PROSES INTERAKSI BERPIKIR SISWA DALAM PEMBELAJARAN...
Transcript of PROSES INTERAKSI BERPIKIR SISWA DALAM PEMBELAJARAN...
*)Mahasiswa Universitas Negeri Malang, Jurusan Matematika, Prodi Pendidikan Matematika
**)Dr. rer. nat. I Made Sulandra, M.Si, Dosen Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri
Malang ***)Aning Wida Yanti, S.Si, M.Pd, Dosen Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri
Malang 1
PROSES INTERAKSI BERPIKIR SISWA
DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF
DENGAN METODE GUIDED DISCOVERY
PADA POKOK BAHASAN SEGITIGA DAN SEGIEMPAT
KELAS VII-A SMP NEGERI 2 KEPANJEN
Nita Eri Kristya Ningsih*), I Made Sulandra**), dan Aning Wida Yanti***)
Universitas Negeri Malang
E-mail: [email protected], [email protected],
ABSTRAK: Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan proses interaksi
berpikir siswa dalam pembelajaran kooperatif dengan model guided discovery
pada pokok bahasan segitiga dan segiempat. Subyek penelitian adalah 4 siswa
kelas VII-A yang memiliki kemampuan heterogen. Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif kualitatif. Dari tiga pertemuan yang dilakukan dalam
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan pembelajaran terjadi
proses interaksi berpikir multiarah antara siswa berkemampuan tinggi, siswa
berkemampuan sedang dan siswa berkemampuan rendah dengan guru, kelompok
kecil yang lain dan materi yang dilihat melalui interaksinya dengan LKS. Siswa
berkemampuan tinggi sering melakukan tanya jawab dengan guru dan siswa lain
dalam mengkonstruksi suatu pengetahuan, sering menggunakan suatu konsep
dalam menyelesaikan permasalahan, sering menuliskan penyelesaian di LKS
dengan tepat, sering menunjukkan kemampuan memecahkan masalah, dan
kadang-kadang juga menanggapi kelompok lain ketika presentasi hasil diskusi.
Siswa berkemampuan sedang cenderung seimbang antara bertanya dan
menjawab pertanyaan, kadang-kadang menggunakan suatu konsep dalam
menyelesaikan permasalahan, menunjukkan kemampuan memecahkan masalah,
menuliskan penyelesaian di LKS dengan tepat, menanggapi kelompok lain ketika
presentasi hasil diskusi. Sedangkan siswa berkemampuan rendah sering
mengajukan pertanyaan mengenai sesuatu yang belum dimengerti, jarang
menjawab pertanyaan dan menyampaikan pendapatnya, serta jarang menjawab
pertanyaan guru, kadang-kadang menuliskan penyelesaian di LKS dengan tepat,
menggunakan suatu konsep yang mudah dalam menyelesaikan permasalahan,
dan menunjukkan kemampuan memecahkan masalah yang relatif mudah.
Kata Kunci: proses interaksi berpikir siswa, pembelajaran kooperatif dengan
metode guided discovery.
Pembelajaran berlangsung secara baik, apabila siswa terlibat secara sosial
dalam dialog dan aktif dalam percobaan dan pengalaman. Hal ini sesuai dengan
prinsip dasar teori konstruktivisme, yaitu anak-anak mengkonstruksi sendiri
pengetahuannya (Suparno, 1997: 64). Siswa dapat mengkonstruksi dan
mengembangkan pengetahuan mereka melalui interaksi dengan guru, interaksi
dengan media, dan interaksi antar siswa dalam kelompok. Pandangan orang lain
merupakan bahan untuk dikonstruksikan dan diorganisasikan dalam pengetahuan
2
yang sudah dimilikinya. Salah satu usaha untuk mewujudkan interaksi tersebut
adalah melalui pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan
pendekatan dimana para siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil untuk
memecahkan suatu masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mencapai tujuan
bersama (Subanji, 2011: 145). Pembelajaran kooperatif dapat diterapkan dengan
menggunakan metode guided discovery (penemuan terbimbing). Penemuan
terbimbing adalah suatu kegiatan pembelajaran yang mana guru membimbing
murid-muridnya dengan menggunakan langkah-langkah yang sistematis sehingga
mereka merasa menemukan sesuatu (Muhsetyo, 2004: 136).
