Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013...
Transcript of Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013...
Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013
56
Makalah Utama 5
INOVASI TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH MENDUKUNG
PENGEMBANGAN INDUSTRI FLORIKULTURA BERDAYA SAING GLOBAL
(INNOVATION TECHNOLOGY ON SEED PRODUCTION TO SUPPORT THE
DEVELOPMENT GLOBAL COMPETITIVENESS FLORICULTURE
INDUSTRY)
Winarto, B, Yufdy, MP, dan Soehendi, R
Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura
Jln. Ragunan 29A, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540
E-mail: [email protected]
ABSTRAK. Industri florikultura merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi baru yang penting
di Indonesia. Meningkatnya produksi luas area panen, produktivitas, Pendapatan Domestik Bruto (PDB),
ekspor, jumlah tenaga kerja yang terlibat, Nilai Tukar Petani (NTP) dari tahun ke tahun menjadi indikator
penting akan peran signifikan kemajuan industri tersebut. Untuk mendukung pengembangan agribisnis
florikultura, khususnya pada anggrek (Phalaenopsis dan Dendrobium), krisan, lili, leather leaf fern,
gerbera, Rhapis excelsa sebagai komoditas tanaman hias penting di Indonesia, Kementerian Pertanian dan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, melalui Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi),sebagai
salah satu unit pelaksana teknis (UPT) di bawah Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura hingga
tahun 2013 telah menghasilkan berbagai inovasi teknologi produksi bibit tanaman hias berkualitas.
Teknologi produksi bibit tanaman hias berkualitas tersebut diantaranya: (1) teknologi perbanyakan
Phalaenopsis melalui somatik embriogenesis, (2) teknologi perbaikan kapasitas regenerasi dan penyiapan
bibit krisan secara in vitro, (3) teknologi pembebasan virus dan viroid pada krisan, (4) teknologi
perbanyakan lili secara in vitro, (5) teknologi perbanyakan masa leather leaf fern secara in vitro.
Teknologi-teknologi tersebut diharapkan memiliki peran yang sangat signifikan dalam menunjang
kemajuan industri florikultura di Indonesia
Kata-kata kunci: Teknologi, produksi, bibit berkualitas dan florikultura,
ABSTRACT. Floriculture industry is one of new economical growth resources that is important in
Indonesia. Increasing harvest wide area, productivity, bruto domestic income, export, number of involved
worker, farmer change value from year to year become important indicators indicating significant role of
the industry advance. To support development of floriculture agribusiness, especially on orchids
(Phalaenopsis and Dendrobium), chrysanthemum, lily, leather leaf fern, gerbera and Rhapis excelsa as
important ornamental plant commodities, Agriculture Ministry and Indonesian Agency for Agriculture
Research and Development via Indonesian Ornamental Crop Research Institute as one of technical
service units under Indonesian Center for Horticultural Research and Development since 2013 has
resulted several in vitro technological innovations on mass production of ornamental plant qualified-
seedlings. The in vitro technologies were technology on (1) regeneration capacity improving and
production of chrysanthemum qualified-seedling, (2) chrysanthemum virus and viroid elimination, (3)
Phalaenopsis mass propagation via somatic embryogenesis, (4) lily mass propagation, and leather leaf
fern mass propagation. The existance of the technologies expected have important and significant roles in
supporting floriculture industry advance in Indonesia.
Keywords: Technology, production, qualified-seedling and floriculture
Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013
57
PENDAHULUAN
Hingga saat ini industri florikultura terus berkembang menjadi salah satu sumber
pertumbuhan ekonomi baru yang penting di Indonesia. Kenyataan tersebut ditunjukkan
oleh produksi luas area panen, produktivitas, Pendapatan Domestik Bruto (PDB),
ekspor, jumlah tenaga kerja yang terlibat, Nilai Tukar Petani (NTP) yang terus
meningkat dari tahun ke tahun. PDB industri florikultura telah mencapai lebih dari Rp.
5 trilyun dan menyumbang sekitar 5,68% dari total PDB subsektor hortikultura. Jumlah
pekerja di bidang florikultura mencapai lebih dari 1 juta jiwa. Dalam lingkup
perdagangan domestik, produk florikultura nasional saat ini semakin populer, tidak
hanya bunga potong melainkan juga tanaman hias daun, daun potong, tanaman pot dan
tanaman taman. Luas area panen komoditas florikultura mencapai 1000 ha dengan
produksi sekitar 400 juta bunga potong dan 250 juta tanaman pot. Sementara
perdagangan internasional saat ini mencapai US $ 19 juta yang meningkat sekitar 5 -
12% setiap tahun sejak lima tahun terakhir.Beberapa negara yang menjadi tujuan ekspor
adalah China, Jepang, Singapura, Vietnam dan Australia.Anggrek, Krisan, Lili, dan
leather leaf fern merupakan beberapa produk unggulan florikultura penting di Indonesia.
Prestasi kinerja industri florikultura nasional masih dapat ditingkatkan mengingat
potensi sumberdaya di dalam negeri, termasuk tenaga kerja, iklim dan tanah, serta
sumberdaya daya genetik sangat kondusif.
Mengingat prospek pengembangan industri florikultura di dalam negeri yang
sangat besar, maka perlu upaya peningkatan daya saing agar industri florikultura
mampu memberi kontribusi lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Salah
satu untuk peningkatan daya saing ialah melalui pemacuan aplikasi inovasi. Hal ini juga
sejalan dengan pencapaian sasaran empat sukses Pembangunan Pertanian –
Kementerian Pertanian 2010 – 2014 yang salah satunya ialah peningkatan nilai tambah,
daya saing, kesejahteraan masyarakat,dan nilai ekspor.
Diberbagai negara maju seperti Belanda, Jerman, Amerika Serikat, Kanada, India,
Jepang, Thailand dan Taiwan, kemajuan industri florikultura sangat didukung dengan
berbagai teknologi pendukung yang memungkinkan akselerasi industri tersebut terjadi
dan salah satunya adalah melalui aplikasi teknologi penyediaan bibit yang berkualitas
dan berkesinambungan. Pada Phalaenopsis, teknologi perbanyakan masa bibit
berkualitas secara in vitro melalui embryogenesis telah dilaporkan pada P. Richard
Shaffer ’Santa Cruz’ (Ishii et al. 1998), P. Tinny Sunshine ‘Annie’, ‘Taisuco Hatarot’,
Teipei Gold ‘Golden Star’, danTinny Galaxy ‘Annie’ (Park et al. 2002), P. Snow
Parade dan P. Wedding Promenade (Tokuhana & Mii 2003), P. Amabilis var. Formosa
Shimadzu (Chen & Chang 2006), P. ‘Little Steve’ (Kuo et al. 2005),P. ‘Hwa Feng Red
Jewel’(Liu et al. 2006),P. Gigantea (Murdad et al. 2006), P. Amabilis (Nhut et al.
2006; Gow et al. 2008), P. amabilis cv. ‘Golden Horizon’ (Sinha & Jahan 2011),P.
Nebula (Gow et al. 2009) dan Phalaenopsis sp. L (Samson et al. 2010). Pada krisan
teknologi perbanyakan cepat bibit berkualitas telah dilaporkan oleh Ilahi et al. (2007),
Misra & Datta (2007), Nahid et al. (2007), Waseem et al. (2009), Barakat et al. (2010),
Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013
58
Shatnawi et al. 2010 dan Waseem et al. (2011); pada lili dilaporkan oleh Chang et al.
(2000), Langens-Gerrits et al. (2003), Dapkünieneet al. (2004), Kędra & Bach (2005),
Azadi & Khosh-Kui (2007), Altan et al. (2010) dan Bakhshaie et al. (2010); sementara
pada leather leaf fern menggunakan rhizome sebagai sumber eksplan dilaporkan oleh
Bertrand et al. (1999) dan Zenkteler (2006).
