Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx
-
Upload
pujisrirahayuningtyas -
Category
Documents
-
view
230 -
download
9
Transcript of Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx
TUGAS PENGGANTI UTS EPIDEMIOLOGI
NAMA : PUJI SRI RAHAYUNINGTYAS
NIM : 25010114140361
KELAS : E 2014 / II
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2015
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .................................................................................................. i
I. Definisi Epidemiologi, Sejarah Epidemiologi,
dan Tokoh Epidemiologi Dunia ..................................................... 1
II. Manfaat Kegiatan Epidemiologi dan Contoh Penggunaan
Epidemiologi di Masyarakat dan Institusi Kesehatan ................... 4
III. Pengertian Penyakit, Sakit, Sehat dan Teori Terjadinya penyakit . 5
IV. Riwayat Alamiah Penyakit, Pola kejadian penyakit di masyarakat,
Tingkatan pencegahan penyakit..................................................... 12
V. Ukuran Frekuensi Penyakit ............................................................ 15
VI. Desain studi epidemiologi.............................................................. 18
VII. Klasifikasi/Pembagian Epidemiologi ............................................ 23
VIII. Konsep Tentang Sebab Akibat dalam epidemiologi
dan Kriteria kausalitas (Bradford Hill) .......................................... 25
IX. Surveilans Epidemiologi................................................................. 27
X. Penyelidikan Epidemiologi ............................................................ 32
XI. Screening Epidemiologi ................................................................. 33
XII. KLB atau Wabah ........................................................................... 37
XIII. Transisi Epidemiologi..................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 44
i
I. Definisi Epidemiologi dan Sejarah Perkembangan Epidemiologi dan
Beberapa Tokoh Epidemiologi Dunia
A. DEFINISI EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi merupakan ilmu yang kompleks dan senantiasa berkembang.
Oleh karena itu, tidak mudah untuk menentukan suatu batasan yang baku. Hal ini
tampak dengan berbagai batasan yang dinyatakan oleh para ahli epidemiologi
sebagai berikut.
1. Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi penyakit dan
determinan yang mempengaruhi frekuensi penyakit pada kelompok
manusia. (Mac mahon, B & Pugh, T.F. 1970)
2. Epidemiologi adalah studi tentang faktor yang menentukan frekuensi dan
distribusi penyakit pada populasi manusia (Lowe C.R. & Koestrzewski.J.,
1973)
3. Epidemiologi ialah ilmu yang mempelajari distribusi distribusi dan
determinan penyakit dan ruda paksa pada populasi manusia (Mausner J.S.
& Bahn, 1974)
4. Epidemiologi ialah ilmu yang mempelajari distribusi penyakit atau
keadaan fisiologis pada penduduk dan determinan yang mempengaruhi
distribusi tersebut. (Lilienfeld A.M., & D.E. Lilienfeld, 1980)
5. Epidemiologi adalah suatu studi tentang distribusi dan determinan
penyakit pada populasi manusia (Barker, D.J.P., 1982)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa epidemiologi adalah suatu
cabang ilmu kesehatan untuk menganalisis sifat dan penyebaran berbagai masalah
kesehatan dalam suatu penduduk tertentu serta mempelajari sebab timbulnya
masalah dan gangguan kesehatan tersebut untuk tujuan pencegahan maupun
penanggulangannya
Budiarto, Eko. 2003. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta: EGC
B. SEJARAH PERKEMBANGAN EPIDEMIOLOGI
Dari catatan sejarah yang terkumpul menunjukan bahwa epidemiologi
merupakan ilmu yang telah dikenal sejak zaman dahulu bahkan berkembang
bersamaan dengan ilmu kedokteran karena kedua disiplin ilmu ini berkaitan satu
dengan yang lain. Misalnya, studi epidemiologi bertujuan mengungkan penyebab
1
suatu penyakit atau program pencegahan dan pemberantasan penyakit yang
membutuhkan pengetahuan ilmu kedokteran seperti:
1. Ilmu faal
2. Biokimia
3. Patologi
4. Mikrobiologi, dan
5. Genetika
Hasil yang diperoleh dari studi epidemiologi dapat digunakan untuk
menentukan pengobatan suatu penyakit, melakukan pencegahan, atau meramalkan
hasil pengobatan.
Perbedaan antara ilmu kedokteran dan epidemiologi terletak pada cara
penanganan masalah kesehatan. Ilmu kedokteran lebih menekankan pelayanan
kasus demi kasus, sedangkan epidemiologi lebih menekankan pada kelompok
individu. Oleh karena itu, pada epidemiologi, selain membutuhkan ilmu
kedokteran juga membutuhkan disiplin ilmu lain, seperti:
1. Demografi 5. Lingkungan Fisik
2. Sosiologi 6. Ekonomi
3. Antropologi 7. Budaya, dan
4. Geologi 8. Statistika
Dari uraian diatas, jelaslah bahwa epidemiologi merupakan ilmu yang
kompleks. Walaupun epidemiologi telah dikenal dan dilaksanakan sejak zaman
dahulu, tetapi dalam perkembangan mengalami banyak hambatan hingga baru
pada beberapa dasawarsa terakhir ini epidemiologi diakui sebagai suatu disiplin
ilmu. Oleh karena itu, epidemiologi seolah-olah merupakan ilmu yang baru.
Salah satu penyebab hambatan tersebut adalah belum semua ahli bidang
kedokteran pada saat itu setuju dengan metode yang digunakan dalam
epidemiologi. Hal ini disebabkan adanya perbedaan paradigma dalam menangani
masalah kesehatan antara ahli pengobatan dan metode epidemiologi, terutama
pada masa berlakunya paradigma bahwa penyakit disebabkan oleh roh jahat.
Keberhasilan menembus paradigma tersebut berkat perjuangan yang gigih
dari para sarjana seperti Hippocrates, John Graunt, John Snow, William Farr,
Robert Koch, James Lind, Lord Kelvin, Kuhn, dan Francies Galton.
2
Para sarjana itu telah meletakan konsep epidemiologi yang masih berlaku
hingga saat ini. Konsep-konsep tersebut adalah:
1. Pengaruh lingkungan terhadap kejadian penyakit
2. Penggunaan data kuantitatif dan statistik
3. Penularan penyakit, dan
4. Eksperimen pada manusia
Budiarto, Eko. 2003. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta: EGC
C. TOKOH EPIDEMIOLOGI DUNIA
1. Hippocrates, dianggap sebagai epidemiologis yang pertama. Beliau
mengemukakan teori tentang penyebab penyakit. Ia berpendapat bahwa
penyakit terjadi karena adanya kontak dengan jasad hidup yang tidak
terlihat oleh mata dan penyakit berkaitan dengan lingkungan eksternal dan
internal. Ia juga menduga adanya hubungan antara berbagai penyakit dan
faktor tempat tinggal, geografis, kondisi air, iklim, kebiasaan makan yang
mempengaruhi keseimbangan cairan tubuh. Ia juga memperkenalkan
istilah epidemik dan endemik.
2. Gallen, dianggap sebagai bapak fisiologi eksperimental. Ia
mengkolaborasi teori Hippocrates dan berpendapat bahwa cara hidup dan
kondisi cairan tubuh didua berhubungan dan mempengaruhi kesehatan
serta timbulnya penyakit.
3. Thomas Sydenham, dianggap Hippocratsnya inggris, ia menghubungkan
terjadinya penyakit dengan air, udara, dan tempat.
4. Noah Webster, ia berpendapat bahwa wabah berkaitan dengan faktor
lingkungan tertentu.
5. Hieronymous Fracastorious, ia berpendapat bahwa penyakit ditularkan
dari orang ke orang melalui partikel kecil yang tidak dapt dilihat.
6. Igmatz Semmelweis, ia menunjukkan bahwa “child bed fever” dapat
dikurangi jika dokter yang menolong persalinan membasuh tangannya.
Setelah diamati, dokter ini menarik kesimpulan bahwa dokter-dokter yang
setelah melakukan autopsi mayat apabila melakukan pertolongan
persalinan jarang melakukan cuci tangan sehingga kuman menular ke ibu
dan bayi yang ditolongnya pada saat persalinan (infeksi nosokomial)
3
7. Edward Jenner, berjasa dalam penemuan vaksin cacar yang efektif
8. Louis Pasteur, mendemonstrasikan imunisasi rabies yang efektif
9. Robert Koch, berjasa dalam penemuan vaksin BCG
10. John Graunt, ia dikenal sebagai pencipta dasar statistik estimasi populasi
dan konstruksi life table.
11. William Farr, ia berhasil mengembangkan analisis dari statistik kematian
yang digunakan untuk mengevaluasi masalah kesehatan penduduk.
12. John Snow, Namanya sudah tidak asing dalam dunia kesmas dalam upaya
yang sukses mengatasi kolera yang melanda London. Yang perlu dicatat
disini bahwa John Snow, dalam analisis masalah penyakit kolera,
mempergunakan pendekatan epidemiologi dengan menganalisis faktor
tempat, orang, dan waktu.
13. P.L. Panum, ia berhasil melakukan penelitian dalam epidemiologi klasik
tentang campak.
14. Doll dan Hill, dua nama yang berkaitan dengan cerita hubungan merokok
dan kanker paru. Keduanya adalah peneliti pertama yang mendesain
penelitian yang melahirkan bukti adanya hubungan antara rokok dan
kanker paru. Keduanya adalah pelopor penelitian di bidang Epidemiologi
Klinik.
Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa
Kebidanan. Jakarta: EGC
II. Manfaat kegiatan epidemiologi bagi pembangunan kesehatan, dan contoh
penggunaan epidemiologi di masyarakat dan institusi kesehatan
A. MANFAAT KEGIATAN EPIDEMIOLOGI
1. Mempelajari riwayat alamiah penyakit
Epidemiologi dapat digunakan untuk memahami kecenderungan dan
prediksi kejadian penyakit, dan bermanfaat untuk perencanaan dan pelayanan
kesehatan
2. Menentukan masalah komunitas
Dengan menjelaskan mengapa terjadi suatu masalah kesehatan, dan
mengetahui penyebabnya, dapat disusun langkah-langkah pencegahan dan
4
penanggulangannya agar tidak meluas dan dapat dilakukan tindakan preventif
serta kuratif.
3. Melihat resiko dan pengaruhnya
Dengan menjelaskan masalah kesehatan yang terjadi, dapat pula diketahui
faktor resiko yang dapat mempengaruhi individu dan pengaruhnya pada
populasi yang ada.
