Psikiatri Anak Retardasi Mental, Gangguan Hiperkinetik, Autisme
-
Upload
oky-sutarto-putra -
Category
Documents
-
view
84 -
download
9
description
Transcript of Psikiatri Anak Retardasi Mental, Gangguan Hiperkinetik, Autisme
MAKALAH DISKUSI TOPIK
PSIKIATRI ANAK
(RETARDASI MENTAL, GANGGUAN HIPERKINETIK,
DAN AUTISME MASA KANAK)
Disusun oleh:
NAMA : HERDI
NIM : I11105024
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2011
1
Disusun oleh :
Herdi
NIM I11105024
LEMBAR PENGESAHAN
Telah disetujui Diskusi Topik dengan judul :
PSIKIATRI ANAK ( RETARDASI MENTAL, GANGGUAN/REAKSI HIPERKINETIK, AUTISME MASA KANAK)
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Modul Psikiatri
Telah disetujui,,
Pontianak, 25 Maret 2011
Pembimbing Diskusi Topik Psikiatri
dr. Edi Hermeni, Sp.KJ
2
Retardasi Mental
A. Definisi Retardasi Mental
Retardasi mental ialah keadaan dengan intelegensi yang kurang sub normal sejak
masa perkembangan (sejak lahir atau masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental
yang kurang secara keseluruhan (seperti juga pada demensia), tetapi gejala utama (yang
menonjol) ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental di sebut juga oligofrenia
(oligo=kurang atau sedikit dan fren= jiwa) atau tuna mental.
B. Penyebab
Penyebab retardasi mental mungkin faktor keturunan (retardasi mental genetik), mun
gkin juga tidak diketahui (retardasi mental simplex). Kedua-duanya ini dinamakan juga
retardasi mental primer. Retardasi mental sekunder disebabkan faktor-faktor dari luar yang
diketahui dan faktor-faktor ini mempengaruhi otak pada waktu pranatal, perinatal, atau
postnatal.
Pedoman penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa ke-1 (PPDGJ-1) memberikan
subkategori-subkategori klinis atau keadaan-keadaan yang disertai retardasi mental sebagai
berikut:
1. Akibat Infeksi dan Intoxikasi
Dalam kelompok ini termasuk keadaan retardasi mental karena kereusakan
jaringan otak akibat infeksi intrakranial, karena serum, obat atau toxix lainnya.
Beberapa contoh adalah:
Parotis epodemika,rubela, sifilis, dan toxoplasmosiskongenital.
Ensefalopatia karena infeksi postnatal
2. Akibat Rudapaksa dan Sebab Fisik Lain
Rudapaksa: rudapaksa sebelum lahir serta juga trauma lain, seperti sinar X,
bahan kontrasepsi dan usaha melakukan abortus dapat menyebabkan kelainan
dengan retardasi mental.
Pada waktu lahir (perinatal) kepala dapat mengalami tekanan sehingga timbul
pendarahan di dalam otak. Juga terjadi kekurangan O2 ( asfixia neonatum) yang
terjadi pada 1/5 dari semua kelahiran.hal ini dapat terjadi karena aspirasi lendir,
aspirasi liquor amnii, anestesia ibu dan prematuritas. Bila zat asam berlangsung
3
terlalu lama maka akan terjadi degrenasi sel-sel kortex yang kelak mengakibatkan
retardasi mental.
PPDGJ-1 menyebutkan:
Ensefalopatia karena kerusakan pranatal.
Ensefalopatia karena kerusakan pada waktu lahir.
3. Akibat Gangguan Metabolisme, Pertumbuhan atau Gizi
Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh gangguan
metabolisme (misalnya gangguan metabolisme zat lipida, karbohidrat dan
protein), pertumbuhan atau zat gizi termasuk dalam kelompok ini.
Gangguan gizi yang berat dan langsung lama sebelum umue 4 tahun dapat
mempengaruhi perkembangan otak dan dapat menyebabkan retardasi mental.
Keadaan ini dapat diperbaiki dengan memperbaiki gizi sebelum 6 tahun.
