PROSPEK PERTUMBUHAN BISNIS TELEPON SELULAR DI … · perangkat handset telepon maupun registrasi...
Transcript of PROSPEK PERTUMBUHAN BISNIS TELEPON SELULAR DI … · perangkat handset telepon maupun registrasi...
Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia
01/10/07 1
PROSPEK PERTUMBUHAN DAN INOVASI BISNIS
TELEPON SELULAR DI INDONESIA MASA DEPAN BISNIS TELEKOMUNIKASI NIRKABEL DALAM
PERSPEKTIF PERSAINGAN PERANG TARIF MURAH
oleh: Haery Sihombing @ Ian Pieter ([email protected])
Manufacturing Management Dept., Manufacturing Engineering Faculty of Universiti Teknikal Malaysia Melaka
Abstrak
Bisnis penyediaan layanan telekomunikasi bergerak atau nirkabel, kini berada pada persimpangan jalan sebagai akibat tekanan persaingan yang begitu sengit untuk menghasilkan keuntungan yang memadai bagi perusahaan dalam mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhan bisnisnya. Persaingan yang timbul sebagai akibat banyaknya operator penyedia layanan telekomunikasi nirkabel yang melibatkan diri dengan penawaran harga dan tarif (pulsa) yang murah kepada konsumennya, mengarahkan para operator penyedia layanan telekomunikasi tersebut berjuang untuk mempertahankan keberlangsungan bisnis mereka dalam jumlah raihan marjin keuntungan yang kurang menarik atau kecil bila hanya mengandalkan tarif murah tersebut sebagai satu- satunya strategi dalam merebut pasar. Padahal pasar telekomunikasi nirkabel di Indonesia pada masa kini, dari segi demografi dan potensi pasar, belumlah jenuh.
Para operator penyedia layanan jasa telekomunikasi nirkabel menghadapi kesulitan di dalam mengembangkan bisnis layanan mereka ketika pasar sangat dinamis, di mana karakter konsumen sebagai pengguna layanan adalah dengan cepat dan mudah beralih ke penyedia layanan lainnya. Oleh karenanya, para operator layanan telekomunikasi nirkabel harus melakukan tindakan dan inisiatif dalam berbagai cara melalui inovasi- inovasi yang dihasilkan sebagai fokus utama dalam layanan untuk dapat mempertahankan keberadaannya di pasar yang begitu kompetitif dewasa ini.
Inovasi terhadap produk, proses, teknologi, dan pasar adalah dipergunakan oleh perusahaan untuk mengetahui posisi diri atau lawannya dalam pengertian sebagai penopang/penyokong (sustainer) atau pengganggu (disruptor) terhadap pasar. Inovasi ini bekerja dan dipergunakan sebagai radar, melalui pengertian dua sisi pasar (two-sided market) dan/atau lokalisasi (localization) terhadap konsumen, untuk membuat operator penyedia layanan telekomunikasi nirkabel dapat berhasil lolos dari tekanan persaingan pasar dan muncul sebagai pemenang dengan melakukan pengganguan (disruption) terhadap produk dan layanan yang ada melalui nilai yang ditawarkan kepada konsumen sebagai keuntungan persaingan.
Kata kunci: inovasi, radar inovasi, keuntungan persaingan, pasar 2 sisi, dan lokalisasi.
1.0 PENDAHULUAN
Dalam satu dekade terakhir ini, perkembangan pasar penyedia layanan telepon
selular atau nirkabel di Indonesia tumbuh semakin semarak bersamaan dengan
tumbuhnya pasar permintaan akan jasa telekomunikasi bergerak atau nirkabel, yang
bukan hanya di masyarakat perkotaan terutama di pulau Jawa dan Sumatera saja, namun
juga hingga ke pelosok daerah. Bermula dengan semakin banyaknya konsumen yang
Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia
01/10/07 2
secara finansial dimampukan untuk memiliki perangkat telekomunikasi nirkabel, baik
handset baru maupun bekas dan keduanya relatif semakin murah, maka kemudian kondisi
tersebut diikuti dengan bermunculannya para operator penyedia layanan telekomunikasi
nirkabel yang baru dengan strategi segmentasi dan jenis teknologi alternatif lain (GSM vs.
CDMA) terhadap produk layanan mereka untuk saling memperebutkan pangsa pasar yang
potensial ini dengan berbagai bentuk penawaran terhadap konsumennya.
Selain dengan tawaran melalui berbagai fitur yang dapat dipergunakan dan
diakses melalui perangkat nirkabel tersebut, para operator penyedia layanan
telekomunikasi juga memberikan kemudahan bagi penggunanya untuk memiliki
perangkat handset telepon maupun registrasi nomer telepon atau aksesnya. Di sisi lain,
inovasi- inovasi yang dilakukan oleh penyedia layanan telekomunikasi nirkabel tersebut,
juga saling berjuang dalam memperebutkan pasar dengan memberikan tarif murah bagi
setiap kali layanan yang mereka berikan untuk ditanggung oleh penggunanya. Tarif
murah tersebut dilakukan untuk fasilitas pesan singkat maupun suara, termasuk juga
bebas biaya untuk beberapa kondisi yang diisyaratkan penyedia layanan tersebut terhadap
penggunanya (berlaku untuk sesama pengguna layanan produk dari operator yang sama)
untuk lebih aktif mempergunakan fasilitas yang disediakan tersebut dengan cara
mengundang pengguna baru atau yang ada, untuk memiliki layanan dari operator nirkabel
yang sama.
Ketika pasar semakin selektif untuk memilih di antara keragaman pilihan yang
tersedia dan semakin bervariatifnya layanan yang diberikan, maka beban yang ditanggung
oleh para penyedia layanan telekomunikasi nirkabel ini semakin berat. Apalagi,
konsumen dengan sangat mudahnya beralih ke operator penyedia layanan telekomunikasi
nirkabel lainnya, dikarenakan kode atau nomer akses yang disyaratkan dalam hal
bertelekomunikasi ini sangat mudah dan murah untuk didapatkan daripada di masa- masa
awal peluncuran layanan telekomunikasi nirkabel.
Upaya- upaya yang dilakukan melalui berbagai inovasi terhadap produk, proses,
maupun pemasarannya adalah dimaksudkan untuk mempertahankan jumlah pengguna
atau konsumen yang diklaim oleh para operator penyedia tersebut sebagai persentase
pangsa pasar mereka. Namun pada kenyataannya, inovasi yang direalisasikan oleh para
penyedia layanan nirkabel tadi, tidaklah cukup sebagai bukti yang kuat untuk mendukung
dan menunjukkan keuntungan yang menarik dan sepadan dengan potensi pasar yang
masih cukup besar ini.
Pertanyaan yang timbul sebagai akibat persaingan yang begitu sengit di antara
para operator penyedia layanan telekomonikasi nirkabel ini adalah, apakah keuntungan
yang dapat diperoleh dari bisnis ini sepadan dengan biaya dan usaha yang dikeluarkan?
Apakah pasar dan peluang bisnis ini masih menarik dari segi keuntungan untuk dapat
diperoleh? Apakah keuntungan- keuntungan yang diperoleh dengan inovasi- inovasi yang
sudah dilakukan tersebut adalah optimal? Apakah bisinis di bidang ini masih memiliki
prospek keuntungan yang menarik di masa mendatang?
Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia
01/10/07 3
2.0 STRATEGI LAYANAN TARIF & HARGA MURAH SEBAGAI
PERSAINGAN.
Dalam menjawab pertanyaan dan tantangan terhadap persaingan pasar yang
sengit, maka para penyedia layanan berpijak secara teoritis kepada pengertian inovasi
terhadap keuntungan persaingan dalam kaitannya sebagai sumber kreatif di dalam
mempertahankan dan meningkatkan pasar, sekaligus meningkatkan perolehan dan
membuka keuntungan- keuntungan baru yang dapat diraih. Sawhney (2006) melihat
pengertian persaingan kepada peluang inovasi dengan dasar:
1. Apa tawaran yang perusahaan ciptakan ?
2. Siapa konsumen yang mereka layani ?
3. Apa proses yang mereka jalankan ?
4. Di mana posisi kehadiran mereka dengan tawaran terhadap pasar yang dituju ?.
Apa yang dilakukan oleh para operator penyedia layanan dengan memusatkan
perhatiannya pada dasar- dasar peluang (melalui gagasan kreatif yang diberlakukan
kepada setiap inovasi yang diluncurkan ke pasar), dengan fokus pada produk yang dijual
(dalam pengertian bahwa konsumen sebagai pengguna dan sumber dari keuntungan
perusahaan) adalah ternyata berpola sama, yaitu konsumen merupakan ‘mata air’
keuangan dan keuntungan perusahaan. Sebagai misal: Excelcomindo. Sebagai penyedia
layanan telekomunikasi nirkabel yang mula- mula dikenal dengan tawarannya sebagai
operator layanan nirkabel dengan jaminan terhadap mutu suara jernih dan jelas dalam
layanan mereka dengan fokus pasarnya di masyarakat perkotaan (sekalipun tarif
layanannya adalah relatif lebih mahal dari operator GSM lainnya) , kemudian terjun untuk
bersaing dengan meluncurkan produk layanan telekomunikasi dengan sangat murah
kepada para penggunanya. Dengan harga Rp.1 untuk per tiap detik layanan
telekomunikasi suara di antara sesama penggunanya, mereka melakukan suatu terobosan
untuk mengangkat dan mempertahankan pangsa pasar mereka. Dengan kata lain, mereka
hanya membebankan biaya kepada konsumen terhadap per tiap detik layanan suara yang
dipergunakan untuk memberikan konsumen kepuasan, sehingga konsumen akan merasa
bahwa uang yang dikeluarkan adalah sesuai dengan lamanya layanan yang diterima.
Tidak seperti penyedia lainnya (sekalipun mereka memberikan beban tarifnya lebih
murah untuk tiap menit layanan yang konsumen terima), konsumen bisa jadi merasa
bahwa uang mereka ‘dicuri atau dirampok’ ketika mereka mempergunakan layanan
tersebut kurang atau lebih dari batasan waktu terhadap tarif yang dikenakan oleh sebab
penyedia layanan membebankan tarifnya melalui pembulatan waktu. Pertanyaan
terhadap kondisi ini adalah, apakah konsumen dalam melakukan telekomunikasi suara
dengan mitranya tersebut adalah selalu menatapkan matanya tertuju kepada jarum jam
yang sengaja mereka tempatkan dihadapan mereka untuk mereka dapat lihat terus
menerus, detik demi detik, ketika melakukan telekomunikasi? Kalaupun ada, jenis
konsumen seperti ini, tentu perlu dipertanyakan potensinya terhadap keuntungan
perusahaan.
Terhadap suatu kasus, misalnya dalam layanan tarif murah terhadap tiap menit
layanan yang dipergunakan di mana konsumen melakukan telekomunikasi dengan jangka
waktu kurang dari 1 menit, maka biaya yang dikenakan adalah terhadap tarif 1 menit, atau
bila konsumen malakukannya dalam 1 menit 35 detik, maka konsumen harus
membayarnya untuk 2 menit layanan. Bila kita ilustrasikan dari keadaan tersebut, maka
beban biaya yang ditanggung sesuai dengan lama waktu layanan yang dipergunakan
Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia
01/10/07 4
konsumen Excelcomindo adalah sejumlah Rp. 9. Sehingga dengan demikian, maka biaya
yang dikeluarkan konsumennya adalah lebih murah dibandingkan dengan biaya yang
dikenakan oleh penyedia layanan telekomunikasi lainnya, bila misalnya operator lain
yang sama- sama berkecimpung dalam persaingan tarif murah tersebut memberikan tarif
layanan suara Rp.49 per tiap menitnya. Karena, konsumen yang mempergunakan layanan
dari operator penyedia layanan dengan tarif murah untuk per-menit layanan mereka
adalah harus membayar layanan tersebut seharga Rp.98. Namun, bagaimana bila
konsumen mempergunakan lama layanannya antara 100 detik hingga 120 detik?
Bukankah biaya yang dikeluarkan oleh konsumen dari operator penyedia tadi adalah lebih
murah daripada konsumen Exelcomindo yang tarifnya adalah kisaran Rp.100 hingga
Rp.120?
