4 Macam Solusi Dalam Menghadapi berbagai Persoalan Kehidupan
Proses Produksi Berbagai Macam Logam
-
Upload
muhammad-iqbal -
Category
Documents
-
view
153 -
download
6
description
Transcript of Proses Produksi Berbagai Macam Logam
TUGAS
TEKNIK MANUFAKTUR II
“PROSES PEMBUATAN BERBAGAI
MACAM LOGAM”
OLEH
MUHAMMAD IQBAL
1110913006
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2013
Proses Produksi Berbagai Macam Logam
A. Proses Pembuatan Almunium
Aluminium unsur logam adalah unsur yang paling berlimpah ketiga dalam kerak
bumi, yang terdiri dari 8% dari tanah planet dan batu (oksigen dan silikon membentuk
47% dan 28% masing-masing). Di alam, aluminium hanya ditemukan dalam senyawa
kimia dengan unsur lain seperti belerang, silikon, dan oksigen. Murni, aluminium logam
dapat diproduksi secara ekonomis hanya dari bijih aluminium oksida.
Bahan Baku
Senyawa Aluminium terjadi pada semua jenis tanah liat, tetapi bijih yang paling
berguna untuk memproduksi aluminium murni adalah bauksit. Bauksit terdiri dari
aluminium oksida 45-60%, bersama dengan kotoran berbagai seperti pasir, besi, dan
logam lainnya. Meskipun beberapa deposit bauksit adalah hard rock, sebagian besar
terdiri dari kotoran relatif lunak yang mudah digali dari open pit tambang. Australia
memproduksi lebih dari sepertiga dari pasokan dunia dari bauksit. Dibutuhkan sekitar 4
lb (2 kg) bauksit untuk menghasilkan 1 lb (0,5 kg) dari logam aluminium.
Gambar 1 dan 2. Bongkahan Bauksit dan lokasi penambangan bauksit
Kaustik soda (sodium hidroksida) digunakan untuk melarutkan senyawa aluminium
ditemukan dalam bauksit, memisahkan mereka dari kotoran. Tergantung pada komposisi
dari bijih bauksit, jumlah yang relatif kecil dari bahan kimia lain dapat digunakan dalam
ekstraksi
Aluminium yang diproduksi dalam dua tahap:
1. Bayer pemurnian bijih bauksit untuk memperoleh aluminium oksida
2. Hall-Heroult peleburan aluminium oksida untuk melepaskan aluminium murni.
Proses Bayer
Berikut adalah proses bayer untuk mendapatkan Alumina:
1. Pertama, bijih bauksit dihancurkan secara mekanik. Kemudian, bijih dicampur dengan
soda kaustik dan diproses di pabrik penggilingan untuk menghasilkan bubur (suspensi
berair) yang mengandung partikel sangat halus dari bijih.
2. Bubur ini dipompa ke digester, tangki yang berfungsi seperti pressure cooker. Bubur
dipanaskan sampai 230-520 ° F (110-270 ° C) di bawah tekanan dari 50 lb / in 2 (340
kPa). Kondisi ini dipertahankan untuk waktu beberapa jam. Soda api ditambahkan
untuk memastikan bahwa semua aluminium yang mengandung senyawa dilarutkan.
3. Bubur panas, yang sekarang menjadi solusi natrium aluminat, melewati serangkaian
tangki flash utuk mengurangi tekanan. Panas yang ada dapat digunakan kembali dalam
proses pemurnian.
4. Bubur dipompa ke dalam tangki pengendapan. Tidak seperti bubur, kotoran tidak akan
larut dalam soda kaustik melainkan akan mengendap di bagian bawah tangki. Residu
(disebut “lumpur merah”) yang terakumulasi di dasar tangki terdiri dari pasir halus,
oksida besi, oksida dan unsur jejak seperti titanium.
5. Setelah kotoran dikeluarkan, cairan yang tersisa, yang terlihat seperti kopi, dipompa
melalui serangkaian filter kain. Setiap partikel halus dari kotoran dalam larutan
terjebak oleh penyaring
6. Cairan yang telah disaring dipompa melalui serangkaian tangki presipitasi setinggi
enam lantai. Benih kristal alumina hidrat (alumina terikat pada molekul air) ditaburkan
pada bagian atas masing-masing tangki. Benih kristal tumbuh karena alumina yang
terlarut menempel pada benih Kristal.
7. Endapan kristal (mengendap di dasar tangki) disingkirkan. Setelah pencucian, mereka
dipindahkan ke kiln untuk kalsinasi (pemanasan untuk melepaskan molekul air yang
secara kimiawi terikat pada molekul alumina). Sebuah konveyor bergerak dalam kiln,
memutar silinder yang dimiringkan untuk memungkinkan gravitasi untuk
memindahkan material melaluinya. Sebuah suhu 2.000 ° F (1.100 ° C) drive dari
molekul air, meninggalkan anhidrat (tanpa air) Kristal alumina.
Gambar 3. Diagram Proses Bayer
Gambar 4. Alumina
Proses Hall-Heroult
Peleburan alumina menjadi aluminium metalik terjadi dalam tong baja yang
disebut panci reduksi. Bagian bawah panci dilapisi dengan karbon, yang bertindak
sebagai elektroda (konduktor arus listrik) dari sistem. Elektroda terdiri dari satu set
batang karbon digantung di atas panci, elektroda diturunkan ke dalam larutan elektrolit
dan ditahan sekitar 3,8 cm di atas permukaan aluminium cair yang menumpuk di lantai
pot. Pot Pengurangan tersebut diatur dalam baris (potlines) yang terdiri dari 50-200 pot
yang dihubungkan secara seri untuk membentuk sebuah sirkuit listrik. Setiap potline
dapat menghasilkan 66,000-110,000 ton aluminium per tahun. Sebuah pabrik peleburan
terdiri dari dua atau tiga potlines.
Gambar 5. Diagram Proses Hall-Heroult
8. Di dalam panci pengurangan, kristal alumina dilarutkan dalam cryolite cair pada suhu
1,760-1,780 ° F (960-970 ° C) untuk membentuk suatu larutan elektrolit yang akan
menghantarkan listrik dari batang karbon. Arus searah (4-6 volt dan ampere 100,000-
230,000) dilewatkan melalui larutan. Reaksi yang dihasilkan memecah ikatan antara
aluminium dan atom oksigen dalam molekul alumina. Oksigen yang dilepaskan
tertarik ke batang karbon, di mana ia membentuk karbon dioksida. Atom-atom
aluminium mengendap di dasar panci sebagai logam almunium murni cair.
