Publikasi - [BPS RI] Analisis Komprehensif Hasil Survei MDGs Kecamatan
-
Upload
yeddi-aprian-syakh-al-athas -
Category
Documents
-
view
351 -
download
5
Transcript of Publikasi - [BPS RI] Analisis Komprehensif Hasil Survei MDGs Kecamatan
KATA PENGANTAR Publikasi “Analisis Komprehensif Hasil Survei MDGs Kecamatan” ini merupakan salah satu tahapan kegiatan Survei MDGs tingkat kecamatan yang dilaksanakan BPS dalam rangka Proyek Peningkatan Pelayanan Sosial Terdisentralisir untuk Anak-anak dan Perempuan yang merupakan proyek kerjasama BPS dengan Unicef tahun 2006-2010.
Publikasi ini bertujuan untuk menyajikan potret pencapaian setiap indikator di bidang social terutama indikator MDGs, menentukan variable-variabel yang representative untuk estimasi parameter pada tingkat kecamatan atau kabupaten berdasarkan hasil kajian “Relative Standard Error” menganalisis tingkat pencapaian setiap tujuan. Di samping itu, pada lampiran buku ini contoh penghitungan tentang perkiraan biaya yang dibutuhkan untuk memperbaiki kinerja setiap indicator.
Kepada anggota tim penyusun yang dikoordinir oleh saudara Kusmadi Saleh yang telah berhasil menyelesaikan Buku Analisis (Buku Seri 12) ini, disampaikan ucapan terima kasih. Kepada Unicef dan CIDA yang telah memberikan dukungan dana, dan semua pihak yang membantu kelancaran pelaksanaan penyusunan panduan ini disampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih.
Saran dan kritik membangun dari para pemakai sangat diharapkan untuk penyempurnaannya di masa yang akan datang. Semoga buku panduan ini bermanfaat untuk semua pihak.
Jakarta, Januari 2009
Kepala Badan Pusat Statistik,
Dr. Rusman Heriawan
iii
SAMBUTAN
United State Children’s Fund (Unicef) Millennium Development Goals (MDGs) yang dideklarasikan pada bulan September 2000 oleh 189 negara anggota PBB di New York, disepakati menjadi bagian dari rencana pembangunan setiap negara. Program kerjasama Unicef dan Pemerintah Indonesia yang tertuang dalam CPAP (Country Program Action Plan) 2006-2010 mencakup pelaksanaan kegiatan pemantauan pencapaian MDGs yang berfokus pada Peningkatan Pelayanan Sosial Terdesentralisir untuk Anak-anak dan Perempuan melalui Pemantauan di Tingkat Kabupaten di Indonesia. Kemampuan untuk memantau pencapaian MDGs sangat tergantung dari ketersediaan data yang dapat mengungkap faktor yang terjadi di lapangan. Data tersebut harus diuraikan secara jelas dalam bentuk analisis data yang komprehensif, dengan bahasa yang mudah difahami oleh setiap pembaca. Penyandingan data setiap indikator MDGs di lima Kabupaten (Bantaeng, Takalar, Bone, Polman, dan Mamuju) untuk mengetahui potret pencapaian setiap indikator, yang dilengkapi dengan indikator komposit yang divisualisasikan dalam bentuk grafik adalah sangat membantu mengevaluasi keberhasilan suatu program MDGs. Unicef menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Indonesia, khususnya BPS atas terlaksananya program kerjasama ini, anggota tim yang telah melakukan penyusunan buku analisis ini, CIDA yang telah memberikan dukungan dana, dan semua pihak yang terlibat sehingga publikasi ini diterbitkan.
Jakarta, Januari 2009
Dr. Gianfranco Rotigliano Kepala Perwakilan Unicef di Indonesia
v
Daftar Isi Halaman
Kata Pengantar v
Kata Sambutan vii
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xi
Daftar Gambar xiii
Bab I Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang 1 1.2 Tujuan Analisis 3 1.3 Metodologi Pengumpulan, Penyajian dan Analisis 4 1.4 Sistematika Penulisan 6 Bab II Pencapaian Indikator 7
2.1 Umum 7 2.2 Status Indikator 8 2.3 Ringkasan Potret Pencapaian 9 Bab III Profil Umum Penduduk, Ketenagakerjaan dan
Sosial Ekonomi 19
3.1 Luas Wilayah dan Administrasi Pemerintahan 20 3.2 Kependudukan 21 3.3 Ketenagakerjaan 29 3.4 Pengeluaran Rumah Tangga 38 3.5 Kepemilikan Aset 43 3.6 Komoditi Unggulan di Bidang Pertanian 45
ix
Bab IV Analisis Indikator MDGs Tingkat Kecamatan 51
4.1 Tujuan 1: Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan 52 4.2 Tujuan 2: Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua 58 4.3 Tujuan 3: Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan 75 4.4 Tujuan 4: Menurunkan Angka Kematian Anak 82 4.5 Tujuan 5: Meningkatkan Kesehatan Ibu 94 4.6 Tujuan 6: Memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan Penyakit Menular Lainnya 102 4.7 Tujuan 7: Menjamin Kelestarian Lingkungan Hidup 109
Bab V Pencapaian MDGs di Tingkat Kecamatan 125 5.1 Kabupaten Bantaeng 125 5.2 Kabupaten Takalar 139 5.3 Kabupaten Bone 151 5.4 Kabupaten Polewali Mandar 167 5.5 Kabupaten Mamuju 185
Bab VI Pencapaian MDGs Berdasarkan Indeks Komposit 203 6.1 Indikator MDGs Hasil Survei 203 6.2 Visualisasi dengan Grafik Laba-laba 205 6.2.1 Kabupaten Bantaeng 207 6.2.2 Kabupaten Takalar 211 6.2.3 Kabupaten Bone 214 6.2.4 Kabupaten Polewali Mandar 222 6.2.5 Kabupaten Mamuju 228
Bab VII Estimasi Kesalahan Sampling Survei MDGs 235
Lampiran-lampiran 261
Lampiran 1 Tabel-tabel 263
Lampiran 2 Pembiayaan Pencapaian MDGs di Sulawesi Selatan 301
x
Daftar Tabel Tabel Halaman
2.1 Potret Pencapaian Indikator MDGs dan Indikator Tambahan yang Terkait
10
2.2 Indikator Tambahan di Bidang Sosial Hasil Survei MDGs Kecamatan
17
3.1 Luas Wilayah, Kepadatan Penduduk, dan Pembagian Administrasi Pemerintahan
20
3.2 Komposisi dan Struktur Penduduk di 5 Kabupaten 21
3.3 Persentase penduduk berumur 7-15 Tahun yang bekerja menurut kabupaten dan jenis kelamin, 2007
34
3.4 Persentase Penduduk Bberumur 5-17 Tahun yang Bekerja menurut Kabupaten dan Jenis Kelamin, 2007
35
3.5 Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Kabupaten dan Status Pekerjaan, 2007
37
3.6 Rata-rata Upah/Gaji Buruh/Karyawan/Pegawai Berumur 15 Tahun ke Atas Menurut Kabupaten dan Jenis Kelamin, 2007
37
3.7 Rata-rata Pengeluaran Perkapita (Rupiah) sebulan menurut Kabupaten dan Jenis Pengeluaran, Tahun 2007
40
3.8 Persentase Rata-rata Pengeluaran Perkapita Sebulan menurut Kabupaten dan Jenis Makanan, Tahun 2007
41
3.9 Persentase Rata-rata Pengeluaran Perkapita Sebulan menurut Kabupaten dan Kelompok Bukan Makanan, Tahun 2007
42
3.10 Distribusi Pembagian Pengeluaran Perkapita dan Indeks Gini menurut Kabupaten, Tahun 2007
43
3.11 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Aset menurut Jenis Aset Tahun 2007
45
xi
Tabel Halaman
3.12 Distribusi Persentase PDRB Tanpa Migas atas dasar Harga Berlaku
46
3.13 Persentase Rumah Tangga yang Mengusahakan Tanaman Padi dan Luas Lahan yang Diusahakan di Kabupaten Bantaeng, Takalar, dan Bone, Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2007
47
3.14 Persentase Rumah Tangga yang Mengusahakan Tanaman Coklat, Luas lahan dan Rata-rata Jumlah Pohon di Kabupaten Mamuju dan Polman Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2007
49
4.1.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Kabupaten Tahun 2007
53
4.1.2 Persentase Penduduk Berdasarkan Nilai Koefisien Engel menurut Kabupaten, Tahun 2007
55
4.1.3 Persentase Pengeluaran Per Kapita Sebulan menurut Kabupaten dan Kuantil Pengeluaran Perkapita Sebulan, Tahun 2007
56
4.1.4 Persentase Balita menurut Status Gizi Berdasarkan BB/Umur, 2007
57
4.2.1 Persentase Penduduk Usia 0-6 tahun yang sedang mengikuti PAUD menurut Kabupaten dan Kelompok Umur, Tahun 2007
59
4.2.2 Persentase Penduduk Berumur 7-24 Tahun yang Tidak Bersekolah Lagi menurut Kabupaten dan Alasannya, 2007
70
4.3.1 Rasio Melek Huruf Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas dan 45 Tahun ke Atas menurut Kabupaten dan Tipe Daerah, Tahun 2007
71
4.4.1 Persentase Balita yang Pernah diimunisasi, 2007 86
4.5.1 Persentase Penduduk Berumur 15-49 Tahun menurut Penggunaan Alat/Cara KB, 2007
100
4.6.1 Persentase Balita yang Tidur Menggunakan Kelambu , 2007 106
xii
Daftar Gambar Gam- bar
Halaman
3.1 Piramida Penduduk Kabupaten Bantaeng 26
3.2 Piramida Penduduk Kabupaten Takalar 27
3.3 Piramida Penduduk Kabupaten Bone 27
3.4 Piramida Penduduk Kabupaten Polewali Mandar 28
3.5 Piramida Penduduk Kabupaten Mamuju 28
3.6 TPAK menurut Kabupaten dan Jenis Kelamin, 2007 32
3.7 TKK menurut Kabupaten dan Jenis Kelamin, 2007 33
3.8 Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja di Sektor Pertanian dan Non-Pertanian; 2007
36
3.9 Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja terhadap Jumlah Penduduk menurut Kabupaten dan Jenis Kelamin, 2007
38
3.10 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Aset Tahun 2007 44
4.1.1 Persentase Penduduk Miskin menurut Kabupaten, Tahun 2007 54
4.1.2 Persentase Balita Menurut Status Gizi Berdasarkan TB/Umur 58
4.2.1 APM SD/MI Tahun 2007 60
4.2.2 APM SD/MI menurut Tipe Daerah, Tahun 2007 61
4.2.3 APM SD/MI menurut Jenis Kelamin, Tahun 2007 61
4.2.4 APM SD/MI menurut Golongan Pengeluaran Tahun 2007 61
4.2.5 APK dan APM SD/MI, Tahun 2007 62
4.2.6 APM SMP/MTs Tahun 2007 63
4.2.7 APM SMP/MTs menurut Tipe Daerah dan Kabupaten, Tahun 2007
64
4.2.8 APM SMP/MTs menurut Jenis Kelamin 64
4.2.9 APM SMP/MTs menurut Golongan Pengeluaran, Tahun 2007 64
4.2.10 APK dan APM SMP/MTs, Tahun 2007 65
xiii
Gam- bar
Halaman
4.2.11 APM SM/MA menurut Tipe Daerah Tahun 2007 66 4.2.12 APM SM/MA menurut Jenis Kelamin, Tahun 2007 66 4.2.13 APM SM/MA menurut Golongan Pengeluaran, Tahun 2007 66 4.2.14 APS menurut Kelompok Umur Sekolah, Tahun 2007 67 4.2.15 APS Penyandang Cacat Usia 7-18 tahun, Tahun 2007 68 4.2.16 Angka Putus Sekolah (DO) SD/MI dan SMP/MTs, Tahun 2007 69 4.2.17 AMHPenduduk Usia 15 -24 tahun menurut Kabupaten, Tahun
2007 71
4.2.18 Angka Melek Huruf Penduduk Usia 15 tahun ke atas dan 45 Tahun ke Atas, Tahun 2007
72
4.2.19 Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Usia 15 tahun ke Atas, Tahun 2007
73
4.2.20 Persentase Penduduk Usia 15 tahun ke Atas yang Tidak Memiliki Ijazah, Tahun 2007
74
4.2.21 Persentase Penduduk Usia 15 tahun ke Atas yang Memiliki Ijazah SD/sederajat, Tahun 2007
74
4.2.22 Persentase Penduduk Usia 15 tahun Ke atas Yang Memiliki Ijazah SMP/sederajat, Tahun 2007
74
4.2.23 Persentase Penduduk Usia 15 tahun Ke atas Yang Memiliki Ijazah SMA/SMK sederajat, Tahun 2007
74
4.3.1 Rasio APM SD/MI, Tahun 2007 75 4.3.2 Rasio APM SD/MI menurut Tipe Daerah, Tahun 2007 76 3.3.3 Rasio APM SMP/MTS, Tahun 2007 77 4.3.4 Rasio APM SMP/MTs menurut Tipe Daerah, Tahun 2007 77 4.3.5 Rasio Melek Huruf Penduduk Usia 15-24 tahun, Tahun 2007 78 4.3.6 Rasio Melek Huruf Penduduk Usia 15-24 Tahun menurut
Daerah, Tahun 2007 78
4.3.7 Rasio Melek Huruf Penduduk Usia 15 tahun Ke atas dan Usia 45 tahun Ke atas, Tahun 2007
79
4.3.8 Kontribusi Pekerja Upahan Perempuan di Sektor Non Pertanian (KPPNP), Tahun 2007
81
4.3.9 KPPNP menurut Tipe Daerah, Tahun 2007 82
xiv
Gam- bar
Halaman
4.4.1 AKABA, Tahun 2007 84
4.4.2 AKABA, Tahun 2007 85
4.4.3 Persentase Anak Usia 12-23 Bulan yang Pernah Diimunisasi Campak menurut Kabupaten
87
4.4.4 Persentase Balita yang Mendapat Imunisasi Lengkap menurut Kabupaten, 2007
87
4.4.5 Persentase Balita yang Mendapat Vitamin A menurut Kabupaten, 2007
88
4.4.6 Persentase Penduduk Berumur 2-4 Tahun yang Mendapat ASI menurut Kabupaten dan Tipe Daerah, 2007
89
4.4.7 Rata-Rata Lamanya Balita Usia 2-4 Tahun Mendapat ASI Saja (dalam Bulan), 2007
90
4.4.8 Persentase Anak Usia 0-6 Bulan yang Diberi ASI Ekslusif menurut Kabupaten, 2007
91
4.4.9 Persentase Balita BBLR, 2007 92
4.4.10 Persentase Balita BBLR menurut Kabupaten dan Tipe Daerah, Tahun 2007
92
4.4.11 Persentase Rumah Tangga yang Mengkonsumsi Garam Beryodium menurut Kandungan Yodium, 2007
94
4.5.1 Persentase Balita yang Ibunya Mendapatkan Pemeriksaan Antenatal Minimal 4 Kali (K4), 2007
96
4.5.2 Persentase Balita yang Ibunya Mendapatkan Pemeriksaan Antenatal Minimal 4 Kali (K4) menurut Tipe Daerah, 2007
96
4.5.3 Persentase Balita yang Kelahirannya Ditolong Nakes, 2007 97
4.5.4 Persentase Balita yang Kelahirannya Ditolong Nakes menurut Kabupaten dan Tipe Daerah, 2007
98
4.5.5 Persentase WUS dengan LILA Kurang dari 23,5 Cm, 2007 99
4.5.6 Persentase Penduduk Berumur 15-24 Tahun yang Pernah Mendapat Penyuluhan Kesehatan Reproduksi, 2007
101
4.5.7 Persentase Penduduk Berumur 15-24 Tahun yang Pernah Mendapat Penyuluhan Kesehatan Reproduksi, 2007
102
4.6.1 Persentase Penduduk yang Pernah Mendengar Atau mengetahui tentang HIV/AIDS menurut Kelompok Umur, 2007
103
xv
Gam- bar
Halaman
4.6.2 Persentase Penduduk Berumur 15-24 Tahun yang Mengetahui HIV/AIDS dan yang Mempunyai Pengetahuan Komprehensif Mengenai HIV/AIDS, 2007
105
4.6.3 Persentase Balita yang Tidur Menggunakan Kelambu yang Diproteksi Khusus dengan Insektisida, 2007
107
4.6.4 Persentase Penduduk yang Pernah Didiagnosa Malaria, 2007 108
4.6.5 Persentase Penduduk yang Pernah Didiagnosa TBC, 2007 108
4.6.6 Persentase Penduduk Yang Pernah Didiagnosa DBD, 2007 109
4.7.1 Persentase Rumah Tangga yang Menggunakan Bahan Bakar Padat menurut Kabupaten dan Tipe Daerah, Tahun 2007
112
4.7.2 Persentase Rumah Tangga yang Menggunakan Listrik menurut Kabupaten dan Tipe Daerah, Tahun 2007
113
4.7.3 Persentase Rumah Tangga yang Menggunakan Air Bersih untuk Minum yang Berkelanjutan Sepanjang Musim menurut Kabupaten, Tahun 2007
115
4.7.4 Persentase Rumah Tangga yang Menggunakan Air Bersih untuk Minum menurut Kabupaten dan Jarak yang Ditempuh untuk Mendapatkan Air, Tahun 2007
115
4.7.5 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Sanitasi Layak menurut Kabupaten dan Tipe Daerah, Tahun 2007
116
4.7.6 Persentase Rumah Tangg yang Membuang Sampah dengan Cara Ditimbun menurut Kabupaten dan Tipe Daerah, Tahun 2007
118
4.7.8 Persentase Rumah Tangga yang Menempati Rumah Tetap dan Terjamin menurut Kabupaten dan Tipe Daerah, Tahun 2007
119
4.7.9 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Sertifikat dari BPS menurut Kabupaten dan Tipe Daerah, Tahun 2007
120
4.7.10 Persentase Rumah Tangga yang Menempati Rumah Layak Huni menurut Kabupaten dan Tipe Daerah, Tahun 2007
123
xvi
Gam- bar
Halaman
5.1.1 Persentase Pengeluaran Makanan ≥ 80% (Koefisien Engel) Persen menurut Kecamatan di Kabupaten Bantaeng, Tahun 2007
125
5.1.2 Persentase Balita Berstatus Gizi Kurang dan Buruk di Kabupaten Bantaeng, 2007
126
5.1.3 APM SD/MI di Kabupaten Bantaeng, Tahun 2007 127
5.1.4 APM SMP/MTs di Kabupaten Bantaeng, Tahun 2007 128
5.1.5 AMH Penduduk Usia 15-24 Tahun di Kabupaten Bantaeng, Tahun 2007
129
5.1.6 Rasio APM SD/MI Perempuan terhadap Laki-laki di Kabupaten Bantaeng, 2007
130
5.1.7 Rasio APM SMP/MTs Perempuan terhadap Laki-laki di Kabupaten Bantaeng, 2007
130
5.1.8 Rasio Melek Huruf 15-24 Perempuan terhadap Laki-laki Tahun di Kabupaten Bantaeng, 2007
131
5.1.9 KPPNP di Kabupaten Bantaeng, 2007 131
5.2.1 Persentase Pengeluaran Makanan ≥ 80% (Koesfisien Engel) menurut Kecamatan di Kabupaten Takalar, 2007
139
5.2.2 Persentase Balita Berstatus Gizi Kurang dan Buruk di Kabupaten Takalar, 2007
140
5.2.3 APM SD/MI di Kabupaten Takalar, 2007 140
5.2.4 APM SMP/MTs di Kabupaten Takalar, 2007 141
5.2.5 AMH Penduduk Usia 15-24 Tahun di Kabupaten Takalar, 2007 142
5.2.6 Rasio APM SD/MI Perempuan terhadap Laki-laki di Kabupaten Takalar, 2007
143
5.2.7 Rasio APM SMP/MTs Perempuan terhadap Laki-laki di Kabupaten Takalar, 2007
143
5.2.8 Rasio Melek Huruf 15-24 Tahun Perempuan terhadap laki-laki di Kabupaten Takalar, 2007
144
5.2.9 KPPNP di Kabupaten Takalar, 2007 144
xvii
Gam- bar
Halaman
5.3.1 Persentase Pengeluaran Makanan ≥ 80% (Koefisien Engel)
Menurut Kecamatan di Kabupaten Bone, 2007 151
5.3.2 Persentase Balita Berstatus Gizi Kurang dan Buruk di Kabupaten Bone, 2007
152
5.3.3 APM SD/MI di Kabupaten Bone, Tahun 2007 153 5.3.4 APM SMP/MTs di Kabupaten Bone, 2007 154 5.3.5 AMH Penduduk Usia 15-24 di Kabupaten Bone, Tahun 2007 155 5.3.6 Rasio APM SD/MI Perempuan terhadap Laki-laki di Kabupaten
Bone, 2007 157
5.3.7 Rasio APM SMP/MTs Perempuan terhadap laki-laki di Kabupaten Bone, 2007
158
5.3.8 Rasio Melek Huruf 15-24 Perempuan terhadap laki-laki Tahun di Kabupaten Bone, 2007
159
5.3.9 KPPNP di Kabupaten Bone, 2007 160
5.4.1 Persentase Pengeluaran Makanan ≥ 80% (Koefisien Engel) menurut Kecamatan di Kabupaten Polman, Tahun 2007
167
5.4.2 Persentase Balita Berstatus Gizi Kurang dan Buruk Di Kabupaten Polman, 2007
168
5.4.3 APM SD/MI di Kabupaten Polman, 2007 169 5.4.4 APM SMP/MTs di Kabupaten Polman, 2007 170 5.4.5 AMH Penduduk Usia 15-24 Tahun di Kabupaten Polman, 2007 171 5.4.6 Rasio APM SD/MI Perempuan terhadap Laki-laki di Kabupaten
Polman, 2007 173
5.4.7 Rasio APM SMP/MTs Perempuan terhadap Laki-laki di Kabupaten Polman, 2007
174
5.4.8 Rasio Melek Huruf 15-24 Tahun Perempuan terhadap Laki-laki di Kabupaten Polman, 2007
175
5.4.9 KPPNP di Kabupaten Polman, 2007 176 5.4.10 Persentase Rumah Tangga yang mengusahakan Kakao
menurut Kecamatan di Kabupaten Polman, Tahun 2007 184
xviii
Gam- bar
Halaman
5.3.1 Persentase Pengeluaran Makanan ≥ 80% (Koefisien Engel)
Menurut Kecamatan di Kabupaten Mamuju, 2007
185
5.3.2 Persentase Balita Berstatus Gizi Kurang dan Buruk di Kabupaten Mamuju, 2007
186
5.3.3 APM SD/MI di Kabupaten Mamuju, Tahun 2007 187
5.3.4 APM SMP/MTs di Kabupaten Mamuju, 2007 188
5.3.5 AMH Penduduk Usia 15-24 di Kabupaten Mamuju, Tahun 2007 189
5.3.6 Rasio APM SD/MI Perempuan terhadap Laki-laki di Kabupaten Mamuju, 2007
190
5.3.7 Rasio APM SMP/MTs Perempuan terhadap laki-laki di Kabupaten Mamuju, 2007
191
5.3.8 Rasio Melek Huruf 15-24 Perempuan terhadap laki-laki Tahun di Kabupaten Mamuju, 2007
192
5.3.9 KPPNP di Kabupaten Mamuju, 2007 193
5.4.10 Persentase Rumah Tangga yang mengusahakan Kakao menurut Kecamatan di Kabupaten Polman, Tahun 2007
201
xix
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals) atau MDGs yang dideklarasikan di New York pada bulan September 2000 oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah sebuah paradigma baru pembangunan global yang disepakati menjadi landasan pembangunan di setiap negara anggota. Deklarasi MDGs tersebut menyetujui 8 tujuan pembangunan, 18 target dan 48 indikator untuk mengukur tingkat pencapaiannya pada kurun waktu 25 tahun dari tahun 1990 hingga 2015. Tujuan dan target tersebut sekaligus merupakan kerangka kerja (framework) pembangunan di bidang sosial yang mempunyai manfaat luas terhadap pembangunan manusia. Ke 8 tujuan tersebut meliputi (i) menanggulangi kemiskinan dan kelaparan; (ii) mencapai pendidikan dasar untuk semua; (iii) mendorong kesetaraan dan pemberdayaan perempuan; (iv) menurunkan angka kematian anak; (v) meningkatkan kesehatan ibu; (vi) memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya, (vii), memastikan kelestarian lingkungan hidup, dan (viii) membangun kemitraan global untuk pembangunan.
Tujuan pembangunan milenium merupakan cita-cita yang mulia karena berangkat dari dasar pembangunan yang hakiki untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Peningkatan kualitas hidup terkait erat dengan peningkatan sumber daya manusia (SDM) yang pada prinsipnya berfokus pada kemampuan penduduk untuk meningkatkan produktivitasnya dan berpartisipasi penuh dalam proses penciptaan pendapatan serta membebaskan diri dari kemiskinan. Setiap penduduk mempunyai peluang yang sama untuk mengakses sumber-sumber ekonomi, dan menjaga kesinambungan akses tersebut, meningkatkan kemampuan untuk berpartisipasi dalam berbagai program pembangunan, serta dapat memetik manfaatnya.
1
Sehubungan dengan implementasi MDGs, Pemerintah Republik Indonesia dan United Nations Children’s Fund (UNICEF) telah menanda tangani kerja sama untuk menindak lanjuti kesepakatan global tersebut. Salah satu program kerja sama yang disepakati di antaranya adalah program monitoring pencapaian MDGs dan selanjutnya disebut Proyek Monitoring MDGs. Proyek ini dikoordinir oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Tujuan proyek ini adalah untuk meningkatkan ketersedian data dan informasi di tingkat kabupaten/kota di seluruh Indonesia, yang pada akhirnya akan menjadi input untuk mengukur tingkat pencapaian MDGs disetiap kabupaten/kota. Monitoring pencapaian MDGs di setiap kabupaten/kota sangat penting untuk diketahui mengingat tingkat kemajuan pembangunan yang dicapai berbeda-beda antar daerah.
Di Indonesia belum semua tujuan dan indikator MDGs global dapat dihasilkan. Publikasi pencapaian MDGs yang diterbitkan pemerintah pada bulan Februari 2004 belum memperhitungkan tujuan 8 dan beberapa indikator di tujuan 1-7 karena keterbatasan data yang tersedia. Namun pada laporan pencapaian MDGs di tahun 2007 beberapa indikator di tujuan 8 telah diperhitungkan, antara lain tingkat pengangguran remaja usia 15-24 tahun (target 16 ).
Indikator MDGs global sebenarnya dimaksudkan untuk mengetahui potret pencapaian dan untuk perbandingan antar negara. Para perencana pembangunan dituntut untuk merumuskan kebijakan yang diambil berdasarkan data dan informasi yang akurat dan tepat waktu.
Kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau serta masyarakatnya yang majemuk dari segi etnis dan budaya, mengakibatkan potret pencapaian target MDGs pada tingkat makro (nasional) masih perlu dilengkapi dengan potret pencapaian pada tingkat mikro atau wilayah kecil seperti kabupaten/kota serta kecamatan. Dalam kenyataannya pada tingkat propinsi atau kabupaten/kota dijumpai struktur masyarakat yang bersifat multi etnis dan budaya. Secara administratif pemerintahan Indonesia dewasa ini terdiri dari 33 provinsi (471 kabupaten/kota). Setiap provinsi memerlukan data dan informasi dari kabupaten/kota di dalamnya,
2
sedangkan dari setiap kabupaten data dan informasi tersebut seharusnya juga terinci perkecamatan. Dengan adanya penyajian data dan informasi rinci tersebut akan memberikan potret utuh setiap pencapaian program pembangunan di masing-masing daerah sehingga dapat diketahui disparitas yang terjadi.
Di antara kegiatan Proyek Monitoring MDGs yang dilaksanakan pada tahun 2007 yang lalu adalah pelaksanaan pengumpulan data di lapangan melalui survei MDGs pada tingkat kecamatan di 5 kabupaten uji coba yaitu Bantaeng, Takalar dan Bone di Provinsi Sulawesi Selatan, Polman dan Mamuju di Provinsi Sulawesi Barat. Analisis hasil survei tersebut diperlukan untuk mengetahui dan mencermati potret pencapaiannya serta memperbandingkannya dengan hasil yang dicapai di setiap kecamatan di masing-masing kabupaten. Analisis hasil survei MDGs telah dilaksanakan oleh masing masing kabupaten, namun hanya terfokus pada 37 indikator MDGs yang disepakati sebelumnya. Masih terdapat berbagai data yang memungkinkan untuk menghasilkan sejumlah indikator tambahan. Di samping itu pada analisis ini dilakukan pula kajian Relative Standar Error untuk mengetahui kelayakan setiap variabel digunakan sebagai estimasi yang representatif pada tingkat kecamatan atau hanya untuk tingkat kabupaten.
1.2 Tujuan Analisis Analisis data hasil survei MDGs di 5 kabupaten ini bertujuan:
a. Menyajikan potret pencapaian setiap indikator di bidang sosial terutama indikator MDGs yang dikumpulkan pada survei MDGs kecamatan tahun 2007.
b. Menentukan varabel-variabel yang representatif digunakan untuk estimasi parameter pada tingkat kecamatan atau kabupaten berdasarkan hasil kajian relative standar error.
c. Mengembangkan beberapa jenis indikator sosial selain MDGs yang dapat dihitung berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan dalam survei MDGs.
3
d. Menganalisis tingkat pencapaian setiap tujuan MDGs yang divisualisasikan dalam bentuk gambar sarang laba-laba (spider graph)
e. Memperkirakan besaran biaya yang dibutuhkan untuk memperbaiki kinerja setiap indikator.
1.3 Metodologi Pengumpulan, Penyajian dan Analisis
Metoda yang digunakan pada survei MDGs kecamatan adalah probabilitas sampling 2 tahap atau two stage probability sampling. Pada tahap pertama dipilih blok sensus di setiap kecamatan dan pada tahap kedua dipilih rumah tangga dengan besaran sekitar 20 rumah tangga pada setiap blok sensus terpilih. Rumah tangga yang terpilih pada setiap kecamatan jumlahnya berkisar antara 300 hingga 500. Dengan besaran sampel ini dimungkinkan memperoleh estimasi parameter yang representatif untuk setiap variabel di tingkat kecamatan kecuali untuk hal-hal yang kejadiannya sangat jarang (Buku MDGs seri 2 oleh Sukmadi Bolo dkk.) seperti angka kematian bayi, balita dan ibu yang hanya mungkin dilakukan estimasinya pada tingkat yang lebih tinggi misalnya kabupaten/kota.
Data dan informasi yang dikumpulkan pada survei MDGs kecamatan tersebut adalah meliputi data penduduk dan karakteristiknya, kematian balita dan ibu hamil, pendidikan, tenaga kerja, kesehatan balita dan kesehatan reproduksi, keluarga berencana, penyakit menular seperti pengetahuan HIV/AIDS, malaria dan tuberculosis, perumahan dan fasilitasnya serta sanitasi lingkungan, pemakaian garam yodium, kepemilikan asset serta pengeluaran konsumsi rumah tangga. Di samping itu, dikumpulkan juga data yang bersifat lokal untuk mengetahui potensi tanaman kakao di Sulawesi Barat dan tanaman padi di Sulawesi Selatan. Data dan informasi yang dikumpulkan tersebut sangat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan berbagai pihak terutama bagi para perumus kebijakan dan perencana pembangunan dan pengambil keputusan disetiap daerah. Data dan informasi yang disajikan pada analisis ini tidak hanya terbatas pada MDGs tetapi juga untuk data dan informasi di bidang sosial selain MDGs.
4
Indikator-indikator MDGs yang ditetapkan secara global untuk setiap tujuan dan target pada sidang KTT milenium di New York bulan September tahun 2000 yang lalu bersifat fleksibel. Setiap negara dapat merumuskan indikator-indikator sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Demikian juga halnya di dalam suatu negara indikator tersebut dapat diperluas sesuai kebutuhan pembangunan di tingkat masing masing daerah. Sebagai contoh penentuan batas garis kemiskinan menggunakan kriteria 1 dolar (PPP) perhari hanya dimaksudkan untuk perbandingan antar negara. Penentuan batas garis kemiskinan yang lazim dipakai dalam suatu negara untuk menentukan jumlah dan persentase penduduk miskin sangat dianjurkan. Apabila data yang diperlukan untuk mengukur suatu indikator tidak tersedia dapat dilakukan pendekatan lain sebagai proksi untuk mengukurnya, misalnya untuk mengukur tingkat gizi ibu menggunakan ukuran lingkar lengan atas (LILA) wanita berumur 15-49 tahun sebagai proksinya, dan sebagainya.
Indikator-Indikator yang diusulkan pada berbagai pertemuan yang diadakan di tingkat nasional dan provinsi untuk di potret tingkat pencapaiannya berjumlah sekitar 100 dan yang dapat dikumpulkan melalui survei pendekatan rumah tangga berjumlah 37. Selebihnya akan dikumpulkan melalui produk administrasi dari setiap instasi sektoral. Sebagian indikator yang dikumpulkan melalui survei rumah tangga masih perlu dicermati tingkat akurasinya yaitu membandingkannya dengan data produk administrasi instasi sektoral. Setiap indikator dapat disajikan dalam bentuk visual yaitu berupa gambar dan grafik. Penjelasan data yang disajikan sangat penting diberikan untuk memudahkan para pengguna memahami pesan yang disampaikan oleh data tersebut. Ringkasan pencapaian setiap indikator pada masing-masing tujuan dan target perlu ditabelkan secara khusus mendapatkan gambaran menyeluruh hasil analisis. Analisis indeks komposit untuk mengetahui potret pencapaian MDGs di setiap kecamatan divisualisasikan dalam bentuk grafik sarang laba-laba.
5
1.4. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan, kemudian pada Bab II disajikan potret pencapaian indikator MDGs dan Non-MDGs yang merupakan ringkasan indikator terpilih dari bab-bab berikutnya. Pada Bab III disajikan profil umum penduduk, ketenagakerjaan, dan kondisi sosial ekonomi yang difokuskan pada pengeluaran dan kepemilikan aset rumah tangga, serta analisis komoditi unggulan. Analisis MDGs pada tingkat kabupaten disajikan pada Bab IV, sedangkan analisis tingkat kecamatan disajikan pada Bab V. Indeks komposit yang divisualisasikan dengan grafik sarang laba-laba disajikan pada Bab VI. Tingkat kelayakan estimasi dari beberapa variabel untuk tingkat kabupaten dan kecamatan disajikan pada Bab VII, dengan mempertimbangkan besaran relatif standar error. Selanjutnya disajikan Lampiran 1 yaitu, tabel-tabel pencapaian indikator pada tingkat kecamatan, dan Lampiran 2 perkiraan biaya yang dibutuhkan untuk memperbaiki kinerja setiap indikator.
6
II. PENCAPAIAN INDIKATOR 2.1 Umum
Tujuan penyajian indikator adalah untuk mengetahui tentang tingkat pencapaian program dan membandingkannya dengan target yang telah ditetapkan. Monitoring pencapaian program melalui indikator memerlukan data dengan kondisi yang mutakhir dan tersedia dari waktu kewaktu secara berkelanjutan.
Secara konseptual target-target yang akan dicapai dalam MDGs telah jelas dan spesifik, misalnya target untuk menentukan angka kematian bayi, balita dan ibu. Pada kenyataannya masih dijumpai indikator yang didefinisikan secara luas, komplek dan sulit diukur. Beberapa indikator meskipun telah dirumuskan baik secara konsep tetapi dalam pengukurannya masih bermasalah sehingga masih perlu dilengkapi dengan indikator lain sebagai proksi agar lebih menjelaskan pencapaiannya. Misalnya dalam hal mencapai pendidikan dasar untuk semua tidak cukup hanya menggunakan angka partisipasi sekolah tetapi masih harus dilengkapi dengan angka melek huruf. Walaupun diakui bahwa dengan tambahan ini masih tetap terbatas mengenai informasi gambaran pencapaiannya. Contoh lain adalah tentang air minum yang aman dikonsumsi. Sebenarnya pengertian air minum aman dikonsumsi harus memenuhi standar laboratorium. Namun karena sulit diukur maka digunakan sumber air minum terlindung dengan mempertimbangkan jarak dari tanki septik sebagai proksinya.
Indikator yang telah dirumuskan boleh jadi belum menangkap seluruh spectrum dari suatu tujuan atau target, tetapi hanya mampu menangkap satu atau beberapa aspek. Hal ini akan menimbulkan kesulitan dengan hanya menggunakan satu angka untuk menyatakan suatu fenomena yang rumit, misalnya definisi kemiskinan yang bersifat multi dimensi. Contoh lain adalah tentang kontribusi perempuan pada pekerja upahan di sektor non-pertanian. Indikator ini digunakan untuk memonitor pemberdayaan perempuan. Akan tetapi dalam prakteknya pekerja perempuan yang dibayar
7
tidak selalu bersifat pemberdayaan karena masih banyak faktor yang mempengaruhinya. Potret pencapaian indikator yang disajikan pada tingkat kabupaten pada bab ini dibagi 2 tabel yaitu (1) indikator-indikator yang terkait dengan pencapaian MDGs, dan (2) indikator-indikator di bidang sosial lainnya yang dicakup dalam survei MDGs kecamatan yang datanya hanya disajikan pada tingkat kabupaten.
Uraian lebih rinci pencapaian indikator tingkat kabupaten dibahas pada Bab IV, sedangkan highlight pencapaian indikator untuk tingkat kecamatan disajikan pada Bab V.
2.2 Status Indikator Indikator yang dianalisis potret pencapaiannya dibedakan sebagai berikut:
a. Indikator MDGs Global (G), yaitu indikator yang disepakati pada tingkat global untuk kepentingan perbandingan pencapaian antar negara. Setiap negara sedapat mungkin menyediakan data dan informasi ini, namun apabila tidak tersedia datanya diusahakan untuk mencari indikator proksinya.
b. Indikator MDGs yang disepakati untuk disajikan data dan informasinya pada tingkat nasional. Indikator ini dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan data pembangunan di tingkat nasional (N) juga diperlukan untuk pembangunan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
c. Indikator MDGs yang diusulkan disediakan data dan informasinya untuk memenuhi kebutuhan pembangunan daerah berdasarkan hasil pertemuan tim KHPPIA di daerah (Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, serta 5 Kabupaten uji coba). Indikator ini dapat bersifat global dan nasional, atau khusus memenuhi kebutuhan daerah (D).
d. Indikator yang menjadi tambahan (T) untuk memperkaya informasi pada setiap tujuan MDGs. Data dan informasi untuk menyusun indikator ini tersedia dan dikumpulkan pada survei MDGs. Data tersebut meliputi data kependudukan, ketenagakerjaan, pengeluaran rumah tangga, pemilikan aset, komoditi kakao (Sulawesi Barat) dan padi (Sulawesi Selatan).
8
2.3 Ringkasan Potret Pencapaian
Potret pencapaian indikator hasil survei MDGs Kecamatan disajikan pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2. Indikator yang disajikan pada Tabel 2.1 adalah indikator MDGs yang telah dispakati sedapat mungkin untuk dikumpulkan dan disajikan datanya melalui survei. Indikator yang disajikan pada Tabel 2.2 adalah merupakan indikator tambahan. Beberapa indikator tambahan akhir-akhir ini diusulkan menjadi indikator MDGs (baru).
Khusus untuk indikator persentase penduduk miskin, data yang disajikan adalah data BPS kondisi Maret 2007, karena pada survei MDGs yang lalu data konsumsi yang rinci tidak dikumpulkan sehingga tidak mungkin untuk melakukan penghitungan pada tingkat kecamatan. Sebagai proksinya digunakan batas nilai Koefisien Engle ≥ 0,80.
9
No.
Tuju
an, T
arge
t, da
n In
dika
tor
Stat
usBa
ntae
ngTa
kala
rBo
nePo
lman
Mam
uju
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
Tuju
an 1
: Men
angg
ulan
gi k
emis
kina
n da
n ke
lapa
ran
Targ
et 1
:M
enur
unka
n pr
opor
si p
endu
duk
yang
ting
kat
pend
apat
anny
a
di b
awah
$1
perh
ari m
enja
di
sete
ngah
nya
anta
ra ta
hun
1990
-201
5
1.Pe
rsen
tase
pen
dudu
k ya
ng h
idup
di b
awah
gar
is ke
misk
inan
*)G
, N, D
12.1
213
.80
18.8
424
.96
10.4
3
1.a.
Prop
orsi
pend
uduk
yan
g tin
gkat
kes
ejah
tera
anny
a re
ndah
D
8.02
11.8
911
.45
38.1
424
.41
(Koe
fisie
n En
gel ≥
0,8
0)
2.Ko
ntrib
usi k
uant
il pe
rtam
a pe
ndud
uk b
erpe
ndap
atan
tere
ndah
G
, N, D
9.58
11.1
010
.21
11.4
09.
89te
rhad
ap to
tal k
onsu
msi
Targ
et 2
:M
enur
unka
n pr
opor
si p
endu
duk
yang
men
derit
a ke
lapa
ran
m
enja
di s
eten
gahn
ya a
ntar
a ta
hun
1990
-201
5
3.Pr
eval
ensi
balit
a ya
ng m
enga
lam
i kur
ang
gizi
G, N
, D30
.39
29.1
336
.08
38.0
940
.46
3.a.
Prev
alen
si ba
lita
yang
men
gala
mi g
izi b
uruk
N7.
546.
6611
.08
13.4
214
.24
3.b.
Prev
alen
si ba
lita
yang
men
gala
mi g
izi k
uran
gN
22.8
522
.47
25.0
024
.67
26.2
2
*) Da
ta d
an In
form
asi K
emis
kina
n Ta
hun
2007
, Buk
u 2:
Kab
upat
en/K
ota,
BPS
, Jak
arta
.
TABE
L 2.
1PO
TRET
PEN
CAPA
IAN
INDI
KATO
R M
DGs
DAN
INDI
KATO
R TA
MBA
HAN
YANG
TER
KAIT
10
No.
Tuju
an, T
arge
t, da
n In
dika
tor
Stat
usBa
ntae
ngTa
kala
rBo
nePo
lman
Mam
uju
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
Tuju
an 2
: Men
capa
i Pen
didi
kan
Dasa
r unt
uk S
emua
Targ
et 3
:Me
mas
tikan
pad
a ta
hun
2015
sem
ua a
nak
dim
anap
un, l
aki-l
aki
mau
pun
pere
mpu
an, d
apat
men
yele
saik
an p
endi
dika
n da
sar
4.An
gka
Parti
sipas
i Mur
ni (A
PM) -
PAU
D, 5
-6 T
ahun
N, D
14.9
018
.50
31.7
018
.80
17.2
0
5.An
gka
Parti
sipas
i Mur
ni (A
PM-S
D/M
I) 7-
12 T
ahun
T85
.32
85.6
088
.93
88.2
688
.76
5.a.
Angk
a Pa
rtisip
asi S
ekol
ah D
asar
(APS
-SD/
MI),
Usia
7-1
2 Ta
hun
T90
.99
94.2
195
.66
92.6
994
.11
5.b.
Angk
a Pa
rtisip
asi K
asar
(APK
) SD/
MI,
Usia
7-1
2 Ta
hun
T10
1.80
103.
0010
4.60
101.
4010
5.80
6.An
gka
Parti
sipas
i Mur
ni S
ekol
ah M
enen
gah
Perta
ma
(APM
-SM
P/M
Ts),
G, N
, D50
.08
55.1
654
.29
50.1
453
.86
Usia
13-
15 ta
hun
6.a.
Angk
a Pa
rtisip
asi S
ekol
ah M
enen
gah
Perta
ma
(APS
-SM
P/M
Ts),
T65
,97
73.0
168
.69
65.5
273
.41
Usia
13-
15 T
ahun
6.b.
Angk
a Pa
rtisip
asi K
asar
Sek
olah
Men
enga
h Pe
rtam
a (A
PK-S
MP/
MTs
),T
67.1
075
.90
72.0
064
.90
72.0
0Us
ia 1
3-15
Tah
un
7.An
gka
Parti
sipas
i Sek
olah
Ana
k Ca
cat,
Usia
7-1
8 Ta
hun
D30
.20
35.3
045
.80
39.9
049
.70
8.An
gka
Putu
s Se
kola
h Da
sar (
DO-S
D/M
I)D
4.20
2.30
1.50
3.30
2.50
9.An
gka
Putu
s Se
kola
h M
enen
gah
Perta
ma
(DO
-SM
P/M
Ts)
D15
.70
10.2
06.
9014
.80
13.5
0
11
No.
Tuju
an, T
arge
t, da
n In
dika
tor
Stat
usBa
ntae
ngTa
kala
rBo
nePo
lman
Mam
uju
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
10.
Angk
a m
elek H
uruf
(AM
H) P
endu
duk U
sia 1
5-24
Tah
unG,
N, D
88.0
494
.9996
.91
92.4
894
.43
10.a
.Ang
ka m
elek H
uruf
(AM
H) P
endu
duk U
sia 1
5 Ta
hun
ke A
tas
T72
.38
78.01
80.5
878
.68
85.0
5
10.b
.Ang
ka m
elek H
uruf
(AM
H) P
endu
duk U
sia 4
5 Ta
hun
ke A
tas
T52
.97
53.77
58.9
656
.52
67.3
5
Tuju
an 3
: Me
ndor
ong
Kese
tara
an G
ende
r dan
Pem
berd
ayaa
n Pe
rem
puan
Targ
et 4
:Me
nghi
lang
kan
ketim
pang
an g
ende
r di t
ingk
at p
endi
dika
n da
sar
dan
lanj
utan
pada
tahu
n 20
05 d
an d
i sem
ua je
njan
g pe
ndid
ikan
tid
ak le
bih
dari
tahu
n 20
15
11.
Rasio
Ang
ka P
artis
ipasi
Mur
ni (A
PM) a
nak p
erem
puan
terh
adap
G,
N, D
102.
4410
3.84
100.
2410
0.17
99.8
3an
ak la
ki-lak
i di ti
ngka
t sek
olah
dasa
r (SD
)
12.
Rasio
Ang
ka P
artis
ipasi
Mur
ni (A
PM) a
nak p
erem
puan
terh
adap
ana
kG,
N, D
95.9
810
0.00
104.
3910
2.32
102.2
2lak
i-laki
di tin
gkat
Sek
olah
Men
enga
h Per
tam
a (S
MP)
13.
Rasio
Ang
ka M
elek
Hur
uf 1
5-24
Tah
unG,
N, D
102.
4710
5.28
101.
1010
0.12
104.1
4
14.
Kont
ribus
i Pek
erja
Per
empu
an b
erus
ia 15
Tah
un k
e Ata
s G,
N, D
37.7
025
.9140
.38
30.7
332
.04
dalam
Pek
erja
an U
paha
n di
Sekto
r Non
-Per
tania
n
12
Targ
et 5
:M
enur
unka
n An
gka
Kem
atia
n An
ak
15.
Angk
a Ke
mat
ian
Bayi
G, N
, D41
.00
43.0
041
.00
49.0
044
.00
16.
Angk
a Ke
mat
ian
Balit
aG
, N, D
59.0
050
.00
48.0
070
.00
58.0
0
17.
Prop
orsi
Balit
a ya
ng D
iber
i Vita
min
AD
79.5
6 78
.88
78.2
6 63
.63
70.9
2
18.
Prop
orsi
Anak
Usi
a 1
Tahu
n ya
ng D
iimun
isas
i Cam
pak
G, N
, D74
.74
74.9
475
.74
70.4
971
.64
18.a
.Pro
pors
i Bal
ita y
ang
men
dapa
t im
unisa
si le
ngka
pT
34.7
852
.27
29.8
240
.76
31.4
0
19.a
.Per
sent
ase
pend
uduk
usia
2-4
tahu
n ya
ng m
enda
pat A
SIT
97.6
996
.94
96.7
597
.37
98.0
7
19.b
.Per
sent
ase
anak
usia
0-6
bul
an y
ang
men
dapa
t ASI
eks
klusif
T8.
4210
.53
1.27
21.3
125
.40
20.
Prop
orsi
Balit
a de
ngan
Ber
at B
adan
Lah
ir Re
ndah
(BBL
R)T
12.7
713
.28
7.96
7.98
9.54
21.
Pers
enta
se ru
mah
tang
ga y
ang
men
ggun
akan
Gar
am Y
odiu
m c
ukup
T22
.04
38.2
957
.43
78.5
469
.16
untu
k ko
nsum
si
No.
Tuju
an, T
arge
t, da
n In
dika
tor
Stat
usBa
ntae
ngTa
kala
rBo
nePo
lman
Mam
uju
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
Tuju
an 4
: M
enur
unka
n An
gka
Kem
atia
n ba
lita
sebe
sar d
ua p
ertig
anya
an
tara
199
0-20
05
13
No.
Tujua
n, Ta
rget,
dan I
ndika
tor
Statu
sBa
ntaen
gTa
kalar
Bone
Polm
anMa
muju
(1)
(2)
(3)
(4)(5)
(6)(7
)(8)
Tujua
n 5: M
ening
katka
n Kes
ehata
n Ibu
Targ
et 6:
Menu
runk
an an
gka k
emati
an ib
u seb
esar
tiga p
eremp
atnya
an
tara
tahun
1990
-2015
22.
Perse
ntase
ibu h
amil y
ang m
enda
pat p
elaya
nan a
ntena
tal K
4D
46.03
64
.60
35.52
46
.68
43.92
23.
Prop
orsi
Perto
longa
n Kela
hiran
oleh
Ten
aga k
eseh
atan T
erlat
ihG,
N, D
36.26
61
.30
50.76
30
.51
27.99
24.
Statu
s Gizi
Wan
ita U
sia S
ubur
(15-4
9 tah
un),
Ukur
an LI
LA <
23,5
CmD
17.68
20
.39
12.02
11
.90
14.28
25.
Perse
ntase
Pen
dudu
k Pas
anga
n Usia
Sub
ur (P
US) u
sia 15
-49 t
ahun
,G,
N, D
62.61
54.46
34.93
30.32
43.33
yang
seda
ng m
engik
uti pr
ogra
m KB
25a.
Perse
ntase
PUS
yang
men
ggun
akan
alat
KB ho
rmon
alT
98.62
98.10
98.05
96.87
96.26
26.
Prop
orsi
Rema
ja Us
ia 15
-24 T
ahun
yang
Men
dapa
tkan P
enyu
luhan
D
21.72
30.01
26.24
16.92
13.77
Kese
hatan
repr
oduk
si
14
No.
Tuju
an, T
arge
t, da
n In
dika
tor
Stat
usBa
ntae
ngTa
kala
rBo
nePo
lman
Mam
uju
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
Tuju
an 6
: Me
mer
angi
HIV
/ AID
S, M
alaria
, dan
Pen
yakit
Men
ular
lain
nya
Targ
et 7
:Me
ngen
dalik
an p
enye
bara
n HI
V/ A
IDs
dan
mul
ai m
enur
unny
a ju
mla
h ka
sus
baru
pad
a ta
hun
2015
27.
Prop
orsi
Pend
uduk
Usia
15-
24 T
ahun
yan
g M
emilik
i Pen
geta
huan
G
, N, D
8.88
14.4
612
.60
13.9
17.
50Ko
mpr
ehen
sif te
ntan
g HI
V/AI
DS
27.a
.Pr
opor
si Pe
ndud
uk U
sia 1
5-24
Tah
un y
ang
Mem
iliki P
enge
tahu
anD
51.9
4 68
.44
63.9
4 56
.30
50.4
8 te
ntan
g HI
V/AI
DS
Targ
et 8
:
Meng
enda
likan
pen
yaki
t mala
ria d
an m
ulai
men
urun
nya
jum
lah
kasu
s m
alar
ia d
an p
enya
kit l
ainn
ya p
ada 2
015
28.
Prop
orsi
Balit
a ya
ng ti
dur m
engg
unak
an k
elam
bu y
ang
dipr
otek
siG
, N, D
3.43
17.3
56.
332.
343.
12kh
usus
den
gan
inse
ktisi
da
28a.
Prop
orsi
Balit
a ya
ng ti
dur m
engg
unak
an k
elam
buG
, N, D
50.5
282
.96
80.9
575
.39
79.2
3
29.
Prev
alen
si Ka
sus
Mal
aria
G, N
, D1.
45
1.39
0.
52
0.88
12
.03
30.
Prev
alen
si Ka
sus
TBC
0.38
0.
36
0.22
0.
23
0.49
31.
Prev
alen
si Ka
sus
DBD
D0.
13
0.31
0.
11
0.07
0.
15
15
32.
Prop
orsi
rum
ah ta
ngga
yan
g m
engg
unak
an b
ahan
bak
ar p
adat
G, N
, D76
.16
55.3
172
.46
78.2
877
.73
untu
k m
emas
ak
32a.
Pers
enta
se p
endu
duk
atau
rum
ah ta
ngga
yan
g m
engg
unak
anT
74.5
195
.63
81.9
271
.78
61.9
7su
mbe
r lis
trik
untu
k pe
nera
ngan
Tar
No.
Tuju
an, T
arge
t, da
n In
dika
tor
Stat
usB
anta
eng
Taka
lar
Bon
eP
olm
anM
amuj
u
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
Tuju
an 7
: M
enja
min
Kel
esta
rian
Lin
gkun
gan
Hid
up
Targ
et 9
:M
emad
ukan
pri
nsip
-prin
sip
pem
bang
unan
ber
kela
njut
an d
enga
nke
bija
kan
dan
prog
ram
nas
iona
l ser
ta m
enge
mba
likan
sum
ber
daya
ling
kung
an y
ang
hila
ng
get 1
0:M
enur
unka
n se
paru
h pr
opor
si p
endu
duk
tanp
a ak
ses
terh
adap
sum
ber
air m
inum
yang
am
an d
an b
erke
lanj
utan
ser
ta fa
silit
assa
nita
si d
asar
psd
201
5
33.
Prop
orsi
/rum
ah ta
ngga
den
gan
akse
s te
rhad
ap s
umbe
r air
mun
umG
, N, D
78.5
7 62
.78
56.8
7 53
.82
46.8
7 te
rlind
ungi
dan
ber
kela
njut
an (s
epan
jang
tahu
n)
34.
Prop
orsi
/rum
ah ta
ngga
den
gan
akse
s te
rhad
ap fa
silit
as s
anita
siG
, N, D
30.3
0 31
.24
27.5
8 22
.65
20.7
9 ya
ng la
yak
35.
Prop
orsi
/rum
ah ta
ngga
yan
g m
embu
ang
sam
pah
yang
laya
kD
84.8
895
.78
91.9
284
.12
74.8
3
Targ
et 1
1:M
enca
pai p
erba
ikan
yan
g be
rarti
dal
am k
ehid
upan
pen
dudu
k m
iski
ndi
pem
ukim
an k
umuh
pad
a ta
hun
2020
36.
Prop
orsi
/rum
ah ta
ngga
den
gan
stat
us te
mpa
t tin
ggal
teta
p da
n te
rjam
inG
, N, D
92.9
693
.62
95.0
792
.18
92.0
6
36.a
.Pe
rsen
tase
pen
dudu
k at
au ru
mah
tang
ga y
ang
men
empa
tiT
45.2
056
.90
57.5
243
.44
40.7
2ru
mah
laya
k hu
ni
37.
Prop
orsi
/rum
ah ta
ngga
den
gan
stat
us k
epem
ilika
n ta
nah
dari
BPN
N, D
27.3
624
.77
21.5
421
.43
33.1
9
16
No.
Sta
tist
ik d
an In
dika
tor
Sat
uan
Ban
taen
gT
akal
arB
one
Po
lman
Mam
uju
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
KE
TE
NA
GA
KE
RJA
AN
1.T
ingk
at p
artis
ipas
i ang
kata
n ke
rja (
TP
AK
)%
65.7
953
.73
58.4
865
.97
64.2
5
2.T
ingk
at k
esem
pata
n ke
rja (
TK
K)
%92
.21
90.3
689
.09
93.8
394
.94
3.P
ropo
rsi a
nak
beru
mur
7-1
5 ta
hun
yang
bek
erja
%10
.84
5.63
5.21
8.71
6.47
4.P
ropo
rsi a
nak
beru
mur
5-1
7 ta
hun
yang
bek
erja
%12
.50
7.37
7.32
10.7
08.
38
5.P
ropo
rsi p
endu
duk
beru
mur
15
tahu
n ke
ata
s ya
ng
beke
rja m
enur
ut la
pang
an u
saha
di s
ekto
r N
on-P
erta
nian
%31
.82
55.2
931
.26
36.3
923
.36
6.P
ropo
rsi p
endu
duk
beru
mur
15
tahu
n ke
ata
s ya
ng b
eker
jate
rhad
ap ju
mla
h pe
ndud
uk%
42.0
834
.51
36.6
740
.14
38.1
2
PE
NG
ELU
AR
AN
RU
MA
H T
AN
GG
A
1.R
ata-
rata
pen
gelu
aran
per
kap
ita p
endu
duk
Rp
194
419
255
744
213
961
202
234
250
206
2.P
erse
ntas
e pe
ngel
uara
n:
Mak
anan
%64
,71
64.9
862
.97
71.4
865
.22
N
on-m
akan
an%
35.2
935
.02
37.0
328
.52
34.7
8
3.D
istri
busi
pem
bagi
an p
enge
luar
an 4
0 pe
rsen
pen
dudu
k%
22.7
325
.51
23.9
026
.00
23.1
7
berp
enda
pata
n re
ndah
TA
BE
L 2
.2IN
DIK
AT
OR
TA
MB
AH
AN
DI B
IDA
NG
SO
SIA
LH
AS
IL S
UR
VE
I MD
Gs
KE
CA
MA
TA
N
17
No.
Stat
istik
dan
Indi
kato
rSa
tuan
Bant
aeng
Taka
lar
Bone
Polm
anM
amuj
u
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
KEPE
MIL
IKAN
ASE
T D
AN P
OTEN
SI E
KONO
MI L
OKA
L
1.a.
Pers
enta
se ru
mah
tang
ga y
ang
mem
iliki a
set
%77
.84
85.2
589
.66
80.6
174
.33
b.Pe
rsen
tase
rum
ah ta
ngga
men
urut
jeni
s pe
milik
an a
set:
- Pe
rhia
san
emas
%58
.13
59.9
469
.68
60.9
456
.78
- TV
ber
warn
a%
39.0
468
.49
53.7
144
.25
35.4
1
- Te
rnak
(ber
kaki
em
pat)
%30
.69
20.0
037
.57
26.2
218
.80
- Ta
bung
an%
23.9
218
.56
40.5
326
.99
19.1
4
- Ke
ndar
aan
berm
otor
%25
.83
39.3
438
.17
27.3
836
.76
2.a.
Pers
enta
se ru
mah
tang
ga y
ang
men
gusa
haka
n ta
nam
an p
adi
%24
.13
42.4
635
.22
--
b.Ra
ta-ra
ta lu
as la
han
tana
man
pad
i per
rum
ah ta
ngga
ha0.
730.
771.
20-
-
c.Pe
rsen
tase
rum
ah ta
ngga
den
gan
luas
< 0
,5 h
a%
35.8
662
.49
27.3
7-
-
d.Pe
rsen
tase
rum
ah ta
ngga
yan
g m
engu
saha
kan
tana
man
kak
ao%
--
-49
.20
66.2
3
e.Ra
ta-ra
ta lu
as la
han
tana
man
kak
ao p
er ru
mah
tang
gaha
--
-0.
851.
24
e.Ra
ta-ra
ta ju
mla
h po
hon
poho
n-
--
543.
0059
6.00
18
BAB III
PROFIL UMUM PENDUDUK, KETENAGAKERJAAN DAN SOSIAL EKONOMI
Sebelum menganalisis pencapaian indikator MDGs dan indikator-indikator yang ditambahkan untuk memperkaya informasi MDGs di setiap tujuan dan target, maka pada bab ini disajikan kondisi umum mengenai profil penduduk, ketenagakerjaan, pengeluaran rumah tangga, dan komoditi unggulan serta kepemilikan aset. Data dan informasi penduduk, ketenagakerjaan, serta kondisi sosial ekonomi masyarakat merupakan unsur kunci dalam perencanaan pembangunan. Ketiganya mempunyai keterkaitan yang erat. Penduduk merupakan pelaku dan sekaligus menjadi obyek pembangunan. Sebagai pelaku pembangunan, jumlah penduduk yang bertambah setiap tahun berpotensi menjadi sumber tenaga kerja profesional di bidang ekonomi untuk menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan dan menciptakan pendapatan masyarakat. Sebagai obyek pembangunan, peningkatan kualitas penduduk memerlukan perhatian terutama mutu pendidikan dan derajat kesehatan.
Penduduk yang berpendidikan tinggi, memiliki cakrawala pemikiran yang lebih luas dalam menentukan pilihan kegiatan pada lapangan pekerjaan untuk menciptakan pendapatan. Sementara itu dengan memiliki derajat kesehatan yang tinggi, diharapkan akan mampu bekerja secara optimal, meningkatkan produktifitas kerja dan pendapatan. Pada gilirannya akan berimbas pada meningkatnya pendapatan domestik suatu daerah yang diharapkan akan mengurangi jumlah penduduk miskin. Diakui bahwa pertambahan penduduk yang tak terkendali akan memberikan tekanan yang berat pada kehidupan sehari-hari, memicu tingginya pengangguran, menimbulkan permasalahan terhadap penyediaan kebutuhan barang dan jasa, serta fasilitas pelayanan sosial yang diperlukan.
19
3.1 Luas Wilayah dan Administrasi Pemerintahan
Tabel 3.1 Luas Wilayah, Kepadatan Penduduk, dan Pembagian Administrasi Pemerintahan
Kabupaten Luas
Wilayah Km2
Penduduk Ke-
padatan Penduduk
Keca-matan
Desa/ Kelu-rahan
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. Bantaeng
2. Takalar
3. Bone
4. Polewali Mandar
5. Mamuju
395,8
566,5
4 559,0
2 022,3
8 014,1
170 824
252 537
699 472
369 586
296 828
431,6
445,8
153,5
182,8
37,0
8
71)
27
16
15
67
77
372
132
1122)
Catatan: 1) Sekarang mekar menjadi 9 kecamatan 2) Termasuk 4, UPT
Pada Tabel 3.1 terlihat bahwa Kabupaten Mamuju adalah yang terluas wilayahnya 8 014 Km2 dengan tingkat kepadatan terkecil yaitu 37 jiwa per Km2. Kabupaten yang memiliki luas terkecil adalah Kabupaten Bantaeng yang terdiri dari 8 kecamatan meliputi 67 desa memiliki tingkat kepadatan penduduk 431,6 jiwa per Km2. Sementara itu Kabupaten Bone yang mempunyai luas wilayah 4 559 Km2 adalah merupakan kabupaten yang terbanyak jumlah kecamatannya (27) meliputi 372 desa dengan tingkat kepadatan rata-rata 153,5 jiwa per Km2.
Kabupaten Takalar yang pada saat survei dilaksanakan mempunyai 7 kecamatan, namun pada tahun 2007 (DDA 2007) telah dimekarkan menjadi 9 kecamatan, dengan tambahan Kecamatan Galesong, dan Kecamatan Sanrobone. Jumlah desa saat ini adalah 77 desa dengan tingkat kepadatan per Km2 445,8 jiwa. Kabupaten Polewali Mandar merupakan pecahan dari Kabupaten Polewali Mamasa yang sebelumnya mempunyai luas sekitar 2 002 km2 dengan tingkat kepadatan rata-rata 182,8 jiwa per Km2.
20
3.2 Kependudukan
Pada Tabel 3.2 disajikan komposisi dan struktur penduduk di 5 kabupaten tersebut.
Tabel 3.2 Komposisi dan Struktur Penduduk di 5 Kabupaten
Komposisi dan Struktur Penduduk
Bantaeng Takalar Bone Polewali Mandar
Mamuju
(1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. Komposisi Penduduk
a. Menurut jenis kelamin - Laki-laki - Perempuan
b. Menurut Tipe Daerah - Perkotaan - Perdesaan
2. Rasio Jenis Kelamin
(Laki-laki/Perempuan)
3. Struktur Penduduk a. 0 - 14 b. 15 - 64 c. 65 +
4. Rasio Ketergantungan a. Anak 0 - 14 b. Usia Tua 65 +
5. Proporsi Penduduk Berumur 0-18 Tahun memiliki Akte Kelahiran
6. Proporsi Penduduk Cacat
Umur 0-18 Tahun
48.38 51.62
23.09 76.91
93.70
30.63 64.26 5.11
55.61 47.66 7.95
31.01
1.29
47.92 52.08
13.97 86.03
92.00
28.92 64.77 6.31
54.39 44.65 9.74
34.82
1.02
46.87 53.13
14.74 85.26
88.20
29.61 63.48 6.91
57.52 46.64 10.88
47.54
1.04
48.77 51.23
19.43 80.57
95.20
35.16 60.04 4.80
66.55 58.55 8.00
44.14
1.23
51.30 48.70
5.01 94.99
105.40
37.52 59.94 2.54
66.84 62.60 4.24
20.18
1.28
21
Indikator di Bidang Kependudukan
Permasalahan di bidang kependudukan pada umumnya adalah jumlah penduduk yang sangat besar, pertumbuhan yang tinggi, dan penyebarannya yang tidak merata. Suatu daerah yang mempunyai penduduk yang besar seharusnya dapat menjadi modal yang positif untuk pembangunan ekonomi yang berbasis padat karya. Penduduk yang banyak di satu sisi akan menjadi penyedia tenaga kerja yang cukup, dan merupakan salah satu faktor pemacu kemajuan ekonomi. Tetapi dilain sisi, jika sumber daya manusia ini tidak dikelola dengan baik maka jumlah penduduk yang besar akan menjadi beban pembangunan daerah, dan selanjutkan akan menjadi penghambat kemajuan di daerah tersebut. Dengan jumlah penduduk yang besar maka kebutuhan akan pangan, sarana pendidikan, kesehatan, perumahan, serta sarana sosial lainnya harus disediakan oleh pemerintah daerah dalam jumlah yang besar.
Pertumbuhan penduduk yang tidak dikendalikan akan menimbulkan tambahan permasalahan kependudukan yang serius. Kurangnya perhatian pada program keluarga berencana akan membuat tingkat pertumbuhan penduduk naik yang ditandai dengan tingginya tingkat kelahiran. Tingkat pertumbuhan penduduk disuatu daerah dipengaruhi oleh 3 komponen demografi yaitu kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk.
Penyebaran penduduk yang tidak merata juga menjadi permasalahan lain di bidang kependudukan. Pusat-pusat perekonomian yang terkonsentrasi di suatu tempat membuat penduduk juga akan terkonsentrasi di tempat tersebut. Hal ini membuat suatu daerah dimana sebagaian besar penduduknya akan tinggal di suatu wilayah yang mungkin akan sangat padat penduduknya sementara di wilayah lain penduduknya sangat jarang bahkan kosong atau tidak berpenghuni. Pelaksanaan pembangunan yang ditujukan kepada masyarakat akan terhalang atau terkendala oleh ketidak merataan penyebaran penduduk, sehingga ada wilayah yang kelebihan penduduk tetapi ada wilayah yang kekurangan penduduk. Akibatnya akan membuat fasilitas sosial yang ada di suatu wilayah akan kurang memadai tetapi di wilayah lain akan sangat cukup bahkan berlebihan.
22
3.2.1 Komposisi Penduduk
a. Rasio Jenis Kelamin
Pada Tabel 3.2 terlihat bahwa rasio jenis kelamin adalah perbandingan penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan. Angka yang ditunjukkan oleh rasio jenis kelamin menyatakan banyaknya penduduk laki-laki untuk setiap 100 penduduk perempuan. Jika diamati di lima kabupaten hanya ada satu kabupaten yang rasio jenis kelaminnya lebih dari seratus (105), yaitu kabupaten Mamuju. Ini berarti jumlah penduduk laki-laki lebih besar dari jumlah penduduk perempuan yaitu ada 105 penduduk laki-laki untuk setiap 100 penduduk perempuan. Kabupaten Mamuju merupakan lokasi ibukota Provinsi Sulawesi Barat yang baru dimekarkan pada tahun 2005 berpisah dengan Sulawesi Selatan. Arus perpindahan penduduk dengan tujuan Mamuju merupakan faktor penyebabnya, terutama penduduk laki-laki untuk mendapatkan pekerjaan termasuk mutasi PNS ke daerah baru. Rasio jenis kelamin di empat kabupaten lainnya di bawah 100. Artinya di empat kabupaten ini penduduk perempuan lebih banyak daripada penduduk laki-laki. Bahkan di Kabupaten Bone rasio jenis kelamin jauh di bawah 100 yaitu hanya 88.
Dengan jumlah penduduk laki-laki yang lebih sedikit dari penduduk perempuan di daerah-daerah ini menunjukkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi adalah banyaknya penduduk laki-laki yang pergi keluar daerah. Keadaan ini akan lebih jelas lagi jika dilihat dari struktur umur penduduk yang titunjukkan oleh piramida penduduk pada subbab lain pada tulisan ini.
b. Tipe Daerah Yang dimaksud tipe daerah disini adalah daerah perkotaan dan daerah perdesaan. Pada umumnya ciri daerah perkotaan lebih maju dan lebih baik dibanding daerah perdesaan khususnya dibidang sosial ekonomi penduduk. Ciri ini akan menjadi acuan untuk menyatakan suatu wilayah sudah maju atau belum karena di daerah perkotaan fasilitas perekonomiannya lebih maju dan modern dibandingkan daerah perdesaan. Di antara 5 kabupaten
23
hanya ada satu kabupaten yang mempunyai penduduk perkotaan di atas 20 persen, yaitu Kabupaten Bantaeng. Sedangkan empat kabupaten lainnya berada di bawah 20 persen, bahkan Kabupaten Mamuju hanya mempunyai penduduk perkotaan sebesar 5 persen saja. Hal ini dapat menunjukkan bahwa kelima daerah tersebut masih didominasi perdesaan dan perekonomiannya sebagian besar merupakan kegiatan pertanian.
Jika diperhatikan diantara lima kabupaten tersebut Kabupaten Bantaeng sedikit lebih maju dari darah-daerah lain dan Kabupaten Mamuju merupakan daerah yang paling tertinggal dibanding dengan empat kabupaten lainnya.
3.2.2 Struktur Penduduk menurut Kelompok Umur Pengelompokan umur pada tulisan ini hanya dibuat 3 kelompok yaitu kelompok usia muda (0-14 tahun), kelompok usia produktif (15-64 tahun) dan kelompok usia tua/lansia (65 tahun ke atas). Dengan pengelompokan ini juga akan dapat dihitung tingkat ketergantungan penduduk usia muda dan tua/lanjut. Jika dilihat pada tabel 3.2 di atas pada 3 kabupaten di Sulawesi Selatan penduduknya hampir sepertiga masih pada usia muda berada pada kisaran 28-31 persen. Akan tetapi di dua kabupaten di Sulawesi Barat kelompok usia muda berada pada kisaran 35-38 persen. Kabupaten yang persentase penduduk usia di bawah 15 tahun terbesar adalah Kabupaten Mamuju sebesar 37,52 persen, sedangkan yang paling kecil adalah Kabupetan Takalar dengan persentase 28,92 persen.
3.2.3 Rasio Tingkat Ketergantungan Dengan menghitung rasio beban ketergantungan di setiap kabupaten, maka dapat dikatakan di kelima kabupaten tersebut masih relatif tinggi, yaitu berkisar antara 54,39–66,84. Ini berarti setiap 100 penduduk di kelima kabuapten daerah survei MDGs yang produktif harus menanggung 54–67 penduduk yang tidak produktif. Hal ini menjadi beban karena pendapatan yang diperoleh penduduk produktif seharusnya dapat ditabung untuk kemudian diinvestasikan bagi pembangunan di kabupaten-kabupaten tersebut terpaksa harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan primer penduduk tidak produktif yang merupakan beban tanggungan penduduk.
24
3.2.4. Piramida Penduduk Piramida penduduk ini dapat menunjukkan tingkat penyebaran penduduk terhadap masing-masing kelompok umur untuk setiap jenis kelamin. Secara umum seharusnya piramida ini kelihatan mulus seperti halnya piramida dan sebanding antara laki-laki dan perempuan. Jika terjadi ketidak-mulusan dan ada penonjolan-penonjolan di suatu kelompok umur atau terlihat ketidak- seimbangan antara laki-laki dan perempun menandakan adanya sesuatu yang terjadi di data kependudukan tersebut. Yang paling sering terjadi adalah pelaporan umur yang kurang baik dalam survei yang dilakukan. Pelaporan umur yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya dapat terjadi baik karena responden yang melaporkan umurnya dengan tidak benar maupun petugas yang kurang paham dalam memperoleh data umur. Kejadian lain yang membuat piramida kurang tepat adalah keadaan di lapangan yang bernar-benar terjadi seperti banyaknya penduduk laki-laki umur tertentu pergi/merantau ke luar daerah, fenomena alam baik bencana, perang atau kejadian-kejadian lain.
Jika melihat gambar piramida penduduk di lima kabupaten tersebut, maka hanya Kabupaten Mamaju yang piramida penduduknya relative tepat. Kelihatan memang ada selisih penduduk laki-laki lebih kecil dari penduduk perempuan pada kelompok umur 15–44 tahun, hal ini dapat dijelaskan dengan banyak penduduk laki-laki di Kabupaten Mamuju pergi ke daerah lain. Sedangkan empat kabupaten lainnya memperlihatkan gambar piramida yang diduga masih terjadi kesalahan dalam pelaporan umur, sehingga gambar piramidanya kurang beraturan. Contoh gambar piramida penduduk Kabupaten Taklar, penduduk laki-laki kelompok umur 35-39 menonjol sendiri melewati kelompok lain di bawahnya dan di atasnya. Demikian juga gambar piramida penduduk Kabupaten Bone, penduduk perempuan kelompok umur 50-54 juga menonjol keluar melewati kelompok di bawahnya dan di atasnya. Piramida penduduk di setiap kabupaten disajikan pada Gambar 3.1 hingga 3.5.
Persebaran penduduk diantara ke lima kabupaten ini sangat tidak merata. Untuk Provinsi Sulawesi Selatan, tiga kabupaten sangat bervarisi dalam
25
jumlah penduduknya. Kabupaten Bone merupakan daerah yang paling banyak penduduknya yaitu hampir 700 ribu jiwa sedangkan Kabupaten Bantaeng hanya sekitar 171 ribu jiwa saja. Di Sulawesi Barat juga demikian, dua kabupaten mempunyai jumlah penduduk yang berbeda yaitu Kabupaten Polewali Mandar sebesar hampir 400 ribu jiwa, sedangkan Kabupaten Mamuju hanya sekitar 297 ribu jiwa.
Gambar 3.1. Piramida Penduduk Kabupaten Bantaeng
7,705
10,321
9,193
7,869
6,198
6,848
6,395
6,777
4,861
4,262
3,352
2,661
2,276
1,626
1,034
1,259
12000 9000 6000 3000
6,564
8,963
9,576
7,721
7,430
8,613
7,882
7,265
5,259
4,217
4,465
2,761
2,663
1,830
1,278
1,700
0 3000 6000 9000 12000
0 - 4
5 - 9
10 - 14
15 - 19
20 - 24
25 - 29
30 - 34
35 - 39
40 - 44
45 - 49
50 - 54
55 - 59
60 - 64
65 - 69
70 - 74
75 +
Laki-laki Perempuan
26
11,397
12,292
13,808
12,574
9,362
9,001
8,640
10,480
7,532
7,095
5,606
3,405
3,600
2,414
1,874
1,937
15000 12000 9000 6000 3000
11,326
11,578
12,639
12,353
10,416
11,179
10,566
11,395
8,123
6,729
7,212
4,020
4,283
3,691
2,890
3,120
0 3000 6000 9000 12000 15000
0 - 4
5 - 9
10 - 14
15 - 19
20 - 24
25 - 29
30 - 34
35 - 39
40 - 44
45 - 49
50 - 54
55 - 59
60 - 64
65 - 69
70 - 74
75 +
Gambar 3.2 Piramida Penduduk Kabupaten Takalar
Perempuan Laki-laki
Gambar 3.3 Piramida Penduduk Kabupaten Bone
30,324
36,181
39,067
31,088
21,923
22,478
22,015
24,359
18,739
18,352
16,105
14,367
12,341
8,742
6,074
5,691
28,930
35,294
37,306
31,588
26,469
28,255
28,732
28,095
22,932
20,240
24,530
15,736
15,707
10,864
8,536
8,412
40000 30000 20000 10000 0 10000 20000 30000 40000
0 - 4
5 - 9
10 - 14
15 - 19
20 - 24
25 - 29
30 - 34
35 - 39
40 - 44
45 - 49
50 - 54
55 - 59
60 - 64
65 - 69
70 - 74
75 +
Laki-laki Perempuan
27
21,709
23,534
22,496
16,961
12,469
12,859
13,109
13,448
10,847
7,818
6,706
4,777
5,490
3,367
2,457
2,193
25000 20000 15000 10000 5000
19,977
20,988
21,224
16,540
15,011
16,786
14,966
14,003
10,720
7,289
10,139
5,837
6,136
3,618
3,172
2,940
0 5000 10000 15000 20000 25000
0 - 4
10 - 14
20 - 24
30 - 34
40 - 44
50 - 54
60 - 64
70 - 74
Gambar 3.4 Piramida Penduduk Kabupaten Polewali
Perempuan Laki-laki
Gambar 3.5 Piramida Penduduk Kabupaten Mamuju
19,578
518
18,254
14,488
12,094
12,017
10,749
11,017
8,819
7,597
6,365
3,679
3,750
1,932
1,276
1,150
20000 15000 10000 5000
19,
17,559
19,000
17,458
13,613
12,620
13,399
11,255
11,129
7,769
6,079
5,593
3,321
2,558
1,240
915
1,037
0 5000 10000 15000 20000
0 - 4
5 - 9
10 - 14
15 - 19
20 - 24
25 - 29
30 - 34
35 - 39
40 - 44
45 - 49
50 - 54
55 - 59
60 - 64
65 - 69
70 - 74
75 +
Laki-laki Perempuan
28
3.2.5 Akte Kelahiran
Penduduk usia 0-18 tahun yang mempunyai akte kelahiran masih rendah yaitu berada pada kisaran 20-48 persen. Persentase tertinggi tercatat di Kabupaten Bone (47,54%), kemudian pada urutan kedua di Kabupaten Polman (44,14%). Persentase kepemilikan akte kelahiran terendah terjadi di Mamuju yaitu hanya 20,18 persen, sedangkan dua kabupaten di Sulawesi Selatan tercatat 34,82 persen di Takalar dan dan 31 persen di Bantaeng.
Akte kelahiran sangat penting dimiliki oleh setiap anak yang merupakan salah satu pemenuhan hak-hak anak dan jaminan masa depannya. Akhir-akhir ini pemerintah gencar mempromosikan pengurusan akte kelahiran gratis namun implementasinya di lapangan masih lambat pelaksanaannya.
3.2.6 Penduduk Cacat
Pada survei MDGs yang lalu disimpulkan data mengenai kecacatan penduduk yang meliputi jenis cacat tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, tuna fisik, tuna ganda dan lain-lain kecacatan yang diderita. Pada tulisan ini yang akan menjadi fokus pembahasan adalah anak cacat yang berumur 0-18 tahun, karena kelompok ini perlu mendapatkan perhatian dan lebih awal diberikan bantuan khususnya di bidang pendidikan. Meskipun kecacatan ini tidak diharapkan, namun pada kenyataannya masih ada sejumlah anak yang menderita cacat. Persentase anak umur 0-18 tahun yang cacat berada pada kisaran 1,0-1,3 persen.
3.3 Ketenagakerjaan Salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan ekonomi adalah terciptanya tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dengan pertumbuhan ekonomi yang demikian akan memperbesar pendapatan domestik serta pendapatan perkapitanya. Menurut teori ekonomi, semakin tinggi tingkat pendapatan domestik akan berpengaruh pada perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh beberapa faktor produksi yang salah satu di antaranya adalah faktor tenaga manusia atau tenaga kerja yang ikut serta dalam proses produksi menghasilkan barang dan jasa.
29
Penduduk yang termasuk dalam kelompok tenaga kerja adalah penduduk berumur 15 tahun atau lebih yang aktif dalam kegiatan ekonomi yang lebih dikenal dengan istilah “Angkatan Kerja”. Mereka ini adalah kelompok penduduk yang aktif bekerja atau sementara tidak bekerja misalnya karena cuti, dan yang sedang mencari pekerjaan atau disebut penganggur. Penduduk berumur 15 tahun ke atas yang tidak aktif dalam kegiatan ekonomi adalah mereka yang sedang bersekolah, mengurus rumah tangga, dan yang tidak dapat bekerja karena cacat, sebagai penerima pensiun, dan para orang tua jompo. Penduduk yang bekerja tersebar di berbagai lapangan usaha seperti pertanian dan kegiatan di sekor non-pertanian yang meliputi industri pengolahan, pertambangan, perdagangan, dan sebagainya. Dilihat dari status dalam bekerja ada yang berstatus sebagai pekerja bebas atau berusaha sendiri, pengusaha dibantu tenaga yang dibayar, buruh/karyawan/pegawai, dan bahkan sebagai pekerja sukarela tidak dibayar. Peran pekerja untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi tergantung dari peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan lapangan usaha yang diminati, dan tersedianya lowongan pekerjaan. Setiap penduduk baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak yang sama untuk mengakses sumber-sumber ekonomi, dan memilih setiap kegiatan, memperoleh pendapatan tanpa diskriminasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya. Berdasarkan hal-hal yang diuraikan tersebut, maka untuk memonitor kondisi ketenagakerjaan diperlukan indikator-indikator yang dapat memberikan gambaran tentang kondisi ketenagakerjaan. Indikator ketenagakerjaan yang diuraikan pada analisis ini adalah bersifat indikator tambahan di bidang sosial yang belum tercantum dalam tujuan MDGs. Indikator-indikator tambahan dapat dihasilkan dari survei MDGs kecamatan, yang meliputi: 1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 2. Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) 3. Proporsi Anak yang Bekerja Berumur 7-15 Tahun (usia anak sekolah
wajar yang bekerja)
30
4. Proporsi Penduduk yang Berumur 5-17 Tahun (usia pekerja anak)
5. Proporsi Penduduk yang Berumur 15 Tahun ke Atas Bekerja menurut Lapangan Usaha
6. Proporsi Penduduk yang Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja dengan Status Pekerja Bebas/Berusaha Sendiri
7. Proporsi Penduduk yang Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja dengan Status Pekerja Tidak Dibayar
8. Rata-rata upah buruh/karyawan/pegawai
9. Proporsi Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja terhadap Jumlah Penduduk
3.3.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
TPAK mengindikasikan besarnya penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) yang aktif secara ekonomi di suatu wilayah. TPAK diukur sebagai persentase jumlah angkatan kerja (bekerja, dan mencari kerja) terhadap jumlah penduduk usia kerja. Indikator ini menunjukkan besaran relatif dari pasokan tenaga kerja yang tersedia untuk memproduksi barang dan jasa dalam perekonomian suatu daerah. Untuk indikator gender, maka dipilah menjadi TPAK laki-laki dan perempuan. Survei MDGs di lima kabupaten menunjukkan bahwa TPAK penduduk laki-laki jauh lebih tinggi dibandingkan dengan TPAK perempuan. TPAK yang tertinggi terdapat di Kabupaten Polewali Mandar (65,97%), dan yang terendah di Kabupaten Takalar (53,73%). Artinya di Kabupaten Polewali Mandar, dari 100 penduduk berusia 15 tahun ke atas hanya sekitar 66 penduduk yang bekerja. Dilihat menurut jenis kelamin, di Kabupaten Takalar, TPAK laki-laki tercatat lebih dari tiga kali lipat dibandingkan TPAK perempuan yaitu 84,48 persen berbanding 26,96 persen. Sementara itu, TPAK yang mempunyai perbandingan terkecil, terdapat di Kabupaten Polewali Mandar yaitu 87,97 persen berbanding 46,51 persen (lihat Gambar 3.6).