Pembelajaran dengan metode guided discovery dapat digunakan sebagai
alternatif untuk meningkatkan prestasi siswa, hal ini terlihat dari beberapa judul
penelitian yang pernah dilakukan. Akan tetapi, pada penelitian tersebut belum
dikaji proses interaksi berpikir siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan
metode guided disecovery yang dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap
suatu konsep. Padahal dengan mengetahui proses interaksi berpikir siswa dapat
dilihat kemampuan siswa yang sebenarnya, yaitu melalui cara siswa
menyelesaikan suatu masalah. Pada proses interaksi berpikir siswa dapat dilihat
bagaimana proses berpikir siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan. Subanji
(2011: 99) menyatakan bahwa proses berpikir terjadi ketika ada interaksi sosial
antar siswa, sehingga terjadi proses saling bertukar ide dan mentransfer ide. Jadi,
proses interaksi berpikir terjadi ketika siswa melakukan interaksi dengan siswa
lain, guru, atau dengan materi pembelajaran.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif sesuai dengan
pendapat Moleong (2011) dimana data yang dihasilkan berbentuk paparan verbal
dan bertujuan untuk mendeskripsikan proses interaksi berpikir siswa yang terjadi
pada saat pembelajaran berlangsung, meliputi proses interaksi berpikir siswa
dengan guru, proses interaksi berpikir siswa dengan siswa, dan proses interaksi
berpikir siswa dengan LKS pada proses pembelajaran bedasarkan keadaan
alamiah siswa ketika mengkonstruksikan pengetahuan. Penelitian ini dilakukan di
SMP Negeri 2 Kepanjen semester genap tahun pelajaran 2012/2013 dengan
subyek penelitian adalah satu kelompok heterogen dari 4 siswa kelas VII-A, yaitu
satu siswa berkemampuan tinggi, dua siswa berkemampuan sedang, dan satu
siswa berkemampuan rendah. Pembentukan kelompok didasarkan oleh nilai pre
tes, jenis kelamin, dan atas rekomendasi guru mata pelajaran matematika di kelas
VII-A.
Instrumen dalam penelitian ini yaitu (1) LKS (Lembar Kegiatan Siswa)
yang digunakan sebagai bahan siswa untuk melakukan diskusi kelompok sehingga
terjadi proses interaksi berpikir siswa, (2) pedoman wawancara, (3) lembar
observasi yang digunakan sebagai alat untuk mengamati proses interaksi berpikir
siswa subyek penelitian ketika kegiatan pembelajaran berlangsung, dan (4) video
3
recorder yang digunakan untuk merekam aktivitas kelompok subyek penelitian
ketika pembelajaran berlangsung.
Prosedur pengumpulan data yang digunakan adalah dengan wawancara,
observasi, dan dokumentasi. Wawancara dilakukan dua kali, yaitu wawancara
sebelum pembelajaran yang digunakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa
terkait dengan materi yang akan dipelajari serta untuk mengetahui proses interaksi
berpikir siswa dan wawancara setelah pembelajaran yang digunakan untuk
mengecek proses interaksi berpikir siswa dan kebenaran materi yang didiskusikan.
Observasi dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh dua orang teman sejawat,
bertujuan untuk mengamati proses interaksi berpikir siswa subyek penelitian
ketika kegiatan pembelajaran sedang berlangsung. Dokumentasi dilakukan oleh
seorang teman sejawat, bertujuan untuk mendokumentasikan kegiatan
pembelajaran yang berlangsung.
Analisis data pada penelitian ini mengadaptasi analisis data Moleong
(2011: 249) yaitu (1) penyusunan satuan, yaitu informasi yang berhubungan
dengan proses interaksi berpikir siswa, (2) kategorisasi, yaitu pengelompokan
satuan yang telah disusun, meliputi proses interaksi berpikir siswa dengan siswa,
proses interaksi berpikir siswa dengan guru, dan proses interaksi berpikir siswa
dengan materi, dan (3) penafsiran data yang meliputi penggambaran proses
interaksi berpikir siswa, analisis proses interaksi berpikir siswa, dan penarikan
kesimpulan mengenai proses interaksi berpikir siswa dalam pembelajaran
kooperatif dengan metode guided discovery.
HASIL
Berdasarkan hasil wawancara awal diketahui bahwa keempat subyek
penelitian mengetahui materi prasyarat penemuan rumus luas segitiga dan
segiempat, yaitu konsep segitiga (S), konsep jajar genjang (JG), konsep trapesium
(T), konsep belah ketupat (BK), dan konsep layang-layang (L), serta luas persegi
panjang (LPP). Namun, terdapat beberapa perbedaan jawaban yang disampaikan
dan cara mereka menjawab pertanyaan. S1 yang merupakan siswa berkemampuan
tinggi menguasai konsep segitiga, belah ketupat dan layang-layang dengan baik,
serta dapat menentukan luas persegi panjang, tetapi hanya dapat menggambarkan
jajar genjang dan trapesium. S2 yang merupakan siswa berkemampuan sedang
pertama juga mengetahui konsep segitiga dengan baik dan dapat menentukan luas
persegi panjang, tetapi hanya dapat menggambarkan jajar genjang, trapesium,
layang-layang dan belah ketupat tanpa menjelaskan definisinya. S3 yang
merupakan siswa berkemampuan sedang kedua mengetahui konsep segitiga, dapat
menentukan luas persegi panjang, dan dapat menentukan unsur-unsur jajar
genjang, trapesium, belah ketupat dan layang-layang, tetapi S3 tidak dapat
menjelaskan definisinya. S4 yang merupakan siswa berkemampuan rendah
mengetahui konsep segitiga dan dapat menentukan luas persegi panjang, serta
dapat menggambarkannya dan mengetahui unsur-unsurnya. Namun, pada saat
4
wawancara peneliti memberikan pertanyaan-pertanyaan pancingan agar S4 dapat
menjawab pertanyaan yang diberikan.
