Proteksi Komitmen Sektor Jasa Indonesia Dalam Perjanjian ...

30
PROTEKSI KOMITMEN SEKTOR JASA INDONESIA DALAM PERJANJIAN BILATERAL INVESTASI DAN PENERAPANNYA PADA PERUNDINGAN INDONESIA-KANADA FIPA* Sigit Setiawan** * Kajian ini telah dipublikasikan sebelumnya dalam buku "Paradigma Kebijakan Ekonomi Internasional Menuju Kemandirian & Kesejahteraan Indonesia" **Peneliti Madya pada Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral – Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan.

Transcript of Proteksi Komitmen Sektor Jasa Indonesia Dalam Perjanjian ...

Page 1: Proteksi Komitmen Sektor Jasa Indonesia Dalam Perjanjian ...

PROTEKSI KOMITMEN SEKTOR JASA INDONESIA DALAM PERJANJIAN BILATERAL INVESTASI DAN PENERAPANNYA

PADA PERUNDINGAN INDONESIA-KANADA FIPA*

Sigit Setiawan**

* Kajian ini telah dipublikasikan sebelumnya dalam buku "Paradigma Kebijakan Ekonomi Internasional Menuju Kemandirian & Kesejahteraan Indonesia"

**Peneliti Madya pada Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral – Badan

Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan.

Page 2: Proteksi Komitmen Sektor Jasa Indonesia Dalam Perjanjian ...
Page 3: Proteksi Komitmen Sektor Jasa Indonesia Dalam Perjanjian ...

3PARADIGMA KEBIJAKAN EKONOMI INTERNASIONAL MENUJU KEMANDIRIAN &KESEJAHTERAAN INDONESIA

PENDAHULUANDalam upaya mendorong masuknya investasi langsung asing (foreign direct investment), pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai strategi dan upaya guna membuat para investor merasa aman dan terjamin selama berinvestasi di Indonesia, salah satunya adalah dengan mengikatkan diri dalam perjanjian bilateral investasi (Bilateral Investment Treaties-BITs)—atau di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan Perjanjian Peningkatan dan Perlindungan Penanaman Modal (P4M)—dengan negara mitra investasi. BITs memainkan peran sebagai payung hukum dari kerjasama investasi antara Indonesia dengan negara mitra. Bagi Indonesia keberadaan BITs bermanfaat dalam memberikan nilai plus di mata investor dari negara mitra untuk menanamkan modalnya dalam jangka panjang, dan melindungi kepentingan investasi dan investor dari Indonesia di wilayah negara mitra.

Negara mitra BITs Indonesia beragam dilihat dari tingkat pembangunannya (negara maju, negara emerging, negara berkembang, dan negara tertinggal atau least-developed countries) dan letak geografisnya. Walaupun tidak terdapat publikasi resmi ataupun database langsung dari otoritas penanaman modal Indonesia mengenai BITs, namun merujuk sumber resmi di UNCTAD, berdasarkan notifikasi Indonesia selama ini hingga 1 Juni 2013 jumlah yang tercatat adalah 63 BITs telah ditandatangani dan 45 BITs telah diratifikasi dan dengan demikian telah efektif berlaku.1 Sumber lain menyebutkan paling tidak saat ini Indonesia telah menandatangani sebanyak 67 BITs dengan negara mitra dan jumlah yang sudah diratifikasi paling tidak sebanyak 54 BITs.2 Penandatanganan P4M pertama dilakukan dengan Jerman pada tahun 1968 dan BITs terakhir dilakukan dengan Iran pada tahun 2005.3

Salah satu perundingan BITs Indonesia yang masih berlangsung hingga kini adalah perundingan Indonesia-Kanada FIPA (Foreign

Page 4: Proteksi Komitmen Sektor Jasa Indonesia Dalam Perjanjian ...

4 PROTEKSI KOMITMEN SEKTOR JASA INDONESIA DALAM PERJANJIAN BILATERAL INVESTASI DAN PENERAPANNYA PADA PERUNDINGAN INDONESIA-KANADA FIPA

Investment Promotion and Protection). Perundingan ini sudah dimulai sejak tahun 2007 namun hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda penyelesaian yang diakibatkan oleh perselisihan atas berbagai isu strategis dan sensitif. Salah satu isu yang sengit diperdebatkan dalam perundingan tersebut adalah isu investasi sektor jasa. Isu ini sengit diperdebatkan dimulai dari konsultasi domestik lintas instansi hingga meja perundingan dengan pihak Kanada dan akhirnya secara substansi sudah terdapat titik temu antara Indonesia dan Kanada pada tahun 2009. Sementara itu, pending issues lainnya di perundingan belum terselesaikan hingga tulisan ini dibuat pada bulan Agustus tahun 2013.

Penulis pada saat itu (2008-2009) bertugas sebagai delegasi Indonesia mewakili Tim Koordinasi Bidang Jasa (TKBJ), yang saat itu sekretariatnya masih berada di Departemen Keuangan (sekarang Kementerian Keuangan-penulis). Sebagai delegasi, penulis adalah pihak yang mengkaji dan memperjuangkan perlindungan investasi sektor jasa Indonesia agar diakomodasi dalam draf perjanjian Indonesia-Kanada FIPA.

Perjuangan penulis diinspirasi oleh kajian Adlung dan Molinuevo (2008) dalam Journal of International Economic Law yang menyebutkan adanya inkonsistensi antara komitmen WTO General Agreement on Trade in Services (GATS) dan BITs. Secara lebih spesifik untuk kasus Indonesia-Kanada FIPA, potensi sengketa dari Indonesia-Kanada FIPA dapat muncul dari adanya inkonsistensi antara komitmen sektor jasa Indonesia di WTO GATS dan potensi perlakuan-perlakuan istimewa di sektor jasa yang akan diberikan Indonesia kepada Kanada melalui BITs. Terdapat inkonsistensi antara BITs dan komitmen Indonesia dalam WTO GATS yang penulis khawatirkan akan menjadi ‘bom waktu’ klaim investor asing dan negara lain terhadap Indonesia di masa depan yang akan dapat merugikan keuangan negara. UNCTAD (2012) sendiri

Page 5: Proteksi Komitmen Sektor Jasa Indonesia Dalam Perjanjian ...

5PARADIGMA KEBIJAKAN EKONOMI INTERNASIONAL MENUJU KEMANDIRIAN &KESEJAHTERAAN INDONESIA

turut menegaskan dengan menyebutkan bahwa perjanjian bilateral investasi sebagaimana perjanjian internasional investasi lainnya mengundang kontroversi dan sensitif secara politis.

Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, hal tersebut dapat berdampak merugikan Indonesia karena membuka peluang di masa depan akan timbulnya tuntutan atau klaim dari para investor dan pemerintah Kanada terhadap Indonesia. Beberapa kasus sengketa investasi yang terakhir adalah dua kasus yang memanfaatkan BIT atau P4M tahun 1976 antara Indonesia-Inggris, Churchill Mining and Planet Mining Pty Ltd4 dan Rafat Ali Rizvi5. Churcill telah menggugat pemerintah Indonesia sebesar 2 miliar dollar AS untuk kasus sengketa konsesi lahan tambang batubara di Kalimantan Timur dan saat ini kasusnya tengah disidangkan di sidang ICSID (International Centre for Settlement of Investment Disputes), sedangkan Rafat Ali telah menggugat pemerintah Indonesia terkait kasus Bank Century. Indonesia patut belajar dari pengalaman pahit terdahulu seperti Karaha Bodas Company (1990-an), dimana pemerintah Indonesia kalah dalam sengketa Pengadilan Arbitrase Internasional dan diharuskan membayarkan klaim penggugat berikut denda sebesar 307 juta dollar AS.