B. Proses Pembuatan Tembaga
Tembaga dapat ditemukan baik sebagai tembaga asli atau sebagai bagian dari
mineral. Tetapi, mudah didapat dari mineral. Tembaga sangat langka dan jarang sekali
diperoleh dalam bentuk murni. Tembaga asli disebut polikristal. Penggunaan tembaga
yaitu dalam bentuk logam merupakan paduan penting dalam bentuk kuningan, perunggu
serta campuran emas dan perak. Ada banyak contoh tembaga yang mengandung mineral,
misalnya kalkopirit dan kalkosit, tembaga sulfida, azurite dan perunggu, karbonat
tembaga dan cuprite.
Pembuatan Tembaga
Tembaga adalah salah satu jenis mineral dari hasil suatu pertambangan. Dari
hasil tambang itulah dilakukan pemisahan antara tembaga dengan tanah yang disebut
bijih. Dari bijih Cu mulailah awal proses pembuatan tembaga. Biasanya bijih yang paling
banyak ditemukan di alam adalah bijih tembaga-besi sulfida (CuFeS2).
Tahap pertama pembuatan tembaga yaitu melakukan flotasi (pengapungan). Dari
flotasi ini dihasilkan bijih pekat Cu. Kemudian bijih dipanggang agar besi sulfida berubah
menjadi besi oksida. Setelah melalui proses pemanggangan bijih dileburkan terlebih
dahulu sehingga mencair dan terpisah menjadi 2 lapisan. Salah satu lapisan yang terdri
dari Cu2S dan besi cair ini dipindahkan lalu tiupkan udara sehingga reaksi redoks terjadi
dan menghasilkan tembaga yang mengandung gelembung SO2 beku (tembaga lepuh).
Dari proses ini sudah terbentuk tembaga yang mengandung 98-99% Cu disertai berbagai
jenis pengotor sehingga harus dibersihkan dahulu melalui proses elektrolisis.
Gambar 6. Permukaan gelembung buih flotasi (kiri) dan Luapan
buih slurry (kanan) mengandung konsentrat bijih tembaga.
Proses pembersihan dilakukan dengan menggunakan tembaga lepuh di anoda dan
tembaga murni di katoda, memakai larutan CuSO4. Selama proses elektrolisis, Cu
dipindahkan dari anoda ke katoda dengan potensial tertentu sehingga Cu murni bisa
didapatkan.
Gambar 7. Tembaga batangan dengan kadar >97%
C. Proses Pembuatan Emas
Emas terbentuk dari proses magmatisme atau pengkonsentrasian di permukaan.
Beberapa endapan terbentuk karena proses metasomatisme kontak dan larutan
hidrotermal, sedangkan pengkonsentrasian secara mekanis menghasilkan endapan letakan
( placer ).Endapan emas dikatagorikan menjadi dua yaitu Endapan primer dan Endapan
plaser
Metode penambangan emas sangat dipengaruhi oleh karakteristik cebakan emas
primer atau sekunder yang dapat mempengaruhi cara pengelolaan lingkungan yang akan
dilakukan untuk meminimalisir dampak kegiatan penambangan tersebut. Cebakan emas
primer dapat ditambang secara tambang terbuka ( open pit ) maupun tambang bawah
tanah ( underground minning ). Sementara cebakan emas sekunder umumnya ditambang
secara tambang terbuka.
Jebakan Primer
Jebakan primer merupakan Jebakan yang terbentuk bersamaan dengan proses
pembentukan batuan. Salah satu tipe jebakan primer yang biasa dilakukan pada
penambangan skala kecil adalah bijih tipe vein ( urat ), yang umumnya dilakukan dengan
teknik penambangan bawah tanah terutama metode gophering / coyoting ( di Indonesia
disebut lubang tikus ). Terhadap batuan yang ditemukan, dilakukan proses peremukan
batuan atau penggerusan, selanjutnya dilakukan sianidasi atau amalgamasi, sedangkan
untuk tipe penambangan sekunder umumnya dapat langsung dilakukan sianidasi atau
amalgamasi karena sudah dalam bentuk butiran halus.
Gambar 8. Bijih emas tipe Vein
Jebakan Sekunder
Jebakan emas sekunder atau yang lebih dikenal sebagai endapan emas aluvial
merupakan emas yang diendapkan bersama dengan material sedimen yang terbawa oleh
arus sungai atau gelombang laut adalah karakteristik yang umum ditambang oleh rakyat,
karena kemudahan penambangannya.
Secara umum penambangan emas aluvial dilakukan berdasarkan atas prinsip :
1. Butir emas sudah terlepas sehingga bijih hasil galian langsung mengalami proses
pengolahan.
2. Berdasarkan lokasi keterdapatan, pada umumnya kegiatan penambangan
dilakukan pada lingkungan kerja berair seperti sungai-sungai dan rawa-rawa,
sehingga dengan sendirinya akan memanfaatkan air yang ada di tempat
sekitarnya.
Karakteristik dari endapan emas aluvial akan menentukan sistem dan peralatan dalam
melakukan kegiatan penambangan. Berdasarkan karakteristik endapan emas tersebut,
metode penambangan terbuka yang umum diterapkan dengan menggunakan peralatan
berupa :
1. Pendulangan ( panning )
Penambangan dengan cara pendulangan banyak dilakukan oleh pertambangan
rakyat di sungai atau dekat sungai. Cara ini banyak dilakukan oleh penambang
perorangan dengan menggunakan nampan pendulangan untuk memisahkan konsentrat
atau butir emas dari mineral pengotornya.
Gambar 9. Proses pendulangan emas
2. Tambang semprot ( hydraulicking )
Pada tambang semprot digunakan alat semprot ( monitor ) dan pompa untuk
memberaikan batuan dan selanjutnya lumpur hasil semprotan dialirkan atau dipompa ke
instalasi konsentrasi ( sluicebox / kasbok ). Cara ini banyak dilakukan pada pertambangan
skala kecil termasuk tambang rakyat dimana tersedia sumber air yang cukup, umumnya
berlokasi di atau dekat sungai.
