Radio Komunitas sebagai Media Alternatif untuk ...repository.upnyk.ac.id/2518/1/Sigit_Tri.pdf ·...

21
Radio Komunitas sebagai Media Alternatif untuk Pemberdayaan Masyarakat Sigit Tripambudi Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta Jl. Babarsari No. 2 Tambak Bayan Yogyakarta, Telp.0274485268 Hp : 081328404510, e-mail : [email protected] Abstrak This study aims to describe the role of community radio as an alternative medium of empowerment for local communities. The principle of community media is “of, by, and for the community”. Its main interest is to increase the empowerment of local communities and to improve the quality of life of local community. A qualitative descriptive research method was used. Based on the research findings, the use of community radio was not maximized due to the low enthusiasm of local people in using local media. It was reflected in the role of active listen- ers in the routine operations of community radio. Community radio actively supported by groups of monitors can only provide the role of empowerment for the citizens of his community. It is active in terms of maintaining the routine broadcasts, exploring the potential and problems faced by citizens of the community, and to find solutions to problems faced by citizens of the community. Abstract Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peran radio komunitas sebagai media alternatif pemberdayaan masyarakat lokal. Prinsip media komunitas adalah “ dari, oleh, dan untuk komunitas”. Kepentingan utamanya adalah untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat lokal dan dapat membantu meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat lokal. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Menurut hasil penelian, pemanfaatan radio komunitas belum maksimal disebabkan antusiasme masyarakat lokal sendiri yang masih kurang memanfaatkan media lokal. Cerminannya adalah peran aktif kelompok monitor (pendengar aktif) dalam rutinitas operasional radio komunitas. Hanya radio komunitas yang didukung aktif oleh kelompok monitor yang dapat memberikan peran pemberdayaan bagi warga komunitasnya. Aktif dalam hal menjaga rutinitas operasional siaran, menggali potensi, dan masalah yang dihadapi warga komunitas, serta mencari solusi permasalahan yang dihadapi warga komunitas. Kata kunci: pemberdayaan masyarakat lokal dan radio komunitas

Transcript of Radio Komunitas sebagai Media Alternatif untuk ...repository.upnyk.ac.id/2518/1/Sigit_Tri.pdf ·...

324

Radio Komunitas sebagai Media Alternatifuntuk Pemberdayaan Masyarakat

Sigit TripambudiProgram Studi Ilmu Komunikasi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” YogyakartaJl. Babarsari No. 2 Tambak Bayan Yogyakarta, Telp.0274485268

Hp : 081328404510, e-mail : [email protected]

Abstrak

This study aims to describe the role of community radio as an alternative medium ofempowerment for local communities. The principle of community media is “of, by, and for thecommunity”. Its main interest is to increase the empowerment of local communities and toimprove the quality of life of local community. A qualitative descriptive research method wasused. Based on the research findings, the use of community radio was not maximized due to thelow enthusiasm of local people in using local media. It was reflected in the role of active listen-ers in the routine operations of community radio. Community radio actively supported by groupsof monitors can only provide the role of empowerment for the citizens of his community. It isactive in terms of maintaining the routine broadcasts, exploring the potential and problemsfaced by citizens of the community, and to find solutions to problems faced by citizens of thecommunity.

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peran radio komunitas sebagai media alternatifpemberdayaan masyarakat lokal. Prinsip media komunitas adalah “dari, oleh, dan untuk komunitas”.Kepentingan utamanya adalah untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat lokal dan dapatmembantu meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat lokal. Penelitian ini menggunakan metodedeskriptif kualitatif. Menurut hasil penelian, pemanfaatan radio komunitas belum maksimal disebabkanantusiasme masyarakat lokal sendiri yang masih kurang memanfaatkan media lokal. Cerminannya adalahperan aktif kelompok monitor (pendengar aktif) dalam rutinitas operasional radio komunitas. Hanyaradio komunitas yang didukung aktif oleh kelompok monitor yang dapat memberikan peranpemberdayaan bagi warga komunitasnya. Aktif dalam hal menjaga rutinitas operasional siaran, menggalipotensi, dan masalah yang dihadapi warga komunitas, serta mencari solusi permasalahan yang dihadapiwarga komunitas.

Kata kunci: pemberdayaan masyarakat lokal dan radio komunitas

325

Pendahuluan

Informasi memiliki peran yang penting da-lam masyarakat. Melalui informasi segala macamnilai, kebutuhan dan harapan dipertukarkan dalammasyartakat, sehingga terdapat kemajuan diber-bagai bidang kehidupan. Dewasa ini, seiring de-ngan meningkatnya pendidikan dan pengetahu-an masyarakat, maka meningkat pula kebutuhanmasyarakat akan informasi. Informasi semakindibutuhkan seperti halnya kebutuhan sehari-harilainnya. Aktualisasi informasi selalu dibutuhkanuntuk mengorganiasikan kebutuhan dan kepen-tingan masyarakat saat ini.

Salah satu penopang lalu lintas informa-si adalah media massa seperti radio, televisi dansurat kabar. Konon media massa terbukti efektifuntuk menyebarluaskan informasi-informasi ke-pada masyarakat. Kemampuan media massa men-jangkau khalayak sasaran yang begitu luas danterpisah-pisah secara geografis membuat mediamassa ini selalu menjadi pilihan untuk manjadimedia informasi bagi masyarakat.

Seiring berkembangnya waktu, mediamassa telah mengalami pergeseran, yaitu menjadiindustri komersial yang mengedepankan profit-profit secara finansial. Ia hanya akan menyiarkaninformasi-informsi yang dapat mendatangkan profittersebut. Hal ini menyebabkan berkurangnya hakpublik untuk tahu informasi-informasi yang dibu-tuhkan dan hak atas akses pemanfaatan media un-tuk menyampaikan informasi.

Menurut Littlejohn (1999:335), audiencemedia massa tidak dapat lagi dipandang sebagaipopulasi besar yang dapat disatukan oleh pesanmedia. Kebutuhan audience semakin beragam da-lam komunitas-komunitas kecil (mass societyversus community), namun demikian media cen-derung memenuhi kebutuhan-kebutuhan infor-masi mass society yang lebih menguntungkan in-dustri media. Akibatnya banyak kepentingan ataukebutuhan informasi masyarakat community ti-dak terpenuhi oleh media yang ada. Potter (2004:3)menyebutkan bahwa dewasa ini problem men-dapatkan akses informasi menjadi masalah yangpenting dalam kehidupan. Elite yang memilikitingkat pendidikan dan kesejahteraan yang tinggidapat memperoleh informasi yang mereka bu-tuhkan sehingga semakin mapan (powerful). Se-

mentara itu mayoritas masyarakat dalam keadaansebaliknya.

Baran dan Davis (2000:12-13) juga mene-gaskan bahwa industri media telah memasuki eramass sociaty dan mass culture. Hal ini ditandaioleh media yang mulai meruntuhkan pranata so-sial tradisional secara bertahap dan mengganti-kannya dengan yang baru karena revolusi industriyang telah merubah kebutuhan-kebutuhan eliteyang memiliki power secara ekonomi. Akibatnyamedia sibuk memenuhi kebutuhan elite tersebutyang lebih menjanjikan keuntungan secara finan-sial, sehingga kebutuhan informasi komunitas-komunitas nonelite terabaikan.

Paparan permasalahan di atas memun-culkan istilah media komunitas, yaitu media non-komersial yang diprakarsai oleh sekelompok ma-syarakat yang digunakan oleh sekelompok ma-syarakat tersebut untuk mengaktualisasikan in-formasi-informasi yang dibutuhkan secara terba-tas (radius atau jangkauan siaran yang terbatas).Penyiaran komunitas dibatasi maksimum 2,5 ki-lometer dari lokasi pemancar atau dengan ERP(effective radiated power) maksmimum 50 watt.

Melalui media komunitas tersebut, seke-lompok masyarakat akan lebih leluasa memanfa-atkan media sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.

Kebanyakan media komunitas adalahmedia radio. Alasan utamanya adalah biaya pen-dirian dan operasional yang murah dan mudah.Jika media cetak mensyaratkan khalayak harusmelek huruf, maka media radio tidak perlu. Orangyang buta huruf pun mampu menikmati atau me-manfaatkan media radio, sehingga media radiopun sering menjadi pertimbangan dipilihnya seba-gai media komunitas.

Media radio juga merupakan media massayang menurut sejarah paling populer dibandingkanmedia massa lainnya. Selain harganya yang ralatifterjangkau, radio dapat dikonsumsi sekali pun olehorang yang buta huruf. Sampai akhir abad 20 diseluruh dunia tercatat 43.973 buah stasiun radio(Potter, 2004:4). Menurut Crisell (1994:4) kele-bihan khusus media radio adalafh hubungannyayang bersifat personal antara penyiar dan audien-cenya, di antara keduanya memiliki kedekatanpsikis. Inilah yang menjadikan alasan media radiolebih efektif dibandingkan media massa lainnya.

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 9, Nomor 3, September-Desember 2011, halaman 317-337

326

Adanya radio komunitas dapat menjadi“media alternatif” yang bisa diselenggarakan olehmasyarakat tertentu dengan teknologi dan biayayang “relatif murah”. Bahkan jika dikelola denganbaik dapat menyajikan siaran yang bermutu, ber-kualitas dan mengarah pada integritas kebangsaan(Isbandi, 2006:37). Menurut Effendi Gazali dankawan-kawan (2003:480) penyiaran publik dankomunitas sangat diperlukan sebagai “alternatif”,namun hal ini hanya dapat berjalan jika mendapatdukungan dari sistem yang mengakomodasi peranpengawasan dan evaluasi dari publik.

Radio komunitas juga banyak bermunculandi wilayah Yogyakarta. Sampai akhir tahun 2011,Jaringan Radio Komunitas Yogyakarta (JRKY)mencatat terdapat 68 radio komunitas di wilayahYogyakarta, namun dari jumlah tersebut hanya 33radio komunitas yang bergabung dalam JRKY.Mereka muncul dengan beragam latar belakangmasalah yang dihadapi dan tujuan yang ingindicapai oleh sekelompok masyarakat yang mem-prakarsai berdirinya radio komunitas tersebut.

Radio komunitas dapat berperan seba-gai sarana pendidikan, informasi dan hiburan, na-mun peran paling penting adalah sebagai saranapendidikan dan informasi yang dapat meningkat-kan pemberdayaan masyarakat lokal di mana ra-dio tersebut berada. Istilah pemberdayaan (em-powerment) biasanya dikaitkan dengan prosespembangunan. Menurut Harry Hikmad (2010 : 3),konsep pemberdayaan dalam wacana pemba-ngunan masyarakat selalu dihubungkan dengankonsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan ke-adilan. Pada dasarnya pemberdayaan diletakkanpada kekuatan tingkat individu dan sosial.

Menurut Rappaport (1987) (Hikmad,(2010:3), pemberdayaan diartikan sebagai pema-haman secara psikologis, yaitu pengaruh kontrolindividu terhadap kekuatan sosial, kekuatan po-litik dan hak-haknya menurut undang-undang.Sedangkan menurut McArdle (1989) (Hikmad,2010:3), mengartikan pemberdayaan sebagaiproses pengambilan keputusan oleh orang-orangyang secara konsekuen melaksanakan keputus-an tersebut. Orang-orang yang telah mencapai tu-juan kolektif diberdayakan melalui kemandirian-nya, bahkan merupakan “keharusan” untuk lebihdiberdayakan melalui usaha mereka sendiri danakumulasi pengetahuan , ketrampilan serta sum-

ber lainnya dalam upaya mencapai tujuan merekatanpa bergantung pada pertolongan dari hubunganeksternal.

Menurut Craig dan Mayo (1995) (Hik-mad, 2010:3-4), partisipasi merupakan komponenpenting dalam proses pembangkitan kemandiriandan pemberdayaan. Sebaiknya orang-orang harusterlibat dalam proses tersebut, sehingga merekalebih memperhatikan hidupnya untuk memper-oleh rasa percaya diri, memiliki harga diri dan pe-ngetahuan untuk mengembangkan keahlian baru.Prosesnya dilakukan secara komulatih sehinggasemakin banyak ketrampilan yang dimiliki se-seorang, semakin baik kemampuan berpartisi-pasinya. Pemberdayaan dan partisipasi merupa-kan merupakan hal yang menjadi pusat perhatiandalam proses pembangunan. Strategi partisipasimasyarakat banyak digunakan sebagai saranapercepatan proses pembangunan, oleh karena ituperlu ditekankan tentang pentingnya pendekatanalternatif berupa pendekatan pembangunan yangdiawali oleh proses pemberdayaan masyarakatlokal.