Pada kasus lain, bila harga murah tadi tidak menjamin kualitas suara dan akses
serta keberlangsungan proses bertelekomunikasi, sehingga layanan suara terhadap
konsumen ketika menggunakan telekomunikasi tersebut sering terputus atau mengulang-
ulang pembicaraannya (yang menyebabkan kosumsi waktu yang dipergunakan semakin
lama), bukankah tarif murah tadi menjadi penghalang dan kendala bagi mereka, serta
menjadikan pengeluaran biaya yang ditanggung konsumen menjadi lebih mahal? Contoh,
bila satu telekomunikasi dapat dilakukan dengan efektif dalam 1 menit 35 detik, namun
karena ketika akses mula- mula atau pertama yang dilakukan ternyata ‘berjeda atau
kosong’ (oleh sebab derajat mutu jaringan layanan kurang baik sehingga suara tidak jelas
dan jernih) untuk segera mulai terdengar balasan dari panggilan yang dituju setelah nada
‘koneksi’ terjadi dan setelah dilakukan beberapa kali pengulangan panggilan suara,
“Hallo, Hallo, Hallo…”, di mana dibutuhkan beberapa detik untuk memulai terjadinya
pembicaraan dua arah, bukankah konsumen dirugikan karena biaya atas waktu untuk
“berjeda” yang dibebankan kepada konsumen tersebut sebagai hasil mutu jaringan
penyedia layanan yang bukan menjadi tanggungjawab konsumen? Apalagi bila terjadi
putus hubungan (disconnected) ketika proses bertelekomunikasi berlangsung, sehingga
perlu dilakukan ‘dial’ ulang untuk menyambung proses telekomunikasi kembali dan
memulai pembicaraan dengan basa- basi, ”Maaf Pak, tadi putus. Maksud saya
adalah…….” yang membutuhkan waktu beberapa saat, yang sepadan dengan biaya yang
dikeluarkan untuk ditanggung konsumen. Sehingga total waktu pembicaraannya,
misalnya menjadi 2 menit 1 detik, di mana konsumen harus menanggung biaya
(3XRp.49) Rp.147 untuk layanan per-menit dan Rp. 121 untuk layanan per-detik dari
masing- masing operator tersebut. Apakah konsumen akan melihat keuntungan dalam
bertelekomunikasi tadi melalui perbandingan hematnya uang yang dikeluarkan sebagai
tarif dari antara kedua operator tersebut?
Sekalipun tarif murah adalah sebagai bentuk tawaran untuk memuaskan
konsumen, namun dalam kondisi ketika anda melakukan telekomunikasi untuk bisnis atau
kepada atasan anda, maka harga murah bukan berarti mengorbankan kenyamanan anda,
bukan? Bagaimana pula jadinya, bila ketika bertelekomunikasi tadi, ternyata panggilan
yang dituju menyahut,”Maaf, telepon yang anda tuju sedang sibuk atau tidak aktif.”,
namun pulsa yang anda miliki berkurang sebagai beban yang harus ditanggung dalam
melakukan upaya telekomunikasi tersebut? Dari ilustrasi cerita ini, tarif murah dapat
membuat kondisi psikologis konsumen terganggu dan kehilangan perspektifnya bisnisnya
sebagai strategi persaingan, karena tarif murah dalam kondisi tersebut adalah bersaing
terhadap kelancaran, keberlangsungan, suara jernih dan jelas, dan tidak terhambatnya
telekomunikasi yang dilakukan.
Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia
01/10/07 5
Apakah inovasi yang dilakukan dengan strategi tarif murah tersebut meningkatkan
keuntungan atau imbal yang diperoleh, serta akan menarik banyak konsumen baru atau
konsumen dari layanan operator pesaing lainnya untuk beralih kepada mereka, sehingga
persentase pangsa pasar mereka semakin besar? Bukankah penyedia layanan nirkabel
lainnya, juga menawarkan layanan telekomunikasi suara dengan bebas biaya (untuk
kondisi tertentu yang disyaratkan), selain layanan pesan singkatnya. Kita tahu, bahwa
pesaing Excelcomindo baru- baru ini meluncurkan tawaran Rp. 0 terhadap biaya layanan
mereka, atau biaya untuk jenis telekomunikasi interlokal yang lebih murah, dan berbagai
tarif murah tertentu lainnya. Dalam kondisi demikian, apakah dengan strategi tarif murah
tersebut, membawa perusahaan- perusahaan yang bersaing tadi dapat meraih keuntungan
yang signifikan melalui program tawaran seperti itu? Atau sekedar dilakukan untuk
mempertahankan pangsa pasar yang telah mereka miliki dan menghindarkan diri dari
kebangkrutan bisnis mereka masing- masing? Bukankah persaingan ini diikuti pula oleh
operator layanan nirkabel lainnya, operator dengan teknologi CDMA, untuk melakukan
hal yang sama dengan memberikan harga yang murah terhadap biaya tarif layanan
mereka?
Menurut Raynor & Christensen (2003), optimasi suatu produk atau layanan untuk
dimensi- dimensi yang berbeda dari kinerja dengan mempertahankan dasar- dasar dari
persaingan di dalam satu pasar pada satu kurun waktu tertentu, memerlukan satu usaha
dari perusahaan untuk mengendalikan elemen- elemen yang berbeda dari rantai nilai
industri. Perusahaan- perusahaan yang menampilkan dirinya sesuai dengan konfigurasi-
konfigurasi dasar dari persaingan di dalam satu pasar, biasanya adalah mendominasi pasar
setidaknya untuk sementara, dengan dominasi yang menjadikannya sebagai ‘porsi macan’
dari satu keuntungan industri.
Gambar 1: Pyramid dari tahapan Persaingan (sumber: Raynor & Christensen, 2003)
Raynor & Christensen menggambarkan bahwa, dasar persaingan dari produk atau
layanan yang ditawarkan kepada pasar adalah bermula dari segi fungsionalitasnya
(funsionality), dan kemudian pasar akan bergerak untuk melihat segi kelayakannya
(reliability) setelah kosumsi terhadap fungsi tersebut dapat diterima dan terbangun, untuk
kemudian memicu permintaan pasar akan kemudahan/ kenyamanan (convienient) dan
Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia
01/10/07 6
keumuman (customizability) dari produk terhadap spesifik kebutuhan dan penggunaan
yang konsumen perlukan. Hingga pada akhirnya, pasar mendorong penyedia untuk
melakukan penawaran dengan harga murah untuk memungkinkan konsumen bersedia
membelinya seperti diilustrasikan pada gambar di atas.
Melalui gambaran pyramid di atas, kita dapat segera dengan mudah meramalkan
dan mengetahui bahwa satu perusahaan penyedia layanan telekomunikasi nirkabel hanya
sekejap saja atau bahkan tidak dapat menikmati buah hasil dari inovasi mereka ketika
mereka hanya menawarkan kepada pasar terhadap sesuatu yang dapat segera ditiru oleh
para pesaingnya, terutama dalam persaingan dengan tawaran harga murah. Sir John Bond
sebagai chairman HSBC mengatakan bahwa hal ini berlaku kurang dari 3 bulan (Mehta,
2006). Sebab menurut David Rickard dari Boston Consulting (Rickard, 2006),
perusahaan- perusahaan secara fundamental menyeting strategi mereka terhadap
parameter harga untuk pasarnya melalui:
Obyektif perusahaan dalam menawarkan layanannya
Penawaran nilai terhadap konsumennya
Dasar dari keuntungan persaingan
Lingkungan persaingan
Biaya keseluruhan untuk melayani
Dengan maksud dan tujuan:
Untuk meningkatkan kinerja dari produk inti perusahaan dan promosi untuk
pembelian berulang
Untuk mencapai keuntungan yang berdiri sendiri pada layanan- layanan itu sendiri
Untuk merangsang penjualan berdasarkan ketertarikan pasar dari perangkat yang
ditawarkan
Padahal, konsumen beranjak dengan motivasi yang berbeda terhadap nilai layanan yang
ditawarkan perusahaan, yakni sebagai berikut:
Tabel 1. Konsumen Terhadap Perusahaan
Konsumen Dampaknya Terhadap Perusahaan
Yang mencari hemat biaya
Harga yang fleksibel untuk ditawarkan ke pasar akan
menghadapi keterbatasan. Sebab harga yang ditawarkan
tersebut harus lebih rendah dari harga yang konsumen dapat
lakukan terhadap layanan suatu produk atau yang didapatkan
dari alternatif yang ada.
Yang mencari kinerja Tersedianya kesempatan untuk menyetel harga- harga yang
mencerminkan nilai sebenarnya yang ditawarkan bagi masing-
masing konsumennya
Sehingga pertanyaan yang muncul bagi perusahaan penyedia layanan dalam
mempertahankan dan mengembangkan bisnisnya, adalah sebagai berikut:
a. Apakah pendekatan melalui harga yang sekarang ini dilakukan adalah sepadan
dengan obyektif secara keseluruhan dari organisasi servis/layanan tersebut?
Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia
01/10/07 7
b. Apakah pemahaman dari nilai yang ditawarkan terhadap konsumen benar- benar
dimengerti oleh perusahaan, dan harga yang dirancang dari layanan yang
diberikan tersebut mencerminkan perspektif tersebut?
c. Apakah pemahaman terhadap biaya yang dikeluarkan terhadap layanan yang
diberikan kepada pelbagai segmen dan pasar konsumen benar- benar jelas?
d. Apakah organisasi servis/layanan yang terjun untuk bersaing terhadap skala atau
kemampuan dan struktur biayanya adalah sebagai cerminan dasar aktual dari
persaingan yang ada?
e. Apakah harga layanan yang diberikan telah diperhitungkan terhadap perbedaan
dari karakteristik- karakteristik pembelian, seperti frekuensi atau keperluan
pembelian atau ukurannya?
f. Apakah perusahaan membedakan harga atas daur hidup dari masing- masing
hubungan konsumen?
3.0 INOVASI SEBAGAI KOMPETENSI
Dalam menjawab ke-6 pertanyaan di atas (melalui inovasi yang harus dilakukan
oleh perusahaan), menurut Raynor (2003), maka suatu organisas bisnisi harus mengerti
bagaimana dasar dari persaingan untuk menjadi berbeda dari apa yang telah ada pada
pasar yang telah terbentuk. Caranya adalah dengan melihat keterkaitan dari dasar- dasar
baru persaingan yang mendorong kesuksesan inovasi dalam bisnis perusahaan dan
aktiftas- aktifitas di dalam rantai nilai yang dapat diharapkan untuk disediakan terhadap
dimensi dari kinerja layanan atau produk untuk lebih efektif daripada para pesaingnya,
serta dengan mengambil daerah (pangsa) yang paling berharga dalam rantai nilai inovasi
sehingga posisi organisasi dapat menangkap sejumlah keuntungan- keuntungan.
Untuk itu, menurut Kandampully (2002), suatu perusahaan servis/layanan
haruslah memfungsikan dirinya secara interaktif dan terlibat dengan hampir semua
aktifitas atau komponen di dalam perusahaan, yakni: orang, proses atau bukti- bukti fisik
(representasi bukti yang tangible atau intangible dari perusahaan terhadap perspektif
konsumen), konsumen internal dan eksternal, pelbagai ragam jaringan usaha, aliansi, dan
para mitranya untuk menghindari kesalahan- kesalahan terhadap pemahaman produk atau
layanan yang ditawarkan kepada pasar yang menurut Cagan (2006), bahwa selama ini
produser/ penyedia terjebak dalam kebingungan terhadap:
persyaratan- persyaratan konsumen dengan persyaratan- persyaratan produk/
layanan.
inovasi dan nilai
diri sendiri dengan konsumen anda
konsumen dan pengguna
fitur- fitur dan keuntungan- keuntungan yang ditawarkan
pembangunan suatu produk yang benar daripada membangun dengan benar suatu
produk/layanan.
Satu produk/ layanan yang baik daripada satu model bisnis yang baik.
Fitur- fitur yang emosional dengan fitur- fitur yang tidak penting.
Meningkatkan funsionalitas daripada meningkatkan produk/layanan
Produk yang diluncurkan dengan sukses.
Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia
01/10/07 8
3.1 DEFINISI
Menurut Robertson (1974), inovasi adalah serangkaian tahapan dari teknikal,
industrial dan komersialisasi. Sedangkan menurut Marquis (1969), inovasi adalah satu
unit dari perubahan- perubahan teknologi yang mendorong perubahan- perubahan
teknikal suatu perusahaan di dalam menghasilkan produk- produk/ layanan- layanan atau
penggunaan suatu metode atau input yang dikenakan terhadapnya. Menurut Cumming
(1998), jika kita mempertimbangkan inovasi yang berkaitan dengan satu produk/layanan
yang dapat dipasarkan, maka haruslah jelas terlihat terhadap orang lain, berhubungan
dengan pasar, dan faktor- faktor yang memainkan satu bagian dalam mengadopsi
keberhasilan. Faktor- faktor tersebut, contohnya, adalah pengiklanan yang efektif dan
dampak- dampak dari branding merek produk.