Gambar 10. Proses hydraulicking
Beberapa syarat yang menjadikan endapan emas aluvial dapat ditambang menggunakan
metode tambang semprot antara lain :
1. Kondisi/jenis material memungkinkan terberaikan oleh semprotan air
2. Ketersediaan air yang cukup
3. Ketersediaan ruang untuk penempatan hasil cucian atau pemisahan bijih
Setelah bijih emas didapatkan,dilakuan proses ekstraksi. Ekstraksi adalah proses
pemisahan berdasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara
dua pelarut yang tidak saling bercampur. Terdapat dua metoda pilihan yang dapat
diterapkan dalam ekstraksi emas yaitu sianidasi dan amalgamasi.
Amalgasi
Amalgamasi merupakan proses ekstraksi emas dengan cara mencampur bijih
emas dengan merkuri ( Hg ). Produk yang terbentuk adalah ikatan antara emas-perak dan
merkuri yang dikenal sebagai amalgam ( Au – Hg ). Amalgam adalah sebuah kombinasi
atau campuran air raksa dengan logam lain atau dengan alloy. Merkuri akan membentuk
amalgam dengan semua logam kecuali besi dan platina.
Gambar 11. Emas yang terlarut pada air raksa
Proses Amalgasi
Proses amalgamasi merupakan proses kimia fisika, apabila amalgamnya
dipanaskan, maka akan terurai menjadi elemen-elemen yaitu air raksa dan bullion emas.
Amalgam dapat terurai dengan pemanasan di dalam sebuah retort, air raksanya akan
menguap dan dapat diperoleh kembali dari kondensasi uap air raksa tersebut. Sementara
Au-Ag tetap tertinggal di dalam retort sebagai logam. Tahapan amalgamasi secara
sederhana sebagai berikut :
1. Sebelum dilakukan amalgamasi hendaknya dilakukan proses kominusi dan
konsentrasi gravitasi, agar mencapai derajat liberasi yang baik sehingga
permukaan emas tersingkap.
2. Pada hasil konsentrat akhir yang diperoleh ditambah merkuri ( amalgamasi )
dilakukan selama + 1 jam
3. Hasil dari proses ini berupa amalgam basah ( pasta ) dan tailing. Amalgam basah
kemudian ditampung di dalam suatu tempat yang selanjutnya didulang untuk
pemisahan merkuri dengan amalgam
4. Terhadap amalgam yang diperoleh dari kegiatan pendulangan kemudian
dilakukan kegiatan pemerasan ( squeezing ) dengan menggunakan kain parasut
untuk memisahkan merkuri dari amalgam ( filtrasi ). Merkuri yang diperoleh
dapat dipakai untuk proses amalgamasi selanjutnya. Jumlah merkuri yang tersisa
dalam amalgan tergantung pada seberapa kuat pemerasan yang dilakukan.
Amalgam dengan pemerasan manual akan mengandung 60 – 70 % emas, dan
amalgam yang disaring dengan alat sentrifugal dapat mengandung emas sampai
lebih dari 80 %.
Gambar 12. Au-Hg yang telah disaring
5. Retorting yaitu pembakaran amalgam untuk menguapkan merkuri, sehingga yang
tertinggal berupa alloy emas.
Gambar 13. Hasil dari Retorting
D. Proses Pembuatan Nikel
Nikel ditemukan oleh Cronstedt pada tahun 1751 dalam mineral yang disebutnya
kupfernickel (nikolit). Nikel adalah komponen yang ditemukan banyak dalam meteorit
dan menjadi ciri komponen yang membedakan meteorit dari mineral lainnya
Berdasarkan tahapan proses, pengolahan nikel dapat dilakukan dalam tiga
tahapan proses, yaitu Tahap Preparasi, Tahap Pemisahan, dan Tahap Dewatering.
Kegiatan pengolahan ini bertujuan untuk membebaskan dan memisahkan mineral
berharga dari mineral yang tidak berharga atau mineral pengotor sehingga setelah
dilakukan proses pengolahan dihasilkan konsentrat yang bernilai tinggi dan tailing yang
tidak berharga. Metode yang dipakai bermacam-macam tergantung dari sifat kimia, sifat
fisika, sifat mekanik dari mineral itu sendiri.
Secara umum, mineral bijih di alam ini dibagi dalam 2 (dua) jenis yaitu mineral
sulfida dan mineral oksida. Begitu pula dengan bijih nikel, ada sulfida dan ada oksida.
Masing-masing mempunyai karakteristik sendiri dan cara pengolahannya pun juga tidak
sama. Dalam bahasan kali ini akan dibatasi pengolahan bijih nikel dari mineral oksida
(Laterit).
Adapun tahap-tahap yang dilakukan untuk melakukan proses pengelolahan nikel
melalui beberapa tahap utama yaitu, crushing, Pengering, Pereduksi, peleburan, Pemurni,
dan Granulasi dan Pengemasan.
1. Kominusi
Kominusi adalah suatu proses untuk mengubah ukuran suatu bahan galian menjadi
lebih kecil, hal ini bertujuan untuk memisahkan atau melepaskan bahan galian tersebut
dari mineral pengotor yang melekat bersamanya. Kominusi bahan galian meliputi
kegiatan berikut :
a. Crusher
yaitu suatu proses yang bertujuan untuk meliberalisasi mineral yang diinginkan
agar terpisah dengan mineral pengotor yang lain. Dimana proses ini bertujuan juga untuk
reduksi ukuran dari bahan galian / bijih yang langsung dari tambang (ROM = run of
mine) dan berukuran besar-besar (diameter sekitar 100 cm) menjadi ukuran 20-25 cm
bahkan bisa sampai ukuran 2,5 cm.
Alat yang digunakan pada Primary Crusher dan Secondery Crusher yaitu antara lain :
1. Jaw crusher
2. Gyratory crusher
3. Cone crusher
4. Roll crusher
5. Impact crusher
6. Rotary breaker
7. Hammer mill
Gambar 14. Jaw Crusher
b. Grinding
Merupakan tahap pengurangan ukuran dalam batas ukuran halus yang diinginkan.
Tujuan Grinding yaitu Mengadakan liberalisasi mineral berharga, Mendapatkan ukuran
yang memenuhi persyaratan industri, Mendapatkan ukuran yang memenuhi persyaratan
proses.