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menghadapi potensi klaim dan kerugian finansial yang besar akibat sengketa investasi internasional lebih besar dibandingkan negara maju. Kajian Gallagher dan Shrestha (2011) menemukan bahwa negara berkembang menghadapi jumlah klaim yang lebih banyak dibandingkan negara maju. Berdasarkan publikasi UNCTAD Database of Treaty-Based Investor-State Dispute Settlement Cases hingga 28 Februari 2010, Gallagher dan Shrestha mendapati bahwa dari 82 klaim yang disampaikan ke ICSID, 57 klaim ditujukan bagi negara berkembang. Negara berkembang juga menghadapi opportunity cost yang jauh lebih tinggi akibat kekalahan dalam sengketa investasi internasional dibandingkan negara maju.

Page 6: Proteksi Komitmen Sektor Jasa Indonesia Dalam Perjanjian ...

6 PROTEKSI KOMITMEN SEKTOR JASA INDONESIA DALAM PERJANJIAN BILATERAL INVESTASI DAN PENERAPANNYA PADA PERUNDINGAN INDONESIA-KANADA FIPA

Sebagai perbandingan, rata-rata putusan denda finansial yang harus dibayar negara berkembang akibat kekalahannya adalah 0,53% dari belanja negara setahun atau 99 sen per kapita. Sementara itu negara maju harus membayar denda finansial sebesar 0,003% dari belanja negara setahunnya atau 12 sen per kapita.

Tulisan ini bertujuan mengkaji inkonsistensi apa yang terjadi antara WTO GATS dan BITs dalam perspektif Indonesia berdasarkan kajian literatur, dokumen-dokumen perjanjian, dan pengalaman empirik penulis sebagai delegasi sektor jasa Indonesia dalam perundingan Indonesia-Kanada FIPA. Inkonsistensi tersebut berpotensi merugikan keuangan negara dan kepentingan nasional. Berdasarkan analisis tersebut selanjutnya disusun rekomendasi kebijakan guna melindungi Indonesia dari potensi kerugian tersebut. Sebagian rekomendasi tersebut sudah penulis sampaikan, disetujui oleh pimpinan delegasi Indonesia dan delegasi Kanada dan selanjutnya sudah dimasukkan sebagai bagian dari draf perjanjian.

Kajian dilakukan dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif terhadap perjanjian GATS, draf perjanjian Indonesia-Kanada FIPA yang masih dinegosiasikan hingga saat ini, dokumen perjanjian bilateral investasi Kanada dengan negara mitra yang sudah efektif berlaku, jurnal yang relevan, dokumentasi perundingan Indonesia-Kanada FIPA, dan artikel-artikel yang relevan.

TINJAUAN PUSTAKAGATS (General Agreement on Trade in Services)GATS merupakan bagian dari persetujuan WTO yang mengatur perdagangan sektor jasa. Persetujuan ini merupakan hasil dari perundingan putaran Uruguay dari tahun 1986 hingga 1993, dan melengkapi persetujuan perdagangan barang GATT (General

Page 7: Proteksi Komitmen Sektor Jasa Indonesia Dalam Perjanjian ...

7PARADIGMA KEBIJAKAN EKONOMI INTERNASIONAL MENUJU KEMANDIRIAN &KESEJAHTERAAN INDONESIA

Agreement on Tariff and Trade) yang telah setengah abad sebelumnya diberlakukan.

Disepakatinya GATS memiliki tujuan yang positif yaitu untuk meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan negara-negara anggota WTO. Cara yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut yakni dengan perluasan perdagangan melalui transparansi dan liberalisasi yang progresif sehingga dapat tercapai kontribusi bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi seluruh negara mitra perdagangan dan bagi pembangunan negara berkembang yang menjadi anggota WTO.

Pilar pertama GATS yakni transparansi dan prediktabilitas peraturan, sedangkan pilar kedua GATS adalah liberalisasi yang progresif melalui rangkaian putaran perundingan. Liberalisasi di sini tidak dimaksudkan sebagai deregulasi, dan GATS secara eksplisit mengakui hak pemerintah untuk mengatur dan mengeluarkan peraturan baru dalam rangka mencapai tujuan nasional, terlebih lagi bagi negara berkembang yang memang diberikan fleksibilitas lebih dibandingkan negara-negara anggota WTO yang sudah maju.

P4M atau Bilateral Investment Treaties (BITs) Perjanjian internasional investasi (international investment agreement/ IIAs) menurut data UNCTAD (2012) telah mencapai total 3.164 perjanjian, yang didominasi perjanjian bilateral investasi (BITs) sebanyak 2.833 perjanjian, dan 331 perjanjian sisanya merupakan perjanjian investasi internasional lainnya, seperti perjanjian perdagangan bebas (free trade agreements/FTAs) yang di dalamnya juga mengatur investasi, perjanjian kemitraan ekonomi (economic partnership agreements/EPA), dan perjanjian regional.

Page 8: Proteksi Komitmen Sektor Jasa Indonesia Dalam Perjanjian ...

8 PROTEKSI KOMITMEN SEKTOR JASA INDONESIA DALAM PERJANJIAN BILATERAL INVESTASI DAN PENERAPANNYA PADA PERUNDINGAN INDONESIA-KANADA FIPA

Sumber: UNCTAD, World Investment Report 2012Gambar 1. Tren Jumlah BITs dan International Investment Agreement

lainnya (1980-2011)

Berdasarkan notifikasi Indonesia secara resmi ke UNCTAD, Indonesia telah menandatangani BITs dengan 63 negara dan 45 diantaranya telah diratifikasi dan efektif berlaku. Negara mitra BITs Indonesia beragam dilihat dari tingkat pembangunannya (negara maju, emerging country, negara berkembang, dan negara tertinggal atau least-developed countries/LDCs) dan letak geografisnya. Tujuh dari sepuluh negara anggota ASEAN telah menjadi mitra BITs dari Indonesia. Tujuh negara ASEAN tersebut adalah Filipina, Kamboja, Laos, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Kamboja, Laos, dan Vietnam merupakan LDCs, Singapura merupakan emerging country, sedangkan Filipina, Malaysia, dan Thailand merupakan negara berkembang. Selain ASEAN, empat negara mitra ASEAN+6 juga telah menandatangani BITs dengan Indonesia, yaitu Australia, Tiongkok, India, dan Korea Selatan. Di luar Australia, tercatat 12 negara maju lain tercatat sebagai mitra BITs Indonesia yang kesemuanya dari benua Eropa yaitu Belanda, Belgia, Denmark, Finlandia, Inggris, Italia, Perancis, Jerman, Spanyol, Yunani, Swedia, dan Swiss.

Page 9: Proteksi Komitmen Sektor Jasa Indonesia Dalam Perjanjian ...

9PARADIGMA KEBIJAKAN EKONOMI INTERNASIONAL MENUJU KEMANDIRIAN &KESEJAHTERAAN INDONESIA

Dari setiap benua terdapat beberapa mitra BITs Indonesia, misalkan dari benua Afrika tercatat Algeria, Mesir, Maroko, Mozambik, Sudan, Tunisia; dari benua Amerika tercatat Chile, Argentina, Kuba, Jamaika, Suriname, dan Venezuela; dari benua Eropa selain ke-12 negara maju di Eropa tersebut diatas tercatat pula Bulgaria, Kroasia, Hungaria, Polandia, Rumania, Serbia, Rusia, Turki, Czech, Slovakia, dan negara-negara pecahan Uni Soviet yaitu Tajikistan, Turkmenistan, Ukariana, Kyrgizstan, dan Uzbekistan. Sementara itu dari benua Asia, selain negara-negara ASEAN dan Oceania yang telah disebutkan sebelumnya tercatat pula negara-negara lain yaitu Bangladesh, Iran, Yordania, Mongolia, Pakistan, Qatar, Saudi Arabia, Srilanka, Suriah, dan Yaman.

Kanada selaku mitra perundingan Indonesia dalam Indonesia-Kanada FIPA telah menandatangani 33 BITs dengan negara mitra dan 27 di antaranya telah efektif berlaku. Tercatat 18 mitra BITs Indonesia juga menjadi mitra BITs Kanada, yaitu Argentina, Bangladesh, Cina, Kroasia, Czech, Mesir, El Salvador, Hungaria, Yordania, Polandia, Rumania, Rusia, Slovakia, Ukraina, Venezuela, dan tiga negara ASEAN yaitu Filipina, Singapura, dan Thailand.