4. Menilai dan meneliti
Kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui masalah kesehatan dan
melihat perkembangan masalah tersebut melalui penilaian dan penelitian.
5. Menyempurnakan gambaran penyakit
Epidemiologi dapat menerangkan keadaan suatu masalah kesehatan. Salah
satu kegiatannya adalah identifikasi dan proses diagnostik untuk meyakinkan
bahwa seseorang menderita penyakit tertentu.
6. Identifikasi sindrom
Salah satu kegiatan epidemiologi juga dapat membantu memantapkan dan
menyusun kriteria untuk mendefinisikan sindrom tertentu.
7. Menentukan penyebab dan sumber penyakit
Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC
III. Pengertian Penyakit, Sakit, Sehat dan Teori Terjadinya penyakit
A. PENGERTIAN PENYAKIT, SAKIT, DAN SEHAT
Penyakit adalah suatu keadaan terdapat gangguan terhadap bentuk dan
fungsi tubuh sehingga berada dalam keadaan tidak normal.
Sehat adalah keadaan fisik, mental, dan sosial yang sempurna dan tidak
hanya bebas dari penyakit atau kecacatan, serta memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomis (menurut WHO dan UU Kesehatan RI No
23 tahun 1992). Sedangkan Sakit adalah persepsi seseorang bila merasa
kesehatannya terganggu.
Batasan-batasan menganai sakit dan penyakit adalah sebagai berikut:
Disease adalah gangguan dan penyimpangan dari struktur dan fungsi
organ-organ tubuh
5
Illness adalah bagaimana seseorang mengartikan dan menerima arti
tentang penyakit yang di deritanya
Sickness adalah perilaku yg muncul dari diri org tersebut sebagai
tanggapan pengetiannya thd penyakitnya (illness )
B, Budioro. 1997. Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro
B. TEORI TERJADINYA PENYAKIT
1. Contagion Theory
Di Eropa, epidemi sampar, cacar dan demam tifus merajalela pada abad
ke-14 dan 15. Keadaan buruk yang dialami manusia pada saat itu telah
mendorong lahirnya teori bahwa kontak dengan makhluk hidup adalah
penyebab penyakit menular. Konsep itu dirumuskan oleh Girolamo Fracastoro
(1483-1553). Teorinya menyatakan bahwa penyakit ditularkan dari satu orang
ke orang lain melalui zat penular (transference) yang disebut kontagion.
Disebut juga teori cara penularan penyakit melalui zat penular. Konsep
kontagion muncul pada abad XVI oleh Giralomo Fracastoro (1478-1553).
Fracastoro dikenal sebagai salah satu perintis epidemiologi, ia juga dikenal
sebagai seorang sastrawan yang terkenal di mana salah satu tokoh pelakunya
bernama syphilis, yang hingga sekarang digunakan menjadi nama suatu
penyakit kelamin.
Fracastoro membedakan tiga jenis kontagion, yaitu:
Jenis kontagion yang dapat menular melalui kontak langsung, misalnya
bersentuhan, berciuman, hubungan seksual.
Jenis kontagion yang menular melalui benda-benda perantara (benda
tersebut tidak tertular, namun mempertahankan benih dan kemudian
menularkan pada orang lain) misalnya melalui pakaian, handuk, sapu
tangan.
Jenis kontagion yang dapat menularkan pada jarak jauh.
Menurut konsep ini sakit terjadi karena adanya proses kontak
bersinggungan dengan sumber penyakit. Dapat dikatakan pada masa ini telah
ada pemikiran adanya konsep penularan. Pada waktu itu orang belum
mengenal kuman atau bakteri, namun mekanisme cara penularan menurut
6
contagion tersebut mirip dengan cara yang dikenal sekarang dalam era
bakteriologi. Misalnya dengan contagion dikenal cara penularan melalui
kontak langsung (bersentuhan, berciuman, hubungan sex dll), melalui benda
perantara (pakaian, sapu tangan, handuk dll) dan melalui udara (jarak jauh)
Teori ini tentu dikembangkan berdasarkan teori penyakit pada masa itu
dimana penyakit yang melanda kebanyakan adalah penyakit yang menular
yang terjadi karena adanya kontak langsung. Teori ini bermula dari
pengamatan terhadap epidemik dan penyakit lepra di Mesir. Namun teori ini
pada jamannya tidak diterima dan tidak berkembang. Tetapi penemunya,
Fracastoro, tetap dianggap sebagai salah satu perintis dalam bidang
epidemiologi meskipun baru beberapa abad kemudian mulai terungkap bahwa
teori kontagion sebagai jasad renik.
2. Hipocratic Theory
Zaman Hippocrates (460-377 SM). Beliau dianggap bapak epidemiologi
pertama, karena beliaulah yang pertama kali melihat bahwa penyakit
merupakan fenomena massal dan menulis tiga buah buku tentang epidemi. Ia
juga menguraikan bahwa penyakit bervariasi atas dasar waktu dan tempat
sehingga pada saat itu ia sebetulnya sudah tahu adanya pengaruh faktor
alam/lingkungan yang ikut menentukan terjadinya penyakit. Dapat juga
dikatakan bahwa beliau sudah dapat melihat bahwa frekuensi penyakit
terdistribusi tidak merata atas dasar berbagai faktor seperti waktu, tempat,
atribut orang, dan atau faktor lingkungan lainya. Faktor-faktor demikianlah
yang ikut mempengaruhi terjadinya penyakit yang disebut faktor determinan
atau faktor penentu.
Hipocrates telah berhasil membebaskan hambatan-hambatan filosofis pada
zaman yang bersifat spekulatif dan superstitif (tahayul) dalam memahami
kejadian penyakit. Beliau mengemukakan teori tentang sebab musabab
penyakit, yaitu bahwa:
Penyakit terjadi karena adanya kontak dengan jasad hidup, dan
Penyakit berkaitan dengan lingkungan eksternal maupun internal
seseorang. Teori itu dimuat dalam karyanya berjudul “On Airs, Waters and
Places”.
7
Hippocrates mengatakan bahwa penyakit timbul karena pengaruh
Iingkungan terutama air, udara, tanah, dan cuaca (tidak dijelaskan kedudukan
manusia dalam Iingkungan).
Hippocrates sudah dikenal sebagai orang yang tidak pernah percaya
dengan tahayul atau keajaiban tentang terjadinya penyakit pada manusia dan
proses penyembuhannya. Dia mengatakan bahwa masalah lingkungan dan
perilaku hidup penduduk dapat mempengaruhi tersebarnya penyakit dalam
masyarakat. Yang dianggap paling mengesankan dari faham atau ajaran
Hippocrates ialah bahwa dia telah meninggalkan cara-cara berfikir mistis-
magis dan melihat segala peristiwa atau kejadian penyakit semata-mata
sebagai proses atau mekanisme yang alamiah belaka. Contoh kasus dari teori
ini adalah perubahan cuaca dan lingkungan yang merupakan biang keladi
terjadinya penyakit.
3. Miasmatic Theory
Teori Miasma, penyakit timbul karena sisa dari mahkluk hidup yang mati
membusuk, meninggalkan pengotoran udara dan Iingkungan. Kira-kira pada
awal abad ke-18 mulai muncul konsep miasma sebagai dasar pemikiran untuk
menjelaskan timbulnya wabah penyakit.
Konsep ini dikemukakan oleh Hippocrates. Miasma atau miasmata berasal
dari kata Yunani yang berarti something dirty (sesuatu yang kotor) atau bad
air (udara buruk). Miasma dipercaya sebagai uap yang dihasilkan dari sisa-sisa
makhluk hidup yang mengalami pembusukan, barang yang membusuk atau
dari buangan limbah yang tergenang, sehingga mengotori udara, yang
dipercaya berperan dalam penyebaran penyakit.
Contoh pengaruh teori miasma adalah timbulnya penyakit malaria.
Malaria berasal dari bahasa Italia mal dan aria yang artinya udara yang busuk.
Pada masa yang lalu malaria dianggap sebagai akibat sisa-sisa pembusukan
binatang dan tumbuhan yang ada di rawa-rawa. Penduduk yang bermukim di
dekat rawa sangat rentan untuk terjadinya malaria karena udara yang busuk
tersebut.
Pada waktu itu dipercaya bahwa bila seseorang menghirup miasma, maka
ia akan terjangkit penyakit. Tindakan pencegahan yang banyak dilakukan
8
adalah menutup rumah rapat-rapat terutama di malam hari karena orang
percaya udara malam cenderung membawa miasma. Selain itu orang
memandang kebersihan lingkungan hidup sebagai salah satu upaya untuk
terhindar dari miasma tadi. Walaupun konsep miasma pada masa kini
dianggap tidak masuk akal, namun dasar-dasar sanitasi yang ada telah
menunjukkan hasil yang cukup efektif dalam menurunkan tingkat kematian.
Dua puluh tiga abad kemudian, berkat penemuan mikroskop oleh Anthony
van Leuwenhoek, Louis Pasteur menemukan bahwa materi yang disebut
miasma tersebut sesungguhnya merupakan mikroba, sebuah kata Yunani yang
artinya kehidupan mikro (small living).
4. Epidemiology Triangle
Teori ini di kemukakan oleh John Gordon pada tahun 1950 dan dinamakan
model Gordon sesuai dengan nama pencetusnya. Model gordon ini
menggambarkan terjadinya penyakit pada masyarakat, ia menggambarkan
terjadinya penyakit sebagai adanya sebatang pengungkit yang mempunyai titik
tumpu di tengah-tengahnya, yakni Lingkungan (Environment). Pada kedua
ujung batang tadi terdapat pemberat, yakni Agen (Agent) dan Pejamu (Host).
Dalam model ini A, P, L dianggap sebagai tiga elemen utama yang berperan
dalam interaksi ini.
A = agent/penyebab penyakit
P = host/populasi berisiko tinggi, dan
L = lingkungan
Interaksi di antara tiga elemen tadi terlaksana karena adanya faktor
penentu pada setiap elemen. Model ini mengatakan bahwa apabila pengungkit
tadi berada dalam keseimbangan, maka dikatakan bahwa masyarakat berada
dalam keadaan sehat, seperti gambar di bawah ini :
9
5. The Wheel of Causation (Teori Roda)
Model ini menggambarkan hubungan manusia dan lingkungannya sebagai
roda. Roda tersebut terdiri atas manusia dengan substansi genetik pada bagian
intinya dan komponen lingkungan biologi, sosial, fisik mengelilingi pejamu.
