Pusat Kajian AKNberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public...Pusat Kajian AKN | i KATA...
Transcript of Pusat Kajian AKNberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public...Pusat Kajian AKN | i KATA...
Pusat Kajian AKN | 1
Pusat Kajian AKN | i
KATA SAMBUTAN
Sekretaris Jenderal DPR RI
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita
semua.
BPK RI telah menyampaikan surat No.
54/S/I/3/2018 tertanggal 29 Maret 2019 kepada
DPR RI Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS)
II Tahun 2018. Dari 496 Laporan Hasil Pemeriksaan
(LHP) BPK pada pemerintah pusat, pemerintah
daerah, BUMN, dan badan lainnya, yang meliputi
hasil pemeriksaan atas 2 laporan keuangan, 244 hasil pemeriksaan kinerja,
dan 250 hasil pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (DTT).
Sebagaimana amanat UUD 1945 Pasal 23E ayat (3), hasil pemeriksaan
BPK ditindaklanjuti oleh DPR RI dengan melakukan penelahaan dalam
mendorong akuntabilitas dan perbaikan pengelolaan keuangan negara. Hal
ini dilakukan DPR RI sebagai bentuk menjalankan fungsi pengawasan atas
pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Untuk menjalankan amanat konstitusi tersebut sekaligus untuk
memperkuat referensi serta memudahkan pemahaman terhadap IHPS II
Tahun 2018, Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara telah melakukan
penelaahan terhadap temuan dan permasalahan hasil pemeriksaan BPK RI
atas Laporan Keuangan Project Ditjen Pengelolaan Ruang Laut
Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Instansi terkait lainnya dan
Project IBRD Loan Nomor 8336-ID Tahun 2017 pada Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia di Jakarta; serta hasil pemeriksaan BPK RI atas
Kinerja dan DTT pada Kementerian/Lembaga menurut tema dan fokus
pemeriksaan BPK, yang dikelompokkan sesuai mitra kerja Komisi mulai dari
Komisi I DPR RI sampai dengan Komisi XI DPR RI.
Demikianlah hal-hal yang dapat kami sajikan. Kami berharap hasil
telaahan ini dapat memberikan informasi bermanfaat kepada Pimpinan DPR
ii | Pusat Kajian AKN
RI, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI serta Pimpinan
dan Anggota Komisi DPR RI, sehingga dapat dijadikan acuan dasar dalam
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan keuangan negara,
khususnya terhadap pelaksanaan program-program nasional di
Kementerian/Lembaga.
Kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Pimpinan dan Anggota
DPR RI yang terhormat.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Pusat Kajian AKN | iii
Kata Pengantar
Kepala Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara
Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI
Puji dan syukur marilah kita panjatkan
kehadirat Allah SWT, karena berkat nikmat
dan rahmat-Nya Pusat Kajian Akuntabilitas
Keuangan Negara (PKAKN) Sekretariat
Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI dapat
menyelesaikan buku “Telaahan atas Hasil
Pemeriksaan BPK RI terhadap Mitra Kerja
Komisi VI Berdasarkan Ikhtisar Hasil
Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun
2018”.
Buku telaahan ini disusun dalam rangka pelaksanaan dukungan
substansi kepada Anggota Dewan, khususnya Pimpinan dan Anggota
Komisi VI DPR RI untuk memperkuat fungsi pengawasan DPR RI
terhadap pengelolaan keuangan negara.
Telaahan terhadap Mitra Kerja Komisi VI meliputi:
1) Penelaahan terhadap 1 (satu) Pemeriksaan Kinerja pada Kementerian
Perdagangan; dan
2) 1 (satu) Pemeriksaan Kinerja pada Kementerian Perindustrian.
Pada Kementerian Perdagangan, temuan/permasalahan yang ditelaah
yaitu mengenai hasil pemeriksaan BPK terkait pengelolaan ketersediaan dan
stabilitas harga beras, gula, daging sapi, daging ayam ras, dan telur ayam ras
tahun 2015 s.d Semester I Tahun 2018. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
menilai efektivitas pengelolaan ketersediaan dan stabilitas harga beras, gula,
daging sapi, daging ayam ras, dan telur ayam ras tahun 2015 s.d Semester I
Tahun 2018.
Sedangkan pada Kementerian Perindustrian, penelaahan dilakukan
terhadap temuan/permasalahan terkait program penumbuhan dan
pengembangan industri pangan, industri farmasi, dan industri kimia dasar
berbasis migas dan batu bara tahun 2015 s.d semester I tahun 2018.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai efektivitas program penumbuhan
dan pengembangan industri pangan, industri farmasi, dan industri kimia
dasar berbasis migas dan batubara tahun 2015 s.d semester I Tahun 2018.
iv | Pusat Kajian AKN
Pada akhirnya kami berharap telaahan yang dihasilkan oleh PKAKN
Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI ini dapat bermanfaat dan
menjadi sumber informasi serta acuan bagi Pimpinan dan Anggota Komisi
VI DPR RI dalam mengawal dan memastikan pengelolaan keuangan negara
berjalan secara akuntabel dan transparan, melalui Rapat Kerja, Rapat Dengar
Pendapat dan kunjungan kerja komisi dan perorangan. Atas kesalahan dan
kekurangan dalam buku ini, kami mengharapkan kritik dan masukan yang
membangun guna perbaikan produk PKAKN kedepannya.
