Pterigium tugas
-
Author
novita-jehalu -
Category
Documents
-
view
47 -
download
1
Embed Size (px)
Transcript of Pterigium tugas

Pterygium Regina Novita P. Jehalu
Definisi
Pterigium merupakan pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif.1 Pertumbuhan pterigium biasanya terletak pada celah kelopak mata
bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke kornea. Kata pterygium berasal
dari bahasa Yunani, yaitu pteron artinya wing atau sayap. Hal ini mengacu pada pertumbuhan
pterygium yang berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi. Pada pterigium didapati temuan
patologik pada konjungtiva, dimana lapisan bowman kornea digantikan oleh jaringan hialin
dan elastik. Pterigium mudah meradang dan jika terjadi iritasi maka bagian tersebut akan
berwarna merah.1
Pterigium merupakan konjungtiva bulbi patologik yang menunjukan penebalan,
berupa lipatan berbentuk segitiga yang tumbuh menjalar ke arah kornea. Puncak segitiga
berada di kornea dan kaya akan pembuluh darah yang menuju kearah puncak pterigium.
Kebanyakan pterigium ditemukan dibagian nasal dan bilateral. Akibat penjalaran ke kornea
mengakibatkan adanya kerusakan epitel dak membran bowman kornea.2
Epidemiologi
Dapat terjadi pada anak dan orang dewasa walaupun kejadian pada dewasalebih
banyak.2 Banyak dijumpai di belahan dunia barat, dikaitkan dengan pajanan yang tinggi
terhadap sinar matahari.3 Prevalensi meningkat seiring usia, sering berhubungan dengan
pajanan lama terhadap sinar matahari. Pterigium dapat unilateral namun sering mengenai
kedua mata dan sering tidak berpengaruh pada penglihatan.4
Etiologi dan faktor resiko
Etiologi pterigium tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu
neoplasma, radang dan proses degenerasi.1 Degenerasi konjungtiva merupakan keadaan yang
sering memiliki hubungan dengan atau berpengaruh pada fungsi mata dan penglihatan.
Kondisi degenerasi konjungtiva meningkat seiring penambahan usia sebagai hasil dari
inflamasi yang terjadi sebelumnya, pengaruh pajanan yang lama terhadap lingkungan atau
proses penuaan itu sendiri. Degenari konjungtiva dapat berhubungan dengan iritasi kronis,
mata kering, atau riwayat trauma sebelumnya. Dan saat melibatkan kornea dapat
menyebabkan terjadinya pterigium.4 Histologi, pterigium identik dengan pinguecula , tapi

Pterygium Regina Novita P. Jehalu
dapat tumbuh mengarah ke kornea. Bagian abu-abu kepala pterigium akan tumbuh secara
perlahan menuju pusat atau sentral kornea.3
Faktor resiko meliputi5 :
- Meningkatnya pajanan sinar UV. Termsuk hidup dan tinggal di daerah beriklim tropis dan
subtropis
- Memiliki pekerjaan dengan aktivitas dilingkungan terbuka
- Resiko genetik dijumpai pada beberapa keluarga
- Pria lebih banyak dibandingkan wanita
Seperti pinguecula, pterigium berhubungan dengan pajanan sinar UV. Sinar ultraviolet biru
dan light UV sama-sama berperan pada terjadinya pterigium. Pekerjaan diluar rumah dengan
pajanan yang sering dan tinggi terhadap sinar matahari termasuk terhadap pasir dan air,
sedangkan pemakaian topi dan kacamata dapat melindungi mata dari pajanan tersebut. Secara
histopatologi, pterigium mirip dengan pinguecula kecuali adanya kerusakan membran
Bowman pada komponen kornea dan pembuluh darah pada pterigium. 4
3
Patofisiologi
Berbagai faktor risiko seperti respon terhadap faktor-faktor lingkungan seperti
paparan terhadap sinar ultraviolet dari matahari, daerah kering, inflamasi, daerah angin