31
Gambar 3.6
TPAK menurut Kabupaten dan Jenis Kelamin, 2007
88.8584.48 86.96 87.97 89.30
45.53
26.96
37.98
53.73 46.51
35.03
65.7958.48
65.97 64.25
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
100
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju
Persen
Laki-laki Perempuan Total
3.3.2 Tingkat Kesempatan Kerja (TKK)
Tingkat kesempatan kerja mengindikasikan besarnya penduduk usia kerja yang bekerja atau sementara tidak bekerja di suatu wilayah. Tingkat kesempatan kerja diukur sebagai persentase penduduk yang bekerja terhadap jumlah angkatan kerja. Survei MDGs di semua kabupaten terpilih menunjukkan bahwa TKK di Kabupaten Mamuju merupakan yang tertinggi yaitu 94,94 persen, yang berarti bahwa setiap 100 angkatan kerja sekitar 95 orang di antaranya sudah bekerja.
Jika diamati per jenis kelamin, tampak bahwa di semua kabupaten tersebut TKK laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan TKK perempuan, namun dengan tingkat perbedaan yang tidak terlalu mencolok (Gambar 3.7). TKK laki-laki tertinggi tercatat di Kabupaten Mamuju yaitu 96,49 persen, sedang yang terendah tercatat di Kabupaten Takalar sebesar 91,77 persen. Sementara itu, TKK perempuan tertinggi tercatat di Kabupaten Polewali Mandar yaitu 92,73 persen, sedang yang terendah di Kabupaten Bone yaitu 82,97 persen.
32
Gambar 3.7
TotalPerempuanLaki-laki
Persen
Mamuju PolmanBoneTakalarBantaeng0
10 20 30 40 50 60 70 80 90
100 93.8389.0990.36
82.9786.52
96.4991.13
94.94 94.4992.73
92.0891.7793.7489.58
92.21
TKK menurut Kabupaten dan Jenis Kelamin, 2007
3.3.3 Proporsi anak yang bekerja berumur 7-15 tahun
Usia 7-15 tahun merupakan usia wajib belajar sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia dan dituangkan dalam bentuk Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1994 tentang pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar, sehingga seharusnya mereka tidak melakukan suatu kegiatan ekonomi dengan alasan apapun. Namun demikian seperti terlihat pada Tabel 3.3 persentase anak 7-15 tahun yang bekerja terhadap jumlah penduduk pada usia yang sama, masih berkisar antara 5-11 persen. Tabel tersebut juga memperlihatkan bahwa pada kelompok umur tersebut persentase penduduk laki-laki yang bekerja berada pada kisaran 3-7 persen sedangkan untuk perempuan berada pada kisaran 0-5 persen.
Dari lima kabupaten terpilih survei MDGs, tampak bahwa di Kabupaten Bantaeng memiliki persentase anak 7-15 tahun yang bekerja terbanyak, yaitu hampir 11 persen sedang persentase terendah terdapat di Kabupaten Bone yaitu 5,21 persen.
33
Di Kabupaten Bantaeng, penduduk laki-laki usia 7-15 tahun yang sudah bekerja mencapai sekitar 7,0 persen dari seluruh penduduk laki-laki pada kelompok umur yang sama dan yang paling rendah 3,82 persen terdapat di Kabupaten Bone. Untuk penduduk perempuan yang bekerja, paling banyak terdapat di Kabupaten Bantaeng yaitu 4,18 persen, dan terendah 0,65 persen di Kabupaten Takalar.
Tabel 3.3 Persentase penduduk berumur 7-15 Tahun yang bekerja menurut kabupaten dan jenis kelamin, 2007
Kabupaten Laki-laki Perempuan Laki-laki+ perempuan (1) (2) (3) (4)
Bantaeng 6,66 4,18 10,84
Takalar 4,98 0,65 5,63
Bone 3,82 1,38 5,21
Polman 5,47 3,24 8,71
Mamuju 4,60 1,87 6,47
3.3.4 Proporsi anak berumur 5-17 tahun yang bekerja
Dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2002 ditetapkan definisi anak yaitu seseorang yang belum berusia 18 tahun. Tabel 3.4 memperlihatkan persentase anak yang bekerja terhadap jumlah anak pada kelompok usia yang sama. Persentase anak laki-laki yang bekerja lebih tinggi dibanding dengan anak perempuan pada kelompok usia tersebut. Bantaeng merupakan kabupaten yang perbandingan persentase anak yang bekerja antara anak laki-laki dan anak perempuan berbeda cukup tinggi, yaitu 8,01 persen untuk anak laki-laki dan 4,49 persen untuk anak perempuan. Pada anak perempuan, persentase terendah tercatat di Kabupaten Takalar yaitu 1,17 persen
34
Tabel 3.4 Persentase Penduduk Bberumur 5-17 Tahun yang Bekerja menurut Kabupaten dan Jenis Kelamin, 2007
Kabupaten Laki-laki Perempuan Laki-laki+ Perempuan
(1) (2) (3) (4)
Bantaeng 8,01 4,49 12,50
Takalar 6,20 1,17 7,37
Bone 5,33 1,99 7,32
Polman 6,80 3,90 10,70
Mamuju 6,03 2,35 8,38
3.3.5 Proporsi Penduduk Bberumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja
menurut Lapangan Usaha
Banyaknya penduduk yang bekerja di setiap lapangan usaha (sektor) mengindikasikan besarnya kontribusi setiap lapangan usaha dalam menyerap tenaga kerja. Indikator ini diukur sebagai persentase penduduk yang bekerja di suatu lapangan usaha tertentu terhadap jumlah penduduk yang bekerja. Untuk kepentingan analisis ini maka lapangan usaha secara umum dibagi dua, yaitu pertanian dan non pertanian.
Gambar 3.8 menyajikan persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan usaha di sektor pertanian dan non-pertanian. Mengingat Indonesia merupakan negara agraris, maka penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian (kecuali Kabupaten Takalar) lebih tinggi dibandingkan dengan lapangan usaha non-pertanian. Penyerapan tenaga kerja di lapangan usaha non-pertanian tertinggi tercatat di Kabupaten Takalar yaitu 55,29 persen, sedang di empat kabupaten lainnya berada pada kisaran 24-37 persen.
35
Gambar 3.8
Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja di Sektor Pertanian dan Non-Pertanian 2007
68.18
44.71
68.7463.61
76.64
31.82
55.29
31.2636.39
23.36
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
100
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju
Persen
Pertanian Non pertanian
3.3.6 Proporsi penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja dengan status berusaha sendiri dan tak dibayar
Tabel 3.5 menunjukkan bahwa Kabupaten Takalar merupakan kabupaten yang persentase tenaga kerja berstatus berusaha sendiri paling tinggi diantara kabupaten-kabupaten lainnya yaitu 41,02 persen. Sebaliknya Kabupaten Bantaeng merupakan kabupaten dengan persentase terendah di kategori tersebut yaitu sekitar seperempat dari seluruh tenaga kerja. Komposisi di 3 kabupaten lainnya untuk status pekerjaan tersebut adalah Kabupaten Polewali Mandar 40,17 persen, Kabupaten Bone 32,36 persen, dan Kabupaten Mamuju 26,02 persen.
Pola yang berbeda dengan di atas terjadi pada tenaga kerja yang berstatus sebagai pekerja tak dibayar. Kabupaten Takalar merupakan kabupaten yang persentase tenaga kerja berstatus sebagai pekerja tak dibayar terendah, yaitu hanya 11,19 persen. Sebaliknya, di Kabupaten Mamuju persentase kategori tersebut mencapai hampir 30,0 persen.
36
Tabel 3.5 Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Kabupaten dan Status Pekerjaan, 2007
Kabupaten Berusaha sendiri
Berusaha dibantu buruh/
karyawan
Buruh/ Kar-
yawan
Pekerja tidak
dibayar Lainnya Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Bantaeng 25,02 28,83 22,21 23,75 0,18 100,00
Takalar 41,20 13,38 32,9 11,19 1,33 100,00
Bone 32,36 26,21 17,61 22,94 0,88 100,00
Polman 40,17 18,43 17,04 22,28 2,09 100,00
Mamuju 26,02 30,56 13,35 29,77 0,3 100,00
3.3.7 Rata-rata upah buruh/karyawan/pegawai
Lazimnya rata-rata upah tenaga kerja laki-laki lebih tinggi dibanding dengan perempuan. Namun pola tersebut tidak ditemukan di Kabupaten Takalar (Tabel 3.6). Di kabupaten tersebut, rata-rata upah tenaga kerja perempuan 13 persen lebih banyak dibandingkan rata-rata upah laki-laki.
Tabel 3.6 Rata-rata Upah/Gaji Buruh/Karyawan/Pegawai Berumur 15 Tahun ke Atas Menurut Kabupaten dan Jenis Kelamin, 2007
Kabupaten Laki-laki Perempuan Rasio (1) (2) (3) (4)
Bantaeng 809 290 612 409 75.67
Takalar 791 119 914 825 115.64
Bone 1 096 831 918 173 83.71
Polman 817 945 690 313 84.40
Mamuju 1 050 226 998 713 94.33
37
3.3.8 Proporsi Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja terhadap Jumlah Penduduk
Persentase penduduk yang bekerja terhadap jumlah penduduk lebih tinggi di Kabupaten Bantaeng yaitu 42,08 persen dibanding dengan kabupaten lain, seperti terlihat pada grafik 3.9
Gambar 3.9
Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja terhadap Jumlah Penduduk menurut Kabupaten dan Jenis Kelamin, 2007
53.51 54.2951.88
29.18
34.51
55.8553.72
28.97
21.13 21.68 17.02
42.08
36.6740.14
38.12
0 10 20 30 40 50 60 70
Bantaeng Takalar Bone Poleman Mamuju
Persen
Laki-laki Perempuan Total
3.4 Pengeluaran Rumah Tangga
Pada subbab ini dibahas pola pengeluaran rumah tangga dan distribusinya. Ada 4 yang merupakan tambahan indikator di luar MDGs, yaitu:
1. Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan (dalam Rp)
2. Persentase rata-rata pengeluaran per kapita sebulan menurut jenis makanan
3. Persentase rata-rata pengeluaran per kapita sebulan menurut kelompok bukan makanan
4. Distribusi pengeluaran rumah tangga (menurut kriteria Bank Dunia dan koefisien gini)
38
3.4.1 Rata-rata Pengeluaran
Pola pengeluaran rumah tangga mencerminkan tingkat kesejahteraan rumah tangga tersebut. Pengeluaran biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Kebutuhan dasar untuk bertahan hidup adalah makanan. Dengan pendapatan yang dimiliki oleh rumah tangga akan digunakan untuk mendapatkan makanan sebagai kebutuhan yang paling pokok. Semakin bertambah pendapatan rumah tangga maka akan bertambah pengeluarannya untuk makanan, namun pada tingkat pendapatan tertentu pengeluaran untuk makanan akan mencapai titik jenuh. Persentase pengeluaran akan beralih pada kebutuhan bukan makanan. Komposisi pengeluaran rumah tangga dapat dijadikan ukuran guna menilai tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk. Makin rendah persentase pengeluaran makanan terhadap total pengeluaran, makin membaik tingkat kesejahteran penduduk.
Pada Tabel 3.7 terlihat bahwa rata-rata pengeluaran terbesar terjadi di Kabupaten Takalar, yaitu sebesar hampir Rp 256 ribu, dan pada urutan kedua di Kabupaten Mamuju sekitar Rp 250 ribu. Rata-rata pengeluaran terendah terjadi di Kabupaten Bantaeng, yaitu kurang dari Rp 200 ribu. Dua kabupaten lainnya yaitu Bone dan Polman berada di atas Rp 200 ribu, yaitu secara berturut-turut masing-masing Rp 214 ribu dan Rp 202 ribu.
Pada Tabel 3.7 juga terlihat bahwa disemua kabupaten persentase pengeluaran untuk makanan terhadap pengeluaran total berada di atas 60 persen. Hal ini menjelaskan bahwa sebagian besar pengeluaran masih diperuntukan memenuhi kebutuhan yang mendasar yaitu makanan. Di Kabupaten Polewali Mandar pengeluaran makanan mencapai lebih dari 70 persen, paling tinggi di antara kabupaten lainnya; sedangkan yang paling rendah adalah pada Kabupaten Bone sebesar 62,97 persen.
39
Tabel 3.7 Rata-rata Pengeluaran Perkapita (Rupiah) sebulan menurut Kabupaten dan Jenis Pengeluaran, Tahun 2007
Pengeluaran Total
Makanan Non-Makanan Kabupaten
Nilai % Nilai % Nilai %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Bantaeng 125.817 64,71 68.602 35,29 194.419 100,00
Takalar 166.192 64,98 89.552 35,02 255.744 100,00
Bone 134.739 62,97 79.223 37,03 213.962 100,00
Polman 144.562 71,48 57.673 28,52 202.235 100,00
Mamuju 163.191 65,22 87.015 34,78 250.206 100,00
Pada Tabel 3.7 tersebut juga terlihat bahwa pengeluaran yang digunakan untuk makanan lebih tinggi dibandingkan dengan pengeluaran bukan makanan. Keadaan ini menunjukkan bahwa 5 kabupaten tersebut masih banyak penduduk yang tingkat kesejahteraannya masih rendah. Dibandingkan dengan kabupaten lainnya, Kabupaten Bone lebih baik.
3.4.2 Pengeluaran menurut Jenis Makanan Bila dilihat dari jenis komoditi yang dikonsumsi pada pengeluaran makanan, tercatat bahwa sebagian besar pengeluaran makanan digunakan untuk kebutuhan bahan makanan pokok yaitu beras (antara 24-31%) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan komoditi makanan lainnya. Komoditas makanan berikutnya dengan persentase yang cukup tinggi adalah ikan (antara 16-22 %), tembakau (11-14%), dan minuman (6-8%).
40
Tabel 3.8 Persentase Rata-rata Pengeluaran Perkapita Sebulan menurut Kabupaten dan Jenis Makanan, Tahun 2007
Kabupaten Jenis Makanan
Bantaeng Takalar Bone Polewali Mandar Mamuju
(1) (2) (3) (4) (5) (6) Beras 25.80 24.10 25.58 31.00 27.59 Jagung 2.72 1.92 2.03 1.63 2.41 Kentang 1.86 1.32 1.11 0.98 1.64 Ikan 17.23 18.90 21.42 21.34 16.66 Daging 1.21 1.43 1.01 0.51 1.20 Telur 4.05 4.25 5.17 3.17 4.08 Sayur 6.16 5.01 3.88 3.49 4.45 Kacang 1.58 1.14 1.52 1.77 2.11 Buah 3.20 3.20 2.79 1.88 2.35 Minyak 4.35 3.97 4.83 4.80 5.09 Minuman 6.46 7.27 6.41 6.52 7.82 Bumbu 1.79 2.87 2.84 3.37 3.78 Makanan Jadi 7.90 7.38 3.98 4.33 3.46 Tembakau 11.30 12.06 12.43 11.72 13.31 Makanan Lainnya 4.38 5.18 5.01 3.50 4.06 Total 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
3.4.3 Pengeluaran Bukan Makanan
Pada Tabel 3.9 terlihat bahwa pola pengeluaran untuk bukan makanan di 5 kabupaten relatif sama. Pengeluaran untuk perumahan mendominasi pengeluaran bukan makanan (antara 41-52 persen) disusul pengeluaran aneka barang (31-36 persen) serta pakaian (6-9 persen). Pengeluaran untuk pesta merupakan pengeluaran paling rendah dibandingkan dengan pengeluaran lainnya pada kelompok bukan makanan yaitu antara 1-3 persen. Pengeluaran untuk pajak yang cukup menarik perhatian adalah di Kabupaten Bone, mencapai 4,20 persen, sementara di kabupaten lainnya hanya antara 2-3 persen.
41
Tabel 3.9 Persentase Rata-rata Pengeluaran Perkapita Sebulan menurut Kabupaten dan Kelompok Bukan Makanan, Tahun 2007
Kabupaten Peru-mahan
Aneka barang Pakaian
Barang tahan lama
Pajak Pesta Total bukan
makanan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
Bantaeng 47.86 33.74 8.99 4.80 2.89 1.72 100.00
Takalar 41.44 35.75 9.24 8.11 2.72 2.74 100.00
Bone 44.85 32.75 8.00 7.78 4.20 2.42 100.00 Polman 49.83 34.24 6.54 5.75 2.44 1.19 100.00 Mamuju 51.08 31.03 7.15 6.69 2.24 1.82 100.00
3.4.4 Distribusi Pengeluaran Rumah Tangga
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan penduduk. Peningkatan pendapatan tersebut seharusnya disertai dengan tingkat pembagian pendapatan yang lebih merata terhadap seluruh kelompok penduduk.
Untuk melihat tingkat pemerataan pendapatan biasanya digunakan indeks gini (gini ratio) atau kriteria Bank Dunia yang membagi penduduk menjadi 3 golongan berpendapatan, 40 persen penduduk berpendapatan rendah, 40 persen penduduk berpendapatan sedang, dan 20 persen penduduk berpendapatan tinggi. Karena tidak tersedianya data pendapatan, maka digunakan data pengeluaran sebagai proksinya.
Ukuran ketimpangan pendapatan (kriteria Bank Dunia) dilihat dari besarnya persentase pendapatan yang dinikmati oleh 40 persen penduduk berpendapatan rendah. Tingkat ketimpangan pengeluaran (proksi pendapatan) dianggap tinggi bila kontribusi pengeluaran kelompok ini kurang dari 12 persen terhadap total seluruh pengeluaran, tingkat ketimpangan sedang bila persentase nontribusi pengeluarannya antara 12-17 persen, dan ketimpangan dianggap rendah bila persentasenya lebih dari 17 persen.
42
Pembagian pendapatan yang disajikan pada Tabel 3.10, menunjukkan bahwa distribusi tingkat pengeluaran menurut kriteria Bank Dunia pada kelompok penduduk dengan pendapatan 40 persen terendah persentasenya antara 22-26 persen (lebih dari 17 persen). Hal ini dapat disimpulkan bahwa dari sisi pengeluaran ketimpangannya tergolong rendah. Dilihat dari angka koefisien gini, distribusi pengeluaran di 5 kabupaten tersebut menunjukkan tingkat ketimpangan yang rendah. Indeks Gini yang paling rendah di Kabupaten Polewali Mandar yaitu 0,22, dan yang paling tinggi di Kabupaten Bantaeng 0,29.
Tabel 3.10 Distribusi Pembagian Pengeluaran Perkapita dan Indeks Gini menurut Kabupaten, Tahun 2007
Kabupaten 40%
pengeluaran rendah
40% pengeluaran
sedang
20% pengeluaran
tinggi Indeks Gini
(1) (2) (3) (4) (5) Bantaeng 22,73 37,21 40,07 0,29 Takalar 25,51 38,80 35,68 0,23 Bone 23,90 37,81 38,29 0,26 Polman 26,00 39,17 34,83 0,22 Mamuju 23,17 37,45 39,38 0,28
3.5 Kepemilikan Aset Salah satu indikator kesejahteraan rumah tangga yang digunakan dalam analisis sosial adalah kepemilikan aset. Indikator ini telah digunakan sebagai salah satu indikator untuk menentukan sasaran penerima bantuan langsung tunai (BLT) yang diberikan oleh pemerintah dalam rangka kompensasi kenaikan harga BBM tahun 2005.
Definisi kepemilikan aset yang digunakan dalam penentuan penerima BLT berbeda dengan uraian pada analisis ini. Kepemilikan aset yang dimaksudkan dalam analisis ini tanpa memperhatikan kualitas dan kuantitasnya, sedangkan dalam penentuan penerima BLT disebutkan bahwa aset yang dimiliki minimal seharga Rp 500.000,-.
43
Ada 5 jenis aset yang digunakan dalam analisis ini, yaitu mempunyai (1) tabungan, (2) perhiasan emas, (3) ternak hewan berkaki empat, (4) TV berwarna, dan (5) kendaraan bermotor seperti sepeda motor, mobil, perahu motor atau kapal.
Hasil survei MDGs Kecamatan 2007 menunjukkan bahwa persentase rumah tangga yang mempunyai paling sedikit 1 jenis aset tertinggi di Kabupaten Bone. Di Kabupaten ini 89,66 persen rumah tangganya memiliki aset. Sementara itu, di Kabupaten Takalar, Polman, Bantaeng, dan Mamuju rumah tanggga yang mempunyai paling sedikit satu jenis aset, berturut-turut masing-masing sebesar 85,25 persen, 80,61 persen, 77,84 persen, dan 74,33 persen (Gambar 3.10).
Gambar 3.10 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Aset Tahun 2007
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
77.8485.25
89.6680.61
74.33
Bila diperhatikan persentase kepemilikan pada setiap jenis aset, pada Tabel 3.11, aset perhiasan emas dimiliki lebih dari 50 persen rumah tangga. Rumah tangga yang paling banyak memiliki aset berupa perhiasan emas terdapat di Kabupaten Bone, yaitu sebanyak 69,68 persen, sedangkan yang paling sedikit terdapat di Kabupaten Mamuju 56,78 persen. Rumah tangga memiliki aset berupa TV berwarna juga cukup banyak, namun persentasenya bervariasi. Persentase yang tertinggi sebesar 68,49 persen dan yang terendah 35,41 persen, masing-masing terdapat di Kabupaten Takalar dan Mamuju. Selain di Kabupaten Takalar, rumah tangga yang memiliki TV berwarna di Kabupaten Bone 53,71 persen.
44
Rumah tangga yang memiliki kendaraan bermotor, ternak berkaki empat, dan tabungan, persentasenya cukup kecil. Kisaran persentase rumah tangga yang memiliki kendaraan adalah 25-40 persen. Persentase tertinggi terdapat di Kabupaten Takalar 39,34 persen, sedangkan persentase terendah di Kabupaten Bantaeng 25,83 persen. Kepemilikan tabungan mempunyai kirasan persentase yang lebih rendah dari kepemilikan kendaraan bermotor, yaitu 18-41 persen. Persentase tertinggi terdapat di Bone 40,53 persen dan terendah di Takalar 18,56 persen. Sementara itu kisaran persentase terendah adalah aset ternak hewan berkaki empat, hanya antara 18-38 persen.
Table 3.11 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Aset menurut Jenis Aset Tahun 2007
Aset Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Perhiasan emas 58,13 59,94 69,68 60,94 56,78
TV berwarna 39,04 68,49 53,71 44,25 35,41
Ternak hewan berkaki empat 30,69 20,00 37,57 26,22 18,80
Tabungan 23,92 18,56 40,53 26,99 19,14
Kendaraan bermotor 25,83 39,34 38,17 27,38 36,76
3.6 Komoditi Unggulan di Bidang Pertanian 3.6.1 Sulawesi Selatan a. Struktur perekonomian di Sulawesi Selatan telah mengalami pergeseran
dari sektor pertanian ke sektor jasa. Pada tingkat provinsi peranan sektor jasa pada tahun 2005 tercatat hampir 42 persen, sedikit meningkat dibandingkan tahun 2004 yang tercatat 40 persen. Sebaliknya peranan sektor pertanian pada tahun 2005 tercatat 30,5 persen menurun perannya dibanding tahun 2004 sebesar 31,3 persen. Peranan sektor industri tampaknya mengalami stagnasi berada pada kisaran 28 persen pada kedua tahun tersebut (lihat Tabel 3.12). Meskipun peranan sektor pertanian hanya tercatat sekitar 30 persen di tahun 2005, namun diakui bahwa provinsi ini masih merupakan lumbung beras yang memasok persediaan untuk wilayah Indonesia timur.
45
Tabel 3.12: Distribusi Persentase PDRB Tanpa Migas atas dasar Harga Berlaku
Provinsi/ Kabupaten
Tahun Pertanian Industri Jasa
(1) (2) (3) (4) (5)
Sulawesi Selatan 2004 2005
31.34 30,47
28,56 27,60
40,10 41,93
Bantaeng 2004 2005
46,85 47,82
15,72 15,26
37,43 36,92
Takalar 2004 2005
56,97 56,17
14,48 14,27
28,55 29,56
Bone 2004 2005
55,91 53,59
11,36 11,71
32,73 34,70
Sulawesi Barat 2004 2005
60,06 59,43
9,63 10,04
30,31 30,53
Polewali Mandar 2004 2005
52,06 50,56
4,67 4,45
43,27 44,99
Mamuju 2004 2005
49,55 47,30
36,98 39,54
12,97 13,17
Sumber: DDA Provinsi dan Kabupaten
b. Struktur Ekonomi Kabupaten
Berbeda dengan pola provinsi, peranan sektor pertanian seperti terlihat pada Tabel 3.12 di Kabupaten Takalar dan Bone masih didominasi sektor pertanian, yaitu masing-masing tercatat kontribusinya sekitar 57 persen dan 56 persen. Peranan sektor jasa menempati urutan ke dua dengan kontribusi masing-masing sekitar 29 persen dan 33 persen. Sebaliknya kontribusi sektor pertanian di Kabupaten Bantaeng tercatat lebih rendah dibanding dengan dua kabupaten lainnya yang tercatat sekitar 47 persen, dan sektor jasa perannya mencapai sekitar 37 persen.
46
c. Tanaman Padi
Padi secara umum merupakan komoditas pertanian unggulan di Sulawesi Selatan.
Berdasarkan hasil survei MDGs Kecamatan 2007, dari 3 kabupaten yang menjadi lokasi survei, terlihat bahwa di Kabupaten Takalar cukup banyak rumah tangga yang mengusahakan tanaman padi dibandingkan Kabupaten Bone dan Bantaeng. Di kabupaten Takalar ada sebanyak 42,46 persen, sedangkan di Kabupaten Bone dan Bantaeng masing-masing sebanyak 35,22 persen dan 24,13 persen.
Tabel 3.13 Persentase Rumah Tangga yang Mengusahakan Tanaman Padi dan Luas Lahan yang Diusahakan di Kabupaten Bantaeng, Takalar, dan Bone, Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2007
Luas lahan (ha)
Kabupaten
Persentase rumah tangga
yang mengusahakan tanaman padi
Total Rata-rata
per rumah tangga
Persentase rumah tangga dengan lahan
< 0,5 ha
(1) (2) (3) (4) (5)
Bantaeng 24,13 7.650 0,73 35,86
Takalar 42,46 19.583 0,77 62,49
Bone 35,22 70.752 1,20 27,37
Namun apabila dilihat menurut luas tanaman padi yang diusahakan seperti terlihat pada Tabel 3.13, jumlah seluruh luas lahan yang diusahakan rumah tangga tani di Kabupaten Bone paling luas dibandingkan Bantaeng dan Takalar. Rata-rata lahan yang diusahakan rumah tangga di Bantaeng dan Takalar relatif sama sekitar 0,8 hektar. Sementara itu persentase rumah tangga petani gurem, yaitu rumah tangga tani yang mempunyai lahan kurang dari 0,5 ha terhadap total rumah tangga tani terbesar di Kabupaten Takalar yaitu 62,49 persen. Petani gurem dianggap sebagai petani yang
47
tingkat kesejahteraannya rendah, sehingga sering dianggap sebagai petani miskin. Di kabupaten Bone terdapat 27,37 persen rumah tangga petani gurem, dan di Kabupaten Bantaeng sebesar 35,86 persen.
3.6.2 Sulawesi Barat
a. Berbeda dengan kontribusi sektor pertanian di Sulawesi Selatan yang relatif rendah, kontribusi sektor pertanian di Sulawesi Barat pada tahun 2004 dan 2005 sekitar 60 persen. Sektor jasa menyumbang sekitar 30 persen. Sektor industri relatif belum berkembang di Sulawesi barat yang hanya tercatat sekitar 10 persen. Provinsi Sulawesi Barat termasuk daerah pengembang komoditi kakao dan kelapa sawit terutama di Kabupaten Mamuju yang memiliki wilayah terluas yaitu lebih dari 8 000 km2.
b. Struktur Ekonomi Kabupaten
Peranan sektor pertanian di Kabupaten Polewali Mandar masih mendominasi PDRB yaitu 52,06 persen di tahun 2004 dan sedikit menurun pada tahun 2005 menjadi 50,56 persen. Sebaliknya peranan sektor jasa telah mencapai 45,00 persen di tahun 2005, naik sekitar 2 persen dibanding tahun sebelumnya (2004).
Berbeda dengan Kabupaten Polewali Mandar, peranan sektor pertanian di Kabupaten Mamuju relatif telah bergeser dari sektor pertanian dengan kecenderungan pada sektor industri seperti ditunjukkan pada Tabel 3.12.
c. Tanaman Kakao
Di Kabupaten Polman terdapat 49.20 persen rumah tangganya mengusahakan tanaman coklat, sedangkan di Kabupaten Mamuju persentasenya lebih tinggi yaitu 66,23 persen. Rata-rata luas lahan tanaman coklat rumah tangga kabupaten polman lebih rendah dari kabupaten Mamuju, begitu pula rata-rata jumlah pohon yang diusahakan rumah tangga (lihat Tabel 3.14).
48
Tabel 3.14 Persentase Rumah Tangga yang Mengusahakan Tanaman Coklat, Luas lahan dan Rata-rata Jumlah Pohon di Kabupaten Mamuju dan Polman Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2007
Luas lahan (ha)
Kabupaten
Persentase rumah tangga
yang mengusahanan tanaman coklat
Total Rata-rata per rumah tangga
Rata-rata jumlah pohon
(1) (2) (3) (4) (5)
Polman 49,20 33.380 0,85 542,38
Mamuju 66,23 54.410 1,24 595.71
49
BAB IV ANALISIS INDIKATOR MDGs TINGKAT KABUPATEN
Pembahasan pada bab ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai pencapaian indikator MDGs, dan perbandingannya di antara 5 kabupaten. Untuk memperkaya informasi, analisis yang dibahas tidak hanya terbatas indikator MDGs, tetapi juga dilengkapi dengan indikator tambahan yang ada relevansinya dengan tujuan dan target MDGs yang dihasilkan dari survei yang sama. Sebagai contoh, karena pada survei MDGs tidak mengumpulkan data tentang konsumsi kalori, maka untuk melengkapinya pada tujuan 1 di sajikan indikator tambahan tentang angka kemisikinan BPS. Di samping itu juga disajikan ukuran tingkat kesejahteraan berupa koefisien Engel sebagai proksi kemiskinan. Nilai koefisien Engel yang dipakai ditetapkan 0,80. Apabila 80 persen atau lebih dari pendapatan yang diperoleh diperuntukkan memenuhi kebutuhan makanan, maka yang bersangkutan dapat dikatakan tingkat kesejahteraannya rendah. Pada tujuan 2 tidak hanya data dan informasi tentang Angka Partisipasi Murni (APM) yang disajikan, tetapi juga dilengkapi dengan Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Sekolah (APS). Pada Angka Melek Huruf (AMH) tidak hanya disajikan untuk penduduk usia 15-24 tahun, tetapi juga dilengkapi dengan AMH untuk penduduk usia 15 tahun ke atas dan 45 tahun ke atas. Pada tujuan 4, 5, dan 6 disajikan indikator tambahan tentang pemberian ASI dan rata-rata lama pemberiannya (dalam bulan), pemberian ASI eksklusif, imunisasi lengkap untuk balita, penggunaan kelambu untuk tidur pada balita, ukuran LILA untuk wanita usia subur (WUS), pemeriksaan kehamilan K4, pemberian vitamin A, dan konsumsi garam beryodium. Indikator yang ditambahkan pada tujuan 7 yang mempunyai relevansi dengan kesehatan lingkungan, adalah penanganan sampah dan penggunaan penerangan listrik oleh rumah tangga. Pada tujuan ini juga ditambahkan indikator tentang proporsi rumah layak huni berdasarkan kriteria tertentu. Uraian pada bab ini disesuaikan dengan urutan tujuan dan target MDGs.
51
4.1. Tujuan 1: Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan
Target 1:
Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya kurang dari $ 1 (PPP) per hari menjadi setengahnya antara 1990-2015
Tujuan pembangunan suatu negara adalah menciptakan kesejahteraan penduduk yang diindikasikan dengan meningkatnya pendapatan per kapita, menurunnya kemiskinan, tersedianya kebutuhan dasar penduduk dengan harga yang terjangkau, rendahnya tingkat inflasi, dan tersedianya kesempatan kerja. Kenyataan yang terjadi, belum semua lapisan penduduk merasakan hasil pembangunan dan mampu mengakses fasilitas dan sumber ekonomi yang tersedia, sehingga masih diperlukan perjuangan untuk melepaskan diri dari kemiskinan.
Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi hampir semua negara, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Jumlah dan persentase penduduk miskin tergantung ukuran dan kriteria yang disepakati oleh suatu negara. Dengan adanya ukuran yang berbeda-beda, sangat sulit melakukan perbandingan, sehingga diperlukan sebuah standar pengukuran. Pada tingkat global digunakan kriteria $1 (PPP) sebagai ukuran standarnya. Demikian juga di dalam suatu negara terutama yang memiliki wilayah yang luas dan kondisi geografis yang berbeda, diperlukan standar ukuran yang disepakati.
Selain ukuran kemiskinan, standar tersebut lazim juga digunakan nilai Koefisien Engel pada batas tertentu sebagai ukuran tingkat kesejahteraan penduduk yang menjadi proksi kemiskinan, serta persentase kontribusi pengeluaran penduduk pada kuantil pertama terhadap total pengeluaran.
Di Indonesia, pengentasan kemiskinan sejak awal pembangunan dilaksanakan, telah menjadi prioritas program pemerintah. Program penghapusan kemiskinan secara eksplisit tercantum dalam dokumen RPJP, RPJM dan RENSTRA Pembangunan di pusat dan di daerah.
52
Pada target ini disajikan 3 indikator, yaitu:
1. Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemiskinan
Ukuran kemiskinan yang resmi disepakati pemerintah Indonesia saat ini bersumber dari BPS yang menggunakan pendekatan kebutuhan dasar.
Seseorang dikategorikan miskin apabila pendapatan yang diperoleh setiap bulan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Kebutuhan dasar hidup tersebut meliputi kecukupan energi 2100 kilo kalori per kapita per hari untuk makanan, dan kecukupan biaya untuk non-makanan yang meliputi: perumahan, sandang, pendidikan, kesehatan, transpor, dan kebutuhan dasar yang lain
Sebelumnya telah dijelaskan, karena tidak tersedianya data konsumsi kalori pada survei MDGs kecamatan, maka data kemiskinan yang disajikan pada Tabel 4.1.1 menggunakan angka resmi pemerintah hasil Susenas 2007.
Tabel 4.1.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Kabupaten Tahun 2007
Kabupaten Garis
Kemiskinan (Rp/kapita/bulan)
Jumlah (orang) Persentase
(1) (2) (3) (4) Bantaeng 90.258 20.700 12.12 Takalar 144.065 34.700 13.80 Bone 127.752 131.600 18.84 Polman 140.796 88.500 24.96 Mamuju 119.031 30.400 10.43
Sumber: Susenas Modul 2007, BPS
Pada tabel terlihat bahwa Kabupaten Polewali Mandar mempunyai persentase penduduk miskin terbesar yaitu 24.96 persen atau 88.500 orang. Persentase penduduk miskin Kabupaten Bantaeng paling rendah yaitu sebesar 10.41 persen, atau dengan pertaan lain di Kabupaten Bantaeng setiap 100 orang penduduk, 9 atau 10 orang diantaranya adalah miskin.
53
Gambar 4.1.1 Persentase Penduduk Miskin menurut Kabupaten, Tahun 2007
24.96
10.43
18.84
13.8012.12
0.00
4.00
8.00
12.00
16.00
20.00
24.00
28.00
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju
2. Proporsi Penduduk yang Tingkat Kesejahteraannya Rendah (Koefisien Engel)
Seseorang dikatakan tingkat kesejahteraannya rendah, apabila persentase nilai pengeluaran konsumsi makanan lebih besar atau sama dengan nilai koefisien tertentu. Batas nilai ini dinamakan Koefisien Engel. Pada analisis ini nilai koefisien Engel yang dipakai adalah ≥ 0,80.
Makin tinggi persentase pengeluaran yang digunakan untuk makanan, umumnya makin rendah tingkat kesejahteraannya dan kemungkinan besar tergolong miskin. Persentase penduduk yang berada di atas nilai Koefisien Engel disjikan pada Tabel 4.1.2. Pada tabel tersebut terlihat bahwa persentase pengeluaran untuk makanan dengan batasan koefisien Engel ≥ 0,80 persen paling tinggi terdapat di Kabupaten Polewali Mandar sebesar 33,12 persen. Kabupaten Bantaeng merupakan kabupaten yang tingkat kesejahteran penduduknya relatif lebih baik dibandingkan kabupaten lainnya, yaitu 8,02 persen. Pola yang dihasilkan dari persentase penduduk berdasarkan nilai koefisien Engel yang diperoleh dari hasil survei MDGs kecamatan sejalan dengan data kemiskinan hasil Susenas, BPS.
54
Tabel 4.1.2 Persentase Penduduk Berdasarkan Nilai Koefisien Engel menurut Kabupaten, Tahun 2007
Koefisien Engel Kabupaten < 0,8 ≥ 0,8
Total
(1) (2) (3) (4) Bantaeng 91,98 8,02 100,00 Takalar 88,11 11,89 100,00 Bone 88,55 11,45 100,00 Polman 66,88 33,12 100,00 Mamuju 75,59 24,41 100,00
3. Kontribusi Kuantil Pertama Penduduk Berpendapatan Terendah terhadap Total Konsumsi Kontribusi penduduk kuantil terendah merupakan indikator yang memberikan gambaran mengenai ketimpangan distribusi pendapatan dalam masyarakat atau juga disebut ukuran ketimpangan relatif.
Penduduk di suatu daerah diurutkan menurut besar pendapatan per kapitanya kemudian dikelompokkan menjadi 5 kelompok pengeluaran per kapita dari terendah ke tertinggi. Kelompok 20 persen terendah pertama disebut kuantil pertama dan 20 persen kuantil berikutnya disebut kuantil kedua dan seterusnya. Konsep ini dapat digunakan untuk melihat tingkat kesejahteraan rumah tangga secara dinamis, karena ukuran ini membandingkan tingkat kondisi kehidupan ekonomi pada lapisan masyarakat. Kontribusi pengeluaran penduduk pada kelompok pertama (kuantil 1) lazim juga digunakan sebagai indikator proksi untuk mengetahui tingkat kesejahteraan. Semakin tinggi persentase kontribusi pengeluaran pada kelompok ini terhadap total pengeluaran, semakin rendah ketimpangannya atau secara umum semakin membaik tingkat kesejahteraan penduduknya. Pada Tabel 4.1.3, disajikan kontribusi pengeluaran setiap kuantil. Pada kuantil pertama berkisar antara 9,58 persen sampai dengan 11,40 persen. Ini berarti bahwa kontribusi pengeluaran perkapita kuantil terendah di lima kabupaten masih di bawah 12 persen. Kontribusi yang terendah berada di Kabupaten Bantaeng yaitu 9,58 persen dan yang tertinggi di Kabupaten Polewali Mandar 11,40 persen.
55
Tabel 4.1.3 Persentase Pengeluaran Per Kapita Sebulan menurut Kabupaten dan Kuantil Pengeluaran Perkapita Sebulan, Tahun 2007
Kabupaten Kuantil 1 Kuantil 2 Kuantil 3 Kuantil 4 Kuantil 5
(1) (2) (3) (4) (5) (6) Bantaeng 9,58 13,15 16,29 20,92 40,07 Takalar 11,10 14,41 17,33 21,47 35,68 Bone 10,21 13,68 16,64 21,17 38,29 Polman 11,40 14,60 17,55 21,62 34,83 Mamuju 9,89 13,27 16,28 21,17 39,38
Target 2:
Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya antara 1990-2015
Indikator yang digunakan sebagai proksi terhadap penduduk yang menderita kelaparan adalah prevalensi balita kurang gizi.
3. Prevalensi Balita Kurang Gizi
Prevalensi balita kurang gizi adalah perbandingan antara balita berstatus kurang gizi dengan balita seluruhnya di suatu daerah pada satu tahun tertentu dinyatakan dalam persen.
Prevalensi status gizi balita diperoleh melalui berat badan, umur dalam bulan, dan jenis kelamin. Kategori status gizi ditentukan dengan menggunakan standar NCHS-WHO yang membagi 4 kelas status gizi balita berdasarkan Z score (skor simpang baku) yaitu,
1. Gizi lebih ( Z score >= +2) 2. Gizi normal (-2 < Z score <+2) 3. Gizi kurang (-3 < Z score < -2) 4. Gizi buruk (Z score <= -3) Prevalensi balita kurang gizi secara universal digunakan sebagai indikator untuk memonitor status kesehatan penduduk. Prevalensi balita kurang gizi adalah gabungan antara balita berstatus gizi buruk dan balita berstatus gizi kurang.
56
Prevalensi balita kurang gizi dapat dilihat dengan dua cara yaitu pertama berdasarkan perbandingan ukuran berat badan terhadap umur, dan kedua berdasarkan perbandingan ukuran tinggi badan terhadap umur. Gizi kurang merupakan salah satu masalah utama pada balita. Berdasarkan hasil survei MDGs kecamatan berdasarkan perbandingan b erat badan dan umur persentase balita dengan status gizi kurang di 5 kabupaten berkisar antara 22,47 persen (Kabupaten Takalar) sampai dengan 26,22 persen (Kabupaten Mamuju).
Sedangkan gizi buruk adalah keadaan kurang gizi yang terindikasi dengan tingkat berat badan yang rendah disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama. Kabupaten yang paling tinggi persentase balita dengan status gizi buruk seperti terlihat pada Tabel 4.1.4 adalah Kabupaten Mamuju yaitu sebesar 14,24 persen, diikuti oleh Kabupaten Polman sebesar 13,42 persen. Sedangkan kabupaten yang persentase balita dengan status gizi buruk terendah adalah Kabupaten Takalar dengan 6,66 persen balita.
Tabel 4.1.4 Persentase Balita menurut Status Gizi Berdasarkan BB/Umur, 2007
Kabupaten Gizi Buruk
Gizi Kurang
Gizi Normal Gizi Lebih Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Bantaeng 7.54 22.85 66.02 3.59 100.00
Takalar 6.66 22.47 67.46 3.41 100.00
Bone 11.08 25.00 61.16 2.76 100.00
Polman 13.42 24.67 59.22 2.69 100.00
Mamuju 14.24 26.22 56.86 2.68 100.00
Hasil survei MDGs kecamatan menunjukkan kabupaten dengan persentase balita gizi buruk dan kurang terbesar adalah di Kabupaten Mamuju yaitu sebesar 40,46 persen. Sedangkan pada urutan ke dua adalah Kabupaten Polman dengan persentase sebesar 38,09 persen. Kabupaten yang paling sedikit persentase balita gizi buruk dan kurang adalah Kabupaten Takalar yaitu sebesar 29.13 persen.
57
Sebagai informasi tambahan prevalensi status gizi dapat pula dilihat berdasarkan perbandingan antara tinggi badan dan umur dalam bulan, (Gambar 4.1.2) menunjukkan bahwa dari 5 kabupaten, 3 di antaranya menunjukkan persentase balita yang pendek lebih dari 50 persen, persentase terbesar balita yang dikategorikan pendek di Kabupaten Bantaeng yaitu 58,51 persen. Sedangkan balita dengan tinggi badan normal terbesar di Kabupaten Takalar yaitu 54,14 persen.
Gambar 4.1.2 Persentase Balita Menurut Status Gizi Berdasarkan TB/Umur
58.51
45.86 48.52
54.37 53.68 41.49
54.14 51.48
45.63 46.32
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju Pendek Normal
4.2 Tujuan 2: Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua Target 3:
Memastikan pada 2015 semua anak-anak dimanapun, laki-laki maupun perempuan dapat menyelesaikan pendidikan dasar
Indikator yang dianalisis tingkat pencapaiannya pada tujuan ini meliputi Angka Partisipasi Murni (APM) di berbagai jenjang pendidikan (sejak usia dini, SD/MI, SMP/MTs, dan SM/MA), Angka Melek Huruf (AMH) penduduk usia 15-24 tahun, Angka Putus Sekolah (DO) di tingkat SD/MI dan SMP/MTs, dan Angka Partisipasi Sekolah (APS) anak penyandang cacat usia 7-18 tahun. Di samping indikator tersebut pada jenjang pendidikan SD/MI dan SMP/MTs dilengkapi pula dengan indikator tambahan, yaitu Angka Partisipasi Kasar (APK) dan APS. Untuk AMH ditambahkan dua indikator yang sering dibutuhkan konsumen data yaitu AMH penduduk berusia 15 tahun ke atas dan 45 tahun ke atas. Selain indikator tersebut, pada survei
58
MDGs juga dikumpulkan data dan informasi mengenai ijazah tertinggi yang dimiliki, alasan penduduk usia 7-24 tahun yang tidak bersekolah dan rata-rata lama sekolah. Ketiga jenis indikator ini disajikan sebagai tambahan untuk melengkapi gambaran pencapaiannya pada analisa ini.
1. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Undang-undang no. 20 tahun 2003 serta penjelasannya pada pasal 28 ayat 1 bahwa pendidikan anak usia dini diselenggarakan bagi anak sejak lahir sampai dengan enam tahun dan merupakan prasyarat untuk mengikuti pendidikan dasar. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah pendidikan pra sekolah yang diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, melalui jalur pendidikan formal di taman kanak-kanak (TK), raudhatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat, dan pendidikan non-formal yaitu kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat, dan pendidikan lainnya yang diselenggarakan oleh keluarga atau lingkungan.
APM PAUD usia 5-6 tahun adalah perbandingan anak yang sedang mengikuti PAUD baik di jalur pendidikan formal seperti taman kanak-kanak (TK), raudhatul athfal (RA) maupun non-formal seperti Pos PAUD, Kelompok Bermain (Play Group) terhadap anak usia 5-6 tahun
Tabel 4.2.1 Persentase Penduduk Usia 0-6 tahun yang sedang mengikuti PAUD menurut Kabupaten dan Kelompok Umur, Tahun 2007
No Kabupaten 0-2 tahun 3-4 tahun 5-6 tahun (1) (2) (3) (4) (5) 1. Bantaeng 0,7 15,5 14,9 2. Takalar 0,8 13,7 18,5 3. Bone 1,3 16,4 31,7 4. Polman 0,0 13,6 18,8 5. Mamuju 0,0 11,3 17,2
59
Pada tabel 4.2.1 terlihat bahwa secara umum tingkat PAUD masih rendah terutama di Kabupaten Bantaeng dan Mamuju. Kabupaten Bone memiliki angka PAUD terbesar, baik kelompok usia 0-2 tahun (1,3 persen), 3-4 tahun (16,4 persen) dan 5-6 tahun (31,7 persen). Semakin tinggi usia anak semakin besar tingkat partisipasi mengikuti pendidikan usia dini.
PAUD kelompok usia 5-6 tahun sebagai pendidikan pra sekolah diperuntukan sebagai bekal persiapan memasuki jenjang sekolah dasar. Manfaat PAUD antara lain menyiapkan anak masuk sekolah, mensukseskan penuntasan wajib belajar sembilan tahun, untuk bersosialisasi dengan lingkungan baru, mendorong anak meningkatkan kemampuan berkomunikasi, memperkenalkan pada nilai-nilai universal dan membantu membangun kreativitas anak (Nina Sardjunani, 1995).
2.a Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah Dasar (SD/MI)
APM SD/MI adalah perbandingan antara banyaknya penduduk usia 7-12 tahun yang sedang bersekolah di jenjang pendidikan SD/MI dengan jumlah penduduk pada kelompok usia yang sama, dinyatakan dalam persen.
Indikator APM SD/MI digunakan untuk melihat penduduk usia sekolah yang bersekolah tepat waktu. Menurut Inpres No. 5 tahun 2006 target APM) SD/MI ditetapkan sekurang-kurangnya 95 persen pada akhir tahun 2008. Target ini sesuai dengan target MDGs pada tahun 2015 APM SD/MI mencapai 95 persen sudah termasuk berhasil.
Gambar 4.2.1
APM SD/MI Tahun 2007
85.3 85.6 88.9 88.3 88.8
01020
30405060
708090
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju
60
APM SD/MI atau yang sederajat di lima kabupaten masih belum mencapai target. APM SD/MI di lima kabupaten masih berkisar antara 85 hingga 88 persen. Dilihat menurut daerah; APM SD/MI di daerah perkotaan relatif sama dengan di daerah perdesaan. Dilihat menurut jenis kelamin, APM SD/MI perempuan sedikit lebih tinggi dibandingkan laki-laki terutama terdapat di Kabupaten Bantaeng dan Takalar. Sedang apabila dilihat menurut kelompok pengeluaran rumah tangga tingkat partisipasi murni SD/MI tidak mempunyai pengaruh yang berarti (lihat Gambar 4.2.1 – 4.2.4).
Gambar 4.2.2 Gambar 4.2.3
Gambar 4.2.4
APM SD/MI menurut Tipe Daerah, Tahun 2007
890 5.8 85.283.4 86.8 87.4
79.8
85.3 85.9 89.3 88.4 89.2
85.6 88.9 88.3 88.8
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju Perkotaan Perdesaan K+D
APM SD/MI menurut Jenis Kelamin, Tahun 2007
84.3 84.188.8 88.2 88.8 88.7 88.389.087.386.4
0102030405060708090
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju Laki-laki Perempuan
APM SD/MI menurut Golongan Pengeluaran Tahun 2007
84.6 85.8 89.3 87.2 87.783.4 83.4 85.7 91.0 87.8 90.2 89.289.586.7 88.1
0
20 40
60 80
100
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju 40% bawah 40% menengah 20% atas
61
2.b Angka Partisipasi Kasar (APK) SD/MI
Penuntasan wajib belajar sembilan tahun selain diukur dari APM juga diukur dengan APK. Inpres No. 5 tahun 2006 mentargetkan bahwa APK SD/MI sekurang-kurangnya mencapai 95 persen pada akhir tahun 2008.
APK SD/MI adalah perbandingan antara penduduk yang sekolah (tanpa memperhatikan umurnya) pada jenjang pendidikan SD/MI terhadap jumlah penduduk pada kelompok usia 7-12 tahun
Terdapat perbedaan antara APK dan APM. Perbedaan tersebut disebabkan adanya murid yang bersekolah di jenjang tertentu namun umurnya diluar batasan usia sekolah.
Di lima kabupaten terjadi perbedaan antara APK dan APM sekitar 13 hingga 17 persen pada tingkat SD/MI. Hal ini menunjukkan terdapat sekitar 13 hingga 17 persen anak yang bersekolah di SD/MI yang usianya kurang dari 7 tahun dan lebih dari 12 tahun. Di Kabupaten Bantaeng APK SD/MI sebesar 101,8 persen dan APM SD/MI sebesar 85,3 persen. Terdapat perbedaan sebesar 16,5 persen, artinya di Kabupaten Bantaeng terdapat sekitar 16 persen anak SD/MI yang usianya kurang dari 7 tahun dan lebih dari 12 tahun (Gambar 4.2.5).
Gambar 4.2.5 APK dan APM SD/MI, Tahun 2007
101.8 103.0 104.6 101.4105.8
88.8 88.388.985.3 85.6
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju APK APM
62
3.a Angka Partisipasi Murni (APM) SMP/MTs
APM SMP/MTs adalah perbandingan antara banyaknya penduduk usia 13-15 tahun yang sedang bersekolah di jenjang pendidikan SMP/MTs dengan jumlah penduduk pada kelompok umur yang sama, dinyatakan dalam persen.
APM SMP/MTs di lima kabupaten masih belum mencapai target. Semakin tinggi jenjang pendidikan semakin rendah APM-nya. APM SMP/MTs separuh lebih rendah dari APM SD/MI (lihat Gambar 4.2.6). Suatu negara sudah dapat dikatakan berhasil apabila tingkat pencapaian APM-SMP/MTs sekurang-kurangnya 95 persen.
Gambar 4.2.6 APM SMP/MTs Tahun 2007
50.0855.16 54.29
50.1453.86
0
10
20
30
40
50
60
Kab Bantaeng Kab Takalar Kab Bone Kab Polman Kab Mamuju
APM SMP/MTs di lima kabupaten masih berkisar antara 50 hingga 55 persen, Sehingga untuk mencapai APM minimal 95 persen perlu dilakukan upaya khusus. Faktor yang menyebabkan belum tercapainya target tersebut secara umum dikarenakan oleh kebijakan program pendidikan (wajib belajar 9 tahun) tidak langsung diikuti oleh pembebasan biaya pendidikan, lokasi sekolah yang masih jauh dari tempat tinggal serta faktor budaya seperti anak perempuan setelah akil balik siap untuk dinikahkan, sedang laki-laki dewasa mempunyai tugas membantu orang tua mencari nafkah (Soedarti Surbakti dkk. dalam buku seri 1, Upaya Pemantauan dan Evaluasi Program Pelayanan Sosial Ibu dan Anak melalui Indikator Pembangunan Milenium di Indonesia).
63
APM SMP/MTs di daerah perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah perdesaan, terutama terdapat di Kabupaten Bantaeng, Polman dan Bone. Jika dilihat menurut jenis kelamin APM SMP/MTs perempuan relatif sama dibandingkan laki-laki.
Gambar 4.2.7 Gambar 4.2.8
Dilihat dari distribusi menurut kelompok pengeluaran mengindikasikan bahwa pengeluaran rumah tangga berpengaruh terhadap tingkat pencapaian APM SMP/MTs. Semakin tinggi golongan pengeluaran, semakin tinggi APM SMP/MTs. Pada golongan pengeluaran 40 persen terendah APM SMP/MTs mencapai sekitar 42 hingga 46 persen, sedangkan pada golongan pengeluaran 20 persen teratas lebih tinggi yaitu sekitar 61 hingga 69 persen. Kondisi ini terjadi di semua kabupaten (Gambar 4.2.9).
Gambar 4.2.9
APM SMP/MTs menurut Tipe Da rah e
dan Kabupaten, Tahun 2007 63.9 62.4
53.3 53.9 53.9
47.3
56.455.3
44.9 55.1
0 10 20 30 40 50 60 70
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju
Perkotaan Perdesaan
Tahun 2007
51.255.2
53.2 49.6 50.7 53.3 54.5 49.1
55.555.2
0
10
20
30
40
50
60
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju Laki-laki Perempuan
APM SMP/MTs menurut Jenis Kelamin
APM SMP/MTs menurut Golongan Pengeluaran, Tahun 2007
44.3 43.4 45.2 42.6 45.6
53.757.3 61.0 60.7
55.5 55.7
69.0 68.0 66.761.1
0
10
20
30
40
50
60
70
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju
40% bawah 40% menengah 20% atas
64
3.b Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP/MTs
APK SMP/MTs adalah perbandingan antara penduduk yang sekolah (tanpa memperhatikan umurnya) pada jenjang pendidikan SMP/MTs terhadap jumlah penduduk pada kelompok usia 13-15 tahun
Tingkat pencapaian APK SMP/MTs, di lima kabupaten masih belum tercapai, sehingga diperlukan upaya khusus untuk meningkatkannya. APK SMP/MTs yang kurang dari 70 persen terdapat di Kabupaten Poliwali Mandar dan Kabupaten Bantaeng (Gambar 4.2.10). Di lima kabupaten terjadi perbedaan antara APK dan APM SMP/MTs sekitar 14 hingga 20 persen.
Gambar 4.2.10
APK dan APM SMP/MTs, Tahun 2007
67.175.9
72.064.9
72.1 53.9 50.1
54.355.250.1
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju APK APM
4.a Angka Partisipasi Murni (APM) SM/MA
APM SM/MA adalah perbandingan banyaknya penduduk usia 16-18 tahun yang sedang bersekolah pada jenjang pendidikan SM/MA dengan jumlah penduduk pada kelompok usia yang sama, dinyatakan dalam persen
Tingkat pencapaian APM-SM/MA bila dibandingkan dengan APM SD/MI hanya sepertiganya. APM SM/MA di daerah perkotaan hampir dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan APM SM/MA daerah perdesaan. Hal ini didebabkan karena falisitas sekolah pada jenjang SM/MA umumnya berada di kabupaten atau di ibukota kecamatan tertentu. Karenanya pembangunan sekolah atau program tambah ruang kelas (TRK) berikut sarananya seperti guru terutama pada jenjang SM/MA perlu menjadi prioritas.
65
Gambar 4.2.11 Gambar 4.2.12
Dilihat menurut jenis kelamin tingkat pencapaian APM SM/MA perempuan relatif tidak berbeda dibandingkan dengan laki-laki, kecuali di Kabupaten Takalar dan Mamuju.
Dilihat dari distribusi menurut kelompok pengeluaran mengindikasikan bahwa pengeluaran rumah tangga berpengaruh terhadap APM SM/MA. Semakin tinggi golongan pengeluaran, semakin tinggi APM SM/MA. Pada golongan pengeluaran 40 persen terendah APM SM/MA sekitar 18 hingga 26 persen sedangkan pada golongan pengeluaran 20 persen teratas APM SM/MA lebih tinggi yaitu sekitar 44 hingga 65 persen. Hal Ini menunjukkan bahwa anak dari keluarga kurang mampu sangat sedikit yang bersekolah di jenjang SM/MA. Kondisi ini terjadi di semua kabupaten.
Gambar 4.2.13
APM SM/MA menurut Tipe Daerah, Tahun 2007
44.1 39.5
53.0 50.955.2
30.1 34.2 32.228.9 31.1
0
20
40
60
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju
%
Perkotaan Perdesaan
33.637.0
35.136.833.6 33.2 34.4
30.5 32.833.6
0
20
40
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju
%
Laki-laki Perempuan
APM SM/MA menurut Golongan Pengeluaran, Tahun 2007
18.7 21.4 21.0 18.6
64.8
54.4 58.1 59.2
44.2
26.1
39.7 31.6
34.3 33.6 38.2
0 10 20 30 40 50 60 70
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju 40% bawah 40% menengah 20% atas
APM SM/MA menurut Jenis Kelamin, Tahun 2007
66
4.b Angka Partisipasi Sekolah (APS)
Indikator ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemerataan pendidikan pada setiap jenjang pendidikan menurut kelompok umur.
APS untuk kelompok usia sekolah 7-12 tahun, 13-15 tahun, dan 16-18 tahun, adalah perbandingan antara penduduk kelompok usia tersebut yang bersekolah terhadap penduduk masing-masing kelompok usia tersebut yang dinyatakan dalam persentase. APS menunjukkan persentase penduduk usia sekolah yang sedang bersekolah.
Gambar 4.2.14
APS menurut Kelompok Umur Sekolah, Tahun 2007
91.0 94.2 95.7 92.7 94.1
66.073.0 68.7 65.5
73.4
38.4 42.4 42.4 41.1 42.0
0
20
40
60
80
100
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju
7-12 thn 13-15 thn 16-18 thn
Pemerataan pendidikan sudah terjadi pada kelompok usia 7-12 tahun. Namun di kelompok usia 13-15 tahun dan 16-18 tahun persentase yang tidak sekolah masih tinggi. Pada penduduk kelompok usia 13-15 tahun terdapat sekitar 26 hingga 34 persen yang tidak sekolah. Kondisi ini perlu menjadi perhatian bersama khususnya pemerintah daerah.
APS penduduk usia 16-18 tahun lebih rendah dibandingkan APS penduduk usia 7-12 tahun maupun 13-15 tahun. Separuh lebih penduduk usia 16-18 tahun tidak bersekolah. APS 16-18 tahun terendah terdapat di Kabupaten Bantaeng (38,4 persen).
67
5. Partisipasi Sekolah Penyandang Cacat Usia 7-18 Tahun Anak yang menyandang cacat usia 7-18 tahun yang mengalami hambatan fisik dan/atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar (UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, pasal 1 ayat (7)). Pendidikan bagi para penyandang cacat (penca) merupakan bagian dari sistem pendidikan secara keseluruhan (resolusi PBB No. 48/96 Tahun 1993).
Gambar 4.2.15
Secara umum APS penca usia 7-18 tahun masih dibawah 50 persen, terendah terdapat di Kabupaten Bantaeng 30,2 persen sedangkan yang tertinggi di Kabupaten Mamuju 49,7 persen.
6. Angka Putus Sekolah (DO) SD/MI dan SMP/MTs
Putus sekolah adalah berhenti sekolah sebelum tamat/lulus dari jenjang sekolah yang bersangkutan. Angka putus sekolah (DO) SD/MI adalah proporsi dari penduduk berusia antara 7-12 tahun yang tidak menyelesaikan SD/MI terhadap penduduk usia 7-12 tahun yang sedang dan pernah bersekolah SD/MI (tidak termasuk yang tamat SD/MI). Angka putus sekolah (DO) SMP/MTs adalah proporsi dari penduduk berusia antara 13-15 tahun yang tidak menyelesaikan SMP/MTs terhadap penduduk usia 13-15 tahun yang sedang dan pernah bersekolah SMP/MTs (tidak termasuk yang tamat SMP/MTs)
APS Penyandang Cacat Usia 7-18 tahun, Tahun 2007
30.2
35.3
45.8
39.9
49.7
0
10
20
30
40
50
1Banteng Takalar Bone Polman Mamuju
68
Putus sekolah atau tidak melanjutkan pendidikan pada kelas/tingkat yang lebih tinggi pada jenjang pendidikan dasar merupakan persoalan serius yang mempengaruhi keberhasilan penuntasan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Menurut data modul Susenas 2003 dan 2006, masih tingginya angka putus sekolah dan tidak dapat melanjutkan pendidikan itu lebih banyak bersumber pada persoalan ekonomi, karena banyak di antara anak-anak usia sekolah dasar itu berasal dari keluarga miskin. Untuk menekan angka putus sekolah, pemerintah antara lain menyediakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bantuan Khusus Sekolah (BKS), dan Bantuan Khusus Murid (BKM) atau beasiswa.
Gambar 4.2.16
Angka Putus Sekolah (DO) SD/MI dan SMP/MTs, Tahun 2007
4.2
2.31.5
3.32.5
15.7
10.2 6.9
14.813.5
0 2 4 6 8
10 12 14 16
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju
DO-SD DO-SMP
Angka putus sekolah (DO)-SMP/MTs lebih tinggi dibandingkan dengan DO-SD/MI. Angka putus sekolah SD/MI berkisar antara 1,5 persen hingga 4,2 persen. Angka putus sekolah SD/MI tertinggi terdapat di Kabupaten Bantaeng. Angka putus sekolah SMP/MTs berkisar antara 6,9 persen hingga 15,7 persen. Angka putus sekolah SMP/MTs tertinggi terdapat di Kabupaten Bantaeng (15,7 persen) dan Poliwali Mandar (14,8 persen) dan yang terendah di Kabupaten Bone dan Takalar masing-masing sebesar 1,5 dan 2,3 persen.
Program wajib belajar sembilan tahun perlu dibarengi dengan pembangunan sekolah SMP/MTs atau tambah ruang kelas (TRK), penyediaan tenaga pengajar dan fasilitas penunjang pembelajaran yang memadai, sosialiasi pentingnya pendidikan minimal tamat SMP/MTs kepada orang tua selain program beasiswa/bebas biaya pendidikan (Hasil Studi Mendalam Survei di NTT 2008).
69
7. Alasan tidak/belum pernah atau tidak bersekolah Lagi Alasan tidak/belum pernah sekolah atau tidak bersekolah lagi dimaksudkan untuk mengetahui faktor penyebab rendahnya tingkat partisipasi sekolah. Secara umum penyebab perempuan tidak sekolah lagi dibanding laki-laki adalah karena biaya, menikah, dan sekolah jauh. Dengan alasan tersebut orang tua lebih memilih anak laki-laki untuk melanjutkan sekolah dibanding perempuan.
Tabel 4.2.2 Persentase Penduduk Berumur 7-24 Tahun yang Tidak Bersekolah Lagi menurut Kabupaten dan Alasannya, 2007
Tidak Be- Me- Sekolah Kabupaten ada Lainnya Total biaya kerja nikah jauh
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Laki-laki Bantaeng 40.21 17.80 1.09 4.67 36.23 100.00 Takalar 41.54 27.56 2.29 0.95 27.66 100.00 Bone 48.41 16.84 1.10 7.97 25.68 100.00 Polman 42.53 23.30 1.51 8.95 23.72 100.00 Mamuju 51.58 15.88 2.74 8.81 20.98 100.00 Perempuan Bantaeng 47.12 5.44 8.09 6.65 32.70 100.00 Takalar 56.88 5.83 11.15 1.56 24.59 100.00 Bone 48.77 4.62 14.70 8.09 23.82 100.00 Polman 47.79 9.12 10.57 10.96 21.56 100.00 Kab Mamuju 52.02 4.38 16.08 10.36 17.15 100.00 Laki-laki+ Perempuan Bantaeng 43.77 11.42 4.70 5.69 34.41 100.00 Takalar 49.18 16.74 6.70 1.25 26.13 100.00 Bone 48.60 10.59 8.06 8.03 24.73 100.00 Polman 45.23 16.03 6.15 9.98 22.61 100.00 Mamuju 51.80 10.11 9.43 9.59 19.06 100.00
Dari Tabel 4.2.2 terlihat bahwa alasan tidak bersekolah lagi bagi penduduk 7-24 tahun hampir separuhnya karena kesulitan biaya, kemudian yang beralasan karena bekerja hampir seperlimanya. Pola tersebut terjadi di semua kabupaten. Perlu menjadi perhatian hampir 10 persen alasan tidak sekolah lagi karena letak sekolah jauh terjadi di Kabupaten Bone, Polewali Mandar, dan Mamuju. Jika dilihat menurut jenis kelamin, alasan tidak sekolah karena bekerja lebih banyak terjadi pada laki-laki, sedangkan alasan karena menikah lebih banyak terjadi pada perempuan (Tabel 4.2.2).
70
8. Angka Melek Huruf (AMH)
AMH adalah perbandingan jumlah penduduk pada kelompok usia tertentu (15-24 tahun, 15 tahun ke atas, 45 tahun ke atas) yang dapat membaca dan menulis kalimat sederhana dengan huruf latin, dengan jumlah penduduk pada masing-masing kelompok umur tersebut.
AMH penduduk usia 15-24 tahun merefleksikan out come pendidikan dasar sejak 10 tahun terakhir sebagai ukuran efektifnya sistem pendidikan dasar. Indikator ini sering digunakan sebagai proksi untuk mengukur kemajuan pembangunan sosial dan ekonomi.
Gambar 4.2.17
Penduduk usia 15-24 tahun merupakan generasi penerus yang kelak menentukan kemajuan bangsa. Proporsi penduduk usia 15-24 tahun yang buta huruf, merupakan masalah serius dan harus menjadi perhatian utama dalam kebijakan pemberantasan buta aksara. Target MDGs penduduk usia 15-24 tahun bebas buta huruf diharapkan dapat dicapai pada tahun 2015.
Kabupaten, Tahun 200794.4 92.596.995.0
88.0
0 20 40 60 80
100
AMHPenduduk Usia 15 -24 tahun menurut
Mamuju PolmanBoneTakalar Bantaeng
Masih terdapat daerah yang AMH penduduk usia 15-24 tahun kurang dari 95 persen yaitu di Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Polman dan Kabupaten Mamuju.
Sementara itu RPJM 2004-2009 dan Inpres RI No. 5 Tahun 2006 mentargetkan pencapaian AMH untuk penduduk berusia 15 tahun ke atas minimal 95 persen.
71
Gambar 4.2.18
Angka Melek Huruf Penduduk Usia 15 tahun Ke atas dan 45 Tahun Ke atas, Tahun 2007
85.178.780.678.0
72.467.4
56.553.0 53.8 59.0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju 15 tahun ke atas 45 tahun ke atas
Program-program kebijakan pemerintah untuk pemberantasan buta aksara yang diluncurkan di antaranya kursus A-B-C, Pemberantasan Buta Huruf Fungsional, Kejar Paket A, dan Keaksaraan Fungsional (KF). Khusus untuk program KF dimulai sejak tahun 1995 hingga saat ini dengan prioritas penduduk usia 15-44 tahun. Menurut laporan ringkas Survei Buta Aksara BPS-Diknas, menunjukkan bahwa peserta program KF sebagian besar (61,3%) adalah penduduk buta huruf usia tersebut.
Pada Gambar 4.2.18 terlihat di Kabupaten Bantaeng, AMH penduduk usia 15 tahun ke atas dan 45 tahun ke atas yang terendah masing-masing 72,4 persen dan 53,0 persen. Laporan ringkas survei buta aksara, BPS-Diknas 2006, menunjukkan bahwa minat belajar dan kemauan untuk dapat membaca dan menulis dari penduduk tua masih cukup besar. Tercatat lebih dari 35 persen peserta program tersebut adalah penduduk yang berusia di atas 45 tahun, di mana 16,8 persen di antaranya berumur lebih dari 55 tahun, bahkan hampir 10 persen adalah lansia, meskipun prioritas KF adalah penduduk buta huruf usia 15-44 tahun.
9. Rata-rata Lama Sekolah Program wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan sejak tahun 1994 mentargetkan rata-rata lama sekolah penduduk minimal 9 tahun (pendidikan dasar), yaitu sekurang-kurangnya tamat SMP/MTs.
72
Rata-rata lama sekolah (mean years of schooling) menunjukkan rata-rata jumlah tahun efektif untuk bersekolah yang dicapai penduduk. Jumlah tahun efektif adalah jumlah tahun standar yang harus dijalani oleh seseorang untuk menamatkan suatu jenjang pendidikan, misalnya tamat SD/MI adalah 6 tahun, tamat SMP/MTs adalah 9 tahun dan seterusnya. Perhitungan lama sekolah dilakukan tanpa memperhatikan apakah seseorang menamatkan sekolah lebih cepat atau lebih lama dari waktu yang telah ditetapkan.
Rata-rata lama sekolah di Kabupaten Takalar sudah melampaui target nasional sebesar 7,4 tahun, sedang di empat kabupaten lainnya masih di bawah target nasional. Rata-rata lama sekolah terendah terdapat di Kabupaten Bantaeng yaitu 6,8 tahun atau setara kelas VI SD/MI.
Gambar 4.2.19 Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Usia 15 tahun ke Atas, Tahun 2007
6.8 7.7
7.37.0 7.1
0
2
4
6
8
1
Tahun
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju
10. Ijazah Tertinggi yang Dimiliki Ijazah tertinggi yang dimiliki atau tingkat pendidikan yang ditamatkan seseorang secara langsung menunjukkan kualitas sumber daya manusia. Pola dan distribusi penduduk menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan dapat menggambarkan taraf pendidikan penduduk secara keseluruhan. Semakin tinggi persentase penduduk yang menamatkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi menunjukkan kondisi pendidikan penduduk yang semakin membaik.
73
Lebih dari 70 persen penduduk usia 15 tahun ke atas tidak memiliki ijazah dan berpendidikan setinggi-tingginya hanya berijazah SD/MI. Persentase tertinggi penduduk usia 15 tahun ke atas yang tidak memiliki ijazah terdapat di Kabupaten Bantaeng 35,12 persen dan persentase tertinggi penduduk usia 15 tahun ke atas yang memiliki ijazah SD/MI terdapat di Kabupaten Bone 38,13 persen.
Gambar 4.2.20 Gambar 4.2.21
Kurang dari 20 persen penduduk usia 15 tahun ke atas memiliki ijazah SMP/MTs kecuali Kabupaten Takalar. Penduduk yang usia 15 tahun ke atas memiliki ijazah minimal SM/MA persentasenya sedikit lebih tinggi dibandingkan memiliki ijazah SMP/MTs kecuali Kabupaten Polman.
Gambar 4.2.22 Gambar 4.2.23
Persentase Penduduk Usia 15 tahun Ke atas Yang Memiliki Ijazah SMP/sederajat, Tahun 2007
16.0
21.1
17.7 17.7 19.0
0
10
20
30
1 Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju
Persentase Penduduk Usia 15 tahun Ke atas
20.6
26.0
21.519.2 18.7
0
10
20
30
1Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju
Yang Memiliki Ijazah SMA/SMK sederajat, Tahun 2007
Persentase Penduduk Usia 15 tahun ke Atas yang Memiliki Ijazah SD/sederajat, Tahun 2007
28.3 28.4
38.134.6
36.0
0
10
20
30
40
1Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju
Persentase Penduduk Usia 15 tahun ke Atas yang Tidak Memiliki Ijazah, Tahun 2007
35.1
24.622.7
28.6 26.3
0
10
20
30
40
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju
74
4.3 Tujuan 3: Mendorong Kesetaran Gender dan Pemberdayaan Perempuan
Target 4:
Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada tahun 2005 dan di semua jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun 2015.
Ketertinggalan perempuan mencerminkan masih adanya ketidakadilan dan ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan. Pemerintah berkewajiban memberikan akses yang sama terhadap perempuan dan laki-laki dalam bidang sosial, ekonomi, dan politik. MDGs menempatkan pentingnya pemenuhan hak-hak perempuan dan peningkatan kesetaraan gender, terutama bidang pendidikan, pekerjaan dan partisipasi kaum perempuan di bidang politik. Survei MDGs kecamatan mengidentifikasi 4 indikator pada target ini. Sebagai tambahan indikator AMH diperluas dengan AMH untuk penduduk usia 15 tahun ke atas dan 45 tahun ke atas.
1. Rasio Angka Partisipasi Murni (RAPM) Anak Perempuan terhadap Anak Laki-laki di Tingkat Sekolah Dasar (SD/MI)
Rasio APM SD/MI adalah perbandingan antara APM SD/MI anak perempuan dengan APM SD/MI anak laki-laki umur 7-12 tahun, dikali 100
Rasio APM dapat menunjukkan kesetaraan dan keadilan gender di bidang pendidikan. Di jenjang SD/MI di lima kabupaten menunjukkan bahwa perempuan yang bersekolah tepat waktu sama banyak dan bahkan lebih tinggi dibandingkan laki-laki dengan rasio APM tertinggi terdapat di Kabupaten Takalar (Gambar 4.3.1).
Gambar 4.3.1 Rasio APM SD/MI, Tahun 2007
102
104
100 100100
97
98
99
100
101
102
103
104
105
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju
Ras
io P
erem
puan
terh
adap
Lak
i-lak
i
75
Rasio APM SD/MI antar wilayah relatif sama kecuali di Kabupaten Bantaeng dan Kabupaten Takalar di daerah perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah perdesaan. Rasio APM SD/MI di Kabupaten Bantaeng untuk daerah perkotaan sebesar 108 sedangkan daerah perdesaan sebesar 101, sedangkan di Kabupaten Takalar untuk daerah perkotaan sebesar 114, dan di daerah perdesaan sebesar 102 (Gambar 4.3.2).
Gambar 4.3.2
Rasio APM SD/MI menurut Tipe Daerah, Tahun 2007
108114
99 98 99101 102 100 101 100
0 20 40 60 80
100 120
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju
Rasio Perempuan terhadap Laki-laki
Perkotaan Perdesaan
2. Rasio Angka Partisipasi Murni (RAPM) Anak Perempuan terhadap Anak Laki-Laki di Tingkat Sekolah Lanjutan Pertama (SMP/MTs)
Rasio APM SMP/MTs adalah perbandingan antara APM SMP/MTs anak perempuan dengan APM SMP/MTs anak laki-laki umur 13-15 tahun, dikali 100
Rasio APM di jenjang SMP/MTs umumnya lebih dari 100, kecuali di Kabupaten Bantaeng, artinya di Kabupaten Bantaeng perempuan yang bersekolah di jenjang SMP lebih rendah dibandingkan dengan siswa laki-laki (Gambar 4.3.3).
76
Gambar 4.3.3
Perempuan yang bersekolah di jenjang SMP/MTs pada kelompok umur 13-15 tahun, di Kabupaten Bantaeng masih lebih rendah dibandingkan laki-laki di jenjang dan kelompok umur yang sama. Kondisi ini terjadi baik di perkotaan maupun perdesaan. Sebaliknya di Kabupaten Bone baik di perkotaan maupun di perdesaan perempuan yang bersekolah jauh lebih banyak dibandingkan laki-laki (Gambar 4.3.4).
Gambar 4.3.4
Rasio APM SMP/MTS, Tahun 2007
96 100 104 102 102
0
20
40
60
80
100
120
Bantaeng Takalar Bone Mamuju Polman
Rasio APM SMP/MTs menurut Tipe Daerah, Tahun 2007
95 93
117109
10299 101 102 100 102
0 20 40 60 80
100 120
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju Perkotaan Perdesaan
3.a Rasio Melek Huruf Usia 15-24 Tahun
Rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki pada kelompok usia 15-24 tahun adalah perbandingan AMH perempuan terhadap AMH laki-laki pada kelompok umur tersebut dikali 100.
Ketimpangan gender pendidikan dapat pula dilihat dari rasio melek huruf, dikenal juga dengan istilah indeks paritas.
77
Gambar 4.3.5 Rasio Melek Huruf Penduduk Usia 15-24 tahun, Tahun 2007
102 105 101 100 100
0
40
80
120
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju
Indikator MDGs melihat kesetaraan dan keadilan gender dalam memperoleh kesempatan pendidikan salah satunya diukur dari rasio AMH usia 15-24 tahun.
Rasio AMH kelompok usia 15-24 tahun berkisar 100, artinya AMH antara perempuan dan laki-laki relatif tidak berbeda (Gambar 3.5). Kondisi ini terjadi di lima kabupaten.
Tidak ada perbedaan rasio melek huruf usia 15-24 tahun di daerah perdesaan maupun daerah perkotaan, bahkan di Kabupaten Takalar baik di daerah perkotaan maupun perdesaan rasio melek huruf uisa 15-24 tahun di atas 100 (Gambar 4.3.6).
Gambar 4.3.6
Rasio Melek Huruf Penduduk Usia 15-24 tahun menurut Tipe Daerah, Tahun 2007
103 103 100 100 100102 106 101 100 100
0
40
80
120
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju
Ras
io M
elek
Hur
uf P
erem
puan
te
rhad
ap L
aki-l
aki
Perkotaan Perdesaan
78
3.b Rasio Melek Huruf Usia 15 Tahun ke Atas dan 45 Tahun ke Atas Rasio AMH penduduk 15 tahun ke atas kurang dari 100, yang berarti AMH perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki. Kondisi ini dipengaruhi oleh sedikitnya perempuan melek huruf di usia 45 tahun ke atas. Rasio AMH penduduk usia 45 tahun ke atas jauh di bawah 100, yang menunjukkan ketimpangan yang cukup besar antara perempuan yang melek huruf dibandingkan laki-laki di usia tersebut. Masih rendahnya AMH perempuan terutama di kelompok umur 45 tahun ke atas, memacu adanya program P2W (Peningkatan Peranan Wanita) yang merupakan program pemberantasan buta aksara khusus wanita.
Rasio AMH penduduk 15 tahun ke atas maupun 45 tahun ke atas terendah terdapat di Kabupaten Polman yaitu masing-masing sebesar 90 dan 71 (Gambar 4.3.7).
Gambar 4.3.7
Rasio Melek Huruf Penduduk Usia 15 tahun Ke atas dan Usia 45 tahun Ke atas, Tahun 2007
Rasio AMH penduduk usia 15 tahun ke atas di daerah perdesaan lebih rendah dibandingkan dengan daerah perkotaan. Perbedaan yang cukup besar terjadi di Kabupaten Polman dan Mamuju.
94 94 94 90 93 100 RMH Perempuan terhadap laki-laki
82 78 75 74 71
50
0 Takalar Mamuju Bantaeng Bone Polman
15 th k atas 45 th ke atas
79
Tabel 4.3.1 Rasio Melek Huruf Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas dan 45 Tahun ke Atas menurut Kabupaten dan Tipe Daerah, Tahun 2007
15 Tahun ke Atas 45 Tahun ke Atas Kabupaten Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan
(1) (2) (3) (4) (5) Bantaeng 96 93 83 69
Takalar 93 94 81 74
Bone 96 94 89 81
Polman 94 88 85 65
Mamuju 99 93 96 77
Rasio AMH penduduk usia 45 tahun ke atas di daerah perkotaan jauh lebih tinggi dibandingkan perdesaan. Perbedaan rasio melek huruf penduduk usia 45 tahun ke atas daerah perkotaan dan perdesaan tertinggi terjadi di Kabupaten Polman, kemudian Kabupaten Mamuju. Diperlukan perhatian khusus untuk meningkatkan kemampuan membaca dan menulis penduduk usia 45 tahun ke atas bagi perempuan terutama di daerah perdesaan (Tabel 4.3.1).
4. Kontribusi Pekerjaan Upahan Perempuan di Sektor Non Pertanian (KPPNP)
KPPNP adalah perbandingan antara pekerja upahan perempuan berumur 15 tahun ke atas di sektor non pertanian terhadap total pekerja upahan berumur 15 tahun ke atas di sektor tersebut, dan dinyatakan dalam persentase. Pekerja Upahan adalah mereka yang bekerja dengan status sebagai buruh/karyawan. Sektor non pertanian meliputi sektor pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, energi dan air bersih, konstruksi, perdagangan, pengangkutan, perbankan dan lembaga keuangan, serta jasa pemerintah/swasta.
80
Setiap warga negara berhak atas penghidupan dan pekerjaan yang layak (UUD 1945 pasal 27). Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan mewujudkan pemerataan kesempatan kerja. Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan (pasal 4 dan 5 UU No. 13 tahun 2003). Pernyataan semua ini menjadi target agar kontribusi tenaga kerja perempuan minimal sama dengan kontribusi tenaga kerja laki-laki.
Kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan di sektor non pertanian yang sangat rendah artinya peran perempuan dalam pembangunan ekonomi kecil.
Pada gambar 4.3.8 terlihat bahwa kontribusi pekerja upahan perempuan di sektor non-pertanian di lima kabupaten kurang dari 50 persen. Hal ini berarti bahwa kontribusi pekerja upahan perempuan di sektor non-pertanian jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki. KPPNP terendah terdapat di Kabupaten Takalar sebesar 26 persen, artinya dari 100 pekerja upahan di sektor non- pertanian, kontribusi laki-laki sebesar 74 persen sedangkan perempuan 26 persen.
Gambar 4.3.8
Kontribusi Pekerja Upahan Perempuan di Sektor Non Pertanian (KPPNP), Tahun 2007
50 40
40 38
32 3130 26
20 %
10
0 Mamuju Takalar Bantaeng Bone Polman
81
KPPNP di daerah perdesaan lebih rendah dibandingkan daerah perkotaan kecuali di Kabupaten Bone. Di Kabupaten Takalar KPPNP di daerah perkotaan hampir dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan daerah perdesaan (Gambar 4.3.9).
Gambar 4.3.9
KPPNP menurut Tipe Daerah, Tahun 2007
50 43 41
38 393940
34 3330 29
30
4.4 Tujuan 4. Menurunkan Angka Kematian Anak
Target 5:
Menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiganya antara 1990-2015
Pada target ini dibahas indikator-indikator yang meliputi Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKABA), pemberian imunisasi, pemberian suplemen Vitamin A, pemberian ASI, konsumsi garam beryodium, dan status gizi anak yang diukur dengan BBLR.
23
20 %
10
0 Bantaeng Takalar Bone Mamuju Polman
Perkotaan Perdesaan
82
1. Angka Kematian Bayi (AKB)
Perbandingan banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun dengan jumlah bayi yang dilahirkan hidup pada tahun yang sama dikalikan dengan 1 000. AKB terkait langsung dengan target kelangsungan anak dan merefleksikan kondisi sosial ekonomi dan lingkungan tempat tinggal termasuk pemeliharaan kesehatannya.
Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis besar, ada dua penyebab kematian bayi yaitu endogen dan eksogen. Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan. Sedangkan penyebab kematian bayi eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar.