Oleh karenanya, menurut Urabe (1988), inovasi haruslah terdiri dari
pengembangan dari satu gagasan baru dan diimplementasikan ke dalam satu produk baru,
proses atau layanan, serta mengarah kepada pertumbuhan yang dinamis dari ekonomi
nasional dan peningkatan dari ketenagakerjaan, maupun penciptaan keuntungan murni
untuk bisnis perusahan yang inovatif. Di mana inovasi sebagai proses dari gagasan-
gagasan adalah diambil secara efektif dan menguntungkan melalui kepuasan pelanggan
(DTI, 1996), selain sebagai satu proses melalui yang mana bangsa ciptakan dan
transformasikan pengetahuan dan teknologi baru ke dalam produk- produk dan layanan-
layanan yang berdaya guna, serta proses- prosesnya untuk pasar nasional dan global
melalui penciptaan nilai terhadap stakeholdernya (Milbergs). Oleh karenanya, inovasi
merupakan penciptaan, pengembangan dan pengenalan yang berhasil dari produk-
produk, layanan, atau proses yang baru (Urabe, 1988), bila berangkat dari kreatifitas
untuk membentuk sesuatu dari yang tidak ada sebelumnya dan kemudian dibentuk
melalui gagasan yang berkenaan dengan produk- produk atau layanan- layanan (Kuhn,
1985), atau dari kreatifitas yang membawa sesuatu yang baru terhadap sesuatu yang ada
dan dibawakan melalui inovasi yang dikenakan terhadap sesuatu yang baru untuk
digunakan (Badawy, 1988) sebagai gagasan bahwa, satu inovasi yang dihasilkan adalah
harus berhasil di pasar (Twiss, 1992) sehingga , menurut Drucker (2002), sebagai jantung
dari aktifitas perusahaan dalam upaya- upaya untuk menciptakan kedayagunaan dan
berfokus pada perubahan di dalam ekonomi perusahaan dan potensi sosial. Untuk itu,
menurut Mehta (2006) dengan mencuplik tulisan dari Deloitte Consultan, bahwa inovasi
perlu dipisahkan antara fungsinya sebagai penggangguan (disruptive) dan penopangan
(sustaining) dalam perspektif produk, proses, dan strategi.
Gambar 2: Inovasi Dalam Perspektif: Produk, Proses, dan Strategi
Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia
01/10/07 9
3.2 ORIENTASI PASAR DAN INOVASI
Menurut Assink (2006), karena inovasi lebih merupakan upaya revolusioner
ketimbang evolusioner, maka diperlukan satu prasyarat bagi perusahaan untuk mampu
bertahan terhadap pasar yang dinamis dan kompleks di dalam lingkungan ekonomi
tertentu. Dengan isu- isu terpenting ini, menurut Hamel (2002), bisnis dewasa ini adalah
difokuskan dalam menemukan satu cara untuk membangun perusahaan- perusahaan
melalui inovasi yang radikal dan sistematik. Sebab inovasi adalah satu faktor kunci bagi
satu perusahaan untuk lolos dan berkembang dalam jangka panjang (Tidd,2001). Inovasi
merupakan pembangkitan, pengembangan, dan adaptasi dari satu gagasan atau perilaku
dan sesuatu yang baru untuk diadposi oleh organisasi (Higgins,1995), di mana inovasi
ditangkap sebagai pengertian dari perubahan satu organisasi, baik sebagai tanggapan
terhadap perubahan dalam lingkungan eksternal, maupun tindakan- tindakan awal yang
mempengaruhi lingkungan (Damapour,1996).
Lebih lanjut, Assink (2006) mengatakan bahwa inovasi merupakan proses dari
suksesnya penciptaan sesuatu yang baru, yang harus memiliki nilai yang signifikan
terhadap bagian yang relevan dari adopsinya, dimana inovasi tersebut menurut Edquiest
(1997) dibedakan dengan derajat pemilahan melalui satu derajat individu (improvement),
fungsi (process improvement atau adaptasi), perusahaan sebagai satu rantai nilai (produk
radikal dan layanan inovasi, model bisnis baru), dan industri (terobosan teknologi)
sebagai sistem- sistem dari inovasi. Sekalipun, menurut Christensen (1997), ternyata
hanya sedikit saja perusahaan yang memahami apa yang diperlukan dan
diimplementasikan dari inovasi tersebut untuk berhasil. Oleh karena itu, menurut Johne
(1999), dalam memahami persaingan terhadap pasar yang cepat berubah, maka
perusahaan harus melihatnya pada:
a. Inovasi Produk untuk membangun pendapatan/penghasilan (revenue), dengan cara
memperbaharui produk dan secara lengkap memperbaharui keseluruhan produk
(up-dated and renew) untuk mempertahankan kedudukan bisnisnya yang kuat di
tengah pasar melalui peningkatan dari campuran tawaran (improving the mix of
offers). (Mehta,2006: difokuskan pada cara suatu pekerjaan yang dikerjakan
dengan membuatnya lebih baik, lebih cepat, dan lebih murah)
b. Inovasi Proses untuk menjaga dan meningkatkan mutu serta menghemat biaya
(safeguarding, improving quality, saving cost), dengan cara tetap
mempertahankan produktifitas kerja dan membuat produk- produk yang
kinerjanya sama dengan biaya lebih murah melalui peningkatan campuran dari
operasional internal (improving mix of internal operations). (Mehta,2006:
difokuskan pada pengalaman konsumen, membawa satu perusahaan lebih dekat
terhadap konsumennya dan menggunakan keintiman untuk menyediakan
pelayanan yang lebih baik)
c. Inovasi Pasar untuk meningkatkan campuran dari target- target pasar dan
bagaimana memilih pasar yang sebaiknya dilayani melalui identifikasi potensi
pasar dan cara (baru) melayani pasar dengan lebih baik melalui peningkatan dari
campuran pasar dan bagaimana melayaninya (improving the mix of markets and
how these are served). (Mehta,2006: difokuskan pada komitmen pemimpin
perusahaan dan pendukungnya, memimpin pemikiran rancang bangun dan
matriknya, mendorong pengambilan resiko, mentoleransi kesalahan, merubah
struktur, menciptakan sistem inovasi penghargaan, memperluas talenta rancang
bangun, dan mempengaruhi jaringan kerja inovasi dari luar dan dalam organisasi)
Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia
01/10/07 10
Untuk itu, menurut Mehta (2006), perusahaan setidaknya harus
mempertimbangkan jangka waktu 3 tahun dalam strategi terhadap pertumbuhan bisnisnya
terhadap upaya- upaya perusahaan dalam melakukan:
Fokus terhadap servis atau produk intinya.
Perubahan strategi harganya
Peningkatan rancang ulang prosesnya (misal: melalukan sesuatu dengan lebih
baik, lebih cepat, dan lebih efisien)
terhadap strategi yang berkenaan dengan (Johanssen,2001):
Produk baru
Layanan baru
Metode- metode baru dari produksi/ operasional
Membuka pasar- pasar baru
Sumberdaya- sumberdaya baru dari pasokan
Cara- cara baru dari organisasi
Sehingga ketika tarif murah dalam kaitannya sebagai inovasi pasar, menurut
Manzaro (2006), maka harus ditempatkan pada pilar- pilar pemasaran itu sendiri, yaitu
berupa: konsumen yang difokuskan, koordinasi pemasaran, dan keuntungan melalui
orientasi pemasaran dan komponen perilaku dalam satu organisasi.
Tabel 2. Orientasi Pasar dan Budaya Organisasi
ORIENTASI PASAR BUDAYA ORGANISASI
1.Informasi pasar dari perusahaan mengga-
bungkan faktor- faktor konsumen dan lainnya
2.Penyebaran dari informasi pasar ke seluruh
bagian perusahaan
3.Rancangan dan implementasi dari satu tang-
gapan terhadap informasi
1.Orientasi Konsumen (orientasi meningkatkan komersialisasi dari produk baru)
2.Orientasi Persaingan (orientasi pesaing mengurangi peluncuran dari perluasan terhadap produk dan lini- lini produk- produk baru)
3. Koordinasi AntarFungsi (meningkatkan komersialisasi perluasan terhadap lini- lini produk/layanan)
4.0 TEKANAN EKONOMI PADA INOVASI DAN MODEL BISNIS
Menurut Chesbrough (2007), bahwa untuk mendapatkan sistem inovasi baru,
maka perusahaan haruslah membuka model bisnis mereka secara aktif dengan mencari
dan menggali gagasan- gagasan dari luar dan dengan membolehkan teknologi internalnya
yang tidak terpakai tersebut mengalir ke luar. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan
nilai dan menangkap satu bagian dari nilai. Fungsi yang pertama (dalam menciptakan
nilai), memerlukan pendefinisian satu rangkaian aktifitas yang menghasilkan satu produk
atau layanan baru dengan nilai yang ditambahkan kepada seluruh ragam aktifitasnya, dan
fungsi yang kedua (dalam menangkap satu bagian dari nilai), memerlukan penetapan
sumber- sumber daya yang unik, aset atau posisi dalam serangkaian aktifitas yang
membuat perusahaan tersebut menikmati keuntungan persaingannya.
Hal ini dilakukan agar biaya- biaya pembangunan dari inovasi dikurangi dengan
penggunaan yang lebih besar dari teknologi ekternal di dalam perusahaan yang memiliki
proses R&D-nya sendiri. Sekalipun demikian, maka perusahaan seharusnya melakukan
perubahan mendasar terhadap model bisnisnya dengan suatu komitmen yang jelas dan
Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia
01/10/07 11
mendapat dukungan dari manajemen puncak. Pertama, model bisnis tadi harus disetel
atau dibangun ulang untuk mengatasi volume yang signifikan, dan kedua, model bisnis
tadi harus didapatkan dengan “buy in” dari lembaga- lembaga yang penting sebelum
dijalankan. Tentunya hal tersebut harus dilakukan dengan percobaan- percobaan yang
berulang, di mana perusahaan mengejar sumber- sumber daya baru dari pendapatan dan
nilai bisnis, serta informasi dari pasar tentang nilai potensial terhadap gagasan dan
teknologi. Model bisnis terhadap pendapatan dan biaya tersebut digambarkan dalam
gambar 3.
Dengan semakin meningkatnya biaya dari pengembangan teknologi, maka akan
berakibat bahwa hanya perusahaan yang besar saja yang akan menjadi lebih besar dengan
meninggalkan yang lainnya jauh ke belakang. Namun tekanan yang kedua, memainkan
peranan dalam hal memperpendek daur hidup dari produk- produk baru. Dengan
demikian, maka kecenderungan untuk meningkatkan biaya pengembangan dan
memperpendek siklus hidup produk akan menghadapkan perusahaan kepada
meningkatnya justifikasi penanaman modal terhadap inovasi.
Gambar 3. Model Bisnes Tertutup Menjadi Model Bisnis Terbuka (diadopsi dari Chesbrough, 2007)
Gambar 3a. (sebelah kiri)
Balok sebelah kiri dari model bisnis tertutup ini menunjukkan bahwa pendapatan yang diharap-kan adalah sebagai ekses dari biaya pengem-bangan. Namun sejalan dengan dengan mening-katnya biaya pengembangan dan semakin pendeknya daur hidup produk, maka hasil bersih yang perusahaan temukan (pada balok kanan) adalah menghasilkan semakin sulitnya bagi model bisnis ini untuk menjustifikasi investasi dalam inovasi yang dilakukan.
Gambar 3b (sebelah kanan)
Dengan kecenderungan- kecenderungan (trends) dari kenaikan biaya- biaya pengem-bangan dan daur hidup produk yang semakin pendek (pada balok kiri), mendorong peru-sahaan untuk bereksperimen atau mencoba dengan cara- cara yang kreatif untuk membu-ka model bisnis mereka dengan memper-gunakan gagasan- gagasan dari luar dan teknologi pengembangan produk internalnya.
Pada model bisnis terbuka (open business), sisi pendapatan diserang karena
kombinasi dari biaya- biaya yang saling berkaitan dan waktu yang dihemat dengan
peluang- peluang pendapatan untuk menghasilkan keuntungan- keuntungan berdayaguna.
Dengan cara ini, akan menghemat waktu dan juga uang, serta perusahaan tidak lagi
menutup dirinya terhadap pasar yang dilayaninya secara langsung.
Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia
01/10/07 12
Oleh karenanya, Linder (2006) mengusulkan, agar perusahaan memperhatikan
proporsi dari penjualan yang dihasilkan dari produk- produk atau layanan- layanan yang
diperkenalkan kepada pasar (dalam pertimbangan perhitungan 3 tahun terakhir)
berdasarkan pertumbuhan dalam pengeluaran, pendapatan, dan nilai harga di masa
mendatang dengan pemikiran (seperti yang digunakan oleh perusahaan 3M sebagai
perusahaan yang paling berinovasi), yaitu :
Pengukuran yang hanya dilakukan terhadap penjualan, bukan pada keuntungan-
keuntungan atau investasi yang diperlukan untuk menciptakan produk- produk,
bukanlah suatu target peningkatan yang menguntungkan. Oleh karenanya, maka
penilaian (scorecard) harus dilakukan terhadap pendapatan dan biaya yang
diinvestasikan.
Pengukuran yang melihat ke arah belakang, hanyalah menangkap dampak dari
inovasi masa silam, tidak dialamatkan terhadap investasi- investasi masa kini dan
apakah mereka dapat atau tidak dapat membayarnya di masa mendatang.
Pengukuran agaknya berfokus pada diri sendiri (self-centered), sehingga untuk
menentukan apakah suatu organisasi pada kenyataannya dapat menciptakan nilai,
maka sebaiknya mempertanyakan apakah hasil yang diperoleh akan menempatkan
perusahaan sebagai pemimpin atau sekedar menjaga kedudukannya terhadap pesaing
lainnya di dalam industri tersebut.
Pengukuran yang mengasumsikan bahwa semua unit- unit organisasi menciptakan
inisiatif yang mencerminkan penjualan produk- produknya adalah mungkin benar
terhadap inovasi untuk brand-merek produk, rantai distribusi, dan harga. Namun, hal
ini tidaklah berpengaruh terhadap inovasi dalam struktur finansial, model bisnis atau
bahkan servis atau layanannya.
