Proposal Tempe

58
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan kerja sangatlah penting, karena kesehatan kerja berkaitan erat dengan keefisiensian kerja seorang karyawan. Tingkat produktivitas seorang karyawan akan rendah jika kesehatannya terganggu akibat lingkungan kerja yang buruk. Sebaliknya, seorang karyawan yang bekerja di lingkungan kerja yang bersih, sehat dan tenang akan mampu mencapai tingkat produktivitas yang lebih tinggi. Selain produktivitas, kualitas atau mutu produk juga akan mengalami peningkatan. Gangguan-gangguan terhadap kesehatan kerja yang jika tidak ditanggulangi sesegera mungkin akan menyebabkan timbulnya penyakit yang secara umum dapat digolongkan menjadi dua yaitu penyakit umum dan penyakit akibat kerja. Bekerja dengan tubuh dan lingkungan yang sehat, aman serta nyaman merupakan hal yang diinginkan oleh semua pekerja. Lingkungan fisik tempat kerja dan lingkungan organisasi merupakan hal yang sangat penting dalam mempengaruhi sosial, mental dan fisik dalam kehidupan pekerja. Kesehatan suatu lingkungan tempat kerja dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap kesehatan pekerja, seperti peningkatan moral pekerja, penurunan absensi dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya tempat kerja yang kurang sehat atau tidak sehat (sering terpapar zat berbahaya yang mempengaruhi kesehatan) dapat 1

description

Proposal Tempe

Transcript of Proposal Tempe

Page 1: Proposal Tempe

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan kerja sangatlah penting, karena kesehatan kerja berkaitan erat dengan

keefisiensian kerja seorang karyawan. Tingkat produktivitas seorang karyawan akan rendah

jika kesehatannya terganggu akibat lingkungan kerja yang buruk. Sebaliknya, seorang

karyawan yang bekerja di lingkungan kerja yang bersih, sehat dan tenang akan mampu

mencapai tingkat produktivitas yang lebih tinggi. Selain produktivitas, kualitas atau mutu

produk juga akan mengalami peningkatan. Gangguan-gangguan terhadap kesehatan kerja

yang jika tidak ditanggulangi sesegera mungkin akan menyebabkan timbulnya penyakit yang

secara umum dapat digolongkan menjadi dua yaitu penyakit umum dan penyakit akibat kerja.

Bekerja dengan tubuh dan lingkungan yang sehat, aman serta nyaman merupakan hal

yang diinginkan oleh semua pekerja. Lingkungan fisik tempat kerja dan lingkungan

organisasi merupakan hal yang sangat penting dalam mempengaruhi sosial, mental dan fisik

dalam kehidupan pekerja. Kesehatan suatu lingkungan tempat kerja dapat memberikan

pengaruh yang positif terhadap kesehatan pekerja, seperti peningkatan moral pekerja,

penurunan absensi dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya tempat kerja yang kurang sehat

atau tidak sehat (sering terpapar zat berbahaya yang mempengaruhi kesehatan) dapat

meningkatkan angka kesakitan dan kecelakaan, rendahnya kualitas kesehatan pekerja,

meningkatnya biaya kesehatan dan banyak lagi dampak negatif lainnya.

Tempe merupakan makanan yang digemari masyarakat, baik masyarakat kalangan

bawah hingga atas. Keberadaannya sudah lama diakui sebagai makanan yang sehat, bergizi

dan harganya murah. Hampir seluruh kota di Indonesia dijumpai industri tahu dan tempe.

umumnya industri tahu dan tempe termasuk ke dalam industri kecil yang dikelola oleh rakyat

dan beberapa di antaranya masuk dalam wadah Koperasi Pengusaha Tahu dan Tempe

(KOPTI).

Proses pembuatan tempe masih sangat tradisional dan banyak memakai tenaga

manusia. Bahan baku utama yang digunakan adalah kedelai (Glycine spp). Konsumsi kedelai

Indonesia pada Tahun 1995 telah mencapai 2.287.317 Ton (Sri Utami, 1997). Sarwono

1

Page 2: Proposal Tempe

(1989) menyatakan bahwa lebih dari separuh konsumsi kedelai Indonesia dipergunakan untuk

diolah menjadi tempe dan tahu.

Industri rumah tangga merupakan industri kecil yang bergerak di sektor informal yang

menjadi dasar industrialisasi di Indonesia. Industri ini tersebar di berbagai sentra usaha kecil

di Jakarta, salah satunya adalah sentra industri tempe yang berada di RT 05, 06, 07, dan 08

RW 02 kelurahan pasarminggu. Pekerja di industri pembuatan tempe masih tergolong belum

mendapatkan pelayanan kesehatan kerja ataupun jaminan atas kesehatan seperti yang

diharapkan, apabila terjadi penyakit akibat kerja.