Pada pertemuan I, siswa diminta untuk bekerjasama dalam menyelesaikan
permasalahan pada LKS 1 mengenai luas persegi panjang (LPP) dan konsep
segitiga (S) yang digunakan untuk menemukan rumus luas segitiga siku-siku
(LSS), luas segitiga lancip (LSL), dan luas segitiga tumpul (LST). Selanjutnya
rumus luas ketiga segitiga tersebut digunakan untuk menemukan rumus luas
segitiga (LS) yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan luas segitiga (MBDLS). Proses interaksi berpikir keempat subyek dapat
dilihat pada Diagram 1, 2, dan 3. Proses interaksi berpikir yang terjadi yaitu
proses interaksi berpikir siswa dengan siswa, siwa dengan kelompok lain, siswa
dengan guru, dan siswa dengan materi. Pada diagram tersebut terdapat panah
berwarna dengan satu arah yang menunjukkan adanya interaksi berpikir dalam
memberikan pengetahuan oleh siswa yang berada di pangkal panah menuju siswa
yang berada di ujung panah. Sedangkan panah dengan dua arah menunjukkan
adanya interaksi berpikir siswa yang saling berpendapat dalam mengkonstruksi
pengetahuan. Misalnya, S1 dan S2 saling berpendapat tentang luas segitiga LSL.
Diagram 1 Proses Interaksi Berpikir Siswa dengan Siswa dan Siswa dengan Kelompok Lain
pada Pertemuan I
Diagram 2 Proses Interaksi Berpikir Siswa dengan Guru pada Pertemuan I
5
Diagram 3 Proses Interaksi Berpikir Siswa dengan Materi pada Pertemuan I
Tabel 1 Keterangan Warna Panah pada Diagram 1, 2, dan 3
Warna Panah Keterangan
Interaksi berpikir siswa pada permasalahan tentang luas persegi panjang
Interaksi berpikir siswa pada permasalahan tentang konsep segitiga
Interaksi berpikir siswa pada permasalahan tentang luas segitiga siku-siku
Interaksi berpikir siswa pada permasalahan tentang luas segitiga lancip
Interaksi berpikir siswa pada permasalahan tentang luas segitiga tumpul
Interaksi berpikir siswa pada permasalahan tentang masalah yang berkaitan
dengan luas segitiga
Pada pertemuan I, S1 terlihat sangat aktif melakukan interaksi berpikir.
Hal ini terlihat dari seringnya S1 dalam menjawab pertanyaan dan menyampaikan
ide, baik dalam proses interaksi berpikir dengan siswa maupun guru. Selain itu,
kadang-kadang S1 juga mengajukan pertanyaan untuk memastikan kebenaran
idenya, dan memberikan pendapat atau sanggahan dalam menyelesaikan suatu
permasalahan. S1 juga sangat aktif dalam proses interaksi berpikir dengan materi.
S1 terlihat sering menggunakan konsep dan menuliskan jawaban di LKS dengan
tepat, dan kadang-kadang juga menunjukkan kemampuan memecahkan masalah.
S2 dan S3 juga sering menyampaikan ide meskipun tidak sesering S1. Kadang-
kadang, mereka juga menjawab pertanyaan dan memberikan sanggahan atau
kesimpulan, serta menyampaikan perbedaan pendapat kelompoknya ketika
presentasi hasil. Di samping itu, kadang-kadang mereka juga melakukan interaksi
berpikir dengan materi pembelajaran. Pada pertemuan ini, S4 terlihat kurang aktif
dalam proses interaksi berpikir. S4 sering bertanya mengenai sesuatu yang belum
dimengerti, tetapi tidak pernah menjawab pertanyaan temannya maupun
memberikan sanggahan atau kesimpulan. S4 juga jarang berinteraksi dengan guru.
Sedangkan proses interaksi berpikir S4 dengan materi juga jarang terjadi dan
hanya sebatas pada materi yang mudah. Salah satu proses interaksi berpikir
terlihat ketika keempat subyek menentukan panjang, lebar, dan luas persegi
panjang yang terbentuk dari potongan segitiga berikut,
6
S2 : “Berarti panjange persegi panjang sama dengan alas segitiga
yo?”
