Pujiono

download Pujiono

of 32

Transcript of Pujiono

Ringkasan Disertasi

PERILAKU EKONOMI WARGA NU KABUPATEN PASURUAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM ( Studi Penerapan Putusan Bah}thu Masil)

OLEH: PUJIONO NIM: FO.1.5.03.25

PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2010

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan ekonomi1 dalam Islam, merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibdah,2 karena dalam Islam, kehidupan manusia tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi kehidupan ruhaniyah semata, tanpa jasmaniyah atau sebaliknya. Keduanya merupakan satu kesatuan. Islam tidak mengenal kehidupan yang hanya berorientasi kepada akhirat, atau sebaliknya hanya memikirkan materi duniawi tanpa memikirkan kehidupan akhirat.3 Nabi Muhammad saw melarang umatnya meminta-minta dan memohon derma, dan menyuruh umatnya mempergunakan lengan dan kekuatannya untuk berusaha 4 memperoleh kesejahteraan hidupnya. Dalam rangka mengemban amanah tersebut, manusia diberi kebebasan dalam mencari nafkah sesuai dengan kehendak dan kemampuannya. Namun, Islam tidak menghendaki pemeluknya menjadi mesin ekonomi yang melahirkan budaya materialisme. Islam melarang perolehan kekayaan melalui cara yang ilegal dan tidak bermoral.5 Oleh karenanya, dalam bidang kegiatan ekonomi, Islam telah memberikan aturan hukum dalam al-Quran dan al-Hadith, 6 agar terjadi pemerataan ekonomi ke semua lapisan masyarakat dengan cara yang adil. maka hal ini pada akhirnya akan membawa kemaslahatan bagi semua insan, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial.7 Hal ini juga sesuai dengan tujuan utama dari al-shari>ah al-Isla>miyah, yakni sebagai rahmat dan maslahat bagi semua manusia8 Mengenai hal-hal yang tidak diatur secara jelas dalam al-Qurn dan alSunnah, ketentuan hukumnya ditetapkan dengan menggunakan pemikiran ahli hukum Islam (ijtihd). Dalam melakukan ijtiha>d, di samping mencermati kandungan al-Qurn, al-Sunnah dan kemampuan akalnya, seorang mujtahid juga dituntut untuk selalu memperhatikan budaya dan tradisi yang sedang berkembang di masyarakat. Konsep-konsep us}u>l al-fiqh seperti al-qiya>s9, al-mas}lah}ah al1

Ah}mad Muh}ammad al-`Assa>l dan Fa>ti> Ah}mad Abdul Kari>m, Sistem, Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam, ter. Imam Saefudin (Bandung: Pustaka Setia, 1999), 9. 2 al-Qurn, 67(al-Mulk): 15. 3 MA.Sabzwari, The Concepts of Saving in Islam (Karachi:An NIT Publication,1982), 1. 4 Abu> Abdillah Muh}ammad b. Ismai>l b. al-Mughi>rah al-Bukha>ri>, S}ah}ih} al-Bukha>ri>, Juz 7, (Beirut: Da>r Ibn Kathi>r, 1987), 464, 472. 5 al-Qura>n, 104 (al-Humazah}): 1-3. 6 al-Qura>n, 59 (al-H{ashr): 7. 7 Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum (Jakarta: Rajawali Press, 2002), 60. 8 al-Qura>n, 21 (al-Anbiya>): 107., Lihat pula Muh}ammad Abu> Zahrah, Us}ul al-Fiqh, (T.t.: Da>r al-Fikr al-Arabi, 1958), 364-366. 9 Qiyas menurut ulama us}u>l al-fiqh adalah menjelaskan hukum suatu kasus yang status hukumnya tidak disebutkan oleh nas, dengan cara menganalogikan atau menyamakan suatu

mursalah10, al-istih}sn,11 al-istis}h}b12 dan al-`urf13 , juga diberikan porsi yang adil dan seimbang dengan konsep-konsep atau pendapat-pendapat ulama (klasik) yang telah ada, sehingga nuansa ijtihdnya tidak hanya didominasi oleh pertimbangan dali>l naqli> (al-Qura>n dan al-H{adi>th) dan dali>l aqli> (rasio) semata, tetapi, lebih dari itu, nuansa ijtihdnya menjadi responsif dan memiliki kepekaan terhadap situasi, kondisi, dan problematika yang sedang dihadapi masyarakat. Dengan demikian, konsep hukum yang dihasilkan, mampu memberikan kemaslahatan bagi manusia, sesuai dengan tujuan syariat itu diturunkan.14 Di samping itu, konsep yang dihasilkan juda dapat dijadikan sebagai landasan konseptual dalam berperilaku atau beraktivitas, dan dapat diterapkan dalam kehidupan manusia, sehingga tercapai kedamaian dan ketentraman.15kasus yang status hukumnya tidak disebutkan oleh nas tersebut dengan kasus lain yang status hukumnya telah disebutkan oleh nas karena antara kdeduanya terdapat kesamaan potensi atau illat hukum.Lihat: Abu> Zahrah, Us}u>l al-Fiqh, 218. 10 Al-Mas}lah}ah al-mursalah adalah menetapkan keputusan hukum berdasarkan kemaslahatan yang tidak didukung dan tidak bertentangan dengan dalil syarak tertentu, tetapi didukung oleh makna secara global dari sejumlah nas}, yang berarti tidak menyimpang dari maqa>s}id al-shari>ah al-Isla>miyah. Ibid., 279. 11 Istih}sa>n adalah menetapkan keputusan hukum dengan cara memberlakukan kemaslahatan parsial ketika berhadapan dengan kaidah umum (karena pertimbangan kemaslahatan, yakni kemaslahatan parsial itu lebih cocok diterapkan dari pada hasil kajian qiyas), atau penetapan hukum dengan cara mendahulukan al-mas}lah}ah al-mursalah dari pada qiyas. Ibid., 262-263, lihat pula: Abdul Azis Dahlan (ed.), Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 3, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), 770. 12 Istis}h}a>b adalah memberlakukan hukum yang telah ada selama tidak diketahui adanya dalil yang mengubahnya, artinya apabila suatu kasus sudah ada ketentuan hukumnya dan tidak diketahui adanya dalil lain yang mengubah hukum tersebut, maka hukum yang ada di masa lampau itu tetap berlaku sebagaimana adanya. Ibid., 775, lihat pula Abu> Zahrah, Us}ul al-Fiqh, 295-296. 13 `Urf adalah kebiasaan dari perilaku masyarakat dalam kehidupan sehari-hari yang kemudian menjadi adat istiadat secara turun temurun baik yang berupa ucapan maupn perbuatan, baik yang umum maupun yang khusus. `Urf perbuatan misalnya, akad jual beli cukup dengan barter (mu`atah) tanpa persetujuan jual beli secara tertulis atau lisan (s}i>ghah lafz}iyyah).; Abdul Azis Dahlan (ed.), Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 6, 1877. 14 Ima>m al-Subki>, sebagaimana dikutip oleh al-Sayyid Abi> Bakr al-Ahdali> mengatakan bahwa tujuan syariat adalah mendatangkan kemaslahatan (jalb al-mas}a>lih}) bagi manusia. Lihat: alSayyid Abi> Bakr al-Ahdali> al-Yama>ni> al-Sha>fii, ter. Umar Faruq, al-Fara>id} al-Bahiyyah fi> alQawa>id al-Fiqhiyyah, (Surabaya: Mahkota, T.t.), 13-14.; H}usain H}a>mid H}assa>n, Naz}ariyyat almas}lah}ah fi> al-Fiqh al-Isla>mi>, (Beirut: Da>r al-Nahd}ah al-Arabiyah, 1971), 5-14.; Muhammad Abu> Zahrah, Us}u>l al-Fiqh, 363-367. 15 Dalam tradisi Islam, keyakinan agama seorang Muslim (antara lain didasari atas pemahaman fikih) akan mempengaruhi semua aspek kehidupannya. Agama Islam dengan produk-produk hukumnya yang dibahas dalam fikih menjadi system nilai yang dapat mempengaruhi perilaku seorang Muslim baik dalam kehidupan sosial, ekonomi maupun politik. Pemikiran ini secara

Namun dalam kenyataannya, - seiring dengan perubahan masyarakat dan adanya persaingan dunia bisnis yang semakin pesat, serta tuntutan ekonomi masyarakat yang semakin meningkat,- seringkali terjadi kesenjangan antara teori hukum yang telah ditetapkan oleh ahli hukum dan praktek hukum yang dilakukan oleh masyarakat. Salah satu di antaranya adalah teori hukum atau putusan hukum bidang ekonomi yang dihasilkan oleh forum bah}thul masil NU.16 Dari sekian banyak keputusan hukum bidang ekonomi, keputusan tentang tidak sahnya hukum menyerahkan sapi/ kambing untuk dipelihara dengan janji mendapat separuh anaknya atau tambahannya, merupakan salah satu keputusan yang menggambarkan ketimpangan antara teori hukum yang diputuskan oleh para ulama NU dengan praktek yang terjadi dalam masyarakat NU.17

teoritis didasarkan pada pendapat Talcott Parson bahwa agama menjadi satu-satunya acuan system nilai (system referenced values) bagi seluruh system tindakan (system of actions). Agama dalam konteks ini, ditempatkan sebagai satu-satunya referensi bagi para pemeluknya dalam mengarahkan sikap dan menentukan orientasi pilihan tindakan. Atinya secara ideal agama dijadikan sebagai acuan bagi jati diri yang dapat memberi makna bagi corak interaksi sosial masyarakat. Lihat: Talcott Parsons, Religion and the Problem of Meaning, dalam Roland Roberston (ed.), Sociology of Religion, (London: Penguin, tt.), 55-60. 16 Bah}thul Masil merupakan salah satu forum diskusi dalam organisasi Nahdlatul Ulama (NU) untuk merespon dan memberikan solusi atas problematika aktual yang muncul di masyarakat. Dalam memutuskan sebuah hukum, forum ini dikoordinasi oleh lembaga Syuriyah (legislatif). Forum ini bertugas mengambil keputusan tentang hukum-hukum Islam baik yang berkaitan dengan masalah fikih, tauhid maupun tasawuf. Forum ini biasanya diikuti oleh Syuriyah dan dengan Ulama-Ulama NU yang berada di luar struktur organisasi termasuk para pengasuh pesantren. Hal ini dimaksudkan agar sosialisasi hasil bah}thul masil tidak hanya melalui satu jalan yakni ulama-ulama yang berada pada struktur organisasai NU, tetapi juga dapat melalui ulama-ulama yang berada di luar struktur organisasai NU. Lihat: MA. Sahal Mahfudh, Bah}thul Masil dan Istinbath Hukum NU: Sebuah Catatan Pendek, dalam Ah}ka>m al-Fuqaha> fi> Muqarrara>t Mu`tamara>t Nahdlatil Ulama>: Solusi Problematika aktual Hukum Islam Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes NU th 1926 1999 M, (Surabaya: LTN NU Jatim dan Diantama, 2005), ix-x. 17 Hukum memeliharakan sapi - dengan mengacu kepada hasil keputusan bah}thul masa>il misalnya, menurut pengamatan penulis merupakan bagian dari kesenjangan yang terjadi antara kaidah hukum yang telah ditetapkan dengan praktek yang terjadi di masyarakat. Bahthul masil memutuskan bahwa hukum akad menyerahkan sapi/ kambing untuk dipelihara dengan janji mendapat separuh anaknya atau tambahannya adalah tidak sah. Meski demikian, masyarakat tetap melaksanakan akad tersebut karena hal itu merupakan kebiasaan yang tertanam cukup lama di kalangan masyarakat. Lagi pula dari akad tersebut tidak ada pihak yang dirugikan. Lihat: A.Aziz Masyhuri (ed.), Masalah Keagamaan Hasil Muktamar dan Munas Ulama Nahdlatul Ulama Kesatu 1926 s/d Kedua puluh Sembilan 1994, (Surabaya: Dinamika Press, 1997), 217. dan lihat pula: Pujiono, Penerapan Hasil Bahthul masil Bidang Ekonomi Di Lingkungan Warga NU Desa Cendono Kecamatan Purwosari Kabupaten Pasuruan, Laporan Penelitian tahun 2004.