Hal ini dikarenakan bahwa perusahaan, yang bahkan telah mapan sekalipun menurut
Valikangas (2005), sering kali terjebak secara internal dengan:
Kinerja (performance trap), di mana mereka menekankan pemotongan biaya (cost
cutting) dan pengukuran mendadak lainnya, yang menghasilkan keuntungan sesaat
atau jangka pendek daripada mencari peluang- peluang baru untuk pertumbuhan di
masa mendatang. Sebab perusahaan- perusahaan yang sekarang ini melakukan
kerjanya dengan baik dan nyaman dengan pertumbuhan yang sesuai di dalam bisnis
inti mereka, cenderung mengabaikan peluang- peluang jangka panjang yang mungkin
penting bagi mereka.
Komitmen (commitment trap), di mana terjadi ketika komitmen mereka terlalu besar
dan terlalu kecil terhadap satu inovasi tertentu. Jika satu mind-set ‘tetap mencoba’
berlaku, maka manajamen malu mengakui beberapa komitmen nyata terhadap
inovasinya. Sehingga mereka tetap mempertahankan tahapan- tahapan awal seperti
sebuah gagasan, percobaan- percobaan (experiments) atau prototype dengan cara
melakukan terlebih dahulu riset pasar, menganalisa lengkap dahulu teknikalnya, atau
tidak mau menjadi korban dalam hal tepat waktu untuk berinvestasi terhadap suatu
peluang karena resiko yang belum diketahui.
Model Bisnis (business model trap), di mana terjadi ketika perusahaan yang mencari
inovasi tersebut berbenturan dengan model bisnis perusahaan di dalam hal strategi dan
kompetensinya. Padahal, jika inovasi tadi memerlukan perubahan yang benar- benar
berbeda dari strategi dan kompetensi perusahaan terhadap persyaratan- persyaratan
bisnis perusahaan yang dijalankan, maka potensi terhadap inovasi tersebut hilang atau
terkubur.
Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia
01/10/07 13
Gambar 4. Jebakan Kinerja, Komitmen, dan Model Bisnis (sumber: Linder, 2006)
5.0 STRATEGI BISNIS & KEUNTUNGAN PERSAINGAN
Knight (2001) mengatakan, “Jika anda ingin berhasil dalam berinovasi, maka
harus dipastikan bahwa anda mengalokasikan sumber- sumber daya dalam satu konteks
organisasi di mana proses- prosesnya menfasilitasi dan nilai-nilainya memprioritaskan
inovasi.” Inovasi ini bisa dikatakan berhasil, terhadap produk atau layanan yang
ditawarkan kepada konsumen, bila dengan inovasi tersebut perusahaan dapat
meningkatkan pertumbuhan bisnisnya dalam perspektif keuntungan persaingan
(competitive advantage) melalui nilai yang ditangkap oleh masyarakat konsumen sebagai
pembeda. Sebab menurut Porter (1996), keuntungan persaingan adalah tentang menjadi
pembeda, di mana esensinya dilakukan melalui strategi (gambar 5.) dengan melakukan
aktifitas-aktifitas secara berbeda daripada para pesaingnya.
Gambar 5. Strategi Generik Porter
Namun, menurut Kandampuly (2002), keuntungan persaingan terhadap segmen
produk atau layanan telah menjadi suatu bukti yang kuat bahwa hal tersebut memberikan
pengaruh yang sedikit terhadap pembedaan dari persaingan produk- produk dari perpektif
kacamata konsumennya. Untuk itu, maka berlomba dan bersaing dengan harga murah
dalam hal produk jasa dan layanan sebagai suatu strategi, kini bukanlah keuntungan
persaingan. Begitu pula untuk menjadi inovasi yang menguntungkan, bila nilai yang
ditawarkan adalah terbatas kepada harga dan konsumen sebagai pengguna. Sebab keadaan
Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia
01/10/07 14
tersebut membawa perusahaan kepada komoditas ‘dog-eat-dog’ (habis- habisan) terhadap
marjin keuntungan yang bisa diraih perusahaan.
Hofstede (2002) mengatakan, bahwa identifikasi dari segmen- segmen dari pasar
seringkali dipengaruhi oleh tanggapan dari konsumen terhadap harga. Padahal gol dari
segmentasi pasar, menurut Wedel (1999), adalah untuk mengidentifikasikan individu-
individu konsumen terhadap suatu produk atau layanan, yang menghasratkan mereka
terhadap keuntungan- keuntungan yang serupa dengan menampilkan perilaku- perilaku
yang sama. Oleh karenanya, bentuk segmen- segmen yang secara relatif homogen
demikian haruslah digerakkan menjadi sebuah persilangan segmen yang heterogen.
Christensen & Raynor (2003) menawarkan strategi inovasi yang dapat dilakukan
oleh perusahaan melalui pengertian sebagai penyokong (innovation sustainer) dan
pengganggu (innovation disruptor). Inovasi penyokongan ditargetkan pada permintaan
terhadap konsumen- konsumen untuk produk/ layanan ‘high-end’ dengan kinerja yang
lebih baik daripada apa yang sebelumnya tersedia. Sedangkan inovasi penggangguan,
tidak mencoba membawa produk- produknya lebih baik terhadap konsumen- konsumen
yang telah terbentuk di dalam pasar yang ada (misal, antara produk 3G vs. produk yang
telah ada). Di dalam inovasi penggangguan, produk- produk dari penggangguan ‘new
market’ (pasar baru) bersaing dengan bukan kosumsi, sebab produk/layanan yang dibuat
adalah begitu pantas dimiliki dan sederhana untuk digunakan, yang memungkinkan satu
keseluruhan populasi mulai memiliki dan menggunakan produk/ layanan (misal, kamus,
chatting, dan games). Sedangkan inovasi penggangguan dengan produk/layanan ‘low-
end’, dilakukan dengan cara sekedar menampilkan model bisnis berbiaya rendah dengan
mengambil porsi yang kurang menarik dari konsumen- konsumen perusahaan yang telah
terbentuk. (misal, mahasiswa)
Sekalipun pengganggu ‘new market’ semula adalah bersaing terhadap bukan
kosumsi (non-consumption) dalam jaringan kerja nilai uniknya, maka sejalan dengan
semakin meningkatnya kinerja mereka, maka mereka dapat cukup baik untuk menarik
konsumen dari jaringan nilai aslinya semula kepada sesuatu yang baru dimulai dengan
porsi permintaan yang sedikit. Dengan demikian, maka penggangguan pasar tadi akan
membuat pemegang-tampuk (incumbent) mengabaikan penyerangnya, dan penggangguan
‘low-end’akan memotivasi pemegang tampuk untuk meninggalkan penyerangnya. Oleh
karenanya, maka untuk itu perusahaan perlu melakukan penggangguan dengan cara
kombinasi (hybrids) melalui pendekatan ‘new market’ dan ‘low-end’.
Tarif murah yang merupakan penggangguan produk/ layanan‘low end’ sebagai
strategi persaingan adalah akan lebih mudah bagi suatu perusahaan dalam menghajar para
pesaingnya jika para pesaingnya ini meninggalkan area ‘peperangan’ tersebut daripada
melawannya. Namun pada kenyataannya, tarif murah kini menjadi tawaran yang hampir
semua perusahaan lakukan, sehingga persaingan menjadi begitu sengit. Di dalam bersaing
terhadap perang tarif murah seperti di dalam bisnis penyedia layanan telekomunikasi
nirkabel ini, apakah yang sebaiknya perusahaan lakukan? Apakah operator penyedia
layanan telekomunikasi nirkabel, seperti Excelcomindo, perlu dan harus lakukan di dalam
arena persaingan ini?
Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia
01/10/07 15
5.1 LOKALISASI (LOCALIZATION)
Perusahaan- perusahaan terkemuka dalam jasa dan layanan, menurut
Kandampully (2006), secara berhasil memperkenalkan produk- produk maupun layanan
mereka terhadap pasar dengan cara memberikan dan menawarkan jauh melebihi apa yang
konsumen harapkan. Lagipula, ini karena bahwa di dalam benak konsumen, suatu
perusahaan memelihara posisi kepemimpinan pasarnya dengan terus menerus beroperasi
pada bagian pangkal (‘cutting-edge’) dan memperpanjang parameter- parameter
konvensionalnya.
Perusahaan- perusahaan jasa dewasa ini, diharapkan dapat menarik konsumen-
konsumennya dengan kreatifitas dan inovasi. Sehingga dalam kaitannya dengan
operasional perusahaan, inovasi diterjemahkan sebagai pandangan perusahaan terhadap
“think for customer” (berpikir untuk konsumen) dengan menciptakan layanan- layanan
yang menggerakkan (drive) pasar melalui nilai yang unggul terhadap konsumen.
Pertanyaannya kemudian adalah, apakah yang dapat ditawarkan kepada pasar dan
konsumen dengan jauh melebihi apa yang mereka harapkan dari harga murah yang telah
diberikan melalui produk atau layanan yang diberikan?
Menurut Rigby (2006), komunitas konsumen tumbuh lebih beragam dalam hal
etnik, kesejahteraan, gaya hidup, dan nilai- nilai. Oleh karenanya, lokalisasi produk/
layanan akan secara berhasil bila diletakkan untuk mendapatkan kesimbangan yang tepat.
Namun resikonya adalah, bila terlalu banyak lokalisasi, maka dapat mengurangi nilai
brand-merek dan mengarah kepada penggelembungan biaya. Demikian pula jika terlalu
banyak standarisasi, maka dapat membawa kemandegan (stagnation) dan menghantam
perusahaan dengan mengecilnya pangsa pasar mereka dan berkurangnya keuntungan yang
didapatkan. Dengan demikian, maka lokasisasi yang bagaimanakah yang menguntungkan
dari pasar dan konsumen terhadap perusahaan untuk meningkatkan pertumbuhan bisnis
mereka?
Sebagai contoh, pada masyarakat perkotaan - terutama di kota- kota besar,
tidaklah menjadi sesuatu yang mengherankan bila satu konsumen secara individu
memiliki lebih dari 1 buah telepon genggam. Apalagi bila memiliki lebih dari 1 nomer
telepon dari operator penyedia layanan telekomunikasi nirkabel yang berbeda. Sekalipun
demikian, biaya dan kosumsi terhadap layanan yang dipergunakan adalah keduanya
saling dipersilangkan dalam pemakaiannya sehubungan dengan masa aktif untuk
menelopon atau mengirimkan pesan keluar dan menerima telepon atau pesan dari luar.
Seorang individu yang memiliki lebih dari 1 buah nomer telepon, tidak serta merta
mengeluarkan biaya secara bersamaan untuk kedua nomer telepon yang dibelinya.
Misalnya, pada bulan ini individu konsumen tadi mengeluarkan biaya untuk membeli
pulsa telepon (pra-bayar) dari operator penyedia layanan telekomunikasi nirkabel A
sehingga membolehkannya menerima dan melakukan panggilan atau pesan singkat,
sementara nomer telepon dari operator penyedia layanan telekomunikasi nirkabel lainnya
(misalnya B) untuk sementara di ‘standby’-kan hanya untuk menerima panggilan dan
pesan singkat. Individu konsumen ini melakukan ‘cash flow’ dan pembagian biaya yang
dikeluarkan terhadap teleponnya, untuk mendapatkan keuntungan dari banyaknya
kemungkinan yang diperoleh bagi dia untuk mendapatkan panggilan dan informasi
melalui pesan singkat, serta memungkinkan dia untuk membalasnya (1 aktif & 2 pasif).
Untuk nomer telepon dari operator B, dilakukan pada bulan berikutnya seperti terhadap
nomer telepon dari operator A, di mana nomer telepon A kemudian di-standby-kan seperti
Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia
01/10/07 16
nomer telepon dari telepon B pada bulan sebelumnya Ketimbang hanya mempergunakan
1 buah nomer telepon yang terbatas hanya pada 1 saluran saja, dan pada kondisi
melewati batas masa aktif untuk melakukan panggilan atau mengirimkan pesan, maka
individu konsumen tadi menjadi bersifat pasif murni. Belum lagi bila individu konsumen
membeli satu nomer telepon yang berharga diskon (untuk jenis pra-bayar), sehingga pulsa
yang diperoleh melebihi harga jualnya, namun pemakaian nomer telepon ini hanya
terbatas sampai pulsanya habis dan kemudian dibuang. Bukankah keadaan tadi
menggiring operator penyedia layanan telepon nirkabel terbebani dengan pasifnya
individu konsumen dalam melakukan telekomunikasinya dan juga alokasi nomer telepon
yang harus disediakan (yang berkaitan dengan teknologi dan program dalam jaringannya),
padahal proses operasional dan pemeliharan yang dilakukan adalah membutuhkan biaya
yang ditanggung perusahaan?