2. Sizing
Merupakan proses pemilahan bijih yang telah melalui proses kominusi sesuai
ukuran yang dibutuhkan. Kegiatan Sizing meliputi Screening yaitu Salah satu pemisahan
berdasarkan ukuran adalah proses pengayakan (screening). Sizing dibagi menjadi dua
antara lain :
a. Pengayakan / Penyaringan (Screening / Sieving)
Pengayakan atau penyaringan adalah proses pemisahan secara mekanik
berdasarkan perbedaan ukuran partikel. Pengayakan (screening) dipakai dalam skala
industri, sedangkan penyaringan (sieving) dipakai untuk skala laboratorium.
Produk dari proses pengayakan/penyaringan ada 2 (dua), yaitu antara lain :
1. Ukuran lebih besar daripada ukuran lubang-lubang ayakan (oversize).
2. Ukuran yang lebih kecil daripada ukuran lubang-lubang ayakan (undersize).
Saringan (sieve) yang sering dipakai di laboratorium yaitu antara lain :
1. Hand sieve
2. Vibrating sieve series / Tyler vibrating sive
3. Sieve shaker / rotap
4. Wet and dry sieving
Sedangkan ayakan (screen) yang berskala industri yaitu antara lain :
1. Stationary grizzly
2. Roll grizzly
3. Sieve bend
4. Revolving screen
5. Vibrating screen (single deck, double deck, triple deck, etc.)
6. Shaking screen
7. Rotary shifter
Gambar 15. Stationary grizzly
Gambar 16. Vibrating screen
b. Klasifikasi (Classification)
Klasifikasi adalah proses pemisahan partikel berdasarkan kecepatan
pengendapannya dalam suatu media (udara atau air). Klasifikasi dilakukan dalam suatu
alat yang disebut classifier.
Produk dari proses klasifikasi ada 2 (dua), yaitu antara lain:
1. Produk yang berukuran kecil/halus (slimes) mengalir di bagian atas disebut overflow.
2. Produk yang berukuran lebih besar/kasar (sand) mengendap di bagian bawah (dasar)
disebut underflow.
Proses pemisahan dalam classifier dapat terjadi dalam tiga cara (concept), yaitu :
a. Partition concept
b. Tapping concept
c. Rein concept
3. Pengeringan (Drying)
Yaitu proses untuk membuang seluruh kandung air dari padatan yang berasal dari
konsentrat dengan cara penguapan (evaporization/evaporation).Peralatan atau cara yang
dipakai ada bermacam-macam, yaitu antara lain:
a. Hearth type drying/air dried/air baked, yaitu pengeringan yang dilakukan di atas lantai
oleh sinar matahari dan harus sering diaduk (dibolak-balik).
b. Shaft drier, ada dua macam, yaitu :
tower drier, material (mineral) yang basah dijatuhkan di dalam saluran silindris
vertikal yang dialiri udara panas (800 – 1000).
rotary drier, material yang basah dialirkan ke dalam silinder panjang yang diputar pada
posisi agak miring dan dialiri udara panas yang berlawanan arah.
4. Kalsinasi dan Reduksi di Tanur Pereduksi
Tujuannya untuk menghilangkan kandungan air di dalam bijih, mereduksi
sebagian nikel oksida menjadi nikel logam, dan sulfidasi. Setelah proses drying, bijih
nikel yang tersimpan di gudang bijih kering pada dasarnya belumlah kering secara
sempurna, karena itulah tahapan ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan air bebas
dan air kristal serta mereduksi nikel oksida menjadi nikel logam. Proses ini berlansung
dalam tanur reduksi. Bijih dari gudang dimasukkan dalam tanur reduksi dengan
komposisi pencampuran menggunakan ratio tertentu untuk menghasilkan komposisi
silika magnesia dan besi yang sesuai dengan operasional tanur listrik. Selain itu
dimasukkan pula batubara yang berfungsi sebagai bahan pereduksi pada tanur reduksi
maupun pada tanur pelebur. Untuk mengikat nikel dan besi reduksi yang telah tereduksi
agar tidak teroksidasi kembali oleh udara maka ditambahkanlah belerang. Hasil akhir dari
proses ini disebut kalsin yang bertemperatur sekitar 7000oC.
Peleburan di Tanur Listrik
Untuk melebur kalsin hasil kalsinasi/reduksi sehingga terbentuk fasa lelehan
matte dan Slag. Kalsin panas yang keluar dari tanur reduksi sebagai umpan tanur pelebur
dimasukkan kedalam surge bin lalu kemudian dibawa dengan transfer car ke tempat
penampungan. Furnace bertujuan untuk melebur kalsin hingga terbentuk fase lelehan
matte dan slag. Dinding furnace dilapisi dengan batu tahan api yang didinginkan dengan
media air melalui balok tembaga. Matte dan slag akan terpisah berdasarka berat jenisnya.
Slag kemudian diangkut kelokasi pembuangan dengan kendaraan khusus.
6. Pengkayaan di Tanur Pemurni
Bertujuan untuk menaikkan kadar Ni di dalam matte dari sekitar 27 persen
menjadi di atas 75 persen. Matte yang memiliki berat jenis lebih besar dari slag diangkut
ke tanur pemurni / converter untuk menjalani tahap pemurnian dan pengayaan. Proses
yang terjadi dalam tanur pemurni adalah peniupan udara dan penambahan sililka. Silika
ini akan mengikat besi oksida dan membentuk ikatan yang memiliki berat jenis lebih
rendah dari matte sehingga menjadi mudah untuk dipisahkan.
7. Granulasi dan Pengemasan
Untuk mengubah bentuk matte dari logam cair menjadi butiran-butiran yang siap
diekspor setelah dikeringkan dan dikemas. Matte dituang kedalam tandis sembari secara
terus menerus disemprot dengan air bertekanan tinggi. Proses ini menghasilkan nikel
matte yang dingin yang berbentuk butiran-butiran halus. Butiran-butiran ini kemudian
disaring, dikeringkan dan siap dikemas.