Jakarta, Mei 2019
Helmizar
NIP. 196407191991031001
Pusat Kajian AKN | v
DAFTAR ISI
Kata Sambutan Sekretaris Jenderal DPR RI............................................... i
Kata Pengantar Kepala Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara. iii
Daftar Isi........................................................................................................... v
Kementerian Perdagangan............................................................ 1
Pemeriksaan Kinerja atas Efektivitas Pengelolaan Ketersediaan
Dan Stabilitas Harga Beras, Gula, Daging Sapi, Daging Ayam Ras,
Dan Telur Ayam Ras Tahun 2015 s.d Semester I Tahun 2018 (LHP
Kinerja No.51/LHP/XV/01/2019)…………………………....... 1
Kementerian Perindustrian ........................................................... 10
Pemeriksaan Kinerja terkait Program Penumbuhan dan
Pengembangan Industri Pangan, Industri Farmasi, dan Industri
Kimia Dasar berbasis Migas dan Batubara Tahun 2015 s.d Semester
I Tahun 2018 (LHP Kinerja No.50/LHP/XV/01/2019)……….... 10
vi | Pusat Kajian AKN
Pusat Kajian AKN | 1
TELAAHAN
ATAS HASIL PEMERIKSAAN SEMESTER II 2018 (IHPS II 2018)
PADA KEMENTERIAN/LEMBAGA
MITRA KERJA KOMISI VI
Berdasarkan hasil pemeriksaan dalam IHPS II 2018, BPK RI melakukan
Pemeriksaan Kinerja pada Kementerian/Lembaga Mitra Kerja Komisi VI
yaitu pada Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian.
Pada Kementerian Perdagangan, BPK RI melakukan Pemeriksaan
Kinerja terkait pengelolaan ketersediaan dan stabilitas harga beras, gula,
daging sapi, daging ayam ras, dan telur ayam ras tahun 2015 s.d Semester I
Tahun 2018. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai efektivitas
pengelolaan ketersediaan dan stabilitas harga beras, gula, daging sapi, daging
ayam ras, dan telur ayam ras tahun 2015 s.d Semester I Tahun 2018.
Sedangkan pada Kementerian Perindustrian, BPK RI melakukan
Pemeriksaan Kinerja terkait program penumbuhan dan pengembangan
industri pangan, industri farmasi, dan industri kimia dasar berbasis migas dan
batu bara tahun 2015 s.d semester I tahun 2018. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk menilai efektivitas program penumbuhan dan pengembangan industri
pangan, industri farmasi, dan industri kimia dasar berbasis migas dan
batubara tahun 2015 s.d semester I Tahun 2018.
Berikut merupakan permasalahan yang diungkap oleh BPK RI terhadap
Mitra Kerja Komisi VI dalam IHPS II 2018:
KEMENTERIAN PERDAGANGAN
Pada pemeriksaan ini BPK RI melakukan penilaian atas peran
Kementerian Perdagangan dalam menjaga ketersediaan dan harga,
pengelolaan sarana distribusi dan logistik, serta pengelolaan data dan
informasi yang dimiliki Kementerian Perdagangan dalam mendukung
Laporan Hasil Pemeriksaan Kinerja
berdasarkan IHPS II 2018
Pemeriksaan Kinerja terkait Efektivitas Pengelolaan Ketersediaan Dan Stabilitas
Harga Beras, Gula, Daging Sapi, Daging Ayam Ras, Dan Telur Ayam Ras Tahun
2015 s.d Semester I Tahun 2018 (LHP Kinerja No.51/LHP/XV/01/2019)
2 | Pusat Kajian AKN
efektivitas ketersediaan dan stabilitas harga barang kebutuhan pokok. Secara
umum, terdapat tiga permasalahan pada efektivitas pengelolaan ketersediaan
dan stabilitas harga barang kebutuhan pokok adalah Menteri Perdagangan
belum efektif dalam melakukan perencanaan kebijakan ketersediaan dan
harga; Pengelolaan sarana distribusi dan logistik belum optimal; dan
Pengelolaan data serta informasi yang dimiliki Kementerian Perdagangan
belum dimanfaatkan dalam mendukung perumusan kebijakan dan
pengendalian perdagangan serta belum disajikan secara akurat, tepat guna,
dan mudah diakses oleh masyarakat.
