Psikologi abhidama dan transpersonal
-
Upload
ikha-mardiyah -
Category
Education
-
view
109 -
download
2
Transcript of Psikologi abhidama dan transpersonal
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada perkembangan lebih lanjut, terutama pada paruh abad ke-20, psikologi kembali
diwarnai oleh pemikiran filosofis, yatu eksistensialisme dan fenomenologi. Bahkan beberapa
tahun setelahnya, psikologi mulai mendapatkan pengaruh dari kebangkitan spritualisme gaya
baru. Inilah awal mula hadirnya psikologi aliran ke empat : psikologi transpersonal.
Charles T.Tart dalam Transpersoal Psychologies menulis bahwa buku Transpersonal
Psychologies merupakan upaya untuk menjembatani kesenjangan antara “psikologi ortodoks
Barat” dan sejumlah psikologi traspersonal, psikologi yang merupakan bagian integral dari
berbagai disiplin rohani.
Charles menyebutkkan bahwa psikologi adalah sebuah set asumsi yang saling terkait
(inheren dibuktikan) tentang dunia dan sifat manusia. Itulah yang disebut dengan psikologi
“ilmiah” aliran Barat yang didasarkan pada “fakta-fakta ilmiah”. Padahal, ada psikologi
lainnya yang ditinggalkan oleh dunia Barat yaitu psikologi Zen Buddhisme, seperti Yoga,
Kristen, dan tasawuf. Psikologi ini melihat secara independen sistem kepercayaan religius
yang terkait dengan kehidupan manusia, yang saat itu banyak ditinggalkan oleh dunia Barat.
Padahal, ketika itu, dunia Barat mengalami suatu “penderitaan” karena telah meninggalkan
aspek spiritual, yang lebih mengutamakan positivisme. Krisis kemanusiaan yang melanda di
dunia barat ini, kemudian dicari kara permasalhannya dan sebagian menuduh arah atau
orientasi peradaban yang terlampau materialistis yang menjadi penyebabnya. Bukannya
menggali akar tradisi spritualnya sendir, melainkan ramai-ramai menoleh ke belahan Timur,
terutama negara India demi memuaskan dahaga spiritualnya.
Agama dan filsafat India, memang menawarkan kekayaan yang luar biasa. Di negara
ini, tradisi filsafat India menawarkan beragam pendekatan yang canggih terhada struktur
kedirian manusia, meskipun kadang-kadang tampak saling bertentangan antara satu dan yang
lainnya . Tradisi-tradisi timur mulai dari tradisi Vedanta, Yoga, Buddhisme, dan Taoisme
lebih menyerupai psikoterapi daripada agama dan filsafat. Ini dikarenakan penekanan yang
kental terhadap pengaturan aspek-aspek fisik dan psikis dari tradisi Timur dalam transformasi
kesadaran manusia.
1
Untuk itu, psikologi Barat kemudian mencoba mengembangkan psikologi yang
berbasis spritualitualitas yang telah dianggap benar. Beberapa psikolog Barat menerima
sebagai kerangka acuan utama, tetapi ada pula yang mencoba mempelajari sisi spiritualitas
Timur untuk diintegrasikan dengan warisan ilmu pengetahuan dan budaya Barat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Psikologi Transpersonal ?
2. Bagaimana konsep dari Psikologi Transpersonal?
3. Apa saja cabang-cabang dari Psikologi Transpersonal?
4. Siapa saja tokoh-tokoh Psikologi Transpersonal?
5. Apa pengertian Psikologi Abhidamma ?
6. Seperti apa macam-macam faktor jiwa dalan Abhidamma?
C. Tujuan
1. Mengetahui seperti apa Psikologi Transpersonal.
2. Mengetahui konsep-konsep dari Psikologi Transpersonal
3. Apa saja cabang-cabang dari Psikologi Transpersnnal
4. Mengetahui tokoh-tokoh Psikologi Transpersonal.
5. Mengetahui pengertian Psikologi Transpersonal.
6. Mengetahui macam-macam faktor jiwa dalam Abhidamma.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Psikologi Traspersonal
Secara etimologi, transpersonal berasal dari kata trans dan personal. Trans , artinya di
atas dan personal artinya diri. Dengan demikian, dapat dikatakan bahhwa transpersonal
membahas atau mengkaji pengalaman di luar atau batas diri, seperti halnya pengalaman-
pengalaman spiritual.
