Proposalku 2

39
OPTIMASI ELECTRICAL SUBMERSIBLE PUMP (ESP) DARI ANALISA DATA PRODUKSI HARIAN DI SUMUR “X” LAPANGAN “Y” PROPOSAL SKRIPSI OLEH: MUHAMMAD AGUNG PAMBUDI 113050177/TM PRODI TEKNIK PERMINYAKAN FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

Transcript of Proposalku 2

Page 1: Proposalku 2

OPTIMASI ELECTRICAL SUBMERSIBLE PUMP (ESP)

DARI ANALISA DATA PRODUKSI HARIAN

DI SUMUR “X” LAPANGAN “Y”

PROPOSAL

SKRIPSI

OLEH:

MUHAMMAD AGUNG PAMBUDI

113050177/TM

PRODI TEKNIK PERMINYAKAN

FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

YOGYAKARTA

2012

Page 2: Proposalku 2

OPTIMASI ELECTRICAL SUBMERSIBLE PUMP (ESP)

DARI ANALISA DATA PRODUKSI HARIAN

DI SUMUR “X” LAPANGAN “Y”

I. LATAR BELAKANG MASALAH

Dalam memproduksikan minyak dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu

dengan cara sembur alam (natural flow) dan sembur buatan (artificial lift). Cara

pertama dilakukan bila tekanan reservoir cukup tinggi, sehingga dapat

mengalirkan fluida ke permukaan secara alamiah. Sedangkan cara yang kedua

dilakukan apabila tekanan reservoir tidak mampu lagi mengalirkan fluida

kepermukaan secara alamiah. Salah satu metode yang digunakan dalam

menangani masalah yang kedua adalah dengan menggunakan Pompa Benam

Listrik (Electrical Submersible Pump-ESP).

Metode pengangkatan fluida dengan ESP banyak digunakan karena sangat

efektif dan efisien untuk sumur yang menpunyai produktivitas indeks (PI) yang

besar, sumur yang dalam, serta untuk sumur-sumur miring. Ada banyak pilihan

jenis pompa ESP yang beredar di pasaran dimana tiap perusahaan

mengembangkan dan membuat bermacam-macam ukuran serta type dari pompa

benam listrik sehingga dapat dipilih type dan ukuran yang sesuai dengan

perhitungan.

Unit peralatan ESP di dalam sumur mempunyai usia (running time)

tertentu, sehingga laju produksinya tidak sesuai dengan harapan. Beberapa faktor

yang berpengaruh terhadap laju produksi sumur-sumur ESP diantaranya adalah

adanya berkurangnya cadangan minyak, adanya problem produksi (kepasiran,

conning, emulsi, scale dan sebagainya) dan desain pompa yang tidak optimal.

Dalam mendesain atau merencanakan pompa benam listrik (Pump Design)

ada 3 (tiga) hal penting yang harus di perhitungkan agar pompa dapat bekerja

pada kapasitas yang optimal, yaitu Head Capacity, Pump Efficiency dan Brake

Horse Power sehingga untuk memproduksikan fluida dengan kapasitas produksi

maksimum dan kapasitas kerja pompa yang optimum.

Page 3: Proposalku 2

II. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dan tujuan penelitian ini adalah mengoptimasikan sumur-sumur

ESP dengan mengetahui laju produksi, pump setting depth dan ukuran serta type

unit pompa yang tersedia. Dari hasil tersebut diharapkan dapat memilih unit

pompa ESP yang sesuai untuk menghasilkan laju produksi yang optimum.

III. TEORI DASAR

3.1. Produktivitas Formasi

Pada umumnya sumur-sumur yang baru ditemukan mempunyai tenaga

pendorong alamiah yang mampu mengalirkan fluida hidrokarbon dari reservoir

kepermukaan dengan tenaganya sendiri. Seiring berjalannya waktu produksi,

kemampuan dari formasi untuk mengalirkan fluida tersebut akan mengalami

penurunan, yang besarnya sangat tergantung pada penurunan tekanan reservoir.

Parameter yang menyatakan produktivitas formasi adalah Index Produktivitas (PI)

dan Inflow Performance Relationship (IPR).

Index Produktivitas (PI) merupakan index yang digunakan untuk menyatakan

kemampuan suatu formasi untuk berproduksi pada suatu beda tekanan tertentu.

PI= qP s−Pwf ...................................................................................(3-1)

PI= dqdPwf ........................................................................................(3-2)

Inflow Performance Relationship (IPR) merupakan pernyataan PI secara

grafis yang menggambarkan perubahan-perubahan dari harga tekanan alir dasar

sumur (Pwf) versus laju alir (q) yang dihasilkan karena terjadinya perubahan

tekanan alir dasar sumur. Apabila tekanan reservoir di bawah tekanan bubble

point minyak, dimana gas semula larut akan terbebaskan, membuat fluida menjadi

dua fasa. Menurut Muskat, bentuk IPR pada kondisi tersebut melengkung,

Page 4: Proposalku 2

sehingga PI menjadi suatu perbandingan antara perubahan laju produksi dq

dengan perubahan tekanan alir dasar sumur, dPwf.