Pterygium Regina Novita P. Jehalu
kencang dan debu atau faktor iritan lainnya menyebabkan terjadinya degenerasi elastis
jaringan kolagen dan proliferasi fibrovaskular. Dan progresivitasnya diduga merupakan hasil
dari kelainan lapisan Bowman kornea. Beberapa studi menunjukkan adanya predisposisi
genetik untuk kondisi ini.
Teori lain menyebutkan bahwa patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi
elastik kolagen dan proliferasi fibrovaskular dengan permukaan yang menutupi epitel. Hal ini
disebabkan karena struktur konjungtiva bulbi yang selalu berhubungan dengan dunia luar dan
secara intensif kontak dengan ultraviolet dan debu sehingga sering mengalami kekeringan
yang mengakibatkan terjadinya penebalan dan pertumbuhan konjungtiva bulbi sampai
menjalar ke kornea. Selain itu, pengeringan lokal dari kornea dan konjungtiva yang
disebabkan kelainan tear film menimbulkan fibroplastik baru. Tingginya insiden pterygium
pada daerah beriklim kering mendukung teori ini.
Teori terbaru pterygium menyatakan kerusakan limbal stem cell di daerah
interpalpebra akibat sinar ultraviolet. Limbal stem cell merupakan sumber regenarasi epitel
kornea dan sinar ultraviolet menjadi mutagen untuk p53 tumor supressor gene pada limbal
stem cell. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta diproduksi dalam jumlah
berlebihan dan meningkatkan proses kolagenase sehingga sel-sel bermigrasi dan terjadi
angiogenesis. Akibatnya, terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan
subepitelial fibrovaskular. Pada jaringan subkonjungtiva terjadi perubahan degenerasi elastik
dan proliferasi jaringan vaskular di bawah epitelium yang kemudian menembus kornea.
Kerusakan pada kornea terdapat pada lapisan membran Bowman oleh pertumbuhan jaringan
fibrovaskular yang sering disertai inflamasi ringan. Epitel dapat normal, tebal, atau tipis dan
kadang terjadi displasia. Pada keadaan defisiensi limbal stem cell, terjadi pembentukan
jaringan konjungtiva pada permukaan kornea.
Pemisahan fibroblast dari jaringan pterygium menunjukkan perubahan phenotype,
yaitu lapisan fibroblast mengalami proliferasi sel yang berlebihan. Pada fibroblast pterygium
menunjukkan matriks metalloproteinase, yaitu matriks ekstraselular yang berfungsi untuk
memperbaiki jaringan yang rusak, penyembuhan luka, dan mengubah bentuk. Hal ini
menjelaskan penyebab pterygium cenderung terus tumbuh dan berinvasi ke stroma kornea
sehingga terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi.

Pterygium Regina Novita P. Jehalu
Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan proliferasi
fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium, Histopatologi kolagen abnormal
pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat dengan hematoksin dan
eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan elastic akan tetapi bukan jaringan
elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh elastase.5
Histologi, pterigium merupakan akumulasi dari jaringan degenerasi subepitel yang
basofilik dengan karakteristik keabu-abuan di pewarnaan H & E . Berbentuk ulat atau
degenerasi elastotic dengan penampilan seperti cacing bergelombang dari jaringan yang
degenerasi. Pemusnahan lapisan Bowman oleh jaringan fibrovascular sangat khas. Epitel
diatasnya biasanya normal, tetapi mungkin acanthotic, hiperkeratotik, atau bahkan displastik
dan sering menunjukkan area hiperplasia dari sel goblet.
Gambar 4. Histopatologi pada pterigium
Manifestasi klinis dan penegakan diagnosa
Pteregium memiliki gejala hanya jika sudah mulai mengganggu pusat kornea dan axis
penglihatan. Tarikan pada kornea dapat menyebabkan astigmatis berat pada kornea.3
Pterygium biasanya terjadi secara bilateral, namun jarang terlihat simetris, karena kedua
mata mempunyai kemungkinan yang sama untuk kontak dengan sinar ultraviolet, debu dan
kekeringan. Kira-kira 90% terletak di daerah nasal karena daerah nasal konjungtiva secara
relatif mendapat sinar ultraviolet yang lebih banyak dibandingkan dengan bagian konjungtiva