Di Indonesia pengembangan teknologi perbanyakan masa tanaman hias juga terus
diupayakan. Pengembangan teknologi perbanyakan masa tanaman hias secara umum
dimulai dari seleksi tanaman donor, penyiapan dan pemeliharaannya; pengambilan dan
sterilisasi eksplan, penyiapan media, inisiasi, penggandaan/multiplikasi, penyiapan
plantlet dan aklimatisasi. Penyiapan teknologi ini merupakan suatu proses
berkesinambungan yang teruji dan terverifikasi. Teknologi yang paling potensial
selanjutnya diuji untuk membuktikan efektivitas dalam penyediaan bibit tanaman hias
berkualitas. Teknologi yang dihasilkan umumnya tidak bisa digeneralisasi mengingat
respon spesifik tiap genotipe tanaman. Oleh karena itu perbaikan dan penyesuaian
aplikasi teknologi diperlukan pada setiap genotipe tanaman yang berbeda.
Untuk mendukung pengembangan agribisnis florikultura, khususnya pada anggrek
(Phalaenopsis dan Dendrobium), krisan, lili, leather leaf fern, gerbera, Rhapis
excelsasebagai komoditas tanaman hias penting di Indonesia. Kementerian Pertanian
dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, melalui Balai Penelitian Tanaman
Hias (Balithi), salah satu unit pelaksana teknis (UPT) dibawah Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hortikultura, dengan seluruh sumber daya dan kerja kerasnya hingga
tahun 2013 telah menghasilkan berbagai inovasi teknologi produksi bibit tanaman hias
berkualitas. Beberapa teknologi produksi bibit tanaman hias berkualitas tersebut
diantaranya: (1) teknologi perbanyakan Phalaenopsis melalui somatik embriogenesis,
(2) teknologi perbaikan kapasitas regenerasi dan penyiapan bibit krisan secara in vitro,
(3) teknologi pembebasan virus dan viroid pada krisan, (4) teknologi perbanyakan lili
secara in vitro, (5) teknologi perbanyakan masa leather leaf fern secara in vitro.
Teknologi-teknologi tersebut merupakan teknologi produksi bibit tanaman hias
berkualitas yang telah teruji dan terbukti mampu mendukung penyediaan bibit
berkualitas secara berkesinambungan. Teknologi-teknologi tersebut diharapkan
memiliki kontribusi yang signifikan terhadap pengembangan industri florikultura di
Indonesia. Teknologi-teknologi perbanyakan masa bibit berkualitas tanaman hias lain
yang saat ini sedang disiapkan oleh Balithi dan diharapkan tahun 2014 akan
diaplikasikan secara komersial adalah (1) teknologi perbanyakan masa Dendrobium
melalui somatik embriogenesis, (2) teknologi perbanyakan masa Gerbera secara in
vitro, (3) teknologi perbanyakan masa Rhapis excelsa secara in vivo dan (4) teknologi
pembesaran umbi produksi berkualitas pada lili.
Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013
59
TEKNOLOGI PERBANYAKAN PHALAENOPSIS MELALUI SOMATIK
EMBRIOGENESIS
Teknologi ini merupakan teknologi perbanyakan masa Phalaenopsis yang
berbasis induksi embriogenesis somatik baik yang menggunakan sel meristem pucuk
(meriklon) maupun tangkai bunga. Teknologi ini dihasilkan melalui berbagai aktivitas
kegiatan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (Rachmawati et al. 2010;
Shintiavira et al. 2011; Winarto et al. 2012). Teknologi ini juga merupakan kombinasi
beberapa komponen teknologi yang terkait dengan metode pengambilan dan sterilisasi
eksplan, kultur inisiasi, perbanyakan embrio, perkecambahan embrio, penyiapan
plantlet dan aklimatisasi (Gambar 1 dan 2). Berbagai komponen tersebut diuraikan lebih
rinci sebagai berikut:
Cara pengambilan dan sterilisasi eksplan
Tangkai bunga infloresen dengan 1-2 bunga mekar dipanen dari tanaman donor dengan
cara memotongnya pada bagian bawah (2-3 cm dari bagian pangkal tangkai). Tangkai
bunga selanjutnya di usap merata dengan kapas yang telah dibasahi dengan 59omatic
96%. Setelah itu eksplan dipotong menggunakan pisau kultur dengan jarak ± 3 cm
dibawah dan dibagian atas tunas. Eksplan selanjutnya diletakkan dibawah air mengalir
selama 30 menit – 1 jam, direndam dalam larutan detergen 1% selama 30 menit, dan
bilas dengan air hingga bersih. Setelah itu eksplan dibawa ke dalam Laminar Air Flow
Cabinet. Rendam eksplan dalam larutan 0.05% HgCl2 yang telah ditambah beberapa
tetes tween 20 sambil digojok secara manual selama 10 menit. Bilas dengan air steril
hingga bersih (5-6x, @ 5 menit).Potong jaringan yang luka akibat sterilisasi, kupas
seludang yang menutupi mata tunas atau tangkai kuncup. Rendam dalam larutan 0.01 %
HgCl2selama 3 menit. Eksplan selanjutnya dibilas dengan air destilasi steril 5-6x,
masing-masing 5 menit. Eksplan selanjutnya diletakkan dalam petri steril yang berisi
tissue steril dan siap ditanam dalam media.
Penyiapan tunas pucuk
Penyiapan tunas pucuk untuk tujuan isolasi sel meristem dilakukan dengan cara
mengkultur tangkai bunga tanpa tangkai kuncup bunga pada medium ½ MS yang
ditambah dengan 1.5 mg/l TDZ + 0.5 mg/l BAP + 10 g/l sukrosa selama 1 bulan
kemudian disubkultur pada medium ½ MS tanpa hormon. Kultur tangkai bunga
diinkubasi dibawah kondisi terang dengan 16 jam fotoperiode dibawah lampu fluoresen
dengan intensitas ± 13 µmol/m2/s. Tunas yang muncul dari tangkai bunga dengan
ukuran 0,3-0,5 cm siap digunakan sebagai donor eksplan pada isolaso meristem.
Isolasi sel meristem
Potongan eksplan yang mengandung tunas selanjutnya diletakkan dibawah mikroskop
stereo pada perbesaran yang sesuai untuk isolasi. Bractea yang menutup mata tunas
dibuang dengan pisau kultur secara hati-hati agar tidak merusak mata tunas hingga titik
tumbuh tunas terlihat. Tunas dengan titik tumbuh selanjutnya diiris tegak lurus arah
Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013
60
tumbuh tunas pada empat sisinya dengan ukuran 0.2-0.3 mm. Potong tunas dengan titik
tumbuh hingga 0.4 cm dari titik tumbuh ke arah bawah. Letakkan potongan ditempat
yang berbeda. Potong titik tumbuh dan sel-sel meristem dengan ukuran 0.2 x 0.3 x 0.2
cm. Segera tanam potongan sel-sel meristem tersebut pada medium uji.
Kultur inisiasi
Baik tangkai bunga (pada posisi mendatar dengan bekas luka dibagian atas) maupun
sel-sel meristem yang telah dipersiapkan dikultur pada medium ½ MS yang ditambah
dengan 1.5 mg/l TDZ + 0.5 mg/l BAP + 10 g/l sukrosa selama 1.0-1.5 bulan pada
kondisi gelap. Setelah terbentuk embrio, eksplan disubkultur pada medium ½ MS yang
ditambah dengan 0.75 mg/l TDZ dan 0.25 mg/l BAP hingga embrio sempurna
terbentuk.
Perbanyakan embrio
Embrio hasil kultur inisiasi selenjutnya diperbanyak dengan cara subkultur tunggal
embrio pada medium ½ MS full vitamin atau Rosasol yang ditambah dengan 150 l/l air
kelapa dan 10 mg/l sukrosa. Inkubasi pada kondisi gelap hingga embrio terbentuk.
Pindahkan kultur embrio tunggal pada kondisi terang hingga embrio sempurna
terbentuk. Perbanyakan embrio dapat dilakukan hingga penurunan kualitas embrio
ditemukan (± 6-8 periode subkultur).
Perkecambahan embrio
Perkecambahan embrio dilakukan dengan cara menanam embrio pada medium ½ MS
full vitamin atau Rosasol tanpa penambahan hormone. Inkubasi kultur pada kondisi
terang hingga 2-3 daun sempurna terbentuk. Pembesaran dan penyeragaman plantlet
dilakukan melalui seleksi ukuran plantlet.