3.2. Aliran Fluida dalam Pipa

3.2.1.Sifat Fisik Fluida

A. Kelarutan Gas Dalam Minyak (Rs)

Sistem minyak pada tekanan yang tinggi, gas akan terlarut dalam minyak,

dengan demikian harga kelarutan gas meningkat dan sebaliknya apabila terjadi

penurunan tekanan, fasa gas akan terbebaskan dari larutan minyak. Jumlah gas

yang terlarut akan konstan, apabila tekanan mencapai tekanan saturasi (Bubble

Point Pressure-Pb).

B. Faktor Volume Formasi

Faktor volume formasi diperlukan untuk memperkirakan volume fluida

pada suatu tekanan dan temperatur tertentu. Perubahan volume fluida yang

menyertai perubahan tekanan dan temperatur disebabkan oleh terbebaskannya gas

sebagai akibat perubahan tersebut

C Viskositas

Viskositas merupakan keengganan suatu fluida untuk mengalir. Harga

viskositas ini dipengaruhi oleh temperatur dan tekanan, pada temperatur yang

tinggi harga viskositas fluida akan mengecil dan sebaliknya pada temperatur

rendah harga viskositas akan semakin besar.

D. Faktor Deviasi Gas

Salah satu korelasi yang digunakan dalam perhitungan faktor deviasi gas

(Z), yaitu korelasi Standing dan Katz.

Page 5: Proposalku 2

E. Specific Gravity Fluida

Specific Gravity fluida (SG) adalah perbandingan antara densitas fluida

tersebut dengan fluida yang lain pada kondisi standart (14.7 psi, 60oF). Untuk

menghitung besarnya SG fluida tertentu, biasanya air diambil sebagai patokan

densitas sebesar 62.40 lb/cuft.

3.2.2. Friction Loss

Secara umum persaman gradient tekanan yang digunakan untuk setiap

fluida yang mengalir pada sudut kemiringan pipa tertentu dinyatakan dengan tiga

komponen, yaitu adanya perubahan energi potensial (elevasi), adanya gesekan

pada dinding pipa dan adanya perubahan energi kinetik.

[ dPdL ]=[ dP

dL ]el+[ dP

dL ]f+[ dP

dL ]acc ........................................(3-3)

[ dPdL ]= g

gc

ρ sin θ+ fρV 2

2 gc d+ ρ VdP

gc dL .........................................(3-4)

Keterangan :

= densitas fluida, lb/cuft

V = kecepatan aliran, ft/dt

f = faktor gesekan

d = diameter dalam pipa, inchi

a = sudut kemiringan pipa

g = percepatan gravitasi, ft/dt2

gc = faktor konversi

Bila fluida mengalir didalam pipa maka akan mengalami tegangan geser

(shear stress) pada dinding pipa, sehingga terjadi kehilangan sebagian tenaganya

yang sering disebut dengan friction loss. Willian-Hazen membuat suatu

persamaan empiris untuk friction loss (hf), yaitu:

Page 6: Proposalku 2

hf =2 ,0830 [100C ]

1 , 85 [ Q1, 85

ID4, 8655 ]...........................................(3-5)

Keterangan:

C = konstanta dari bahan yang digunakan dalam pembuatan pipa

Q = laju produksi, gallon/menit

ID = diameter dalam pipa, inchi

3.2.3. Tekanan, Head dan Gradient Tekanan

Tekanan hidrostatik suatu fluida adalah tekanan yang disebabkan oleh

suatu kolom fluida pada suatu luasan. Bila dinyatakan secara matematis :

P= 1144

×ρf×h, lb/in2.............................................................(3-6)

Pada suatu kolom fluida, tekanan pada suatu titik adalah sama dengan

tekanan pada permukaan fluida ditambah dengan tekanan akibat kolom fluida

setinggi titik tersebut dari permukaan. Ketinggian tersebut disebut Head.

H= P0 , 433 x SGf , ft................................................................(3-7)

Gradient tekanan disebabkan oleh suatu kolom fluida pada satu unit

ketinggian, sehingga bila Persamaan (3-7) domasukkan P = 1 psi dan H = 1 ft,

maka gradient tekanan (Gf) adalah :

Gf =0 , 433 x SG f ...................................................................(3-8)

3.3. Pompa Benam Listrik (Electric Submersible Pump-ESP)

Pada dasarnya Pompa Benam listrik adalah pompa centrifugal bertingkat

banyak, dimana setiap tingkat terdiri dari dua bagian, yaitu impeller (bagian yang

berputar) dan diffuser (bagian yang diam) serta memiliki poros yang dihubungkan

Page 7: Proposalku 2

langsung dengan motor penggerak. Motor penggerak ini menggunakan tenaga

listrik yang di supplai dari permukaan dengan perantaraan kabel listrik.

Sedangkan sumber listrik diambil dari power plant yang ada di lapangan minyak.

3.3.1. Prinsip Kerja Pompa Benam Listrik

Prinsip kerja pompa benam listrik adalah berdasarkan pada prinsip kerja

pompa sentrifugal dengan poros tegak, setiap stage terdiri dari impeller dan

diffuser, yang dalam operasinya fluida diarahkan ke dasar impeller dengan arah

tegak gerak putar diberikan pada cairan oleh sudu-sudu impeller. Gaya sentrifugal

fluida menyebabkan aliran radial dan cairan meninggalkan impeller dengan

kecepatan tinggi dan diarahkan kembali ke impeller berikutnya oleh diffuser.