Akan berlainan halnya, bila nomer telepon dari operator penyedia layanan adalah
disediakan bagi konsumen dengan suatu keterikatan dari identitas konsumen itu sendiri
sebagai lokalisasi. Misalnya, untuk konsumen korporasi, di mana nomer telepon yang
dialokasikan untuk korporasi tersebut adalah unik, dan kepemilikannya mengikutsertakan
korporasi tersebut di dalam proses pemasaran dari operator penyedia layanan nirkabel
beserta para pegawainya. Atau untuk konsumen mahasiswa, yang pemasarannya
melibatkan pihak uiniversitas, di mana keterikatannya terjalin dengan cara memberikan
layanan terhadap universitas, sementara pihak universitas mengikat dan melibatkan
mahasiswa sebagai konsumennya. Selain dapat dipastikan bahwa mahasiswa tidak akan
beralih kepada operator penyedia lain (sekalipun mereka memiliki nomer telepon dari
operator lain), namun keterikatan terhadap informasi dari kampus tersebut menjadi bagian
dari keseharian aktifitas mahasiswa tadi (terutama selama statusnya sebagai mahasiswa).
Tinggal persoalannya adalah, apakah bagi mereka yang pasif (dengan cara men-standby-
kan nomer teleponnya karena tidak membeli pulsa) akan berakibat pada diberikannya
layanan infomasi melalui telepon genggam mereka dari pihak kampus atau tidak.
Tentunya banyak ragam yang dapat dibuat untuk memformulasikan keadaan yang sejenis
serupa hal ini, di mana pihak konsumen (dalam hal ini pihak universitas) secara tidak
langsung turut bertanggungjawab dan terikat terhadap pertumbuhan bisnis operator
penyedia layanan telekomunikasi nirkabel ini (selama keterikatan ini juga
menguntungkan mereka).
5.2 PASAR DUA SISI (TWO-SIDED MARKET)
Eisenmann (2006) mengatakan bahwa, produk- produk dan jasa- jasa yang
membawa kelompok- kelompok dari para pengguna secara bersama- sama di dalam
jaringan 2 sisi pasar merupakan platform dari inovasi untuk bersaing. Dengan
menyediakan infrastruktur dan aturan- aturan yang memfasilitasi transaksi- transaksi dari
2 kelompok dari pasar dan konsumen, maka perusahaan dapat mengambil dan
mengundang banyak ‘tamu’ sebagai keuntungan
Sebagaimana kita tahu, bahwa di dalam persaingan industri- industri, faktor harga
adalah ditentukan secara luas melalui biaya marjinal dari hasil satu unit ekstra yang
marjinnya cenderung menipis. Di dalam industri dengan penghalang (barrier) yang tinggi
terhadap masuknya pengikut-serta (entrants), maka plafon harganya adalah ditentukan
oleh kemauan konsumen untuk membayar harga yang ditawarkan, sehingga marjinnya
adalah cenderung lebih ‘gemuk’. Namun, prospek dari peningkatan pendapatan terhadap
skala dalam jaringan industri adalah dapat menggiring perusahaan kepada pemikiran
Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia
01/10/07 17
sebagai pemenang yang mengikuti semua pertempuran (winner-take-all-battles). Padahal,
kita tahu, bahwa tidak ada satupun pemenang untuk semua lini di dalam satu industri,
terkecuali campur tangan pihak penguasa (regulator) untuk menempatkannya sebagai
pelaku tunggal untuk memonopoli. Sehingga dengan demikian, maka satu platform dari
penyedia dan pelaku di dalam satu industri harus mempertimbangkan apakah mereka
akan membagi platformnya dengan para pesaingnya atau bertempur habis- habisan.
Sekalipun anda dapat melakukan satu pekerjaan yang besar dalam kaitannya
terhadap harga dan sebagai pemenang yang mengambil semua tantangan, serta berhasil
membangun platform baru, maka anda akan menghadapi bahaya yang besar karena
platform anda dapat ‘dibungkus’ oleh platform penyedia yang masuk ke pasar anda. Oleh
karenanya, menurut Kandampully (2002), jaringan kerja hubungan ekternal menjadi satu
prasyarat inti bagi kemampuan satu perusahaan untuk dicapai, serta diperlukan
pengetahuan untuk melayani kebutuhan konsumen secara holistik (misal, hubungan
antara operator penyedia layanan nirkabel dengan pihak universitas dan mahasiswa, dan
tawaran apa yang pihak universitas dan mahasiwa inginkan)
Dengan pasar dua-sisi ini, suatu penyedia layanan telekomunikasi melalui
infrastrukturnya, dapat saling mensubsidikan harga layanan yang ditawarkan terhadap
kedua kelompok penggunanya. (misal, universitas vs. mahasiswa dan/atau universitas vs.
perbankan). Demikian pula terhadap biaya inovasi dan pengembangan, yang dapat saling
dapat dipertukarkan antara penyedia dengan kelompok penggunanya, sekaligus juga
memperkuat kemitraan yang terjalin diantara para perusahaan sebagai penyedia dan
konsumennya.
5.3 INOVASI LAYANAN MEJADI INOVASI SOLUSI
Shepherd (2000) mengatakan bahwa, di dalam hal untuk menyediakan nilai dan
memenangkan konsumen, maka perusahaan- perusahaan perlu secara cepat dan tepat
mengidentifikasikan perubahan- perubahan dalam kebutuhan dan keinginan konsumennya
dengan cara membangun produk- produk atau layanan- layanannya secara lebih kompleks
untuk memuaskan kebutuhan tersebut melalui penyediaan derajat- derajat yang lebih
tinggi dari dukungan konsumen dan layanan- layanan, yang juga menggunakan kekuatan
teknologi informasi di dalam penyediaan lebih besar terhadap fungsionalitas, kinerja, dan
kelayakan dari produk atau layanan yang ditawarkan (Misal, teknologi informasi di pihak
universitas memungkinkan mahasiswa untuk dapat menerima dan mengakses nilai
akademis sesuai dengan nomer induk dan nomer teleponnya). Hal ini terjadi karena pada
saat yang bersamaan, para perusahaan di dalam suatu industri, melihat marjin- marjin dari
produk atau layanan yang ditawarkan tersebut diperbandingkan terhadap komponen-
komponen produk atau layanannya sehingga menjadi meningkatnya komoditisasi produk.
Di dalam satu lingkungan yang berpusat pada pemikiran tentang ‘produk’, tim-
tim penjualan menjadi terbanjiri dengan pandangan pada satu dominasi perangkat keras
dari target- target pendapatannya, yang tergandakan dengan peningkatan kompleksitas
dari satu portofolio sebagai sebab karena perusahaan mencoba mempertahankan beberapa
derajat dari pembedaan di dalam pasar yang mereka pilih.
Untuk itu, menurut Y.Doz (2004), maka keuntungan dari satu inovasi hendaknya
dilakukan terhadap proses dalam perusahaan untuk dapat mengakses jenis- jenis yang
Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia
01/10/07 18
berbeda dari pengetahuan terhadap pasar dan memelihara perbedaan dari para pesaing
sebagai satu isu kunci dengan berusaha menciptakan nilai melalui penyediaan ‘solusi’,
daripada hanya berpijak pada produk atau layanan. Hal ini merupakan satu pengertian
dari pembedaan yang dilakukan perusahaan terhadap kebutuhan- kebutuhan konsumen
yang seringkali tidak terartikulasikan dalam lingkungan pemasaran di mana struktur-
struktur organisasi dan prosesnya berlaku dalam cakupan teknologi yang lebih luas. Oleh
sebab keberhasilan dari satu inovasi adalah lebih lanjut ditekankan - dengan cara jika
perusahaan dapat merakit kombinasi terbaik dari pengetahuan teknikal dan pasar di dunia
ini, ketimbang hanya pengetahuan yang tersedia dari satu lokasi tertentu - maka
bagaimanapun, menurut Lusch (2006), hanya para perusahaan dengan satu pengertian
yang unggul sajalah yang memungkinkan mereka dapat berhasil dalam persaingan. Yaitu
perusahaan yang di dalam mempergunakan pengalaman terhadap konsumennya tersebut,
adalah dapat menciptakan penawaran yang menjanjikan nilai lebih besar di dalam
penggunaan produk yang ditawarkan, ketimbang penawaran- penawaran persaingan yang
sama. Sehingga dengan demikian, memungkinkan para perusahaan yang inovatif dapat
mengalahkan para pesaingnya (Misal, teknologi informasi di pihak universitas
memungkinkan mereka untuk dapat mengirimkan nilai akademis mahasiswa atau chatting
antara mahasiswa dengan dosennya melalui antar telepon genggam dengan situs kampus
dalam konteks e-learning dengan bantuan teknologi dari operator penyedia layanan
nirkabel).
6.0 STRATEGI DALAM PERANG TARIF DAN INOVASI UNTUK
PERTUMBUHAN BISNIS SERTA MEMENANGKAN PASAR
Untuk mencapai pertumbuhan yang tinggi pada masa mendatang, para perusahaan
perlu memutuskan tali ‘lingkaran setan’ dari benchmark persaingan, peniruan (imitation)
dan pengejaran untuk sama (pursuit). Menurut W. Chan Kim, hal ini memerlukan satu
perubahan yang mendasar di dalam fokus strategi perusahaan, di mana para perusahaan
perlu mendorong para manajer mereka untuk mengejar apa yang dikatakan sebagai
‘inovasi nilai’. Caranya adalah dengan memperhatikan terhadap apa yang sebenarnya
konsumen inginkan.
Menurut Barwise (2004), para perusahaan dapat menarik konsumen- konsumen
baru dan menciptakan satu merek atau brand yang berbeda melalui inovasi nilai, di mana
nilai dan inovasi sama- sama ditekankan.. Demikian pula terhadap pembeli, bukan
terhadap persaingan, yang seharusnya ditempatkan sebagai pusat dari pemikiran strategis
dari para manajer yang seharusnya melakukan hal tersebut terhadap kemajuan- kemajuan
berupa ‘lompatan katak’(leapfrog) dan bukan lebih kepada peningkatan atas para pesaing
pasar.
Prinsip pemasaran yang secara luas diterima dan jarang ditantang terhadap para
perusahaan yang menyokong keuntungan persaingannya dengan hanya melakukan
pembedaaan melalui produk- produk yang ‘baru dan ditingkatkan’ (new and improved),
adalah didasarkan pada fitur yang unik dari suatu produk dan keuntungan-
keuntungannya. Dengan demikian, hal ini membuka mata mereka terhadap perbedaan
antara apa industri- industri yang bersaing dan apa yang para pembeli nilai dan hargai,
serta bagaimana para perusahaan dapat hasilkan melalui satu biaya yang rendah. Keadaan
ini mendorong pencapaian satu lompatan terhadap nilai dari satu model bisnis berbiaya
Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia
01/10/07 19
rendah, sehingga membuat para perusahaan mempertanyakan segala sesuatu yang
berkenaan terhadap satu industri dan apa yang para pesaing kerjakan.
Namun, ketika para perusahaan begitu ‘asyik’ bermain dengan produk- produk
baru dan brand-mereknya, mereka kehilangan pandangan terhadap nilai yang dapat
mereka buat bagi dirinya sendiri dan para konsumennya dalam meningkatkan derajat
terhadap seluruh kategori produk atau layanan yang ditawarkan. Di dalam industri yang
cepat bergerak, di mana nilai tambah terhadap produk dan jasa mungkin dengan secara
cepat menjadi produk komuditi, maka para perusahaan secara esensi terfokuskan pada
kategori- kategori yang diharapkan (categories expectation) untuk sadar terhadap fitur-
fitur produk yang konsumen inginkan dan menyinambungkan penyediaannya melalui
peningkatan terhadap penawaran dan harapan dari satu kategori.
Partovi (2001) mengatakan bahwa, di dalam menentukan satu target segmen
pasar, perusahaan harus melibatkan identifikasi kelompok- kelompok terhadap
konsumennya melalui karakteristik- karakteristik umum yang cukup untuk membuat
rancangan dan kehadiran dari layanan mereka terhadap masing- masing kebutuhan
kelompok tersebut dimungkinkan. Selain itu, perusahaan juga perlu menggambarkan cara
satu organisasi inginkan terhadap pandangan layanan yang mereka berikan terhadap
konsumennya dan pegawainya. Oleh karena itu, maka visi layanan strategis perusahaan
perlu dilakukan dengan cara mengindentifikasikan satu target segmen pasarnya,
mengembangkan satu konsep layanan terhadap target keinginan- keinginan konsumennya,
memprioritaskan fungsi operasi sebagai proses untuk mendukung konsep layanannya, dan
merancang satu sistem penyediaan layanan untuk mendukung strategi operasinya. Karena
kita tahu, bahwa para perusahaan yang paling inovatif di dunia ini berbagi satu pemikiran
(mindset) yang berbeda atau model mental dari bagaimana pasar bekerja dibandingkan
dengan pandangan tradisional dari pertukaran dan nilai di dalam pemasaran dan ekonomi.
Maka, menurut Lusch (2006), teori dan praktikal pemasaran harus dibangun berdasarkan
satu logika yang dititikberatkan pada apa yang terhitung atau terukur (tangible). Logika
ini menggiring model Newtonian dari pemasaran, di mana barang- barang yang
dikenakan dengan nilai dan dihasilkan untuk pasar atau konsumen dan dijual melalui
manipulasi dari keputusan- keputusan campuran pemasaran (marketing-mix) adalah akan
memaksimalkan keuntungan. Dengan logika seperti ini, maka pasar dan konsumen adalah
sesuatu yang bekerja terhadap segmen, target, penetrasi, manipulasi, dan pengendalian.