Indonesia-Kanada FIPA (Foreign Investment Promotion and Protection) Forum Indonesia-Kanada FIPA merupakan perundingan bilateral guna memperoleh kesepakatan hak dan kewajiban secara hukum antara Indonesia dan Kanada terkait dengan upaya peningkatan dan perlindungan investasi dari dan di dalam masing-masing negara mitra perundingan. Dalam perundingan ini juga dibahas investasi di sektor jasa, termasuk sektor jasa keuangan di dalamnya.

Peningkatan investasi diharapkan timbul seiring dengan makin positifnya iklim investasi di negara yang menjadi ‘rumah’ investasi (host country) di mata para investor. Sedangkan dengan perlindungan investasi yang disepakati dalam perjanjian nantinya diharapkan akan

Page 10: Proteksi Komitmen Sektor Jasa Indonesia Dalam Perjanjian ...

10 PROTEKSI KOMITMEN SEKTOR JASA INDONESIA DALAM PERJANJIAN BILATERAL INVESTASI DAN PENERAPANNYA PADA PERUNDINGAN INDONESIA-KANADA FIPA

dapat menghilangkan efek diskriminasi atas dasar asal-usul negara (nationality) dan memberikan perlakuan yang adil dan setara dan memberikan jaminan perlindungan dan keamanan penuh menurut prinsip-prinsip hukum internasional yang berlaku. Perundingan investasi bilateral ini juga akan melindungi dari kemungkinan dilakukannya pengambilalihan investasi asing secara sepihak tanpa kompensasi yang adil oleh pemerintah lokal atau host country. Di samping itu transfer modal dan pembayaran lain ke luar masuk negara ‘rumah’ investasi akan dijamin dapat dilakukan secara bebas tanpa hambatan.

Bentuk-bentuk investasi yang masuk dalam draft perjanjian Indonesia-Kanada FIPA adalah beragam. Bentuk-bentuk investasi dimaksud dapat berupa aset berwujud (real estate dan properti untuk tujuan usaha), investasi portofolio atau bentuk partisipasi lain dalam perusahaan atau perusahaan patungan, aset tidak berwujud (misal goodwill), dan property rights (misal intellectual property rights).

Salah satu elemen modalitas perundingan yang krusial yang diusulkan oleh pihak Kanada adalah penggunaan ketentuan ‘standstill’ dan ‘ratchet mechanism’. Ketentuan “standstill” mengandung makna bahwa negara-negara anggota perjanjian–dalam jangkauan semaksimal mungkin konsisten dengan regulasi domestik–tidak akan mengambil kebijakan atau mengeluarkan peraturan yang tidak konsisten dengan isi perjanjian. Sedangkan ‘ratchet mechanism’ mengandung makna bahwa setelah berlaku efektifnya perjanjian6, liberalisasi unilateral/mandiri/otonom yang terakhir secara otomatis diikat sebagai titik terendah pembatasan liberalisasi negara yang bersangkutan; dengan demikian negara yang bersangkutan tidak diperbolehkan mundur kembali ke pembatasan liberalisasi sebelumnya.7

Daftar Negatif Investasi (DNI)Saat ini Indonesia telah membuka banyak sektor jasa bagi investor asing melalui regulasi domestik DNI, atau yang lebih dikenal dengan

Page 11: Proteksi Komitmen Sektor Jasa Indonesia Dalam Perjanjian ...

11PARADIGMA KEBIJAKAN EKONOMI INTERNASIONAL MENUJU KEMANDIRIAN &KESEJAHTERAAN INDONESIA

sebutan liberalisasi mandiri (autonomous liberalization). Regulasi domestik terkini yang mengatur daftar negatif Indonesia adalah Peraturan Presiden Nomor 39 tahun 2014. Dalam Perpres tersebut sektor-sektor ekonomi terkait sektor jasa dibuka bagi pelaku usaha asing. Beberapa sektor terkait sektor jasa antara lain pariwisata, energi, pekerjaan umum, bisnis, transportasi, komunikasi, keuangan, tenaga kerja, kesehatan, dan keamanan.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2010 diatur sektor-sektor apa saja yang tertutup bagi penanaman modal dan sektor-sektor apa saja yang terbuka dengan persyaratan. Persyaratan-persyaratan dimaksud adalah: (1) dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi; (2) kerjasama dengan kemitraan; (3) batasan kepemilikan modal; (4) diijinkan dalam lokasi tertentu; (5) perizinan khusus. Pembahasan yang relevan dengan kajian ini adalah terkait persyaratan ketiga yaitu batasan kepemilikan modal.

PEMBAHASANPerbedaan tingkat pembangunan antara Indonesia sebagai negara berkembang dan Kanada sebagai negara maju melatar belakangi timbulnya kesenjangan paradigma perundingan. Indonesia sebagai negara berkembang menginginkan agar investasi langsung dari Kanada—termasuk di sektor jasa—banyak masuk ke Indonesia; namun tetap menghendaki agar policy space yang ada untuk membuka dan menutup sektor jasa sesuai dengan kepentingan nasional tidak terganggu atau berubah akibat Indonesia-Kanada FIPA. Wujud nyata policy space Indonesia utamanya berada dalam regulasi domestik DNI Indonesia. Di lain pihak, Kanada yang merasa di atas angin karena merasa dibutuhkan investasinya oleh Indonesia ingin menggunakan kesempatan melalui Indonesia-Kanada FIPA ini untuk mengikat sektor jasa Indonesia agar dapat dimanfaatkan bagi kepentingan investor dan juga bagi perekonomian Kanada.

Page 12: Proteksi Komitmen Sektor Jasa Indonesia Dalam Perjanjian ...

12 PROTEKSI KOMITMEN SEKTOR JASA INDONESIA DALAM PERJANJIAN BILATERAL INVESTASI DAN PENERAPANNYA PADA PERUNDINGAN INDONESIA-KANADA FIPA

Tidak dapat dipungkiri bahwa perundingan Indonesia-Kanada FIPA sebagai suatu forum perundingan BIT memiliki relevansi yang erat dengan regulasi domestik DNI. Regulasi domestik DNI Indonesia yang di dalamnya terdapat liberalisasi mandiri sektor jasa Indonesia akan menjadi bagian dari komitmen Indonesia dalam Indonesia-Kanada FIPA. Hal demikian juga berlaku untuk Kanada yang harus menyertakan regulasi yang relevan. Sektor-sektor jasa yang diatur dalam regulasi domestik DNI Indonesia dan regulasi yang relevan dari Kanada tersebut akan tercatat sebagai sektor yang dibuka dengan persyaratan tertentu dalam Annex II Reservations.

Masuknya sektor-sektor jasa yang terbuka dengan persyaratan dalam DNI Indonesia ke dalam perjanjian Indonesia-Kanada FIPA akan bersinggungan dengan perjanjian dan komitmen Indonesia di WTO GATS. Dalam perjanjian WTO GATS, terdapat pasal-pasal krusial yang memiliki implikasi yang serius terhadap perjanjian Indonesia-Kanada FIPA dan karenanya perlu digarisbawahi dengan tinta merah. Pasal-pasal dimaksud adalah pasal II (Perlakuan Most-Favoured Nation-MFN), pasal XVI (Akses Pasar), pasal XVII (Perlakuan Nasional) dan pasal XVIII (Komitmen Tambahan) dan pasal V (Integrasi Ekonomi). Keempat pasal pertama merupakan jiwa dan prinsip pokok dari liberalisasi jasa multilateral, sedangkan keseluruhan pasal merupakan jiwa dan prinsip pokok dari liberalisasi jasa secara bilateral atau regional.