Menurut Soetomo (2011:65-66), pem-berdayaan masyarakat telah menempatkan diri-nya sebagai pendekatan yang banyak dianut danmewarnai berbagai kebijakan pembangunan ma-syarakat. Pendekatan ini dalam banyak hal dapatdilihat sebagai operasionalisasi dari perspektifpembangunan yang berpusat pada rakyat. Dalampendekatan ini, masyarakat sampai dengan ting-kat komunitas terbawah diberi peluang dan ke-wenangan dalam pengelolaan pembangunan, ter-masuk dalam proses pengambilan keputusan se-jak identifikasi masalah dan kebutuhan, peren-canaan, evaluasi dan dalam menikmati hasil pem-bangunan. Pendekatan pemberdayaan ini meru-pakan reaksi dari dominasi pendekatan sebelum-nya, yaitu pendekatan pertumbuhan, yang dalamrangka mengejar produktivitas sering mengabaikanaspek humanisme. Masyarakat sering ditempatkanpada posisi marginal.

Menurut Rr. Suhartini dan kawan-kawan(2005:8), tujuan pemberdayaan masyarakat ada-lah; (1) Meningkatkan kualitas lingkungan pe-mukiman melalui suatu upaya penanganan ter-padu, baik dari aspek fisik, sarana dan prasaranamaupun kondisi sosial ekonomi masyarakatnya;(2) Menumbuhkan inisiatif, kreativitas dan jiwa

Tripambudi, Radio Komunitas sebagai Media Siaran Alternatif ...

327

kemandirian dalam pelaksanakan kegiatan pe-ningkatan kesejahteraan di lingkungan tempattinggal masyarakat tersebut; (3) Meningkatkankemampuan usaha dalam rangka pengembangansumber pendapatan yang dapat menunjang pe-rekonomian keluarga atau warga.

Ada dua metode pemberdayaan masya-rakat yang utama, yaitu meliputi kegiatan pem-berian pendampingan kepada warga dan penyu-luhan. Kegiatan pendampingan agar dapat ter-laksana dengan baik dan sekaligus mampu me-numbuhkan motivasi dan peran serta warga dalampembangunan atau rehabilitasi sosial, maka harusmampu diwujudkan dalam hal; (1) Memberikanfasilitas jasa dan pelayanan kepada masyarakatdalam bentuk arahan atau bimbingan teknis tentangprosedur atau mekanisme pelaksanaan sebuahkegiatan pemberdayaan; (2) Mengoptimalkanperan lembaga masyarakat dan meningkatkanpartisipasi masyarakat dalam mendukung danmenyukseskan pelaksanaan pembangunan disetiap wilayah; (3) Menjalin suatu kerja sama de-ngan segenap potensi yang ada di masyarakat(profesional, perguruan tinggi, LSM dan lain-lain), terutama dalam hal alih pengalaman, ilmupengetahuan dan teknologi dalam rangka pening-katan dan pengembangan program pembangunansosial; (4) Menumbuhkan motivasi dan upayakemandirian warga masyarakat dalam pelaksana-an program pembangunan agar pada masa men-datang masyarakat tersebut dapat melaksanakanpembangunan secar mandiri, terbuka, bertanggungjawab dan berkelanjutan Rr. Suhartini dan kawan-kawan (2005:14-15).

Sementara itu, kegiatan penyuluhan me-rupakan proses upaya perubahan perilaku di ka-langan masyarakat agar mereka tahu, mau danmampu melakukan perubahan demi tercapainyapeningkatan produksi, pendapatan atau keun-tungan dan perbaikan kesejahteraan hidup.Rr. Suhartini dan kawan-kawan (2005:164).

Dalam upaya pemberdayaan diperlukansebuah pendekatan guna mencapai hasil yang lebihefektif dan maksimal. Moh Ali Azis (2005:131)menyebutkan pendekatan sosio kultural dalampemberdayaan masyarakat, yaitu sebagai upayamelakukan perubahan ke arah yang lebih baik,dengan terciptanya keadilan dan kesejahteraansosial masyarakat dengan memperhatikan berba-

gai aspek yang mempengaruhinya. Aspek-aspektersebut adalah agama, budaya, adat istiadat, eko-nomi, politik, hukum dan sebagainya; yang biasadisebut dengan istilah dimensi sosio kultural.Arsyad Lincoln dan kawan-kawan (2011:94), ju-ga menyebutkan bahwa pembangunan tidak ha-nya mencakup masalah pembangunan fisik, seper-ti; pertanian, kesehatan, pendidikan maupun ke-lembagaan. Pembangunan juga berkaitan eratdengan masalah sosial budaya seperti kebera-gaman etnis, keagamaan, fasilitas kebudayaandan sebaginya.

Agar pemberdayaan dapat dilakukanoleh masyarakat secara mandiri, ada beberapatahapan yang seharusnya dilakukan Moh Ali Azis(2005: 135-136); (1) Membantu masyarakat da-lam menemukan masalah; (2) Melakukan analisis(kajian) terhadap permasalahan tersebut secaramandiri (partisipasif). Kegiatan ini biasanya di-lakukan dengan cara curah pendapat, membuatkelompok-kelompok diskusi dan mengadakanpertemuan warga secara periodik (terus mene-rus); (3) Menentukan skala prioritas masalah,dalam arti memilih setiap masalah yang palingmendesak untuk dielesaikan; (4) Mencari carapenyelesaian masalah yang sedang dihadapi, an-tara lain dengan pendekatan sosio kultural yangada dalam masyarakat; (5) Melaksanakan tin-dakan nyata untuk menyelesaikan masalah yangsedang dihadapi; (6) Mengevaluasi seluruh ran-gkaian dan proses pemberdayaan itu untuk dinilaisejauh mana keberhasilan dan kegagalannya.

Dewasa ini, berdasarkan analisa ten-tang tujuh tipologi pedesaan di Indonesia dan pe-metaan program-program yang sudah dilaku-kan baik oleh pemerintah atau nonpemerintah,prinsip dasar strategi pembangunan pedesaan diIndonesia untuk kurun waktu 2010-2014 disebutdengan strategi pembangunan pedesaan berbasislokal (Arsyad Lincoln dan kawan-kawan, 2011:95). Strategi tersebut menitik beratkan proses per-tumbuhan ekonomi dan perubahan struktural yangdimotori oleh masyarakat lokal dan memanfaat-kan potensi-potensi lokal untuk pembangunandalam upaya untuk memperbaiki tingkat kese-jahteraan masyarakat lokal.

Strategi pembangunan berbasis lokal inimerupakan strategi yang menggunakan pendekat-an kewilayahan yang mengandalkan pada kebu-

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 9, Nomor 3, September-Desember 2011, halaman 317-337

328

tuhan, seluruh potensi dan perilaku lokal wilayahtertentu (locality). Oleh karena itu, karakteristikutamanya adalah; (1) Kegiatan pembangunan didalam kerangka wilayah bukan sektoral. Wilayahtidak hanya dianggap sebagai tempat di mana sum-ber daya dan kegiatan ekonomi terjadi, tetapi jugasebagai agen perubahan karena pelaku-pelakupembangunan dalam wilayah tersebut salingberinteraksi untuk bersama-sama membangunperekonomian dan masyarakat; (2) Kegiatan eko-nomi dan pembangunan lainnya diarahkan untukmemaksimalkan manfaat untuk wilayah lokalmelalui pemanfaatan sumber daya lokal, fisikalmaupun manusia dan budayanya; (3) Pemba-ngunan dikontekstualkan melalui pemusatanperhatian terhadap kebutuhan, kapasitas danperspektif masyarakat lokal; yang berarti bahwawilayah sebaiknya mengembangkan kapasitas-nya untuk melakukan pembangunan sosial eko-nomi yang khas wilayah tersebut; (4) Pembangun-an tidak terbatas pada aspek ekonomi tetapi ju-ga memperlakukan masalah-masalah ekonomi,ekologi dan sosial secara setara sehingga dapatdiharapkan dapat menciptakan pembangunanyang berkelanjutan (sustainable development);(5) Partisipasi masyarakat dalam pengambilankeputusan, karena strategi ini sangat ditentukansendiri (self determined) oleh masyarakat lokalyang mengacu pada kebutuhan lokal (Lincoln,2011:96).

Strategi pembangunan berbasis lokaltersebut berupaya untuk memenuhi kebutuhan danpermintaan lokal melalui partisipasi aktif masya-rakat lokal dalam proses pembangunan. Strategiini tidak hanya bertujuan memperbaiki sisi pro-duktif (pertanian, industri, jasa, dan lain-lain), teta-pi juga mendorong dan meningkatkan dimensi so-sial dan budaya yang mempengaruhi kehidupanmasyarakat. Strategi ini juga memiliki tiga dimensi;(1) Dimensi ekonomi yang ditandai oleh sistemproduksi khusus yang memungkinkan wirausa-hawan lokal menggunakan secara efisien faktor-faktor produktif dan mencapai produktivitas yangmembuat mereka kompetitif di pasar; (2) Dimensikelembagaan dimana pelaku ekonomi dan sosialterintegrasi di dalam institusi lokal yang oleh karenaitu membentuk sistem hubungan yang kompleksyang memadukan nilai-nilai sosial dan budayadalam proses pembangunan; (3) Dimensi politik

yang tercermin pada inisiatif lokal yang menekan-kan pada penciptaan lingkungan lokal menstimu-lus produksi dan membuat pembangunan yang ber-kelanjutan (Lincoln dan kawan-kawan, 201:96).

Fungsi dan peran media radio untuk pem-berdayaan masyarakat seperti itu tidak dapat di-peroleh masyarakat melalui stuasiun radio (ko-mersial) yang ada. Padahal masyarakat memer-lukan sarana dan akses media tersebut sebagaisarana aktualisasi informasi secara spesifik, olehkarena itu keberadaan media komunitas sebagaimedia alternatif sangat diperlukan sebagi sara-na pemberdayaan masyarakat lokal. Namun yangterjadi radio komunitas sering diabaikan ataudisingkirkan oleh kepentingan bisnis atau politikoleh pihak-pihak yang memiliki akses ekonomiatau politik. Padahal radio komunitas penting untukmewujudkan demokratisasi penyiaran dan pem-bangunan.

Oleh karena pentingnya hadirnya radiokomunitas tersebut, penelitian ini akan berupayamemetakan fungsi dan peran radio komunitasdalam memberdayakan masyarakat lokal menurutformatnya masing-masing. Pemetaan tersebutpenting karena dapat digunakan untuk menge-valuasi setiap format radio komunitas beserta per-masalahannya untuk solusi perbaikan di masa yangakan datang.

Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatifyang sering diistilahkan dengan penelitian na-turalistik dalam bidang Sosiologi, penelitian et-nografi dalam bidang Antropologi dan penelitianstudi kasus dalam bidang Psikologi (Sutopo, 2001:5-6). Neuman (2000:65) menyebutkan adanyatiga perspektif dalam Ilmu Sosial yang akan mem-bedakan dalam teknik penelitian, yaitu; Positiv-ist, interpretive atau constructivis dan critical.Pendekatan kuantitatif berada di bawah perspektifpositivist, sedangkan pendekatan kualitatif beradadi bawah perspektif interpretive atau construc-tivis dan critical.

Penelitian ini masuk dalam kategoriconstructivis social research yang mengasum-sikan bahwa; (1) Tujuan penelitian adalah mema-hami dan mendiskripsikan makna tindakan sosial;(2) Realitas sosial bersifat tidak tetap yang dibuat

Tripambudi, Radio Komunitas sebagai Media Siaran Alternatif ...

329

oleh interaksi manusia; (3) Manusia bersifat sosialyang membuat makna dan secara tetap memaknaidunianya; (4) Common sense sebagai teori yangkuat dalam kehidupan sehari yang digunakanorang biasa; (5) Teori adalah deskripasi tentangbagaimana kelompok sistem makna dibangkitkandan dikembangkan; (6) Penjelasan tentang benarmelekat pada apa yang sedang dipelajari; (7) Buktiyang baik melekat pada konteks interaksi sosialyang tidak tetap; dan (8) Nilai terletak pada bagianintegral kehidupan sosial, tidak ada nilai yang salah,yang ada hanya perbedaan nilai (Nouman, 2000:85).

Sumber data dalam penelitian ini meliputiInforman, dokumen dan peristiwa. Informan meli-puti: pengelola, audience radio komunitas, di Yog-yakarta, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Da-erah (KPID DIY) dan Ketua Jaringan Radio Ko-munitas Yogyakarta (JRKY). Dokumen meliputiisi-isi (contens) siaran radio komunitas, dan peris-tiwa meliputi kegiata siaran radio komunitas. Ra-dio komunitas yang menjadi objek penelitian iniadalah; radio Balai Budaya Minomartani (BBM)Sleman, radio Cemara Lima Yogyakarta, radioSwara Desa Kulon Progo, radio Swadiora KotaBantul dan radio Informasi Pertanian (Intan) Gu-nung Kidul.