Istilah-istilah transpersonal pertama kalinya dipakai oleh Carl Gustav Jung dalam
bahasa Jerman yaitu uberpersnolich (transpersonal) yang artinya kurang lebih sama dengan
collective unconscious , yaitu bentuk ketidaksadaran kolektif yang dimiliki oleh semua orang
dari berbagai ras yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dalam ketidaksadaran kolektif
terdapat ribuan arketif, seperti ide tentang Tuhan, anima, animus, arketif Diri dll, yang
beberapa di antaranya berkaitan dengan pengalaman-pengalaman spiritual.
Gagasan dasar dari psikologi transpersonal adalah dengan mencoba melihat manusia
selaras pandangan religius, yakni sebagai makhluk yang memiliki potensi spiritual. Jika
psikoanalisis melihat manusia sebagai sosok negatif yang dijejali oleh pengalaman traumatis
masa kecil, behaviorisme melihat manusia layaknya binatang, humanistik bepijak atas
pandangan manusia yang sehat secara mental, maka psikologi transpersonal melihat semua
manusia memiliki aspek spiritual, yang bersifat ketuhanan.
Pada tahun 1992, Secara garis besar, seperti yang dikemukakan oleh Lajoie dan Shapiro
dalam Journal of Transpersonal Psychology, psikologi transpersonal didefinisikan sebagai
studi mengenai potensi tertinggi dari manusia melalui pengenalan, pemahaman, dn realisasi
terhadap keesaan, spiritualitas dan kesadaran-transendental. Psikologi transpersonal juga
melepaskan diri dari keterikatan berbagai bentuk agama yang ada. Namun walau demikian
dalam penelitiannya psikologi transpersonal mengkaji pengalaman spiritual yang dialami
oleh para ahli spiritual yang berasal dari berbagai macam agama sebagai subjek
penelitiannya.
Psikologi transpersonal berpendapat bahwa potensi tertinggi dari individu terdapat
dalam dunia spiritual yang bersifat non-fisik, hal ini ditunjukkan dengan berbagai
pengalaman seperti kemampuan melihat masa depan, extrasensory perception (ESP),
3
pengalaman mistik, pengembangan spiritualitas, pengalaman puncak, meditasi dan berbagai
macam kajian yang bersifat parapsikologi atau metafisik. Dengan menyadari tentang keadaan
manusia yang bukan hanya terletak pada dunia fisik semata dan meyakini bahwa inti
terpenting dari individu terletak pada dunia spiritual yang bersifat kasat mata dan abstrak.
dengan kata lain psikologi transpersonal memandang kita sebagai makhluk spiritual yang
memiliki pengalaman manusia dan bukanlah manusia yang memiliki pengalaman spriritual.
Dengan berbekal teori dan juga penelitian yang sesuai dengan sifat keobjektifan ilmu
pengetahuan, maka dalam perkembangan pengkajian terhadap berbagai macam hal-hal mistis
dan kebatinan tidak lagi menjadi suatu hal yang tabu untuk dibahas dan bahkan dipelajari,
selama dalam penggunaannya memberikan manfaat yang baik dan berguna bagi
perkembangan kehidupan manusia. Dari hasil penelitian Telah dibuktikan bahwa Individu
cenderung untuk tidak membicarakan pengalaman puncak mereka dengan orang lain. Alasan
yang paling banyak adalah bahwa mereka merasa pengalaman itu bersifat sangat personal,
intim, dan tidak ingin dibagi; bahwa mereka tidak mempunyai kata-kata yang memadai untuk
menceritakan; atau mereka khawatir jika orang lain akan melecehkan pengalaman itu atau
menganggap mereka tidak waras atau sejenisnya.
Psikologi transpersonal mengkombinasikan ketiga mazhab psikologi yang telah ada
sebelumnya dengan cara mendialogkan semua teori dengan keadaan manusia sebagai
makhluk spiritual. Meski selalu mendapat tentangan keras dari mereka yang beraliran
positivis dan juga materialis dilain sisi psikologi transpersonal mendapatkan tempat yang
baik dalam bidang akademik dengan dimulainya berbagai macam penelitian yang bertujuan
mengkaji dimensi spiritual manusia, dengan ini maka era milennium ini yang disebut-sebut
sebagai era aquarian benar-benar telah terwujud.
Menurut Tart (1993), psikologi transpersonal merupakan kekuatan ke empat dalam
psikologi yang dikembangkan dari psikologi humanistik pada tahun 1960-an. Sementara itu,
Daniels (2007) menjelaskan bahwa psikologi transpersonal merupakan cabang psikologi yang
memusatkan perhatiannya pada studi tentang bagian dan proses pengalaman mendalam atau
perasaan yang luas tentang siapa dirinya atau sensasi yang besar terhadap koneksitas dengan
orang lain, alam atau dimensi spiritual. Kata transpersonal berarti melewati personal atau
pribadi. Salah satu asumsi dalam psikologi transpersonal adalah bahwa pengalaman
transpersonal meliputi suatu kesadaran yang lebih tinggi dimana self atau ego mengalami
proses transendensi. Davis (2007) menempatkan posisi Psikologi Transpersonal di antara
4
psikologi dan pengalaman spiritual. Psikologi Transpersonal merupakan bidang psikologi
yang mengintegrasikan konsep, teori dan metode psikologis dengan bidang spiritual.