Seperti halnya dengan model jaring-jaring sebab akibat, model roda
memerlukan identifikasi dari berbagai faktor yang berperan dalam timbulnya
penyakit dengan tidak begitu menekankan pentingnya agen. Di sini
dipentingkan hubungan antara manusia dengan lingkungan hidupnya.
Besarnya peranan dari masing-masing lingkungan bergantung pada penyakit
yang bersangkutan.
Teori ini merupakan pendekatan lain untuk menjelaskan hubungan antara
manusia dan lingkungan. Roda terdiri daripada satu pusat (pejamu atau
manusia) yang memiliki susunan genetik sebagai intinya. Disekitar pejamu
terdapat lingkungan yang dibagi secara skematis ke dalam 3 sektor yaitu
lingkungan biologi, sosial dan fisik.
Besarnya komponen-kompenen dari roda tergantung kepada masalah
penyakit tertentu yang menjadi perhatian kita. Untuk penyakit-peyakit bawaan
(herediter) inti genetik relatif lebih besar. Untuk kondisi tertentu seperti
campak, inti genetik relatif kurang penting oleh karena keadaan kekebalan dan
sektor biologi lingkungan yang paling berperanan. Pada model roda,
10
mendorong pemisahan perincian faktor pejamu dan lingkungan, yaitu suatu
perbedaan yang berguna untuk analisa epidemiologi.
6. The Web of Causation (Jaring-jaring Sebab Akibat)
Teori jaring-jaring sebab akibat ini ditemukan oleh Mac Mohan dan Pugh
(1970). Teori ini sering disebut juga sebagai konsep multi factorial. Dimana
teori ini menekankan bahwa suatu penyakit terjadi dari hasil interaksi berbagai
faktor. Misalnya faktor interaksi lingkungan yang berupa faktor biologis,
kimiawi dan sosial memegang peranan penting dalam terjadinya penyakit.
Menurut model ini perubahan dari salah satu faktor akan mengubah
keseimbangan antara mereka, yang berakibat bertambah atau berkurangnya
penyakit yang bersangkutan. Menurut model ini, suatu penyakit tidak
bergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri melainkan sebagai akibat dari
serangkaian proses sebab dan akibat. Dengan demikian maka timbulnya
penyakit dapat dicegah atau dihentikan dengan memotong mata rantai pada
berbagai titik. Model ini cocok untuk mencari penyakit yang disebabkan oleh
perilaku dan gaya hidup individu.
Bustan, M.N. dan Arsunan. 2002. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Chandra, Budiman. 2006. Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Kasjono, Heru Subaris. 2008. Intisari Epidemiologi. Jogjakarta : Mitra Cendekia.
11
Kasjono, Heru Subaris, dkk. 2006. Manajemen Epidemiologi. Yogyakarta: Media Pressindo.
Murti, Bhisma. 1997. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Timmreck, Thomas C. 2001. Epidemiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
IV. Riwayat Alamiah Penyakit, Pola kejadian penyakit di masyarakat,
Tingkatan pencegahan penyakit.
A. RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT
Perjalanan penyakit yang alami dan tanpa pengobatan apapun, yang terjadi
mulai dari keadaan sehat hingga timbul penyakit, disebut riwayat alamiah
penyakit. Tujuan memahami riwayat penyakit adalah untuk mengenali atau
mendeteksi penyakit atau masalah kesehatan secara umum melalui indikator dari
masalah tersebut.
Berdasarkan bagan diatas, riwayat perjalanan penyakit dapat dibagi menjadi lima
kategori yaitu:
1. Tahap Prepatogenesis: Manusia (Host) masih dalam keadaan sehat, namun
pada tahap ini pula manusia telah terpajan dan beresiko terhadap penyakit
yang ada disekelilingnya, karena
a. Telah terjadi interaksi dengan bibit penyakit (agent)
b. Bibit penyakit belum masuk ke manusia (host/penjamu)
12
c. Manusia masih dalam keadaan sehat belum ada tanda penyakit
d. Belum terdeteksi baik secara klinis maupun laboratorium
2. Tahap inkubasi: pada tahap ini bibit penyakit telah masuk ke manusia,
namun gejala belum tampak. Jika daya tahan pejamu tidak kuat akan
terjadi gangguan pada bentuk dan fungsi tubuh.
3. Tahap penyakit dini: tahap ini mulai timbul gejala penyakit, sifatnya masih
ringan, dan umumnya masih dapat beraktivitas.
4. Tahap penyakit lanjut: Pada tahap ini penyakit makin bertambah hebat,
penderita tidak dapat beraktivitas sehingga memerlukan perawatan.
5. Tahap akhir penyakit: Pada tahap akhir perjalanan penyakit ini manusia
berada dalam lima keadaan yaitu sembuh sempurna, sembuh dengan cacat,
carrier, kronis, atu meninggal dunia.
Walaupun pada unumnya riwayat perjalanan penyakit akan melalui tahap-
tahap seperti bagan diatas. Namun ada beberapa penyakit atau kejadian penyakit
yang tidak sesuai dengan bagan diatas sehingga dikenal istilah atau kejadian
dibawah ini:
1. Self limiting disease: proses penyakit berhenti sendiri, dan semua fungsi
tubuh normal kembali.
2. Penyakit inapparent: penyakit yang berlangsung tanpa gejala klinis,
penderita penyakit tertentu sudah mulai menularkan penyakitnya sebelum
masa inkubasi selesai atau penderita penyakit tertentu menularkan
penyakitnya setelah gejala klinis muncul.
3. Masa lantent: masa antara masuknya agent sampai penderita dapat
menularkan penyakitnya.
4. Periode menular: penderita mampu menularkan penyakit ketika keadaan
penderita pulih (konvalesens) dan pulih sesudah penyakit tidak
menunjukan gejala klinis (carrier).
5. Periode akut: penyakit berlangsung dalam waktu singkat.
6. Periode kronis: penyakit berlangsung beberapa tahun.
Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC
13
B. POLA KEJADIAN PENYAKIT
1. Penyakit menular atau infeksi
Penyakit menular atau penyakit infeksi adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh sebuah agen biologi seperti virus, bakteri, maupun parasit,
bukan disebbakan karena faktor fisik, seperti luka bakar atau kimia seperti
keracunan.
2. Penyakit tidak menular
Penyakit tidak menular (PTM) atau penyakit noninfeksi adalah
suatu penyakit yang tidak disebabkan karena kuman melainkan
dikarenakan adanya masalah fisiologis atau metabolisme pada jaringan
tubuh manusia. Biasanya penyakit ini terjadi karena pola hidup yang
kurang sehat seperti merokok, faktor genetik, cacat fisik, penuaan/usia,
dan gangguan kejiwaan.
Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC
C. TINGKATAN PENCEGAHAN PENYAKIT
Berdasarkan riwayat alamiah penyakit muncul usaha pencegahan
terjadinya penyakit. Leavel and Clarck membagi pencegahan penyakit ke dalam
lima tingkatan:
1. Peningkatan kesehatan
Melakukan penyuluhan dan pendidikan kesehatan
Memberi nutrisi yang sesuai standar
Meningkatkan kesehatan mental
Penyediaan perumahan yang sehat
Rekreasi yang cukup dan pekerjaan yang sesuai.
2. Perlindungan umum dan khusus
Pemberian imunisasi
Perlindungan sanitasi, kecelakaan, kecelakaan kerja, dan terhadap
bahan karsinogen
14
Kebersihan perorangan
Menghindari zat-zat alergen
Penggunaan nutrisi khusus
3. Diagnosis dini dan pengobatan segera
Mencari kasus sedini mungkin
Pemeriksaan umum secara rutin
Survei selektif penyakit khusus
Meningkatkan keteraturan pengobatan
Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap kasus.
4. Pembatasan ketidakmampuan
Penyempurnaan dan intensitas pengobatan lanjutan agar terarah dan
tidak menimbulkan komplikasi
Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan
Perbaikan fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk pengobatan dan
perawatan secara intensif
5. Rehabilitasi
Diperlukan sarana untuk pelatihan dan pendidikan dirumah sakit dan
ditempat-tempat umum.
Memamnfaatkan dan memelihara sebaik-baiknya kapasitas yang
tersisa pada seseorang
Melakukan pendidikan dan penyuluhan pada masyarakat umum dan
industri
Menyediakan tempat perlindungan khusus.
Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC
V. Ukuran Frekuensi Penyakit untuk mlengetahui besar kejadian masalah
kesehatan masyarakat
1. Incidence Risk / Incidence cumulative
IC adalah parameter yang menunjukkan taksiran probabilitas
(risiko, risk) seseorang untuk terkena penyakit (untuk hidup) dalam suatu
jangka waktu. Dalam hal ini, pembilang merupakan bagian dari penyebut
sehingga insiden kumulatif merupakan individu sehat yang terkena
15
penyakit selama periode tertentu dan merupakan nilai resiko rata-rata bagi
individu dalam populasi untuk terkena penyakit tertentu dalam periode
tertentu pula.
Dalam hal ini dimensi waktu sangat berpengaruh makin lama
periodenya makin tinggi nilai insiden kumulatifnya. Sedangkan pada
keadaan populasi keluar masuk dalam suatu periode waktu tertentu akan
mempersulit perhitungan.
IC= Jumlah orang yang terkena penyakit dalam jangka waktu tertentuJumlah semua orang yang dalam resiko
2. Insidence Rate
Insidence Rate adalah ukuran yang menunjukkan kecepatan
kejadian (baru) penyakit pada populasi. Ada beberapa faktor utama yang
dapat menimbulkan kesalahan atau keterbatasan dalam menggunakan rate
insiden yaitu:
Validitas penyebut. Penyebut adalah mereka yang mengalami
resiko pada waktu tertentu dan besarnya nilai ini dapat dihitung
atau ditentukan.
Diagnosis penyakit dan cara klasifikasi penyakit yang erat
hubungannya dengan jumlah penderita.
Adanya faktor atau variabel tertentu yang dapat mempengaruhi
faktor resiko seprti umur, pekerjaan, dll, yang mungkin secara
proporsional berbeda anatara kelompok penduduk yang
dibandingkan. Untuk hal tersebut, dapat dilakukan standarisasi atau
penyesuaian.
Pada pengamatan yang berlangsung agak lama, ada anggota yang
mungkin drop out, meninggal, dll sehingga bila dijumpai hal
demikian ini dapat dilakukan perhitungan person years.