Teknik analaisis yang akan digunakan ada-lah analisis antar kasus (cross-site analysis). Padatiap kasusnya akan dilakukan dengan menggunakanmodel analisis interaktif. Dalam model analisis ini,tiga komponen analisisnya yaitu; reduksi data, sa-jian data dan penarikan kesimpulan atas verifika-sinya, dilakukan dalam bentuk interaktif denganproses pengumpulan data sebagai suatu prosessiklus (Sutopo, 2002).

Setiap kasus dilakukan analisis interaktif.Dalam kegiatan reduksi data, dilakukan seleksi da-ta, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksidata dari fieldnote (catatan lapangan). Proses iniberlangsung terus sepanjang pelaksanaan pene-litian. Dalam kegiatan penyajian data, dilakukanpengolahan data dan dituliskan dalam deskripsidalam bentuk narasi yang disusun secara logis dansistematis yang memungkinkan dapat ditarik ada-nya simpulan-simpulan penelitian. Dalam kegiat-an penarikan simpulan dan verifikasi, dilakukanpengulangan, pengujian, penelusuran, pencocokan

data sehingga dihasilkan data yang mempunyaivaliditas tinggi.

Hasil Penelitian

Radio Komunitas dan Kelompok Monitor

Radio komunitas yang merupakan radiomilik sekumpulan komunitas tertentu memiliki artipenting untuk mengaktualisasi kepentingan ataukebutuhan informasi komunitas tersebut. Selamaini kebutuhan informasi komunitas yang bersifatunik dan spesifik tidak dapat dipenuhi oleh mediamassa mainstream; baik itu radio, televisi, suratkabar atau majalah. Media-media tersebut lebihberorientasi pada profit sehingga hanya mengeks-pose isu, peristiwa atau tokoh yang besar saja.

Menurut beberapa pengelola radio komu-nitas mengatakan bahwa radio komunitas sangatpenting bagi warga komunitas yang bersangkutan;

“Radio komunitas sangat dibutuhkan ma-syarakat, permasalahannya dalam menja-lankan kesehariannya tidak membutuhkaniklan komersial, karena tidak diperbolehkan.Radio komunitas mengambil orang-orangkomunitas yang butuh disiarkan...” (Heru-Radio Swara Desa, wawancara tanggal 21Agustus 2011).“Radio komunitas mencerdaskan warga ko-munitasnya, memberikan dan menerima in-formasi dari warga komunitasnya...(Ayang–Radio Lima Cemara, wawancara tanggal 22Agustus 2011)“Radio komunitas bisa dijadikan alat pe-mersatu di lingkup komunitas...(Arin–RadioIntan FM, wawancara tanggal 7 September2011).

Media massa komersial selalu berorientasipada keuntungan bisnis. Segala macam potensiyang ada dalam media tersebut, terutama ruanguntuk media cetak atau waktu untuk media elek-tronik, dimaksimalkan untuk memperoleh keun-tungan bisnis. Maksudnya media-media tersebuthanya akan mengekspos isu-isu dan peristiwa-peristiwa besar yang menarik perhatian publikaudience. Tujuannya hanya satu, yaitu menaikkanangka rating (jumlah pembaca atau penonton)yang akan menarik para pengiklan untuk mema-

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 9, Nomor 3, September-Desember 2011, halaman 317-337

330

sang iklan di media tersebut. Semakin tinggi angkarating, maka akan semakin mahal tarif iklan dansemakin banyak pula iklan-iklan yang masuk.

Radio merupakan salah satu media mas-sa yang praktis, yang perangkat siarannya begitumudahnya dioperasionalkannya; walaupun olehorang awam melalui pengarahan yang relatif sing-kat dan sederhana. Radio juga dapat dinikmati olehsemua kalangan, sekali pun oleh orang yang butahuruf. Berbeda dengan media televisi, yang wa-laupun mudah dinikmati namun biaya penga-daannya sangat tidak terjangkau. Demikian jugamedia cetak, pengadaannya membutuhkan opera-sionalisasi yang rumit dan audiencenya harus be-bas buta huruf.

Berdasarkan kebutuhan masyarakat ko-munitas, sifat media mainstream dan karakteristikmedia radio di atas; maka tumbuhlah radio komu-nitas dalam masyarakat. Terdapat dua macam tipecara awal berdirinya radio komunitas, yaitu terben-tuknya komunitas dahulu kemudian muncul radiodan terdapat radio dulu baru kemudian terbentukkomunitas.

Kelebihan tipe pertama adalah kehadir-an radio akan semakin memperkuat dan mengem-bangkan komunitas. Jaringan komunitas akan se-makin luas melalui perantara media radio, baikorang-orang yang terlibat dalam komunitas mau-pun kelompok pendengar aktif dan pasif. Con-tohnya adalah dalam radio komunitas Balai BudayaMinomartani (BBM), yang merupakan radio yangdiprakarsai dan dikelola oleh para penggiat kebu-dayaan Jawa di wilayah Minomartani Sleman Yog-yakarta. Komunitas BBM ada terlebih dahulu.Setelah komunitas BBM mapan kemudian adagagasan untuk menyebarluaskan sadar budayamelalui media radio, sehingga komunitas yangterbentuk itu komunitas pencinta budaya dahulubaru komunitas pencinta radio.

Kelemahan tipe kedua adalah ikatan danloyalitas yang kurang, baik terhadap komunitasmaupun terhadap radio. Kepedulian terhadap ke-berlangsungan siaran maupun komunitas jugakurang, sehingga tipe radio komunitas seperti inibiasanya jika terjadi sedikit permasalahan dapatmenghentikan siaran. Pada tipe ini biasanya ber-dirinya radio komunitas tidak diprakarsai olehwarga secara swadaya, tetapi keberadan radio me-rupakan sumbangan dari pihak luar; bisa Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM) maupun fundinglainnya. Misalnya adalah radio komunitas IntanFrekuensi Menengah (FM), yang merupakan ra-dio informasi pertanian yang terdapat di komplekBalai Desa Ngunut Kecamatan Playen GunungKidul. Menurut Arin, salah seorang pengelola In-tan FM, “idealnya radio komunitas itu ada ko-munitas dulu baru radio. Intan FM ada radio dulubaru muncul komunitas sehingga kurang solid”(Wawancara 7 September 2011).

Intan FM mendapatkan perangkat radiodari LSM Lestari Mandiri (Lesman).pada tahun2007. Lestari Mandiri adalah Lembaga Indepen-den Non-Pemerintah yang bercita-cita melestari-kan kehidupan lingkungan pertanian untuk me-wujudkan kemandirian keluarga tani laki-lakiperempuan secara adil terhadap sesama petani,lingkungan serta pihak-pihak yang terkait denganpetani dan pertanian. Pemiskinan petani selama inidisebabkan oleh orientasi Pembangunan Nasionaldi sektor pertanian yang diposisikan sebagai pen-dukung sektor industri, petani dan pertanian se-bagai pasar potensial bagi produk perusahaansarana produksi serta sebagai sumber pendapatannegara. Implementasinya kebijakannya bersifatpaket yang dibarengi penghapusan subsidi bagipetani. Akibatnya nilai tukar produk usaha tanisemakin merosot dibandingkan dengan nilai tu-kar kebutuhan harian petani dan keluarganya. Disisi lain posisi tawar petani semakin rendah un-tuk mengakses dan mengontrol sumberdaya dankebijakan yang menyangkut kepentingan hidup-nya.

Pada awalnya, melalui kerja sama denganprogram kerja Lesman, radio tersebut dipeloporidan digerakkan oleh dua orang staf Penyuluh Per-tanian Lapangan (PPL) Kabupaten Gunung Kidulyang kebetulan tinggal di wilayah tersebut, olehkarena itu radio ini pun diberi nama radio informasipertanian (Intan). Dalam perjalanannya radiotersebut mengalami pasang surut karena per-masalahan teknis dan nonteknis, yang keduanyasaling berkaitan.

Secara teknis permasalahan yang diala-mi radio komunitas Intan FM adalah lokasi yangberpindah-pindah. Sebelum menempati lokasi dikompleks Balai Desa Ngunut Playen seperti se-karang ini, Intan FM telah pindah lokasi dua kalidari rumah ke rumah penduduk. Dalam proses

Tripambudi, Radio Komunitas sebagai Media Siaran Alternatif ...

331

perpindahan tersebut terdapat perangkat-perang-kat teknis yang tercecer dan bahkan hilang dicurisehingga menghambat atau menghentikan ope-rasional untuk sementara waktu. Hambatan teknislainnya adalah kerusakan perangkat siaran yangkarena keterbatasan dukungan dana tidak segeradiperbaiki sehingga siaran terhenti, seperti apa yangterjadi saat ini.

Secara nonteknis permasalahan yangdihadapi radio komunitas Intan FM adalah masa-lah komunitas yang tidak dapat dihimpun seca-ra solid. Hal ini disebabkan radio muncul lebihdahulu sebelum munculnya komunitas yang aki-batnya tingkat kepedulian terhadap berjalannyaradio komunitas kurang. Radio komunitas yangmerupakan radio nonkomersial bisa berjalan ji-ka ada dukungan yang positif dari anggota komu-nitas tersebut, bahkan idealnya ada organisasi ko-munitas yang biasa disebut dengan istilah kelom-pok monitor.

Kelompok monitor disebut juga denganistilah pendengar aktif radio komunitas. Merekatidak sekedar aktif mendengarkan siaran-siaranradio komunitas, tetapi juga ikut memikirkan ke-berlangsungan hidup radio komunitas. Merekaaktif memberikan masukan-masukan dan siapmemberikan dukungan, baik moral maupun fi-nansial, jika dibutuhkan.

Masalah ketidakberadaan kelompokmonitor yang aktif juga dialami oleh radio ko-munitas Lima Cemara. Radio komunitas milikgereja dan berada di komplek gereja di Jalan AMSangaji 20 kota Yogyakarta ini berdiri sejak tahun2009. Walaupun tidak memiliki kelompok moni-tor, dari segi finansial untuk memenuhi kebutuhanoperasional radio mengalami permasalahan kare-na dana operasional banyak didukung dari gereja.Permasalahan ketiadaan kelompok monitor jus-tru muncul pada eksistensi radio komunitas se-benarnya buat siapa. Audience mereka tidakterpantau karena tidak ada umpan balik (feed-back). Interaksi dengan audience sebatas padayang kenal dengan pengelola (penyiar) radio sa-ja. Mereka menyampaikan kritik dan saran baikmelalui handphone Short Message Service(SMS) atau ketika ada kesempatan bertemu lang-sung. Itu pun jumlahnya sangat sedikit.

Ketiadaan kelompok monitor di radiokomunitas Lima Cemara disebabkan tiga hal;

Pertama, keberadaan radio ada dulu sebelumkomunitas terbentuk. Radio ada atas prakarsagereja. Kedua, kurang fokus pada format radioapakah akan digunakan sebagai media gereja ataumedia komunitas yang bersifat umum untukmelayani masyarakat komunitas dalam radiusjangkauan siaran radio. Ketiga, frekuensi yang di-gunakan bergantian dengan radio komunitasyang lain yang berada dalam range radius yangsama sehingga siaran tidak rutin. Penyaiar radioLima Cemara, Ayang, mengatakan bahwa kanalradio komunitas sangat terbatas. Radio LimaCemara kadang harus berbagi dengan radio ko-munitas tetangga, yaitu ada radio Terban, Ra-dio Swara Code dan radio milik sekolah TamanKanak-kanak (TK). Mereka memakai frekuensiyang sama, yaitu di 107.8 Mhz FM. Radio LimaCemara siaran sore hari yaitu antara pukul 17.00-24.00 WIB.

Terdapat juga kelompok monitor radiokomunitas yang aktif, misalnya kelompok moni-tor yang ada di radio komunitas Swara Desa diDesa Mbrosot Kabupaten Kulon Progo. Radiokomunitas ini berdiri sejak akhir tahun 2007 ataskerja sama pemerintah desa dan masyarakat se-cara gotong royong yang menghabiskan dana se-kitar 150 jutaan. Radio Swara Desa memiliki le-bih dari 100 anggota kelompok monitor yang ter-organisir. Mereka mengadakan pertemuan rutinsetiap satu lapan sekali, yaitu setiap malam Ming-gu Pahing. Untuk memberikan motivasi keber-samaan dan kehadiran serta keguyupan, dalampertemuan tersebut diadakan arisan.

Dalam pertemuan kelompok monitor ter-sebut dibicarakan perkembangan dan perma-salahan-permasalahan yang dihadapi radio ko-munitas. Sebagai radio yang dikelola masyarakatkomunitas secara swadaya, radio Swara Desabanyak membutuhkan dukungan dari kelompokmonitor tersebut, terutama dukungan finansialuntuk operasional. Dalam pertemuan kelompokmonitor tersebut ada sebagian iuran yang disisihkanuntuk kepentingan operasional radio komunitastersebut. Kelompok monitor melakukan ini semuadengan semangat sukarela dan gotong-royong.