Pasal II GATS tentang Perlakuan MFN mengatur bagaimana semestinya perlakuan perdagangan sektor jasa diberikan kepada sesama negara anggota WTO GATS dibandingkan dengan negara non-anggota. Dalam ayat pertama pasal tersebut diatur bahwa setiap negara anggota yang menyepakati ketentuan WTO GATS harus dengan segera dan tanpa syarat memberikan perlakuan kepada produk jasa sejenis dan pemasok jasa dari negara anggota lainnya yang tidak boleh kurang istimewa dibandingkan kepada produk jasa dan pemasok jasa dari suatu negara non-anggota.8 Dengan demikian, produk jasa dan

Page 13: Proteksi Komitmen Sektor Jasa Indonesia Dalam Perjanjian ...

13PARADIGMA KEBIJAKAN EKONOMI INTERNASIONAL MENUJU KEMANDIRIAN &KESEJAHTERAAN INDONESIA

pemasok jasa dari negara-negara penandatangan WTO GATS harus memperoleh perlakuan yang paling istimewa, minimal sama dengan negara-negara bukan penandatangan WTO GATS. Pengecualian ketentuan ini dibolehkan bila suatu negara telah mencantumkan perlakuan khusus kepada negara non anggota WTO GATS dalam MFN Exemption List. Ketentuan tersebut juga tidak dimaksudkan untuk menghalangi negara anggota memberikan kemudahan kepada negara-negara yang berbatasan untuk memfasilitasi perdagangan jasa yang diproduksi dan dikonsumsi hanya di daerah perbatasan tersebut.

Pasal XVI tentang Akses Pasar GATS mengatur bagaimana semestinya perlakuan perdagangan sektor jasa diberikan kepada negara anggota WTO GATS lainnya terkait dengan komitmennya di WTO GATS. Ayat pertama pasal tersebut mengatur bahwa setiap negara anggota harus memberikan perlakuan sebagaimana yang tercantum dalam skedul komitmennya di WTO GATS. Skedul komitmen tersebut berisi ketentuan, pembatasan dan persyaratan bagi produk jasa dan pemasok jasa dari negara anggota lainnya yang ingin memasuki teritori negara anggota. Ayat dua merinci tindakan atau kebijakan yang tidak boleh diberlakukan oleh negara anggota pada sektor-sektor yang telah dinyatakan dibuka akses pasarnya. Terdapat enam jenis kebijakan pembatasan yang tidak diperbolehkan diberlakukan pada sektor-sektor yang dibuka akses pasarnya, kecuali diatur berbeda dalam skedul komitmen, yaitu: (1) pembatasan jumlah pemasok jasa;(2) pembatasan jumlah nilai transaksi jasa, atau jumlah kuota aset,

atau persyaratan kajian kebutuhan ekonomis;(3) pembatasan jumlah kegiatan pemasokan jasa, atau total jumlah

output jasa;(4) pembatasan jumlah individu yang dapat dipekerjakan dalam

suatu sektor jasa tertentu, atau pembatasan jumlah individu yang dapat dipekerjakan oleh satu pemasok jasa, dalam bentuk kuota atau persyaratan kajian kebutuhan ekonomis;

Page 14: Proteksi Komitmen Sektor Jasa Indonesia Dalam Perjanjian ...

14 PROTEKSI KOMITMEN SEKTOR JASA INDONESIA DALAM PERJANJIAN BILATERAL INVESTASI DAN PENERAPANNYA PADA PERUNDINGAN INDONESIA-KANADA FIPA

(5) tindakan-tindakan yang mempersyaratkan bentuk-bentuk entitas hukum atau usaha patungan tertentu;

(6) pembatasan keikutsertaan modal asing, dalam bentuk pembatasan persentase kepemilikan maksimum atau pembatasan nilai total investasi asing.

Pasal XVII GATS tentang Perlakuan Nasional mengatur bagaimana negara anggota memperlakukan secara semestinya produk jasa dan pemasok jasa dari negara anggota lain dibandingkan terhadap produk jasa dan pemasok jasa domestik. Terkait dengan semua tindakan yang dapat mempengaruhi pemasokan jasa, perlakuan yang diberikan tersebut harus setara dan non-diskriminatif. Perlakuan tersebut dapat benar-benar sama atau secara resmi berbeda, namun yang terpenting adalah perlakuan tersebut tidak boleh mempengaruhi kondisi persaingan sehingga lebih menguntungkan produk jasa dan pemasok jasa domestik dibandingkan produk jasa dan pemasok jasa dari negara anggota lain.

Pasal XVIII GATS tentang Komitmen Tambahan membuka peluang dirundingkannya komitmen tambahan terkait tindakan-tindakan yang dapat mempengaruhi perdagangan jasa di luar komitmen Akses Pasar (Pasal XVI) dan Perlakuan Nasional (Pasal XVII). Contoh komitmen tambahan adalah komitmen yang menyangkut masalah persyaratan, standar atau perijinan. Komitmen tambahan yang sudah disepakati tersebut nantinya harus dicantumkan di dalam skedul komitmen negara anggota yang bersangkutan.

Keempat pasal GATS di atas mengatur prinsip-prinsip pokok liberalisasi jasa multilateral. Sedangkan untuk liberalisasi jasa secara bilateral atau regional, di luar pasal-pasal II, XVI, XVII, dan XVIII GATS tersebut terdapat tambahan satu pasal lagi yaitu pasal V tentang Integrasi Ekonomi. Pasal terakhir ini mengatur persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh perjanjian liberalisasi di luar WTO GATS yang melibatkan sektor jasa, baik dalam forum bilateral

Page 15: Proteksi Komitmen Sektor Jasa Indonesia Dalam Perjanjian ...

15PARADIGMA KEBIJAKAN EKONOMI INTERNASIONAL MENUJU KEMANDIRIAN &KESEJAHTERAAN INDONESIA

ataupun regional. Contohnya adalah skema Customs Unions, FTAs, dan BITs. ASEAN Framework Agreement in Services (AFAS), FTA ASEAN dengan mitra (ASEAN-China FTA, ASEAN-Korea FTA, ASEAN-Australia-New Zealand FTA, dan sebagainya), Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) merupakan contoh dari FTAs yang melibatkan komitmen sektor jasa Indonesia. Sedangkan Indonesia-Kanada FIPA dan Indonesia-Bulgaria Investment Treaty merupakan contoh dari BITs yang melibatkan komitmen sektor jasa Indonesia (lihat Tabel XX – Daftar Perjanjian Investasi Bilateral Indonesia dengan Negara Mitra).

Menurut pasal V GATS tersebut, persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh perjanjian liberalisasi di luar WTO GATS yang melibatkan sektor jasa, baik dalam forum bilateral ataupun regional adalah:1) memiliki cakupan sektoral yang luas. Jumlah sektor, volume

perdagangan yang terpengaruh dan moda pemasokan haruslah memiliki cakupan yang luas, dan tidak boleh secara a priori mengecualikan moda pemasokan tertentu;

2) mencegah timbulnya atau menghapuskan segala bentuk diskriminasi pada sektor-sektor jasa yang dikomitmenkan;

3) adanya fleksibilitas bagi negara berkembang yang menjadi anggota dari perjanjian tersebut sesuai dengan tingkat pembangunan negara yang bersangkutan, baik secara keseluruhan maupun pada sektor dan sub sektor tertentu;

4) bila perjanjian tersebut hanya melibatkan negara berkembang, dapat diberikan perlakuan yang lebih menguntungkan bagi badan hukum yang berasal dari negara-negara tersebut.

Perlakuan MFN – Konflik antara BITs dan WTO GATSPotensi konflik antara BITs dan WTO GATS muncul karena diawali pertentangan atau inskonsistensi antara pasal V GATS terkait integrasi ekonomi dengan BITs, yang selanjutnya konsekuensinya ‘menular’

Page 16: Proteksi Komitmen Sektor Jasa Indonesia Dalam Perjanjian ...