Warga NU Kabupaten Pasuruan merupakan umat yang memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi kepada kiyai atau ulama.18 Hal ini dapat diamati dari sikap mereka ketika bertemu dengan kiyai19 atau ulama, dan ketika mereka melaksanakan berbagai hal yang difatwakan oleh ulama/kiyai. Namun, dalam kaitannya dengan pelaksanaan dan penerapan hasil keputusan bah}thul masil bidang ekonomi yang juga merupakan keputusan hukum yang dihasilkan oleh para ulama, respon yang diberikan oleh warga NU cukup beragam. Artinya, ada beberapa warga NU yang mematuhi hasil keputusan bah}thul masil bidang ekonomi dan tidak sedikit yang tidak dapat melaksanakan keputusan itu. Salah satunya adalah tentang tidak sahnya hukum memeliharakan sapi atau kambing dengan sisten gaduh yang tetap berlangsung di masyarakat.20 Bertolak dari fenomena di atas, perlu diadakan penelitian untuk mengkaji perilaku ekonomi warga NU di Kabupaten Pasuruan dalam kaitannya dengan hasil keputusan bah}thul masil bidang ekonomi. B. Fokus Penelitian Permasalahan pokok dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana produk-produk bah}thul masil bidang ekonomi di NU? 2. Apakah produk-produk bah}thul masil bidang ekonomi menjadi landasan konseptual bagi warga NU dalam melangsungkan kegiatan ekonomi? C. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan kontribusi wacana studi keIslaman bidang pengembangan hukum Islam, terutama yang terfokus pada sosiologi hukum Islam, karena yang ingin dikaji adalah perilaku warga NU dalam hubungannya dengan hukum Islam. Sedangkan secara praktis, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menolak teori atau pernyataan yang mengatakan bahwa orang yang telah membaca banyak kitab (baca: fiqih) tidak boleh memberikan putusan hukum, kecuali harus sesuai dengan yang tertulis di dalam kitab-kitab tersebut.21 Hal ini karena menurutnya kitab-kitab fiqih yang jumlahnya sangat banyak itu, telah mencukupi untuk menjawab berbagai persoalan yang kita hadapi.2218

Ahmad Hakim Jayli, Pasuruan Dalam Selayang Pandang, (Pasuruan: PCNU Kabupaten Pasuruan, 2002), 10-15. Lihat pula, A. Muchith Muzadi, NU dan Fiqih Kontekstual, (Yogyakarta: LKPSM NU, 1995), 69. 19 Yang dimaksud dengan term kiyai di sini adalah ulama atau orang yang ahli dalam pengetahuan agama Islam, bukan kiyai dalam arti luas. Dalam arti luas kiyai dapat berarti ulama, guru ilmu gaib, dukun, kepala distrik dan suatu senjata. Lihat: W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), 505, 1120. 20 Pujiono, penerapan hal. 59 21 Abdurrah}ma>n b. Muh}ammad b. H{usayn b. Umar Ba`alwi, Bughyat al-Mustarshidi>n fi> Talkhi>s Fata>wa> Ba`d} al-Aimmah min al-Ulama> al-Mutaakhkhiri>n, (T.t.: Da>r al-Fikr, t.t.), 7. 22 `Abd al-Mun`im al-Naml, al-Ijtihd, (Mesir: Da>r al-Syuru>q, 1984), 74.

D. Penelitian Terdahulu Sampai saat penelitian ini dilakukan, tulisan yang berbicara tentang fiqih ala NU masih sedikit.23 Sedangkan tulisan atau penelitian yang mengkaji tentang Lajnah Bahthul Masil NU dan persoalan-persoalan ekonomi Islam adalah sebagaimana berikut: Pertama, Penelitian-penelitian yang membahas istinba>t} hukum dalam bah}thul masil. Di antara penelitian dalam kategori ini adalah judul penelitian Tesis Magister dengan judul Metode Ijtihd Nahdlatul Ulama: Kajian terhadap Keputusan Bah}thul Masil NU Pusat Pada Masalah-Masalah Fiqih Konremporer, (IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh, 1997) yang ditulis oleh Radino. Pada tahun berikutnya, Imam Yahya juga meneliti bah}thul masil NU dari sisi istinbat hukumnya, yakni dengan judul Bah}thul Masil NU dan Transformasi sosial: Telaah Istinbat Hukum Pasca Munas Bandar Lampung 1992, (Tesis MA, IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1998).Selanjutnya, penelitian tentang metode penetapan hukum yang digunakan bah}thul masil muncul lagi dengan judul, Bah}thul masil dan Wacana Pemikiran Fiqih: Sebuah Studi Perkembangan pemikiran Hukum Islam Nahdlatul Ulama tahun 1985 1995(Tesis MA), yang diteliti oleh Abd. Dua tahun kemudian, Ahmad Zahro melakukan penelitian serius dengan judul, Lajnah Bah}thul Masil Nahdlatul Ulama, 1926 1999: Telaah Kritis Terhadap Keputusan Hukum Fiqih, (Disertasi Doktor, IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, tahun 2001). Kedua, Penelitian yang membandingkan antara bah}thul masil dengan Lajnah tarji>h}. Penelitian kategori ini dilakukan oleh Rifyal Ka`bah dengan judul Keputusan Lajnah Tarji>h} Muhammadiyyah Dan Lajnah Bah}thul Masil NU sebagai Keputusan Ijtihd Jama>`i di Indonesia, (Disertasi Doktor, Universitas Indonesia, Jakarta, 1998). Ketiga, tulisan-tulisan yang membahas kegiatan ekonomi dalam perspektif hukum Islam. Di antara tulisan yang terkait dengan pembahasan ini adalah Multi Level Marketing Dalam Perspektif Syariat Islam, dalam Al-Qanun: Jurnal Pemikiran dan Pembaruan Hukum Islam, Vol. 5, No.1, Juni 2003 (Surabaya: Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel, 2003) hasil kajian yang dilakukan oleh Fatmah. Selanjutnya, tulisan Nurlailah dengan judul, Perdagangan Saham Di Pasar Modal Dalam Perspektif Hukum Islam, dalam Al-Qanun: Jurnal Pemikiran dan Pembaruan Hukum Islam, Vol. 5, No.1, Juni 2003 (Surabaya: Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel, 2003). Judul lain terkait dengan kegiatan ekonomi dalam perspektif hukum Islam adalah, Bursa Efek Di Surabaya dalam Perspektif Hukum Islam yang ditulis oleh Masykur Makbul, dan dimuat dalam Akademika: Jurnal

23

Diantaranya adalah, karya A. Muchit Muzadi, NU dan Fiqih Kontekstual, Yogyakarta: LKPSM NU, 1995, MA. Sahal Mahfudh, Dialog dengan Kiyai Sahal Mahfudh: Solusi Problematika Umat. Surabaya: Ampel Suci, 2003.

Studi KeIslaman. Volume 08, Nomor 2, Maret 2001, (Surabaya: Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel, 2001). Dari beberapa judul penelitian di atas, dapat diketahui bahwa posisi penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. E. Metode dan Lokasi Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis.24Model kualitatif dipilih, selain informasi yang dibutuhkan bersifat deskriptif, yakni informasi-informasi yang berbentuk uraian konsep dalam suatu dokumen dan cerita dari informan, juga ingin memperoleh informasi dari dalam (perspektif emik).25 Selanjutnya, pendekatan fenomenologis dipakai untuk menyingkap inti sari dari gejala perilaku yang menjelma pada masyarakat yang menjadi obyek penelitian ini.26 Lokasi penelitian yang dipilih adalah daerah-daerah yang berada pada wilayah kerja PCNU Kabupaten Pasuruan. Pemilihan lokasi ini didasarkan atas beberapa alasan yaitu: Pertama, PCNU Kabupaten Pasuruan termasuk PCNU di wilayah Jawa Timur yang sangat aktif dan disiplin dalam menjalankan semua program kerjanya. Hal ini ditengarai dengan adanya kantor PCNU yang tidak pernah sepi dari para pengurus PCNU. Di samping itu keaktifan PCNU Kabupaten Pasuruan ditandai dengan lancarnya kegiatan dari semua lembaga, Lajnah, dan badan otonom yang berada pada wilayah kerjanya. Kedua, warga NU Kabupaten Pasuruan juga aktif dalam merespon dan atau menjalankan kegiatan-kegiatan yang ditawarkan oleh PCNU Kabupaten Pasuruan, sehingga hal ini sangat memungkinkan terjadi adanya kelancaran komunikasi dan atau sosialisasi berbagai informasi, baik yang berasal dari PCNU maupun dari warga NU termasuk informasi tentang hasil-hasil bah}thul masil.

II. KAJIAN TEORITIKPelaksanaan hukum yang efektif memerlukan dukungan sosial yang luas. Artinya, hukum akan terlaksana secara efektif, apabila hukum itu dirumuskan dan ditetapkan sesuai dengan kebutuhan sosial masyarakatnya. Dengan kata lain, pelaksanaan hukum itu akan berjalan efektif apabila hukum itu dirumuskan atau ditetapkan berdasarkan pada realitas empiris dan bukan didasarkan pada dunia ide semata.27

24

Clark Moustakas, Phenomenological Research Methods, (Thousand Oaks, London, New Delhi: SAGE Publications, 1994), 103-104. 25 Robert C. Bogdan and Sari Knop Biklen, Qualitative Research in Education: An Introduction to Theory and Methods, (Boston: Allyn and Bacon, 1998), 4-7. 26 Moustakas, Phenomenological Research, 13. 27 Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum: Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya, (Jakarta: ELSAM dan HUMA, 2002), v.

Dengan demikian, hukum yang berlawanan dengan adat-istiadat yang berlaku di dalam suatu masyarakat, disatu pihak ia tidak mempunyai dukungan yang diperlukan agar penerapannya berjalan dengan efektif, dan di lain pihak, keadaan yang demikian itu akan menimbulkan reaksi negatif dari masyarakat yang justru akan membahayakan kewibawaan hukum itu sendiri, karena hukum tidak lagi digunakan sebagai landasan konseptual oleh masyarakat dalam melangsungkan atau menjalankan aktivitas kehidupannya.28 Selain itu, dalam kenyataan hidup bermasyarakat tidak ada suatu masyarakat pun yang warga-warganya selalu taat dan patuh terhadap hukum dan kaidah-kaidah lainnya, karena setiap manusia mempunyai kebutuhan dan kepentingan masingmasing. Apabila hukum yang berlaku dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan serta kepentingan-kepentingannya, maka dia akan mencoba untuk menyimpang dari aturan-aturan yang ada, serta mencari jalan keluar dan atau pertimbangan-pertimbangan lain sebagai landasan konseptual yang sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya.29 Apabila kemungkinan-kemungkinan tersebut di atas benar-benar terjadi, maka sistem hukum akan mendapat sebutan yang tidak menyenangkan yaitu sebagai dualisme di dalam hukum. Istilah dualisme ini memberikan suatu gambaran tentang kontradiksi-kontradiksi antara hukum dalam teori dengan hukum dalam praktek, antara validitas dan efektifitas, dan antara norma dengan fakta sebagai kenyataan.30 Bertolak dari paparan di atas, demi tercapainya cita-cita hukum dan untuk menciptakan kewibawaan hukum, diperlukan adanya telaah hukum dengan tidak hanya menggunakan pendekatan normatif atau studi law in books, tetapi lebih dari itu dibutuhkan adanya kajian hukum dengan menggunakan pendekatan sosiologis atau studi law in action.31 A. Pendekatan Sosiologis Terhadap Hukum Secara garis besar, hukum dapat dikaji melalui studi law in books dan studi law in action.32Studi law in books mengkaji hukum dari sisi normative sedangkan studi law in action mengkaji hukum dari sisi penerapan dan atau perilaku hukum dalam masyarakat. Selanjutnya, terkait dengan study law in action, ada dua bentuk studi hukum dalam masyarakat, yaitu pertama, sosiologi hukum (sociology of law)