Terdapat juga pertemuan kelompok mo-nitor yang lebih besar lagi setiap setahun sekali,yaitu dalam forum silaturahmi Syawalan. Padaacara Syawalan tahun 2010 dihadiri sekitar 500

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 9, Nomor 3, September-Desember 2011, halaman 317-337

332

anggota kelompok monitor. Dalam forum ini di-hadiri kelompok monitor baik yang aktif maupunyang pasif. Forum ini adalah ajang interaksi anta-ra anggota monitor (audience) radio Swara Desadan pengelola radio. Dalam forum ini anggota ke-lompok monitor menyampaikan segala macammasukan kepada pengelola radio, misalnya me-ngenai mata acara, jam siaran, pengisi siaran, te-ma acara dan sebagainya.

Semangat tersebut terbangun tidak lepasdari upaya pelopor utama berdirinya radio ter-sebut, yaitu Kepala Desa Brosot sendiri, ketikaitu adalah Soempeno, yang saat ini menjabat se-bagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah(DPRD) Kabupaten Kulon Progo. Walaupun su-dah menjadi anggota DPRD, Soempeno masihaktif dalam radio komunitas Swara Desa, bahkanbeliau masih secara rutin mengisi acara di radioSwara Desa.

Kehadiran tokoh seperti Soempeno ter-sebut penting sebagai motivator dan generatordalam radio komunitas. Dalam konteks ilmu so-sial, Ia disebut dengan pemuka pendapat (opin-ion leader) yang disegani oleh anggota kelompoktersebut. Ia memiliki kredibilitas yang dapat meng-gerakkan masyarakat. Dalam konteks budayaJawa, tokoh seperti Soempeno tersebut, telah me-miliki simbol-simbol kewibawaan yang dapatmenggerakkan masyarakat; misalnya kepriba-dian yang merakyat, kekayaan sampai dengan ke-dudukan yang dijabatnya.

Lain halnya dengan radio kominitas BalaiBudaya Minomartani (BBM), radio yang berdirisejak tahun 2000an tersebut memiliki kelompokmonitor yang jelas dan terfokus yaitu para peng-giat dan pecinta kebudayaan. Walaupun tidak adaforum resmi kelompok monitor dan pertemuanrutinnya, namun kelompok monitor sering bertemusecara rutin dalam kegiatan-kegiatan budaya yangdi Balai Budaya Minomartani. Hal ini disebab-kan proses lahirnya radio komunitas sesuai de-ngan prosedur hakekat keberadaan radio komu-nitas, yaitu komunitas lahir dulu dengan segalamacam aktivitasnya yang kompak baru kemudianlahir radio sebagai sarana aktualisasi kegiatankomunitas tersebut.

Menurut penjelasan Kuncoro, salah se-orang pelopor dan pengelola radio komunitasBBM, monitor (audience) radio BBM sangat so-

lid karena kasusnya ada sinergi antara wargakomunitas yang mencintai budaya di BBM danradionya, sehinga dapat saling dukung. Balaibudaya sudah berdiri sejak 21 tahun yang lalu(tahun 1990 an) sebagai tempat berkumpulnyamasyarakat yang mencintai kebudayaan Jawa.Ketika itu, jika BBM mengadakan pentas keto-prak, wayang, tari atau lainnya direkam lalu di-kirimkan ke Radio Republik Indonesia (RRI).Karena kesempatannya terbatas lalu masyarkatyang tinggal di sekitar BBM dan aktif di BBMpunya inisiatif mendirikan radio.

Arti penting kehadiran radio komunitastersebut, ketika ada kegiatan-kegiatan yang tidakbisa tercover oleh radio mainstream, dapat disi-arkan melalui radio milik komunitas sendiri. Se-cara kebiasaan media-media besar akan mencariberita yang memiliki nama dan peristiwa besaryang lebih menjual. Radio komunitas BBM ada-lah media yang dapat memberikan tempat bagipegiat kebudayaan, seni dan warga yang inginmendengar suaranya sendiri sehingga bisa diteri-ma di kalangan komunitas.

Berbagai macam feedback atau masukanbuat radio dengan mudah disampaikan setiap saat.Ini adalah salah satu kunci keberhasilan radiokomunitas BBM. Forum besar pertemuan antararadio BBM dan masyarakat komunitas pende-ngarnya adalah forum Syawalan yang dilakukansetiap tahun sekali. Seperti halnya dengan radiokomunitas Swara Desa, forum ini dihadiri baik olehanggota kelompok monitor yang aktif maupunpasif. Kuesioner untuk memberikan input buatradio BBM disampaikan bersamaan dengan su-rat undangan Syawalan dan dikumpulkan padasaat acara Syawalan. Input tersebut digunakansebagai bahan pertimbangan dalam pembenahansiaran radio BBM.

Terlepas dari dua karakteristik radio ko-munitas berdasarkan kelompok monitornya diatas, terdapat radio komunitas yang terbilang unik,yaitu Radio Swara Kota FM. Uniknya adalahtidak memiliki kelompok monitor sebagaimanaradio Swara Desa dan BBM, namun aktivitas ra-dio berjalan lancar tidak seperti halnya radio IntanFM dan Cemara Lima FM. Kelompok monitordi radio Swara Kota tidak terorganisir dan tidakada forum-forum khusus yang mempertemukankelompok monitor dan pengelola radio. Namun

Tripambudi, Radio Komunitas sebagai Media Siaran Alternatif ...

333

demikian, tanpa keberadaan mereka pun aktivi-tas radio tetap berjalan, bahkan radio Swara Kotatermasuk salah satu radio komunitas yang palingaktif di Yogyakarta. Mengenai kelompok monitordi Swara Kota FM, Mardidiyono, selaku penge-lola Swara Kota FM dan sekaligus Ketua JRKYmenjelaskan bahwa kelompok pendengar di ra-dio Swara Kota lebih pada kumpulan pendengaracara tertentu yang tersebar dalam kelompok-kelompok kecil di tingkat dusun atau RT. Seba-gai kelompok monitor dalam radio komunitas, ke-lompok seperti ini tidak mempunyai peran atausumbangan penting dalam menjalankan aktivitasradio komunitas. Mereka kurang ikut bertang-gung jawab atas pengelolaan radio, baik secarateknis maupun nonteknis. Sumbangan merekakepada komunitas adalah sekedar aktif atau di-libatkan dalam kegiatan-kegiatan off air atau pro-gram-program tertentu, misalnya ketika ketikaterjadi gempa mereka dilibatkan untuk mena-ngani korban gempa.

Secara teknis dan nonteknis Radio SwaraKota juga tidak bergantung dengan para monitor-nya. Secara teknis radio Swara Kota telah memilikiSDM yang mencukupi. Para pengelolanya yangmerupakan para aktivis merupakan kelebihantersendiri bagi radio Swara Kota dalam mengelolasiarannya. Prinsip mereka adalah mengedepankanprogram siaran, siapa pun harus siap mengisi setiapprogram siaran. Dengan demikian siaran radiodapat berjalan secara rutin dan tidak bergantungdengan pengisi program siaran. Kebijakan sepertiini ditempuh karena para pengelola Swara KotaFM adalah para aktivis yang memiliki banyak ke-giatan dan tidak bisa dipatok untuk mengisi suatuprogram siaran.

Secara nonteknis, yang biasanya men-cakup masalah dukungan finansial, radio SwaraKota FM juga tidak bergantung dengan moni-tornya. Mardiyono menjelaskan bahwa operasi-onal radio Swara Kota berasal dari para pengurusdan iklan lokal. Untuk iklan lokal , radio SwaraKota tidak tanggung-tanggung lagi. Mereka me-minta potensi-potensi pengiklan lokal untuk ber-iklan dengan tarif bulanan yang sangat terjang-kau, misalnya adalah warung-warung makan. Pa-ra pengiklan lokal tersebut sengaja diberdayakankarena mereka tidak akan berani dan mampu ber-iklan di radio-radio seperti Geronimo, Retjo Bun-

tung GCD dan sebagainya. Radio Swara Kotamemiliki 10 pengiklan, jika sebulan tarifnyaRp 100.000,00 maka sudah mendapatkan pema-sukan Rp 700.000,00. Pemasukan tersebut bisadigunakan untuk membayar listrik dan lainnya.Bahkan diterapkan bagi pengelola yang mencaripengiklan mendapatkan komisi 30 persen seba-gai apresiasi. Ini adalah salah satu bentuk pem-berdayaan potensi lokal.

Menurut ketua KPID DIY, Rahmat, dalamwawancara pada tanggal 27 Oktober 2011mengatakan bahwa sebenarnya radio komunitastidak boleh beriklan (komersial) dalam bentuk apapun. Prinsip radio komunitas adalah siarannonprofit yang dilakukan dari komunitas, olehkomunitas dan untuk komunitas. Menanggapipernyataan tersebut, Mardiyono selaku ketuaJRKY menyatakan bahwa pernyataan tersebutbetul, radio komunitas sebenarnya tidak bolehberiklan. Sekarang pertanyaannya adalah (Ia selalumengatakan pada orang KPID, soal iklan) kalauradio komunitas akan mencari idealnya, bagaimanadengan Radio Republik Indonesia (RRI), apakahIa radio komunitas atau radio publik? Apakahbedanya dengan radio komunitas? Selama ini RRImendapat anggaran dari APBN, sedangkan radiokomunitas yang benar-benar dari masyarakattidak mendapat apa-apa dari pemerintah daerah.

Oleh karena itu, sekarang pemberdayaanradio komunitas harus dikasih peluang. Iklan itudiperbolehkan tetapi iklan yang lokal. Warung-warung kecil tidak bisa iklan di radio-radio ko-mersial yang besar, radio komunitaslah yang da-pat membantu. Ini adalah bentuk pemberdayaandi tingkat lokal. Iklan-iklan seperti Lux, Lifeboy,Rexona dan sebagainya tidak boleh karena bukanporsi radio komunitas. Inilah yang disebut pem-berdayaan. Kalau saklek atau kaku itu namanyakonyol.

...Saya setuju dengan ketua KPID bahwarakom tidak boleh beriklan, aturannya jugademikian, tetapi harus disikapi dengan arif.Iklan itu kalau iklan nasional jelas tidak bolehkarena bukan wilayahnya, tetapi kalau iklanlokal; apa kita hanya menginformasikan sa-ja, terus bagaimana dengan pemberdayaanpotensi-potensi lokal itu, yang juga harusdiketahui. Dunia sudah menjadi global, pe-masaran menjadi bagian untuk orang menja-

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 9, Nomor 3, September-Desember 2011, halaman 317-337

334

di terkenal. Di radio harus menyesuaikan kon-disi semacam itu. Peraturan juga harus menye-suaikan sehingga kemudian harus dibatasi.Radio komunitas boleh beriklan lokal sebagaibagian pemberdayaan di komunitas. Perta-nyaannya kemudian dibalik, apakah rakomselalu dapat untuk beriklan. Kan tidak. Poten-sinya tidak ada, bergantung kemampuan ra-dio itu sendiri (Wawancara dengan Mardi-yono, Ketua JRKY, tanggal 11 November2011).

Radio Komunitas dan PemberdayanMasyarakat Lokal

Pemberdayaan (empowerment) masya-rakat menjadi salah satu aspek yang penting dalampembangunan. Program pemberdayaan masya-rakat sebaiknya tidak hanya menunggu program-program pembangunan yang dilaksanakan pe-merintah, tetapi bagaimana seluruh masyarakatdapat berperan aktif memaksimalkan potensi yangdimiliki. Dengan demikian partisipasi masyarakatdalam pembangunan dapat diwujudkan melaluiupaya-upaya menggali potensi yang ada di ma-syarakat.

Potensi-potensi yang dimiliki setiap ma-syarakat selalu berbeda-beda. Ada yang prospek-tif di bidang pertanian, perikanan, peternakan,kewirausahaan, perdagangan, kebudayaan dansebagainya. Oleh karena itu, dibutuhkan sarana,prasarana, pengelolaan dan strategi yang berbe-da. Istilahnya adalah berbasis lokal. Artinya ada-lah segala macam bentuk upaya terhadap suatuwilayah harus berdasarkan karakteristik lokal yangunik dan spesifik, di mana setiap daerah tidak da-pat disamaratakan.

Semangat tersebut selaras dengan ha-dirnya radio komunitas. Radio komunitas hadiruntuk memenuhi kebutuhan komunitas yang unikdan spesifik, yaitu memenuhi kebutuhan informa-si komunitas yang tidak dapat dipenuhi oleh me-dia massa pada umumnya (media mainstream).Ia hadir dalam komunitas yang kecil karena ra-dius jangkauan siarannya hanya 2,5 km, tidakberorientasi pada bisnis dan bersifat independen“Dari komunitas, oleh komunitas, untuk ko-munitas”.