Beberapa contoh keadaan yang sering mengakibatkan retardasi mental dalam
sub kategori ini adalah:
Lipidosis otak infantil(penyakit Tay-Sach)
Histiositosis lipidum jenis keratin ( penyakit gaucher)
Fenilketonuria: diturunkan melalui gen yang resesif.
4. Akibat Penyakit Otak yang Nyata
Dalam kelompok ini termasuk retardasi mental akibat neoplasma( tidak
termasuk tumbuhan sekunder karena rudapaksa atau keradangan) dan beberapa
reaksi sel-sel yang nyata,tetapi yang belum diketahui betul etiologinya. Reaksi sel-
sel otak (reaksi struktural) ini dapat bersifat degeneratif, infiltratif, radang,
proliferatif, skelerotik atau reparatif. Misalnya:
Angiomantosis otak trigemini( penyakit sturge-weber-dimitri)
Skerosis spinal( ataxia Fridreich)
5. Akibat Penyakit atau Pengaruh pranatal yang tidak jelas
Keadaan ini sudah di ketahui sudah ada sejak lahir, tetapi tidak di ketahui
etiologinya, termasuk anomali kranial primer dan efek kongenital yang tidak di
ketahui penyebabnya.
Anensefali dan hemi-ensefali
Kelainan pembentukan diri
Porensefali kongenital
Kraneostenosis
4
Hidrosefalus kongenital
Hipertelorisme
Makrosefali
Mikrosefali primer
Sindrome Laurence-Moon-Biedl
6. Akibat Kelainan Kromosom
Kelainan dalam jumlah kromosom: sindrom Down atau Langton-Down atau
Mongolisme(trisomi otomosalatau trisomi kromosom 120
Kelainan dalam bentuk kromosom:”Cri Du Cat”: tidak terdapat cabang pendek
pada kromosom 5. Cabang pendek pada kromosom 18 tidak terdapat.
7. Akibat Prematuritas
Dalam kelompok ini termasuk dalam retardasi mental yang berhubungan
dengan keadaan bayi pada waktu lahir yang beratnya kurang dari 2500 gram dan
dengan massa hamil kurang dari 38 minggu serta tidak terdapat sebab-sebab lain
seperti dalam subkategori sebelum ini.
8. Akibat Gangguan Jiwa yang Berat
Retardasi mental mungkin juga uatu gangguan jiwa yang berat dalam masa
anak-anak. Penderita skizofrenia residual dengan deteriorasi mental tidak
termasuk dalam kelompok ini.
9. Akibat Deprivasi Psikososial
Retardasi mental kultural-familial berdasarkan pada dua buah anggapan, yaitu
bahwa deprivasi kultural dapat mengakibatkan retardasi mental ringan dan bahwa
deprivasi kultural itu mungkin merupakan akibat retardasi familial. Untuk
mendiagnosis retardasi mental kultural –familial harus di dapatkan retardasi
mental paling sedikit pada salah seorang dari orang tua penderita dan pada
seorang atau lebih saudaranya. Retardasi mental jenis ini biasanya ringan.
Retardasi mental akibat deprivasi lingkungan timbul karena kurangnya
rangsangan dari lingkungan. Deprivasi lingkungan mungkin juga karena gangguan
pancaindera. Tingkat retardasi biasanya ringan atau perbatasan.
5
C. Tingkat-Tingkat Retardasi Mental
Hasil-hasil intelegensi(HI atau IQ=intellegence quotient) bukan satu-satunya
patokan yang dapat di pakai untuk menentukan berat-ringannnya retardasi mental.
1. Tingkat-Tingkat Retardasi Mental dalam PPDGJ-1 dibagi menjadi:
Retardasi mental taraf perbatasan
Retardasi mental ringan
Retardasi mental sedang
Retardasi mental berat
Retardasi mental sangat berat
2. Penanganan Masalah Retardasi Mental
Sebagian besar jumlah penderita retardasi mental dapat
mengembangkan penyesuaian sosial dan vokasional yang baik serta
kemampuan hubungan dan kasih sayang antar manusia yang wajar bila
terdapat lingkungan keluarga yang mau memahaminya dan memberi semangat
padanya secara memadai serta fasilitas pendidikan dan latihan vokasional
yang tepat.