16 PROTEKSI KOMITMEN SEKTOR JASA INDONESIA DALAM PERJANJIAN BILATERAL INVESTASI DAN PENERAPANNYA PADA PERUNDINGAN INDONESIA-KANADA FIPA

kepada Perlakuan MFN (Pasal II), Perlakuan Akses Pasar (Pasal XVI), Perlakuan Nasional (Pasal XVII), dan Komitmen Tambahan (Pasal XVIII) dalam GATS. Pembentukan FTAs sektor jasa di luar WTO GATS dalam rangka integrasi ekonomi memang diatur dalam pasal V GATS. Negara-negara yang membuat kesepakatan BITs berpikir bahwa BITs yang mereka buat merupakan salah satu bentuk FTAs yang dicakup dalam pasal V GATS sehingga mendapat kelonggaran kewajiban Perlakuan MFN (Pasal II), Perlakuan Akses Pasar (Pasal XVI), Perlakuan Nasional (Pasal XVII), dan Komitmen Tambahan (Pasal XVIII) dalam GATS. Hal ini merupakan kesalahan pemahaman atau penafsiran terhadap pasal tersebut.

Hal pertama yang gagal dipenuhi oleh BITs agar dapat dianggap suatu FTA dapat dilihat dari pasal V:1(a) GATS yang mengharuskan agar FTAs yang disepakati oleh negara-negara anggota FTA memiliki ‘cakupan sektor yang substansial (substanstial sector coverage)’. Maksud frasa ini sebagaimana dijelaskan dalam catatan kaki adalah ‘tidak memberikan pengecualian begitu saja tanpa dasar yang kuat terhadap salah satu moda suplai jasa, apakah itu moda 1, moda 2, moda 3, atau moda 4 (should not provide for the a priori exclusion of any mode of supply)’. Sementara itu, kesepakatan BITs hanya mencakup moda 3 dan hanya sebagian pasal BITs yang mengatur moda 4, sementara lalu lintas transaksi bisnis melalui moda 1 dan moda 2 diabaikan tanpa dasar yang kuat. Dari pemahaman pertama ini dapat diketahui BITs tidak masuk dalam definisi FTAs pasal V GATS.

Hal kedua adalah pasal V:1(b) menegaskan persyaratan suatu FTA adalah ‘tidak adanya atau hapusnya seluruh diskriminasi secara substansial, seperti yang dimaksudkan pasal XVII Perlakuan Nasional (the absence or elimination of substantially all discrimination, in the sense of Article XVII)’. BITs sulit memenuhi persyaratan ini karena di dalamnya terdapat perlakuan diskriminatif yaitu membatasi

Page 17: Proteksi Komitmen Sektor Jasa Indonesia Dalam Perjanjian ...

17PARADIGMA KEBIJAKAN EKONOMI INTERNASIONAL MENUJU KEMANDIRIAN &KESEJAHTERAAN INDONESIA

pemberian perlakuan nasional hanya untuk pasca pendirian badan usaha, sementara pasal XVII Perlakuan Nasional tidak membatasi yang demikian dan mencakup seluruh tahap pendirian badan usaha sejak sebelum hingga sesudah pendirian badan usaha.

Hal ketiga adalah pasal V(3) menjelaskan bahwa FTA dalam rangka integrasi ekonomi juga menekankan adanya pemberian fleksibilitas kepada negara berkembang sesuai dengan tingkat pembangunannya. Fleksibilitas dimaksud dapat diberikan pada cakupan sektoral yang dibuka dan tingkat penghapusan diskriminasi terhadap pelaku usaha asing pada sektor ataupun subsektor. Sementara itu BITs lebih menekankan sisi lain yaitu bagaimana perlakuan nasional akan diberikan kepada pelaku usaha dari negara mitra, yang cenderung mengakomodasi keinginan pengusaha asing agar diperlakukan sama dengan pengusaha lokal. BITs cenderung mengesampingkan fleksibilitas bagi negara berkembang yang menjadi mitra. Hal itu pula yang tampak di mata penulis saat dua tahun menjadi perunding sektor jasa di forum Indonesia-Kanada-FIPA.

Dari tiga butir penjelasan di atas dapat jelas disimpulkan bahwa BITs—dan demikian pula halnya Indonesia-Kanada FIPA yang merupakan sebuah BIT—tidak memenuhi kualifikasi sebagai FTAs dalam GATS. Secara singkat, dengan kondisi kegagalan Indonesia-Kanada FIPA memenuhi persyaratan diklasifikasikan sebagai FTAs dalam pasal V GATS – Integrasi Ekonomi, maka Indonesia harus memberikan berbagai perlakuan istimewa dalam BITs melalui mekanisme GATS, yakni Perlakuan MFN (Pasal II), Perlakuan Akses Pasar (Pasal XVI), Perlakuan Nasional (Pasal XVII), dan Komitmen Tambahan (Pasal XVIII), kepada sesama negara anggota WTO lainnya. Perlakuan istimewa dalam BITs tersebut adalah masuknya regulasi domestik DNI Indonesia di sektor jasa yang memberikan lebih banyak kelonggaran atau perlakuan yang lebih

Page 18: Proteksi Komitmen Sektor Jasa Indonesia Dalam Perjanjian ...

18 PROTEKSI KOMITMEN SEKTOR JASA INDONESIA DALAM PERJANJIAN BILATERAL INVESTASI DAN PENERAPANNYA PADA PERUNDINGAN INDONESIA-KANADA FIPA

istimewa dibandingkan komitmen Indonesia di WTO GATS ke dalam komitmen Indonesia di BITs. Bila Indonesia memberikan perlakuan lebih istimewa ini kepada Kanada, maka Indonesia harus memberikan perlakuan yang sama kepada negara-negara anggota WTO lainnya. Artinya, komitmen sektor jasa Indonesia di WTO GATS menjadi jauh lebih liberal karena regulasi DNI Indonesia sebagai konsekuensinya menjadi komitmen sektor jasa Indonesia yang baru di WTO GATS.

Konsekuensi pasal demi pasal di atas adalah pasal pertama, pasal II–MFN dan pasal XVI–Akses Pasar dalam GATS, Indonesia wajib selamanya dan tidak boleh mundur lagi dalam memberikan perlakuan istimewa dan akses masuk bagi pihak asing ke pasar Indonesia yang diatur dalam regulasi DNI Indonesia kepada 157 negara anggota WTO lain di luar mitra BITs dan Indonesia . Berlaku pula pasal XVII-Perlakuan Nasional, sehingga Indonesia harus pula memberikan perlakuan lebih istimewa yang diberikan kepada pelaku domestik dalam regulasi domestik DNI kepada negara-negara anggota WTO lainnya. Dan juga berlaku pula pasal XVIII, Komitmen Tambahan, sehingga Indonesia harus memberikan perlakuan lebih istimewa yang diberikan terkait komitmen tambahan (misalnya terkait peryaratan, standar, dan perijinan) yang diberikan dalam regulasi DNI Indonesia.

Hal-hal tersebut bila terjadi akan menjadi konsekuensi yang sangat berat yang harus ditanggung Indonesia di masa depan yang dapat menjadi potensi klaim terhadap anggaran negara. Terdapat celah di mana para pemerintah dan investor asing menuntut di arbitrase internasional—walau ini konsekuensi akibat ketidaksengajaan atau ketidaktahuan Indonesia. Beberapa contoh perlakuan lebih istimewa sektor jasa di regulasi DNI dibandingkan komitmen sektor jasa Indonesia di WTO GATS akan dijelaskan dalam bagian selanjutnya dari tulisan ini yang membahas tentang ruang kebijakan (policy space) liberalisasi mandiri daftar negatif investasi.

Page 19: Proteksi Komitmen Sektor Jasa Indonesia Dalam Perjanjian ...

