Prospek Penyuluhan Dalam Diseminasi Teknologi Pertanian
-
Upload
ade-intan-christian -
Category
Documents
-
view
444 -
download
5
description
Transcript of Prospek Penyuluhan Dalam Diseminasi Teknologi Pertanian
PROSPEK PENYULUHAN DALAM DISEMINASI TEKNOLOGI
PERTANIAN (KEKUATAN, KELEMAHAN, PELUANG, DAN
TANTANGAN)
Disusun oleh:
1. Muh. Syukron (12921)
2. Riska Pengestika (12953)
3. Ade Intan Ch (12968)
4. Brigitta Anindita (12967)
Mata Kuliah : Dasar-Dasar Penyuluhan dan
Komunikasi Pertanian
Dosen pengampu : Ir. Roso Witjaksono, M. S.
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
I .PENDAHULUAN
Sektor pertanian hingga kini masih memiliki peranan yang strategis dalam
pembangunan nasional, baik bagi pertumbuhan ekonomi maupun pemerataan
pembangunan. Peran strategis sektor pertanian bagi pertumbuhan ekonomi antara lain
penyedia bahan pangan, papan, sandang, penghasil devisa negara, penyedia bahan baku
industri, peningkatan kesempatan kerja, pengentasan kemiskinan, dan segenap manfaat
lainnya. Berdasarkan lansiran Badan Pusat Statistik tahun 2013 menyebutkan bahwa
sektor pertanian menyerap sekitar 35% tenaga kerja. Secara tidak langsung pertanian
merupakan unsur strategis yang dapat menghidupi mayoritas penduduk di Indonesia
(BPS, 2012).
Potensi bidang pertanian untuk memberikan pendapatan yang cukup tinggi
sebenarnya cukup besar, tetapi tergantung pada penyediaan dan diseminasi inovasi
teknologi pertanian yang benar-benar sesuai dengan kondisi biofisik, sosial, budaya dan
kapasitas petani. Di era globalisasi seperti saat ini pertanian memerlukan pembaharuan
informasi dan teknologi. Dalam rangka memperkuat informasi terhadap kaum tani
mengenai pertanian, penyuluhan sangat diperlukan dalam hal ini.
Berdasarkan sejarah, tercatat bahwa sumbangan sektor pertanian sangat tinggi
terhadap negara. program Bimas (Bimbingan Massal) contohnya, dapat mengantarkan
Indonesia swasembada beras melalui intensifikasi dan ekstensifikasi usaha pertanian.
pada saat itu, peran penyuluh sangat diutamakan karena dapat menyalurkan informasi
dan teknologi terbaru kepada petani. Adanya adopsi teknologi baru tersebut, menjadikan
peningkatan hasil produksi. Imbasnya, Indonesia dapat mencukupi kebutuhan makanan
pokok, salah satunya yakni beras.
Teknologi tepat guna yang dihasilkan oleh peneliti perlu disebarluaskan
penggunaannya pada proses usaha pertanian oleh penyuluh pertanian. Proses penyebaran
teknologi memiliki tujuan untuk mempermudah dan meningkatkan usaha pertanian
sehingga dihasilkan produksi yang maksimal sehingga tercapai kesejahteraan petani.
Dalam pelaksanaan dilapangan penyebaran teknologi pertanian memiliki kekuatan,
kelemahan, peluang, dan tantangan untuk kedepannya.
II. PROSPEK PENYULUHAN DALAM DISEMINASI TEKNOLOGI PERTANIAN
A. Pengertian Penyuluhan
Pengertian penyuluhan sering salah dimaknai oleh banyak orang. Dalam
perkembangannya, istilah penyuluhan semakin diperbaiki maknanya seperti yang
dikemukakan oleh Slamet (2000) yakni sebagai pemberdayaan masyarakat. Secara
umum, kegiatan penyuluhan ialah penyebarluasan (informasi),
penerangan/penjelasan, pendidikan non-formal (luar-sekolah), perubahan perilaku,
rekayasa sosial pemasaran inovasi (teknis dan sosial), perubahan sosial (perilaku
individu, nilai-nilai, hubungan antar individu, kelembagaan, dll), pemberdayaan
masyarakat (community empowerment), dan penguatan komunitas (community
strengthening). Dapat dimpulkan bahwa penyuluhan pertanian merupakan sistem
pendidikan nonformal yang berupaya memberdayakan petani untuk memperbaiki
kehidupan dan penghidupannya, sehingga dapat lebih berpartisipasi dalam
pembangunan pertanian.
Sebagai terjemahan dari kata “extension”, penyuluhan dapat diartikan sebagai
proses penyebarluasan yang dalam hal ini, merupakan peyebarluasan informasi
tentang ilmu pengetahuan dan teknologi baru yang dihasilkan oleh perguruan tinggi
maupun lembaga riset ke dalam praktek atau kegiatan praktis budidaya pertanian.
implikasinya yakni:
1) Sebagai agen penyebaran informasi, penyuluh tidak boleh hanya menunggu aliran
informasi dari sumber-sumber informasi (peneliti, pusat informasi, institusi
pemerintah, dll) melainkan harus secara aktif berburu informasi yang bermanfaat
dan atau dibutuhkan oleh masyarakat yang menjadi kliennya.Dalam hubungan ini,
penyuluh harus mengoptimalkan peman-faatan segala sumberdaya yang dimiliki
serta segala media/ saluran informasi yang dapat digunakan (media-masa, internet,
dll) agar tidak ketinggalan dan tetap dipercaya sebagai sumber informasi “baru”
oleh kliennya.