3. Pembagian Tingkat Intelegensi
Nama HI(IQ) Tingkat Patokan sosial Patokan
pendidikan
Sangat superior >130 Tinggi
sekali
Bila berguna
bagi
masyarakat
disebut
“Zeni”(genous)
Terlalu pandai
buat sekolah
biasa
Superior 110-
130
tinggi Dapat
berfungsi biasa
Dapat
menyelesaikan
perguruan
tinggi dengan
6
mudah
Normal 86-109 normal Dapat
berfungsi biasa
Dapat
menyelesaikan
SlA, sedikit
kesukaran di
perguruan
tinggi
Keadaan bodoh
atau bebal
68-85 Taraf
perbatasan
Tidak sanggup
bersaing dalam
mencari nafkah
Beberapa kali
tidak naik di
SD
Debilitas(keadaan
tolol)
52-85 Retardasi
mental
ringan
Dapat mencari
nafkah secara
sederhana
dalam keadaan
baik
Dapat di latih
dan di didik di
sekolah
khusus
Imbesilitas(keadaan
dungu)
36-51
20-35
Retardasi
mental
sedang
Retardasi
mental
berat
Mengenal
bahaya, tidak
dapat mencari
nafkah
Tidak dapt
dididik, dapat
di latih
Idiosi(keadaan
pandir)
<20 Retardasi
mental
sangat
berat
Tidak
mengenal
bahaya, tidak
dapat
mengurus diri
sendiri
Tidak dapt
dididik, tidak
dapat di latih
7
4. Ciri-ciri Perkembangan Penderita Retardasi mental
Tingkat
retardasi
mental
Umur pra-
sekolah:0-5 tahun
pematangan dan
perkembangan
Umur sekolah:6-
20 tahun latihan
dan pendidikan
Masa dewasa: 21
tahun atau lebih
kecukupan sosial
dan pekerjaan
Berat sekali Retardasi berat:
kemampuan
minimal untuk
berfungsi dalam
bidang sensori
motorik,
membutuhkan
perawatan
Perkembangan
motorik sedikit:
dapat bereaksi
terhadap latihan
mengurus diri
sendiri secara
minimal atau
terbatas
Perkembangan
motorik dan bicara
sedikit: dapat
mencapai
mengurus diri
sendiri secara
sangat terbatas,
membutuhkan
perawatan.
Berat Perkembanagan
motorik kurang ,
bicara minimal,
umumnya tidak
dapat dilatih untuk
mengurus diri
sendiri,
keterampilan
komunikasi tidak
ada atau hanya
sedikit sekali
Dapat berbicara
atau belajar
berkomunikasi
dapat di latih
dalam kebiasaan
kesehatan dasar,
dapat dilatih
secara
sistematikdalam
kebiasan
Dapat mencapai
sebagian dalam
mengurus diri
sendiri dalam
pengawasan
penuh, dapat
mengembangkan
secara minimal
berguna
keterampilan
menjaga diri dalam
lingkunagan yang
terkontrol
Sedang Dapat berbicara
atau belajar
berkomunikasi,
Dapat dilatih
dengan
kerketerampilan
Dapat mencari
nafkah dalam
pekerjaan
8
kesadaran sosial
kurang,
perkembangan
motorik cukup,
dapat belajar
mengurus diri
sendiri, dapat
diatur dengan
pengawasan
sedang.
sosial dan
pekerjaan, sukar
untuk maju lewat
kelas dua SD
dalam mata
pelajaran
akademik, dapat
belajar bepergian
sendirian di
tempat yang sudah
di kenal.
kasar( unskilled)
atau setengah
terlatih dalam
keadaan terlindun,
memerlukan
pengawasan dan
bimbingan bila
mengalami stress
sosial atau stress
ekonomi yang
ringan.
Ringan mengembangkan
keterampilan
sosial dan
komunikasi,
keterbelakangan
minimal dalam
bidang
sesorimotorik,
sering tidak dapat
di bedakan dari
normal hingga usia
lebih tua.