Dari hasil survei MDGs kecamatan, AKB dihitung dengan metode tidak langsung (indirect method) menggunakan program ”Mortpak 4”. Program ini menghitung AKB berdasarkan data mengenai jumlah anak yang dilahirkan hidup (ALH) atau Children Ever Born (CEB) dan jumlah anak yang masih hidup (AMH) atau Children Still Living (CSL).
Dari Gambar 4.4.1 terlihat bahwa AKB di Kabupaten Polman adalah yang tertinggi dibandingkan empat kabupaten lainnya yaitu sebesar 49 per 1000 kelahiran hidup dengan referensi waktu Juli tahun 2005. Artinya di Kabupaten Polman pada tahun 2005, di antara 1000 kelahiran hidup ada sekitar 49 bayi yang meninggal sebelum usia tepat 1 tahun.
Kemudian pada urutan ke dua adalah Kabupaten Mamuju sebesar 44 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan AKB terendah terlihat di Kabupaten Bantaeng dan Bone sebesar 41 per 1000 kelahiran hidup.
83
Gambar 4.4.1AKABA, Tahun 2007
Sebagai bahan perbandingan AKB menurut hasil SDKI adalah 57 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1994, kemudian turun menjadi 46 pada tahun 1997, dan turun lagi menjadi 35 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2002-2003. Menurut hasil Sensus Penduduk tahun 2000, AKB di Indonesia adalah sebesar 44 per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan target MDGs, pada tahun 2015 angka kematian bayi adalah 19 dari tiap 1000 kelahiran.
2. Angka Kematian Balita (AKABA)
Perbandingan banyaknya balita yang dilahirkan pada tahun tertentu yang meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun, dengan jumlah balita pada tahun yang sama dikalikan dengan 1 000
Seperti pada perhitungan AKB, perhitungan AKABA juga memanfaatkan program Mortpak. Dari hasil survei MDGs kecamatan diperoleh perkiraan AKABA untuk Kabupaten Polman adalah sebesar 70 per 1000 balita dengan referensi waktu Juli 2005. Artinya pada pertengahan 2005 di antara 1000 balita, 70 diantaranya tidak dapat mencapai usia tepat 5 tahun. AKABA di Kabupaten Bantaeng adalah sebesar 59 per 1000 balita, sedangkan AKABA di Kabupaten Mamuju adalah sebesar 58 per 1000 balita. Dibandingkan antar 5 kabupaten, AKABA terendah terlihat di Kabupaten Bone sebesar 48 per 1000 balita (Gambar 4.4.2).
41
43
41
49
44
36 38 40 42 44 46 48 50
Mamuju Takalar Bantaeng Bone Polman
84
Hasil SDKI 2002-2003 menunjukkan AKABA secara nasional adalah sebesar 46 per 1000 balita. Sehingga dengan demikian Indonesia telah mencapai target yang ditetapkan dalam World Summit for Children (WSC) yaitu 65 per 1000 balita pada tahun 2000.
Pemberian Imunisasi Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu. Vaksin membantu tubuh untuk menghasilkan antibodi yang berfungsi melindungi dan mencegah dari penyakit agar anak tetap sehat. Imunisasi seharusnya diberikan pada anak beberapa hari setelah ia lahir. Departemen Kesehatan menetapkan bahwa imunisasi yang wajib diberikan adalah BCG, DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis B. Waktu pemberiannya sudah ditetapkan secara bertahap. Imunisasi BCG diberikan satu kali pada anak usia 0-2 bulan. Imunisasi DPT dan Polio diberikan secara bersamaan dan berulang pada usia 2, 3, atau 4 bulan dan pengulangannya 4 bulan kemudian sebanyak 3 kali. Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak, yang diberikan sebanyak 2 kali. Pertama, pada saat anak berumur 9 bulan atau lebih, dan kedua diberikan pada usia 5-7 tahun. Pada kejadian luar biasa dapat diberikan pada usia 6 bulan dan diulangi 6 bulan kemudian. Imunisasi campak pertama diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer, sedangkan imunisasi campak kedua diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibodi. Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, dan diare.
59
50 48
70
58
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju
Gambar 4.4.2AKABA, Tahun 2007
85
Tabel 4.4.1 menyajikan persentase balita yang pernah mendapat imunisasi di 5 kabupaten menurut jenis imunisasi. Dibandingkan antar kabupaten, Kabupaten Polman terlihat yang paling rendah tingkat imunisasi balitanya, baik untuk imunisasi BCG, DPT, Polio, Campak maupun Hepatitis.
Tabel 4.4.1 Persentase Balita yang Pernah diimunisasi, 2007
Kabupaten BCG DPT Polio Campak Hepatitis (1) (2) (3) (4) (5) (6)
Bantaeng 72.63 69.34 80.60 74.10 59.77
Takalar 83.56 76.67 80.58 68.59 70.64
Bone 73.60 70.83 78.06 70.38 66.97
Polman 59.14 58.84 69.59 61.03 54.74
Mamuju 70.96 62.88 72.26 63.86 56.08
Analisa indikator imunisasi dibedakan menjadi 2 yaitu:
3.a Persentase anak usia 12-23 bulan yang diimunisasi campak
Perbandingan banyaknya anak usia di bawah 2 tahun (12-23 bulan) yang telah diimunisasi campak sekurang-kurangnya 1 kali dengan jumlah anak yang berusia 12-23 bulan, dinyatakan dalam persen
Khusus untuk imunisasi campak pada anak usia 12-23 bulan secara umum sudah di atas 70 persen. Kabupaten Bone merupakan daerah dengan persentase yang diimunisasi campak paling tinggi yaitu mencapai 75,61 persen. Sedangkan yang terendah adalah di Kabupaten Polman sebesar 70,49 persen (Gambar 4.4.3).
86
Gambar 4.4.3 Persentase Anak Usia 12-23 Bulan yang Pernah Diimunisasi Campak menurut Kabupaten
3.b Persentase Balita yang Mendapat Imunisasi Lengkap
Perbandingan banyaknya balita yang telah mendapat imunisasi BCG 1 kali, DPT 3 kali, Polio 3 kali, dan Campak 1 kali dibagi jumlah balita pada tahun tertentu, dinyatakan dalam persen.
Persentase Balita yang Telah Mendapat Imunisasi Lengkap Balita yang mendapat imunisasi lengkap, terlihat cukup baik di Kabupaten Takalar yaitu sebesar 52,27 persen. Demikian pula di Kabupaten Polman, persentase balita yang mendapat imunisasi lengkap mencapai 40,76 persen. Yang paling rendah adalah di Kabupaten Mamuju dengan persentase sebesar 31,40 persen (Gambar 4.4.4).
Gambar 4.4.4 Persentase Balita yang Mendapat Imunisasi Lengkap Menurut Kabupaten, 2007
87
4. Pemberian Suplemen Vitamin A
Perbandingan banyaknya balita yang telah diberi kapsul vitamin A dengan jumlah balita pada suatu tahun tertentu, dinyatakan dalam persen
Vitamin A merupakan zat gizi penting bagi manusia. Selain menjaga daya tahan tubuh, vitamin A juga penting untuk menjaga kesehatan mata dan mencegah kebutaan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa vitamin A berperan dalam menurunkan angka kematian anak. Sehingga kebutuhan vitamin A ini sering dikaitkan dengan kelangsungan hidup anak, kesehatan dan pertumbuhan hidup anak. Program pemerintah saat ini adalah pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi kepada bayi dan anak balita secara periodik, yaitu untuk bayi diberikan setahun sekali pada bulan Februari dan Agustus. Untuk bayi, kapsul vitamin A 100.000 SI (warna biru) diberikan kepada semua bayi berumur 6–11 bulan, baik sehat maupun sakit. Sedangkan untuk anak balita, kapsul vitamin A 200.000 SI (warna merah) diberikan kepada semua anak balita (umur 1–5 tahun), baik sehat maupun sakit (Pedoman pemberian vitamin A, Depkes, 2000). Hasil survei MDGs kecamatan menunjukkan persentase balita yang mendapatkan vitamin A dosis tinggi di 3 kabupaten yaitu Kabupaten Bantaeng, Takalar dan Bone cukup tinggi (di atas 78 persen). Yang masih rendah yaitu di Kabupaten Polman, dimana hanya sekitar 63,63 persen balita yang mendapatkan vitamin A dosisi tinggi (Gambar 4.4.5)
Gambar 4.4.5 Persentase Balita yang Mendapat Vitamin A Menurut Kabupaten, 2007
88
5. Pemberian Air Susu Ibu (ASI)
Pemberian ASI pada anak balita merupakan pola asuh yang sangat dianjurkan. Bila kondisi kesehatan ibu setelah melahirkan baik, menyusui merupakan cara memberi makan yang paling ideal untuk 4-6 bulan pertama sejak dilahirkan tanpa memberikan makanan tambahan, karena ASI dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi. Setelah ASI tidak lagi cukup mengandung protein dan kalori, seorang bayi mulai memerlukan minuman/makanan pendamping ASI (Depkes).
Analisis Indikator Pemberian ASI Dibedakan Menjadi 3 yaitu: 5.a Persentase Penduduk Berusia 2-4 Tahun yang Mendapatkan ASI
Perbandingan banyaknya anak berusia 2-4 tahun yang mendapatkan ASI dengan jumlah anak pada kelompok umur yang sama
Hasil survei MDGs kecamatan menunjukkan pemberian ASI pada anak usia 2-4 tahun sudah cukup tinggi yaitu sekitar 97 persen. Baik di daerah perkotaan maupun perdesaan tidak menunjukan perbedaan yang signifikan dalam pola pemberian ASI. Demikian pula bila dibandingkan antar kabupaten, hampir di semua kabupaten menunjukkan pola pemberian ASI yang cukup baik (Gambar 4.4.6).
Gambar 4.4.6 Persentase Penduduk Berumur 2-4 Tahun yang Mendapat ASI menurut Kabupaten dan Tipe Daerah, 2007
99.098.0 98.0 98.0 98.0 98.0 98.0
97.0 97.097.0 97.0 97.0 97.0 97.097.097.0
96.0
95.0 95.0
94.0
93.093.0
92.0
91.0
90.0
Takalar Mamuju Bantaeng Bone Polman
PerdesaanPerkotaan K+D
89
5.b Rata-rata Lama Pemberian ASI
Pada Gambar 4.4.7 hanya disajikan rata-rata anak berumur 2-4 tahun mendapatkan ASI saja. Gambaran di 5 kabupaten menunjukkan kondisi yang cukup baik karena rata-rata lamanya anak berumur 2-4 tahun mendapatkan ASI saja adalah di atas 5 bulan.
Gambar 4.4.7 Rata-Rata Lamanya Balita Usia 2-4 Tahun Mendapat ASI Saja (dalam Bulan), 2007
6.26 76.14
6 5.48 5.26 5.115
4
3
2
1
0
Mamuju Bantaeng Takalar Bone Polman
5.c Persentase Anak Balita yang Mendapat ASI Eksklusif
Perbandingan banyaknya anak balita yang diberi ASI saja selama 6 bulan pertama dengan jumlah anak pada kelompok usia yang sama, dinyatakan dalam persen
Yang perlu dianalisis lebih jauh adalah berapa lama anak balita ini diberi ASI saja tanpa memberikan makanan tambahan apapun sebelum bayi berumur 6 bulan.
Persentase pemberian ASI eksklusif terhadap bayi usia 0-6 bulan sangat bervariasi. Sekitar seperempat jumlah bayi pada usia tersebut di Kabupaten Mamuju mendapat ASI eksklusif, dan sekitar 21 persen di Kabupaten Polman. Persentase pemberian ASI eksklusif yang terendah yaitu hanya 1,27 persen terjadi di Kabupaten Bone (Gambar 4.4.8).
90
Grafik 4.4.8 Persentase Anak Usia 0-6 Bulan yang Diberi ASI Ekslusif menurut Kabupaten, 2007
30.0025.40
25.00 21.31
20.00
15.00
10.538.42
10.00
5.001.27
- 0.00Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju
6. Proporsi Balita yang lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) 6. Proporsi Balita yang lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
Perbandingan banyaknya balita yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram terhadap jumlah bayi yang dilahirkan pada tahun tertentu, dinyatakan dalam persen
Perbandingan banyaknya balita yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram terhadap jumlah bayi yang dilahirkan pada tahun tertentu, dinyatakan dalam persen
Masalah tingginya prevalensi gizi kurang pada anak balita berhubungan dengan masih tingginya bayi lahir dengan BBLR. Bayi yang lahir dengan BBLR umumnya akan mempunyai masa depan yang kurang baik, mempunyai risiko yang lebih tinggi meninggal dalam lima tahun pertama kehidupannya. Secara nasional, prevalensi BBLR ini masih berkisar antara 7-14 persen (1999). Akibat dari BBLR dan gizi kurang pada balita akan berkelanjutan pada masalah pertumbuhan dan kecerdasan anak.
Gambar 4.4.9 menyajikan persentase balita yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram di 5 kabupaten. Persentase tertinggi bayi BBLR terlihat di Kabupaten Takalar yaitu sebesar 13,28 persen, disusul oleh Kabupaten Bantaeng sebesar 12,77 persen dan Kabupaten Mamuju sebesar 9,54 persen. Sedangkan Kabupaten Bone dan Polman, persentase bayi BBLR di bawah 8 persen. Sebagai perbandingan target nasional di bidang pangan dan gizi tahun 2002-2005 menetapkan prevalensi BBLR setinggi tingginya adalah 7 persen.
91
Gambar 4.4.9 Persentase Balita BBLR, 2007
14 13.2812.77
12 9.540
10 7.96 7.98
8 6 4 2 0
Mamuju Bantaeng Takalar Bone Polman
Bila dibandingkan antara daerah perkotaan dan perdesaan, tampak bahwa persentase bayi BBLR di perkotaan umumnya lebih kecil dibandingkan di perdesaan. Hal ini terlihat di Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Takalar dan Kabupaten Mamuju. Disparitas perkotaan dan perdesaan t erlihat cukup tinggi di Kabupaten Takalar dan Mamuju, di mana persentase bayi BBLR di perdesaan dua kali lipat lebih banyak dibandingkan di perkotaan. Fenomena berbeda terlihat di Kabupaten Bone dan Polman, di mana persentase bayi BBLR di perkotaan terlihat lebih banyak dibandingkan di perdesaan (Gambar 4.4.10).
Gambar 4.4.10 Persentase Balita BBLR menurut Kabupaten dan Tipe Daerah, Tahun 2007
16 14.4814.15
14
12 10 9.749.02 8.54 8.43 Perkotaan 7.888 7.78
Perdesaan 6.616
4.82
4 2
0 MamujuPolmanBantaeng BoneTakalar
92
7. Proporsi Rumah Tangga yang Mengkonsumsi Garam Beryodium
Perbandingan banyaknya rumah tangga yang menggunakan garam beryodium cukup dengan jumlah rumah tangga pada tahun tertentu, dinyatakan dalam persen
Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di Indonesia masih cukup serius. Yodium merupakan salah satu mineral penting bagi pertumbuhan badan dan perkembangan otak. Akibat kekurangan yodium yang paling banyak dikenal adalah pembesaran kelenjar gondok. Selain itu kekurangan yodium merupakan penyebab utama keterbelakangan mental anak-anak di dunia. Anak-anak yang menderita kekurangan yodium mempunyai rata-rata IQ 13.5 poin lebih rendah dibandingkan mereka yang cukup mendapat yodium. Kebutuhan yodium rata-rata per orang dewasa per hari sebenarnya sangat sedikit yaitu sekitar 150 mikrogram atau 0.15 miligram. Meskipun demikian tubuh memerlukan yodium secara teratur setiap hari.
Gambar 4.4.11 menyajikan persentase rumah tangga yang mengkonsumsi garam beryodium di 5 kabupaten. Dari gambar tersebut terlihat persentase rumah tangga yang mengkonsumsi garam beryodium cukup yaitu sekitar 30-80 microgram yodium per kilogram garam atau part per million/ppm masih sangat bervariasi yaitu berkisar antara 22,04 persen sampai dengan 78,54 persen. Kabupaten yang cukup baik persentase rumah tangga yang mengkonsumsi garam beryodium cukup adalah Kabupaten Polman (78,54 persen) dan Kabupaten Mamuju (69,16 persen). Sedangkan kabupaten yang cukup rendah persentase rumah tangga yang menggunakan garam beryodium cukup adalah Kabupaten Bantaeng yaitu sebesar 22,04 persen.
93
Gambar 4.4.11 Persentase Rumah Tangga yang Mengkonsumsi Garam Beryodium menurut Kandungan Yodium, 2007
4.5 Tujuan 5. Meningkatkan Kesehatan Ibu
Target 6:
Menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga perempatnya antara tahun 1990-2015
Pada target ini disajikan 5 indikator yang meliput kunjungan K4 ibu hamil, Penolong kelahiran dengan tenaga kesehatan terlatih, status gizi WUS, peserta KB aktif, penggunaan alat kontrasepsi untuk pasangan usia subur (PUS), dan proporsi remaja yang mendapat penyuluhan kesehatan reproduksi.
Perlu diketahui bahwa meskipun telah diusahakan untuk mengumpulkan data tentang kematian ibu namun data yang diperoleh tidak dapat dipakai untuk menghitung AKI karena sifatnya yang tidak banyak diketahui (Rare cases) di lapangan.
77.96
61.71
42.57
21.46
30.84
22.04
38.29
57.43
78.54
69.16
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Yodium Tdk ada+kurang Yodium Cukup
Bone Takalar MamujuPolmanBantaeng
94
Analisis Indikator
1. Angka Kematian Ibu (AKI
Perbandingan banyaknya kematian ibu yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan masa nifas dengan jumlah kelahiran hidup pada tahun tertentu, dikali dengan 1 000. Tidak termasuk AKI adalah mereka meninggal karena kecelakaan atau kasus insidentil selama kehamilan. Masa nifas adalah 42 hari setelah melahirkan.
2. Persentase Ibu Hamil yang Mendapatkan Pelayanan Antenatal K4
Pelayanan antenatal dipantau melalui pelayanan kunjungan baru ibu hamil (K1). Sedangkan indikator K4 adalah untuk melihat akses dan pelayanan kesehatan ibu hamil sesuai standar yaitu paling sedikit empat kali kunjungan (K4) dengan distribusi sekali pada triwulan pertama, sekali pada triwulan dua dan dua kali pada triwulan ketiga.
Perbandingan banyaknya ibu hamil yang melakukan kunjungan K4 dengan jumlah ibu hamil pada tahun tertentu, dinyatakan dalam persen.
Pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan pada ibu hamil yang berkunjung ke tempat pelayanan kesehatan atau antenatal care (ANC) meliputi penimbangan berat badan, pemeriksaan kehamilan, pemberian tablet besi, pemberian imunisasi TT, dan konsultasi.
Kabupaten yang memiliki persentase K4 terbaik adalah Takalar, di mana sekitar 64,60 persen ibu hamil sudah melakukan pemeriksaan kehamilan sesuai standar yaitu minimal 4 kali. Demikian pula Kabupaten Polman, dengan persentase K4 sebesar 46,68 persen. Sedangkan yang terendah adalah di Kabupaten Bone, hanya sekitar 33.52 (Gambar 4.5.1).
95
Gambar 4.5.1 Persentase Balita yang Ibunya Mendapatkan Pemeriksaan Antenatal Minimal 4 Kali (K4), 2007
70 64.60
60
46.03 46.6843.92 50
4033.52
30
20
10
0Bantaeng Takalar Mamuju Bone Polman
Hasil survei MDGs kecamatan menunjukkan bahwa di daerah perkotaan persentase ibu hamil yang mendapatkan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali, lebih besar dibandingkan di perdesaan. Dibandingkan antar 5 kabupaten, perbedaan yang paling rendah antara daerah perkotaan dan perdesaan terlihat di Kabupaten Takalar, yaitu 76,75 persen berbanding 62,43 persen (Gambar 4.5.2).
Gambar 4.5.2 Persentase Balita yang Ibunya Mendapatkan Pemeriksaan Antenatal Minimal 4 Kali (K4) menurut Tipe Daerah, 2007
67.26
76.75
47.67
68.1461.73
39.09
62.43
31.10
42.13 43.19
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Perkotaan Perdesaan
Takalar Bantaeng Bone Polman Mamuju
96
3. Proporsi Pertolongan Kelahiran oleh Tenaga Kesehatan Terlatih
Perbandingan banyaknya kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih (dokter, bidan/perawat, dan tenaga kesehatan lainnya) dengan jumlah persalinan pada tahun tertentu, dinyatakan dalam persen.
Salah satu target yang ingin dicapai dalam program kesehatan di Indonesia adalah meningkatkan cakupan pertolongan kelahiran oleh tenaga kesehatan (nakes) terlatih dari 60 persen pada tahun 1998 menjadi 90 persen pada tahun 2010. Pertolongan kelahiran oleh nakes terlatih merupakan hal yang sangat penting mengingat angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2002-2003). Program ini juga dilakukan untuk mengurangi angka kematian bayi yaitu dengan mengupayakan agar kelahiran ditolong olah nakes terlatih seperti dokter, bidan dan nakes lainnya. Gambar 4.5.3 menunjukkan persentase balita yang kelahirannya ditolong oleh nakes. Hasil survei MDGs kecamatan menunjukkan bahwa persentase balita yang kelahirannya ditolong nakes di 5 kabupaten tersebut masih cukup rendah, terutama di Kabupaten Mamuju hanya sebesar 27,99 persen. Demikian pula di Kabupaten Polman, persentase kelahiran yang ditolong oleh nakes hanya 30,51 persen dan di Kabupaten Bantaeng sebesar 36,26 persen. Dari 5 kabupaten tersebut, Takalar adalah yang tertinggi persentase kelahiran yang ditolong oleh nakes yaitu sebesar 61,3 persen.
Gambar 4.5.3 Persentase Balita yang Kelahirannya Ditolong Nakes, 2007
70
61.3 60
50.7650
40 36.26
30.5127.99 30
20
10
0Mamuju PolmanBantaeng Takalar Bone
97
Di daerah perkotaan, persentase balita yang kelahirannya ditolong oleh nakes terlihat lebih tinggi dibandingka di daerah perdesaan. Kabupaten yang menunjukkan perbedaan besar penolong kelahiran oleh nakes adalah Kabupaten Polman dan Mamuju. Di Kabupaten Polman, persentase balita yang kelahirannya ditolong nakes di daerah perdesaan hanya sebesar 24,07 persen, sementara di perkotaan mencapai 60,88 persen. Demikian pula di Kabupaten Mamuju, sebesar 26,40 persen di perdesaan berbanding dengan 67,03 di perkotaan (Gambar 4.5.4).
Gambar 4.5.4 Persentase Balita yang Kelahirannya Ditolong Nakes menurut Kabupaten dan Tipe Daerah, 2007
4. Proporsi Status Gizi Wanita Usia Subur (WUS) Berusia 15-49 Tahun
dengan Ukuran LILA < 23,5 Cm
Perbandingan banyaknya WUS berusia 15-49 tahun yang mempunyai ukuran LILA < 23,5 Cm dengan jumlah WUS pada tahun tertentu, dinyatakan dalam persen.
Pengukuran status gizi WUS diukur dengan cara sederhana yaitu melalui pengukuran lingkar lengan atas (LILA). Pengukuran dilakukan dengan pita LILA yang berwarna dan ditandai dengan sentimeter dengan batas ambang 23,5 sentimeter dan atau batas antara bagian warna merah dan putih. Indikator KEK (Kurang Energi Kronis) menggunakan standar LILA kurang dari 23,5 cm. Wanita hamil yang menderita KEK umumnya akan melahirkan bayi dengan berat badan yang lebih rendah dibandingkan wanita yang tidak menderita KEK.
57.47
77.1380.08
60.8867.03
29.33
58.47
45.75
24.07 26.40
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Perkotaan
Pedesaan
MamujuBantaeng Takalar Bone Polman
98
Hasil survei MDGs kecamatan menunjukkan bahwa masih cukup banyak WUS yang mempunyai ukuran LILA kurang dari 23,5 cm. Persentase tertinggi WUS yang menderita KEK terlihat di Kabupaten Takalar 20,39 persen, kemudian di Kabupaten Bantaeng 17, 68 persen. Sementara yang terendah adalah di Kabupaten Bone sebesar 12,02 persen (Gambar 4.5.4).
Gambar 4.5.4 Persentase WUS dengan LILA Kurang dari 23,5 Cm, 2007
Keluarga Berencana (KB) Tujuan operasional program KB adalah untuk memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang berkualitas, sehingga terbentuk keluarga kecil yang berkualitas. Tujuan tersebut dicapai dengan menurunkan angka kelahiran, termasuk di dalamnya upaya-upaya menurunkan angka kematian ibu, bayi dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi pada keluarga.
Analisis indikator ini dibedakan menjadi 2, yaitu: 5. Persentase Penduduk Pasangan Usia Subur (PUS) berumur 15-49
Tahun yang ber KB
Perbandingan banyaknya PUS berusia 15-49 tahun yang sedang menggunakan alat KB dengan jumlah PUS pada tahun tertentu, dinyatakan dalam persen.
25 20.39
20 17.68
14.28 15 12.02 11.9
10
5
0 Mamuju Takalar Bone PolmanBantaeng
99
Hasil survei MDGs kecamatan menunjukkan persentase penduduk berumur 15-49 tahun yang sedang menggunakan alat/cara KB terlihat cukup rendah di 5 kabupaten tersebut, yaitu hanya berkisar antara 30,32 sampai dengan 62,61 persen. Sebaliknya persentase penduduk berumur 15-49 tahun yang tidak pernah menggunakan alat/cara KB ternyata cukup besar yaitu berkisar antara 17,98 sampai dengan 56,80 persen. Kabupaten yang tampaknya cukup tertinggal dalam hal partisipasi KB adalah Kabupaten Polman, di mana persentase penduduk 15-49 tahun yang sedang menggunakan alat/cara KB hanya sebesar 30,32 persen, sementara yang tidak pernah menggunakan KB sebesar 54,81persen (Tabel 4.5.1)
Tabel 4.5.1 Persentase Penduduk Berumur 15-49 Tahun menurut Penggunaan Alat/Cara KB, 2007
Penggunaan Alat/Cara KB Kabupaten
Sedang Tidak Tidak pernah Jumlah menggunakan menggunakan lagi menggunakan
(1) (2) (3) (4) (5)
Bantaeng 62,61 19,41 17,98 100,00
Takalar 54,46 21,99 23,54 100,00
Bone 34,93 23,66 41,41 100,00
Polman 30,32 14,87 54,81 100,00
Mamuju 43,33 21,75 34,92 100,00
Penggunaan Alat KB Alat KB yang paling banyak diminati oleh peserta KB aktif adalah alat KB Hormonal yang meliputi suntik dan implant. Di Kabupaten Bantaeng, Takalar, dan Bone mencapai 98 persen lebih, sedang di Kabupaten Polman dan Mamuju sedikit lebih rendah yaitu lebih dari 96 persen. 6. Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Mendapatkan
Penyuluhan Tentang Kesehatan Reproduksi Yang dimaksud dengan kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan, dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya.
100
Perbandingan banyaknya penduduk berusia 15-24 tahun yang telah mendapatkan penyuluhan kesehatan reproduksi dengan jumlah penduduk kelompok umur yang sama pada tahun tertentu, dinyatakan dalam persen.
Sesuai dengan definisinya maka ruang lingkup kesehatan reproduksi menjadi sangat luas yaitu mencakup keseluruhan kehidupan manusia sejak lahir hingga mati. Namun secara nasional telah disepakati empat komponen prioritas kesehatan reproduksi yaitu kesehatan ibu dan bayi baru lahir, keluarga berencana, kesehatan reproduksi remaja, dan pencegahan/ penanganan penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS.
Gambar 4.5.6 menunjukkan persentase penduduk berumur 15-24 tahun yang pernah mendapat penyuluhan tentang kesehatan reproduksi. Dari gambar tersebut terlihat masih cukup rendah persentase penduduk usia 15-24 tahun di 5 kabupaten yang pernah mendapat penyuluhan tentang kesehatan reproduksi. Persentase tertinggi hanya sekitar 30,10 persen yaitu di Kabupaten Takalar, dan yang terendah di Kabupaten Mamuju yaitu sebesar 13,17 persen.
Gambar 4.5.6 Persentase Penduduk Berumur 15-24 Tahun yang Pernah Mendapat Penyuluhan Kesehatan Reproduksi, 2007
35 30.10
30 26.24
25 21.72
20 16.92
13.77 15 10
5 0
Takalar MamujuBantaeng Bone Polman
Disparitas antara perkotaan dan perdesaan juga terlihat sangat mencolok. Misalnya di Kabupaten Bantaeng persentase penduduk di perdesaan yang pernah mendapatkan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi hanya sekitar 18.11 persen, tetapi di perkotaan persentasenya hampir mencapai dua kali lipatnya yaitu sekitar 33,14 persen. Demikian pula di Kabupaten mamuju, perbandingan antara perkotaan dan perdesaan adalah 30,09 persen berbanding 12,63 persen (Gambar 4.5.7).
101
Gambar 4.5.7 Persentase Penduduk Berumur 15-24 Tahun yang Pernah Mendapat Penyuluhan Kesehatan Reproduksi, 2007
4.6 Tujuan 6. Memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan Penyakit Menular
Lainnya a. Target 7:
Mengendalikan penyebaran HIV/AIDS dan mulai menurunnya jumlah kasus baru pada 2015
Pada target ini dibahas 2 indikator yaitu, (1) proporsi penduduk yang mempunyai pengetahuan tentang HIV/AIDS dari berbagai sumber dibedakan yang berusia 15-24 tahun dan 15 tahun keatas, (2) proporsi penduduk berusia 15-24 tahun mempunyai pengetahuan tentang HIV/AIDS secara komprehensif. Sebenarnya diperlukan pula angka pemakaian alat kontrasepsi kondom pada PUS, namun karena angkanya sangat kecil, maka tidak disajikan pada ulasan ini.
Analisa Indikator: 1. Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun (atau 15 tahun ke atas) yang
Mempunyai Pengetahuan Tentang HIV/AIDS.
Perbandingan banyaknya penduduk berusia 15-24 tahun (atau 15 tahun ke atas) yang mempunyai pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan jumlah penduduk pada kelompok umur yang sama pada tahun tertentu, dinyatakan dalam persen.
4035.77
35 33.1430.0929.1730 27.65
25.9525 22.56
Perkotaan 20 18.11
Pedesaan 15.44
15 12.63
10
5
0MamujuBantaeng Bone PolmanTakalar
102
Tingkat pengetahuan tidak selalu berkorelasi dengan perilaku sehat, namun mengetahui cara penularan HIV/AIDS dan cara menghindarinya merupakan langkah pertama yang perlu diketahui setiap orang, terutama orang-orang dengan perilaku berisiko tinggi. Hasil survei MDGs kecamatan mengenai pengetahuan tentang HIV/AIDS disajikan pada Gambar 4.6.1. Dari gambar tersebut terlihat bahwa tingkat pengetahuan penduduk muda yaitu pada kelompok usia 15-24 tahun terlihat jauh lebih tinggi dibandingkan pengetahuan penduduk yang berusia 15 tahun ke atas. Hal ini tentunya disebabkan karena mereka yang berusia muda dapat memperoleh pengetahuan tersebut dari sekolah atau dari media informasi lainnya.
Dibandingkan dengan 4 kabupaten lainnya, Kabupaten Takalar menunjukkan persentase tertinggi penduduk yang mempunyai pengetahuan mengenai HIV/AIDS, baik pada kelompok 15-24 tahun maupun kelompok 15 tahun ke atas. Pada kelompok umur 15 tahun ke atas, tercatat sebesar 47,80 persen penduduk pernah mendengar atau mengetahui tentang HIV/AIDS, sedangkan pada kelompok umur 15-24 tahun persentasenya mencapai 68,44 persen (Gambar 4.6.1). Kabupaten yang menduduki posisi yang terendah dalam tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS adalah Kabupaten Mamuju.
Gambar 4.6.1 Persentase Penduduk yang Pernah Mendengar Atau mengetahui tentang HIV/AIDS menurut Kelompok Umur, 2007
80 68.44
70 63.94
60 56.351.94 50.48
50 47.841.26 41.66
Penduduk 15 th+ 39.1440 37.82
Penduduk 15-24 30 20 10
0 Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju
103
2. Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Mempunyai Pengetahuan Secara Komprehensif Tentang HIV/AIDS
Perbandingan banyaknya penduduk remaja yang sekedar mengetahui HIV/AIDS, dan yang mempunyai pengetahuan secara komprehensif tentang HIV/AIDS dengan jumlah penduduk pada usia 15-24 tahun pada tahun tertentu, dinyatakan dalam persen.
Seseorang dikatakan mempunyai pengetahuan komprehensif mengenai HIV/AIDS, bila mereka mengetahui secara benar proses penyebaran HIV/AIDS dan cara pencegahannya. Penyebaran HIV/AIDS dapat melalui hubungan seksual, transfusi darah, IDU (Injection Drug User) yang menggunakan jarum terkontaminasi HIV, dan transmisi dari ibu ke bayi. Karena keterbatasan pertanyaan mengenai pengetahuan HIV/AIDS dalam survei MDGs kecamatan ini, maka indikator pengetahuan komprehensif mengenai HIV/AIDS terbatas pada pertanyaan yang ada dalam kuesioner, yaitu tahu bahwa penularan HIV/AIDS dapat dicegah dengan menggunakan kondom secara konsisten, tahu bahwa HIV/AIDS dapat dicegah dengan membatasi hubungan seksual hanya dengan satu pasangan saja, tahu bahwa HIV/AIDS tidak dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk, tahu bahwa menggunakan peralatan makan penderita HIV/AIDS tidak dapat tertular HIV/AIDS, dan tahu bahwa orang yang terinfeksi HIV/AIDS terlihat sehat dapat menularkan HIV/AIDS. Pada gambar 4.6.2 disajikan persentase penduduk usia 15-24 tahun baik yang hanya sekedar mengetahui HIV/AIDS maupun yang komprehensif mengetahuinya. Hasil survei MDGs kecamatan menunjukkan bahwa disparitas antara remaja yang sekedar tahu tentang HIV/AIDS dan remaja yang mempunyai pengetahuan komprehensif mengenai HIV/AIDS cukup besar. Bila persentase remaja yang sekedar mengetahui tentang HIV/AIDS rata-rata sudah di atas 50 persen, maka persentase remaja yang mempunyai pengetahuan komprehensif masih di bawah 15 persen. Persentase tertinggi remaja mempunyai pengetahuan komprehensif adalah di Kabupaten Takalar yaitu sebesar 14,46 persen, sedangkan yang terendah adalah di Kabupaten Mamuju yaitu sebesar 7,50 persen.
104
Gambar 4.6.2 Persentase Penduduk Berumur 15-24 Tahun yang Mengetahui HIV/AIDS dan yang Mempunyai Pengetahuan Komprehensif Mengenai HIV/AIDS, 2007
80 68.44
70 63.94
60 56.351.94 50.48
50 Tahu HIV/AIDS
40 Tahu secara komprehensif 30 20 14.46 12.60 13.91
8.88 7.5010
0 Bantaeng MamujuTakalar Bone Polman
b. Target 8:
Mengendalikan penyakit malaria dan mulai menurunnya jumlah kasus malaria dan penyakit lainnya pada 2015
Pada target ini ada 5 Indikator yang dibahas yaitu:
1. Proporsi Balita yang Tidur Menggunakan Kelambu
Perbandingan banyaknya balita yang tidur menggunakan kelambu dengan jumlah balita pada tahun tertentu, dinyatakan dalam persen.
Pada Tabel 4.6.1 disajikan data penggunaan kelambu untuk balita. Pada umumnya lebih dari separuh balita di 5 kabupaten sudah menggunakan kelambu untuk tidur. Kabupaten yang paling tinggi persentase balita tidur dengan menggunakan kelambu adalah di Kabupaten Takalar yaitu sebesar
105
82,96 persen dan terendah adalah di Kabupaten Bantaeng sebesar 50,52 persen.
Tabel 4.6.1 Persentase Balita yang Tidur Menggunakan Kelambu , 2007
Balita Tidur menggunakan Kelambu Kabupaten
Ya Tidak Total
(1) (2) (3) (4) Bantaeng 50,52 49,48 100,00
Takalar 82,96 17,04 100,00
Bone 80,95 19,05 100,00
Polman 75,39 24,61 100,00
Mamuju 79,23 20,77 100,00
2. Proporsi Penduduk Balita yang Tidur Menggunakan Kelambu Khusus Diproteksi dengan Insektisida.
Perbandingan banyaknya balita yang tidur menggunakan kelambu khusus diproteksi dengan insektisida dengan jumlah balita yang menggunakan kelambu, pada tahun tertentu, dinyatakan dalam persen.
Cara pencegahan yang efektif untuk memerangi malaria adalah memakai kelambu yang telah diproteksi dengan insektisida.
Di antara balita yang tidur menggunakan kelambu, ternyata yang menggunakan kelambu yang diproteksi khusus dengan insektisida masih cukup rendah. Daerah yang persentase balita tidur menggunakan kelambu yang diproteksi khusus dengan insektisida tertinggi adalah di Kabupaten Takalar yaitu sebesar 17,35 persen. Di Kabupaten Bone 6,33 persen dan yang terendah adalah di Kabupaten Polman hanya 2,34 persen (Gambar 4.6.3).
106
Gambar 4.6.3. Persentase Balita yang Tidur Menggunakan Kelambu yang Diproteksi Khusus dengan Insektisida, 2007
Prevalensi Malaria, TBC dan DBD
Perbandingan banyaknya penduduk yang terdiagnosis menderita penyakit malaria atau TBC atau DBD terhadap jumlah penduduk pada tahun tertentu, dinyatakan dalam persen.
3. Persentase Penduduk yang Terdiagnosis Menderita Penyakit Malaria
Persentase penduduk yang pernah didiagnosa menderita penyakit malaria oleh tenaga kesehatan terlihat sangat tinggi di Kabupaten Mamuju yaitu mencapai 12,03 persen. Sedangkan di Kabupaten Bantaeng dan Kabupaten Takalar masing-masing hanya sebesar 1,45 persen dan 1,39 persen. Di Kabupaten Bone dan Kabupaten Polman persentase penduduk yang pernah didiagnosa menderita malaria di bawah satu persen (Gambar 4.6.4).
3.43
17.35
6.33
2.34
4.35
0 2 4 6 8
10 12 14 16 18 20
Mamuju Takalar BoneBantaeng Polman
107
Gambar 4.6.4 Persentase Penduduk yang Pernah Didiagnosa Malaria, 2007
4. Persentase Penduduk yang Terdiagnosis Menderita Penyakit TBC
1412.03
12
10
8
6
4
1.45 1.39 2 0.880.52
0 Mamuju Bantaeng Takalar Bone Polman
Persentase penduduk yang pernah didiagnosa menderita penyakit TBC oleh tenaga kesehatan di 5 kabupaten, pada umumnya rendah yaitu di bawah 0.5 persen. Dilihat perbandingan antar kabupaten, yang terlihat paling tinggi adalah di Kabupaten Mamuju yaitu sebesar 0,49 persen. Sementara di Kabupaten Bone dan Polman, persentase penduduk yang pernah didiagnosa menderita TBC masing-masing hanya sebesar 0,22 persen dan 0,23 persen (Gambar 4.6.5).
Gambar 4.6.5 Persentase Penduduk yang Pernah Didiagnosa TBC, 2007
0.6 0.49
0.5
0.4 0.38 0.36
0.3 0.230.22
0.2
0.1
0 Takalar Mamuju Bantaeng Bone Polman
108
5. Persentase Penduduk yang Terdiagnosis Menderita Penyakit DBD
Dalam satu tahun terakhir, tampaknya persentase penduduk yang pernah terdiagnosa menderita penyakit DBD di Kabupaten Takalar adalah yang paling tinggi dibandingkan 4 kabupaten lainnya yaitu sebesar 0,31 persen. Sedangkan yang paling rendah adalah di Kabupaten Polman yaitu sebesar 0,07 persen (Gambar 4.6.6).
Gambar 4.6.6 Persentase Penduduk Yang Pernah Didiagnosa DBD, 2007
0.35 0.31
0.3 0.25
0.2 0.15
0.15 0.130.11
0.1 0.07
0.05 0
Mamuju Bone PolmanBantaeng Takalar
4.7 Tujuan 7: Menjamin Kelestarian Lingkungan Hidup
Bertambahnya jumlah penduduk setiap tahun dan makin pesatnya perkembangan aktifitas ekonomi pada tingkat global dan nasional, memberikan tekanan berat pada kondisi kehidupan makluk hidup khususnya pada manusia. Penipisan sumber daya alam baik yang dapat diperbaharui maupun tidak dapat diperbaharui tidak terelakkan, karena meningkatnya kegiatan ekonomi seperti pembangunan pabrik dan industri yang menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup. Di satu sisi berdirinya pabrik dan industri berdampak positif untuk merangsang kegiatan ekonomi dalam menyediakan barang dan jasa, namun di sisi lain menimbulkan dampak negatif yaitu menghasilkan limbah yang menyebabkan pencemaran udara, tanah, dan air.
109
Pencemaran udara dan air yang melebihi ambang batas toleransi akan berdampak pada penurunan kualitas lingkungan (degradasi) dan pada akhirnya akan berpengaruh pada kesehatan penduduk seperti timbulnya berbagai penyakit.
Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan penggunaan sumber daya alam makin meningkat. Penebangan hutan secara besar-besaran dan tidak terkendali baik untuk memenuhi kebutuhan bahan bangunan dan kayu bakar menyebabkan meningkatnya kandungan CO2 di udara, disamping daya serap air ke dalam tanah berkurang. Limbah dari industri menyebabkan pencemaran sungai dan air.
Kesulitan yang dialami penduduk di suatu daerah akan mendorong arus migrasi/urbanisasi yang menimbulkan masalah besar di perkotaan. Tidak tersedianya infrastruktur yang memadai (seperti perumahan dan fasilitas sosial lainnya) menyebabkan kaum pendatang sebagai pencari kerja akan memanfaatkan sarana dan prasarana yang terbatas ketersediaannya, apapun risikonya sehingga terciptalah kawasan permukiman kumuh di kota.
Pada tujuan 7 ini ditetapkan 3 target yang hendak dicapai pada akhir tahun 2015.
a. Target 9:
Memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan kebijakan dan program nasional serta mengembalikan sumber daya lingkungan yang hilang
Pada survei MDGs kecamatan ada 2 indikator yang dapat dikumpulkan variabelnya yaitu, penggunaan bahan bakar padat untuk memasak, dan indikator tambahan terkait dengan penggunaan energi listrik oleh rumah tangga.
110
Analisis Indikator:
1. Proporsi penduduk atau rumah tangga yang menggunakan bahan bakar padat (biomassa) untuk memasak.
Perbandingan banyaknya penduduk atau rumah tangga yang menggunakan bahan bakar padat untuk memasak dengan jumlah penduduk atau rumah tangga pada tahun tertentu, dinyatakan dalam persen
Bahan bakar padat untuk memasak (biomassa) adalah bahan bakar yang berasal dari kayu bakar, arang/briket, sekam, batang padi, tempurung kelapa, tandan kelapa, dan sebagainya.
Hasil survei memperlihatkan bahwa penggunaan biomassa oleh rumah tangga masih tergolong tinggi. Dari 5 kabupaten yang disurvei terdapat empat kabupaten yang penggunaannya melebihi angka 70 persen, yaitu di Bantaeng, Bone, Polewali Mandar, dan Mamuju. Sementara di Kabupaten Takalar penggunaannya lebih rendah yaitu hanya 55,31 persen.
Di daerah perdesaan penggunaan biomassa sangat diminati karena relatif mudah diperoleh dan sedikit biaya yang dikeluarkan untuk memperolehnya. Hasil survei memperlihatkan rumah tangga di perdesaan yang menggunakan biomassa dua kali lipat lebih banyak dibanding rumah tangga di perkotaan. Bahkan di empat kabupaten angkanya mencapai sekitar 80 persen (Gambar 4.7.1).
Upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan di perdesaan, diperlukan mengalihkan penggunaan biomassa ke bahan bakar yang lebih ramah lingkungan, seperti gas/elpiji. Penyuluhan kepada penduduk mengenai pentingnya mengurangi penggunaan biomassa, beralih ke penggunaan alat masak berbahan bakar ramah lingkungan. Sosialisasi massal pengalihan penggunaan bahan bakar secara bertahap menjadi sangat mendesak untuk dimulai.
111
Gambar 4.7.1 Persentase Rumah Tangga yang Menggunakan Bahan Bakar Padat menurut Kabupaten dan Tipe Daerah, 2007
22.2
45.35
26.5129.41
40.11
80.4586.23
79.85
59.3
86.62
77.7378.2872.46
55.31
76.16
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan
2. Proporsi Penduduk atau Rumah Tangga yang Menggunakan
Sumber Listrik untuk Penerangan
Perbandingan banyaknya penduduk atau rumah tangga yang menggunakan listrik untuk penerangan dengan jumlah penduduk atau rumah tangga pada tahun tertentu, dinyatakan dalam persen
Sumber penerangan listrik adalah penerangan rumah yang berasal dari PLN dan Non-PLN.
Pemakaian listrik dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk. Penduduk yang dapat mengakses listrik dapat diasumsikan telah mempunyai kemampuan ekonomi yang relatif lebih baik dan mempunyai peluang yang lebih besar untuk mengembangkan kehidupan sosial dan ekonominya.
112
Dari hasil survei MDGs kecamatan menunjukkan bahwa penduduk yang mengakses listrik cukup bervariasi antar kabupaten, dengan persentase tertinggi terjadi di Kabupaten Takalar 95,63 persen dan terendah di Kabupaten Mamuju 61,97 persen. Di Kabupaten Takalar penduduk yang mengakses listrik sudah merata antara daerah perkotaan 98,25 persen dan perdesaan 95,22 persen, sementara di empat kabupaten lainnya terjadi kesenjangan yang cukup besar dengan perbedaan sekitar 30 persen (Gambar 4.7.2).
Gambar 4.7.2 Persentase Rumah Tangga yang Menggunakan Listrik menurut Kabupaten dan Tipe Daerah, 2007
90.5796.8797.2798.2593.13
60.5765.72
79.45
95.22
69.161.97
71.7881.92
95.63
74.51
0
20
40
60
80
100
120
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju
Kota Desa Kota+Desa
b. Target 10:
Menurunkan separuh proporsi penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada tahun 2015
Pada target ini diidentifikasi 4 indikator MDGs yang dapat dihitung dari hasil survei:
113
Analisis Indikator: 1. Proporsi Penduduk atau Rumah Tangga dengan Akses Terhadap
Sumber Air Minum yang Terlindungi dan Berkelanjutan.
Perbandingan banyaknya penduduk atau rumah tangga dengan akses terhadap sumber air minum terlindung dan berkelanjutan dengan jumlah penduduk atau rumah tangga pada tahun tertentu, dinyatakan dalam persen
Sumber air minum yang terlindungi adalah air yang berasal dari air kemasan, leding, pompa, sumur terlindung, dan mata air terlindung. Pada sumber air minum yang berasal dari pompa dan sumur terlindung diperhatikan juga jarak kepenampungan kotoran/tinja harus lebih dari 10 meter.
Air merupakan kebutuhan yang mendasar bagi mahluk hidup, termasuk manusia. Tubuh manusia mengandung sekitar 70 persen unsur air sehingga manusia memerlukan asupan air sekitar 2 liter per hari. Namun sayangnya belum semua penduduk memiliki akses untuk mendapatkan air yang aman untuk diminum. Majalah PERCIK edisi Bulan Desember 2005, yang merupakan media informasi mengenai air minum dan penyehatan lingkungan, memberitakan bahwa berdasarkan catatan Asian Development Bank (ADB), satu dari tiga orang di Asia tidak memiliki akses air minum yang sehat. Sementara itu setengah dari orang yang hidup di Asia dan Pasifik tidak memiliki akses ke sanitasi dasar yang layak. Hal ini sangat memprihatinkan, karena sepertiga orang di Asia dapat berisiko terjangkit penyakit yang berkait dengan air dan sanitasi yang buruk.
Hasil survei MDGs kecamatan memperlihatkan bahwa lebih dari tiga per empat penduduk di Kabupaten Bantaeng (78,57 persen) sudah memiliki akses ke air minum yang aman dan terlindungi sepanjang musim. Di Kabupaten Takalar baru 63 persen dan Bone baru sekitar 57 persen yang memiliki akses. Sementara di Kabupaten Polewali Mandar, dan Mamuju baru sekitar setengah penduduknya yang sudah memiliki akses (Gambar 4.7.3).
114
Gambar 4.7.3 Persentase Rumah Tangga yang Menggunakan Air Bersih untuk Minum yang Berkelanjutan Sepanjang Musim menurut Kabupaten ,
2007
46.8753.8256.87
62.78
78.57
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju
Dalam hal kemudahan mendapatkan air minum, hasil survei memperlihatkan bahwa penduduk di lima kabupaten tersebut relatif mudah mendapatkan air minum. Sekitar 80 persen penduduk hanya menempuh jarak 50 meter untuk mendapatkan air minum, dengan persentase tertinggi di Kabupaten Bantaeng (87,52 persen) dan terendah di Polewali Mandar (76,17 persen). Sementara sisanya menempuh jarak 51 meter atau lebih untuk mendapatkan air minum (Gambar 4.7.4).
Gambar 4.7.4 Persentase Rumah Tangga yang Menggunakan Air bersih untuk Minum menurut Kabupaten dan Jarak yang Ditempuh untuk Mendapatkan Air, 2007
87.52 79.85 78.93 76.17 79.98
12.48 20.15 21.07 23.83 20.02
020406080
100120
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju
0-50 m 51 m lebih
115
2. Proporsi Penduduk atau Rumah Tangga dengan Akses Terhadap Fasilitas Sanitasi yang Layak
Perbandingan banyaknya penduduk atau rumah tangga dengan akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak dengan jumlah penduduk atau rumah tangga pada tahun tertentu, dinyatakan dalam persen
Fasilitas sanitasi yang layak adalah fasilitas jamban milik sendiri yang memenuhi syarat kesehatan dilengkapi dengan leher angsa dan tanki septik. “Mencegah lebih baik daripada mengobati”, adalah kata-kata bijak yang sering didengar terkait dengan penyakit. Namun kenyataannya, tindakan pencegahan masih sebatas slogan saja karena masih banyak dijumpai orang yang melakukan tindakan pengobatan penyakit dibanding dengan tindakan pencegahan penyakit. Mengkondisikan lingkungan yang sehat bisa diawali dengan upaya pencegahan, misalnya melalui penyediaan sanitasi yang layak. Upaya ini sangat efektif memutus mata rantai pencemaran dan perkembangbiakan bakteri-bakteri penyakit. Namun ketersediaan sanitasi yang layak yang dapat diakses oleh penduduk di lima kabupaten masih jauh dari yang diharapkan. Tidak ada satupun kabupaten yang penduduknya mampu untuk mengakses sanitasi yang layak melebihi angka 35 persen. Bila dibedakan menurut tipe daerah, kemampuan penduduk di perkotaan untuk mengakses sanitasi yang layak jauh lebih baik dibanding penduduk di perdesaan, bahkan di tiga kabupaten angkanya sudah melebihi 50 persen. Persentase tertinggi terjadi di Kabupaten Bone, yaitu sebesar 57,51 persen sedangkan terendahnya terjadi di Kabupaten Mamuju, yaitu sebesar 38,92 persen (Gambar 4.7.5).
Gambar 4.7.5 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Sanitasi Layak menurut Kabupaten dan Tipe Daerah, 2007
40.9
54.81 57.5153.2
38.92
27.23 27.61 22.77
15.27 19.91
30.3 31.2427.58
22.65 20.79
0
10
20
30
40
50
60
70
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju
Kota Desa Kota+Desa
116
3. Proporsi Penduduk atau Rumah Tangga yang Membuang Sampah di Tempat yang Layak
Perbandingan banyaknya penduduk atau rumah tangga yang membuang sampah di tempat yang layak dengan jumlah penduduk atau rumah tangga pada tahun tertentu, dinyatakan dalam persen
Yang dimaksud dengan membuang sampah di tempat yang layak adalah membuang sampah dengan cara diangkut petugas/membuang sendiri ke TPS/TPA, ditimbun, dan dibakar
Sampah, baik ditinjau dari makna sesungguhnya (denotatif) maupun makna sosialnya (konotatif), mempunyai arti yang negatif. Kehadirannya ditengah-tengah kehidupan manusia sangat tidak diharapkan serta keberadaannya ditempatkan pada tempat yang terpinggirkan. Namun kenyataannya sampah tidak lepas dari kehidupan manusia karena manusialah yang memproduksi sampah itu sendiri. Untuk itu sampah perlu dikelola dengan baik atau didaur ulang agar tidak menjadi masalah bagi kehidupan manusia.
Salah satu cara pengelolaan sampah yang baik adalah melalui penanganan cara membuang sampah. Membuang sampah yang baik adalah dengan cara diangkut oleh petugas untuk selanjutnya dibuang di TPS/TPA. Kalau cara ini tidak memungkinkan, masih ada dua cara lain yang masih dianggap baik, yaitu dengan cara ditimbun dan dibakar. Di dalam analisis survei MDGs kecamatan, ketiga cara di atas dikelompokkan menjadi satu kategori, yaitu kategori di tempat yang layak.
Secara umum persentase penduduk yang membuang sampah dengan cara diangkut, ditimbun, dan dibakar, telah mencapai angka lebih dari 80 persen, kecuali di Kabupaten Mamuju baru mencapai sekitar 75 persen. Antara daerah perkotaan dan perdesaan persentasenya tidak jauh berbeda.
117
Gambar 4.7.6 Persentase Rumah Tangga yang Membuang Sampah dengan Cara Ditimbun menurut Kabupaten dan Tipe Daerah, 2007
82.1879.67
93.1694.75
84.3774.47
85.291.72
95.94
85.0374.83
84.1291.9295.78
84.88
0
20
40
60
80
100
120
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju
Kota Desa Kota+Desa
c. Target 11
Mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020
Untuk memperoleh data permukiman kumuh sangat sulit, tidak dapat dikumpulkan melalui survei rumah tangga. Untuk mengatasinya digunakan 2 indikator sebagai proksinya yaitu, rumah yang tetap adalah rumah milik sendiri, sewa atau kontrak, dan rumah terjamin proksinya adalah kepemilikan sertifikat rumah dari pemerintah (BPN). Selain kedua indikator tersebut disajikan 1 indikator tambahan yaitu rumah layak huni yang diidentifikasi melalui kriteria yang memenuhi tertentu.
Analisis Indikator 1. Proporsi Penduduk atau Rumah Tangga yang Menempati Rumah
dengan Status Milik Sendiri, Sewa atau Kontrak.
Perbandingan banyaknya penduduk atau rumah tangga yang menempati rumah dengan status milik sendiri, sewa atau kontrak dengan jumlah penduduk atau rumah tangga pada tahun tertentu, dinyatakan dalam persen
Yang dimaksud dengan rumah tetap dan terjamin adalah rumah dengan status milik sendiri, kontrak atau sewa.
118
Pemenuhan kebutuhan rumah tidak hanya dilihat dari kepemilikan saja, tetapi juga harus dipastikan bahwa rumah yang ditempati merupakan rumah yang berstatus tetap dan terjamin. Dengan kepastian tersebut maka fungsi rumah sebagai tempat tinggal dan pembinaan keluarga dapat dijalankan dengan baik dan aman karena adanya kesinambungan bertempat tinggal di daerah tersebut tanpa adanya rasa khawatir terkena penggusuran.
Gambar 4.7.7 Persentase Rumah Tangga yang Menempati Rumah Tetap dan Terjamin menurut Kabupaten dan Tipe Daerah, 2007
86.86
92.61
88.58
84.9
93.5294.73
93.78
96.1193.94
91.9992.96 93.62
95.07
92.18 92.06
7880828486889092949698
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju
Kota Desa Kota+Desa
Kemampuan penduduk di 5 kabupaten lokasi survei MDGs kecamatan dalam memenuhi kebutuhan perumahan sudah sangat baik. Lebih dari 90 persen rumah yang ditempati sudah berstatus tetap dan terjamin. Dalam hal memenuhi kebutuhan perumahan, rupanya tidak ada masalah yang berarti bagi penduduk sehingga prioritas pembangunan dapat dialihkan ke bidang yang lain, sambil tetap melakukan usaha untuk menurunkan pesentase penduduk yang menempati rumah tidak tetap dan terjamin.
Namun bila dibedakan antara daerah perkotaan dan perdesaan masih terlihat kesenjangan yang cukup berarti. Kesenjangan tersebut terjadi di tiga kabupaten, yaitu Bantaeng, Bone, dan Polman, sementara di Takalar dan Mamuju relatif berimbang (Gambar 4.7.7).
119
2. Proporsi Penduduk atau Rumah Tangga yang Menempati Rumah Milik Sendiri Bersertifikat dari BPN
Perbandingan banyaknya penduduk atau rumah tangga yang menempati rumah milik sendiri bersertifikat dari BPN dengan jumlah penduduk atau rumah tangga pada tahun tertentu, dinyatakan dalam persen
Yang dimaksud dengan kepemilikan sertifikat tanah dari BPN adalah rumah milik sendiri yang memiliki status hukum kepemilikan tanah yang diterbitkan oleh BPN berupa sertifikat kepemilikan.
Indikator kepemilikan sertifikat tanah dari BPN ditanyakan kepada penduduk yang menempati bangunan tempat tinggal (rumah) yang berstatus milik sendiri. Indikator ini berguna untuk menunjukkan persentase penduduk dengan tingkat kesadaran hukum yang baik dan mempunyai kesejahteraan dan kemampuan ekonomi masyarakat yang baik di suatu daerah.
Gambar 4.7.8 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Sertifikat Tanah dari BPN menurut Kabupaten dan Tipe Daerah, 2007
53.37
30.61
47.52 45.98
57.32
20.7523.91
18.1416.41
32.18
27.3624.77
21.54 21.43
33.19
0
10
20
30
40
50
60
70
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju
Kota Desa Kota+Desa
120
Walaupun hampir seluruh penduduk sudah memiliki rumah yang tetap dan terjamin, namun secara umum kepemilikikan sertifikat tanah dari BPN penduduk di 5 kabupaten masih sangat rendah. Seperti terlihat pada Gambar 4.7.8) yaitu berkisar 21 sampai 33 persen. Persentase tertinggi terdapat di Kabupaten Mamuju (33,19 persen) dan terendah terdapat di Kabupaten Polman (21,43 persen). Sosialisasi yang intensif perlu terus dilakukan agar penduduk mau melakukan usaha peningkatan status hukum dari tanah yang dimilikinya ke status yang lebih baik. Penduduk di perkotaan hampir setengahnya telah memiliki sertifikat tanah dari BPN, kecuali di Kabupaten Takalar baru mencapai 30,61 persen. Sementara penduduk di perdesaan masih sedikit yang memiliki sertifikat tanah dari BPN, dengan kisaran antara 16,41 persen (Kabupaten Polewali Mandar) sampai dengan 32,18 persen (Kabupaten Mamuju).
3. Rumah Layak Huni Menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman Pasal 5 dan 7, suatu bangunan rumah dikatakan Rumah Layak Huni jika memenuhi berbagai standar yang berlaku berkenaan dengan keselamatan bangunan, kecukupan minimal luas bangunan dan kesehatan penghuni rumah. Ukuran standar kecukupan minimal luas bangunan rumah yang dimaksud adalah : luas lantai per kapita sebesar 7,2 meter per segi. Adapun standar kesehatan penghuni rumah meliputi: 1. Ruangan kegiatan mendapat cukup banyak cahaya 2. Ruangan kegiatan mendapat distribusi cahaya merata 3. Lubang cahaya minimal sepersepuluh dari luas lantai ruangan 4. Sinar matahari langsung dapat masuk minimal 1 jam per hari 5. Cahaya efektif dari 8.00 s.d 16.00 6. Lubang penghawaan minimal 5 persen dari luas lantai ruangan 7. Udara yang masuk sama dengan udara yang keluar 8. Udara masuk bukan dari asap dapur, bau WC, atau kamar mandi 9. Keseimbangan penghawaan antara volume udara masuk dan keluar 10. Pengcahayaan yang cukup pada ruangan dengan perabotan tidak
bergerak; menghindari perabotan yang menutupi sebagian besar luas lantai.
121
Namun tidak semua standar yang tercantum di atas dapat diperoleh melalui Survei MDGs Kecamatan. Karena itu penetapan rumah layak huni dalam Survei MDGs Kecamatan dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut:
1. Luas Lantai per Kapita: Bila kurang dari 8 meter diberi skor 1 dan bila 8 meter atau lebih diberi skor 0
2. Jenis Lantai Terluas: Bila lantainya tanah diberi skor 1 dan bila lantai bukan tanah diberi skor 0
3. Jenis Dinding Terluas: Bila dindingnya selain tembok dan kayu diberi skor 1 dan bila dindingnya tembok dan kayu diberi skor 0
4. Jenis Atap Terluas: Bila atapnya ijuk/rumbia/dedaunan/ lainnya diberi skor 1 dan bila atapnya selain ijuk/rumbia/dedaunan/lainnya diberi skor 0
5. Air untuk Minum: Bila air untuk minum berasal dari bukan Air bersih diberi skor 1 dan bila air bersih diberi skor 0
6. Fasilitas Buang Air Besar: Bila bukan milik sendiri diberi skor 1 dan bila milik sendiri diberi skor 0
7. Tempat Pembuangan akhir Tinja: Bila bukan tangki septik diberi skor 1 dan bila tangki septik diberi skor 0
8. Sumber Penerangan: Bila bukan listrik diberi skor 1 dan bila listrik diberi skor 0
Bila suatu rumah memperoleh skor kurang dari empat, maka rumah tersebut dikategorikan sebagai Rumah Layak Huni. Bila skornya sama dengan empat, dikategorikan Rawan Layak Huni, serta bila skornya lebih dari empat, dikategorikan Tidak Layak Huni.
122
Dari hasil Survei MDGs Kecamatan menunjukkan bahwa lebih dari setengah penduduk di Kabupaten Takalar (56,90 persen) dan Bone (57,52 persen) telah menempati rumah layak huni, sementara di Kabupaten Bantaeng, Polewali Mandar, dan Mamuju masih di bawah 50 persen. Umumnya penduduk di perkotaan lebih banyak menempati rumah layak huni dibanding penduduk di perdesaan. Kesenjangan yang cukup besar terjadi di Kabupaten Bone, Polewali Mandar, dan Mamuju, yaitu mencapai 20 persen lebih (Gambar 4.7.8).
Gambar 4.7.8 Persentase Rumah Tangga yang Menempati Rumah Layak Huni menurut Kabupaten dan Tipe Daerah, 2007
51.62
66.5
78.667.82
60.63
44.6355.42 55.34
38.73 40.4245.2
56.9 57.52
43.44 40.72
0102030405060708090
Bantaeng Takalar Bone Polman Mamuju
Kota Desa Kota+Desa
123
BAB V PENCAPAIAN MDGs DI TINGKAT KECAMATAN
Potret pencapaian MDGs pada tingkat kecamatan menjadi fokus pembahasan pada bab ini. Setiap indikator pebahasannya bersifat “Highlight”. Bab ini terdiri dari 5 subbab sesuai dengan urutan kabupaten. Indikator yang dibahas hanya yang representatif untuk tingkat kecamatan berdasarkan hasil perhitungan relatif standar error (RSE), seperti Angka Kematian Bayi, Angka Kematian Balita, Angka Kematian Ibu, tidak layak dianalisis untuk tingkat kecamatan.
5.1 Kabupaten Bantaeng Tujuan 1: Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan Koefisien Engel Dengan menggunakan batas koefisien Engel ≥ 0,80 sebagai proksi kesejahteraan, dari Gambar 5.1.1 terlihat bahwa 18,00 persen penduduk di Kecamatan Gantarang Keke tergolong rendah tingkat kesejahteraannya, sedangkan di Kecamatan Sinoa hanya 3,67 persen tergolong tertinggi tingkat kesejahteraannya.
Gambar 5.1.1 Persentase Pengeluaran Makanan ≥ 80% (Koefisien Engel) Persen menurut Kecamatan di Kabupaten Bantaeng, Tahun 2007
18.00
8.408.40
4.00
9.00
3.67
6.677.60
0.00
4.00
8.00
12.00
16.00
20.00
Bissappu Uluere Sinoa Bantaeng Eremerasa Tompobulu Pajukukang Gtrkeke
125
(2) Kontribusi Kuantil Termiskin terhadap Total Kemiskinan
Kontribusi penduduk berpenghasilan terendah (Q1) menggambarkan tingkat sebaran kesejahteraan penduduk yang semakin kecil persentasenya semakin tidak merata distribusi pengeluarannya. Secara umum persentase pengeluaran penduduk kuantil pertama di Kabupaten Bantaeng berkisar antara 6-13 persen. Persentase yang paling rendah adalah Kecamatan Bantaeng dan yang paling tinggi di Kecamatan Gantarang Keke, masing-masing sebesar 6,29 persen dan 12,50 persen.
(3) Status Gizi Balita Pada Gambar 5.1.2 terlihat bahwa persentase balita berstatus gizi kurang dan buruk terlihat cukup tinggi (di atas 35 persen) di 4 kecamatan yaitu di Kecamatan Pajukukang (38,50 persen), Kecamatan Sinoa 38,46 persen, Kecamatan Uluere 37,11 persen, dan Kecamatan Gantarang Keke 35,66 persen. Persentase balita gizi kurang dan buruk terlihat cukup rendah di Kecamatan Tompobulu yaitu sebesar 22,52 persen. Gambar 5.1.2 Persentase Balita Berstatus Gizi Kurang dan Buruk di
Kabupaten Bantaeng, 2007
Tompobulu
Eremerasa
Bantaeng
Bissappu
Gtrkeke
Uluere
Sinoa
Pajukukang
45.00 40.00 35.00 30.0025.0020.0015.0010.005.000.00
22.52
25.37
25.45
29.25
35.66
37.11
38.46
38.50
126
b. Tujuan 2: Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua
(1) APM SD/MI
APM menunjukkan kualitas anak yang bersekolah. APM-SD/MI di Kabupaten Bantaeng tertinggi terdapat di Kecamatan Gantarang Keke 91,4 persen dan terendah terdapat di Kecamatan Pajukukang 78,2 persen.
Gambar 5.1.3
APM SD/MI di Kabupaten Bantaeng, 2007
91.4
88.7
86.7
86.5
86.4
84.9
81.9
78.2
70 75 80 85 90 95
Gtrkeke
Bantaeng
Eremerasa
Tompobulu
Uluere
Sinoa
Bissappu
Pajukukang
`
● APS SD/MI
Lima dari delapan kecamatan di Kabupaten Bantaeng berhasil mencapai APS lebih dari 90 persen, sedang sisanya masih berada di bawah 90 persen. APS tertinggi tercatat di Kecamatan Bantaeng yaitu 96,13 persen (ibukota kabupaten), sedang terendah di Kecamatan Pajukukang 84,36 persen.
(2) APM SMP/MTs
APM-SMP/MTs di Kabupaten Bantaeng berkisar antara 35 hingga 66 persen. APM-SMP/MTs tertinggi terdapat di Kecamatan Bissapu sebesar 65,19 persen dan terendah terdapat di Kecamatan Eremerasa, hanya 35,56 persen.
127
Gambar 5.1.4
APM SMP/MTs di Kabupaten Bantaeng, 2007
65.2
58.2
50.0
46.6
45.0
41.4
39.7
35.6
0 10 20 30 40 50 60 70
Bissappu
Bantaeng
Gtrkeke
Tompobulu
Uluere
Sinoa
Pajukukang
Eremerasa
`
● APS SMP/MTs
Terlihat bahwa tingkat pencapaian APS usia 13-15 tahun variasinya cukup lebar antara 50-81 persen. Jika diperhatikan Bantaeng berhasil mencapai APS tertinggi yaitu 80,60 persen, sedang yang terendah terjadi di Pajukukang yaitu 50,86 persen.
(3) Angka Melek Huruf (AMH)
Target MDGs di tahun 2015 penduduk usia 15-24 tahun bebas buta huruf. Tingkat melek huruf penduduk usia 15-24 tahun di Kabupaten Bantaeng masih jauh dari pencapaian target. Tingkat melek huruf penduduk usia 15-24 tahun terendah terdapat di Kecamatan Eremerasa 79,6 persen. Masih diperlukan perhatian dalam penanganan penduduk usia 15-24 tahun yang masih buta huruf, mengingat masa depan bangsa ada di pundak mereka.
128
Gambar 5.1.5
Angka Melek Huruf Penduduk Usia 15-24 Tahun di Kabupaten Bantaeng, 2007
92.5
90.4
89.7
89.2
88.7
88.2
85.1
79.6
70 75 80 85 90 95
Bissappu
Tompobulu
Bantaeng
Uluere
Gtrkeke
Sinoa
Pajukukang
Eremerasa
%
`
Tingkat melek huruf penduduk yang paling rendah terdapat di Kecamatan Eremerasa yaitu melek huruf 15 tahun ke atas sebesar 60,3 persen dan tingkat melek huruf usia 45 tahun ke atas sebesar 37,3 persen (lihat Tabel Lampiran).
Alasan tidak/belum pernah bersekolah atau tidak bersekolah lagi Alasan utama penduduk berumur 7-24 tahun yang tidak/belum pernah sekolah dan tidak sekolah lagi di semua kecamatan di Kabupaten Bantaeng adalah faktor biaya. Selain alasan biaya alasan lain adalah karena sekolah jauh yang persentasenya cukup besar terdapat di Kecamatan Uluere 11,4 persen dan Sinoa 13,8 persen (lihat Tabel Lampiran).
(4) Ijazah yang dimiliki penduduk usia 15 tahun ke atas Sekitar sepertiga penduduk usia 15 tahun ke atas di Kabupaten Bantaeng tidak memiliki ijazah/tanpa ijazah, dan sekitar seperempat lebih hanya memiliki ijazah SD/MI. Persentase terbesar yang tidak punya ijazah terdapat di Kecamatan Eremerasa 49,9 persen, Uluere 49,8 persen, Sinoa 48,6 persen dan Gantarang Keke 43,9 persen. Di lain pihak gambaran pendidikan di Kabupaten Bantaeng cukup baik, terlihat dari persentase penduduk yang memiliki ijazah SMA+ sebesar 20,6 persen (lihat Tabel Lampiran).
129
c. Tujuan3: Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan
(1) Rasio APM SD/MI Rasio APM-SD/MI di Kabupaten Bantaeng tertinggi terdapat di Kecamatan Bissappu sebesar 107 dan terendah terdapat di Kecamatan Gantarang Keke sebesar 95.
Gambar 5.1.6
`
Gtrkeke
Uluere
Sinoa
Pajukukang
Tompobulu
Bantaeng
Eremerasa
Bissappu
110 1051009590 85
95
98
100
101
102
105
105
107
Rasio APM SD/MI Perempuan terhadap Laki-laki di Kabupaten Bantaeng, 2007
(2) Rasio APM SMP/MTs
Rasio APM-SMP/MTs di Kabupaten Bantaeng berkisar antara 66 hingga 143. Rasio APM-SMP/MTs tertinggi terdapat di Kecamatan Sinoa sebesar 142 dan terendah terdapat di Kecamatan Uluere sebesar 66.
Gambar 5.1.7
`
Uluere
Gtrkeke
Bissappu
Pajukukang
Bantaeng
Eremerasa
Tompobulu
Sinoa
150 130110907050
66
84
86
87
93
116
119
142
Rasio APM SMP/MTs Perempuan terhadap Laki-laki di Kabupaten Bantaeng, 2007
130
(3) Rasio Melek Huruf Rasio melek huruf penduduk usia 15-24 tahun di Kabupaten Bantaeng terendah terdapat di Kecamatan Eremerasa sebesar 97 dan tertinggi terdapat di Kecamatan Gantarang Keke sebesar 111.
Gambar 5.1.8
(4) Kontribusi Perempuan dalam Pekerjaan Upahan di Sektor Non
Pertanian (KPPNP)
`
Eremerasa
Bantaeng
Pajukukang
Tompobulu
Bissappu
Uluere
Sinoa
Gtrkeke
115 11010510095 90
97
100
101
102
103
106
108
111
Rasio Melek Huruf 15-24 Perempuan terhadap Laki-laki Tahun di Kabupaten Bantaeng, 2007
KPPNP di Kabupaten Bantaeng terbesar terdapat di Kecamatan Tompobulu sebesar 45 persen dan terendah terdapat di Kecamatan Sinoa sebesar 17 persen.
Gambar 5.1.9
`
Sinoa
Eremerasa
Uluere
Bissappu
Gtrkeke
Bantaeng
Pajukukang
Tompobulu
50 45 4035302520 1510
17
25
27
34
35
41 40
45
KPPNP di Kabupaten Bantaeng, 2007
131
d. Tujuan 4: Menurunkan Angka Kematian Anak
(1) Persentase balita diberi suplemen Vitamin A terbesar adalah di Kecamatan Bisappu yaitu sebesar 89,80 persen. Sedangkan yang terendah adalah di Kecamatan Tompobulu yaitu sebesar 58,94 persen.
(2) Persentase tertinggi balita umur 12-23 bulan yang diimunisasi campak adalah di Kecamatan Bisappu yaitu mencapai 100 persen, sedangkan yang terendah di Kecamatan Pajukukang, hanya 51,61 persen.
(3) Persentase balita yang mendapat imunisasi lengkap yaitu BCG 1 kali, DPT 3 kali, Polio 3 kali dan Campak 1 kali paling tinggi di Kecamatan Gantarang Keke yaitu 49,00 persen. Sedangkan yang terendah adalah di Kecamatan Pajukukang hanya 3,77 persen.
(4) Balita usia 2-4 tahun yang diberi ASI pada umumnya sudah sangat baik. Hampir di seluruh kecamatan persentasenya di atas 96 persen.
(5) Persentase pemberian ASI eksklusif umur 0-6 bulan di Kabupaten Bantaeng bervariasi. Persentase yang tertinggi tercatat di Kecamatan Tompobulu 19.15 persen, dan yang terendah di Kecamatan Bantaeng hanya 1,49 persen.
(6) Tingkat balita BBLR tertinggi di Kabupaten Bantaeng adalah di Kecamatan Bantaeng dengan persentase sebesar 26,79 persen. Dua kecamatan yang perlu mendapat perhatian pemerintah daerah terhadap balita dengan BBLR rendah adalah Kecamatan Gantarang Keke dan Kecamatan Sinoa dengan persentase masing-masing hanya 3,10 persen dan 5,77 persen.
(7) Persentase rumah tangga yang mengkonsumsi garam beryodium cukup terbesar adalah di Kecamatan Bissappu yaitu sebesar 33,80 persen. Sedangkan yang terendah adalah di Kecamatan Eremerasa yaitu hanya 11,25 persen.
132
d. Tujuan 5: Meningkatkan Kesehatan Ibu
(1) Persentase terbesar penolong kelahiran oleh tenaga kesehatan terlatih, adalah di Kecamatan Bantaeng, sebesar 50,89 persen dan terendah di Kecamatan Eremerasa hanya 20,90 persen.
(2) Persentase yang cakupan K4-nya terbesar adalah Kecamatan Bisappu, yaitu 59,18 persen. Sedangkan yang terendah adalah Kecamatan Eremerasa hanya 19,40 persen.
(3) Gambaran risiko kurang energi kronis (KEK) yang diukur dengan LILA (< 23,5 cm), pada WUS berusia 15-49 tahun terlihat cakup tinggi di Kecamatan Eremerasa yaitu 25,97 persen, dan Kecamatan Pajukukang 23,05 persen. Sebaliknya kecamatan dengan risiko KEK terendah adalah di Kecamatan Tompobulu yaitu hanya 8,43 persen.
(4) Persentase PUS berumur 15-49 tahun yang sedang aktif ber KB tertinggi tercatat di Kecamatan Bissappu yaitu 71,10 persen, dan yang terendah di Kecamatan Tompobulu hanya 48,54 persen.
(5) Persentase PUS yang menggunakan KB hormonal yaitu pil, suntik atau implant di Kabupaten Bantaeng hampir seluruhnya di atas 97 persen.
(6) Persentase remaja (penduduk 15-24 tahun) yang pernah mendapat penyuluhan tentang kesehatan reproduksi terlihat cukup besar di Kecamatan Bisappu 33,07 persen dan Kecamatan Sinoa 30,33 persen, sedangkan yang terendah di Kecamatan Eremerasa hanya 9,72 persen.
f. Tujuan 6: Memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan Penyakit Menular Lainnya
(1) Persentase remaja yang pernah mendengar atau mengetahui tentang HIV/AIDS terbesar adalah di Kecamatan Bisappu yaitu sebesar 67,71 persen. Sedangkan yang terendah adalah di Kecamatan Gantarang Keke hanya 34,31 persen. Secara umum persentase penduduk 15-24 tahun mempunyai tingkat pengetahuan HIV/AIDS yang lebih tinggi dibandingkan kelompok umur 15 tahun ke atas.
133
(2) Persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang mengetahui HIV/AIDS di Kabupaten Bantaeng lebih rendah dibandingkan dengan kelompok umur 15-24 tahun. Persentase tertinggi di Kecamatan Bantaeng dan Bissappu yaitu masing-masing tercatat sekitar 53 persen, sedang yang terendah tercatat di Kecamatan Gantarang Keke hanya 18,82 persen.
(3) Persentase remaja berumur 15-24 tahun yang mempunyai pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS relatif rendah, yaitu di bawah 17 persen. Persentase tertinggi tercatat di Kecamatan Bantaeng 16,72 persen, dan yang terendah di Kecamatan Sinoa hanya 1,90 persen.
(4) Kesadaran menggunakan kelambu untuk balita di Kabupaten Bantaeng relatif masih rendah dengan besaran antara 33-77 persen. Kecamatan yang relatif tinggi penggunaannya yaitu Kecamatan Eremerasa yaitu 76,87 persen, dan yang terendah di Kecamatan Gantarang Keke yaitu hanya 33,33 persen.
(5) Persentase penduduk yang terdiagnosa menderita penyakit malaria tercatat cukup rendah antara 0-3 persen. Penderita TBC persentasenya berkisar 0-2 persen, sedang penderita DBD kurang dari 0,5 persen.
g. Tujuan 7: Menjamin Kelestarian Lingkungan Hidup
(1) Hasil survei memperlihatkan bahwa penggunaan biomassa oleh rumah tangga di Kabupaten Bantaeng masih tergolong tinggi. Dari delapan kecamatan yang disurvei terdapat enam kecamatan yang penggunaannya melebihi angka 80 persen, yaitu di Uluere sebesar 93,67 persen, Sinoa 90,33 persen, Eremerasa 91,00 persen, Tompobulu 89,60 persen, Pajukukang 84,00 persen, dan Gantarang Keke 93,00 persen. Sementara di Kecamatan Bissappu dan Bantaeng persentasenya lebih rendah,yaitu masing-masing 58,00 persen dan 46,80 persen.
134
(2) Persentase rumah tangga yang menggunakan air minum terlindung dan berkelanjutan angkanya bervariasi. Persentase tertinggi tercatat di Kecamatan Bantaeng sebesar 94,80 persen sedangkan yang terendah terjadi di Kecamatan Gantarang Keke hanya 65,50 persen.
(3) Akses ke sanitasi yang layak juga masih menjadi masalah di Kabupaten Bantaeng karena ketersediaannya masih jauh dari yang diharapkan. Hanya rumah tangga di Kecamatan Bantaeng 47,00 persen, dan Tompobulu 44,80 persen yang relatif lebih baik dibanding kecamatan lainnya.
(4) Sebagian besar rumah tangga diseluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Bantaeng sudah membuang sampah dengan cara yang baik dan benar karena persentasenya sudah lebih dari 70 persen, kecuali di Kecamatan Uluere masih 59,33 persen.
(5) Sumber penerangan listrik paling banyak digunakan oleh rumah tangga di Kecamatan Bissappu yaitu 87,40 persen, sedangkan yang paling sedikit terdapat di Kecamatan Sinoa hanya 63,67 persen.
(6) Persentase rumah tangga yang menempati rumah yang tetap dan terjamin di masing-masing kecamatan sudah lebih dari 90 persen, kecuali Kecamatan Banteng masih 88,20 persen.
(7) Persentase rumah tangga yang memiliki sertifikat dari BPN masih rendah yaitu kurang dari 50 persen. Persentase tertinggi terjadi di Kecamatan Bissappu 44,09 persen, sedangkan terendah terjadi di Kecamatan Gantarang Keke hanya 6,58 persen.
(8) Persentase rumah tangga yang menempati rumah layak huni sangat bervariasi antar kecamatan. Persentase tertinggi terjadi di Kecamatan Eremerasa, yaitu 64,66 persen sedangkan persentase terendah terjadi di Kecamatan Pajukukang hanya 25,16 persen.
135
h. Ketenagakerjaan (1) TPAK penduduk laki-laki jauh lebih tinggi daripada perempuan. Di
Kecamatan Bissappu, TPAK laki-laki sekitar tiga kali lipat lebih banyak dibandingkan TPAK perempuan, yaitu 90,07 persen berbanding 27,70 persen. Tiga kecamatan yang mempunyai perbandingan TPAK antara laki-laki dan perempuan sekitar 1,6 kali lipat tercatat di Kecamatan Uluere, Sinoa dan Gantarang Keke.
(2) TKK laki-laki lebih tinggi daripada TKK perempuan disemua kecamatan di Kabuapaten Bantaeng, kecuali di Kecamatan Bantaeng dan Sinoa. TKK laki-laki yang paling rendah terdapat di Kecamatan Bissappu hanya 87,72 persen, dan TKK perempuan yang paling tinggi terdapat di Kecamatan Gantarang Keke, yaitu 98,42 persen.
(3) Lebih dari 80 persen tenaga kerja di Kecamatan Uluere, Sinoa, Gantarang Keke dan Tompobulu bekerja di sektor pertanian. Di Kecamatan Bantaeng hanya 38,70 persen yang bekerja di sektor tersebut. Kecamatan-kecamatan lainnya seperti Bissappu 56,45 persen, Kecamatan Pajukukang 68,82 persen, dan Kecamatan Eremerasa 79,44 persen.
(4) Persentase tertinggi pekerja dengan status berusaha sendiri terdapat di Kecamatan Bissappu 56,88 persen, dan Tompobulu 43,94 persen. Sedangkan di Kecamatan Uluere dan Sinoa masing-masing 24,82 dan 28,59 persen. Sementara itu, yang paling rendah terdapat di Kecamatan Gantarang Keke hanya 6,31 persen.
(5) Rata-rata upah buruh/karyawan/pegawai laki-laki lebih tinggi daripada rata-rata upah perempuan di beberapa kecamatan di Kabupaten Bantaeng, kecuali di Kecamatan Tompobulu dan Bissappu. Di dua kecamatan tersebut, rata-rata upah buruh/karyawan/pegawai perempuan sekitar 103 persen dan 172 persen.
(6) Rasio penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja terhadap jumlah penduduk tertinggi di Kecamatan Sinoa sebesar 52,09 persen dan terendah di Kecamatan Bissappu hanya 33,88 persen.
136
i. Pengeluaran Rumah Tangga
(1) Rata-rata Pengeluaran
Rata-rata pengeluaran per-kapita per bulan yang tertinggi di Kecamatan Bantaeng sebesar Rp 298.104,-. Dan yang terendah di Kecamatan Ganatarang Keke Rp. 151.370,-. Kecamatan yang tingkat pendapatan per kapitanya antara Rp 170.000,- sampai dengan Rp 200.000,- Kecamatan Bissappu, Eremerasa, dan Tompobulu.