2) Penyuluh harus aktif untuk menyaring informasi yang diberikan atau yang
diperoleh kliennya dari sumber-sumber yang lain, baik yang menyangkut
kebijakan, produk, metoda, nilai-nilai perilaku, dll. Hal ini penting, karena di
samping dari penyuluh, masyarakat seringkali juga memperoleh informasi/inovasi
dari sumber-sumber lain (aparat pemerintah, produsen/ pelaku bisnis, media masa,
LSM) yang tidak selalu “benar” dan bermanfaat/ mengun-tungkan
masyarakat/kliennya. Sebab, dari pengalaman menunjukkan, informasi yang
datang dari “luar” seringkali lebih berorientasi kepada “kepentingan luar”
dibanding keberpihakannya kepada kepentingan masyarakat yang menjadi
kliennya.
3) Penyuluh perlu lebih memperhatikan informasi dari “dalam” baik yang berupa
“kearifan tradisional” maupun “endegenuous technology”. Hal ini penting,
karena informasi yang berasal dari dalam, di samping telah teruji oleh waktu,
seringkali juga lebih sesuai dengan kondisi setempat, baik ditinjau dari kondisi
fisik, teknis, ekonomis, sosial/budaya, maupun kesesuainnya dengan kebutuh-an
pengembangan komunitas setempat.
4) Pentingnya informasi yang menyangkut hak-hak politik masya-rakat, di samping:
inovasi teknologi, kebijakan, manajemen, dll. Hal ini penting, karena yang untuk
pelaksanaan kegiatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat seringkali sangat
tergan-tung kepada kemauan dan keputusan politik. Sebagai contoh, program
intensifikasi padi terbukti tidak banyak memberikan perbaikan kesejahteraan
petani. Demikian juga yang terjadi kaitannya dengan kebijakan impor beras, gula,
daging, dll.
B. Diseminasi inovasi / teknologi baru dalam pertanian
Inovasi adalah gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh
seseorang. Kebaruan inovasi itu diukur secara subyektif, menurut pandangan individu
yang menangkapnya (Hanafi, 1981). Diseminasi Informasi/Inovasi, yaitu
penyebarluasan informasi/ inovasi dari sumber informasi dan atau penggunanya.
Tentang hal ini, seringkali kegiatan penyuluhan hanya terpaku untuk lebih
mengutamakan penyebaran informasi/inovasui dari pihak luar. Tetapi, dalam proses
pembangunan, informasi dari “dalam” seringkali justru lebih penting, utamanya yang
terkait dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat, pengambilan keputusan kebijakan
dan atau pemecahan masalah yang segera memerlu-kan penanganan.
Informasi merupakan sumber daya penting dalam pertanian modern.
Perkembangan komputer dan perbaikan teknologi komunikasi memberikan petani
kesempatan untuk memperoleh informasi teknis dan ekonomi dengan cepat dan
menggunakannya secara efektif untuk pengambilan keputusan. Bertani bukan lagi
sekedar untuk hidup, tetapi sebagai usaha untuk memperoleh pendapatan yang baik
dengan menggunakan seluruh kesempatan yang ditawarkan oleh lingkungan. Untuk
dapat bertahan, lahan pertanian harus dikelola secara efisien. Pelaku pengembangan
pertanian membutuhkan informasi inovasi pertanian yang memadai sebagai dasar
strategi perencanaan dan pertimbangan untuk pengembangan usaha tani lebih lanjut.
Begitu banyak hasil penelitian bidang pertanian yang telah dan sedang dilaksanakan,
serta akan terus ada penelitian-penelitian pertanian lain di masa depan. Hasil
penelitian bidang pertanian yang berupa informasi pertanian pada hakekatnya adalah
untuk memperbaiki atau memecahkan masalah yang ada dalam bidang pertanian.
Informasi hasil penelitian pertanian yang telah dihimpun dalam berbagai
media, bukan hanya sekedar konsumsi bagi para peneliti lain untuk dijadikan bahan
acuan, akan tetapi lebih penting dari itu adalah bagi para petani, untuk
mengembangkan usahataninya dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraannya, yang pada gilirannya untuk memenuhi kebutuhan hidup primer
seluruh umat manusia. Namun demikian, informasi hasil penelitian pertanian tersebut
belum optimal mencapai sasaran utama, yaitu para petani.
Diseminasi merupakan proses penyebarluasan hasil penelitian dan pengkajian
pertanian kepada pengguna,yang merupakan bagian integral dari kegiatan penelitian
dan pengembangan telah banyakdilakukan melalui berbagai kegiatan tergantung
sasaran dan hasil penelitian yang didiseminasikan. Hasil penelitian dapat berupa
komponen teknologi, paket teknologi, formula, data dan informasi serta alternatif
rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian baik di tingkat pusat maupun wilayah
(Adnyana, 1996).
Dalam pembangunan pertanian, peranan diseminasi menjadi semakin penting
terutama bagi para pelaku usaha pertanian dalam menghadapi tantangan yang semakin
berat pada era globalisasi dan perdagangan bebas. Para pelaku usaha pertanian
dituntut meningkatkan efisiensi usahanya agar dapat bersaing dengan para pelaku lain
baik dari dalam maupun luar negeri. Oleh karena itu ketersediaan informasi akan
sangat membantu masyarakat petani-nelayan dalam meningkatkan usaha
pertaniannya.