Dasar belajar
keterampilan
akademik sampai
kira-kira kelas 6
pada umur
belasaan
tahun,dekat umur
20 tahun, dapat di
bimbing ke arah
konformitas sosial
Biasanya dapat
mencapai
keterampilan
sosial dan
pekerjaan yang
cukup untuk
mencari nafkah,
tetapi memerlukan
bimbingan dan
bantuan bila
mengalami stres
sosial atau stres
ekonomi yang luar
biasa.
9
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian
Seseorang dengan retardasi mental, karena keadaannya sepannjang hidupnya
menghadapi lebih banyak resiko daripada orang yang normal. Resiko ini rupanya
bertambah sesuai dewngan beratnya retardasi mental.
Sikap umum masyarakat terhadap retardasi mental sangat mempengaruhi
reaksi orang tua terhadap anaknya dengan retardasi mental dalam keluarga
mereka. Bila anak dengan retardasi mental menjadi lebih besar, maka di terimanya
dia oleh anak-anak yang lain di pengaruhi sikap, toleransi dan emosi pribadi orang
tua anak-anak itu terhadap retardasi mental.
E. Diagnosis dan Diagnosis Banding
Untuk mendiagnosa retardasi mental dengan tepat, perlu di ambil anamnesis
dari orang tua dengan teliti mengenai kehamilan, persalinan dan perkembangan
anak. Bila mungkin dilakukan juga pemeriksaan psikologis, labolatorium,
diadakan evaluasi pendengaran, dan bicara. Observasi psikiatrik dikerjakan untuk
mengetahui adanya gangguan psikiatrik di samping retardasi mental.
Diagnosis banding ialah anak-anak dari keluarga yang sangat melarat dengan
deprivasi ransangan yang berat (retardasi mental ini reversibel bila di beri
ransangan yang baik scaraa dini).
F. Pencegahan dan Pengobatan
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan pada
masyarakat, perbaikan sosio-ekonomi, konseling genetik, dan tindakan
kedokteran.
Pencegahan sekunder meliputi diagnosis pengobatan dini keradangan otak,
pendarahan sub dural, kraniostenosis.
Pencegahan tersier merupakan pendidikan penderita atau latihan khusus
sebaiknya di sekolah luar biasa.
Konseling pada orang tua dilakukan secara fleksibel dan pragmatis dengan
tujuan antara lain membantu mereka dalam mengatasi frustasi oleh karena
mempunyai anak dengan retardsai mental.
Terapi farmakologis untuk mengatasi sindrom perilaku pada retardasi mental
yaitu:
1). Agresif dan melukai diri sendiri: Carbamazepin dan valproic acid
10
2). Gerakan motorik stereotipik: haloperidol dan chlorpromazine
3). Kemarahan eksplosif: propranolol dan buspiron
G. Prognosis
Retardasi mental yang diketahui penyakit dasarnya biasanya prognosisnya
lebih baik tetapi pada umumnya sulit untuk mengetahui penyakit dasarnya. Anak
dengan retardasi mental ringan, dengan kesehatan yang baik, tanpa penyakit
kardiorespirasi, pada umumnya umur harapan hidupnya sama dengan orang
normal. Tetapi sebaliknya pada retardasi mental yang berat dengan masalah
kesehatan dan gizi sering meninggal pada usia muda.
Gangguan Hiperkinetik
A. Definisi
11
Merupakan suatu aktivitas yang berlebihan, kegelisahan, perhatian yang
mudah dialihkan dan daya konsentrasi yang kurang. Seseorang anak yang normal
mungkin saja menunjukkan aktivitas yang tinggi tetapi anak hiperkinetik hampir
tidak henti-hentinya bergerak ke sana dan ke sini, melakukan ini dan itu, hal-hal
yang menghawatirkan orang tuanya karena berbahaya. Anak itu dapat bereaksi
terhadap rangsangan dengan emosi yang berlebihan, ia sering labil, impulsif dan
mudah mengalami kecelakaan.
B. Eitologi
Gangguan hiperkinetik diduga merupakan suatu keadaan yang primer
fisiologis, tetapi dapat menimbulkan gangguan emosi pada anak itu, yang
disebabkan oleh perlakuan orang tua terhadapnya (tidak sabar, tekanan, hukuman,
celaan, dan sebagainya) karena mereka tidak mengerti prilaku anak tersebut.