E. Proses Pembuatan Besi
Didalam perut bumi tempat kita tinggal ternyata banyak sekali mengandung zat-
zat yang berguna untuk keperluan hidup kita sehari-hari, misalnya minyak tanah, bensin,
solar dan lain-lainnya yang disebut minyak bumi. Disamping itu juga terdapat unsur-
unsur kimia yang berguna bagi manusia seperti bijih besi, nikel, tembaga, uranium,
titanium, timah dan masih banyak lagi, beserta mineral dan batu-batuan. Salah satu zat
yang terdapat di dalam bumi yang sangat berguna bagi manusia ialah air dengan rumus
kimianya H2O, sebab tanpa air manusia sukar sekali mempertahankan kehidupannya.
Mineral adalah suatu bahan yang banyak terdapat di dalam bumi, yang mempunyai
bentuk dan ciri-ciri khusus serta mempunyai susunan kimia yang tetap. Sedangkan batu-
batuan merupakan gabungan antara dua macam atau lebih mineral-mineral dan tidak
mempunyai susunan kimia yang tetap. Bijih ialah mineral atau batu-batuan yang
mengandung satu macam atau beberapa macam logam dalam prosentase yang cukup
banyak untuk dijadikan bahan tambang. Banyaknya logam yang terkandung dalam bijih
itu berbeda-beda. Logam dalam keadaan murni jarang sekali terdapat di dalam bumi,
kebanyakan merupakan senyawa-senyawa oksida, sulfida, karbonat, dan sulfat yang
merupakan bijih logam yang perlu diproses menjadi bahan logam yang bermanfaat bagi
manusia.
Gambar 17. Bijih besi
(1). Pembuatan Besi Kasar
Bahan utama untuk membuat besi kasar adalah bijih besi. Berbagai macam bijih besi
yang terdapat di dalam kulit bumi berupa oksid besi dan karbonat besi, diantaranya yang
terpenting adalah sebagai berikut.
1. Batu besi coklat (2Fe2O3 + 3H2O) dengan kandungan besi berkisar 40%.
2. Batu besi merah yang juga disebut hematit (Fe2O3) dengan kandungan besi berkisar
50%.
3. Batu besi magnet (Fe2O4) berwarna hijau tua kehitaman, bersifat magnetis dengan
mengandung besi berkisar 60%.
4. Batu besi kalsit atau spat (FeCO3) yang juga disebut sferosiderit dengan mengandung
besi berkisar 40%.
Bijih besi dari tambang biasanya masih bercampur dengan pasir, tanah liat, dan
batu-batuan dalam bongkah-bongkahan yang tidak sama besar. Untuk kelancaran proses
pengolahan bijih besi, bongkah-bongkah tersebut dipecahkan dengan mesin pemecah,
kemudian disortir antara bijih besih dan batu-batuan ikutan dengan tromol magnet.
Pekerjaan selanjutnya adalah mencuci bijih besi tersebut dan mengelompokkan
menurut besarnya, bijih-bijih besi halus dan butir-butir yang kecil diaglomir di dalam
dapur sinter atau rol hingga berupa bola-bola yang dapat dipakai kembali sebagai isi
dapur. Setelah bijih besi itu dipanggang di dalam dapur panggang agar kering dan unsur-
unsur yang mudah menjadi gas keluar dari bijih kemudian dibawa ke dapur tinggi diolah
menjadi besi kasar. Dapur tinggi mempunyai bentuk dua buah kerucut yang berdiri satu
di atas yang lain pada alasnya. Pada bagian atas adalah tungkunya yang melebar ke
bawah, sehingga muatannya dengan mudah meluncur kebawah dan tidak terjadi
kemacetan. Bagian bawah melebar ke atas dengan maksud agar muatannya tetap berada
di bagian ini.
Dapur tinggi dibuat dari susunan batu tahan api yang diberi selubung baja pelat
untuk memperkokoh konstruksinya. Dapur diisi dari atas dengan alat pengisi. Berturut-
urut dimasukkan kokas, bahan tambahan (batu kapur) dan bijih besi. Kokas adalah arang
batu bara yaitu batu bara yang sudah didestilasikan secara kering dan mengandung
belerang yang sangat rendah sekali. Kokas berfungsi sebagai bahan bakarnya dan
membutuhkan zat asam yang banyak sebagai pengembus. Agar proses dapat berjalan
dengan cepat udara pengembus itu perlu dipanaskan terlebih dahulu di dalam dapur
pemanas udara. Proses pada dapur tinggi seperti dalam gambar 1.
Gambar 18. Proses dalam dapur tinggi. (Bagyo Sucahyo, 1999)
Besi cair di dalam dapur tinggi, kemudian dicerat dan dituang menjadi besikasar,
dalam bentuk balok-balok besi kasar yang digunakan sebagai bahanancuran untuk
pembuatan besi tuang (di dalam dapur kubah), atau dalamkeadaan cair dipindahkan pada
bagian pembuatan baja di dalam konvertoratau dapur baja yang lain, misalnya dapur
Siemen Martin.
Batu kapur sebagai bahan tambahan gunanya untuk mengikat abu kokas dan
batu-batu ikutan hingga menjadi terak yang dengan mudah dapat dipisahkan dari besi
kasar. Terak itu sendiri di dalam proses berfungsi sebagai pelindung cairan besi kasar dari
oksida yang mungkin mengurangi hasil yang diperoleh karena terbakarnya besi kasar cair
itu. Batu kapur (CaCO3) terurai mengikat batu-batu ikutan dan unsur-unsur lain.
(2). Proses dalam Dapur Tinggi
Prinsip dari proses dapur tinggi adalah prinsip reduksi. Pada proses ini zat karbon
monoksida dapat menyerap zat asam dari ikatan-ikatan besi zat asam pada suhu tinggi.
Pada pembakaran suhu tinggi + 18000 C dengan udara panas, maka dihasilkan suhu yang
dapat menyelenggarakan reduksi tersebut.
Agar tidak terjadi pembuntuan karena proses berlangsung maka diberi batu kapur
sebagai bahan tambahan. Bahan tambahan bersifat asam apabila bijih besinya mempunyai
sifat basa dan sebaliknya bahan tambahan diberikan yang bersifat basa apabila bijih besi
bersifat asam. Gas yang terbentuk dalam dapur tinggi selanjutnya dialirkan keluar melalui
bagian atas dan ke dalam pemanas udara. Terak yang menetes ke bawah melindungi besi
kasar dari oksida oleh udara panas yang dimasukkan, terak ini kemudian dipisahkan.