Penjelasan terkait permasalahan pada efektivitas pengelolaan
ketersediaan dan stabilitas harga barang kebutuhan pokok akan diuraikan
sebagai berikut:
1. Menteri Perdagangan belum efektif dalam melakukan
perencanaan kebijakan ketersediaan dan harga (Temuan No. 3.1
Hal.47)
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI terhadap perencanaan kebijakan
stabilisasi harga yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan
mengungkap adanya permasalahan sebagai berikut:
1) Tim ketersediaan dan stabilisasi harga (Tim Bapok) belum optimal dalam
memberikan arahan, pertimbangan dan rekomendasi kepada Menteri
Perdagangan terkait kebijakan harga dan pengelolaan stok serta logistik
diantaranya:
a. Belum ada pembahasan ketersediaan stok dan logistik serta belum ada
koordinasi secara berkala (tiap tiga bulan sekali) untuk mencegah
gejolak harga pada komoditas selain telur dan daging ayam.
b. Data pendukung perencanaan kebijakan ketersediaan stok/pasokan
dan harga barang kebutuhan pokok belum cukup dan valid
diantaranya:
Struktur harga komoditas barang kebutuhan pokok sebagai
dasar perumusan kebijakan harga acuan belum jelas
perhitungannya: belum seragamnya penetapan keuntungan
untuk masing-masing komoditas dan terdapat biaya lain-lain yang
tidak dijelaskan peruntukkannya.
Pusat Kajian AKN | 3
Harga acuan barang kebutuhan pokok pada komoditas beras,
gula, dan daging sapi yang diterbitkan dalam Permendag Nomor
63 Tahun 2016 tidak sesuai dengan nota kesepahaman yang
disepakati dan tidak ada dokumen pendukungnya.
Belum adanya kajian mengenai permasalahan kelangkaan
ketersediaan stok atas lima barang kebutuhan pokok dikarenakan
Kementerian Perdagangan belum memiliki data yang valid terkait
ketersediaan stok.
Permasalahan tersebut mengakibatkan penetapan kebijakan HET dan
harga acuan tidak didukung dengan dokumen yang cukup serta data
ketersediaan stok dalam pengambilan keputusan tidak valid.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Menteri
Perdagangan agar:
a. Memerintahkan Tim Bapok untuk melakukan evaluasi ketersediaan dan
harga secara periodik;
b. Melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam upaya memperoleh
data ketersediaan stok;
c. Memerintahkan Direktur Bapokting untuk:
1) Melakukan pemetaan permasalahan terkait ketersediaan stok;
2) Menyusun pedoman struktur harga barang kebutuhan pokok.
2. Implementasi sosialisasi dan bimbingan teknis kebijakan harga ke
masyarakat dan pelaku usaha dalam rangka penerapan kebijakan
HET beras dan harga acuan barang kebutuhan pokok belum
efektif (Temuan No.3.2 Hal.52)
Berdasarkan hasil pemeriksaan uji petik BPK RI pada pasar tradisional di
wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah serta analisis Sistem Pemantauan Pasar
Kebutuhan Pokok diketahui bahwa Bimtek Kementerian Perdagangan
mengenai harga acuan dan HET belum optimal dilaksanakan dan
diimplementasikan oleh Pelaku Usaha dengan uraian permasalahan
sebagai berikut:
a. Harga beras medium atau premium dijual diatas HET.
b. Harga gula, daging sapi, daging ayam ras, dan telur ayam ras diatas harga
acuan.
4 | Pusat Kajian AKN
c. Sosialisasi kebijakan harga dan stok melalui media massa tidak terlalu
sering dilakukan karena keterbatasan anggaran.
Permasalahan tersebut mengakibatkan konsumen belum memperoleh
harga barang dan informasi harga barang kebutuhan pokok sesuai ketentuan.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada
Direktur Bapokting agar lebih optimal dalam mensosialisasikan kebijakan
harga kepada masyarakat/konsumen dan pelaku usaha.
3. Perdagangan antar pulau belum dikelola secara optimal (Temuan
No.4.1 Hal.60)
Hasil pemeriksaan atas dokumen pendukung perdagangan antarpulau
diketahui permasalahan sebagai berikut:
a. Belum semua data dari PT Pelindo terintegrasi pada Sistem Aplikasi
Perdagangan Antar Provinsi (SIPAP) dan belum semua pelabuhan dapat
menginput data secara online.
b. Masih terjadi kesenjangan harga rata-rata di beberapa daerah seperti
Belitung, Biak, Nabire, dan Kaimana selama 2015-2018 lebih dari 13,8%.
c. Belum ada pemetaan produk unggulan oleh Subdirektorat Antarpulau
dan Perbatasan – Direktorat Sarana Distribusi dan Logistik Kemendag
untuk setiap daerah dalam rangka mengembangkan pemasaran produk
unggulan setiap daerah.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Data bongkar muat barang kebutuhan pokok di pelabuhan belum valid;
b. Tujuan meminimalisir disparitas harga barang kebutuhan pokok pada
daerah terpencil belum tercapai;
c. Data barang kebutuhan pokok yang dikirimkan dalam perdagangan antar
pulau tidak valid; dan
d. Data produk unggulan masing-masing daerah tidak ada.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada
Direktur Sarana Distribusi dan Logistik agar berkoordinasi dengan Kepala
Pusat Data dan Sistem Informasi (PDSI) untuk mengoptimalkan sistem
informasi yang terintegrasi dalam rangka memantau pengelolaan
perdagangan antarpulau.