C. Diagnosis
Diagnosis dibuat terutama atas dasar riwayat anak. Perubahan pada
elektroensefalogram atau nilai ambang konvulsi yang rendah.
D. Terapi
Pengobatan ialah dengan amfetamin (sebenarnya suatu stimulan, tetapi
mempunyai efek paradoxal terhadap anak hiperkinetik dan bekerja sebagai
penenang), neroleptika atau anti depresant trisiklik (amitriptilin, imipramin). Bila
terdapat gangguan emosional karena hiperkinesa diterangkan kepada orang tua
dan anak itu sendiri. Mereka diberi kesempatan mencurahkan isi hati (katarsis).
Lingkungan yang teratur dan tenang dapat membantu.
E. Prognosis
Gangguan fisiologis ini akan menghilang antara umur 12-18 tahun, medikasi
lalu di hentikan.
AUTISME MASA KANAK
12
A. Definisi
Suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang
membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang
normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia
repetitif, aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993). Menurut Power
(1989) karakteristik anak dengan autisme adalah adanya 6 gangguan dalam bidang:
interaksi sosial,
komunikasi (bahasa dan bicara).
perilaku-emosi
pola bermain
gangguan sensorik dan motorik
perkembangan terlambat atau tidak normal.
Gejala ini mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil; biasanya sebelum anak
berusia 3 tahun.
B. Etiologi
Autisme diakibatkan terjadi kelainan fungsi luhur di daerah otak.
Kelainan fungsi ini bisa disebabkan berbagai macam trauma seperti:
• Sewaktu bayi dalam kandungan, misalnya karena keadaan keracunan kehamilan
(toxemia gravidarum), infeksi virus rubella, virus cytomegalo, dan lain-lain.
• Kejadian segera setelah lahir (perinatal), seperti kekurangan oksigen (anoksia).
• Keadaan selama kehamilan seperti pem-bentukan otak yang kecil, misalnya vermis
otak kecil yang lebih kecil (mikrosepali) atau terjadi pengerutan jaringan otak (tuber
sklerosis).
• Mungkin karena kelainan metabolisme seperti pada penyakit Addison, (karena
infeksi Tuberkulosa, dimana terjadi bertambahnya pigment tubuh dan kemunduran
mental).
• Mungkin karena kelainan chromosom seperti pada syndrome chromosoma X yang
fragil.
C. Gejala
13
Anak dengan autisme dapat tampak normal di tahun pertama maupun tahun kedua
dalam kehidupannya. Para orang tua seringkali menyadari adanya keterlambatan
kemampuan berbahasa dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika bermain serta
berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tersebut mungkin dapat menjadi sangat
sensitif atau bahkan tidak responsif terhadap rangsangan-rangasangan dari kelima
pancainderanya (pendengaran, sentuhan, penciuman, rasa dan penglihatan). Perilaku-
perilaku repetitif (mengepak-kepakan tangan atau jari, menggoyang-goyangkan badan
dan mengulang-ulang kata) juga dapat ditemukan. Perilaku dapat menjadi agresif
(baik kepada diri sendiri maupun orang lain) atau malah sangat pasif. Besar
kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal mungkin menjadi
gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang berulang-ulang, minat yang terbatas dan
hambatan bersosialisasi, beberapa hal lain yang juga selalu melekat pada para
penyandang autisme adalah respon-respon yang tidak wajar terhadap informasi
sensoris yang mereka terima, misalnya; suara-suara bising, cahaya, permukaan atau
tekstur dari suatu bahan tertentu dan pilihan rasa tertentu pada makanan yang menjadi
kesukaan mereka.
Beberapa atau keseluruhan karakteristik yang disebutkan berikut ini dapat diamati
pada para penyandang autisme beserta spektrumnya baik dengan kondisi yang
teringan hingga terberat sekalipun.
1. Hambatan dalam komunikasi, misal: berbicara dan memahami bahasa.
2. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain atau obyek di sekitarnya serta
menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi.