(2) Komposisi Pengeluaran Persentase pola pengeluaran konsumsi tertinggi adalah beras dibandingkan dengan jenis makanan lainnya berkisar antara 18 s.d 33 persen. Persentase pengeluaran tertinggi untuk beras di Kecamatan Uluere sebesar 32,23 persen, sedangkan persentase pengeluaran yang terendah di Kecamatan Bantaeng hanya 18,22 persen. Selain beras, pengeluaran untuk ikan dan tembakau merupakan yang paling banyak dengan persentase antara 14 s.d 21 persen untuk ikan dan 9 s.d 14 persen untuk tembakau. Pengeluaran untuk ikan di Kecamatan Bantaeng adalah tertinggi dengan persentase 20,36 persen. Untuk pengeluaran makanan jadi, di Kecamatan Bantaeng paling tinggi persentasenya 14,23 persen dibandingkan kecamatan lainnya. Pada pola pengeluaran non-makanan untuk perumahan paling besar dibandingkan dengan pengeluaran lainnya. Pola pengeluaran non-makanan di Kecamatan Uluere berbeda dengan kecamatan lain yaitu persentase tertinggi untuk aneka barang dan jasa yaitu 40,42 persen, sedangkan untuk perumahan sebesar 39,79 persen. Di Kecamatan Bissappu pengeluaran untuk perumahan persentasenya tertinggi yaitu sebesar 58,02 persen, dan yang terendah di Kecamatan Uluere.
(3) Distribusi Pengeluaran Rumah Tangga
Kontribusi Pengeluaran Rumah Tangga Kelompok 40% Terendah di tingkat kecamatan berkisar antara 17 s.d 29 persen dari seluruh pengeluaran. Ini menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan pengeluaran termasuk rendah bila
137
dilihat menurut kriteria Bank Dunia, karena kelompok tersebut berkontribusi lebih dari 17 persen dari seluruh pengeluaran. Kontribusu tertinggi di Kecamatan Gantarang Keke dan yang terendah di Kecamatan Bantaeng.
j. Pemilikan Aset dan Potensi Ekonomi Lokal (1) Kepemilikan Aset Persentase rumah tangga yang memiliki aset perhiasan emas paling banyak di Kecamatan Bantaeng sebesar 73,80 persen, dan yang terendah di Kecamatan Bissapu hanya 46,80 persen. Aset kedua terbesar kepemilikan TV berwarna dengan persentase terbesar di Kecamatan Bantaeng yaitu 64,20 persen, dan terendah di Kecamatan Sinoa hanya 21,67 persen. Aset ketiga adalah kepemilikan ternak dengan persentase tertinggi di Kecamatan Eremerasa sebesar 39,50 persen, sedangkan paling rendah di Kecamatan Bissappu hanya 26,40 persen. Aset kepemilikan kendaraan bermotor terbesar di Kecamatan Bantaeng dan terendah di Kecamatan Sinoa. Sedangkan kepemilikan tabungan tertinggi di Kecamatan Bantaeng dan terendah di Kecamatan Sinoa.
(2) Potensi Tanaman Padi Persentase rumah tangga yang mengusahakan tanaman padi terbesar di Kecamatan Pajukukang sebesar 36,2 persen, dan terendah di Kecamatan Sinoa hanya 7,33 persen. Rata-rata luas usaha tanaman padi tertinggi terdapat di Kecamatan Sinoa 1,72 ha dan rata-rata terkecil terdapat di Kecamatan Tompobulu 0,41 ha. Namun luas lahan terbesar terdapat di Kecamatan Pajukukang 1.916 ha. Hal ini tidak mengherankan karena di kecamatan ini persentase rumah tangga yang mengusahakan padi paling tinggi dibandingkan kecamatan lainnya. Rata-rata luas lahan yang diusahakan rumah tangga di kecamatan ini sebesar 0,81 ha. Jumlah petani gurem di Kabupaten Bantaeng sekitar 35,86 persen terhadap seluruh rumah tangga yang mengusahakan lahan padi di kabupaten ini. Artinya lebih dari sepertiga dari jumlah petani padi di Bantaeng merupakan petani gurem. Petani gurem ini paling banyak terdapat di Kecamatan Tompobulu, yaitu sebesar 54,67 persen.
138
5.2 Kabupaten Takalar
a. Tujuan 1 (1) Koefisien Engel Dengan menggunakan batas koefisien Engel ≥ 0,80 sebagai proksi tingkat kesejahteraan, dari Gambar 5.2.1 terlihat bahwa Kecamatan Mangara Bombang sebesar 32,45 persen tergolong rendah tingkat kesejahteraannya, sedangkan Kecamatan Galesong Utara hanya 4,58 persen tergolong tinggi tingkat kesejahteraannya.
Tabel 5.2.1 Persentase Pengeluaran Makanan ≥ 80% (Koesfisien Engel) menurut Kecamatan di Kabupaten Takalar, 2007
35.00
Galesong Utara Selatan
GalesongUtara
PolobangkengPatallassangSelatan
PolobankengMappakasungguBombangMangara
4.58
12.76
9.61
4.794.80
12.90
32.45
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
-
(2) Kontribusi Kuantil Termiskin terhadap Konsumsi Kontribusi penduduk berpenghasilan terendah (Q1) menggambarkan tingkat sebaran kesejahteraan penduduk yang semakin kecil persentasenya semakin tidak merata distribusi pengeluarannya. Secara umum persentase pengeluaran penduduk kuantil pertama di Kabupaten Takalar berkisar antara 9-13 persen seperti tersaji pada Tabel Lampiran. Persentase yang paling rendah adalah Kecamatan Pattallassang 9,78 persen dan yang paling tinggi di Kecamatan Mappakasunggu 12,41 persen.
(3) Status Gizi Balita Pada Gambar 5.2.2 terlihat bahwa persentase balita berstatus gizi kurang dan buruk terlihat cukup tinggi (di atas 30 persen) di 2 kecamatan yaitu di Kecamatan
139
Galesong Utara 30,83 persen, dan Kecamatan Galesong Selatan 39,07 persen. Persentase balita gizi kurang dan buruk terlihat rendah di Kecamatan Polombangkeng Selatan hanya 21,14 persen.
Gambar 5.2.2. Persentase Balita Berstatus Gizi Kurang dan Buruk di Kabupaten Takalar, 2007
Polobankeng Selatan
Pattallassang
Mangara Bombang
Mappakasunggu
Polombangkeng Utara
Galesong Utara
Galesong Selatan
45 40 353025201510 50
21.14
25.15
25.32
26.28
28.78
30.83
39.07
b. Tujuan 2
(1) Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI. APM menunjukkan kualitas anak yang bersekolah. APM-SD/MI di Kabupaten Takalar tertinggi terdapat di Kecamatan Mapakasunggu 87,89 persen dan terendah terdapat di Kecamatan Mangara Bombang 82,97 persen).
Gambar 5.2.3
`
Mangara Bombang
Polombangkeng Utara
Galesong Utara
Pattallassang
Galesong Selatan
Polombankeng Selatan
Mappakasunggu
89 88 878685848382 8180
83.0
84.4
84.7
86.5
86.6
87.9
87.9
APM SD/MI di Kabupaten Takalar, 2007
140
● Angka Partisipasi Sekolah (APS) Umur 7-12 Tahun Enam dari tujuh kecamatan di Kabupaten Takalar berhasil mencapai APS lebih dari 90 persen, sedang di Kecamatan Mangara Bombang masih berada di bawah 90 persen. APS tertinggi tercatat di Kecamatan Pattallassang yaitu 97,58 persen (ibukota kabupaten).
(4) Angka Partisipasi Murni (APM) SMP/MTs
APM-SMP/MTs di Kabupaten Takalar berkisar antara 48 hingga 64 persen. APM-SMP/MTs tertinggi terdapat di Kecamatan Polombangkeng Utara 63,76 persen dan terendah terdapat di Kecamatan Mangara Bombang 48,23 persen.
Gambar 5.2.4
`
%
Mangarabombang
Galesong Utara
Galesong Selatan
Mappakasunggu
Polombankeng Selatan
Pattallassang
Polombangkeng Utara
70 60 50403020 100
48.2
50.3
52.9
54.7 59.9
62.5 63.8
APM SMP/MTs di Kabupaten Takalar, 2007
● Angka Partisipasi Sekolah (APS) Umur 13-15 Tahun
Terlihat bahwa tingkat pencapaian APS usia 13-15 tahun variasinya berkisar antara 62-86 persen. Jika diperhatikan Takalar berhasil mencapai APS tertinggi di Kecamatan Pattallassang 85,70 persen, sedang yang terendah terjadi di Galesong Utara yaitu 62,70 persen.
(3) Angka Melek Huruf (AMH)
Tingkat melek huruf penduduk usia 15-24 tahun di Kabupaten Takalar sudah hampir mencapai target. Tingkat melek huruf penduduk usia 15-24 tahun terendah terdapat di Kecamatan Mangara Bombang 92,39 persen.
141
Gambar 5.2.5
Polombankeng Selatan
`
Mangarabombang
Galesong Selatan
Mappakasunggu
Galesong Utara
Polombangkeng Utara
Pattallassang
99 98 979695949392 919089
92.4
93.7
94.8
95.2
95.2
96.5
98.5
AMH Penduduk Usia 15-24 Tahun di Kabupaten Takalar, 2007
Tingkat melek huruf penduduk usia 15 tahun ke atas yang paling rendah terdapat di Kecamatan Mangara Bombang yaitu sebesar 70,00 persen dan tingkat melek huruf usia 45 tahun ke atas yang tertinggi di Kecamatan Pattalassang sebesar 71,57 persen (lihat Tabel Lampiran).
(4) Alasan tidak/belum pernah bersekolah atau tidak bersekolah lagi Alasan utama penduduk berumur 7-24 tahun yang tidak/belum pernah sekolah dan tidak sekolah lagi di semua Kecamatan di Kabupaten Takalar adalah faktor biaya. Alasan berikutnya adalah bekerja, dengan persentase terbesar terdapat di Kecamatan Galesong Utara 29,18 persen dan Polombangkeng Utara 16,55 persen (lihat Tabel Lampiran).
(5) Ijazah yang dimiliki penduduk usia 15 tahun ke atas
Sekitar seperempat penduduk usia 15 tahun ke atas di Kabupaten Takalar tidak memiliki ijazah/tanpa ijazah, dan sekitar 28 persen lebih memiliki ijazah SD/MI. Persentase terbesar yang tidak punya ijazah terdapat di Kecamatan Galesong Selatan 33,88 persen, Galesong Utara 29,35 persen, Mapakasunggu 28,91 persen dan Mangara Bombang 24,34 persen. Di lain pihak gambaran pendidikan di Kabupaten Takalar cukup baik, terlihat dari persentase penduduk yang memiliki ijazah SMA+ sebesar 25,99 persen (lihat Tabel Lampiran).
142
c. Tujuan 3:
(1) Rasio Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI Rasio APM-SD/MI di Kabupaten Takalar berkisar antara 90 hingga 112. Rasio tertinggi terdapat di Kecamatan Pattallassang sebesar 112, dan terendah terdapat di Kecamatan Galesong Selatan sebesar 90.
Gambar 5.2.6
`
Galesong Selatan
Galesong Utara
Polombangkeng Utara
Polombangkeng Selatan
Mappakasunggu
Mangarabombang
Pattallassang
120 11010090 80
90
104
105
107
107
112 111
Rasio APM SD/MI Perempuan terhadap Laki-laki di Kabupaten Takalar, 2007
(2) Rasio APM SMP/MTs Rasio APM-SMP/MTs di Kabupaten Takalar berkisar antara 68 hingga 123. Rasio tertinggi terdapat di Kecamatan Galesong Selatan sebesar 122, dan terendah terdapat di Kecamatan Mappakasunggu sebesar 69.
Gambar 5.2.7
`
Mappakasunggu
Pattallassang
Polombangkeng Selatan
Polombangkeng Utara
Galesong Utara
Mangarabombang
Galesong Selatan
130 12011010090807060
69 84
91
92
114
122 119
Rasio APM SMP/MTsPerempuan terhadap Laki-laki di Kabupaten Takalar, 2007
143
(3) Rasio Melek Huruf
Rasio melek huruf penduduk usia 15-24 tahun per kecamatan di Kabupaten Takalar berkisar antara 100 hingga 108. Rasio melek huruf terendah di Kabupaten Takalar adalah di Kecamatan Polombangkeng Selatan sebesar 101, dan tertinggi di Kecamatan Mangara Bombang sebesar 107.
Gambar 5.2.8
`
Polombangkeng Selatan
Pattallassang
Galesong Utara
Mappakasunggu
Polombangkeng Utara
Galesong Selatan
Mangarabombang
108 107 106105104103102 101100
101
102
106
106
106 107
107
Rasio Melek Huruf 15-24 Tahun Perempuan terhadap laki-laki di Kabupaten Takalar, 2007
(4) Kontribusi Perempuan dalam Pekerjaan Upahan di Sektor Non Pertanian (KPPNP)
KPPNP per kecamatan di Kabupaten Takalar berkisar antara 17 hingga 38 persen. KPPNP terbesar di Kecamatan Pattallassang sebesar 38 persen, dan terendah di Kecamatan Galesong Utara sebesar 17 persen.
Gambar 5.2.9
`
Galesong Utara
Polombangkeng Utara
Mangarabombang
Polombangkeng Selatan
Galesong Selatan
Mappakasunggu
Pattallassang
40 3530252015
17
18 22
24
29
36 38
KPPNP di Kabupaten Takalar, 2007
144
d. Tujuan 4:
(1) Persentase balita diberi suplemen Vitamin A terbesar di Kecamatan Galesong utara yaitu sebesar 84,36 persen. Sedangkan yang terendah di Kecamatan Mappakasunggu dengan persentase sebesar 64,80 persen.
(2) Persentase tertinggi balita umur 12-23 bulan yang diimunisasi campak adalah di Kecamatan Polombangkeng Selatan yaitu mencapai 96,73 persen, sedangkan yang terendah adalah di Kecamatan Galesong Selatan dengan persentase sebesar 60,58 persen.
(3) Persentase balita yang mendapat imunisasi lengkap tertinggi adalah di Kecamatan Polombangkeng Selatan yaitu sebesar 67,52 persen. Sedangkan yang terendah adalah di Kecamatan Polombangkeng Utara dengan persentase sebesar 35,55 persen.
(4) Balita usia 2-4 tahun yang diberi ASI pada umumnya sudah sangat baik. Hampir di seluruh kecamatan persentase balita sudah di atas 95 persen.
(5) Persentase pemberian ASI eksklusif untuk bayi berumur 0-6 bulan di Kabupaten Takalar bervariasi. Persentase yang tertinggi tercatat di Kecamatan Mangara Bombang 27,53 persen, dan yang terendah yang tidak mengikuti pola pemberian ASI eksklusif di Kecamatan Pattallassang.
(6) Di Kabupaten Takalar, persentase balita BBLR tertinggi tercatat di Kecamatan Galesong Selatan 20,30 persen, Polombangkeng Utara 18,05 persen, dan Kecamatan Mappakasunggu 15,40 persen. Kecamatan dengan persentase BBLR terendah terlihat di Kecamatan Pattallassang yaitu hanya 5,92 persen.
(7) Persentase rumah tangga yang mengkonsumsi garam dengan kandungan yodium cukup terbesar adalah di Kecamatan Galesong utara yaitu sebesar 66,66 persen. Sedangkan yang terendah adalah di Kecamatan Pattallassang yaitu hanya 18,83 persen.
e. Tujuan 5:
(1) Untuk kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, persentase terbesar adalah di Kecamatan Pattallassang 83,30 persen, dan terendah adalah di Kecamatan Mangara Bombang hanya 47,19 persen.
145
(2) Persentase ibu hamil sudah melakukan pemeriksaan kehamilan sesuai standar yaitu minimal 4 kali terbesar adalah di Kecamatan Galesong Utara, yaitu 79,13 persen . Sedangkan yang terendah adalah di Kecamatan Mangara Bombang yaitu 38,13 persen.
(3) Persentase WUS dengan risiko KEK (LILA < 23.5 cm) tercatat cukup tinggi di Kecamatan Galesong Selatan 30,30 persen. Sedangkan yang terendah di Kecamatan Polobankeng Selatan hanya 10,01 persen
(4) Persentase PUS berumur 15-49 tahun yang sedang aktif ber KB tertinggi terdapat di Kecamatan Polobankeng Selatan 66,18 persen, dan yang terendah di Galesong Selatan 44,46 persen.
(5) PUS berumur 15-49 tahun di Kabupaten Takalar hampir seluruhnya (di atas 97%) menggunakan KB hormonal yaitu pil, suntik atau implant. Persentase yang terbesar di Kecamatan Galesong Utara 99,58 persen.
(6) Persentase remaja (penduduk 15-24 tahun) yang pernah mendapat penyuluhan tentang kesehatan reproduksi terlihat cukup besar di Kecamatan Polobankeng Selatan sebesar 58,55 persen, dan terendah di Kecamatan Mappakasunggu hanya 13,57 persen.
f. Tujuan 6:
(1) Di Kabupaten Takalar, daerah yang paling tinggi persentase remaja yang pernah mendengar atau mengetahui tentang HIV/AIDS adalah di Kecamatan Pattallassang yaitu sebesar 87,95 persen. Kecamatan lain yang relatif tinggi persentasenya adalah Polombangkeng Selatan yaitu sebesar 76,71 persen. Sedangkan yang terendah adalah di Kecamatan Mangara Bombang yaitu sebesar 58,03 persen.
(2) Persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang mengetahui HIV/AIDS di Kabupaten Takalar lebih rendah dibandingkan dengan kelompok umur 15-24 tahun. Persentase tertinggi di Kabupaten Pattallassang 66,48 persen, dan terendah di Polobankeng Utara 37,71 persen.
(3) Persentase remaja berumur 15-24 tahun yang mempunyai pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS relatif masih rendah yaitu di bawah 30 persen. Persentase tertinggi tercatat di Pattallassang 29,00 persen, dan terendah di Mangara Bombang hanya 7,05 persen.
146
(4) Lebih dari 70 persen Balita sadar menggunakan kelambu untuk mencegah gangguan nyamuk malaria. Persentase tertinggi di Kecamatan Polobankeng Utara sebesar 89,93 persen, dan terendah di Mappakasunggu 73,79 persen. Namun yang tidur menggunakan kelambu khusus yang diproteksi dengan insektisida persentasenya sangat kecil.
(5) Persentase penduduk yang terdiagnosis menderita penyakit malaria di lima kecamatan hanya berada di bawah 2 persen, sedang untuk TBC dan DBD kurang dari 1 persen.
g. Tujuan 7: (1) Penggunaan biomassa oleh rumah tangga di Kabupaten Takalar
bervariasi antar kecamatan. Persentase tertinggi terjadi di Kecamatan Mangara Bombang, yaitu sebesar 75,01 persen, sedangkan yang terendah terjadi di Kecamatan Galesong Utara hanya 31,41 persen.
(2) Persentase rumah tangga yang menggunakan air minum terlindungi dan berkelanjutan persentase tertinggi di Kecamatan Galesong Utara sebesar 73,79 persen, sedangkan yang terendah di Kecamatan Mappakasunggu 54,00 persen.
(3) Akses ke sanitasi yang layak masih menjadi masalah di Kabupaten Takalar karena ketersediaannya masih jauh dari yang diharapkan. Hanya rumah tangga di Kecamatan Pattallassang 62,03 persen, dan yang terendah di Kecamatan Polombangkeng Utara hanya 14,76 persen.
(4) Sebagian besar rumah tangga di semua kecamatan yang ada di Kabupaten Takalar membuang sampah dengan cara yang baik dan benar persentasenya sudah di atas 90 persen kecuali di Kecamatan Mappakasunggu yang hanya 86,53 persen.
(5) Persentase rumah tangga yang menempati rumah yang tetap dan terjamin di masing-masing kecamatan sudah mencapai angka sekitar 90 persen. Namun, persentase rumah tangga yang memiliki sertifikat dari BPN berkisar antara 12-35 persen. Persentase tertinggi di Kecamatan Polombangkeng Utara 34,49 persen, sedangkan terendah di Kecamatan Galesong Utara hanya 12,35 persen.
(6) Sumber penerangan listrik hampir merata digunakan oleh rumah tangga di Kabupaten Takalar. Bahkan terdapat dua kecamatan yang
147
persentasenya mendekati angka 100 persen, yaitu Pattallassang 98,20 persen, dan Galesong Selatan 98,19 persen.
(7) Untuk indikator rumah layak huni, angkanya bervariasi antar kecamatan. Persentase tertinggi terjadi di Kecamatan Pattallassang sebesar 74,32 persen, sedangkan persentase terendah di Kecamatan Mangara Bombang hanya 31,63 persen.
h. Ketenagakerjaan (1) TPAK penduduk laki-laki jauh lebih tinggi daripada perempuan. Di
Kecamatan Galesong Utara, TPAK laki-laki sekitar enam kali lipat lebih banyak dibandingkan TPAK perempuan, yaitu 88,13 persen berbanding 13,84 persen. Tiga kecamatan yang mempunyai perbandingan TPAK relatif sama antara laki-laki dan perempuan yaitu sekitar dua kali lipat lebih banyak terdapat di Polobankeng Selatan dan Mappakasunggu. TPAK perempuan tertinggi terdapat di Kecamatan Polobankeng Selatan sebesar 40,31 persen, dan terendah di Kecamatan Galesong Utara hanya 13,84 persen.
(2) TKK laki-laki lebih tinggi dari pada TKK perempuan disemua kecamatan di Kabuapaten Takalar, kecuali di Polombangkeng Utara dan Pattallassang. TKK laki-laki yang paling rendah terdapat di Kecamatan Mangara Bombang 89,11 persen, dan TKK perempuan yang paling tinggi terdapat di Kecamatan Polombangkeng Utara 93,93 persen.
(3) Persentase penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian yang terendah di Kecamatan Pattallassang, hanya 16,31 persen. Sebaliknya di Kecamatan Polombangkeng Selatan lebih dari separo tenaga kerjanya bekerja di sektor pertanian. Kecamatan-kecamatan lainnya mempunyai persentase penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian yang relatif tidak berbeda.
(4) Persentase tenaga kerja berstatus sebagai berusaha sendiri yang terendah di Kecamatan Galesong Utara hanya 28,55 persen, dan yang tertinggi tercatat di Kecamatan Mappakasunggu sebesar 64,40 persen dan Mangara Bombang 52,81 persen. Persentase pekerja tidak dibayar yang terendah di Kecamatan Galesong Utara hanya 2,29 persen, dan yang tertinggi tercatat di Kecamatan Polombangkeng Selatan dan Kecamatan Mapakasunggu sekitar 18 persen.
148
(5) Rata-rata upah buruh/karyawan/pegawai laki-laki lebih tinggi dari pada rata-rata upah perempuan di Kecamatan Mappakasunggu, Polombangkeng Selatan, Pattallassang, dan Galesong Selatan. Tiga kecamatan lainnya rata-rata upah buruh/karyawan/pegawai perempuan lebih tinggi dari laki-laki.
(6) Rasio penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja terhadap jumlah penduduk tertinggi di Kecamatan Polombangkeng Selatan sebesar 39,51 persen, dan terendah di Kecamatan Galesong Utara hanya 30,99 persen.
i. Pengeluaran Rumah Tangga
(1) Rata-rata pengeluaran per kapita Rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di Kabupaten Takalar tercatat Rp 255.744,-. Kecamatan Pattallassang yang merupakan lokasi ibukota kabupaten, rata-rata pengeluaran per kapitanya tertinggi yaitu Rp. 318.131,-, dan yang terendah tercatat di Mangara Bombang Rp 212.461,-.
(2) Komposisi Pengeluaran Persentase pengeluaran makanan tertinggi tercatat di Kecamatan Mangara Bombang 74,19 persen, sedangkan yang terendah terdapat di Kecamatan Pattallassang hanya 59,62 persen. Dari sisi pengeluaran, menunjukan bahwa Kecamatan Pattallassang lebih sejahtera dibandingkan dengan kecamatan lainnya.
Dari kelompok makanan persentase pengeluaran untuk beras merupakan yang tertinggi yaitu berkisar antara 18-28 persen dari total pengeluaran makanan. Persentase pengeluaran untuk beras yang paling rendah di Kecamatan Pattallassang hanya 18,62 persen, dan tertinggi di Kecamatan Mappakasunggu sebesar 27,15 persen.
(3) Distribusi Pengeluaran Rumah Tangga Kontribusi Pengeluaran Rumah Tangga Kelompok 40% Terendah di tingkat kecamatan berkisar antara 23 s.d 28 persen dari seluruh pengeluaran. Ini menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan pengeluaran termasuk rendah bila dilihat menurut kriteria Bank Dunia, karena kelompok tersebut berkontribusi
149
lebih dari 17 persen dari seluruh pengeluaran. Kontribusi tertinggi di Kecamatan Mangara Bombang dan Kecamatan Mappakasunggu, dan yang terendah di Kecamatan Pattallassang.
j. Pemilikan Aset dan Potensi Ekonomi Lokal (1) Kepemilikan Aset Persentase rumah tangga yang memiliki aset perhiasan emas paling banyak di Kecamatan Galesong Utara sebesar 64,17 persen, dan yang terendah di Kecamatan Mappakasunggu hanya 47,98 persen. Aset kedua terbesar kepemilikan TV berwarna dengan persentase terbesar di Kecamatan Pattallassang yaitu 74, 03 persen, dan terendah di Kecamatan Mangara Bombang hanya 58,17 persen. Aset ketiga adalah kepemilikan ternak dengan persentase tertinggi di Kecamatan Polombangkeng Utara sebesar 46,19 persen, sedangkan paling rendah di Kecamatan Galesong Utara hanya 4,81 persen. Aset kepemilikan kendaraan bermotor terbesar di Kecamatan Pattallassang dan terendah di Kecamatan Mangara Bombang. Sedangkan kepemilikan tabungan tertinggi di Kecamatan Pattallassang dan terendah di Kecamatan Mappakasunggu.
(3) Potensi Tanaman Padi Persentase rumah tangga yang mengusahakan tanaman padi terbesar di Kecamatan Polombangkeng Selatan sebesar 76,97 persen, dan terendah di Kecamatan Galesong Utara hanya 23,33 persen. Rata-rata luas usaha tanaman padi per rumah tangga terbesar di Kecamatan Mappakasunggu 2,29 ha, dan terendah di Kecamatan Polombangkeng Utara hanya 0,30 ha. Luas lahan terbesar terdapat di Kecamatan Mangara Bombang 4.260 ha. Namun rata-rata luas lahan yang diusahakan rumah tangga tertinggi di Kecamatan Mappakasunggu sebesar 2,29 ha.
Jumlah petani gurem di Kabupaten Takalar sekitar 62,49 persen terhadap seluruh rumah rumah tangga yang mengusahakan lahan padi di kabupaten ini. Artinya hampir duapertiga dari jumlah petani padi di Kabupaten Takalar petani gurem. Persentase terbesar di Kecamatan Polombangkeng Utara, yaitu sebesar 82,53 persen.
150
5.3 Kabupaten Bone
a. Tujuan 1:
(1) Koefisien Engel
Dengan menggunakan batas koefisien Engel ≥ 0,80 sebagai proksi kesejahteraan, dari Gambar 5.3.1 terlihat bahwa persentase pengeluaran untuk makanan pada batas ini Kecamatan Tellu Lempoe, Bontocani, dan Ponre masing-masing sebesar 69,04 persen, 58,39 persen, dan 57.72 persen, tergolong rendah tingkat kesejahteraannya, sedangkan Kecamatan Bengo dan Tanete Riattang masing-masing hanya 0,24 persen dan 0,58 persen, tergolong tinggi tingkat kesejahteraannya.
Gambar 5.3.1 Persentase Pengeluaran Makanan ≥ 80% (Koefisien Engel) Menurut Kecamatan di Kabupaten Bone, 2007
Bontocani Kahu
Kajuara Salomekko
Tonra Patimpeng
Libureng Mare
Sibulue Cina
Barebbo Ponre
Lappariaja Lamuru
Tellu Limpoe Bengo
Ulaweng Palakka
Awangpone Tellu Siattinge
Amali Ajangale
Dua Boccoe Tanete Riattang Barat
Cenrana Tanete Riattang
Tanete Riattang Timur
80.00 70.00 60.0050.0040.0030.00 20.0010.00-
3.00
3.790.58
16.565.62
1.8011.98
3.6211.23
27.49 6.24
0.2469.04
13.05 5.30
57.72
10.5313.37
10.5920.92
3.994.253.76
2.6815.40
7.8458.39
151
(2) Kontribusi Kuantil Termiskin terhadap Konsumsi
Kontribusi penduduk berpenghasilan terendah (Q1) menggambarkan tingkat sebaran kesejahteraan penduduk yang semakin kecil persentasenya semakin tidak merata distribusi pengeluarannya. Secara umum persentase pengeluaran penduduk kuantil pertama di Kabupaten Bone berkisar antara 8-14 persen seperti tersaji pada Tabel Lampiran. Persentase yang paling rendah adalah Kecamatan Tanete Riattang 8,99 persen, dan yang paling tinggi di Kecamatan Pallaka dan Kecamatan Sibulue masing-masing 13,28 persen.
(3) Status Gizi Balita Pada Gambar 5.3.2 terlihat bahwa persentase balita berstatus gizi kurang dan buruk terlihat cukup tinggi (di atas 30 persen) di 2 kecamatan yaitu di Kecamatan Tonra dan Kecamatan Tellu Lempoe masing-masing 55,39 persen dan 53,65 persen, dan terendah di Kecamatan Tellu Siattinge 14,18 persen.
Gambar 5.3.2 Persentase Balita Berstatus Gizi Kurang dan Buruk di Kabupaten Bone, 2007
14.18Tellu Siattinge27.80Tanete Riattang Barat
27.85Cina
28.17Tanete Riattang
29.73Amali
30.28Lappariaja
31.62Ponre
31.94Palakka
33.13Libureng
33.16Dua Boccoe
33.48Tanete Riattang Timur
33.96Lamuru
36.62Kajuara
36.78Barebbo
36.90Bontocani
37.19Kec Kahu
38.00Ulaweng
38.26Cenrana
39.07Patimpeng
40.88Ajangale
43.23Awangpone
44.54Salomekko
55.39 60.00
53.65 49.16
48.00 45.12Mare
Bengo
Sibulue
Tellu Limpoe
Tonra
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00
152
b. Tujuan 2: (1) Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI APM menunjukkan kualitas anak yang bersekolah. APM-SD/MI di Kabupaten Bone tertinggi terdapat di Kecamatan Ponre dan Kecamatan Ajangale masing-masing 94,48 persen dan 93,09 persen, sedangkan terdapat di Kecamatan Patimpeng dan Kecamatan Libureng masing-masing 80,73 persen dan 82,37 persen.
Gambar 5.3.3
94.593.1
92.692.292.292.292.0
91.691.391.1
90.890.7
89.889.6
89.388.7
88.188.1
87.887.287.086.986.9
86.283.8
82.480.7
70 75 80 85 90 95 100
Ponre
Ajangale
Tonra
Bontocani
Kahu
Ulaweng
Mare
Amali
Cina
Sibulue
Tellu Siattinge
Palakka
Cenrana
Dua Boccoe
Barebbo
Bengo
Salomekko
Lappariaja
Tellu Limpoe
Awangpone
Kajuara
Tanete Riattang Barat
Tanete Riattang Timur
Lamuru
Tanete Riattang
Libureng
Patimpeng
APM SD/MI di Kabupaten Bone, 2007
`
153
(1) Angka Partisipasi Sekolah (APS) Usia 7-12 Tahun. APS umur 7-12 tahun di Kabupaten Bone sudah mencapai lebih dari 90 persen di seluruh kecamatan. Empat kecamatan di antaranya berhasil mencapai lebih dari 98 persen yaitu Kecamatan Mare, Cina, Ulaweng, dan Tanette Riattang.
(2) Angka Partisipasi Murni (APM) SMP/MTs
APM-SMP/MTs di Kabupaten Takalar berkisar antara 33 hingga 76 persen, APM-SMP/MTs tertinggi terdapat di Kecamatan Tonra 75,3 persen dan terendah terdapat di Kecamatan Tellu Limpoe hanya 33,6 persen.
Gambar 5.3.4 APM SMP/MTs di Kabupaten Bone, 2007
33.6 Tellu Limpoe
43.2 Ulaweng
43.8 Cenrana
45.2 Ajangale
45.5 Bontocani
46.6 Tanete Riattang Timur
47.3 Dua Boccoe
48.0 Palakka
49.5 Lappariaja
49.9 Kajuara
51.3 Awangpone
52. 4 Tellu Siattinge
Barebbo 7
52.9 Amali
53.4 Bengo`
53.5 Patimpeng
55.4 Tanete Riattang Barat
56.2 Lamuru
57.5 Mare
57.7 Tanete Riattang
57.7 Ponre
59.6 Sibulue
62.3 Salomekko
71.5 Libureng
73.7 Kahu
74.2 Cina
75.3 Tonra
20 0 10 30 40 50 60 70 80
%
154
● Angka Partisipasi Sekolah (APS) Umur 13-15 Tahun
Terlihat bahwa tingkat pencapaian APS usia 13-15 tahun variasinya berkisar antara 45-86 persen. Jika diperhatikan Bone berhasil mencapai APS tertinggi di Kecamatan Tonra 85,60 persen, sedang yang terendah terjadi di Kecamatan Tellu Lempoe yaitu 45,75 persen.
(3) Angka Melek Huruf
Angka melek huruf penduduk usia 15-24 tahun sudah relatif tinggi, namun belum mencapai 100 persen. Persentase AMH tertinggi terdapat di Kecamatan Riattang Barat 99,00 persen. Masih diperlukan program prioritas penuntasan buta huruf di lima Kecamatan yang persentasenya di bawah 95 persen, seperti Kecamatan Patimpeng, Tellu Limpoe, Awangpone, Ajangale, dan Dua Boccoe.
Gambar 5.3.5
AMH Penduduk Usia 15-24 di Kabupaten Bone, Tahun 2007
Patimpeng Dua Boccoe Awangpone
Tellu Limpoe
Bengo Ajangale
100.0 98.0 96.094.092.090.0 88.086.0 Tanete Riattang Barat
Cina Tanete Riattang
Salomekko Kahu
Tonra Bontocani
Palakka Barebbo
Tanete Riattang Timur Tellu Siattinge
Ulaweng Lappariaja
Amali Mare
Ponre Lamuru Kajuara
Cenrana Sibulue
Libureng
90.6 93.0
94.293.7
95.895.4
94.9
99.0 98.9
98.8 98.8
98.7 98.5
98.1 97.8 97.7 97.7 97.7
97.6 97.5
97.2 97.1 97.0
96.7 96.4
96.3 95.9
155
Angka melek huruf penduduk usia 15 tahun ke atas dan 45 tahun ke atas terendah terdapat di Kecamatan Dua Boccoe masing-masing 61,65 persen dan 29,25 persen.
(4) Alasan Tidak/Belum Pernah Sekolah atau Tidak Sekolah Lagi Alasan utama penduduk berumur 7-24 tahun yang tidak/belum pernah sekolah dan tidak sekolah lagi di semua Kecamatan di Kabupaten Bone adalah faktor biaya. Alasan selain faktor biaya adalah bekerja, menikah, dan sekolah jauh. Alasan tidak bersekolah lagi karena bekerja yang tertinggi di Kecamatan Boccoe dan Kecamatan Ajangale masing-masing 20,53 persen dan 19,11 persen, karena alasan menikah di Kecamatan Lapariaja dan Kahu masing-masing 14,53 persen dan 14.30 persen. Lebih dari seperlima anak tidak bersekolah lagi karena alasan sekolah jauh terjadi di Kecamatan Ponre, Tellu Lempoe, dan Lamurru.
(5) Ijazah yang dimiliki penduduk usia 15 tahun ke atas
Hampir seperempat penduduk usia 15 tahun ke atas di Kabupaten Bone tidak memiliki ijazah. Persentase tertinggi yang tidak punya ijazah SD/MI terdapat di Kecamatan Cemrana 33,10 persen, dan terendah di Kecamatan Tanette Riattang 10,32. Sementara itu yang memiliki ijazah SD/MI yang terbanyak di Kecamatan Tellu Lempoe sebesar 76.17 persen, dan terendah di Tanette Riattang 15,33 persen. Sedangkan persentase penduduk yang mempunyai ijazah SMP/MTs tertinggi di Kecamatan Pattimpeng 23,29 persen, dan terendah di Kecamatan Tellu Lempoe 8,15 persen. Di lain pihak gambaran pendidikan di Kabupaten Bone cukup baik, terlihat dari persentase penduduk yang memiliki ijazah serendah-rendahnya SMA sebesar 21,46 persen. Persentase tertinggi tercatat di Tanete Riattang 51,70 persen, dan terendah di Kecamatan Tellu Lempoe hanya 4,50 persen. (lihat Tabel Lampiran).
c. Tujuan 3:
(1) Rasio APM SD/MI
Rasio APM SD/MI per kecamatan di Kabupaten Bone berkisar antara 85 hingga 113. Rasio APM-SD/MI di Kabupaten Bone tertinggi terdapat di Kecamatan Patimpeng sebesar 113 dan terendah terdapat di Kecamatan Bengo sebesar 85.
156
Gambar 5.3.6 Rasio APM SD/MI Perempuan terhadap Laki-laki di Kabupaten Bone, 2007
`
Bengo
Ulaweng
Cenrana
Tonra
Mare
Amali
Ponre
Palakka
Awangpone
Tanete Riattang Barat
Lappariaja
Tellu Siattinge
Salomekko
Barebbo
Tanete Riattang Timur
Tanete Riattang
Sibulue
Lamuru
Kahu
Libureng
Ajangale
Dua Boccoe
Bontocani
Kajuara
Tellu Limpoe
Cina
Patimpeng
115 110 1051009590 8580
85 90
9394
9596
9898999999
101101
101102102102102102
103104
105
105105
109 108
113
157
(2) Rasio APM SMP/MTs
Rasio APM-SMP/MTs per kecamatan di Kabupaten Bone berkisar antara 74 hingga 137. Rasio APM-SMP/MTs tertinggi terdapat di Kecamatan Tanete Riattang Barat sebesar 137 dan terendah terdapat di Kecamatan Tellu Siattinge sebesar 74.
Gambar 5.3.7 Rasio APM SMP/MTs Perempuan terhadap laki-laki di Kabupaten Bone, 2007
`
Tellu Siattinge
Bengo
Tellu Limpoe
Cina
Ulaweng
Lappariaja
Barebbo
Lamuru
Kahu
Ajangale
Bontocani
Awangpone
Salomekko Dua Boccoe
Libureng
Tonra
Palakka
Ponre
Tanete Riattang Timur
Cenrana
Kajuara
Tanete Riattang
Mare
Amali
Sibulue
Patimpeng
Tanete Riattang Barat
130 12011010090 8070
74
79
80
80
85
87
88
95
96
97
97
98
99
102
103
106
111
114
117
118
118123
125
125
131
135
137
140
(3) Rasio Angka Melek Huruf
Rasio melek huruf penduduk usia 15-24 tahun per kecamatan di Kabupaten Bone berkisar 93 hingga 107. Rasio melek huruf penduduk usia 15-24 tahun di Kabupaten Bone terendah terdapat di Kecamatan Lamuru sebesar 94 dan tertinggi terdapat di Kecamatan Mare sebesar 107.
158
Gambar 5.3.8
Rasio Melek Huruf 15-24 Perempuan terhadap laki-laki Tahun di Kabupaten Bone, 2007
Lamuru
Tanete Riattang
Barebbo
Amali
Tonra
Lappariaja
Ponre
Ulaweng
Dua Boccoe
Bengo
Cenrana
Tellu Siattinge
Cina
Tanete Riattang Barat
Salomekko
Kajuara
Kahu
Awangpone
Tanete Riattang Timur
Palakka
Ajangale
Libureng
Patimpeng
Bontocani
Sibulue
Tellu Limpoe
Mare
105 107 1031019995 9793
94
99
99
99
99
99
99
100
100
100
101
101
101
101
101
101
102
102
102
103
103
103
104
104
105
106
107
(4) Kontribusi Perempuan dalam Pekerjaan Upahan di Sektor Non-
Pertanian (KPPNP) KPPNP terbesar terdapat di Kecamatan Ajangale sebesar 60 persen. Ini menunjukkan bahwa di Kecamatan Ajangale kontribusi pekerja upahan perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki. KPPNP terendah terdapat di Kecamatan Cina sebesar 25 persen
159
Gambar 5.3.9
d. Tujuan 4:
Target 5:
KPPNP di Kabupaten Bone, 2007
25 Cina26 Libureng
29 Barebbo30 Kajuara
33 Palakka34 Tanete Riattang Timur
38 Tellu Siattinge39 Lamuru39 Lappariaja39 Tanete Riattang Barat
40 Tanete Riattang40 Ponre41 Bengo41 Amali41 Dua Boccoe42 Bontocani42 Tellu Limpoe
43 Awangpone44 Ulaweng
46 Salomekko48 Kahu
51 Mare52 Cenrana
53 Patimpeng55 Tonra
57 Sibulue60 Ajangale
20 25 30 35 40 45 50 55 60 %
(1) Persentase balita diberi suplemen Vitamin A terbesar adalah di Kecamatan Salomekko yaitu 89,05 persen. Sedangkan yang terendah adalah di Kecamatan Patimpeng yaitu 50,00 persen.
(2) Persentase tertinggi balita umur 12-23 bulan yang diimunisasi campak adalah di Kecamatan Lappariaja yaitu mencapai 90,91 persen, sedangkan yang terendah di Kecamatan Cenrana hanya 27,66 persen.
(3) Persentase balita yang mendapat imunisasi lengkap paling tinggi adalah di Kecamatan Ajangale yaitu sebesar 67,40 persen. Sedangkan yang terendah di Kecamatan Sibulue dan Salomekko dengan persentase kurang dari 2 persen.
160
(4) Balita diberi ASI pada umumnya sudah sangat baik. Hampir di seluruh kecamatan persentase balita usia 2-4 tahun yang diberi ASI sudah di atas 93 persen, bahkan ada 7 kecamatan yang sudah mencapai 100 persen.
(5) Pemberian ASI eksklusif untuk bayi berumur 0-6 bulan di Kabupaten Bone sangat rendah persentasenya. Tercatat 11 kecamatan yang tidak terlaksana program pemberian ASI eksklusifnya. Kecamatan yang tercatat tertinggi persentasenya adalah Kecamatan Lamuru 7,01 persen.
(6) Persentase tertinggi balita BBLR adalah di Kecamatan Tanete Riattang Timur yaitu sebesar 16,48 persen, kemudian disusul oleh Kecamatan Tonra sebesar 15,06 persen. Namun demikian sebagian besar kecamatan di Kabupaten Bone, persentase sudah di bawah 10 persen. Yang terendah adalah di Kecamatan Barebbo yaitu hanya sekitar 1,73 persen.
(7) Persentase rumah tangga yang mengkonsumsi garam beryodium cukup, terbesar adalah di Kecamatan Tanete Riattang yaitu sebesar 87,78 persen. Sedangkan yang terendah adalah di Kecamatan Ulewang hanya 17,25 persen.
e. Tujuan 5:
Target 6:
(1) Persentase terbesar kelahiran yang ditolong oleh nakes terlatih, adalah di Kecamatan Tanete Riattang 90,25 persen, dan terendah di Kecamatan Bontocani hanya 17,64 persen.
(2) Persentase ibu hamil sudah melakukan pemeriksaan kehamilan sesuai standar minimal 4 kali (K4) terbesar adalah di Kecamatan Bengo, yaitu 73,87 persen. Sedangkan yang terendah adalah Kecamatan Tellu Limpoe hanya 4,69 persen.
(3) Persentase WUS dengan risiko KEK (LILA < 23.5 cm) terlihat cukup tinggi di Kecamatan Bontocani 19,70 persen. Sedangkan yang terendah di Kecamatan Patimpeng yaitu 3,81 persen.
161
(4) Persentase PUS berumur 15-49 tahun yang sedang aktif ber KB relatif rendah yaitu antara 18-56 persen. Persentase tertinggi di Kecamatan Liburreng 55,45 persen, dan terendah di Kecamatan Awangpone hanya 18,43 persen.
(5) Terdapat 6 Kecamatan di Kabupaten Bone yang seluruhnya menggunakan KB hormonal. Selebihnya PUS yang menggunakan KB hormonal adalah di atas 94 persen.
(6) Persentase remaja yang pernah mendapat penyuluhan tentang kesehatan reproduksi terlihat cukup besar di Kecamatan Tellu Limpoe 57,87 persen, dan terendah di Kecamatan Ulaweng hanya 6,46 persen.
f. Tujuan 6: Target 7:
(1) Kecamatan Tanete Riattang merupakan daerah yang paling besar persentase penduduk 15-24 tahun yang mengetahui tentang HIV/AIDS yaitu sebesar 80,29 persen. Sedangkan yang paling rendah adalah di Kecamatan Amali, yaitu hanya 29,08 persen.
(2) Persentase penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang mengetahui HIV/AIDS yang tertinggi di Kecamatan Tanete Riattang sebesar 72,46 persen, dan yang terendah di Kecamatan Amali hanya 14,11 persen.
(3) Terdapat 3 kecamatan yang sama sekali tidak mempunyai pengetahuan tentang HIV/AIDS secara lengkap dan komprehensif. Sebanyak 10 kecamatan masih di bawah 10 persen, dan 14 kecamatan lainnya kisaran persentasenya antara 10-30 persen.
(4) Penggunaan kelambu untuk tidur pada balita relatif tinggi dengan kisaran persentase antara 41-98 persen. Dua kecamatan yang persentase pemakaiannya tertinggi adalah Kecamatan Ajangale dan Kecamatan Dua Boccoe yaitu masing-masing sedikit lebih tinggi dari 98 persen, dan yang terendah adalah Kecamatan Lamuru hanya 41,44 persen
(5) Sama dengan kabupaten lainnya persentase penduduk yang terdiagnosis menderita malaria, TBC, dan DBD cukup rendah. Khusus untuk DBD karena sifatnya insidentil ada 7 kecamatan yang tidak ada kasusnya.
162
g. Tujuan 7: (1) Penggunaan bahan bakar padat oleh rumah tangga di Kabupaten Bone
cukup bervariasi antar kecamatan. Persentase tertinggi terjadi di Kecamatan Tellu Limpoe, yaitu sebesar 93,67 persen sedangkan yang terendah terjadi di Kecamatan Tanete Riattang hanya 17,58 persen.
(2) Persentase rumah tangga yang menggunakan air minum terlindungi yang berkelanjutan angkanya bervariasi antar kecamatan. Persentase tertinggi terjadi di Kecamatan Barebbo 80,46 persen, sedangkan yang terendah di Kecamatan Bontocani hanya 12,32 persen.
(3) Akses ke sanitasi yang layak masih menjadi masalah di Kabupaten Bone karena ketersediaannya masih jauh dari yang diharapkan, terutama di Kecamatan Lappariaja 1,49 persen, Tellu Limpae 2,26 persen, Sibulue 4,39 persen, dan Salomekko 6,01 persen. Sementara kondisi yang paling baik terjadi di Kecamatan Tanete Riattang Barat karena lebih dari 70 persen rumah tangga sudah memiliki akses sanitasi yang layak.
(4) Sebagian besar rumah tangga di kecamatan yang ada di Kabupaten Bone sudah membuang sampah dengan cara yang baik dan benar karena persentasenya sudah di atas 90 persen.
(5) Persentase rumah tangga yang menempati rumah yang tetap dan terjamin di masing-masing kecamatan sudah mencapai angka sekitar 90 persen. Dari segi kepememilikan sertifikat BPN di Kabupaten Bone hanya sebesar 21,54 persen. Persentase tertinggi terjadi di Kecamatan Tanete Riattang 58,41 persen, sedangkan 5 kecamatan yang persentasenya masih di bawah 10 persen adalah Tellu Limpoe, Awang Pone, Ponre, Bontocani, dan Cendana.
(6) Persentase rumah tangga yang menggunakan sumber penerangan listrik angkanya bervariasi antar kecamatan. Persentase tertinggi terjadi di Kecamatan Tanete Riattang 98,60 persen, sedangkan terendah terjadi di Kecamatan Tellu Limpoe hanya 25,01 persen.
(7) Persentase rumah tangga yang menempati rumah layak huni yang tertinggi di Kecamatan Tanete Riattang, yaitu sebesar 82,70 persen, sedangkan persentase terendah terjadi di Kecamatan Tellu Limpoe hanya 27,49 persen.
163
h. Ketenagakerjaan (1) TPAK penduduk laki-laki jauh lebih tinggi daripada perempuan. Di
Kecamatan Kajuara dan Mare, TPAK laki-laki sekitar empat kali lipat lebih banyak dibandingkan TPAK perempuan. Dua kecamatan yang mempunyai perbandingan TPAK terendah yang relatif sama antara laki-laki dan perempuan yaitu sekitar 1,6 kali lipat lebih banyak terdapat di Kecamatan Salomekko dan Amali. TPAK perempuan tertinggi terdapat di Kecamatan Amali 55,18 persen dan terendah di Kecamatan Kajuara 19,67 persen.
(2) TKK laki-laki lebih tinggi dari pada TKK perempuan di semua kecamatan di Kabuapaten Bone. TKK laki-laki yang paling rendah terdapat di Kecamatan Kajuaran 72,66 persen, dan TKK perempuan yang paling tinggi terdapat di Kecamatan Amali 94,58 persen.
(3) Ada sekitar 95,69 persen tenaga kerja di Kecamatan Tellu Limpoe bekerja di sektor pertanian, dan sekitar 80-90 persen berada di 8 (delapan) kecamatan lainnya, yaitu di Kecamatan Salomekko 89,35 persen, Patimpeng 86,40 persen, Tellu Siattiinge 85,47 persen, Amali 84,97 persen, Bontocani 82,65 persen, Ponre 81,16 persen, Cenrana 80,68 persen, dan Libureng 80,55 persen.
(4) Rata-rata upah buruh/karyawan/pegawai laki-laki lebih tinggi dari pada rata-rata upah perempuan di beberapa kecamatan di Kabupaten Bone, kecuali di Kecamatan Kajuara, Mare, Sibulue, Ulaweng, dan Tellu Siattinge. Rasio rata-rata upah perempuan terhadap laki-laki yang paling tinggi terdapat di Kecamatan Sibulue, yaitu 163,60 persen. Sebaliknya, yang paling rendah terdapat di Kecamatan Ajangale dengan rasio rata-rata upah sekitar 51,31 persen.
(5) Lebih dari 50,0 persen pekerja di Kecamatan Tonra, Cina, dan Kajuara berstatus berusaha sendiri. Di 6 kecamatan lainnya persentasenya di bawah 20,0 persen, yaitu Kecamatan Dua Boccoe 18,15 persen, Kahu 17,09 persen, Bontocani 17,05 persen, Salamekko 15,28, Palakka 13,55 persen, dan Tellu Siattinge 12,26 persen.
(6) Rasio penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja terhadap jumlah penduduk tertinggi di Kecamatan Amali sebesar 52,11 persen, dan terendah di Kecamatan Kajuara hanya 23,60 persen.
164
I. Pengeluaran Rumah Tangga (1) Rata-rata Pengeluaran Rumah Tangga Rata-rata pengeluaran per kapita di Kabupaten Bone tercatat Rp. 213.961,-. Tiga kecamatan yang membentuk ibukota Kabupaten Bone tingkat pengeluaran per kapitanya lebih tinggi dibanding kecamatan lain yaitu, Kecamatan Tanete Riattang Rp 420.875,-, Tanete Riattang Barat Rp 293.985,-, dan Tanete Riattang Timur Rp 253.754,-. Kecamatan dengan tingkat pendapatan per kapita terendah adalah Kecamatan Tellu Limpoe yaitu Rp 123.436,-.
(2) Komposisi Pengeluaran Persentase pengeluaran untuk makanan antar kecamatan di Kabupaten Bone bervariasi dengan persentase antara 52-82 persen. Sebagian besar pengeluaran masih dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan makanan. Persentase pengeluaran makanan tertinggi adalah Kecamatan Tellu Limpoe sebesar 81,93 persen, sedangkan yang terendah terdapat pada Kecamatan Tanete Rianttang 52,91 persen. Masih tingginya pengeluaran untuk makanan pada hampir semua kecamatan menunjukkan bahwa sebagian besar kecamatan di Kabupaten Bone secara umum penduduknya masih kurang sejahtera.
(3) Distribusi Pengeluaran Rumah Tangga Distribusi pengeluaran rumah tangga dari 40% penduduk yang berpengeluaran rendah pada seluruh kecamatan kontribusinya antara 22 s.d 30 persen dari total pengeluaran. Tingkat pemerataan pengeluaran pada 27 kecamatan tersebut termasuk tingkat ketimpangan rendah bila dilihat menurut kriteria Bank Dunia karena pada golongan tersebut menerima lebih dari 17 persen dari seluruh pengeluaran.
k. Pemilikan Aset dan Potensi Ekonomi Lokal (1) Kepemilikan Aset Persentase rumah tangga yang memiliki aset perhiasan emas paling banyak di Kecamatan Ajangale sebesar 86,41 persen, dan yang terendah di Kecamatan Tellu Lempoe hanya 36,26 persen. Aset kedua terbesar
165
kepemilikan TV berwarna dengan persentase terbesar di Kecamatan Tanete Riattang yaitu 83,80 persen, dan terendah di Kecamatan Tellu Lempoe hanya 16,01 persen. Aset ketiga kepemilikan tabungan tertinggi di Kecamatan Tellu Lempoe 94,26 persen, dan terendah di Kecamatan Bontocane 13,47 persen. Aset kepemilikan kendaraan bermotor terbesar di Kecamatan Tanete Riattang 66,05 persen, dan terendah di Kecamatan Tellu Lempoe 13,96 persen. Aset kepemilikan ternak dengan persentase tertinggi di Kecamatan Tellu Lempoe sebesar 77,44 persen, sedangkan paling rendah di Kecamatan Tanete Riattang hanya 11,61 persen.
(4) Potensi Tanaman Padi Persentase rumah tangga yang mengusahakan tanaman padi terbesar di Kecamatan Amali sebesar 71,18 persen, dan terendah di Kecamatan Tanete Riattang Timur hanya 4,79 persen. Rata-rata luas usaha tanaman padi per rumah tangga terbesar di Kecamatan Sibulue 2,93 ha, dan terendah di Kecamatan Patimpeng hanya 0,50 ha. Meskipun luas lahan terbesar terdapat di Kecamatan Dua Boccoe 6.992 ha, namun rata-rata luas lahan yang diusahakan rumah tangga tertinggi di Kecamatan Sibulue.
Jumlah petani gurem di Kabupaten Bone sekitar 27,37 persen terhadap seluruh rumah rumah tangga yang mengusahakan lahan padi di kabupaten ini. Artinya lebih dari seperempat jumlah petani padi di Kabupaten Bone adalah petani gurem. Persentase terbesar di Kecamatan Kajuara, yaitu sebesar 68,14 persen, sedang di kecamatan Tanete Riattang tidak dijumpai petani gurem.
166
5.4. Kabupaten Polewali Mandar
a. Tujuan 1: (1) Koefisien Engel Dengan menggunakan batas koefisien Engel ≥ 0,80 sebagai proksi kesejahteraan, dari Gambar 5.4.1 terlihat bahwa 72,38 persen penduduk di Kecamatan Tubbi Taramanu tergolong rendah tingkat kesejahteraannya, sedangkan di Kecamatan Wonomulyo hanya 4,44 persen tergolong tertinggi tingkat kesejahteraannya.
Gambar 5.4.1 Persentase Pengeluaran Makanan ≥ 80% (Koefisien Engel) menurut Kecamatan di Kabupaten Polman, Tahun 2007
32.01 30.85
64.08
72.38
40.4737.97
30.47
4.44
16.02
33.62
14.52
57.69
10.40
47.96
64.25
23.33
-
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
Tina
mbu
ng
Balanip
a
Limbo
ro
Tubb
i Tar
aman
uAlu
Campa
lagian
Luyo
Won
omuly
o
Mapilli
Tapa
ngo
Matak
aliBulo
Polew
ali
Binua
ng
Anrea
pi
Matan
gnga
(2) Kontribusi kuantil termiskin terhadap konsumsi Kontribusi penduduk berpenghasilan terendah (Q1) menggambarkan tingkat sebaran kesejahteraan penduduk yang semakin kecil persentasenya semakin tidak merata distribusi pengeluarannya. Secara umum persentase pengeluaran penduduk kuantil pertama di Kabupaten Polman berkisar antara 10-14 persen. Persentase yang paling rendah adalah Kecamatan Polewali 10,56 persen dan yang paling tinggi di Kecamatan Tubbi Taramanu, hanya 13,85 persen.
167
(3) Status Gizi Balita Pada Gambar 5.4.2 terlihat bahwa persentase balita berstatus gizi kurang dan buruk terlihat cukup tinggi (di atas 40 persen) di 6 kecamatan yaitu di Kecamatan Tubbi Taramanu, Binuang, Balanipa, Matakali, Bulo, dan Andreapi. Persentase balita gizi kurang dan buruk terlihat cukup rendah di Kecamatan Wonomulyo yaitu hanya 25,87 persen.
Gambar 5.4.2 Persentase Balita Berstatus Gizi Kurang dan Buruk Di Kabupaten Polman, 2007
Status Gizi Balita Kurang dan Buruk
Tubbi Taramanu
Campalagian
Wonomulyo
Mapilli
Alu
Matangnga
Mapango
Limboro
Polewali
Luyo
Tinambung
Bulo
Binuang
Matakali
Balanipa
Anreapi
60.00 55.00 50.00 45.0040.0035.0030.0025.00 20.0015.00 10.00
25.87
28.54
33.23
34.04
34.56
35.88
36.84
37.29
37.55
38.17
42.64
42.99
45.93
46.31
48.23 54.42
168
b. Tujuan 2:
(1) Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI
APM-SD/MI di Kabupaten Poliwali Mandar berkisar antara 82 hingga 95 persen, APM-SD/MI tertinggi terdapat di Kecamatan Tubbi Taramanu 94,9 persen dan terendah terdapat di Kecamatan Limboro 82,3 persen.
Gambar 5.4.3
`
Limboro
Matakali Bulo
Anreapi Polewali
Wonomulyo
Tapango Luyo
Mapilli
Balarpa Binuang
Campalagian Alu
Matangnga Tinambung
Tubbi Taramanu
96.0 94.0 92.0 90.088.086.084.082.0 80.0 78.0 76.0
82.3
84.6
84.9
87.5
87.6
87.6
88.3
88.3
88.4
88.7
89.7
90.1
92.0 91.3
93.4 94.9
APM SD/MI di Kabupaten Polman, 2007
● Secara umum 15 dari 16 kecamatan di Polewali Mandar telah berhasil
mencapai APS lebih besar dari 90 persen. APS terendah terjadi di Kecamatan Buto 86,71 persen dan tertinggi di Kecamatan Tinambung 97,95 persen.
169
(2) Angka Partisipasi Murni (APM) SMP/MTs APM-SMP/MTs di Kabupaten Poliwali Mandar berkisar antara 26 hingga 68 persen, APM-SMP/MTs tertinggi terdapat di Kecamatan Polewali 67,62 persen dan terendah terdapat di Kecamatan Bulo hanya 26,84 persen. APM SMP/MTs masih jauh dari target, perlu langkah strategis pemerintah meningkatkan APM SMP/MTs.
Gambar 5.4.4
`
Bulo
Alu
Balarpa
Limboro
Tinambung
Tubbi Taramanu
Binuang
Anreapi
Campalagian
Tapango
Luyo
Matangnga
Matakali
Mapilli
Wonomulyo
Polewali
80 70 6050403020 100
26.8
42.3
43.1
46.3
47.3
47.7
48.2
49.3
49.8
50.3
51.9
52.8
54.6
55.1
67.6 64.2
APM SMP/MTs di Kabupaten Polman, 2007
● Angka Partisipasi Sekolah (APS) umur 13-15 tahun lebih rendah dari
APS-SD/MI (7-12 tahun). Semua kecamatan di kabupaten ini telah berhasil mencapai APS lebih besar dari 60 persen kecuali Kecamatan Bulo 41,58 persen. Tingkat pencapaian APS tertinggi tercatat di Kecamatan Polewali 83,62 persen dan diikuti oleh Kecamatan Wonomulyo 81,15 persen.
170
(3) Angka melek huruf (AMH)
● AMH Usia 15-24 tahun Angka melek huruf usia 15-24 tahun masih belum mencapai target yang diharapkan. Masih diperlukan perhatian dalam penanganan penduduk usia 15-24 tahun yang masih buta huruf di bawah 90 persen yaitu, di Kecamatan Bulo 76,95 persen, Kecamatan Matangnga 78,74 persen, dan Tubbi Taramanu 89,94 persen.
Gambar 5.4.5
Tubbi Taramanu
`
Bulo
Matangnga
Tapango
Alu
Binuang
Matakali
Limboro
Anreapi
Luyo
Balarpa
Mapilli
Campalagian
Polewali
Tinambung
Wonomulyo
120.0 100.0 80.060.040.020.00.0
77.0
78.7
89.9
90.3
91.9 92.0 93.2 93.4 93.8 94.0 94.5 95.1 95.6 96.7 97.0 97.2
AMH Penduduk Usia 15-24 Tahun di Kabupaten Polman, 2007
171
● AMH 15 dan 45 tahun ke atas
Angka melek huruf usia 15 tahun ke atas berkisar antara 64 hingga 92 persen. Angka melek huruf 15 tahun di bawah 75 persen terdapat di Kecamatan Bulo 64,22 persen, Binuang 72,73 persen, Limboro 72,58 persen, Balanipa 74,82 persen, Luyo 74,81 persen dan Matangnga sebesar 73,76 persen.
Rendahnya angka melek huruf 15 tahun ke atas sebagian besar merupakan kontribusi penduduk buta huruf usia tua. Angka melek huruf penduduk 45 tahun ke atas berkisar antara 36 persen hingga 83 persen.
(4) Alasan Tidak/Belum Pernah Sekolah atau Tidak Sekolah Lagi
Alasan utama penduduk berumur 7-24 tahun yang tidak/belum pernah sekolah dan tidak sekolah lagi di semua Kecamatan di Kabupaten Polman adalah faktor biaya. Selain faktor biaya, alasan lain yang tidak bersekolah karena sekolah jauh persentasenya cukup besar terdapat di Kecamatan Matangnga 58,33 persen dan Allu 32,53 persen.
(5) Ijazah yang Dimiliki Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas
Sekitar 29 persen penduduk usia 15 tahun ke atas di Kabupaten Polman tidak memiliki ijazah, dan lebih dari sepertiga hanya memiliki ijazah SD/MI. Yang memiliki ijazah SMP/MTs kurang dari 20 persen. Persentase tertinggi yang memiliki ijazah SD/MI tercatat di Kecamatan Tubbi Taramanu 56,23 persen, dan terendah di Kecamatan Polewali 23,03 persen. Sementara itu penduduk yang memiliki ijazah SMP/MTs tertinggi di Kecamatan Wonomulyo 26,34 persen, dan terendah di Kecamatan Bullo 10,74 persen. Di lain pihak gambaran pendidikan di Kabupaten Polman cukup baik, terlihat dari persentase penduduk yang memiliki ijazah SMA+ sebesar hampir 20 persen.
172
c. Tujuan 3:
(1) Rasio APM SD/MI
Rasio APM SD/MI per kecamatan di Kabupaten Polman berkisar antara 91 hingga 107. Rasio APM-SD/MI di Kabupaten Polman tertinggi terdapat di Kecamatan Balanipa sebesar 107 dan terendah terdapat di Kecamatan Limboro sebesar 91.
Gambar 5.4.6
Rasio APM SD/MI Perempuan terhadap Laki-laki di Kabupaten Polman, 2007
`
Limboro
Anreapi
Wonomulyo
Binuang
Polewali
Alu
Matakali
Matangnga
Campalagian
Bulo
Tapango
Tinambung
Luyo
Mapilli
Tubbi Taramanu
Balanipa
110 1051009590
91
95
95
97
97
99
99
101
100
101
102
102
103
103
104
107
173
(2) Rasio APM SMP/MTs
Rasio APM-SMP/MTs per kecamatan di Kabupaten Polman berkisar antara 43 hingga 138. Rasio APM-SMP/MTs tertinggi terdapat di Kecamatan Luyo sebesar 138 dan terendah terdapat di Kecamatan Bulo sebesar 43.
Gambar 5.4.7
`
Bulo
Alu
Tubbi Taramanu
Campalagian
Binuang
Limboro
Matangnga
Polewali
Matakali
Anreapi
Mapilli
Wonomulyo
Tinambung
Balanipa
Tapango
Luyo
140 120100806040
43
76
84
84
92
95
102
106
108
113
114
114
117
118
125
138
Rasio APM SMP/MTs Perempuan terhadap Laki-lakidi Kabupaten Polman, 2007
174
(3) Rasio Angka Melek Huruf
Rasio melek huruf penduduk usia 15-24 tahun per kecamatan di Kabupaten Polman berkisar 82 hingga 110. Rasio melek huruf penduduk usia 15-24 tahun di Kabupaten Polman terendah terdapat di Kecamatan Bulo sebesar 82 dan tertinggi terdapat di Kecamatan Alu sebesar 110.
Gambar 5.4.8
`
Bulo
Tubbi Taramanu
Wonomulyo
Mapilli
Campalagian
Luyo
Tinambung
Polewali
Limboro
Binuang
Balanipa
Anreapi
Matakali
Tapango
Matangnga
Alu
110 105 1009590 8580
82
97
99
99
100
102
102
103
103
103 105
106 106
108 109
110
Rasio Melek Huruf 15-24 Tahun Perempuan terhadap Laki-laki di Kabupaten Polman, 2007
175
(4) Kontribusi Perempuan dalam Pekerjaan Upahan di Sektor Non Pertanian (KPPNP)
KPPNP per kecamatan di Kabupaten Polman berkisar 18 antara 43 persen. KPPNP terbesar terdapat di Kecamatan Limboro sebesar 43 persen dan terendah terdapat di Kecamatan Tubbi Taramanu sebesar 18 persen.
Gambar 5.4.9
Tubbi Taramanu
Luyo
Wonomulyo
Bulo
Binuang
Matakali
Campalagian
Tapango
Anreapi
Polewali
Alu
Matangnga
Balanipa
Tinambung
Mapilli
Limboro
45 40 353025 2015
18
19 24
25
29
29
29
30
30
31`
32
34
39
39
41 43
KPPNP di Kabupaten Polman, 2007
176
d. Tujuan 4: (1) Persentase balita diberi suplemen Vitamin A terbesar adalah di
Kecamatan Anreapi yaitu sebesar 92,83 persen. Sedangkan yang terendah adalah di Kecamatan Campalagian yaitu sebesar 39,42 persen.
(2) Persentase tertinggi balita umur 12-23 bulan yang diimunisasi campak adalah di Kecamatan Matakali sebesar 95,53 persen, sedangkan yang terendah adalah di Kecamatan Matangnga hanya 18,84 persen.
(3) Persentase balita yang mendapat imunisasi lengkap paling tinggi adalah di Kecamatan Wonomulyo yaitu sebesar 80,32 persen. Sedangkan yang terendah di Kecamatan Matangnga tidak dijumpai balita yang diimunisasi lengkap.
(4) Balita diberi ASI pada umumnya sudah sangat baik. Hampir di seluruh kecamatan persentase balita usia 2-4 tahun yang diberi ASI sudah di atas 95 persen, kecuali Kecamatan Bullo hanya 93,18 persen.
(5) Persentase pemberian ASI eksklusif pada bayi berumur 0-6 bulan berada dikisaran antara 5-48 persen. Kecamatan Campalagian 47,86 persen, dan Binuang 42,53 persen, merupakan dua kecamatan yang mencapai persentase tertinggi dibanding kecamatan lainnya, sedang dua kecamatan yang persentasenya rendah adalah Kecamatan Bulo 5,83 persen dan Matangnga 6,46 persen.
(6) Persentase tertinggi balita BBLR yang masih di atas 10 persen adalah Kecamatan Anreapi, Mapilli, Tapango, Matakali, dan Campalagian. Namun demikian sebagian besar kecamatan di Kabupaten Polman, persentase balita BBLR sudah di bawah 10 persen. Yang terendah adalah di Kecamatan Luyo yaitu hanya sekitar 1,19 persen.
(7) Persentase rumah tangga yang mengkonsumsi garam beryodium cukup, terbesar adalah di Kecamatan Tubbi Taramanu yaitu 95,36 persen. Sedangkan yang terendah adalah di Kecamatan Mapilli 57,96 persen.
177
e. Tujuan 5:
(1) Persentase kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, terbesar adalah di Kecamatan Wonomulyo 81,36 persen dan terendah adalah di Kecamatan Tubbi Taramanu hanya 3,58 persen.
(2) Persentase yang memiliki cakupan K4 terbesar adalah Kecamatan Wonomulyo 84,42 persen, sedangkan yang terendah adalah Kecamatan Tubbi Taramanu, hanya 5,73 persen.
(3) Persentase risiko KEK pada WUS berusia 15-49 tahun terlihat cakup tinggi di Kecamatan Balanipa 20,57 persen dan Kecamatan Campalagian 19,36 persen, sebaliknya yang terendah adalah di Kecamatan Anreapi, hanya 3,34 persen.
(4) Persentase PUS berumur 15-24 tahun yang sedang aktif ber KB di semua kecamatan masih di bawah 50 persen. Kecamatan Tapango dan Anreapi mencapai sekitar 49 persen, sedangkan yang terendah Kecamatan Alu, hanya 4,86 persen.
(5) Persentase yang menggunakan KB hormonal di 4 Kecamatan mencapai 100 persen yaitu Kecamatan Balanipa, Limboro, Alu, dan Binuang. Selebihnya kecamatan yang persentase PUS yang menggunakan alat KB hormonal adalah di atas 92 persen.
(6) Persentase remaja yang pernah mendapat penyuluhan tentang kesehatan reproduksi terlihat cukup besar di Kecamatan Alu 36,65 persen, dan Kecamatan Polewali 31,77 persen, sedangkan yang terendah di Kecamatan Binuang hanya 4,52 persen.
f. Tujuan 6:
(1) Kecamatan Wonomulyo merupakan daerah yang paling besar persentase remaja yang mengetahui tentang HIV/AIDS yaitu sebesar 78,77 persen. Sebaliknya daerah yang pengetahuannya masih rendah adalah Kecamatan Bulo, hanya 21,11 persen.
178
(2) Pada kelompok 15 tahun ke atas yang memiliki pengetahuan tentang HIV/AID yang tertinggi persentasenya adalah di Kecamatan Polewali dan Wonomulyo masing-masing sekitar 75 persen dan 62 persen, sedangkan yang terendah di Kecamatan Bulo hanya 13,49 persen.
(3) Persentase remaja berusia 15-24 tahun yang mempunyai pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS sangat bervariasi dengan persentase terendah 0,37 persen di Kecamatan Tapango dan Matangnga 0,87 persen. Sekitar 25 persen remaja Kecamatan Limboro, Wonomulyo, dan Binuang mengetahui secara komprehensif tenatang HIV/AIDS, sedangkan tertinggi di Kecamatan Alu sebesar 34,45 persen.
(4) Kesadaran para orang tua menggunakan kelambu untuk mencegah malaria relatif tinggi. Persentase balita yang tidur menggunakan kelambu lebih dari 70 persen tercatat di 11 kecamatan, sedangkan terendah tercatat di Kecamatan Balanipa yaitu kurang dari 20 persen.
(5) Persentase penduduk yang terdiagnosa menderita penyakit Malaria, TBC, dan BDB sangat menggembirakan, karena persentasenya sangat rendah.
g. Tujuan 7: (1) Penggunaan bahan bakar padat oleh rumah tangga di Kabupaten
Polewali Mandar masih tergolong tinggi. Dari 16 kecamatan terdapat 14 kecamatan yang penggunaannya melebihi angka 70 persen. Hanya ada dua kecamatan yang penggunaannya jauh lebih rendah dibanding kecamatan lainnya, yaitu di Kecamatan Polewali 41,65 persen, dan Wonomulyo 51,00 persen.
(2) Persentase rumah tangga yang menggunakan air minum terlindungi dan berkelanjutan angkanya bervariasi antar kecamatan. Persentase tertinggi terjadi di Kecamatan Matangnga 82,91 persen, sedangkan yang terendah di Kecamatan Alu, hanya 15,83 persen.
(3) Persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi yang layak masih rendah, terutama di Kecamatan Luyo 1,51 persen, Matangnga, Tapango, Tubbi Taramanu, Bulo, dan Campalagian masing-masing di bawah 10 persen. Kondisi yang aksesnya paling baik terdapat di Kecamatan Polewali yaitu lebih dari 60 persen.
179
(4) Persentase rumah tangga yang sudah membuang sampah dengan cara benar dan baik di semua kecamatan sudah di atas 70 persen, kecuali di Kecamatan Balanipa dan Alu masih di bawah 60 persen.
(5) Persentase rumah tangga yang menggunakan sumber penerangan listrik angkanya bervariasi antar kecamatan. Persentase tertinggi terjadi di Kecamatan Tinambung 96,25 persen, sedangkan terendah terjadi di Kecamatan Tubbi Taramanu, Bullo, dan Matangnga masih di bawah 30 persen.
(6) Persentase rumah tangga yang menempati rumah yang tetap dan terjamin di masing-masing kecamatan sudah melebihi 85 persen, kecuali Kecamatan Tinambung 73,00 persen.
(7) Persentase rumah tangga yang memiliki sertifikat tanah dari BPN di Kabupaten Polman secara umum masih relatif rendah yaitu hanya 21,43 persen. Persentase tertinggi terjadi di Kecamatan Polewali 61,47 persen, sedangkan terendah terjadi di Kecamatan Bulo, hanya 1,23 persen.
(8) Persentase rumah tangg yang menempati rumah layak huni angkanya bervariasi dengan kisaran antara 10-77 persen. Persentase tertinggi terjadi di Kecamatan Wonomulyo, yaitu sebesar 76,09 persen, sedangkan terendah terjadi di Kecamatan Matangnga, hanya 10,48 persen.
h. Ketenagakerjaan
(1) Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK)
TPAK penduduk laki-laki jauh lebih tinggi dari pada perempuan. Di Kecamatan Anreapi, TPAK laki-laki sekitar empat kali lipat lebih banyak dibandingkan perempuan, yaitu 88,72 persen berbanding 23,20 persen.
TPAK perempuan tertinggi terdapat di Kecamatan Campalagian 56,13 persen, dan terendah di Kecamatan Anreapi, hanya 23,20 persen.
180
(2) Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) TKK laki-laki lebih tinggi dari pada TKK perempuan disemua kecamatan di Kabuapaten Polewali Mandar, kecuali di Kecamatan Balanipa, Limboro, Campalgian, dan Matangnga. TKK laki-laki yang paling rendah terdapat di Kecamatan Tinambung 84,76 persen, dan TKK perempuan yang paling tinggi di Kecamatan Matangnga 98,09 persen.
(3) Proporsi Penduduk Berumur 15 Tahun ke Aatas yang Bekerja menurut Lapangan Usaha
Kecamatan Bulo, Tubi Taramanu, dan Matangnga merupakan 3 kecamatan yang lebih dari 94,0 persen tenaga kerjanya bekerja di sektor pertanian. Sebaliknya Kecamatan Polewali dan Tinambung merupakan 2 kecamatan dengan persentase tenaga kerja di sektor pertanian paling rendah, yaitu masing-masing hanya 23,40 persen dan 33,01 persen.
(4) Rata-rata Upah Buruh/Karyawan/Pegawai Rata-rata upah buruh/karyawan/pegawai laki-laki lebih tinggi dari pada rata-rata upah perempuan di beberapa kecamatan di Kabupaten Polewali Mandar, kecuali di Kecamatan Limboro, Tubi Taramanu, Allu, dan Anreapi. Rasio rata-rata upah perempuan terhadap laki-laki yang paling tinggi terdapat di Kecamatan Tubi Taramanu lebih dari 120 persen, sebaliknya, yang paling rendah terdapat di Kecamatan Luyo dengan rasio upah sekitar 60 persen.
(5) Proporsi Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja dengan Status Berusaha Sendiri dan Tak Dibayar
Lebih dari 60 persen tenaga kerja di Kecamatan Balanipa, Tinambung, Limboro, dan Binuang berstatus sebagai berusaha sendiri. Yang tertinggi di Kecamatan Balanipa 76,00 persen, dan terendah di Kecamatan Luyo dan Matangnga masing-masing masih di bawah 10 persen. Dilihat menurut status sebagai pekerja tak dibayar terdapat di 5 kecamatan yang persentasenya antara 30,0 sampai 49,0 persen. Kecamatan-kecamatan tersebut adalag Kecamatan Matangnga, Bulo, Luyo, Allu, dan Tubi Taramanu. Sebaliknya, beberapa yang persentasenya relatif rendah, adalah Kecamatan-kecamatan Wonomulyo, Balanipa, Tinambung, dan Polewali.
181
(6) Proporsi Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja terhadap Jumlah Penduduk
Rasio penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja terhadap jumlah penduduk tertinggi di Kecamatan Matangnga 50,23 persen, dan terendah di Kecamatan Andreappi hanya 31,78 persen.
i. Pengeluaran Rumah Tangga (1) Rata-rata Pengeluaran per kapita Rata-rata pengeluaran per kapita penduduk di Kabupaten Polewali Mandar tercatat Rp 202.234,-. Kecamatan Wonomulyo dan Kecamatan Polewali adalah dua kecamatan yang mendapatan per kapitanya terbesar yaitu masing-masing Rp 265.501,- dan Rp 254.234,-. Kecamatan Bulo adalah yang terendah yaitu hanya Rp 147 117,- per kapita.
(2) Komposisi Pengeluaran ● Pengeluaran makanan Persentase pola pengeluaran konsumsi tertinggi adalah beras dibandingkan dengan jenis makanan lainnya berkisar antara 25 s.d 41 persen. Persentase pengeluaran tertinggi untuk beras di Kecamatan Matangnga sebesar 40,64 persen, sedangkan persentase pengeluaran yang terendah di Kecamatan Matakali hanya 25,29 persen. Selain beras, pengeluaran untuk ikan dan tembakau merupakan yang paling banyak dengan persentase antara 13 s.d 25 persen untuk ikan, dan 9 s.d 16 persen untuk tembakau. Pengeluaran untuk ikan di Kecamatan Campalagian adalah tertinggi dengan persentase 24,50 persen. Untuk pengeluaran makanan jadi, di Kecamatan Tapango paling tinggi persentasenya 7,44 persen dibandingkan kecamatan lainnya. Pada pola pengeluaran non-makanan untuk perumahan paling besar dibandingkan dengan pengeluaran lainnya. Pola pengeluaran non-makanan di Kecamatan Wonomulyo adalah yang tertinggi yaitu 58,07 persen, dan yang terendah di kecamatan Binuang 41,37 persen. Berbeda dengan pengeluaran perumahan, pengeluaran untuk aneka barang dan jasa yang terbesar adalah di Kecamatan Limborro yaitu 43,92 persen, dan yang terendah di Kecamatan Polewali, hanya 28,99 persen.
182
(3) Distribusi Pengeluaran Rumah Tangga
Kontribusi Pengeluaran Rumah Tangga pada Kelompok 40% Terendah di tingkat kecamatan berkisar antara 24-31 persen dari seluruh pengeluaran. Tingkat ketimpangan pengeluaran termasuk rendah bila dilihat menurut kriteria Bank Dunia, karena kelompok tersebut berkontribusi lebih dari 17 persen dari seluruh pengeluaran. Tertinggi di Kecamatan Tubi Taramanu dan yang terendah di Kecamatan Mapili.
j. Pemilikan aset dan potensi ekonomi lokal ● Aset Persentase rumah tangga yang memiliki aset perhiasan emas paling banyak di Kecamatan Allu sebesar 87,61 persen, dan yang terendah di Kecamatan Anreapi hanya 24,31 persen. Aset kedua terbesar adalah kepemilikan TV berwarna dengan persentase terbesar di Kecamatan Polewali yaitu 74,06 persen, dan terendah di Kecamatan Tubi Taramanu hanya 9,39 persen. Aset ketiga adalah kepemilikan kendaraan bermotor dengan persentase terbesar di Kecamatan Wonomulyo 52,47 persen dan terendah di Kecamatan Tubi Taramanu hanya 10,19 persen. Aset kepemilikan tabungan tertinggi di Kecamatan Polewali 45,36 persen dan terendah di Kecamatan Matangga hanya 4,49 persen. Sedangkan kepemilikan ternak dengan persentase tertinggi di Kecamatan Alu sebesar 70,77 persen, dan terendah di Kecamatan Polewali dan Tapango hanya sekitar 7 persen.
● Tanaman Kakao Di Kabupaten Polman terdapat 3 kecamatan yang hampir seluruh rumah tangganya mengusahakan kakao, yaitu kecamatan Tubi Taramanu 98,73 persen, Bulo 97,37 persen, dan Matangnga 96,82 persen. Namun demikian, cukup banyak kecamatan yang persentase rumah tangga mengusahakan kakao kurang dari 50 persen. Dari 16 kecamatan yang ada, sebanyak 3 kecamatan yang persentase rumah tangga mengusahakan kakao kurang dari 10 persen. (Gambar 5.4.9).
183
Lahan paling luas yang mengusahakan kakao terdapat di Kecamatan Bulo 8.352 ha, namun rata-rata lahan yang diusahakan rumah tangga kecamatan ini kurang dari 1 ha dan rata-rata pohon yang diusahakan sebanyak 675 pohon. Rata-rata lahan yang diusahakan tertinggi terdapat di Kecamatan Luyo 1,11 ha, dan rata-rata pohon yang diusahakan rumah tangga tertinggi terdapat di Kecamatan Matangnga 731 pohon.
Luas lahan kakao yang diusahakan di Kecamatan Tinambung adalah 199 ha. Persentase rumah tangga yang mengusahakan Kakao terendah di Kecamatan Tinambung hanya 8,51 persen dengan rata-rata luas usaha per rumah tangga hanya 0,53 ha, sedang rata-rata pohon yang diusahakan 124.
Tubi TaramanuBulo
MatangngaTapangoAnreapi
LuyoAlu
LimboroMapilli
MatakaliBiruang
CampalagianBalanipaPolewali
WonomulyoTinambung
0 20 40 60 80 100
8.51
9.24
9.46
12.76
42.22
45.64
47.77
48.09
48.09
63.59
78.52
78.74
81.06
96.82
97.37
98.73
Gambar 4.Persentase Rumah Tangga Yang Mengusahakan Kakao Menurut Kecamatan
di Kabupaten Polman Tahun 2007
184
5.5 Kabupaten Mamuju
a. Tujuan 1:
(1) Koefisien Engle
Dengan menggunakan batas koefisien Engel ≥ 0,80 sebagai proksi kesejahteraan, dari Gambar 5.5.1 terlihat bahwa 88,69 persen penduduk di Kecamatan Kalimpang tergolong rendah tingkat kesejahteraannya, sedangkan di Kecamatan Tommo hanya 1,97 persen yang berarti secara umum penduduk di kecamatan ini tergolong tinggi tingkat kesejahteraannya.
Gambar 5.5.1 Persentase Pengeluaran ≥ 80% (Koefisien Engel) menurut Kecamatan di Kabupaten Mamuju, 2007
Tobadak
Karossa
Topoyo
Pangak
Budong-budong
Bonehau
Kalimpang
Tommo
Sampaya
Papalang
Kalukku
Simboro dan kepulauan
Mamuju
Tapalang Barat
Tapalang
100.00 90.00 80.00 70.0060.0050.0040.0030.0020.0010.00-
7.13
13.82 5.47
24.30
27.57
79.40 88.69
1.97 18.49
36.80
25.36
21.76
8.51
29.74
37.31
185
(2) Kontribusi Kuantil Termiskin terhadap Konsumsi Kontribusi penduduk kuantil termiskin di setiap kecamatan di Kabupaten Mamuju berkisar antara 5,69 persen sampai dengan 13,05 persen. Persentase tertinggi di Kecamatan Kalumpang yaitu sebesar 13,05 persen. Indikator ini memberi gambaran ketimpangan bahwa 20 persen penduduk lapisan bawah di kecamatan tersebut hanya mampu menyumbang 13,05 persen dari total pengeluaran di kecamatan tersebut, dan yang lebih parah lagi terjadi di Kecamatan Mamuju yaitu kurang dari 6 persen.