Proses reduksi di dalam dapur tinggi tersebut berlangsung sebagai berikut:
Zat arang dari kokas terbakar menurut reaksi :
C+O2 CO2
sebagian dari CO2 bersama dengan zat arang membentuk zat yang berada ditempat yang
lebih atas yaitu gas CO.
CO2+C 2CO
Di bagian atas dapur tinggi pada suhu 3000 sampai 8000 C oksid besi yang lebih
tinggi diubah menjadi oksid yang lebih rendah oleh reduksi tidak langsung dengan CO
tersebut menurut prinsip :
Fe2O3+CO 2FeO+CO2
Pada waktu proses berlangsung muatan turun ke bawah dan terjadi reduksi tidak langsung
menurut prinsip :
FeO+CO FeO+CO2
Reduksi ini disebut tidak langsung karena bukan zat arang murni yang mereduksi
melainkan persenyawaan zat arang dengan oksigen. sedangkan reduksi langsung terjadi
pada bagian yang terpanas dari dapur, yaitu langsung di atas pipa pengembus. Reduksi ini
berlangsung sebagai berikut :
FeO+C Fe+CO
CO yang terbentuk itulah yang naik ke atas untuk mengadakan reduksi tidak
langsung tadi.
Setiap 4 sampai 6 jam dapur tinggi dicerat, pertama dikeluarkan teraknya dan
baru kemudian besi. Besi yang keluar dari dapur tinggi disebut besi kasar atau besi
mentah yang digunakan untuk membuat baja pada dapur pengolahan baja atau dituang
menjadi balok-balok tuangan yang dikirimkan pada pabrik-pabrik pembuatan baja
sebagai bahan baku. Besi cair dicerat dan dituang menjadi besi kasar dalam bentuk balok-
balok besi kasar yang digunakan sebagai bahan ancuran untuk pembuatan besi tuang (di
dalam dapur kubah) atau masih dalam keadaan cair dipindahkan pada bagian pembuatan
baja (dapur Siemen Martin). Terak yang keluar dari dapur tinggi dapat pula dimanfaatkan
menjadi bahan pembuatan pasir terak atau wol terak sebagai bahan isolasi atau sebagai
bahan campuran semen. Besi cair yang dihasilkan dari proses dapur tinggi sebelum
dituang menjadi balok besin kasar sebagai bahan ancuran di pabrik penuangan, perlu
dicampur dahulu di dalam bak pencampur agar kualitas dan susunannya seragam. Dalam
bak pencampur dikumpulkan besi kasar cair dari bermacam-macam dapur tinggi yang ada
untuk mendapatkan besi kasar cair yang sama dan merata. Untuk menghasilkan besi kasar
yang sedikit mengandung belerang di dalam bak pencampur tersebut dipanaskan lagi
menggunakan gas dapur tinggi.
Gambar 19. Besi batangan
F. Proses Pembuatan Kuningan
Kuningan adalah logam yang merupakan campuran dari tembaga dan seng.
Tembaga merupakan komponen utama dari kuningan, dan kuningan biasanya
diklasifikasikan sebagai paduan tembaga. Warna kuningan bervariasi dari coklat
kemerahan gelap hingga ke cahaya kuning keperakan tergantung pada jumlah kadar seng.
Seng lebih banyak mempengaruhi warna kuningan tersebut. Kuningan lebih kuat dan
lebih keras daripada tembaga, tetapi tidak sekuat atau sekeras seperti baja. Kuningan
sangat mudah untuk di bentuk ke dalam berbagai bentuk, sebuah konduktor panas yang
baik, dan umumnya tahan terhadap korosi dari air garam. Karena sifat-sifat tersebut,
kuningan kebanyakan digunakan untuk membuat pipa, tabung, sekrup, radiator, alat
musik, aplikasi kapal laut, dan casing cartridge untuk senjata api.
Bahan Baku
Komponen utama kuningan adalah tembaga. Jumlah kandungan tembaga
bervariasi antara 55% sampai dengan 95% menurut beratnya tergantung pada jenis
kuningan dan tujuan penggunaan kuningan. Kuningan yang mengandung persentase
tinggi tembaga terbuat dari tembaga yang dimurnikan dengan cara elektrik. Yang
setidaknya menghasilkan kuningan murni 99,3% agar jumlah bahan lainnya bisa di
minimalkan. Kuningan yang mengandung persentase rendah tembaga juga dapat dibuat
dari tembaga yang dimurnikan dengan elektrik, namun lebih sering dibuat dari scrap
tembaga. Ketika proses daur ulang terjadi, persentase tembaga dan bahan lainnya harus
diketahui sehingga produsen dapat menyesuaikan jumlah bahan yang akan ditambahkan
untuk mencapai komposisi kuningan yang diinginkan.
Komponen kedua dari kuningan adalah seng. Jumlah seng bervariasi antara 5%
sampai dengan 40% menurut beratnya tergantung pada jenis kuningan
Kuningan dengan persentase seng yang lebih tinggi memiliki sifat lebih kuat dan
lebih keras, tetapi juga lebih sulit untuk dibentuk, dan memiliki ketahanan yang kurang
terhadap korosi. Seng yang digunakan untuk membuat kuningan bernilai komersial
dikenal sebagai spelter.
Beberapa kuningan juga mengandung persentase kecil dari bahan lain untuk
menghasilkan karakteristik tertentu, Hingga 3,8% menurut beratnya. Timbal dapat
ditambahkan untuk meningkatkan ketahanan. Penambahan timah meningkatkan
ketahanan terhadap korosi, Membuat kuningan lebih keras dan membuat struktur internal
yang lebih kecil sehingga kuningan dapat dibentuk berulang dalam proses yang disebut
penempaan. Arsenik dan antimony kadang-kadang ditambahkan ke dalam kuningan yang
mengandung seng lebih dari 20% untuk menghambat korosi. Bahan lain yang dapat
digunakan dalam jumlah yang sangat kecil yaitu mangan, silikon, dan fosfor.
Nama-nama tradisional untuk berbagai jenis kuningan biasanya tercermin dari
warna atau bahan yang digunakan. Sebagai contoh: kuningan merah mengandung seng
sebesar 15% dan memiliki warna kemerahan, sedangkan kuningan kuning mengandung
seng kuningan sebesar 35% dan memiliki warna kekuningan. Kuningan Cartridge
mengandung seng 30% dan digunakan untuk membuat kartrid untuk senjata api.
kuningan Angkatan Laut mengandung seng 39,7% dan digunakan dalam berbagai
aplikasi di kapal laut.