19PARADIGMA KEBIJAKAN EKONOMI INTERNASIONAL MENUJU KEMANDIRIAN &KESEJAHTERAAN INDONESIA

Ruang Kebijakan (Policy Space) Liberalisasi Mandiri Daftar Negatif Investasi Regulasi domestik Indonesia yang mengatur keterbukaan sektor ekonomi bagi pelaku usaha asing adalah Daftar Negatif Investasi (DNI). Regulasi DNI terakhir yang efektif adalah Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2010. Regulasi daftar negatif investasi yang dibuat pemerintah Indonesia masuk ke dalam kategori liberalisasi mandiri atau liberalisasi otonom, dan hal ini tidak menyalahi ketentuan WTO GATS khususnya pasal perlakuan MFN disebabkan ketentuan dalam DNI diberikan kepada semua negara tanpa diskriminasi. Dengan kata lain, negara anggota WTO lain dapat menikmati perlakuan yang minimal setara dengan negara bukan anggota WTO dari regulasi DNI tersebut. Namun, regulasi DNI merupakan kebijakan temporer, yang dapat berubah-ubah sejalan dengan tujuan nasional. Bisa saja sektor yang sebelumnya dibuka lebar bagi pihak asing pada regulasi DNI sebelumnya, kemudian ditutup atau menjadi lebih tertutup dalam regulasi DNI yang diterbitkan berikutnya. Sebagai contoh, sektor jasa keuangan perbankan yang sejak lama dibuka lebar hingga maksimal 99% bagi pihak asing berdasarkan menurut Perpres DNI Nomor 111 tahun 2007, menjadi tertutup dan diperbolehkan hanya bagi perizinan khusus menurut regulasi terbaru yakni Perpres DNI Nomor 36 tahun 2010.

Banyak sektor jasa yang lebih terbuka bahkan jauh lebih terbuka secara signifikan bagi pelaku usaha asing di dalam regulasi DNI Indonesia dibandingkan komitmen Indonesia di WTO GATS. Pemerintah Indonesia membuat adanya policy space seperti itu dengan maksud untuk dapat menyesuaikan ‘keran buka tutup liberalisasi’ sesuai tujuan nasional. Agar lebih jelas, dalam tabel-tabel berikut ditampilkan contoh-contoh kasus policy space dalam regulasi domestik dibandingkan komitmen jasa Indonesia di WTO GATS.

Page 20: Proteksi Komitmen Sektor Jasa Indonesia Dalam Perjanjian ...

20 PROTEKSI KOMITMEN SEKTOR JASA INDONESIA DALAM PERJANJIAN BILATERAL INVESTASI DAN PENERAPANNYA PADA PERUNDINGAN INDONESIA-KANADA FIPA

Tabel 1: Jasa Pariwisata, Energi, dan Pekerjaan Umum

√ = Terbuka; x = Tertutup

Dalam tabel 1 di atas, banyak sekali jenis pekerjaan jasa di sektor pariwisata, energi, dan pekerjaan umum Indonesia yang masih ditutup sepenuhnya bagi pelaku usaha asing dalam kesepakatan WTO. Namun dalam kebijakan domestik melalui liberalisasi unilateral, Indonesia membukanya bagi pelaku usaha asing untuk sektor pariwisata hingga 49%, bahkan untuk sektor energi dan sektor pekerjaan umum banyak yang sangat terbuka hingga menjangkau 95%. Kondisi saat ini di sektor energi yang banyak membutuhkan investasi asing melatarbelakangi kebijakan pemerintah yang sangat pro-asing tersebut. Sebagaimana tampak dalam tabel 1, pekerjaan jasa di sektor energi seperti pengeboran panas bumi dan migas serta pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas pembangkit energi sangat

Page 21: Proteksi Komitmen Sektor Jasa Indonesia Dalam Perjanjian ...

21PARADIGMA KEBIJAKAN EKONOMI INTERNASIONAL MENUJU KEMANDIRIAN &KESEJAHTERAAN INDONESIA

terbuka bagi pelaku bisnis asing hingga 95%. Indonesia saat ini amat membutuhkan pemodal besar asing menanamkan modalnya dalam jangka panjang untuk membangun banyak infrastruktur termasuk infrastruktur energi guna mendorong perekonomiannya agar terus tumbuh berkelanjutan. Pekerjaan-pekerjaan semacam itu memiliki tingkat kesulitan dan membutuhkan keahlian yang sangat tinggi, serta membutuhkan modal dan risiko bisnis yang sangat besar (high technology dan capital intensive), dan saat ini masih didapati ketimpangan antara kebutuhan infrastruktur energi yang amat besar dan suplai penyedia jasa lokal di sektor energi.

Sedikit berbeda dijumpai di sektor pekerjaan umum—air minum dan jalan tol. Penyediaan air minum sejauh ini sudah dapat dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), namun dari sisi manajemen pengelolaannya selama ini dianggap tidak profesional dan imbasnya menghasilkan layanan yang tidak berkualitas. Mutu ‘air minum’ yang dihasilkan pun hingga kini belum memenuhi kualitas siap minum seperti yang biasa dijumpai di Singapura dan negara-negara maju pada umumnya. Secara keseluruhan kebutuhan pasokan air bersih yang ada saat ini di seluruh daerah di Indonesia juga belum memenuhi persyaratan dari sisi kuantitas, kualitas dan keterjangkauan harga di tingkat konsumen. Walau Pemerintah Provinsi DKI telah memelopori melalui kerjasama dengan investor asing untuk membenahi pengelolaan fasilitas air minum di DKI Jakarta, hasilnya belum begitu memuaskan banyak pihak mengingat harga air di tingkat konsumen masih sangat mahal.10 Untuk itu keberadaan pemodal asing masih sangat dibutuhkan dari sisi pemodalan dan manajemen.

Sementara itu pada sektor jalan tol, teknologi dan keterampilan terkait yang diperlukan telah dikuasai oleh insinyur-insinyur Indonesia. Namun kebutuhan pembangunan fasilitas jalan tol yang tinggi terhambat akibat kurangnya aspek pemodalan. Dari aspek pemodalan inilah peran pelaku usaha asing diperlukan.

Page 22: Proteksi Komitmen Sektor Jasa Indonesia Dalam Perjanjian ...

22 PROTEKSI KOMITMEN SEKTOR JASA INDONESIA DALAM PERJANJIAN BILATERAL INVESTASI DAN PENERAPANNYA PADA PERUNDINGAN INDONESIA-KANADA FIPA

Tabel 2: Jasa Bisnis, Transportasi, dan Komunikasi

Kondisi supply dan demand jasa bisnis, transportasi, dan komunikasi berbeda dengan jasa energi dan pekerjaan umum, dimana demand sudah dapat dipenuhi oleh supply dari pelaku lokal ataupun pelaku lokal yang bermitra dengan pihak asing sehingga Indonesia tidak terlalu membuka lebar sektor ini. Pengecualian ada pada jasa komunikasi multimedia–sistem komunikasi data—yang masih dibuka lebar-lebar untuk mendorong pengembangan sektor ini yang masih tertinggal dibandingkan sektor lain dalam jasa komunikasi. Industri telekomunikasi seluler misalnya, kini telah memiliki 12 operator dan telah menunjukkan sinyal titik jenuh.

Jasa kesehatan seperti rumah sakit, klinik, dan laboratorium medis dibuat terbuka untuk investasi asing oleh pemerintah untuk mendorong beberapa hal. Hal pertama, menyediakan lapangan kerja bagi lulusan fakultas kedokteran dan akademi perawat. Hal kedua, mendorong Indonesia dapat menjadi tujuan favorit wisata sekaligus tujuan favorit medis. Singapura terbukti sukses menggabungkan kedua tujuan tersebut (wisata medis). Hal ketiga, meningkatkan ketersediaan fasilitas dan layanan medis serta menekan prevalensi penyakit seiring

Page 23: Proteksi Komitmen Sektor Jasa Indonesia Dalam Perjanjian ...

23PARADIGMA KEBIJAKAN EKONOMI INTERNASIONAL MENUJU KEMANDIRIAN &KESEJAHTERAAN INDONESIA

dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Tabel 3: Jasa Bidang Tenaga Kerja, Kesehatan, dan Keamanan

Uraian dan analisis di atas merupakan gambaran policy space beserta argumen yang mendasarinya didasarkan atas cerminan kondisi sektor saat ini. Kondisi saat ini bisa jadi akan sangat berbeda di masa depan. Kebijakan saat ini yang dilatarbelakangi oleh kondisi ‘scarcity’ yang dialami Indonesia bisa jadi tidak lagi ditemui di masa depan. Pada saat itulah dalam timing yang tepat di masa depan, Indonesia bisa mengubah kebijakan keterbukaannya terhadap pelaku usaha asing, dengan menutup dan memperketat atau sebaliknya membuka dan memperlonggar tingkat keterbukaan sektor-sektor jasa tersebut bagi pelaku usaha asing melalui revisi regulasi domestik DNI.

