Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta

17
2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 1/17 Blogpress Blogspot + Wordpress, what do you think? Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta Posted on June 25, 2011 | Leave a comment Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan sedikit dari peninggalan sejarah kerajaan-kerajaan di Nusantara yang masih hidup hingga kini, dan masih mempunyai pengaruh luas di kalangan rakyatnya. Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1755. Pemerintah Hindia Belanda mengakui Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai kerajaan dengan hak mengatur rumah tangga sendiri. Semua itu dinyatakan di dalam kontrak politik. Kontrak politik terakhir Kasultanan tercantum dalam Staatsblad 1941, No. 47. Berikut ini merupakan Sultan-sultan yang memerintah di Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sejak awal didirikan hingga sekarang adalah : 1. Sri Sultan Hamengku Buwono I

description

Daftar Raja Kesultanan Yogyakarta

Transcript of Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta

2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress

http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 1/17

BlogpressBlogspot + Wordpress, what do you think?

Raja-Raja Kesultanan YogyakartaPosted on June 25, 2011 | Leave a comment

Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan sedikit dari

peninggalan sejarah kerajaan-kerajaan di Nusantara yang masih

hidup hingga kini, dan masih mempunyai pengaruh luas di

kalangan rakyatnya.

Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan oleh Pangeran

Mangkubumi yang kemudian bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono I

pada tahun 1755. Pemerintah Hindia Belanda mengakui Kasultanan

Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai kerajaan dengan hak mengatur

rumah tangga sendiri.

Semua itu dinyatakan di dalam kontrak politik. Kontrak politik

terakhir Kasultanan tercantum dalam Staatsblad 1941, No. 47.

Berikut ini merupakan Sultan-sultan yang memerintah di Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sejak awal

didirikan hingga sekarang adalah :

1. Sri Sultan Hamengku Buwono I

2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress

http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 2/17

Sri Sultan Hamengku Buwono I (6 Agustus 1717 – 24 Maret 1792) terlahir dengan nama Raden Mas Sujana

yang merupakan adik Susuhunan Mataram II Surakarta. Sultan Hamengkubuwana I dalam sejarah terkenal

sebagai Pangeran Mangkubumi pada waktu sebelum naik tahta kerajaan Ngayogyakarta, beliau adalah putra

Sunan Prabu dan saudara muda Susuhunan Pakubuwana II. Karena berselisih dengan Pakubuwana II, masalah

suksesi, ia mulai menentang Pakubuwana II (1747) yang mendapat dukungan Vereenigde Oost Indische

Compagnie atau lebih terkenal sebagai Kompeni Belanda (perang Perebutan Mahkota III di Mataram).

Dalam pertempurannya melawan kakaknya, Pangeran Mangkubumi dengan bantuan panglimanya Raden Mas

Said, terbukti sebagai ahli siasat perang yang ulung, seperti ternyata dalam pertempuran-pertempuran di

Grobogan, Demak dan pada puncak kemenangannya dalam pertempuran di tepi Sungai Bagawanta. Disana

Panglima Belanda De Clerck bersama pasukannya dihancurkan (1751). peristiwa lain yang penting

menyebabkan Pangeran Mangkubumi tidak suka berkompromi dengan Kompeni Belanda. Pada tahun 1749

2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress

http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 3/17

Susuhunan Pakubuwana II sebelum mangkat menyerahkan kerajaan Mataram kepada Kompeni Belanda; Putra

Mahkota dinobatkan oleh Kompeni Belanda menjadi Susuhunan Pakubuwana III. Kemudian hari Raden Mas

Said bercekcok dengan Pangeran Mangkubumi dan akhirnya diberi kekuasaan tanah dan mendapat gelar

pangeran Mangkunegara.

Pangeran Mangkubumi tidak mengakui penyerahan Mataram kepada Kompeni Belanda. Setelah pihak Belanda

beberapa kali gagal mengajak Pangeran Mangkubumi berunding menghentikan perang dikirimkan seorang

Arab dari Batavia yang mengaku ulama yang datang dari Tanah Suci. Berkat pembujuk ini akhirnya diadakan

perjanjian di Giyanti (sebelah timur kota Surakarta) antara Pangeran Mangkubumi dan Kompeni Belanda

serta Susuhunan Pakubuwana III (1755). Menurut Perjanjian Giyanti itu kerajaan Mataram dipecah menjadi

dua, ialah kerajaan Surakarta yang tetap dipimpin oleh Susuhunan Pakubuwana III dan kerajaan