Aklimatisasi plantlet
Aklimatisasi plantlet dilakukan dengan cara memanen plantlet yang sehat dan
berkualitas dari botol pembesaran. Plantlet dikeluarkan dari botol, dicuci bersih akarnya
dari sisa agar yang menempel, rendam plantlet dengan larutan 1% fungisida dan
bakterisida selama 3 menit. Tanam plantlet pada pot yang berisi pakis yang telah
disiram dengan air secukupnya. Tutup pot dengan plastik transparan selama ± 7 hari
untuk menjaga kelembaban tanaman dan meningkatkan kemampuan adaptasi tanaman.
Tempatkan pot-pot plastik pada tempat yang teduh. Setelah 7 hari, buka plastik dan
biarkan tanaman tetap berada pada tempat yang teduh hingga teradaptasi dengan baik
pada kondisi lingkungan ex vitro.
Keunggulan teknologi
Aplikasi kultur sel-sel meristem akan menghasilkan tanaman berkualitas dan bebas
penyakit sistemik. Baik tangkai bunga maupun sel meristem mampu menghasilkan
embrio yang bervariasi dengan 5-25 embrio per eksplan, selanjutnya pada perbanyakan
embrio melalui kultur tunggal embrio akan dihasilkan kisaran jumlah embrio yang
Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013
61
sama. Jika tiap embrio rata-rata menghasilkan 10 embrio pada tiap periode kultur (± 2.5
bulan), maka dalam waktu 16 bulan akan menghasilkan 100.000 embrio. Jika faktor
koreksi 25% pada tahap pembesaran hingga aklimatisasi, maka 75.000 plantlet akan
dihasilkan setelah 16 bulan dari satu eksplan.
Pada jenis Phalaenopsis yang sangat responsif dan responsif, jumah dan target bibit
berkualitas tersebut mudah dicapai, namun pada jenis yang kurang responsif sedikit
modifikasi diperlukan untuk meningkatkan produktivitas bibit yang dihasilkan.
Gambar 1. Teknologi perbanyakan masa Phalaenopsis melalui kultur meristem. A.
Tunas sebagai donor eksplan untuk isolasi meristem, B. Sel meristem pada
awal kultur, C-D. Sel meristem yang beregenerasi membentuk bakal-bakal
embrio 1.5 dan 2.5 bulan setelah kultur, E. Embrio dewasa hasil regenerasi
sel meristem yang siap untuk perbanyakan, F. Embrio tunggal yang akan
diperbanyak, G. Embrio tunggal yang mulai beregenerasi membentuk
bakal embrio setelah 1 bulan inkubasi, H. Embrio sekunder hasil
perbanyakan embrio tunggal, I-J. Embrio yang dikecambahkan, K. Plantlet
yang siap untuk diaklimatisasikan, dan L. Plantlet yang telah
teraklimatisasi (Winarto et al. 2012; Belum dipublikasikan).
A
J A
H G F A
D C B
L K I
E
Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013
62
Gambar 2. Teknologi perbanyakan masa Phalaenopsis menggunakan tangkai bunga
sebagai sumber eksplan. A. Tangkai bunga sebagai sumber eksplan, B-D.
Tangkai bunga yang beregenerasi membentuk embrio, E. Embrio dewasa
hasil regenerasi sel meristem yang siap untuk perbanyakan, F. Embrio
tunggal yang akan diperbanyak, G. Embrio tunggal yang mulai
beregenerasi membentuk bakal embrio setelah 1 bulan inkubasi, H.
Embrio yang dikecambahkan, I-J. Embrio berkecambah yang diakarkan,
K. Plantlet yang siap untuk diaklimatisasikan, dan L. Plantlet yang telah
teraklimatisasi (Winarto et al. 2012; Belum dipublikasikan).
Cara aplikasi teknologi
Teknologi ini dapat diaplikasikan langsung oleh pengguna untuk perbanyakan
secara in-vitro pada berbagai jenis Phalaenopsis yang dimiliki. Untuk jenis
Phalaenopsis yang kurang responsif modifikasi komposisi media yang telah
ditemukan terutama pada kombinasi konsentrasi hormon dapat dilakukan untuk
meningkatkan keberhasilannya.
Status Teknologi
Teknologi ini siap dikomersialisasikan dan dikerjasamakan dengan pengguna
dalam rangka penyiapan bibit berkualitas Phalaenopsis untuk tujuan perbanyakan
hasil pemuliaan, penelitian maupun sebagai bahan pembinaan kader ilmiah bidang
kultur jaringan
A
L K J I
H G F E
D C B
Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013
63
TEKNOLOGI PERBAIKAN KAPASITAS REGENERASI DAN PENYIAPAN
BIBIT KRISAN SECARA IN VITRO
Teknologi ini sangat bermanfaat dalam meningkatkan kapasitas regenerasi
tanaman-tanaman krisan yang telah mengalami degenerasi akibat penggunaan dan
pemanfaatan tanaman secara terus menerus. Selain itu teknologi ini dapat digunakan
untuk menghasilkan bibit krisan berkualitas. Teknologi ini merupakan pengembangan
dan evaluasi berbagai penelitian krisan yang telah dilakukan sebelumnya (Shintiavira et
al. 2012). Teknologi ini memiliki beberapa komponen teknologi, diantaranya: metode
sterilisasi, kultur inisiasi, perbanyakan tunas, dan aklimatisasi (Gambar 3). Berbagai
komponen teknologi tersebut diuraikan lebih rinci sebagai berikut:
Metode sterilisasi
Eksplan yang digunakan adalah stek pucuk krisan (10-15 cm dan 2-3 daun) yang
dipanen dari tanaman induk, baik untuk pemulihan kapasitas dan kualitas
regenerasi maupun untuk penyiapan bibit berkualitas krisan. Stek pucuk
selanjutnya dipersiapkan untuk sterilisasi dengan memotong sebagian daun
dengan pisau/gunting kultur. Eksplan disterilisasi menggunakan 1% larutan tween
20 selama 30 menit sambil digojok, 1% benlate dan agrept selama 30 menit
digojok dan bilas dengan air bersih berulangkali. Eksplan kemudian di rendam
dalam 20% larutan natrium hipoklorida (NaOCl)/klorok/ Bayclean yang telah
ditambah 3-5 tetes tween 20 sambil digojok selama 10 menit, pindahkan eksplan
dalam 10% larutan NaOCl ditambah 3-5 tetes tween 20 sambil digojok selama 10
menit, bilas dengan air steril kemudian rendam dalam larutan 70-80% alcohol
selama 3 menit dan bilas dengan air steril 5-6x (@ 5 menit). Eksplan yang telah
streril di tiriskan di petridisk yang sebelumnya telah dilapisi kertas tissue kering
steril.
Kultur inisiasi
Bagian eksplan yang rusak setelah sterilisasi dipotong dan dibuang. Tiap ruas
dipotong sebagai 1 sumber eksplan. Eksplan selanjutnya dikultur pada media
inisiasi (1/2 MS + 0.5-1.0 mg/l BAP dan 0.1 mg/l IAA) dalam posisi tegak. Kultur
diselanjutnya diinkubasi pada kondisi terang 16 jam fotoperiode dibawah lampu
fluoresen dengan intensitas 13-15 µmol/m2/s hingga tunas aksiler terbentuk dan
tumbuh memanjang dengan 4-5 daun. Subkultur eksplan pada medium inisiasi
dapat dilakukan hingga 2-3x subkultur/sesuai kebutuhan, khususnya untuk tujuan
pemulihan kapasitas regenerasi eksplan.
Perbanyakan tunas
Tunas hasil inisiasi diperbanyak dengan cara mensubkultur tiap nodus yang
teregenerasi pada médium ½ MS yang ditambah dengan 0.1 mg/l IAA. Periode
subkultur eksplan pada tahap perbanyakan ini dapat dilakukan maksimal 8 kali
subkultur. Kecepatan penggandaan eksplan= 1 menjadi 4-5 eksplan tiap 1.5 bulan.
Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013
64
Aklimatisasi
Pada perbanyakan krisan, pengakaran eksplan bukan merupakan masalah penting,
sehingga pengakaran eksplan tidak diperlukan. Sementara aklimatisasi eksplan
dapat dilakukan secara mudah dengan cara memotong tunas dengan 2-3 daun,
kemudian menanam tunas dalam bak-bak plastik yang berisi arang sekam yang
telah dibasahi cukup dengan air. Tutup bak-bak plastik dengan plastik transparan
yang telah dilubangi selama 5-7 hari. Letakkan bak-bak plastik dalam rumah kaca
yang telah dipersiapkan dengan perlakuan tambahan penyinaran lampu pada
malam harinya (22.00-02.00) menggunakan nite break system. Tunas akan
berakar dengan cepat setelah 15 hari dapat dipindahkan. Tunas selanjutnya
dipindahkan dalam polibag tunggal yang telah diisi dengan campuran 64omati
arang sekam + sekam + pupuk organik/kandang (1:1:1, v/v/v) untuk produksi
bibit produksi dan perunutan generasi.