Pusat Kajian AKN | 5
4. Pendaftaran pelaku usaha distribusi sebagai salah satu upaya
pengendalian distribusi barang kebutuhan pokok belum efektif
(Temuan No.4.2 Hal.64)
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI atas dokumen serta wawancara
dan uji petik terkait Tanda Daftar Pelaku Usaha Distribusi Barang
Kebutuhan Pokok (TDPUD) diketahui permasalahan sebagai berikut:
a. Data ketersediaan stok yang diinput oleh pelaku usaha distribusi melalui
SIPT tidak dilampiri dokumen pendukung dan tidak dilakukan verifikasi
atas kebenaran data ketersediaan stok yang telah diinput tersebut.
b. Belum ada mekanisme yang dapat menjaring data seluruh pelaku usaha
distribusi barang kebutuhan pokok di Indonesia.
c. Tidak ada mekanisme verifikasi data stok yang diinput oleh pelaku usaha
pada pelaporan TDPUD Bapok.
d. Sanksi bagi pelaku usaha distribusi barang kebutuhan pokok belum
diterapkan antara lain sanksi bagi pelaku usaha yang melakukan kegiatan
usaha perdagangan namun tidak memiliki perizinan di bidang
perdagangan dan sanksi bagi pelaku usaha distribusi yang memiliki
TDPUD namun belum memberikan laporan ketersediaan stok.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Tujuan pengendalian dan distribusi barang kebutuhan pokok melalui
pendaftaran TDPUD Bapok belum optimal;
b. Data ketersediaan stok dari TDPUD sebagai salah satu kendali harga
barang kebutuhan pokok tidak dapat diandalkan;
c. Belum ada efek jera oleh pemilik gudang, pengelola gudang, dan pelaku
usaha distribusi Bapok yang melanggar ketentuan.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Menteri
Perdagangan agar memerintahkan Direktur Bapokting untuk:
a. Berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah dalam mengumpulkan data
dan meminta stok serta melakukan sosialisasi kepada pelaku usaha
distribusi barang kebutuhan pokok;
b. Melakukan verifikasi dan pengujian data stok barang kebutuhan pokok;
c. Memberlakukan sanksi sesuai Permendag Nomor 20/M-
DAG/PER/3/2017 kepada pelaku usaha distribusi yang belum
mendaftar TDPUD dan menyampaikan laporan ketersediaan stok.
6 | Pusat Kajian AKN
5. Penataan dan pembinaan gudang sebagai salah satu upaya
pengendalian distribusi barang kebutuhan pokok belum efektif
(Temuan No.4.3 Hal.69)
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI atas dokumen pendukung
koordinasi pengelolaan ketersediaan stok/pasokan dengan menteri/kepala
lembaga pemerintah non kementerian terkait dan/atau pemerintah daerah
dan hasil penjelasan dari Direktorat Sarana Distribusi dan Logistik diketahui
hal-hal sebagai berikut:
a. Sebanyak 7.942 dari 16.773 gudang di 34 provinsi belum memiliki Tanda
Daftar Gudang (TDG).
b. Tidak ada mekanisme verifikasi data stok dalam Laporan Administrasi
Gudang yang dikirimkan oleh pengelola gudang.
c. Pemantauan dan/atau pengawasan ketersediaan stok di gudang dan/atau
di pelabuhan belum optimal.
d. Sanksi bagi setiap pemilik gudang yang tidak melakukan pendaftaran
gudang dan sanksi bagi setiap pemilik, pengelola, atau penyewa gudang
yang tidak menyelenggarakan pencatatan administrasi belum
diberlakukan.
Permasalahan tersebut mengakibatkan tujuan pemantauan atau
pengawasan stok di gudang belum tercapai dan data ketersediaan
stok/pasokan tidak valid.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Ditjen
PDN agar menginstruksikan kepada Direktur Sarana Distribusi dan Logistik
untuk:
a. Melakukan pemantauan dan/atau pengawasan ketersediaan stok di
gudang sesuai ketentuan; dan
b. Memberlakukan sanksi kepada pemilik/pengelola/penyewa gudang
sesuai ketentuan yang belum melakukan pendaftaran gudang dan
menyelenggarakan pencatatan administrasi.