Ngayogyakarta dibawah Pangeran Mangkubumi diakui sebagai Sultan Hamengkubuwana I yang bergelar

Senopati Ing Ngalaga Sayidin Panatagama Khalifatullah dengan karatonnya di Yogyakarta. Atas kehendak

Sultan Hamengkubuwana I kota Ngayogyakarta (Jogja menurut ucapan sekarang) dijadikan ibukota

kerajaan. Kecuali mendirikan istana baru, Hamengkubuwana I yang berdarah seni mendirikan bangunan

tempat bercengrama Taman Sari yang terletak di sebelah barat istananya. Kisah pembagian kerajaan

Mataram II ini dan peperangan antara pangeran-pangerannya merebut kekuasaan digubah oleh Yasadipura

menjadi karya sastra yang disebut Babad Giyanti. Sultan Hamengkubuwana I dikenal oleh rakyatnya sebagai

panglima, negarawan dan pemimpin rakyat yang cakap. Beliau meninggal pada tahun 1792 Masehi dalam

usia tinggi dan dimakamkan Astana Kasuwargan di Imogiri. Putra Mahkota menggantikannya dengan gelar

Sultan Hamengkubuwono II. Hamengkubuwana I dianugerahi gelar pahlawan nasional Indonesia pada

peringatan Hari Pahlawan pada 10 November 2006.

2. Sri Sultan Hamengku Buwono II

2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress

http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 4/17

Sri Sultan Hamengku Buwono II (7 Maret 1750 – 2 Januari 1828) atau terkenal pula dengan nama lainnya

Sultan Sepuh. Dikenal sebagai penentang kekuasaan Belanda, antara lain menentang gubernur jendral

Daendels dan Raffles, sultan menentang aturan protokoler baru ciptaan Daendels mengenai alat kebesaran

Residen Belanda, pada saat menghadap sultan misalnya hanya menggunakan payung dan tak perlu membuka

topi, perselisihan antara Hamengkubuwana II dengan susuhunan surakarta tentang batas daerah kekuasaan

juga mengakibatkan Daendels memaksa Hamengkubuwono II turun takhta pada tahun 1810 dan untuk

selanjutnya bertahta secara terputus-putus hingga tahun 1828 yaitu akhir 1811 ketika Inggris menginjakkan

kaki di jawa (Indonesia) sampai pertengahan 1812 ketika tentara Inggris menyerbu keraton Yogyakarta dan

1826 untuk meredam perlawanan Diponegoro sampai 1828. Hamengkubuwono III, Hamengkubuwono IV dan

Hamengkubuwono V sempat bertahta saat masa hidupnyaSri Sultan Hamengku Buwono II.

Saat menjadi putra mahkota beliau mengusulkan untuk dibangun benteng kraton untuk menahan seragan

2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress

http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 5/17

tentara inggris. Tahun 1812 Raffles menyerbu Yogyakarta dan menangkap Sultan Sepuh yang kemudian

diasingkan di Pulau Pinang kemudian dipindah ke Ambon.

3. Sri Sultan Hamengku Buwono III

Sri Sultan Hamengkubuwana III (1769 – 3 November 1814) adalah putra dari Hamengkubuwana II (Sultan

Sepuh). Hamengkubuwana III memegang kekuasaan pada tahun 1810. Setahun kemudian ketika Pemerintah

Belanda digantikan Pemerintah Inggris di bawah pimpinan Letnan Gubernur Raffles, Sultan

Hamengkubuwana III turun tahta dan kerajaan dipimpin oleh Sultan Sepuh (Hamengkubuwana II) kembali

selama satu tahun (1812). Pada masa kepemimpinan Sultan Hamengkubuwana III keraton Yogyakarta

2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress

http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 6/17

mengalami kemunduran yang besar-besaran.

Kemunduran-kemunduran tersebut antara lain :

1. Kerajaan Ngayogyakarta diharuskan melepaskan daerah Kedu, separuh Pacitan, Japan, Jipang dan

Grobogan kepada Inggris dan diganti kerugian sebesar 100.000 real setahunnya.

2. Angkatan perang kerajaan diperkecil dan hanya beberapa tentara keamanan keraton.

3. Sebagian daerah kekuasaan keraton diserahkan kepada Pangeran Notokusumo yang berjasa kepada

Raffles dan diangkat menjadi Pangeran Adipati Ario Paku Alam I.