Sebagaimana yang dikemukakan Daniels, Davis juga mengatakan bahwa konsep utama dari
Psikologi Transpersonal adalah transendensi diri atau suatu sensasi terhadap identitas yang
mendalam, meluas dan menyatu dengan segalanya. Akar kata dari transpersonal atau
melewati topeng mengacu pada kondisi transendensi diri tersebut.
Lebih lanjut Vaughn (dalam Rueffler, 1995) mengatakan bahwa pada saat ini, Psikologi
Transpersonal memberikan model dari seluruh spektrum perkembangan kesadaran yang
menjadi jembatan antara aliran-aliran psikologis dan aliran-aliran spiritual. Bidang ini
menjadi sesuatu yang menarik bagi orang-orang yang ingin menumbuhkan spiritualitasnya
dan mengembangkan kesehatan psikologisnya dengan kualitas tinggi.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Psikologi Transpersonal merupakan
kekuatan keempat dalam bidang psikologi yang menjembatani antara psikologi dan spiritual
dimana memusatkan perhatiannya pada studi tentang bagian dan proses tentang pengalaman
mendalam atau perasaan yang luas tentang siapa dirinya atau sensasi yang besar terhadap
koneksitas dengan orang lain, alam atau dimensi spiritual dan berusaha membantu seseorang
untuk mengeksplorasi tingkat energi dan melewati kesadaran (awareness) atau sisi lain dari
topeng dan pola-pola kepribadian.
Psikologi Transpersonal bersifat longgar dan menerima masukan tentang permasalahan
spiritual, baik dari tradisi kebijaksanaan dunia spiritual maupun psikologi modern. Tradisi
dunia spiritual meliputi Hinduisme, Budhisme dan Taoisme maupun dari agama Yahudi,
Kristen dan Islam. Psikologi Transpersonal ingin menciptakan sintesis dari kedua jawaban di
atas.
1. Konsep-konsep dasar psikologi transpersonal
Menurut Jhon Davis Ph.d (dosen psikologi transpersonal di departemen
metropolitan state college denver ada 6 konsep dasar psikologi transpersonal:
a. Pengalaman puncak, yakni istilah yang mula-mula dipakai oleh maslow. Ia
bermaksud meneliti pengalaman mistikal serta pengalaman-pengalaman lain pada
keadaan kesehatan psikologis yang optimal, tetapi ia merasa bahwa konotasi-
konotasi keagamaan dan spiritual akan terlalu membatasi. Oleh karena itu mulai
menggunakan pengalaman puncak sebagai istilah yang netral. Penelitian tentang
5
b. Transendensi diri, yakni keadaan yang disitu rasa tentang diri meluas melalui
defenisi-defenisi sehari-hari dan citra-citra diri kepribadian individual
bersangkutan. Transendensi diri mengacu langsung akan suatu koneksi, harmoni
atau kesatuan yang mendasar dengan orang lain dan dengan alam semesta.
c. Kesehatan optimal, yang melampaui apa yang dimungkinkan dalam pendekatan-
pendekatan lain dalam psikologi. Kesehatan jiwa biasanya dilihat sebagai
penanganan yang memadai dari tuntutan-tuntutan lingkungan dan pemecahan
konflik-konflik pribadi, namun pandangan psikologi transpersonal juga
memasukan kesadaran, pemhaman diri, dan pemenuhan diri.
d. Kedaruratan spiritual, yakni suatu pengalaman yang mengganggu yang
disebabkan oleh suatu pengalaman (atau ‘kebangkitan”) spiritual. Pada umumnya,
psikologi transpersonal berpendapat bahwa krisis-krisis psikologis dapat menjadi
bagian dari suatu kebangkitan yang sehat dan bahwa kejadian-kejadian itu tidak
selalu merupakan tanda-tanda psikopatologi.
e. Spektrum perkembangan, yakni suatu pengertian yang memasukkan banyak
konsep psikologi dan filsafat kedalam kerangka transpersonal. Secara filosofis,
model ini adalah contoh dari filsafat perennial. Pandangan ini mengisyaratkan
adanya tingkatan-tingkatan realitas dari tingkat material melalui tingkat yang
berturutan mencakup sifat-sifat dari tingkat-tingkat sebelumnya bersama-sama
sifat-sifat yang muncul.
f. Meditasi, yakni berbagai praktek untuk memusatkan atau menenangkan proses-
proses mental dan memupuk keadaan transpersonal. Sama seperti conditioning
merupakan metode kunci dalam behaviorisme, interprestasi serta katarsis
merupakan metode kunci dalam psikoanalisa, maka meditasi adalah metode kunci
bagi metode psikologi transpersonal.