Keunggulan teknologi
Aplikasi teknologi ini terbukti dapat meningkatkan kemampuan regenerasi dan
kualitas tanaman yang dihasilkan. Teknologi ini dapat menghasilkan benih
berkualitas. Satu sumber eksplan dapat menghasilkan ± 45.000 bibit berkualitas
per tahun dengan kecepatan penggandaan= 1 menjadi 4-5 eksplan tiap 1.5 bulan.
Cara aplikasi teknologi
Teknologi ini dapat diaplikasikan langsung oleh pengguna untuk peningkatan
kualitas dan perbanyakan berbagai jenis krisan yang dimiliki. Untuk jenis krisan
yang kurang responsif modifikasi komposisi media yang telah ditemukan
terutama pada kombinasi konsentrasi hormon dapat dilakukan untuk
meningkatkan keberhasilannya.
Status Teknologi
Teknologi ini siap dikomersialisasikan dan dikerjasamakan dengan pengguna
dalam rangka peningkatan kualitas dan penyiapan bibit berkualitas krisan untuk
tujuan perbanyakan hasil pemuliaan, penelitian maupun sebagai bahan pembinaan
kader ilmiah bidang kultur jaringan
Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013
65
Gambar 3. Teknologi peningkatan kapasitas regenerasi dan perbanyakan bibit
berkualitas krisan.
TEKNOLOGI PEMBEBASAN VIRUS DAN VIROID PADA KRISAN
Teknologi ini dikembangkan sejak tahun 2009 melalui berbagai kegiatan
penelitian yang sinambung. Teknologi ini merupakan gabungan antara perlakuan panas
(heat treatment), kultur pucuk/meristem dan antiviral (Budiarto et al. 2008). Teknologi
ini terdiri dari berbagai komponen teknologi, diantaranya: metode sterilisasi, kultur
inisiasi, perbanyakan, pemanasan, isolasi meristem, subkultur, pengecekan status
virus/viroid, perbanyakan dan aklimatisasi (Gambar 4). Berbagai komponen teknologi
tersebut diuraikan lebih rinci sebagai berikut.
Metode sterilisasi
Eksplan yang digunakan adalah stek pucuk krisan (10-15 cm dan 2-3 daun) yang
dipanen berasal dari tanaman induk yang terinfeksi virus atau viroid (berdasarkan hasil
indeksing virus). Stek pucuk selanjutnya dipersiapkan untuk sterilisasi dengan
memotong sebagian daun dengan pisau/gunting kultur. Eksplan disterilisasi
menggunakan 1% larutan tween 20 selama 30 menit sambil digojok, 1% benlate dan
agrept selama 30 menit digojok dan bilas dengan air bersih berulangkali. Eksplan
kemudian di rendam dalam 20% larutan natrium hipoklorida (NaOCl)/klorok/ Bayclean
yang telah ditambah 3-5 tetes tween 20 sambil digojok selama 10 menit, pindahkan
eksplan dalam 10% larutan NaOCl ditambah 3-5 tetes tween 20 sambil digojok selama
A D C B
F
J
G H I
E
A. Tanaman induk sumber eksplan, B. Eksplan nodus pada kultur inisiasi, C. Tunas hasil regenerasi, D. Kultur tunas yang siap disubkultur, E. Nodus eksplan untuk perbanyakan, F. Nodus dengan tunas teregenerasi, G. Plantlet siap aklimatisasi, H. Tunas yang direndam dalam 1% pestisida, I. Tunas yang diaklimatisasi dan hasilnya
Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013
66
10 menit, bilas dengan air steril kemudian rendam dalam larutan 70-80% alcohol selama
3 menit dan bilas dengan air steril 5-6x (@ 5 menit). Eksplan yang telah streril di
tiriskan di petridisk yang sebelumnya telah dilapisi kertas tissue kering steril.
Kultur inisiasi
Bagian eksplan yang rusak setelah sterilisasi dipotong dan dibuang. Tiap ruas
dipotong sebagai 1 sumber eksplan. Eksplan selanjutnya dikultur pada media inisiasi
(1/2 MS + 0.5-1.0 mg/l BAP dan 0.1 mg/l IAA) dalam posisi tegak. Kultur
diselanjutnya diinkubasi pada kondisi terang 16 jam fotoperiode dibawah lampu
fluoresen dengan intensitas 13-15 µmol/m2/s hingga tunas aksiler terbentuk dan tumbuh
memanjang dengan 4-5 daun.
Perbanyakan tunas terbatas
Tunas hasil inisiasi diperbanyak terbatas dengan cara mensubkultur tiap nodus yang
teregenerasi pada médium ½ MS yang ditambah dengan 0.1 mg/l IAA. Periode
subkultur eksplan pada tahap perbanyakan ini hanya dilakukan 2-3 kali saja. Tunas hasil
subkultur dibiarkan tumbuh hingga 3-4 daun untuk perlakuan panas.
Perlakuan panas
Tunas dengan 3-4 daun yang telah dipersiapkan selanjutnya diberi perlakuan panas
dengan memasukkan botol berisi 5 tunas ke dalam inkubator bersuhu 35-40˚C selama 2-
3 minggu atau hingga daun tanaman layu, namun bagian pangkal tanaman tetap hijau
segar. Setelah itu botol berisi tunas dipindahkan ke ruang inkubasi untuk inisiasi tunas
baru. Setelah tunas tumbuh (± 0.5-1.0 mm) disiapkan untuk isolasi meristem/kultur
pucuk.
Isolasi kultur pucuk/meristem
Isolasi kultur pucuk/meristem dilakukan dibawah mikroskop binokuler. Tunas yang
telah dipersiapkan untuk isolasi kultur pucuk/meristem dipotong dan diletakkan
dibawah mikroskop. Dengan menggunakan pinset yang runcing, buang bakal daun
secara perlahan dan hati-hati hingga daerah apikal dome terlihat. Iris bagian apikal
dome ke arah bawah 0.2-0.3 mm dan tanam pada medium MS/ ½ MS full vitamin tanpa
hormon yang ditambah dengan 10 ppm ribavirin dan inkubasi pada kondisi terang
seperti pada kultur inisiasi.
Perbanyakan terbatas tunas hasil isolasi pucuk/meristem
Setelah pucuk/meristem tumbuh dengan 2-3 daun lakukan subkultur pada medium yang
sama hingga 4-6 kali periode subkultur (tergantung respon varietas). Semua kultur
diinkubasi pada kondisi terang
Indeksing virus/viroid
Tunas hasil perbanyakan terbatas yang telah mendapatkan perlakuan panas, kultur
pucuk/meristem dan aplikasi antiviral selanjutnya diindeksing virus/viroid lagi untuk
Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013
67
memastikan bersih-tidaknya tunas dari adanya infeksi virus/viroid. Uji ini dilakukan
dengan cara mengirim beberapa sampel tunas ke laboratorium uji virus/viroid yang
terakreditasi
Perbanyakan tunas yang bebas virus/viroid
Setelah ada hasil uji resmi dari laboratorium terakreditasi bahwa tunas hasil isolasi
pucuk/meristem dinyatakan bebas virus/viroid, maka perbanyakan tunas dilakukan
untuk tujuan penyediaan bibit berkualitas bebas virus sesuai target yang ditentukan.
Aklimatisasi tunas bebas virus/viroid
Aklimatisasi tunas bebas virus/viroid dilakukan dengan cara memotong tunas dengan 2-
3 daun, kemudian menanam tunas dalam bak-bak plastik yang berisi arang sekam yang
telah dibasahi cukup dengan air. Tutup bak-bak plastik dengan plastik transparan yang
telah dilubangi selama 5-7 hari. Letakkan bak-bak plastik dalam rumah kaca yang telah
dipersiapkan dengan perlakuan tambahan penyinaran lampu pada malam harinya
(22.00-02.00) menggunakan nite break system. Tunas akan berakar dengan cepat
setelah 15 hari dapat dipindahkan ke polibag-polibag yang telah diisi dengan campuran
67omati arang sekam + sekam + pupuk organik/kandang (1:1:1, v/v/v) untuk produksi
bibit sebagai tanaman induk dan perunutan generasi.