Pterygium Regina Novita P. Jehalu
yang lain. Selain secara langsung, bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar ultra violet
secara tidak langsung akibat pantulan dari hidung.
Pterygium yang terletak di nasal dan temporal dapat terjadi secara bersamaan
walaupun pterygium di daerah temporal jarang ditemukan. Perluasan pterygium dapat sampai
ke medial dan lateral limbus sehingga menutupi sumbu penglihatan dan menyebabkan
penglihatan kabur. Secara klinis muncul sebagai lipatan berbentuk segitiga pada konjungtiva
yang meluas ke kornea pada daerah fissura interpalpebra. Deposit besi dapat dijumpai pada
bagian epitel kornea anterior dari kepala pterygium (stoker’s line).
Anamnesa : gejala bervariasi dari tanpa keluhan sampai dengan keluhan mata rasa panas,
mengganjal, mata kemerahan, gatal, iritasi dan gangguan penglihatan ( kabur) yang
dikeluhkan seiring dengan meningkatnya atau bertambahnya lesi pada konjungtiva dan
melibatkan kornea pada satu atau kedua mata.2,5
Pemeriksaan fisik : inspeksi dapat dijumpai perubahan fibrovascular pada permukaan
konjungtia dan kornea. Sering mengenai bagian nasal konjungtiva dan menyebar kearah nasal
kornea. Terdapat dua kategori yang dapat dijumpai pada pasien dengan pterigium, kelompok
pertama dapat menunjukan ploriferasi minimal dan gambaran atrofi yang relatif. Pterigia
pada kelompok ini akan cendrung rata (flatter) dan tumbuh secara lambat, serta insiden
kekambuhan post eksisi yang rendah. Pada kelompok kedua dapat dijumpai riwayat
pertumbuhan yang cepat dan penebalan yang signifikan pada komponen fibrovascular.
Pterigia pada kelompok ini memiliki angka kekambuhan yang tinggi post eksisi.5
Gejala klinis pterygium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan
sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara lain:
- mata sering berair dan tampak merah
- merasa seperti ada benda asing
- timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterygium
- pada pterygium derajat 3 dan 4 dapat terjadi penurunan tajam penglihatan.
- Dapat terjadi diplopia sehingga menyebabkan terbatasnya pergerakan mata.
Pembagian pterigium:

Pterygium Regina Novita P. Jehalu
Berdasarkan morfologi dibedakan atas bagian segitiga yang meninggi pada pterygium
dengan dasarnya kearah kantus disebut body, sedangkan bagian atasnya disebut apex dan ke
belakang disebut cap. A subepithelial cap atau halo timbul pada tengah apex dan membentuk
batas pinggir pterygium.
Berdasarkan perjalanan penyakit dibagi menjadi dua yaitu Progressif
pterygium(memiliki gambaran tebal dan vascular dengan beberapa infiltrat di kornea di depan
kepala pterygium ) dan Regressif pterygium (dengan gambaran tipis, atrofi, sedikit
vaskularisasi, membentuk membran tetapi tidak pernah hilang).
Staging pterigium menurut Youngson. Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan
berdasarkan bagian kornea yang tertutup oleh pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi
menjadi 4 (Gradasi klinis menurut Youngson ): Derajat 1 (Jika pterigium hanya terbatas
pada limbus kornea), Derajat 2 (Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak
lebih dari 2 mm melewati kornea), Derajat 3 (Jika pterigium sudah melebihi derajat dua
tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil
sekitar 3-4 mm) dan Derajat 4 (Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan).
Diagnosa Banding
1. Pinguekula
Pinguekula terdapat pada konjungtiva bulbi, baik bagian nasal atau temporal didaerah
celah kelopak mata. Bentuknya kecil dan meninggi, berupa penonjolan berwarna putih-
kuning keabu-abuan berupa hipertrofi yaitu penebalan selaput lendir. Secara histopatologik,
pada puncak penonjolan terdapat degenerasi hialin. Tidak menimbulkan keluhan kecuali jika
terdapat peradangan akibat iritasi. Umumnya pasien datang karena keluhan akibat
peradangan, penonjolan yang jelas, ataupun alasan kosmetik. Prevalensi dan insiden
meningkat dengan meningkatnya umur. Angka kejadian sama pada laki laki dan perempuan.
Faktor luar turut berperan seperti panas, debu, sinar matahari dan udara kering. Umumnya
pinguekula tidak membutuhkan pengobatan, pada peradangan umumnya diberikan steroid
topikal. Tindakan eksisi tidak diindikasikan pada kelainan ini. 2

Pterygium Regina Novita P. Jehalu
2.Pseudopterigium
Apabila pada kornea terdapat suatu ulkus atau kerusakan permukaan kornea dan
dalam proses penyembuhan bisa saja konjungtiva menutupi luka kornea tersebut sehingga
terlihat seolah-olah konjungtiva menutupi kornea, keadaan ini disebut pseudopterigium.2
Pertumbuhannya mirip dengan pterygium karena membentuk sudut miring atau Terriens
marginal degeneration. Selain itu, jaringan parut fibrovaskular yang timbul pada konjungtiva
bulbi pun menuju kornea. Perbedaan pseudopterigium dan pterigium2:
- Pseudopterygium diawali riwayat trauma atau kerusakan permukaan kornea dan
merupakan akibat inflamasi permukaan okular sebelumnya seperti pada trauma, trauma
kimia, konjungtivitis sikatrikal, trauma bedah atau ulkus perifer kornea. Umumnya hanya
pada satu mata.
- Puncak pterigium menunjukan pulau-pulau fuchs pada kornea sedangkan pada
pseudopterigium tidak
- Pada pseudopterigium yang tidak melekat pada limbus kornea, maka probing dengan
muscle hook dapat dengan mudah melewati bagian bawah pseudopterigium pada limbus,
sedangkan pada pterygium tak dapat dilakukan.
- Pada pseudopteyigium tidak didapat bagian head, cap dan body dan pseudopterygium
cenderung keluar dari ruang interpalpebra fissure yang berbeda dengan true pterigium.
- Pembuluh darah konjungtiva pada pseudopterigium tidak menonjol(sesuai dengan
pembuluh darah konjungtiva bulbi normal) sedangkan pada pterigium lebih menonjol.
Selain itu pterigium cendrung bersifat progresif sedangkan pseudopterigium tidak.