2. Cabang-Cabang Psikologi Transpersonal
a. Kelompok Mistis magis
Kelompok pertama adalah kelompok mistis-magis. Menurut kelompok ini
kesadaran transpersonal bersesuaian dengan kesadaran para dukun dan shaman
masa lalu. Pandangan ini dianut oleh para aktivis New Age, dan salah satunya
gerakan teosofi yang dipimpin oleh Helena Blavatsky. Seringkali romantisme dari
kelompok ini menyulitkannya untuk berinteraksi dengan arus utama psikologi.
6
b. Kelompok psiko-fisiologis
Kedua adalah kelompok tingkat kesadaran alternatif yang biasanya
menolak konsep-konsep perkembangan, tahap-tahap dan praktik peningkatan
kesadaran. Mereka lebih suka meneliti keadaan kesadaran sementara secara
psiko-fisiologis dengan memelajari keadaan-keadaan fisik seseorang yang berada
dalam keadaan transpersonal. Kelompok ini bersama kelompok ekoprimitivisme
menganjurkan penggunaan media (seperti zat-zat kimia atau psikotropika) untuk
pencapaian keasadaran transpersonal. Tokoh yang cukup penting dalam
kelompok ini adalah Stanislav Grof yang menggunakan LSD untuk
psikoterapinya. Setelah penggunaan LSD dilarang pemerintah, Grof kemudian
menggunakan teknik pernapasan (pranayama) dari tradisi Timur, yang disebutnya
sebagai Holotrophic Breathwork.
c. Kelompok transpersonalis postmodern
Kelompok ketiga, kelompok transpersonalis posmodern. Mereka
menganggap keasadaran transpersonal, sebenarnya merupakan keadaan yang
biasa. Kita, manusia modern, menganggapnya seolah luar biasa, karena kita
membuang kondisi kesadaran seperti ini. Kelompok ini menerima kisah-kisah
para dukun shamanisme dan mistikus dalam semangat relativisme pluralistik.
Mereka justru mengecam filsafat perennial yang mengungkapkan pengalaman
mistik sebagai totaliter dan fasistik karena mengagungkan hierarki.
d. Kelompok integral.
Kelompok psikologi transpersonal yang keempat adalah kelompok integral.
Kelompok ini menerima hampir semua fenomena kesadaran yang diteliti oleh
ketiga kelompok tadi. Yang berbeda, kelompok ini juga menerima konsep-konsep
psikologi transpersonal dari aliran pramodern dan posmodern. Salah seorang
tokohnya adalah Ken Wilber, yang nanti akan dibahas pada bab khusus.
Kelompok pertama, kedua dan ketiga merupakan kelompok yang berada–bahkan
bersebarangan–dengan agama formal. Helena Blavastky, yang berada pada
kelompok yang pertama, misalnya, mengharuskan para anggotanya untuk tidak
memiliki kecenderungan kepada agama tertentu.
7
3. Tokoh – tokoh Psikologi Transpersonal
a. William James
Dia menganggaphanya berhubungan dengan simbol-simbol realitas, tetapi dalam
pengalaman religious yang bersifat pribadi, dirinya benar-benar dibawa masuk dalam
realitas tersebut secara utuh. Disini James menekankan bahwa yang paling penting
bukan pengalamannya, melainkan perubahan nyata dalam hidup yang terjadi setelah
pengalaman tersebut. Singkatnya, pengalaman percaya terhadap Tuhan, misalnya
diperlukan hanya jika memuaskan kebutuhan kebutuhan manusia dan membawa
dampak yang real dalam dirinya. Dampak yang paling penting adalah meningkatnya
kekuatan moral. bukan suatu masalah apakah bukti secara rasional tidak memuaskan
tentang keberadaan-Nya, tetapi keyakinan tersebut setidaknya membawa dampak
positif terhadap tindakan manusia.
b. Maurice Bucke
Dia menganggap proses pemahaman manusia terhadap kosmos biasa dilakukan
dengan melaksanakan ritual-ritual yang diselimuti banyak makna dan simbol, sebagai
pusat dari totalitas kosmos manusia berkewajiban untuk menjaga agar harmoni
kehidupan senantiasa tetap indah. Fungsi alam tetap pada porosnya, sehingga manusia
dapat menyelesaikan dan memenuhi harapan hidupnya agar hidup lebih sempurna.