Keunggulan teknologi
Aplikasi teknologi ini terbukti dapat meningkatkan kemampuan regenerasi dan kualitas
tanaman dan dalam kondisi bebas virus/viroid. Pemeliharaan tanaman dalam rumah
kasa bebas hama akan tetap menjaga kualitas tanaman yang bebeas virus/viroid.
Tanaman bebas virus/viroid ini dapat digunakan sebagai tanaman induk baru baik untuk
produksi benih maupun tanaman produksi. Untuk pembebasan virus/viroid diperlukan
waktu ± 10 bulan. Potensi bibit bebas virus/viroid yang dihasilkan sama dengan
perbanyakan in vitro krisan. Satu sumber eksplan dapat menghasilkan ± 45.000 bibit
berkualitas per tahun dengan kecepatan penggandaan= 1 menjadi 4-5 eksplan tiap 1.5
bulan.
Cara aplikasi teknologi
Teknologi ini dapat diaplikasikan langsung oleh pengguna untuk peningkatan kualitas
dan perbanyakan bibit berkualitas bebas virus/viroid pada krisan yang dimiliki. Untuk
jenis krisan yang kurang responsif modifikasi komposisi media yang telah ditemukan
terutama pada kombinasi konsentrasi hormon dapat dilakukan untuk meningkatkan
keberhasilannya.
Status Teknologi
Teknologi ini siap dikomersialisasikan dan dikerjasamakan dengan pengguna dalam
rangka peningkatan kualitas dan penyiapan bibit berkualitas krisan untuk tujuan
perbanyakan hasil pemuliaan, penelitian maupun sebagai bahan pembinaan kader ilmiah
bidang kultur jaringan
Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013
68
Gambar 4. Teknologi pembebasan virus/viroid pada krisan. A.Tanaman krisan yang
terserang virus/viroid, B. Tunas tanaman terserang virus yang dikultur
pada medium inisiasi, C. Tunas yang beregenerasi membentuk tunas
aksiler (± 1 bulan setelah kultur) untuk tujuan pembebasan virus/viroid, D.
Tunas aksiler hasil perbanyakan terbatas untuk tujuan pemanasan, E.
Tunas terserang virus yang dipanaskan pada suhu 35-40˚C selama 2-3
minggu, F. Tunas hasil pemanasan yang akan diisolasi tunas pucuknya, G.
Tunas aksiler yang diperbanyak pada medium yang mengandung 10 ppm
ribavirin dan disubkultur 4 kali, H. Alat untuk pengecekan virus, I. Hasil
pengecekan virus, J. Node tanaman yang sudah bebas dari virus/viroid
yang diperbanyak. K. Tunas aksiler bebas virus yang siap diaklimatisasi,
L. Tanaman bebas virus/viroid yang telah diaklimatisasi.
TEKNOLOGI PERBANYAKAN LILY SECARA IN VITROMENGGUNAKAN
PETAL DAN TANGKAI BUNGA SEBAGAI SUMBER EKSPLAN
Teknologi ini bermanfaat untuk memproduksi plantlet dan umbi mikro berkualitas
yang mudah diaklimatisasi dengan tingkat keberhasilan yang tinggi. Teknologi ini
dikembangkan dari kegiatan penelitian terstruktur yang telah dilakukan sebelumnya
(Pramanik & Rachmawati 2010). Teknologi ini terdiri dari beberapa komponen
teknologi, diantaranya: metode sterilisasi, kultur inisiasi, perbanyakan tunas, inisiasi
A B C D
E F G H
I J K L
Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013
69
umbi mikro, aklimatisasi (Gambar 5). Berbagai komponen teknologi tersebut diuraikan
lebih rinci sebagai berikut:
Metode sterilisasi
Eksplan yang digunakan adalah petal dan tangkai bunga dari kuncup bunga yang
masih berwarna hijau dan berukuran 4-7 cm. Eksplan disterilisasi menggunakan
1-2% benlate dan agrept selama 30 menit digojok pelan. Selanjutnya,kuncup
bunga gojok pelan dilarutan 70-80% alkohol selama 3 menit dan 2.5-5.0% NaOCl
+tween 20 selma 10 menit. Kemudian di rendam dalam larutan antibiotik 20 ppm
Selama 30 menit. Tahap terakhir adalah di gojok pada air akuades steril 5 kali,
masing-masing selama 3-5 menit. Eksplan yang telah streril di tiriskan di petridisk
yang sebelumnya telah dilapisi kertas tissue kering steril.
Kultur inisiasi
Eksplan dipotong-potong ± 0.5-1.5 cm dan dilukai, kemudian dikultur pada
media inisiasi MS + 0,5-1 ppm NAA + 0,08-0.1 ppm TDZ, dengan posisi petal
telungkup dan posisi tangkai bunga horisontal. Inkubasi gelap dilakukan selama
4-8 minggu dalam suhu 24±10C. Setelah tumbuh kalus dan/atau tunas kultur
dipindah ke kondisi terang (penyinaran 12 jam/hari) selama 4-6 minggu sampai
terbentuk tunas yang siap diregenerasikan.
Perbanyakan tunas
Tunas yang terbentuk diregenerasi di media MS + 0,5-1,0 ppm BA, dalam kondisi
terang. Sub kultur dilakukan setiap 4 minggu, dengan mengkultur tanaman secara
tunggal. Tingkat multiplikasi (Range of Multiplication) 3-5 kali, dan batas
maksimal pengkulturan 6 kali. Setelah 6 kali harus dilakukan kultur aseptik
kembali, hal tersebut dilakukan agar kestabilan genetiknya dapat terjaga.
Inisiasi Umbi Mikro
Induksi umbi mikro dilakukan setelah tunas terbentuk sempurna dan berukuran
cukup besar. Planlet dipangkas hingga tersisa ¼ bagian dan dikultur pada media
MS tanpa hormon. Inkubasi dilakukan pada kondisi gelap selama 6-8 minggu.
Aklimatisasi
Setelah terbentuk umbi mikro, kultur dipindahkan kekondisi terang selama 1
minggu. Dan setelah daun berwarna hijau kembali, planlet siap aklimatisasi.
Planlet ditanam pada arang sekam dan disungkup plastik transparan ±1 bulan.
Kemudian ditanam tunggal pada polybag dengan media arang sekam + humus
bambu + sekam (1:1:1, v/v/v) untuk pembesarannya.
Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013
70
A.Kriteria eksplan untuk perbanyakan in-vitro
lily. A.1. Kuncup bunga panjang 6 cm,
A.2.Kuncup bunga panjang 5 cm dan A.3
Kuncup bunga panjang 4 cm
B.Petal dan tangkai bunga steril
C.Potongan daun dan petiols
D-E.Eksplan petal yang membengkak
F.Inisiasi kalus pada eksplan petal
G.Inisiasi tunas pada eksplan tangkai bunga
I.Planletlili yang telah diregenerasikan secara
in vitro
J.Planlet untuk induksi pengumbian mikro
K.Indivisu umbi mikro
L. Kultur umbi mikro
M.Planlet lili yang siap diaklimatisasi;
N. Aklimatisasi lili
0.Tanaman lili dalam compot
Gambar 5. Diagram alir urutan kerja teknologi unggulan perbanyakan lily secara in
vitro dengan eksplan petal dan tangkai Bunga
Keunggulan Teknologi
Hasil penelitian menginformasikan bahwa penggunaan petal dan tangkai bunga
sebagai sumber eklsplan alternatif dalam poliferasi lily secara in vitro sangat
A B C D
E F G H
L K
¼ bagian planlet
I J
M N O
1 2 3
Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013
71
menguntungkan karena eksplan sangat mudah diperoleh, memiliki potensi lebih
steril, dan memiliki tingkat proliferasi tunas yang cukup tinggi.
Keberhasilan teknologi ini dapat dilihat dari produksi tanaman lily dalam 1 tahun.