Proses Manufaktur
Proses Manufaktur atau Proses Produksi yang digunakan untuk memproduksi
kuningan melibatkan kombinasi bahan baku yang sesuai ke dalam logam cair yang
diperbolehkan untuk memperkuat. Bentuk dan sifat dari logam ini kemudian diubah
melalui serangkaian operasi dengan hati-hati, dikendalikan untuk menghasilkan kuningan
yang diinginkan.
Kuningan tersedia dalam berbagai bentuk termasuk pelat, lembaran, strip, foil,
batang, bar, kawat, dan billet tergantung pada aplikasi akhir. Perbedaan antara pelat,
lembaran, strip, dan foil adalah ukuran keseluruhan dan ketebalan bahan. Plate bersifat
besar, datar, potongan persegi panjang dari kuningan dengan ketebalan lebih besar dari
sekitar 5 mm. Seperti sepotong kayu yang digunakan pada konstruksi bangunan. Lembar
biasanya memiliki ukuran keseluruhan yang sama seperti piring tetapi tipis. Strip terbuat
dari lembaran yang telah dipotong-potong menjadi panjang. Foil seperti strip, hanya jauh
lebih tipis. Beberapa foil kuningan bisa setipis 0,013 mm.
Proses manufaktur yang sebenarnya tergantung pada bentuk dan sifat kuningan
yang diinginkan. Berikut ini adalah proses manufaktur yang biasa digunakan untuk
memproduksi kuningan foil dan strip.
Gambar 20.Diagram langkah-langkah proses manufaktur dalam produksi kuningan.
Melting
Sejumlah bahan tembaga yang tepat sesuai takaran paduan ditimbang dan
dipindahkan ke dalam tungku peleburan dalam suhu sekitar 1920° F (1050° C).
Sejumlah seng yang sudah ditimbang agar sesuai paduan disiapkan, seng
ditambahkan setelah tembaga mencair. Sekitar 50% dari total seng dapat
ditambahkan untuk mengkompensasi seng yang menguap selama operasi
peleburan antara tembaga dan seng. Jika ada bahan lain yang diperlukan untuk
perumusan kuningan tertentu mereka juga dapat di tambahkan.
Logam cair paduan tembaga dan seng dituang ke dalam cetakan. Diperbolehkan
untuk memperkuat ke dalam lembaran. Dalam beberapa operasi penuangan
dilakukan terus-menerus untuk menghasilkan lembaran yang panjang.
Bila logam cair paduan tembaga dan seng sudah cukup dingin untuk dipindahkan,
mereka dikeluarkan dari cetakan dan dipindah ke tempat penyimpanan.
Hot Rolling
Logam ditempatkan dalam tungku dan dipanaskan hingga mencapai suhu yang
diinginkan. Suhu tergantung pada bentuk akhir dan sifat kuningan.
Logam yang dipanaskan tersebut kemudian di teruskan menuju mesin
penggilingan.
kuningan, yang sekarang sudah dingin melewati mesin penggilingan yang disebut
calo. Mesin ini akan memotong lapisan tipis dari permukaan luar kuningan untuk
menghapus oksida yang mungkin telah terbentuk pada permukaan sebagai akibat
dari paparan logam panas ke udara.
Gambar 20. Proses Hot rolling
Anealling and Cold Rolling
Pada proses hot rolling kuningan kehilangan kemampuan untuk diperpanjang
lebih lanjut. Sebelum kuningan dapat diperpanjang lebih lanjut, terlebih dahulu
kuningan harus dipanaskan untuk meringankan kekerasan dan membuatnya lebih
ulet. Proses ini disebut annealing. Suhu annealing berbeda-beda sesuai dengan
komposisi kuningan dan properti yang diinginkan. Dalam metode tersebut,
suasana di dalam tungku diisi dengan gas netral seperti nitrogen untuk mencegah
kuningan bereaksi dengan oksigen dan membentuk oksida yang tidak diinginkan
pada permukaannya.
Hasil dari proses sebelumnya kemudian melalui serangkaian rol lain untuk
mengurangi ketebalan mereka menjadi sekitar 2,5 mm. Proses ini disebut rolling
dingin karena suhu kuningan jauh lebih rendah dari suhu selama rolling panas.
Rolling dingin mengakibatkan deformasi struktur internal dari kuningan, dan
meningkatkan kekuatan dan kekerasan. Semakin ketebalan berkurang, semakin
kuat kuningan yang tercipta.
Langkah 1 dan 2 dari anealling and cold rolling dapat diulangi berkali-kali untuk
mencapai ketebalan kuningan yang diinginkan, kekuatan, dan derajat kekerasan.
Pada titik ini, proses diatas menghasilkan strip kuningan. Strip kuningan tersebut
kemudian dapat diberi asam untuk membersihkannya.
Finish Rolling
Strip kuningan mungkin akan diberi rolling dingin akhir untuk mengencangkan
toleransi pada ketebalan atau untuk menghasilkan permukaan akhir yang sangat
halus. Mereka kemudian dipotong menurut ukuran, ditumpuk, dan dikirim ke
rumah industri.
Strip kuningan juga mungkin akan diberi rolling akhir sebelum dipotong panjang,
digulung, dikirim ke gudang, dan disimpan.
F. Proses Pembuatan titanium
Titanium merupakan logam transisi dilambangkan dengan simbol Ti, memiliki
berat yang ringan, berwarna perak abu-abu dan dengan nomor atom 22 dan berat atom
47,90. Ti memiliki kerapatan 4510 kg/m3, yang berada antara kepadatan dari
aluminium dan stainless steel. Ti memiliki titik lebur sekitar 3032°F (1.667°C) dan
titik didih 5.948 ° F (3.287°C). Ti berperilaku kimia mirip dengan zirkonium dan
silikon. Ti memiliki ketahanan korosi yang sangat baik dan kekuatan tinggi untuk
perbandingan berat. Titanium termasuk logam yang paling berlimpah keempat, sekitar
0,62% dari kerak bumi. Titanium tidak pernah ditemukan dalam bentuk murni,
melainkan sebagai oksida di dalam mineral Ilminite (FeTiO3),
Rutile (TiO2) , Sphene (CaO– TiO2–SiO2), anatase, brookite, leucoxene, perovskit, dan
rutil. Ada 2 bentuk allotropic dan 5 isotop alami dari unsur ini; Ti-46 sampai Ti-50
dengan Ti-48 yang paling banyak terdapat di alam (73,8%). Salah satu karakteristik
Titanium yang paling terkenal adalah sifat yang sama kuatnya dengan baja namun
hanya dengan 60% berat baja. Unsur Titanium terdapat dalam bentuk senyawa :
TiB2(Titanium Borida), TiC(Titanium Carbida), TiO2( Titanium Dioksida), TiN
(Titanium Nitrida). Titanium juga dijumpai pada Meteorit dan ditemukan pada
Matahari dan bintang jenis M. Batuan yang dibawa dari bulan pada misi Apollo-17,
mengandung TiO2 12,1%.