Pada tahun 1814 Hamengkubuwana III mangkat dalam usia 43 tahun.

4. Sri Sultan Hamengku Buwono IV

Follow

Follow “Blogpress”

2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress

http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 7/17

Sri Sultan Hamengku Buwono IV (3 April 1804 – 6 Desember 1822) sewaktu kecil bernama BRM Ibnu Jarot,

diangkat sebagai raja pada usia 10 tahun, karenanya dalam memerintah didampingi wali yaitu Paku Alam I

hingga tahun 1820. Pada masa pemerintahannya diberlakukan sistem sewa tanah untuk swasta tetapi justru

merugikan rakyat. Pada tahun 1822 beliau wafat pada saat bertamasya sehingga diberi gelar Sultan Seda Ing

Pesiyar (Sultan yang meninggal pada saat berpesiar).

5. Sri Sultan Hamengku Buwono V

Get every new post delivered

to your Inbox.

Enter your email address

Sign me up

Pow ered by WordPress.com

2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress

http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 8/17

Sri Sultan Hamengku Buwono V (25 Januari 1820 – 1826 dan 1828 – 4 Juni 1855) bernama kecil Raden Mas

Menol dan dinobatkan sebagai raja di kesultanan Yogyakarta dalam usia 3 tahun. Dalam memerintah beliau

dibantu dewan perwalian yang antara lain beranggotakan Pangeran Diponegoro sampai tahun 1836. Dalam

masa pemerintahannya sempat terjadi peristiwa penting yaitu Perang Jawa atau Perang Diponegoro yang

berlangsung 1825 – 1830. Setelah perang selesai angkatan bersenjata Kesultanan Yogyakarta semakin

diperkecil lagi sehingga jumlahnya menjadi sama dengan sekarang ini. Selain itu angkatan bersenjata juga

mengalami demiliterisasi dimana jumlah serta macam senjata dan personil serta perlengkapan lain diatur

oleh Gubernur Jenderal Belanda untuk mencegah terulangnya perlawanan kepada Belanda seperti waktu yang

lalu.

Beliau mangkat pada tahun 1855 tanpa meninggalkan putra yang dapat menggantikannya dan tahta

diserahkan pada adiknya.

2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress

http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 9/17

6. Sri Sultan Hamengku Buwono VI

Sri Sultan Hamengku Buwono VI (19 Agustus 1821 – 20 Juli 1877) adalah adik dari Hamengkubuwono V.

Hamengkubuwono VI semula bernama Pangeran Adipati Mangkubumi. Kedekatannya dengan Belanda

membuatnya mendapat pangkat Letnan Kolonel pada tahun 1839 dan Kolonel pada tahun 1847 dari Belanda.

7. Sri Sultan Hamengku Buwono VII

2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress

http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 10/17

Nama asli Sri Sultan Hamengku Buwono VII adalah Raden Mas Murtejo, putra Hamengkubuwono VI yang lahir

pada tanggal 4 Februari 1839. Ia naik takhta menggantikan ayahnya sejak tahun 1877.

Pada masa pemerintahan Hamengkubuwono VII, banyak didirikan pabrik gula di Yogyakarta, yang seluruhnya

berjumlah 17 buah. Setiap pendirian pabrik memberikan peluang kepadanya untuk menerima dana sebesar

Rp 200.000,00. Hal ini mengakibatkan Sultan sangat kaya sehingga sering dijuluki Sultan Sugih.

Masa pemerintahannya juga merupakan masa transisi menuju modernisasi di Yogyakarta. Banyak sekolah

modern didirikan. Ia bahkan mengirim putra-putranya belajar hingga ke negeri Belanda.

Pada tanggal 29 Januari 1920 Hamengkubuwono VII yang saat itu berusia lebih dari 80 tahun memutuskan

untuk turun tahta dan mengangkat putra mahkota sebagai penggantinya. Konon peristiwa ini masih

2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress

http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 11/17

dipertanyakan keabsahannya karena putera mahkota (GRM. Akhadiyat) yang seharusnya menggantikan tiba-

tiba meninggal dunia dan sampai saat ini belum jelas penyebab kematiannya.

Dugaan yang muncul ialah adanya keterlibatan pihak Belanda yang tidak setuju dengan putera Mahkota

pengganti Hamengkubuwono VII yang terkenal selalu menentang aturan-aturan yang dibuat pemerintah

Batavia.