28 29

Ibid., 7. Ibid., 8. 30 David N. Schiff, Hukum Sebagai Suatu Fenomena Sosial: Hukum dan Kenyataan, dalam Adam Podgorecki dan Christopher J. Whelan (ed.), Pendekatan Sosiologis Terhadap Hukum, ter. Rnc. Widyaningsih dan G. Kartasapoetra (Jakarta: Bina Aksara, 1987), 259. 31 Istilah law ini books dan law in action, meminjam istilah yang digunakan oleh Tomasic dalam bukunya The Sociology of Law. Lihat: Roman Tomasic, The Sociology of Law (London: Sage Publication, 1986), 6. 32 Roman Tomasic, The Sociology of Law, 6.

yang berakar dan timbuh dari tradisi sosiologi, dan kedua, ilmu hukum sosiologis (sociological jurisprudence) yang berakar dan tumbuh dari tradisi ilmu hukum.33 Sebagai bagian dari cabang kajian sosiologi, sosiologi hukum memusatkan perhatiannya kepada ihwal hukum sebagaimana terwujud dalam pengalaman kehidupan bermasyarakat sehari-hari34 dan tidak mempelajari hukum sebagai perangkat norma atau sejumlah kaidah khusus yang berlaku. Kalaupun sosiologi hukum juga mempelajari hukum sebagai seperangkat kaidah khusus, maka yang dikaji bukanlah kaidah-kaidah itu sendiri melainkan kaidah-kaidah positif dalam fungsinya yang diperlukan untuk menegakkan ketertiban di dalam kehidupan bermasyarakat, dengan segala keberhasilan dan kegagalannya.35 Dengan demikian, hukum akan selalu dibicarakan dalam hubungannya dengan persoalan-persoalan kontrol sosial. Hal ini penting dilakukan untuk mengetahui efektifitas hukum dalam masyarakat. Dengan melakukan studi ini akan diketahui sampai dimanakah masyarakat mengikuti atau menyimpang daripadanya. Mengingat pentingnya kajian untuk mengetahui efektifitas hukum dalam masyarakat, seyogyanya hukum tidak lagi hanya dipahami sebagai yang ada dalam kitab perundang-undangan. Hukum perlu pula dilihat dalam konteks sosialnya, yaitu tempat dimana hukum itu berperan, dipergunakan serta diciptakan. Hukum diciptakan untuk mengatur pola hubungan tingkah laku manusia atau kelompok dalam proses interaksi antara satu dengan yang lainnya dalam masyarakat.36 B. Hukum dan Perikelakuan Masyarakat Sebagai sarana social engineering, hukum merupakan suatu sarana yang ditujukan untuk mengubah perikelakuan warga-warga masyarakat, sesuai dengan tujuan-tujuan yang ditetapkan.37 Salah satu masalah yang dihadapi dalam hal ini adalah apabila hukum-hukum yang telah ditetapkan atau dirumuskan ternyata tidak dapat berjalan secara efektif, yakni tidak mampu mengubah perikelakuan warga masyarakat sebagaimana tujuan yang diinginkan. Gejala-gejala semacam ini tidak serta merta muncul ke permukaan, tetapi tentu dikarenakan adanya faktor-faktor penyebab yang menjadi penghalangnya. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari pembentuk atau perumus hukum, penegak hukum, para pencari keadilan, pelaku atau subyek hukum, maupun golongan-golongan lain yang ada di dalam masyarakat.3833

Soleman B. Taneko, Pokok-Pokok Studi Hukum dalam Masyarakat (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993), 2. 34 Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum: Paradigma, Motode dan Dinamika Masalahnya (Jakarta: ELSAM dan HUMA, 2002), 3. 35 Ibid., 4. 36 Mahadi, Kata Pengantar, dalam OK. Chairuddin, Sosiologi Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 1991), v. 37 Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, 118. 38 Ibid., 119.

Faktor-faktor tersebut harus diidentifikasi secara teliti dan seksama untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang sebab-sebab yang menjadi kelemahan mendasar dari tidak tercapainya tujuan-tujuan hukum yang ditetapkan. Kalau hukum yang dirumuskan telah ditetapkan sebagai sarana yang dipilih untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, maka semua proses yang terkait dengan pencapaian tujuan tersebut juga harus mendapat perhatian yang sebenarnya, seperti pemahaman tentang sifat dan hakikat hukum, batas-batas penggunaan hukum sebagai sarana pengubah perikelakuan masyarakat, filosofi perumusan hukum, situasi dan kondisi subyek hukum, tradisi dan budaya dimana hukum itu dilaksanakan dan kebutuhan-kebutuhan lain yang melekat pada diri pelaku hukum. Salah satu hal penting yang perlu mendapat perhatian tentang hukum sebagai pengatur perikelakuan masyarakat adalah perihal komunikasi hukum.39 Artinya, bahwa agar supaya hukum itu benar-benar dapat mempengaruhi perikelakuan masyarakat, maka hukum tadi harus disebarkan seluas mungkin, sehingga melembaga dalam kehidupan masyarakat. Penyebaran ini dapat dilakukan, baik secara formal, melalui cara-cara yang terorganisir secara resmi, maupun dengan cara informal melalui cara-cara lain yang mampu mengantarkan informasi hukum kepada masyarakat. Selanjutnya, hal lain yang perlu dipahami pula adalah bahwa masyarakat terdiri atas peribadi-peribadi dan kelompok-kelompok, yang dalam mengarungi kehidupannya dihadapkan pada penentuan pilihan terhadap apa yang ada di dalam lingkungan sekitarnya. Pilihan-pilihan yang dapat dilakukannya dibatasi oleh suatu kerangka tertentu yang ada di lingkungannya. Dengan kata lain, lingkungan sekelilingnya memberikan kebebasan-kebebasan sekaligus menyediakan pembatasan-pembatasan bagi peribadi dan kelompok-kelompok sosial.40 Apakah yang akan dipilih oleh peribadi atau kelompok, tergantung kepada faktor-faktor fisik, psikologis, dan sosial. Dalam masyarakat, dimana interaksi sosial menjadi intinya, maka perikelakuan yang diharapkan dari pihak lain, merupakan hal yang sangat menentukan bagi yang bersangkutan. Misalnya, apabila ada seorang petani yang sangat memerlukan kredit untuk usaha taninya, sedangkan di lingkungannya hanya terdapat kreditur-kreditur yang menetapkan bunga yang sangat tinggi, maka pilihannya hanya terbatas antara meminjam uang dengan bunga yang tinggi dan meneruskan usaha taninya, atau berhenti bertani. C. Hukum Islam Dan Realitas Sosial Sebagai kristalisasi reflektif dari penalaran mujtahid atas teks, hukum Islam selalu sarat dengan muatan ruang dan waktu yang melingkupinya.41 Hukum Islam tidak lahir dari yang hampa (eksnihilo), di ruang hampa (innihilo), melainkan39 40

Ibid. Ibid., 120-121. 41 Sya`ba>n Muh}ammad Isma>'i>l, al-Tashri>` al-Isla>mi>, (Kairo: Maktabat al-Nahd}ah al-Mis}riyah, 1985), 16.

terlahir di tengah dinamika pergulatan kehidupan masyarakat sebagai jawaban solusi atas problematika aktual yang muncul. Problematika masyarakat selalu berkembang dan berubah seiring dengan perkembangan dan perubahan masyarakat itu sendiri. Dengan demikian hukum Islam otomatis akan selalu berkembang dan berubah selaras dengan perkembangan dan perubahan waktu dan ruang yang melingkupinya.42 Inilah relevansinya hukum Islam dikatakan dinamis, elastis, dan fleksibel karena selalu cocok untuk semua masyarakat walaupun selalu berubah dan berbeda. Perubahan masyarakat dalam berbagai aspeknya baik ekonomi, politik, sosial, budaya dan lain-lain dihadapi oleh hukum Islam dengan semestinya, disongsong dan diarahkan secara sadar bukan dihadapi secara acuh tak acuh, dibiarkan begitu saja. Ini adalah pengejawantahan dari fungsi hukum Islam sebagai pengendali masyarakat (sosial control), perekayasa sosial (sosial engineering) dan pensejahtera sosial (sosial welfare). Dalam hal ini hukum Islam telah memberikan prinsip-prinsip penting mengenai pengembangan yang rasional dalam upaya adaptasi dengan lingkungan barunya.43 Melalui pola ini hukum Islam mampu menghindari terjadinya krisis hukum yang dilematis di tengah publiknya sendiri, hukum Islam akan selalu efektif di tengah masyarakatnya. Bertolak dari pemikiran di atas, maka teori yang digunakan untuk membaca berbagai persoalan hukum dan masyarakat adalah berbagai metode ijtiha>d yang lazim digunakan oleh para ulama fiqh maupun us}u>l al-fiqh dalam menetapkan hukum Islam, yakni maqa>s}id al-shari>ah, al-mas}lah}ah, danurf. Hal itu digunakan karena tiga konsep tersebut sangat erat dengan pembahasan hukum Islam yang dikaitkan dengan perubahan masyarakat. Di samping itu predikat hukum Islam dikatakan sebagai hukum yang dinamis, elastis, fleksibel dan selalu cocok untuk semua masyarakat yang selalu berubah dan berbeda, akan tetap eksis apabila dalam setiap perumusannya selalu memperhatikan tiga konsep di atas. Maqs}id al-shari>ah berarti tujuan syariat diturunkan kepada manusia. Para ulama sepakat bahwa tujuan syariat diturunkan kepada manusia, adalah untuk kemaslahatan manusia. Teori ini digunakan untuk membaca dan mencermati produk-produk bah}thul masil terkait dengan maqs}id al-shari>ah, dan dalam hubungannya dengan perilaku masyarakat terhadap produk-produk tersebut. Sedangkan pembicaraan tentang al-mas}lah}ah menjadi penting, karena istilah tersebut mengandung makna yang luas. Untuk memahami al-mas}lah}ah yang sesuai dengan kehendak sha>ri, (Allah SWT sebagai pembuat syariat), perlu dikemukakan berbagai pendapat dari para ahlinya.

42 43

Fazlur Rahman, Neo Modernisme Islam, ter. Mizan, (Bandung: Mizan, 1987), 51. John Donohue dan John L. Esposito, Pembaharuan Pemikiran dalam Islam, ter. Rajawali, (Jakarta: Rajawali Press, 1984), 72.

`Urf atau tradisi yang telah berkembang di masyarakat, adalah bagian dari sumber hukum Islam. Oleh karenanya suatu keputusan hukum yang berbeda dengan tradisi tersebut, akan mengalami hambatan dalam aplikasinya. Ulama usul fikih sepakat bahwa `urf yang tidak bertentangan dengan syara`, baik itu urf a>mm dan urf kha>s}s} maupun urf lafz}i> dan urf amali>, dapat dijadikan h}ujjah dalam menetapkan hukum. Menurut al-qara>fi> ahli fikih madhhab Ma>liki seorang mujtahid dalam menetapkan suatu hukum harus terlebih dahulu meneliti kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat setempat, sehingga hukum yang ditetapkannya itu tidak bertentangan atau tidak menghilangkan kemaslahatan masyarakat tersebut.44 Imam Malik telah membuat banyak keputusan hukum berdasarkan pada perilaku masyarakat Madinah, Abu Hanifah berbeda pendapat dengan para pengikutnya karena perbedaan adat atau kebiasaan yang berlaku. Selain itu, Ima>m al-Sha>fi`i, merubah keputusan hukum karena adanya perbedaan adat antara Mesir dan Bagdad, yang kemudian dikenal dengan qawl qadi>m dan qawl jadi>d.45 D. Prinsip-prinsip hukum muamalah Muamalah mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, sebab dapat mengenai segala aspek kehidupan manusia, seperti bidang agama, politik, hukum, ekonomi, pendidikan, sosial-budaya dan sebagainya. Muamalah dengan pengertian di atas merupakan bagian terbesar dalam kehidupan manusia. Oleh karenanya, hukum Islam dalam memberikan aturan dalam muamalah ini bersifat umum dan longgar guna memberi kesempatan perkembangan hidup manusia di kemudian hari. Dalam pada itu, al-Qur'an tidak memuat berbagai aturan yang terperinci tentang syariah. Al-Qur'an hanya mengandug prinsip-prinsip umum bagi berbagai masalah hukum dalam Islam, terutama sekali yang berkaitan muamalah.46Dalam kerangka yang sama dengan al-Qur'an, mayoritas hadith Nabi saw juga tidak bersifat absolut, terutama yang berkaitan dengan bidang muamalah. Dengan kata lain kedua sumber utama hukum Islam ini hanya memberikan berbagai prinsip dasar yang harus dipegang oleh umat manusia selama menjalani kehidupan di dunia. Adapun untuk merespon perputaran zaman dan mengatur kehidupan manusia secara terperinci Allah SWT memberikan anugerah berupa akal fikiran kepada manusia. Islam menyerahkan soal-soal rincian bidang muamalah kepada akal manusia. Tidak