Melihat karakteristik radio komunitastersebut, sangatlah tepat jika radio komunitasdimanfaatkan untuk kegiatan yang positif, yaitumemberdayakan masyarakat lokal (komunitas);lebih dari sekedar fungsi hiburan atau relaksasi.Acara-acara (contents) radio komunitas dapatdigunakan sebagai alat untuk menggali potensiyang ada dalam komunitas tersebut. Misalnya sa-ja radio komunitas Swara Desa yang ada di DesaBrosot Kecamatan Galur Kulon Progo.

Sebagai radio komunitas yang diprakar-sai oleh warga masyarakat secara gotong royong,radio Swara Desa berupaya memaksimalkan po-tensi radio tersebut untuk kepentingan masyara-kat komunitasnya. Melalui dukungan dari parapenggerak dan kelompok monitor yang aktif, Iahadir sebagai sarana warga komunitas mencobamengenali dan memaksimalkan potensi yang adadalam masyarakat tersebut melalui acara-acara-nya.

Menurut penjelasan Heru, selaku pimpin-an Radio Swara Desa, hal ini berawal dari asumsibahwa masyarakat membutuhkan informasi yangada di desa Brosot; baik mengenai masalah BankPembangunan Daerah (BPD), Anggaran Penda-patan dan Belanja Daerah (APBD), pertanian, pe-ternakan, perdagangan, kesehatan dan sebaginyamelalui radio komunitas, yang berbeda denganinformasi yang diterima melalui radio komersial.Visi utamanya adalah menjadi media yang dapatmenyampaikan segala sesuatu yang ada di desaBrosot untuk memajukan masyarakat Brosot.

Upaya-upaya tersebut dapat dilihat dariacara-acara yang tersusun di radio Swara Desayang tidak hanya bersifat hiburan saja, tetapi jugaterdapat acara yang sifatnya untuk membangun ataumemberdayakan masyarakat. Contoh acara-acarayang sifatnya hiburan adalah Pop Swara, LingsirWengi, Madu Asli, Suara Lama, Kolam Susu danGedang Sari. Acara-acara tersebut berisi lagu-lagu sebagai sarana hiburan bagi masyarakat ko-munitas dengan spesifikasi masing-masing. Mi-salnya Swara Lama berisi lagu-lagu lama, KolamSusu berisi lagu-lagu Koes Plus dan Gedang Sariberisi lagu-lagu campur sari.

Porsi acara yang berbobot sebagai bentukupaya memajukan masyarakat Desa Brosot jugabanyak sekali, misalnya; Langenendro, Swara

Tripambudi, Radio Komunitas sebagai Media Siaran Alternatif ...

335

Informasi, Wedangan, Manekung, Mimbar Desa,Bangku Belajar, Mbangun Warga dan KarawitanAdiluhung. Acara Langenendro mengkaji ma-salah-masalah keluhuran budi (humanisme). Aca-ra tersebut dimaksudkan untuk mengingatkan la-gi dan melestarikan nilai-nilai budaya luhur yangmulai dilupakan oleh masyarakat. Misalnya sajanilai tepo seliro (saling menghormati dan toleransi),karena kemajuan jaman dan teknologi manusiamulai condong menurutkan egonya. Mereka lupanilai-nilai kearifan lokal bangsa ini yang telah ra-tusan tahun menjadi alat pemersatu bangsa.

Acara Swara Informasi berisi informasi-informasi yang harus diketahui dan harus diso-sialisasikan kepada masyarakat. Misalnya sajamasalah perpanjangan Kartu Tanda Penduduk(KTP), batas akhir pembayaran pajak, dana ban-tuan yang sampai di tingkat desa untuk didistri-busikan di tingkat dusun, kampanye jam belajarmasyarakat dan pengumuman-pengumuman la-innya. Walaupun informasi-informasi seperti itusudah disampaikan lewat Rukun Tetangga (RT),Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa(LPMD), Pendidikan Kesejahteraan Keluarga(PKK) atau Dasa Wisma; namun disampaikanlagi melalui radio secara berulang untuk mempe-rkuat dan mengingatkan warga masyarakat.

Acara yang paling penting dan utamakaitannya dengan pemberdayaan masyarakat ada-lah acara Mbangun Warga. Acara tersebut mem-bahas bidang pertanian, peternakan, kesehatan,kewirausahaan dan apupun informasi yang dibu-tuhkan masyarakat beserta nara sumber ahlinya.Pengisi acara tersebut ada yang bekerja dengandinas, namun sebagian besar pengisi adalah me-manfaatkan potensi yang ada di komunitas secarasukarela.

Pengisi acara yang berasal dari dinas tidakdapat dilakukan secara rutin, hanya kadang-ka-dang saja. Dinas-dinas tidak ada yang proaktifdatang ke tingkat desa atau dusun dan meman-faatkan radio komunitas sebagai forum interak-si dengan masyarakat untuk menyampaikan infor-masi sesuai kapasitas bidangnya masing-masing.Misalnya ada sebuah pemberitaan di harian Kom-pas yang menuliskan bahwa “Penyuluh PertanianMakin Jarang ke Sawah”. Hasil ini berdasarkanpenelusuran Kompas dengan mewawancarai pe-

tani, penyuluh dan pengendali organisme peng-ganggu tumbuhan di enam provinsi; yaitu JawaBarat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta,Lampung dan Sulawesi Selatan.

Di tengah makin kompleknya masalahdalam sistem budaya padi, penyuluh pertanianlapangan acap kali tidak hadir. Penyuluh malukarena implementasi berbagai program bersubsididari pemerintah sering tidak sesuai dengan ko-mitmen awal; seperti jenis benih bersubsidi, pu-puk dan obat-obatan. Jumlah penyuluh pertanianlapangan (PPL) yang terbatas membuat merekajuga tidak dapat setiap saat berada di setiap desa.Selain itu ada juga PPL yang justru berbisnis. Me-nurut Ketua Umum Perhimpunan Penyuluh Per-tanian Indonesia, Mulyono Machmur; “Penyu-luh pertanian kini mengalami demotivasi” (Kom-pas, 28 September 2011).

Acara Mbangun Warga di radio SwaraDesa hanya dapat mengandalkan orang-orangyang memiliki potensi dan keahlian di komunitastersebut, misalnya untuk masalah peternakan di-serahkan dokter Hewan yang ada, untuk urusankesehatan diserahkan pada dokter Puskesmas se-tempat, untuk urusan pertanian diserahkan padaahli pertanian yang ada dan sebagainya. Pernahada yang mengisi dari luar, misalnya dari Universi-tas Gadjah Mada (UGM), stikes atau mahasiswaKuliah Kerja Nyata (KKN); namun tidak bisadiharapkan juga karena tidak mesti setahun se-kali datang ke Desa Brosot.

Walaupun hanya mengandalkan poten-si nara sumber lokal, antusiasme warga komuni-tas radio Swara Desa cukup tinggi. Mereka aktifmengikuti siaran-siaran yang sifatnya adalah pe-nambahan wawasan dan pengetahuan. Mereka ju-ga aktif berinterkasi melalui telepun dalam acara-acara tersebut untuk menngajukan pertanyaan-pertanyaan. Bahkan mereka juga aktif berinteraksidengan nara sumber di luar jam siaran jika adasesuatu yang kurang jelas. Menariknya lagi, narasumber pun bersedia melayani dengan suka rela,bahkan bersedia datang ke tempat warga yangmembutuhkan penjelasan dan penerangan lebihlanjut mengenai sesuatu hal. Heru menjelaskanbahwa dengan adanya radio komunitas masya-rakat menjadi lebih pintar.

“Kalau ada isu-isu yang penting narasumber

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 9, Nomor 3, September-Desember 2011, halaman 317-337

336

langsung bergerak ke masyarakat. Masyara-kat berbeda dengan sebelum adanya radio ko-munitas. Mereka lebih paham informasi dansemakin cerdas Misalnya tentang sapi, mere-ka paham kapan saatnya kawin, ciri-cirinyaapa, usia kebuntingan dan lain-lain. Hal inidulunya hanya dilakukan dengan ilmu titen(dengan memperhatikan ciri-ciri fisik), tetapisekarang diperhatikan perhitungannya...Ka-lau pertanian, khususnya mengenai musimtanam juga betul-betul diperhatikan... Denganadanya radio masyarakat lebih paham, lebihjelas dan lebih maju. Radio punya timbal balikyang positif” (wawancara tanggal 21 Agustus2001).

Radio Swara Desa juga peduli denganmasalah pendidikan melalui salah satu mataacarnya, yaitu acara Bangku Belajar. Acaratersebut dikhususkan untuk pelajar yang berisimateri-materi pelajaran sekolah. Pengisi acaratersebut adalah para guru-guru, mahasiswa atausiapa pun yang memiliki kapasitas dalam matapelajaran tertentu yang ada di komunitas tersebutdengan variasi tingkat pendidikan dan matapelajaran. Ada pelajaran yang untuk anak SekolahDasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP)atau Sekolah Menengah Umum (SMU). Ada pe-lajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pe-ngetahuan Sosial (IPS), Bahasa Indonesia, Ba-hasa Inggris dan sebagainya.

Acara kreatif untuk memberikan motivasidan alternatif dalam menyelesaikan permasalahanadalah acara Ngulir Budi. Dalam bahasa JawaNgulir Budi berarti mengasah atau memaksimal-kan akal atau pikiran. Acara ini berisi perihal kewi-rausahaan, yaitu mengajarkan prinsip-prinsip ke-wirausahaan dalam menyelesaikan masalah;misalnya sikap kreatif, tidak mudah menyerah, sukaterhadap tantangan, berorientasi ke depan danmandiri.

Pengisi acara tersebut biasanya adalahmereka yang dipandang memiliki kreatifitas un-tuk menyelesaikan masalah (perekonomian kelu-arga) melalui kegiatan berwirausaha. Acara seper-ti ini diharapkan dapat menstimuli warga komuni-tas untuk mengikuti jejak mereka. Memanfaatkanpotensi-potensi lokal yang ada untuk mencapai ke-mandirian hidup.

Sebagai radio komunitas milik masyarakat

desa yang masih kental kebudayaan Jawanya, ra-dio Swara Desa juga memiliki acara yang berupayanguri-nguri (melestarikan) budaya Jawa, yaituacara Manekung. Acara ini membahas kebuda-yaan-kebudayaan Jawa seperti; Mocopat, Tem-bang Jawa, filosofi gending Jawa dan sebagainya.Pengisi acara ini biasanya Soempeno selaku pe-lopor lahirnya radio Swara Desa yang saat ini men-jabat sebagai anggota DPRD Kabupaten KulonProgo.

Konsep program radio Swara Desa ter-sebut memang ideal untuk menumbuhkan ke-hidupan masyarakat komunitas, namun dalampelaksanaannya terdapat bermacam-macamketerbatasan sehingga harapan capaian yang ide-al belum dapat dihasilkan. Kendala utamanyaadalah masalah rutinitas siaran, pengisi siaran dandampak siaran bagi masyarakat yang tidak ter-pantau dengan pasti untuk acara-acara yang ber-sifat membangun masyarakat komunitas.

Para penyiar radio komunitas masing-masing mempunyai kegiatan atau kesibukansehingga sering tidak ada di tempat. Jika tidak adapengganti, sering kemudian acara hanya diisi de-ngan lagu-lagu. Demikian pula halnya dengan paranarasumber, mereka juga tidak dapat secara rutinsiap mengisi siaran pada jam dan hari yang telahditentukan. Kekosongan seperti ini pun juga seringakhirnya hanya diisi dengan siaran lagu-lagu yangsifatnya hiburan. Sehingga, dengan demikian jikadiprosentasekan banyak acara yang bersifat hi-buran. Acara-acara utama (inti) yang banyak ber-kaitan dengan pembelajaran untuk masyarakatkomunitas sering kosong.

Peristiwa yang dianggap luar biasa dandiperlukan langkah-langkah antisipasif serta perlusegera disebarluaskan, maka radio komunitassegera dimanfaatkan untuk menyampaikaninformasi kepada masyarakat. Misalnya di bidangkesehatan, ketika memasuki wabah demamberdarah (DB) maka dokter puskesmas melakukansiaran di radio komunitas. Ketika terjadi wabahsapi lumpuh, dokter hewan yang ada di lingkungankomunitas Swara Desa juga segera melakukansiaran penyuluhan untuk melakukan langkah-langkah antisipasi.

Cerita menarik lainnya dari radio ko-munitas adalah radio komunitas Balai BudayaMinomartani yang sangat populer dengan nama

Tripambudi, Radio Komunitas sebagai Media Siaran Alternatif ...