Apabila keberhasilan inisiasi 60% x 30 petal dan/atau petiol maka dihasilkan 18
tunas, dengan periode sub-kultur 6 kali dan tingkat multiplikasi 3 kali, dan dengan
keberhasilan multiplikasi 80% maka akan dihasilkan: 80%x18 x 36 = 10497,6
planlet/tahun. Setiap planlet dapat menginduksi 2-3 umbi mikro, maka akan
dihasilkan: 10497,6 x 2 = 20995,2 umbi mikro/tahun. Apabila keberhasilan
aklimatisasi adalah 80% maka dapat dihasilkan bibit 16736,16 bibit aklimatisasi.
Jika faktor koreksi produksi 15%, maka benih produksi akhir dalam 1 tahun
mencapai 14225,736 bibit.
Cara aplikasi teknologi
Teknologi ini dapat diaplikasikan langsung oleh pengguna untuk perbanyakan
secara in-vitro pada jenis lily lainnya dengan memodifikasi komposisi media yang
telah ditemukan terutama pada kombinasi konsentrasi hormon sitokinin dan
auksinnya.
Status Teknologi
Teknologi ini siap dikomersialisasikan dan dikerjasamakan dalam rangka
penyiapan bibit berkualitas lily untuk tujuan perbanyakan hasil pemuliaan,
penelitian maupun sebagai bahan pembinaan kader ilmiah bidang kultur jaringan.
TEKNOLOGI PERBANYAKAN FERN (LEATHER LEAF) SECARA IN VITRO
MENGGUNAKAN RHIZOME SEBAGAI DONOR EKSPLAN
Teknologi ini sangat bermanfaat terutama berkaitan dengan produksi bibit
berkualitas karena menggunakan rhizome sebagai sumber donor eksplan. Teknologi ini
dikembangkan sejak tahun 2008 dan telah dipublikasikan dijurnal internasional
(Winarto & Teixeira 2012a dan 2012b). Hasil yang lebih sigifikan dalam perbanyakan
masa saat ini telah dihasilkan dan akan dipublikasikan juga di jurnal internasional.
Teknologi ini terdiri dari beberapa komponen teknologi, diantaranya: metode sterilisasi,
sistem kultur jembatan kertas, media inisiasi, media proliferasi, penyiapan plantlet dan
aklimatisasi (Gambar 6). Berbagai komponen teknologi tersebut diuraikan lebih rinci
sebagai berikut:
Metode sterilisasi
Ambil rhizome yang masih aktif tumbuh dan potong ± 1-2 cm dari tanaman donor.
Bersihkan rhizome dari tanah dan sisik yang melekat dibawah air mengalir. Rendam
dalam larutan alcohol 96% selama 3 menit sambil digojok secara manual dengan
tangan. Letakkan di bawah air mengalir selama 2-3 jam. Bawa rhizome ke laminar air
flow cabinet dan lanjutkan sterilisasi dengan merendam rhizome dalam 0.05% larutan
HgCl2 selama 10 menit sambil digojok secara manual dengan tangan. Bilas dengan air
Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013
72
destilasi steril 5-6 kali (@ 5 menit). Tiriskan rhizome dalam cawan petri steril yang
berisi kertas tisu steril.
Kultur inisiasi
Ambil rhizome steril, potong bagian pangkal yang rusak akibat proses sterilisasi.
Letakkan rhizome yang telah dipotong dalam posisi tegak di atas jembatan kertas pada
botol kultur yang telah diisi dengan medium inisiasi (media ½ MS yang mengandung
2.5 mg/l 2,4-D, 2.5 mg/l TDZ dan 30 g/l sukrosa). Inkubasi dalam ruang gelap pada
suhu 24 ± 1̊C selama 15 hari. Pindahkan kultur pada inkubasi terang dengan 16 jam
fotoperiode dibawah lampu fluoresen dengan intensitas ± 30 µmol/m2/s pada suhu yang
sama. Setelah 15 hari inkubasi terang, subkultur rhizome pada medium ½ MS yang
ditambah dengan 0.25 mg/l 2,4-D, 0.25 mg/l TDZ and 1.0 mg/l BAP. Bakal tunas
umumnya beregenerasi membentuk bakal-bakal daun 1 bulan sejak kultur inisiasi
Perbanyakan tunas
Tunas yang telah beregenerasi selanjutnya disubkultur pada medium ½ MS yang
mengandung 0.13 mg/l 2,4-D, 0.13 mg/l TDZ, 0.5 mg/l BAP dalam bentuk semi padat
dan inkubasi pada kondisi terang dengan 16 jam fotoperiode di bawah lampu fluoresen
dengan intensitas ± 30 µmol/m2/s pada suhu 24 ± 1̊ C selama 1 bulan. Subkultur tunas
pada medium ½ MS yang mengandung 0.25 mg/l BAP dan 0.5-1.0 mg/l kinetin.
Inkubasi pada kondisi yang sama. Jumlah rhizome umumnya bertambah dari 1 hingga
10 buah dengan rata-rata 3-5 rhizome/tunas per eksplan. Perbanyakan tunas dapat
dilakukan hingga 6-7 kali subkultur. Pada subkultur 3-4 umumnya akar sudah mulai
terbentuk
Penyiapan plantlet dan aklimatisasi
Plantlet disiapkan dengan cara memisahkan rhizome-rhizome yang telah berakar
menjadi plantlet-plantlet tunggal dan menanamnya pada medium ½ MS yang
mengandung hormone rendah, 1% arang aktif, dan 20 g/l sukrosa. Setelah plantlet
cukup kuat, plantlet diambil, dikeluarkan dan dibersihkan akarnya dari sisa-sisa agar
yang menempel. Plantlet selanjutnya ditanam dalam bak-bak plastic yang berisi arang
sekam yang telah dibasahi air. Tutup dengan plastik transparan, letakkan di tempat yang
agak teduh di rumah kaca selama 7-10 hari. Buka plastik dan biarkan tanaman tetap
pada tempat teduh. Setelah 1 bulan masa aklimatisasi, tanaman dipindah dalam pot-pot
tunggal yang berisi media campuran arang sekam dan pupuk organik (1:1, v/v). Setelah
1 bulan pengepotan tanaman tunggal, tanaman siap digunakan oleh petani/pengguna.
Keberhasilan aklimatisasi berkisar antara 80-100%.
Keunggulan teknologi.
Teknologi ini berbasis penggandaan tunas pucuk menggunakan kombinasi hormone
2,4-D dan TDZ. Hormon ini digunakan untuk memecah masa dormansi regenerasi tunas
yang lambat pada leather leaf/fern. Teknologi ini mampu menginisiasi regenerasi tunas
dalam waktu kurang dari 1.5 hari. Regenerasi lanjut terjadi 1.5-2.0 bulan kemudian.
Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013
73
Pengakaran terjadi setelah 3-4 kali subkultur atau 7-9 bulan setelah kultur inisiasi.
Kecepatan penggandaan tunas adalah 3-5 tunas per 2 bulan. Dalam 1 tahun dari 1
eksplan dapat dihasilkan 231.444 tanaman dengan kualitas pertumbuhan dan
perkembangan yang lebih baik (pada kondisi optimal). Hasil ini berada jauh diatas
perbanyakan konvensional yang hanya menghasilkan 16-20 tanaman per tahun.
Cara aplikasi teknologi
Teknologi ini dapat diaplikasikan dalam perbanyakan leather leaf fern dan jenis paku-
pakuan yang lain. Kunci sukses teknologi ini terletak pada keberhasilan kultur inisiasi
menggunakan sistem jembatan kertas kecil hingga subkultur eksplan pada media semi
padat. Sistem ini adalah sistem kecil dengan tingkat keberhasilan yang tinggi mencapai
70% eksplan beregenerasi. Sistem ini pula yang mampu menekan terjadinya
kontaminasi baik oleh bakteri maupun jamur hingga 80%.
Gambar 6. Diagram alir urutan kerja teknologi perbanyakan leather leaf fern secara in
vitro melalui penggandaan tunas
a
g
f
d c e b
j i h
a. Tanaman hasil kultur/induk b. Rhizome sebagai sumber eksplan c. Rhizome diatas jembatan kertas
d-e Rhizome yang beregenerasi f. Regenerasi tunas pada media semi
padat g. Penggandaan tunas h. Penyiapan plantlet i. Plantlet siap aklimatisasi j. Aklimatisasi plantlet
Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013
74
Status teknologi
Teknologi ini siap dikomersialisasikan dan dikerjasamakan dalam rangka penyiapan
bibit berkualitas leather leaf fern untuk tujuan peremajaan lahan maupun pembukaan
lahan baru maupun sebagai bahan pembinaan kader ilmiah bidang kultur jaringan.