Pusat Kajian AKN | 7
6. Sistem Informasi Perdagangan belum optimal dalam mendukung
perumusan kebijakan dan pengendalian perdagangan (Temuan
No.5.2 Hal.81)
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI diketahui permasalahan sebagai
berikut:
a. Aplikasi Shipping Instruction (SI) Online sejak selesai dibuat tidak
dimanfaatkan.
b. Data stok gudang dari aplikasi Manajemen Gudang tidak dimanfaatkan
sebagai salah satu dasar dalam pelaporan stok ketersediaan barang
kebutuhan pokok oleh Direktorat Bapokting.
c. Terdapat kemiripan data stok dari modul TDPUD dengan aplikasi
Pelaporan Manajemen Gudang: pada modul TDPUD pelaku usaha
wajib menyampaikan laporan stok awal, pengadaan beserta asal barang,
dan penyaluran beserta tujuan dan stok akhir sedangkan pada aplikasi
Pelaporan Manajemen Gudang, pengelola gudang wajib menyampaikan
laporan stok masuk, stok keluar dan stok akhir.
d. Database gudang berdasarkan TDG yang terdapat pada aplikasi SIPO
tidak dimanfaatkan oleh Direktorat Logistik.
e. Email developer yang tercantum pada aplikasi android informasi harga dan
pasokan komoditi barang kebutuhan pokok tidak menggunakan domain
resmi Kementerian Perdagangan (kemendag.go.id) dan platform iOS
belum diupload di Appstore.
f. Tujuan pembuatan replikasi Sistem Pemantauan Pasar Kebutuhan
Pokok (SP2KP) untuk memperluas jangkauan Sistem Informasi
Perdagangan belum tercapai karena pasar pantauan pada web replikasi
sama dengan pasar pantauan pada SP2KP dan data tidak tersedia pada
pasar pantauan yang ditambahkan pada web replikasi.
g. Masterplan Teknologi Informasi 2015-2019 belum diterapkan karena
pada proses penyusunan belum terdapat payung hukum.
h. Pembuatan dan pengembangan aplikasi pada unit kerja belum
mempedomani Permendag Nomor 46/M-DAG/PER/7/2017 tentang
Penyelanggaraan TIK di Lingkungan Kementerian Perdagangan dimana
pengembangan aplikasi belum seluruhnya melibatkan Pusat Data Sistem
dan Informasi (PDSI).
8 | Pusat Kajian AKN
Permasalahan tersebut mengakibatkan aplikasi yang sudah dibangun
tidak optimal dalam memberikan data dan informasi untuk perumusan
kebijakan.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Menteri
Perdagangan agar:
a. Menyusun masterplan teknologi informasi yang memadai; dan
b. Menginstruksikan Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi, Direktur
Bapokting, Direktur Sardislog, serta Sekretaris Ditjen PDN untuk
melakukan koordinasi dalam pembuatan dan pengembangan teknologi
informasi dan komunikasi.
7. Data dan informasi harga dan stok lima barang kebutuhan pokok
belum disajikan secara akurat, cepat, dan tepat guna serta mudah
diakses oleh masyarakat (Temuan No.5.3 Hal.87)
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI secara ujipetik diketahui
permasalahan sebagai berikut:
a. Terdapat perbedaan harga yang dibuat pada SP2KP dengan dokumen
sumber dikarenakan masih terdapat surveyor yang belum menyampaikan
kertas kerja sebagai backup data untuk keperluan verifikasi data.
b. Variabel yang di setting di SP2KP tidak sesuai dengan Permendag
No.54/M-DAG/PER/8/2017 dimana dalam Permendag disebutkan
bahwa jika terjadi kenaikan/penurunan harga dari hari sebelumnya
sebesar ≥5% maka Dinas Provinsi atau Kab/Kota yang membidangi
perdagangan harus menyampaikan sebab terjadi kenaikan/penurunan
harga. Sedangkan, semua variabel yang di-setting pada SP2KP melebihi
dari 5% sehingga sistem merespon perubahan harga sebagai tren normal
yang tidak perlu ada penjelasan dari Dinas Provinsi dan/atau Kab/Kota.
c. Mekanisme dan Sistem Pemantauan Barang Kebutuhan Pokok tidak
konsisten: kesesuaian jenis/kualitas beras pantauan dengan kriteria beras
dalam Permendag 57/2017 (medium dan premium); konsistensi
jenis/varian komoditas pantauan antar wilayah; konsistensi satuan
komoditi; dan kesalahan input pada angka.
d. Penginputan harga pada SP2KP oleh Dinas Provinsi tidak dilakukan
pada hari pemantauan sehingga harga yang disajikan di SP2KP masih
menggunakan harga pada hari sebelumnya.
Pusat Kajian AKN | 9
e. Terdapat perbedaan harga antara harga hasil pantauan pasar pada
kegiatan penetrasi pasar dengan harga pantauan pada SP2KP.
f. Tidak ada mekanisme pengujian atas data stok yang di input pada SP2KP.
g. Tidak terdapat prosedur pengujian validasi stok pada laporan harian.
h. Perbaikan teknik dan metode pemantauan harga beras belum optimal
dikarenakan masih menunggu hasil uji kualitas beras (medium atau
premium) pada jenis dan/atau merek beras atas koordinasi yang telah
dilakukan Kementerian Perdagangan bersama dengan Bank Indonesia,
Kementan, dan Perum BULOG dalam menentukan klasifikasi/kualitas
beras (medium/premium) sesuai Permendag 57/2017.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Data harga harian yang disajikan pada SP2KP belum mencerminkan
harga harian pada daerah yang dipantau;
b. Data ketersediaan stok barang kebutuhan pokok tidak valid;
c. Masyarakat tidak memperoleh informasi harga barang kebutuhan pokok
melalui SP2KP.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada
Direktur Bapokting agar:
a. Menyajikan data ketersediaan stok barang kebutuhan pokok yang valid;
b. Mengoptimalkan pengawasan terhadap surveyor untuk mengirimkan
kertas kerja pemantauan harga di pedagang;
c. Menyusun mekanisme (SOP) verifikasi dan pengujian data stok barang
kebutuhan pokok; dan
d. Menetapkan target dalam perbaikan SP2KP atas kesesuaian klasifikasi
jenis beras yang dipantau dengan klasifikasi/kualitas beras
(medium/premium) pada Permendag 57/2017.