Pterygium Regina Novita P. Jehalu
Gambar 6. Mata dengan pseudopterigium
WHAT TO LOOK FOR ?
1. Position : nasal or temporal. Laterality: true pterygia are usually bilateral as apposed to
pseudopterygia.
2. Progression: increased vascularity and fleshiness is usually seen in progressive pterygia as
apposed to thinned out pale atrophic pterygia.
3. Extent: of encroachment of the pterygia onto the cornea is required to predict outcome of
intervention – especially with regard to vision recovery. The width of the pterygium at the
limbus is also noted.
4. Presence of subepithelial deposits ahead of the head of the pterygia is suggestive of
progression. Presence of the Stocker’s line of pigmentation is suggestive of a long
standing, non-progressive lesion.
5. Restriction of movement is often seen in recurrent pterygia with conjunctival loss and
scarring.
6. Inflammation: the presence of conjunctival inflammation in the body of the pterygium
should be noted.
7. In patients, who have a recurrent pterygium after previous surgery the presence of corneal
thinning that may affect the surgical procedure, must be noted.
8. Similarly, if a conjunctival autograft is planned, the health of the bulbar conjunctiva, the
presence of a glaucomatous bleb, and the possibility of future glaucoma risk in the
patient, must be considered.
Tatalaksana pada pterigium diberikan jika sudah menimbulkan manifestasi klinis. Tindakan
operasi diindikasikan pada beberapa kasus. Operasi dilakukan dengan pengeluaran bagian
kepala (head) dan badan (body) dan sklera dibiarkan terbuka pada bagian tersebut3

Pterygium Regina Novita P. Jehalu
Prognosis
Pteregia memiliki kemungkinan untuk kembali lagi. Keratoplasty lamellar
diindiaksikan untuk mengganti lapisan Bowman yang rusak dengan jaringan normal. Dengan
kata lain, lapisan bowman yang terganggu akan terus menyediakan pertumbuhan untuk
menyokong rekurensi pterigium. 3
Pemilihan teknik operasi :
Untuk operasi pterygia kecil, dapat gunakan eksisi dan perbaikan dengan konjungtiva
autoplasty. Pada pterigium primer yang besar atau rekuren pterigium tanpa adanya batasan
gerak bola mata dapat gunakan teknik ( a bare sclera technique ) dengan pemasangan graft
konjungtiva yang diambil dari konjungtiva bulbi superior. Pada teknik ini disertai dengan
isolasi M.rectus yang terlibat dan eksisi jaringan atau scar yang berdekatan.
TEKNIK BARE SCLERA
1. Operasi dengan menggunakan mikroskop dilakukan dibawah anastesi lokal.
2. Setelah pemberian anastesi topikal, desinfeksi, dipasang eye spekulum.
3. Lidokain 0,5 ml disuntikkan dibawah badan pterygium dengan spuit 1cc.
4. Dilakukan eksisi badan pterygium mulai dari puncaknya di kornea sampai pinggir limbus.
Kemudian pterygium diekstirpasi bersama dengan jaringan tenon dibawah badannya
dengan menggunakan gunting.
TEKNIK CONJUNCTIVAL AUTOGRAFT
1. Setelah pterygium diekstirpasi, ukuran dari bare sclera yang tinggal diukur.
2. Diambil konjungtiva dari bagian superior dari mata yang sama, diperkirakan lebih besar
1mm dari bare sclera yang diukur, kemudian diberi tanda.
3. Area yang sudah ditandai diinjeksikan dengan lidokain, agar mudah mendiseksi
konjungtiva dari tenon selama pengambilan autograft.
4. Bagian limbal dari autograft ditempatkan pada area limbal dari area yang akan digraft.
5. Autograft kemudian dijahit ke konjungtiva disekitarnya dengan menggunakan vicryl 8.0

Pterygium Regina Novita P. Jehalu
1. Prof sidharta
2. Buku hitam
3. Lang pocket
4. yanoff&duker opht
5. medscape
6. http://www.ejournalofophthalmology.com/ejo/ejo40.html