Cairan yang ditampung dalam rumah pompa kemudian dievaluasikan melalui

diffuser, sebagian tenaga kinetik diubah menjadi tenaga potensial berupa tekanan,

karena cairan dilempar ke luar, maka terjadi proses penghisapan.

3.3.2. Peralatan Electric Submersible Pump (ESP)

Secara umum peralatan Pompa Benam Listrik dapat dibagi menjadi dua

bagian, yaitu peralatan di bawah permukaan dan peralatan di atas permukaan.

Gambar 3.1. memperlihatkan secara lengkap peralatan di atas dan di bawah

permukaan dari Pompa Benam Listrik.

A. Peralatan Bawah Permukaan

Peralatan ini dalam satu kesatuan di ujung tubing produksi dan

dibenamkan kedalam fluida sumur. Adapun peralatan untuk bawah permukaan

adalah sebagai berikut:

1. PSI Unit (Pressure Sensing Instruments)

PSI (Pressure Sensing Instrument) adalah suatu alat yang mencatat

tekanan dan temperatur dalam sumur. Secara umum PSI unit mempunyai 2

komponen pokok, yaitu :

a. PSI Down Hole Unit

Page 8: Proposalku 2

Dipasang dibawah Motor Type Upper atau Center Tandem, karena alat ini

dihubungkan pada Wye dari Electric Motor yang seolah-olah merupakan

bagian dari Motor tersebut.

b. PSI Surface Readout

Merupakan bagian dari system yang mengontrol kerja Down Hole Unit

serta menampakkan (Display) informasi yang diambil dari Down Hole

Unit.

2. Motor Listrik

Motor ini berfungsi sebagai tenaga penggerak bagi unit pompa (prime

mover). Merupakan motor induksi tiga fasa yang terdiri dari dua kumparan, yaitu

stator (bagian yang diam) dan rotor (bagian yang bergerak). Rotor ini

dihubungkan dengan poros yang terdapat pada pompa (shaft) sehingga impeller

pompa akan berputar. Karena diameter luarnya terbatas (tergantung diameter

casing), maka untuk mendapatkan horse power yang cukup maka motor dibuat

panjang dan berganda (tandem). Motor ini diisi dengan minyak yang mempunyai

tahanan listrik (dielectric strength) tinggi. Minyak tersebut selain berfungsi

sebagai pelumas juga berfungsi sebagai tahanan (isolasi) dan sebagai penghantar

panas motor yang ditimbulkan oleh perputaran rotor ketika motor tersebut

bekerja. Panas tersebut dipindahkan dari rotor ke housing motor yang selanjutnya

dibawa kepermukaan oleh fluida sumur yang terproduksi.

3. Seal Section (Protector)

Protector (Reda) sering juga disebut dengan Seal Section (Centrilift) atau

Equalizer (ODI). Alat ini dipasang diantara gas separator dan motor listrik yang

mempunyai 4 (empat) fungsi utama, yaitu: untuk mengimbangi tekanan motor

dengan tekanan di annulus, sebagai tempat duduknya Thrust Bearing (yang

mempunyai bantalan axial dari jenis marine type) untuk meredam gaya axial yang

ditimbulkan oleh pompa, sebagai penyekat masuknya fluida sumur ke dalam

motor listrik serta memberikan ruang untuk pengembangan / penyusutan minyak

motor sebagai akibat dari perubahan temperatur dalam motor listrik pada saat

bekerja atau saat dimatikan.

Page 9: Proposalku 2

12

3

4

5

6

78

109

11 12

13

14

15

16

Transformer bankSwitchboardAmmeterSurface cableJunction boxWell headBleeder valveRound cableSpliceTubingFlat cablePumpIntakeProtectorMotorCentralizer

Gambar 3.1. ESP Unit (Courtesy TRW-Reda)

Page 10: Proposalku 2

4. Intake (Gas Separator)

Intake/Gas Separator dipasang dibawah pompa dengan cara

menyambungkan sumbunya (shaft) memakai coupling. Intake ada yang dirancang

untuk mengurangi volume gas yang masuk kedalam pompa, disebut Gas

Separator, tetapi ada juga yang tidak yang disebut Intake atau Standart Intake.

5. Unit Pompa

Unit pompa merupakan Multistage Centrifugal Pump, yang terdiri dari:

impeller, diffuser, shaft (tangkai) dan housing (rumah pompa). Di dalam housing

pompa terdapat sejumlah stage, dimana tiap stage terdiri dari satu impeller dan

satu diffuser. Jumlah stage yang dipasang pada setiap pompa akan dikorelasi

langsung dengan Head Capacity dari pompa tersebut. Dalam pemasangannya bisa

menggunakan lebih dari satu (tandem) tergantung dari Head Capacity yang

dibutuhkan untuk menaikkan fluida dari lubang sumur ke permukaan. Impeller

merupakan bagian yang bergerak, sedangkan diffuser adalah bagian yang diam.