Bersamaan dengan itu, manusia dengan kapasitas diri yang mumpuni, melangkah lebih
jauh untuk bersatu dengan Tuhan. Proses itulah yang disebut sebagai pengalaman
mistik. Adapun manusia yang mengalami puncak kesadaran kosmis adalah para nabi,
orang-orang suci, dan orang-orang saleh yang dapat mengendalikan nafsu duniawinya,
dan memperioritaskan aspek ukhrawinya.
c. Carl Gustav Jung
Minat Jung pada dunia “gaib” atau spiritualitas, membawanya pada duniamistik
yang luar biasa. Artinya, Jung dappat menarik benang merah antara dunia spiritual
dengan kebutuhan rohani dan jasmani manusia. Ada banyak kasus yang dapat
digunakan untuk membangun sebuah teori transpersonal yang mapan, terutama karena
banyak ahli teori transpersonal modern yang dipengaruhi oleh pemikiran bahwa semua
bidang penciptaan memasukkan unsur rohani, atau setidaknya bahwa unsur rohani
8
adalah unsur tersendiri dari realitas. Jung sangat tertarik dengan ide-ide mistis seperti
teosofi dan fenomena parapsikologis seperti spiritualisme. Dia melihat bahwa dunia
spiritualisme dan psikologi memiliki hubungan korespondensi.
4. Alberto Assagioli
Dia menganggap Psikosintesis adalah orientasi yang mengenai orang secara
keseluruhan, baik, fisik, emosional, mental maupun spiritual. Maksud spiritual adalah
bukan konotasi dogmatis atau agama, melainkan sebagai esensi Ilahi dalam diri
individu sebagai pencipta dan aspek yang menyemangati hidup. Ia juga menganggap
perlu untuk memasukkan dimensi spiritual dari pengalaman manusia, bentuk psikologi
yang universal bagi seluruh orang.
Assagioli menyarankan bahwa ketidaksadaran memiliki beberapa tingkatan, dan
tingkatan yang ketujuh adalah: ketidaksadaran kolektif dilihat sebagai ketidaksadaran
umat manusia. Dan tempat tinggal bagi pola dasar, dan ini memiliki nama sama dengan
konsep Jung. Isi dunia ini dianggap transhistorik dan transkultural, yang disampaikan
dalam bentuk dongeng. Mitos,agama,dan simbol suci.
5. Victor Frankl
Pada suatu hari sepulang hari cathedral Frankl mengunjungi ayahnya yang
usianya sudah 80-an. Frankl melihat sebongkah batu yang belum lama dipungut
ayahnya dari sebuah sinagong ( rumah ibadah agama yahudi) yang habis terbakar. Tiba-
tiba ia melihat di antara puing-puing yang hancur berserakan itu ada sebongkah
pecahan batu bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan (The Ten Commandement), yang
isinya “Muliakan Ayah-Ibumu dan tinggalah di tanah air, jadi peristiwa itu membuat
Franki untuk tinggal di kota Wina.
Ada sebuah fenomena di kamp konsentrasi itu. Dalam kondisi penderitaan yang
luar biasa, Frankl menyaksikan sekelompok sesama tahanan yang tingkah lakunya
seperti babi. Mereka tidak dapat menggendalikan diri atas dorongan-dorongan dasar
(makan, minum, seksual) dan ketidakbermanaan hidup. Pada pihak lain terdapat
sekelompok tahanan yang berlaku seperti saint (orang suci) mereka masih bersedia
membantu sesama tahanan. Menurut Frankl makna hidup dapat ditemukan tidak hanya
dalam keadaan normal dan menyenangkan tetapi juga dalam penderitaan, seperti dalam
keadaan sakit, bersalah, dan kematian. Frankl mengingatkan mereka terhadap keluarga
9
yang masih menanti diluar, Jadi semacam mengingat adanya harapan dalam keputusan
hikmah di balik musibah dan adanya makna dalam penderitaan.
B. Abhidamma
Abhidamma berkembang di India pada 15 abad yang lalu atau lebih, yang
sampai kini, masih diterapkan oleh penganut Buddhis dalam berbagai bentuk sebagai
penuntun olah pikir. Teori psikologi ini diturunkan langusng dari wawasan Budha
Gautama pada abad kelima sebelum masehi. Ajaran-ajaran budha telah dipoles dan
berkembang berbagai cabang, ajaran, aliran Buddhisme, melalui proses perkembangan
yang sama, seperti pemikiran Freud berkembang ke dalam aliran psikoanalisis yang
berbeda-beda. Sama seperti psikologi timur lainnya, Abhidamma mengajarkan tipe
ideal sempurna yang dijadikan kiblat analisisnya tentang olah pikir.