Penyelenggaraan kegiatan diseminasi pertanian memiliki tujuan untuk
terjadinya efek kognitif, afektif, dan konatif. Efek kognitif meliputi kesadaran, belajar
dan tambahan pengetahuan. Efek afektif berhubungan dengan emosi, perasaan, dan
sikap. Serta efek konatif berhubungan dengan perilaku, dan niat untuk melakukan
suatu cara tertentu (Gonzales, 1998). Dari ketiga efek diseminasi tersebut diharapkan
dapat mendorong petani dapat berusaha tani lebih baik (better farming), berusaha tani
lebih menguntungkan (better business), lebih sejahtera (better living), dan
bermasyarakat lebih baik.
Tingkat kegiatan diseminasi juga akan memberi peluang untuk memperoleh
tingkat umpan balik terhadap teknologi pertanian yang diperkenalkan dan identifikasi
kebutuhan petani dan pengguna teknologi lainnya. Makin tinggi tingkat kegiatan
diseminasi, makin jelas dan tinggi pula manfaat umpan balik dan makin terlihat jelas
pula kebutuhan nyata petani yang teridentifikasi. Kejelasan umpan balik dan
kebutuhan petani dan pengguna teknologi lainnya akan membantu peneliti tidak
hanya untuk penyediaan materi diseminasi teknologi tetapi juga untuk merumuskan
program penelitian jangka pendek maupun jangka panjang.
Diseminasi teknologi pertanian , umpan balik, dan kebutuhan & peluang
petani untuk menerapkan teknologi merupakan komponen saling terkait dan tidak bisa
dipisahkan satu dengan lainnya, teknologi pertanian yang didesiminasikan harus
sesuai dengan umpan balik dan identifikasi peluang dan kebutuhan, demikian pula
umpan balik tergantung dari kebutuhan dan peluang dan teknologi yang di
desiminasikan, demikian pula kebutuhan dan peluang penerapan teknologi
dipengaruhi oleh teknologi pertanian yang di desiminasikan dan umpan balik yang
telah disampaikan.
C. Manfaat kegiatan penyuluhan dalam diseminasi teknologi pertanian
Kegiatan penyuluhan dalam diseminasi teknologi pertanian memberikan
manfaat pengetahuan kepada petani, masyarakat, dan praktisi lain yang
berkecimpung di dunia pertanian akan informasi dan perkembangan teknologi baru
yang ada. Juga untuk menyadarkan petani agar menerapkan teknologi baru hasil riset
dan penelitian dari lembaga penelitian. Selain itu, menambah wawasan/pengetahuan
baru akan teknologi daam pertanian dari teknologi yang sudah ada dan meningkatkan
kesejahteraan petani lewat produksi pertanian yang meningkat karena penggunaan
teknologi baru.
Kegiatan diseminasi teknologi dalam pertanian yang dilakukan oleh para
penyuluh harus memenuhi persyaratan yakni, (i) Secara teknis layak dimanfaatkan,
dalam arti mempunyai potensi untuk meningkatkan produktivitas usaha pertanian, (ii)
Secara ekonomis menguntungkan, dalam arti memberikan peningkatan keuntungan,
dan (iii) Secara sosial diterima oleh masyarakat tani, dalam pengertian bahwa bila
teknologi tersebut dianjurkan penerapannya, maka akan diikuti oleh masyarakat tani
(iv) Ramah lingkungan, ialah bahwa teknologi pertanian yang disediakan tidak
merusak lingkungan, terutama lingkungan alam, sehingga sumberdaya alam yang ada
terlestarikan.
Diseminasi Teknologi
Pertanian
Umpan Balik Identifikasi
i. Kebutuhan
ii. Peluang
Diseminasi Teknologi
Pertanian
Umpan Balik Identifikasi
i. Kebutuhan
ii. Peluang
Gambar 1. Keterkaitan Diseminasi, Umpan Balik dan Identifikasi Kebutuhan & Peluang
Pemahaman terhadap karakteristik individu dan kapasitas diri petani akan
menentukan tingkat potensi atau kesiapan petani dalam menerima teknologi yang
dikenalkan kepadanya; sebaliknya dengan mengetahui potensi dan tingkat kesiapan
petani dalam menerima teknologi pertanian, maka akan dapat teknologi pertanian
yang akan dikenalkan akan dapat disesuaikan dengan potensi dan kesiapan diri petani
tersebut. Dengan pendekatan ini, maka petani tidak hanya akan menerapkan teknologi
baru secara berkelanjutan, tetapi juga akan mengembangkan usaha pertaniannya
selalu dengan menerapkan teknologi baru. Hal ini menunjukkan pula bahwa teknologi
pertanian yang diperkenalkan kepada petani harus disesuaikan dengan kapasitas diri
dan kapasitas sumberdaya & sarana yang dimilikinya. Penyesuaian dengan kapasitas
petani, baik kapasitas diri maupun kapasitas sumberdaya & sarana, akan menjamin
keberlanjutan adopsi teknologi tersebut, bahkan akan dikembangkan sendiri oleh
petani yang bersangkutan.