PROSPEK APLIKASI TEKNOLOGI PERBANYAKAN MASA BIBIT
TANAMAN HIAS
Berbagai teknologi perbanyakan masa bibit berkualitas tanaman hias, baik yang
telah dihasilkan, maupun yang sedang dan akan dikembangkan oleh Balithi diharapkan
dapat menjadi salah satu faktor penggerak kemajuan industri florikultura di Indonesia.
Uji coba dan penerapan berbagai teknologi tersebut perlu dilakukan tidak hanya terbatas
pada varietas-varietas unggul baru yang dihasilkan oleh Balithi, tetapi juga diarahkan
untuk mengembangkan juga varietas/klon-klon unggul baru yang dihasilkan oleh pelaku
usaha agribisnis florikultura Nasional dan varietas-varietas unggul introduksi yang
banyak digunakan oleh masyarakat dan sudah menjadi milik publik (public domain).
Tersedianya bibit berkualitas tanaman hias secara berkesinambungan diharapkan dapat
meningkatkan kualitas dan produktivitas pelaku usaha tanaman hias, yang berdampak
terhadap pendapatan petani, menurunnya ketergantungan terhadap bibit impor dan
meningkatkan potensi ekspor produk florikultura nasional.
PENUTUP
Industri florikultura merupakan sektor pertumbuhan ekonomi baru di Indonesia.
Kemajuan industri ini dipengaruhi oleh berbagai hal, salah satunya adalah ketersediaan
teknologi perbanyakan masa bibit berkualitas tanaman hias, yang efektif dan efisien.
Dalam kontek penyediaan teknologi perbanyakan masa tersebut, Balithi sebagai UPT
dibawah Puslitbanghorti yang melakukan penelitian dan pengembangan tanaman hias
memiliki peran yang sangat penting. Berbagai teknologi perbanyakan masa bibit
berkualitas tanaman hias telah, sedang dan akan dihasilkan oleh Balithi. Teknologi-
teknologi tersebut diharapkan memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung
kemajuan industri florikultura di Indonesia dengan meningkatkan ketersediaan bibit
berkualitas secara berkesinambungan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Altan, F, Bürün, B, Şahin, N 2010, ‘Fungal contaminants observed during micropropagation of Lili
candidum L. And the effect of chemotherapeutic substances applied after sterilization’, Afr. J.
Biotech., vol. 9, no. 7, pp. 991-995,
2. Azadi, P, Khosh-Khui, M 2007, ‘Micropropagation of Lili ledebourii (Baker) Boiss as affected by
plant growth regulator, sucrose concentration, harvesting season and cold treatments’, Elect. J.
Biotech., vol. 10, no 4, pp. 1-10.
3. Bakhshaie, M, Babalar, M, Mirmasoumi, M, Khalighi, A 2010, ‘Somatic embryogenesis and plant
regeneration of Lili ledebourii (Baker) Boiss., an endangered species’, Plant Cell Tiss Organ Cult.
Vol. 102, pp. 229–235.
Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013
75
4. Bertrand, AM, Albuerne, MA, Fernández, H, González, A., Sánchez-Tamés, R 1999, ‘In vitro
organogenesis of Polypodium cambricum’,Plant Cell Tiss. Organ Cult.,vol. 57, no. 1, pp. 65-69.
5. Budiarto, K, Sulyo, Y, Rahardjo, IB, Pramanik, D 2008, ‘Pengaruh Durasi Pemanasan Terhadap
Keberadaan Chrysanthemum Virus-B pada Tiga Varietas Krisan Terinfeksi’, J. Hort., vol. 18, no. 2,
pp. 185-192.
6. Chang, C, Chen, CT, Tsai, YC, Chang, WC 2000, ‘A tissue culture protocol for propagation of a
rare plant, Lili speciosum Thumb. Var. Gloriosoides Baker’, Bot. Bull. Acad, Sin., vol. 41, pp. 139-
142.
7. Chen, JT, Chang, WC 2006,‘Direct somatic embryogenesis and plant regeneration from leaf
explants of Phalaenopsis amabilis’,Biol. Plant., vol. 50, no. 2, pp. 169-173.
8. Dapküniene, S, Indrišiünaite, G, Juodkaite, R, Navalinskiene, M, Samuitiene, M 2004, ‘Tissue
culture for elimination of lily virusesdepending on explant type’, Acta Universitatis Latviensis,
Biology, vol. 676, pp. 163–166.
9. Gow, WP, Chen, JT,Chang, WC 2008,‘Influence of growth regulators on direct embryo formation
from leaf explants of Phalaenopsis orchids’, Acta Physiol. Plant., vol. 30, pp. 507–512.
10. Gow, WP, Chen, JT, Chang, WC 2009,‘Enhancement of direct somatic embryogenesis and plantlet
growth from leaf explants of Phalaenopsis by adjusting culture period and explant length’,Acta
Physiol Plant. Published online: 22 December 2009
11. Ilahi, I, Jabeen, M, Sadaf, SN 2007, ‘Rapid Clonal Propagation of ChrysanthemumThrough
Embroyogenic Callus Formation’, Pak. J. Bot., vol. 39, no. 6, pp. 1945-1952.
12. Ishii, Y, Takamura, T, Goi, M, Tanaka, M 1998,‘Callus induction and somatic embryogenesis of
Phalaenopsis’,Plant Cell Rep.,vol. 17, pp. 446–450.
13. Kędra, M, Bach, A 2005, ‘Morphogenesis of Lili Martagon L. Explants in Callus Culture’, Acta
Biol. Crac. Series Bot., vol. 47, no. 1, pp. 65–73.
14. Khawar, KM, Cocu, S, Parmaksiz, I, Sarihan, EO, Özcan, S 2005, ‘Mass Proliferation of Madonna
Lily (Lili candidum L) under In Vitro Conditions’, Pak. J. Bot., vol. 37, no. 2, pp. 243-248.
15. Kuo, HL, Chen, JT, Chang, WC 2005,‘Efficient plant regeneration through direct somatic
embryogenesis from leaf explants of Phalaenopsis ‘Little Steve’,In VitroCell. Dev. Biol.—Plant.,
vol. 41, pp. 453–456.
16. Langens-Gerrits, M, De Klerk, GJ, Croes, A 2003, ‘Phase change in lily bulblets regenerated in
vitro’, Physiol. Plant., vol. 119, pp. 590–597.
17. Liu, THA, Lin, JJ, Wu, RY 2006,‘The effects of using trehalose as a carbon source on the
proliferation of Phalaenopsis and Doritaenopsis protocorm-like-bodies’,Plant Cell, Tiss. Organ
Cult., vol. 86, pp. 125–129.
18. Misra, P, Datta, SK 2007, ‘Standardization of in vitro protocol in Chrysanthemum cv. Madam E
Roger for development of quality planting material and to induce genetic variability using
radiation’, Indian J. Biotechnol., vol. 6, pp. 121-124.
19. Murdad, R, Hwa, KS, Seng, CK, Latip, MA, Aziz, ZA, Ripin, R 2006,‘High frequency
multiplication of Phalaenopsis 75omatic75n using trimmed bases protocorms technique Sci.
Hort.,vol. 111, pp.73–79.
20. Nahid, JS, Syamali, S, Kazumi, H 2007, ‘High frequency shoot regeneration from petal explants of
Chrysanthemum morifolium Ramat in vitro. Pak. J. Biol. Sci., vol. 10, no.19, pp. 3356-3361.
21. Nhut, DT, Hai, NT, Don, NT, Teixeira da Silva, JA, Tran Thanh Van, K 2006, ‘Latest applications
of Thin Cell Layer (TCL) culture systems in plant regeneration and morphogenesis. In: Teixeira da
Silva JA (ed) Floriculture,Ornamental and Plant Biotechnology: Advances and Topical Issues (1st
edn, Vol II), Global Science Books, London, UK, pp. 465-471
22. Park, SY, Murthy, HN, Paek, KY 2002,‘Rapid propagation of Phalaenopsis from floral stalk-
derived leaves’,In Vitro Cell. Dev. Biol.—Plant., vol. 38, pp. 168–172.