S1 : “Iyo, kan iki mau alase segitiga.” (Menunjuk panjang persegi
panjang)
S2 : “Terus lebare sama dengan tinggi segitiga?”
S3 : “Yo gak. Kaya sing kedua mau lho kan dipotong, iki kan setengahe
tinggi.”
S2 : “Ouw berarti setengah tinggi yo lebare?”
S3 : “Iya donk.”
S2 : “Luase sama dengan panjang kali lebar yo? Sama dengan alas kali
setengah tinggi.”
S1 : “Yo ditulis to iku alase kan a, tinggine mau kan 𝑡, berarti panjange
𝑎, terus lebare ½ 𝑡.”
Pada pertemuan II, siswa diminta untuk bekerjasama dalam menyelesaikan
permasalahan pada LKS 2 mengenai luas persegi panjang (LPP) dan konsep jajar
genjang (JG) dan trapesium (T) yang digunakan untuk menemukan rumus luas
jajar genjang (LJG) yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan luas jajar genjang (MBDLJG) dan luas trapesium (LT) yang digunakan
untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas trapesium (MBDLT).
Proses interaksi berpikir keempat subyek dapat dilihat pada Diagram 4, 5, dan 6.
Diagram 4 Proses Interaksi Berpikir Siswa dengan Siswa dan Siswa dengan Kelompok Lain
pada Pertemuan II
Diagram 5. Proses Interaksi Berpikir Siswa dengan Guru pada Pertemuan II
7
Diagram 6 Proses Interaksi Berpikir Siswa dengan Materi pada Pertemuan II
Tabel 2 Keterangan Warna Panah pada Diagram 4, 5, dan 6
Warna Panah Keterangan
Interaksi berpikir siswa pada permasalahan tentang luas persegi panjang
Interaksi berpikir siswa pada permasalahan tentang jajargenjang
Interaksi berpikir siswa pada permasalahan tentang trapesium
Interaksi berpikir siswa pada permasalahan tentang luas jajargenjang
Interaksi berpikir siswa pada permasalahan tentang luas trapesium
Interaksi berpikir siswa pada permasalahan tentang menyelesaikan masalah
yang berkaitan dengan luas jajargenjang
Interaksi berpikir siswa pada permasalahan tentang menyelesaikan masalah
yang berkaitan dengan luas trapesium
Pada pertemuan II, S1 juga terlihat sangat aktif melakukan interaksi
berpikir. S1 sering menjawab pertanyaan dan menyampaikan ide, baik dalam
proses interaksi berpikir dengan siswa maupun guru. S1 kadang-kadang juga
mengajukan pertanyaan untuk memastikan kebenaran idenya, memberikan
pendapat atau sanggahan dalam menyelesaikan suatu permasalahan, dan
menyampaikan perbedaan pendapat kelompoknya ketika presentasi hasil diskusi.
Seperti pada pertemuan sebelumnya, S1 juga sangat aktif dalam proses interaksi
berpikir dengan materi. S1 terlihat sering menggunakan konsep dan menuliskan
jawaban di LKS dengan tepat, dan kadang-kadang juga menunjukkan kemampuan
memecahkan masalah. S2 dan S3 juga sering menyampaikan ide meskipun tidak
sesering S1. Kadang-kadang, mereka juga menjawab pertanyaan dan memberikan
sanggahan atau kesimpulan, serta menyampaikan perbedaan pendapat
kelompoknya ketika presentasi hasil. Di samping itu, kadang-kadang mereka juga
melakukan interaksi berpikir dengan materi pembelajaran, tetapi S2 terlihat lebih
aktif dari pada S3. Pada pertemuan ini, S4 juga terlihat kurang aktif dalam proses
interaksi berpikir. S4 sering bertanya mengenai sesuatu yang belum dimengerti,
tetapi tidak pernah menjawab pertanyaan temannya maupun memberikan
sanggahan atau kesimpulan. S4 juga jarang berinteraksi dengan guru. Sedangkan
proses interaksi berpikir S4 dengan materi juga jarang terjadi dan hanya sebatas
pada materi yang mudah. Salah satu proses interaksi berpikir terlihat ketika
keempat subyek menentukan luas trapesium berikut,
8
S3 : “Terus nomor 7 berapakah luas trapesium?”
S1 : “Yo ½ (𝑎 + 𝑏)𝑡.”
S2 : “Gak kaya sing pertama mau?”
S3 : “Iyo digawe ngene disik. Luas trapesium sama dengan luas persegi
panjang sama dengan iku mau.”
S1 : “Ouw iyo Da digawe ngono disik kan trapeium mau disusun dadi
persegi panjang, berarti luase kan podo.”
S2 : “Iyo Git kaya sing pertama kan?”