Oleh karenanya, maka harga murah dalam persaingan tarif murah di dalam bisnis
penyedia layanan telekomunikasi nirkabel, akan sukar berhasil bila hanya berpijak kepada
harga murah sebagai keuntungan persaingan selama penggeraknya adalah inovasi
penyokongan (sustaining innovation) terhadap inovasi proses dan inovasi pemasaran.
Sekalipun di dalam pengertian keuntungan persaingan, strategi ini dimaksudkan terhadap
cakupan bisnis yang luas. Namun, hal ini disebabkan karena konsumen tidak melihat nilai
melalui pembeda terhadap produk yang ditawarkan dan para pesaing dengan mudah dapat
melakukan peniruan dengan cara bagaimana mereka dapat mengefisiensikan operasional
dan proses internalnya untuk menghasilkan produk dan layanan berbiaya murah untuk
ditawarkan melalui produk/layanan dengan harga lebih murah kepada pasar (misal, dalam
kasus tarif murah, perusahaan lebih memfokuskan diri kepada efisiensi internal sebagai
tolak pangkal strateginya untuk kepuasan konsumen, bukan kepada sumber daya
pengetahuan dan pengalaman terhadap kepuasan konsumen).
Agar tarif murah sebagai strategi keuntungan persaingan dapat berhasil dalam
persaingan tarif dan harga murah, maka strategi bisnis perusahaan harus digerakkan
Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia
01/10/07 20
melalui inovasi penggangguan (disruption inovasi) yang dikerangkakan dalam pengertian
nilai untuk segmen pasar campuran dan campuran pemasaran terhadap inovasi produk,
proses, dan pemasaran yang fokus utamanya bergerak dari domain sumber daya yang
tangible, statis, dan berlaku lebih dinamis untuk menjadi lebih berguna terhadap mereka,
kepada domain sumber daya yang dapat bekerja pada sumber daya lainnya untuk
menciptakan nilai melalui perlengkapan layanannya. Inovasi pengganguan terhadap para
pesaing dalam segementasi pasar bergerak dari segmen biaya murah kepada segmen
keunikan produk (seperti gambar 6)
Gambar 6. Strategi Low Cost Ke Differentiation (adopsi dari Generik Strategi Porter)
Artinya adalah, bahwa harga murah yang ditawarkan kepada masyarakat hanya
akan terbatas dan terikat kepada biaya yang ditanggung oleh penyedia layanan terhadap
investasi yang telah mereka tanamkan, menutup biaya yang dikeluarkan dan tanggungan
biaya operasional perusahaan, keuntungan yang diharapkan di masa mendatang terhadap
stakeholdernya, serta para pesaing yang mencoba merebut konsumen yang ada dengan
penawaran yang sama melalui harga murah.
Perusahaan- perusahaan dapat berhasil dengan cara melakukan pelbagai strategi
melalui penciptaan unit- units bisnis yang terpisah terhadap masing- masing strateginya.
Dengan memisahkan strategi- strateginya ke dalam unit- unit yang berbeda, yang
memiliki kebijakan berbeda dan bahkan budaya berbeda, maka satu korporasi cenderung
leluasa bergerak. (misal, Korporasi Hotel Marriot dengan Courtyard, Fairfield Inn, dan
Residence Inn atau Telkom (yang produknya adalah telekomunikasi wireline, Telkomnet
Instant, Speed) dengan Telkomsel (yang produknya adalah Hallo, Simpati, dan As) dan
Flexy). Oleh karenanya, bagaimanapun keberadaan organisasi bisnis dalam menawarkan
produknya adalah dengan cara berada pada lebih dari satu poin pada generik strateginya
(seperti dalam gambar 7). Sebab terhadap produk yang sama, konsumen seringkali
mencari kepuasaan multi dimensi seperti kombinasi dari kualiti, gaya, kenyamanan, dan
harga.
Ketika harga murah dipergunakan sebagai suatu strategi perusahaan untuk
berkembang dan menguasai pasar, maka strategi ini hendaknya dilakukan untuk
menciptakan loyalitas pengguna dan juga mengembangkan kompetensi perusahaan
terhadap pesaingnya, dengan cara membangun loyalitas brand-merek dan menfokuskan
produk mereka pada pemenuhan kebutuhan konsumen melalui pembedaan. Sehingga
konsumen menjadi terbubuhi dengan atribut- atribut pembeda sebagai suatu ciri dan
Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia
01/10/07 21
keunikan melalui inovasi dengan atribut yang baru, sekalipun sederhana, dan sesuai
dengan pasar yang telah ada. Karena harga murah adalah pendekatan inovasi
penggangguan (disruption innovation), namun pendekatan keuangan terhadap biaya
murah untuk menghasilkan keuntungan bagi perusahaan (seperti juga yang dilakukan oleh
para pesaing melalui inovasi proses internal mereka dalam hal efisiensi), maka haluannya
perlu dirubah terhadap pengertian lokalisasi (localization) dari produk untuk dikenakan
dan siapa pengguna, sekaligus kemitraan dari produk/layanan yang ditawarkan dalam
perspektif bisnis 2 sisi pasar untuk saling mensubsidi biaya dan berbagi keuntungan.
Gambar 7. Strategi Generik Terhadap Kekuatan Industri
Dengan mempergunakan matriks pendekatan inovasi (pada table 3 di bawah)
dalam menciptakan pertumbuhan bisnis melalui strategi tarif murah sebagai inovasi
penggangguan, maka pemilahan- pemilahan yang dilakukan akan semakin relatif lentur,
di mana tarif murah dapat dikenakan terhadap target pelanggan yang bersedia membayar
kinerja yang ditingkatkan, sekaligus juga melalui penggalian dari proses- proses dan
struktur biaya yang ada, yang merupakan target pelanggan dan dampak dari model bisnis
dari inovasi penyokongan (sustaining innovation).
Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia
01/10/07 22
Tabel 3. . Tiga Pendekatan Inovasi Untuk Menciptakan Pertumbuhan Baru
Artinya adalah, bahwa tarif murah sebagai penawaran dapat dilakukan oleh
perusahaan untuk mendapatkan keuntungan dan juga meningkatkan pertumbuhan
bisnisnya, dengan cara melibatkan para konsumen untuk mendapatkan keuntungan dari
tarif murah tersebut, sekaligus terhadap pertumbuhan bisnis mereka sendiri melalui
inovasi proses dan pemasaran yang dilakukan secara sinergi. Sehingga keberhasilan dari
keuntungan persaingan, bukan lagi hanya terletak kepada bagaimana suatu perusahaan
menempatkan dirinya terhadap strategi yang digunakan, tetapi juga tergantung terhadap
bagaimana perusahaan melihat lingkungannya untuk saling bekerjasama dalam saling
mempertukarkan potensi keuntungan yang dapat diperoleh dari pasar dengan cara
menjalin kerjasama yang berlaku pada satu operator penyedia layanan yang dapat menjadi
penghalang terhadap pendatang baru (new-comer) atau pengikut-serta (entrants) dan
penggangu (disruptor) pada persaingan bisnis yang sama , yang menurut Drucker (2002),
adalah melalui peluang- peluang yang ada pada internal perusahaan, ketidak-kongruenan,
kebutuhan- kebutuhan proses, perubahan- perubahan industri dan pasar, maupun diluar
perusahaan tersebut, seperti: perubahan- perubahan demografi, persepsi, dan pengetahuan
baru.
6.1 CONTOH SKENARIO STRATEGI TARIF MURAH DAN INOVASI PASAR,
PROSES, DAN PRODUK YANG DILAKUKAN SEBAGAI ILUSTRASI INOVASI
TERHADAP PERTUMBUHAN BISNIS
Dewasa ini, persaingan tarif murah di Indonesia dalam bertelekomunikasi dengan
nirkabel, selain terjadi di antara sesama para operator penyedia layanan nirkabel, juga
Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia
01/10/07 23
bahkan menjurus dan melibatkan kepada persaingan terhadap layanan telepon melalui
sambungan publik dengan kabel (wiless vs. wireline). Persaingan antara platform
telekomunikasi melalui wireline (kabel) dan wireless (nirkabel) untuk beberapa kasus
adalah sangat menarik. Ketika beberapa operator telekomunikasi nirkabel melalui
strateginya membidik target konsumen baru, yaitu konsumen yang kesulitan untuk
mendapatkan fasilitas telekomunikasi dengan kabel (wireline) terhadap di mana lokasi
konsumennya berada dikarenakan terbatasnya infrastruktur yang dibangun sehingga
konsumen tadi ditempatkan pada daftar urutan tunggu yang panjang dan berakibat pula
terhadap biaya yang dikeluarkan relatif lebih mahal, maka para operator penyedia layanan
telekomunikasi nirkabel ini menampilkan kehadirannya sebagai suatu alternatif dan
jawaban terhadap keadaan tadi dan juga terhadap konsumen mainstream yang selama ini
sudah dan selalu mempergunakan fasilitas telekomunikasi dengan kabel (wireline) di
dalam kebiasaannya dalam bertelekomunikasi.
Ketika para operator layanan bertelekomunikasi nirkabel memberikan layanan
lokal maupun interlokal, baik dalam bentuk layanan suara maupun teks dengan tarif
murah dan bahkan gratis, maka posisi telekomunikasi melalui kabel terhadap pengguna
(wireline consumer) sebagai satu perspektif bisnis secara otomatis adalah tertekan.
Namun demikian, bertelekomunikasi melalui kabel (wireline) tadi tidak serta merta
ditinggalkan konsumennya. Sekalipun bisa saja intensitas penggunaannya terhadap
konsumen rumahan berkurang, namun untuk konsumen korporasi dan bisnis, maupun di
wilayah perkotaan adalah tetap bertahan dan bahkan masih adanya permintaan. Tarif
murah yang ditawarkan dengan hadirnya para operator penyedia layanan telekomunikasi
nirkabel terhadap pasar tersebut, tidak dapat menyetop dan ‘menyepak keluar’ operator
dengan kabel (wireline) tadi keluar dari persaingan pasar telekomunikasi (terkecuali
mungkin terhadap wartel?).
Keterikatan emosional konsumen dan ketidakpastian masa depan terhadap bisnis
telekomunikasi nirkabel (bisa jadi sebagai persepsi konsumen) dalam hal
mempertahankan tarifnya yang murah tersebut, dapat jadi ditangkap oleh konsumen
sebagai perspektif bahwa dengan dinamika bisnis yang ada ini, dapat menempatkan
konsumen sebagai pihak yang lemah ‘dicocok hidung’ ketika regulasi yang ada tidak
dapat dipastikan secara psikologis bahwa keterlibatan konsumen merupakan penentu
utama terhadap pasar sebagai pengalaman di masa lalu ketika tarif telepon (sekalipun ini
terjadi untuk telekomunikasi dengan kabel (wireline)) adalah ditentukan melalui regulasi
pemerintah yang dicurigai membawa kepentingan keuntungan segelintir kelompok dan
orang.
Operator penyedia layanan telekomunikasi nirkabel yang berkompetisi dengan
sesama para operator lainnya dalam menyediakan layanan dengan cara tarif yang sangat
murah dan bahkan gratis, dengan maksud ‘mengunci’ pasar terhadap para pesaingnya
melalui layanan yang hanya berlaku di antara sesama pengguna operator penyedia
tersebut, adalah ternyata tidak meninggalkan dampaknya secara langsung terhadap beban
yang harus ditanggung oleh para operator penyedia layanan tersebut untuk
mengefisiensikan proses operasional. Namun demikian, pada sisi lain, juga berdampak
secara langsung dan tidak langsung terhadap konsumennya. Di mana sebagai dampak
yang harus ditanggung sejalan dengan perkiraan bahwa jumlah konsumen baru yang
dapat diraih adalah semakin meningkat jumlahnya, sehingga kinerja dari operator
penyedia layanan tersebut semakin ditekan untuk menghasilkan mutu telekomunikasi
yang tetap sama dan bahkan lebih baik dari sebelumnya. Keadaan ini akan menghasilkan
Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia
01/10/07 24
perbesaran kesulitan yang dirasakan konsumen dalam bertelekomunikasi sebagai akibat
yang kemudian akan ditanggung konsumen melalui kacamata perspektif tarif murah
sebagai strategi dalam persaingan yang tidak menjanjikan jaminan mutu suara dan pesan
untuk tetap lancar dan jernih di dalam layanan telekomunikasi yang dilakukan. Namun,
tarif murah dapat ditangkap dan dipersepsikan oleh konsumen tertentu sebagai suatu
pengingkaran dan pengkhianatan terhadap mereka, bila mutu suara, keberhasilan dalam
mengakses, tidak terputus saat bertelekomunikasi, serta cepat dan berhasilnya pesan
singkat yang dikirimkan untuk sampai kepada yang dituju, adalah tidak terjadi.