23. Pramanik, D, Rachmawati, F, 2010, ‘Pengaruh jenis media kultur in vitro dan jenis eksplan terhadap
morfogenesis lili oriental’, J. Hort., vol. 20, no. 2, pp. 111-119.
24. Rachmawati, F, Pramanik, D, Winarto, B, Soedarjo, M 2010, ‘Seleksi media dan eksplan pada
75omatic75nesis75omaticPhalaenopsis cv. Puspa Tiara Kencana’,Laporan Hasil Penelitian. Balai
Penelitian Tanaman Hias Jln. Raya Ciherang/PO. Box 8 Sindanglaya, Pacet-Cianjur 43253, Jawa
Barat. 26 Halaman.
25. Samson, I, Hamama, L, Letouze, R, Samson, I 2010,‘The role of new synthetic cytokinin in the
improvement of mass propagation of Phalaenopsis via protocorms regeneration’, ISHS Acta
Horticulturae 508 : XIX International Symposium on Improvement of Ornamental Plants (Abstract).
Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013
76
26. Shintiavira, H, Pramanik, D, Rachmawati, F, Rianawati, S, 2011, ‘Perbedaan Sistem Kultur (Solid,
Liquid, Thin Film Liquid dan Paper Bridge) pada Perbanyakan Klonal Phalaenopsis’, Laporan
Hasil Penelitian, Balai Penelitian Tanaman Hias. Jln. Raya Ciherang, Pacet-Cianjur 43253, Jawa
Barat. 25 Halaman.
27. Shintiavira, H, Soedarjo, M, Suryawati, Winarto, B 2012, ‘Studi Pengaruh Substitusi Hara Makro
dan Mikro Media MS dengan Pupuk Majemuk dalam Kultur In Vitro Krisan’, J. Hort., vol 21, no.4,
pp. 334-341.
28. Tokuhara, K,Mii, M 2003,‘Highly-efficient somatic embryogenesis from cell suspension cultures of
Phalaenopsis orchids by adjusting carbohydrate sources’,In Vitro Cell. Dev. Biol.—Plant., vol39,
pp.635–639.
29. Shatnawi, M, Al-Fauri, A, Megdadib, H, Al-Shatnawic, MK, Shiblid, R, Abu-Romman, S, Al-
Ghzawi, AL 2010, ‘In Vitro Multiplication of Chrysanthemum morifolium Ramat and it is
Responses to NaCl Induced Salinity’, Jordan J. Biol. Sci., vol. 3, no. 3, pp,101-110.
30. Sinha, P, Jahan, MAA 2011,‘Clonal Propagation of Phalaenopsis amabilis (L.) BL. Cv. ‘Golden
Horizon’ Through In vitro Culture of Leaf Segments’,Bangladesh J. Sci. Ind. Res.,vol. 46, no. 2, pp.
163-68.
31. Waseem, K, Jilani, MS, Khan, MS 2009, ‘Rapid plant regeneration of chrysanthemum
(Chrysanthemum morifolium l.) through shoot tip Culture’, Afr. J. Biotechnol., vol. 8, no. 9, pp.
1871-1877.
32. Waseem, K, Jilani, MS, Khan, MS, Kiran, M, Khan, G 2011, ‘Efficient in vitro regeneration of
chrysanthemum (Chrysanthemum morifolium L.) plantlets from nodal segments’, Afr. J.
Biotechnol., vol. 10, no. 8, pp. 1477-1484.
33. Winarto, B, Shintiavira, H, Wegadara, M 2012, ‘Optimasi media-sumber karbon, posisi-ukuran
eksplan, dan media proliferasi yang optimal untuk perbanyakan Phalaenopsis Balithi secara
meriklon dan perbanyakan klon-klon terpilih’, Laporan Hasil Penelitian, Balai Penelitian Tanaman
Hias, Jln. Raya Ciherang, Pacet-Cianjur 43253, Jawa Barat, 38 Halaman.
34. Winarto, B, Teixeira da Silva, JA2012a, ‘Improved micropropagation protocol for leatherleaf fern
(Rumohra adiantiformis) using rhizomes as donor explants’,Sci. Hort.,vol. 140, pp. 74–80.
35. Winarto, B, Teixeira da Silva, JA 2012b, ‘Sterilization procedure for in vitro culture of leather leaf
fern (Rumohra adiantiformis). Int. J. Plant Dev. Biol., vol. 6, no. 1, pp. 46-50.
36. Zenkteler, E 2006, ‘Micropropagation of Matteucia struthiopteris (L.) Tod. Through meristem
proliferation from rhizomes’,Biodiv. Res. Conserv., vol. 1-2, pp. 167-173.
DISKUSI
Pertanyaan 1, Tri Martini, BPTP Yogyakarta
Apakah teknologi perbanyakan masa tanaman hias yang diampaikan dapat diterapkan
didaerah?
Jawab
BPTP bisa mendapatkan teknologi-teknologi tersebut, baik berupa produk atau
pendampingan teknologi. Bahkan jika diperlukan dapat juga diadakan pelatihan
langsung untuk beberapa kelompok tani, BPTP hingga pelaku agribisnis tanaman hias
dilokasi yang dikehendaki. Caranya tinggal mengajukan surat kepada Balithi, nanti
Balithi akan menindak-lanjuti sesuai dengan kebutuhan pelatihan teknologi yang
dibutuhkan.
Prosiding Seminar Inovasi Florikultura Nasional 2013
77
Pertanyaan 2, Fitri, Kebun Raya Bogor
Terkait dengan teknologi perbanyakan anggrek yang berhasil dikembangkan oleh
Balithi, apakah sudah ada media optimal yang dapat digunakan untuk perbanyakan
anggrek yang lain? Berapa lama waktu yang diperlukan untuk menghasilkan benih
berkualitas anggrek dari sejak inisiasi hingga tanaman teraklimatisasi
Jawab
Sebenarnya tiap anggrek dan tiap sumber eksplan memerlukan media spesifiknya
masing-masing. Media yang optimal untuk satu jenis anggrek, sepenjang digunakan
untuk jenis anggrek yang sama dimungkinkan dapat menghasilkan benih berkualitas
seperti yang diharapkan, namun untuk jenis yang berbeda, pasti diperlukan modifikasi
untuk meningkatkan kesesuaiannya. Berikutnya terkait dengan waktu yang diperlukan,
akan sangat tergantung dari jumlah benih yang diperlukan, respon spesifik tanaman dan
kesesuaian eksplan dengan media. Pada jenis genotipe yang responsif, waktu yang
diperlukan sejak inisiasi hingga produksi benih (1000 tanaman) berkisar antara 1.3-1.6
tahun, namun pada tanaman dengan respon lambat waktu yang diperlukan dengan
jumlah yang sama diperlukan waktu hingga 2.5-3.0 tahun.
Pertanyaan 3, Ibu Juang, IPB
Apakah teknologi pembebasan virus pada krisan telah digunakan oleh pihak lain?
Bagaimana tanggapan pengguna?
Jawab
Teknologi pembebasan virus pernah dimanfaatkan oleh PT Saung Mirwan dalam
membantu menyediakan krisan bebas virus, teknologi ini juga digunakan secara berkala
untuk penyiapan tanaman induk bebas virus oleh UPBS Balithi. Tentang tanggapan dari
pengguna cukup baik dan perlu ditingkatkan untuk jenis tanaman yang lain
Pertanyaan 4, Rosana, Asbindo
Selama ini umbi lili yang banyak diusahakan di Indonesia umumnya diimpor dari
Negara lain seperti Belanda, apakah Balithi juga sudah mampu menyiapkan umbi
produksi untuk lili hasil pemuliaannya?
Jawab
Memang disadari oleh kami bahwa perbanyakan lili yang mudah dalam penyiapan
plantlet dan umbi mikro, namun saying teknologi pembesaran umbi produksi belum
disiapkan oleh Balithi. Perlu diinformasikan bahwa dari kegiatan tahun 2013 dan 2014,
diharapkan Balithi sudah menghasilkan teknologi pembesaran umbi tersebut yang bias
digunakan untuk membantu pelaku usaha lili dalam menyiapkan umbi produksi.