Mengamankan komitmen sektor jasa Indonesia di WTO GATS dari efek BITsUntuk melindungi dari risiko fatal regulasi domestik DNI menjadi komitmen Indonesia secara multilateral yang harus diberikan kepada seluruh negara anggota WTO, pemerintah Indonesia perlu

Page 24: Proteksi Komitmen Sektor Jasa Indonesia Dalam Perjanjian ...

24 PROTEKSI KOMITMEN SEKTOR JASA INDONESIA DALAM PERJANJIAN BILATERAL INVESTASI DAN PENERAPANNYA PADA PERUNDINGAN INDONESIA-KANADA FIPA

merumuskan suatu ketentuan atau klausul yang menutup peluang tersebut. Solusi tersebut perlu dipikirkan karena hal ini merupakan concern Indonesia dan bukan concern Kanada, sehingga pasal pelindung tersebut tidak ditemukan dalam draf perjanjian yang disodorkan oleh delegasi Kanada kepada delegasi Indonesia di forum perundingan Indonesia-Kanada FIPA. Pada awal dimulainya perundingan bilateral antara kedua negara, delegasi Kanada telah menyiapkan dokumen template perjanjian, sementara delegasi Indonesia setuju menggunakan dokumen template tersebut sebagai basis perundingan.

Prinsip yang harus digarisbawahi dalam persoalan ini adalah perjanjian investasi bilateral termasuk Indonesia-Kanada FIPA ataupun perjanjian lainnya tidak boleh mencederai komitmen sektor jasa Indonesia di WTO GATS karena hal itu akan menyebabkan kerugian yang berkelanjutan bagi perekonomian Indonesia dan sulit untuk diperbaiki lagi. Pada umumnya perbaikan perjanjian akan mengundang kontroversi dan klaim dari pihak lain yang akan menempatkan pemerintah Indonesia sebagai pihak yang harus memberikan kompensasi atau ganti rugi sehingga berpotensi merugikan keuangan negara.

Menurut hemat penulis, solusi yang paling baik bagi Indonesia adalah memisahkan komitmen sektor jasa Indonesia dalam GATS (GATS carve-out) dari perjanjian Indonesia-Kanada FIPA. Untuk itu terdapat dua opsi klausul pelindung komitmen sektor jasa Indonesia. Pilihan terbaik akan tergantung seberapa luas cakupan pemisahan tersebut ingin Indonesia lakukan. Dua opsi tersebut adalah opsi dengan cakupan spesifik atau opsi dengan cakupan umum.

Opsi pertama yaitu opsi dengan cakupan spesifik adalah klausul yang menyatakan bahwa terkait dengan sektor jasa, Indonesia memiliki hak untuk mengambil atau mempertahankan setiap kebijakan terkait pendirian atau pengambilalihan di Indonesia dari suatu investasi yang tidak bertentangan dengan kewajiban-kewajiban dalam pasal II (Most-

Page 25: Proteksi Komitmen Sektor Jasa Indonesia Dalam Perjanjian ...

25PARADIGMA KEBIJAKAN EKONOMI INTERNASIONAL MENUJU KEMANDIRIAN &KESEJAHTERAAN INDONESIA

Favoured Nation), pasal XVI (Market Access), pasal XVII (National Treatment), dan pasal XVIII (Additional Commitments) dari WTO GATS. Dalam bahasa Inggris bunyi klausul tersebut adalah:

“With respect to the services sector, Indonesia reserves the right to adopt or maintain any measure that relates to the establishment or acquisition in Indonesia of an investment that is not inconsistent with Indonesia’s obligations under Articles II, XVI, XVII dan XVIII of the WTO General Agreement on Trade in Services.”

Berdasarkan temuan penulis, Kanada telah menggunakan GATS carve-out untuk sektor jasa dalam Annex Canada-Peru dengan isi yang mirip dengan ketentuan di atas sebagai berikut:

“Canada reserves the right to adopt or maintain any measure that is not inconsistent with Canada’s obligations under Articles XVI, XVII and XVIII of the WTO General Agreement on Trade in Services.” 12

Letak perbedaan struktur kalimat GATS carve-out dari Kanada dengan opsi penulis adalah penulis juga mencantumkan pasal II (MFN) WTO GATS, selain pasal XVI (Market Access), pasal XVII (National Treatment), dan pasal XVIII (Additional Commitments) sebagai tembok pemisah komitmen sektor jasa Indonesia dalam GATS (GATS carve-out) dari perjanjian Indonesia-Kanada FIPA. Letak perbedaan kedua adalah penempatan GATS carve-out tersebut yang akan penulis bahas di alinea berikutnya terkait penempatan usulan klausul.

Opsi kedua adalah cakupan yang lebih umum yang pada intinya menolak tanggung jawab pemerintah atas kewajiban-kewajiban apapun—tidak hanya terkait investasi sebagaimana opsi pertama—yang berada di luar ketentuan WTO GATS. Dengan demikian Indonesia tidak wajib untuk mengambil kebijakan atau memenuhi klaim yang tidak termasuk dalam cakupan komitmennya di WTO GATS. Dalam bahasa Inggris bunyi klausul tersebut adalah:

Page 26: Proteksi Komitmen Sektor Jasa Indonesia Dalam Perjanjian ...

26 PROTEKSI KOMITMEN SEKTOR JASA INDONESIA DALAM PERJANJIAN BILATERAL INVESTASI DAN PENERAPANNYA PADA PERUNDINGAN INDONESIA-KANADA FIPA

“Indonesia is not required to take measures or accept claims that are not covered by its obligations under the GATS.” 13

Usulan klausul di atas tidak akan menghilangkan efektivitas penerapan aspek-aspek krusial dalam Indonesia-FIPA Kanada dan perjanjian bilateral investasi, seperti kompensasi untuk ekspropriasi dan akses untuk penyelesaian sengketa investor dengan negara. Hal tersebut mengingat tidak adanya pertentangan dengan ketentuan WTO GATS.

Pertanyaan selanjutnya adalah di mana sebaiknya meletakkan klausul pelindung ini dalam perjanjian Indonesia-Kanada FIPA.Dalam pertemuan perundingan Indonesia-Kanada FIPA, Kanada mengusulkan agar klausul semacam ini diletakkan dalam Annex II Reservation untuk ‘services sectors’ sebagaimana yang dilakukannya dalam kesepakatan Kanada-Peru FIPA. Dalam pandangan penulis, penempatan klausul tersebut di Annex II Reservation untuk services sectors memiliki banyak kelemahan akibat letaknya yang ‘tersembunyi’ dan ‘terkucil’ dalam bagian paling belakang, yaitu lampiran perjanjian atau Annex. Padahal penting bagi stakeholders sektor jasa Indonesia dapat melihat dengan jelas dan cepat keberadaan klausul ini ketika membaca perjanjian Indonesia-Kanada FIPA. Untuk itu penulis berpendapat penempatan yang paling baik adalah di dalam batang tubuh perjanjian, di bagian paling depan dalam pasal yang mengatur cakupan (scope) perjanjian Indonesia-Kanada FIPA. Gagasan penempatan klausul pelindung tersebut akan sangat bermanfaat, karena pihak pembaca khususnya stakeholders sektor jasa Indonesia yang membaca isi perjanjian tentunya tidak akan melewatkan membaca bagian terdepan perjanjian (bagian setelah definisi-definisi), yaitu bagian yang mengatur hal-hal apa yang dicakup dan tidak dicakup dalam perjanjian.

Page 27: Proteksi Komitmen Sektor Jasa Indonesia Dalam Perjanjian ...