Seluruh stage disusun secara vertikal, dimana masing-masing stage dipasang

tegak lurus pada poros pompa yang berputar pada housing. Prinsip kerja pompa

ini, yaitu fluida yang masuk kedalam pompa melalui intake akan diterima oleh

stage paling bawah dari pompa, impeller akan mendorongnya masuk, sebagai

akibat proses centrifugal maka fluida akan terlempar keluar dan diterima oleh

diffuser.

Oleh diffuser, tenaga kinetis (velocity) fluida akan diubah menjadi tenaga

potensial (tekanan) dan diarahkan ke stage selanjutnya. Pada proses tersebut fluida

memiliki energi yang semakin besar dibandingkan pada saat masuknya. Kejadian

tersebut terjadi terus-menerus sehingga tekanan head pompa berbanding linier

dengan jumlah stages, artinya semakin banyak stages yang dipasangkan, maka

semakin besar kemampuan pompa untuk mengangkat fluida.

Page 11: Proposalku 2

6. Unit Kabel Listrik

Power yang dibutuhkan oleh motor disalurkan dari permukaan melalui

kabel listrik yang dilapisi dengan penyekat. Kabel ini ditempatkan sepanjang

tubing dengan Clamp. Unit kabel ini terdiri atas tiga buah kabel tembaga yang

satu sama lain dipisahkan dengan pembalut terbuat dari karet dan keseluruhannya

dibungkus dengan pelindung baja. Ada dua jenis kabel, yaitu flat cable (pipih) dan

round cable (bulat), yang penggunaannya tergantung pada besarnya ruang

(clearances) yang tersedia.

7. Check Valve dan Bleeder Valve

Check valve dipasang 2–3 joint diatas pompa, gunanya untuk menahan

liquid agar tidak turun ke bawah yang dapat mengakibatkan pompa berputar

terbalik sewaktu pompa mati. Bleeder valve berada 1 joint diatas check valve

digunakan untuk mengeringkan fluida ke annulus bila suatu bar (besi) dijatuhkan

dalam tubing untuk membukanya.

B. Peralatan di Atas Permukaan

Peralatan diatas permukaan terdiri atas : Wellhead, Junction Box,

Switchboard dan Transformer.

1. Wellhead

Wellhead atau kepala sumur dilengkapi dengan tubing hanger khusus yang

mempunyai lubang untuk cable pack off atau penetrator. Cable pack off ini

biasanya tahan sampai tekanan 3000 psi. Tubing hanger dilengkapi juga dengan

lubang untuk hidraulic control line, yaitu saluran cairan hidraulik untuk menekan

subsurface ball valve agar terbuka.

2. Junction Box

Junction Box merupakan suatu tempat yang terletak antara switchboard

dan wellhead yang berfungsi untuk tempat sambungan kabel atau penghubung

kabel yang berasal dari dalam sumur dengan kabel yang berasal dari Switchboard.

Junction Box juga digunakan untuk melepaskan gas yang ikut dalam kabel agar

tidak menimbulkan kebakaran di switchboard.

Page 12: Proposalku 2

3. Switchboard

Berfungsi sebagai pengendali atau kontrol peralatan pompa yang

ditenggelamkan kedalam sumur. Alat ini merupakan kombinasi dari motor starter,

alat pelindung dari overload/underload, alat pencatat tegangan serta kuat arus

listrik selama dalam kondisi operasi atau ammeter recording.

4. Transformer

Berfungsi sebagai pengubah tegangan dari primary voltage menjadi

voltage yang disesuaikan dengan kebutuhan motor yang digunakan. Alat ini

terediri dari core atau inti yang dikelilingi oleh coil dari lilitan kawat tembaga.

Keduanya baik core maupun coil direndam dengan minyak trafo sebagai

pendingin dan isolasi. Perubahan tegangan akan sebanding dengan jumlah lilitan

kawatnya.

3.3.3. Dasar-dasar Perhitungan ESP

3.3.3.1. Perkiraan Laju Produksi Maksimum

Laju produksi sumur yang diinginkan harus sesuai dengan produktivitas

sumur. Pada umumnya fluida yang mengalir dari formasi ke lubang sumur terdiri

dari tiga fasa, yaitu gas, minyak dan air, maka dalam pengembangan kelakuan

aliran tiga fasa dari formasi ke lubang sumur dapat menggunakan analisis regresi

dari Metode Pudjo Sukarno.

qo

qt ,max

=Ao+A1 (Pwf /Pr)+A2 (Pwf /Pr)2 .......................(3-9)

Keterangan :

An = konstanta persamaan (n = 0, 1 dan 2) dimana harganya berbeda

untuk water cut yang berbeda. Hubungan antara konstanta tersebut

dengan water cut ditentukan pula dengan analisis regresi:

An=C0+C1 (WC )+C2 (WC )2 .........................................(3-10)

Cn = konstanta untuk masing-masing harga An (dalam Tabel III-1).

Page 13: Proposalku 2

Tabel III-1.