Peningkatan kapasitas sumberdaya & sarana dari petani lebih mudah
dibandingkan dengan pengembangan kapasitas diri, yang memerlukan waktu cukup
lama dan usaha khusus. Peningkatan kapasitas sumberdaya & sarana telah banyak
dilakukan melalui program-program intensifikasi yang bertujuan lebih pada
perningkatan produkltivitas komoditas pertanian daripada peningkatan kapasitas diri
petani. Akibatnya, begitu program atau proyek selesai, maka kembalilah petani ke
teknologi tradisionalnya, karena kapasitas diri dan kapasitas sumberdaya & sarana
mereka masih lebih sesuai dengan teknologi tradisional dibandingkan dengan adopsi
teknologi baru.
Sebaliknya, ada kemungkinan bahwa upaya diseminasi atau kegiatan
penyuluhan juga dapat mempengaruhi perkembangan tingkat kapasitas diri petani,
apabila kegiatan diseminasi tersebut secara bersungguh-sungguh diarahkan pula untuk
meningkatkan kapasitas diri petani. Kegiatan diseminasi teknologi pertanian yang
dilakukan selama ini sebenarnya sudah mengandung potensi untuk peningkatan
kapasitas diri petani.
Gambar 2. Pemahaman Diri dan Adopsi Teknologi
Kegiatan diseminasi yang dilakukan dengan memberikan pengetahuan dan
keterampilan untuk menerapkan teknologi baru, misalnya melalui ceramah, pameran dan
percontohan, yang bisa dilakukan melalui alat bantu berupa film atau video yang
menggambarkan bagaimana menerapkan teknologi baru. Dengan cara ini petani akan dapat
mengadopsi teknologi baru, tetapi hanya sesuai dengan contoh dan sarana yang diberikan.
Adposi akan terhenti kalau bantuan sarana produksi dan arahan juga dihentikan.
Kapasitas
Karakteristik Pribadi:
•Tk Pendidikan
•Pegalaman Usaha
•Tk Pendapatan
•Pekerjaan:
-Pokok
-Sambilan
•dsb
Kapasitas diri:
•Pengetahuan
•keterampilan
•Sikap
•Percaya Diri
•Komitmen
•Kewirausahaan
•dsb
Kapasitas
Sumberdaya dan
Sarana:
•Lahan
•Modal Usaha
•Pasar
•dsb
Kemajuan Usaha
Kemampuan
Usaha
Kesempatan
Usaha
Teknologi Inovasi Lain
Penerimaan Inovasi:
•Kesesuaian
•Kerumitan
•Triabilitas
•Observabilitas
•Keuntungan
Adopsi Inovasi
Pengembangan
Usaha
PEMAHAMAN DIRI POTENSI/KESIAPAN DIRI PENGENALAN INOVASI
Kapasitas
Karakteristik Pribadi:
•Tk Pendidikan
•Pegalaman Usaha
•Tk Pendapatan
•Pekerjaan:
-Pokok
-Sambilan
•dsb
Kapasitas diri:
•Pengetahuan
•keterampilan
•Sikap
•Percaya Diri
•Komitmen
•Kewirausahaan
•dsb
Kapasitas
Sumberdaya dan
Sarana:
•Lahan
•Modal Usaha
•Pasar
•dsb
Kemajuan Usaha
Kemampuan
Usaha
Kesempatan
Usaha
Teknologi Inovasi Lain
Penerimaan Inovasi:
•Kesesuaian
•Kerumitan
•Triabilitas
•Observabilitas
•Keuntungan
Adopsi Inovasi
Pengembangan
Usaha
PEMAHAMAN DIRI POTENSI/KESIAPAN DIRI PENGENALAN INOVASI
D. Prospek kegiatan penyuluhan dalam diseminasi teknologi pertanian
Prospek kegiatan penyuluhan dalam diseminasi teknologi pertanian sangat
baik karena banyak hasil inovasi teknologi baru yang belum diketahui oleh petani.
Juga adanya praktek-praktek/cara-cara baru/metode baru dalam kegiatan pertanian.
Kebutuhan tentang pentingnya informasi untuk diajarkan kepada petani juga penting
dan rendahnya tingkat pendidikan petani. Perlunya menginformasikan adanya
kebijakan baru dalam pertanian dan adanya masalah-masalah yang dihadapi di
lapangan.
Potensi bidang pertanian untuk memberikan pendapatan yang cukup tinggi
sebenarnya cukup besar, tetapi tergantung pada penyediaan dan diseminasi inovasi
teknologi pertanian yang benar-benar sesuai dengan kondisi biofisik, sosial, budaya
dan kapasitas petani. Telah banyak inovasi teknologi spesifik lokasi disediakan, tetapi
baru dengan memperhatikan faktor biofisik dan beberapa faktor demografi, dan
pemanfaatan inovasi teknologi masih terbatas. Demikian pula cara diseminasi inovasi
teknologi pertanian ataupun penyuluhan pertanian juga masih bersifat “top-down”
dan lebih berorientasi pada peningkatan produksi, dengan asumsi bahwa peningkatan
produksi pertanian akan meningkatkan pendapatan petani. Kenyataan menunjukkan
bahwa hal demikian tidak selalu benar, peningkatan produktivitas dan produksi tidak
selalu dapat meningkatkan pendapatan petani. Masih banyak faktor lain yang
mempengaruhi pendapatan petani. Hal-hal ini juga perlu diketahui dalam penentuan
cara pelaksanaan penyediaan dan diseminasi inovasi teknologi pertanian. Oleh karena
itu, prospek penyuluhan dalam diseminasi pertanian sangat dibutuhkan untuk
menunjang kegiatan budidaya pertanian.