337

radio BBM. Radio komunitas yang dipelopori parapegiat kebudayaan tersebut memang fokus untukmengangkat kebudayaan Jawa. Menurut Kun-coro, salah seorang staf radio BBM, kebudaya-an adalah sisi sosial yang dapat diterima semuakalangan. Warga yang memiliki beragam latarbelakang sosial, pendidikan, ekonomi dan religi(kristen, katolik, muslim dan sebagainya) yangrentan konflik; di sini kebudayaan dapat mem-persatukan mereka. Oleh karena itu sejak awalsemangatnya adalah untuk melestarikan kebu-dayaan.

Banyak pegiat di bidang Campur Sari,Karawitan, Tari dan lain-lain yang tidak menda-patkan tempat untuk menyalurkan ekspresinya.Radio komunitas satu-satunya yang dapat mem-beri ruang karena tidak ada batasan harus orangbesar yang memiliki modal besar. Orang kecil ataubiasa pun bisa memasuki radio komunitas, dengandemikian radio BBM ingin memberdayakan ma-syarakat khususnya para pegiat budaya melaluikegiatan pelestarian kebudayaan.

Radio BBM melakukan terobosan denganmenjalin kerja sama dengan pihak yang terkaitsepanjang menguntungkan dua belah pihak. Ra-dio BBM banyak melakukan kerja sama untukmembangun jaringan agar tetap eksis. Hasilnyabelum tentu dalam bentuk dana murni, tetapi bisadalam bentuk partisipasi. Misalnya kerja samadengan departemen kebudayaan dengan mela-kukan kemah budaya untuk pelajar, kerja samadengan para perlaku seni untuk mengadakan pa-meran di BBM dan sebagainya.

Kemah budaya adalah kemah yang pe-sertanya adalah perwakilan dari siswa-siswa Se-kolah Menengah Tingkat I (SMP) se kabupatenSleman yang diikuti 150 peserta selama tiga hari.Tujuannya utamanya ada dua, yaitu; pertama,untuk kembali memperkenalkan kebudayaan yangsudah menghilang di kalangan generasi muda;kedua, untuk menggali lagi dan melestarikankebudayaan warisan leluhur yang sudah mulaidilupakan. Selama ini kemah budaya sudahdilakukan tiga kali.

Proses pelaksanaan kemah budaya sangatunik. Pertama kali siswa peserta kemah dioplosdalam kelompok-kelompok agar mereka salingmengenal dan belajar sosialisasi. Setiap kelom-pok menempati satu tenda dimana tenda-tenda

tersebut dikasih nama-nama yang membudaya;misalnya tenda Amarta, tenda Jodi Pati, tendaAstina dan sebagainya. Tepuk pramuka digantidengan tepuk budaya. Satu wahana untuk me-ngajak anak-anak (generasi muda) terhadap seniyang dulunya merupakan suatu aset yang dimilikioleh orang tua mereka yang sekarang hilang olehhingar bingar seni lain.

Kegiatan-kegiatan dalam kemah budayadiarahkan untuk memperkenalkan lagi kebuda-yaan yang sudah mulai hilang. Contohnya adalahworkshop pembuatan dan pementasan WayangDamen. Mereka dipersilahkan membuat lakondan iringan dengan bimbingan dan hasilnya cukupbagus. Pendekatan yang dilakukan tidak denganbahasa formal, tetapi dengan bahasa yang dapatmendekatkan pada dunia anak (remaja), sehing-ga anak pun tertarik dan tertantang untuk belajardan menggeluti serta menekuni suatu kebudayaan.

Radio BBM dapat melakukan kegiatan-kegiatan seperti itu karena adanya kesolidan da-lam komunitas tersebut. Tanpa adanya satu ba-ngunan komunitas yang kuat, tidak mungkin dapatmenyeleggarakan kegiatan seperti itu. Di situlahmereka berproses, menghargai karya dan menyi-arkan apa yang menjadi karya mereka. Sebagaisebuah ikatan sosial, mereka mempunyai ikatanemosional. Satu kepuasan tim dan rasa yang tidakdapat dinilai dengan rupiah.

Berbagai macam kebudayaan Jawa di-coba digali dan dihidupkan lagi di komunitasBBM; misalnya adalah wayang, tari, ketoprak,karawitan dan wayang orang. Semuanya dike-mas dan dikelola menurut keunikannya masing-masing. Misalnya setiap malam satu Suro (tahunbaru Islam atau Jawa) diadakan pentas wayangorang, kemudian dicari lagi dari sisi penampilanpentas kesenian yang sudah mulai punah untukdiangkat; misalnya Ketoprak Ongkek. Selain itudiangkat pula ketoprak konvensional dan keto-prak Kartini (seluruh pelakunya adalah ibu-ibu).Satu kemasan yang diharapkan bukan hanya ygtersasar generasi pelaku sekarang, yaitu para ibu,tetapi juga pada anak-anaknya.

Isi siaran (content) radio komunitas BBMdan kegiatan BBM saling mendukung dan mengisi.Pentas-pentas kesenian yang dilakukan BBMsering dipancarkan secara langsung melalui radioBBM, misalnya adalah pentas wayang atau ke-

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 9, Nomor 3, September-Desember 2011, halaman 317-337

338

toprak. Siaran rutinnya pun juga banyak terkaitdengan kebudayaan Jawa, mulai dari musik, ber-bincangan sampai dengan berita. Untuk musikmasih menampilkan beragam musik, namunprosentasi masih banyak terkait dengan Jawaseperti gending, campur saridan langgam. Kitatidak mungkin lari dari suatu kenyataan, yang lagitrend, yaitu campur sari, namun Moco Pat jugaditampilkan, dikaji dan dibedah apakah sari patitembang tersebut.

Radio komunitas BBM juga mempunyaiacara Jejak Nusantara hasil kerja sama denganFord Fundation. Acara ini cukup regeng danmendapat perhatian dari masyarakat komunitas.Acara ini berisi acara kegiatan dari MasyarakatSeni Pertunjukkan Indonesia (MSPI) dari berbagikhasanah seni etnik di Indonesia yang dicoba di-kenalkan kepada warga komunitas.

Berdasarkan pemaparan radio komunitasBBM di atas jelas terlihat bagaimana upaya BBMuntuk memberdayakan masyarakat dan kebu-dayaan yang sudah mulai dilupakan masyara-katnya. Baik melalui upaya mandiri atau bekerjasama dengan pihak yang terkait, komunitas BBMberupaya mengingatkan lagi kecintaan terhadapkebudayaan yang pernah dihidupkan oleh generasisebelumnya. Semangat ini berupaya ditanamkanterhadap generasi muda maupun generasi tua me-lalui cara-cara yang kreatif. Eksekusinya melaluikegiatan-kegiatan yang ada di Balai Budaya Mi-nomartani (BBM), yaitu tempatnya para pegiatkebudayaan (Jawa) berusaha melastarikan ke-budayaan Jawa dengan fasilitas-fasilitas yangsangat memadai seperti; tempat atau lokasi yangluas, perangkat gamelan, perangkat wayang, pe-rangkat tari dan sebagainya.

Radio komunitas lain yang diteliti adalahradio komunitas Lima Cemara yang beralamat diJalan AM Sangaji 20 Yogyakarta. Radio yang me-miliki slogan “Cinta Damai dan Bersahabat”tersebut diprakarsai oleh gereja, tepatnya adalahForum Bersaudara Umat Beriman (FBUB). Olehkarena itu penyiar dan muatannya pun tidak se-muanya dari gereja. Sebelumnya kesan eksklu-sifitas gereja menjadikan masyarakat sekitar ta-kut mendekat. Setelah dilakukan pendekatan ma-ka warga RT pun ikut siaran, bahkan ketika bulanRamadhan remaja masjid pun menggunakan ra-dio Lima Cemara untuk siaran.

Menurut Bapak Kelik selaku pimpinan diradio Lima Cemara mengatakan bahwa manfaatyang maksimal untuk masyarakat komunitas sekitarbelum bisa dilakukan. Radio Lima Cemara hanyamemasilitasi dan mewadahi kelompok-kelompokyang ingin mensosialisasikan informasi kepadamasyarakat, misalnya; kalurahan, Rukun Warga(RW), RT atau kelompok-kelompok hobi tertentuuntuk mengaktualisasikan atau memperdengar-kan kegiatan atau informasi penting mereka. Con-tohnya adalah Komunitas Barata selaku pemer-hati kali Code yang pernah siaran. Sewaktu mela-kukan penanggulangan bencana banjir lahar di-ngin. Kelompok yang berada di Blunyah Gede ter-sebut langsung terjun ke lokasi mengurusi pe-ngungsi, distribusi logistik dan sebagainya. Ko-munitas Barata menyiarkan langsung kegiatantersebut melalui radio Lima Cemara.

Radio Lima Cemara masih kesulitan men-cari format karena audience dalam lingkupkomunitas kota yang sangat plural. Hal ini berbedadengan radio komunitas di desa di mana audi-encenya jelas, mayoritas masyarakat dapat terlihatjelas, misalnya; petani, peternak, nelayan dan se-bagainya. Kalau di desa sasarannya jelas, secarageografis dan kekuatan pancar juga berpengaruh.Orang kota mendengarkan radio sudah kalahdengan media lain.

“....belum bisa seperti radio komunitas didesa-desa. Saya sendiri juga bingung mauseperti apa.... audience yang interes denganacara radio ya itu-itu saja....” (Kelik–Cema-ra, wawancara tanggal 22 Agustus 2011).

Menanggapi masalah di radio CemaraLima tersebut, Sumardi selaku ketua JRKY me-nyatakan bahwa sebenarnya masalah tersebutgampang. Radio Lima Cemara memiliki banyakpotensi yang bisa diangkat sehingga tidak perlukebingungan. Misalnya adalah informasi-infor-masi di seputar pasar, ada berapa kios? Ada bera-pa pedagang klitikan? Ada berapa perusahaan?Bagaimana hubungannya dengan masyarakat?Hal ini adalah informasi-informasi yang kadang-kadang tidak disampaikan oleh radio radio komu-nitas. Sebetulnya tidak ada kesulitan, kita harusmelihat diri sendiri baik kelemahan maupun ke-lebihan. Dibutuh kecerdasan dalam pengelolaanradio komunitas. Misalnya cuaca di sekitar kita,bisa ditanyakan pada Badan Meteorologi dan Ge-

Tripambudi, Radio Komunitas sebagai Media Siaran Alternatif ...

339

ofisika (BMG) untuk diinformsikan pada wargakomunitas. Radio komunitas akan kesulitan jikabergaya radio mainstream, karena tidak mem-punyai SDM yang kuat. Radio komunitas harusmenyesuaikan dengan kapasitas masing-masing.Selama ini radio komunitas terjebak dengan kon-disi yang ada di masyarakat. Kita mengikuti mobilBayerische Motoren Werke (BMW) padahal ke-kuatannya sepeda. Mending pakai sepeda tetapidapat digunakan untuk berkeliling kampung, da-pat mengetahui kondisi kampung, apa potensi-nya, tahu kelebihannya. Itu yang harus kita mun-culkan.

Interaksi dengan masyarakat komunitaspun juga tidak terjalin dengan baik, belum ada fo-rum resmi untuk berinteraksi dengan audience.Selama ini hanya terjadi sekali pertemuan denganmonitor atau pendengar, yaitu pada peringatan hariulang tahun radio Lima Cemara yang pertama.Pantauan terhadap aktivitas pendengar hanya se-batas melalui SMS, itu pun hanya pada kalanganyang sangat terbatas. Secara keseluruhan baikpendenga aktif maupun pasif tidak terpantau.Apalagi setelah kegiatan operasional sempat ber-henti selama satu tahun karena permasalahanteknis, kontak dengan pendengar semakin hilang.Audience gereja sering kumpul-kumpul di sini se-hingga bisa langsung menyampaikan aspirasinyamengenai radio.

Radio Cemara Lima tidak menyajikanacara-acara yang sifatnya pemberdayaan ma-syarakat, misalnya menfasilitasi kerajinan untukpemuda-pemuda yang belum bekerja. Saat ini ba-ru berkonsentrasi memperbaiki infra struktur agarsiaran dapat menjangkau pendengar dengan lebihbaik lagi karena selama ini siaran Lima Cemarausah ditangkap. Kelik masih mengharapkan Ce-mara Lima menjadi radio komunitas yang ideal,yaitu menjadi radio milik komunitas yang mem-berdayakan komunitas. Setiap radio komunitasdi setiap komunitas pasti berbeda sehingga tidakdapat seperti radio nasional. Radio Lima Cemarasendiri bayangannya seperti apa masih sulit diru-muskan karena heterogenitas masyarakat kota,oleh karena itu harus dirumuskan dari bawah agardapat mengetahui harapan dan keinginan audi-ence mengenai format dan isi siaran radio komu-nitas.

Segmen acara radio Lima Cemara sudah

cukup variatif dan mencoba menfasilitasi berba-gai segmen audience. Segmen pelajar biasanyadijadwalkan antara pukul 17.00-19.00 WIB de-ngan pengisi siaran pelajar pula. Misalnya acaraAngan-Angan dan Forum Sahabat Lima Ce-mara. Acara-acara lainnya antara lain adalah;Talkshow, Live Show Music, Moco Pat, Sepoordan Bincang-Bincang.