10 | Pusat Kajian AKN
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
Pada pemeriksaan ini BPK RI melakukan penilaian atas efektivitas
program penumbuhan dan pengembangan industri pangan, industri farmasi
dan industri kimia dasar berbasis migas dan batubara yang meliputi
ketersediaan pedoman umum atau regulasi dan kebijakan yang lengkap dan
selaras; database dan sistem informasi industri yang memadai; program dan
kegiatan yang dapat diterapkan serta monitoring dan evaluasi pelaksanaan
kegiatan yang memadai.
Secara umum, terdapat lima permasalahan yang mempengaruhi dan
menentukan keberhasilan efektivitas program penumbuhan dan
pengembangan industri pangan, industri farmasi, dan industri kimia dasar
berbasis migas dan batubara tahun 2015 s.d semester I tahun 2018 yaitu:
Pertama, pembangunan industri nasional tahun 2015 s.d 2018 belum
didukung oleh peraturan perundang-undangan yang memadai;
Kedua, pemilihan kebijakan program penumbuhan dan pengembangan
industri pangan, industri kimia berbasis migas dan batubara serta industri
farmasi pada rencana kerja Ditjen IA dan Ditjen IKTA belum berpedoman
pada RIPIN dan KIN;
Ketiga, pengembangan Sistem Informasi Industri Nasional pada
Kementerian Perindustrian belum memadai;
Keempat, koordinasi antar Kementerian/Lembaga dalam menetapkan
kebijakan penerapan Fortifikasi Vitamin A pada Industri Minyak Nabati dan
pendampingan cara pembuatan obat tradisional yang baik pada industri
farmasi tidak memadai; serta
Kelima, pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi atas program
penumbuhan dan pengembangan industri prioritas belum memadai.
Laporan Hasil Pemeriksaan Kinerja
berdasarkan IHPS II 2018
Pemeriksaan Kinerja terkait Program Penumbuhan dan Pengembangan
Industri Pangan, Industri Farmasi, dan Industri Kimia Dasar berbasis Migas dan
Batubara Tahun 2015 s.d Semester I Tahun 2018 (LHP Kinerja
No.50/LHP/XV/01/2019)
Pusat Kajian AKN | 11
Penjelasan terkait permasalahan pada atas efektivitas program
penumbuhan dan pengembangan industri pangan, industri farmasi dan
industri kimia dasar berbasis migas dan batubara akan diuraikan sebagai
berikut:
1. Pembangunan Industri Nasional tahun 2015 s.d 2018 belum
didukung oleh peraturan perundang-undangan yang memadai
(Temuan No. 3.1 Hal.31)
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian menjadi
pedoman untuk mengatur hal-hal yang penting dan strategis dalam rangka
pengembangan dan pembangunan industri nasional. UU Nomor 3 Tahun
2014 mengamanatkan Kementerian Perindustrian untuk menyusun 33
peraturan pelaksanaan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan
Presiden (Perpres), dan Peraturan Menteri (Permen) yang ditargetkan akan
selesai pada Desember 2015. Namun, hingga saat ini hanya 8 (delapan)
peraturan dari 33 peraturan yang telah selesai dan diundangkan, sedangkan
25 peraturan pelaksanaan belum diselesaikan dengan rincian 4 (empat)
peraturan dihentikan pembahasannya dan 21 peraturan masih dalam
pembahasan internal. Permasalahan tersebut mengakibatkan tujuan
pembinaan dan pengembangan industri sesuai UU No. 3 Tahun 2014 belum
tercapai.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Menteri
Perindustrian agar segera menyelesaikan penyusunan peraturan pelaksanaan
UU Nomor 3 Tahun 2014.