Pada umumnya para petani di Indonesia berpendapatan rendah, sehingga
banyak yang mempunyai sifat-sifat yang menghambat kemajuannya, seperti: (i)
kapasitas diri petani yang rendah, (ii) pendidikan rendah, sehingga pengetahuan dan
wawasannya juga terbatas, yang berakibat pula pada daya inisiatif yang rendah pula,
(iii) apatis akibat usaha yang telah dilakukan bertahun-tahun tidak menghasilkan
seperti yang diharapkan, (iv) kemauan usaha rendah, karena keadaan lingkungannya
yang tidak mendukung untuk melakukan usaha, (v) kurang percaya diri akibat
usahanya yang sering tidak berhasil, sehingga komitmen terhadap usaha pertanian
juga rendah, (vi) tidak memiliki modal dan sarana baik untuk produksi maupun
pengolahan hasil produksi, dan (vii) kurang terjangkau prasarana dan sarana sehingga
tertinggal dari petani lainnya dalam informasi ataupun pembangunan.
Selain itu, belum banyak terjadi perubahan tingkat pendidikan yang berarti
terhadap tenaga kerja pertanian, di Indonesia. Hal ini menunjukkan pula bahwa
pendekatan kepada petani dalam pembangunan pertanian harus berubah pula. Potensi
untuk meningkatkan kontribusi petani dalam pembangunan pertanian umumnya dan
meningkatkan pendapatannya cukup meningkat. Selain itu, petani mempunyai potensi
yang cukup besar untuk dapat dikembangkan, antara lain, (i) jumlahnya yang cukup
banyak, (ii) mempunyai potensi sebagai individu yang masih dapat dikembangkan,
terutama kapasitas, pengetahuan, keterampilan, dan sikapnya, (iii) mereka sudah biasa
untuk mengatasi masalah yang sulit, dan (iv) berpengalaman dalam memanfaatkan
sumberdaya yang minimum. Potensi-potensi ini perlu dimanfaatkan dalam
penyediaan inovasi teknologi pertanian melalui penyuluh sehingga dapat diterapkan
dengan sebaik-baiknya.
Sifat inovasi/teknologi penting yang umumnya menjadi perhatian para petani,
meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Tingkat kesesuaian inovasi/teknologi dengan keadaan dan kebiasaan di lokasi
petani. Teknologi baru yang mempunyai banyak kesamaan dengan teknologi
yang biasa diterapkan oleh petani akan mempunyai potensi yang lebih besar
untuk diterima dan diadopsi oleh petani daripada yang benar-benar baru.
b. Tingkat kompleksitas atau kerumitan menentukann dapat tidaknya
inovasi/teknologi diterima dan diadopsi oleh petani. Termasuk dalam kerumitan
ini ialah tingkat pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk
menerapkan teknologi, mudah tidaknya memperoleh sarana produksi yang
diperlukan untuk mengadopsi teknologi yang dikenalkan/ dianjurkan, dan pasar
untuk hasil usahanya.
c. Umumnya petani tidak akan begitu saja menerima teknologi baru untuk di adopsi
di semua lahannya. Mereka ingin mencoba dulu teknologi tersebut sebelum
memutuskan untuk menerapkannya di lahannya. Mudah tidaknya suatu teknologi
baru di coba akan menentukan tingkat penerimaan atau adopsi teknologi tersebut.
d. Berdasarkan pengamatan petani sendiri, teknologi yang mudah diamati
penampilannya dan memberikan perbedaan yang menonjol dibandingkan dengan
yang biasa di gunakan akan lebih cepat di terima dan diadopsi daripada yang sulit
diamati dan kurang menunjukkan kelebihan dibandingkan dengan penampilan
teknologi yang biasa di pergunakan.
e. Keuntungan yang dapat diharapkan dari inovasi/teknologi. Keuntungan dalam
hal ini ialah keuntungan nyata yang dapat diterima oleh petani yang
bersangkutan, berdasarkan hasil mencoba teknologi yang diperkenalkan/
dianjurkan atau berdasarkan pengalaman teman petani lain.
E. Tantangan kegiatan penyuluhan dalam diseminasi teknologi pertanian
Kegiatan penyuluhan dalam diseminasi teknologi pertanian akan menghadapi
berbagai masalah yang timbul , baik dari dalam maupun dari luar. Pertumbuhan
populasi penduduk di tengah-tengah semakin sempitnya lahan pertanian, sehingga
usaha tani harus terus meningkatkan produktivitas, mutu produk, dan semakin
meningkatkan efisiensinya, sesuai dengan perubahan perilaku masyarakat luas
sebagai konsumen sekaligus penerima manfaatnya. Di samping itu, kegiatan
penyuluhan pertanian akan semakin banyak memerlukan dukungan teknologi
informasi dan komunikasi, baik interpersonal maupun penggunaan multimedia.