Apa yang kita maksudkan dengan kata “kepribadian” serupa dengan konsep
atta atau diri (self) dalam Abhidamma. Perbedaannya, menurut asumsi dasar
Abhidamma tidak ada diri yang benar-benar kekal, yang ada hanyalah sekumpulan
proses impersonal yang timbul dan menghilang. Yang tampak sebagian kepribadian
terbentuk dari perpaduan antara proses-proses impersonal ini. Apa yang kelihatan
sebagai “diri” adalah jumlah keseluruhan dari bagian-bagian tubuh, yaitu pikiran,
pengindraan, hawa nafsu, ingatan, dan sebagainya.
Satu – satunya benang yang berkesinambungan dalam jiwa adalah bhava, yaitu
berkesinambungan kesadaran dari waku ke waktu. Menurut Abhidamma, kepribadian
manusia sama seperti sungai yang memiliki bentuk yang tetap seolah-olah satu
identitas, walaupun tidak setetes air pun tidak berubah seperti pada momen
sebelumnya. Dalam pandangan ini “tidak ada aktor terlepas dari aksi, tidak ada orang
yang mengamati terlepas dari persepsi, tidak ada subjek dibalik kesadaran” (Van
Agung, 1972).
Keadaan-keadaan jiwa seseorang selalu berubah dari momen ke momen;
perubahan itu terjadi sangat cepat. Metode dasar yang dipakai Abhidamma untuk
meneliti perubahan dalam jiwa adalah introspeksi, yaitu observasi teliti sistematis yang
dilakukan seseorang terhadap pengalamannya. Dalam Abhidamma, selain objek
10
pancaindra, terdapat juga pikiran-pikiran. Maksudnya, sang jiwa yang berpikir itu
dianggap sebagai indra keenam.
Sistem Abhidamma menemukan 53 kategori kejiwaan yang dimaksud; yang
dalam cabang-cabang Buddhisme lainnya, kategori tersebut bisa mencapai 175 buah.
Dalam setiap keadaan, jiwa hanya sebagian kecil dari kumpulan faktor tersebut hadir.
Keadaan jiwa muncul dan hilang secara teratur dan mengikuti hukum tertentu. Seperti
dalam psikologi Barat, teoritikus Abhidamma yakin bahwa sebagian keadaan jiwa
berasal dari pengaruh biologis dan pengaruh situasi, di samping pemindahan pengaruh
dari peristiwa psikologis sebelumnya.
Yang menjadi fokus study psikologi abhidhamma adalah rangkaian peristiwa,
yakni hubungan terus menerus antara keadaan-keadaan jiwa dan objek-objek indera
misalnya perasaan bihari (keadaan jiwa) pada seorang wanita cantik (objek indera).
Keadaan-keadaan jiwa itu selalu berubah dari momen ke momen dan perubahan itu
ternyata sangat cepat. Metode dasar yang dipakai untuk meneliti perubahan yang sangat
banyak dalam jiwa adalah intropeksi ,yakni suatu observasi teliti dan sistematik yang
dilakukan oleh seseorang terhadap pengalamannya sendiri. Yang menjadi subjek
psikologi abhidhamma adalah :
1. Penginderaan dari panca indera
2. Pikiran-pikiran yang dianggap sebagai indera keenam
3. Setiap keadaan jiwa terdiri atas sekumpulan sifat-sifat jiwa yang disebut faktor-
faktor jiwa, sifat-sifat jiwa misalnya cinta, benci, adil, bengis, social, dsb.
Abhidhamma menemukan 53 kategori faktor kejiwaan, yang lain menemukan 175
macam :
Prinsip-prinsip keadaan jiwa dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Setiap keadaan jiwa hanya sebagian kecil kumpulan faktor yang hadir
2. Kualitas-kualitas keadaan jiwa ditentukan oleh faktor-faktor mana yang
digabungkan
3. Abhidhamma yakin, bahwa setiap keadaan jiwa berasal dari pengaruh biologis dan
pengaruh situasi ,disamping pemindahan pengaruh dari momen psikologis
sebelumnya.
11
4. Setiap keadaan jiwa pada gilirannya menentukan kombinasi khusus faktor-faktor
dalam keadaan jiwa berikutnya.