Bagi mereka, tarif murah dapat diterjemahkan sebagai ‘produk murahan’, dan ini
menempatkan posisi bisnis perusahaan operator layanan telekomunikasi tersebut dalam
produk komoditisasi yang mungkin bertentangan dengan strategi bisnis mereka, sehingga
mengaburkan keuntungan persaingan yang mereka rancang terhadap segmen pasarnya.
Pada sisi lain, yang berlawanan dengan hal tersebut adalah berkenaan dengan beberapa
konsumen yang tidak begitu intens dalam berkomunikasi dan dapat menerima derajat
mutu tersebut, sehingga mereka dapat sekedar menerima dan memahaminya, “Syukur
bisa murah dan ‘ngirit’. Jadi wajarlah….. Murah, kok ingin bagus?”
Untuk itu, pelayanan dengan tarif murah terhadap konsumen sebagai tawaran dari
operator penyedia layanan telekomunikasi nirkabel untuk dapat mengembangkan
pertumbuhan bisnis mereka, haruslah diperhitungkan dan dipersiapkan melalui inovasi
proses, produk, dan pemasaran yang berkesinambungan dan sejalan dengan rancangan
strategi keuntungan persaingan perusahaan terhadap apakah segmen pasarnya,
bagaimanakah identifikasinya, di manakah area persaingan yang akan mereka geluti,
siapakah para pesaing yang akan mereka lawan. Strategi ini harus pula terbuka terhadap
pasar, ketika pasar mencurigai bahwa bisnis ini merupakan penggelembungan sesaat agar
para pesaing lain jatuh dan kemudian diambil alih dengan cara memonopoli pasar melalui
penetapan kenaikan harga kemudian yang ditentukan sepihak oleh operator penyedia
tersebut terhadap konsumennya.
Dalam perspektif tarif murah, para operator penyedia layanan nirkabel dapat
melakukan target segmentasi lokasilisasi pasarnya terhadap demografi dan karakteristik
konsumennya. Misalnya dalam masyarakat perkotaan, baik perorangan atau individu
maupun kelompok, seperti yang beberapa tahun lalu ketika strategi ini sebagai inovasi
pasar dilakukan oleh beberapa operator penyedia layanan telekomunikasi. (misal, Halo
Keluarga, IM Friends, dsb.). Namun inovasi yang dilakukan dalam hubungan kemitraan
yang dilakukan adalah berdasarkan perorangan atau kelompok tunggal dan bersifat
emosional dan langsung, bukan dalam konteks ‘business to business’. Sehingga raihan
keuntungan sebagai pertumbuhan bisnis dalam jangka waktu lama dengan upaya tarif
murah yang dikenakan melalui konsumen akhir, menjadi terbatas dan kehilangan daya
tariknya. Karena nilai yang ditangkap oleh konsumen adalah sekedar harga murah
daripada fasilitas dengan keadaan tidak berkelompok.
Dalam pengertian 2 sisi pasar, inovasi pemasaran dan layanan dapat dilakukan
dengan kerjasama ‘businesss to business’ melalui tawaran nilai yang dibangun sebagai
keuntungan bersama dari kemitraan yang dilakukan. Misalnya, penyediaan layanan
dengan tarif murah beserta fitur- fitur yang berdasarkan atribut yang dikenakan,
diperlukan, mudah dan gratis terhadap suatu lembaga institusi atau korporasi di mana
operator penyedia layanan tersebut mengikat perjanjian bisnisnya. Sehingga, selain
masing- masing individu dari organisasi atau institusi itu mendapatkan nilai dan
Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia
01/10/07 25
keuntungan yang diperoleh dari hasil kerjasama organisasi dan institusinya terhadap
operator penyedia layanan telekomunikasi nirkabel, juga memberikan organisasi atau
institusi tersebut keuntungan dalam melakukan inovasi proses internalnya dalam
mengkomunikasikan diri terhadap individu- individu anggotanya. Ambilah contoh
misalnya, operator penyedia layanan telekomunikasi bekerjasama dengan pihak
universitas dalam menyediakan layanan telekomunikasi nirkabel melalui penawaran
nomor telepon yang unik yang mengidentifikasikan nomer mahasiswa dan identifikasi
universitas mereka, selain antar mereka diberikan ‘privilage’ melalui tarif murah untuk
saling berhubungan dengan fasilitas fitur akses terhadap ‘kamus’ (dictionary) dan ‘nilai
akademis atau ujian’ yang mudah dan gratis untuk diakses. Selain itu, pihak universitas
dapat difasilitasi kemudahan untuk ‘menyebarkan’ informasi yang berkaitan dengan
kegiatan akademik terhadap mahasiswanya, dan harga gratis yang diberikan terhadap
penyebaran informasi tersebut. Tawaran tersebut dapat juga dilakukan terhadap korporasi
atau institusi bisnis. Malahan, keiikutsertaan organisasi lain dapat dilibatkan dalam
kemitraan tersebut untuk mengiklankan produk- produk mereka melalui pesan singkat,
yang biayanya kemudian saling dipertukarkan dan disubsidikan di antara pengguna
layanan tersebut. Kedudukan mitra bisnis dalam mengiklankan produk- produk mereka
dalam hal ini, juga dapat dipertukarkan sebagai konsumen.
Contoh tadi misalnya dilakukan dalam lokalisasi pasar di masyarakat perkotaan
dan juga dapat dilakukan sebagai satu mata rantai jaringan keterkaitan bisnis yang lebih
luas. Bukankah ini juga berlaku terhadap email gratis yang kita dapat peroleh dengan
mudah dalam koneksi internet, atau hiburan dan informasi gratis yang kita dapat peroleh
dari televisi dan radio? Siapa pengguna akhir (end-user) dari operator penyedia layanan
telekomunikasi nirkabel, kemudian dapat diformulasi terhadap siapa konsumen yang
dimaksud.
Misalnya, bila kita kenakan terhadap suatu korporasi bisnis, maka perusahaan
mitra yang menawarkan produk- produknya melalui fasilitas pesan singkat yang dilayani
telekomunikasi nirkabel ini, adalah juga memberikan penawaran terhadap perusahaan
atau bisnis yang juga merupakan mitra dari produk yang mereka jual. Sebagai misal,
contohnya kartu kredit. Penawaran kartu kredit melalui potongan harga terhadap mitra
bisnis mereka (misalnya, restoran, hotel, consumer product, dsb.), dapat disampaikan
sebagai informasi yang menarik terhadap konsumen akhir (individu maupun institusi).
Operator penyedia layanan tersebut juga dapat menjalin bisnis secara langsung dengan
perusahaan atau institusi bisnis dari indutri produk/ layanan tadi melalui potongan harga
yang ditawarkan sebagai kemitraan yang mereka lakukan (misal, restoran atau bioskop
yang mengiklankan diri lewat operator tersebut adalah memberikan harga diskon bagi
mahasiswa yang memiliki nomer telepon dari operator tersebut). Pada gambar 8 diberikan
contoh paling sederhana bagaimana jalinan kemitraan bisnis dapat dilakukan terhadap
mahasiswa, kampus, antar organisasi bisnis sebagai pengguna dan konsumen dari
operator layanan nirkabel. Jalinan bisnis ini dapat dikembangkan dan dikenakan terhadap
siapa konsumennya, dengan formulasi dan perspektif konsumen yang lebih luas dan
lentur.
Dengan pengertian lokalisasi terhadap 2 sisi pasar dan sebaliknya, seperti yang
diilustrasikan dari contoh di atas, maka keterlibatan mitra bisnis sebagai strategi
keuntungan persaingan dalam persaingan tarif murah untuk meningkatkan pertumbuhan
bisnis operator penyedia layanan telekomunikasi nirkabel adalah sangat masih
dimungkinkan, dan secara potensial masih menguntungkan. Apalagi bila kemudian
Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia
01/10/07 26
melibatkan produser handset telepon genggam di dalam penyediaan teknologi baru dan
ditingkatkan (new & improved technology), sehingga memungkinkan ragam dari nilai
yang ditawarkan kepada konsumen semakin bervariatif dan menarik. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara menawarkan kerjasama terhadap satu produsen telepon genggam
melalui penyediaan suatu produk perangkat keras (handset) yang dilengkapi dengan
teknologi untuk akses terhadap penyedia informasi, di mana pihak operator penyedia
layanan memberikan konsumennya suatu informasi atau akses terhadap infomrasi dengan
harga murah sebagai satu paket terhadap harga produk handset yang ditawarkan kepada
pengguna/konsumen sebagai individu (mengadopsi strategi operator penyedia layanan
yang memberikan handset sekaligus nomer akses dengan harga murah). Misalnya, dengan
handset tadi, maka akses terhadap informasi dan hiburan (radio, televisi, dan internet)
menjadi dimungkinkan, sekalipun mungkin terbatas hanya berlaku terhadap produk
layanan yang diberikan dari kemitraan dan kerjasama atau kepemilikan dari produk
handset dan layanan dari operator penyedia layanan telekomunikasi nirkabel tersebut
terhadap penyediaan informasi atau hiburan tadi sebagai satu paket yang ditawarkan
kepada konsumen (konsumen sebagai individu produsen handset operator
penyedia layanan perusahaan penyedia informasi). Selain memberikan keuntungan
terhadap penyediaan informasi tadi, konsumen juga diuntungkan dengan informasi yang
mereka terima, demikian pula terhadap produser (untuk produk handset) dan operator
telekomunikasi nirkabel tadi dalam menyediakannya terhadap konsumennya.
Gambar 8. Contoh Hubungan Antara Konsumen (individu) Terhadap Operator Penyedia Layanan
Telekomunikasi Nirkabel Dalam Kemitraan Bisnis.
Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia
01/10/07 27
Dengan contoh ilustrasi di atas, maka inovasi yang dilakukan operator penyedia
layanan nirkabel di dalam kerangka pertumbuhan bisnisnya, kemudian dipandang dan
diukur melalui peta atau radar sebagai berikut:
1. Offering atau Penawaran, inovasi terhadap dimensi ini memerlukan penciptaan dari
suatu produk- produk dan layanan- layanan baru yang bernilai/ berharga terhadap
konsumennya.
2. Platform, inovasi terhadap dimensi ini melibatkan penggalian dari kekuataan
keumuman (power of commonality) dengan menggunakan modularity untuk
menciptakan satu set yang berbeda/ beragam dari tawaran- tawaran turunan (derivate
offerings) lebih cepat dan lebih murah daripada sekedar berdiri sendiri.
3. Solution atau Jawaban, inovasi terhadap dimensi ini merupakan satu keumuman
(customization), integrasi dari produk- produk, layanan- layanan, dan informasi untuk
menjawab persoalan- persoalan konsumen.
4. Customers atau Para Konsumen, inovasi terhadap dimensi ini berkenaan dengan
individu- individu atau organisasi- organisasi yang menggunakan atau
mengkosumsikan apa tawaran yang memuaskan kebutuhan- kebutuhan tertentu
mereka. Dengan cara ini, operator penyedia layanan dapat menjelajahi segmen-
segmen konsumen baru atau membuka pasar yang belum terlayani di mana terkadang
kebutuhan mereka tidak terartikulasikan.
5. Customer Experience atau Pengalaman, inovasi ini berkenaan dengan diperlukannya
memikirkan ulang hubungan antar bagian (interface) antara organisasi dengan
konsumennya yang berkaitan dengan apa yang konsumen lihat, dengar, rasakan, dan
alami selama berhubungan dengan perusahaan.
6. Value Capture atau Nilai Yang Ditawarkan, inovasi ini berkenaan dengan dimensi
yang dilakukan oleh perusahaan untuk dapat menemukan aliran- aliran pendapatan,
membangun sistem- sistem baru terhadap harga, dan juga kemampuan menangkap
nilai dari interaksinya terhadap konsumen dan mitranya.
7. Proses, inovasi ini berkenaan dengan dimensi kemampuan satu perusahaan dalam
merancang ulang prosesnya untuk lebih efisien, lebih bermutu, dan lebih cepat.
8. Organisasi, inovasi terhadap dimensi ini berkenaan dengan struktur organisasinya,
kemitraannya, peran- peran pegawainya, maupun tanggungjawabnya.
9. Supply Chain atau Rantai Pasokan, inovasi dalam dimensi ini berkaitan dengan garis
alur informasinya melalui rantai pasokan, perubahan- perubahan struktur atau
peningkatan kolaborasi dari para partisipannya atau yang terlibat.
10. Presence atau Keberadaan, inovasi dalam dimensi ini berkaitan terhadap pasar dan
tempat di mana penawaran dapat dibeli dan digunakan oleh konsumen.
11. Networking atau Mata Rantai Jaringan, inovasi di dalam dimensi ini terdiri dari
peningkatan mata rantai jaringan yang meningkatkan nilai dari tawaran yang
perusahaan berikan.
12. Brand atau Merek, inovasi di dalam dimensi ini berkenaan dengan pengaruh dan luas
daripada brand tersebut dalam cara- cara yang kreatif. (Brand terhadap produser
telepon genggam dan brand dari operator penyedia layanan nirkabel)
Sehingga dengan demikian, dengan radar inovasi ini memungkinkan kita untuk dapat
memperkirakan, apakah kita dapat memenangkan persaingan melalui di mana kita
mungkin dapat menang terhadap pasar dan siapa konsumen yang kita menangkan.
Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia
01/10/07 28
7.0 KESIMPULAN
Perang tarif murah dalam telekomunikasi nirkabel sebagai persaingan yang sengit
merupakan sebuah peluang dan kesempatan bagi operator penyedia layanan dalam
meningkatkan pertumbuhan bisnisnya.
Pasar tidak selalu menghargai nilai dari strategi harga dan tarif murah dalam
layanan dari operator penyedia layanan telekomunikasi nirkabel, oleh sebab kepentingan
dari harga murah tadi hanya menyiratkan bagi konsumen suatu ‘siasat’ dari operator
penyedia layanan telekomunikasi nirkabel terhadap beban yang ditanggung
konsumennya. Untuk beberapa konsumen yang tidak intens dalam melakukan
telekomunikasi dan sangat (begitu) terbatas lamanya waktu untuk dipergunakan dalam
mempergunakan layanan telekomunikasi, maka harga murah bisa jadi merupakan suatu
daya tarik, dan bahkan berlaku dan dapat diterima untuk derajat mutu tertentu yang
sedikit lebih rendah didalam layanan telekomunikasi nirkabel. Namun, sebaliknya, bagi
konsumen yang begitu sering bertelekomunikasi, maka kepastian, keberlangsungan akses
untuk bertelekomunikasi, suara jernih, dan jelas telah menjadi standar utama mereka
untuk mempergunakan telekomunikasi nirkabel ini dalam aktifitas mereka.
Harga murah dapat menjadi kendala dan bumerang, serta mengecilkan kedudukan
suatu bisnis dari operator penyedia layanan telekomunikasi nirkabel, jika hanya berpijak
kepada harga termurah daripada yang lain, tanpa memberikan nilai tambah yang
dibutuhkan oleh konsumen maupun pengurangan terhadap derajat mutu yang dihasilkan
dari layanan utamanya, suara ataupun pesan singkat. Produk atau layanan murah bukanlah
produk atau layanan murahan. Harga murah dapat menjadi jebakan bila dikenakan
sebagai satu- satunya komponen dalam persaingan. Sebab konsumen melihat bahwa,
harga murah adalah bersaing terhadap mutu layanan yang diberikan oleh operator layanan
telekomunikasi nirkabel dalam memastikan keinginan konsumen terpenuhi dan
dipuaskan.
Tekanan yang dihasilkan dari perang tarif murah dapat dimanipulasikan sebagai
daya pendorong untuk inovasi kreatif lainnya dalam meningkatkan pertumbuhan bisnis
dan keuntungan perusahaan. Oleh karena itu, dalam mensiasati perang tarif murah ini,
maka perusahaan atau operator penyedia layanan harus berani untuk keluar dari ‘black
box’ pengertian bahwa konsumen adalah ‘mata air’ keuntungan yang berdiri sendiri atau
tunggal.
Kemitraan merupakan sumber ‘mata air’ dari keuntungan, selama kemitraan ini
dilakukan dengan cara perluasan jaringan kerjasama terhadap konsumen, yang bukan
hanya terhadap pengguna tunggal saja, namun juga melibatkan konsumen dalam lingkup
yang lebih besar, seperti: korporasi atau kelompok/organisasi yang lebih besar. Kemitraan
dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, dengan melibatkan lebih dari 1
pihak, dan dapat dipertukarkan antara kedudukan mereka sebagai penerima infomasi
maupun pemberi informasi. Selain itu, dengan kemitraan ini, maka akan semakin
meningkatkan keintiman organisasi bisnis dari operator penyedia layanan telekomunikasi
nirkabel terhadap konsumennya, yang berakibat kepada semakin dinamisnya kinerja
internal mereka terhadap proses, komitmen pegawai, dan model bisnis usaha tersebut
untuk menghindarkan kesalahan- kesalahan sebagai akibat kebingungan- kebingungan
operator penyedia layanan/perusahaan terhadap produk atau layanan yang ditawarkan
kepada pasar.
Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia
01/10/07 29
Untuk itu, operator penyedia layanan telekomunikasi nirkabel harus membuka
model bisnis mereka terhadap konsumennya, untuk menyediakan inovasi- inovasi yang
memungkinkan konsumennya terlibat dalam menghasilkan kepuasaan- kepuasaan yang
mereka harapkan, sekaligus memungkinkan pendapatan- pendapatan baru dan percepatan
inovasi yang dilakukan oleh perusahaan.
Sehingga dengan demikian, sebagai sebuah bisnis, operator penyedia layanan
nirkabel harus memetakan dirinya terhadap inovasi yang dilakukan (melalui radar
inovasi) dan bagaimana inovasi tersebut diletakkan terhadap persaingan (melalui
penyokongan atau pengganguan) untuk direalisasikan sejalan dengan formulasi strategi
keuntungan yang menjadi strategi perusahaan terhadap model bisnis perusahaan yang
lentur terhadap perubahan- perubahan pasar. Dengan cara seperti ini, maka perang tarif
murah membawa ‘gempita’ yang menarik terhadap konsumen maupun operator penyedia
layanan telekomunikasi nirkabel di masa depan.
8.0 RUJUKAN PUSTAKA
Assink, M. (2006) ,”Inhibitors of Disruptive Innovation Capability: A Conceptual Model” , European Journal of Innovation Management, Vol.9 No.2, pp.215-233
Badawy, M.K (1988), “How to Prevent Creativity Mismanagement” , IEEE Engineering Management Review, Vol.16 No.6, pp.63
Bariwise, P. and S. Meehan (2004) ,” Making Differentiation Make Different” , Booz Allen Hamilton Stb enews, 09/30/04
Chesbrough, H.W.(2007) ,”Why Companies Should Have Open Business Model”, MITSloan Management Review, Winter, Vol.48 No.2, pp.22-28
Christensen, C.M (1997), The Innovator’s Dilemma: When New Technologies Cause Greats Firms to Fail , Harper Business Essentials, New York.
Christensen, C.M., and M.E. Raynor (2003) , The Innovator’s Solution: Creating Sustaining Successful Growth, Harvard Business School Press
Cumming, B.S (1998) ,”Innovation Overview and Future Challenges” , European Journal of Innovation Management, Vol.1 No.1, pp.21-29
Damanpour, F. (1996), “Organizational Complexity and Innovation: Developing and Testing Multiple Contingency Models” , Management Science, Vo.42 No.5, pp.693-716
Doz, Y, J. Santos, and P.J Williamson (2001) ,”From Global to Metanational: How Companies Win in the Knowledge Economy” , Harvard Business Review, November or INSEAD Working Paper Series (2004/09/SM)
Drucker, P. (2002) ,”The Discipline of Innovation” , Harvard Business Review, August, pp.5-10
DTI (1996) , Innovation the Best Practice – The Executive Summary, DTI
Edquiest, C. (1997) , System of Innovation: Technologies, Institutions, and Organization,Pinter, London
Eisenmann, T., G.Parker, and M.W. van Alstyne (2006) , “Strategies for Two-Sided Markets” , Harvard Business Review, October, pp.92-101
Hamel, G (2002) , “Innovation Now!” , Fast Company, December
Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia
01/10/07 30
Higgins, J.M (1995) ,”Innovation: The Core Competence”,Planning Review, Vol.23 No.6, pp.32-50
Hofsteede, F., M. Wedel, and J.B.E.M Steenkamp (2002) ,”Identifying Spatial Segments in International Markets” , Marketing Sceince, Vo.21, pp. 160-177
Husselid, M.A, B.E. Becker, and R.W. Beatty (2005) ,”Differentiating Your Workforce Strategy”, http://hbswk.hbs.edu/archieve/4687.html
Johannssen, J.A, B. Olsen, and G.T Lumkin (2001) ,”Innovation as Newness: What in New, How New, and New to Whom?” , European Journal of Innovation Management, Vol.4 No.1, pp.20-31
Johnne, A. (1999), “Successful Market Innovation”, European Journal of Innovation Management, Vol.2 No.1, pp.6-11
Kandampully, J (2002) , “Innovation as The Core Competency of a Service Organization: The Role of Technology, Knowledge, and Networks” , European Journal of Innovation Management, Vol.5 No.1, pp.81-26
Kim, W.C, and R. Mauborgne (1999) ,”Strategy, Value Innovation, and the Knowledge Economy”, MITSloan Management Review, Spring, Vol.40 No.3, pp.41-53
Kim, W.C, and R. Mauborgne (?) ,” Think for Yourself-Stop Copying Rival: New Thinking from INSEAD on How Companies Creatively Grow and Generate Revenue” , Strategy, Value Innovation “Marketspace ctd.”
Knight, D.J (2001) ,”Making Friends with Disruptive Technology: An Interview with Clayton M. Christensen” , Strategy & Leadership –MCB University Press 1087-8572, pp. 10-15
Kuhn, R.L (1985) ,frontiers in Creative and Innovative Management, Ballinger, Cambridge, MA
Linder, J.C (2006) ,”Measuring Profitable Growth and Innovation” Accenture Research Note, January.
Lusch, R.F, S.L Vargo, and A.J. Malter (2006) ,”Marketing as Service-Exchange: Taking a Leadership Role in Global Marketing Management”, Organizational Dynamics, Vol. 35 No.3, pp.264-278
Manzaro, J.A , I. Kuster, and N. Vila (2006) ,”Market Orientation and Innovation: An Inter-relationship Analysis “ , European Journal of Innovation Management, Vol.8 No.4, pp.437-452
Marquis, D.G (1969), “The Anatomy of Successful Innovations” Innovation, November.
Mehta, M. (2006) ,”Growth By Design: How Good Design drives Company Growth”, Ivey Business Journal, January/February, pp.1-5
Milbergs, E. (?) ,”Innovation Metrics: Measurement to Insight, White Paper of National Innovation Initiative 21st Century Innovation Working Group.
Partovi, F.Y (2001) ,”An Analytical Model to Quantify Strategic Service Vision”, International Journal of Service Industry Management, Vo.12 No.5, pp 476-499
Raynor, E.M and C.M Christensen (2003) ,”Innovating for Growth: Now IS the Time” , Ivey Business Journal, September/October, pp.1-9
Rickard, D. (2006) ,”The Price is Right: Optimizing Industrial Comapniess Pricing of Sevices” , Boston Consulting Corp
Rigby, D.K, and V. Vishwanath (2006) ,”Localization: The Revolutione in Consumer Market “ , Harvard Business Review, April, pp.82-92
Prospek Pertumbuhan Bisnis Telepon Selular di Indonesia
01/10/07 31
Robertson, R (1974) ,”Innovation Management” , Management Decision Monograpghs, Vol.12 No.6, pp.332
Sawhney, M., Wolcott, R.C, and I. Arroniz (2006) ,”The 12 Different Ways for Companies to Innovate”, MITSloan Management Review, Winter, Vol.47 No.3, pp.75-81
Shepherd, C. and P.K Ahmed (2000) ,”From Product Innovation to Solutions Innovation: A New Paradigm for Competitive Advantage”, European Journal of Innovation Management, Vol.3 No.2, pp.100-106
Tidd, J., Bassant, J, andK. Pavitt (2001), Managing Innovation: Integrating Technological, Market, and Organizational Change”, 2nd Ed, Wiley, Chichester
Twiss, B (1992), Managing Technological Innovation, Pitman, London
Urabe, K. (1988) , Innovation and Management , Walter de Gruyter, New York, NY, p.3
Uwadia, F.E (1990) ,”Creativity and Innovation in Organizations” ,technological Forecasting and Social Change, Vol.38 No.1, pp.66
Valikanges, L and M. Gilbert (2005) ,” Boundary-Setting Strategies for Escaping Innovation Traps” , MITSloan Management Review, Spring, Vol.46 No.3, pp.58-65
Wedel, M. and W.A. Kamakura (1999), Market Segmentation:: Conceptual and Methodological Foundations, Boston: Kluwer Academic Publishing.
Ian Pieter, sejak tahun 2006 bekerja sebagai dosen tamu di Fakultas Kejuruteraan Pembuatan
(Manufacturing Engineering) Universiti Teknikal Malaysia Melaka (UTeM). Sejak tahun 2001 mengajar sebagai dosen paruh waktu di beberapa universitas swasta di Jakarta, seperti: Ukrida, Binus, dan STIE Supra dengan spesialisasi pada mata kuliah manajemen mutu, pengembangan dan perancangan produk, manajemen operasional, dan manajemen sumber daya manusia. Pengalaman bekerja sebagai praktisi dalam bidang mutu dan pengembangan bisnis, dimulai sejak tahun 1994 hingga tahun 2006 diperusahaan- perusahaan, seperti: AT&T, Sinoca Electronic, Ironhill Microelectronic, Chubb Lips Indonesia, dan Suar Utama Produktifitas.
Pengilustrasian dengan Excelcomindo adalah semata- mata bukan dimaksudkan untuk mengomentari dan menilai kinerja inovasi dan strategi bisnis pada perusahaan tersebut, namun lebih kepada pandangan sebagai konsumen terhadap tawaran harga murah melalui iklan yang dewasa ini begitu gencar, seperti halnya terhadap produk- produk dari operator nirkabel lainnya.