I D= Jumlah penderitabaruJumlah penduduk beresiko pada periode tertentu
3. Point Prevalence
16
Jumlah mereka yang masih sakit pada satu waktu tertentu. Dapat
dimanfaatkan untuk mengetahui mutu pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan.
PPR= Penderitalama danbaru saat ituJumlah penduduk saat itu
X K (100)
4. Periode Prevalence
Jumlah mereka yang pernah dan masih sedang menderita pada satu waktu
tertentu, termasuk penderita baru dan lama pada jangka waktu tersebut.
PPR= Jumalah penduduk lama dan baruJumlah penduduk pertengahan tahun
X K (100)
5. Ukuran-ukuran kematian
I. Angka kematian umum (CDR)
CDR= Jumlahseluruh kematifkandalam setahunJumlah penduduk pertengahan tahun
II. Angka kematian khusus
Angka Kematian Bayi (IMR)
IMR=Jumlah kematianbayi (¿1thn ) dalam satu tahun
Jumlah kelahiranhidup tahun yang sama
Angka Kematian Neonatal (NMR)
NMR=Jumlah kematian neonatus (¿29 hari ) dlm 1 thn
Jumlah kelahiranhidup tahun yang sama
Angka Kematian Perinatal
NMR= Jumlahkematian perinatal dlm 1 thnJumlah seluruh kelahiranthn ygsama
Angka Kematian Ibu
MMR= Jumlah kematianibu krnreproduksidlm 1 thnJumlahkelahiranhidup tahun yang sama
Angka Kematian Sebab Khusus
SCDR= Jumlah kematian krn1 sebabtertentu dlm 1 thnJumlah penduduk pertengahan tahun
Angka Kematian Pada Penyakit Tertentu
CFR= Jumlahkematian krn penyakit tertentuJumlah penderita penyakit tersebut pada
periode yang sama
Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineke Cipta
17
Efendi,Ferry dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta: salemba Medika
VI. Desain studi epidemiologi: macam/jenis, pengertian, kelebihan,
kekurangan, dan Contoh Aplikasi desain studi
1. STUDI DESKRIPTIF
Studi deskriptif adalah studi yang menggambarkan karakter umu
sebaran (distribusi) suatu penyakit, misalnya berhubungan dengan orang,
tempat, dan waktu.
a). Macam atau jenis Studi Deskriptif:
Case Report: Merupakan studi kasus yang bertujuan
mendeskripsikan manifestasi klinis, perjalanan klinis, dan
prognosis kasus.
Case Series merupakan studi epidemiologi deskriptif tentang
serangkaian kasus, yang berguna untuk mendeskripsikan
spektrum penyakit, manifestasi klinis, perjalanan klinis, dan
prognosis kasus.
Studi potong-lintang (cross-sectional study, studi prevalensi,
survei) berguna untuk mendeskripsikan penyakit dan paparan
pada populasi pada satu titik waktu tertentu. Data yang dihasilkan
dari studi potong-lintang adalah data prevalensi.
b). Kelebihan dan Kekurangan Studi Deskriptif
Kelebihan:
Relatif murah daripada studi Epidemiologi Analitik
Memberikan masukan tentang pengalokasian sumber daya
dalam rangka perencanaan yang efisien.
Memberikan petunjuk awal untuk merumuskan hipotesis bahwa
suatu variabel merupakan faktor resiko penyakit
Kekurangan:
Pada Case Report dan Case Series
- Tidak ada grup kontrol
- Tidak dapat dilakukan studi hipotesa
Pada Cross Sectional Study
18
- Tidak tepat untuk meneliti hubungan kausal antara
penyakit dengan pemicunya karena penelitian
dilakukan pada satu waktu.
- Hanya akurat bila dilaksanakan pada individu yang
representatif
- Tidak dapat dilaksanakan pada semua kasus.
c). Contoh aplikasi desain studi
Contoh yang saya ambil adalah contoh dari Case Series dan Case
Report yaitu laporan kasus pada tahun 1961 tentang wanita berusia 40
tahun dalam premenopause menderita emboli paru 5 minggu setelah
mengkonsumsi pil kontrasepsi. Dengan mempelajari kasus tersebut kita
dapat lebih waspada tentang penggunaan pil kontrasepsi dan dapat
digunakan sebagai acuan dalam menyusun hipotesis ketika kita akan
meneliti lebih lanjut.
2. STUDI OBSERVASIONAL
Studi observasional adalah studi yang didasarkan pada peristiwa secara
alami tanpa suatu perlakuan khusus terhadap kelompok yang diteliti.
a). Macam atau Jenis Studi Observasional:
Cross Sectional : Suatu rancangan epidemiologi yang
mempelajari hubungan penyakit dan faktor prnyrbab yang
mempengaruhi penyakit tersebut secara serentak pada individu
atau kelompok dalam satu waktu
Rancangan Kasus Kontrol: rancangan studi epidemiologi yang
mempelajari hubungan antara penyebab suatu penyakit dan
penyakit yang diteliti dengan membandingkan kelompok kasus
dan kelompok kontrol berdasarkan status penyebab penyakitnya.
Rancangan Kohort: Suatu rancangan studi epidemiologi yang
mempelajari hubungan antara penyebab dari suatu penyakit dan
penyakit yang diteliti dengan membandingkan kelompok
terpajan dan kelompok yang tidak terpajan berdasarkan status
penyakitnya.
b). Kekurangan dan Kelebihan
19
Kekurangan:
Cross Sectional
- Sulit menentukan hubungan sebab akibat
- Jumlah subjek cukup banyak
- Tidak menggambarkan perjalanan penyakit
- Tidak praktis untuk kasus yang jarang
Rancangan Kasus Kontrol
- Validasi mengenai informasi kadang sukar
diperoleh
- Sukar untuk meyakinkan dua kelompok tersebut
sebanding
- Tidak dapat dipakai lebih dari satu variabel
dependen
Rancangan Kohort
- Memerlukan waktu yang lama
- Sarana dan biaya mahal
- Rumit
- Kurang efisien untuk kasus yang jarang
- Terancam drop out mengganggu analisis
- Menimbulkan masalah etika
Kelebihan:
Cross Sectional
- Memungkinkan penggunaan populasi dari
masyarakat umum
- Relatif mudah, murah, dan hasil cepat diperoleh
- Dapat meneliti banyak variabel
- Subjek jarang drop out
- Dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya
Rancangan Kasus Kontrol
- Merupakan satu-satunya cara untuk meneliti kasus
yang jarang atau masa latennya panjang
- Hasil dapat diperoleh dengan cepat
20
- Biaya yang dibutuhkan relatif sedikit
- Subjek penelitian sedikit
Rancangan Kohort
- Merupakan desain terbaik dalam menentukan
insiden dan perjalanan penyakit atau efek yang
diteliti
- Desain terbaik dalam menerangkan dinamika
hubungan antara faktor resiko dengan efek secara
temporal
- Dapat meneliti beberapa efek sekaligus
- Baik untuk evaluasi pemajan yang jarang
- Dapat meneliti multiple efek dari satu pemajan
- Dapat menetapkan hubungan temporal
- Mendapatkan insidence rate
c). Contoh aplikasi desain studi
Contoh yang saya ambil adalah contoh dari Rancangan Kohort
yaitu Di dalam suatu populasi ingin diteliti apakah orang obesitas
menyebabkan hipertensi. Jika dalam 1 populasi terdapat 1000 penduduk.
Kemudian dari populasi tersebut ditentukan kelompok yang obesitas dan
kelompok yang tidak obesitas. Dari masing-masing kelompok diikuti
selama 1 tahun ke depan. Kemungkinannya, pada kelompok obesitas bisa
ditemukan hipertensi dan tidak hipertensi, pada kelompok tidak obesitas
juga dapat ditemukan hipertensi dan tidak hipertensi.
3. STUDI EKSPERIMENTAL
Suatu rancangan dimana peneliti melakukan kegiatan intervensi atau
perlakuan khusus pada objek atau sasaran yang diteliti.
a). Macam atau Jenis
Eksperimental Murni: Suatu bentuk rancangan yang
memperlakukan dan memanipulasi subjek penelitian dengan
kontrol secara ketat. Penelitian ini mempunyai ciri sebagai berikut
ada perlakuan, randominasi, dan semua variabel terkontrol
21
Eksperimen Semu: Eksperimen yang dalam mengotrol situasi
penelitian tidak terlalu ketat atau menggunakan rancangan tertentu
dan atau penunjukan subjek penelitian secara tidak acak untuk
mendapatkan salah satu dari berbagai tingkat faktor penelitian. Ciri
dari eksperimen ini adalah tidak ada randominasi dan tidak semua
variabel terkontrol.
b). Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan:
Kelebihan penelitian eksperimental adalah memungkinkan untuk
dilakukan randomisasi dan melakukan penilaian penelitian dengan double-
blind. Teknik randomisasi hanya dapat dilakukan pada penelitian
intervensi dibandingkan penelitian observasional. Dengan teknik
randomisasi, peneliti bisa mengalokasikan sampel penelitian ke dalam dua
atau lebih kelompok berdasarkan kritieria yang telah ditentukan peneliti
lalu diikuti ke depan. Teknik randomisasi bertujuan untuk menciptakan
karakteristik antar kelompok hampir sama dalam penelitian. Kemudian,
desain ini juga memungkinkan peneliti melakukan double-blind, dimana
peneliti maupun responden tidak mengetahui status responden apakah
termasuk dalam kelompok intervensi atau non-intervensi. Kekuatan desain
ini bisa meminimalisir faktor perancu yang dapat menyebabkan bias dalam
hasil penelitian.
Kekurangan:
Kelemahan penelitian eksperimental berkaitan dengan masalah
etika, waktu dan masalah pengorganisasian penelitian. Intervensi biasanya
berkaitan dengan manusia, dan membutuhkan kerjasama dari responden
pada kelompok intervensi/non intervensi, tenaga kesehatan, peneliti,
laboran dan sebagainya terkait dengan penelitian, sehingga butuh
managemen yang tidak mudah karena melibatkan banyak pihak. Untuk
mengurangi isu etika, ketika kita melakukan intervensi baru pada satu
kelompok, kelompok lainnya sebaiknya diberikan intervensi standar
sehingga masalah etika bisa diminimalisir atau tanpa intervensi pada
kelompok kontrol.