Faktor-faktor jiwa berperan sebagai :
1. Faktor-faktor sebagai kunci menuju karma (menurut istilah barat),karma menurut
istilah pali, istilah teknis bagi abhidamma artinya karma adalah prisip bahwa setiap
perbuatan dimotivasi oleh keadaan-keadaan jiwa yang melatar belakangi.
2. Menurut psikologi timur bahwa suatu tingkah laku pada hakikatnya secara moral
ialah netral
3. Sifat moral tingkah laku ditinjau dari motif-motif yang melatarbelakangi orang yang
melakukan perbuatan itu
4. Perbuatan seseorang memiliki campuran faktor-faktor jiwa negatif
5. Dhammapada adalah kumpulan sajak yang dahulu diucapkan oleh budha
Gautama ,mulai tentang ajaran karma dan kamma.
6. Intinya: bahwa segala apa yang ada pada manusia adalah sebagai akibat yang
pikirannya yakni berdasarkan pikirannya dan dibentuk oleh pikirannya juga
Jika orang bertindak atau berbicara dengan pikiran jahat maka pikiran sakit akan
mengikutinya, sama seperti roda yang mengikuti lembu yang menariknya. sebaliknya ,
jika kita berbicara atau bertindak dengan pikiran murni ,maka kebahagiaan akan
mengikutinya, sama seperti bayang-bayang yang tidak pernah meninggalkannya
( babbit,1965,p.3,hall,240).
a. Macam – Macam Faktor Jiwa
Mengenai faktor-faktor jiwa dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yakni:
a. Kusula : berarti murni, baik, sehat
b. Akusula : berarti tidak murni, tidak baik, tidak sehat
Kebanyakan faktor jiwa perseptual, kognitif, dan afektif cocok untuk dimasukkan
ke dalam kategori sehat atau tidak sehat. Penilaian tentang ”sehat” atau ”tidak sehat”
dicapai secara empiris, berdasarkan pengalaman kolektif sejumlah besar petapa
Buddhis pertama. Kriterium mengenai faktor jiwa sehat-tidak sehat adalah bahwa
apakah suatu faktor jiwa khusus tertentu mempermudah atau mengganggu usaha
12
mereka untuk mengheningkan jiwa dalam samadi (pertapaan). Dalam hal ini, faktor
jiwa yang menganggu samadi disebut faktor jiwa tidak sehat. Sedangkan yang
mempermudah jalannya untuk mengheningkan jiwa disebut faktor jiwa sehat.
Selain faktor-faktor jiwa sehat dan tidak sehat, terdapat juga tujuh sifat netral
yang ada dalam setiap keadaan jiwa, yakni:
Phasa : appersepsi, adalah kesadaran semata-mata ke suatu objek
Sanna : persepsi, adalah pengenalan pertama bahwa kesadaran semata-mata pada
suatu objek yang tersebut termasuk dalam salah satu indera. Misalnya: penglihatan,
pendengaran, dan sebagainya.
Cetana : kemauan, yakni reaksi terkondisi yang menyertai suatu objek
Vedana : perasaan, aneka penginderaan yang dibangkitkan oleh objek itu
Ekaggata : keterarahan kepada suatu titik, yakni pemusatan kesadaran
Manasikara : perhatian spontan, yakni pengarahan perhatian yang tidak disengaja
karena daya tarik dari suatu objek
Jivitindriya : energi psikis, yang memberi vitalitas dan mempersatukan keenam faktor
jiwa lainnya. (Hall, p. 241).
Faktor-faktor tersebut diatas merupakan sejenis kerangka dasar kesadaran tempat
tertanamnya faktor-faktor jiwa sehat dan tidak sehat. Namun kombinasi khusus faktor-
faktor tersebut berbeda-beda dari momen ke momen.
b. Faktor – faktor Jiwa Tidak Sehat
Beberapa contoh faktor tidak sehatnya pada jiwa dari kelompok kognitif antara lain :
a. Moha : delusi, bersifat perseptual, sentral yakni kegelapan jiwa, penyebab persepsi
salah pada objek kesadaran.
b. Aditthi : pandangan salah, pemahaman tidak tepat karena pengaruh delusi, karena
pandangan atau pemahaman salah maka semua yang tertuju menjadi tidak
menyenangkan , misalnya pandangan diri sebagai yang tetap model barat, secara
timur hal-hal tersebut adalah aditthi.
c. Vicikiccha : kebingungan, mencerminkan ketidak mampuan untuk menentukan atau
membuat suatu keputusan yang tepat.