44 45

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi, 1878. `Abd al-Wahab Khalaf, `Ilm Usul al-Fiqh, 90.; Mohamad Atho Mudzhar, Islam and Islamic Law in Indonesia: A Socio Historical Approach, (Jakarta: Office of Religious Research and Development, and Training Ministry of Religious Affairs Republic of Indonesia, 2003), 95. 46 Ajaran al-Qur'an yang bersifat global ini sesuai dengan fitrah manusia yang bersifat dinamis mengikuti perubahan zaman. Andaikan mayoritas ayat-ayat ahkam al-Qur'an bersifat absolute dan terperinci, manusia niscaya menjadi sangat terikat yang pada akhirnya akan menghambat perkembangan masyarakat. Lihat: Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, (Jakarta: UI Press, 1986), 29.

adanya rincian inilah yang dapat memberikan elastisitas luas kepada hukum Islam, sehingga dapat dilaksanakan sepanjang zaman.47 Dengan demikian para ulama sepakat bahwa secara umum, nas-nas bidang muamalah merupakan wilayah ijtihad.48 Manusia dapat mengatakan, karena muamalah itu merupakan urusan dunia mereka maka para pelakunyalah yang peling mengerti segi-segi kemaslahatannya, sebagaimana sabda Nabi saw, antum a`lamu bi amri dunya>kum. Sementara tujuan tashri>` adalah untuk kemaslahatan manusia. Sebagian ulama memberlakukan konsep al-bara>ah al-as}li>yah atau al-iba>h}ah al-as}li>yah, yaitu bahwa semua urusan muamalat itu pada dasarnya diperbolehkan sampai ada ketetapan nas (hukum) yang melarangnya. III. KEPUTUSAN BAH{THUL MASAr al-ulama> atau ahli hukum yang terkenal, bahwa adat (kebiasaan) yang berlaku di masyarakat itu tidak termasuk syarat. c. Syubhat (tidak tentu jelas halal haramnya): sebab para ahli hukum berselisih pendapat. Adapun muktamar memutuskan, bahwa yang lebih berhati-hati adalah pendapat yang pertama, yakni haram.49 2. Bagaimana hukumnya membeli buah-buahan di atas pohon (nebas buah) dalam waktu satu tahun, seperti buah jeruk dan sebagainya dengan ketentuan mengambilnya tiga kali?. Pembelian tersebut hukumnya tidak sah, karena terdapat sebagian buahnya yang belum masak. Keterangan, dalam kitab alSharwa>ni juz VI. 3. Bagaimana hukum membeli barang yang belum diketahui sebelum aqad, seperti: milk dalam kaleng, berambang dalam tanah, atau kelapa dalam sabutnya?. Jual beli tersebut sah, menurut imam Syafi`i, Maliki dan Hanafi, tetapi Imam Syafi`i

47

M. Abdul Mannan, ter. M. Nastangin, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), 27. 48 Muh}ammad Sala>m Madku>r, Al-Ijtiha>d fi> al-Tashri>` al-Isla>mi>, (Kairo: Da>r al-Nahd}ah alArabiyah, 1984), 80-8449

Masyhuri (ed.), Masalah Keagamaan, 21. Keputusan mengenai jual beli dengan dua harga ini sempat dikaji ulang pada even-even Bahthul Masail berikutnya. Lihat keputusan No.69, 181 dan 282.

dalam qaul jadi>d menganggap tidak sah.50 Keterangan: dalam kitab sharh} Sullam al-Taufi>q. 4. Bagimana hukumnya menyerahkan kambing untuk dipelihara dengan janji mendapat separoh anaknya atau tambahannya? Hukum akad tersebut tidak sah, sebab anak dan tambahan itu bukan dari pekerjaan pemelihara tersebut. Keterangan dalam kitab Bujairimi Iqna III 5. Bagaimana hukum jual beli barang dengan dua harga, Rp. 5,- kontan dan Rp. 6,kredit (nasa')?, Pembelinya memilih harga kredit Rp. 6,- artinya lebih tinggi Rp.1,- dari harga kontan. Apakah kelebihan (Rp. 1,-) tersebut termasuk riba yang dimaksudkan oleh hadits setiap hutang piutang yang menghasilkan keuntungan itu adalah riba? kemudian dihukuminya menjadi haram, dan apakah jual beli tersebut hukumnya tidak sah?. Jual beli tersebut di atas hukumnya sah dan tidak termasuk arti riba dalam hadits tersebut, asal masing-masing dengan aqad sendiri-sendiri. Keterangan: Hal tersebut sebagaimana dimaklumi dalam kitab-kitab fiqih. B. Perilaku Ekonomi Warga NU Kabupaten Pasuruan Pada sub bab ini akan diuraikan mengenai perilaku ekonomi warga NU Kabupaten Pasuruan yang terkait dengan lima macam keputusan bah}thul masa>il di atas. 1. Gadai (memanfaatkan barang gadaian) Pada jaman sekarang, untuk mendapatkan sejumlah uang atau modal usaha, bukan merupakan hal yang mudah didapatkan dengan cara cuma-cuma / tanpa bunga atau lainnya. Hal ini karena, makna al-ta`awun (saling tolong menolong) telah mengalami pergeseran. Untuk mendapatkan pinjaman, terdapat banyak persyaratan yang harus dipenuhi, seperti administrasi, survei bidang usaha, dan lain sebagainya. Gadai merupakan model transaksi yang mudah dilakukan setiap orang. Seseorang mudah mendapatkan pinjaman sejumlah uang asalkan ia mempunyai barang yang dapat dijadikan sebagai jaminan atas hutang yang diterimanya. Amir Mahmud, sarjana agama dan alumni pondok pesantren, dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya berprofesi sebagai guru di sekolah swasta. Mengingat gaji atau honorarium yang diperolehnya belum mencukupi, maka ia juga menjalankan roda ekonomi lain yaitu koperasi simpan pinjam.Dalam mengelola koperasi, disamping simpan pinjam sebagai program utamanya, beliau juga melakukan akad atau transaksi gadai yakni meminjamkan sejumlah uang dengan menerima barang sebagai jaminannya. Transaksi ini dilakukan bukan keinginan dari pihak koperasi semata, namun juga desakan beberapa warga yang ingin meminjam sejumlah uang tidak dengan cara pinjaman murni, tetapi dengan menyerahkan barang sebagai jaminannya. 51

5051

Ibid., 23.Amir Mahmud, Wawancara, Purwodadi-Pasuruan, 24 September 2009.

Dalam melangsungkan akad gadai ini, selama hutang belum dilunasi, koperasi akan memanfaatkan barang gadaian tersebut, karena telah menjadi tradisi dan diijinkan oleh pihak peminjam uang. Apabila pihak koperasi tidak memanfaatkan barang jaminan tersebut, maka ia akan mendapatkan sorotan negatif dari para pelaku gadai lainnya.Keterangan tersebut dibenarkan oleh saudara Wasil, seorang pedagang emas yang juga sering melakukan akad gadai dengan cara-cara di atas. Menurutnya, sebenarnya ia enggan melakukan akad gadai seperti di atas, tetapi hal itu tidak dapat dihindari, karena justru pihak pemilik barang yang menghendaki terjadinya akad tersebut.52 Menurut pemilik barang, untuk mendapatkan pinjaman sejumlah uang, akad gadai merupakah langkah yang cukup mampu memberikan solusi, meskipun barang jaminan yang diberikannya akan dimanfaatkan oleh pihak pemberi pinjaman. Hal ini dikarenakan dalam transaksi pinjaman biasa (bukan gadai), hampir semua "lembaga keuangan" selalu menerapkan persentase bunga keuntungan yang dibebankan kepada pihak peminjam. Kelebihan lain dari akad gadai adalah tidak ada persentasi bunga yang dibebankan kepada peminjam. Pada umumnya, pada saat membayar hutangnya dan atau menarik kembali barang jaminan, pihak peminjam memberikan sejumlah uang kepada pemberi pinjaman, yang nominalnya tidak ditentukan dalam akad gadai. Hal ini merupakan kelaziman dan atau kebiasaan yang terjadi di masyarakat. Peristiwa akad gadai lainnya dialami oleh Abdul Hamid, alumni pondok pesantren yang dalam memenuhi kebutuhan keluarganya beraktifitas sebagai guru, petani dan aktifitas lainnya. Menurutnya, dia sudah beberapa kali menggadaikan satu-satunya sepeda motor miliknya. Dalam praktekknya, dia meminjam sejumlah uang dengan menyerahkan sepeda motor kepada pihak pemberi pinjaman dan selama belum dapat melunasi hutangnya, maka sepeda motor akan dimanfaatkan oleh pemberi pinjaman. Namun, di antara kelebihan yang positif adalah, apabila pada saat-saat tertentu Abdul Hamid secara mendesak membutuhkan sepeda tersebut, maka pihak pemberi pinjaman tidak keberatan untuk meminjamkan sepeda tersebut kepada bapaknya dalam batas waktu yang ditentukan dan jika dapat dipastikan tidak akan terjadi penyelewengan.53 Informasi tersebut dibenarkan oleh Nuril Hidayat, warga Desa yang pernah melakukan transaksi gadai dengan Abdul Hamid.54 2. Jual beli buah (yang belum masak) di pohon (nebas buah) Jual beli buah merupakan hal yang marak terjadi di kalangan masyarakat Kabupaten Pasuruan, karena dalam prakteknya mesti melibatkan banyak warga. Hal ini cukup beralasan, karena buah-buahan merupakan salah penunjang ekonomi warga yang cukup menonjol di Kabupaten Pasuruan. Sistem jual beli buah yang52 53

Washil, Wawancara, Purwodadi-Pasuruan, 25 September 2009. Abdul Hamid, Wawancara, Purwosari-Pasuruan, 4 Oktober 2008. 54 Nuril Hidayat, Wawancara, Purwosari-Pasuruan, 5 Oktober 2008.

dilakukan warga Kabupaten Pasuruan untuk jumlah besar pada umumnya menggunakan sistem borongan dan atau tebasan. Dalam sistem ini, seorang tengkulak membeli buah kepada petani buah secara tebasan baik ketika buah itu telah matang di pohon, atau masih dalam keadaan ranum. Selain itu, ada juga warga masyarakat yang melakukan jual beli buah dalam keadaan masih berbunga. Bapak Sahi, 67 Th.55 adalah warga NU yang sering melakukan praktek tebas buah. Beliau adalah seorang petani. Namun, hasil dari sawah pertanian miliknya tersebut, dirasa kurang mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya, karena itu beliau juga melakukan kegiatan ekonomi lainnya. Bapak Sahi juga seorang pedagang, dalam hal ini adalah penebas buah mangga, kapuk, asem, dan lain sebagainya. Dari pengakuannya, bapak Sahi sering menebas buah mangga yang masih ada di pohon ketika buah mangga tersebut masih muda (belum masak atau setengah masak).56 Sebahai warga NU dan alumni Pondok Pesantren, sebenarnya bapak Sahi sempat bimbang atau ragu terhadap praktek dagang buah yang ia lakukan, karena beliau pernah mendengarkan suatu informasi/ keterangan dalam sebuah forum pengajian yang mengatakan bahwa menjual atau membeli buah yang masih sangat muda itu tidak diperkenankan dalam agama.57 Namun, ia tetap saja melangsungkan praktek tebas buah yang belum masak, karena beberapa alasan yaitu antara lain, pertama: Harga tebasan buah yang masih muda lebih murah dibanding harga tebasan buah yang sudah masak, sehingga hal ini lebih memungkinkan atau lebih menjanjikan untuk mendapatkan laba lebih banyak, karena menurutnya ketika buah belum matang, ia dengan leluasa dapat menentukan kapan sebaiknya buah tersebut dijual agar mendapatkan keuntungan yang besar. Hal ini berbeda dengan ketika buah itu sudah matang, dimana ia harus segera menjualnya dengan cepat meskipun keuntungan yang diperolehnya tidak cukup besar. Selain itu, jika tidak segera dijual, maka buah yang telah matang tersebut akan membusuk dan akan mengakibatkan kerugian. Kedua, dalam dunia perdagangan terjadi persaingan yang cukup ketat diantara para pedagang. Kalau buah yang masih sangat muda itu tidak segera ditebas/ dibeli dari pemiliknya, maka buah tersebut akan dibeli/ ditebas lebih dulu oleh pedagang lain, sehingga ia harus rela untuk tidak mendapatkan barang dagangan. Ketika ditanya soal kebimbangannya terhadap praktek yang dilakukan selama ini, mengapa ia tidak melakukannya dengan cara lain seperti sewa pohon? Bapak Sahi lantas menjawab bahwa sebenarnya ia sempat mempunyai pemikiran untuk55 56