Konstanta Cn Untuk Masing-Masing An

An C0 C1 C2

A0 0.980321 0.115661 10-1 0.179050 10-4

A1 0.414360 0.392799 10-2 0.237075 10-5

A2 0.564870 0.762080 10-2 0.202079 10-4

Sedangkan hubungan antara tekanan alir dasar sumur terhadap water cut

dapat dinyatakan sebagai Pwf/Pr terhadap WC/(WC @ Pwf = Pr), dimana (WC @

Pwf = Pr) telah ditentukan dengan analisis regresi dan menghasilkan persamaan

berikut :

WCWC @ Pwf=Pr

=P1×Exp [ P2 Pwf / Pr ].................................(3-11)

Dimana harga P1 dan P2 tergantung dari harga water cut dan dapat ditentukan

dengan persamaan berikut :

P1=1. 606207−0 .130447×Ln(WC ) ....................................(3-12)

P2=−0 .517792+0. 110604×Ln(WC ).................................(3-13)

dimana water cut dinyatakan dalam persen (%) dan merupakan data uji produksi.

3.3.3.2. Total Dynamic Head (TDH)

Total dynamic head adalah suatu istilah yang menyatakan total pressure dimana

pompa bekerja, dinyatakan sebagai head (ketinggian kolom cairan, ft). TDH juga

dinyatakan sebagai perbedaan tekanan (pressure differential) sepanjang pompa

(outlet-inlet), atau sebagai kerja yang dilakukan oleh pompa pada cairan untuk

menaikkan energi dari tingkat tertentu ke tingkat lainnya.

TDH = Z fl+P t x 2,31

SG+H f

........................................................(3-14)

Page 14: Proposalku 2

Atau :

TDH=Z fl+ P t

Gf+H f

.................................................................(3-15)

Keterangan :

TDH = Total Dynamic Head

Zfl = Kedalaman dari permukaan fluida dianulus pada saat sumur sedang

berproduksi (producing fluid level), ft

Pt = Tekanan tubing di permukaan, psi

SG = Specific Gravity

Hf = Kehilangan tekanan karena friksi,

Gf = Gradien tekanan fluida, psi/ft

3.3.3.3. Daya Kuda (Horse Power) dan Effisiensi

TDH dan laju produksi diketahui, maka hydraulic horse power dapat

ditentukan dengan persamaaan sebagai berikut :

HHP=q x TDH x SGC ................................................................(3-16)

Keterangan :

HHP = Hydraulic horse power yang diberikan oleh pompa, hp

C = Faktor konversi (135770 jika q dalam BPD, TDH dalam ft dan 6580

jika q dalam m3/hari, TDH dalam m).

Input brake horse power dari permukaan ke pompa dapat dinyatakan

dengan menggunakan term koreksi dengan effisiensi pompa, motor dan

kehilangan tekanan di kabel (effisiensi kabel), jadi :

BHP=HHPη , ft...........................................................................(3-17)

Page 15: Proposalku 2

Keterangan :

BHP = Brake horse power, hp

η = Effisiensi total, %

3.3.3.4. Suction Head dan Kavitasi

Suction Head (Tinggi Hisap)

Air akan naik mengikuti torak sampai pada mencapai ketinggian Hs jika di

dalam silinder atau torak yang semula berada dipermukaan cairan.

Hs=144 x Pρ , ............................................................................(3-18)

Keterangan :

Hs = Suction head, ft

P = Tekanan permukaan cairan, psi

ρ = Densitas fluida, lb/cuft

Kavitasi dan Net Positive Suction Head (NPHS)

Gas yang semula terlarut di dalam cairan terbebaskan jika tekanan absolut

cairan pada suatu titik di dalam pompa berada di bawah tekanan saturasi (Pb) pada

temperatur cairan. Gelembung-gelembung gas ini akan mengalir bersama-sama

dengan cairan sampai pada daerah yang memiliki tekanan lebih tinggi dicapai

dimana gelembung tadi akan mengecil. Fenomena ini disebut sebagai “kavitasi”

yang dapat menurunkan effisiensi dan merusak pompa.

Kejadian ini berhubungan dengan kondisi penghisapan, dan apabila

kondisi penghisapan berada diatas tekanan buble point, maka kavitasi tidak

terjadi. Kondisi minimum yang dikehendaki untuk mencegah terjadi kavitasi pada

suatu pompa deisebut sebagai Net Positive Suction Head (NPHS). NPHS adalah

tekanan absolut di atas tekanan saturasi yang diperlukan untuk menggerakkan

fluida masuk ke dalam impeller.

Page 16: Proposalku 2

3.3.3.5. Pump Setting Depth

Suatu batasan umum untuk menentukan letak kedalaman pompa dalam

suatu sumur adalah bahwa pompa harus ditenggelamkan di dalam fluida sumur.

Static Fluid Level (SFL, ft)

Apabila sumur dalam keadaan mati (tidak diproduksikan), sehingga tidak

ada aliran, maka tekanan didepan perforasi sama dengan tekanan statik sumur (Ps).

Sehingga kedalam permukaan fluida di annulus (SFL< ft) adalah :

SFL=D− PsGf

+ PcGf , feet........................................................(3-19)

Working Fluid Level / Operating Fluid Level (WFL, ft).