3. Bermain dengan mainan atau benda-benda lain secara tidak wajar.
4. Sulit menerima perubahan pada rutinitas dan lingkungan yang dikenali.
5. Gerakkan tubuh yang berulang-ulang atau adanya pola-pola perilaku yang tertentu
Para penyandang Autisme beserta spektrumnya sangat beragam baik dalam
kemampuan yang dimiliki, tingkat intelegensi, dan bahkan perilakunya. Beberapa
diantaranya ada yang tidak 'berbicara' sedangkan beberapa lainnya mungkin terbatas
bahasanya sehingga sering ditemukan mengulang-ulang kata atau kalimat. Mereka
yang memiliki kemampuan bahasa yang tinggi umumnya menggunakan tema-tema
yang terbatas dan sulit memahami konsep-konsep yang abstrak. Dengan demikian,
selalu terdapat individualitas yang unik dari individu-individu penyandangnya.
14
D. Diagnosis Autisme Sesuai DSM IV
a. Interaksi Sosial (minimal 2):
1. Tidak mampu menjalin interaksi sosial non verbal: kontak mata, ekspresi
muka, posisi tubuh, gerak-gerik kurang tertuju
2. Kesulitan bermain dengan teman sebaya
3. Tidak ada empati, perilaku berbagi kesenangan/minat
4. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional 2 arah
b. Komunikasi Sosial (minimal 1):
1. Tidak/terlambat bicara, tidak berusaha berkomunikasi non verbal
2. Bisa bicara tapi tidak untuk komunikasi/inisiasi, egosentris
3. Bahasa aneh & diulang-ulang/stereotip
4. Cara bermain kurang variatif/imajinatif, kurang imitasi social
c. Imaginasi, berpikir fleksibel dan bermain imaginatif (minimal 1):
1. Mempertahankan 1 minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan
berlebihan, baik intensitas dan fokusnya
2. Terpaku pada suatu kegiatan ritualistik/rutinitas yang tidak berguna
3. Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan berulang-ulang. Seringkali sangat
terpukau pada bagian-bagian tertentu dari suatu benda.
E Terapi
Terapi harus dimulai sejak awal dan harus diarahkan pada hambatan maupun
keterlambatan yang secara umum dimiliki oleh setiap anak autis, misalnya;
komunikasi dan persoalan-persolan perilaku. Terapi yang komprehensif umumnya
meliputi; Terapi Wicara (Speech Therapy), Okupasi Terapi (Occupational Therapy)
dan Applied Behavior Analisis untuk mengubah serta memodifikasi perilaku.
F. Prognosis
15
Anak-anak autis kadang-kadang sembuh hal ini terjadi setelah perawatan intensif
dan kadang-kadang tidak. Anak autism dengan kemampuan bahasa sebelum usia
enam, memiliki IQ di atas 50, dan memiliki keterampilan diprediksi akan lebih baik;
hidup mandiri. Inggris pada tahun 2004 studi dari 68 orang dewasa yang didiagnosis
sebelum 1980 sebagai anak-anak autis dengan IQ di atas 50 menemukan bahwa 12%
mencapai tingkat tinggi kemandirian sebagai orang dewasa, 10% mempunyai
beberapa teman dan umumnya dapat bekerja, tetapi diperlukan beberapa dukungan,
19% memiliki kemandirian tetapi umumnya tinggal di rumah dan membutuhkan
dukungan dan pengawasan dalam kehidupan sehari-hari, 46% diperlukan perawat
spesialis dari penyedia fasilitas hunian yang mengkhususkan diri dengan dukungan
tingkat tinggi dan 12% membutuhkan tingkat tinggi perawatan di rumah sakit.
(Howlin, et all, 2004). Sebuah penelitian tahun 2005 di Swedia 78 orang dewasa yang
tidak mengecualikan IQ rendah ditemukan prognosis lebih buruk misalnya, hanya 4%
mencapai kemandirian.
Daftar Pustaka
Kaplan & saddock. 2010. Sinopsis Psikiatri. Tangerang : Binarupa Aksara
Maramis, W. F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC
16
Tomb, D. A. 2004. Buku Saku Psikatri ed 6. Jakarta : EGC
17