Sahi, Wawancara, Wonoreji-Pasuruan, 25 Juni 2009. Sahi, Wawancara, Wonorejo-Pasuruan, 25 Juni 2009. 57 Keraguan yang dialami oleh bapak Sahi ini dibenarkan oleh Ustadz Zainul Yazid, 30 Th. Pengurus Lajnah Bahtsul Masail MWC NU Wonorejo yang juga Ketua BPD Karangsono Kecamatan Wonorejo. Menurutnya, dalam pandangan fiqih praktek tersebut tidak diperkenankan. Zainul Yazid, Wawancara, Wonorejo-Pasuruan, 25 Juni 2009.

menyewa pohon mangga sebagaimana yang lazim terjadi di desanya, namun karena pak Sahi tidak mengetahui tata cara perawatan pohon agar berbuah dengan lebat dan sehat, maka bapak Sahi mengurungkan niatnya itu. Alasan itu dapat dipahami dari ungkapan bapak Sahi dalam bahasa Madura yang mengatakan "Engko tak ngerteh elmona...." (saya tidak mengerti ilmunya). Bapak Amiruddin, bekerja sebagai seorang petani. Karena hasil pertanian dirasa kurang dapat mencukupi kebutuhan keluarganya, maka di samping mengolah lahan pertanian miliknya, warga NU yang berdomisili di Desa Trewung Kecamatan Grati ini, juga melakukan pekerjaan sambilan lainnya, yaitu sebagai penebas buah kapuk/ randu.Dalam melangsungkan akad ini, bapak Amiruddin sering melakukan pembelian dengan cara tebasan. Artinya kapuk itu tidak selalu dibeli dalam keadaan sudah tua atau kering, tetapi dalam keadaan masih ranumpun buah kapuk itu sudah dibeli. Bahkan lebih dari itu, bapak Amiruddin juga melakukan transaksi jual beli kapuk dalam keadaan masih berbunga, atau bahkan belum berbunga dengan cara tahunan atau musiman, seperti satu tahun, dua tahun atau satu musim, dua musim dan seterusnya.58 Secara keagamaan, ia mempunyai pemahaman atau pengetahuan ilmu agama yang cukup kuat karena beliau adalah alumni Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan. Terkait dengan praktek tebas buah, beliau mengatakan bahwa transaksi tersebut tidak sesuai dengan konsep buduwwi al-s}ala>h}, namun karena telah menjadi kebiasaan di masyarakat dan juga karena terdesak kebutuhan ekonomi yang makin meningkat, maka hal itu tetap berlangsung di masyarakat. Selain itu, menurutnya, jika ia tidak melakukan pembelian dengan cara tebasan sebagaimana di atas, maka ia tidak mendapatkan dagangan karena sudah ditebas terlebih dahulu oleh orang lain. Hal ini dibenarkan oleh bapak Jamaluddin, selaku ketua Tanfidziyah Majelis Wakil Cabang NU Grati.59 Berbeda dengan Amiruddin, buah ditebas oleh Abd Syukur adalah jenis mangga. MenurutAbd Syukur, tebas buah dalam keadaan sudah matang justru merugikan, karena buah harus segera dipetik dan seorang pedagang dituntut harus mampu menjualnya dengan segera, jika tidak ingin barang dagangannya membusuk.60 Untuk menghindari kondisi buah yang membusuk, seorang pedagang buah sering kali melakukan banting harga, yakni menjual buah mangga tersebut dibawah harga pada umumnya, yang pada akhirnya membawa dampak kerugian yang tidak diinginkan.61 Menurutnya pula, pemilik buah juga lebih senang menjual buah dalam keadaan belum masak, karena lebih menguntungkan. Bagi pemilik buah, menjual buah dalam keadaan matang, di samping tidak dapat menawarkan kepada tengkulak dengan harga tinggi, juga banyak resiko yang akan terjadi pada58 59

Amiruddin, Wawancara, hari Jumat tanggal 27 Nopember 2009. Jamaluddin, Wawancara, Pasuruan, 27 Nopember 2009. 60 Abd Syukur, Wawancara, hari Jumat tanggal 27 Nopember 2009. 61 Abd Syukur, Wawancara, Grati-Pasuruan, 27 Nopember 2009.

buah yang sudah matang, seperti jatuh sebelum dipetik, resiko busuk, atau cacatcacat lain akibat dimakan binatang. Hal ini berbeda dengan menjualnya dalam keadaan masih ranum dan atau belum matang. 3. Jual beli barang yang tidak kelihatan Di antara transaksi jual beli yang juga sering terjadi di kalangan warga NU Kabupaten Pasuruan adalah jual beli barang yang tidak kelihatan, kacang tanah, ketela pohon, ketela rambat, dan jual beli barang yang disegel. Hal ini tidak dapat dihindari, karena di lingkungan wilayah Kabupaten Pasuruan, komoditi pangan yang terdapat / terpendam di dalam tanah mencapai angka yang cukup besar, yakni ubi kayu ditanam pada lahan seluas 7.212 ha, ubi jalar 373 ha, dan kacang tanah seluas 5.344 ha.62 Dalam pakteknya, seorang tengkulak datang ke ladang petani bersama pemiliknya kemudian mengambil beberapa sampel dari polo pendem yang ada, sebelum melakukan penawaran harga. Setelah mengamati sampel itu, tawar menawar terjadi di antara kedua pihak yang pada akhirnya mereka dapat menentukan harga yang mereka sepakati. Bapak Syaroni, alumni pondok pesantren, dan sarjana agama, sempat bimbang terhadap praktek di atas setelah mendengarkan informasi bahwa ada pendapat ulama yang tidak memperbolehkan jual beli barang yang tidak kelihatan, seperti polo pendem dan lainnya. Namun, sebagai makhluk sosial, ia tidak dapat melepaskan diri dari kebiasaan atau tradisi yang berkembang di masyarakat. Dalam kaitan ini, para petani pada umumnya lebih suka melakukan penjualan dengan cara di atas dari pada menjualnya setelah dipanen. Menurutnya, untuk menikmati hasil kacang tanah dengan memanen sendiri masih membutuhkan banyak proses yang harus dilalui, yang jika dibandingkan dengan penjualan secara tebasan di dalam tanah - sering kali tidak seimbang.63 Sedangkan untuk ketela pohon dan ketela rambat, penjualan setelah dipanen terlebih dahulu, kadang-kadang menimbulkan beberapa resiko, seperti, perubahan rasa pada ketela yang tidak segera terjual, pembusukan pada beberapa bagian ketela, atau terpaksa menjualnya dengan harga lebih rendah atau di bawah harga normal/ umum. Dari praktek jual beli komoditi pangan yang terpendam dalam tanah ini, antara penjual dan pembeli tidak ada yang merasa dirugikan karena kedua belah pihak biasanya telah mempunyai pengalaman yang matang dibidangnya masingmasing. Dengan pengambilan sampel-sampel, mereka mampu memperkirakan secara akurat terhadap hasil yang akan didapatkan, kalaupun terjadi salah perkiraan, tidak akan menyebabkan kekecewaan karena tidak menyebabkan kerugian yang berarti. Komoditi lain yang diperjualbelikan dalam keadaan tidak kelihatan adalah barang-barang yang dijual dalam kemasan dan atau bersegel. Masyarakat tidak62

Tim Penyusun, Profil Kabupaten Pasuruan, (Pasuruan: Pemerintah Kabupaten Pasuruan, 2009), 8. 63 Moh. Syaroni, Wawancara, Purwosari-Pasuruan, 28 Nopember 2009.

perlu membuka kemasan atau segel, tetapi cukup percaya terhadap informasi yang tertera pada label. Dalam transaksi ini juga tidak ada pihak yang dirugikan, sebab jika suatu ketika ditemukan kecurangan, seperti isi dalam kemasan tidak sesuai dengan informasi pada label, maka akan terjadi komplain dari masyarakat yang pada akhirnya dapat merugikan perusahaan yang bersangkutan.64 4. Memeliharakan sapi atau kambing Memeliharakan sapi atau kambing dengan sistem gaduh merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang cukup merata terjadi di kalangan warga NU di Kabupaten Pasuruan. Hampir semua wilayah kecamatan dan atau desa, terdapat warga yang melangsungkan kegiatan tersebut. Hal ini cukup mengakar di masyarakat, karena kegiatan memeliharakan sapi atau kambing dengan sistem gaduh ini, merupakan kegiatan sambilan yang mudah dikerjakan dan telah terbukti mampu membantu kebutuhan ekonomi masyarakat terutama kebutuhan-kebutuhan non-reguler atau kebutuhan insidentil, seperti selamatan, membangun rumah, dana haji, dan lainnya. Dalam sistem gaduh ini seorang pemilik sapi atau kambing menyerahkan binatang kepada pekerja/ penggembala untuk dipelihara dengan janji mendapatkan separoh dari keuntungannya. Artinya, apabila binatang tersebut jantan seharga 5 juta, setelah dipelihara selama satu tahun kemudian dijual dengan harga 8 juta, maka keuntungan sebanyak 3 juta akan dibagi antara pemilik dan pekerja dengan masing-masing mendapat 50% (1,5 juta). Untuk binatang betina ada beberapa kemungkinan, apabila pemilik menyerahkan sapi/ kambing dalam usia siap beranak (usia produksi), maka anak pertama adalah bagian pemilik, anak kedua bagian pekerja, demikian seterusnya secara bergiliran. Sebaliknya, apabila pemilik menyerahkan sapi/ kambing dalam usia belum siap beranak (sebelum usia produksi), maka anak pertama adalah bagian pekerja, anak kedua bagian pemilik, demikian seterusnya secara bergiliran. Kemungkinan lainnya adalah apabila salah satu dari pemilik atau pekerja menghendaki untuk menjual binatang tersebut sebelum beranak, maka pembagian keuntungannya adalah sebagaimana pembagian keuntungan pada sapi/kambing jantan.65 Hal ini dibenarkan oleh Ust. Abdurrahman, alumni pondok pesantren yang sering melakukan transaksi ini di daerah Tlogosari Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan.66 Warga NU lainnya yang sering melakukan transaksi gaduh sapi ini adalah Misli. Menurutnya, dalam akad sistem gaduh ini, antara pemilik dan pekerja saling diuntungkan. Pada satu sisi pemilik dapat mengembangkan kekayaannya yang berupa sapi atau kambing, dan pada sisi lain juga memberikan bantuan berupa pekerjaan dan atau keuntungan kepada pekerja/ penggembala. Selain itu pekerja juga diuntungkan dengan adanya pekerjaan sambilan seperti ini yang justru mampu

64 65

Subronto, Wawancara, Purwosari-Pasuruan, 12 Maret 2009. Abib, Wawancara, Purwosari-Pasuruan, 22 September 23 Mei 2009. 66 Abdurrahman, Wawancara, Tutur-Pasuruan, 15 Juni 2009.