22
Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC
VII. Klasifikasi/Pembagian Epidemiologi : epidemiologi deskriptif dan
epidemiologi analitik
A. EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF
Epidemiologi deskriptif adalah studi yang ditujukan untuk
menentukan jumlah atau frekuensi dan distribusi penyakit di suatu daerah
berdasarkan orang, tempat, dan waktu.
Karakteristik Epidemiologi Deskriptif:
1. Karakteristik Orang: Perbedaan karakteristik Individu secara tidak
langsung dapat memberikan perbedaan pada sifat atau keadaan
keterpaparan maupun derajat resiko dan reaksi individu terhadap setiap
keadaan keterpaparan, sangat berbeda dapat dipengaruhi oleh berbagai
sifat karakteristik tertentu, yaitu:
Faktor genetis yang lebih bersifat tetap seperti jenis kelamin, ras,
data kelahiran, dll.
Faktor biologis yang berhubungan erat dengan kehidupan biologis
seperti umr, status gizi, kehamilan, dll.
Faktor perilaku yang berpengaruh seperti mobilitas, status
perkawinan, tingkat pendidikan, daerah tempat tinggal, dsb.
Cara penilaian dan cara penerapan keterangan tentang orang dapat
mempengaruhi hasil analisis serta kesimpulan yang diambil dalam suatu
analisis situasi kesehatan dan derajat kesehatan suatu kelompok penduduk
atau masyarakat. Dalam hal ini beberapa kesalahan dapat terjadi dalam
sistem penilaian dan analisis, yaitu:
Kesalahan dalam pengukuran
Perbedaan pada variabel yang berhubungan langsung
Perbedaan pada lingkungan
Perbedaan pada konstruksi tubuh dan genetis
2. Sifat Karakteristik Tempat
Keterangan tentang tempat dapat bersifat:
23
Keadaan geografi umpamanya daerah pegunungan, pantai, dataran
rendah,dsb.
Batas administrasi atau politik umpamanya batas negara, provinsi,
kabupaten, dan seterusnya.
3. Sifat Karakteristik Menurut Waktu
Proses perubahan yang berhubungan dengan perjalanan waktu
membutuhkan pertimbangan tentang variabel ini dalam analisis berbagai
faktor yang berhubungan dengan tempat dan orang. Disamping itu, faktor
waktu merupakan faktor yang cukup penting dalam menentukan definisi
setiap ukuran epidemiologis dan merupakan komponen dasar dalam
konsep penyebab.
B. EPIDEMIOLOGI ANALITIK
Epidemiologi analitik adalah studi epidemiologi yang ditujukan
untuk mencari faktor-faktor penyebab timbulnya penyakit atau mencari
penyebab terjadinya variasi yaitu tinggi rendahnya frekuensi penyakit pada
berbegai kelompok individu.
Dua konsep penting yang digunakan dalam epidemiologi analitik
adalah penyebab dan asosiasi. Penyebab adalah suatu faktor yang
mempengaruhi secara langsung kejadian atau peristiwa suatu penyakit.
Pengurangan atau eliminasi suatu faktor ini dalam suatu populasi akan
mengurangi atau mengeliminasi kejadian suatu penyakit dalam populasi
tersebut. Asosiasi adalah hubungan antara dua atau lebih variabel yang ada
secara statistik.
Dalam epidemiologi anlitik, hasil penelitian observasional
dianalisis untuk menentukan
1. Jika terdapat asosiasi antara faktor pajanan dan penyakit.
2. Kekuatan asosiasi tersebut jika memang terdapat asosiasi.
Ada tiga macam asosiasi statistik:
1. Artefaktual atau asosiasi palsu adalah suatu asosiasi salah yang terjadi
karena peluang atau beberapa bias dalam metode penelitian.
24
2. Tidak langsung atau nonkausal adalah suatu asosiasi yang terjadi
antara suatu faktor dan suatu penyakit hanya karena dihubungkan
dengan beberapa kondisi yang mendasar.
3. Kausal faktor “A” benar benar menyebabkan faktor “B”. Hal ini terjadi
jika, dan hanya jika, A terjadi lebih dahulu daripada B.
VIII. Konsep Tentang Sebab Akibat dalam epidemiologi dan Kriteria
kausalitas (Bradford Hill)
Pada prinsipnya terdapat dua pendekatan dalam mendefinisikan kausasi
yaitu:
1. Pendekatan determinan menganggap antara variabel dependent
(penyakit)dan variabel independent (faktor penelitian) berjalan sempurna,
persis yang digambarkan dalam model matematika.
2. Pendekatan Probabilitas merupakan pemberian ruang
terhadapkemungkinan terjadinya kesalahan-kesalahan baik kesalahan
randommaupunmkesalahan sistematis yang dapat mempengaruhi hasil
kausalitas dari faktor kausal. Dalam pendekatan probabilitas digunakan
pendekatan statistik untuk meyakinkan apakah terdapat hubungan yang
valid antara faktor penelitian dengan penyakit
Berdasarkan definisi kausalitas epidemiologi membedakan lima definisi
kausa yaitu :
1. Produksi : Sesuatu yang menciptakan atau menghasilkan akibat. Kausa
dipandang sesuatu yang memproduksi hasil.
2. Neccessary Causa : Merupakan keadaan yang mutlak diperlukan untuk
terjadinya suatu akibat. Tanpa keadaan tersebut tidak dapat dihasilkan
suatu akibat.
3. Sufficient Component Causa : Kausa komponen mencukupi terdiri dari
sejumlah komponen, tak satupundiantaranya secara dini mencukupi
terjadinya suatu penyakit. Tetapi ketikasemua komponen hadir maka
terbentuklah suatu mekanisme kausal yang mencukupi.
4. Kausal probabilistic : Merupakan factor yang meningkatkan
probabilitas terjadinya akibat.Menurut definisi probabilistic kejadian
25
suatu penyakit pada seseorang dapatdisebabkan karena kemungkinan
(peluang).
5. Kontra Faktual : Setiap orang berbeda antara satu dan lainya dalam
banyak hal. Skuenwaktu memainkan peranan yang penting untuk
terjadinya perubahan.
Sir Austin Bradford Hill pada tahun 1965 menerbitkan 10 faktor yang
dapat digunakan untuk mengkaji kausalitas penyakit dan KLB penyakit. Berikut
sepuluhkonsep kausalitas penyakit yang sudah dikembangkan dan diperbaharui.
1. Konsistensi : Jika variabel, faktor, atau peristiwa yang sama muncul
lagi dalam keadaan yang berbeda dan memiliki hubungan berulang
yang sama dengan penyakit.
2. Kekuatan : Jika hubungan menunjukan bahwa faktor tertentu
menyebabkan beberapa penyakit atau KLB penyakit lebih mungkin
terjadi akibat keberadaan satu faktor dibandingkan keberadaan faktor
atau peristiwa lain dan penyakit itu terjadi dalam tahap yang lebih
parah atau dalam jumlah yang lebih besar.
3. Spesifisitas : Jika hubungan sebab-akibat dari suatu KLB berhubungan
secara khusus dengan satu atau dua penyakit yang saling berkaitan.
4. Hubungan waktu: Jika hubungan sebab-akibat suatu kejadian atau
pajanan secara logis terjadi sebelum penyakit atau kondisi
berkembang, faktor waktu dipertimbangkan.
5. Kongruensi : Jika suatu hubungan sebab-akibat dicurigai, apakah
hubungan tersebut sesuai dengan pengetahuan yang ada dan apakah
observasi dan pengkajian yang logis secara ilmiah masuk akal.
6. Sensitivitas : Jika terjadi KLB apakah analisis sebab-akibat
mengandung kebenaran dan apakah pengkajian memiliki kemampuan
untuk mengidentifikasi dengan benar bahwa mereka yang sakit karena
penyakit, pada kenyataannya sakit akibat penyakit yang dicurigai.
7. Biologis atau medis : Jika hubungan didasarkan pada virulensi patogen
atau faktor resiko, kemampuan untuk menyebabkan penyakit atau
suatu kondisi, serta tingkat kerentanan host, hubungannya adalah
kausal.
26
8. Plausibilitas (Kelogisan) : Hubungan harus dibuktikan sebagai
hubungan kausal dan didasarkan pada ilmu pengetahuan biologis,
kedokteran, dan pengetahuan ilmiah.
9. Eksperimen dan Penelitian : pengetahuan dan kesimpulan tentang
sebab-akibat yang didasarkan pada penelitian dan eksperimen
menambah bukti pendukung substansial dan bobot sifat kausal dari
hubungan tersebut.
10. Faktor Analogi : Jika hubungan yang sama ternyata bersifat kausal dan
memperlihatkan sebab-akibat, transfer pengetahuan harus berguna dan
secara analogis hubungan tersebut dapat dievaluasi sebagai hubungan
kausal.
Efendi, Ferry dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori
dan Praktik dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Timmreck, Thomas C. 2001. Epidemiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
IX. Pengertian Surveilans Epidemiologi, latar belakang surveilans, tujuan
survailans, jenis sistem surveilans, Penggunaan Surveilans Epidemiologi dan
Hambatan surveilans
A. PENGERTIAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI
Surveilans Epidemiologi adalah studi epidemiologi terhadap perjalanan
dinamis suatu penyakit yang meliputi ekologi agen penyakit, host, reservoir,
vektor, dan lingkungan serta mekanisme terjadinya penyebaran infeksi
tersebut. Surveilans Epidemiologi juga merupakan cara yang paling
efektif untuk mengontrol penyakit menular yang berjangkit di
masyarakat melalui suatu survei.
Budiman, Chandra. 2009. Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas.
Jakarta. EGC
B. LATAR BELAKANG SURVEILANS EPIDEMIOLOGI
Keberhasilan pembangunan Indonesia sangat ditentukan oleh ketersediaan
Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Dimana pembangunan sektor
kesehatan merupakan salah satu unsur penentu. Untuk mendapatkan Sumber
daya yang berkualitas, masyarakat harus bebas dari berbagai macam penyakit,
27
termasuk malaria yang pada masa itu menjadi penyakit yang memberikan
kontribusi paling tinggi terhadap kematian.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan beban malaria tertinggi di
Asia Tenggara. Untuk mengatasi permasalahan tersebut Program
Pemberantasan Malaria mengeluarkan kebijakan program meliputi beberapa
kegiatan terpadu, yaitu diagnosa dini dan pengobatan tepat, serta pemantauan,
pencegahan dan penanggulangan KLB malaria secara dini. Salah satu kegiatan
utama untuk mendukung keberhasilan program tersebut diperlukan adanya
suatu sistem surveilans yang baik yang dilaksanakan pada semua tingkat
administratif.
C. TUJUAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI
Secara umum surveilans bertujuan untuk pencegahan dan
pengendalian penyakit dalam masyarakat sebagai upaya
deteksi dini terhadap kemungkinan terjadinya kejadian luar
biasa (KLB), memperoleh informasi yang diperlukan bagi
perencanaan dalam hal pencegahan, penanggulangan
maupun pemberantasannya pada berbagai tingkat
administrasi (Depkes RI, 2004).
Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu
tentang masalah kesehatan populasi, sehingga penyakit dan
faktor risiko dapat dideteksi dini dan dapat dilakukan respons
pelayanan kesehatan dengan lebih efektif. Tujuan khusus
surveilans, antara lain:
1. Memonitor kecenderungan (trends) penyakit;
2. Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit,
untuk mendeteksi dini outbreak;
3. Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya
beban penyakit (disease burden) pada populasi;
4. Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu
perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi
program kesehatan;
28
5. Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program
kesehatan;
6. Mengidentifikasi kebutuhan riset (Giesecke, 2002).
TUJUAN SURVEILANS
Detekdi epidemic atau klb
Monitoring penyakit endemic
Evaluasi intervensi
Monitor kemajuan tujuan pengendalian penyakit
Monitor kinerja program
Prediksi epidemi atau klb
Estimasi dampak penyakit di masa yang akan
datang
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004a.
Kepmenkes tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Surveilans Epidemiologi Kesehatan dan Penyakit.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
2004b. Kepmenkes tentang Pedoman Penyelenggaraan
Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan Penyakit
Menular dan Tidak Menular Terpadu.
Giesecke, J. 2002. Modern Infectious Disease
Epidemiology. London:Arnold.
D. JENIS SISTEM SURVEILANS
Jenis penyelenggaraan surveilans epidemiologi adalah sebagai
berikut:
29
1. Surveilans epidemiologi rutin terpadu, adalah
penyelenggaraan surveilans epidemiologi terhadap
beberapa kejadian, permasalahan dan atau faktor resiko
kesehatan atau penyelenggaraan surveilans epidemiologi
terhadap beberapa kejadian, permasalahan, dan atau
faktor risiko kesehatan.
2. Surveilans epidemiologi terpadu penyakit. Menurut
Kepmenkes RI No 1479/Menkes/SK/X/2003, Surveilans
Terpadu Penyakit (STP) adalah pelaksanaan surveilans
epidemiologi penyakit menular dan surveilans epidemiologi
penyakit tidak menular dengan metode pelaksanaan
surveilans epidemiologi rutin terpadu beberapa penyakit
yang bersumber data Puskesmas, Rumah Sakit,
Laboratorium dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
3. Surveilans epidemiologi sentinel, adalah penyelenggaraan
surveilans epidemiologi pada populasi dan wilayah terbatas
untuk mendapatkan sinyal adanya masalah kesehatan
pada suatu poupulasi atau wilayah yang lebih luas atau
suatu sistem yang dapat memperkirakan insiden penyakit
pada suatu negara yang tidak memiliki sistem surveilans
yang baik berbasis populasi tanpa melakukan survei yang
mahal. Tujuan dari surveilans sentinel adalah untuk
mendapatkan informasi (insiden CFR) yang tepat waktu
dengan cara yang relatif murah.
Menurut Gordis (2000) pendekatan surveilans
berdasarkan cara mendapatkan data dapat dibagi
menjadi dua jenis, yaitu:
1. Surveilans pasif
Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif,
dengan menggunakan data penyakit yang harus
30
dilaporkan (reportable diseases) yang tersedia di fasilitas
pelayanan kesehatan. Ciri surveilans pasif yaitu:
a. Unit surveilans epidemiologi membiarkan
penderita melaporkan diri pada klinik/rumah
sakit/unit pelayanan yang berfungsi sebagai
unit-unit surveilans terdepan dalam
pengumpulan data surveilans.
b. Unit surveilans epidemiologi membiarkan
klinik/rumah sakit/unit pelayanan sebagai
unit surveilans terdepan melaporkan data
surveilans yang ada di tempatnya.
Kelebihan surveilans pasif, relatif murah dan mudah
untuk dilakukan. Kekurangan surveilans pasif adalah
kurang sensitif dalam mendeteksi kecenderungan
penyakit. Data yang dihasilkan cenderung under-
reported, karena tidak semua kasus datang ke fasilitas
pelayanan kesehatan formal. Selain itu, tingkat pelaporan
dan kelengkapan laporan biasanya rendah, karena waktu
petugas terbagi dengan tanggungjawab utama memberikan
pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan masing-masing.
Untuk mengatasi problem tersebut, instrumen pelaporan perlu
dibuat sederhana dan ringkas.
2. Surveilans aktif
Surveilans aktif menggunakan petugas khusus
surveilans untuk kunjungan berkala kelapangan, desa-
desa, tempat praktik pribadi dokter dan tenaga medis
lainnya, puskesmas, klinik, dan rumah sakit, dengan
tujuan mengidentifikasi kasus baru penyakit atau
kematian, disebut penemuan kasus (case finding), dan
konfirmasi laporan kasus indeks. Kelebihan surveilans
aktif, lebih akurat daripada surveilans pasif, sebab
dilakukan oleh petugas yang memang dipekerjakan untuk
31
menjalankan tanggungjawab itu. Selain itu, surveilans
aktif dapat mengidentifikasi outbreak lokal. Kelemahan
surveilans aktif, lebih mahal dan lebih sulit untuk
dilakukan daripada surveilans pasif.
Gordis, L. 2000. Epidemiology. Philadelphia, PA: WB
Saunders Co.
Kadun, I Nyoman. 2006. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta :
Cv Infomedika.
E. PENGGUNAAN SISTEM EPIDEMIOLOGI DAN HAMBATANNYA
Dalam pelaksanaan kegiatan Surveilans Epidemiologi
terdapat berbagai komponen utama yaitu:
1. Pengumpulan atau pencatatan kejadian data yang
dapat dipercaya.
2. Pengelolaan data untuk dapat memberikan
keterangan yang berarti. Data yang diperoleh
biasanya masih dalam bentuk mentah yang perlu
disusun hingga mudah dianalisis. Kompilasi data
tersebut harus dapat memberikan keterangan yang
berarti.
3. Analisis dan interpretasi data untuk keperluan
kegiatan. Data yang telah disusun dan dikompilasi,
selanjutnya dianalisis dan dilakukan interpretasi
untuk meberikan arti dan memberikan kejelasan
tentang situasi yang ada.
4. Penyebarluasan data (diseminasi) atau keterangan
termasuk umpan balik.penyebarluasan data
dilakukan dalam tiga arah meliputi:
Ditujukan ke tingkat administrasi yang lebih
tinggi sebagai informasi untuk dapat menentukan
kebijakan selanjutnya
32
Dikirim kepada instansi pelapor atau ke tingkat
asministrasi yang lebih rendah yang berfungsi
sebagai pengumpul dan pelapor dalam bentuk
umpan balik
Disebarluaskan kepada instansi terkait dan
kepada masyarakat luas.
5. Evaluasi data sistem surveilans yang selanjutnya
dapat digunakan untuk perencanaan
penanggulangan khusus dan program
pelaksanaannya.
hDalam pelaksanaan program epidemiologi surveilans,
dialami berbagai hambatan, yaitu:
a. Dibutuhkan sejumlah tenaga khusus dengan
kegiatan yang cukup intensif
b. Dibutuhkan waktu untuk tabulasi dan analisis data
c. Masih tebatasnya indikator kunci untuk berbagai
nilai-nilai tertentu dari hasil analisis sehingga sering
sekali mengalami kesulitan dalam membuat
kesimpulan hasil analisis, umpamanya indikator
kunci tentang peran aktif masyarakat, tingkat
pengetahuan dan motivasi masyarakat terhadap
kehidupan sehat, dll.
d. Untuk dapat melakukan analisis kecenderungan
suatu proses dalam masyarakt dibutuhkan waktu
beberapa tahun untuk pengumpulan data. Data
yang terbatas hanya satu atau dua tahun saja, sulit
untuk dijadikan patokan dalam membuat analisis
kecenderungan.
e. Untuk melakukan penilaian terhadap tingkat
keberhasilan suatu program, biasanya mengalami
kesulitan bila dilakukan pada populasi yang kecil,
33
atau bila tidak ada populasi atau kelompok
pembanding (kontrol).
f. Sering sekali kita memperoleh laporan hasil
surveilans yang kurang lengkap sehingga sulit
membuat analisis maupun kesimpulan.
Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineke Cipta
X. Pengertian Penyelidikan Epidemiologi (PE), Manfaat PE, Aplikasi PE
pada penyakit menular
A. PENGERTIAN PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI (PE)
Penyelidikan Epidemiologi adalah suatu rencana, struktur, dan strategi
untuk menjawab permasalahan epidemiologi yang mengotimasi validitas.
B. MANFAAT PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI
1. Sebagai alat untuk mencapai tujuan karena memilih suatu desain
berarti menetapkan macam atau jenis penelitian yang akan
dilaksanakan.
2. Sebagai pedoman dalam melaksanakan penelitian karena tiap macam
atau jenis rancangan mempunyai tatalaksan tersendiri.
C. APLIKASI PE PADA PENYAKIT MENULAR
PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TB PARU
Diklasifikasikan. Berdasarkan tingkat keparahannya, TB Ekstra Paru
dibagi menjadi 2 yaitu
1. Tuberkulosis Ekstra Paru Ringan
2. Tuberkulosis Ekstra Paru Berat
Gejala : Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih,
dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas dan rasa nyeri dada,
badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang
enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan,
demam meriang lebih dari satu bulan.
Pengobatan penyakit TB paru: Saat ini telah dapat dilakukan pengobatan
TBC secara efektif dan dalam waktu yang relatif singkat. Program
pengobatan tersebut dikenal dengan nama DOTS (Direct Observed
34
Treatment Shortcourse). Obat yang digunakan adalah kombinasi dari
Rifampicin, Isoniazid, Pyrazinamid, Ethambutol, dan Streptomycin.
Pengobatan dilakukan dalam waktu 6-8 bulan secara intensif dengan
diawasi seorang PMO (Pengawas Menelan Obat) untuk meningkatkan
ketaatan penderita dalam minum obat.