Bila sumur diproduksikan dengan rate produksi sebesar q (bbl/D), dan

tekanan aliran dasar sumur adalah Pwf (psi), maka ketinggian (kedalaman bila

diukur dari permukaan) fluida di annulus adalah :

WFL=D−PwfGf

+ PcGf , feet....................................................(3-20)

Keterangan :

SFL = Statik Fluid Level, ft

WFL = Working Fluid Level, ft

Ps = Tekanan Statik sumur, psi

Pwf = Tekanan alir dasar sumur, psi

q = Rate produksi, bbl/day

D = Kedalaman sumur, ft

Pc = Casing Head Pressure, psi

Gf = Gradient Fluida Sumur, psi/ft

a) Pump Setting Depth Minimum

Merupakan kedalaman pompa yang tenggelam di permukaan fluida, agar

tekanan di annulus yang berada di depan impeller tingkat pertama lebih besar dari

tekanan bubble point. Tekanan masuk pompa (PIP) di depan impeller tingkat

pertama = Pc + Pb, sehingga Pump Setting Depth minimum (PSDmin) adalah :

Page 17: Proposalku 2

PSD min=WFL+ PbGf

+ PcGf , feet..........................................(3-21)

b) Pump Setting Depth Maksimum

Kedalaman pompa maksimum (PSDmax) ditentukan dengan

persamaan :

PSD max=D−PbGf

+ PcGf , feet...............................................(3-22)

c) Pump Setting Depth Optimum.

Terbuka dan tertutupnya casing head akan mempengaruhi tekanan casing

atau tekanan yang bekerja pada permukaan dari fluida di annulus. Hal ini akan

mempengaruhi besarnya suction head dari pompa, dan besarnya suction head ini

akan berpengaruh dalam menentukan setting depth pompa yang optimum.

Untuk casing head tertutup, maka :

Kedalaman pompa optimum = WFL+

PIP−Patm

G f .................(3-23)

Untuk casing head terbuka, maka :

Kedalaman pompa optimum = WFL+

PIP−Pc

Gf .....................(3-24)

3.3.3.5. Perkiraan Jumlah Tingkat Pompa

Untuk menghitung jumlah tingkat pompa (stage), sebelumnya dihitung

dahulu Total Dynamic Head (TDH, ft) pada laju produksi yang diinginkan dan

Pump Setting Depth tertentu.

TDH=WFL+H f +HTHP , ft ............................................3-25)

Selanjutnya penentuan jumlah tingkat pompa (St) dengan persamaan:

St=TDHHp ..................................................................................(3-26)

Page 18: Proposalku 2

Keterangan :

WFL = working fluid level, ft

Hf = head dari total kehilangan tekanan karena gesekan pada dinding, ft

HTHP = head dari tubing head pressure, ft (THP dibagi gradient fluida)

Hp = head pompa setiap stage, ft/stage (dari grafik pump perform. curve)

3.3.3.6. Pemilihan Ukuran Motor

Dalam pemilihan motor yang sesuai, apabila besarnya horse power yang

dibutuhkan motor pada hasil perhitungan tidak tersedia dalam tabel, maka dipilih

motor yang memiliki horsepower lebih besar yang paling mendekati. Pemilihan

ukuran motor didasarkan atas hal-hal sebagai berikut :

a. Tegangan listri yang tersedia

b. Ukuran casing sumur

c. Besarnya horsepower yang dibutuhkan

d. Kedalaman pompa

Besarnya horsepower yang dibutuhkan (HP motor) adalah sebesar:

HP motor=SGf×St×Hp HP ............................................(3-27)

Keterangan :

SGf = spesific gravity fluida

St = jumlah tingkat pompa yang dipakai

Hp = horsepower motor untuk tiap stage (pump performance curve)

3.3.3.7. Pemilihan Kabel Listrik

Pemilihan kabel termasuk diantaranya ialah pemilihan ukuran kabel, tipe

kabel dan panjang kabel. Ukuran kabel yang tepat adalah tergantung beberapa

faktor antara lain penurunan voltage, ampere, clearance (jarak) antara production

string dengan casing. Baik Reda maupun Centrilift telah membuat grafik-grafik

penurunan voltage pada kabel untuk beberapa harga ampere motor yang berbeda.

Page 19: Proposalku 2

3.3.3.8. Pemilihan Switchboard dan Transformer

Di dalam menentukan switchboard yang akan dipakai perlu diketahui

terlebih dulu berapa besarnya voltage yang akan bekerja pada switchboard

tersebut. Besarnya tegangan yang bekerja pada switchboard dapat dihitung dari

persamaan berikut ini :

V s=V m+V c Volt ...............................................................(3-28)

V c=( L/100 )×Voltage Drop Volt ......................................(3-29)

Voltage Drop adalah kehilangan voltage, volt/1000 ft (dari grafik voltage

drop chart). Dengan mengetahui besarnya tegangan permukaan (Vs), maka dapat

dipilih tipe switchboard yang sesuai.