13
d. Ahirika : sikap tidak tahu
e. Anottapa : tanpa belas kasihan, bengis, kejam, sadis.
f.Mana : egoisme, egoistis, mementingkan diri sendiri
Sedangkan yang termasuk dalam kelompok afektif ialah :
a. Uddhacca : keresahan , rasa tidak tentram
b. Kukkucca : kekhawatiran, yakni keadaan bingung, linglung, penyesalan
c. Lobha : tamak, rakus, serakah
d. Macchariya : kekikiran , pelit
e. Issa : iri hati, menyebabkan keterikatan pada objek
f. Dosa : kemuakan, merupakan sisi negatifnya dan selalu berhubungan dengan delusi
g. Thina : kontraksi , pengerutan, kejang-kejang, gemetar
h. Middha : kebekuan, sikap dingin .
Faktor-faktor tersebut penyebab jiwa menjadi kaku, tidak luwes, dan jika dominan maka
orang menjadi lamban.
Faktor-faktor jiwa sehat bersifat polar dengan lawannya. Jalan tengah tidak ada. Prinsip polar
tersebut dijadikan cara untuk membuat jiwa yang sehat, yakni mengganti faktor-faktor tidak
sehat. Hal ini merupakan prinsip resiprokal yang menghambat timbal balik.
c. Faktor Jiwa Sehat dari Kognitif
a. Panna : pemahaman, insight, lawan dari delusi, persepsi yang jelas. Panna dan moha
tidak dapat hadir bersama .
b. Sati : sikap penuh perhatian, mind fulnness , pemahaman yang jelas dan kontinyu
pada objek. Panna dan sati menyebabkan orang menjadi tenang selalu, dapat untuk
menekan semua faktor tidak sehat
c. Hiri : rendah hati , menghambat tidak tahu malu
d. Ottappa : sikap penuh hati-hati , sikap tanpa penyesalan
e. Cittujjukata : kejujuran, gandengan dari ottappa ( kejujuran )
f.Saddaha : kepercayaan, yakni kepastian berdasarkan pada persepsi yang tepat,
kombinasi dari hiri, ottapa , cittjjukata dan saddha.
14
Faktor-faktor yang tidak sehat Faktor-faktor yang sehat
Perseptual /kognitif :
Delusi
Pandangan yang salah
Sikap tak tahu malu
Kecerobohan
Egoisme
Afektif :
Keresahan
Kekhawatiran
Tamak
Kekikiran
Iri hati
Kemukan
Kontraksi
Kebekuan
Pemahaman (Insight)
Sikap penuh perhatian
Sikap rendah hati
Sikap penuh hati-hati
Kejujuran
Kepercayaan
15
BAB III
KESIMPULAN
Secara etimologi, transpersonal berasal dari kata trans dan personal. Trans , artinya di
atas dan personal artinya diri. Dengan demikian, dapat dikatakan bahhwa transpersonal
membahas atau mengkaji pengalaman di luar atau batas diri, seperti halnya pengalaman-
pengalaman spiritual.
Konsep-konsep dasar psikologi transpersonal : pengalaman puncak, transendensi diri,
kesehatan optimal, kedaruratan spiritual, spektrum perkembangan dan meditasi.
Cabang-Cabang Psikologi Transpersonal : Kelompok Mistis magis , kelompok psiko-
fisiologis, kelompok transpersonalis postmodern dan kelompok integral.
Abhidamma berkembang di India pada 15 abad yang lalu atau lebih, yang sampai kini,
masih diterapkan oleh penganut Buddhis dalam berbagai bentuk sebagai penuntun olah pikir.
Teori psikologi ini diturunkan langusng dari wawasan Budha Gautama pada abad kelima
sebelum masehi. Ajaran-ajaran budha telah dipoles dan berkembang berbagai cabang, ajaran,
aliran Buddhisme, melalui proses perkembangan yang sama, seperti pemikiran Freud
berkembang ke dalam aliran psikoanalisis yang berbeda-beda. Sama seperti psikologi timur
lainnya, Abhidamma mengajarkan tipe ideal sempurna yang dijadikan kiblat analisisnya
tentang olah pikir. Dalam ajaran Abhidamma terdapat macam-macamfaktor jiwa, yaitu; jiwa
yang sehat dan tidak sehat secara kognitif dan afektif.
16
DAFTAR PUSTAKA
Syahrurrohim, Romi. 2013. Psikologi Transpersonal.
http://syahrur23.blogspot.co.id/2015/01/psikologi-transpersonal.html. Diakses pada
tanggal 12 November 2012
Ismi Fatmawati, Ina. 2015. Teori Kepribadian Timur.
http://inaismifatmawati.blogs.uny.ac.id/2015/11/13/teori-kepribadian-timur/. Diakses
pada tanggal 22 November 2016-11-22
Jaenudin, Ajam. 2012. Psikologi Transpersonal. Bandung: CV Pustaka Setia
17