psikiatri

3
PENEGAKAN DIAGNOSIS Dalam penegakan diagnosis pasien dengan gangguan kejiwaan diperlukan metode penegakan yang bersifat multiaksial. Diagnosis multiaksial sendiri maksudnya adalah metode penegakan yang memandang sutu bentuk gangguan secara holistik / melihat dari keseluruhan aspek. Hal ini dikarenakan penyebab dari gangguan kejiwaan yang seringkali melibatkan banyak faktor, seperti diantaranya; faktor biologis, fisiologis, dan sosial. Diagnosis multiaksial mengandung 5 aksis, sebagai berikut; AKSIS I : Gangguan psikiatrik yang utama Kondisi lain yang menjadi focus perhatian klinis AKSIS II : Ada/tidaknya retardasi mental Ada/tidaknya gangguan kepribadian AKSIS III : Kondisi medis umum komorbid AKSIS I AKSIS IV : Stressor psikososial yang diduga memicu AKSIS I AKSIS V : Penilaian fungsi secara global Untuk AKSIS V (Penilaian fungsi secara global) dilakukan dengan berpedoman pada system scoring dari Global Assessment of Functioning Scale. Untuk menegakkan diagnosis pada pasien, perlu ditetapkan penilaian pada pasien berdasarkan kondisi pasien dan hasil anamnesis maupun aloanamnesis yang didapat. Berikut ini adalah score penilaian dari Global Assessment of Functioning Scale; 91-100 : tidak ada gejala, dapat menyelesaikan/mengendalikan setiap masalah, aktif dalam banyak kegiatan. 81-90 : gejala sangat minimal, aktif dalam banyak kegiatan, merasa puas pada sebagian besar hidupnya, masalah yang terjadi hanya masalah ringan sehari-hari. 71-80 : tampak ada gejala, dapat merespon baik stressor psikososial, tidak lebih dari

description

kesehatan

Transcript of psikiatri

PENEGAKAN DIAGNOSIS

Dalam penegakan diagnosis pasien dengan gangguan kejiwaan diperlukan metode penegakan yang bersifat multiaksial. Diagnosis multiaksial sendiri maksudnya adalah metode penegakan yang memandang sutu bentuk gangguan secara holistik / melihat dari keseluruhan aspek. Hal ini dikarenakan penyebab dari gangguan kejiwaan yang seringkali melibatkan banyak faktor, seperti diantaranya; faktor biologis, fisiologis, dan sosial.

Diagnosis multiaksial mengandung 5 aksis, sebagai berikut;

AKSIS I: Gangguan psikiatrik yang utama

Kondisi lain yang menjadi focus perhatian klinis

AKSIS II: Ada/tidaknya retardasi mental

Ada/tidaknya gangguan kepribadian

AKSIS III: Kondisi medis umum komorbid AKSIS I

AKSIS IV: Stressor psikososial yang diduga memicu AKSIS I

AKSIS V: Penilaian fungsi secara global

Untuk AKSIS V (Penilaian fungsi secara global) dilakukan dengan berpedoman pada system scoring dari Global Assessment of Functioning Scale. Untuk menegakkan diagnosis pada pasien, perlu ditetapkan penilaian pada pasien berdasarkan kondisi pasien dan hasil anamnesis maupun aloanamnesis yang didapat. Berikut ini adalah score penilaian dari Global Assessment of Functioning Scale;

91-100: tidak ada gejala, dapat menyelesaikan/mengendalikan setiap masalah, aktif dalam banyak kegiatan.

81-90: gejala sangat minimal, aktif dalam banyak kegiatan, merasa puas pada sebagian besar hidupnya, masalah yang terjadi hanya masalah ringan sehari-hari.

71-80: tampak ada gejala, dapat merespon baik stressor psikososial, tidak lebih dari kesulitan ringan dalam hal sosial, pekerjaan, dan sekolah.

61-70: beberapa gejala ringan (mood menurun, insomnia), beberapa kesulitan dalam hal sosial, pekerjaan, dan sekolah, tetapi keseluruhan masih baik.

51-60: gejala menengah, sering ada serangan panik, kesulitan ringan dalam hal sosial, pekerjaan, dan sekolah.

41-50: gejala berat (ide bunuh diri, obsesi pada ritual, mencuri) dengan kesulitan berat dalam hal sosial, pekerjaan, dan sekolah.

31-40: gangguan dalam berkomunikasi (tidak logis, tidak relevan), gangguan berat dalam hal sosial, pekerjaan, dan sekolah, serta sering mengalami kegagalan.

21-30: tingkah laku dikendalikan oleh delusi dan halusinasi, gangguan serius pada komunikasi (inkoheren), percobaan bunuh diri, ketidakmampuan untuk melakukan berbagai kegiatan (hanya berbaring tanpa pekerjaan).

11-20: sering membahayakan diri sendiri dan orang lain, kesulitan untuk mempertahankan hygiene diri.

1-10: kedaruratan persisten karen sering membahayakan diri dan orang lain, ketidakmampuan menjaga hygiene diri, mencoba bunuh diri dan keinginan untuk mati.

HALUSINASIHalusinasi merupakan persepsi terhadap stimulus yang sebenarnya tidak ada/persepsi dalam kondisi sadar tanpa adanya rangsangan/stimulus dari luar. Halusinasi dapat terjadi pada berbagai modalitas sensori seperti; halusinasi visual, halusinasi auditorik, halusinasi olfaktori, halusinasi gustatory, dll.

Pasien pada skenario mengalami halusinasi auditorik, dimana berdasarkan scientific review, halusinasi auditorik dapat terjadi dikarenakan adanya aktivitas spontan pada area auditorik primer (Broadman 40,41) sehingga menyebabkan terjadinya misinterpretasi oleh area auditorik sekunder (Broadman 29). Akibatnya orang tersebut seolah-olah mendengarkan suara yang sebenarnya tidak ada (halusinasi auditorik).

Berdasarkan sumber penelitian dari Jepang, terbukti bahwa kejadian stress yang meningkat atau meningkatnya tingkat kecemasan seseorang dapat semakin memperberat kejadian halusinasi auditorik ini.

Pasien dengan gangguan halusinasi auditorik kemungkinan besar penyebabnya adalah adanya gangguan kejiwaan seperti psikosis, namun dalam penegakkan diagnosis perl dipertimbangkan kemungkinan diagnosis lainnya seperti karena induksi obat maupun karena adanya gangguan organik. Dikarenakan penatalaksanaannya yang sangat berbeda ketika etiologinya berbeda, maka penegakkan diagnosisnya harus akurat.