Biasanya dalam pergantian tahta raja kepada putera mahkota ialah menunggu sampai sang raja yang

berkuasa meninggal dunia. Namun kali ini berbeda karena pengangkatan Hamengkubuwono VIII dilakukan

pada saat Hamengkubuwono VII masih hidup, bahkan menurut cerita masa lalu sang ayah diasingkan oleh

anaknya pengganti putera mahkota yang wafat ke Keraton di luar keraton Yogyakarta.

Hamengkubuwono VII dengan besar hati mengikuti kemauan sang anak (yang di dalam istilah Jawa disebut

mikul dhuwur mendhem jero) yang secara politis telah menguasai kondisi di dalam pemerintahan kerajaan.

Setelah turun tahta, Hamengkubuwono VII pernah mengatakan “Tidak pernah ada Raja yang mati di keraton

setelah saya” yang artinya masih dipertanyakan. Sampai saat ini ada dua raja setelah dirinya yang

meninggal di luar keraton, yaitu Hamengkubuwono VIII meninggal dunia di tengah perjalanan di luar kota

dan Hamengkubuwono IX meninggal di Amerika Serikat. Bagi masyarakat Jawa adalah suatu kebanggaan

jika seseorang meninggal di rumahnya sendiri. Hamengkubuwono VII meninggal di keraton pada tanggal 30

Desember 1931 dan dimakamkan di Imogiri.

Versi lain mengatakan bahwa Hamengkubuwono VII meminta pensiun kepada Belanda untuk madeg pandito

(menjadi pertapa) di Pesanggrahan Ngambarukmo (sekarang Ambarukmo). Sampai saat ini bekas

pesanggrahan itu masih ada dan di sebelah timurnya dulu pernah berdiri Hotel Ambarukmo yang sekarang

sudah tidak ada lagi.

8. Sri Sultan Hamengku Buwono VIII

2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress

http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 12/17

Sri Sultan Hamengku Buwono VIII (Kraton Yogyakarta Adiningrat, 3 Maret 1880 – Kraton Yogyakarta

Adiningrat, 22 Oktober 1939) adalah salah seorang raja yang pernah memimpin di Kesultanan Yogyakarta.

Dinobatkan menjadi Sultan Yogyakarta pada tanngal 8 Februari 1921. Pada masa Hamengkubuwono VIII,

Kesultanan Yogyakarta mempunyai banyak dana yang dipakai untuk berbagai kegiatan termasuk membiayai

sekolah-sekolah kesultanan.

Putra-putra Hamengkubuwono VIII banyak disekolahkan hingga perguruan tinggi, banyak diantaranya di

Belanda. Salah satunya adalah GRM Dorojatun, yang kelak bertahta dengan gelar Hamengkubuwono IX, yang

bersekolah di Universitas Leiden.

Pada masa pemerintahannya, beliau banyak mengadakan rehabilitasi bangunan kompleks keraton

Yogyakarta. Salah satunya adalah bangsal Pagelaran yang terletak di paling depan sendiri (berada tepat di

2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress

http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 13/17

selatan Alun-alun utara Yogyakarta). Bangunan lainnya yang rehabilitasi adalah tratag Siti Hinggil, Gerbang

Donopratopo, dan Masjid Gedhe. Beliau meninggal pada tanggal 22 Oktober 1939 di RS Panti Rapih

Yogyakarta karena menderita sakit.

9. Sri Sultan Hamengku Buwono IX

Sri Sultan Hamengku Buwono IX (Yogyakarta, 12 April 1912-Washington, DC, AS, 1 Oktober 1988) adalah

salah seorang raja yang pernah memimpin di Kasultanan Yogyakarta dan Gubernur Daerah Istimewa

Yogyakarta. Beliau juga Wakil Presiden Indonesia yang kedua antara tahun 1973-1978. Beliau juga dikenal

sebagai Bapak Pramuka Indonesia, dan pernah menjabat sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan

2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress

http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 14/17

Pramuka.Lahir di Yogyakarta dengan nama GRM Dorojatun, Hamengkubuwono IX adalah putra dari Sri Sultan

Hamengkubuwono VIII dan Raden Ajeng Kustilah. Diumur 4 tahun Hamengkubuwono IX tinggal pisah dari

keluarganya. Dia memperoleh pendidikan di HIS di Yogyakarta, MULO di Semarang, dan AMS di Bandung.