(3) Status Gizi Balita
Persentase balita bergizi kurang dan buruk tertinggi adalah di Kecamatan Tapalang yaitu sebesar 53,56 persen. Sedangkan yang terendah adalah di Kecamatan Bonehau yaitu 30,60 persen.
Gambar 5.5.2
30.60Bonehau
Tapalang Barat 31.93
32.51Pangak
34.94Papalang
Budong-budong 36.14
Topoyo 36.78
Kalukku 38.26
Tommo 40.99
Mamuju 41.78
Simboro dan kepulauan 41.97
Tobadak 42.35
45.25Kalimpang
46.39Sampaya
Karossa 47.42
53.56 Tapalang
50.00 60.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 55.00
186
b. Tujuan 2: (1) APM SD/MI APM SD/MI per kecamatan di Kabupaten Mamuju berkisar antara 81 hingga 95. APM-SD/MI di Kabupaten Mamuju tertinggi terdapat di Kecamatan Tapalang Barat sebesar 94,27, dan terendah terdapat di Kecamatan Mamuju yaitu 81,21 persen.
Gambar 5.5.3
APM SD/MI di Kabupaten Mamuju, 2007
94.3
94.0
93.8
92.5
91.8
90.4
89.8
89.1
87.7
87.4
87.2
87.2
87.1
87.0
81.2
70.0 75.0 80.0 85.0 90.0 95.0 100.0
Tapalang Barat
Kalimpang
Tommo
Pangak
Budong-budong
Karossa
Tapalang
Topoyo
Sampaya
Bonehau
Kalukku
Papalang
Simboro dan kepulauan
Tobadak
Mamuju
`
• Angka Partisipasi Sekolah (APS), Usia 7-12 Tahun
Partisipasi sekolah di jenjang pendidikan dasar penduduk usia 7-12 tahun terendah terdapat di Kecamatan Simboro dan Kepulauan sebesar 89,61 persen
187
(2) APM SMP/MTs APM-SMP/MTs di Kabupaten Mamuju berkisar antara 28 hingga 65 persen, APM-SMP/MTs tertinggi terdapat di Kecamatan Tapalang 65,81 persen, dan terendah terdapat di Kecamatan Kalimpang, hanya 28,41 persen.
Gambar 5.5.4
APM SMP/MTs di Kabupaten Mamuju, 2007
65.8
64.5
59.2
59.1
58.2
54.3
53.9
53.8
53.4
53.3
52.2
51.5
51.2
41.2
28.4
0 10 20 30 40 50 60 7
Tapalang
Topoyo
Karossa
Tapalang Barat
Simboro dan kepulauan
Tommo
Mamuju
Kalimpang
`
0
• Angka Partisipasi Sekolah (APS), Usia 13-15 Tahun
APS penduduk usia 13-15 tahun terendah terdapat di Kecamatan Sampaya sebesar 56,05 persen
188
(3) Angka melek Huruf (AMH) Walaupun Kabupaten Mamuju memiliki angka melek huruf relatif tertinggi, namun masih ada 2 kecamatan yang memerlukan prioritas untuk pemberantasan buta huruf. Angka melek huruf kelompok umur 15-24 tahun terkecil terdapat di Kecamatan Kalimpang sebesar 88,81 persen, dan Kecamatan Simboro dan Kepulauan 88,74 persen. Persentase tertinggi terdapat di Kecamatan Tommo 99,23 persen.
Gambar 5.5.5
AMH Penduduk Usia 15-24 Tahun di Kabupaten Mamuju, 2007
99.298.4
97.597.2
95.395.194.994.894.7
94.494.4
93.990.0
88.888.7
80.0 85.0 90.0 95.0 100.0
Tommo
Kalukku
Sampaya
Pangak
Tobadak
Topoyo
Tapalang
Simboro dan kepulauan
Sementara itu tingkat melek huruf penduduk 15 tahun ke atas tertinggi terdapat di Kecamatan Karossa 92,2 persen, dan terendah terdapat di Kecamatan Kalimpang yaitu 66,86 persen. Tingkat melek huruf penduduk 45 tahun ke atas tertinggi terdapat di Kecamatan Karossa 81,98 persen, dan terendah terdapat di Kecamatan Kalimpang 29,59 persen)
(4) Alasan Belum/Tidak Pernah Sekolah atau Tidak Sekolah Lagi Alasan utama penduduk berumur 7-24 tahun yang tidak/belum pernah sekolah dan tidak sekolah lagi di semua Kecamatan di Kabupaten Mamuju adalah faktor biaya yang berkisar antara 30-82 persen. Alasan tidak bersekolah karena bekerja berkisar antara 1-29 persen, dan sekolah jauh antara 3-25 persen.
189
(5) Ijazah yang Dimiliki Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas
Sekitar 26 persen penduduk usia 15 tahun ke atas di Kabupaten Mamuju tidak memiliki ijazah, dan lebih dari sepertiga hanya memiliki ijazah SD/MI. Yang memiliki ijazah SMP/MTs kurang dari 20 persen. Persentase tertinggi yang memiliki ijazah SD/MI tercatat di Kecamatan Kalimpang 63,28 persen, dan terendah di Kecamatan Mamuju 19,41 persen. Sementara itu penduduk yang memiliki ijazah SMP/MTs tertinggi di Kecamatan Tapalang Barat 21,26 persen, dan terendah di Kecamatan Pangak 15,66 persen. Di lain pihak gambaran pendidikan di Kabupaten Mamuju cukup baik, terlihat dari persentase penduduk yang memiliki ijazah SMA+ hampir 20 persen.
c. Tujuan 3:
(1) Rasio APM-SD/MI
Rasio APM-SD per kecamatan di Kabupaten Mamuju berkisar antara 90 hingga 108. Rasio APM-SD/MI tertinggi terdapat di Kecamatan Kalukku sebesar 107,11 dan terendah terdapat di Kecamatan Sampaya sebesar 90,65 persen.
Gambar 5.5.6
Sampaya
Budong-budong
Tapalang Barat
Simboro dan kepulauan
Tommo
Bonehau
Kalumpang
Tobadak
Pangale
Karossa
Papalang
Mamuju
Tapalang
Topoyo
Kalukku
110 10510095 90
91
95 95
97
97 97
98 99
101
100 `
101
102 104104
107
Rasio APM SD/MI Perempuan terhadap laki-laki di Kabupaten Mamuju, 2007
190
(2) Rasio APM SMP/MTs
Rasio APM-SMP/MTs di Kabupaten Mamuju berkisar antara 75 hingga 133. Rasio tertinggi terdapat di Kecamatan Bonehau sebesar 132,54 dan terendah terdapat di Kecamatan Tapalang Barat yaitu 75,92.
Gambar 5.5.7 7
Rasio APM SMP/MTs Perempuan terhadap Laki-laki di Kabupaten Mamuju, 2007
Tapalang Barat 76
Papalang 79
Kalukku 86
88 Tapalang
Tommo 90
Karossa 99
Kalumpang 102
Budong-budong 103
Topoyo 107`
Simboro dan Kepulauan 112
Pangale 117
Mamuju 122
Sampaya 123
Tobadak 124
133 Bonehau
75 135 145 85 95 105 115 125
191
(3) Rasio Melek Huruf
Rasio melek huruf penduduk usia 15-24 tahun per kecamatan di Kabupaten Mamuju berkisar antara 92-107. Rasio terendah terdapat di Kecamatan Simboro dan Kepulauan sebesar 92,50, dan tertinggi terdapat di Kecamatan Papalang sebesar 106,75.
Gambar 5.5.8
Rasio Melek Huruf 15-24 Tahun Perempuan terhadap Laki-lakidi Kabupaten Mamuju, 2007
107
106
106
105
103
101
100
100
100
100
100
99
99
98
92
90 92 94 96 98 100 102 104 106 108
Papalang
Kalumpang
Bonehau
Tobadak
Tapalang
Tommo
Karossa
Budong-budong
Sampanga
Kalukku
Topoyo
Mamuju
Pangale
Tapalang Barat
Simboro dan kepulauan
`
192
(4) Kontribusi Perempuan dalam Pekerjaan Upahan di Sektor Non Pertanian (KPPNP)
KPPNP per kecamatan di Kabupaten Mamuju masih di bawah 50 persen. KPPNP di Kabupaten Mamuju terbesar terdapat di Kecamatan Bonehau sebesar 49,11 persen.
Gambar 5.5.9
KPPNP di Kabupaten2007
Kalumpang 0
Sampaya 17
Tobadak 22
Budong-budong 24
Karossa 28
Pangale 29
Topoyo 29
Papalang 32
Tapalang Barat 32
`
Simboro dan kepulauan 32
Tapalang 32
Kalukku 32
Mamuju 37
39 Tommo
49 Bonehau
40 45 50 - 5 10 15 20 25 30 35
193
d. Tujuan 4:
(1) Persentase balita diberi suplemen Vitamin A terbesar adalah di Kecamatan Tommo yaitu sebesar 88,50 persen. Sedangkan yang terendah adalah di Kecamatan Kalimpang, yaitu hanya 19,34 persen.
(2) Persentase tertinggi balita umur 12-23 bulan yang diimunisasi campak adalah di Kecamatan Mamuju yaitu mencapai 92,59 persen, sedangkan yang terendah adalah di Kecamatan Kalimpang, hanya 27,70 persen.
(3) Untuk balita yang mendapat imunisasi lengkap yaitu BCG 1 kali, DPT 3 kali, Polio 3 kali dan Campak 1 kali, persentase paling tinggi di Kecamatan Tommo yaitu sebesar 67,13 persen. Sedangkan di Kecamatan Tapalang Barat dan Kalimpang tidak dijumpai balita yang diimunisasi lengkap.
(4) Balita diberi ASI pada umumnya sudah sangat baik. Hampir di seluruh kecamatan persentase balita usia 2-4 tahun yang diberi ASI sudah di atas 95 persen.
(5) Persentase pemberian ASI eksklusif untuk bayi berumur 0-6 bulan bervariasi. Persentase tertinggi tercatat di Kecamatan Bonehau sebesar 70,74 persen, sedangkan di Kecamatan Kalimpang tidak dijumpai bayi yang diberi ASI eksklusif.
(6) Persentase balita BBLR terendah di kabupaten Mamuju adalah di Kecamatan Tobadak dan Mamuju dengan persentase sekitar 4 persen. Kecamatan yang perlu mendapat perhatian adalah Kecamatan Bonehau, Simboro dan Kecamatan Tapalang Barat, karena persentasenya masih di atas 10 persen.
(7) Persentase rumah tangga yang mengkonsumsi garam beryodium cukup, terbesar adalah di Kecamatan Pangak yaitu sebesar 93,51 persen. Sedangkan yang terendah adalah di Kecamatan Kalukku yaitu 48,44 persen.
194
e. Tujuan 5:
(1) Untuk kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, persentase terbesar di Kecamatan Mamuju 52,75 persen, sedang di Kecamatan Kalimpang tidak dijumpai penolong kelahiran dengan tenaga kesehatan terlatih.
(2) Kecamatan dengan cakupan K4 terbesar adalah Kecamatan Mamuju sebesar 70,94 persen, sedangkan yang terendah di Kecamatan Kalimpang, hanya 1,09 persen.
(3) Persentase WUS dengan risiko KEK (LILA < 23.5 cm) terlihat cukup tinggi di kecamatan Tapalang Barat 28,90 persen. Sedangkan yang terendah di Kecamatan Pangak, yaitu hanya 3,34 persen.
(4) Persentase PUS KB 15-49 tahun yang sedang aktif ber KB kisaran tingkat pencapaiannya antara 13-60 persen. Ada 5 kecamatan yang persentasenya lebih dari 50 persen, persentase tertinggi di Kecamatan Tommo yaitu 59,34 persen, dan terendah di Kecamatan Tapalang Barat, hanya 13,49 persen.
(5) Terdapat 3 Kecamatan di Kabupaten Mamuju yang seluruh PUS berumur 15-49 tahun menggunakan alat KB hormonal yaitu pil, suntik atau implant. Persentase terendah adalah di Kecamatan Kalimpang, yaitu 83,08 persen.
(6) Persentase remaja (penduduk 15-24 tahun) yang pernah mendapat penyuluhan tentang kesehatan reproduksi tertinggi di Kecamatan Tapalang 32,89 persen, dan terendah di Kecamatan Tommo, hanya 1,85 persen.
f. Tujuan 6: (1) Persentase penduduk usia 15-24 tahun yang pernah mendengar atau
mengetahui tentang HIV/AIDS terbesar adalah di Kecamatan Mamuju yaitu sebesar 70,33 persen. Sebaliknya daerah yang perlu mendapat perhatian karena rendahnya persentase yang mengetahui tentang HIV/AIDS adalah Kecamatan Bonehau dan Kecamatan Kalimpang, masing-masing hanya 19,47 persen dan 19,71 persen.
195
(2) Persentase penduduk umur 15 tahun ke atas yang memiliki pengetahuan tentang HIV/AIDS berkisar antara 10-64 persen lebih rendah dibanding dengan kelompok remaja (15-24 tahun) yang berkisar antara 19-71 persen.
(3) Persentase remaja yang mempunyai pengetahuan komprehensif tantang HIV/AIDS sangat bervariasi. Bahkan di dua kecamatan (Kalimpang dan Bonehau) tidak ditemukan remaja mempunyai pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS. Dua kecamatan yang relatif besar persentasenya adalah Kecamatan Pangak 30,88 persen, dan Kecamatan Mamuju 24,79 persen.
(4) Persentase Balita yang tidur menggunakan kelambu relatif tinggi yaitu antara 47-96 persen. Persentase tertinggi di Kecamatan Kalimpang dan Topoyo yaitu sekitar 96 persen, sedang yang terendah di Kecamatan Tapalang Barat sekitar 47 persen.
(5) Persentase penduduk terdiagnosis menderita malaria yang persentasenya cukup tinggi di Kecamatan Pangak yaitu sekitar 28 persen, Tomo sekitar 23 persen, dan Tobadak 22 persen.
Penduduk terdiagnosis mengidap TBC cukup kecil persentasenya yaitu kurang dari 1 persen. Hal yang sama juga terlihat untuk DBD.
g. Tujuan 7: (1) Penggunaan biomassa untuk memasak oleh rumah tangga di Kabupaten
Mamuju masih tergolong tinggi. Dari 15 kecamatan terdapat 8 kecamatan yang penggunaannya melebihi angka 80 persen. Hanya ada satu kecamatan yang penggunaannya jauh lebih rendah dibanding kecamatan lainnya, yaitu di Kecamatan Mamuju 37,84 persen.
(2) Untuk rumah tangga yang menggunakan air minum terlindung dan berkelanjutan angkanya bervariasi antar kecamatan. Persentase tertinggi di Kecamatan Mamuju 81,50 persen, sedangkan yang terendah terjadi di Kecamatan Tommo, hanya 7,57 persen.
196
(3) Akses ke sanitasi yang layak masih menjadi masalah di Kabupaten Mamuju karena rumah tangga yang dapat mengakses masih di bawah 35 persen. Terdapat 4 kecamatan yang akses ke sanitasi layak masih di bawah 10 persen yaitu Kecamatan Kalumpang 2,52 persen, Simboro dan Kepulauan 4,63 persen, Tapalang Barat 6,08 persen, dan Bonehau 7,06 persen.
(4) Sebagian besar rumah tangga di kecamatan yang ada di Kabupaten Mamuju yang membuang sampah dengan cara yang baik dan benar persentasenya sudah di atas 70 persen, kecuali yang terendah di Kecamatan Kalumpang, hanya 10,47 persen.
(5) Persentase rumah tangga yang menggunakan sumber penerangan listrik angkanya bervariasi antar kecamatan dan belum ada yang mencapai angka 90 persen. Persentase tertinggi terjadi di Kecamatan Mamuju 86,88 persen, sedangkan terendah terjadi di Kecamatan Bonehau, hanya 7,29 persen.
(7) Persentase rumah tangga yang menempati rumah yang tetap dan terjamin di masing-masing kecamatan sekitar 90 persen, kecuali Kecamatan Kalumpang baru mencapai 76,20 persen.
(8) Persentase rumah tangga yang memiliki sertifikat dari BPN di Kabupaten Mamuju hanya sebesar 33,19 persen. Persentase tertinggi terdapat di Kecamatan Tommo 57,69 persen, sedangkan terendah terjadi di Kecamatan Kalumpang, hanya 5,22 persen.
(9) Indikator rumah layak huni, angkanya bervariasi antar kecamatan. Persentase tertinggi di Kecamatan Tobadak, yaitu sebesar 65,33 persen, sedangkan persentase terendah di Kecamatan Kalumpang, yaitu hanya 2,84 persen.
h. Ketenagakerjaan
(1) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) TPAK penduduk laki-laki jauh lebih tinggi dari pada TPAK perempuan. Di Kecamatan Budong-budong, TPAK laki-laki sekitar lima kali lipat lebih banyak dibandingkan TPAK perempuan, yaitu 91,65 persen berbanding 18,04 persen. Di Kecamatan Kalimpang TPAK laki-laki dan perempuan hampir sama, masing-masing 93,24 persen dan 88,83 persen.
197
(2) Tingkat Kesempatan Kerja (TKK)
TKK laki-laki lebih tinggi dari pada TKK perempuan di semua kecamatan di Kabuapaten Mamuju, kecuali di Kecamatan Kalimpang. TKK laki-laki yang terendah terdapat di Kecamatan Kalukku 91,17 persen, dan TKK perempuan yang tertinggi terdapat di Kecamatan Kalimpang, 99,68 persen.
(3) Proporsi Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Usaha
Hampir 100 persen tenaga kerja di Kecamatan Kalimpang bekerja di sektor pertanian, sementara 2 kecamatan lainnya di atas 90,0 persen yaitu Kecamatan Bonehau 90,30 persen dan Kecamatan Tommo 93,32 persen. Sedangkan yang terendah di Kecamatan Mamuju, hanya 27,33 persen.
(4) Rata-rata Upah Buruh/Karyawan/Pegawai
Di 5 kecamatan rata-rata upah buruh/karyawan/pegawai perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki, yaitu Kecamatan Tapalang Barat, Kalukku, Bonehau, Pangak, dan Karossa. Rasio rata-rata upah perempuan terhadap laki-laki yang paling tinggi terdapat di Kecamatan Tapalang Barat, yaitu sebesar 146,91. Sebaliknya, yang paling rendah terdapat di Kecamatan Papalang dengan rasio upah 61,08.
(5) Proporsi Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja dengan Status Berusaha Sendiri dan Tak Dibayar
Lebih dari 50 persen tenaga kerja di Kecamatan Budong-budong berstatus sebagai berusaha sendiri. Dua kecamatan tertinggi lainnya adalah Kecamatan Karossa 43,79 persen, dan Kecamatan Simboro dan kepulauan 33,03 persen. Sebaliknya Kecamatan Tommo merupakan kecamatan yang persentase tenaga kerja dengan status berusaha sendiri sangat rendah yaitu hanya 4,90 persen. Persentase pekerja tidak dibayar tertinggi adalah di Kecamatan Kalimpang sebesar 58,61 persen, dan yang terendah di Kecamatan Mamuju hanya 14,29 persen.
198
(6) Proporsi Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja terhadap Jumlah Penduduk
i. Rasio penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja terhadap jumlah penduduk tertinggi di Kecamatan Kalimpang 62,60 persen, dan terendah di Kecamatan Kalukku hanya 30,86 persen.
j. Pengeluaran Rumah Tangga
(1) Rata-rata pengeluaran rumah tangga Rata-rata pengeluaran per kapita di Kabupaten Mamuju Rp 250 206,-. Dilihat per kecamatan, pengeluaran per kapita tertinggi adalah di Kecamatan Mamuju sebesar Rp 469 036,- (ibukota kabupaten/provinsi), sedang yang terendah tercatat di Kecamatan Kalimpang sebesar Rp 157 453,-. Pendapatan per kapita di Kecamatan lainnya kecuali Kecamatan Tapalang Rp 170 569,- berada pada kisaran antara 200-300 ribu rupiah.
(2) Komposisi pengeluaran Hampir semua kecamatan di Kabupaten Mamuju pengeluaran untuk makanan lebih besar dari 60 persen, hanya Kecamatan Mamuju yang persentase pengeluaran makanannya di bawah 50 persen dan merupakan persentase paling rendah diantara kecamatan lainnya. Kecamatan dengan persentase pengeluaran makanan tertinggi adalah Kecamatan Kalumpang yaitu sebesar 86,37 persen. • Makanan Persentase pola pengeluaran konsumsi tertinggi adalah beras dibandingkan dengan jenis makanan lainnya berkisar antara 19 s.d 45 persen. Persentase pengeluaran tertinggi untuk beras di Kecamatan Kalimpang sebesar 44,19 persen, sedangkan persentase pengeluaran yang terendah di Kecamatan mamuju hanya 19,56 persen. Selain beras, pengeluaran untuk ikan dan tembakau merupakan yang paling banyak dengan persentase antara 3 s.d 24 persen untuk ikan, dan 7 s.d 17 persen untuk tembakau. Pengeluaran untuk ikan di Kecamatan Tapalang adalah tertinggi dengan persentase 23,85 persen. Untuk pengeluaran makanan jadi, di Kecamatan mamuju paling tinggi persentasenya 5,64 persen dibandingkan kecamatan lainnya.
199
• Non-Makanan Pada pola pengeluaran non-makanan untuk perumahan paling besar dibandingkan dengan pengeluaran lainnya. Pengeluaran untuk perumahan di Kecamatan mamuju adalah yang tertinggi yaitu 62,94 persen, dan yang terendah di kecamatan Tommo 36,83 persen. Berbeda dengan pengeluaran perumahan, pengeluaran untuk aneka barang dan jasa yang terbesar adalah di Kecamatan Tommo yaitu 39,38 persen, dan yang terendah di Kecamatan Mamuju, hanya 25,42 persen.
(4) Distribusi Pengeluaran Rumah Tangga
Kontribusi pengeluaran rumah tangga pada kelompok 40% berpenghasilan terendah di tingkat kecamatan berkisar antara 15-30 persen dari seluruh pengeluaran. Tingkat ketimpangan pengeluaran termasuk rendah bila dilihat menurut kriteria Bank Dunia, karena kelompok tersebut berkontribusi lebih dari 17 persen dari seluruh pengeluaran. Tertinggi di Kecamatan Kalimpang dan yang terendah di Kecamatan Mamuju.
Kepemilikan Aset dan Potensi Tanaman Kakao
(1) Aset yang dimiliki
Persentase rumah tangga yang memiliki aset perhiasan emas paling banyak di Kecamatan Topoyo sebesar 74,86 persen, dan yang terendah di Kecamatan Kalimpang hanya 3,54 persen. Aset kedua kepemilikan kendaraan bermotor terbesar di Kecamatan Mamuju sebesar 52,60 persen dan terendah di Kecamatan Kalimpang hanya 1,12 persen. Aset ketiga terbesar kepemilikan TV berwarna dengan persentase terbesar di Kecamatan Mamuju yaitu 65,60 persen, dan terendah di Kecamatan Kalimpang hanya 1,43 persen. Aset kepemilikan tabungan tertinggi di Kecamatan Mamuju 50,44 persen dan terendah di Kecamatan Kalimpang hanya 1,46 persen. Sedangkan kepemilikan ternak dengan persentase tertinggi di Kecamatan Kalimpang sebesar 34,00 persen, dan terendah di Kecamatan Mamuju, hanya 6,69 persen.
200
● Tanaman Kakao Di Kabupaten Mamuju terdapat 2 kecamatan yang di atas 90 persen rumah tangganya mengusahakan kakao, yaitu kecamatan Bonehau dan Tommo, dan yang terendah di Kecamatan Kalimpang dan Mamuju keduanya kurang dari 30 persen.
Dilihat dari rata-rata luas usaha per rumah tangga terdapat 10 kecamatan yang memiliki rata-rata luas lahan usaha di atas 1 ha. Rata-rata jumlah pohon yang diusahakan berkisar antara 370-750 pohon. Rata-rata jumlah pohon terbanyak di Kecamatan Tommo 745 pohon, dan terendah di Kecamatan Mamuju 378 pohon.
BonehauTommo
TapalangTobadak
Simboro Kep
KarossaTapalang Barat
PapalangBudong-budong
SampagaTopoyoKalukku
PangaleKalumpang
Mamuju
0 25 50 75 100
20.7
29.15
49.28
58.8
61.72
65.66
67.39
71.09
72.25
74.21
74.59
84.54
84.55
90.99
93.34
Gambar 5.Persentase Rumah Tangga Yang Mengusahakan Lahan Kakao Menurut Kecamatan
di Kabupaten Mamuju Tahun 2007
201
BAB VI
PENCAPAIAN MDGs BERDASARKAN INDEKS KOMPOSIT 6.1. Indikator MDGs Hasil Survei
Secara khusus untuk memberikan gambaran mengenai tingkat pencapaian MDGs di masing-masing kecamatan atau kabupaten dapat menggunakan indeks komposit. Dengan tersedianya indikator-indikator di setiap tujuan dari hasil survei di tingkat kecamatan dapat dibuat Indikator Komposit MDGs (IK-MDGs). Indikator komposit ini dapat menunjukkan kinerja pencapaian MDGs di setiap kecamatan dan kabupaten. IK-MDGs merupakan indeks komposit yang memberikan bobot sama terhadap masing-masing tujuan. Dalam penghitungannya pada tahap awal dipilih terlebih dahulu indikator-indikator yang memungkinkan dari setiap kelompok tujuan. Indikator-indikator tersebut kemudian dikelompokkan tujuh kelompok sesuai dengan tujuan MDGs. Akan tetapi di beberapa kelompok tujuan disertakan pula indikator proksi dan indikator lokal yang relevan dengan masing-masing kelompok tujuan. Berikut ini ditetapkan jenis-jenis indikator dari setiap tujuan berdasarkan analisis faktor korelasi.
1. Tujuan 1 Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan • Kontribusi kuantil pertama penduduk berpendapatan terendah
terhadap konsumsi kabupaten/kecamatan • Prevalensi balita gizi normal dan gizi baik • Proporsi makanan terhadap total kurang dari 80 persen (1-KE)
2. Tujuan 2 Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua • APM PAUD usia 5-6 tahun • APM SD/MI usia 7-12 tahun • APM SMP/MTs usia 13-15 tahun • AMH penduduk usia 15-24 tahun • Angka 1-DO usia 7-15 tahun
203
3. Tujuan 3 Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan
• KPPNP • Rasio APM SD/MI usia 7-12 tahun • Rasio APM SMP/MTs usia 13-15 tahun • Rasio AMH usia 15-24 tahun
4. Tujuan 4 Menurunkan Angka Kematian Anak • Persentase rumah tangga yang menggunakan garam yodium • Persentase pemberian vitamin A pada balita 0-59 bulan • Proporsi imunisasi campak (PIC) pada anak berusia 12-23 bulan • Proporsi anak usia 12-59 bulan yang mendapatkan imunisasi
lengkap • Pemberian ASI exclusif pada anak usia 7-59 bulan • Proporsi berat badan waktu lahir > 2500 gram (1-BBLR)
5. Tujuan 5 Meningkatkan Kesehatan Ibu • Proporsi pertolongan kelahiran oleh tenaga kesehatan terlatih • Status gizi WUS 15-49 tahun • Persentase kunjungan K4 untuk ibu hamil • Angka pemakaian kontrasepsi PUS-KB 15-49 tahun • Persentase remaja (15-24 tahun) yang mendapatkan penyuluhan
tentang kesehatan reproduksi
6. Tujuan 6 Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya • Persentase penduduk berumur 15-24 tahun yang mempunyai
pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS • Proporsi anak balita tidur menggunakan kelambu • Persentase penduduk yang pernah terkena malaria (1-Malaria) • Persentase penduduk yang pernah terkena TBC (1-TBC) • Persentase penduduk yang pernah terkena demam berdarah
(1-DBD)
204
7. Tujuan 7 Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup • Proporsi penduduk atau rumah tangga dengan status rumah tetap
dan terjamin (milik sendiri, sewa, atau kontrak). • Proporsi rumah tangga dengan sertifikat kepemilikan tanah dari
Badan Pertanahan Nasional. • Proporsi penduduk atau rumah tangga menggunakan bahan bakar
padat untuk memasak (1-Biomasa). • Proporsi penduduk dengan akses terhadap sumber air minum yang
terlindungi dan berkelanjutan. • Proporsi penduduk dengan akses terhadap fasilitas sanitasi yang
layak. • Proporsi rumah tangga menurut tempat pembuangan sampah yang
layak.
6.2. Visualisasi dengan Grafik Laba-Laba Indeks komposit MDGs merangkum temuan-temuan utama dari analisis pencapaian MDGs. Apabila divisualisasikan dalam bentuk grafik laba-laba, maka masing-masing sudut diagram menunjukkan kelompok yang dicakup dalam analisis pencapaian tujuan. Garis-garis dari pusat/tengah ke masing-masing sudut merepresentasikan suatu skala 0 sampai 1, yang mengukur tingkat pencapaian di masing-masing kelompok tujuan. Titik-titik pada skala mencerminkan situasi MDGs saat ini yang dipresentasikan sebagai nilai indeks gabungan untuk masing-masing kelompok. Titik-titik dihubungkan untuk menunjukkan gambaran keseluruhan dari kecamatan atau kabupaten dengan mengilustrasikan di kelompok mana yang telah dicapai secara lebih baik dibanding kelompok lainnya. Masing-masing indeks kelompok juga merupakan komposit indikator dari indeks MDGs di masing-masing kecamatan atau kabupaten. Sebuah indeks merupakan nilai bebas satuan antara 0 dan 1, yang memungkinkan berbagai indeks yang berbeda ditambahkan/dijumlahkan. Ada tiga langkah untuk sampai pada indeks komposit MDGs (IK-MDGs):
205
Langkah 1: Hitung indeks dari indikator tertentu.
Pada umumnya, menggunakan rumus berikut untuk menghitung indeks indikator tertentu. Di mana : Iix : Indeks tunggal (single index) dari indikator ke i di kec./kab. x Cix : nilai indikator ke i di kec./kab. X saat ini maxi : nilai maksimum indikator ke i mini : nilai minimum indikator ke i Indeks suatu indikator khusus dapat diperoleh dengan mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Untuk masing-masing kelompok indikator, identifikasikan nilai maksimum dan nilai minimum di setiap indikatornya dari angka indikator setiap kabupaten/kecamatan.
Maxi= Angka tertinggi dari indikator untuk tingkat kabupaten/ kecamatan
Mini= Angka terendah dari indikator untuk tingkat kabupaten/ kecamatan
2. Hitung rentang/kisaran masing-masing indikator dengan mengurangkan nilai maksimum dengan nilai minimum. Jadi, Ri merupakan kisaran indikator ke i yang ditentukan dengan:
Ri = maxi - mini
3. Kurangkan nilai minimum dari nilai saat ini dari indikator ke i di kabupaten/kecamatan x. Jadi hasilnya adalah perbedaan nilai yang ditunjukkan oleh Dix. Bila Cix merupakan nilai kini dari indikator ke i di kabupaten/kecamatan x, maka Dix ditentukan dengan:
Dix = Cix - minix
206
Dari hasil penghitungan IK-MDGs, selanjutnya divisualisasikan dalam bentuk grafik laba-laba dengan tujuh sudut tujuan. Analisis grafik laba-laba dimulai dari tingkat kabupaten, dilanjutkan untuk masing-masing kecamatan. Hasil penghitungan indeks komposit untuk masing-masing tujuan dihitung dengan menggunakan software excel yang disajikan pada lampiran. 6.2.1. Kabupaten Bantaeng
Indeks Komposit MDGs
0.66
0.41
0.61
0.480.53
0TUJUAN 6.66
0.58
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4 TUJUAN 5
TUJUAN 7
Kabupaten Bantaeng
Tingkat pencapaian untuk tujuan 2 di Kabupaten Bantaeng masih rendah. APM TK/BA dan RA di usia pra sekolah 5-6 tahun sebesar 14,90 persen, pada indikator APM SD/MI dan APM SMP/MTs masing-masing sebesar 85,32 persen dan 50,08 persen, kondisi ini masih memerlukan perhatian para perencana di daerah, terutama untuk SMP/MTs yang mempunyai perbedaan sangat tajam antara SD dan SMP/MTs, ini berarti banyak anak-anak setelah lulus sekolah SD/MI banyak yang tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya (SMP).
207
Konsisten dengan anak yang putus sekolah di jenjang SD/MI dan SMP/MTs pada kelompok anak usia wajib belajar 7-15 tahun masih relatif tinggi dengan nilai 7,54 persen, dan angka melek huruf pada usia 15-24 tahun baru mencapai 88,04 persen. Ini berarti masih ada anak usia 15-24 yang tidak pernah menikmati pendidikan dasar (wajib belajar). Prioritas utama untuk persentase anak usia wajib belajar 7-15 tahun di setiap kecamatan yang tidak atau belum pernah sekolah harus dicari penyebab masalahnya terlebih dahulu dan kemudian mencari solusinya. Upaya untuk menurunkan angka kematian anak pada Tujuan 4 akan menjadi ringan apabila pelayanan kesehatan lebih baik. Untuk Kabupaten Bantaeng pemberian imunisasi lengkap masih perlu ditingkatkan lagi karena baru mencapai 34,78 persen, sedangkan imunisasi campak sudah cukup baik dengan pencapaian 74,74 persen. Penggunaan “garam yodium cukup” masih sangat rendah hanya mencapai 22,04 persen, adapun persentase garam yodium cukup secara nasional sudah mencapai sekitar 70 persen. Perlu adanya upaya khusus untuk memperhatikan kembali distribusi garam beryodium yang beredar di pasaran. Di samping itu diperlukan sosialisasi ke desa-desa tentang perlunya mengkonsumsi garam beryodium. Pemberian ASI Ekslusif masih sangat rendah. Anak-anak yang berhasil mendapatkan ASI saja selama 6 bulan hanya mencapai 8,42 persen dan kelompok anak-anak yang dilahirkan dengan BBLR sebesar 12,77 persen. Hal ini menujukkan peran penyuluhan kesehatan untuk anak masih perlu ditingkatkan kembali. Untuk meningkatkan kesehatan ibu pada Tujuan 5, dilihat dari fasilitas pelayanan persalinan yaitu penolong kelahiran dengan tenaga medis baru mencapai 36,26 persen. Artinya, masih banyak ibu-ibu yang melahirkan ditolong oleh tenaga non-medis. Selain itu pula, bila dilihat angka kujungan pemeriksaan kelahiran (K4) dengan capaian 46,03 persen masih perlu dilakukan penyuluhan tentang pemeriksaan kehamilan dengan pola yang baik dan benar. Pada kelompok PUS penggunaan alat kontrasepsi cukup baik dengan pencapaian 62,61 persen dengan alat kontrasiepsi yang digunakan terbesar adalah pil dan suntik. Untuk kelompok remaja sebagai calon ibu rumah tangga yang mengikuti penyuluhan reproduksi masih rendah, baru mencapai 21,72 persen, sehingga masih perlu ditingkatkan lagi.
208
Indeks Komposit MDGsKec. Bissappu
0.54
0.45
0.590.67
0.59
0.64
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUTUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
0.62
TUJUAN 2
TUJUAN 3
AN 4
Indeks Kompisit MDGs
Kec Uluere
0.30
0.48
0.470.55
0.42
0.72
0.52
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUANTUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7 TUJUAN 2
TUJUAN 3
4
Indeks Komposit MDGs
Kec Sinoa
0.32
0.560.49
0.60
0.44
0.51
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUTUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
0.66
TUJUAN 2
TUJUAN 3
AN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Bantaeng
0.
0.440.55
0.66
0.71 0.44
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUTUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
58
0.62
TUJUAN 2
TUJUAN 3
AN 4
Kecamatan Bissappu Kecamatan Bissappu menempati urutan kedua dalam pencapaian MDGs yang diukur menggunakan indeks komposit dengan nilai 0,59. Di kecamatan ini yang perlu mendapat perhatian adalah Tujuan 2 dan Tujuan 1. Kecamatan Uluere Kecamatan Uluere menempati urutan ke tujuh dari delapan kecamatan di Kabupaten Bantaeng, dengan nilai 0.49. Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 2, Tujuan 7, dan Tujuan 4. Kecamatan Sinoa Kecamatan Sinoa menempati urutan ke enam dari delapan kecamatan di Kabupaten Bantaeng, dengan nilai 0.51. Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 2, Tujuan 7, dan Tujuan 5. Kecamatan Bantaeng Kecamatan Bantaeng menempati urutan ke tiga dari delapan kecamatan di Kabupaten Bantaeng dengan nilai 0.57.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 1, Tujuan 4, dan Tujuan 5.
209
Kecamatan Eremerasa Indeks Komposit MDGs Kec Eremerasa
0.57
0.28
0.59
0.490.32
0.72
0.63
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
Kecamatan Eremerasa menempati urutan ke lima dari delapan kecamatan di Kabupaten Bantaeng dengan nilai 0.51.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 2, Tujuan 5, dan Tujuan 4.
Indeks Komposit MDGs Kec Tompobulu
0.56
0.47
0.70
0.480.52
0.60
0.77
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
Kecamatan Tompobulu Kecamatan Tompobulu menempati urutan pertama dari delapan kecamatan di Kabupaten Bantaeng dengan nilai 0.59.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 2, Tujuan 4, dan Tujuan 5. Kecamatan Pajakukang Indeks Komposit MDGs
Kec Pajukukang
0.50
0.18
0.58
0.370.47
0.65
0.54
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
Kecamatan Pajukukang menempati urutan ke delapan dari delapan kecamatan di Kabupaten Bantaeng dengan nilai 0.47. Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 2, Tujuan 4, dan Tujuan 5. Kecamatan Gantarang Keke
Indeks Komposit MDGs Kec Gantarang Keke
0.53
0.51
0.57
0.540.54
0.61
0.50
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
Kecamatan Gantarang Keke menempati urutan ke empat dari delapan kecamatan di Kabupaten Bantaeng dengan nilai 0.54. Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 7, Tujuan 2, dan Tujuan 1. Keterangan: Pencapaian untuk masing-masing tujuan di setiap kecamatan serta dapat dilihat pada Tabel- tabel Lampiran, Indeks Komposit pada Tabel 18.
210
6.2.2. Kabupaten Takalar
Indeks Kompisit MDGs Kabupaten Takalar
0.56
0.6
0.550.61
0.62
0.71
0.72
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 4TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
1
TUJUAN 2
TUJUAN 3
Hasil penghitungan indeks komposit di Kabupaten Takalar merupakan yang tertinggi dibanding dengan empat kabupaten lainnya. Pada Tujuan 2 angka PAUD 5-6 tahun masih memerlukan peningkatan, karena baru mencapai 18,50 persen. Tingkat pencapaian indikator APM SD/MI dan APM SMP/MTs masing-masing sebesar 85,60 persen dan 55,16 persen, secara umum masih perlu ditingkatkan. Perbedaan yang sangat tajam antara APM SD dengan APM SMP/MTs mengindikasikan masih banyak anak-anak yang lulus sekolah SD/MI tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya SMP/MTs. Upaya untuk menurunkan angka kematian anak pada Tujuan 4 akan menjadi ringan apabila pelayanan kesehatan lebih baik. Di Kabupaten Takalar pemberian imunisasi lengkap sudah cukup baik 52,27 persen, sedangkan imunisasi campak mencapaian 74,94 persen. Penggunaan “garam yodium cukup” masih rendah, baru mencapai 38,29 persen. Pemberian ASI Eksklusif masih sangat rendah hanya mencapai 10,53 persen, dan kelompok anak-anak yang dilahirkan dengan BBLR sebesar 13,28 persen. Rendahnya tingkat pencapaian ketiga indikator tersebut terakhir memerlukan perhatian, untuk itu upaya penyuluhan kesehatan yang lebih intensif perlu dilakukan.
211
Indeks Komposit MDGs Kec Mangara Bombang
0.52
0.47
0.590.52
0.60
0.76
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUTUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
0.72
TUJUAN 2
TUJUAN 3
AN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Mappakasunggu
0.59
0.5
0.450.51
0.52
0.72
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUTUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
6
0.61
TUJUAN 2
TUJUAN 3
AN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Polobankeng Selatan
0.59
0.
0.57
0.81
0.60
0.87
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJTUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
62
0.56
TUJUAN 2
TUJUAN 3
UAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Patallassang
0.55
0.590.70
0.73
0.82
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUTUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
Kecamatan Mangara Bombang Kecamatan Mangara Bombang menempati urutan ke empat dari tujuh kecamatan di Kabupaten Takalar dengan nilai 0.60.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 2, Tujuan 5, dan Tujuan 1. Kecamatan Mappakasunggu Kecamatan Mappakasunggu menempati urutan ke enam dari tujuh kecamatan di Kabupaten Takalar dengan nilai 0.57.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 4, Tujuan 5, dan Tujuan 7. Kecamatan Polobankeng Selatan Kecamatan Polobankeng Selatan menempati urutan ke dua dari tujuh kecamatan di Kabupaten Takalar dengan nilai 0.66.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 3, Tujuan 4, dan Tujuan 1. Kecamatan Patallassang Kecamatan Patallassang menempati urutan pertama dari tujuh kecamatan di Kabupaten Takalar dengan nilai 0.68.
0.69
0.66
TUJUAN 2
TUJUAN 3
AN 4
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 1, Tujuan 4, dan Tujuan 3.
212
Kecamatan Polobangkeng Utara Indeks Komposit MDGs Kec Polobangkeng Utara
0.53
0.59
0.57
0.460.63
0.56
0.76
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
Kecamatan Polobankeng Utara menempati urutan ke lima dari tujuh kecamatan di Kabupaten Takalar dengan nilai 0.59.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 4, Tujuan 1, dan Tujuan 7. Kecamatan Galesong Selatan
Indeks Komposit MDGs Kec Galesong Selatan
0.50
0.53
0.56
0.500.54
0.63
0.57
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
Kecamatan Galesong Selatan menempati urutan ke tujuh dari tujuh kecamatan di Kabupaten Takalar dengan nilai 0.55.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 1, Tujuan 4, dan Tujuan 2. Kecamatan Galesong Utara
Indeks Komposit MDGs Kec Galesong Utara
0.57
0.51
0.61
0.670.62
0.68
0.63
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
Kecamatan Galesong Utara menempati urutan ke tiga dari tujuh kecamatan di Kabupaten Takalar dengan nilai 0.61.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 2, Tujuan 1, dan Tujuan 3. .
213
6.2.3.. Kabupaten Bone
Indeks Komposit MDGs Kabupaten Bone
0.
0.540.50
0.78
0.55
0.63
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUATUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 769
0.61
TUJUAN 2
TUJUAN 3
N 4
Kabupaten Bone menempati urutan 2 dari 5 kabupaten. Upaya untuk menurunkan angka kematian anak pada Tujuan 4 akan menjadi ringan apabila pelayanan kesehatan lebih baik. Di Kabupaten Bone pemberian imunisasi lengkap masih perlu ditingkatkan lagi karena baru mencapai 29,82 persen. Sebaliknya tingkat pencapaian imunisasi campak sudah cukup baik yaitu 75,74 persen. Penggunaan “garam yodium cukup” relatif cukup tinggi mencapai 57,43 persen. Pemberian ASI Eksklusif masih sangat rendah hanya mencapai 1,27 persen, dan kelompok anak-anak yang dilahirkan dengan BBLR sebesar 7,96 persen. Rendahnya tingkat pencapaian kedua indikator tersebut terakhir memerlukan perhatian untuk itu upaya penyuluhan kesehatan yang lebih intensif perlu dilakukan. Tujuan 5, meningkatkan kesehatan ibu dilihat dari penolong kelahiran dengan tenaga medis sudah cukup baik sebesar 50,76 persen, namun untuk pemeriksaan K4 masih perlu ditingkatkan lagi karena baru mencapai 33,52 persen. Indikator lain yang masih rendah juga tergambarkan dari keikut sertaan dalam program PUS KB baru mencapai 34,93 persen.
214
Indeks Komposit MDGs Kec Bontocani
0.35
0.400.35
0.38
0.77
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
0.67
0.67
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Kahu
0.49
0.470.48
0.58
0.81
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7 0.93
0.64
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Kajuara
0.48
0.550.45
0.58
0.74
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 70.67
0.65
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Salomekko
0.53
0.0.43
0.47
0.75
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
Kecamatan Bontocani Kecamatan Bontocani menempati urutan ke dua puluh lima dari dua puluh tujuh kecamatan di Kabupaten Bone dengan nilai 0.51.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 1, Tujuan 5, dan Tujuan 7. Kecamatan Kahu Kecamatan Kahu menempati urutan ke lima dari dua puluh tujuh kecamatan di Kabupaten Bone dengan nilai 0.63.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 4, Tujuan 5, dan Tujuan 1. Kecamatan Kajuara Kecamatan Kajuara menempati urutan ke tujuh belas dari dua puluh tujuh kecamatan di Kabupaten Bone dengan nilai 0.592.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 1, Tujuan 5 dan Tujuan 4.
0.77
0.63
57
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Kecamatan Salomekko Kecamatan Salomekko menempati urutan ke enam belas dari dua puluh tujuh kecamatan di Kabupaten Bone dengan nilai 0.59.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 5, Tujuan 75, dan Tujuan 1.
215
Indeks Komposit MDGs Kec Tonra
0.43
0.530.56
0.53
0.64
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7 0.82
0.60
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Patimpeng
0.47
0.380.44
0.62
0.68
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
0.50
0.88
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Libureng
0.52
0.60.55
0.54
0.74
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
0.63
0.60
0
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Mare
0.43
0.420.45
0.54
0.73
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 70.74
0.71
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Kecamatan Tonra Kecamatan Tonra menempati urutan ke sembilan belas dari dua puluh tujuh kecamatan di Kabupaten Bone dengan nilai 0.59.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 1, Tujuan 4, dan Tujuan 7. . Kecamatan Patimpeng Kecamatan Patimpeng menempati urutan ke dua puluh tiga dari dua puluh tujuh kecamatan di Kabupaten Bone dengan nilai 0.57.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 4, Tujuan 5, dan Tujuan 1. Kecamatan Libureng Kecamatan Libureng menempati urutan ke lima belas dari dua puluh tujuh kecamatan di Kabupaten Bone dengan nilai 0.60.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 1, Tujuan 7, dan Tujuan 5. Kecamatan Mare Kecamatan Mare menempati urutan ke dua puluh dua dari dua puluh tujuh kecamatan di Kabupaten Bone dengan nilai 0.58.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 4, Tujuan 1, dan Tujuan 5.
216
Indeks Komposit MDGs Kec Sibulue
0.49
0.40.44
0.48
0.75
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 70.78
0.80
9
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Cina
0.56
0.50.46
0.57
0.78
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7 0.85
0.57
7
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Barebbo
0.50
0.0.52
0.63
0.92
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 70.76
0.51
61
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Ponre
0.41
0.540.64
0.48
0.75
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
Kecamatan Sibulue Kecamatan Sibulue menempati urutan ke sepuluh dari dua puluh tujuh kecamatan di Kabupaten Bone dengan nilai 0.60.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 5, Tujuan 7, dan Tujuan 1. Kecamatan Cina Kecamatan Cina menempati urutan ke enam dari dua puluh tujuh kecamatan di Kabupaten Bone dengan nilai 0.62.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 5, Tujuan 1, dan Tujuan 7. Kecamatan Barebbo Kecamatan Barebbo menempati urutan ke empat dari dua puluh tujuh kecamatan di Kabupaten Bone dengan nilai 0.64.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 1, Tujuan 3, dan Tujuan 5. Kecamatan Ponre
0.77
0.60
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Kecamatan Ponre menempati urutan ke empat belas dari dua puluh tujuh kecamatan di Kabupaten Bone dengan nilai 0.60.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 1, Tujuan 7, dan Tujuan 4.
217
Indeks Komposit MDGs Kec Lappariaja
0.70
0.0.57
0.47
0.82
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 70.69
0.54
60
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Lamuru0.63
0.540.50
0.62
0.67
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 70.67
0.54
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Tellu Limpoe
0.29
0.430.46
0.38
0.55
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
0.43
0.67
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Bengo0.59
0.60.63
0.47
0.77
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
Kecamatan Lappariaja Kecamatan Lappariaja menempati urutan ke tiga belas dari dua puluh tujuh kecamatan di Kabupaten Bone dengan nilai 0.60.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 7, Tujuan 3, dan Tujuan 1. Kecamatan Lamuru Kecamatan Lamuru menempati urutan ke dua puluh dari dua puluh tujuh kecamatan di Kabupaten Bone dengan nilai 0.58.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 5, Tujuan 1, dan Tujuan 3. Kecamatan Tellu Limpoe Kecamatan Limpoe menempati urutan ke dua puluh tujuh dari dua puluh tujuh kecamatan di Kabupaten Bone dengan nilai 0.46.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 1, Tujuan 7, dan Tujuan 4.
0.64
0.41
2
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Kecamatan Bengo Kecamatan Bengo menempati urutan ke dua satu dari dua puluh tujuh kecamatan di Kabupaten Bone dengan nilai 0.58.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 3, Tujuan 1, dan Tujuan 7.
218
Indeks Komposit MDGs Kec Ulaweng
0.65
0.0.39
0.51
0.86
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
0.64
0.48
49
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Palakka 0.77
0.0.51
0.45
0.92
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
0.62
0.60
63
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Awangpone0.65
0.50.45
0.55
0.90
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
0.62
0.60
2
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Tellu Siattinge 0.88
0.0.57
0.54
0.73
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
Kecamatan Ulaweng Kecamatan Ulaweng menempati urutan ke dua puluh empat dari dua puluh tujuh kecamatan di Kabupaten Bone dengan nilai 0.55.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 5, Tujuan 3, dan Tujuan 4. Kecamatan Palakka Kecamatan Palakka menempati urutan ke delapan dari dua puluh tujuh kecamatan di Kabupaten Bone dengan nilai 0.61.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 7, Tujuan 5, dan Tujuan 17. Kecamatan Awangpone Kecamatan Awangpone menempati urutan ke delapan belas dari dua puluh tujuh kecamatan di Kabupaten Bone dengan nilai 0.59.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 5, Tujuan 1, dan Tujuan 4.
0.70
0.53
53
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Kecamatan Tellu Siattinge Kecamatan Tellu Siattinge menempati urutan ke tujuh dari dua puluh tujuh kecamatan di Kabupaten Bone dengan nilai 0.61.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 4, Tujuan 3, dan Tujuan 7.
219
Indeks Komposit MDGs Kec Amali
0.70
0.
0.42
0.55
0.77
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 70.73
0.61
62
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Ajangale0.71
0.
0.46
0.54
0.80
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 70.75
0.72
69
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Dua Boccoe0.75
0.0.50
0.51
0.79
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
0.60
0.64
63
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Cenrana
0.61
0.330.39
0.38
0.72
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
0.55
0.63
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Kecamatan Amali Kecamatan Amali menempati urutan ke dua belas dari dua puluh tujuh kecamatan di Kabupaten Bone dengan nilai 0.60.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 5, Tujuan 1, dan Tujuan 7. Kecamatan Ajangale Kecamatan Ajangale menempati urutan ke tiga dari dua puluh tujuh kecamatan di Kabupaten Bone dengan nilai 0.64.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 5, Tujuan 1, dan Tujuan 7. Kecamatan Dua Boccoe Kecamatan Dua Boccoe menempati urutan ke sebelas dari dua puluh tujuh kecamatan di Kabupaten Bone dengan nilai 0.60.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 5, Tujuan 7, dan Tujuan 1. Kecamatan Cenrana Kecamatan Cenrana menempati urutan ke dua puluh enam dari dua puluh tujuh kecamatan di Kabupaten Bone dengan nilai 0.60.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 4, Tujuan 7, dan Tujuan 5.
220
Kecamatan Tanete Riattang Barat Indeks Komposit MDGs Kec Tanete Riattang Barat
0.75
0.71
0.68
0.650.56
0.80
0.73
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
Kecamatan Tanete Riattang Barat menempati urutan ke dua dari dua puluh tujuh kecamatan di Kabupaten Bone dengan nilai 0.66.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 1, Tujuan 5, dan Tujuan 4. Kecamatan Tanete Riattang Indeks Komposit MDGs
Kec Tanete Riattang0.76
0.67
0.66
0.620.72
0.81
0.75
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
Kecamatan Tanete Riattang menempati urutan ke satu dari dua puluh tujuh kecamatan di Kabupaten Bone dengan nilai 0.68.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 1, Tujuan 4, dan Tujuan 3.
Indeks Komposit MDGs Kec Tanete Riattang Timur
0.74
0.66
0.64
0.480.46
0.60
0.84
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
Kecamatan Tanete Riattang Timur Kecamatan Tanete Riattang Timur menempati urutan ke sembilan dari dua puluh tujuh kecamatan di Kabupaten Bone dengan nilai 0.60.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 5, Tujuan 4, dan Tujuan 1.
221
6.2.4. Kabupaten Poliwali Mandar
Indeks Komposit MDGs Kabupaten Polman
0.51
0.56
0.61
0.44
0.78
0.49
0.58
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
Kabupaten Polman menduduki urutan ke tiga dari 5 kabupaten. Jika dilihat dari Tujuan 1 menunjukkan balita kurang gizi tertinggi kedua yaitu sebesar 38,09 persen. Tingginya persentase ini sangat menghawatirkan, karena banyak anak yang berstatus gizi kurang dan buruk, kondisi ini perlu segera diantisipasi untuk menyelamatkan generasi tersebut. Sejalan dengan dua indikator tersebut, indikator proporsi pengeluaran untuk makan terhadap total pengeluaran ≥ 80 persen tercatat 33,14 persen. Proporsi rumah tangga yang pengeluaran makanannya tinggi mencerminkan rendahnya tingkat kesejahteraan penduduk, yang juga dapat digunakan sebagai proksi tingginya angka kemiskinan. Untuk penilaian Tujuan 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu ilihat dari indikator-indikator yang ada di dalamnya masih perlu ditingkatkan, terutama fasilitas pelayanan persalinan dengan penolong kelahiran tenaga medis yang baru mencapai 30,51 persen. Ini mengindikasikan masih banyak ibu-ibu yang melahirkan di tolong oleh tenaga non-medis. Selain itu pula, bila
222
dilihat angka kujungan pemeriksaan kelahiran (K4) dengan capaian 46,68 persen masih perlu dilakukan penyuluhan kembali dengan melakukan pemeriksaan kehamilan dengan pola yang baik dan benar. Pada kelompok PUS, penggunaan alat kontrasepsi masih rendah karena baru mencapai 30,32 persen. Alat KB yang terbanyak digunakan adalah pil dan suntik. Untuk kelompok remaja dalam persiapannya sebagai calon ibu rumah tangga yang mendapat penyuluhan reproduksi masih rendah 16,92 persen, sehingga masih perlu ditingkatkan lagi. Pada Tujuan 7 memastikan kelestarian lingkungan hidup indeks kompositnya masih rendah, utamanya disebabkan karena masih banyak rumah tangga yang tanahnya belum bersertifikat dari BPN, yaitu 21,43 persen. Selain itu pula, penggunaan biomasa untuk memasak masih cukup tinggi 78,28 persen. Indikator lain yang perlu diperhatikan adalah pemilikan sanitasi yang layak masih sangat rendah hanya mencapai 22,65 persen. Perlu adanya penyuluhan ke masyarakat tentang pentingnya penggunaan sanitasi yang layak. Untuk indikator lainnya cukup baik seperti pengelolaan sampah sudah sangat baik mencapai 84,12 persen, dan juga proporsi penduduk atau rumah tangga dengan status rumah tetap dan terjamin (milik sendiri, sewa, atau kontrak) sangat baik, dengan tingkat capaian 92,18 persen. Perlu diwaspadai untuk indikator proporsi penduduk dengan akses terhadap sumber air minum yang terlindungi dan berkelanjutan masih perlu ditingkatkan lagi, karena tingkat pencapaiannya baru 53,82 persen.
223
Indeks Komposit MDGs Kec Tinambung
0.67
0.
0.46
0.46
0.72
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 70.72
0.67
66
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Balanipa
0.56
0.
0.42
0.46
0.58
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
0.48
0.73
63
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs Kec Limboro
0.53
0.
0.35
0.44
0.82
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
0.40
0.53
69
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Tubbi Taramanu
0.52
0.5
0.33
0.40
0.72
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
0.58
0.47
7
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Kecamatan Tinambung Kecamatan Tinabung menempati urutan ke empat dari enam belas kecamatan di Kabupaten Polman dengan nilai 0.59.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 7, Tujuan 1, dan Tujuan 5. Kecamatan Balanipa Kecamatan Balanipa menempati urutan ke sepuluh dari enam belas kecamatan di Kabupaten Polman dengan nilai 0.53.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 1, Tujuan 5, dan Tujuan 7. Kecamatan Limboro Kecamatan Limboro menempati urutan ke tiga belas dari enam belas kecamatan di Kabupaten Polman dengan nilai 0.51.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 5, Tujuan 1, dan Tujuan 2. Kecamatan Tubbi Taramanu Kecamatan Tubbi Taramanu menempati urutan ke lima belas dari enam belas kecamatan di Kabupaten Polman dengan nilai 0.48.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 1, Tujuan 5, dan Tujuan 7.
224
Indeks Komposit MDGs Kec Alu
0.65
0.
0.40
0.31
0.76
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
0.54
0.57
60
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Campalagian
0.55
0.
0.23
0.47
0.89
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
0.55
0.51
55
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Luyo0.63
0.32
0.46
0.82
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
0.51
0.64
0.63
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Wonomulyo 0.81
0.69
0.69
0.87
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
Kecamatan Alu Kecamatan Alu menempati urutan ke sebelas dari enam belas kecamatan di Kabupaten Polman dengan nilai 0.52.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 7, Tujuan 5, dan Tujuan 1. Kecamatan Campalagian Kecamatan Campalagian menempati urutan ke duabelas dari dua puluh tujuh kecamatan di Kabupaten Polman dengan nilai 0.52.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 5, Tujuan 1, dan Tujuan 7. Kecamatan Luyo Kecamatan Luyo menempati urutan ke sembilan dari enam belas kecamatan di Kabupaten Polman dengan nilai 0.55.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 5, Tujuan 7, dan Tujuan 1. Kecamatan Wonomulyo
0.70
0.51
0.74
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Kecamatan Wonomulyo menempati urutan pertama dari enam belas kecamatan di Kabupaten Polman dengan nilai 0.58.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 3, Tujuan 1, dan Tujuan 5.
225
Indeks Komposit MDGs Kec Mapilli
0.69
0.510.49
0.48
0.79
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
0.62
0.66
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Tapango0.68
0.0.58
0.51
0.77
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
0.53
0.69
57
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Matakali0.67
0.56
0.59
0.80
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
0.50
0.61
0.73
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Bulo
0.44
0.13
0.40.36
0.34
0.77
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
Kecamatan Mapilli Kecamatan Mapilli menempati urutan ke enam dari enam belas kecamatan di Kabupaten Polman dengan nilai 0.58.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 7, Tujuan 5, dan Tujuan 4. Kecamatan Tapango Kecamatan Tapango menempati urutan ke lima dari enam belas kecamatan di Kabupaten Polman dengan nilai 0.59.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 1, Tujuan 7, dan Tujuan 4. Kecamatan Matakali Kecamatan Matakali menempati urutan ke tiga dari enam belas kecamatan di Kabupaten Polman dengan nilai 0.60.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 1, Tujuan 2, dan Tujuan 5. Kecamatan Bulo Kecamatan Bulo menempati urutan ke enam belas dari enam belas kecamatan di Kabupaten Polman dengan nilai 0.39.
0.25
8
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 2, Tujuan 3, dan Tujuan 7.
226
Kecamatan Polewali Indeks Komposit MDGs Kec Polewali
0.69
0.64
0.56
0.770.68
0.75
0.68
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
Kecamatan Polewali menempati urutan ke dua dari enam belas kecamatan di Kabupaten Polman dengan nilai 0.65.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 1, Tujuan 3, dan Tujuan 2. Kecamatan Binuang Kecamatan Binuang menempati urutan ke tujuh dari enam belas kecamatan di Kabupaten Polman dengan nilai 0.57.
Indeks Komposit MDGs Kec Binuang
0.47
0.47
0.52
0.81
0.50
0.49
0.84
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 1, Tujuan 2, dan Tujuan 7. Kecamatan Anreapi Kecamatan Anreapi menempati urutan ke delapan dari enam belas kecamatan di Kabupaten Polman dengan nilai 0.56.
Indeks Komposit MDGs Kec Anreapi
0.45
0.52
0.58
0.710.65
0.39
0.76
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 1, Tujuan 7, dan Tujuan 2. Kecamatan Matangnga Kecamatan Matangnga menempati urutan ke empat belas dari enam belas kecamatan di Kabupaten Polman dengan nilai 0.51.
Indeks Komposit MDGs Kec Matangnga
0.64
0.47
0.64
0.380.36
0.44
0.74
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah Tujuan 5, Tujuan 4, dan Tujuan 7.
227
6.2.5 Kabupaten Mamuju
Indeks Komposit MDGs Kabupaten Mamuju
0.54
0.57
0.56
0.600.44
0.63
0.49
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
Kabupaten Mamuju menduduki urutan terakhir dari 5 kabupaten. Jika dilihat dari tujuan 1 yaitu menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan, menunjukkan bahwa kontribusi kuantil pertama penduduk berpendapatan terendah terhadap total konsumsi adalah sebesar 9,89 persen artinya distribusi sebarannya tidak merata. Selain itu untuk indikator prevalensi balita kurang gizi menunjukkan yang paling tinggi di antara 5 kabupaten yang ada Kemungkinan besar dijumpai anak-anak yang bermasalah dengan gizi di kabupaten ini. Sangat menghawatirkan dengan kondisi kesehatan yang diukur dari status gizinya menunjukkan banyak anak yang berstatus gizi kurang dan buruk, maka perlu segera diantisipasi untuk menyelamatkan generasi tersebut. Sejalan dengan tingkat pencapaian dua indikator pertama, untuk indikator proporsi pengeluaran makan terhadap total pengeluaran ≥ 80 persen, apabila tinggi maka mencerminkan banyaknya penduduk yang miskin. Dari indikator ini menunjukkan nilai 24,41 persen terbesar kedua setelah Kabupaten Polman artinya angka kemiskinan di Kabupaten Mamuju cukup tinggi sejalan dengan angka status gizi balita yang kurang juga tinggi.
228
Untuk tujuan 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu dilihat dari indikator-indikator yang ada di dalamnya masih perlu ditingkatkan kembali, yaitu proporsi pertolongan kelahiran (PPK) oleh tenaga kesehatan terlatih (PPKT) yang terendah diantara ke lima kabupaten, yaitu sebesar 27,99 persen. Diduga rendahnya angka persentase tersebut disebabkan karena kurangnya tenaga medis atau sebab lain, misalnya keterkaitan dengan adat dan budaya setempat yang cenderung melahirkan dengan tenaga non-medis. Apabila dilihat dari indikator K4 masih perlu ditingkatkan kembali karena baru mencapai 43,92 persen. Untuk status gizi ukuran LILA WUS sudah cukup baik dengan capaian 14,28 persen, akan tetapi keikut sertaan KB pada kelompok umur yang sama masih sangat rendah hanya 43,33 persen. Indikator yang juga perlu diperhatikan yaitu persentase remaja (15-24 tahun) yang mendapatkan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi (REPRO) masih sangat rendah karena baru mencapai 13,77 persen. Pada tujuan 7 Memastikan kelestarian lingkungan hidup, apabila dilihat perolehan indeks kompositnya masih rendah, utamanya disebabkan karena rumah tangga dengan kepemilikan rumah dengan sertifikat dari BPN baru mencapai 33,19 persen. Selain itu pula, penggunaan biomasa untuk memasak masih tinggi khususnya untuk penggunaan kayu bakar dan arang untuk memasak mencapai 77,73 persen. Indikator lain yang perlu diperhatikan adalah pemilikan sanitasi yang layak masih sangat rendah hanya mencapai 20,79 persen. Perlu adanya penyuluhan ke masyarakat tentang pentingnya penggunaan sanitasi yang layak. Untuk indikator lainnya cukup baik seperti pengelolaan sampah sudah baik mencapai 74,83 persen dan juga proporsi penduduk atau rumah tangga dengan status rumah tetap dan terjamin (milik sendiri, sewa, atau kontrak) sangat baik, dengan tingkat capaian 92,06 persen. Perlu diwaspadai untuk indikator proporsi penduduk dengan akses terhadap sumber air minum yang terlindungi dan berkelanjutan perlu ditingkatkan lagi karena tingkat pencapaiannya baru 46,87 persen.
229
Indeks Komposit MDGs Kec Tapalang
0.57
0.590.44
0.54
0.61
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 70.65
0.59
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Tapalang Barat 0.77
0.49
0.17
0.43
0.49
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUTUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 70.75
0.43
TUJUAN 2
TUJUAN 3
JUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Mamuju
0.54
0.660.56
0.68
0.67
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
0.48
0.64
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Simboro dan Kepulauan
0.59
0.
0.49
0.30
0.39
0.53
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUTUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
Kecamatan Tapalang Kecamatan Tapalang menempati urutan ke sembilan darbelas kecamatan di Kabupaten Mamuju dengan nilai 0.54.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian aTujuan 1, Tujuan 5, dan Tujuan 7. Kecamatan Tapalang Barat Kecamatan Tapalang Bafrat menempati urutan ke tiga belalima belas kecamatan di Kabupaten Mamuju dengan nilai 0
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian aTujuan 5, Tujuan 7, dan Tujuan 3. Kecamatan Mamuju Kecamatan Mamuju menempati urutan ke empat dari limakecamatan di Kabupaten Mamuju dengan nilai 0.57.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian aTujuan 1, Tujuan 2, dan Tujuan 5. Kecamatan Simboro dan Kepulauan
46
0.50
TUJUAN 2
TUJUAN 3
JUAN 4
Kecamatan Simboro dan Kepulauan menempati urutan ke ebelas dari lima belas kecamatan di Kabupaten Mamuju denilai 0.44.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian aTujuan 5, Tujuan 1, dan Tujuan 7.
230
Indeks Komposit MDGs Kec Kalukku
0.68
0.63
0.45
0.48
0.71
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUTUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
0.52
0.59
TUJUAN 2
TUJUAN 3
JUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Papalang0.65
0.600.44
0.52
0.70
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
0.56
0.57
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Sampaya
0.64
0.
0.49
0.56
0.66
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
0.48
0.47
69
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Tommo0.80
0.70.57
0.47
0.60
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 70.69
0.55
3
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Kecamatan Kalukku Kecamatan Kalukku menempati urutan ke tujuh dari lima kecamatan di Kabupaten Mamuju dengan nilai 0.55.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian aTujuan 1, Tujuan 5, dan Tujuan 7. Kecamatan Papalang Kecamatan Papalang menempati urutan ke delapan darbelas kecamatan di Kabupaten Mamuju dengan nilai 0.55.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian aTujuan 1, Tujuan 5, dan Tujuan 7. Kecamatan Sampaya Kecamatan Sampaya menempati urutan ke sepuluh darbelas tujuh kecamatan di Kabupaten Mamuju dengan nilai 0
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian aTujuan 1, Tujuan 2, dan Tujuan 5. Kecamatan Tommo Kecamatan Tommo menempati urutan ke dua dari lima kecamatan di Kabupaten Mamuju dengan nilai 0.59.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian aTujuan 7, Tujuan 3, dan Tujuan 1.
2
Indeks Komposit MDGs Kec Kalimpang
0.46
0.270.22
0.12
0.51
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
0.44
0.46
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Bonehau
0.62
0.52
0.32
0.43
0.66
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
0.56
0.74
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Budong-budong0.68
0.480.53
0.42
0.55
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 70.72
0.49
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Pangak0.67
0.680.62
0.52
0.54
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
Kecamatan Kalimpang Kecamatan Kalimpang menempati urutan ke lima belas dabelas kecamatan di Kabupaten Mamuju dengan nilai 0.33.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian aTujuan 7, Tujuan 5, dan Tujuan 4. Kecamatan Bonehau Kecamatan Bonehau menempati urutan ke sebelas darbelas kecamatan di Kabupaten Mamuju dengan nilai 0.52.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian aTujuan 5, Tujuan 1, dan Tujuan 7. Kecamatan Budong-budong Kecamatan Budong-budong menempati urutan ke dua belalima belas kecamatan di Kabupaten Mamuju dengan nilai 0
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian aTujuan 7, Tujuan 1, dan Tujuan 4. Kecamatan Panggak
0.66
0.58
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Kecamatan Panggak menempati urutan ke tiga dari lima kecamatan di Kabupaten Mamuju dengan nilai 0.58.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian aTujuan 1, Tujuan 6, dan Tujuan 7.
232
Indeks Komposit MDGs Kec Topoyo
0.75
0.67
0.49
0.61
0.77
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
0.60
0.60
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Karossa0.64
0.70
0.44
0.45
0.72
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
0.61
0.54
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Indeks Komposit MDGs
Kec Tobadak0.68
0.0.49
0.59
0.62
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00TUJUAN 1
TUJUAN 5
TUJUAN 6
TUJUAN 7
0.56
0.61
62
TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Kecamatan Topoyo Kecamatan Topoyo menempati urutan pertama dari dua tujuh kecamatan di Kabupaten Mamuju dengan nilai 0.61.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian aTujuan 5, Tujuan 1, dan Tujuan 2. Kecamatan Karossa Kecamatan Karossa menempati urutan ke enam dari lima kecamatan di Kabupaten Mamuju dengan nilai 0.56.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian aTujuan 1, Tujuan 5, dan Tujuan 7. Kecamatan Tobadak Kecamatan Tobadak menempati urutan ke lima dari lima kecamatan di Kabupaten Mamuju dengan nilai 0.56.
Di kecamatan ini yang perlu mendapatkan perhatian aTujuan 1, Tujuan 5, dan Tujuan 2.
2
235
BAB VII ESTIMASI KESALAHAN SAMPLING SURVEI MDGs
Hasil dari survei dipengaruhi oleh dua macam kesalahan yaitu; (1) kesalahan non sampling (Non-Sampling Error) dan (2) kesalahan karena sampling (Sampling Error). Kesalahan non sampling timbul karena kesalahan-kesalahan dalam kegiatan lapangan dan pengolahan, misalnya tidak ditemukannya rumah tangga sampel atau rumah tangga yang diwawancarai bukan yang terpilih sampel, kesalahan dalam mengajukan pertanyaan, kesalahpahaman dalam pengertian pertanyaan baik oleh responden maupun oleh pencacah, dan kesalahan pada waktu merekam data. Meskipun berbagai usaha dalam perencanaan dan pelaksanaan survei MDGs telah dilakukan untuk memperkecil jenis kesalahan ini, namun kesalahan non sampling tidak mungkin dihilangkan sama sekali dan sulit untuk dievaluasi secara statistik.
Sebaliknya, kesalahan karena sampling dapat dievaluasi secara statistik. Rumah tangga yang terpilih sebagai sampel dalam Survei MDGs adalah satu gugus sampel dari sekian banyak gugus sampel -- dengan ukuran sampel yang sama -- dapat dipilih dari populasi yang sama dengan menggunakan rancangan survei yang sama pula. Setiap gugus sampel akan menghasilkan angka yang agak berbeda dengan angka yang diperoleh dari gugus sampel yang terpilih. Kesalahan sampling adalah suatu ukuran keragaman dari semua gugus sampel yang mungkin terpilih. Meskipun nilai yang sebenarnya tidak diketahui, tetapi dapat diperkirakan dari hasil survei.
Karena estimasi yang dihasilkan didasarkan pada informasi yang diperoleh dari responden dengan rumah tangga sebagai unit sampel, maka estimasi tersebut tidak terlepas dari sampling variability, yaitu estimasi-estimasi tersebut bisa berbeda dengan estimasi yang dihasilkan jika seluruh rumah tangga diwawancarai dalam survei. Satu ukuran tentang adanya perbedaan tersebut adalah galat baku standard error (SE), yang menyatakan seberapa jauh suatu estimasi menyimpang dari nilai yang sebenarnya karena
236
kebetulan hanya satu gugus sampel yang digunakan. Ada sekitar 2 dari 3 kemungkinan (67%) bahwa estimasi dari suatu sampel akan berbeda sebesar kurang dari satu SE dari nilai yang diperoleh jika seluruh rumah tangga dicakup dalam survei, dan sekitar 19 dari 20 kemungkinan (95%) bahwa perbedaan tersebut akan kurang dari dua SE. Sebuah ukuran yang lain adalah galat baku relatif atau relative standard error (RSE), yang diperoleh dengan menyatakan SE sebagai persentase dari estimasi tersebut.
Kesalahan sampel biasanya diukur dengan galat baku (standard error) dari suatu statistik tertentu, seperti rata-rata atau persentase, yang dihitung sebagai akar pangkat dua dari ragam (variance) suatu statistik. Galat baku dapat dipakai untuk menghitung selang kepercayaan yang merupakan estimasi dari nilai parameter. Sebagai contoh, untuk setiap statistik dalam suatu sampel survei, nilai statistik akan berada pada selang ± 2 kali galat baku; dimana 95 persen dari sampel kemungkinan akan berada pada selang tersebut.
Jika sampel rumah tangga dipilih secara simple random sampling, maka perhitungan kesalahan sampling dapat dilakukan dengan menggunakan rumus yang sederhana. Akan tetapi sampel rumah tangga survei MDGs adalah hasil dari rancangan sampling dua tahap yaitu mengambil sejumlah blok sensus secara Probability Proportional to Size (PPS) pada tahap pertamanya kemudian memilih 20 rumah tangga dari masing-masing blok sensus terpilih pada tahap keduanya, sehingga perlu diterapkan rumus yang lebih rumit. Perangkat lunak komputer yang bernama STATA digunakan untuk menghitung kesalahan sampling sesuai dengan metodologi statistik yang diterapkan dalam survei. Paket ini menggunakan Metode Linierizasi Taylor untuk mengestimasi nilai estimasinya baik total maupun rata-rata.
Metode Linierizasi Taylor memperlakukan persentase atau rata-rata sebagai suatu estimasi rasio, r = y/x, dengan y sebagai total nilai sampel untuk variabel y, dan x adalah jumlah kasus dalam grup atau subgrup yang diperhitungkan. Ragam dari r dihitung menggunakan rumus di bawah ini, dengan galat baku adalah akar pangkat dua dari ragam tersebut.
237
dengan
dimana
h adalah stratum yang mempunyai nilai antara 1 dan H, mh adalah jumlah blok sensus terpilih dalam stratum h, yhi adalah jumlah tertimbang nilai dari variabel y dalam blok
sensus i, stratum h, xh i adalah jumlah kasus dalam blok sensus i dan
stratum h, dan f adalah fraksi sampling, yang karena nilainya kecil, tidak
diperhitungkan.
Selain galat baku, STATA juga menghitung efek rancangan (Design Effect atau DEFF) untuk setiap estimasi, yang dihitung sebagai rasio antara galat baku yang menggunakan suatu rancangan sampling tertentu dan galat baku yang diperoleh jika menggunakan simple random sampling. Nilai efek rancangan sama dengan satu (DEFF=1) menunjukkan bahwa rancangan sampel yang digunakan sama efisiennya dengan simple random sampling, dan nilai yang lebih besar dari satu (DEFF>1) berarti kesalahan sampling yang lebih besar disebabkan oleh pemakaian rancangan sampling yang lebih kompleks dan kurang efisien dibandingkan dengan simple random sampling. STATA juga menghitung kesalahan relatif dan selang kepercayaan (confidence interval) dari estimasi. Kesalahan sampling untuk survei MDGs dihitung hanya untuk peubah-peubah tertentu yang dianggap penting yang merupakan tujuan atau target dari MDGs. Hasil perhitungan yang disajikan sudah merupakan gabungan antara karakteristik rumah tangga dan karakteristik individu. Peubah-peubah (indikator) tersebut diurutkan berdasarkan urutan dari
238
tujuan/target MDGs. Indikator-indikator yang merupakan estimasi kabupaten disajikan dalam Tabel p.k dimana p=1 untuk Sulawesi Selatan, dan p=2 untuk Sulawesi Barat; sedangkan k merupakan nomor urut kabupaten terpilih survei MDGs tahun 2007. Sementara, hasil estimasi disetiap kecamatannya masing-masing disajikan dalam Tabel p.k.xx dengan xx adalah nomor urut kecamatan dalam suatu kabupaten. Tabel-tabel tersebut menyajikan nilai-nilai statistik (y), galat baku atau standard error (SE), jumlah kasus tak tertimbang (n), efek rancangan yang digunakan atau design effect (DEFF), galat baku relatif atau relative standard error (SE/y), dan batas nilai untuk selang kepercayaan (y ± 1,96SE), untuk setiap variabel. DEFF tidak dapat ditentukan jika galat baku simple random sampling adalah nol (ketika estimasi mendekati nol atau 1).
Selang kepercayaan misalnya Angka Partisipasi Murni (APM) SD di Kabupaten Bantaeng dapat dijelaskan sebagai berikut: nilai estimasinya adalah 85,32 dan standard errornya adalah 0,90. Oleh karena itu, ada sebesar 2/3 kemungkinan bahwa nilai yang dihasilkan tersebut akan terletak dalam selang 84,24 dan 86,4; dan sekitar 19/20 kemungkinan bahwa nilai tersebut akan berada dalam selang 83,56 dan 87,08 atau dengan menggunakan selang kepercayaan 95 persen, estimasinya ditambah dan dikurangi 1,96 × standard error, yaitu 85,32 ± 1,96 × 0,90. Jadi, dengan probabilitas yang tinggi (95 persen), nilai APM SD di Kabupaten Bantaeng yang benar adalah antara 83,56 dan 87,08. Contoh ini bisa dijelaskan dalam diagram berikut:
Estimasi
83,56 84,24 85,32 86,4 87,08 67% bahwa nilai sebenarnya adalah dalam interval ini 95% bahwa nilai sebenarnya adalah dalam interval ini
239
Untuk nilai dari efek rancangan (DEFF) adalah 1,55 yang berarti karena pengaruh rancangan deviasi standar naik 1,55 kali nilai untuk simple random sampling. Perlu dicatat bahwa pada tingkat kabupaten kecamatan, kesalahan sampling dari beberapa estimasi harus digunakan dengan hati-hati. Untuk estimasi yang berdasarkan jumlah kasus yang kecil, kesalahan relatif adalah sangat besar. Secara umum, besaran SE meningkat seiring dengan meningkatnya besaran estimasi. Sebaliknya, RSE menurun jika ukuran estimasi tersebut meningkat. Estimasi yang sangat kecil dengan demikian akan menghasilkan RSE yang tinggi sehingga nilainya menjadi tidak akurat. Nilai estimasi dengan RSE ≤ 25% dianggap akurat, sedangkan nilai estimasi dengan RSE > 25% tetapi ≤ 50% perlu hati-hati jika ingin digunakan, dan estimasi dengan RSE > 50% dianggap sangat tidak akurat dan seharusnya digabungkan dengan estimasi yang lain untuk memberikan estimasi dengan RSE ≤ 25%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 7.1 berikut:
Tabel 7.1 Keputusan mengenai Keakuratan Suatu Estimasi
Kondisi Perlakuan RSE ≤ 25% Akurat (bisa digunakan)
25% < RSE ≤ 50% Perlu hati-hati jika digunakan
RSE > 50% Dianggap tidak akurat (harus digabungkan dengan estimasi lain untuk memberikan estimasi dengan RSE ≤ 25%.
A. Keakuratan/Kelayakan Indikator-Indikator MDGs Kabupaten Seperti telah dijelaskan terdahulu, bahwa untuk mengetahui kelayakan atau keakuratan estimasi dari indikator-indikator yang dihasilkan oleh Survei MDGs Kecamatan tahun 2007, maka yang harus dilihat adalah Relative Standard Error (RSE) dari indikator-indikator tersebut. Hasil estimasi indikator-indikator tersebut berikut RSE-nya disajikan seperti dalam Tabel 7.2 berikut ini.
240
Tabel 7.2 Relative Standard Error (%) dari Indikator MDGs Menurut Kabupaten
No. INDIKATOR Ban-taeng
Ta-kalar Bone
Pole-wali
Mandar Ma-
muju 01 Proporsi Penduduk yang Hidup di
Bawah Garis Kemiskinan 12.77 9.07 3.89 4.69 8.75
Koefisien Engel ( >= 0.8) 10.22 7.15 4.02 3.47 4.38 03 Prevalensi Balita Gizi Buruk +
Kurang (Balita kuran 4.97 5.42 2.47 3.31 2.60
04 APM PAUD 5-6 tahun 15.02 10.98 4.20 7.76 7.96 05 APM SD 1.05 1.18 0.49 0.74 0.69
06 APM SMP 4.41 3.68 1.97 3.09 2.71 07 APS Penyandang Cacat (7-18) 24.60 21.85 9.40 13.72 10.77
10 AMH 15-24 Tahun 1.20 0.63 0.24 0.74 0.50 14 Kontribusi Pekerja Perempuan
berusia 15 tahun keatas dalam Pekerjaan Upahan di Sektor Non-pertanian
4.22 5.71 2.97 4.46 4.99
17 Proposi Balita yang diberi Vitamin A 2.70 2.19 1.19 2.84 2.12
18 Proporsi Anak Usia 1 Tahun yang Diimunisasi Campak
4.15 4.40 2.39 3.87 3.22
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 17.15 8.13 7.41 10.15 10.38 20 Proporsi Kunjungan K4 4.89 3.07 3.37 3.75 3.76
21 Proporsi Pertolongan Kelahiran oleh Tenaga Kesehatan Terlatih
6.09 3.65 2.60 4.26 5.64
22 Status Gizi Wanita Usia Subur (15-49 Tahun), Ukuran LILA < 23.5 cm
4.69 4.90 3.83 5.21 3.78
23 Proporsi Wanita 15-49 Tahun yang Berstatus kawin Sedang Menggunakan atau Memakai Alat KB WUS
1.73 2.08 2.21 4.30 2.38
Proporsi Wanita 15-49 Tahun yang Berstatus kawin Sedang Menggunakan atau Memakai Alat KB PUS
1.72 2.00 2.18 4.32 2.31
24 Proporsi remaja (15-24) yang mendapat penyuluhan kesehatan reproduksi
9.02 6.81 3.93 6.09 7.55
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki Pengetahuan tentang HIV/AIDS
3.95 2.56 1.66 2.58 2.89
Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki Pengetahuan Komprehensif tentang HIV/AIDS
11.49 8.37 6.83 7.69 10.27
27 Prevalensi Kasus Malaria 15.07 14.39 13.46 12.50 5.65
28 Prevalensi Kasus TBC 21.05 13.89 9.09 17.39 12.24
241
29 Prevalensi Kasus DBD 30.77 19.35 18.18 42.86 20.00
30 Proporsi rumah tangga yang menggunakan bahan bakar padat untuk memasak
2.43 2.75 1.06 1.24 1.48
31 Proporsi rumah tangga dengan akses terhadap sumber air minum terlindungi dan berkelanjutan (sepanjang tahun)
2.21 3.11 1.88 3.47 3.16
32 Proporsi rumah tangga dengan akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak
5.71 4.83 3.37 4.33 4.76
33 Proporsi rumah tangga yang membuang sampah diangkut, ditimbun, dan dibakar
1.94 0.66 0.63 1.63 2.02
34 Proporsi rumah tangga dengan status tempat tinggal tetap dan terjamin
0.70 0.96 0.38 0.53 0.59
35 Proporsi rumah tangga dengan status kepemilikan tanah dari BPN
6.43 7.31 3.67 4.85 4.76
Keterangan * nilai RSE > 25 % Dari Tabel 7.2 diatas, terlihat bahwa hampir seluruh indikator MDGs menghasilkan estimasi yang akurat untuk level kabupaten yang ditunjukkan dengan nilai-nilai RSE-nya yang relatif kecil. Namun demikian, terdapat satu indikator yang perlu kehati-hatian dalam penggunaanya yaitu prevalensi kasus DBD (Indikator Nomor 29), terutama di Kabupaten Bantaeng dan Kabupaten Polewali Mandar. Akan tetapi, indikator ini cukup akurat di ketiga kabupaten lainnya ( Kabupaten Takalar, Kabupaten Bone, dan Kabupaten Mamuju). B. Keakuratan/Kelayakan Indikator-Indikator MDGs Kecamatan Sebagaimana dalam bagian A, kelayakan indikator-indikator MDGs tingkat kecamatan pun juga harus dilihat RSE dari masing-masing indikator MDGs untuk tingkat kecamatan. Tabel 7.3 sampai dengan Tabel 7.7 menyajikan daftar indikator-indikator MDGs yang memiliki RSE lebih besar dari 25% yang perlu hati-hati jika akan digunakan. Dari tabel-tabel tersebut juga bisa dilihat bahwa beberapa diantaranya tidak layak untuk digunakan untuk level kecamatan karena memiliki RSE yang besar yaitu diatas 50% (bertanda **).