meningkatkan kesejahteraan hidupnya.67 Hal ini tidak berbeda dengan bapak Jamaluddin yang mengatakan bahwa memeliharakan kambing dengan sistem gaduh ini justru membantu kepada para pemuda yang membutuhkan pekerjaan sambilan.68 Dengan demikian, transaksi pemeliharaan sapi atau kambing dengan sistem gaduh ini tidak merugikan pihak-pihak yang terkait, tetapi justru menguntungkan. Oleh karenanya, tidak heran apabila transaksi ini tersebar secara merata pada sebagian besar warga masyarakat di Kabupaten Pasuruan. 5. Jual beli dengan dua macam harga Jual beli barang dengan dua macam harga (cash dan kredit) bukan merupakan hal baru. Hal ini telah dialami oleh warga sejak dahulu dan terjadi pada berbagai jenis barang yang diperjualbelikan, mulai dari rumah, mobil, motor, tanah kavlingan, pakaian, dan perabot rumah tangga. Dalam prakteknya, pada saat transaksi, calon pembeli mendapatkan informasi tentang dua macam harga untuk pembelian secara cash dan kredit. Setelah itu terjadi tawar menawar antara kedua belah pihak, dilanjutkan dengan calon pembeli menentuan pilihan pembelian cash atau kredit dalam majlis yang sama.69 Dua pilihan harga tersebut dapat membantu calon pembeli untuk menentukan pilihan sesuai dengan keuangan yang dimilikinya. Hal ini sedikit berbeda dengan yang terjadi di Desa Trewung Kecamatan Grati Kabupaten Pasuruan. Menurut Munawwaroh, dalam melangsungkan transaksi dengan sistem mindring70 ini, warga nahdliyyin di Desa Trewung, mulai menyesuaikan diri dengan fatwa para ulama atau hasil keputusan bah}thul masa>il. Artinya, setelah mendapatkan informasi tentang dua macam harga dari penjual, calon pembeli tidak langsung menentukan model pembelian saat itu juga. Calon pembeli mula-mula keluar dari majlis jual beli, kemudian datang lagi yang kedua kalinya untuk menentukan model pembelian yang dipilihnya atau calon pembeli akan menentukan model pembelian pada hari-hari berikutnya.71 Hal ini dibenarkan oleh Ust. Jamaludin selaku ketua MWC NU Grati, bahwa masyarakat mulai menyesuaikan dengan keputusan bah}thul masa>il, yakni mengadakan transaksi pembelian dalam akad tersendiri, aqd mustaqill. Menurutnya, masyarakat mulai menyesuaikan karena secara teknis tidak ada kesulitan bagi masyarakat untuk melakukannya. Dengan demikian, dari beberapa informasi diatas dapat dinyatakan bahwa ada beberapa keputusan bah}thul masa>il bidang ekonomi yang dilaksanakan oleh warga NU dan ada pula keputusan-keputusan bah}thul masa>il yang tidak diindahkan,67 68

Misli, Wawancara, Purwodadi-Pasuruan, 26 September 2009. Jamaluddin, Wawancara, Grati-Pasuruan, 27 Nopember 2009. 69 Dawaah, wawancara, Pasuruan, 21 Juni 2009. 70 Mindring merupakan istilah yang popular digunakan untuk menyebut system jual beli dengan dua macam harga. Sebutan tersebut sering dialamatkan kepada para penjual pakaian dan perabot rumah tangga dengan cara keliling ke rumah-rumah warga masyarakat. 71 Munawwaroh, Wawancara, Grati-Pasuruan, 27 Nopember 2009.

seperti hukum tentang jual beli buah yang belum matang dan masih di pohon, dan hukum memeliharakan sapi. Meskipun keputusan bah}thul masa>il tidak memperbolehkan pelaksanaan transaksi tersebut, namun warga NU tetap melangsungkannya dengan alasan karena hal itu telah menjadi kebutuhan di antara mereka dan model transaksi tersebut telah menjadi tradisi yang sulit untuk ditinggalkan serta di antara pihak-pihak terkait tidak ada pihak yang dirugikan. IV. HASIL PENELITIAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan sebelumnya, dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka hasil pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Forum bah}thul masa>il NU telah menghasilkan 439 keputusan hukum yang terbagi dalam 20 jenis keputusan, yaitu bidang keyakinan, bersuci, adzan, khutbah, shalat, al-qur'an, doa & bacaan, jenazah, puasa, zakat & sedekah, haji, nikah, qurban & makanan, hukuman, wakaf, masjid & pertanahan, waris, jual beli & rekayasa ekonomi, adat & etika, aliran / madhhab, seni & mainan, gender / perempuan, siyasah / politik, dan kedokteran. Dari 20 jenis keputusan tersebut, ditemukan bahwa masalah-masalah yang diputuskan dalam forum bah}thul masa>il didominasi oleh masalah-masalah yang terkait dengan dimensi sosial. Dari keputusan-keputusan berdimensi sosial tersebut, jenis putusan bidang jual beli dan rekayasa ekonomi menduduki urutan pertama/ terbanyak dengan menghasilkan 70 keputusan (15,9%), kemudian diikuti keputusan bidang pernikahan di urutan kedua dengan jumlah keputusan sebanyak 56 keputusan (12,8%), dan urutan berikutnya/ ketiga ditempai bidang zakat & sedekah yang menghasilkan 52 keputusan hukum (11,8%). Kemudian, dari 70 hasil keputusan bidang jual beli dan rekayasa ekonomi tersebut, dapat dikelompokkan menjadi 14 kelompok keputusan yaitu pegadaian (4/ 5,7%), Jual beli (28 / 40%), simpan pinjam (2 / 2,9%), Sewa (9 / 12,9%), bank (2/ 2,9%), asuransi (2/ 2,9%), uang, surat berharga dan bursa efek (5/ 7,1 %), buruh dan upah (9 / 12,9%), syirkah / kongsi (3/ 4,3%), hadiyah (2/ 2,9%), reksadana/ unit trust/ mutual fund (1 / 1,4%), ekonomi kerakyatan (1 / 1,4%), dan budi daya jangkrik (1 / 1,4%). Kemudian, dilihat dari proses yang berlangsung, dapat dijelaskan bahwa persoalan-persoalan bidang ekonomi yang dibahas dalam bah}thul masa>il pada umumnya merupakan persoalan-persoalan aktual yang terjadi di masyarakat, disamping masalah-masalah aktulal lainnya yang sengaja dimunculkan oleh pengurus lembaga bah}thul masa>il. Dengan demikian, permasalahanpermasalahan tersebut tidak muncul dari ruang hampa melainkan dilatarbelakangi oleh berbagai macam situasi dan kondisi yang ada di

masyarakat dengan berbagai macam aspeknya, baik sosial, politik maupun ekonomi. Dalam menjawab masalah bidang ekonomi, referensi yang digunakan masih didominasi oleh kitab-kitab syafi`iyah. 2. Warga Nahdliyyin Kabupaten Pasuruan sebagai masyarakat yang memiliki kepatuhan kepada para ulama, dalam melangsungkan kegiatan ekonomi, tidak sepenuhnya menjadikan keputusan-keputusan bah}thul masa>il bidang ekonomi (yang telah dirumuskan oleh para ulama) sebagai landasan konseptul dalam menjalankan kegiatan ekonomi mereka. Hal ini tidak berarti kepatuhan mereka kepada para ulama menjadi turun, namun dengan alasan terdesak kebutuhan dan tidak dapat menghindar dari tradisi yang telah berkembang di masyarakat, mereka akhirnya tidak menjadikan keputusan bah}thul masa>il bidang ekonomi sebagai acuan berprilaku. Di samping itu, menurut mereka, dengan mengikuti model-model transaksi yang ada, dan tradisi yang berkembang di masyarakat, tidak ada yang dirugikan dari masing-masing pihak yang bersangkutan, bahkan yang terjadi justru sebaliknya. Secara singkat dapat dijelaskan bahwa ada tiga macam perilaku warga NU Kabupaten Pasuruan terhadap keputusan bah}thul masa>il bidang ekonomi, yaitu: Pertama, ada warga NU yang teguh terhadap bah}thul masa>il. Mereka sedapat mungkin melaksanakan atau menyesuaikan dengan hasil-hasil keputusan bah}thul masa>il bidang ekonomi. Kedua, ada warga NU yang kurang teguh terhadap bah}thul masa>il. Mereka memilah-milah kaputusan bah}thul masa>il. Keputusan yang cocok dengan kemaslahatan mereka, akan mereka laksanakan, sedangkan yang bertentangan, akan mereka abaikan. Ketiga, ada warga NU yang tidak teguh terhadap bah}thul masa>il. Mereka menghendaki adanya pemisahan antara kegiatan ekonomi dan bah}thul masa>il. Artinya, dalam kegiatan ekonomi, yang dipentingkan adalah suasana psikologis dan sosio kultural antara pihak-pihak yang sedang melangsungkan transaksi. B. Implikasi Teoritik Sesuai dengan kesimpulan di atas, penelitian ini menemukan tiga macam perilaku warga NU kabupaten pasuruan terhadap keputusan bahthul masail bidang ekonomi, yaitu: Pertama, ada warga NU yang teguh terhadap bah}thul masa>il. Warga ini selalu menjadikan ulama sebagai simbul keagamaan. Oleh karenanya, mereka sedapat mungkin melaksanakan hasil-hasil keputusan bah}thul masa>il bidang ekonomi yang merupakan hasil ijtihad para ulama. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa dalam tradisi Islam, keyakinan agama seorang Muslim (antara lain didasari atas pemahaman fikih), akan mempengaruhi semua aspek kehidupannya. Agama Islam dengan produk-produk hukumnya yang dibahas dalam

fikih menjadi sistem nilai yang dapat mempengaruhi perilaku seorang Muslim, baik dalam kehidupan sosial, ekonomi, maupun politik. Pemikiran ini secara teoritis didasarkan pada pendapat Talcott Parson yang menyatakan bahwa agama menjadi satu-satunya acuan sistem nilai (system referenced values) bagi seluruh sistem tindakan (system of actions). Agama dalam konteks ini, ditempatkan sebagai satusatunya referensi bagi para pemeluknya dalam mengarahkan sikap dan menentukan orientasi pilihan tindakan. 72 Kedua, ada warga NU yang kurang teguh terhadap bah}thul masa>il. Mereka memilah-milah kaputusan bah}thul masa>il. Keputusan yang sesuai dengan kemaslahatan mereka, akan dilaksanakan, sedangkan yang bertentangan akan mereka abaikan. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa, hukum akan terlaksana secara efektif apabila hukum itu dirumuskan dan ditetapkan sesuai dengan kebutuhan sosial masyarakatnya, bukan didasarkan pada dunia ide semata.73 Dengan demikian, hukum yang berlawanan dengan adat-istiadat yang berlaku di dalam suatu masyarakat, tidak mempunyai dukungan untuk berjalan efektif, juga akan menimbulkan reaksi negatif dari masyarakat, yang justru akan membahayakan kewibawaan hukum itu sendiri, karena hukum tidak lagi digunakan sebagai landasan konseptual oleh masyarakatnya dalam melangsungkan atau menjalankan aktivitas kehidupannya.74 Apabila kemungkinan-kemungkinan tersebut di atas benar-benar terjadi, maka sistem hukum akan mendapat sebutan yang tidak menyenangkan yaitu sebagai dualisme di dalam hukum. Istilah dualisme ini memberikan suatu gambaran tentang kontradiksi-kontradiksi antara hukum dalam teori dengan hukum dalam praktek, antara validitas dan efektifitas, dan antara norma dengan fakta sebagai kenyataan.75 Ketiga, ada warga NU yang tidak teguh terhadap bah}thul masa>il. Mereka menghendaki adanya pemisahan antara kegiatan ekonomi dan bah}thul masa>il. Artinya, dalam kegiatan ekonomi, yang dipentingkan adalah suasana psikologis dan sosio kultural antara pihak-pihak yang sedang melangsungkan transaksi. Kenyataan ini tidak bertentangan dengan teori yang mengatakan bahwa setiap manusia mempunyai kebutuhan dan kepentingan masing-masing. Apabila putusan hukum di masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan serta kepentingankepentingannya, maka dia akan mencoba untuk menyimpang dari aturan-aturan72