Acara Talk Show biasanya diisi oleh dok-ter Puskesmas setempat, aktivis PerkumpulanKeluarga Berencana Indonesia (PKBI) RifkaAnnisa dan sebagainya. Tema-tema yang diangkatseputar masalah anak-anak modern seperti nar-koba, pergaulan bebas, penanggulangan HumanImmunodeficiency Virus (HIV) atau AcquiredImmuno Deficiency Syndrome (AIDS) dansebagainya. Life show-musik berisikan hiburanmusik, Moco Pat adalah acara yang berisi kebu-dayaan Jawa. Acara Bincang-Bincang berbicaramasalah sosial, budaya, politik edukasi. AcaraSepoor berisikan masalah life style. Selain ituselalu ada sosialisasi jika diperlukan misalnyamasalah gas LPG, beras miskin (Raskin), KaminanKesehatan Masyarakat (Jamkesmas), dan se-bagainya.

Paparan mengenai radio komunitas LimaCemara di atas dapat disimpulkan bahwa radiokomunitas tersebut belum dimanfaatkan secaramaksimal untuk memberikan aspek pemberdayankepada lingkungan komunitas. Radio terkesan jalanbegitu saja tanpa memperhatikan respon darikomunitas audience. Walaupun kalau dilihat darijudul mata acara sudah variatif, namun tidak adaacara khusus yang baik secara langsung maupuntidak langsung di treat untuk audience tertentuyang sifatnya adalah pemberdayaan (empower-ment). Misalnya untuk masyarakat perkotaan sa-lah satu problem yang dihadapai adalah pengang-guran. Pertanyaannya adalah bagaimana radiokomunitas dapat membantu permasalahan terse-but melalui segmen acaranya, baik atas inisiatif sen-diri atau bekerja sama dengan dinas terkait, misal-nya dinas tenaga kerja.

Cerita radio Lima Cemara hampir samadengan radio Informasi Pertanian (Intan) FM diKecamatan Playen Gunung Kidul. Visi dan misiradio tersebut adalah untuk memberikan informasi-informasi di bidang pertanian, sesuai dengan ma-syarakat komunitasnya yang sebagian besar ber-

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 9, Nomor 3, September-Desember 2011, halaman 317-337

340

mata pencaharian sebagai petani, jumlahnya men-capai 90 persen. Visi dan misi tersebut sesuai de-ngan founding perangkat siaran radio, yaitu LSMLestari Mandiri yang concern dengan upaya-upaya mengembalikan kejayaan para petani.

Radio Intan pada awalnya dipelopori olehpara penyuluh pertanian untuk memberikan in-formasi seputar permasalahan pertanian untukmengembangkan sektor pertanian di wilayahtersebut. Frekuensi siaran yang berkaitan denganpertanian bisa antara 3-4 kali seminggu, bahkanbisa mencapai 5-7 kali seminggu; sangat fleksibelbergantung kebutuhan masayarakat dan kesiap-an pemateri. Materi-materi yang disajikan bergan-tung kebutuhan masyarakat dan pertimbanganpenyuluh, misalnya; cara pembuatan pupuk orga-nik, cara pembenihan, pemilihan bibit (baik tana-man atau hewan) dan sebagainya. Bagi masyarakatyang masih membutuhkan informasi labih lengkaplagi bisa langsung mendatangi penyuluh padakesempatan lain.

Setelah dilepas oleh Lesman, radio IntanFM mengalami penurunan fungsinya sebagaisumber informasi pertanian. Pengelolanya sudahberalih dari para pinisepuh ke generasi muda, se-hingga acara-acaranya pun bergeser lebih kearahsegmen anak muda yang prosentase acaranyayang bersifat hiburan besar. Informasi-informasipenting bagi masyarakat tetap disiarkan, baik me-lalui penyiar maupun langsung dari pihak yangberkompeten misalnya lurah, camat atau dokterPuskesmas. Informasi-informasi yang disajikanantara lain adalah batas akhir pembayaran PajakBumi dan Bangunan (PBB), berita lelayu, kehi-langan, lowongan kerja dan sebagainya.

Pada awalnya respon masyarakat sangatbagus. Radio yang mempunyai jam siaran antarjam 15.00-24.00 tersebut banyak didengarkanmasyarakat komunitas bersama-sama di pos ron-da. Respon masyarakat terhadap siaran hanyadapat disampaikan secara langsung atau melaluitelpun atau SMS karena tidak ada formum pen-dengar. Namun sekarang kondisinya sudah ber-ubah, selain pengelolanya dipegang anak-anakmuda, peralatannya pun sudah tidak layak dansering bermasalah (trouble). Peremajaan atauservis peralatan terkendala oleh finansial yangtidak mencukupi, karena masyarakat belum bisamemberikan dukungan kepada radio komunitas.

Setelah dilepas Lesman, dana operasional hanyadiperoleh dari pengiklan yang tidak mengikat yangada di lingkup komunitas, misalnya pemilik wa-rung makan, warung kelontong, pakan ternak, ca-tering dan sebagainya. Mereka beriklan denganimbalan seikhlasnya. Walaupun hal ini sebetulnyabentuk pelanggaran, karena radio komunitas tidakboleh beriklan (komersial) dalam bentuk apapun.

Radio Intan belum berfungsi optimal, apalagi jika dikaitkan dengan fungsinya sebagai sara-na untuk meningkatkan pemberdayaan masyara-kat. Pada akhirnya radio Intan lebih condong dalamfungsinya sebagai media hiburan. Peneliti melihathal ini disebabkan radio tidak didukung komunitasyang kuat sebagaimana halnya radio Lima Cemara.Radio hadir terlebih dahulu sebelum komunitasterbentuk. Bedanya radio Lima Cemara masih bisaberjalan karena dukungan gereja, sementara ituradio Intan tidak ada sumber penghidupan lainsetelah dilepas oleh founding Lestari Mandiri.

Dalam hal pemberdayaan melalui radiokomunitas, radio Swara Kota memiliki wawasanyang berbeda. Menurut Mardiyono, selaku penge-lola radio Swara kota mengatakan bahwa “selamaini menjadi pemikiran teman-teman radio komu-nitas adalah mereka hanya sebagai devisi mediasaja sehingga jika melakukan pembinaan (misal-nya terhadap para pemuda yang masih mengangurdi lingkup komunitas itu) akan overlap denganpihak-pihak yang seharusnya bertanggung-jawabatas itu. Media radio komunitas hanya sebagai pe-nyambung saja, misalnya di tempat kita banyakpengangguran, kita sebagai media informasi akanmenyampaikan siapa yang bertanggung-jawab ataskeadaan ini. Jika ini dilakukan oleh radio SwaraKota, maka akan overlap. Seharusnya kita me-ngerjakan sesuai porsi masing-masing. Radiokomunitas hanya menyampaikan kepada pihakyang berwenang. Kalau kita sampai ke sana akanmenjadi pekerjaan yang begitu berat bagi media”.

Selama ini, radio Swara Kota juga belumpernah melakukan kerja sama dengan instansi-instansi terkait guna melakukan pembinaan ter-hadap permasalahan di komunitas, misalnya sajamasalah pengangguran. Kerja sama dilakukandengan komisi-komisi, seperti KPA (melaluiJRKY), dengan LSM-LSM dan sebagainya. Ke-giatannya dapat seperti Talk Show, Iklan Layan-an Masyarakat (ILM). Tema-tema yang diangkat

Tripambudi, Radio Komunitas sebagai Media Siaran Alternatif ...

341

bergantung LSMnya, misalnya masalah buruh,buruh gendong, pembantu rumah tanga (PRT),IRE, AIDS, ombudsment swasta dan sebagainya.

Pendengar Swara Kota sudah ada, wa-laupun penengarnya tidak terpantau secara pasti,karena yang penting media itu rutin. Kalau rutinselalu mengudara, maka akan selalu memiliki pen-dengar. Pertanyaannya mengapa radio itu tidakdidengarkan? Jawabnya karena kadang-kadangsiaran dan kadang-kadang tidak sehingga pen-dengarnya tidak jelas. Kalau siarannya jelas, pen-dengarnya jelas.

Banyak pihak pula yang ingin dirangkuloleh radio Swara Kota, namun tidak merespondengan baik. Menurut penjelasan Sumardi, radioSwara Kota selalu memberi waktu kepada semuapihak (Puskesmas, kalurahan, karang taruna,Posyandu dan sebagainya...), namun sampai se-karang tidak jalan. Hal ini adalah persoalan, me-reka diberi kesempatan tetapi tidak jalan, merekatidak menyadari telah berorientasi pada dunia lu-ar sehingga dunia dirinya tidak diperhatikan. Un-tuk kelurahan jam berapa pun akan diberikan wak-tu, bahkan di sela-sela acara inti pun bisa untukdimasuki, tetapi orang kalurahan yang tidak maudengan alasan tidak memiliki bahan.

Radio komunitas harus ada link andmatch untuk saling melengkapi. Kadang-kadangradio komunitas menjadi cemoohan karena ga-yanya yang tidak seperti radio mainstream. Parapenyiarnya tidak dibayar tetapi ada loyalitas, ma-kanya radio Swara Kota tidak memunculkanpenyiar, tetapi yang dimunculkan adalah pro-gram. Penyiar menjadi nomor sekian, yang pen-ting programnya yang bisa diisi oleh siapa saja.Berbeda dengan radio mainstream, radio komu-nitas yang penting programnya jalan. Siapa pundapat mengisi program tersebut. Radio main-stream penyiar penting untuk menggaet pende-ngar, sedangkan di radio komunitas penyiar dapatberganti-ganti dan gaya yang berbeda-beda yangpenting program jalan. Radio komunitas tidak bisadiatur sebagaimana radio mainstream. Radio ko-munitas bersifat unik. Secara prosedural samadengan radio mainstream karena radio harussiaran terus, tetapi yang paling baku adalah ba-gaimana kemudian saat radio komunitas berpe-rang program dengan radio mainstream apa yangmau kita bidik. Radio komunitas sudah kalah

segala-galanya dengan radio mainstream. Makayang bisa dilakukan radio komunitas adalah mem-pelajari kondisi masyarakat untuk membuat pro-gram.

Terdapat dua hal yang harus dipertim-bangan radio komunitas, yaitu : Pertama, radiokomunitas di Jogja berbeda dengan radio ko-munitas di Kalimantan, Sulawesi atau Papua.Wilayah Jogjakarta ini untuk mendapatkan in-formasi sudah tidak sulit, sehingga perbedaannyacukup jauh sekali. Kalau seseorang mendengar-kan radio komunitas, apa manfaatnya sekaran?Ketika Ia juga dapat menonton TV One, MetroTV dan sebaginya.

Kedua, informasi di tingkat lokal harusmenjadi sajian utama radio komunitas. Ini yangmembedakan dengan informasi di media (radio)mainstream. Ini adalah kekuatan radio komunitas.

...”kalau rakom dapat memunculkan ke-mampuan lokal, oh kemarin ada tetangga sayayang padu. Ini bisa menjadi berita, ada per-soalan apa ya...di masyarakatku ada sekianratus sepeda motor, sekian ribu sepeda. Inimenjadi informasi yang penting, informasigolongan darah. Masyarakat tahu informasiluar tetapi tidak mengetahui informasi dalam.Ini yang harus digali rakom, kalau itu bisa diga-li baik sekali. Berapa jumlah warga RT, inimenjadi kekuatan yang belum digali wargakomunitas, kalau itu sudah dilakukan, se-benarnya itulah informasi yang dibutuhkan.Informasi global sudah jelas, Komisi Pem-berantasan Korupsi (KPK) menangkap siapa,tahu !!! Tapi bagaimana korupsi di tingkat RT.Ini yang harus dikelola rakom...”(Wawancaradengan Mardiyono, pengelola radio SwaraKota, tanggal 11 November 2011)

Kebanyakan radio komunitas mengalamibeberapa masalah, yaitu; masalah rutinitas siaran,masalah SDM dan masalah fleksibilitas. Masalahpertama disebabkan penyiar atau pengelola yangbersifat sekarela dengan kesibukannya masing-masing menjadikan siaran menjadi fakum danakhirnya hanya diisi dengan hiburan musik secaranonstop. Menurut Mardiyono, idealnya sebenar-nya radio komunitas tidak boleh sampai sepertiitu, kalau kita melihat sejarah radio komunitas se-benarnya Ia dibutuhkan, menjadi kebutuhan dankeinginan. Radio komunitas menjadi satu keber-

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 9, Nomor 3, September-Desember 2011, halaman 317-337

342

samaan komunikasi yang dibangun di mana se-jarahnya mereka harus bersama-sama memba-ngun radio komunitas. Satu ikatan emosi; ada yangmemiliki potensi ekonomi, waktu luang dan seba-gainya sehingga bisa mengudara. Peluang-peluangitulah yang harus diutamakan sehingga tidak mun-cul hal-hal seperti itu. Kalau hal ini sudah terbangunmaka tidak ada lagi persoalan karena sudah adayang membackup. Penyiar sudah ada karena me-rupakan bagian kekuatan dari komunitas. Masalahwaktu dan program dapat dibentuk bersama-samakarena menjadi bagian dari masyarakat komunitasitu sendiri, tetapi hal seperti itu tidak muncul darikomunitas. Media mainstream masih dijadikanacuan radio komunitas dengan pola-pola hiburan.Hal ini yang harus dirubah. Informasi dan pendi-dikan harus menjadi pokok. Bagaimana ini me-ngemasnya, kemudian programlah yang menjadipokok utama.