Tentang penggunaan media penyuluhan, seiring dengan kemajuan teknologi dan
perubahan kebutuhan masyarakat, perlu dikembangkan pemanfaatan media
elektronika, utamanya multimedia dan teleconference. Meskipun demikian,
penggunaan media-cetak dan media interpersonal tetap harus dikembangkan guna
mendukung kegiatan ”sekolah-lapang” dan proses ”belajar-bersama” yang
partisipatif. Kegiatan penyuluhan pertanian akan semakin banyak memerlukan
dukungan teknologi informasi dan komunikasi, baik interpersonal maupun
penggunaan multimedia.
Seiring berjalannya waktu penyuluhan mulai bergeser dari agen transfer
teknologi mulai merambah dalam tataran penyedia public goods. Tantangan masa
depan pertanian adalah penyuluh memiliki fungsi transfer teknologi, fasilitasi, dan
fungsi penasihat. Teknologi informasi dan komunikasi perlu dimanfaatkan dan
dikuasai untuk menunjang berbagai fungsi tersebut (Subejo,2013). Dalam pemaparan
tema penyuluhan pertanian harus mengikuti isu yang sedang berkembang di
masyarakat luas sehingga besar harapan petani mampu menjawab tantangan
perubahan iklim dan perdagangan bebas. Sehingga terbentuklah petani yang memiliki
mindset yang menguntungkan.
Secara umum, rumusan tantangan penyuluhan dalam kegiatan diseminasi
teknologi baru ialah sebagai berikut:
1. Perlunya pengembangan Informasi dan teknologi pembangunan pertanian
yang dibutuhkan masyarakat untuk memperoleh informasi dan ide-ide baru guna
mengembangkan usahataninya agar dapat menghadapi kompleksitas pola permintaan
konsumen, mengurangi kemis-kinan, serta terus menjaga kelestarian sumberdaya
alam dan ling-kungannya.
2. Pembiayaan penyuluhan dan penyebar-luasannya yang melekat pada mandat
yang diembannya, yaitu:
a) Tugas-tugas pokok
b) Ketergantungannya terhadap kebijakan pemerintah dan fungsi lembaga-
lembaga lainnya
c) Masalah-masalah yang diakibatkan dan berdampak pada kemauan politik
serta dukungan finansialnya
d) Keterandalannya sebagai lembaga layanan informasi dan pengetahuan baru
e) Keberlanjutan fiskal, dan
f) Interaksinya dengan tumbuh dan berkembangnya ilmu penge-tahuan dan
teknologi.
Khusus yang berkaitan dengan proses adopsi inovasi ada sepuluh hambatan
atau barrier adopsi, yang meliputi:
1) Kompleksitas, yang disamping mempersulit kermampuan petani untuk
memahami dan menerapkannya, seringkali juga berakibat pada meningkatnya
resiko (kegagalan) yang akan dideritanya.
2) Divisibilitas, yang seringkali tidak dijumpai dalam rekomendasi penyuluh yang
lebih cenderung menawarkan “paket teknologi” yang harus dilaksanakan secara
serentak (simultan).
3) Inkompatibilitas, yang sering tidak sesuai dengan tujuan petani dan
usahataninya.
4) Nilai ekonomis inovasi, yang tidak selalu dapat memenuhi nilai-nilai non-ekonomi
yang dikehendaki oleh petaninya.
5) Resiko dan ketidak-pastian, yang tidak hanya disebabkan oleh ketergantungan
usahatani kepada kondisi alam dan lingkungannya yang menetukan keberhasilan
panennya, tetapi juga resiko dan ketidak-pastian pemasaran/harga produk.
6) Konflik informasi, karena petani menerima informasi dari beragam sumber yang
belum tentu sepakat terhadap kemanfaatan serta dapatnya diterapkan.
7) Keharusan penggunaan modal dari luar, yang tidak selalu dapat dipenuhi oleh
petani sendiri, seperti: benih, pestisida, peralatan, dan mesin-mesin pertanian.
8) Biaya intelektual, khususnya terhadap inovasi yang datang dari luar yang belum
mampu dipahami oleh petaninya, sehingga mereka harus mengeluarkan biaya-
intelektual sebelum dapat mengadopsinya.
9) Hilangnya fleksibilitas, yang biasanya dimiliki oleh petani tradi-sional, untuk
menyesuaikan komoditi dan pola usahataninya dengan keadaan iklim dan kondisi
alam lain yang tidak menentu.
10) Prasarana fisik dan sosial (kelembagaan) yang belum tentu tersedia dengan mutu
dan layanan sebaik yang diharapkan.
Berkaitan dengan tantangan-tantangan yang dihadapi oleh kegiatan
penyuluhan pertanian tersebut ada delapan tantangan-generik yang sedang dihadapi
penyuluhan pertanian dalam diseminasi teknologi pertanian, yaitu:
1) Skala dan kompleksitas dari tugas-tugas penyuluhan. Skala, berkaitan dengan luas
wilayah dan jumlah manusia yang terlibat. Sedang kompleksitas berkaitan dengan
sumber infor-masi, stakeholders, serta mitra-kerja dalam kegiatan penyuluhan
(pembangunan) pertanian.
2) Ketergantungannya terhadap kebijakan pemerintah dan fungsi lembaga-lembaga
lainnya, yang berakibat pada efektivitas inves-tasi penyuluhan, efektivitas
kelembagaan dan kebijakan, serta efisiensi pemanfaatan sumberdaya yang dapat
diakses.