Untuk menentukan besarnya transformer yang diperlukan dihitung dengan

persamaan berikut :

T=V s×Im×1.73

1000, KVA

....................................................(3-30)

Keterangan :

Vs = surface voltage, volt

Vm = motor voltage, volt

Vc = correction voltage, volt

L = panjang kabel, ft

T = ukuran transformer, KVA

Vs = surface voltage, volt

Im = ampere motor, Ampere

IV. METODELOGI

4.1. Pembuatan kurva IPR Tiga Fasa

Prosedur pembuatannya kinerja aliran tiga fasa dari Metode Pudjo

Sukarno adalah sebagai berikut :

Langkah 1. Mempersiapkan data-data penunjang meliputi :

Tekanan Reservoir/Tekanan Statis Sumur

Page 20: Proposalku 2

Tekanan Alir Dasar Sumur

Laju Produksi Minyak dan Air

Harga Water Cut (WC) berdasarkan data Uji Produksi (%)

Langkah 2. Penentuan WC@ Pwf ≈ Ps

Menghitung terlebih dahulu harga P1 dan P2 yang diperoleh dari

Persamaan (3-12) dan (3-13). Kemudian hitung harga WC@ Pwf ≈

Ps dengan Persamaan (3-11).

Langkah 3. Penentuan konstanta A0, A1 dan A2

Berdasarkan harga WC@Pwf≈Ps kemudian menghitung harga

konstanta tersebut menggunakan Persamaan (3-10) dimana

konstanta C0, C1 dan C2 diperoleh dalam Tabel III-1.

Langkah 4. Penentuan Qt maksimum

Menghitung Qt maksimum dari Persamaan (3-9) dan konstanta A0,

A1 dan A2 dari langkah 3.

Langkah 5. Penentuan Laju Produksi Minyak (Qo)

Berdasarkan Qt maksimum langkah 4, kemudian menghitung harga

laju produksi minyak qo untuk berbagai harga Pwf.

Langkah 6. Penentuan Laju Produksi Air (Qw)

Menghitung besarnya laju produksi air dari harga Water Cut (WC)

pada tekanan alir dasar sumur (Pwf) dengan persamaan :

Qw=( WC100−WC )×Qo

................................................(3-31)

Langkah 7. Membuat tabulasi harga-harga Qw, Qo dan Qt untuk berbagai

harga Pwf pada Ps aktual .

Langkah 8. Membuat grafik hubugan antara Pwf terhadap Qt , diamana Pwf

mewakili sumbu Y dan Qt mewakili sumbu X.

4.2. Evaluasi Unit ESP Terpasang

a. Penentuan Specific Gravity Fluida Campuran

Page 21: Proposalku 2

1. SGrata-rata =

(1 x SGo )+( WOR x SGw )1+WOR

2. Gf = 0,433 psi/ft x SGrata-rata

Pengaruh adanya gas Gf dikurangi 10 %

b. Penentuan Pump Intake Pressure (PIP)

PIP = Pwf – Gf x (HS – HPIP)

c. Perhitungan Gas

1. Menentukan kelarutan gas dalam minyak (Rs) @ intake

2. Menentukan Faktor Volume Formasi Gas (Bg) @ intake

3. Menentukan Faktor Volume Formasi Minyak (Bo) intake

4. Menentukan total fluida dan persentase volume gas bebas @ intake.

Menentukan total volume gas, minyak dan air @ intake

Vt = Vo + Vg + Vw

Menentukan persentase volume gas bebas terhadap total volume

fluida @ intake

% Volume Gas Bebas =

V g

V t x 100 %

d. Penentuan Total Dynamic Head (TDH)

1. Menentukan Producing / Working Fluid Level (Zfl)

Working Fluid Level (Zfl) = HS -

PwfGf

2. Menentukan Tubing Friction Loss (Hf)

Friction Loss (F) =

2. 083(100C )

1. 85

(Qt34 .3 )

1. 85

ID4. 8655

Tubing Friction Loss (Hf) = Friction Loss (F) x PSD

Page 22: Proposalku 2

3. Menentukan Tubing Head (Ht)

Tubing Head (Ht) =

Tubing Pressure ( Pt )Gf

4. Menentukan Total Dynamic Head (TDH)

TDH=Z fl+ P t

Gf+H f

e. Penentuan jumlah stages

Jumlah Stages =

TDHHead per stages

f. Pemilihan Jenis Motor

1. Menentukan Hydraulic Horse Power (HHP)

HHP =

q x TDH x SGC

2. Menentukan Brake Horse Power (BHP)

BHP =

HHPEff pompa x EffMotor x EffKabel

g. Penentuan Kecepatan Alir di Annulus Motor (Flow Velocity)

Flow Velocity (FV) =

0,0119 x Qt

(IDcasing )2−(ODmotor)

2

h. Penentuan Terjadinya Kavitasi

1. ΔP = Pb – PIP

2. ρ = SG x 8,33

3. ΔP = 0,052 x ρ x h

4. h =

ΔP0,052 x ρ

5. Kavitasi =

hHead per stage

Page 23: Proposalku 2

4.3. Desain Electric Submersible Pump (ESP)

Desain pompa usulan dilakukan dengan pengaturan dan penyesuaian

kembali tipe pompa, jumlah stage, motor dan lain-lain berdasarkan data produksi

yang diinginkan sesuai dengan produktivitas formasi dalam suatu periode tertentu,

sehingga diperoleh laju produksi (QL) yang optimum.