Klasifikasi penyakit dan tipe penderita: Penentuan klasifikasi penyakit dan
tipe penderita TB memerlukan “definisi kasus” yang memberikan batasan
baku dari setiap klasifikasi dan tipe penderita. Ada empat hal yang perlu
diperhatikan dalam menentukan definisi kasus-yaitu:
1. Organ tubuh yang sakit : paru atau ekstra paru
2. Hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung : BTA positif
atau BTA negative
3. Riwayat pengobatan sebelumnya : baru atau sudah pernah diobati
4. Tingkat keparahan penyakit : penyakit ringan atau berat
Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa
Kebidanan. Jakarta: EGC
Zulkifli Amin, Asril Bahar, 2006. Tuberkulosis Paru, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Jakarta: UI.
XI. Pengertian Screening, dasar pemikiran dari screening, Tujuan dan
Manfaat Screening, sasaran screening, lokasi screening, validitas/Kriteria
dalam menyusun program screening.
PENGERTIAN SCREENING
Screening atau uji tapis adalah suatu usaha mendeteksi atau menemukan
penderita penyakit tertentu yang tanpa gejala atau tidak tampak dalam
suatumasyarakat atau kelompok penduduk tertentu melalui suatu tes atau
pemeriksaansecara singkat dan sederhana untuk dapat memisahkan mereka yang
betul-betulsehat terhadap mereka yang kemungkinan besar menderita
DASAR PEMIKIRAN SCREENING EPIDEMIOLOGI
35
a. Yang diketahui dari gambaran spectrum penyakit hanya sebagian kecil
saja sehingga dapat diumpamakan sebagai puncak gunung es sedangkan
sebagian besar masih tersamar.
b. Diagnosis dini dan pengobatan secara tuntas memudahkan kesembuhan.
c. Biasanya penderita datang mencari mencari pengobatan setelah timbul
gejala atau penyakit telah berada dalam stadium lanjut hingga pengobatan
menjadi sulit atau bahkan tidak dapat disembuhkan lagi.
d. Penderita tanpa gejala mempunyai potensi untuk menularkan penyakit.
TUJUAN DAN MANFAAT SCREENING
Skrining mempunyai tujuan diantaranya:
1. Menemukan orang yang terdeteksi menderita suatu
penyakit sedini mungkinsehingga dapat dengan segera
memp eroleh pengobatan.
2. Mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat.
3. Mendidik dan membiasakan masyarakat untuk
memeriksakan diri sedinimungkin.
4. Mendidik dan memberikan gambaran kepada petugas
kesehatan tentang sifat penyakit dan untuk selalu waspada
melakukan pengamatan terhadap gejaladini.
5. Mendapatkan keterangan epodemiologis yang berguna bagi
klinis dan peneliti.
SASARAN SCREENING
a. Penderita penyakit Kronis
b. Infeksi bakteri ( Lepra,TBC, dll)
c. Infeksi Virus (hepatitis)
d. Penyakit non infeksi (Hipertensi, Diabetus miletus, Penyakit
jantung, Karsinoma serviks, Prostate, dan Glaukoma)
e. HIV-AIDS
LOKASI SCREENING
1. Lapangan
2. Rumah Sakit Umum
3. Rumah Sakit khusus
36
4. Pusat pelayanan khusus
KRITERIA DALAM MENYUSUSN PROGRAM SCREENING
o Validitas
Validitas adalah kemampuan dari tes penyaringan untuk
memisahkan merekayang benar-benar sakit terhadap yang sehat. Validitas
merupakan petunjuk tentang kemampuan suatu alat ukur (test) dapat
mengukur secara benar dan tepatapa yang akan diukur. Validitas
mempunyai 2 komponen, yaitu:
- Sensitivitas: kemampuan untuk menentukkan orang sakit.
- Spesifisitas: kemampuan untuk menentukan orang yang tidak sakit
Disamping nilai sensitivitas dan nilai spesifisitas, dapat pula diketahui
beberapa nilai lainnya seperti:
a. True positive, yang menunjuk pada banyaknyak kasus yang benar-benar
menderita penyakit dengan hasil tes positif pula.
b. False positive, yang menunjukkan pada banyaknya kasus yang
sebenarnyatidak sakit tetapi test menunjukkan hasil yang positif
c. True negative, menunjukkan pada banyaknya kasus yang tidak
sakitdengan hasil test yang negatif pula.
d. False negative, yang menunjuk pada banyaknnya kasus yang
sebenarnyamenderita penyakit tetapi hasil test negatif.
o Reliabilitas
Bila tes yang dilakukan berulang-ulang menunjukkan hasil yangkonsisten,
dikatakan reliabel. Variliabilitas ini dipengaruhi oleh beberapafaktor berikut:
1. Variabilitas alat yang dapat ditimbulkan oleh:
Stabilitas reagen
Stabilitas alat ukur yang digunakan
Stabilitas reagen dan alat ukur sangat penting karena makin stabil
reagendan alalt ukur, makin konsisten hasil pemeriksaan.Oleh karena itu,
37
sebelumdigunakan hendaknya kedua hasil tersebut ditera atau diuji
ulangketepatannya.
2. Variabilitas orang yang diperiksa.
Kondisi fisik, psikis, stadium penyakitatau penyakit dalam masa tunas.
Misalnya: lelah, kurang tidur, marah, sedih, gembira, penyakit yang berat,
penyakit dalam masa tunas.Umumnya, variasi ini sulit diukurterutama faktor
psikis.
3. Variabilitas pemeriksa.
Variasi pemeriksa dapat berupa:
Variasi interna, merupakan variasi yang terjadi pada hasil
pemeriksaanyang dilakukan berulang-ulang oleh orang yang sama.
Variasi eksterna ialah variasi yang terjadi bila satu sediaan
dilakukan pemeriksaan oleh beberapa orang.
o Yield
Yield merupakan jumlah penyakit yang terdiagnosis dan diobati
sebagaihasil dari uji tapis. Hasil ini dipengaruhi oleh beberapa faktor
berikut:
- Sensitivitas alat uji tapis.
- Prevalensi penyakit yang tidak tampak.
- Uji tapis yang dilakukan sebelumnya.
- Kesadaran masyarakat.
Budiarto, Eko. 2003. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta: EGC
Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineke Cipta
Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC.
XII. Pengertian KLB/Wabah, Kriteria KLB/Wabah, Klasifikasi KLB,
Penyakit potensial menimbulkan wabah, dan Prosedur tetap
Penanggulangan KLB/Wabah, Istilah-istilah yang berhubungan dengan
wabah, Macam- macam tipe wabah.
38
A. PENGERTIAN KLB/WABAH
Wabah adalah timbulnya kejadian dalam suatu masyarakat, dapat berupa
penderita penyakit, perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, atau kejadian
lain yang berhubungan dengan kesehatan yang jumlahnya lebih banyak dari
keadaan biasa.
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya
kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis dalam kurun waktu dan
daerah tertentu (Kep. Dirjen PPM&PLP No.451-I/PD.03.04/1991 Pedoman
Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB).
B. KLASIFIKASI KLB
Menurut Bustan, Klasifikasi Kejadian Luar Biasa dibagi berdasarkan penyebab
dan sumbernya, yakni sebagai berikut:
1. Berdasarkan Penyebab
a.Toxin
Entero toxin, misal yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus, Vibrio,
Kholera, Eschorichia, Shigella
Exotoxin (bakteri), misal yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum,
Clostridium perfringens
Endotoxin
b. Infeksi (Virus, Bakteri, Protozoa, dan Cacing)
c. Toxin Biologis (Racun jamur, Alfatoxin, Plankton, Racun ikan, Racun tumbuh-
tumbuhan)
d. Toxin Kimia
Zat kimia organik: logam berat (seperti air raksa, timah), logam-logam lain
cyanida, nitrit, pestisida.
Gas-gas beracun: CO, CO2, HCN, dan sebagainya.
2. Berdasarkan sumber
a. Sumber dari manusia
Misalnya: jalan napas, tangan, tinja, air seni, muntahan seperti: Salmonella,
Shigella, hepatitis.
b. Bersumber dari kegiatan manusia
39
Misalnya: toxin dari pembuatan tempe bongkrek, penyemprotan pencemaran
lingkungan.
c. Bersumber dari binatang
Misalnya: binatang peliharaan, rabies dan binatang mengerat.
d. Bersumber pada serangga (lalat, kecoa,dll)
Misalnya: Salmonella, Staphylococcus, Streptococcus
e. Bersumber dari udara
Misalnya: Staphylococcus, Streptococcus virus
f. Bersumber dari permukaan benda-benda atau alat-alat
Misalnya: Salmonella
g. Bersumber dari makanan dan minuman
Misalnya: keracunan singkong, jamur, makanan dalam kaleng.
C. PENYAKIT POTENSIAL MENIMBULKAN WABAH
Penyakit karantina/penyakit wabah penting: kholera, pes, yellow fever.
Penyakit potensi wabah/KLB yang menjalar dalam waktu cepat/
mempunyai memerlukan tindakan segera: DHF, campak, rabies, tetanus
neonatorum, diare, pertusis, poliomyelitis.
Penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit penting:
malaria, frambosia, influenza, anthrax, hepatitis, typhus abdominalis,
meningitis, keracunan, encephalitis, tetanus.
Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi wabah dan atau KLB,
tetapi masuk program: kecacingan, kusta, tuberkulosa, syphilis, gonorrhoe,
filariasis, dan lain-lain.
Sedangkan Karakteristik penyakit yang berpotensi wabah adalah:
1.Penyakit yang terindikasi mengalami peningkatan kasus secara cepat.
2.Merupakan penyakit menular dan termasuk juga kejadian keracunan.
3.Mempunyai masa inkubasi yang cepat.
4.Terjadi di daerah dengan padat hunian.
D. PROSEDUR PENANGGULANGAN WABAH
Penanggulanagn dilakukan melalui kegiatan yang secara terpadu oleh pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat, meliputi:
1) Penyelidikan epidemilogis
40
Penyelidikan epidemiologi pada Kejadian Luar Biasa adalah untuk
mengetahui keadaan penyebab KLB dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap kejadian tersebut, termasuk aspek sosial dan perilaku
sehingga dapat diketahui cara penanggulangan dan pengendaian yang efektif dan
efisien.
2) Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk tindakan
karantina.
Tujuannya adalah:
Memberikan pertolongan medis kepada penderita agar sembuh dan
mencegah agar mereka tidak menjadi sumber penularan.