242
Tabel 7.3 Indikator MDGs yang Memiliki RSE>25% di Kabupaten Bantaeng
Nama Kecamatan No. INDIKATOR RSE
Bissappu 01 Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 29.07 04 APM PAUD 5-6 tahun 34.92 07 APS Penyandang Cacat (7-18) 50.74 ** 18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 35.57 25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 28.16 27 Prevalensi Kasus Malaria 26.59 28 Prevalensi Kasus TBC 55.56 ** 29 Prevalensi Kasus DBD 44.27 Uluere 01 Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 34.63 01 Koefisien Engel ( >= 0.8) 27.00 07 APS Penyandang Cacat (7-18) 53.72 ** 14 Kontribusi Pekerja Perempuan berusia 15 tahun keat 36.00 18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 26.19 25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 33.05 27 Prevalensi Kasus Malaria 77.18 ** 28 Prevalensi Kasus TBC 53.81 ** 29 Prevalensi Kasus DBD 94.59 ** 35 Proporsi rumah tangga dengan status kepemilikan tan 29.25 Bissappu baru 01 Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 33.10 01 Koefisien Engel ( >= 0.8) 33.82 04 APM PAUD 5-6 tahun 97.74 ** 07 APS Penyandang Cacat (7-18) 66.27 ** 14 Kontribusi Pekerja Perempuan berusia 15 tahun keat 40.31 18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 42.99 25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 60.13 ** 27 Prevalensi Kasus Malaria 83.33 ** 28 Prevalensi Kasus TBC 48.86 29 Prevalensi Kasus DBD 105.88 ** 32 Proporsi rumah tangga dengan akses terhadap fasilit 33.36 35 Proporsi rumah tangga dengan status kepemilikan tan 27.00 Bantaeng 01 Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 39.05 01 Koefisien Engel ( >= 0.8) 33.25 04 APM PAUD 5-6 tahun 32.73 07 APS Penyandang Cacat (7-18) 51.08 ** 18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 28.60
243
24 Proporsi remaja (15-24) yang mendapat penyuluhan k 27.96 27 Prevalensi Kasus Malaria 30.53 28 Prevalensi Kasus TBC 50.00 29 Prevalensi Kasus DBD 61.11 ** Eremerasa 01 Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 27.04 01 Koefisien Engel ( >= 0.8) 28.67 07 APS Penyandang Cacat (7-18) 35.55 18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 44.56 24 Proporsi remaja (15-24) yang mendapat penyuluhan k 35.30 25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 29.85 27 Prevalensi Kasus Malaria 51.18 ** 28 Prevalensi Kasus TBC 53.98 ** 29 Prevalensi Kasus DBD 102.56 ** Tompobulu 01 Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 27.40 01 Koefisien Engel ( >= 0.8) 26.67 04 APM PAUD 5-6 tahun 39.51 07 APS Penyandang Cacat (7-18) 46.19 18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 31.48 25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 38.36 27 Prevalensi Kasus Malaria 44.18 Pajukukang 04 APM PAUD 5-6 tahun 32.88 07 APS Penyandang Cacat (7-18) 38.58 18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 29.48 25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 29.61 27 Prevalensi Kasus Malaria 26.53 28 Prevalensi Kasus TBC 39.68 Tompobulu baru 01 Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 26.83 01 Koefisien Engel ( >= 0.8) 27.44 04 APM PAUD 5-6 tahun 41.40 07 APS Penyandang Cacat (7-18) 39.48 18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 43.86 24 Proporsi remaja (15-24) yang mendapat penyuluhan k 27.09 25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 41.96 27 Prevalensi Kasus Malaria 35.73 28 Prevalensi Kasus TBC 36.93 29 Prevalensi Kasus DBD 93.75 **
Keterangan: ** memiliki RSE > 50% atau dengan kata lain indikator ini tidak layak digunakan.
244
Tabel 7.4 Indikator MDGs yang Memiliki RSE>25% di Kabupaten Takalar Nama
Kecamatan No. INDIKATOR RSE
Mangara Bombang 04 APM PAUD 5-6 tahun 29.57
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 38.07
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 31.50
27 Prevalensi Kasus Malaria 37.49
28 Prevalensi Kasus TBC 57.14 **
29 Prevalensi Kasus DBD 74.07 **
Mappakasunggu 04 APM PAUD 5-6 tahun 54.57
**
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 100.4
2 **
27 Prevalensi Kasus Malaria 35.25
28 Prevalensi Kasus TBC 32.47
29 Prevalensi Kasus DBD 77.92 **
35 Proporsi rumah tangga dengan status kepemilikan tan 29.00 Polobankeng Selatan 01 Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 25.67
01 Koefisien Engel ( >= 0.8) 27.08
04 APM PAUD 5-6 tahun 65.24 **
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 68.03 **
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 28.73
27 Prevalensi Kasus Malaria 42.13
28 Prevalensi Kasus TBC 61.80 **
Patallassang 01 Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 26.62
04 APM PAUD 5-6 tahun 26.79
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 101.0
6 **
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 36.82
27 Prevalensi Kasus Malaria 30.78
28 Prevalensi Kasus TBC 43.64
29 Prevalensi Kasus DBD 39.13 Polobangkeng Utara 04 APM PAUD 5-6 tahun 25.49
245
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 42.80
27 Prevalensi Kasus Malaria 54.26 **
28 Prevalensi Kasus TBC 73.83 **
29 Prevalensi Kasus DBD 48.19
32 Proporsi rumah tangga dengan akses terhadap fasilit 25.80 Galesong Selatan 07 APS Penyandang Cacat (7-18) 46.92
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 26.27
29 Prevalensi Kasus DBD 33.82 Galesong Utara 01 Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 43.51
01 Koefisien Engel ( >= 0.8) 32.51
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 41.00
27 Prevalensi Kasus Malaria 33.27
28 Prevalensi Kasus TBC 38.34
29 Prevalensi Kasus DBD 38.85
Keterangan: ** memiliki RSE > 50% atau dengan kata lain indikator ini tidak layak digunakan.
Tabel 7.5 Indikator MDGs yang Memiliki RSE>25% di Kabupaten Bone
Nama Kecamatan No. INDIKATOR RSE
Bontocani 07 APS Penyandang Cacat (7-18) 26.96
14 Kontribusi Pekerja Perempuan berusia 15 tahun keat 27.22
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 30.99
20 Proporsi Kunjungan K4 27.49
21 Proporsi Pertolongan Kelahiran oleh Tenaga Kesehat 38.15
24 Proporsi remaja (15-24) yang mendapat penyuluhan k 25.61
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 97.58 **
27 Prevalensi Kasus Malaria 38.06
28 Prevalensi Kasus TBC 103.45 **
29 Prevalensi Kasus DBD 103.45 **
31 Proporsi rumah tangga dengan akses terhadap sumber 37.58
32 Proporsi rumah tangga dengan akses terhadap fasilit 28.80
246
35 Proporsi rumah tangga dengan status kepemilikan tan 43.88
Kahu 01 Koefisien Engel ( >= 0.8) 25.38
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 59.81 **
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 34.52
27 Prevalensi Kasus Malaria 41.28
28 Prevalensi Kasus TBC 44.78
29 Prevalensi Kasus DBD 100.00 **
Kajuara 07 APS Penyandang Cacat (7-18) 35.71
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 27.44
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 53.59 **
27 Prevalensi Kasus Malaria 106.38 **
28 Prevalensi Kasus TBC 40.44
29 Prevalensi Kasus DBD 74.47 **
32 Proporsi rumah tangga dengan akses terhadap fasilit 25.47
Salomekko 01 Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 36.37
01 Koefisien Engel ( >= 0.8) 44.35
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 55.50 **
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 36.99
20 Proporsi Kunjungan K4 54.57 **
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 50.81 **
27 Prevalensi Kasus Malaria 73.28 **
28 Prevalensi Kasus TBC 38.19
29 Prevalensi Kasus DBD 100.00 **
32 Proporsi rumah tangga dengan akses terhadap fasilit 37.50
Tonra 01 Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 25.97
01 Koefisien Engel ( >= 0.8) 81.98 **
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 100.33 **
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 25.03
20 Proporsi Kunjungan K4 27.26
22 Status Gizi Wanita Usia Subur (15-49 Tahun), Ukura 31.48
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 69.19 **
27 Prevalensi Kasus Malaria 65.26 **
247
28 Prevalensi Kasus TBC 76.92 **
29 Prevalensi Kasus DBD 72.65 **
32 Proporsi rumah tangga dengan akses terhadap fasilit 34.29
Patimpeng 01 Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 51.03 **
01 Koefisien Engel ( >= 0.8) 26.34
04 APM PAUD 5-6 tahun 42.76
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 49.74
18 Proporsi Anak Usia 1 Tahun yang Diimunisasi Campak 39.71
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 40.45
24 Proporsi remaja (15-24) yang mendapat penyuluhan k 28.40
27 Prevalensi Kasus Malaria 55.43 **
28 Prevalensi Kasus TBC 56.91 **
29 Prevalensi Kasus DBD 98.36 **
Libureng 01 Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 30.01
01 Koefisien Engel ( >= 0.8) 42.86
04 APM PAUD 5-6 tahun 29.44
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 48.31
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 34.90
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 29.01
27 Prevalensi Kasus Malaria 32.77
28 Prevalensi Kasus TBC 35.60
29 Prevalensi Kasus DBD 58.25 **
Mare 01 Koefisien Engel ( >= 0.8) 28.25
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 59.35 **
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 31.14
24 Proporsi remaja (15-24) yang mendapat penyuluhan k 26.94
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 29.50
27 Prevalensi Kasus Malaria 68.97 **
28 Prevalensi Kasus TBC 68.97 **
29 Prevalensi Kasus DBD 57.27 **
Sibulue 07 APS Penyandang Cacat (7-18) 48.83
248
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 29.10
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 49.49
27 Prevalensi Kasus Malaria 56.48 **
28 Prevalensi Kasus TBC 68.18 **
29 Prevalensi Kasus DBD 93.02 **
32 Proporsi rumah tangga dengan akses terhadap fasilit 45.25
35 Proporsi rumah tangga dengan status kepemilikan tan 25.19
Cina 04 APM PAUD 5-6 tahun 31.48
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 34.03
14 Kontribusi Pekerja Perempuan berusia 15 tahun keat 28.04
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 55.54 **
20 Proporsi Kunjungan K4 33.97
22 Status Gizi Wanita Usia Subur (15-49 Tahun), Ukura 25.51
24 Proporsi remaja (15-24) yang mendapat penyuluhan k 25.29
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 46.94
27 Prevalensi Kasus Malaria 50.00
28 Prevalensi Kasus TBC 72.22 **
29 Prevalensi Kasus DBD 72.22 **
Barebbo 01 Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 26.87
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 45.10
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 56.61 **
27 Prevalensi Kasus Malaria 107.14 **
28 Prevalensi Kasus TBC 58.56 **
29 Prevalensi Kasus DBD 107.14 **
Ponre 04 APM PAUD 5-6 tahun 33.10
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 69.18 **
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 49.60
22 Status Gizi Wanita Usia Subur (15-49 Tahun), Ukura 35.79
27 Prevalensi Kasus Malaria 103.90 **
28 Prevalensi Kasus TBC 100.59 **
35 Proporsi rumah tangga dengan status kepemilikan tan 33.56
Lappariaja 01 Koefisien Engel ( >= 0.8) 34.73
249
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 56.85 **
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 38.32
22 Status Gizi Wanita Usia Subur (15-49 Tahun), Ukura 42.50
24 Proporsi remaja (15-24) yang mendapat penyuluhan k 35.28
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 42.25
27 Prevalensi Kasus Malaria 50.57 **
28 Prevalensi Kasus TBC 57.47 **
32 Proporsi rumah tangga dengan akses terhadap fasilit 63.00 **
Lamuru 01 Koefisien Engel ( >= 0.8) 28.73
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 38.10
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 31.49
20 Proporsi Kunjungan K4 25.17
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 56.69 **
27 Prevalensi Kasus Malaria 56.18 **
28 Prevalensi Kasus TBC 93.75 **
Tellu Limpoe 04 APM PAUD 5-6 tahun 74.95 **
06 APM SMP 26.62
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 66.33 **
18 Proporsi Anak Usia 1 Tahun yang Diimunisasi Campak 34.68
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 36.45
20 Proporsi Kunjungan K4 41.16
22 Status Gizi Wanita Usia Subur (15-49 Tahun), Ukura 28.99
23 Proporsi Wanita 15-49 Tahun yang Berstatus kawin S 25.60
23 Proporsi Wanita 15-49 Tahun yang Berstatus kawin S 25.30
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 37.31
27 Prevalensi Kasus Malaria 47.24
28 Prevalensi Kasus TBC 43.34
29 Prevalensi Kasus DBD 54.38 **
32 Proporsi rumah tangga dengan akses terhadap fasilit 70.50 **
35 Proporsi rumah tangga dengan status kepemilikan tan 60.00 **
Bengo 01 Koefisien Engel ( >= 0.8) 101.27 **
04 APM PAUD 5-6 tahun 35.79
250
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 73.31 **
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 39.44
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 27.68
27 Prevalensi Kasus Malaria 33.21
28 Prevalensi Kasus TBC 69.57 **
29 Prevalensi Kasus DBD 98.36 **
Ulaweng 01 Koefisien Engel ( >= 0.8) 42.50
04 APM PAUD 5-6 tahun 33.49
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 67.96 **
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 38.27
24 Proporsi remaja (15-24) yang mendapat penyuluhan k 30.79
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 25.20
27 Prevalensi Kasus Malaria 63.43 **
28 Prevalensi Kasus TBC 98.36 **
Palakka 01 Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 27.41
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 50.34 **
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 45.84
27 Prevalensi Kasus Malaria 52.02 **
28 Prevalensi Kasus TBC 107.14 **
32 Proporsi rumah tangga dengan akses terhadap fasilit 44.77
35 Proporsi rumah tangga dengan status kepemilikan tan 33.00
Awangpone 07 APS Penyandang Cacat (7-18) 34.83
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 29.58
27 Prevalensi Kasus Malaria 66.67 **
28 Prevalensi Kasus TBC 44.44 Tellu Siattinge 01
Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 29.83
01 Koefisien Engel ( >= 0.8) 28.20
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 40.35
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 28.07
27 Prevalensi Kasus Malaria 48.29
28 Prevalensi Kasus TBC 55.94 **
29 Prevalensi Kasus DBD 67.36 **
251
Amali 04 APM PAUD 5-6 tahun 42.94
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 46.20
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 64.59 **
24 Proporsi remaja (15-24) yang mendapat penyuluhan k 38.24
27 Prevalensi Kasus Malaria 102.36 **
28 Prevalensi Kasus TBC 73.30 **
35 Proporsi rumah tangga dengan status kepemilikan tan 31.87
Ajangale 01 Koefisien Engel ( >= 0.8) 31.68
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 33.00
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 46.89
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 29.51
27 Prevalensi Kasus Malaria 41.38
28 Prevalensi Kasus TBC 34.54
29 Prevalensi Kasus DBD 102.04 **
Dua Boccoe 01 Koefisien Engel ( >= 0.8) 27.03
04 APM PAUD 5-6 tahun 27.86
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 44.58
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 25.84
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 64.71 **
27 Prevalensi Kasus Malaria 41.10
28 Prevalensi Kasus TBC 43.64
29 Prevalensi Kasus DBD 88.89 **
32 Proporsi rumah tangga dengan akses terhadap fasilit 32.19
Cenrana 07 APS Penyandang Cacat (7-18) 42.22
18 Proporsi Anak Usia 1 Tahun yang Diimunisasi Campak 42.70
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 37.17
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 39.90
27 Prevalensi Kasus Malaria 38.02
28 Prevalensi Kasus TBC 46.73
29 Prevalensi Kasus DBD 101.27 **
35 Proporsi rumah tangga dengan status kepemilikan tan 27.56
252
Tanete Riattang Bara 01
Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 29.29
01 Koefisien Engel ( >= 0.8) 40.91
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 49.90
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 32.85
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 25.97
27 Prevalensi Kasus Malaria 67.42 **
28 Prevalensi Kasus TBC 53.44 **
29 Prevalensi Kasus DBD 42.61 Tanete Riattang 01
Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 58.73 **
01 Koefisien Engel ( >= 0.8) 55.56 **
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 32.49
27 Prevalensi Kasus Malaria 63.45 **
28 Prevalensi Kasus TBC 68.18 **
29 Prevalensi Kasus DBD 63.93 ** Tanete Riattang Timu 01
Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 28.14
01 Koefisien Engel ( >= 0.8) 34.33
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 102.94 **
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 26.89
27 Prevalensi Kasus Malaria 75.66 **
28 Prevalensi Kasus TBC 58.33 **
29 Prevalensi Kasus DBD 75.00 **
Keterangan: ** memiliki RSE > 50% atau dengan kata lain indikator ini tidak layak digunakan.
Tabel 7.6 Indikator MDGs yang Memiliki RSE>25% di Kabupaten Polman
Nama Kecamatan No. INDIKATOR RSE Tinambong 01 Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 34.73
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 56.14 **
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 28.72
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 28.43
27 Prevalensi Kasus Malaria 72.73 **
253
28 Prevalensi Kasus TBC 56.89 **
32 Proporsi rumah tangga dengan akses terhadap fasilit 25.45
Balarpa 07 APS Penyandang Cacat (7-18) 31.98
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 38.77
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 29.52
27 Prevalensi Kasus Malaria 40.89
28 Prevalensi Kasus TBC 25.07
29 Prevalensi Kasus DBD 92.59 **
Limboro 07 APS Penyandang Cacat (7-18) 38.68
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 36.47
23 Proporsi Wanita 15-49 Tahun yang Berstatus kawin S 28.00
23 Proporsi Wanita 15-49 Tahun yang Berstatus kawin S 28.11
24 Proporsi remaja (15-24) yang mendapat penyuluhan k 35.26
27 Prevalensi Kasus Malaria 48.46
28 Prevalensi Kasus TBC 70.59 **
29 Prevalensi Kasus DBD 105.2
6 **
Tutallu 01 Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 25.89
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 37.04
14 Kontribusi Pekerja Perempuan berusia 15 tahun keat 48.44
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 45.98
20 Proporsi Kunjungan K4 52.54 **
21 Proporsi Pertolongan Kelahiran oleh Tenaga Kesehat 37.42
22 Status Gizi Wanita Usia Subur (15-49 Tahun), Ukura 34.42
24 Proporsi remaja (15-24) yang mendapat penyuluhan k 41.66
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 44.88
27 Prevalensi Kasus Malaria 61.80 **
28 Prevalensi Kasus TBC 96.77 **
29 Prevalensi Kasus DBD 96.77 **
32 Proporsi rumah tangga dengan akses terhadap fasilit 25.29
35 Proporsi rumah tangga dengan status kepemilikan tan 39.50
Allu 04 APM PAUD 5-6 tahun 25.43
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 68.19 **
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 59.99 **
21 Proporsi Pertolongan Kelahiran oleh Tenaga Kesehat 31.81
254
22 Status Gizi Wanita Usia Subur (15-49 Tahun), Ukura 27.09
23 Proporsi Wanita 15-49 Tahun yang Berstatus kawin S 46.77
23 Proporsi Wanita 15-49 Tahun yang Berstatus kawin S 47.30
24 Proporsi remaja (15-24) yang mendapat penyuluhan k 29.44
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 27.34
27 Prevalensi Kasus Malaria 46.08
28 Prevalensi Kasus TBC 100.0
0 **
29 Prevalensi Kasus DBD 100.0
0 **
31 Proporsi rumah tangga dengan akses terhadap sumber 32.31
32 Proporsi rumah tangga dengan akses terhadap fasilit 26.64
35 Proporsi rumah tangga dengan status kepemilikan tan 28.20 Campalagian 07 APS Penyandang Cacat (7-18) 38.43
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 25.04
28 Prevalensi Kasus TBC 78.31 **
32 Proporsi rumah tangga dengan akses terhadap fasilit 28.75
Luyo 07 APS Penyandang Cacat (7-18) 52.63 **
14 Kontribusi Pekerja Perempuan berusia 15 tahun keat 26.68
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 53.56 **
21 Proporsi Pertolongan Kelahiran oleh Tenaga Kesehat 26.66
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 37.19
27 Prevalensi Kasus Malaria 69.57 **
28 Prevalensi Kasus TBC 49.47
29 Prevalensi Kasus DBD 94.34 **
32 Proporsi rumah tangga dengan akses terhadap fasilit 26.50
Wonomulyo 04 APM PAUD 5-6 tahun 30.93
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 39.15
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 35.06
27 Prevalensi Kasus Malaria 26.60
28 Prevalensi Kasus TBC 66.67 **
29 Prevalensi Kasus DBD 66.67 **
Mapili 07 APS Penyandang Cacat (7-18) 56.42 **
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 35.66
27 Prevalensi Kasus Malaria 32.68
255
28 Prevalensi Kasus TBC 88.89 **
Tapango 07 APS Penyandang Cacat (7-18) 42.49
14 Kontribusi Pekerja Perempuan berusia 15 tahun keat 28.96
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 39.46
22 Status Gizi Wanita Usia Subur (15-49 Tahun), Ukura 31.47
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 99.73 **
28 Prevalensi Kasus TBC 95.24 **
32 Proporsi rumah tangga dengan akses terhadap fasilit 29.67
Matakali 07 APS Penyandang Cacat (7-18) 35.19
27 Prevalensi Kasus Malaria 32.03
28 Prevalensi Kasus TBC 41.10
29 Prevalensi Kasus DBD 109.0
9 **
Bulo 04 APM PAUD 5-6 tahun 59.19 **
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 47.47
14 Kontribusi Pekerja Perempuan berusia 15 tahun keat 41.94
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 78.55 **
20 Proporsi Kunjungan K4 27.60
21 Proporsi Pertolongan Kelahiran oleh Tenaga Kesehat 39.35
22 Status Gizi Wanita Usia Subur (15-49 Tahun), Ukura 31.30
24 Proporsi remaja (15-24) yang mendapat penyuluhan k 32.44
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 27.57
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 30.31
27 Prevalensi Kasus Malaria 59.48 **
28 Prevalensi Kasus TBC 104.4
8 **
29 Prevalensi Kasus DBD 104.4
8 **
31 Proporsi rumah tangga dengan akses terhadap sumber 27.79
32 Proporsi rumah tangga dengan akses terhadap fasilit 31.13
35 Proporsi rumah tangga dengan status kepemilikan tan 71.00 **
Polewali 18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 28.47
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 35.40
27 Prevalensi Kasus Malaria 31.91
28 Prevalensi Kasus TBC 65.65 **
29 Prevalensi Kasus DBD 78.17 **
256
Biruang 04 APM PAUD 5-6 tahun 54.19 **
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 48.21
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 46.96
22 Status Gizi Wanita Usia Subur (15-49 Tahun), Ukura 27.89
24 Proporsi remaja (15-24) yang mendapat penyuluhan k 32.09
27 Prevalensi Kasus Malaria 48.78
28 Prevalensi Kasus TBC 72.73 ** 29 Prevalensi Kasus DBD 106.06 **
32 Proporsi rumah tangga dengan akses terhadap fasilit 37.08
Anreapi 04 APM PAUD 5-6 tahun 29.65
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 52.19 **
14 Kontribusi Pekerja Perempuan berusia 15 tahun keat 32.61
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 28.14
22 Status Gizi Wanita Usia Subur (15-49 Tahun), Ukura 34.39
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 36.60
27 Prevalensi Kasus Malaria 25.73
28 Prevalensi Kasus TBC 53.66 **
29 Prevalensi Kasus DBD 98.36 **
31 Proporsi rumah tangga dengan akses terhadap sumber 25.22
35 Proporsi rumah tangga dengan status kepemilikan tan 33.44
Matangnga 07 APS Penyandang Cacat (7-18) 68.49 **
14 Kontribusi Pekerja Perempuan berusia 15 tahun keat 26.31
18 Proporsi Anak Usia 1 Tahun yang Diimunisasi Campak 39.17
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 100.4
9 **
20 Proporsi Kunjungan K4 39.03
21 Proporsi Pertolongan Kelahiran oleh Tenaga Kesehat 27.55
24 Proporsi remaja (15-24) yang mendapat penyuluhan k 42.28
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 100.00 **
27 Prevalensi Kasus Malaria 64.38 **
28 Prevalensi Kasus TBC 97.56 **
29 Prevalensi Kasus DBD 97.56 **
32 Proporsi rumah tangga dengan akses terhadap fasilit 60.33 **
35 Proporsi rumah tangga dengan status kepemilikan tan 68.50 **
257
Keterangan: ** memiliki RSE > 50% atau dengan kata lain indikator ini tidak layak digunakan.
Tabel 7.7 Indikator MDGs yang Memiliki RSE>25% di Kabupaten Mamuju Nama
Kecamatan No. INDIKATOR RSE Tapalang 01 Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 25.14 07 APS Penyandang Cacat (7-18) 69.44 ** 24 Proporsi remaja (15-24) yang mendapat penyuluhan k 28.92 25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 44.88 27 Prevalensi Kasus Malaria 26.00 28 Prevalensi Kasus TBC 38.04 29 Prevalensi Kasus DBD 66.67 ** Tapalang Barat 01 Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 70.28 ** 04 APM PAUD 5-6 tahun 39.47 07 APS Penyandang Cacat (7-18) 95.56 ** 18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 56.94 ** 20 Proporsi Kunjungan K4 42.26 21 Proporsi Pertolongan Kelahiran oleh Tenaga Kesehat 28.83 24 Proporsi remaja (15-24) yang mendapat penyuluhan k 33.20 25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 34.22 28 Prevalensi Kasus TBC 44.06 29 Prevalensi Kasus DBD 76.27 ** 32 Proporsi rumah tangga dengan akses terhadap fasilit 31.83 35 Proporsi rumah tangga dengan status kepemilikan tan 34.58 Mamuju 01 Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 29.82 01 Koefisien Engel ( >= 0.8) 26.55 07 APS Penyandang Cacat (7-18) 42.22 18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 40.44 28 Prevalensi Kasus TBC 46.51 29 Prevalensi Kasus DBD 47.78 Simboro dan kepulaua 04 APM PAUD 5-6 tahun 33.04 07 APS Penyandang Cacat (7-18) 27.81 18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 30.10 21 Proporsi Pertolongan Kelahiran oleh Tenaga Kesehat 28.38 25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 60.60 ** 28 Prevalensi Kasus TBC 26.11 29 Prevalensi Kasus DBD 42.06
258
32 Proporsi rumah tangga dengan akses terhadap fasilit 36.00
Kalukku 01 Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 25.70
04 APM PAUD 5-6 tahun 26.30
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 42.53
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 35.21
24 Proporsi remaja (15-24) yang mendapat penyuluhan k 25.44
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 32.98
27 Prevalensi Kasus Malaria 29.12
28 Prevalensi Kasus TBC 47.34
29 Prevalensi Kasus DBD 95.24 **
Papalang 01 Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 43.65
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 35.94
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 28.47
24 Proporsi remaja (15-24) yang mendapat penyuluhan k 31.07
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 33.33
27 Prevalensi Kasus Malaria 31.18
28 Prevalensi Kasus TBC 38.02
29 Prevalensi Kasus DBD 72.99 **
Sampaya 01 Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 41.93
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 47.06
14 Kontribusi Pekerja Perempuan berusia 15 tahun keat 32.18
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 41.30
21 Proporsi Pertolongan Kelahiran oleh Tenaga Kesehat 25.38
24 Proporsi remaja (15-24) yang mendapat penyuluhan k 38.06
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 100.60 **
28 Prevalensi Kasus TBC 106.06 **
29 Prevalensi Kasus DBD 103.45 **
Tommo 01 Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 48.69
01 Koefisien Engel ( >= 0.8) 37.49
04 APM PAUD 5-6 tahun 27.19
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 52.98 **
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 33.13
22 Status Gizi Wanita Usia Subur (15-49 Tahun), Ukura 26.13
24 Proporsi remaja (15-24) yang mendapat penyuluhan k 48.13
259
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 45.32
28 Prevalensi Kasus TBC 49.18
29 Prevalensi Kasus DBD 95.24 **
31 Proporsi rumah tangga dengan akses terhadap sumber 25.25
Kalimpang 01 Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 28.84
04 APM PAUD 5-6 tahun 68.20 **
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 99.22 **
18 Proporsi Anak Usia 1 Tahun yang Diimunisasi Campak 44.01
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 60.63 **
20 Proporsi Kunjungan K4 102.28 **
27 Prevalensi Kasus Malaria 32.88
28 Prevalensi Kasus TBC 31.66
29 Prevalensi Kasus DBD 65.93 **
32 Proporsi rumah tangga dengan akses terhadap fasilit 48.67
33 Proporsi rumah tangga yang membuang sampah diangkut 64.00 **
35 Proporsi rumah tangga dengan status kepemilikan tan 40.40 Bonehau 01 Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 50.87 **
04 APM PAUD 5-6 tahun 54.45 **
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 58.24 **
17 Proposi Balita yang diberi Vitamin A 27.02
20 Proporsi Kunjungan K4 65.47 **
21 Proporsi Pertolongan Kelahiran oleh Tenaga Kesehat 33.00
24 Proporsi remaja (15-24) yang mendapat penyuluhan k 36.16
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 29.02
27 Prevalensi Kasus Malaria 37.77
28 Prevalensi Kasus TBC 43.48
32 Proporsi rumah tangga dengan akses terhadap fasilit 52.71 **
35 Proporsi rumah tangga dengan status kepemilikan tan 26.73 Budong-budong 01 Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 30.94
04 APM PAUD 5-6 tahun 33.34
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 39.57
14 Kontribusi Pekerja Perempuan berusia 15 tahun keat 27.26
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 34.99
260
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 34.98
28 Prevalensi Kasus TBC 35.59
29 Prevalensi Kasus DBD 64.86 **
Pangak 04 APM PAUD 5-6 tahun 32.77
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 30.43
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 28.96
22 Status Gizi Wanita Usia Subur (15-49 Tahun), Ukura 35.04
24 Proporsi remaja (15-24) yang mendapat penyuluhan k 31.35
28 Prevalensi Kasus TBC 37.69
29 Prevalensi Kasus DBD 30.12
31 Proporsi rumah tangga dengan akses terhadap sumber 26.07
Topoyo 01 Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 68.38 **
01 Koefisien Engel ( >= 0.8) 25.80
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 42.68
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 26.76
27 Prevalensi Kasus Malaria 26.59
28 Prevalensi Kasus TBC 44.94
29 Prevalensi Kasus DBD 48.91
Karossa 04 APM PAUD 5-6 tahun 34.59
Karossa 07 APS Penyandang Cacat (7-18) 48.14
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 33.05
24 Proporsi remaja (15-24) yang mendapat penyuluhan k 32.51
25 Proporsi Penduduk Usia 15-24 Tahun yang Memiliki P 51.95 **
27 Prevalensi Kasus Malaria 25.04
28 Prevalensi Kasus TBC 54.42 **
35 Proporsi rumah tangga dengan status kepemilikan tan 26.21
Tobadak 01 Proporsi Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemisk 30.73
07 APS Penyandang Cacat (7-18) 49.91
14 Kontribusi Pekerja Perempuan berusia 15 tahun keat 32.76
18 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 45.56
28 Prevalensi Kasus TBC 34.57
29 Prevalensi Kasus DBD 104.17 **
Keterangan: ** memiliki RSE > 50% atau dengan kata lain indikator ini tidak layak digunakan.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1
Koefisien Kontribusi Gizi Buruk Status GiziEngle Pengeluaran dan Kurang Pendek
(? 80% ) Q1 % (% ) (% )(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Kec Bissappu 7.60 10.72 29.25 55.802 Kec Uluere 6.67 11.50 37.11 55.293 Kec Sinoa 3.67 11.24 38.46 61.224 Kec Bantaeng 4.00 6.29 25.45 65.005 Kec Eremerasa 9.00 11.13 25.37 65.046 Kec Tom pobulu 8.40 10.11 22.52 45.397 Kec Pajukukang 8.40 11.26 38.50 57.408 Kec Gtrkeke 18.00 12.50 35.66 57.14
Kabupaten Bantaeng 8.02 9.58 30.39 58.51
1 Kec Mangara Bombang 32.45 11.72 25.32 56.672 Kec Mappakasunggu 12.90 12.41 26.28 38.133 Kec Polobankeng Selatan 4.80 10.51 21.14 37.924 Kec Patallassang 4.79 9.78 25.15 30.115 Kec Polobangkeng Utara 9.61 10.39 28.78 56.966 Kec Galesong Selatan 12.76 11.92 39.07 43.277 Kec Galesong Utara 4.58 11.78 30.83 51.24
KabupatenTakalar 11.89 11.10 29.13 45.86
1 Kec Bontocani 58.39 10.69 36.80 62.872 Kec Kahu 7.84 10.63 37.16 53.713 Kec Kajuara 15.40 10.95 36.64 47.434 Kec Salomekko 2.68 12.89 44.69 72.365 Kec Tonra 3.76 11.87 55.39 19.656 Kec Patimpeng 4.25 10.16 39.13 46.667 Kec Libureng 3.99 10.39 33.17 50.088 Kec Mare 20.92 11.57 45.03 56.389 Kec Sibulue 10.59 13.28 49.13 57.42
10 Kec Cina 10.53 11.36 27.85 51.4111 Kec Barebbo 13.37 11.30 36.96 42.0012 Kec Ponre 57.72 11.59 31.75 21.5913 Kec Lappariaja 5.30 10.85 30.30 74.5814 Kec Lamuru 13.05 11.12 34.20 66.5015 Kec Tellu Limpoe 69.04 12.95 53.65 69.1316 Kec Bengo 0.24 10.42 48.00 50.1617 Kec Ulaweng 6.24 10.89 38.05 38.5718 Kec Palakka 27.49 13.28 31.78 47.9019 Kec Awangpone 11.23 11.72 43.20 38.4720 Kec Tellu Siattinge 3.62 12.05 14.18 31.0321 Kec Amali 11.98 10.45 29.76 49.6022 Kec Ajangale 1.80 11.52 40.80 42.0423 Kec Dua Boccoe 5.62 11.63 33.07 54.8324 Kec Cenrana 16.56 11.58 38.11 51.1525 Kec Tanete Riattang Barat 3.79 9.40 27.80 39.5326 Kec Tanete Riattang 0.58 8.99 28.17 40.6127 kec Tanete Riattang Tim ur 3.00 10.28 33.49 42.74
Kabupaten Bone 11.45 10.21 36.08 48.52
Tabel 1: Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan
Kabupaten/Kecam atanNo.
263
Koefisien Kontribusi Gizi Buruk Status GiziEngle Pengeluaran dan Kurang Pendek
(≥ 80%) Q1 % (%) (%)(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Kec Tinambung 32.01 11.79 37.55 54.832 Kec Balanipa 30.85 11.83 45.93 52.873 Kec Limboro 64.08 12.11 35.88 72.614 Kec Tubbi Taramanu 72.38 13.85 54.42 51.605 Kec Alu 40.47 12.89 33.23 48.296 Kec Campalagian 37.97 12.30 38.17 58.987 Kec Luyo 30.47 12.93 37.29 66.598 Kec Wonomulyo 4.44 10.99 25.87 49.839 Kec Mapilli 16.02 10.60 28.54 48.62
10 Kec Tapango 33.62 11.89 34.56 49.1311 Kec Matakali 14.52 11.91 46.31 68.6412 Kec Bulo 57.69 13.49 42.64 29.3513 Kec Polewali 10.40 10.56 36.84 43.2314 Kec Binuang 47.96 12.91 48.23 65.2815 Kec Anreapi 64.25 11.78 42.99 58.8416 Kec Matangnga 23.33 13.07 34.04 57.00
Kabupaten Polman 33.14 11.40 38.09 54.37
1 Kec Tapalang 37.31 12.64 53.56 45.852 Kec Tapalang Barat 29.74 12.86 31.93 51.073 Kec Mamuju 8.51 5.69 41.78 59.424 Kec Simboro dan kepulauan 21.76 9.11 41.97 61.725 Kec Kalukku 25.36 11.25 38.26 40.016 Kec Papalang 36.80 10.92 34.94 50.717 Kec Sampaya 18.49 10.55 46.39 49.208 Kec Tommo 1.97 12.91 40.99 38.479 Kec Kalimpang 88.69 13.05 45.25 59.48
10 Kec Bonehau 79.40 12.85 30.60 58.6511 Kec Budong-budong 27.57 10.56 36.14 39.6412 Kec Pangak 24.30 10.52 32.51 46.5813 Kec Topoyo 5.47 10.70 36.78 60.3714 Kec Karossa 13.82 11.22 47.42 52.4115 Kec Tobadak 7.13 10.01 42.35 51.32
Kabupaten Mamuju 24.41 9.89 40.46 53.68
Tabel 1: (Lanjutan)
No. Kabupaten/Kecamatan
264
4 0 % 40 % 2 0%R e n d ah M en e n g a h A tas
(1 ) (2 ) (3 ) (4 ) (5 )
1 K ec B is sa pp u 2 5 .22 4 0 .2 4 3 4 .55 2 K ec U lu e re 2 6 .92 3 9 .8 2 3 3 .26 3 K ec S ino a 2 6 .68 4 2 .1 3 3 1 .20 4 K ec B a n ta en g 1 7 .23 3 8 .3 8 4 4 .40 5 K ec E re m e ra sa 2 5 .70 3 9 .9 4 3 4 .36 6 K ec T om po b u lu 2 4 .35 3 9 .2 5 3 6 .40 7 K ec P a ju k u k an g 2 6 .15 3 9 .5 4 3 4 .31 8 K ec G trke k e 2 8 .25 3 9 .0 7 3 2 .68
K ab u p a te n B an ta e n g 2 2 .73 3 7 .2 1 4 0 .07
1 K ec M a ng a ra B o m b a n g 2 7 .67 4 0 .5 8 3 1 .76 2 K ec M a pp a k as un gg u 2 7 .67 4 0 .3 5 3 1 .97 3 K ec P o lo ba n k en g S e la ta n 2 4 .59 3 8 .9 9 3 6 .42 4 K ec P a ta l la s s a n g 2 3 .31 3 9 .1 0 3 7 .60 5 K ec P o lo ba n gk e ng U t a ra 2 3 .81 3 7 .0 6 3 9 .13 6 K ec G a le s on g Se la ta n 2 7 .29 4 0 .1 2 3 2 .59 7 K ec G a le s on g U ta ra 2 6 .51 3 9 .1 7 3 4 .32
K ab u p a te n T ak a l ar 2 5 .51 3 8 .8 0 3 5 .68
1 K ec B o n to c a n i 2 4 .55 3 8 .7 8 3 6 .67 2 K ec K a hu 2 4 .75 3 9 .5 0 3 5 .75 3 K ec K a ju a ra 2 5 .18 3 8 .6 8 3 6 .14 4 K ec S a lo m e k ko 2 8 .92 3 9 .8 2 3 1 .26 5 K ec T onra 2 8 .20 3 9 .9 9 3 1 .81 6 K ec P a tim pe n g 2 5 .24 4 1 .5 9 3 3 .17 7 K ec L ibu re ng 2 4 .62 3 9 .6 0 3 5 .78 8 K ec M a re 2 6 .27 3 9 .5 9 3 4 .14 9 K ec S ibu lu e 2 8 .99 3 9 .8 4 3 1 .17
1 0 K ec C in a 2 6 .35 4 0 .7 4 3 2 .90 1 1 K ec B a re bb o 2 5 .33 3 8 .0 9 3 6 .59 1 2 K ec P o nre 2 6 .56 3 8 .5 3 3 4 .90 1 3 K ec L ap p a ria ja 2 5 .18 3 9 .6 6 3 5 .16 1 4 K ec L am u ru 2 5 .63 3 9 .1 4 3 5 .24 1 5 K ec T e l lu L im p o e 2 9 .00 3 9 .7 1 3 1 .30 1 6 K ec B e ngo 2 4 .95 4 0 .2 9 3 4 .76 1 7 K ec U la w e ng 2 6 .18 3 9 .5 2 3 4 .30 1 8 K ec P a la k ka 2 9 .58 4 0 .8 1 2 9 .61 1 9 K ec A w an g po ne 2 6 .64 3 7 .7 4 3 5 .62 2 0 K ec T e l lu S ia tt in ge 2 7 .76 4 0 .3 8 3 1 .86 2 1 K ec A m a l i 2 4 .79 3 9 .5 5 3 5 .65 2 2 K ec A jan ga le 2 6 .66 3 9 .4 6 3 3 .88 2 3 K ec D u a B oc c oe 2 6 .72 3 8 .6 8 3 4 .60 2 4 K ec C e n ra na 2 6 .53 3 8 .4 0 3 5 .07 2 5 K ec T ane te R ia tta ng B a ra t 2 2 .47 3 8 .8 1 3 8 .72 2 6 K ec T ane te R ia tta ng 2 2 .03 3 8 .0 9 3 9 .88 2 7 k ec T an e te R ia tta ng T im ur 2 3 .49 3 7 .3 1 3 9 .20
K ab u p a te n B o n e 2 3 .90 3 7 .8 1 3 8 .29
T a b e l 2 : M e n a n g gu la ng i K e m is k in a n d a n K e la p a ran
K a b u p a te n /K e c am a ta nN o .D is t ri b u s i P e n g e lu ara n
265
40% 40% 20%Rendah Menengah Atas
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Kec Tinambung 26.65 40.43 32.92 2 Kec Balanipa 27.54 38.87 33.60 3 Kec Limboro 27.13 39.43 33.43 4 Kec Tubbi Taramanu 30.55 40.02 29.43 5 Kec Alu 29.42 40.96 29.62 6 Kec Campalagian 27.78 39.60 32.62 7 Kec Luyo 28.53 38.79 32.68 8 Kec Wonomulyo 25.53 39.06 35.41 9 Kec Mapilli 24.70 38.48 36.82 10 Kec Tapango 26.90 38.00 35.10 11 Kec Matakali 27.19 39.96 32.85 12 Kec Bulo 29.93 40.30 29.77 13 Kec Polewali 24.87 38.43 36.70 14 Kec Binuang 29.30 39.95 30.75 15 Kec Anreapi 27.64 41.74 30.61 16 Kec Matangnga 26.00 39.17 34.83
Kabupaten Polman 26.00 39.17 34.83
1 Kec Tapalang 28.57 39.30 32.14 2 Kec Tapalang Barat 28.70 38.77 32.52 3 Kec Mamuju 15.50 38.33 46.17 4 Kec Simboro dan kepulauan 21.52 36.59 41.89 5 Kec Kalukku 25.74 39.88 34.38 6 Kec Papalang 26.03 41.02 32.95 7 Kec Sampaya 25.47 41.41 33.12 8 Kec Tommo 28.75 39.36 31.89 9 Kec Kalimpang 29.44 40.27 30.29 10 Kec Bonehau 29.19 39.77 31.05 11 Kec Budong-budong 24.62 39.43 35.95 12 Kec Pangak 24.57 38.26 37.17 13 Kec Topoyo 24.78 39.54 35.68 14 Kec Karossa 25.81 39.25 34.94 15 Kec Tobadak 23.91 39.16 36.93
Kabupaten Mamuju 23.17 37.45 39.38
Tabel 2: (Lanjutan)
No. Kabupaten/KecamatanDistribusi Pengeluaran
266
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Kec Bissappu 81.85 65.19 88.80 74.07 92.45 77.65 58.76 2 Kec Uluere 86.36 45.00 90.91 52.50 89.17 68.48 43.73 3 Kec Sinoa 84.94 41.43 89.76 55.71 88.15 73.52 55.80 4 Kec Bantaeng 88.69 58.21 96.13 80.60 89.74 82.47 71.68 5 Kec Eremerasa 86.69 35.56 90.11 54.44 79.62 60.32 37.30 6 Kec Tompobulu 86.51 46.61 92.86 70.34 90.35 73.41 46.23 7 Kec Pajukukang 78.22 39.66 84.36 50.86 85.13 64.71 46.43 8 Kec Gtrkeke 91.41 50.00 94.53 65.56 88.70 70.63 48.09
Kabupaten Bantaeng 85.32 50.08 90.99 65.97 88.04 72.38 52.97
1 Kec Mangara Bombang 82.97 48.23 89.49 72.01 92.39 70.00 42.40 2 Kec Mappakasunggu 87.89 54.74 97.22 67.01 94.78 75.92 49.06 3 Kec Polobankeng Selatan 87.87 59.87 93.26 80.38 96.49 71.15 41.08 4 Kec Patallassang 86.53 62.45 97.58 85.70 98.47 87.24 71.57 5 Kec Polobangkeng Utara 84.44 63.76 93.61 83.19 95.18 80.17 58.86 6 Kec Galesong Selatan 86.62 52.87 95.04 68.17 93.72 77.25 53.23 7 Kec Galesong Utara 84.72 50.28 94.45 62.70 95.19 82.21 56.59
KabupatenTakalar 85.60 55.16 94.21 73.01 94.99 78.01 53.77
1 Kec Bontocani 92.18 45.53 94.47 59.45 98.15 85.34 70.76 2 Kec Kahu 92.15 73.74 97.25 83.47 98.66 84.74 62.75 3 Kec Kajuara 86.99 49.94 94.06 57.04 96.41 84.39 63.66 4 Kec Salomekko 88.13 62.29 93.20 75.96 98.77 88.76 74.99 5 Kec Tonra 92.64 75.29 97.21 85.60 98.46 79.34 52.58 6 Kec Patimpeng 80.73 53.51 90.83 72.49 94.18 83.67 68.80 7 Kec Libureng 82.37 71.47 94.37 82.79 95.83 84.52 68.83 8 Kec Mare 92.04 57.51 98.76 77.00 97.05 83.86 66.24 9 Kec Sibulue 91.10 59.62 93.94 65.13 95.93 75.47 47.53 10 Kec Cina 91.32 74.17 98.07 81.06 98.93 89.59 75.92 11 Kec Barebbo 89.34 52.73 97.88 68.52 97.75 84.98 66.95 12 Kec Ponre 94.48 57.66 96.73 67.01 96.99 88.31 74.60 13 Kec Lappariaja 88.07 49.50 97.71 70.30 97.49 79.12 61.39 14 Kec Lamuru 86.20 56.19 95.45 70.05 96.66 79.85 61.36 15 Kec Tellu Limpoe 87.79 33.55 91.38 45.75 90.56 65.72 39.99 16 Kec Bengo 88.71 53.38 96.72 70.60 95.45 77.53 55.03 17 Kec Ulaweng 92.21 43.20 98.02 70.96 97.57 76.20 53.32 18 Kec Palakka 90.66 47.98 94.92 55.92 97.80 76.55 49.73 19 Kec Awangpone 87.15 51.33 95.28 65.12 93.04 72.49 50.02 20 Kec Tellu Siattinge 90.83 52.30 96.61 61.34 97.65 73.11 47.45 21 Kec Amali 91.58 52.92 94.17 59.65 97.19 69.75 41.61 22 Kec Ajangale 93.09 45.20 96.92 59.68 94.93 70.15 41.74 23 Kec Dua Boccoe 89.64 47.27 95.18 71.28 93.72 61.65 29.25 24 Kec Cenrana 89.79 43.83 93.11 60.91 96.32 80.29 58.97 25 Kec Tanete Riattang Barat 86.93 55.40 96.03 74.94 99.00 91.91 77.01 26 Kec Tanete Riattang 83.84 57.71 98.02 83.76 98.83 95.76 90.24 27 kec Tanete Riattang Timur 86.87 46.56 92.72 58.18 97.70 86.65 66.69
Kabupaten Bone 88.93 54.29 95.66 68.69 96.91 80.58 58.96
Tabel 3. Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua
AMH
15+ 45+No. Kabupaten/Kecamatan
APM APS
SD SMP 15-24SD SMP
267
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Kec Tinambung 93.44 47.34 97.95 72.61 96.98 88.86 75.40 2 Kec Balanipa 88.74 43.09 92.74 60.29 94.54 74.82 49.92 3 Kec Limboro 82.33 46.28 88.38 61.83 93.41 72.58 47.16 4 Kec Tubbi Taramanu 94.91 47.69 96.72 60.32 89.94 73.18 38.97 5 Kec Alu 91.25 42.27 95.11 70.37 91.89 79.08 56.58 6 Kec Campalagian 90.06 49.76 94.28 62.10 95.59 78.53 56.67 7 Kec Luyo 88.29 51.86 90.91 67.04 94.04 74.81 42.08 8 Kec Wonomulyo 87.61 64.20 94.28 81.15 97.18 89.07 71.94 9 Kec Mapilli 88.35 55.12 93.43 64.78 95.06 81.67 59.35 10 Kec Tapango 88.29 50.28 93.74 64.06 90.27 76.38 51.63 11 Kec Matakali 84.61 54.57 93.36 66.78 93.18 79.76 56.01 12 Kec Bulo 84.88 26.84 86.71 41.58 76.95 64.22 36.69 13 Kec Polewali 87.63 67.62 94.00 83.62 96.72 91.57 82.38 14 Kec Binuang 89.65 48.24 93.67 65.18 92.04 72.73 48.59 15 Kec Anreapi 87.47 49.33 91.56 64.61 93.81 77.63 46.18 16 Kec Matangnga 91.96 52.79 95.98 63.95 78.74 73.76 56.40
Kabupaten Polman 88.26 50.14 92.69 65.52 92.48 78.68 56.52
1 Kec Tapalang 89.80 65.81 95.20 83.76 89.99 82.66 60.35 2 Kec Tapalang Barat 94.27 53.91 98.28 84.96 95.07 83.79 70.74 3 Kec Mamuju 81.21 51.19 90.09 77.72 94.76 90.36 81.20 4 Kec Simboro dan kepulauan 87.07 53.40 89.61 81.41 88.74 75.42 56.33 5 Kec Kalukku 87.18 53.32 93.45 70.95 97.53 91.02 78.15 6 Kec Papalang 87.21 51.54 94.06 72.69 93.93 82.89 61.09 7 Kec Sampaya 87.71 41.21 94.40 56.05 95.30 83.85 61.65 8 Kec Tommo 93.84 52.23 96.90 63.08 99.23 88.91 76.10 9 Kec Kalimpang 94.02 28.41 95.84 58.24 88.81 66.86 29.59 10 Kec Bonehau 87.42 54.33 94.07 77.42 94.40 89.04 73.43 11 Kec Budong-budong 91.81 64.48 96.18 78.28 98.38 88.49 71.32 12 Kec Pangak 92.52 59.09 97.73 76.74 94.92 84.09 66.41 13 Kec Topoyo 89.07 59.19 96.59 69.43 94.44 89.27 72.78 14 Kec Karossa 90.42 58.21 96.23 74.39 97.22 92.43 81.98 15 Kec Tobadak 87.01 53.81 93.40 71.91 94.66 84.11 62.56
Kabupaten Mamuju 88.76 53.86 94.11 73.41 94.43 85.05 67.35
SD SMP 15-24 15+ 45+
Tabel 3. (Lanjutan)
No. Kabupaten/KecamatanAPM APS AMH
SD SMP
268
DO-SD DO-SMP Pra Sekolah Kelahiran5-6 th 0-18 Tahun
(1) (2) (3) (4) (8) (9)
1 Kec Bissappu 4.51 13.74 11.11 44.35 2 Kec Uluere 4.69 24.36 8.29 3 Kec Sinoa 5.03 14.49 3.45 21.89 4 Kec Bantaeng 2.70 10.08 21.57 57.60 5 Kec Eremerasa 5.51 22.89 24.14 19.20 6 Kec Tompobulu 2.07 10.71 12.05 16.67 7 Kec Pajukukang 8.25 20.95 16.67 19.02 8 Kec Gtrkeke 0.82 18.60 10.14 24.11
Kabupaten Bantaeng 4.20 15.70 14.90 31.02
1 Kec Mangara Bombang 2.33 9.64 17.25 36.34 2 Kec Mappakasunggu 1.86 8.76 7.64 24.70 3 Kec Polobankeng Selatan 0.96 4.97 3.08 29.50 4 Kec Patallassang 0.84 4.25 19.00 57.74 5 Kec Polobangkeng Utara 2.48 8.46 18.01 45.87 6 Kec Galesong Selatan 3.46 14.10 26.54 27.80 7 Kec Galesong Utara 2.81 15.47 27.59 24.20
KabupatenTakalar 2.30 10.20 18.50 34.82
1 Kec Bontocani 2.02 6.56 21.51 31.34 2 Kec Kahu 0.79 6.87 57.37 49.47 3 Kec Kajuara 0.67 9.74 38.90 39.00 4 Kec Salomekko 4.38 5.45 51.27 43.04 5 Kec Tonra 2.28 8.67 31.75 75.92 6 Kec Patimpeng 1.59 7.68 14.55 54.06 7 Kec Libureng 1.52 6.78 18.82 63.12 8 Kec Mare 0.83 6.33 28.03 32.94 9 Kec Sibulue 1.96 7.09 48.60 45.35
10 Kec Cina 0.49 3.47 30.21 55.45 11 Kec Barebbo 0.85 4.12 42.04 54.18 12 Kec Ponre 1.65 8.01 31.42 43.70 13 Kec Lappariaja 1.38 8.16 39.74 43.61 14 Kec Lamuru 1.55 2.29 26.30 60.35 15 Kec Tellu Limpoe 3.75 5.39 7.76 18.35 16 Kec Bengo 1.44 5.77 18.61 35.10 17 Kec Ulaweng 0.50 8.29 13.47 33.97 18 Kec Palakka 1.89 9.94 19.16 41.93 19 Kec Awangpone 0.67 11.02 35.43 65.93 20 Kec Tellu Siattinge 1.71 7.07 28.15 45.94 21 Kec Amali 0.65 2.27 23.52 26.90 22 Kec Ajangale 7.95 47.03 16.35 23 Kec Dua Boccoe 1.16 6.85 18.13 39.40 24 Kec Cenrana 4.06 10.71 17.01 30.64 25 Kec Tanete Riattang Barat 1.26 5.01 31.71 63.40 26 Kec Tanete Riattang 1.19 4.94 28.93 87.14 27 kec Tanete Riattang Timur 2.85 9.23 46.28 43.86
Kabupaten Bone 1.50 6.90 31.70 47.53
APK Punya AkteNo. Kabupaten/Kecamatan
Tabel 4. Pendidikan Dasar Usia 0-6 Tahun dan Putus Sekolah Tingkat SD/MI dan SMP/MTs
269
DO-SD DO-SMP Pra Sekolah Kelahiran5-6 th 0-18 Tahun
(1) (2) (3) (4) (8) (9)
1 Kec Tinambung 1.26 12.99 41.97 55.43 2 Kec Balanipa 4.55 23.31 31.46 27.89 3 Kec Limboro 6.58 13.22 17.87 41.53 4 Kec Tubbi Taramanu 1.10 5.77 27.72 5 Kec Alu 3.07 8.70 13.73 40.29 6 Kec Campalagian 3.37 19.24 25.72 34.79 7 Kec Luyo 4.24 18.92 21.15 24.92 8 Kec Wonomulyo 2.43 4.05 23.80 78.63 9 Kec Mapilli 1.84 14.81 31.50 43.77 10 Kec Tapango 2.58 17.93 32.20 63.48 11 Kec Matakali 3.41 15.22 23.35 54.33 12 Kec Bulo 5.16 23.85 3.21 25.98 13 Kec Polewali 3.34 9.70 18.19 66.13 14 Kec Binuang 2.69 15.29 7.53 46.31 15 Kec Anreapi 2.96 12.81 17.67 38.96 16 Kec Matangnga 0.72 7.12 44.81
Kabupaten Polman 3.30 14.80 18.80 44.14
1 Kec Tapalang 2.03 10.34 26.52 31.17 2 Kec Tapalang Barat 0.58 4.74 27.82 7.05 3 Kec Mamuju 2.99 8.96 16.53 54.38 4 Kec Simboro dan kepulauan 3.53 12.94 11.53 20.08 5 Kec Kalukku 3.08 18.97 19.55 17.62 6 Kec Papalang 2.71 10.14 19.43 17.37 7 Kec Sampaya 2.88 21.34 26.79 24.34 8 Kec Tommo 1.80 12.02 20.15 17.21 9 Kec Kalimpang 3.03 10.50 3.87 1.17 10 Kec Bonehau 3.29 7.29 12.43 3.97 11 Kec Budong-budong 1.10 8.17 9.84 15.86 12 Kec Pangak 0.43 10.66 13.21 20.08 13 Kec Topoyo 2.50 15.73 25.23 19.73 14 Kec Karossa 1.98 14.50 9.37 4.95 15 Kec Tobadak 2.47 16.87 24.55 32.65
Kabupaten Mamuju 2.50 13.50 17.20 20.18
APK Punya Akte
Tabel 4. (Lanjutan)
No. Kabupaten/Kecamatan
270
Tidak/ Tidakbelum Sedang Se-
Tanpa Pernah Sekolah kolahIjazah Sekolah Lagi
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (13) (14) (15) (16)
1 Kec Bissappu 30.27 29.47 16.99 23.27 100.00 42.20 11.93 6.42 5.20 34.25 4.82 83.76 11.42 2 Kec Uluere 49.78 31.96 12.08 6.19 100.00 31.32 11.74 8.90 11.39 36.65 2.88 79.86 17.27 3 Kec Sinoa 48.61 33.90 11.15 6.35 100.00 29.03 15.21 7.37 13.82 34.56 3.39 79.66 16.95 4 Kec Bantaeng 21.53 18.03 18.59 41.86 100.00 51.76 12.16 4.71 2.75 28.63 1.70 91.70 6.60 5 Kec Eremerasa 49.88 27.92 13.25 8.95 100.00 29.28 10.20 1.64 6.58 52.30 4.53 81.02 14.45 6 Kec Tompobulu 26.15 31.68 19.71 22.47 100.00 41.92 7.22 3.78 3.44 43.64 4.59 85.68 9.73 7 Kec Pajukukang 40.00 33.14 14.51 12.35 100.00 61.67 10.56 1.67 3.33 22.78 7.69 75.57 16.74 8 Kec Gtrkeke 43.84 30.54 14.16 11.45 100.00 47.22 14.81 7.41 5.56 25.00 4.34 86.99 8.67
Kabupaten Bantaeng 35.12 28.31 15.96 20.62 100.00 43.77 11.42 4.70 5.69 34.41 4.34 83.76 11.89
1 Kec Mangara Bombang 24.34 35.73 20.17 19.76 100.00 55.36 12.87 7.03 3.24 21.50 6.21 83.08 10.71 2 Kec Mappakasunggu 28.91 28.04 20.16 22.89 100.00 50.95 13.09 5.72 3.13 27.11 1.88 87.22 10.90 3 Kec Polobankeng Selatan 17.62 28.68 23.58 30.12 100.00 45.16 10.91 6.31 2.07 35.55 4.09 88.70 7.21 4 Kec Patallassang 13.70 18.65 20.01 47.65 100.00 42.19 15.60 10.66 0.00 31.56 0.76 93.27 5.97 5 Kec Polobangkeng Utara 18.84 24.61 24.08 32.48 100.00 55.70 16.55 7.48 0.84 19.44 2.79 90.50 6.71 6 Kec Galesong Selatan 33.88 27.93 20.96 17.22 100.00 54.92 12.65 4.45 0.51 27.48 1.00 85.49 13.52 7 Kec Galesong Utara 29.35 35.07 18.95 16.64 100.00 38.07 29.18 7.11 0.00 25.64 1.09 82.72 16.19
KabupatenTakalar 24.55 28.38 21.08 25.99 100.00 49.18 16.74 6.70 1.25 26.13 2.47 86.82 10.71
1 Kec Bontocani 27.50 44.91 16.51 11.08 100.00 62.17 3.65 1.35 16.99 15.84 2.52 84.14 13.34 2 Kec Kahu 21.14 31.05 22.15 25.67 100.00 51.27 10.82 14.30 4.44 19.17 0.84 93.29 5.87 3 Kec Kajuara 21.38 47.40 14.94 16.28 100.00 56.88 4.85 5.83 6.19 26.25 2.89 83.79 13.32 4 Kec Salomekko 29.57 34.34 18.99 17.10 100.00 67.79 9.29 7.77 8.88 6.26 0.78 86.88 12.33 5 Kec Tonra 24.43 23.85 19.16 32.56 100.00 56.53 6.10 7.54 1.53 28.31 - 93.96 6.04 6 Kec Patimpeng 19.50 37.39 23.29 19.81 100.00 41.90 11.28 10.49 13.77 22.56 3.24 84.81 11.95 7 Kec Libureng 24.79 32.06 18.78 24.37 100.00 36.37 10.14 13.52 13.56 26.41 1.62 91.08 7.30 8 Kec Mare 26.42 30.76 20.09 22.73 100.00 38.02 10.35 8.48 19.66 23.50 0.87 91.80 7.34 9 Kec Sibulue 18.68 40.35 20.99 19.97 100.00 53.76 14.71 7.13 9.39 15.01 2.54 84.19 13.27 10 Kec Cina 14.50 30.83 23.01 31.66 100.00 44.75 11.96 8.94 3.97 30.37 1.24 91.96 6.80 11 Kec Barebbo 18.45 46.35 16.91 18.28 100.00 61.74 3.24 4.58 2.34 28.10 0.28 87.82 11.91 12 Kec Ponre 25.38 44.22 19.16 11.24 100.00 49.33 4.77 7.57 26.76 11.57 0.80 89.02 10.19 13 Kec Lappariaja 29.64 31.44 16.97 21.96 100.00 30.73 5.03 14.53 11.17 38.55 1.25 89.03 9.72 14 Kec Lamuru 24.82 43.93 16.57 14.68 100.00 33.96 12.63 8.53 22.98 21.89 1.75 87.63 10.63 15 Kec Tellu Limpoe 11.18 76.17 8.15 4.50 100.00 47.19 7.69 7.22 24.04 13.87 3.57 78.18 18.25 16 Kec Bengo 22.23 42.22 18.65 16.90 100.00 36.13 6.84 8.34 4.84 43.85 0.90 88.14 10.96 17 Kec Ulaweng 29.38 44.13 15.10 11.38 100.00 49.99 7.65 6.61 12.68 23.08 - 90.07 9.93 18 Kec Palakka 28.21 43.52 14.45 13.81 100.00 71.48 1.53 3.77 7.67 15.55 1.43 80.62 17.95 19 Kec Awangpone 25.17 44.51 15.38 14.94 100.00 56.62 12.89 6.25 2.40 21.85 2.03 85.62 12.35 20 Kec Tellu Siattinge 24.37 48.56 15.79 11.28 100.00 57.10 6.45 7.75 13.83 14.86 1.63 85.69 12.67 21 Kec Amali 26.45 53.22 14.33 6.00 100.00 47.64 14.62 7.57 11.55 18.61 0.82 81.52 17.65 22 Kec Ajangale 29.25 41.96 14.13 14.65 100.00 38.94 19.11 6.45 3.60 31.90 1.26 84.01 14.73 23 Kec Dua Boccoe 30.73 41.92 15.19 12.17 100.00 28.10 20.53 6.72 3.82 40.82 1.92 86.80 11.28 24 Kec Cenrana 33.10 43.89 12.97 10.03 100.00 65.41 6.39 8.67 5.43 14.10 1.75 83.15 15.09 25 Kec Tanete Riattang Barat 13.56 26.47 20.09 39.89 100.00 37.27 16.22 9.40 1.07 36.03 1.27 89.77 8.96 26 Kec Tanete Riattang 10.42 15.33 22.55 51.70 100.00 39.62 15.16 11.50 0.74 32.97 0.53 93.37 6.10 27 kec Tanete Riattang Timur 23.88 37.46 15.21 23.45 100.00 52.20 13.19 7.18 0.23 27.20 2.02 80.80 17.18
Kabupaten Bone 22.67 38.13 17.73 21.46 100.00 48.60 10.59 8.06 8.03 24.73 1.48 87.04 11.49
Alasan Tidak Sekolah
Tabel 5. Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua
Ijazah Tertinggi 15 tahun keatasTotalNo.
Nikah JauhSD SMP Biaya LainnyaSMA +Kabupaten/Kecamatan
Bekerja
271
Tidak/ Tidakbelum Sedang Se-
Tanpa Pernah Sekolah kolahIjazah Sekolah Lagi
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (13) (14) (15) (16)
1 Kec Tinambung 27.23 30.78 16.84 25.14 100.00 53.84 20.15 8.61 0.40 16.99 0.26 90.16 9.57 2 Kec Balanipa 37.08 34.70 15.10 13.13 100.00 45.47 24.01 3.27 4.00 23.25 1.65 82.41 15.94 3 Kec Limboro 29.06 33.66 15.05 22.23 100.00 44.16 14.40 4.42 8.09 28.92 3.66 80.11 16.24 4 Kec Tubbi Taramanu 23.81 56.23 12.29 7.67 100.00 30.82 25.25 8.68 20.14 15.11 1.91 87.89 10.20 5 Kec Alu 27.28 42.32 15.49 14.91 100.00 26.02 16.20 7.35 32.53 17.89 1.98 88.00 10.02 6 Kec Campalagian 34.31 31.75 15.43 18.51 100.00 39.35 20.87 5.77 2.76 31.25 1.44 84.11 14.45 7 Kec Luyo 33.21 40.48 17.21 9.10 100.00 48.93 11.09 3.74 16.26 19.98 4.13 83.99 11.88 8 Kec Wonomulyo 20.27 23.85 26.34 29.55 100.00 41.73 20.66 9.65 1.81 26.15 2.02 89.94 8.04 9 Kec Mapilli 29.34 33.06 18.96 18.63 100.00 47.08 17.12 7.32 3.37 25.11 2.50 84.77 12.72 10 Kec Tapango 32.42 39.91 17.79 9.88 100.00 32.14 5.99 6.78 15.01 40.07 2.82 84.16 13.02 11 Kec Matakali 30.50 33.12 17.81 18.57 100.00 59.31 6.10 3.97 1.43 29.19 3.17 83.93 12.90 12 Kec Bulo 36.29 46.64 10.74 6.33 100.00 52.73 9.19 1.26 23.43 13.38 8.48 76.26 15.27 13 Kec Polewali 14.84 23.03 21.92 40.21 100.00 50.97 23.12 9.77 0.31 15.83 1.50 90.77 7.73 14 Kec Binuang 27.38 37.81 19.96 14.85 100.00 49.69 17.77 16.69 6.26 9.58 3.32 83.57 13.12 15 Kec Anreapi 26.54 39.63 21.92 11.92 100.00 60.28 16.30 11.00 2.07 10.35 4.68 82.86 12.47 16 Kec Matangnga 18.17 56.10 12.73 13.00 100.00 27.36 2.34 7.69 58.33 4.28 8.18 87.50 4.32
Kabupaten Polman 28.59 34.57 17.69 19.15 100.00 45.23 16.03 6.15 9.98 22.61 3.28 84.54 12.18
1 Kec Tapalang 20.30 31.62 20.64 27.43 100.00 60.04 9.99 9.55 4.34 16.07 2.33 92.36 5.31 2 Kec Tapalang Barat 20.25 42.79 21.26 15.70 100.00 54.48 10.26 8.73 8.41 18.12 0.77 93.91 5.32 3 Kec Mamuju 15.21 19.41 17.41 47.98 100.00 39.47 12.65 7.79 10.05 30.05 5.40 85.76 8.83 4 Kec Simboro dan kepulaua 32.04 27.64 18.78 21.54 100.00 64.52 4.39 5.83 6.11 19.15 5.68 87.34 6.98 5 Kec Kalukku 26.42 34.06 20.07 19.45 100.00 54.02 8.60 5.05 12.12 20.21 3.54 85.05 11.41 6 Kec Papalang 33.81 35.85 18.54 11.80 100.00 49.71 9.37 13.56 6.09 21.26 2.51 87.41 10.08 7 Kec Sampaya 36.11 37.64 15.98 10.27 100.00 46.38 7.88 6.46 13.08 26.21 1.58 82.03 16.39 8 Kec Tommo 26.79 42.42 16.05 14.75 100.00 62.62 4.71 3.57 24.38 4.71 0.60 86.57 12.84 9 Kec Kalimpang 9.52 63.28 21.17 6.04 100.00 54.54 18.21 16.09 9.58 1.58 2.61 85.95 11.43 10 Kec Bonehau 24.68 38.01 19.52 17.79 100.00 81.66 1.32 3.35 3.35 10.32 4.24 89.06 6.70 11 Kec Budong-budong 25.38 40.56 18.54 15.52 100.00 49.73 7.98 10.10 11.53 20.66 2.07 92.07 5.86 12 Kec Pangak 33.78 40.70 15.66 9.86 100.00 46.62 13.18 16.67 7.15 16.39 2.10 90.67 7.24 13 Kec Topoyo 25.52 35.30 21.17 18.00 100.00 30.36 28.51 21.10 5.62 14.41 1.07 88.06 10.88 14 Kec Karossa 25.93 41.13 20.63 12.31 100.00 46.77 7.82 7.75 5.35 32.31 2.30 90.32 7.38 15 Kec Tobadak 27.37 37.96 19.38 15.29 100.00 47.31 7.80 12.00 11.61 21.28 2.86 87.64 9.51
Kabupaten Mamuju 26.32 35.96 18.98 18.73 100.00 51.80 10.11 9.43 9.59 19.06 3.02 87.85 9.13
SMP Jauh Lainnya
Tabel 5. (Lanjutan)
No. Kabupaten/KecamatanIjazah Tertinggi 15 tahun keatas
TotalAlasan Tidak Sekolah
SD SMA + Biaya Bekerja Nikah
272
Rasio Rasio Rasio kontribusiAPM-SD APM -SMP AM H (15-24) (KPPNP)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Kec Bissappu 106.69 86.38 103.48 34.45 2 Kec Uluere 98.21 65.69 105.63 26.67 3 Kec Sinoa 99.55 142.50 108.24 17.39 4 Kec Bantaeng 105.07 93.40 100.05 40.40 5 Kec Eremerasa 105.47 116.35 97.28 24.53 6 Kec Tom pobulu 101.83 119.37 102.34 45.45 7 Kec Pajukukang 101.34 86.95 101.26 40.65 8 Kec Gtrkeke 95.34 83.52 110.96 35.00
Kabupaten Bantaeng 102.44 95.98 102.47 37.70
1 Kec Mangara Bombang 110.87 119.22 107.22 21.57 2 Kec Mappakasunggu 107.40 68.64 105.75 35.92 3 Kec Polobankeng Selatan 106.65 90.79 100.89 23.52 4 Kec Patallassang 111.61 84.28 102.35 37.64 5 Kec Polobangkeng Utara 104.80 91.64 106.06 18.41 6 Kec Galesong Selatan 89.64 122.47 106.78 28.97 7 Kec Galesong Utara 103.75 113.78 105.58 17.49
KabupatenTakalar 103.84 100.00 105.28 25.91
1 Kec Bontocani 105.16 97.36 103.89 41.62 2 Kec Kahu 102.33 95.88 101.51 47.55 3 Kec Kajuara 105.25 118.14 101.22 30.32 4 Kec Salom ekko 100.82 99.14 101.02 46.05 5 Kec Tonra 93.79 106.15 99.01 55.20 6 Kec Patim peng 112.95 134.78 103.78 53.02 7 Kec Libureng 103.16 103.38 103.46 26.21 8 Kec Mare 94.65 124.55 106.93 51.29 9 Kec Sibulue 102.02 130.80 105.06 56.62
10 Kec Cina 109.09 80.19 100.86 24.93 11 Kec Barebbo 100.83 87.50 98.68 28.92 12 Kec Ponre 97.63 113.99 99.23 40.37 13 Kec Lappariaja 99.40 86.58 99.02 38.71 14 Kec Lamuru 102.23 94.57 93.97 38.61 15 Kec Tellu Lim poe 108.34 79.96 106.49 41.98 16 Kec Bengo 85.27 79.14 100.45 40.65 17 Kec Ulaweng 90.32 84.57 99.94 44.07 18 Kec Palakka 98.47 111.38 103.18 32.81 19 Kec Awangpone 98.78 97.79 101.52 42.86 20 Kec Tellu Siattinge 100.57 74.44 100.71 38.15 21 Kec Amali 95.84 125.26 98.70 41.06 22 Kec Ajangale 103.53 97.08 103.25 59.59 23 Kec Dua Boccoe 104.61 101.74 100.18 41.18 24 Kec Cenrana 93.03 117.55 100.70 51.59 25 Kec Tanete Riattang Barat 99.01 136.55 100.98 39.16 26 Kec Tanete Riattang 101.97 123.46 98.68 39.78 27 kec Tanete Riattang Tim ur 101.94 116.73 102.21 34.06
Kabupaten Bone 100.24 104.39 101.10 40.38
Tabel 6: Mendorong Kesetaraan Gender dan Pem berdayaan Perem puan
Kabupaten/Kecam atanNo.
273
274
Rasio Rasio Rasio kontribusiAPM-SD APM-SMP AMH (15-24) (KPPNP)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Kec Tinambung 102.24 117.42 102.34 39.48 2 Kec Balanipa 106.82 117.72 104.55 39.13 3 Kec Limboro 91.16 95.08 102.89 42.91 4 Kec Tubbi Taramanu 104.22 83.66 97.02 18.02 5 Kec Alu 98.79 76.02 109.90 32.26 6 Kec Campalagian 100.50 84.31 100.10 29.04 7 Kec Luyo 103.44 137.55 102.26 18.52 8 Kec Wonomulyo 94.81 114.36 99.19 24.03 9 Kec Mapilli 103.45 113.83 99.30 41.31
10 Kec Tapango 102.19 124.76 107.90 29.73 11 Kec Matakali 99.18 107.70 106.41 28.97 12 Kec Bulo 100.80 43.29 81.84 25.32 13 Kec Polewali 97.17 105.68 102.65 30.74 14 Kec Binuang 96.98 91.81 103.29 28.93 15 Kec Anreapi 94.62 113.34 106.19 30.36 16 Kec Matangnga 99.66 102.20 108.93 34.09
Kabupaten Polman 100.17 102.32 100.12 30.73
1 Kec Tapalang 103.76 87.97 103.18 32.00 2 Kec Tapalang Barat 94.93 75.92 98.18 31.67 3 Kec Mamuju 101.88 121.67 98.81 36.88 4 Kec Simboro dan kepulauan 96.62 112.18 92.50 31.83 5 Kec Kalukku 107.11 86.42 100.04 32.03 6 Kec Papalang 101.16 79.47 106.75 31.59 7 Kec Sampaya 90.65 122.86 100.26 17.40 8 Kec Tommo 97.24 89.64 101.44 39.34 9 Kec Kalimpang 98.27 102.46 106.06 -
10 Kec Bonehau 97.45 132.54 106.00 49.11 11 Kec Budong-budong 94.63 103.19 100.30 24.25 12 Kec Pangak 100.27 116.69 98.55 28.87 13 Kec Topoyo 104.14 107.14 99.56 29.31 14 Kec Karossa 100.54 99.15 100.36 27.53 15 Kec Tobadak 99.11 123.74 105.46 22.28
Kabupaten Mamuju 99.83 102.22 104.14 32.04
No. Kabupaten/Kecamatan
Tabel 6: (Lanjutan)
275
Pemberian Imunisasi Imunisasi Balita Pemberian KonsumsiVitamin Campak Lengkap 2-4 th ASI GY
A (12-23 bi) Balita Diberi ASI Eksklusif Cukup(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Kec Bissappu 89.80 100.00 31.54 98.18 5.67 6.80 33.802 Kec Uluere 76.29 83.33 25.58 96.77 15.56 15.46 19.673 Kec Sinoa 77.88 95.00 47.25 100.00 10.42 5.77 14.334 Kec Bantaeng 75.00 78.57 45.08 98.68 1.49 26.79 32.805 Kec Eremerasa 88.81 70.00 36.28 96.77 6.72 8.96 11.256 Kec Tompobulu 58.94 66.67 46.51 96.08 19.15 8.61 21.607 Kec Pajukukang 82.98 51.61 3.77 97.66 10.40 11.70 13.808 Kec Gtrkeke 86.05 66.67 49.00 96.05 9.48 3.10 14.25
Kabupaten Bantaeng 79.56 74.74 34.78 97.69 8.42 12.77 22.04
1 Kec Mangara Bombang 83.64 80.86 43.65 100.00 27.53 9.50 29.172 Kec Mappakasunggu 64.80 63.06 57.46 98.08 4.70 15.40 21.483 Kec Polobankeng Selatan 72.32 96.73 67.52 96.64 0.77 9.30 22.124 Kec Patallassang 80.84 66.83 65.20 96.06 - 5.92 18.835 Kec Polobangkeng Utara 80.40 79.00 35.55 95.35 0.60 18.05 27.366 Kec Galesong Selatan 79.77 60.58 48.05 95.29 15.03 20.30 43.827 Kec Galesong Utara 84.36 78.98 58.89 97.81 18.52 9.96 66.66
KabupatenTakalar 78.88 74.94 52.27 96.94 10.53 13.28 38.29
1 Kec Bontocani 82.48 60.74 5.66 98.39 1.82 9.23 23.372 Kec Kahu 70.35 62.50 25.78 97.56 - 5.50 45.433 Kec Kajuara 78.43 87.67 33.61 100.00 - 7.47 43.794 Kec Salomekko 89.05 90.41 1.97 100.00 0.88 5.27 66.135 Kec Tonra 88.47 84.30 33.41 100.00 - 15.06 45.856 Kec Patimpeng 50.00 44.10 3.04 100.00 0.72 7.22 68.037 Kec Libureng 81.58 79.37 19.90 97.28 - 4.96 85.078 Kec Mare 78.15 55.63 16.10 95.35 0.65 6.68 29.439 Kec Sibulue 88.41 73.28 1.40 100.00 3.60 14.98 64.1810 Kec Cina 65.80 80.95 12.91 95.01 3.80 2.77 81.3811 Kec Barebbo 77.66 85.40 51.02 94.68 0.61 1.73 44.7012 Kec Ponre 75.14 75.57 4.18 100.00 - 4.35 80.3713 Kec Lappariaja 69.00 90.91 43.15 98.85 - 3.52 56.9414 Kec Lamuru 78.22 74.01 34.57 97.09 7.01 9.37 49.3615 Kec Tellu Limpoe 61.61 50.00 11.04 100.00 5.37 13.20 70.0316 Kec Bengo 85.96 89.32 37.24 93.43 - 6.09 61.2517 Kec Ulaweng 80.12 76.16 41.86 97.00 2.21 8.96 17.2518 Kec Palakka 80.71 85.88 42.71 98.94 - 6.96 68.5819 Kec Awangpone 85.85 79.33 7.21 94.62 0.57 12.57 67.7720 Kec Tellu Siattinge 81.94 85.11 24.96 96.12 1.74 12.61 48.3921 Kec Amali 54.97 94.47 63.89 97.38 - 1.80 51.5022 Kec Ajangale 84.96 89.38 67.40 96.33 - 3.13 56.4223 Kec Dua Boccoe 83.64 68.24 61.24 98.48 0.59 7.51 69.7424 Kec Cenrana 65.64 27.66 5.11 93.89 - 10.73 42.4725 Kec Tanete Riattang Barat 75.24 66.80 54.01 96.97 3.51 3.04 79.8526 Kec Tanete Riattang 84.21 75.00 35.99 85.51 1.74 9.26 87.7827 kec Tanete Riattang Timur 83.15 84.98 25.99 99.32 0.95 16.48 34.87
Kabupaten Bone 78.26 75.74 29.82 96.75 1.27 7.96 57.43
Kabupaten/KecamatanNo. BBLR
Tabel 7: Menurunkan Angka Kematian Anak
Pemberian Imunisasi Imunisasi Balita Pemberian KonsumsiVitamin Campak Lengkap 2-4 th ASI GY
A (12-23 bi) Balita Diberi ASI Eksklusif Cukup(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Kec Tinambung 76.32 78.99 42.11 99.27 16.48 9.92 92.272 Kec Balanipa 57.46 71.88 34.94 100.00 26.96 5.65 84.053 Kec Limboro 71.51 80.25 38.65 99.33 20.43 3.54 88.224 Kec Tubbi Taramanu 71.15 53.06 5.87 97.79 30.58 8.29 95.365 Kec Alu 47.54 71.65 43.56 98.07 23.48 3.97 74.876 Kec Campalagian 39.42 54.80 40.96 98.82 47.86 11.42 67.077 Kec Luyo 55.19 71.21 43.66 97.41 22.95 1.19 75.198 Kec Wonomulyo 75.59 89.05 80.32 98.69 8.62 7.56 83.099 Kec Mapilli 67.76 65.78 45.80 96.33 18.15 22.02 57.9610 Kec Tapango 79.63 77.45 22.74 97.11 11.94 14.29 78.5111 Kec Matakali 84.92 95.53 35.21 96.09 36.00 12.46 86.8912 Kec Bulo 53.36 54.58 19.42 93.18 5.83 1.93 65.6213 Kec Polewali 83.19 85.36 69.63 98.11 20.91 8.61 92.6714 Kec Binuang 76.05 90.12 55.77 97.69 42.53 3.19 92.6115 Kec Anreapi 92.83 77.27 80.00 97.19 16.86 24.13 84.6516 Kec Matangnga 51.58 18.84 - 100.00 6.46 7.09 85.78
Kabupaten Polman 63.63 70.49 40.76 97.37 21.31 7.98 78.54
1 Kec Tapalang 70.58 71.49 22.27 98.36 12.62 9.12 89.062 Kec Tapalang Barat 66.80 77.78 - 100.00 20.44 14.08 61.983 Kec Mamuju 65.96 92.59 50.56 96.35 10.09 3.73 74.204 Kec Simboro dan kepulauan 57.27 65.57 21.24 97.87 24.82 15.75 60.975 Kec Kalukku 80.40 67.81 44.99 96.46 30.61 5.28 48.446 Kec Papalang 71.79 62.96 35.33 98.83 22.06 5.94 69.527 Kec Sampaya 81.52 78.53 33.89 98.24 27.63 5.11 79.448 Kec Tommo 88.50 80.61 67.13 98.22 6.60 9.15 89.839 Kec Kalimpang 19.34 27.70 - 100.00 - 4.29 59.8810 Kec Bonehau 38.41 71.67 22.15 100.00 70.74 38.41 88.8311 Kec Budong-budong 58.96 44.62 20.55 98.18 25.40 12.49 67.8212 Kec Pangak 81.52 86.08 34.06 99.01 17.52 11.09 93.5113 Kec Topoyo 84.27 91.25 34.85 98.90 25.31 8.26 61.7814 Kec Karossa 84.78 86.85 16.93 98.29 49.08 9.65 74.8015 Kec Tobadak 74.40 68.04 32.81 98.28 25.35 3.91 65.71
Kabupaten Mamuju 70.92 71.64 31.40 98.07 25.40 9.54 69.16
Tabel 7: (Lanjutan)
No. Kabupaten/Kecamatan BBLR
276
277
WUS PUS Penggunaan KesehatanNAKES K-4 LILA Aktif Alat KB Reproduksi
< 23,5 Cm KB Hormonal 15-24 Tahun(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Kec Bissappu 43.54 59.18 13.77 71.10 99.29 33.07 2 Kec Uluere 22.68 29.90 10.13 69.17 97.71 26.71 3 Kec Sinoa 22.12 35.58 19.88 64.73 99.40 30.33 4 Kec Bantaeng 50.89 54.91 19.49 60.51 96.24 19.06 5 Kec Eremerasa 20.90 19.40 25.97 60.51 98.80 9.72 6 Kec Tompobulu 31.13 46.36 8.43 48.54 99.45 16.37 7 Kec Pajukukang 29.26 41.49 23.05 63.17 99.19 25.07 8 Kec Gtrkeke 43.41 58.91 18.31 65.50 99.02 12.55
Kabupaten Bantaeng 36.26 46.03 17.68 62.61 98.62 21.72
1 Kec Mangara Bombang 47.19 38.13 12.48 46.76 97.17 21.36 2 Kec Mappakasunggu 53.33 56.79 20.31 51.69 97.88 13.57 3 Kec Polobankeng Selatan 63.94 56.49 10.01 66.18 98.63 58.55 4 Kec Patallassang 83.30 70.94 19.46 51.64 97.81 37.94 5 Kec Polobangkeng Utara 68.60 67.11 17.09 63.55 97.20 14.38 6 Kec Galesong Selatan 54.32 71.60 30.30 44.46 98.27 37.60 7 Kec Galesong Utara 59.73 79.13 26.46 58.25 99.58 33.67
KabupatenTakalar 61.30 64.60 20.39 54.46 98.10 30.10
1 Kec Bontocani 17.64 23.71 19.70 39.90 97.38 22.61 2 Kec Kahu 42.19 44.71 13.66 42.96 98.73 14.40 3 Kec Kajuara 48.03 20.67 17.33 42.81 98.67 25.13 4 Kec Salomekko 43.71 9.33 17.00 33.20 98.52 39.33 5 Kec Tonra 64.92 28.50 10.55 42.72 97.68 27.98 6 Kec Patimpeng 31.91 25.00 3.81 31.84 97.88 10.99 7 Kec Libureng 54.56 22.06 14.74 55.45 97.93 32.25 8 Kec Mare 49.77 24.30 10.09 38.99 100.00 11.73 9 Kec Sibulue 51.91 28.16 16.80 35.66 97.60 19.45 10 Kec Cina 42.58 21.26 11.02 33.78 95.47 25.23 11 Kec Barebbo 48.27 28.10 13.96 30.57 100.00 44.13 12 Kec Ponre 27.40 43.55 5.78 40.70 100.00 54.74 13 Kec Lappariaja 56.31 35.88 6.59 44.26 98.37 20.92 14 Kec Lamuru 50.06 23.68 8.56 40.83 99.15 21.04 15 Kec Tellu Limpoe 39.26 4.69 15.90 25.02 100.00 57.87 16 Kec Bengo 51.23 73.87 13.41 47.98 99.22 26.12 17 Kec Ulaweng 49.70 28.84 15.56 32.53 98.76 6.46 18 Kec Palakka 41.04 30.68 10.89 21.11 94.84 46.64 19 Kec Awangpone 40.24 35.36 14.69 18.43 98.20 36.84 20 Kec Tellu Siattinge 51.12 47.20 10.53 26.46 98.84 39.20 21 Kec Amali 43.10 25.14 6.03 26.51 100.00 8.84 22 Kec Ajangale 48.34 45.02 10.64 20.75 100.00 18.05 23 Kec Dua Boccoe 49.86 42.35 13.27 37.38 98.28 20.83 24 Kec Cenrana 31.43 17.41 13.73 22.66 97.13 32.63 25 Kec Tanete Riattang Barat 82.46 24.98 10.30 34.02 96.12 24.70 26 Kec Tanete Riattang 90.25 63.58 8.52 33.40 95.22 35.74 27 kec Tanete Riattang Timur 55.79 28.59 11.64 36.07 96.42 12.98
Kabupaten Bone 50.76 33.52 12.02 34.93 98.05 26.24
Kabupaten/KecamatanNo.