Talcott Parsons, Religion and the Problem of Meaning, dalam Roland Roberston (ed.), Sociology of Religion, (London: Penguin, tt.), 55-60. 73 Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum: Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya, (Jakarta: ELSAM dan HUMA, 2002), v. 74 Ibid., 7. 75 David N. Schiff, Hukum Sebagai Suatu Fenomena Sosial: Hukum dan Kenyataan, dalam Adam Podgorecki dan Christopher J. Whelan (ed.), Pendekatan Sosiologis Terhadap Hukum, ter. Rnc. Widyaningsih dan G. Kartasapoetra (Jakarta: Bina Aksara, 1987), 259.

yang ada, serta mencari jalan keluar dan atau pertimbangan-pertimbangan lain sebagai landasan konseptual yang sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya.76 Dalam kaitan ini al- T{u>fi menjelaskan bahwa mas}lah}at merupakan h}ujjah terkuat yang secara mandiri dapat dijadikan sebagai landasan hukum. Menurut AtT{u>fi,77 dalam lapangan muamalah dan adat, akal bebas menentukan kemaslahatan dan kemafsadatan (istiqla>l al-`uqu>l bi istidra>k al-mas}a>lih} wa al-mafa>sid). Bagi alTufi, mas}lah}at adalah atas dasar adat-istiadat dan eksperimen, tanpa membutuhkan petunjuk nas}. Selain itu, dalam bidang muamalah ada kaidah yang berbunyi, 78 (urusan muamalat itu mutlak (diperbolehkan) sampai diketahui larangannya). Bertolak dari paparan di atas, bahwa telah terjadi kesenjangan antara produk bah}thul masa>il bidang ekonomi sebagai teori hukum dengan perilaku ekonomi yang terjadi di kalangan warga NU. Demi tercapainya cita-cita hukum dan untuk menciptakan kewibawaan hukum, diperlukan adanya telaah hukum dengan tidak hanya menggunakan pendekatan normatif atau studi law in books, tetapi lebih dari itu, dibutuhkan adanya kajian hukum dengan menggunakan pendekatan sosiologis atau studi law in action.79 Hukum Islam tidak lahir dari ruang hampa, melainkan terlahir di tengah dinamika pergulatan kehidupan masyarakat sebagai jawaban solusi atas problematika aktual yang muncul. Problematika masyarakat, selalu berkembang dan berubah seiring dengan perkembangan dan perubahan masyarakat itu sendiri. Artinya, hukum Islam, akan berkembang dan berubah selaras dengan perkembangan dan perubahan waktu dan atau ruang yang melingkupinya.80 Oleh karenanya, untuk meminimalisir atau mengatasi kesenjangan tersebut, dalam merumuskan jawaban terhadap masalah aktual yang terjadi di masyarakat, seyogyanyan forum bah}thul masa>il tidak didominasi oleh referensi madhhab Shafi`i saja, tetapi lebih membuka diri untuk menggunakan referensi-referensi madhhab empat secara seimbang. Disamping itu, dalam merumuskan keputusan hukum, pemanfaatan referensi kaidah fiqih dan usul fiqih serta pertimbangan-pertimbangan tradisi dan sistuai-kondisi social historis hendaknya mendapatkan porsi yang semestinya diberikan. Dengan demikian, harapan untuk mencapai maslahah menjadi semakin besar.

76 77

Ibid., 8. Ibid., 530-536. 7878 Wahbah al-Zuhaili, Usul al-Fiqh al-Islami, Juz 2, (Damascus: Dar al-Fikr, 1986), 810. 79 Istilah law ini books dan law in action, meminjam istilah yang digunakan oleh Tomasic dalam bukunya The Sociology of Law. Lihat: Roman Tomasic, The Sociology of Law (London: Sage Publication, 1986), 6. 80 Fazlur Rahman, Neo Modernisme Islam, ter. Mizan, (Bandung: Mizan, 1987), 51.

DAFTAR PUSTAKA Affandi, Satria. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana, 2005. al-`Assa>l, Ah}mad Muh}ammad dan Fa>thi> Ah}mad Abdul Kari>m. Sistem, Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam. ter. Imam Saefudin, Bandung: Pustaka Setia, 1999. al-Ami>ri, Abdulla>h M. Al-H{usayn. Dekonstruksi Sumber Hukum Islam: Pemikiran Hukum Najm al-Di>n T}u>fi>. ter. Abdul Basir, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004. al-Bayhaqi>, Abu> Bakr Ah}mad b. al-H{usayn b. Ali. Sunan al-Bayhaqi. Juz 2. Mesir: Wuzarat al-Awqaf al-Misriyah, t.t. al-Bigha>, Mus}t}afa> Di>b. al-Tadhhi>b Min Adillat Matn al-Gha>yah wa al-Taqri>b. Surabaya: Toko Kitab Al-Hidayah, 1978. al-Bu>thi, Muh}ammad Sa i>d Ramad}a>n. D}awa>bit} al-Mas}lah}ah fi> al-Syari>ah alIsla>miyah. Beirut: Muassasah ar-Risa>lah, 1986. al-Bukha>ri>, Abu> Abdilla>h Muh}ammad b. Isma>i>l b. al-Mughi>rah, S{ah}i>h} al-Bukha>ri>. Juz 6. Beirut: Da>r Ibn Kathi>r, 1987. al-Dimashqi>y, Isma>'i>l Ibnu Kathi>r al-Qurashi>y. Tafsi>r al-Qur'a>n al-Az}i>m. Juz 3. Semarang: Toha Putra, tt. al-Dimashqiy>, Muh}ammad bin Abdirrahma>n. Rah}mat al-Ummah fi> Ikhtila>f alAimmah, Ha>mish Al-Mi>za>n al-Kubra> jilid I. Tt.: Shirkah al-Nu>r Asiya>, Tt. al-Ghaza>li>, Abu> H}a>mid. al-Mustas}fa> fi> Ilm al-Us}u>l. Beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmi>yah, 2000. Ali, Mohammad Daud, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2000. al-Jawzi>yah, Ibn Qayyim. Ala>m al-Muwaqqii>n Juz 2. Tp.: al-Futyah, 1968. al-Jurja>ni>, Al-Shari>f Ali> b. Muh}ammad. Kita>b al-Tari>fa>t. Singapura dan Jeddah: alHaramayn, t.t. al-Ma>wardi>. Adab al-Qa>d}i> Juz I. Tp.: al-Irshad, 1972. al-Mah}alli>, Jala>l al-Di>n. Sharh} al-Waraqa>t fi> Us}u>l al-Fiqh. Surabaya: Shirkat Nu>r Asia, t.t. al-Maudu>di>, Abul A'la. The Islamic Law and Constitution. Islamic Publication Ltd., Lahore, 1976. al-Naisa>bu>ri>, Abu> al-H{usain Muslim b. al-H{ajja>j al-Qusyairi. S{ah}i>h} Muslim Jilid 2. Beirut: Da>r al-Fikr, 1993. -------. S{ah}i>h} Muslim Jilid 3. Beirut: Da>r al-Fikr, 1993. al-Naml, Abd al-Munim. al-Ijtihd. Mesir: Da>r al-Syuru>q, 1984. al-Qurn al-Kari>m al-Qurt}u>bi>, Muh}ammad b. Ah}mad al-Ans}a>ri>. al-Ja>mi li Ah}ka>m al-Qura>n Juz 7. Kairo: Dar al-Qalam, 1966. al-Rushd, Ibn. Bida>yat al-Mujtahid wa Niha>yat al-Muqtas}id Juz 2. Surabaya: alHidayah, t.t.

al-Sha>t}ibi>, Abi> Ish}a>q Ibra>hi>m b. Mu>sa> b. Muh}ammad al-Lakhmi>. al-Muwa>faqa>t. jilid 2. T.t.: Da>r Ibn Affa>n, t.t. al-Shayba>ni>, Abu Abdilla>h Ah}mad b. Muh}ammad b. H{anbal b. Hila>l b. Asad. Musnad Ah}mad, Juz 26. Mesir: Wuza>ra>t al-Awqa>f al-Mis}ri>yah, t.t. -------, Musnad Ahmad Juz 3. Mesir: Wuzarat al-Auqaf, tt. al-Suyu>t}i>, Jala>l al-Di>n Abd al-Rah}ma>n b. Abi> Bakr. al-Ashba>h wa al-Naz}a>ir fi> alFuru>. Surabaya: al-Hidayah, 1965. al-T{u>fi>, Najm al-Di>n, Ah}mad Ha>ji> Muh}ammad Usma>n (ed). Kita>b al-Tayi>n fi> Sharh} al-Arbai>n. Beirut: Muassasat al-Riya>n, 1998. al-Zuhaili>, Wahbah. Al-Fiqh Al-Isla>mi> Wa Adillatuh, juz 5. Dimashq: Da>r al-Fikr, 1985. Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004. Anas, Ma>lik b.. Muwatta' Malik, Juz 3. Damashcus: Da>r al-Qalam, 1991. Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama Bab II tentang Aqidah/ Asas, pasal 3 ayat 1. Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama, Bab V tentang perangkat organisasi pasal 16 ayat 4 huruf l. Antonio, M. Syafii. Bank Syariah: Bagi Bankir dan Praktisi keuangan. Jakarta: Bank Indonesia dan Tazkia Institute, 1999. Ba>alwi>, Abdurrah}ma>n b. Muh}ammad b. Husayn b. Umar. Bughyat al-Mustarshidi>n fi> Talkhi>s Fata>wa> Ba`d} al-Aimmah min al-Ulama> al-Mutaakhkhiri>n. T.t.: Da>r alFikr, t.t. Basyir, Ahmad Azhar, Asas-Asas Hukum Muamalat, Hukum Perdata Islam, Yogyakarta: UII Press, 2004. Berger, Peter L. & Thomas Luckmann. Tafsir Sosial atas Kenyataan: Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan, ter. Hasan Basari. Jakarta: LP3ES, 1990. Bogdan, Robert C. and Sari Knop Biklen, Qualitative Research in Education: An Introduction to Theory and Methods, Boston: Allyn and Bacon, 1998. Dahlan, Abdul Aziz, et.al (ed.), Ensiklopedi Hukum Islam 4, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001. -------, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 6, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996. Departemen Agama RI, Intruksi Presiden R.I. Nomor 1 Tahun 1991: Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, DIRJEN BINBAGA Islam DEPAG RI, 2001. Donohue, John, dan John L. Esposito, Pembaharuan Pemikiran dalam Islam, ter. Rajawali, Jakarta: Rajawali Press, 1984. Esposito, John L. (ed), Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern Jilid 6, ter. Eva. Y.N. et.al, Bandung: Mizan, 2001. Evan, William M. (ed.), The Sociologi of Law: A Sosial Structural Perspective, New York: The Free Press, 1980. Gibb, H.A.R. Whither Islam, London, 1932.