2. Pemilihan kebijakan program penumbuhan dan pengembangan
industri pangan, industri kimia berbasis migas dan batubara serta
industri farmasi pada Rencana Kerja Ditjen IA dan Ditjen IKTA
belum berpedoman pada RIPIN dan KIN (Temuan No. 3.2
Hal.38)
Hasil pemeriksaan atas perencanaan kegiatan penumbuhan dan
pengembangan industri prioritas menunjukkan bahwa Kementerian
Perindustrian telah menggunakan Rencana Induk Pembangunan Industri
Nasional (RIPIN) dan Kebijakan Industri Nasional (KIN) sebagai acuan
dalam penyusunan program dan kegiatan dalam Rencana Kerja Anggaran
(RKA). Namun, perencanaan program penumbuhan dan pengembangan
12 | Pusat Kajian AKN
industri prioritas belum sepenuhnya selaras dengan RIPIN dan KIN dengan
penjelasan sebagai berikut:
a. Kementerian Perindustrian belum menyusun dan menetapkan
Rencana Kerja Pembangunan Industri dalam Peraturan Menteri
sebagai penjabaran dari KIN. Rencana Kerja Kementerian
Perindustrian berpedoman pada Program Prioritas Nasional yang
terdapat Rencana Kerja Pemerintah (RKP).
b. Belum semua kebijakan/Program Pengembangan Industri
Pangan pada KIN tahun 2017-2018 dijabarkan dan dilaksanakan
dalam Renja Ditjen Industri Agro. Hasil pemeriksaan menunjukkan
dari 78 kegiatan tahun 2017-2018 dalam KIN yang seharusnya
dilaksanakan, terdapat 23 kegiatan yang belum dijabarkan dan
dilaksanakan pada Renja Ditjen Industri Agro.
c. Belum semua kebijakan/Program Pengembangan Industri
Pangan pada KIN tahun 2017-2018 dijabarkan dan dilaksanakan
dalam Renja Direktorat Industri Kimia Hulu. Hasil pemeriksaan
menunjukkan dari 154 kegiatan tahun 2017-2018 dalam KIN yang
seharusnya dilaksanakan, terdapat 132 kegiatan yang belum dijabarkan
dan dilaksanakan pada Renja Ditjen Industri Kimia Hulu.
d. Belum semua kebijakan/Program Pengembangan Industri
Pangan pada KIN tahun 2017-2018 dijabarkan dan dilaksanakan
dalam Renja Direktorat Industri Kimia Hilir. Hasil pemeriksaan
menunjukkan dari 172 kegiatan tahun 2017-2018 dalam KIN yang
seharusnya dilaksanakan, terdapat 160 kegiatan yang belum dijabarkan
dan dilaksanakan pada Renja Ditjen Industri Kimia Hilir.
Permasalahan tersebut mengakibatkan program penumbuhan dan
pengembangan industri pangan, industri kimia berbasis migas dan batubara
serta industri farmasi belum tepat sasaran.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Menteri
Perindustrian agar menyusun RKA dan program kerja sesuai dengan RIPIN
dan KIN sehingga pelaksanaan program penumbuhan dan pengembangan
prioritas tepat sasaran.
Pusat Kajian AKN | 13
3. Pengembangan sistem informasi industri nasional pada
Kementerian Perindustrian belum memadai (Temuan No. 3.3
Hal.45)
Dalam rangka mendukung pembangunan industri nasional melalui
penyediaan data dan informasi yang akurat, lengkap dan tepat waktu,
diperlukan infrastruktur teknologi informasi dan tata kelola yang handal
sesuai dengan kebutuhan pemangku kepentingan industri. Untuk
mewujudkan hal tersebut, Kementerian Perindustrian telah merencanakan
kegiatan penyelenggaraan SIINAS (Sistem Informasi Industri Nasional)
pada dokumen perencanaan lima tahunan dan perencanaan tahunan Pusat
Data dan Informasi Industri yang Terintegrasi dan Andal dengan empat
output kegiatan yaitu basis data di bidang industri, aplikasi, sarana dan
prasarana teknologi informasi, serta informasi di bidang industri.
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas realisasi Kegiatan Pembangunan
Sistem Informasi Industri yang Terintegrasi dan Andal, Kementerian
Perindustrian telah melaksanakan beberapa tahapan pengembangan
SIINAS namun capaian tersebut tidak diikuti dengan tahapan
pengembangan SIINAS yang mendukung pencapaian tujuan
penyelenggaraan SIINAS sebagai berikut.
a. Beberapa ketentuan penyelenggaraan SIINAS seperti tata kelola SIINAS
dan pengawasan SIINAS belum diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Menteri Perindustrian;
b. Penyediaan hardware dan software belum memadai dan dimanfaatkan
sepenuhnya;
c. Ketersediaan basis data dan informasi pada SIINAS belum lengkap; data
dan informasi yang tersedia berupa data sekunder yang diperoleh instansi
lain; serta pengolahan data dan informasi belum didukung model
publikasi analisis industri dan pengembangan model perhitungan yang
ditetapkan dalam peraturan perundangan;
d. Pelaksanaan sosialisasi SIINAS belum dilaksanakan kepada seluruh
stakeholder di Indonesia karena keterbatasan anggaran;
e. Sumber Daya Manusia (SDM) Pengelola SIINAS belum mencukupi;
f. Pelaksanaan tahap pengembangan interkoneksi dengan instansi lainnya
belum didukung dengan penandatanganan nota kesepahaman yang
memadai.
14 | Pusat Kajian AKN
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Menteri
Perindustrian agar:
a. Segera menetapkan Peraturan Menteri tentang tata kelola dan
pengawasan SIINAS sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2014;
b. Mengalokasikan anggaran yang memadai untuk memastikan agar
SIINAS dapat segera digunakan.