Pada tahun 1930-an beliau berkuliah di Universiteit Leiden, Belanda (”Sultan Henkie”). Hamengkubuwono IX

dinobatkan sebagai Sultan Yogyakarta pada tanggal 18 Maret 1940 dengan gelar “Sampeyan Dalem Ingkang

Sinuhun Kanjeng Sultan Hamengkubuwono Senopati Ing Alogo Ngabdurrokhman Sayidin Panatagama

Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Songo”. Beliau merupakan sultan yang menentang penjajahan

Belanda dan mendorong kemerdekaan Indonesia. Selain itu, dia juga mendorong agar pemerintah RI

memberi status khusus bagi Yogyakarta dengan predikat “Istimewa”.

Sejak 1946 beliau pernah beberapa kali menjabat menteri pada kabinet yang dipimpin Presiden Soekarno.

Jabatan resminya pada tahun 1966 adalah ialah Menteri Utama di bidang Ekuin. Pada tahun 1973 beliau

diangkat sebagai wakil presiden. Pada akhir masa jabatannya pada tahun 1978, beliau menolak untuk dipilih

kembali sebagai wakil presiden dengan alasan kesehatan. Namun, ada rumor yang mengatakan bahwa

alasan sebenarnya ia mundur adalah karena tak menyukai Presiden Soeharto yang represif seperti pada

Peristiwa Malari dan hanyut pada KKN.

Minggu malam pada 1 Oktober 1988 ia wafat di George Washington University Medical Centre, Amerika

Serikat dan dimakamkan di pemakaman para sultan Mataram di Imogiri.

10. Sri Sultan Hamengku Buwono X

2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress

http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 15/17

Sri Sultan Hamengku Buwono X (Kraton Yogyakarta Hadiningrat, 2 April 1946 – sekarang) adalah salah

seorang raja yang pernah memimpin di Kasultanan Yogyakarta dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta

sejak 1998. Hamengkubuwono X lahir dengan nama BRM Herjuno Darpito. Setelah dewasa bergelar KGPH

Mangkubumi dan setelah diangkat sebagai putra mahkota diberi gelar KGPAA Hamengku Negara Sudibyo

Rajaputra Nalendra ing Mataram. Hamengkubuwono X adalah seorang lulusan Fakultas Hukum UGM dan

dinobatkan sebagai raja pada tanggal 7 Maret 1989 (Selasa Wage 19 Rajab 1921) dengan gelar resmi

Sampeyan Dalem ingkang Sinuhun Kanjeng Sri Sultan Hamengku Buwono Senapati ing Alogo Ngabdurrokhman

Sayidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Dasa.

Hamengkubuwono X aktif dalam berbagai organisasi dan pernah memegang berbagai jabatan diantaranya

adalah ketua umum Kadinda DIY, ketua DPD Golkar DIY, ketua KONI DIY, Dirut PT Punokawan yang bergerak

dalam bidang jasa konstruksi, Presiden Komisaris PG Madukismo, dan pada bulan Juli 1996 diangkat sebagai

2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress

http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 16/17

Ketua Tim Ahli Gubernur DIY.Setelah Paku Alam VIII wafat, dan melalui beberapa perdebatan, pada 1998

beliau ditetapkan sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dengan masa jabatan 1998-2003. Dalam

masa jabatan ini Hamengkubuwono X tidak didampingi Wakil Gubernur. Pada tahun 2003 beliau ditetapkan

lagi, setelah terjadi beberapa pro-kontra, sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta untuk masa

jabatan 2003-2008. Kali ini beliau didampingi Wakil Gubernur yaitu Paku Alam IX.Sejak menggantikan

ayahnya, Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang meninggal di Amerika, 8 Oktober 1988, Ngersa Dalem,

demikian ia biasa disapa, dikenal sebagai sosok yang dekat dengan rakyatnya.

Dalam suatu kesempatan, ia pernah mengatakan, keberpihakan pada rakyat itu tetap harus dilakukan

sebagai suatu panggilan. “Saya harus membentuk jati diri untuk tumbuh dan mengembangkan wawasan

untuk keberpihakan itu sendiri sebagai suatu kewajiban yang harus dilakukan. Selain itu, masyarakat juga

agar mengetahui setiap gerak langkah saya dalam membentuk jati diri, dan rakyat diberi kesempatan untuk

melihat bener atau tidak, mampu atau tidak, sependapat atau tidak, dan sebagainya”, ujuarnya.