Menemukan dan mengobati orang yang tampaknya sehat, tetapi
mengandung penyebab penyakit sehingga secara potensial dapat
menularkan penyakit (carrier).
3) Pencegahan dan pengendalian
Merupakan tindakan yang dilakukan untuk memberi perlindungan kepada
orang-orang yang belum sakit, tetapi mempunyai resiko terkena penyakit agar
jangan sampai terjangkit penyakit.
4) Pemusnahan penyebab penyakit
Pemusnahan penyebab penyakit terutama pemusnahan terhadap bibit
penyakit atau kuman dan hewan tumbuh-tumbuhan atau benda yang mengandung
bibit penyakit.
5) Penanganan jenazah akibat wabah
Terhadap jenazah akibat penyebab wabah perlu penanganan secara khusus
menurut jenis penyakitnya untuk menghindarkan penularan penyakit pada orang
lain.
6) Penyuluhan kepada masyarakat
Penyuluhan kepada masyarakat, yaitu kegiatan komunikasi yang bersifat
persuasif edukatif tentang penyakit yang dapat menimbulkan wabah agar mereka
mengerti sifat-sifat penyakit, sehingga dapat melindungi diri dari penyakit
tersebut dan apabila terkena, tidak menularkannya kepada orang lain. Penyuluhan
41
juga dilakukan agar masyarakat dapat berperan serta aktif dalam menanggulangi
wabah.
7) Upaya penanggulangan lainnya
Upaya penanggulangan lainya adalah tindakan-tindakan khusus masing-
masing penyakit yang dilakukan dalam rangka penanggulangan wabah.
E. ISTILAH-ISTILAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN WABAH
Epidemi : Berjangkitnya suatu penyakit pada sekelompok orang di
masyarakat dengan jenis penyakit, waktu, dan sumber yang sama di luar
keadaan yang biasa (KLB)
Endemik: Suatu keadaan berjangkitnya prevalensi suatu jenis penyakit
yang terjadi sepanjang tahun dengan frekuensi yang rendah di suatu
tempat.
Sporadik: Jenis penyakit yang tidak tersebar merata pada tempat dan
waktu yang tidak sama, pada suatu saat dapat terjadi epidemi.
Pandemik: Jenis penyakit yang berjangkit dalam waktu cepat dan terjadi
bersamaan di berbagai tempat di seluruh dunia.
F. MACAM-MACAM TIPE WABAH
1. Berdasarkan Sifatnya:
Common Source Epidemic
Adalah suatu wabah penyakit yang disebabkan oleh terpaparnya
sejumlah orang dalam suatu kelompok secara menyeluruh dan terjadi
dalam waktu yang reatif singkat.
Propagated / Progresive Epidemic
Bentuk epidemik dengan penularan dari orang ke orang sehingga
waktu lebih lama dan masa tunas yang lebih lama pula. Propagated /
progresif epidemik terjadi karena adanya penularan dari orang ke orang
baik langsung maupun melalui vektor, relatif lama waktunya dan lama
masa tunas, dipengaruhi oleh kepadatan penduduk serta penyebaran
anggota masyarakat yang rentan serta morbilitas dari penduduk setempat,
masa epidemi cukup lama dengan situasi peningkatan jumlah penderita
dari waktu ke waktu sampai pada batas minimal anggota masyarakat yang
42
rentan, lebih memperlihatkan penyebaran geografis yang sesuai dengan
urutan generasi kasus.
2. Berdasarkan Cara Transmisinya
Menurut transmisinya, wabah dibedakan atas :
Wabah dengan penyebaran melalui media umum (common vehicle
epidemics),yaitu:
o Ingesti bersama makanan atau minuman, misalnya
Salmonellosis.
o Inhalasi bersama udara pernafasan, misalnya demam Q (di
laboratorium).
o Inokulasi melalui intravena atau subkutan, misalnya
hepatitis serum.
Wabah dengan penjalaran oleh transfer serial dari pejamu ke pejamu
(epidemics propagated by serial transfer from host to host), yaitu :
o Penjalaran melalui rute pernafasan (campak), rute anal-oral
(shigellosis), rute genitalia (sifilis), dan sebagainya.
o Penjalaran melalui debu.
o Penjalaran melalui vektor (serangga dan arthropoda).
Bustan, M.N. 2006. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.
Chandra, Budiman. 2006. Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit
Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya
Penanggulangan. Jakarta: (tidak diterbitkan).
Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa
Kebidanan. Jakarta: EGC
Rianti,Emy,DKK.2009. Buku Ajar Epidemiologi dalam Kebidanan
Jakarta:Trans Info Media.
43
XIII. Pengertian Transisi Epidemiologi dan Latar belakang terjadinya
Transisi Epidemiologi, Macam/jenis transisi epidemiologi yang telah terjadi
sampai sekarang ini.
A. PENGERTIAN TRANSISI EPIDEMIOLOGI
Transisi epodemiologi yang dimaksud adalah perubahan distribusi dan
faktor-faktor penyebab terkait yang melahirkan masalah epodemiologi yang baru.
Keadaantransisi epidemiologi ini ditandai dengan perubahan pola frekuensi
penyakit.Transisiepidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks
dalam pola kesehatandan pola penyakit utama penyebab kematian dimana terjadi
penurunan prevalensipenyakit infeksi (penyakit menular), sedangkan penyakit non
infeksi (penyakit tidakmenular) justru semakin meningkat. Hal ini terjadi seiring
dengan berubahnya gayahidup, sosial ekonomi dan meningkatnya umur harapan
hidup yang berartimeningkatnya pola risiko timbulnya penyakit degeneratif
seperti penyakit jantungkoroner, diabetes melitus, hipertensi, dan lain sebagainya.
B. LATAR BELAKANG TERJADINYA TRANSISI EPIDEMIOLOGI
Pada abad ke-20 terjadi transisi epidemiologi dimana terjadi perubahan
pola penyakit di masyarakat yaitu dari penyakit menular atau penyakit akut ke
penyakit kronis atau penyakit tidak menular hal ini dilatar belakangi oleh:
Perubahan struktur masyarakat yaitu dari agraris ke Industri
Perubahan struktur penduduk yaitu penurunan anak usia muda dan
peningkatan jumlah penduduk usia lanjut karena keberhasilan KB
Perbaikan dalam sanitasi lingkungan untuk menurunkan penyebaran
penyakit menular
Peningkatan tenaga kerja wanita karena emansipasi
Peningkatan pelayanan kesehatan dalam memberantas penyakit infeksi
dan meningkatkan umur harapan hidup.
Bila kita melihat keadaan kesehatan masyarakat di Indonesia dewasa ini
dan membandingkannya dengan masa sebelumnya maka jelas tampak adanya
kemajuan dan peningkatan pada berbagai bidang. Dan bila kita melihat ke depan,
timbul tanda tanya bagaimana bentuk keadaan kesehatan masyarakat di Indonesia
pada masa yang akan datang.
44
Masalah kesehatan masyarakat tidak hanya terkait dengan berbagai faktor
yang berhubungan langsung dengan penyakit, tetapi jauh lebih luas dan hampir
berkaitan erat dengan semua aspek kehidupan manusia. Dengan adanya kemajuan
pembangunan di berbagai bidang yang cukup berpengaruh dalam kehidupan
perorangan masyarakat yang disertai dengan timbulnya perubahan-perubahan
pada berbagai sektor sebagai akibat dari hasil pembangunan telah memberikan
pula pengaruh bagi masalah kesehatan masyarakat.
Adanya perubahan yang terjadi pada berbagai aspek kehidupan
masyarakat dapat memberikan pengaruh langsung maupun tidak langsung
terhadap sifat-sifat epidemiologis penyakit maupun gangguan kesehatan lainnya
yang pada dasarnya memberikan bentuk masalah kesehatan masyarakat pada masa
mendatang.
C. JENIS TRANSISI EPIDEMIOLOGI YANG TELAH TERJADI SAMPAI
SAAT INI
Transisi Demografi : Struktur kependudukan akan berubah, contohnya
struktur penduduk akan mengalami perubahan dengan berkurangnya
proporsi balita serta meningkatnya proporsi usia remaja maupun usia
produktif dan usia lanjut.
Transisi Ekonomi dan Sosial: Struktur ekonomi dan sosial yang telah ada
di masyarakat berubah. Contohnya berubahnya sistem ekonomi pedesaan
ke sistem ekonomi industri. Struktur ekonomi yang meningkat ini juga
dapat mempengaruhi nilai-nilai sosial yang ada di masyarakat, dan
nantinya nilai-nilai sosial ini lama kelamaan akan mengalami perubahan.
Transisi Lingkungan: Struktur lingkungan juga akan berubah. Baik
lingkungan fisik, biologis, maupun lingkungan sosial budaya.
Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineke Cipta
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Azrul. 1988. Pengantar Epidemiologi Edisi Pertama. Jakarta : Bina Putra Aksara.
Budiarto, Eko. 2003. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta: EGC
45
Budiman, Chandra. 2009. Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas. Jakarta. EGCB, Budioro. 1997. Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Bustan, M.N. 2006. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.
Bustan, M.N. dan Arsunan. 2002. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Chandra, Budiman. 2006. Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004a. Kepmenkes tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan dan Penyakit.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004b. Kepmenkes tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan Penyakit Menular dan Tidak Menular Terpadu.
Efendi,Ferry dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta: salemba Medika
Giesecke, J. 2002. Modern Infectious Disease Epidemiology. London:Arnold.
Gordis, L. 2000. Epidemiology. Philadelphia, PA: WB Saunders Co.
Kadun, I Nyoman. 2006. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta : Cv Infomedika.
Kasjono, Heru Subaris. 2008. Intisari Epidemiologi. Jogjakarta : Mitra Cendekia.
Kasjono, Heru Subaris, dkk. 2006. Manajemen Epidemiologi. Yogyakarta: Media Pressindo.
Meehan Arias, Kathleen. 2009. Investigasi dan Pengendalian Wabah di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Jakarta. EGC
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan. Jakarta: (tidak diterbitkan).
Murti, Bhisma. 1997. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
46
Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineke Cipta
Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC
Rianti,Emy,DKK.2009.Buku Ajar Epidemiologi dalam Kebidanan.Jakarta:Trans Info Media.
Soemirat, Juli. 2010. Epidemiologi, Wabah Penyakit, Lingkungan, Sumber Daya Alam. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Timmreck, Thomas C. 2001. Epidemiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Zulkifli Amin, Asril Bahar, 2006. Tuberkulosis Paru, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: UI.
47