27PARADIGMA KEBIJAKAN EKONOMI INTERNASIONAL MENUJU KEMANDIRIAN &KESEJAHTERAAN INDONESIA

KESIMPULAN DAN REKOMENDASIKesimpulan1. Terdapat inkonsistensi antara pasal V GATS tentang integrasi

ekonomi dengan BITs yang memiliki implikasi serius bagi Indonesia. Inkonsistensi BITs dengan pasal V GATS menyebabkan BITs tidak memenuhi kualifikasi sebagai sebuah FTA sebagaimana anggapan negara-negara anggota WTO pada umumnya selama ini. Inkonsistensi ini selanjutnya ‘menular’ ke Perlakuan Most Favoured Nation (Pasal II), Perlakuan Akses Pasar (Pasal XVI), Perlakuan Nasional (Pasal XVII), dan Komitmen Tambahan (Pasal XVIII) dalam GATS.

2. Implikasi seriusnya bagi Indonesia adalah Indonesia berkewajiban untuk memberikan perlakuan istimewa yang diberikan dalam BITs kepada sesama negara anggota WTO lainnya melalui mekanisme Perlakuan Most Favoured Nation, Perlakuan Akses Pasar, Perlakuan Nasional, dan Komitmen Tambahan sebagaimana diatur dalam GATS.

3. Indonesia-Kanada FIPA yang tengah dinegosiasikan saat ini merupakan sebuah BIT. Potensi perlakuan istimewa Indonesia kepada Kanada dalam Indonesia-Kanada FIPA dalam konteks sektor jasa adalah dimasukkannya regulasi domestik DNI sektor jasa – yang di banyak sektor jauh lebih istimewa dibandingkan komitmen multilateral sektor jasa Indonesia di WTO GATS—ke dalam komitmen Indonesia di Indonesia-Kanada FIPA. Perlakuan istimewa di sektor jasa yang diberikan Indonesia kepada Kanada berpotensi merugikan Indonesia mengingat perlakuan tersebut juga wajib diberikan kepada sesama negara anggota WTO lainnya, sehingga komitmen multilateral sektor jasa Indonesia di WTO GATS akan menjadi jauh lebih liberal atau terbuka. Penolakan Indonesia terhadap kewajiban ini berpotensi mengundang

Page 28: Proteksi Komitmen Sektor Jasa Indonesia Dalam Perjanjian ...

28 PROTEKSI KOMITMEN SEKTOR JASA INDONESIA DALAM PERJANJIAN BILATERAL INVESTASI DAN PENERAPANNYA PADA PERUNDINGAN INDONESIA-KANADA FIPA

tuntutan atau klaim dari investor atau pemerintah negara anggota WTO GATS lain kepada pemerintah Indonesia yang berpotensi merugikan keuangan negara.

RekomendasiIndonesia perlu melakukan pemisahan komitmen sektor jasa Indonesia dalam GATS (GATS carve-out) dari perjanjian Indonesia-Kanada FIPA. Terdapat dua opsi klausul pelindung komitmen sektor jasa Indonesia yang diusulkan penulis. Dua opsi tersebut adalah opsi dengan cakupan spesifik atau opsi dengan cakupan umum. Dasar pemilihan akan tergantung seberapa luas cakupan pemisahan tersebut ingin Indonesia lakukan.

Page 29: Proteksi Komitmen Sektor Jasa Indonesia Dalam Perjanjian ...

29PARADIGMA KEBIJAKAN EKONOMI INTERNASIONAL MENUJU KEMANDIRIAN &KESEJAHTERAAN INDONESIA

REFERENSI

Adlung, R, and Molinuevo, M. (2008).“Bilateralism in Services Trade: Is There Fire Behind the (BIT-) Smoke?”.Journal of International Economic Law. 1-45. Oxford University Press.

Al-Louzi, R. (2012). “A Coherence Perspective of Bilateral Investment Treaties”. Ph.D. Thesis. University of Manchester.

Berger, A, Busse, M, Nunnenkamp, P, and Roy, M. (2010). “Do Trade and Investment Agreements Lead to More FDI?” Staff Working Paper ERSD-2010-13. World Trade Organization Economic Research and Statistics Division.

Departemen Luar Negeri: Seri Terjemahan Tidak Resmi Persetujuan-Persetujuan WTO - Persetujuan Bidang Jasa (General Agreement on Trade in Services/GATS)

Gallagher, K, and Shrestha, E. (2011). “Investment Treaty Arbitration and Developing Countries: A Re-Appraisal”. Global Development and Environment Institute Working Paper No. 11-01.

Karina. (2012). ”P4M Minimalisir Kesulitan Investasi di Indonesia”. Okezone. 13 April 2012.

Republika. 19 Juli 2013.“Indonesia Menang di Arbitrase Century”.Diunduh 14 Agustus 2013.

Siswanto. (2013). “Perjanjian Investasi Bilateral”. Kompas, 3 Juli 2013 Sosialisasi Kesepakatan Kerjasama Internasional di Bidang Investasi,

Manado, 24 November 2006.UNCTAD World Investment Report. (2013).WTO NEWS: 1998 PRESS RELEASES PRESS/118 14 December 1998. “WTO

adopts disciplines on domestic regulation for the accountancy sector”World Trade Organization. (2013). “WTO Members and Accession

Candidates.” March 2013 www.icsid.org

Page 30: Proteksi Komitmen Sektor Jasa Indonesia Dalam Perjanjian ...

30 PROTEKSI KOMITMEN SEKTOR JASA INDONESIA DALAM PERJANJIAN BILATERAL INVESTASI DAN PENERAPANNYA PADA PERUNDINGAN INDONESIA-KANADA FIPA

1 UNCTAD (2013).2 Siswanto (2013).“Perjanjian Investasi Bilateral”. Kompas, 3 Juli 2013 dan Karina

(2012).”P4M Minimalisir Kesulitan Investasi di Indonesia”. Okezone. 13 April 2012.

3 Sosialisasi Kesepakatan Kerjasama Internasional di Bidang Investasi, Manado, 24 November 2006.

4 Sumber : ICSID (2013) dan http://finance.detik.com/read/2013/06/25/165519/2283876/4/gagal-kalahkan-prabowo-churchill-plc-gugat-pemerintah. 25 Juni 2013.Diunduh 14 Agustus 2013.

5 Sumber : ICSID (2013) dan Republika. 19 Juli 2013. “Indonesia Menang di Arbitrase Century”

6 Lihat WTO NEWS: 1998 PRESS RELEASES PRESS/118 14 December 1998 WTO adopts disciplines on domestic regulation for the accountancy sector

7 Lihat Axel Berger, Matthias Busse, Peter Nunnenkamp, Martin Roy. (2010). “Do Trade and Investment Agreements Lead to More FDI?” Staff Working Paper ERSD-2010-13.World Trade Organization Economic Research and Statistics Division. September 2010

8 Departemen Luar Negeri : Seri Terjemahan Tidak Resmi Persetujuan-Persetujuan WTO - Persetujuan Bidang Jasa (General Agreement on Trade in Services/GATS).

9 Total negara anggota WTO per Maret 2013 adalah 159 negara. Lihat WTO (2013).10 Sebagai perbandingan, tarif air minum rata-rata per meter kubik di DKI Jakarta

(2010) setara dengan AS$0.7 dengan kualitas belum siap minum, sementara itu tarif di Singapura hanya AS$0.35 dengan kualitas siap minum. Lihat http://news.detik.com/read/2010/02/03/164941/1292196/159/tarif-termahal-se-asean-kualitas-air-murahan.Diunduh 21 Agustus 2013.

11 Kompetisi Jenuh, ATSI Isyaratkan Konsolidasi Operator. Lihat http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/423831-kompetisi-jenuh--atsi-isyaratkan-konsolidasi-operator.Diunduh 21 Agustus 2013.

12 Lihat dokumen perjanjian di link http://www.treaty-accord.gc.ca/text-texte.aspx?id=105078&lang=eng.

13 dimodifikasi dari Adlung (2008).