S2 : “Trus apa yang dapat kalian simpulkan dari kegiatan ini?”
S1 : “Yo luas trapesium sama dengan ½ (𝑎 + 𝑏) × 𝑡.”
Pada pertemuan III, siswa diminta untuk bekerjasama dalam
menyelesaikan permasalahan pada LKS 3 mengenai luas persegi panjang (LPP)
dan konsep belah ketupat (BK) dan layang-layang (T) yang digunakan untuk
menemukan rumus luas belah ketupat (LBK) yang selanjutnya digunakan untuk
menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas belah ketupat (MBDLBK)
dan luas layang-layang (LL) yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan luas layang-layang (MBDLL). Proses interaksi berpikir keempat
subyek dapat dilihat pada Diagram 7, 8, dan 9.
Diagram 7 Proses Interaksi Berpikir Siswa dengan Siswa dan Siswa dengan Kelompok Lain
pada Pertemuan III
9
Diagram 8 Proses Interaksi Berpikir Siswa dengan Guru pada Pertemuan III
Diagram 9 Proses Interaksi Berpikir Siswa dengan Materi pada Pertemuan III
Tabel 3 Keterangan Warna Panah pada Diagram 7, 8, dan 9
Warna Panah Keterangan
Interaksi berpikir siswa pada permasalahan tentang luas persegi panjang
Interaksi berpikir siswa pada permasalahan tentang belah ketupat
Interaksi berpikir siswa pada permasalahan tentang layang-layang
Interaksi berpikir siswa pada permasalahan tentang luas belah ketupat
Interaksi berpikir siswa pada permasalahan tentang luas layang-layang
Interaksi berpikir siswa pada permasalahan tentang menyelesaikan masalah
yang berkaitan dengan luas belah ketupat
Interaksi berpikir siswa pada permasalahan tentang menyelesaikan masalah
yang berkaitan dengan luas layang-layang
Pada pertemuan III, S1 juga terlihat sangat aktif melakukan interaksi
berpikir. S1 sering menjawab pertanyaan dan menyampaikan ide, baik dalam
proses interaksi berpikir dengan siswa maupun guru. S1 kadang-kadang juga
mengajukan pertanyaan untuk memastikan kebenaran idenya, memberikan
pendapat atau sanggahan dalam menyelesaikan suatu permasalahan, dan
10
menyampaikan perbedaan pendapat kelompoknya ketika presentasi hasil diskusi.
Seperti pada pertemuan sebelumnya, S1 juga sangat aktif dalam proses interaksi
berpikir dengan materi. S2 dan S3 juga sering menyampaikan ide meskipun tidak
sesering S1. Kadang-kadang, mereka juga menjawab pertanyaan dan memberikan
sanggahan atau kesimpulan, serta menyampaikan perbedaan pendapat
kelompoknya ketika presentasi hasil. Di samping itu, kadang-kadang mereka juga
melakukan interaksi berpikir dengan materi pembelajaran, tetapi S2 terlihat lebih
aktif dari pada S3. Pada pertemuan ini, S4 lebih aktif dari pada pertemuan
sebelumnnya. S4 sering bertanya mengenai sesuatu yang belum dimengerti, dan
kadang-kadang juga menyampaikan idenya. Namun, seperti pada pertemuan
sebelumnya S4 jarang melakukan interaksi berpikir dengan guru dan proses
interaksi berpikir S4 dengan materi juga jarang terjadi dan hanya sebatas pada
materi yang mudah. Salah satu proses interaksi berpikir terlihat ketika keempat
subyek menentukan panjang, lebar, dan luas persegi panjang yang terbentuk dari
potongan layang-layang berikut,
S4 : “Wes ayo disusun! Dadi persegi panjang kan?”
S2 : “Iyo.”
S4 : “Ngene lo.”
S2 : “Wes dadi.”
S1 : “Panjange iki rek yo? Iki kan diagonal panjang.”
S2 : “Berarti panjange sama dengan diagonal 2 ta?”
S3 : “Iyo sip. Terus lebare ½ 𝑑1.”
S4 : “Gak 𝑑1?”
S3 : “Yo gak, kan iki cuma setengahe 𝑑1.”
S4 : “Oh iyo.”
S1 : “Ouw iyo. Berarti luase persegi panjang sama dengan 𝑑2
kali ½ 𝑑1.”
PEMBAHASAN
Pada kegiatan pembelajaran, masing-masing subyek penelitian melakukan
interaksi berpikir untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka mengenai penemuan
luas segitiga dan segiempat, serta penyelesaian masalah yang berkaitan dengan
luas segitiga dan segiempat dengan bantuan Lembar Kegiatan Siswa (LKS).