3) Ketidak-mampuan untuk menelusuri hubungan penyebab dan akibat yang
ditimbulkan oleh kegiatan penyuluhan, kaitannya dengan: masalah-masalah yang
dihadapi, dukungan politis, alokasi anggaran, dan akuntabilitas kegiatan penyuluhan.
4) Komitmen dan dukungan politis, terutama pada kondisi seringnya terjadi
pergantian (pemegang) kekuasaan.
5) Akuntabilitas, yang menyangkut kinerja penyuluhan, kinerja personil, dan kinerja
staf yang berhubungan dengan petani (penyuluh, peneliti, dll)
6) Kelayakan sebagai lembaga layanan pengetahuan dan informasi, yang harus
menjangkau semua kelompok-sasaran, aparat peme-rintah di lapis terbawah, dan
stakeholders lain yang memerlu-kannya
7) Keberlanjutan operasionalisasi fiskal dan sumberdaya yang lain, baik karena
ketidakpastian anggaran maupun rendahnya pengem balian dana yang telah
digunakan untuk kegiatan penyuluhan.
8) Interaksi dengan tumbuh dan berkembangnya pengetahuan kaitannya dengan mutu
pesan-pesan yang disamapaikan melalui kegiatan penyuluhan, yang tercermin pada
keterkaitan antara penyuluhan dengan penelitian.
Khusus yang menyangkut interaksi atau keterkaitan antara kegiatan
penyuluhan dan penelitian, terdapat tiga hal pokok yang perlu dicermati, yaitu:
1) Efektivitas adopsi teknologi, karena kesenjangan tingkat pendi-dikan antara
peneliti, penyuluh, dan masyarakat penggunanya.
2) Tantangan penelitian, kaitannya dengan tingginya biaya atau kor-banan yang harus
ditanggung penggunanya
3) Pentingnya memerankan “pengusaha yang berhasil” sebagai aktor-panutan yang
sekaligus dapat dijadikan tenaga sukarela dalam kegiatan penyuluhan pertanian.
F. Kekuatan penyuluhan dalam diseminasi teknologi pertanian
Kekuatan kegiatan penyuluhan dalam diseminasi teknologi pertanian yaitu
(Rivera and Cary, 1991) yaitu:
a. Iklim ekonomi dan Politik, yaitu perlunya diseminasi publik kepada
masyarakat seiring dengan majunya perekonomian dan perpolitikan negara. Krisis
ekonomi dan politik yang melanda pada akhir abad 20, banyak negara yang tidak
lagi mampu membiayai kegiatan publik di tengah-tengah tuntutan demokratisasi.
Karena itu, kegiatan penyuluhan harus dilaksanakan secara lebih efisien untuk dapat
melayani kelompok sasaran yang lebih luas. Akibatnya, penyuluhan menjadi penting
karena dapat mengefisienkan sumberdaya, tenaga, waktu, dan biaya karena
mempermudah jalannya diseminasi teknologi baru dari pusat ke masyarakat.
b. Konteks sosial di wilayah pedesaan yaitu masyarakat pedesaan relatif
berpendidikan, lebih banyak memperoleh informasi dari media masa serta terbuka
dari isolasi geografis, lebih memiliki aksesibilitas dengan kehidupan bangsanya
sendiri dan dunia internasional sehingga mempermudah kegiatan diseminasi
teknologi pertanian karena masyarakat makin terbuka akan hal baru mengenai
aturan/kebijakan, persyaratan pasar, serta kebutuhan masyarakat akan beragam
layanan seperti: pelatihan, spesialisasi, pelatihan kompetensi dan bentuk-bentuk
organisasi.
c. Sistem Pengetahuan yang meningkat menjadikan kegiatan diseminasi mudah
diterima, diadopsi, dan disebarluaskan sehingga akan mudah terjadi perubahan dari
aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik yang apada akhirnya menjadikan petani
menerapkan teknologi baru tersebut dan eknologi informasi
d. Perkembangan telekomunikasi dan penggunaan komputer pribadi/ PC akan
sangat berpengaruh terhadap kegiatan penyuluhan pertanian di masa depan.
Kelompok sasaran yang memiliki kemam-puan memanfaatkan teknologi
informasi/IT akan relatif lebih independen. Dengan demikian, fungsi penyuluh tidak
lagi “menyampaikan pesan” melainkan lebih bersifat fasilitatif dan konsultatif, dan
karena itu akan menuntut jalinan interaksi partisipatip yang semakin intensif dengan
kelompok-sasarannya.
G. Kelemahan penyuluhan dalam diseminasi teknologi pertanian
a. Pemanfaatan sumberdaya pembangunan
Sebagai akibat dari pelaksanaan kegiatan penyuluhan yang dilaksanakan oleh
beraga dinas/ instansi, maka sering terjadi kegiatan penyuluhan tentang suatu aspek
kehidupan yang sama tetapi dilaksanakan oleh banyak pihak, padahal semestinya
dapat dilakukan oleh seorang penyuluh yang sama. Praktek-praktek penyuluhan
seperti ini dapat dilihat misalnya pada penyuluhan kesehatan masyarakat, yang
dilakukan oleh : PKK dan Puskesmas (melalui Posyandu), Penyuluh Pertanian
(melalui UPGK), juru penerang, LSM, dll.