Tabel 8. Meningkatkan Kesehatan Ibu
WUS PUS Penggunaan KesehatanNAKES K-4 LILA Aktif Alat KB Reproduksi
< 23,5 Cm KB Hormonal 15-24 Tahun
1 Kec Tinambung 40.03 50.62 14.09 31.42 94.57 17.47 2 Kec Balanipa 31.24 68.25 20.57 20.17 100.00 21.79 3 Kec Limboro 19.84 42.21 11.48 10.46 100.00 14.95 4 Kec Tubbi Taramanu 3.58 5.73 3.63 19.92 98.36 21.44 5 Kec Alu 7.10 38.07 7.01 4.86 100.00 36.65 6 Kec Campalagian 15.11 27.03 19.36 12.17 97.40 10.86 7 Kec Luyo 13.54 30.36 12.62 19.51 98.29 13.39 8 Kec Wonomulyo 81.36 84.42 9.41 46.08 94.67 11.19 9 Kec Mapilli 45.10 54.50 13.45 25.24 92.45 21.82
10 Kec Tapango 37.34 69.03 9.34 49.01 97.34 13.61 11 Kec Matakali 43.14 81.39 17.07 37.38 96.82 23.99 12 Kec Bulo 5.82 23.34 4.86 33.00 98.94 8.32 13 Kec Polewali 67.16 70.80 9.75 39.67 97.37 31.77 14 Kec Binuang 39.52 52.59 7.82 43.08 100.00 4.52 15 Kec Anreapi 30.42 64.86 3.34 48.92 96.69 30.57 16 Kec Matangnga 16.44 21.96 16.68 44.14 95.72 15.94
Kabupaten Polman 30.51 46.68 11.90 30.32 96.87 16.92
1 Kec Tapalang 14.53 44.86 17.93 37.02 96.65 32.89 2 Kec Tapalang Barat 28.27 14.79 28.90 13.49 100.00 11.87 3 Kec Mamuju 52.75 70.94 17.44 38.42 91.95 24.72 4 Kec Simboro dan kepulauan 12.62 28.18 19.77 31.55 100.00 16.42 5 Kec Kalukku 29.54 62.11 15.89 42.41 98.21 5.66 6 Kec Papalang 26.57 28.37 9.92 44.16 96.00 13.71 7 Kec Sampaya 29.90 54.02 15.68 50.59 100.00 16.97 8 Kec Tommo 32.44 64.93 6.28 59.34 96.24 1.85 9 Kec Kalimpang - 1.09 22.87 39.43 83.08 17.81
10 Kec Bonehau 17.24 3.47 12.76 49.69 97.53 5.75 11 Kec Budong-budong 29.46 45.68 9.84 48.69 96.99 22.29 12 Kec Pangak 36.07 70.29 3.34 51.90 95.31 11.10 13 Kec Topoyo 34.81 42.08 11.96 51.89 96.37 12.17 14 Kec Karossa 34.11 37.72 7.53 30.41 95.66 9.32 15 Kec Tobadak 42.15 45.10 14.56 53.34 94.47 8.94
Kabupaten Mamuju 27.99 43.92 14.28 43.33 96.26 13.77
Tabel 8. ( Lanjutan )
No. Kabupaten/Kecamatan
278
Pengetahuan HIV/AIDS BalitaLengkap/Komprehensif Tidur Pakai
(15-24 Tahun) Kelambu(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Kec Bissappu 67.71 53.25 8.59 1.73 0.29 0.38 55.10 2 Kec Uluere 61.73 49.47 10.47 0.30 0.22 0.07 56.70 3 Kec Sinoa 53.55 37.97 1.90 0.94 1.62 0.09 63.46 4 Kec Bantaeng 64.52 53.60 16.72 1.08 0.18 0.18 33.93 5 Kec Eremerasa 36.05 23.04 8.78 2.29 0.35 0.12 76.87 6 Kec Tompobulu 51.17 34.74 6.73 0.25 - - 70.20 7 Kec Pajukukang 38.19 22.98 5.54 2.41 0.38 - 41.49 8 Kec Gtrkeke 34.31 18.82 7.53 1.79 0.70 0.06 33.33
Kabupaten Bantaeng 51.94 37.82 8.88 1.45 0.38 0.13 50.52
1 Kec Mangara Bombang 58.03 39.28 7.05 1.63 0.14 0.13 89.82 2 Kec Mappakasunggu 62.82 46.97 16.60 1.53 0.46 0.23 73.79 3 Kec Polobankeng Selatan 76.71 43.23 21.06 0.36 0.36 - 85.44 4 Kec Patallassang 87.95 66.48 29.00 1.20 0.28 0.23 76.90 5 Kec Polobangkeng Utara 60.03 37.71 12.83 0.94 0.15 0.25 89.93 6 Kec Galesong Selatan 71.04 49.88 9.93 1.72 0.75 0.62 83.73 7 Kec Galesong Utara 67.07 52.58 11.79 1.95 0.31 0.49 79.60
KabupatenTakalar 68.44 47.80 14.46 1.39 0.36 0.31 82.96
1 Kec Bontocani 51.53 42.79 1.40 0.29 0.06 0.06 93.57 2 Kec Kahu 70.55 45.63 10.71 0.65 0.20 0.05 91.95 3 Kec Kajuara 62.38 43.78 0.82 0.05 0.27 0.09 92.50 4 Kec Salomekko 79.09 57.16 12.18 0.23 0.99 0.16 93.11 5 Kec Tonra 75.67 47.37 7.08 1.38 0.31 0.23 57.96 6 Kec Patimpeng 40.72 23.48 3.01 0.25 0.06 72.87 7 Kec Libureng 69.06 42.68 16.72 1.07 0.62 0.21 78.73 8 Kec Mare 47.25 27.71 5.86 0.12 0.12 0.23 87.94 9 Kec Sibulue 43.85 29.05 1.56 0.30 0.09 0.04 83.56 10 Kec Cina 71.13 46.03 11.01 0.30 0.18 0.18 93.47 11 Kec Barebbo 72.30 43.57 27.52 0.06 0.22 0.06 96.54 12 Kec Ponre 66.87 49.33 0.08 0.17 - 83.69 13 Kec Lappariaja 65.27 39.81 12.97 0.87 0.17 - 82.38 14 Kec Lamuru 52.37 28.73 3.81 0.27 0.06 - 41.44 15 Kec Tellu Limpoe 57.36 44.70 6.70 0.51 0.92 0.33 49.84 16 Kec Bengo 65.38 32.46 11.88 0.54 0.12 0.06 70.68 17 Kec Ulaweng 68.30 37.31 22.34 1.01 0.06 - 74.94 18 Kec Palakka 76.54 47.50 28.72 0.17 0.06 - 82.63 19 Kec Awangpone 58.17 31.50 27.16 0.09 0.18 - 80.25 20 Kec Tellu Siattinge 66.92 38.33 13.25 1.43 0.14 0.19 73.25 21 Kec Amali 29.08 14.11 0.13 0.19 - 90.96 22 Kec Ajangale 72.96 41.31 8.61 0.72 0.58 0.05 98.14 23 Kec Dua Boccoe 61.36 30.00 3.28 0.36 0.28 0.04 98.02 24 Kec Cenrana 51.18 31.98 4.36 0.26 0.21 0.16 83.05 25 Kec Tanete Riattang Barat 68.44 55.22 22.52 0.09 0.13 0.35 66.02 26 Kec Tanete Riattang 80.29 72.46 23.27 0.39 0.09 0.22 55.96 27 kec Tanete Riattang Timur 69.05 49.11 18.41 0.49 0.12 0.08 86.12
Kabupaten Bone 63.94 41.26 12.60 0.52 0.22 0.11 80.95
Tabel 9. Memerangi HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit Menular Lainnya
Kabupaten/KecamatanNo.% Pengetahuan HIV/AIDS Terdiagnosa
15-24 15+ Malaria TBC DBD
279
280
Pengetahuan HIV/AIDS BalitaLengkap/Komprehensif Tidur Pakai
(15-24 Tahun) Kelambu(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Kec Tinambung 55.56 40.86 11.22 0.11 0.33 - 49.52 2 Kec Balanipa 47.85 31.01 10.87 0.27 1.08 0.05 18.96 3 Kec Limboro 63.04 43.68 24.57 0.23 0.17 0.06 61.42 4 Kec Tubbi Taramanu 70.69 57.82 3.19 0.81 0.06 0.06 70.64 5 Kec Alu 61.55 51.77 34.45 5.45 0.08 0.08 29.48 6 Kec Campalagian 65.77 45.84 18.02 - 0.17 - 95.09 7 Kec Luyo 45.86 30.80 10.49 0.11 0.28 0.05 96.07 8 Kec Wonomulyo 78.77 62.16 24.77 1.20 0.09 0.09 85.30 9 Kec Mapilli 53.24 38.75 10.09 1.47 0.04 - 74.48 10 Kec Tapango 33.54 23.47 0.37 2.10 0.06 - 93.24 11 Kec Matakali 58.25 42.54 10.46 1.41 0.29 0.06 92.15 12 Kec Bulo 21.11 13.49 8.84 0.27 0.07 0.07 76.22 13 Kec Polewali 83.00 74.93 13.59 1.28 0.46 0.37 78.96 14 Kec Binuang 42.08 25.79 25.02 0.45 0.11 0.07 67.27 15 Kec Anreapi 50.62 31.75 4.21 3.42 0.20 0.06 94.23 16 Kec Matangnga 43.77 29.55 0.87 0.23 0.12 0.12 93.47
Kabupaten Polman 56.30 41.66 13.91 0.88 0.23 0.07 75.39
1 Kec Tapalang 53.34 46.29 2.07 5.42 0.37 0.11 56.54 2 Kec Tapalang Barat 31.02 22.39 14.99 21.02 0.75 0.24 47.28 3 Kec Mamuju 70.33 63.27 24.79 8.45 0.22 0.29 54.24 4 Kec Simboro dan kepulauan 47.31 32.21 2.79 14.11 0.38 0.21 61.55 5 Kec Kalukku 59.28 45.45 2.09 2.61 0.17 0.04 75.60 6 Kec Papalang 46.90 34.28 6.81 8.95 0.26 0.14 92.19 7 Kec Sampaya 29.78 22.81 0.67 15.62 0.07 0.06 92.94 8 Kec Tommo 40.86 29.78 3.00 23.17 0.37 0.06 93.94 9 Kec Kalimpang 19.71 10.15 3.83 3.47 0.18 95.89 10 Kec Bonehau 19.47 23.34 8.74 0.34 - 73.36 11 Kec Budong-budong 58.12 48.70 4.86 17.22 0.28 0.37 88.22 12 Kec Pangak 60.49 46.40 30.88 28.37 1.19 0.50 94.31 13 Kec Topoyo 59.87 44.65 15.42 5.57 0.27 0.18 95.77 14 Kec Karossa 49.36 41.83 4.25 12.14 0.15 - 92.51 15 Kec Tobadak 53.31 44.14 8.33 22.16 0.75 0.05 93.82
Kabupaten Mamuju 50.48 39.14 7.50 12.03 0.49 0.15 79.23
Tabel 9. ( Lanjutan )
No. Kabupaten/Kecamatan% Pengetahuan HIV/AIDS Terdiagnosa
15-24 15+ Malaria TBC DBD
Bahan Air Sani- Pem- Pene- Rumah Rumah RumahNo. Bakar Terlindung tasi buangan rangan Tetap Layak Milik
Padat dan Aman Layak Sampah Listrik Terjamin Huni Bersertifikat(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
1 Kec Bissappu 58.00 71.00 17.80 94.20 87.40 92.00 37.40 44.09
2 Kec Uluere 93.67 67.00 30.33 59.33 75.00 92.33 49.67 7.94 3 Kec Sinoa 90.33 74.33 11.33 80.33 63.67 92.67 37.04 7.58 4 Kec Bantaeng 46.80 94.80 47.00 73.00 85.60 88.20 32.28 43.10 5 Kec Eremerasa 91.00 94.75 37.00 93.50 72.50 93.50 64.66 30.29 6 Kec Tompobulu 89.60 78.80 44.80 94.00 66.60 96.60 58.20 16.46 7 Kec Pajukukang 84.00 71.00 12.80 85.80 64.80 95.00 25.16 32.13 8 Kec Gtrkeke 93.00 65.50 34.25 86.50 67.50 95.25 60.55 6.58
Kabupaten Bantaeng 76.16 78.57 30.30 84.88 74.51 92.96 45.20 27.36
1 Kec Mangara Bombang 75.01 60.76 20.17 96.02 94.03 97.60 31.63 32.56 2 Kec Mappakasunggu 69.17 54.00 26.46 86.53 87.72 91.55 37.19 22.27 3 Kec Polobankeng Selatan 66.24 63.62 31.59 99.19 95.80 97.40 62.34 16.02 4 Kec Patallassang 38.17 63.82 62.03 99.20 98.20 91.80 74.32 24.74 5 Kec Polobangkeng Utara 61.06 58.36 14.76 98.79 96.21 89.38 59.14 34.49 6 Kec Galesong Selatan 51.99 62.12 33.24 95.25 98.19 92.19 59.19 26.71 7 Kec Galesong Utara 31.41 73.79 37.85 92.18 95.82 96.20 63.31 12.35
KabupatenTakalar 55.31 62.78 31.24 95.78 95.63 93.62 56.90 24.77
1 Kec Bontocani 88.24 12.32 10.18 99.26 48.88 95.97 33.92 8.23 2 Kec Kahu 74.19 75.37 20.44 99.41 86.23 94.42 73.36 19.83 3 Kec Kajuara 75.61 64.96 14.91 90.42 72.55 97.18 37.17 35.32 4 Kec Salomekko 78.99 48.32 6.01 98.99 70.43 94.63 50.80 16.86 5 Kec Tonra 56.29 27.68 16.82 93.11 74.94 96.66 60.20 23.72 6 Kec Patimpeng 62.58 47.58 30.52 93.04 81.95 99.27 56.05 29.82 7 Kec Libureng 76.81 44.46 33.39 98.81 80.65 94.44 53.29 21.48 8 Kec Mare 75.68 48.92 31.47 97.78 68.01 95.74 43.82 12.92 9 Kec Sibulue 76.80 51.80 4.39 93.81 88.79 94.39 59.19 21.28 10 Kec Cina 75.17 59.87 29.21 100.00 75.74 90.51 54.46 25.84 11 Kec Barebbo 82.06 80.46 46.04 95.27 79.73 97.00 69.12 17.24 12 Kec Ponre 89.80 55.88 13.56 94.38 50.06 98.63 36.24 9.18 13 Kec Lappariaja 78.37 58.43 1.49 87.53 82.82 94.79 61.88 18.09 14 Kec Lamuru 80.03 70.79 52.43 86.96 67.74 98.49 62.45 11.68 15 Kec Tellu Limpoe 93.67 36.02 2.26 91.93 25.01 98.05 27.49 1.36 16 Kec Bengo 84.72 61.55 19.46 88.80 81.18 99.02 61.56 23.65 17 Kec Ulaweng 88.00 48.50 25.52 91.74 87.75 93.00 57.27 23.64 18 Kec Palakka 89.24 35.55 12.79 99.25 77.82 97.76 37.55 11.32 19 Kec Awangpone 83.20 73.84 30.21 95.77 85.00 96.00 66.65 7.96 20 Kec Tellu Siattinge 75.72 49.61 20.60 94.41 93.01 96.60 66.19 24.08 21 Kec Amali 89.51 53.80 40.75 82.28 90.26 98.26 72.62 14.78 22 Kec Ajangale 77.60 57.99 32.61 91.80 86.01 94.00 44.28 10.87 23 Kec Dua Boccoe 80.06 61.44 16.02 78.01 92.38 93.62 55.87 26.03 24 Kec Cenrana 86.15 19.82 23.08 70.97 81.65 95.24 41.84 9.16 25 Kec Tanete Riattang Barat 37.03 70.00 71.95 93.41 95.62 96.77 75.44 34.30 26 Kec Tanete Riattang 17.58 70.46 43.44 97.78 98.60 89.98 82.70 58.41 27 kec Tanete Riattang Timur 47.75 72.81 37.81 81.56 94.84 87.80 63.89 27.00
Kabupaten Bone 72.46 56.87 27.58 91.92 81.92 95.07 56.90 21.54
Kabupaten/Kecamatan
Tabel 10. Menjamin Kesetaraan Lingkungan Hidup
281
Bahan Air Sani- Pem- Pene- Rumah Rumah RumahNo. Bakar Terlindung tasi buangan rangan Tetap Layak Milik
Padat dan Aman Layak Sampah Listrik Terjamin Huni Bersertifikat(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
1 Kec Tinambung 69.27 39.51 28.73 90.24 96.25 73.00 42.94 35.32 2 Kec Balanipa 84.68 76.98 38.52 53.68 89.26 88.12 59.30 10.61 3 Kec Limboro 91.31 37.56 15.94 83.77 77.47 96.74 33.20 16.03 4 Kec Tubbi Taramanu 98.08 50.07 6.74 92.02 24.70 97.81 22.65 3.75 5 Kec Alu 86.39 15.83 11.27 57.56 56.84 94.69 22.85 9.55 6 Kec Campalagian 80.93 60.96 8.34 80.93 81.86 95.73 48.52 16.21 7 Kec Luyo 84.74 54.31 1.51 94.51 64.78 94.26 39.88 21.27 8 Kec Wonomulyo 51.00 57.34 49.79 96.91 92.31 90.04 76.09 42.23 9 Kec Mapilli 80.17 57.02 20.23 84.51 83.37 92.89 43.27 15.27 10 Kec Tapango 87.98 67.71 3.46 87.70 60.29 95.71 32.52 28.88 11 Kec Matakali 83.58 71.80 38.28 93.61 86.09 91.75 57.78 24.95 12 Kec Bulo 94.74 34.47 7.91 79.36 27.63 96.17 17.11 1.23 13 Kec Polewali 41.65 58.67 62.97 86.32 94.22 87.68 75.28 61.47 14 Kec Binuang 78.78 54.08 12.51 78.94 72.82 93.50 39.58 29.90 15 Kec Anreapi 91.04 27.17 26.02 70.35 73.69 92.47 33.20 17.66 16 Kec Matangnga 96.51 82.91 3.12 99.50 28.26 90.83 10.48 2.47
Kabupaten Polman 78.28 53.82 22.65 84.12 71.78 92.18 56.90 21.43
1 Kec Tapalang 75.21 50.62 32.89 77.82 76.93 93.65 42.97 30.26 2 Kec Tapalang Barat 82.22 52.73 6.08 71.13 65.10 96.63 26.48 11.77 3 Kec Mamuju 37.84 81.50 30.12 64.08 86.88 93.73 44.99 43.23 4 Kec Simboro dan kepulauan 71.32 50.56 4.63 51.18 62.60 95.17 32.90 16.04 5 Kec Kalukku 74.99 55.43 30.55 66.42 72.58 92.02 45.68 22.82 6 Kec Papalang 84.59 48.60 34.34 87.90 70.89 93.33 53.06 28.49 7 Kec Sampaya 79.73 62.64 20.24 94.49 67.25 94.02 60.47 34.48 8 Kec Tommo 91.01 7.57 25.14 93.76 52.20 87.71 39.20 57.69 9 Kec Kalimpang 96.08 44.00 2.52 10.47 17.09 76.20 2.84 5.22 10 Kec Bonehau 94.04 43.34 7.06 82.18 7.29 89.81 10.26 40.79 11 Kec Budong-budong 75.47 26.59 16.03 76.80 55.57 90.42 32.40 31.78 12 Kec Pangak 89.34 27.08 14.30 94.82 57.38 96.72 31.35 55.37 13 Kec Topoyo 73.72 53.41 34.74 96.79 69.19 92.18 58.63 45.69 14 Kec Karossa 83.12 49.03 13.89 80.56 54.95 94.38 34.55 27.94 15 Kec Tobadak 84.91 46.02 22.43 94.06 64.68 92.35 65.33 57.67
Kabupaten Mamuju 77.73 46.87 20.79 74.83 61.97 92.06 40.72 33.19
Tabel 10. ( Lanjutan )
Kabupaten/Kecamatan
282
283
% Rasio Penduduk Dependency RatioPekerja Rasio > 15 Th Bekerja Usia Muda Usia Tua
Pertanian P/L Total Penduduk < 15 tahun > = 65 Tahun(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)
1 Kec Bissappu 90.07 27.70 56.61 87.72 65.49 81.88 56.45 814,586 1,404,446 172.41 33.88 38.67 5.04 2 Kec Uluere 91.48 57.32 74.04 98.81 97.45 98.27 83.41 448,884 269,048 59.94 50.71 46.20 6.24 3 Kec Sinoa 95.53 60.38 77.51 95.32 95.70 95.48 87.09 419,235 338,182 80.67 52.09 44.11 4.82 4 Kec Bantaeng 84.32 47.88 65.08 92.49 94.62 93.32 38.70 1,236,753 859,797 69.52 40.25 54.16 6.44 5 Kec Eremerasa 87.77 48.93 66.64 95.63 88.75 92.88 79.44 658,458 340,661 51.74 43.61 45.16 7.71 6 Kec Tompobulu 86.27 37.15 59.88 93.77 92.04 93.19 80.07 570,740 589,500 103.29 40.26 41.47 7.42 7 Kec Pajukukang 91.84 51.20 70.23 95.89 85.97 92.04 68.82 498,548 232,016 46.54 43.24 52.99 7.04 8 Kec Gtrkeke 88.87 55.73 71.01 96.98 98.42 97.59 81.76 553,882 437,188 78.93 46.64 51.46 5.94
Kabupaten Bantaeng 88.85 45.53 65.79 93.74 89.58 92.21 68.18 809,290 612,404 75.67 42.08 46.97 6.38
1 Kec Mangara Bombang 85.75 26.93 53.65 89.11 73.59 84.86 47.87 638,176 901,146 141.21 32.12 46.98 7.06 2 Kec Mappakasunggu 86.95 37.31 60.12 93.86 91.79 93.17 48.30 1,185,472 773,836 65.28 38.93 40.48 11.83 3 Kec Polobankeng Selatan 84.76 40.31 60.21 90.31 87.78 89.37 57.45 776,617 743,878 95.78 39.51 44.07 8.31 4 Kec Patallassang 79.33 31.65 52.79 90.42 91.60 90.81 16.31 1,268,322 1,167,655 92.06 34.07 42.33 9.41 5 Kec Polobangkeng Utara 82.60 26.60 53.73 92.80 93.93 93.09 42.43 816,475 1,035,908 126.88 36.06 40.53 6.67 6 Kec Galesong Selatan 83.86 21.85 51.26 89.61 87.81 89.21 49.47 759,334 516,748 68.05 33.14 48.51 5.83 7 Kec Galesong Utara 88.13 13.84 49.15 95.67 70.56 91.96 49.37 593,733 814,353 137.16 30.99 59.86 9.64
KabupatenTakalar 84.48 26.96 53.73 91.77 86.52 90.36 44.71 791,119 914,825 115.64 34.51 43.86 7.78
1 Kec Bontocani 90.91 23.90 56.76 97.57 82.86 94.41 82.65 950,959 527,262 55.45 34.66 46.92 8.27 2 Kec Kahu 80.47 28.41 51.83 94.65 85.25 91.81 71.56 1,208,337 874,414 72.37 33.20 48.68 8.38 3 Kec Kajuara 85.15 19.67 50.27 72.76 50.09 68.04 68.23 759,002 944,426 124.43 23.60 44.21 7.54 4 Kec Salomekko 88.47 51.02 68.15 96.63 87.45 92.90 89.35 1,296,316 1,153,427 88.98 44.87 48.22 9.81 5 Kec Tonra 86.21 22.78 52.22 90.89 55.62 82.65 73.19 1,645,475 1,050,875 63.86 29.99 50.49 5.83 6 Kec Patimpeng 89.53 43.80 65.04 96.87 91.52 94.94 86.40 1,675,388 1,397,927 83.44 41.80 46.31 9.25 7 Kec Libureng 86.28 48.32 66.34 91.84 90.89 91.48 80.55 876,521 825,591 94.19 42.62 50.83 7.00 8 Kec Mare 85.85 20.63 50.76 98.76 74.70 93.49 77.35 1,209,838 1,288,785 106.53 32.17 50.90 7.76 9 Kec Sibulue 90.86 29.59 56.34 90.21 67.40 83.46 78.72 1,052,016 1,721,144 163.60 31.94 42.82 11.31 10 Kec Cina 88.24 33.79 58.44 90.00 73.47 84.77 79.46 971,305 716,100 73.73 35.78 49.32 7.82 11 Kec Barebbo 87.12 25.10 52.96 90.26 71.29 85.31 65.39 1,125,888 847,882 75.31 31.00 51.41 9.22 12 Kec Ponre 92.46 35.09 61.65 96.28 87.23 93.51 81.16 1,097,144 833,004 75.92 39.20 45.60 10.50 13 Kec Lappariaja 86.23 46.33 64.37 95.59 88.06 92.62 77.88 1,272,825 941,607 73.98 42.20 41.73 10.46 14 Kec Lamuru 87.92 33.08 57.53 93.77 88.26 92.02 78.27 921,018 593,331 64.42 38.42 36.28 8.12 15 Kec Tellu Limpoe 92.48 31.38 59.82 93.75 52.24 82.11 95.69 970,921 937,000 96.51 36.78 44.75 9.15 16 Kec Bengo 88.90 26.47 53.95 94.02 82.82 90.94 79.14 1,155,283 916,429 79.33 34.80 37.98 7.94 17 Kec Ulaweng 90.04 41.09 62.62 93.34 88.91 91.71 67.03 622,944 704,880 113.15 42.48 46.44 8.94 18 Kec Palakka 87.68 35.25 58.26 88.72 87.89 88.44 74.89 962,063 575,347 59.80 36.13 50.16 11.79 19 Kec Awangpone 88.49 33.18 56.48 95.96 82.02 91.22 71.51 1,133,296 728,141 64.25 35.57 42.08 10.90 20 Kec Tellu Siattinge 89.68 45.37 64.34 94.68 90.09 92.83 85.47 924,606 1,226,121 132.61 43.30 34.24 10.69 21 Kec Amali 89.22 55.18 70.23 99.16 94.58 97.15 84.97 333,184 295,369 88.65 52.11 42.42 9.68 22 Kec Ajangale 85.78 44.70 62.78 94.54 89.60 92.57 59.31 625,993 321,209 51.31 41.91 45.72 10.18 23 Kec Dua Boccoe 88.06 40.18 60.53 94.80 94.06 94.52 69.37 1,255,377 649,398 51.73 40.43 47.38 5.74 24 Kec Cenrana 88.28 23.42 52.17 88.10 57.94 80.57 80.68 770,969 581,471 75.42 29.03 48.04 4.94 25 Kec Tanete Riattang Barat 83.03 31.42 55.96 89.62 84.50 88.11 16.27 1,446,694 1,111,317 76.82 33.82 39.38 6.83 26 Kec Tanete Riattang 80.81 41.06 59.50 84.07 78.00 81.82 8.58 1,466,275 1,152,945 78.63 35.57 51.59 7.12 27 kec Tanete Riattang Timur 86.24 26.92 55.05 94.92 81.23 91.40 57.93 924,726 916,749 99.14 33.96 49.06 9.03
Kabupaten Bone 86.96 35.03 58.48 92.08 82.97 89.09 68.74 1,096,831 918,173 83.71 36.67 45.70 8.64
Tabel 11. TPAK, TKK dan Ketenagakerjaan
Kabupaten/KecamatanNo.TPAK TKK
P L+P
Rata-rata Upah
L P L+P L L P
% Rasio Penduduk Dependency RatioPekerja Rasio > 15 Th Bekerja Usia Muda Usia Tua
Pertanian P/L Total Penduduk < 15 tahun > = 65 Tahun
1 Kec Tinambung 82.03 48.51 64.22 84.76 87.38 85.81 33.01 957,641 900,198 94.00 38.00 51.01 11.26 2 Kec Balanipa 82.31 54.59 67.36 93.37 97.60 95.22 41.97 590,589 523,779 88.69 43.98 56.13 11.67 3 Kec Limboro 89.07 54.44 69.76 92.16 94.98 93.38 56.08 733,724 767,939 104.66 43.36 69.51 2.25 4 Kec Tubbi Taramanu 94.35 52.69 72.75 97.67 93.49 96.10 96.96 1,168,617 1,406,452 120.35 41.62 66.69 6.64 5 Kec Alu 90.84 54.28 71.56 95.25 95.71 95.43 81.44 1,066,143 1,154,850 108.32 42.01 50.53 7.04 6 Kec Campalagian 89.67 56.13 71.01 96.65 97.69 97.11 55.83 645,759 572,012 88.58 46.84 67.90 4.41 7 Kec Luyo 93.11 55.37 73.57 98.16 98.07 98.13 80.11 595,803 357,357 59.98 43.74 47.54 4.69 8 Kec Wonomulyo 85.32 34.00 58.60 91.69 83.84 89.32 39.37 908,415 843,486 92.85 36.00 59.53 6.71 9 Kec Mapilli 87.60 38.18 60.26 90.79 84.30 88.51 60.67 756,161 537,478 71.08 34.24 53.61 4.69
10 Kec Tapango 88.80 31.52 60.06 96.72 88.48 94.55 87.71 977,667 902,512 92.31 37.56 51.24 7.73 11 Kec Matakali 88.50 44.88 65.12 93.74 87.65 91.49 60.15 684,424 513,867 75.08 40.37 75.84 3.50 12 Kec Bulo 91.89 51.59 71.21 99.22 98.68 99.02 97.20 1,212,090 917,298 75.68 40.69 54.25 5.36 13 Kec Polewali 80.87 33.07 55.72 92.06 81.99 88.92 23.40 1,022,273 829,076 81.10 32.71 59.45 6.81 14 Kec Binuang 87.69 27.31 56.32 93.49 79.23 89.90 69.33 704,191 579,737 82.33 32.52 64.62 8.29 15 Kec Anreapi 88.72 23.20 55.10 95.84 78.57 92.11 79.51 662,288 687,556 103.82 31.78 70.24 3.45 16 Kec Matangnga 93.69 78.59 86.08 97.87 98.09 97.97 94.71 1,162,619 750,717 64.57 50.23 79.71 3.48
Kabupaten Polman 87.97 46.51 65.97 94.49 92.73 93.83 63.61 817,945 690,313 84.40 40.14 57.61 6.27
1 Kec Tapalang 89.14 42.94 65.56 98.93 91.87 96.57 75.99 1,188,669 937,576 78.88 35.77 60.16 2.55 2 Kec Tapalang Barat 85.44 39.74 62.60 97.63 97.56 97.61 81.61 870,562 1,278,976 146.91 38.51 48.84 4.21 3 Kec Mamuju 79.14 44.24 61.51 93.12 93.09 93.11 27.33 1,418,621 1,061,450 74.82 38.99 69.09 3.23 4 Kec Simboro dan kepulauan 83.57 35.37 59.54 95.53 91.88 94.45 73.27 1,227,033 956,451 77.95 33.69 67.69 2.54 5 Kec Kalukku 86.73 29.05 58.21 91.17 78.33 88.00 70.81 852,816 1,154,968 135.43 30.86 63.54 4.54 6 Kec Papalang 90.05 45.83 68.15 98.53 93.57 96.88 82.61 1,439,029 878,945 61.08 41.07 46.56 3.41 7 Kec Sampaya 93.19 23.33 59.62 99.41 93.57 98.31 80.81 884,386 835,338 94.45 40.42 53.18 3.31 8 Kec Tommo 95.26 38.77 68.67 99.81 99.53 99.74 93.32 970,986 935,951 96.39 45.21 46.96 4.62 9 Kec Kalimpang 93.24 88.83 91.21 99.26 99.68 99.44 99.71 557,500 . 62.60 62.82 1.90
10 Kec Bonehau 89.28 37.31 63.78 96.09 87.14 93.52 90.30 1,033,554 1,215,000 117.56 36.90 62.45 3.16 11 Kec Budong-budong 91.65 18.04 55.05 95.96 77.74 92.99 75.89 904,197 841,594 93.08 31.89 53.08 3.98 12 Kec Pangak 89.83 38.58 64.35 95.47 85.77 92.58 79.19 750,236 792,765 105.67 39.44 61.12 2.93 13 Kec Topoyo 92.30 44.24 69.49 98.81 94.45 97.49 72.37 808,377 730,944 90.42 42.50 76.26 2.12 14 Kec Karossa 92.94 26.05 60.71 96.53 80.05 93.12 79.83 805,306 1,014,445 125.97 32.37 61.32 2.61 15 Kec Tobadak 95.15 42.03 70.85 98.11 93.43 96.84 85.24 679,812 669,088 98.42 42.94 50.49 6.96
Kabupaten Mamuju 89.30 37.98 64.25 96.49 91.13 94.94 76.64 1,050,226 990,713 94.33 38.12 61.98 3.22
Tabel 11. ( Lanjutan )
P L+P L PNo. Kabupaten/KecamatanTPAK TKK Rata-rata Upah
L P L+P L
284
Berusaha Berusaha Buruh/karyawan Pekerja tidakSendiri di bantu buruh pegawai bayar Lainnya Total
(%) (%) (%) (%) (%) (%)(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Kec Bissappu 56.88 11.49 20.43 10.64 0.57 100.002 Kec Uluere 24.82 31.13 9.25 34.80 100.003 Kec Sinoa 28.59 25.33 6.86 39.05 0.16 100.004 Kec Bantaeng 19.57 23.04 40.94 16.22 0.22 100.005 Kec Eremerasa 12.37 42.47 15.86 29.30 100.006 Kec Tompobulu 43.94 15.35 17.82 22.90 100.007 Kec Pajukukang 10.94 42.34 27.24 19.37 0.11 100.008 Kec Gtrkeke 6.31 40.88 17.01 35.53 0.27 100.00
Kabupaten Bantaeng 25.02 28.83 22.21 23.75 0.18 100.00
1 Kec Mangara Bombang 52.81 17.37 16.06 9.56 4.20 100.002 Kec Mappakasunggu 64.40 6.05 11.32 18.09 0.14 100.003 Kec Polobankeng Selatan 31.29 25.65 20.05 18.50 4.52 100.004 Kec Patallassang 34.81 12.06 44.95 7.36 0.83 100.005 Kec Polobangkeng Utara 42.89 6.34 37.12 13.38 0.27 100.006 Kec Galesong Selatan 36.70 17.69 34.20 11.02 0.40 100.007 Kec Galesong Utara 28.55 10.77 58.24 2.29 0.14 100.00
KabupatenTakalar 41.20 13.38 32.90 11.19 1.33 100.00
1 Kec Bontocani 17.05 55.74 8.31 17.54 1.35 100.002 Kec Kahu 17.09 43.88 17.41 20.27 1.36 100.003 Kec Kajuara 50.40 5.16 34.48 9.00 0.95 100.004 Kec Salomekko 15.28 36.02 7.14 41.57 100.005 Kec Tonra 58.99 11.48 17.06 11.45 1.01 100.006 Kec Patimpeng 37.74 24.81 7.60 28.15 1.70 100.007 Kec Libureng 41.72 9.12 12.43 36.01 0.72 100.008 Kec Mare 21.01 43.56 12.56 22.53 0.35 100.009 Kec Sibulue 40.14 32.99 12.42 13.23 1.22 100.0010 Kec Cina 52.27 11.59 14.30 20.67 1.17 100.0011 Kec Barebbo 32.73 30.05 17.40 19.82 100.0012 Kec Ponre 42.47 21.78 6.80 28.95 100.0013 Kec Lappariaja 34.07 22.26 9.34 33.92 0.41 100.0014 Kec Lamuru 47.04 19.66 13.33 19.63 0.33 100.0015 Kec Tellu Limpoe 43.84 23.08 2.74 30.34 100.0016 Kec Bengo 37.78 19.01 13.08 29.13 1.00 100.0017 Kec Ulaweng 33.32 29.80 10.94 25.35 0.59 100.0018 Kec Palakka 13.55 43.19 12.79 30.30 0.17 100.0019 Kec Awangpone 26.74 32.16 13.33 27.76 100.0020 Kec Tellu Siattinge 12.26 45.18 7.15 32.65 2.76 100.0021 Kec Amali 28.47 23.08 8.31 39.77 0.37 100.0022 Kec Ajangale 46.52 12.82 19.34 21.32 100.0023 Kec Dua Boccoe 18.15 39.10 14.65 26.63 1.47 100.0024 Kec Cenrana 32.28 43.94 9.06 13.08 1.63 100.0025 Kec Tanete Riattang Barat 40.35 13.11 40.21 5.70 0.64 100.0026 Kec Tanete Riattang 42.52 4.55 49.14 2.69 1.10 100.0027 kec Tanete Riattang Timur 21.53 21.25 39.97 16.29 0.96 100.00
Kabupaten Bone 32.36 26.21 17.61 22.94 0.88 100.00
Tabel 12. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan
Kabupaten/KecamatanNo.
285
286
Berusaha Berusaha Buruh/karyawan Pekerja tidakSendiri di bantu buruh pegawai bayar Lainnya Total
(%) (%) (%) (%) (%) (%)(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Kec Tinambung 70.01 1.75 21.42 6.82 100.002 Kec Balanipa 76.00 2.69 15.68 5.39 0.24 100.003 Kec Limboro 69.60 3.53 11.72 15.15 100.004 Kec Tubbi Taramanu 48.66 18.26 2.57 30.50 100.005 Kec Alu 43.05 18.90 5.94 31.41 0.71 100.006 Kec Campalagian 20.95 29.79 20.78 27.70 0.79 100.007 Kec Luyo 9.02 40.98 9.92 39.82 0.26 100.008 Kec Wonomulyo 52.27 4.85 32.43 5.33 5.12 100.009 Kec Mapilli 48.13 6.95 23.22 13.77 7.93 100.0010 Kec Tapango 41.92 19.44 4.95 26.40 7.29 100.0011 Kec Matakali 35.74 20.68 23.57 10.47 9.54 100.0012 Kec Bulo 26.02 29.67 2.80 41.51 100.0013 Kec Polewali 34.95 9.77 46.12 8.90 0.25 100.0014 Kec Binuang 62.49 6.64 15.74 14.76 0.37 100.0015 Kec Anreapi 58.76 9.92 9.54 21.52 0.26 100.0016 Kec Matangnga 5.50 41.25 4.80 48.20 0.25 100.00
Kabupaten Polman 40.17 18.43 17.04 22.28 2.09 100.00
1 Kec Tapalang 20.90 30.35 16.34 32.26 0.15 100.002 Kec Tapalang Barat 22.82 34.99 11.70 30.27 0.22 100.003 Kec Mamuju 27.26 14.38 43.96 14.29 0.11 100.004 Kec Simboro dan kepulauan 33.03 28.11 15.67 22.94 0.26 100.005 Kec Kalukku 27.56 37.56 16.67 17.94 0.27 100.006 Kec Papalang 20.29 34.67 4.89 40.04 0.11 100.007 Kec Sampaya 20.35 40.50 9.74 29.24 0.16 100.008 Kec Tommo 4.90 47.10 8.44 39.56 100.009 Kec Kalimpang 16.18 24.92 0.29 58.61 100.0010 Kec Bonehau 16.48 49.01 6.96 27.56 100.0011 Kec Budong-budong 51.74 14.38 18.66 14.75 0.46 100.0012 Kec Pangak 28.86 31.99 12.17 26.98 100.0013 Kec Topoyo 23.73 30.29 10.70 35.28 100.0014 Kec Karossa 43.79 19.51 8.96 24.99 2.74 100.0015 Kec Tobadak 25.55 30.09 8.28 35.86 0.21 100.00
Kabupaten Mamuju 26.02 30.56 13.35 29.77 0.30 100.00
No. Kabupaten/Kecamatan
Tabel 12. ( Lanjutan )
Rata-rata Penge- Rata-rata Persen- Rata-rata Persen-No. luaran Per Kapita tase Pengeluaran tase Pengeluaran
Per Bulan (Rp) Makan Non Makan(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Kec Bissappu 170,223 66.86 33.14 100.00 2 Kec U luere 157,762 67.98 32.02 100.00 3 Kec Sinoa 163,896 66.80 33.20 100.00 4 Kec Bantaeng 298,104 57.49 42.51 100.00 5 Kec Erem erasa 191,891 68.34 31.66 100.00 6 Kec Tom pobulu 185,171 68.06 31.94 100.00 7 Kec Pajukukang 156,214 67.49 32.51 100.00 8 Kec G trkeke 151,370 69.49 30.51 100.00
Kabupaten Bantaeng 194,419 64.71 35.29 100.00
1 Kec Mangara Bom bang 212,461 74.19 25.81 100.00 2 Kec Mappakasunggu 230,775 70.79 29.21 100.00 3 Kec Polobankeng Selatan 253,003 62.84 37.16 100.00 4 Kec Patallassang 318,131 59.62 40.38 100.00 5 Kec Polobangkeng Utara 278,711 61.56 38.44 100.00 6 Kec Galesong Selatan 242,435 68.05 31.95 100.00 7 Kec Galesong Utara 255,417 61.92 38.08 100.00
KabupatenTakalar 255,744 64.98 35.02 100.00
1 Kec Bontocani 171,728 77.98 22.02 100.00 2 Kec Kahu 195,087 62.75 37.25 100.00 3 Kec Kajuara 201,623 68.06 31.94 100.00 4 Kec Salom ekko 210,216 64.84 35.16 100.00 5 Kec Tonra 185,840 62.34 37.66 100.00 6 Kec Patim peng 225,864 62.88 37.12 100.00 7 Kec Libureng 247,895 58.50 41.50 100.00 8 Kec Mare 193,179 69.10 30.90 100.00
9 Kec Sibulue 179,018 68.89 31.11 100.00 10 Kec C ina 172,740 67.21 32.79 100.00 11 Kec Barebbo 203,758 65.20 34.80 100.00 12 Kec Ponre 174,948 77.21 22.79 100.00 13 Kec Lappariaja 186,986 62.38 37.62 100.00 14 Kec Lam uru 169,461 63.46 36.54 100.00 15 Kec Tellu Lim poe 123,436 81.93 18.07 100.00 16 Kec Bengo 181,625 57.85 42.15 100.00 17 Kec U laweng 174,050 63.81 36.19 100.00 18 Kec Palakka 194,756 73.54 26.46 100.00 19 Kec Awangpone 186,684 62.70 37.30 100.00 20 Kec Tellu Siattinge 188,928 66.25 33.75 100.00 21 Kec Am ali 206,195 66.93 33.07 100.00 22 Kec Ajangale 200,735 61.64 38.36 100.00 23 Kec Dua Boccoe 202,252 61.03 38.97 100.00 24 Kec Cenrana 165,053 67.55 32.45 100.00 25 Kec Tanete R iattang Barat 293,985 59.44 40.56 100.00 26 Kec Tanete R iattang 420,875 52.91 47.09 100.00 27 kec Tanete Riattang T im ur 253,754 59.05 40.95 100.00
Kabupaten Bone 213,961 62.97 37.03 100.00
Kabupaten/Kecam atan Total
Tabel 13. Pengeluaran Rumah Tangga dan Distribusi
287
Rata-rata Penge- Rata-rata Persen- Rata-rata Persen-No. luaran Per Kapita tase Pengeluaran tase Pengeluaran
Per Bulan (Rp) Makan Non Makan(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Kec Tinambung 239,556 74.82 25.18 100.00 2 Kec Balanipa 192,950 73.94 26.06 100.00 3 Kec Limboro 188,509 79.54 20.46 100.00 4 Kec Tubbi Taramanu 200,952 82.05 17.95 100.00 5 Kec Alu 180,912 77.12 22.88 100.00 6 Kec Campalagian 174,006 73.07 26.93 100.00 7 Kec Luyo 179,576 74.94 25.06 100.00 8 Kec Wonomulyo 265,501 60.27 39.73 100.00 9 Kec Mapilli 219,039 66.45 33.55 100.00 10 Kec Tapango 222,973 75.16 24.84 100.00 11 Kec Matakali 226,938 68.51 31.49 100.00 12 Kec Bulo 147,117 78.46 21.54 100.00 13 Kec Polewali 254,234 64.08 35.92 100.00 14 Kec Binuang 164,311 76.72 23.28 100.00 15 Kec Anreapi 166,371 80.35 19.65 100.00 16 Kec Matangnga 164,489 75.27 24.73 100.00
Kabupaten Polman 202,234 71.48 28.52 100.00
1 Kec Tapalang 170,569 75.30 24.70 100.00 2 Kec Tapalang Barat 209,459 71.38 28.62 100.00 3 Kec Mamuju 469,036 47.57 52.43 100.00 4 Kec Simboro dan kepulauan 249,375 60.88 39.12 100.00 5 Kec Kalukku 228,629 68.77 31.23 100.00 6 Kec Papalang 228,189 73.21 26.79 100.00 7 Kec Sampaya 270,311 68.86 31.14 100.00 8 Kec Tommo 213,515 66.52 33.48 100.00 9 Kec Kalimpang 157,453 86.37 13.63 100.00 10 Kec Bonehau 198,313 85.70 14.30 100.00 11 Kec Budong-budong 280,353 68.08 31.92 100.00 12 Kec Pangak 204,373 71.18 28.82 100.00 13 Kec Topoyo 281,804 62.09 37.91 100.00 14 Kec Karossa 216,586 67.77 32.23 100.00 15 Kec Tobadak 271,311 62.35 37.65 100.00
Kabupaten Mamuju 250,206 65.22 34.78 100.00
Total
Tabel 13. ( Lanjutan )
Kabupaten/Kecamatan
288
0
289
Makan MakanJadi Lain
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18)
1 Kec Bissappu 28.65 2.22 1.54 19.13 0.29 4.14 5.88 2.99 2.44 4.59 7.52 2.26 4.72 9.85 3.78 100.002 Kec Uluere 32.23 1.66 1.86 14.70 2.04 3.35 7.70 1.36 2.68 3.88 8.28 1.28 2.97 11.65 4.37 100.003 Kec Sinoa 30.46 2.88 2.96 15.65 0.29 2.59 7.79 2.01 3.44 4.35 6.03 1.58 5.09 9.57 5.32 100.004 Kec Bantaeng 18.22 1.87 1.51 20.36 2.39 5.79 5.57 1.35 3.29 3.49 5.09 1.28 14.23 11.05 4.50 100.005 Kec Eremerasa 25.16 3.03 2.46 15.03 0.24 2.99 8.49 0.85 3.88 4.91 6.99 1.93 6.77 11.82 5.45 100.006 Kec Tompobulu 26.90 3.47 2.32 15.78 1.83 3.45 4.26 1.04 3.47 4.76 6.32 1.77 7.22 13.39 4.02 100.007 Kec Pajukukang 31.59 3.34 1.33 14.53 0.46 3.47 4.34 1.67 3.21 4.85 6.93 2.09 5.69 12.02 4.49 100.008 Kec Gtrkeke 27.58 4.24 2.03 16.18 1.11 3.25 8.92 1.31 3.05 4.68 6.77 2.25 4.77 10.62 3.25 100.00
Kabupaten Bantaeng 25.80 2.72 1.86 17.23 1.21 4.05 6.16 1.58 3.20 4.35 6.46 1.79 7.90 11.30 4.38 100.00
1 Kec Mangara Bombang 25.28 2.40 1.65 18.08 0.44 4.28 6.91 1.39 3.24 4.78 7.59 4.29 3.21 11.13 5.33 100.002 Kec Mappakasunggu 27.15 1.27 0.89 20.81 0.76 2.98 4.07 0.53 2.94 3.75 7.83 3.23 9.03 10.80 3.95 100.003 Kec Polobankeng Selatan 22.22 1.82 1.85 20.09 1.22 3.09 4.27 1.25 3.31 3.91 6.28 2.67 11.06 12.57 4.40 100.004 Kec Patallassang 18.62 2.16 1.25 22.18 3.07 5.90 4.06 1.32 4.47 4.21 7.57 2.12 7.02 9.94 6.11 100.005 Kec Polobangkeng Utara 25.22 1.68 1.14 19.30 1.27 4.91 4.42 1.12 2.79 3.49 5.89 2.35 7.89 12.82 5.71 100.006 Kec Galesong Selatan 25.50 2.32 1.38 17.07 1.71 3.80 5.76 1.30 3.01 3.93 8.13 2.92 6.07 13.20 3.87 100.007 Kec Galesong Utara 24.17 1.58 1.24 16.40 1.24 4.12 5.13 0.97 2.82 3.86 7.44 2.72 8.85 13.05 6.41 100.00
KabupatenTakalar 24.10 1.92 1.32 18.90 1.43 4.25 5.01 1.14 3.20 3.97 7.27 2.87 7.38 12.06 5.18 100.00
1 Kec Bontocani 32.48 2.56 2.09 10.70 1.06 4.75 5.25 1.69 2.93 6.21 7.61 2.41 2.21 12.83 5.20 100.002 Kec Kahu 27.13 2.14 0.89 19.89 0.51 5.44 4.07 1.47 2.84 4.71 6.33 2.78 4.36 12.23 5.22 100.003 Kec Kajuara 27.00 2.47 1.39 20.48 0.80 3.94 3.38 1.10 3.53 4.64 8.06 2.75 3.50 12.81 4.16 100.004 Kec Salomekko 23.88 2.65 2.39 21.52 0.38 4.42 4.19 1.52 3.84 4.87 5.59 2.79 3.24 14.33 4.38 100.005 Kec Tonra 25.99 2.49 1.82 20.33 0.21 4.59 3.57 2.54 3.06 4.49 6.09 2.60 3.61 14.10 4.52 100.006 Kec Patimpeng 22.98 2.85 1.91 18.29 4.76 6.55 3.18 2.38 2.89 6.52 6.69 2.70 2.10 10.78 5.42 100.007 Kec Libureng 24.28 2.47 1.01 18.97 1.37 6.10 4.04 1.96 3.55 4.78 5.52 3.21 3.23 14.53 4.98 100.008 Kec Mare 25.66 2.19 1.00 30.75 0.02 5.03 3.80 1.19 2.72 3.71 5.63 2.61 2.66 9.14 3.88 100.009 Kec Sibulue 26.59 1.58 0.56 29.10 0.06 2.94 3.40 1.22 1.72 5.32 7.69 4.27 2.62 9.34 3.58 100.0010 Kec Cina 30.67 2.17 1.52 19.49 0.21 4.99 4.06 2.14 2.87 4.64 6.21 1.78 1.07 13.18 4.98 100.0011 Kec Barebbo 24.94 1.57 1.58 21.82 0.84 4.57 3.38 1.45 2.93 4.94 6.49 2.99 3.01 14.08 5.40 100.0012 Kec Ponre 25.07 3.11 2.00 15.55 0.78 7.12 3.12 1.93 3.57 6.12 6.99 2.55 3.57 12.17 6.35 100.0013 Kec Lappariaja 27.14 1.71 0.96 20.07 0.87 3.94 6.04 0.99 2.15 5.16 5.26 2.75 5.36 13.72 3.87 100.0014 Kec Lamuru 28.75 2.72 1.34 15.50 1.05 5.13 4.67 1.85 2.87 4.42 4.95 2.72 3.28 14.96 5.79 100.0015 Kec Tellu Limpoe 39.10 3.50 1.55 9.20 0.28 4.69 6.13 0.78 3.32 5.35 6.53 2.28 1.99 11.20 4.09 100.0016 Kec Bengo 26.19 1.64 0.49 17.38 2.48 5.56 4.97 1.03 3.20 5.61 6.49 2.40 2.27 15.83 4.47 100.0017 Kec Ulaweng 28.85 2.39 0.95 20.03 0.43 4.07 2.75 1.40 2.23 5.29 6.74 3.19 3.89 13.04 4.76 100.0018 Kec Palakka 26.08 1.75 1.28 19.33 0.41 5.06 3.80 1.78 2.89 5.81 7.56 3.24 4.38 11.94 4.69 100.0019 Kec Awangpone 26.75 2.00 0.62 23.55 0.11 5.02 4.11 0.55 3.55 5.12 6.43 2.89 2.26 12.13 4.92 100.0020 Kec Tellu Siattinge 35.66 1.95 0.95 24.36 0.44 3.03 3.08 1.66 1.56 4.86 6.32 1.79 2.39 9.48 2.49 100.0021 Kec Amali 22.71 2.24 1.05 19.41 0.88 5.09 3.73 1.56 2.74 5.64 8.11 3.92 4.57 13.61 4.75 100.0022 Kec Ajangale 25.33 1.10 0.56 21.73 0.11 4.41 3.08 1.19 1.99 4.83 6.94 2.36 6.69 13.64 6.03 100.0023 Kec Dua Boccoe 29.52 2.66 1.01 19.00 1.37 5.46 1.90 1.48 2.73 4.93 6.84 2.20 2.67 13.12 5.11 100.0024 Kec Cenrana 30.81 3.13 0.76 19.01 0.02 4.00 2.82 0.77 3.29 6.03 8.05 2.81 1.40 11.41 5.68 100.0025 Kec Tanete Riattang Barat 21.72 1.01 0.85 24.96 1.21 5.82 4.52 1.62 2.25 4.30 4.88 2.55 7.61 10.85 5.85 100.0026 Kec Tanete Riattang 15.86 1.77 1.34 24.17 3.11 7.00 4.96 2.15 3.40 3.89 5.32 3.54 6.37 11.10 6.01 100.0027 kec Tanete Riattang Timur 20.16 1.39 0.63 23.75 0.32 6.92 3.28 1.17 2.25 3.61 6.83 2.92 5.31 15.14 6.29 100.00
Kabupaten Bone 25.58 2.03 1.11 21.42 1.01 5.17 3.88 1.52 2.79 4.83 6.41 2.84 3.98 12.43 5.01 100.00
Kabupaten/KecamatanNo. Total
Tabel 14. Persentase Rata-rata Pengeluaran Per Kapita Makanan Sebulan Menurut Sejenisnya
Beras Jagung Kentang Ikan Daging Telur Minum Bumbu TembakauSayur Kacang Buah Minyak
290
Makan MakanJadi Lain
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18)
1 Kec Tinambung 25.59 1.92 1.49 20.52 0.92 4.82 3.65 1.86 2.70 5.66 6.82 4.24 7.00 9.96 2.85 100.002 Kec Balanipa 31.40 2.00 1.09 21.58 0.14 2.36 2.27 0.93 2.15 5.97 7.86 4.71 4.79 10.27 2.48 100.003 Kec Limboro 29.70 3.12 1.82 23.57 0.47 3.91 2.30 2.14 2.59 5.15 6.69 2.65 2.66 9.59 3.63 100.004 Kec Tubbi Taramanu 35.72 2.86 2.00 15.78 0.10 1.58 2.15 2.25 2.33 4.90 8.95 3.25 2.32 12.08 3.74 100.005 Kec Alu 34.42 2.11 1.76 21.44 0.07 2.35 2.45 1.31 2.54 4.39 7.76 1.92 1.89 12.07 3.51 100.006 Kec Campalagian 34.35 1.66 0.77 24.50 0.59 2.90 2.23 1.28 1.91 3.29 5.00 2.61 3.90 11.48 3.53 100.007 Kec Luyo 28.01 1.34 0.76 22.77 0.38 2.18 2.99 1.33 2.12 3.90 4.80 3.26 6.82 15.60 3.74 100.008 Kec Wonomulyo 28.58 1.46 0.97 19.54 0.70 4.57 3.96 3.17 1.66 4.30 5.34 4.33 4.51 13.69 3.23 100.009 Kec Mapilli 27.82 1.97 0.86 23.62 0.77 3.14 3.33 2.15 1.45 4.50 7.49 3.88 4.44 10.45 4.12 100.0010 Kec Tapango 29.04 1.07 0.57 19.27 0.59 2.59 3.75 1.91 0.69 9.73 5.70 3.97 7.44 10.02 3.65 100.0011 Kec Matakali 25.29 1.52 1.34 21.04 0.51 3.03 2.98 2.47 2.26 4.40 6.62 4.21 4.97 14.82 4.53 100.0012 Kec Bulo 36.64 1.13 0.41 20.62 0.00 1.81 5.31 0.76 1.45 4.34 8.37 2.15 2.18 11.41 3.42 100.0013 Kec Polewali 29.71 0.94 0.81 23.10 1.06 5.12 4.67 1.93 2.39 3.88 5.76 3.06 3.61 10.04 3.92 100.0014 Kec Binuang 36.55 0.76 0.35 21.19 0.15 2.55 3.84 0.55 0.92 3.89 5.59 2.45 7.29 11.09 2.84 100.0015 Kec Anreapi 36.28 1.44 0.78 23.10 0.74 2.24 5.38 1.71 1.26 4.02 5.48 2.58 1.32 10.44 3.24 100.0016 Kec Matangnga 40.64 1.13 0.02 13.76 0.00 1.48 6.82 0.14 0.11 6.64 9.47 2.20 0.19 14.38 3.02 100.00
Kabupaten Polman 31.00 1.63 0.98 21.34 0.51 3.17 3.49 1.77 1.88 4.80 6.52 3.37 4.33 11.72 3.50 100.00
1 Kec Tapalang 27.80 2.43 1.13 23.85 0.78 3.24 3.93 1.55 1.78 3.83 8.14 2.87 2.07 14.17 2.42 100.002 Kec Tapalang Barat 30.43 3.29 2.12 17.74 0.08 1.87 3.55 1.01 2.89 5.12 10.50 3.74 3.14 11.52 3.01 100.003 Kec Mamuju 19.56 2.08 1.43 21.32 3.67 6.28 4.50 2.20 2.61 4.61 6.63 3.41 5.64 11.32 4.76 100.004 Kec Simboro dan kepulauan 23.80 2.39 1.23 20.62 0.68 3.06 4.11 0.86 2.64 5.21 7.16 3.72 3.67 16.40 4.44 100.005 Kec Kalukku 27.17 2.42 2.01 18.86 0.77 4.77 3.57 1.99 2.25 5.10 7.32 2.96 4.36 12.80 3.65 100.006 Kec Papalang 24.67 1.68 1.65 21.35 1.46 3.51 4.00 2.01 2.23 4.88 9.46 5.02 2.60 12.10 3.39 100.007 Kec Sampaya 25.27 2.71 1.34 16.05 0.57 4.54 4.84 2.41 2.69 5.25 8.81 5.60 2.36 13.39 4.18 100.008 Kec Tommo 31.22 2.05 1.51 12.86 0.44 4.01 4.27 1.89 2.09 5.33 6.87 3.00 3.58 16.62 4.25 100.009 Kec Kalimpang 44.19 4.26 3.46 3.70 3.48 2.55 4.40 0.25 2.21 4.94 7.95 3.08 4.60 7.67 3.24 100.0010 Kec Bonehau 41.15 1.81 3.16 7.34 0.87 2.87 5.71 1.79 2.13 4.96 10.14 2.50 0.51 12.03 3.04 100.0011 Kec Budong-budong 26.33 3.58 1.71 13.83 0.67 5.38 3.49 2.69 2.30 5.61 7.97 3.86 3.07 14.67 4.83 100.0012 Kec Pangak 27.64 2.63 0.82 14.09 1.78 2.76 7.06 3.23 1.97 5.95 8.98 5.18 2.57 11.09 4.25 100.0013 Kec Topoyo 27.75 2.09 1.20 15.78 0.51 4.22 4.46 4.44 2.11 5.15 7.23 3.60 5.08 12.48 3.89 100.0014 Kec Karossa 33.15 1.93 1.48 16.68 0.12 2.74 3.69 1.63 1.99 5.01 7.96 3.17 2.07 14.60 3.79 100.0015 Kec Tobadak 28.48 2.00 1.84 9.88 1.93 4.63 7.26 2.61 2.91 5.22 7.50 5.22 1.92 13.26 5.32 100.00
Kabupaten Mamuju 27.59 2.41 1.64 16.66 1.20 4.08 4.45 2.11 2.35 5.09 7.82 3.78 3.46 13.31 4.06 100.00
Bumbu Tembakau TotalKacang Buah Minyak Minum
Tabel 14. ( Lanjutan )
No. Kabupaten/Kecamatan Beras Jagung Kentang Ikan Daging Telur Sayur
291
Aneka Pakaian BarangBarang Tahan Lama
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Kec Bissappu 58.02 30.02 6.07 2.39 1.64 1.85 100.002 Kec Uluere 39.79 40.42 14.88 2.30 1.75 0.85 100.003 Kec Sinoa 45.54 37.17 8.67 6.98 0.83 0.82 100.004 Kec Bantaeng 47.17 32.25 8.97 4.43 4.34 2.84 100.005 Kec Eremerasa 42.27 36.87 12.83 5.07 1.56 1.41 100.006 Kec Tompobulu 49.52 32.45 8.72 5.75 2.84 0.72 100.007 Kec Pajukukang 46.79 35.60 7.81 7.31 1.97 0.52 100.008 Kec Gtrkeke 45.15 36.35 7.92 5.68 3.94 0.95 100.00
Kabupaten Bantaeng 47.86 33.74 8.99 4.80 2.89 1.72 100.00
1 Kec Mangara Bombang 48.02 31.97 8.27 4.51 2.46 4.77 100.002 Kec Mappakasunggu 45.99 35.95 7.06 7.35 1.49 2.17 100.003 Kec Polobankeng Selatan 34.72 36.75 10.60 11.18 4.18 2.56 100.004 Kec Patallassang 44.16 34.83 8.28 5.86 4.42 2.44 100.005 Kec Polobangkeng Utara 36.69 38.16 7.80 11.73 2.56 3.07 100.006 Kec Galesong Selatan 43.90 36.82 9.46 4.63 2.46 2.74 100.007 Kec Galesong Utara 41.58 34.15 12.11 9.12 1.12 1.91 100.00
KabupatenTakalar 41.44 35.75 9.24 8.11 2.72 2.74 100.00
1 Kec Bontocani 50.17 26.34 7.41 7.87 5.52 2.69 100.002 Kec Kahu 39.67 37.83 7.55 8.58 5.86 0.52 100.003 Kec Kajuara 47.17 29.05 7.80 6.37 3.70 5.90 100.004 Kec Salomekko 45.75 35.47 6.58 4.70 4.23 3.28 100.005 Kec Tonra 50.27 33.77 3.59 3.82 3.92 4.64 100.006 Kec Patimpeng 43.65 33.95 9.05 6.81 2.82 3.72 100.007 Kec Libureng 50.38 31.23 6.02 7.06 3.69 1.62 100.008 Kec Mare 42.59 41.86 5.28 3.68 5.95 0.64 100.009 Kec Sibulue 44.13 34.43 10.51 5.59 4.48 0.85 100.0010 Kec Cina 44.50 33.31 6.34 7.21 4.02 4.62 100.0011 Kec Barebbo 41.21 32.23 7.91 12.82 4.88 0.95 100.0012 Kec Ponre 37.55 40.19 6.02 6.34 7.38 2.52 100.0013 Kec Lappariaja 42.26 33.79 8.33 6.43 4.44 4.75 100.0014 Kec Lamuru 50.43 23.52 6.65 10.82 4.67 3.91 100.0015 Kec Tellu Limpoe 38.84 25.57 11.75 7.91 10.31 5.61 100.0016 Kec Bengo 45.97 26.95 8.19 10.66 4.17 4.07 100.0017 Kec Ulaweng 53.08 28.96 5.61 4.62 5.05 2.69 100.0018 Kec Palakka 47.24 32.01 8.79 5.65 5.13 1.18 100.0019 Kec Awangpone 39.31 34.23 6.55 12.11 4.36 3.44 100.0020 Kec Tellu Siattinge 45.73 31.09 7.44 6.93 4.60 4.21 100.0021 Kec Amali 42.71 29.95 12.71 7.72 4.69 2.21 100.0022 Kec Ajangale 36.44 31.76 18.50 10.40 2.31 0.58 100.0023 Kec Dua Boccoe 37.39 32.92 9.83 13.50 4.36 2.01 100.0024 Kec Cenrana 39.50 40.54 7.06 7.48 3.06 2.35 100.0025 Kec Tanete Riattang Barat 51.28 31.17 8.34 3.37 4.40 1.45 100.0026 Kec Tanete Riattang 48.09 35.10 6.58 5.11 3.25 1.86 100.0027 kec Tanete Riattang Timur 39.52 30.88 7.92 15.21 4.12 2.35 100.00
Kabupaten Bone 44.85 32.75 8.00 7.78 4.20 2.42 100.00
Tabel 15. Komposisi Pengeluaran Per Kapita Non-Makanan
Kabupaten/KecamatanNo.Pajak PestaPerumahan
Rata-rata Pengeluaran Per Kapita Kelompok Bukan MakananTotal
292
Aneka Pakaian BarangBarang Tahan Lama
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Kec Tinambung 47.31 37.24 6.47 7.31 1.40 0.27 100.002 Kec Balanipa 52.37 29.77 7.10 7.29 1.31 2.17 100.003 Kec Limboro 44.01 43.92 7.11 3.65 1.22 0.08 100.004 Kec Tubbi Taramanu 42.89 36.31 9.73 8.00 1.52 1.56 100.005 Kec Alu 54.33 30.03 7.70 5.84 0.67 1.44 100.006 Kec Campalagian 46.07 35.54 5.86 9.91 1.52 1.10 100.007 Kec Luyo 45.10 35.36 8.17 8.85 1.89 0.63 100.008 Kec Wonomulyo 58.07 30.82 4.84 2.59 3.05 0.62 100.009 Kec Mapilli 47.05 34.62 6.10 8.34 1.90 1.99 100.0010 Kec Tapango 45.65 37.73 8.58 4.95 2.67 0.42 100.0011 Kec Matakali 42.04 35.77 7.57 7.88 2.21 4.52 100.0012 Kec Bulo 44.10 41.07 8.84 3.97 2.03 0.00 100.0013 Kec Polewali 55.98 28.99 5.43 3.13 5.11 1.35 100.0014 Kec Binuang 41.37 43.90 6.94 3.45 2.02 2.31 100.0015 Kec Anreapi 45.45 40.57 5.94 4.76 3.02 0.26 100.0016 Kec Matangnga 44.34 34.85 10.48 7.93 2.39 0.00 100.00
Kabupaten Polman 49.83 34.24 6.54 5.75 2.44 1.19 100.00
1 Kec Tapalang 53.74 30.64 5.82 4.71 2.11 2.98 100.002 Kec Tapalang Barat 51.10 32.64 6.77 5.12 2.25 2.12 100.003 Kec Mamuju 62.94 25.42 5.01 3.99 1.49 1.15 100.004 Kec Simboro dan kepulauan 57.48 28.84 8.25 2.78 1.84 0.80 100.005 Kec Kalukku 46.64 37.50 5.89 5.82 2.04 2.10 100.006 Kec Papalang 47.45 30.71 8.21 7.35 2.41 3.87 100.007 Kec Sampaya 44.67 28.62 7.27 15.61 2.79 1.04 100.008 Kec Tommo 36.83 39.38 12.41 6.23 4.67 0.49 100.009 Kec Kalimpang 44.01 30.91 15.95 6.21 0.61 2.31 100.0010 Kec Bonehau 54.71 30.26 9.04 3.39 1.33 1.26 100.0011 Kec Budong-budong 43.05 38.39 7.28 6.89 2.53 1.87 100.0012 Kec Pangak 44.13 36.15 8.11 3.93 2.46 5.22 100.0013 Kec Topoyo 55.82 27.68 6.74 4.32 3.74 1.69 100.0014 Kec Karossa 44.71 32.61 7.65 12.73 1.38 0.92 100.0015 Kec Tobadak 41.83 28.18 6.91 17.26 1.94 3.89 100.00
Kabupaten Mamuju 51.08 31.03 7.15 6.69 2.24 1.82 100.00
No. Kabupaten/KecamatanRata-rata Pengeluaran Per Kapita Kelompok Bukan Makanan
TotalPerumahan Pajak Pesta
Tabel 15. ( Lanjutan )
293
TVW arna
(1) (2 ) (3 ) (4 ) (5) (6) (7)
1 Kec B issappu 46.80 51.40 26.40 33.00 24.80 2 Kec U luere 68.67 31.00 37.67 24.67 16.00 3 Kec S inoa 50.00 21.67 29.67 10.33 11.00 4 Kec Bantaeng 73.80 64.20 25.20 42.80 40.80 5 Kec Erem erasa 62.75 25.00 39.50 16.75 20.75 6 Kec Tom pobu lu 55.80 34.00 25.40 19.00 24.80 7 Kec Pa jukukang 50.00 27.60 34.60 13.00 23.60 8 Kec G trkeke 58.75 29.25 36.25 14.50 27.75
K ab upaten B antaeng 58.13 39.04 30.69 23.92 25.83
1 Kec M angara Bom bang 61.63 58.17 19.47 14.20 29.14 2 Kec M appakasunggu 47.98 60.07 13.98 11.43 38.11 3 Kec Po lobankeng Selatan 62.39 73.98 28.20 22.57 39.60 4 Kec Pata llassang 56.65 74.03 14.42 32.42 49.43 5 Kec Po lobangkeng U tara 61.02 68.77 46.19 19.60 43.40 6 Kec G alesong Selatan 59.84 68.98 4 .81 11.99 40.43 7 Kec G alesong U tara 64.17 73.46 5 .99 18.17 35.59
K ab upatenTakalar 59.94 68.49 20.00 18.56 39.34
1 Kec Bontocani 51.68 22.24 43.47 13.47 21.68 2 Kec Kahu 51.95 47.62 55.79 27.94 46.02 3 Kec Ka juara 65.40 43.39 52.07 21.77 23.30 4 Kec Sa lom ekko 75.98 41.10 64.33 27.44 33.66 5 Kec Tonra 75.66 58.43 53.74 45.71 39.06 6 Kec Patim peng 54.86 44.85 70.01 41.23 39.28 7 Kec L ibureng 63.95 55.33 67.16 29.33 45.72 8 Kec M are 60.99 50.67 44.21 39.79 44.48 9 Kec S ibu lue 63.01 49.39 47.82 32.82 35.97
10 Kec C ina 70.06 47.89 51.20 48.33 38.80 11 Kec Barebbo 82.50 53.91 30.53 44.69 34.44 12 Kec Ponre 72.68 28.72 50.64 85.64 32.59 13 Kec Lapparia ja 51.73 64.53 46.29 30.94 36.89 14 Kec Lam uru 64.77 43.38 53.74 61.19 31.75 15 Kec Te llu L im poe 38.26 16.01 77.44 94.26 13.96 16 Kec Bengo 72.93 52.74 33.82 31.49 30.74 17 Kec U laweng 71.25 50.23 19.49 39.47 31.21 18 Kec Pa lakka 76.82 41.10 52.27 57.57 30.27 19 Kec Aw angpone 84.19 51.64 47.63 53.65 38.25 20 Kec Te llu S ia ttinge 71.02 49.33 28.26 30.60 32.20 21 Kec Am ali 71.71 45.49 11.98 21.05 34.01 22 Kec A jangale 86.41 54.82 15.59 28.80 26.79 23 Kec D ua Boccoe 75.57 65.78 14.43 49.55 31.19 24 Kec C enrana 81.50 56.01 25.33 23.39 43.68 25 Kec Tanete R ia ttang Bara t 71.43 74.16 16.26 49.43 60.37 26 Kec Tanete R ia ttang 80.39 83.80 11.61 50.23 66.05 27 kec Tanete R iattang T im ur 70.84 78.05 17.20 49.47 44.83
K ab upaten B one 69.68 53.71 37.57 40.53 38.17
Tabel 16. K epem ilikan aset d i R um ah Tangga
K endaraanK ab upaten /K ecam atanNo . Ternak
Jen is A set
Em as Tabung an
294
TVWarna
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Kec Tinambung 55.48 61.99 29.78 37.01 25.98 2 Kec Balanipa 66.16 42.80 34.03 24.32 13.39 3 Kec Limboro 67.92 37.71 51.35 27.01 17.97 4 Kec Tubbi Taramanu 77.46 9.39 44.40 30.07 10.19 5 Kec Alu 87.61 23.77 70.77 23.70 11.10 6 Kec Campalagian 64.23 52.41 34.06 30.35 22.41 7 Kec Luyo 51.76 27.30 34.58 20.03 21.79 8 Kec Wonomulyo 68.59 71.94 32.28 37.04 52.47 9 Kec Mapilli 68.28 52.02 17.00 35.48 31.68 10 Kec Tapango 52.49 37.71 7.47 13.22 34.60 11 Kec Matakali 56.56 48.97 10.15 18.89 38.30 12 Kec Bulo 47.39 15.01 10.27 15.01 14.38 13 Kec Polewali 63.89 74.06 7.07 45.36 42.00 14 Kec Binuang 41.68 46.64 11.91 18.36 33.08 15 Kec Anreapi 24.31 32.13 10.01 10.01 28.41 16 Kec Matangnga 48.66 10.23 12.98 4.49 15.47
Kabupaten Polman 60.94 44.25 26.22 26.99 27.38
1 Kec Tapalang 63.20 45.28 16.16 27.28 34.05 2 Kec Tapalang Barat 65.41 41.54 23.20 20.34 26.88 3 Kec Mamuju 70.23 65.60 6.69 50.44 52.60 4 Kec Simboro dan kepulauan 60.55 39.60 14.22 20.83 38.25 5 Kec Kalukku 69.06 42.50 24.98 17.67 39.43 6 Kec Papalang 70.86 43.83 31.31 11.96 39.53 7 Kec Sampaya 62.76 34.98 9.48 19.51 42.55 8 Kec Tommo 43.12 22.76 20.27 15.28 29.05 9 Kec Kalimpang 3.54 1.43 34.00 1.46 1.12
10 Kec Bonehau 19.68 15.68 16.32 5.61 12.56 11 Kec Budong-budong 61.75 29.97 11.42 16.39 42.40 12 Kec Pangak 39.31 22.16 28.26 14.36 26.00 13 Kec Topoyo 74.86 39.98 13.51 31.42 52.06 14 Kec Karossa 54.15 28.47 16.19 8.11 29.23 15 Kec Tobadak 43.26 30.37 20.45 15.26 46.54
Kabupaten Mamuju 56.78 35.41 18.80 19.14 36.76
Tabel 16. ( Lanjutan )
No. Kabupaten/KecamatanJenis Aset
Emas Ternak Tabungan Kendaraan
295
% RT Rata-rata Luas % Rt Rata-rata Rata-rataUsaha Tanaman Luas Usaha per RT Usaha Usaha Tanaman Luas Usaha per RT Pohon di-
padi (Ha) < 0,5 Ha Kakao (Ha) usahakan per RT(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Kec Bissappu 28.00 0,72 30,002 Kec Uluere 16.33 0,52 20,413 Kec Sinoa 7.33 1,72 36,364 Kec Bantaeng 21.20 0,77 40,575 Kec Eremerasa 27.25 0,74 46,796 Kec Tompobulu 15.00 0,41 54,677 Kec Pajukukang 36.20 0,81 19,898 Kec Gtrkeke 31.50 0,85 48,41
Kabupaten Bantaeng 24.13 0,73 35,86
1 Kec Mangara Bombang 30.85 1,52 33,612 Kec Mappakasunggu 25.75 2,29 29,113 Kec Polobankeng Selatan 76.97 0,53 54,114 Kec Patallassang 32.42 0,95 59,845 Kec Polobangkeng Utara 61.83 0,30 82,536 Kec Galesong Selatan 40.66 0,55 72,887 Kec Galesong Utara 23.33 1,23 58,15
KabupatenTakalar 42.46 0,77 62,49
1 Kec Bontocani 58.24 2,14 28,872 Kec Kahu 17.37 0,59 64,083 Kec Kajuara 23.21 1,00 68,144 Kec Salomekko 6.68 1,38 10,055 Kec Tonra 40.43 1,02 18,766 Kec Patimpeng 46.91 0,50 66,917 Kec Libureng 39.36 0,80 29,318 Kec Mare 14.82 1,26 6,939 Kec Sibulue 18.20 2,93 39,5810 Kec Cina 22.48 1,38 20,9411 Kec Barebbo 13.29 0,98 32,0112 Kec Ponre 69.79 1,26 21,5713 Kec Lappariaja 50.53 1,00 23,9014 Kec Lamuru 68.40 1,03 16,4215 Kec Tellu Limpoe 29.97 1,46 19,7716 Kec Bengo 70.00 1,19 20,3217 Kec Ulaweng 70.50 1,07 12,4218 Kec Palakka 52.00 0,69 56,1519 Kec Awangpone 32.41 1,81 25,8520 Kec Tellu Siattinge 69.80 0,94 25,7621 Kec Amali 71.18 0,93 20,6822 Kec Ajangale 31.22 0,90 21,7723 Kec Dua Boccoe 43.28 2,05 25,4424 Kec Cenrana 15.58 1,24 30,4625 Kec Tanete Riattang Barat 12.98 1,70 13,7026 Kec Tanete Riattang 5.60 2,63 0,0027 kec Tanete Riattang Timur 4.79 0,82 33,25
Kabupaten Bone 35.22 1,20 27,37
Kabupaten/KecamatanNo.