Mereka saling bertukar pikiran atau ide dalam menyelesaian permasalahan yang
ada di LKS. Hal ini dapat dilihat ketika mereka saling membantu satu sama lain
dalam kegiatan diskusi yang dilakukan. Diagram 1, 4, dan 7 menggambarkan
proses interaksi berpikir keempat siswa ketika berdiskusi dalam melakukan
kegiatan berkelompok dan presentasi hasil diskusi. Selain itu, pada Diagram 2, 5,
dan 8 terlihat proses interaksi berpikir setiap anggota kelompok dengan guru
ketika pengecekan kemampuan prasyarat, ketika mereka mengalami kesulitan
dalam menyelesaikan permasalahan yang ada di LKS, serta ketika mereka diminta
menyimpulkan materi yang dipelajari. Mereka melakukan proses interaksi
11
berpikir tersebut dengan mendengarkan penjelasan guru, dengan mengajukan
pertanyaan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari guru. Pada Diagram 3, 4,
dan 5 terlihat proses interaksi berpikir setiap anggota kelompok dengan materi
pembelajaran melalui LKS, yaitu dengan menggunakan suatu konsep dalam
menyelesaikan permasalahan dan menuliskan penyelesaian di LKS dengan tepat,
serta menunjukkan kemampuan memecahkan masalah dalam LKS.
Berdasarkan Diagram 1, 2, 4, 5, 7, dan 8, terlihat bahwa terjadi proses
interaksi berpikir siswa yang sesuai dengan konsep Vygotsky mengenai
scaffolding dan ZPD. Scaffolding yang terjadi tidak hanya diberikan antar siswa,
tetapi guru juga ikut berperan dalam pemberian scaffolding dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan pancingan yang membimbing siswa ketika terdapat siswa
mengalami kesulitan. Berdasarkan Diagram 3, 6 dan 9, juga terlihat bahwa terjadi
proses interaksi berpikir siswa dengan materi yang sesuai dengan pendapat
Hudojo (2005: 93) bahwa interaksi siswa dengan materi terjadi apabila materi itu
sesuai dengan perkembangan intelektual siswa dan cocok dengan struktur kognitif
yang dimiliki siswa sehingga materi tersebut bermakna. Adanya proses interaksi
berpikir juga sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Amalia (2008)
yang menjelaskan bahwa dalam diskusi kelompok terjadi interaksi multiarah antar
anggota kelompok dengan kartu model sebagai media pembelajaran.
Pada pertemuan I, proses interaksi berpikir S1 yang merupakan siswa
berkemampuan tinggi yaitu sering menjawab pertanyaan temannya, sering
menyampaikan ide, kadang-kadang memberikan sanggahan atau kesimpulan
dalam menyelesaikan permasalahan di LKS 1. Selain itu, S1 kadang-kadang juga
mengajukan pertanyaan untuk memastikan kebenaran idenya. Proses interaksi
berpikir S1 juga terjadi dengan guru, yaitu sering mendengarkan penjelasan guru
dan menjawab pertanyaan guru. Namun, S1 tidak pernah mengajukan pertanyaan
kepada guru. Selain itu, S1 juga mengalami proses interaksi berpikir dengan
materi pembelajaran, yaitu sering menggunakan suatu konsep dalam
menyelesaikan permasalahan, sering menunjukkan kemampuan memecahkan
masalah, dan sering menuliskan penyelesaian di LKS 1 dengan tepat. Demikian
pula dengan S2 dan S3 yang merupakan siswa berkemampuan sedang. Pada
pertemuan I, proses interaksi berpikir S2 dan S3 cenderung seimbang antara
bertanya dan menjawab pertanyaan teman sekelompoknya. S2 dan S3 juga sering
menyampaikan idenya, dan kadang-kadang juga memberikan sanggahan atau
kesimpulan. S2 dan S3 juga melakukan proses interaksi berpikir dengan guru,
yaitu sering mendengarkan penjelasan guru, serta kadang-kadang mengajukan dan
menjawab pertanyaan. Selain itu, S2 juga menyampaikan perbedaan jawaban
kelompoknya pada saat presentasi hasil. Proses interaksi berpikir S2 dengan
materi pembelajaran terjadi ketika S2 sering menggunakan suatu konsep, tetapi
penerapan konsep oleh S1 tidak sesering S2. S2 dan S3 kadang-kadang juga
menuliskan penyelesaian di LKS dengan tepat dan juga menunjukkan kemampuan
memecahkan masalah. Sedangkan S4 yang merupakan siswa berkemampuan
12
rendah lebih sering bertanya mengenai hal yang belum dimengerti, dan jarang
menyampaikan pendapatnya. Proses interaksi berpikir S4 dengan materi
pembelajaran juga sebatas pada materi yang mudah baginya, yaitu kadang-kadang
menerapkan konsep yang mudah, jarang menuliskan jawaban dengan tepat, dan
jarang menunnjukkan kemampuan memecahkan masalah.