Keberpihakannya pada rakyat ini memang terbukti. Pada 14 Mei 1998, ketika gelombang demontrasi

mahasiswa semakin membesar, Sultan mengatakan, “Saya siap turun ke jalan”. Ia benar-benar tampil dan

berpidato di berbagai tempat menyuarakan pembelaan pada rakyat, sambil berpesan “Jogja harus menjadi

pelopor gerakan reformasi secara damai, tanpa kekerasan”.Aksi turun ke jalan yang dilakukan Sri Sultan HB

X itu bukan tanpa alasan. “Jika pemimpin tidak benar, kewajiban saya untuk mengingatkan. Karena

memang kebangetan (keterlaluan), ya tak pasani sesasi tenan (ya saya puasai sebulan penuh)”, katanya.

Puasa itu dimulai 19 April dan berakhir 19 Mei 1998 saat Sri Sultan HB X dan Sri Paku Alam VIII tampil

bersama menyuarakan “Maklumat Yogyakarta”, yang mendukung gerakan reformasi total dan damai. Itu

yang dia sebut ngelakoni. Pada akhir puasa, ia mengaku mendapat isyarat kultural “Soeharto jatuh,

manakala omah tawon sekembaran dirubung laron sak pirang-pirang” (sepasang sarang tawon dikerumuni

kelekatu dalam jumlah sangat banyak).

“Bukan maksud saya mengabaikan peran mahasiswa. Saya hanya mendukung gerakan itu dengan laku

kultural. Itu maksud saya”. Memang, sehari setelah banjir massa yang jumlahnya sering disebut lebih dari

sejuta manusia di Alun-alun Utara Jogjakarta—mengikuti Aksi Reformasi Damai dengan mengerumuni

sepasang berigin berpagar (ringin kurung)—Soeharto pun lengser.

Sri Sultan HB X dengan Keraton Jogjakarta-nya memang fenomenal. Kedekatannya dengan rakyat, dan

karena itu juga kepercayaan rakyat terhadapnya, telah menjadi ciri khas yang mewarisi hingga kini. Lihat

saja, misalnya, pada 20 Mei 1998, di bawah reksa Sultan, aparat keamanan berani melepas mahasiswa ke

alun-alun utara. Sebelum itu hampir setiap hari mahasiswa bersitegang melawan aparat keamanan untuk

keluar dari kampus.

Di pagi hari yang cerah di hari peringatan Kebangkitan Nasional 1998 itu, mahasiswa berbaris dengan amat

tertib menyuarakan “mantra” sakti reformasi menuju Alun-alun Utara. Mereka pergi untuk mendengarkan

maklumat yang akan dibacakan sebagai semacam pernyataan politik Sri Sultan.

Di era reformasi, bersama Gus Dur, Megawati dan Amien Rais, Sultan Hamengku Buwono X menjadi tokoh

yang selalu diperhitungkan. Legitimasi mereka berempat sebagai tokoh-tokoh yang dipercaya rakyat bahkan

2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress

http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 17/17

melebihi legitimasi yang dimiliki lembaga formal seperti DPR. Mereka berempat adalah deklarator Ciganjur,

yang lahir justru ketika MPR sedang melakukan bersidang. Mereka berempat, plus Nurcholis Madjid dan

beberapa tokoh nasional lain, diundang Pangab Jenderal TNI Wiranto untuk ikut mengupayakan keselamatan

bangsa, setelah pristiwa kerusuhan di Ambon.Pada masa kepemimpinannya, Yogyakarta mengalami gempa

bumi yang terjadi pada bulan Mei 2006 dengan skala 5,9 sampai dengan 6,2 Skala Richter yang menewaskan

lebih dari 6000 orang dan melukai puluhan ribu orang lainnya.

Pada peringatan hari ulang tahunnya yang ke-61 di Pagelaran Keraton 7 April 2007, ia menegaskan tekadnya

untuk tidak lagi menjabat setelah periode jabatannya 2003-2008 berakhir. Dalam pisowanan agung yang

dihadiri sekitar 40.000 warga, ia mengaku akan mulai berkiprah di kancah nasional. Ia akan

menyumbangkan pemikiran dan tenaganya untuk kepentingan bangsa dan negara.

by Just-Sharing

SHARE THIS:

Twitter Facebook Google Reddit Digg LinkedIn StumbleUpon

Email Print

Blog at WordPress.com. The Coraline Theme.

About these ads

This entry was posted in Indonesia, News, People and tagged indonesia, news, people. Bookmark the

permalink.

Like

Be the f irst to like this.