Masalah kedua, yaitu masalah SDM.Kasusnya banyak radio komunitas yang dibinaatau difasilitasi oleh LSM, dimana SDM ataukemampuan belum siap tetapi sudah disiapkanoperasionalnya, sehingga ketika saatnya dilepasoleh LSM pembinanya maka program siaranmenjadi menurun. Contohnya adalah kasus In-tan FM.

Masalah ketiga adalah masalah flek-sibilitas. Banyak radio komunitas terjebak kare-na kondisi internalnya yang belum memadai, olehkarena itu radio komunitas harus selalu bermu-tualisma dengan siapa pun, terutama dalam ling-kup komunitas. Radio komunitas harus dapatberadaptasi dengan masyarakat, kalau memangkondisi masyarakat berbalik, maka kita juga hurusberubah. Radio komunitas harus menjadi sebuahmedia yang tidak kaku, tetapi adaptif dengan kon-disi yang ada di masyarakat.

Radio komunitas harus belajar pada dirisendiri dan jangan mudah merengek. Radio ko-munitas mempunyai potensi yang harus dikem-bangkan sendiri. Orang lain hanya memberikanmasukan dan saran, tetapi baju kita yang haruskita kembangkan sendiri. Potensi radio komunitassangat kuat dan besar, yang ada di desa mempunyapotensi desa, yang ada di warga mempunya poten-si warga, yang ada di kampus mempunya potensikampus. Kita berharap belajar pada diri sendiriuntuk berkembang lebih luas. Radio komunitas

harus melihat potensi sendiri dan diinformasikankepada warga komunitas. Radio komunitas tidakakan mati selama dapat memahami dirinya sendiri,tetapi kalau memandang yang lebih luas atau besarmaka tidak akan dapat berbuat apa-apa karenaitu bukan wilayah radio komunitas.

Berdasarkan paparan hasil penelitian diatas, dapat dianalisa bahwa radio komunitas se-benarnya sangat ideal sekali dijadikan media saranapemberdayaan masyarakat lokal yang unik danspesifik. Tampaknya terjadi permasalahan dalampengelolaannya sehingga radio kemunitas terjebaksebagaimana radio mainstream (komersial).Berdasarkan pada sejarahnya radio komunitassudah bagus karena bertujuan untuk menyeimbangiradio mainstreeam yang selama ini lebih banyakke bentuk-bentuk hiburan. Radio komunitas me-ngambil celah tersebut, tetapi nampaknya radiokomunitas mengambil gaya-gaya radio main-stream sehingga pesan-pesan sebagai radio ko-munitas tidak pernah tersampaikan. Pada hal isu-isu di komunitas lokalnya di wilayah sendiri yangharus digali, yang harus dimunculkan selain lagu-lagu sebagai bentuk hiburan. Visi dari radio komu-nitas adalah pendidikan, informasi dan hiburan,tapi hal ini terbalik dan menjadi penyakit dari ra-dio komunitas. Hiburan menjadi gejala di manaradio komunitas menempatkannya sebagai menupokok utama, pada hal hiburan sebagai bagianuntuk mengemas atau tambah saja. Informasi lokalatau pendidikan lokal harus menjadi kekuatan yangpaling utama untuk dimunculkan, bukannya mengi-kuti gaya-gaya di radio mainstream.

Pandangan yang menyebutkan bahwa au-dience media massa tidak dapat lagi dipandangsebagai populasi besar yang dapat disatukan olehpesan media. Kebutuhan audience semakin bera-gam dalam komunitas-komunitas kecil (mass so-ciety versus community) (Littlejohn, 1996:335),hanya berlaku dalam konteks tertentu. Konteksdi mana kesadaran masyarakat akan informasi su-dah menjadi kebutuhan yang didukung dengantingginya tingkat pendidikan, wawasan dan pe-ngetahuan. Konteks masyarakat dalam penelitianini belum mendukung hal tersebut sehingga kebe-radaan radio (media) komunitas belum dapat ber-fungsi maksimal sesuai dengan proporsi fungsi ra-dio komunitas.

Media memang cenderung memenuhi

Tripambudi, Radio Komunitas sebagai Media Siaran Alternatif ...

343

kebutuhan-kebutuhan informasi mass society yanglebih menguntungkan industri media. Akibatnyabanyak kepentingan atau kebutuhan informasimasyarakat community tidak terpenuhi oleh me-dia yang ada. Potter (2004:3) menyebutkan bahwadewasa ini, problem mendapatkan akses informasimenjadi masalah yang penting dalam kehidupan.Elite yang memiliki tingkat pendidikan dan kese-jahteraan yang tinggi dapat memperoleh informasiyang mereka butuhkan sehingga semakin mapan(powerful), sementara itu mayoritas masyarakatdalam keadaan sebaliknya.

Baran dan Davis (2000:12-13) juga mene-gaskan bahwa industri media telah memasuki eramass sociaty dan mass culture. Hal ini ditandaioleh media yang mulai meruntuhkan pranata sosialtradisional secara bertahap dan mengantikannyadengan yang baru karena revolusi industri yangtelah merubah kebutuhan-kebutuhan elite yangmemiliki power secara ekonomi. Akibatnya me-dia sibuk memenuhi kebutuhan elite tersebut yanglebih menjanjikan keuntungan secara finansial,sehingga kebutuhan informasi komunitas-komunitasnonelite terabaikan.

Mengacu pada pendapat Potter (2004)serta Baran dan Davis (2000) di atas seharusnyaradio (media) komunitas betul-betul dapat dija-dikan media alternatif bagi warga komunitas. Ke-butuhan alternatif yang paling utama bagi ma-syarakat adalah pemberdayaan (empowerment)informasi, di mana dengan informasi tersebut di-harapkan dapat merubah atau menambah penge-tahuan warga komunitas. Kondisi masyarakatsangat menentukan sekali antusiasme masyarakatterhadap media komunitas. Kebanyakan wargakomunitas kurang memiliki kepedulian terhadapinformasi dan motivasi yang kurang untuk me-ngembangkan potensi ada secara mandiri, olehkarena itu dalam memaksimalkan peran mediakomunitas dibutuhkan seorang pemuka pendapat(motivator) sebagai penggerak.

Simpulan

(a) Peran radio komunitas sebagai mediasiaran alternatif untuk pemberdayaan masyarakatlokal di Yogyakarta belum maksimal disebabkanantusiasme masyarakat lokal sendiri yang masihkurang untuk memanfaatkannya. Cerminannya

adalah peran aktif kelompok monitor (pendengaraktif) dalam rutinitas operasional radio komunitas.Radio komunitas yang didukung aktif oleh kelom-pok monitor yang dapat memberikan peran pem-berdayaan bagi warga komunitasnya. Aktif dalamhal rmenjaga rutinitas operasional siaran, menggalipotensi dan masalah yang dihadapi warga komu-nitas dan mencari solusi permasalahan yang diha-dapi warga komunitas; (b) Format radio komunitasdalam peranannya sebagai media siaran alternatifuntuk pemberdayaan masyarakat lokal masih be-lum fokus pada format radio komunitas yang ber-basiskan potensi lokal. Radio komunitas harusbisa memberikan nilai (value) kepada audience-nya dibandingkan jika mereka mengakses radiomainstream, apalagi terpaan media mainstreamdi wilayah Yogyakarta sudah cukup banyak danvariatif. Kebanyakan radio komunitas mengambilgaya-gaya (format) radio mainstream sehinggapesan-pesan sebagai radio komunitas tidak pernahtersampaikan; (c) Radio komunitas dijadikan me-dia siaran alternatif untuk pemberdayaan ma-syarakat lokal di Yogyakarta karena media radio(media) mainstream yang berorientasi pada profittidak bisa menfasilitasi kepentingan lokal yangbersifat unik dan spesifik. Media mainstream se-lalu mengedepankan isu, peristiwa maupun tokohyang besar yang memiliki nilai jual yang tinggi.Sementara itu kepentingan komunitas lokal adalahsesuatu yang dekat dengan kebutuhan, nilai danpermasalahan di tingkat lokal; (d) Hasil dari pe-manfaatan radio komunitas sebagai media alternatifuntuk sarana pemberdayaan masyarakat lokal diYogyakarta belum maksimal karena pemanfaatanradio komunitas untuk kepentingan tersebut jugabelum maksimal karena berbagai keterbatasan.Hasil positif dapat dirasakan bagi radio komunitasyang fokus dan total dalam pengelolaannya, na-mun jumlahnya sangat sedikit; (e) Terdapat faktor-faktor pendukung dan penghambat pemanfaatanradio komunitas sebagai media alternatif untukpemberdayaan masyarakat lokal di Yogyakarta.Faktor-faktor pendukungnya adalah; pertama, si-fat media radio yang murah, praktis dan permisif.Kedua, pengelolaan radio komunitas yang bersifatnon komersial. Ketiga, berpotensi mengangkatsegala potensi lokal secara maksimal. Sedangkanfaktor-faktor penghambatnya adalah; Pertama,kekurangan SDM yang berkualitas karena sifat-

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 9, Nomor 3, September-Desember 2011, halaman 317-337

344

nya yang bersifat suka rela dan terpancang denganmasing-masing aktivitas pengelola. Kedua, tidakakan bisa berjalan tanpa dukungan aktif dari wargakomunitas (kelompok monitor). Ketiga, radio ko-munitas kurang cermat dalam menggali potensi-potensi atau informasi-informasi lokal yang men-jadikan ciri khas radio komunitas.

Daftar Pustaka

Ali Azis, Muhammad, 2005, Pendekatan SosioKultural dalam Pemberdayaan Masya-rakat, dalam Model-Model Pember-dayaan Masyarakat, editor Rr. Suhartinidkk, Pustaka Pesantren, Yogyakarta

Arsyad, Lincoln, Satriawan, Elan, HandoyoMulyo, Jangkung, Fitrady, Ardyanto,2011, Strategi Pembangunan PerdesaanBerbasis Lokal, STIM YKPN Yogyakar-ta, Yogyakarta

Baran, Stanley J and Davis, Dennis K., 2000,Mass Communication Theory: Founda-tion, Ferment and Future, Wadsworth,Canada .

Crisell, Andrew, 1994, Understanding Radio,Roudledge, New York.

Denzin, Norman K dan Lincoln, Yvonna, 1994,Handbook of Qualitative Research,Sage Publications, London.

Gazali E, D Haenens L, Menayan V, Hidayat DN.,2003, A Middle Group for Public andCommunity Broadcasting in Indonesia,The European Journal of Communica-

tion Research, Volume 28, Number 4, De-cember 2003.

Hikmat, Harry, 2010, Strategi PemberdayaanMasyarakat, Humaniora Pustaka Utama,Bandung.

Isbandi, 2006, Eksistensi dan Peran Radio Ko-munitas dalam Mendukung Proses Demo-kratisasi dan Pemberdayaan Masyarakat,Jurnal Ilmu Komunikasi Volume 4Nomor 1, Januari-April 2006.

Kompas, edisi 28 September 2011.Lincoln, Yvvona S and Guba, Egon G, 1985,

Naturalistic Inquiry, Sage Publication,Beverly Hill.

Littlejohn, Stephen W., 1999, Theories of Hu-man Communication, sixth edition,Wadsworth Publishing Company, Califor-nia .

Neuman, W. Lawrence, 2000, Social ResearchMethods: Qualitative and QuantitativeApproaches, fourth edition, Allyn andBacon, Boston .

Rr Suhartini, A. Halim, Imam Khambali, AbdBasyid, 2005, Model-Model Pember-dayaan Masyarakat, Pustaka Pesantren,Yogyakarta.

Soetomo, 2011, Pemberdayaan Masyarakat,Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Potter, W. James, 2004, Theory of Media Lit-eracy: A Cognitive Approach, Sage Pub-lication, London.

Sutopo, HB., 2002, Metode PenelitianKualitatif, UNS PRESS, Surakarta .

Tripambudi, Radio Komunitas sebagai Media Siaran Alternatif ...