4. Koordinasi antar Kementerian/Lembaga dalam menetapkan
kebijakan fortifikasi vitamin A pada industri minyak nabati dan
pendampingan cara pembuatan obat tradisional yang baik pada
industri farmasi tidak memadai (Temuan No. 4.1 Hal.57)
Hasil pemeriksaan BPK RI atas koordinasi lintas Kementerian masih
menemui beberapa permasalahan diantaranya:
a. Penerapan fortifikasi vitamin A pada Industri Minyak Nabati
tertunda. Pada tahun 2012, Badan Standardisasi Nasional (BSN)
menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 7709:2012
Minyak Goreng Sawit (MGS) yang diantaranya mengatur tentang
peningkatan gizi masyarakat melalui fortifikasi vitamin. Berdasarkan SNI
tersebut, Menteri Kesehatan menyurati Menteri Perindustrian untuk
menetapkan Pemberlakuan SNI MGS wajib bagi seluruh industri MGS.
Peraturan Menteri tersebut telah beberapa kali ditunda dan diubah dan
sampai saat ini pemberlakuan wajib SNI tersebut khususnya fortifikasi
vitamin pada MGS belum diterapkan. Kementerian Perindustrian perlu
meningkatkan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait serta
melakukan kajian lebih lanjut terkait pemberlakuan wajib fortifikasi
vitamin pada MGS.
b. Kegiatan pendampingan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang
Baik (CPOTB) belum dilakukan secara menyeluruh oleh
Kementerian Perindustrian kepada pelaku industri obat
tradisional sehingga masih banyak pelaku industri yang belum
mendapatkan sertifikasi CPOTB dari BPOM.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Tujuan penerapan fortivikasi vitamin pada produk minyak goreng sawit
tidak tercapai;
Pusat Kajian AKN | 15
b. Pertumbuhan Industri Obat Tradisional tidak dapat berkembang sesuai
target yang ditetapkan.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Menteri
Perindustrian agar:
a. Direktur Jenderal Industri Agro berkoordinasi dengan Kementerian
Kesehatan, BPOM dan pihak-pihak terkait lainnya untuk memutuskan
kepastian penerapan fortifikasi vitamin pada produk minyak goreng
sawit;
b. Direktur Jenderal IKTA agar melakukan pendampingan kepada semua
pelaku industri obat tradisional agar dapat memenuhi standar CPOTB
yang dikeluarkan BPOM.
5. Pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi atas program
penumbuhan dan pengembangan industri prioritas belum
memadai (Temuan No. 5.1 Hal.68)
Hasil pemeriksaan BPK atas kegiatan monitoring dan evaluasi atas
program penumbuhan dan pengembangan pada industri pangan, industri
farmasi, dan industri kimia hulu berbasis migas dan batubara menunjukkan
beberapa permasalahan sebagai berikut:
a. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi tidak fokus pada program
penumbuhan dan pengembangan industri prioritas. Hasil
pemeriksaan atas Laporan Monitoring dan Evaluasi atas pelaksanaan
kegiatan di tiga industri selama tahun 2015 s.d semester I tahun 2018
menunjukkan terdapat 10 kegiatan yang pelaksanaannya tidak dilakukan
monitoring dan evaluasi lebih lanjut dikarenakan keterbatasan anggaran.
b. Penyusunan Laporan Monitoring dan Evaluasi atas Program
Penumbuhan dan Pengembangan Industri Prioritas tidak
memiliki pedoman yang baku. Hasil pemeriksaan terhadap 10 laporan
pelaksanaan monitoring dan evaluasi, terdapat 6 (enam) laporan dengan
kerangka susunan pelaporan yang tidak seragam.
c. Hasil monitoring dan evaluasi belum ditindaklanjuti dan tidak
dilakukan pemantauan diantaranya pada pelaksanaan kegiatan
revitalisasi industri pupuk organik, program restrukturisasi
mesin/peralatan di IKM, kegiatan di Politeknik dan Akademi Komunitas
Tekstil Solo, program revitalisasi UPT IKM, dan pengembangan SDM
16 | Pusat Kajian AKN
industri pada Balai Diklat Industri di Lingkungan Kementerian
Perindustrian.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Laporan atas hasil monitoring dan evaluasi terhadap program kegiatan
penumbuhan dan pengembangan industri prioritas tidak dapat
memberikan informasi yang lengkap sebagai dasar pengambilan
keputusan;
b. Tidak dapat dilakukan perbaikan atas program penumbuhan dan
pengembangan industri prioritas.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Menteri
Perindustrian agar memerintahkan Inspektur Jenderal untuk:
a. Menetapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) pelaksanaan
monitoring dan evaluasi yang bersifat khusus untuk program
penumbuhan dan pengembangan industri prioritas;
b. Merancang pelaksanaan monitoring dan evaluasi yang bersifat khusus
terhadap program penumbuhan dan pengembangan industri prioritas.