Gordon, Scott, The History and Philosophy of Sosial Science, London and New York: Routledge, 1991. Gurvitch, George, Sosiologi Hukum, ter. Sumantri Mertodipuro dan Moh. Radjab, Jakarta: Bhratara, 1996. Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1980. H{anbal, Ah{mad b. Musnad Ahmad. No. 3418. dalam Mawsu>`ah al-H{adi>th al-Shari>f. T.t.: Global Islamic Software Company, 2000. Haq, Abdul. at.al, Formulasi Nalar Fiqh: Telaah Kaidah Fiqh Konseptual, Buku Satu, Surabaya: Khalista/ Kaki Lima, 2006. H{assa>n, H{usain H{a>mid. Naz}ari>yat al-mas}lah}ah fi> al-Fiqh al-Isla>mi>. Beirut: Da>r alNahd}ah al-Arabiyah, 1971. http://www.pasuruankab.go.id/about.php?aID=1&action=detail Husen, Ibrahim. Beberapa Catatan tentang Reaktualisasi Hukum Islam. dalam "Kontektualisasi Ajaran Islam: 70 Tahun Prof. Dr. H. Munawir Sjadzali, MA". Jakarta: IPHI dan Paramadina, 1995. Isma>'i>l, Sya`ba>n Muh}ammad. al-Tashri>` al-Isla>mi. Kairo: Maktabah al-Nahd}ah alMis}riyah, 1985. Jayli, Ahmad Hakim. Pasuruan Dalam Selayang Pandang. Pasuruan: PCNU Kabupaten Pasuruan, 2002. Khala>f, Abdul Wahha>b. ilmu Us}u>l al-Fiqh. Kuwait: Da>r al-Millah, 1978. Lofland, John and Lyn H. Lofland. Analyzing Social Setting: A Guide to Qualitative Observation and Analyzis. California: Wodsworth Publishing Company, 1984. Lubis, Nur A.Fadhil. Hukum Islam dalam Kerangka Teori Fikih dan Tata Hukum Indonesia. Medan: Pustaka Widyasarana, 1995. Masum, Saifullah, ed.. Karisma Ulama: Kehidupan Ringkas 26 Tokoh NU. Bandung: Mizan, 1998. Mahadi, Kata Pengantar, dalam OK. Chairuddin. Sosiologi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 1991. Mahfudh, M.A. Sahal. Bahtsul Masail dan Istinbath Hukum NU: Sebuah Catatan Pendek, dalam Imam Ghazali Said dan A. Ma`ruf Asrori (Penyunting), ahkamul Fuqaha:Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, ter. Djamaluddin Miri. Surabaya: LTN NU dan Diantama, 2005. -------. Dialog dengan Kiai Sahal Mahfudh: Solusi Problematika Umat. Surabaya: Ampel Suci, 2003. Mahmassani, Shubhi. Filsafat Hukum dalam Islam Jilid 2, ter. Ahmad Sudjono. Bandung: al-Maarif, 1981. Mannan, M. Abdul, ter. M. Nastangin. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997. Masyhuri, KH. A.Aziz, (ed.). Masalah Keagamaan Hasil Muktamar dan Munas Ulama Nahdlatul Ulama Kesatu 1926 s/d Kedua puluh Sembilan 1994. Surabaya: Dinamika Press, 1997.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002. Moustakas, Clark. Phenomenological Research Methods. Thousand Oaks, London, New Delhi: SAGE Publications, 1994. Mudzhar, M. Atho. Membaca Gelombang Ijtihad: Antara Tradisi dan Liberasi. Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1998. -------. Islam and Islamic Law in Indonesia: A Socio Historical Approach. Jakarta: Office of Religious Research and Development, and Training Ministry of Religious Affairs Republic of Indonesia, 2003. Muhadjir, Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996. Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progresif, 1997. Muzadi, KH. A. Muchit. NU dan Fiqih Kontekstual. Yogyakarta: LKPSM NU, 1995. Nasution, Harun. Akal dan Wahyu dalam Islam. Jakarta: UI Press, 1986. Parera, Frans M. Menyingkap Misteri Manusia Sebagai Homo Faber, dalam Peter L. Berger & Thomas Luckmann, Tafsir Sosial atas Kenyataan: Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan, ter. Hasan Basari. Jakarta: LP3ES, 1990. Parsons, Talcott. Religion and the Problem of Meaning, dalam Roland Roberston (ed.), Sociology of Religion. London: Penguin, tt. PCNU Kabupaten Pasuruan. Delapan Kelompok Tani Binaan NU Terima Modal Kerja, dalam www.nupasuruan.or.id.18 Agustus 2009. -------. Gandeng BRI, PCNU Jadi Penjamin Petani, dalam www.nupasuruan.or.id.10 Nopember 2009. Permono, Sjechul Hadi. Dinamisasi Hukum Islam dalam Menjawab Tantangan Era Globalisasi. Demak: Demak Press, 2002. Poerwadarminta, W.J.S.. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1976. Poetoesan-Poetoesan Congres Nahdlotoel Oelama`, Oetoesan Nahdlotoel Oelama`, No. 3 th 1, Soerabaia: tp., 1347 H. Pujiono. Penerapan Hasil Bahthul Masail Bidang Ekonomi Di Lingkungan Warga NU Desa Cendono Kecamatan Purwosari Kabupaten Pasuruan. Laporan Penelitian tahun 2004. Qardlawi, Yusuf. Keluwesan dan Keluasan Shariat Islam Menghadapi Perubahan Zaman. ter. Tim Pustaka Firdaus, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996. Quda>mah, Abu> `Abdilla>h b. Ah}mad b. Muh}ammad b. al-Mughni Juz 3. Beirut: Dar alFikr, 1405 H. Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum. Bandung: Alumni, 1986. -------. Sosiologi Hukum: Esai-Esai Terpilih. Yogyakarta: Genta Publishing, 2010. Rahman, Fazlur. Neo Modernisme Islam. ter. Mizan. Bandung: Mizan, 1987. Rahmat, Jalaluddin. Kontekstualisasai Doktrin Islam Dalam Sejarah. Jakarta: Paramadina, 1995. Roibin. Sosiologi Hukum Islam: Telaah Sosio-Historis Pemikiran Imam Syafi`i. Malang: UIN Malang Press, 2008

Sabzwari, M.A.. The Concepts of Saving in Islam. Karachi: An NIT Publication, 1982. Said, Imam Ghazali dan A. Ma`ruf Asrori (Penyunting). Ahkamul Fuqaha:Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, ter. Djamaluddin Miri. Surabaya: LTN NU dan Diantama, 2005. Schiff, David N.. Hukum Sebagai Suatu Fenomena Sosial: Hukum dan Kenyataan, dalam Adam Podgorecki dan Christopher J. Whelan (ed.), Pendekatan Sosiologis Terhadap Hukum, ter. Rnc. Widyaningsih dan G. Kartasapoetra. Jakarta: Bina Aksara, 1987. Soekanto, Soerjono. Pokok-Pokok Sosiolohi Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001. Soemitro, Ronny Hanitijo. Masalah-Masalah Sosiologi Hukum. Bandung: Sinar Baru, 1984. -------. studi Hukumdan Masyarakat. Bandung: Alumni, 1982. Syafei, Rachmat. Fiqih Muamalah untuk UIN, STAIN, PTAIS dan Umum. Bandung: Pustaka Setia, 2006. Syarifuddin, Amir. Perubahan Pemikiran dalam Islam. Bandung: Angkasa Raya, 1993. Syam, Nur. Islam Pesisir. Yogyakarta: PT LKIS Pelangi Aksara, 2005. Taneko, Soleman B.. Pokok-Pokok Studi Hukum dalam Masyarakat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993. Tebba, Sudirman. Sosiologi Hukum Islam. Yogyakart: UII Press, 2003. Tim Penyusun. Buku Kerja Tahun 2009. Pasuruan: Pemerintah Kabupaten Pasuruan, 2009. -------. Profil Kabupaten Pasuruan. Pasuruan: Pemerintah Kabupaten Pasuruan, 2009. -------. Rencana Strategis Kabupaten Pasuruan 2003-2008. Pasuruan: Pemerintah Kabupaten Pasuruan, 2003 -------. Selayang Pandang Kabupaten Pasuruan. Pasuruan: Dinas Informasi dan Komunikasi, 2003. Tomasic, Roman. The Sociology of Law. London: Sage Publication, 1986. Ujaylah, Mus}t}afa> Abd al-Rah}i>m Abu>. al-Urf wa Aruh fi> al-Tashri> al-Isla>mi>. Tripoli: Da>r al-Kutub al-Wat}ani>yah, 1986. Usman, Muchlis. Kaidah-Kaidah Ushuliyah Dan Fiqhiyah: Pedoman Dasar Dalam Istinbat Hukum Islam. Jakarta: Rajawali Press, 2002. Wignjosoebroto, Soetandyo. Dua Paradigma Klasik untuk Memahami dan atau Menjelaskan Hakikat Ketertiban dalam Kehidupan Bermasyarakat Manusia. Makalah. Surabaya: Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel, 2003. -------. Hukum: Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya. Jakarta: ELSAM dan HUMA, 2002. -------. Positivisme dan Doktrin Positivisme dalam Ilmu Hukum, dan Kritik-Kritik Terhadap Doktrin Ini. Makalah. Surabaya: Pascasarjana IAIN Sunan Ampel, 2005. -------.70 Tahun Prof. Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum: Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya. Jakarta: ELSAM dan HUMA, 2002.

Wiles, C.M. Campbell and Paul. The Study of Law in Society, dalam William M. Evan (ed.). The Sociologi of Law: A Sosial Structural Perspective, New York: The Free Press, 1980. Zahrah, Muh}ammad Abu>. Us}u>l al-Fiqh. T.t.: Da>r al-Fikr al-Arabi>, t.t.. Zahro, Ahmad. Tradisi Intelektual NU. Yogyakarta: LKIIS, 2004. ------., Lajnah Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama, 1926 1999: Telaah Kritis Terhadap Keputusan Hukum Fiqih. Desertasi Doktor. IAIN Sunan Kalijaga: Yogyakarta, 2001. Zuhdi, Masjfuk. Studi Islam, Jilid III: Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS A. DATA DIRI Nama Tempat/ Tanggal lahir Jenis kelamin Alamat Rumah/ Tlp Alamat Kantor / Tlp : Pujiono : Pasuruan, 01 April 1970 : Laki-laki : Perum Griya Mangli Blok BJ: 18 Mangli Jember/ : 081334772341 / 0331-3454713 : STAIN Jember, Jl. Jumat No. 94 Mangli Jember/ : 0331- 487550/ 0331-427005 : H. Ahmad Zaini (alm) : Hj. Rohmatul Ummah : Hidayatun Nuriyah : 1. Ahmad Dliyauddin : 2. Aina Dzakiyyah : 3. Najwa Syamilah

B. KELUARGA Bapak Ibu Istri Anak

1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 3. 1. 2.

C. PENDIDIKAN S1 : IAIN Sunan Ampel Malang (1994) S2 : IAIN Sunan Ampel Surabaya (1999) Pembibitan CADOS : IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (1999-2000) PP. Al-Hidayah Sukorejo Pasuruan (1984-1991) PPSS. Nurul Huda Mergosono Malang (1991-1997) PP. Al-Husnaini Kloposepuluh Sidoarjo (1997-2000) D. PENGALAMAN MENGAJAR PP. Al-Hidayah Sukorejo Pasuruan (1988- 19960 PPSS. Nurul Huda Mergosono Malang (1991-1997) MTs. Maarif Sukorejo Pasuruan (1994-1997) MA. Maarif Sukorejo Pasuruan (1995-1997) PP Al-Husnaini Kloposepuluh Sidoarjo (1997-2000) STAIN Jember (2000- Sekarang) POLITEKNIK Negeri Jember (2007-2008) E. ORGANISASI MWC NU Purwodadi Pasuruan (2003-2008) PCNU Kabupaten Pasuruan (2006-2011) PCNU Jember (2009-2014) F. KARYA TULIS Manusia Menyatu Dengan Tuhan: Telaah Tasawuf Abu Yazid Al-Bistami, Surabaya: Target Press, 2003 Penerapan Putusan Bahthul Masail Bidang Ekonomi Di Lingkungan Warga Nu (Kasus Desa Cendono Kecamatan Purwosari Kabupaten Pasuruan), Pasuruan: Mandiri, 2005.

3. 4. 5. 6. 7. 8.

9.

Sistem Ekonomi Konvensional Dan Islam: Telaah Komparasi Sistem Ekonomi Kapitalis, Sosialis dan Islami, Jurnal Interest, Vol.2 No.1, 2006 Tuhan Dan Eskatologi Dalam Anggitan Para Filosof, dalam "Percikan Pemikiran Madzhab Mangli", Jember: STAIN Jember Press, 2007. Membongkar Kebohongan Buku "Mantan Kiai NU Menggugat Sholawat & Dzikir Syirik" (H. Mahrus Ali), Surabaya: Khalista, 2008. Metode Ijtihad Lembaga Bahthul Masail PCNU Jember: Studi Tentang Ijtihad Jama`i Bidang Ekonomi, Jakarta: DIKTIS, 2008 Al-`Arabiyah Li al-Thalabah: al-Jami`ah al-Islamiyah al-Hukumiyah Jember, Surabaya: Khalista & Unit Bahasa STAIN Jember, 2009. Perjalanan Spiritual Abu Yazid al-Bistami: Telaah Konsep Fana, Baqa, dan Ittihad, dalam Al-Adalah: Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, Vol. 12 No. 2, Agustus 2009. Menyoal Kontroversi Relasi Islam dan Negara, dalam Nur Solikin AR, at.al., Problem Laten Tak Berkesudahan: Menyibak Tabir Kenegaraan, Politik, Pendidikan, dan Kemasyarakatan, Jember: STAIN Jember Press, 2008.