b. Ketidakpaduan dan Kompetisi antar Sektor
Seperti telah disinggung, kegiatan penyuluhan yang dilaksanakan oleh
masing-masing dinas/ instansi terkait seringkali menjadi tidak padu bahkan cenderung
berebut lahan dan popularitas, demi tercapainya target-target sektoral atau
subsektoral. Sehingga tidaklah mengherankan jika keadaan seperti itu dapat
menimbulkan kesenjangan psikologis antar aparat penyuluhan di lapangan.
c. Keterbatasan wawasan dan pola pikir aparat penyuluh
Keterbatasan wawasan dan pola berpikir sektoral (atau bahkan sub-sektor
yang dimiliki oleh aparat penyuluh di lapangan harus dihadapi, sebagai akibat demi
tercapainya target-target sektor/ sub-sektornya. Perilaku seperti ini, nampaknya telah
dapat diselesaikan dengan baik di meja rapat koordinasi (baik pada saat perencanaan
atau pemantauan/ evaluasi). Akan tetapi dalam pelaksanaan di lapangan, penyakit
seperti itu sangat sulit disem-buhkan karena sebagai aparat yang baik, harus dapat
mengamankan dan mensukseskan program serta target dinas/ instansinya sendiri-
sendiri.
d. Kepentingan masyarakat sasaran
Ditinjau dari kepentingan masyarakat selaku penerima manfaat penyuluhan,
kegiatan penyuluhan pembangunan yang diprogram dan dilaksanakan oleh beragam
instansi sektoral (melalui penyuluhnya masing-masing) akan menyita waktu dan
perhatian tokoh-tokoh masyarakat yang bersangkutan hanya untuk menerima
kehadiran, mendengar kan penyuluhan, dan kegiatan lain yang dirancang oleh
masing-masing penyuluhnya; sehingga waktu yang tersedia untuk mengelola
kegiatannya sendiri, dan waktu serta perhatiannya untuk mengorganisir dan
menggerakkan partisipasi anggotanya menjadi relatif sangat terbatas.
III. PENUTUP
Kegiatan diseminasi teknologi pertanian sangat diperlukan untuk menunjang
keberlanjutan sektor pertanian. Kegiatan ini mutlak diperlukan di Indonesia
mengingat masih sedikitnya petani maju yang sudah berhasil di sektor pertanian.
Diseminasi teknologi baru merupakan harapan petani dan pemerintah karena dapat
mengubah pengetahuan petani yang sebelumnya tidak mengerti teknologi peningkatan
produksi menjadi tahu. Selain itu, petani dengan adanya teknologi baru hasil riset
dapat mensejahtarakan petani karena petani makin terampil dalam operasional usaha
tani, mampu menciptakan pola dan sistem budidaya tanaman yang tepat, dan pada
akhirnya meningkatkan produktivitas tanaman yang imbasnya pada peningkatan
keuntungan petani. Tidak hanya itu, melalui peningkatan produksi hasil pertanian,
Indonesia akan mendapat devisa lewat komoditas ekspor sehingga mendongkrak
perekonomian bangsa, meningkatkan kesempatan kerja, dan memberatas rantai
kemiskinan.
Dalam praktiknya, kegiatan penyuluhan dalam diseminasi teknologi pertanian
tidak lepas dari hambatan dan tantangan. Hasil perkembangan riset perlu di update
secara terus menerus sehingga menjadikan pekerjaan tersendiri bagi para peneliti dan
penyuluh yang menerima informasi tersebut. Selain itu, juga memerlukan penguaaan
materi dari penyuluh, metode penyuluhan yang tepat, dan ajakan yang tepat dengan
kondisi petani agar mereka mau mengadopsi teknologi baru tersebut. oleh karena itu,
teknologi baru yang akan disebarluaskan harus memenuhi tiga syarat yani, secara
teknis dapat diterapkan, secara ekonomi menguntungkan, dan secara sosial dapat
diterima, serta ramah lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, M.O. 1996. Proses perakitan, pengkajian dan pengembangan teknologi
pertanian.Prosiding Lokakarya BPTP/LPTP se Indonesia, BPTP Naibonat 1996.
BPS. 2012.Sosial Kependudukan, BPS Jakarta.
Gonzales, H. 1988. Efek komunikasi massa dalam Amri Jahi. Komunikasi Massa dan
Pembangunan Pedesaan di Negara-negara Dunia Ketiga : Suatu Pengantar. Gramedia.
Jakarta.
Hanafi, Abdillah. 1981. Memasyarakatkan Ide-ide Baru. Penerbit Usaha Nasional, Surabaya.
Rivera, W.M., and Gustafson,D.J.(1991). New roles and responsibilities for public sector
agricultural extension. In W.M. Rivera and Gutafson (Eds), Agricultural extension:
Worldwide institutional evolution and forces for changes. Amsterdam: Elsevier
Science Publishers.
Rivera, WM. and J.W. Cary. 1997. Privatizing Agricultural Extension. In. Swanson (ed).
Improving Agricultural Extension. Rome: FAO.
Slamet, M. 2000. Memantapkan Posisi dan Meningkatkan Peran Penyuluhan Pembangunan
Dalam Pembangunan. Disampaikan dalam Seminar Pemberdayaan Sumberdaya
Manusia Menuju Terwujudnya Masyarakat Madani di Bogor, 25-26 September 2000.
Swanson. 1997. Improving Agricultural Extension. Rome: FAO.
Subejo. 2013. Bunga Rampai Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. Jakarta : Universitas
Indonesia Press.