Walaupun titanium melimpah di alam, namun untuk mendapatkan unsur ini
membutuhkan proses yang panjang dan dengan biaya yang mahal. Beberapa metode
yang digunakan dalam proses pembuatan titanium yaitu dengan menggunakan proses
Kroll, Proses Van Arkel dan De Boer, dan Proses J. Meggy dan M.Prieto.
1. Proses Kroll
Beberapa langkah-langkah yang terdapat dalam proses ini yaitu ekstraksi,
pemurnian, produksi spons, pembuatan paduan, dan membentuk.
Titanium dialam terdapat dalam bentuk bijih seperti rutil (TiO2) dan ilmenit
( FeTiO3). Rutil digunakan dalam bentuk alami, sedangkan ilmenit diproses untuk
menghilangkan zat besi yang terdapat di dalamnya, sehingga mengandung titanium
dioksida paling sedikit 85%. Rutil dimasukkan ke dalam reaktor fluidized bersama
gas klor dan karbon. Materi tersebut dipanaskan sampai 1.652°F (900°C) dan hasil
reaksi kimianya adalah titanium tetraklorida murni (TiCl4) dan karbon monoksida.
Mekanisme reaksinya yaitu:
TiO2 + Cl2 àTiCl4 + CO2
Logam kemudian dimasukkan ke dalam tangki penyulingan besar dan
dipanaskan. Proses ini menggunakan metode destilasi fraksional dan presipitasi
untuk memisahkan kotoran karena kebanyakan pada proses pertama kotoran juga
ikut terklorinasi . sehingga kotoran harus dihilangkan, kotoran yang dihilangkan
yaitu klorida logam termasuk besi, vanadium, zirkonium, silikon, dan magnesium.
Pada proses ini dihasilkan cairan tidak berwarna.
Selanjutnya, setelah dimurnikan titanium tetraklorida ditransfer (dalam bentuk
cairan) ke bejana reaktor stainless steel. Kemudian ditambahkan magnesium dan
reactor tersebut dipanaskan sampai ±2012°F (1.100°C). lalu, Argon dipompa ke
dalam wadah sehingga udara akan dihilang dan umtuk mencegah terkontaminasi
oleh oksigen atau nitrogen. Magnesium bereaksi dengan klor menghasilkan
magnesium klorida cair sehingga menghasilkan padatan titanium murni.
Kemudian padatan titanium dikeluarkan dari dalam reaktor dan kemudian
dengan menggunakan air dan asam klorida untuk menghilangkan kelebihan
magnesium dan magnesium klorida. Padatan yang dihasilkan adalah logam berpori
yang disebut spons. Mekanisme reaksinya yaitu:
Spons titanium murni kemudian diubah menjadi elektroda(lempengan) spons
melalui tanur-elektroda. Pada proses ini, spons dicampur dengan berbagai macam
besi dan dilas sehingga menghasilkan elektroda spons.
Lalu elektroda spons ditempatkan dalam vakum tungku busur untuk
dicairkan. Dalam wadah air-cooled tembaga busur listrik, elektroda spons
dilelehkan untuk membentuk ingot. Semua udara dalam wadah dihilangkan
(membentuk ruang hampa) atau atmosfer diisi dengan argon untuk mencegah
kontaminasi, akhirnya akan membeku dan membentuk batangan titanium murni.
Gambar 21. Diagram Proses Kroll
2. Proses Van Arkel dan De Boer
Dengan menggunakan proses Van Arkel dan De Boer, pembuatan logam
Titanium dari biji Titanium seperti Rutile, Anatase dan Ilminite dapat dilakukan
dengan cara reduksi dengan aluminium yang selanjutnya akan di iodinasi dari
produk yang diperoleh dari proses reduksi. Hasil iodinasi ini direaksikan dengan
Potassium Iodida pada suhu 100 – 200 °C. Kemudian Titanium Tertraiodida
dipisahkan dari Potassium Iodida sehingga akan membentuk logam titanium
melalui dekomposisi panas atau reduksi pada suhu 1.300 – 1.500 °C. Proses ini
menggunakan titanium iodida dengan kemurnian yang tinggi, tetapi harganya
mahal sehingga membuat titanium melalui metose ini sangat kurang ekonomis
(Hard dkk, 1983).
3. Proses J. Meggy dan M.Prieto
Dengan menggunakan proses J. Meggy dan M.Priet, pembuatan logam
Titanium dari bijih Ilminite dapat dilakukan dengan cara Flourinasi. Bijih Ilminite
diflourinasi dengan garam flousilikat seperti K2SiF6, Na2SiF6 pada suhu 350–950
°C selama 6 jam. Selanjutnya besi dan Ti dikonversikan ke flourida dengan cara
dileaching dari bijih flourinasi dengan larutan encer seperti HF, HCl dan
H2SO4 pada suhu 60–95 °C selama 2jam. Setelah proses leaching, larutan dapat
dievaporasi dan didinginkan untuk mengendapkan floutitanat. Endapan floutitanat
dapat ini kemudian disaring dan dikeringkan pada suhu 110–150 °C. Kemudian
mereduksinya menjadi logam Ti. Metode ini merupakan pengontakan floutitanat
dengan campuran zinc–aluminium pada suhu 400–1.000°C. Sehingga aluminium
flourida akan terpisahkan sebagai produk samping dalam bentuk cryolite.
Campuran lelehan logam zinc–titanium dipisahkan dengan cara destilasi pada suhu
800–1.000°C sehingga diperoleh zinc pada produk destilat dan
titanium sponge pada produk akhir (Hard dkk, 1983).