Pada pertemuan II, S1, S2, dan S3 terlihat lebih aktif dan bersemangat
ketika melakukan diskusi, tetapi pada kegiatan 3 proses interaksi berpikir S2 dan
S3 menurun, yaitu intensitas dalam menyampaikan pendapat lebih rendah dari
pada kegiatan sebelumnya. Hal ini disebabkan S1 lebih mendominasi diskusi pada
kegiatan 3. Proses interaksi berpikir S1, S2, dan S3 dengan materi hampir sama
dengan pertemuan I. Sedangkan S4 lebih sering bertanya dan menyampaikan
pendapatnya dari pada pertemuan I, namun pada pertemuan ini S4 tidak
menyampaikan pendapat kepada guru ketika kelompoknya mengalami kesulitan.
Proses interaksi berpikir S4 dengan materi mengalami penurunan apabila
dibandingkan pada pertemuan I. Ada hal menarik pada pertemuan III, dalam tahap
pemberian bantuan dalam penyelidikan tidak terjadi proses interaksi berpikir
siswa dengan guru. Hal ini disebabkan cara penyelesaian permasalahan yang ada
di LKS 3 hampir sama dengan LKS pada pertemuan sebelumnya sehingga
kelompok subyek penelitian tidak mengalami kesulitan karena sudah terbiasa
dengan permasalahan tersebut. Proses interaksi berpikir S1, S2 dan S3 dengan
teman sekelompoknya dan materi pembelajaran hampir sama dengan pertemuan
sebelumnya, tetapi pada diskusi kegiatan 3, S3 terlihat kurang aktif dalam
menyampaikan pendapat. Pada saat presentasi hasil S1 dan S3 menanggapi
kelompok yang sedang presentasi dengan menyampaikan perbedaan jawaban
kelompoknya. Pada pertemuan ini S4 terlihat lebih sering menjawab pertanyaan
teman sekelompoknya dan menyampaikan pendapat dari pada pertemuan
sebelumnya.
Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa siswa dengan kemampuan
rendah cenderung pasif dalam pembelajaran dibandingkan dengan siswa
berkemammpuan tinggi dan sedang yang cenderung aktif. Hal ini sudah sesuai
dengan pemaparan Asnaldi (2007) bahwa keaktifan setiap subyek penelitian
dimana siswa berkemampuan tinggi berperan sebagai sumber dalam belajar
kelompok serta membimbing teman-teman belajar kelompoknya untuk
mengkonstruksi pengetahuan. Siswa berkemampuan sedang berperan sebagai
penyeimbang dan siswa berkemampuan rendah sebagai penerima saja. Keaktifan
siswa tersebut disebabkan siswa dengan kemampuan tinggi memiliki struktur
berpikir awal yang lebih baik dari pada siswa berkemampuan rendah, sehingga
siswa berkemampuan tinggi lebih percaya diri dan mampu mengkonstruksikan
masalah dengan baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mulyasa (2007:102)
bahwa siswa berkemampuan rendah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1)
lambat dalam menerima dan mengelola pembelajaran, lamban dalam bekerja,
memahami isi bacaan, menganalisis dan memecahakan masalah (2) kurang
13
mampu berkonsentrasi, mudah lupa (3) tidak berprestasi dan hasil kerjanya tidak
memuaskan (4) sering berperilaku kurang baik dan tidak produktif.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa
terjadi proses interaksi berpikir siswa dalam pembelajaran kooperatif dengan
metode guided discovery. Keempat subyek penelitian melalukan interaksi berpikir
untuk menemukan rumus luas segitiga dan segiempat, serta menyelesaikan
masalah yang berkaitan dengan luas segitiga dan segiempat. Proses interaksi
berpikir tersebut terjadi secara multiarah, yaitu antara siswa berkemampuan
tinggi, siswa berkemampuan sedang, dan siswa berkemampuan rendah dengan
guru, kelompok kecil yang lain dan materi pembelajaran yang dilihat melalui LKS
sebagai media pembelajaran.
Siswa berkemampuan tinggi sering menjawab pertanyaan temannya,
sering menyampaikan ide, kadang-kadang memberikan sanggahan atau
kesimpulan dalam menyelesaikan permasalahan, kadang-kadang mengajukan
pertanyaan untuk memastikan kebenaran idenya, dan kadang-kadang juga
menanggapi kelompok lain ketika presentasi hasil diskusi. Proses interaksi
berpikir siswa berkemampuan tinggi juga terjadi dengan guru, yaitu sering
mendengarkan penjelasan guru, sering menjawab pertanyaan guru, dan kadang-
kadang mengajukan pertanyaan kepada guru. Selain itu, siswa berkemampuan
tinggi juga mengalami proses interaksi berpikir dengan materi, yaitu sering
menggunakan suatu konsep dalam menyelesaikan permasalahan, sering
menunjukkan kemampuan memecahkan masalah, dan sering menuliskan
penyelesaian di LKS dengan tepat.