Tabel 17. Potensi Ekonomi Lokal
296
% RT Rata-rata Luas % Rt Rata-rata Rata-rataUsaha Tanaman Luas Usaha per RT Usaha Usaha Tanaman Luas Usaha per RT Pohon di-
padi (Ha) < 0,5 Ha Kakao (Ha) usahakan per RT
1 Kec Tinambung 8.51 0,53 1242 Kec Balanipa 12.76 0,89 4873 Kec Limboro 48.09 0,44 2254 Kec Tubbi Taramanu 98.73 1,02 6665 Kec Alu 63.59 0,76 4126 Kec Campalagian 42.22 0,71 4677 Kec Luyo 78.52 1,11 5998 Kec Wonomulyo 9.24 0,79 3459 Kec Mapilli 48.09 0,88 38810 Kec Tapango 81.06 0,81 63611 Kec Matakali 47.77 0,71 36612 Kec Bulo 97.37 0,90 67513 Kec Polewali 9.46 0,80 38114 Kec Binuang 45.64 0,63 44815 Kec Anreapi 78.74 0,79 51116 Kec Matangnga 96.82 1,04 731
Kabupaten Polman 49.20 0,85 543
1 Kec Tapalang 84.55 0,87 4532 Kec Tapalang Barat 72.25 0,63 3953 Kec Mamuju 20.70 0,97 3784 Kec Simboro dan kepulauan 74.59 0,95 4555 Kec Kalukku 58.80 1,29 4986 Kec Papalang 71.09 1,42 7227 Kec Sampaya 65.66 1,63 7268 Kec Tommo 90.99 1,61 7459 Kec Kalimpang 29.15 1,15 68910 Kec Bonehau 93.34 1,02 59811 Kec Budong-budong 67.39 1,06 62312 Kec Pangak 49.28 0,97 45213 Kec Topoyo 61.72 1,63 72414 Kec Karossa 74.21 1,42 62615 Kec Tobadak 84.54 1,36 715
Kabupaten Mamuju 66.23 1,24 596
No. Kabupaten/Kecamatan
Tabel 17. ( Lanjutan )
297
Indeks Lokasi Tujuan 1 Tujuan 2 Tujuan 3 Tujuan 4 Tujuan 5 Tujuan 6 Tujuan 7 Komposit Peringkat
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
1 Kec Bissappu 0.54 0.45 0.62 0.59 0.67 0.59 0.64 0.59 22 Kec Uluere 0.52 0.30 0.48 0.47 0.55 0.72 0.42 0.49 73 Kec Sinoa 0.51 0.32 0.66 0.56 0.49 0.60 0.44 0.51 64 Kec Bantaeng 0.44 0.58 0.62 0.44 0.55 0.66 0.71 0.57 35 Kec Eremerasa 0.57 0.28 0.59 0.49 0.32 0.72 0.63 0.51 56 Kec Tompobulu 0.56 0.47 0.70 0.48 0.52 0.77 0.60 0.59 17 Kec Pajukukang 0.50 0.18 0.58 0.37 0.47 0.65 0.54 0.47 88 Kec Gtrkeke 0.53 0.51 0.57 0.54 0.54 0.61 0.50 0.54 4
Kabupaten Bantaeng 0.66 0.41 0.61 0.48 0.53 0.66 0.58 0.56
1 Kec Mangara Bombang 0.53 0.47 0.72 0.59 0.52 0.76 0.60 0.60 42 Kec Mappakasunggu 0.60 0.56 0.61 0.45 0.51 0.72 0.52 0.57 63 Kec Polobankeng Selatan 0.59 0.62 0.56 0.57 0.81 0.87 0.60 0.66 24 Kec Patallassang 0.55 0.69 0.66 0.59 0.70 0.82 0.73 0.68 15 Kec Polobangkeng Utara 0.53 0.59 0.57 0.46 0.63 0.76 0.56 0.59 56 Kec Galesong Selatan 0.50 0.53 0.56 0.50 0.54 0.57 0.63 0.55 77 Kec Galesong Utara 0.57 0.51 0.61 0.67 0.62 0.63 0.68 0.61 3
KabupatenTakalar 0.72 0.56 0.61 0.55 0.61 0.71 0.62 0.63
1 Kec Bontocani 0.35 0.67 0.67 0.40 0.35 0.77 0.38 0.51 252 Kec Kahu 0.49 0.93 0.64 0.47 0.48 0.81 0.58 0.63 53 Kec Kajuara 0.48 0.67 0.65 0.55 0.45 0.74 0.58 0.59 174 Kec Salomekko 0.53 0.77 0.63 0.57 0.43 0.75 0.47 0.59 165 Kec Tonra 0.43 0.82 0.60 0.53 0.56 0.64 0.53 0.59 196 Kec Patimpeng 0.47 0.50 0.88 0.38 0.44 0.68 0.62 0.57 237 Kec Libureng 0.52 0.63 0.60 0.60 0.55 0.74 0.54 0.60 158 Kec Mare 0.43 0.74 0.71 0.42 0.45 0.73 0.54 0.58 229 Kec Sibulue 0.49 0.78 0.80 0.49 0.44 0.75 0.48 0.60 1010 Kec Cina 0.56 0.85 0.57 0.57 0.46 0.78 0.57 0.62 611 Kec Barebbo 0.50 0.76 0.51 0.61 0.52 0.92 0.63 0.64 412 Kec Ponre 0.41 0.77 0.60 0.54 0.64 0.75 0.48 0.60 1413 Kec Lappariaja 0.55 0.69 0.54 0.60 0.57 0.82 0.47 0.60 1314 Kec Lamuru 0.51 0.67 0.54 0.54 0.50 0.67 0.61 0.58 2015 Kec Tellu Limpoe 0.29 0.43 0.67 0.42 0.46 0.55 0.37 0.46 2716 Kec Bengo 0.44 0.64 0.41 0.62 0.63 0.77 0.54 0.58 2117 Kec Ulaweng 0.50 0.64 0.48 0.49 0.39 0.86 0.50 0.55 2418 Kec Palakka 0.55 0.62 0.60 0.62 0.51 0.92 0.45 0.61 819 Kec Awangpone 0.48 0.62 0.60 0.52 0.45 0.90 0.55 0.59 1820 Kec Tellu Siattinge 0.69 0.70 0.53 0.52 0.57 0.73 0.54 0.61 721 Kec Amali 0.52 0.73 0.61 0.61 0.42 0.77 0.53 0.60 1222 Kec Ajangale 0.51 0.75 0.72 0.68 0.46 0.80 0.52 0.64 323 Kec Dua Boccoe 0.55 0.60 0.64 0.63 0.50 0.79 0.50 0.60 1124 Kec Cenrana 0.49 0.55 0.63 0.32 0.39 0.72 0.37 0.50 2625 Kec Tanete Riattang Barat 0.52 0.71 0.68 0.64 0.56 0.73 0.81 0.66 226 Kec Tanete Riattang 0.52 0.67 0.66 0.62 0.72 0.75 0.81 0.68 127 kec Tanete Riattang Timur 0.52 0.66 0.64 0.48 0.46 0.84 0.62 0.60 9
Kabupaten Bone 0.63 0.69 0.61 0.54 0.50 0.78 0.55 0.62
No. Kabupaten/Kecamatan
Tabel 18. Indeks Komposit MDGs
298
Indeks Lokasi Tujuan 1 Tujuan 2 Tujuan 3 Tujuan 4 Tujuan 5 Tujuan 6 Tujuan 7 Komposit Peringkat
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
1 Kec Tinambung 0.46 0.72 0.67 0.67 0.46 0.72 0.43 0.59 '42 Kec Balanipa 0.41 0.48 0.73 0.62 0.42 0.58 0.45 0.53 103 Kec Limboro 0.38 0.40 0.53 0.68 0.35 0.82 0.43 0.51 134 Kec Tubbi Taramanu 0.30 0.58 0.47 0.57 0.33 0.72 0.41 0.48 155 Kec Alu 0.49 0.54 0.57 0.60 0.40 0.76 0.31 0.52 116 Kec Campalagian 0.45 0.55 0.51 0.55 0.23 0.89 0.47 0.52 127 Kec Luyo 0.50 0.51 0.64 0.63 0.32 0.82 0.46 0.55 '98 Kec Wonomulyo 0.58 0.70 0.51 0.74 0.69 0.87 0.70 0.68 '19 Kec Mapilli 0.52 0.62 0.66 0.51 0.49 0.79 0.47 0.58 '610 Kec Tapango 0.47 0.53 0.69 0.57 0.58 0.77 0.50 0.59 '511 Kec Matakali 0.46 0.50 0.61 0.73 0.56 0.80 0.58 0.60 '312 Kec Bulo 0.40 0.13 0.25 0.48 0.36 0.77 0.35 0.39 1613 Kec Polewali 0.48 0.64 0.56 0.77 0.68 0.68 0.75 0.65 '214 Kec Binuang 0.38 0.47 0.52 0.81 0.50 0.84 0.49 0.57 '715 Kec Anreapi 0.33 0.52 0.58 0.70 0.65 0.76 0.39 0.56 '816 Kec Matangnga 0.54 0.47 0.64 0.38 0.36 0.74 0.44 0.51 14
Kabupaten Polman 0.58 0.51 0.56 0.61 0.44 0.78 0.49 0.57
1 Kec Tapalang 0.37 0.65 0.59 0.59 0.44 0.61 0.54 0.54 '92 Kec Tapalang Barat 0.53 0.75 0.43 0.49 0.17 0.49 0.42 0.47 133 Kec Mamuju 0.31 0.48 0.64 0.67 0.56 0.67 0.68 0.57 '44 Kec Simboro dan kepulauan 0.38 0.46 0.50 0.48 0.30 0.53 0.40 0.44 145 Kec Kalukku 0.45 0.52 0.59 0.63 0.45 0.71 0.49 0.55 '76 Kec Papalang 0.43 0.56 0.57 0.60 0.44 0.70 0.53 0.55 '87 Kec Sampaya 0.40 0.48 0.47 0.68 0.49 0.66 0.57 0.54 108 Kec Tommo 0.55 0.69 0.55 0.73 0.57 0.60 0.48 0.59 '29 Kec Kalimpang 0.29 0.44 0.46 0.27 0.22 0.51 0.11 0.33 1510 Kec Bonehau 0.40 0.56 0.74 0.52 0.32 0.66 0.44 0.52 1111 Kec Budong-budong 0.44 0.72 0.49 0.47 0.53 0.55 0.43 0.52 1212 Kec Pangak 0.47 0.66 0.58 0.68 0.62 0.54 0.54 0.58 '313 Kec Topoyo 0.50 0.60 0.60 0.66 0.49 0.77 0.62 0.61 '114 Kec Karossa 0.43 0.61 0.54 0.69 0.44 0.72 0.48 0.56 '615 Kec Tobadak 0.44 0.56 0.61 0.62 0.49 0.62 0.59 0.56 '5
Kabupaten Mamuju 0.54 0.57 0.56 0.60 0.44 0.63 0.49 0.55
Tabel 18. ( Lanjutan )
No. Kabupaten/Kecamatan
299
301
Lampiran 2
PEMBIAYAAN PENCAPAIAN MDGs DI SULAWESI SELATAN
1. Pengantar Secara nasional, dari beberapa tujuan MDGs, terdapat beberapa tujuan yang dianggap berkembang sesuai harapan (on-track), atau masih jauh dari harapan dan beberapa di antaranya mungkin tidak tercapai (off-track). Status dalam klasifikasi off-track tersebut nampaknya berkaitan erat dengan kendala strategis penempatan upaya pencapaian MDGs sebagai prioritas nasional, atau beratnya upaya untuk mencapai kondisi yang diharapkan karena permasalahan struktural dan operasional. Biaya dan anggaran yang tersedia adalah salah satu faktor dominan yang dihadapi banyak negara berkembang dalam menempatkan upaya pencapaian MDGs sebagai prioritas. Makalah ini mencoba menghitung estimasi kebutuhan biaya yang diperlukan untuk mencapai MDGs bidang pendidikan, kesehatan, dan air minum serta sanitasi di Propinsi Sulawesi Selatan. Penghitungan dilakukan untuk memberikan gambaran, berapa biaya yang harus dipenuhi jika MDGs ingin dicapai pada tahun 2015. Penghitungan kebutuhan biaya untuk pencapaian MDGs di Sulawesi Selatan dilakukan untuk memberikan gambaran umum mengenai jumlah dana yang diperlukan. Penghitungan kebutuhan biaya MDGs untuk tingkat nasional telah dilakukan oleh Bappenas pada tahun 2007 untuk tujuan yang terkait dengan pendidikan (Tujuan 2 dan 3), Bidang kesehatan (tujuan 4, 5, dan 6), serta air minum dan sanitasi (Tujuan 7 target 10). Penghitungan ini mampu memberikan gambaran, bagaimana membiayai intervensi-intervensi prioritas untuk mendukung pencapaian tujuan-tujuan MDG tersebut dalam skala nasional. Permasalahan pendidikan, kesehatan dan air minum dan sanitasi merupakan permasalahan utama yang paling serius dihadapi di Indonesia. Sedangkan kebutuhan pembiayaan untuk tujuan lain (kemiskinan, dan lingkungan hidup) belum dihitung, karena keterbatasan referensi. Selain itu, penghitungan
302
penurunan kemiskinan, pada dasarnya juga meliputi upaya untuk peningkatan pendidikan, kesehatan dan air minum serta sanitasi.
Pendekatan penghitungan dilakukan dengan metode need assesment atau sering disebut metode mikro yaitu menghitung biaya-biaya intervensi yang terkait langsung dengan pencapaian MDGs. Dengan metode ini, penghitungan dilakukan dengan terlebih dahulu menyusun daftar intervensi yang perlu dibiayai, besaran masalah/intervensi tersebut, dan biaya satuan yang diperlukan. Metode ini cenderung lebih rumit karena memerlukan biaya satuan setiap unit intervensi. Namun metode ini mempunyai keunggulan untuk merefleksikan kebutuhan yang sesungguhnya dalam upaya pencapain MDGs. Selain itu pengguna dapat kembali merinci, dari dan untuk apa saja biaya itu diperlukan serta berapa target dari setiap intervensi tersebut.
Penyusunan makalah ini didasarkan metode penghitungan pada buku Pembiayaan Pencapaian MDGs di Indonesia yang diterbitkan pada tahun 2007 oleh Bappenas. Buku tersebut menghitung kebutuhan untuk mencapai MDGs di Indonesia dengan metode need assesment. Penyesuaian dilakukan dengan menggunakan data-data tingkat Propinsi Sulawesi Selatan, baik data cakupan pendidikan, prevalensi berbagai penyakit dan sasaran, serta cakupan air bersih dan sanitasi. Perlu diperhatkan bahwa satuan biaya yang digunakan dalam kajian ini adalah satuan biaya untuk tingkat nasional, sehingga diperlukan penyesuaian dengan indeks kemahalan di Sulawesi Selatan untuk mendapat gambaran yang lebih akurat.
2. Asumsi dan Keterbatasan 1. Penghitungan pembiayaan MDGs ini mengunakan pendekatan need
assesment berdasarkan biaya individu intervensi (pendekatan mikro), bukan pendekatan makro dengan menggunakan perhitungan biaya agregat. Metode ini telah banyak digunakan untuk menghitung kebutuhan biaya MDGs diberbagai negara. Kelebihan dari metode ini adalah bahwa rincian pembiayaan dapat memberikan petunjuk langsung kepada pada pengambil keputusan tentang bagaimana pembiayaan harus dialokasikan antar-sektor, program dan kegiatan. Dengan pendekatan biaya individu,
303
maka pengambil kebijakan bisa langsung merujuk pada arah intervensi-intervensi yang menjadi prioritas untuk dilaksanakan.
2. Kelemahan dari metode need asesment ini (khususnya yang digunakan untuk dalam makalah ini) adalah tidak diperhitungkannya interaksi antar tujuan yang secara positif dapat menurunkan keseluruhan biaya yang diperlukan dalam pencapaian MDGs. Dalam suatu sistem kesehatan, berbagai input kepada subsistem kesehatan dapat mempunyai dampak yang lebih luas, misalnya penyediaan air minum dan sanitasi yang layak berkontribusi secara positif terhadap penurunan angka kematian bayi. Oleh karena itu jika akses terhadap air minum dan sanitasi ditingkatkan, maka penurunan kematian bayi akan lebih cepat. Dalam hal ini kita melihat adanya sinergisitas antara MDGs Tujuan 4 dan Tujuan 7, artinya bisa jadi target-target yang telah ditetapkan dalam penghitungan Pembiayaan Tujuan 4 sebenarnya lebih rendah karena ada kontribusi dari sektor air bersih dan sanitasi. Hubungan sinergitas dalam kajian ini tidak dieksplorasi karena sulit untuk dikonversikan secara kuantitatif dan kurangnnya.
3. Perhitungan pembiayaan dilakukan dengan berdasarkan pada target-target dan satuan biaya yang bersifat rata-rata nasional. Sedangkan data mengenai cakupan, prevalensi penyakit malaria, dan TB adalah data untuk Propinsi Sulawesi Selatan. Hasil dari perhitungan ini tidak dengan tepat menggambarkan secara akurat kondisi harga (kemahalan di Sulawesi Selatan). Walaupun demikian, berbagai satuan biaya yang digunakan dalam perhitungan ini sebagian besar cukup aplikatif karena intervensi seringkali bersifat nasional dengan pengadaan dan pembiayaan ditingkat nasional.
4. Kemampuan penyerapan (absorbtive capacity). Dalam kajian ini diasumsikan bahwa apabila kebutuhan dana untuk setiap intervensi dipenuhi, maka pemerintah akan mampu menyerap dana tersebut dalam pelaksanaan program. Dengan demikian dianggap bahwa kapasitas sistem kesehatan berjalan cukup baik. Dalam kenyataannya kapasitas penyerapan anggaran tidak optimal. Jika hal ini terjadi, maka target yang ditetapkan akan terlalu tinggi dan alokasi yang melebihi kapasitas tadi
304
menjadi suatu bentuk inefficiency dan proyeksi atau target yang akan dicapai setiap tahunnya akan lebih rendah. Dalam kajian ini, kemampuan penyerapan diasumsikan optimal karena arus good governance termasuk reformasi perencanaan dan penganggaran yang jauh lebih baik.
5. Analisis dalam kajian ini lebih menggunakan pendekatan pembiayaan publik walaupun dalam penyampaian dan pembelanjaan (purchasing) dari pelayanan dapat dilaksanakan baik oleh sektor publik maupun non-publik. Pendekatan pembiayaan publik ini digunakan karena status kesehatan yang rendah tercermin dari tingginya AKI, AKB, AKABA dan tingginya prevalensi penyakit menular merupakan hambatan dalam pertumbuhan ekonomi. Selain itu, seluruh target MDGs untuk bidang kesehatan mempunyai eksternalitas yang tinggi, oleh karena itu pemerintah berkepentingan agar hambatan hambatan ini dapat dikurangi melalui pembiayaan publik.
3. MDGs Bidang Pendidikan
3.1. Pendahuluan Kajian ini akan menghitung kebutuhan biaya yang diperlukan untuk pencapaian target MDGs bidang pendidikan di Sulawesi Selatan. Untuk itu kajian ini mengambil salah satu indikator pendidikan yaitu angka partisipasi sekolah sebagai indikator pencapaian target MDGs tersebut. Fokus dalam pencapaian MDGs adalah pencapaian wajib pendidikan dasar 9 tahun. Dengan demikian perhitungan biaya pendidikan hanya dilakukan untuk jenjang SD/MI dan SMP/MTs. Dengan program wajar dikdas 9 tahun ini diproyeksikan pada tahun 2015 semua anak kelompok usia 7-15 tahun, sudah bersekolah sehingga angka partisipasi sekolah kelompok usia tersebut mencapai 100 persen. Perhitungan pembiayaan di dalam kajian ini juga menyangkut aspek peningkatan kualitas pendidikan yang direfleksikan dalam bentuk peningkatan kualitas guru. Diproyeksikan sekitar 90 persen dari semua guru pada tahun 2015 sudah tersertifikasi. Untuk itu, diperlukan biaya investasi
305
yang sangat besar, selain biaya investasi pembangunan fasilitas pendidikan baru ataupun renovasi sekolah dan/atau ruang kelas. Konsekuensi dari peningkatan kualitas guru tersebut adalah dari sisi kompensasi atau remunerasi guru yang perlu ditingkatkan. Menurut UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, setelah diakreditasi guru berhak untuk mendapatkan tunjangan profesi yang besarnya sekitar satu juta rupiah sehingga komponen biaya operasional pun akan meningkat secara signifikan. Perhitungan pembiayaan pencapaian MDGs ini diharapkan dapat mengakomodasikan program-program yang telah dan akan berjalan di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama.
3.2. Metodologi Perhitungan jumlah murid. Perkiraan penduduk usia sekolah sampai tahun 2015 diambil dari data Proyeksi Penduduk Indonesia 2000-2025 (BPS, Bappenas, UNFPA) versi update (perkiraan terbit tahun 2009) untuk Propinsi Seulawesi Selatan. Karena proyeksi penduduk usia tunggal tidak tersedia untuk tingkat propinsi, jumlah penduduk usia sekolah menurut umur diestimasi dari usia penduduk per kelompok lima tahun. Jumlah setiap umur dalam kelompok umur ini diasumsikan sama. Data proyeksi penduduk oleh BPS dalam menurut kelompok umur ini tersedia hingga tahun 2025. Angka partisipasi sekolah baik SD/MI maupun SMP/MTs diperoleh dari data Departemen Pendidikan Nasional tahun 2007/2008. Menurut data tersebut, untuk tingkat SD/MI, APK sebesar 110,38% dan APM 94,63%, sedangkan untuk tingkat SMP/MTs, APK 83,80%, dan APM 65,41%. Pada makalah ini, angka partisipasi sekolah pada jenjang SD/MI dan SMP/MTs ditargetkan mencapai 100%, artinya semua anak dapat bersekolah. Jumlah guru SD/MI baik negeri maupun swasta di Sulawesi Selatan pada tahun 2006/2007 adalah 50.074 guru dengan jumlah guru yang telah memiliki ijazah S1 sebanyak 39.112 orang. Pada saat yang sama jumlah guru untuk jenjang SDM/MTs adalah 25.210 guru dengan 11.328 guru di antaranya telah memiliki gelar Sarjana (S1) atau Pasca Sarjana. Selain itu dalam kajian ini jumlah guru yang pensiun setiap tahunnya diperkirakan sebesar 2 persen. Bagi guru yang belum memenuhi kualifikasi, diperlukan pendidikan lanjutan, pelatihan dan sertifikasi.
306
Jumlah unit sekolah untuk tingkat SD/MI dianggap cukup, sehingga pembangunan gedung baru tidak diperlukan, namun tetap diperlukan biaya rehabilitasi bagi sekitar 20 persen dari ruang kelas yang ada setiap tahunnya. Untuk tingkat SMP/MTs, ruang kelas baru diperlukan untuk mengganti ruang kelas lama dengan asumsi sebesar 20% setiap tahunnya. Sedangkan unit sekolah baru untuk tingkat SMP/MTs tetap diperlukan karena adanya perkembangan jumlah murid baik karena bertambahnya penduduk usia sekolah maupun meningkatkan angka pertisipasi sekolah dengan asumsi 6 kelas per sekolah dengan rata-rata jumlah murid sebesar 60 siswa per kelas. Beasiswa diberikan kepada siswa miskin bagi 10% siswa SD/MI dan 10% siswa SMP/MTs.
Tabel 2. Asumsi yang dipakai dalam perhitungan pembiayaan pencapaian MDGs pendidikan
Komponen Keterangan/Asumsi
A Biaya operasional
Pendidik dan tenaga pendidik
Guru yang sudah lulus sertifikasi
Belum professional Guru yang belum mendapatkan sertifikat Pensiun Jumlah guru pensiun sebesar 2% pada tahun 2008-
2009, 3% untuk tahun 2010-2013, dan 5% untuk tahun 2014-2015. Persentasi berdasarkan data umur guru (kohort analisis)
Biaya Operasional bahan dan alat habis pakai dan pemeliharaan
Alat tulis sekolah (19%), bahan dan alat habis pakai (18%), daya dan jasa (10%), pemeliharaan sarana dan prasarana (21%), pembinaan siswa (16%), penilaian dan penggadaan soal (8%), rapat-rapat pengurus sekolah (2%), dan perjalanan dinas (5.4%)
B Biaya Investasi Pendidik dan tenaga
pendidik
Pendidikan D4/S1 Target 2015 semua guru sudah memiliki pendidikan setidaknya D4/S1, diasumsikan bahwa setiap tahun 10% dari semua guru yang berpendidikan kurang dari S1 mendapatkan pendidikan penyataraan
307
Pendidikan Profesi Diasumsikan 10% dari guru non-profesional setiap tahun akan mendapatkan pendidikan profesi untuk mendapatkan sertifikat profesional
Sertifikasi Jumlah guru yang tersertifikasi berdasarkan target Depdiknas yaitu 8.5% dari total guru tersertifikasi pada tahun 2008, 12.5% (2009), 20% (2010), 15% (2011), 15% (2012), 10% (2013), 10% (2014), dan 10% (2015)
Pembangunan gedung baru
Unit Sekolah Baru 12 kelas per sekolah SD/MI dan 6 kelas per sekolah SMP/MTs
Ruang Kelas Baru rata-rata 28 siswa/kelas untuk SD/MI dan 32 siswa/kelas untuk SMP/MTs
Rehabilitasi ruang kelas
Jadwal rehabilitasi ruang kelas SD/MI disesuaikan dengan program rehabilitasi dari Depdiknas yaitu 360.219 kelas per tahun 2007 dan 203.057 ruang kelas per tahun 2008, untuk tahun-tahun berikutnya (diasumsikan) dijadwalkan 20% dari ruang kelas yang ada direhabilitasi (jadwal rutin)
C Program Percepatan (Kelas 4,5,6 SD/MI dan 1,2,3 SMP/MTs)
Beasiswa Besarnya Rp. 40.000 untuk SD/MI dan Rp. 50,000 untuk SMP/MTs yang diberikan pada 10% murid SD/MI dan SMP/MTs yang dikategorikan miskin
Kompensasi forgone earnings
Besarnya Rp. 40.000 untuk SD/MI dan Rp. 50,000 untuk SMP/MTs yang diberikan pada 3% murid SD/MI dan 10% murid SMP/MTs
3.3. Biaya Satuan Perhitungan biaya dikategorikan ke dalam 3 kelompok jenis pengeluaran, yaitu biaya operasional, biaya investasi, dan biaya program percepatan (beasiswa). Satuan biaya yang digunakan adalah biaya rata-rata untuk tingkat nasional menurut Bappenas (2006), dengan tahun dasar 2007. Setiap tahunnya dilakukan ekskalasi besaran satuan biaya dengan asumsi laju inflasi sebesar 6%. Untuk perhitungan lebih aktual, biaya yang diperlukan untuk pencapaian MDGs ini dapat disesuaikan dengan indeks harga/kemahalan di Sulawesi Selatan jika diperlukan (tidak dilakukan pada kajian ini).
308
Komponen biaya operasional terdiri dari biaya gaji guru dan biaya bahan habis pakai. Gaji guru disesuaikan dengan status sertifikasi mereka. Berdasarkan UU No. 14 tahun 2005 mengenai guru dan dosen ditetapkan mengenai tunjangan fungsional dan tunjangan profesi yang akan diberikan kepada guru. Tunjangan profesi akan diperoleh oleh guru yang telah memperoleh sertifikasi yang besarnya adalah satu kali dari gaji pokok guru yang diangkat oleh pemerintah daerah maupun pusat. Sementara itu, tunjangan fungsional akan diterimakan sebesar rata-rata Rp 234 ribu pada tahun 2006, yang besarnya meningkat setiap tahun sehingga menjadi sekitar Rp 500 ribu pada tahun 2009.
Data guru dibagi menjadi dua jenis, yaitu profesional dan non-profesional. Guru non-profesional adalah guru yang belum mendapatkan atau lulus ujian sertifikasi. Jumlah guru yang tersertifikasi disesuaikan dengan target yang ditetapkan oleh Depdiknas yang mentargetkan 100% guru tersertifikasi pada tahun 2014. Program pendidikan D4/S1 dan pendidikan profesi diberikan kepada 10% total guru yang ada pada tahun bersangkutan ditambah dengan guru baru untuk pendidikan profesi.
Biaya operasional bahan habis pakai termasuk di dalamnya adalah alat tulis sekolah, bahan habis pakai, alat habis pakai, daya dan jasa, pemeliharaan sarana dan prasarana, pembinaan siswa, penggandaan soal, penilaian, rapat-rapat pengurus sekolah, dan perjalanan dinas. Biaya operasional ini menggunakan mekanisme dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang telah berjalan selama ini. Pada tahun 2007, pemerintah mengeluarkan sekitar Rp 11,8 triliun untuk 41,9 juta siswa SD/MI, SMP/MTs, dan pesantren Salafiyah atau rata-rata sekitar Rp 283 ribu per siswa. Untuk perhitungan ini diasumsikan terjadi peningkatan biaya operasional dengan penambahan komponen-komponen operasional yang baru dan perbedaan biaya operasional tingkat SD/MI dan SMP/MTs dengan peningkatan harga karena faktor inflasi sebesar 6 persen setiap tahun. Pada tahun 2008 satuan biaya operasional bahan habis pakai adalah sekitar Rp 445 ribu dan Rp 636 ribu masing-masing untuk tingkat SD/MI dan SMP/MTs.
309
Beasiswa diperlukan untuk menarik siswa, terutama siswa miskin, untuk bersekolah melalui beasiswa untuk keluarga miskin yang pada dasarnya merupakan pengganti pengeluaran biaya pendidikan, dan beasiswa untuk kompensasi pendapatan yang hilang karena anak berhenti bekerja untuk mengikuti sekolah (forgone earnings), masing-masing sebesar Rp 40.000 dan Rp 50.000 untuk tingkat SD/MI dan SMP/MTs. Beasiswa untuk siswa SD/MI diasumsikan diberikan kepada 10 persen murid SD/MI dan 10 persen murid SMP/MTs.
Tabel 2. Asumsi Biaya Satuan (dalam rupiah) Pendidikan Pahun 2008
Biaya (rupiah) Jenis Pengeluaran Satuan SD/MI SMP/MTs
(1) (2) (3) (4) (5)
A Biaya Operasional
1 Pendidik dan tenaga pendidik Professional per guru 3.424.000 3.663.680 Belum Profesional per guru 1.696.000 1.797.760 2 Kepala Sekolah Professional per orang 3.745.000 3.745.000 Belum Profesional per orang 2.140.000 2.140.000 3 Penunjang 1.337.500 1.337.500 B Biaya Investasi
1 Pendidik dan tenaga pendidik Pendidikan D4/S1 per guru 10.700.000 10.700.000 Pendidikan Profesi per guru 10.700.000 10.700.000 Sertifikasi per guru 2.000.000 2.000.000 2 Pembangunan gedung baru Unit Sekolah Baru Unit Sekolah Baru 1.938.692.882 2.840.124.523 Ruang Kelas Baru Ruang Kelas baru 85.451.085 88.917.350 C Program Percepatan (Kelas 4,5,6) 1 Beasiswa per siswa 40.000 50.000 2 Kompensasi forgone earnings per siswa 40.000 50.000
Keterangan: Biaya operasional dan investasi diambil dari Ghozali et.al dalam laporan kajian Bappenas (2006); satuan biaya untuk program percepatan diperkirakan dari Susenas (2005)
310
3.4. Perhitungan Biaya
Dari asumsi mengenai jenis intervensi yang akan dilakukan dan satuan biaya yang digunakan, maka kebutuhan pembiayaan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan MDGs bidang pendidikan (tujuan 2) dapat dihitung. Penghitungan dilakukan untuk setiap jenjang pendidikan (SD/MI dan SMP/MTs). Perlu diperhatikan bahwa satuan biaya yang digunakan menggunakan satuan tahun dasar (2006/2007) sehingga satuan biaya ini tidak berubah setiap tahun kecuali karena adanya pengaruh inflasi sebesar 6 persen per tahun. Perkiraan kebutuhan biaya pencapaian MDGs di Sulawesi Selatan untuk tingkat SD/MI dapat dilihat dari tabel 3 berikut. Dari perhitungan diperoleh informasi bahwa Sulawesi Selatan memerlukan biaya setidaknya Rp 2,9 trilyun untuk pendidikan dasar pada tahun 2008. Jumlah ini terus meningkat menjadi Rp 5 trilyun pada tahun 2015. Sebagian besar biaya diperlukan untuk biaya operasional, peningkatan profesionalitas, bahan dan alat.
Tabel 3. Perkiraan Pembiayaan Pencapaian Target MDGs Bidang Pendidikan Tingkat SD/MI (Rp Milyar)
Kompenen Pembiayaan 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8 (9)
Biaya operasional 1.296 1.501 1.809 2.084 2.382 2.641 2.902 3.170
a Pendidik dan tenaga kependidikan 1.109 1.305 1.604 1.865 2.149 2.390 2.633 2.878 Professional 174 452 931 1.336 1.779 2.131 2.498 2.863 Belum professional 927 843 663 520 360 248 122 - Kepala Sekolah - - - - - - - - Penunjang 9 9 9 10 11 12 12 15
b Biaya Operasional bahan dan alat habis pakai dan pemeliharaan
187 196 206 219 232 251 269 291
iaya Investasi 1.624 1.370 1.446 1.514 1.595 1.678 1.777 1.880 a Pendidik dan tenaga kependidikan 1.037 1.099 1.161 1.215 1.278 1.341 1.413 1.489 Pendidikan D4/S1 980 1.042 1.105 1.171 1.241 1.316 1.394 1.478 Pendidikan Profesi 49 44 35 27 19 13 6 - Sertifikasi 8 13 22 17 18 12 12 10
311
b Pembangunan gedung baru atau rehabilitasi 587 271 285 299 317 338 364 391
Unit Sekolah Baru - - - - - - - - Rehabilitasi kelas lama 587 271 285 299 317 338 364 391
Program Percepatan (Kelas 4,5,6) 26,14 27,46 28,79 30,62 32,56 35,10 37,74 40,80 a Beasiswa 20,11 21,12 22,15 23,56 25,05 27,00 29,03 31,38 b Kompensasi forgone earnings (3% dari total murid
- fokus kelas 4,5,6) 6,03 6,34 6,64 7,07 7,51 8,10 8,71 9,41
Total SD/MI 2.946 2.899 3.284 3.628 4.009 4.354 4.717 5.090
Untuk jenjang pendidikan SMP/MTs biaya yang diperlukan lebih kecil dibandingkan untuk tingkat SD/MI, yaitu Rp 1,1 trilyun pada tahun 2008 lalu meningkat menjadi Rp 2,4 trilyun pada tahun 2015 dengan komponen yang terbesar pada biaya operasional. Untuk tingkat SMP biaya investasi untuk pembangunan dan rehabilitasi gedung juga cukup besar.
Tabel 4. Perkiraan Pembiayaan Pencapaian Target MDG Bidang Pendidikan Tingkat SMP/MTS
(Rp milyar)
Komponen Pembiayaan 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8 (9) Biaya operasional 665 768 914 1.036 1.165 1.270 1.355 1.446
a. Pendidik dan tenaga kependidikan 593 689 828 943 1.064 1.160 1.234 1.305
Professional 92 237 476 668 871 1.021 1.156 1.279
Belum professional 488 437 336 258 175 118 56 -
Kepala sekolah (1 setiap sekolah) - - - - - - - -
Penunjang ( 1 setiap sekolah) 13 15 16 18 19 21 23 26
b. Biaya Operasional bahan dan alat habis pakai dan pemeliharaan 71 79 86 93 101 110 120 141
Biaya Investasi 416 439 457 453 472 529 562 918 a. Pendidik dan tenaga kependidikan 236 249 261 268 279 289 301 315
Pendidikan D4/S1 208 221 234 248 263 278 295 313
Pendidikan Profesi 24 22 17 13 9 6 3 -
Sertifikasi 4 6 10 7 7 4 3 2
312
b. Biaya Operasional bahan dan alat habis pakai dan pemeliharaan 180 190 196 185 193 240 260 603
Unit Sekolah Baru 94 96 92 71 69 106 115 444
Ruang Kelas Baru 86 94 104 114 123 134 146 159
Program Percepatan 19,24 21,17 23,19 25,16 27,23 29,72 32,43 37,98 a. Beasiswa 9,62 10,58 11,59 12,58 13,61 14,86 16,22 18,99 b. Kompensasi forgone earnings 9,62 10,58 11,59 12,58 13,61 14,86 16,22 18,99 Total SMP/MTs 1.100 1.227 1.393 1.515 1.664 1.828 1.949 2.403
Tabel 5 menggambarkan kebutuhan biaya untuk intervensi pendidikan dalam rangka pencapaian wajb belajar pendidikan dasar 9 tahun untuk pencapaian target MDGs di Sulawesi Selatan baik untuk tingkat SD/MI dan SMP/MTs. Untuk seluruh jenjang pendidikan, kebutuhan biaya yang diperlukan untuk membantu pencapaian MDGs Tujuan 2 adalah Rp 4 trilyun pada tahun 2008. Angka ini terus meningkat dari tahun ke tahun dan menjadi Rp 7,5 trilyun pada tahun 2015. Tabel 5. Perkiraan Pembiayaan Pencapaian Target MDG Bidang
Pendidikan Tingkat SMP/MTS
Komponen Pembiayaan 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8 (9) SD/MI Biaya operasional 1.296 1.501 1.809 2.084 2.382 2.641 2.902 3.170
Biaya Investasi 1.624 1.370 1.446 1.514 1.595 1.678 1.777 1.880
Program Percepatan (Kelas 4,5,6) 26 27 29 31 33 35 38 41
Sub Total SD/MI 2.946 2.899 3.284 3.628 4.009 4.354 4.717 5.090
SMP/MTS
Biaya operasional 665 768 914 1.036 1.165 1.270 1.355 1.446
Biaya Investasi 416 439 457 453 472 529 562 918
Program Percepatan 19 21 23 25 27 30 32 38
Sub Total SMP/MTS 1.100 1.227 1.393 1.515 1.664 1.828 1.949 2.403
Total SD/MI dan SMP/MTS 4.046 4.126 4.678 5.143 5.674 6.183 6.665 7.493
Gambar 1. memperlihatkan hasil perhitungan kebutuhan biaya total intervensi wajib bejalar pendidikan dasar sembilan tahun dalam rangka pencapaian MDG, baik untuk jenjang SD/MI maupun SMP/MTs di Sulawesi Selatan. Dari keseluruhan biaya untuk pencapaian MDG, komponen terbesar adalah untuk biaya operasional dan setiap tahun terus meningkat. Sementara biaya untuk investai relatif tetap dari tahun ke tahun.
Gambar 1. Perkembangan kebutuhan biaya pencapaian MDG 2 Pendidikan di Sulawsi Selatan
4. Pembiayaan MDGs Bidang Kesehatan 4.1. Pendahuluan Penghitungan dilakukan menggunakan pendekatan need asessment yaitu dengan mengidentifikasi paket-paket intervensi utama yang dapat memberikan dampak kuat dan langsung pada pencapaian MDGs. Kemudian mencari satuan biaya bagi interevensi-intervensi tersebut dan akhirnya menghitung keseluruhan biaya intervensi sesuai dengan besaran permasalahan di Sulawesi Selatan. Makalah ini mencoba melakukan penghitungan serupa untuk Propinsi Sulawesi Selatan dengan pendekatan perhitungan mengikuti pendekatan yang digunakan di tingkat nasional, dengan penyesuaian target, sasaran dan kondisi kesehatan di Sulawesi Selatan.
313
314
Pendekatan seperti ini akan memudahkan para pengambil kebijakan dan unit pelaksana pembangunan di daerah untuk menelusuri kembali rincian kegiatan dan unit cost-nya dalam proses perencanaan pembangunan. Namun karena terkait dengan ketersediaan waktu dan data detail tingkat Provinsi Selawesi Selatan, penghitungan yang dilakukan pada makalah ini dimodifikasi, terutama dalam komponen MDGs kesehatan anak, kesehatan ibu, malaria dan TB. Pendekatan yang dilakukan dalam komponen ini adalah dengan secara langsung mengambil unit cost aggregat per volume sasaran (misalnya satuan biaya per kasus malaria, dan bukan satuan biaya per penyemprotan, perawatan kasus, penyediaan obat, dan rincian intervensi lain). Satuan biaya agregat yang digunakan menggunakan satuan biaya tingkat nasional. Oleh karena itu dalam komponen ini sulit kembali dilacak satuan biaya untuk setiap intervensi rinci sebagai mana dilaporkan di tingkat nasional.
Perlu juga diperhatikan, bahwa makalah ini hanya menghitung kebutuhan biaya untuk intervensi utama yang mendukung pencapaian MDGs, namun tidak melakukan kajian bagaimana dan siapa yang membiayai intervensi-intervensi tersebut. Makalah ini, misalnya, dapat mendeteksi berapa biaya yang diperlukan untuk intervensi utama penanggulangan malaria, akan tetapi tidak menjelaskan apakah pembiayaan itu seharusnya disediakan oleh pemerintah pusat, pemerintah propinsi, kabupaten/kota, atau disediakan oleh swasta dan masyarakat itu sendiri. Namun demikian, dengan melihat jenis intervensi yang dilakukan serta sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia pada umumnya, dapat dikatakan bahwa sebagian besar dari kebutuhan ini secara historis dan sewajarnya disediakan oleh pembiayaan publik (pemerintah). Tujuan MDGs bidang kesehatan di Indonesia masih merupakan domain public good, dan mempunyai dampak eksternalitas yang tinggi bagi seluruh masyarakat. Dengan demikian pemerintah sangat berkepentingan untuk menjamin pembiayaan dari setiap intervensi dalam pencapaian MDGs tersebut. Artinya, kebutuhan biaya untuk pencapaian MDGs dalam makalah ini memang perlu dibiayai oleh pemerintah melalui sistem yang ada.
315
4.2. Ruang Lingkup
Perhitungan kebutuhan pembiayaan untuk pencapaian target MDGs bidang kesehatan di Sulawesi Selatan meliputi pembiayaan untuk pencapaian Tujuan 4 Menurunkan Kematian Anak, Tujuan 5 Meningkatkan Kesehatan Ibu, dan Tujuan 6 Pengendalian HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit Menular lainnya. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan pendekatan penilaian kebutuhan atau needs asessment. Metode ini telah digunakan untuk mengitung kebutuhan pembiayaan pencapaian MDGs tingkat nasional dalam buku Pembiayaan Pencapaian MDGs di Indonesia yang diterbitkan oleh Bappenas, 2008. Langkah-langkah penghitungan kebutuhan biaya tersebut meliputi secara ringkas adalah sebagai berikut: 1. Pengumpulan data dasar demografi dan status kesehatan untuk penyakit
atau data lain yang terkait dengan tujuan MDGs bidang kesehatan. Data dasar terdiri dari jumlah penduduk, anak balita, dan ibu hamil. Data ini diperoleh dari Data Proyeksi Penduduk Indonesia 2005-2025 edisi revisi1. Data prevalensi penyakit diperoleh dari Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan dan data di tingkat nasional.
2. Pemilihan jenis intervensi. Penentuan jenis intervensi adalah jenis langsung yang terkait dengan indikator (misalnya imunisasi, bukan peningkatan pendidikan ibu, lebih langsung terkait dengan penurunan angka kematian bayi). Pemilihan intervensi dilakukan dengan mengacu pada paket-paket intervensi tertentu. Untuk penurunan AKI mengacu pada program Making Pregnancy Safer, untuk penurunan kematian bayi dan balita antara lain menggunakan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan untuk penanggulangan HIV dan AIDS mengacu pada model perhitungan yang disusun dengan Resource Need Model.
3. Eskalasi. Data mengenai prevalensi atau target intervensi pada tahun-tahun setelah tahun 2008 (2009-2015) mengacu pada laju tingkat nasional dengan acuan antara lain adalah dokumen MDGs, RPJMN, Renstra Penanggulangan HIV/AIDS, dan Indonesia Sehat 2010 serta Standar
1 Proyeksi Penduduk Indonesia 2005‐2025 (dalam proses penerbitan oleh Bappenas, BPS dan UNFPA).
Merupakan edisi revisi dari Buku Proyeksi Penduduk Indonesia 2005‐2025 dengan menggunakan SUPAS 2005 sebagai dasar perhitungan.
316
Pelayanan Minimum Bidang Kesehatan. Beberapa intervensi yang dihitung berdasarkan jumlah balita dan jumlah ibu hamil (yaitu untuk penurunan AKB dan AKI) asumsi cakupan tiap tahun sama, sehingga perhitungan biaya hanya mengikuti perkembangan jumlah sasaran (jumlah balita dan ibu hamil).
4. Penentuan satuan biaya. Satuan biaya untuk setiap intervensi mengacu pada satuan biaya yang dipakai di tingkat nasional. Biaya per unit dari setiap intervensi mengacu data standar (jika tersedia) atau dokumen-dokumen perencanaan yang selama ini menjadi acuan baik di tingkat, nasional, departemen, maupun unit pengelola program dan kajian. Sebagai contoh, satuan biaya imunisasi diperoleh dari kajian Finance Sustainability Plan tahun 2004. Jika sumber-sumber resmi tidak ada, maka satuan biaya dihitung berdasarkan pengalaman pelaksanaan program di lapangan. Satuan biaya untuk tahun-tahun berikutnya kemudian disesuaikan dengan laju inflasi yang mengacu pada dokumen RPJMN 2005-2009 yaitu sekitar 6 persen per tahun.
5. Perhitungan biaya penanggulangan HIV/AIDS didasarkan pada perhitungan biaya Resource Need Model (RNM) dari Goals Model yang dikembangkan oleh USAID dan The Future International Groups. Data dan tagret/sasaran program ini telah ditetapkan dalam Rencana Strategis Nasional Penanggulangan HIV/AIDS 2006-2010. Oleh karena itu penghitungan untuk biaya penanggulangan HIV/AIDS sepenuhnya mengikuti metode RNM.
6. Perhitungan kebutuhan biaya per tujuan dilakukan dengan mengalikan satuan biaya dengan volume intervensi. Namun demikian, korelasi antara intervensi dengan pencapaian tujuan MDGs tidak sederhana dan linear. Oleh karena itu lebih tepat jika dikatakan bahwa kebutuhan biaya yang dihitung di sini adalah biaya yang diperlukan untuk melakukan intervensi-intervensi prioritas yang kemungkinan besar mendukung pencapaian MDGs. Hal ini mengandung arti bahwa hanya dengan mengalokasikan anggaran sesuai dengan perhitungan tidak menjamin pencapaian MDGs tanpa dukungan dari upaya-upaya lain.
317
4.3. Data Dasar
Data dasar yang dikumpulkan meliputi proyeksi jumlah penduduk, jumlah balita dan jumlah ibu hamil. Jumlah penduduk dan jumlah balita diperoleh secara langsung dari hasil proyeksi penduduk Indonesia 2005-2025 termasuk data untuk propinsi Sulawesi Selatan. Jumlah kehamilan diestimasi sebesar 1,1 kali angka kelahiran kasar (crude birth rate) yang diperoleh juga dari data proyeksi penduduk. Jumlah kasus malaria diperoleh dari profil kesehatan Sulawesi Selatan tahun 2005-2006. Jumlah kasus malaria ditargetkan dapat menurun sebesar 0,015 persen poin setiap tahunnya. Asumsi ini diadopsi dari tren nasional yaitu harapan untuk dapat menurunkan 205 kasus per 10.000 penduduk (2008) menjadi 100 kasus per 10.000 penduduk (2015). Penurunan prevalensi ini dapat terjadi apabila pemberantasan malaria dilakukan dengan memadai baik dari sisi biaya maupun dari sisi konsistensi jenis intervensinya. Data kasus malaria dan TB diperoleh dari profil kesehatan Sulawesi Selatan tahun 2005-2006. Data tentang jumlah kasus TB diperoleh dari Profil Kesehatan Sulawesi Selatan, dengan asumsi kasus baru (incidence rate) penderita dengan Bakteri Tahan Asam (BTA positif) 4 kasus per 100.000 penduduk per tahun secara linear sejak tahun 2005. Dari kasus BTA positif, kasus kambuh diperkirakan sebesar 4,11 persen, kasus BTA negatif sebesar 65 persen, kasus dengan Estimasi Prevalensi (EP) diestimasikan 3,78 persen dan kasus TB pada anak sebesar 15 persen. Dalam estimasi sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan program HIV dan AIDS di Indonesia metode yang digunakan adalah ‘Resource Need Model’ (RNM). Input data terdiri dari data jumlah penduduk, target intervensi, dan biaya satuan. Data demografi dan kependudukan diperoleh dari berbagai sumber seperti Badan Pusat Statistik (BPS), BKKBN, Komite Perlindungan Aids (KPA), Departemen Kesehatan serta berbagai hasil studi. EP menurut tahun di Propinsi Sulawesi Selatan, diasumsikan dari angka Nasional, yaitu sebesar 0,22% pada tahun 2006 kemudian meningkat menjadi 0,62% pada tahun 2015. Angka-angka ini sesuai dengan Renstra Penanggulangan HIV/AIDS 2006-2010.
318
Tabel 6. Data Kependudukan Prevalensi Beberapa Jenis Penyakit di Provinsi Sulawesi Selatan
Tahun Jumlah Penduduk
Jumlah Balita
Jumlah Ibu
Hamil
Prevalensi HIV pada dewasa
(15-49 thn)
Prevalensi HIV pada Ibu hamil (bumil)
Jumlah Kasus Malaria
Jumlah kasus TB
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
2008 7.805.000 775.600 159.690 0,22 0,22 18.989 46.977
2009 7.908.500 792.500 160.068 0,26 0,26 17.857 46.799
2010 8.010.700 810.200 160.374 0,30 0,30 16.603 46.345
2011 8.111.500 818.700 162.392 0,35 0,35 15.498 46.365
2012 8.210.800 826.000 164.380 0,41 0,41 14.274 46.116
2013 8.308.500 823.200 166.336 0,48 0,41 13.026 45.861
2014 8.404.500 820.200 168.258 0,55 0,41 11.752 45.592
2015 8.498.800 817.700 158.928 0,62 0,41 10.367 44.949
4.4. Jenis Intervensi Paket intervensi untuk mencapai setiap tujuan MDGs dipilih berdasarkan intervensi atau pelayanan atau program yang dianggap efektif dan efisien berdasarkan pengalaman dan hasil studi atau rekomendasi internasional yang kredibel. Analisa intervensi kesehatan anak dilakukan antara lain berdasarkan paket MTBS, imunisasi untuk penyakit-penyakit utama pada anak, dan pelayanan neonatus. MTBS mencakup upaya pencegahan dan perawatan dengan target anak usia 0-5 tahun. Pelayanan neonatus menjadi sangat penting dalam konteks Indonesia karena dua pertiga kematian bayi adalah kematian neonatal. Sesuai dengan penyebab kematian neonatus jenis intervensi juga mencakup pemberian imunisasi Tetanus Toksoid (TT) 2 kali pada ibu hamil, imunisasi lengkap pada bayi di bawah 2 tahun.
319
Intervensi pelayanan kesehatan ibu ditujukan untuk mencegah dan menangani penyebab kematian ibu yang meliputi perdarahan, infeksi, komplikasi nifas, partus macet/lama, dan abortus. Jenis intervensi langsung yang utama untuk menurunkan kematian ibu termasuk antenatal care (ANC) yang meliputi pelacakan ibu hamil, pelayanan pemeriksaan kehamilan 4 kali, imunisasi TT ibu hamil, pemberian pil besi, penanganan ibu hamil kekurangan energi kronik, pemeriksaan Hb dan protein urine, penanganan malaria ibu hamil termasuk ibu yang dirawat, serta transportasi petugas. ANC (outreach) dengan cakupan 10 persen dari target kunjungan pertama. Intervensi lainnya adalah persalinan oleh tenaga kesehatan melakukan tindakan penanganan komplikasi (PONEK, PONED, dan aborsi yang aman) dan penyediaan bahan habis pakai. Jenis kegiatan utama dalam pelayanan nifas meliputi kunjungan kepada ibu nifas untuk memeriksa kondisi rahim dan kesehatan anak. Komponen biaya yang dikeluarkan untuk pelayanan nifas ini meliputi jasa, tranportasi petugas dan pelaporan. Pelayanan keluarga berencana meliputi pelayanan kontrasepsi dan non-kontrasepsi. Pelayanan kontrasepsi meliputi pelayanan penggunaan berbagai alat kontrasepsi (pil, suntik, kondom, dan IUD) dan tindakan kontrasepsi lainnya. Perhitungan biaya penaggulangan HIV/AIDS dengan RNM dari Goals Model terdiri atas empat komponen program, masing-masing; (1) Pencegahan, dengan sasaran Penasun, Wanita Pekerja Seks (WPS) Langsung, WPS tidak langsung, waria, lelaki suka lelaki (LSL), PSPS dan warga binaan pemasyarakatan; (2) Perawatan, dukungan dan pengobatan; (3) Mitigasi dampak HIV dan AIDS; dan (4) Pengelolaan program dan pengembangan kebijakan HIV dan AIDS. Keempat komponen program ini dibuat untuk mencapai tujuan mencegah timbulnya infeksi baru HIV dan meningkatkan kualitas hidup ODHA serta mitigasi dampak sosial ekonomi HIV dan AIDS. Tujuan ini akan berkontribusi secara positif terhadap pencapaian misi rencana strategis agar terhindar dari HIV dan AIDS. Penghitungan ini juga bisa dibagi lagi ke dalam empat kelompok biaya yaitu pelayanan HIV-AIDS langsung, sumber daya manusia. infrastruktur (sarana kesehatan) dan penguatan sistem kesehatan.
320
Penghitungan pembiayaan MDGs untuk penanggulangan malaria dilakukan berdasarkan inisiatif Roll Back Malaria yang meliputi upaya-upaya preventif dalam bentuk penyediaan kelambu yang telah diproteksi insektisida, kontrol vektor dan sanitasi. Bentuk intervensi kuratif berupa diagnosa, pengobatan dengan kombinasi artemisin, dan pengobatan komplikasi. Intervensi yang digunakan pada kajian ini didasarkan pada strategi Directly-Observed Treatment Short Course (DOTS) yang telah direkomendasikan secara internasional. Lima komponen DOTS menurut WHO meliputi komitmen politik, mikroskopi, perawatan, obat-obatan dan monitoring (Stop TB Partnership, 2002). Strategi ini mensyaratkan diagnosis yang akurat dengan sputum-smear microscopy untuk pasien dengan gejala TB, regimen 6-8 bulan pengobatan bagi pasien dengan TB aktif, dan DOTS dua bulan pertama regimen. Intervensi langsung meliputi diagnostik di RS dan puskesmas, logistik (obat anti tuberkulosis dan non obat anti tuberkulosis), laboratorium, pengobatan TB dengan HIV, pengobatan TB bagi narapidana, pengobatan TB di tempat kerja, dan pengobatan TB bagi anak. Selain itu diperlukan pelatihan program untuk tenaga, pengadaan infrastruktur dan penguatan sistem digunakan untuk advokasi dan sosialisasi, riset operasional, penemuan dan pengendalian kasus, dan surveilens.
4.5. Satuan Biaya
Perhitungan biaya dilakukan dengan membagi intervensi ke dalam empat golongan pembiayaan, yaitu biaya intervensi langsung, sumber daya kesehatan, infrastruktur dan penguatan sistem kesehatan. Biaya intervensi langsung meliputi biaya untuk pemenuhan kebutuhan obat, bahan, dan tenaga yang dibutuhkan untuk menyediakan intervensi untuk setiap kasus yang ditangani.
Untuk menghitung biaya intervensi langsung, dilakukan identifikasi target populasi dari masing-masing intervensi (misalnya seluruh wanita usia subur atau pasangan usia subur untuk keluarga berencana) termasuk target sasaran intervensi dengan mempertimbangkan cakupan intervensi. Dengan mengalikan satuan biaya dengan target cakupan setiap tahun dapat diperoleh kebutuhan dana yang diperlukan untuk kasus/tujuan tertentu (biaya
321
untuk ANC). Hal yang sama dilakukan untuk intervensi yang lain pada tujuan MDGs tertentu setiap tahun dengan dengan penyesuaian satuan harga dengan inflasi. Komponen sumber daya kesehatan meliputi jenis tenaga untuk berbagai jenis intervensi di atas, terutama untuk pelatihan. Kebutuhan biaya untuk infrastruktur adalah biaya yang secara langsung spesifik untuk penyelenggaraan intervensi langsung. Sementara infrastruktur umum dianggap diinvenstasikan pada program-program lainnya. Penguatan sistem kesehatan meliputi: 1) penguatan sistem manajemen (manajemen keuangan, manajemen kasus, manajemen program); 2) monitoring, evaluasi dan jaminan mutu; dan 3) pengembangan untuk riset dasar dan lainnya. Proporsi dari penguatan sistem ini secara umum diasumsikan sebesar 20 persen dari biaya intervensi langsung, kecuali penanganan malaria sebesar 37 persen.
Dari keempat komponen biaya ini dijumlahkan dan diperoleh biaya total untuk setiap tujuan MDGs. Dengan demikian biaya untuk setiap tujuan meliputi intervensi langsung, sumber daya, infrastruktur, dan penguatan sistem kesehatan. Jika perhitungan biaya total ini dibagi menurut jumlah populasi yang perlu diintervensi, maka akan diperoleh biaya per kapita per tahun. Untuk angka upaya penurunan angka kematian balita satuan biaya dihitung untuk setiap balita. Asumsi per balita ini bisa diterima karena intervensi yang terkait dengan penurunan kematian bayi dilakukan dengan sasaran seluruh balita, tidak hanya pada balita yang mati. Biaya satuan untuk penurunan kematian ibu dihitung dengan satuan ibu hamil. Artinya intervensi penurunan AKI difokuskan pada ibu hamil (lebih tepatnya kelahiran), walaupun pada kenyataannya ada beberapa intervensi untuk wanita usia subur. Untuk kasus malaria dan TB satuan biaya dihitung per kasus malaria dan TB. Artinya makin besar prevalensi atau kejadian malaria dan TB, maka biaya yang diperlukan juga makin besar. Seluruh perhitungan tersebut telah dilakukan di tingkat nasional dan angka satuan biaya ini kemudian digunakan untuk perhitungan di tingkat propinsi dengan memperhatikan data demografi dan kondisi penyakit di tingkat lokal.
322
Tabel 7. Satuan Biaya Intervensi dalam Pencapaian MDGs Kesehatan
Satuan Biaya untuk pencapaian MDGs menurut tujuan target(Rp)
Tahun AKB (per balita)
AKI (per ibu hamil)
malaria (per kasus)
TB (per kasus)
(1) (2) (3) (4) (5)
2008 262.375 1.679.022 189.847 1.101.880
2009 264.012 1.768.084 193.483 1.330.927
2010 275.286 1.894.802 207.956 1.473.773
2011 288.637 1.829.304 218.872 1.538.082
2012 299.515 2.035.291 244.811 1.597.756
2013 310.794 2.188.382 254.115 1.695.108
2014 323.858 2.352.365 267.151 1.794.234
2015 334.348 2.515.709 286.675 1.932.977
Informasi biaya satuan untuk penaggulangan HIV/AIDS disusun menurut komponen berasal dari data biaya aktual (biaya berdasarkan kegiatan yang telah dilaksanakan tahun sebelumnya) dari Depertemen Kesehatan (dana GFATM), dan dari FHI (bantuan dana USAID) serta IHPCP (bantuan dana AusAID). Beberapa informasi yang tidak diperoleh diasumsikan menggunakan dana hasil studi dari berbagai negara termasuk Indonesia.
323
Tabel 8. Biaya Intervensi untuk Penanggulangan HIV dan AIDS
Intervensi 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Pencegahan 54.880 77.810 101.673 102.947 104.114 105.288 106.729 108.191 Pencegahan: Populasi prioritas 25.171 37.891 51.578 52.361 53.155 53.962 54.781 55.613 WPS langsung 1.844 3.003 4.574 4.624 4.675 4.726 4.778 4.831 WPS tidak langsung 934 1.483 2.152 2.175 2.199 2.223 2.248 2.273 Lelaki yang suka dengan lelaki 6.641 9.976 13.435 13.647 13.863 14.082 14.304 14.530 Waria 629 735 846 859 873 886 900 915 Pemakai narkoba suntik (Penasun) 3.718 5.437 7.224 7.338 7.454 7.572 7.692 7.813 Populasi warga binaan 225 330 437 444 451 458 466 473 WPS langsung yang menyuntik 0 0 0 0 0 0 0 0 WPS tidak langsung yang menyuntik 0 0 0 0 0 0 0 0 Pelanggan WPS 11.181 16.927 22.911 23.273 23.640 24.014 24.393 24.779 Pencegahan: Populasi general 16.315 22.777 29.118 29.293 29.444 29.602 29.915 30.231 Remaja 3.606 4.763 5.699 5.633 5.540 5.451 5.511 5.572 Program di tempat kerja 8.558 11.791 15.123 15.362 15.605 15.852 16.102 16.356 Penyediaan kondom: Masyarakat umum 57 83 108 110 111 112 114 116 Media massa 4.094 6.141 8.187 8.187 8.187 8.187 8.187 8.187 Pencegahan: Penyediaan Layanan 13.393 17.142 20.977 21.293 21.515 21.723 22.033 22.347 Manajemen IMS 456 617 778 786 791 795 805 815 Konseling dan test sukarela 5.974 8.327 10.786 10.935 11.049 11.162 11.309 11.457 Pencegahan transmisi dari ibu kpd anak 36 60 93 109 122 120 121 123 Keamanan darah 2.426 2.452 2.464 2.501 2.525 2.550 2.590 2.631 Propilaksis pasca eksposure 2 4 5 5 5 5 5 5 Injeksi aman 0 0 0 0 0 0 0 0 Kewaspadaan universal 4.498 5.683 6.851 6.956 7.023 7.091 7.203 7.317 Pengobatan, Dukungan dan Perawatan 82.777 122.817 162.309 218.418 273.683 313.055 348.851 385.165 Layanan berbasis rumah 0 0 0 0 0 0 0 0 Perawatan paliatif 0 0 0 0 0 0 0 0 Uji diagnostik 539 684 829 1.287 1.484 1.914 2.117 2.365 Pengobatan Infeksi Oportunistik 7.232 11.150 15.402 20.736 26.344 32.008 37.402 42.755 Propilaksis untuk infeksi oportunistik 631 358 0 0 0 0 0 0 Tes laboratorium untuk terapi ARV 7.827 10.934 14.110 17.815 24.569 28.185 31.548 35.397
324
Terapi anti-retroviral 66.548 99.692 131.968 178.580 221.286 250.949 277.783 304.648 Mitigasi - dukungan 0 0 0 0 0 0 0 0 Layanan Yatim 0 0 0 0 0 0 0 0 Dukungan perekonomian secara umum 0 0 0 0 0 0 0 0 Kebijakan, advokasi, administrasi, riset 48.346 69.242 90.451 100.544 113.575 113.575 113.575 113.575 Lingkungan yang mendukung 8.791 12.589 16.446 18.282 20.650 20.650 20.650 20.650 Manajemen dan administrasi 21.975 31.473 41.115 45.701 51.625 51.625 51.625 51.625 Riset dan Surveilans 8.790 12.590 16.445 18.280 20.650 20.650 20.650 20.650 Monitoring dan evaluasi 8.790 12.590 16.445 18.281 20.650 20.650 20.650 20.650
Total (Rupiah) 186.00
2 269.86
9 354.432 421.909 491.373 531.918 569.154 606.932 Total (USD) 23 34 44 46 53 58 62 66
Tabel di atas menunjukkan kebutuhan total dari pelayanan HIV/AIDS. Kelompok pembiayaan langsung untuk upaya preventif dan kuratif menyerap dana terbesar antara 75-80 persen dari total biaya. Di samping itu, total biaya meningkat dengan cukup signifikan dari tahun ke tahun. Peningkatan yang tinggi di tahun-tahun berikutnya setelah tahun 2008, dapat disebabkan oleh optimalisasi kegiatan yang lebih besar baik pada pelayanan preventif, kuratif, maupun penguatan sistem kesehatan yang terjadi setiap tahun. Oleh karena itu total biaya pada tahun 2012 menjadi lebih dari 2 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2009. 4.6. Biaya Total
Biaya yang diperlukan untuk mendukung upaya pencapaian MDGs di Sulawesi Selatan dapat dilihat pada tabel 9. Biaya yang diperlukan per tujuan MDGs diperoleh dengan mengalikan biaya satuan untuk upaya penurunan kematian anak per balita dikalikan dengan jumlah balita di seluruh Sulawesi Selatan setiap tahunnya. Biaya untuk mendukung upaya penurunan kematian ibu dihitung dengan mengalikan satuan biaya untuk menjaga kesehatan per kehamilan dikalikan dengan perkiraan jumlah kelahiran setiap tahun.
Tabel 9. Kebutuhan Pembiayaan untuk Pencapaian MDGs Kesehatan menurut Tujuan.
Biaya (juta rupiah)
Tahun
TOTAL
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 2008 203.498 268.124 186.002 3.605 51.763 712.992 2009 209.230 283.014 269.869 3.455 62.286 827.853 2010 223.036 303.877 354.432 3.453 68.303 953.101 2011 236.307 297.065 421.909 3.392 71.313 1.029.986 2012 247.399 334.562 491.373 3.495 73.682 1.150.510 2013 255.845 364.007 531.918 3.310 77.739 1.232.820 2014 265.628 395.804 569.154 3.140 81.803 1.315.529 2015 273.396 399.816 606.932 2.972 86.885 1.370.000
Dari perhitungan di atas, dapat dilihat bahwa biaya yang perlukan untuk melakukan intervensi-intrvensi dalam mendukung pencapaian MDGs bidang kesehatan. Pada tahun 2008 diperlukan sekitar Rp 713 milyar untuk penurunan kematian bayi, penurunan kematian ibu, dan penanggulangan penyakit tuberkulosis, malaria, dan HIV/AIDS. Jumlah ini terus meningkat karena upaya, jumlah penduduk, dan jumlah penduduk yang meningkat.
Gambar 2.. Kebutuhan biaya pencapaian MDGs bidang Kesehatan di Propinsi Sulawesi Selatan
325
326
Perlu diperhatikan bahwa kebutuhan biaya untuk pencapaian MDGs bidang kesehatan ini tidak serta merta diterjemahkan bahwa itulah biaya yang harus disediakan oleh pemerintah. Angka ini menunjukkan biaya total yang diperlukan, yang dalam prakteknya bisa dipenuhi oleh pemerintah, swasta atau masyarakat sendiri. Walaupun demikian, porsi terbesar pembiayaan untuk pencapaian MDGs bidang kesehatan memang seharusnya disediakan pemerintah karena permasalahan MDGs bidang kesehatan di atas adalah permasalahan kesehatan masyarakat (public goods).
Pembiayaan MDGs Bidang Air Bersih dan Sanitasi
4.7. Pendahuluan
Pemenuhan kebutuhan air minum dan sanitasi merupakan faktor yang sangat penting bagi sektor-sektor utama pembangunan seperti penurunan kemiskinan dan peningkatan status kesehatan masyarakat. Tujuan 7 MDGs memastikan keberlanjutan lingkungan hidup yang mencakup tiga target yaitu memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan kebijakan dan program nasional serta mengembalikan sumber yang hilang (target ke-9). Pada tahun 2015 juga harus dipastikan pengurangan setengahnya persentase penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar.
Penghitungan biaya untuk pemenuhan kebutuhan air minum dan sanitasi difokuskan pada upaya penyediaan sarana air minum dan sanitasi. Kaidah-kaidah dasar dalam penyediaan infrastruktur air minum dan sanitasi adalah:
1. Kualitas. Air minum yang berkualitas saat ini didefinisikan sebagai air yang memenuhi kondisi parametris yang telah ditetapkan Kepmenkes No.907/2002. Kualitas fasilitas sanitasi harus memenuhi kaidah buangan air limbah rumah tangga di badan air sesuai dengan peraturan pemerintah PP No. 82 Tahun 2001.
2. Kuantitas. Setiap orang membutuhkan air untuk minum per hari sekitar 2-3 liter/hari sehingga memenuhi standar kesehatan. Untuk mendukung
327
kegiatan memasak, mandi, buang air besar, dan lainnya, diperlusan sekitar 60 liter/orang/hari.
3. Kontinyuitas. Ketersediaan air minum ada pada tingkat kualitas dan kuantitas yang konsisten sepanjang waktu harian maupun tahunan tanpa terpengaruh musim dan perbaikan sarana.
4. Terjangkau (affordabilitas). Pelayanan air minum dan sanitasi harus mampu dijangkau masyarakat. Kualitas dan kuantitas pelayanan air minum untuk kebutuhan dasar, terjangkau baik harga, jarak tempuh, waktu tempuh, serta kemudahan mendapatkannya.
5. Kehandalan (reliabilitas). Sarana dan prasarana air minum dan sanitasi itu sendiri dapat dihandalkan dalam jangka waktu tertentu dan memenuhi kebutuhan sesuai desain konstruksi yang direncanakan, mudah dalam mendapatkan suku cadang dan jasa pelayanan pemeliharaan jika ada kerusakan.
6. Mudah penggunaannya (user friendly), yaitu sesuai dengan kemampuan dan perilaku masyarakat dalam menggunakan sarana-prasarana tersebut.
Untuk memotret kondisi tersebut, dalam Laporan Perkembangan Pencapaian MDGs Indonesia Tahun 2004 (Bappenas dan PBB, 2004) disebutkan tiga definisi pendekatan (proxy) air minum. Definisi ini lebih menjelaskan air dalam arti sumber air yang terlindungi (improved water source) dan dapat dirujuk sebagai sumber air untuk air minum. Sumber air minum pada dasarnya adalah sumber yang terlindungi yang mempertimbangkan konstruksi bangunannya serta jarak dari tempat pembuangan tinja terdekat. Jarak yang layak antara sumber air dan tempat pembuangan tinja terdekat adalah lebih dari 10 meter. Sumber-sumber air tersebut meliputi air perpipaan, air pompa, air dari sumur atau mata air yang dilindungi, dan air hujan. Air perpipaan, yaitu air dengan kualitas yang dapat diandalkan (reliable) dan lebih sehat dibandingkan dengan sumber air lainnya.
328
Sementara itu, air dengan sumber yang tidak terlindungi adalah apabila sumber air tersebut berjarak kurang dari 10 meter dari tempat pembuangan tinja yang kemungkinan besar akan terkontaminasi limbah tinja.
Konsep dan definisi sanitasi dasar adalah proporsi rumah tangga yang menggunakan tangki septik/SPAL dan lubang sebagai tempat terakhir pembuangan tinja. Yang disebut sebagai tangki septik adalah tempat pembuangan akhir yang berupa bak penampungan, biasanya terbuat dari pasangan bata/batu atau beton baik mempunyai bak resapan maupun tidak, termasuk di sini daerah permukiman yang mempunyai SPAL terpadu yang dikelola oleh pemerintah kota. Sedangkan lobang tanah didefinisikan bila limbahnya dibuang ke dalam lobang tanah yang tidak diberi pembatas/tembok (tidak kedap air).
4.8. Metodologi Perhitungan
Data-data pokok yang penting dalam estimasi kebutuhan biaya penyediaan sarana air minum dan sanitasi adalah lingkup pelayanan air minum dan sanitasi dasar; target populasi yang akan dilayani dan tingkat pelayanan. Dokumen MDGs tidak menyebutkan secara mendasar tahun dasar penghitungan pencapaian MDGs, apakah tahun 1990 seperti target MDGs lainnya atau tahun 2000. Pada makalah ini, tahun dasar yang digunakan adalah tahun 2000. Salah satu alasannya adalah, antara tahun 1994-1996 terjadi lompatan ekstrim sehingga mempengaruhi pengitungan pencapaian. Dugaan ‘kecurigaan’ sementara adalah pada tahun-tahun (1994-1996) ini terjadi perubahan konsep dan definisi sanitasi dasar dan/atau perubahan metodologi survei itu sendiri.
Estimasi atau proyeksi cakupan air minum dan sanitasi dihitung menggunakan data capaian pada tahun 2006 di Propnsi Sulawesi Selatan yang diperoleh dari Susenas, kemudian di proyeksikan untuk bertambah sebesar 2,5 persen per tahun untuk cakupan air bersih dan bertambah 1,5 persen setiap tahun untuk cakupan sanitasi dasar.
Gambar 3. Target Cakupan Ppenduduk dengan Akses Terhadap Air minum (%) di Sulawesi Selatan
Gambar 4. Target Persentase Penduduk yang Mempunyai Akses terhadap Sanitasi yang Layak
Penetapan satuan biaya dilakukan dengan mempertimbangkan ketersediaan sumber air, tingkat inflasi, kedalaman tingkat pembiayaan yang meliputi operasional, pemeliharaan, penggantian atau recovery cost, transportasi/ delivery (per propinsi), biaya penyelenggaraan kelembagaan (perencanaan, monitoring, dan perundangan), serta biaya promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang perlu dijelaskan setiap komponennya. Secara umum, proses penghitungan MDGs sektor air minum dan sanitasi dasar diringkas dalam diagram berikut:
329
Gambar 5. Skema Proses Penghitungan Kebutuhan Biaya Penyediaan Sarana Air Minum da Sanitasi
Estimasi pembiayaan dalam makalah ini meliputi pembiayaan untuk penyediaan pelayananan dan merawatnya. Oleh karena itu, pembiayaan dibagi menurut 2 jenis, yaitu biaya investasi awal dan biaya pelayanan. Yang termasuk biaya investasi awal disini adalah: perencanaan dan pengawasan, perangkat keras, konstruksi, proteksi sumber air, dan pelatihan. Sedangkan biaya pelayanan adalah peralatan operasional, pemeliharaan perangkat keras dan penggantian suku cadang, pengurasan tangki septik dan cubluk, peraturan perundangan dan kontrol atas kualitas air minum, perlindungan dan monitoring sumber air bersih, pengolahan air minum serta distribusinya, serta aktivitas pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Sasaran pencapaian yang digunakan dalam MDGs dengan data yang tersedia di Susenas adalah cakupan air bersih dan cakupan sanitasi dasar. Namun belum ditemukan literatur yang menghitung satuan biaya berdasarkan cakupan air bersih dan sanitasi dasar yang ingin dicapai. Dalam makalah ini, kebutuhan biaya dihitung dengan menggunakan satuan biaya menurut jenis fasilitas air minum dan sanitasi yang akan di bangun.
330
331
Tabel 10. Biaya Investasi Penyediaan Sarana Air Minum dan Sanitasi yang Terlindungi
Air Minum Terlindungi Sanitasi Terlindungi
Fasilitas Biaya
(USD per kapita)
Fasilitas Biaya
(USD per kapita)
(1) (2) (3) (4)
Sambungan Rumah 92 SPAL Kota 154
Hidran Umum 64 SPAL Komunal 60
Sumur Bor 17 Tangki Septik 104
Sumur Gali 22 Cubluk berventilasi 50
Air Hujan 34 Cubluk sederhana 26
Disinfeksi pada pengguna 0.094
Sumber: WHO, 2004. Merupakan satuan biaya untuk tahun 2000. Biaya untuk tahun berikutnya di ekskalasi dengan inflasi sebesar 6% per tahun
Yang dimaksud dengan air minum terlindungi adalah sambungan rumah, hidran umum, sumur bor, mata air/sumur gali terlindungi, penampung air hujan, dan desinfeksi di tingkat konsumen. Sedangkan sumber air minum yang tdak terlindungi adalah sumur tak terlindung, mata air tak terlindung, pedagang air, dan air kemasan. Sanitasi yang terlindungi meliputi SPAL, tangki septik, cubluk sederhana, dan cubluk berventilasi. Sedangkan sanitasi yang termasuk sanitasi yang tidak terlindungi adalah jamban umum, jamban terbuka (Sumber: Global Water Supply and Sanitation Report, WHO-UNICEF, 2004).
Biaya pemeliharaan menggunakan perhitungan dari WHO. Untuk fasiitas air minum dengan sambungan rumah dan hidran umum, biaya pengolahan air adalah USD 0,2 per meter kubik air. Dalam makalah ini, biaya pengelolaan air per meter kubiknya sebesar USD 0,2 atau USD 0,0002 per liter. Sehingga biaya per hari untuk kebutuhan lengkap minimal (60 liter per orang per hari) per tahun adalah 0,0002 USD x 60 liter x 365 hari. Untuk sumur gali, air
332
hujan dan disinfeksi, tidak ada litaretur yang dapat dirujuk, sehingga diasumsikan nol. Untuk biaya pengelolaan atau operasional sarana saitasi dasar, untuk biaya pengelolaan air buangan ke cubluk sekitar USD 2 per kapita per tahun, sedangkan untuk tangki septik seebsar USD 3 per kapita per tahun . Biaya ini berlaku untuk tahun 2000. Untuk tahun-tahun selanjutnya di ekskalasi dengan inflasi sebesar 6% per tahun.
Tabel 11. Biaya Operasional Sarana Air Minum dan Sanitasi yang Terlindungi PerTahun Per Kapita
Air Minum Terlindungi Sanitasi Terlindungi
Fasilitas Biaya
(USD per kapita)
Fasilitas Biaya (USD per kapita)
(1) (2) (3) (4) Hidran Umum 4.95 Tangki Septik 9.1
Sumur Bor 1.26 Cubluk berventilasi 5.7
Sumur Gali 1.63 Cubluk sederhana 3.92
Penampungan Air Hujan 2.51 SPAL (hardware & software) 11.95
Disinfeksi 0.26 SPAL (software) 5.28
Pengaturan air perpipaan (hardware & software) 9.95
Pengaturan air perpipaan (software) 5.97
Sumber: WHO, 2004. Merupakan satuan biaya untuk tahun 2000. Biaya untuk tahun berikutnya di ekskalasi dengan inflasi sebesar 6% per tahun
4.9. Pembiayaan Cakupan Air Minum
Tabel 12 menunjukkan perhitungan kebutuhan biaya investasi, operasional dan pemeliharaan untuk meningkatkan cakupan pelayanan air minum di Sulawesi Selatan. Pada makalah ini diasumsikan target capaian pada tahun 2015 adalah 71,7 persen. Angka ini di proyeksikan dari angka dasar tahun 2000 (walaupun dalam makalah ini hanya dimunculkan perhitungan sejak tahun 2008) untuk mencakup separuh dari persentase penduduk yang tidak mempunyai cakupan air bersih di Sulaesi selatan pada tahun 2015.
333
Tabel 12. Kebutuhan Biaya untuk Peningkatan Cakupan Pelayanan Air Minum di Sulawesi Selatan
Kebutuhan Biaya menurut tahun Rincian
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Jenis Pelayanan (%)
Sambungan Rumah 19,99 20,82 21,66 22,49 23,32 24,16 25,00 25,85
Hidran Umum 4,67 5,25 5,82 6,39 6,95 7,51 8,06 8,60
Sumur Bor Terlindungi 5,71 6,13 6,55 6,97 7,38 7,79 8,20 8,60
Sumur Gali Terlindungi 21,23 22,18 23,12 24,06 24,99 25,91 26,82 27,72
Penampung Air Hujan 0,65 0,65 0,64 0,64 0,64 0,63 0,63 0,63
TOTAL 52,24 55,03 57,80 60,54 63,28 66,00 68,70 71,40
Jumlah Penduduk (ribu jiwa)
Total 10.437 10.636 10.836 11.029 11.221 11.413 11.603 11.793
Terlayani 5.453 5.853 6.263 6.677 7.100 7.532 7.972 8.420
Target Pelayanan per tahun 391 400 410 414 423 432 440 448
Target Jumlah Penduduk Terlayani Total menurut Teknologi (ribu jiwa)
Sambungan Rumah 2.086 2.215 2.347 2.480 2.617 2.757 2.901 3.048
Hidran Umum 487 558 631 705 780 857 935 1.014
Sumur Bor Terlindungi 596 652 710 768 828 889 951 1.015
Sumur Gali Terlindungi 2.215 2.359 2.505 2.653 2.804 2.957 3.112 3.269
Penampung Air Hujan 68 69 70 71 71 72 73 74
Total 5.453 5.853 6.263 6.677 7.100 7.532 7.972 8.420
PEMBIAYAAN (USD ribu)
Investasi Awal 31.835 34.677 37.736 40.308 43.747 47.434 51.383 55.622
Operasional 17.964 20.520 23.360 26.480 29.936 33.759 37.983 42.643
Pemeliharaan 44.151 50.076 56.647 63.852 71.817 80.611 90.310 100.996
Total 93.951 105.272 117.743 130.640 145.500 161.804 179.676 199.262
Total (Rp milyar, 1 USD = Rp 9.000) 845.559 947.451 1.059.690 1.175.764 1.309.497 1.456.237 1.617.086 1.793.355
Dari perhitungan, dapat diketahui bahwa pada tahun 2008 setidaknya diperlukan Rp 845 milyar untuk membangun, mengoperasionalkan, dan memelihara sarana air bersih di seluruh Sulawesi Selatan. Dari ketiga komponen tersebut, biaya yang paling besar diperlukan adalah untuk pemeliharaan.
Gambar 6. Kebutuhan Biaya Peningkatan Cakupan Air Minum di Sulawesi Selatan
4.10. Pembiayaan Cakupan Sanitasi Dasar
Tabel 13 menggambarkan proyeksi kebutuhan biaya untuk investasi, operasional dan pemeliharaan sarana sanitasi dasar di Sulawesi Selatan, jika inginmencapai target MDGs pada tahun 20125.
334
335
Tabel 13. Kebutuhan Biaya untuk Peningkatan Cakupan Pelayanan Sanitasi Dasar di Sulawesi Selatan
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Jenis Pelayann SPAL Kota 0,31 0,34 0,38 0,41 0,45 0,48 0,52 0,56SPAL Komunal 2,19 2,77 3,36 3,94 4,54 5,13 5,73 6,33Tangki Septik 39,76 40,35 40,93 41,49 42,05 42,62 43,18 43,74Cubluk Berventilasi 11,11 11,17 11,23 11,29 11,34 11,39 11,44 11,48Cubluk Sederhana 18,08 18,33 18,57 18,81 19,04 19,26 19,48 19,69Total 71,46 72,96 74,46 75,94 77,42 78,89 80,35 81,80
Penduduk (ribu jiwa) Total (ribu jiwa) 10.437 10.636 10.836 11.029 11.221 11.413 11.603 11.793 Terlayani 7.458 7.761 8.068 8.376 8.687 9.003 9.323 9.647
Target Pelayanan per tahun 298 303 308 307 312 316 320 324
Target Jumlah Penduduk Terlayani Total menurut Teknologi (ribu jiwa
SPAL Kota
32 36 41 45 50 55
60 66
SPAL Komunal
229
295 364 435 509 585 665 746
Tangki Septik 4.150 4.291 4.435 4.576
4.719 4.864 5.010 5.159 Cubluk Berventilasi 1.160 1.189 1.217 1.245 1.273 1.300 1.328 1.354 Cubluk Sederhana 1.887 1.950 2.012 2.074 2.136 2.198 2.260 2.322 Total 7.458 7.761 8.068 8.376 8.687 9.003 9.323 9.647
Total Kebutuhan Biaya(USD ribu) Investasi Awal 34.965 37.790 40.812 43.052 46.389 49.944 53.730 57.776Operasional 455 613 793 999 1.232 1.496 1.795 2.131Pemeliharaan 110.429 122.123 134.929 148.827 164.013 180.596 198.689 218.420Total 145.849 160.526 176.534 192.878 211.634 232.036 254.214 278.328
Total (Rp juta, 1 USD = Rp 9.000) 1.312.644 1.444.737 1.588.803 1.735.898 1.904.704 2.088.325 2.287.923 2.504.950
Dari perhitungan, dapat diketahui bahwa pada tahun 2008 setidaknya diperlukan Rp 1,3 trilyun untuk membangun, mengoperasionalkan, dan memelihara sarana air sanitasi dasar di seluruh Sulawesi Selatan. Dari ketiga komponen tersebut, biaya yang paling besar diperlukan adalah untuk pemeliharaan, dikuti oleh biaya investasi dan operasional.
Gambar 7. Kebutuhan Biaya Peningkatan Cakupan Air Minum di Sulawesi Selatan
5. Penutup
Secara keseluruhan, biaya yang diperlukan untuk pencapaian MDGs Tujuan 2, 4, 5, 6 dan 7 di Sulawesi Selatan pada tahun 2008 adalah Rp 6,9 trilyun kemudin terus meningkat hingga mencpai Rp 13,2 trilyun pada tahun 2015. Komponen terbesar diperlukan untuk pencapaian tujuan 3 pendidikan yaitu sebesar Rp 4 trilyun pada tahun 2008 dan Rp 7,5 trilyun pada tahun 2015.
Tabel 14. Kebutuhan Pembiayaan MDGs Pendidikan, Kesehatan dan Air
dan Sanitasi di Propinsi Sulawesi Selatan
Kebutuhan Biaya (Rp milyar) Tujuan MDG
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Tujuan 3: Pendidikan 4.046 4.126 4.678 5.143 5.674 6.183 6.665 7.493
Tujuan 4,5,6: Kesehatan 713 828 953 1.030 1.151 1.233 1.316 1.370
Tujuan 7: Sanitasi 1.313 1.445 1.589 1.736 1.905 2.088 2.288 2.505
Tujuan 7: Air Minum 846 947 1.060 1.176 1.310 1.456 1.617 1.793
Total 6.917 7.346 8.280 9.085 10.039 10.960 11.886 13.161
336
Perhitungan kebutuhan pembiayaan pencapaian MDGs untuk pendidikan, kesehatan dan air dan sanitasi di Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa biaya yang diperlukan adalah Rp 6,9 trlyun rupiah pada tahun 2008. Angka ini meningkat setiap tahun dan pada tahun 2015 mencapai Rp 13,2 trilyun.
Gambar 8. Kebutuhan Biaya Pencapaian MDGs di Sulawesi Selatan
0
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Bia
ya (R
p m
ilyar
)
Sanitasi
Air Minum
Kesehatan
Pendidikan
Biaya yang diperlukan ini tentunya sangat besar. Oleh karena itu yang perlu dilakukan kemudian adalah merinci bagaimana cara pembiayaannya, termasuk anggaran yang diperlukan oleh masing-masing sektor. Perlu diperhatikan bahwa makalah ini tidak merinci tentang sumber pembiayaannya dan menggunakan satuan biaya nasional. Penyesuaian diperlukan untuk dapat memberi gambaran yang lebih tajam, antar lain dengan menggunakan data-data penyakit dan target tingkat propinsi dan satuan biaya lokal.
337