanan dan
pembebasan retribusi ;
(2) Pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat diberikan antara lain kepada wajib retribusi dalam rangka hajatan atau
pemotongan hewan secara darurat ;
(3) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi ditetapkan oleh Kepala
Daerah atau pejabat yang ditunjuk.
BAB XIVKADALUARSA
Pasal 22(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi menjadi kadaluarsa setelah melampauiwaktu 3
(tiga) tahun terhitung sejak saat terhutangnya Retribusi, kecuali jika wajib Retribusi
melakukan tindak pidana dibidang Retribusi.
(2) Kadaluarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika :
-209-
a. Diterbitkan surat teguran, atau
b. Ada pengakuan hutang Retribusi dari wajib Retribusi baik langsung maupun tidak
langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,
kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut.
(4) Pengakuan utang Retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b,
adalah wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Retribusi
yang belum dilunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan utang Retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran
dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi.
Pasal 23(1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan
sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi yang sudah kedaluarsa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tata cara penghapusan piutang Retribusi yang sudah kedaluarsa diatur dengan Peraturan
Bupati.
BAB XVSANKSI ADMINISTRASI
Pasal 24Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat waktu atau kurang membayar, dikenakan denda
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) dari retribusi yang terhutang atau
kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.
BAB XVIKETENTUAN PIDANA
Pasal 25(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajiban sehingga merugikan keuangan daerah
diancam Pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak 3 (tiga) kali
jumlah retribusi terutang;
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pelanggaran.
(3) Denda sebagaimana dimaksud ayat (2) merupakan penerimaan negara.
BAB XVIIKETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 26(1) Penyidik melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana terhadap tindak pidana dibidang Retribusi
Daerah;
-210-
(2) Wewenang penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan
dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut
menjadi lengkap dan jelas ;
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah ;
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan
dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah ;
d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkesan dengan
tindak pidana dibidang Retribusi Daerah ;
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan
dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut ;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana dibidang retribusi daerah ;
g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat
pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau
dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf c ;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Retribusi Daerah ;
i. Memanggil orang untuk mendengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi ;
j. menghentikan penyidikan ;
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang
Retribusi Daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan
menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XVIIIKETENTUAN PENUTUP
Pasal 27Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
Ditetapkan di Sanana
Pada tanggal 10 November 2010
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUS
-211-
Diundangkan di Sanana
Pada Tanggal 10 November 2010
(LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA TAHUN2010NOMOR16)
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULANOMOR 17 TAHUN 2010
TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA
TAHUN ANGGARAN 2011
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPULAUAN SULA,
Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah serta Prioritas Plafon Anggaran yang telah disepakati
bersama antara Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula dengan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah tanggal 03 Desember 2010 maka perlu
Plt.SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
H. MUHAMMAD JOISANGADJI, SE
-212-
menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran
2011;
b. bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kepulauan
Sula Tahun Anggaran 2011 perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Nomor (3312) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor Tahun 1994 (Lembar Negara Republik
Indonesia Tahun 1994 Nomor 62 Tambahan Lembaran Negara Nomor
3569);
2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomo 41 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran
Negara Tahun 2000 Nomor 246., Tambahan Lembaran Negara Nomor
4048);
3. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 44 Tambahan Lembaran Negara Nemor 3688);
4. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Bea Hak Atas Tanah dan
Bangun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 nomor 44
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3688);
5. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan
Nasional yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999Nomor 75 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3851);
6. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten
Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan
Sula, Kabupaten Halmahera Timur dan Kota Tidore Kepulauan di Provinsi
Maluku Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
21 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4264);
7. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4355);
8. Udang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355)
9. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
-213-
Nomor 53, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4389);
10. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4400);
11. Undang-undang Nomor 25 Tahun Tahun 2004, tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4421);
12. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4437); sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 8 Tahun 2005 tentag Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi
Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
nomor 108, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4548);
13. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438)
14. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan
Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4090);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 188,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4138);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan
Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 90, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4416) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2005 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan
Protokoler dan Keuangan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
-214-
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 94, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4540);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4502);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4576);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia 2005 Nomor 136, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4576);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 Tentang Sistem Informasi
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4576);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun Tahun 2005 tentang sistem
Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indoneisa
Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4576);
23. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
24. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4578);
25. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4584);
26. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan
dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 25 , Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia
Nomor 46140);
27. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Perubahan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006;
-215-
28. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2010 Tentang
Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun
Anggaran 2011;
29. Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kepulauan Sula
Nomor 162.3/02/DPRD-KS/2004 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten Kepulauan Sula;
Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN SULADan
BUPATI KEPULAUAN SULA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA ANGGARAN
PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2011
Pasal 1Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2011 sebagai berikut :
1 Pendapatan Daerah Rp. 405.245.903.900,-
2. Belanja Daerah Rp. 406.084.525.900
Surplus/(Defisit) Rp. (838.622.000),-
3. Pembiayaan Daerah
a. Penerimaan Rp. 3.500.000.000,-
b. Pengeluaran Rp. 2.000.000.000,-
Pembiayaan Netto Rp. 1.500.000.000,-
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan
Rp. 661.378.000,-
Pasal 2(1). Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 terdiri dari :
a. Pendapatan Asli Daerah sejumlah Rp. 13.543.617.900,-
b. Dana Perimbangan Sejumlah Rp. 311.467.058.000,-
c. Lain-lain Pendapatan Dearah Yang Sah Sejumlah
Rp. 80.235.228.000,-
(2). Pendapatan Asli Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari jenis
pendapatan :
a. Pajak Daerah sejumlah Rp. 1.995.000.000,-
-216-
b. Retribusi Daerah sejumlah Rp. 2.742.600.000,-
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang dipisahkan
sejumlah Rp. 50.000.000,-
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah sejumlah
Rp. 8.756.017.900,-
(3). Dana Perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari
jenispendapatan :
a. Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak sejumlah Rp. 22.034.058.000,-
b. Dana Alokasi Umum sejumlah Rp. 234.012.000.000,-
c. Dana Alokasi Khusus sejumlah Rp. 55.421.000.000,-
(4). Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurufc terdiri
dari jenis pendapatan :
a. Hibah sejumlah Rp. 20.083.000.000,-
b. Dana Bagi Hasil Pajak dari Propinsi dan Pemerintah
Daerah Lainnya sejumlah Rp. 1.000.000.000,-
c. Dana Penyesuaian sejumlah Rp. 59.152.228.000,-
Pasal 3(1). Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 terdiri dari :
a. Belanja Tidak Langsung Sejumlah Rp. 106.950.563.600,-
b. Belanja Langsung Sejumlah Rp. 299.133.962.300,-
(2). Belanja Tidak Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari jenis
belanja :
a. Belanja Pegawai Sejumlah Rp. 93.860.563.600,-
b. Belanja Hibah Sejumlah Rp. 2.100.000.000,-
c. Belanja Bantuan Sosial Sejumlah Rp. 8.490.000.000,-
d. Belanja Tidak Terduga Sejulmah Rp. 2.500.000.000,-
(3). Belanja Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf b terdiri dari jenis belanja :
a. Belanja Pegawai Sejumlah Rp. 18.898.607.360,-
b. Belanja Barang dan Jasa Sejumlah Rp. 65.003.187.512,-
c. Belanja Modal Sejumlah Rp. 215.232.167.428,-
Pasal 4(1). Pembiayaan Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 terdiri dari jenis pembiayaan :
a. Penerimaan sejumlah Rp. -
b. Pengeluaran sejumlah Rp. 2.000.000.000,-
(2) Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari jenis pembiayaan :
a. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun anggaran
sejumlah sebelumnya (SiLPA) Rp. 661.378.000,-
-217-
(3). Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari jenis pembiayaan
a. Penyertaan Modal (investasi) Pemerintah Daerah
sejumlah Rp. 2.000.000.000,-
Pasal 5Uraian lebih lanjut Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah sebagaimana
dimaksud pada pasal 1, tercantum dalam Lampiran Peraturan Daerah ini yang terdiri dari :
1. Lampiran I Ringkasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD);
2. Lampiran II Ringkasan APBD menurut Urusan Pemerintahan Daerah dan
Organisasi;
3. Lampiran III Rincian APBD menurut Urusan Pemerintahan Daerah, Organisasi
SKPD, Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan;
4. Lampiran IV Rekapitulasi Belanja Menurut Urusan Pemerintahan Daerah,
Organisasi SKPD, Program dan Kegiatan;
5. Lampiran V Rekapitulasi Belanja Daerah untuk Keselarasan dan Keterpaduan
Urusan Pemerintahan Daerah dan Fungsi dalam kerangka
Pengelolaan Keuangan Daerah;
6. Lampiran VI Daftar Jumlah Pegawai Per Golongan dan Per Jabatan
Pasal 6Bupati menetapkan Peraturan tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
sebagai Landasan operasional pelaksanaan APBD.
Pasal 7Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan Daerah, ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah.
Ditetapkan di Sanana
Pada Tanggal 06 Desember 2010
BUPATI KEPULAUAN SULA
AHMAD HIDAYAT MUSDiundangkan di Sanana
Pada Tanggal 06 Desember 2010
Plt.SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN SULA
-218-
H. MUHAMMAD JOISANGADJI, SE
(LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUANSULA TAHUN 2010NOMOR 17)