Siswa berkemampuan sedang sering mengajukan pertanyaan mengenai
sesuatu yang belum dimengerti, tetapi kadang-kadang untuk memastikan
kebenaran idenya. Siswa berkemampuan sedang juga sering menjawab pertanyaan
temannya walaupun tidak sesering siswa berkemampuan tinggi, sering
menyampaikan ide, kadang-kadang memberikan sanggahan atau kesimpulan
dalam menyelesaikan permasalahan, dan kadang-kadang juga menanggapi
kelompok lain ketika presentasi hasil diskusi. Proses interaksi berpikir siswa
berkemampuan sedang juga terjadi dengan guru, yaitu sering mendengarkan
penjelasan guru, kadang-kadang menjawab pertanyaan dan mengajukan
pertanyaan kepada guru. Selain itu, siswa berkemampuan sedang juga mengalami
proses interaksi berpikir dengan materi pembelajaran, yaitu kadang-kadang
menggunakan suatu konsep dalam menyelesaikan permasalahan, menunjukkan
kemampuan memecahkan masalah, dan menuliskan penyelesaian di LKS.
Siswa berkemampuan rendah sering mengajukan pertanyaan mengenai
sesuatu yang belum dimengerti, kadang-kadang menjawab pertanyaan dan
menyampaikan ide mengenai materi yang mudah, tetapi tidak pernah memberikan
sanggahan atau kesimpulan. Ketika presentasi hasil diskusi, siswa berkemampuan
14
rendah tidak pernah menanggapi kelompok lain. Siswa berkemampuan rendah
sering mendengarkan penjelasan guru, tetapi tidak pernah mengajukan pertanyaan
kepada guru. Siswa berkemampuan rendah kadang-kadang juga menjawab
pertanyaan guru. Selain itu, siswa berkemampuan sedang juga mengalami proses
interaksi berpikir dengan materi pembelajaran, yaitu kadang-kadang
menggunakan suatu konsep yang mudah dalam menyelesaikan permasalahan dan
kadang-kadang juga menunjukkan kemampuan memecahkan masalah yang relatif
mudah, dan kadang-kadang juga menuliskan penyelesaian di LKS dengan tepat.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, saran yang dapat diberikan
adalah sebagai berikut.
1. Bagi Guru
a) Guru tidak hanya dapat melihat kemampuan siswa melalui tes, tetapi
juga dapat melihat kemampuan siswa melalui proses interaksi berpikir
siswa.
b) Guru hendaknya menyediakan media pembelajaran yang sesuai untuk
meningkatkan interaksi siswa dalam kegiatan pembelajaran.
c) Guru dapat menggunakan pembelajaran kooperatif dengan metode
guided discovery untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam kegiatan
pembelajaran.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
a) Penelitian ini masih terbatas pada proses interaksi berpikir siswa dalam
pembelajaran kooperatif dengan metode guided discovery. Oleh karena
itu, perlu diteliti lagi terjadinya proses interaksi berpikir siswa dengan
menggunakan metode pembelajaran yang lain.
b) Penelitian ini masih terbatas untuk mengkaji proses interaksi berpikir
siswa dalam menemukan rumus luas segitiga dan segiempat, sehingga
perlu dikaji proses interaksi berpikir siswa pada materi yang lain.
c) Penelitian ini masih terbatas untuk mengkaji proses interaksi berpikir
siswa, sehingga perlu dikaji hubungan kemampuan siswa dengan proses
interaksi berpikir siswa.
d) Penelitian mengenai interaksi berpikir dapat dikembangkan sebagai
penelitian tindakan kelas.
15
DAFTAR RUJUKAN
Amalia, Ria. 2008. Proses Interaksi Berpikir Siswa dengan Siswa dalam
Pembelajaran Kooperatif Metode Silih Tanya Materi Persamaan Kuadrat
Kelas X-2 SMAN 7 Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Program
Studi Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang.
Asnaldi, Arie. 2007. Teori-teori Belajar Proses Perubahan Tingkah Laku da
Belajar. Bandung: Sandria.
Hudojo, Herman. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran
Matematika. Malang: JICA.
Moleong, J. Lexy. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Mulyasa. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik dan
Penerapannya dalam KBK. Bandung: Remaja Rosdakaya.
Subanji. 2011. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang: UM
Press.
Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta:
Kanisius.
Mengetahui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. rer. nat. I Made Sulandra, M.Si Aning Widayanti, S.Si, M.Pd
NIP 19631216 198701 1 001 NIP 19801207 200801 2 010
Mahasiswa
Nita Eri Kristya Ningsih
NIM 209311419791