Data yang diperlukan

Water Cut

Gas Oil Ratio

Water Oil Ratio

Laju Alir Minyak (Qo)

Laju Alir Air (Qw)

Laju Alir Gas (Qg)

Water Specific Gravity (SGw)

Oil Specific Gravity (SGo)

API Gravity

Tekanan Statis (Ps)

Tekanan Saturasi (Pb)

Tekanan Alir Dasar Sumur (Pwf)

Tekanan Tubing (Pt)

ID Tubing

ID Casing

Mid Perforasi

Pump Setting Depth

Page 24: Proposalku 2

Data Sifat Fisik Batuan Formasi

Data Sifat Fisik Fluida Formasi

Data Sumur Data Produksi

Porositas (Ф) API Minyak Diameter Tubing Laju Produksi Total (Qt)

Permeabilitas (K) SG Gas Diameter Casing Qo

Saturasi Fluida (Sw)

SG Air Formasi Panjang Tubing Water Cut

Tekanan Kapiler (Pc)

Kelarutan Gas (Rs) Kedalaman Interval Formasi

GLR Formasi

Wetabilitas Βo, βg, βw Ketinggian Fluid Level

GOR

Viskositas dan Densitas Minyak

Temperatur Dasar Sumur

WOR

Temperatur Permukaan

PI

PSD PS

Tipe dan Stage Pompa Terpasang

SG Gas Injeksi

Motor PC

Tipe Kabel Pwh

Switchboard dan Transformer

Pwf

Kurva Pressure Transverse Sumur

Gradien Fluida, Pb

Page 25: Proposalku 2

RENCANA DAFTAR ISI TUGAS AKHIR

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

DAFTAR LAMPIRAN

BAB I. PENDAHULUAN

BAB II. TINJAUAN UMUM LAPANGAN

2.1. Keadaan Geologi Lapangan

2.2. Karakteristik Reservoir Lapangan

2.3. Sejarah Produksi Lapangan

BAB III. TEORI DASAR

3.1. Produktifitas Formasi

3.2. Kelakuan Aliran Fluida dalam Pipa dan Friction Loss

3.2.1. Sifat fisik Fluida

3.2.2. Friction Loss

3.2.3. Tekanan Head dan Gradien Tekanan

3.3. Pompa Benam Listrik ( ESP )

3.3.1. Peralatan Pompa Benam Listrik

3.3.2. Karakteristik Kinerja ESP

3.3.2.1. Kurva Kelakuan ESP

3.3.2.2. Brake Horse Power

3.3.2.3. Kurva Intake Pompa

3.3.3. Dasar Perencanaan Electric Submersible Pump (ESP)

3.3.3.1. Perkiraan Laju Produksi Maksimum

3.3.3.2. Pembuatan Kurva IPR Tiga Fasa

3.3.3.3. Perkiraaan Pump Setting Depth

Page 26: Proposalku 2

3.3.3.4. Penentuan Jumlah Tingkat Pompa

3.3.3.5. Pemilihan Motor dan Horse Power

3.3.3.6. Pemilihan Kabel Listrik

3.3.3.7. Pemilihan Switchboard dan Transformer

BAB IV. OPTIMASI ELECTRICAL SUBMERSIBLE PUMP

(ESP) DARI DATA PRODUKSI HARIAN

4.1. Evaluasi Efisiensi Pompa Terpasang

4.2. Optimasi Dan Desain Ulang Pompa ESP Terpasang

4.2.1 Penentuan Laju Produksi yang Diinginkan

4.2.2 Perkiraan Pump Setting Depth (PSD)

4.2.3 Penentuan Total Dynamic Head (TDH)

4.2.4 Pemilihan Tipe dan Ukuran Pompa

4.2.5 Penentuan Jumlah Stage

4.2.6 Pemilihan Motor

4.2.7 Pemilihan Switchboard dan Transformer

4.2.8 Penentuan Qoptimum dan Effisiensi Pompa

4.2.9 Penentuan Pompa yang Dipilih

4.2.10 Analisa Perubahan BOPD Hasil Analisa Dengan

Desain Ulang ESP

4.2.11 Analisa Perubahan Water Cut Yang Menunjukkan

Nilai Ekonomis Tertinggi Dari Desain ESP

BAB V. PEMBAHASAN

BAB VI. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR SIMBOL

LAMPIRAN

Page 27: Proposalku 2

RENCANA DAFTAR PUSTAKA

1. Beggs, H. D., “Production Optimization Using Nodal Analysis”, Oil and Gas

Consultant International Inc., Tulsa, Oklahama, 1991.

2. Brown, E., Kermit, “The Technology of Artificial Lift Method”, Volume 1

Division of PennWell Publishing Co., Tulsa, Oklahama, 1984.

3. Brown, E., Kermit, “The Technology of Artificial Lift Method”, Volume 2B

Division of PennWell Publishing Co., Tulsa, Oklahama, 1984.

Page 28: Proposalku 2

4. Brown, E., Kermit, “The Technology of Artificial Lift Method”, Volume 4

Division of PennWell Publishing Co., Tulsa, Oklahama, 1984.