Higiene perseorangan dapat juga disebut dengan kebersihan diri yang merupakan

usaha dari individu dengan cara mengendalikan kondisi lingkungan terhadap kesehatan,

upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh faktor lingkungan yang merugikan

serta membuat kondisi lingkungan sedemikian sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan

Penelitian yang dilakukan oleh Louise Ferdinandus didapatkan prevalensi DAK sebesar 35 %

pada pekerja industri tempe di cipulir dengan jenis kelainan kulit terbanyak adalah kalus,

mikosis (tinea pedis, onikomikosis), dermatitis kontak, miliaria dan paronikia serta lokasi

kelainan terutama di tangan dan kaki.1

Adapun penyebab dari terjadinya dermatosis antara lain agen fisik : kelembaban, agen

kimia : asam, basa, pelarut lemak, agen biologi : mikroorganisme (mikroba, fungi), parasit

kulit dan produk-produknya juga menyebabkan penyakit kulit.

Berdasarkan kenyataan tersebut maka perlu dilakukan pengkajian mengenai berbagai

faktor yang berhubungan berhubungan dengan kejadian dermatosis pada pekerja sektor

informal industri rumah tangga pembuatan tempe di RT 05, 06, 07, dan 08 RW 02 Kelurahan

Pasarminggu 2.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil rumusan masalah, faktor-faktor apa

yang berhubungan dengan kejadian dermatosis pada pekerja sektor informal industri rumah

tangga pembuatan tempe di RW 02 Kelurahan Pasar minggu 2, yaitu di RT 05, 06, 07, dan

08.

2

Page 3: Proposal Tempe

1.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui berbagai faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatosis pada

pekerja sektor informal industri rumah tangga pembuatan tempe di RW 02 Kelurahan Pasar

minggu 2, yaitu di RT 05, 06, 07, dan 08.

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan pemakaian APD pada pekerja sektor informal industri rumah tangga

pembuatan tempe di RW 02 Kelurahan Pasar minggu 2, yaitu di RT 05, 06, 07, dan 08

b. Mendeskripsikan higiene perorangan pada pekerja sektor informal industri rumah tangga

pembuatan tempe di RW 02 Kelurahan Pasar minggu 2, yaitu di RT 05, 06, 07, dan 08.

c. Mendeskripsikan masa kerja pada pekerja sektor informal industri rumah tangga

pembuatan tempe di RW 02 Kelurahan Pasar minggu 2, yaitu di RT 05, 06, 07, dan 08.

d. Mendeskripsikan dermatosis pada pekerja sektor informal industri rumah tangga

pembuatan tempe di RW 02 Kelurahan Pasar minggu 2, yaitu di RT 05, 06, 07, dan 08.

e. Mendeskripsikan bagian pekerjaan pada pekerja sektor informal industri rumah tangga

pembuatan tempe di RW 02 Kelurahan Pasar minggu 2, yaitu di RT 05, 06, 07, dan 08.

f. Mendeskripsikan pengetahuan pada pekerja sektor informal industri rumah tangga

pembuatan tempe di RW 02 Kelurahan Pasar minggu 2, yaitu di RT 05, 06, 07, dan 08.

g. Mendeskripsikan jam kerja pada pekerja sektor informal industri rumah tangga pembuatan

tempe di RW 02 Kelurahan Pasar minggu 2, yaitu di RT 05, 06, 07, dan 08.

h. Mendeskripsikan tingkat pendidikan pada pekerja sektor informal industri rumah tangga

pembuatan tempe di RW 02 Kelurahan Pasar minggu 2, yaitu di RT 05, 06, 07, dan 08.

i. Mendeskripsikan usia pada pekerja sektor informal industri rumah tangga pembuatan

tempe di di RW 02 Kelurahan Pasar minggu 2, yaitu di RT 05, 06, 07, dan 08.

j. Mendeskripsikan jenis kelamin pada pekerja sektor informal industri rumah tangga

pembuatan tempe di RW 02 Kelurahan Pasar minggu 2, yaitu di RT 05, 06, 07, dan 08.

3

Page 4: Proposal Tempe

k. Menganalisis hubungan antara pemakaian APD dengan kejadian dermatosis pada pekerja

sektor informal industri rumah tangga pembuatan tempe di RW02 Kelurahan Pasar minggu 2,

yaitu di RT 05, 06, 07, dan 08.

l. Menganalisis hubungan antara higiene perorangan dengan kejadian dermatosis pada

pekerja sektor informal industri rumah tangga pembuatan tempe di RW02 Kelurahan Pasar

minggu 2, yaitu di RT 05, 06, 07, dan 08.

m. Menganalisis hubungan antara masa kerja dengan kejadian dermatosis pada pekerja sektor

informal industri rumah tangga pembuatan tempe di RW02 Kelurahan Pasar minggu 2, yaitu

di RT 05, 06, 07, dan 08.

n. Menganalisis hubungan antara jam kerja dengan kejadian dermatosis pada pekerja sektor

informal industri rumah tangga pembuatan tempe di RW02 Kelurahan Pasar minggu 2, yaitu

di RT 05, 06, 07, dan 08.

o. Menganalisis hubungan antara bagian pekerjaan dengan kejadian dermatosis pada pekerja

sektor informal industri rumah tangga pembuatan tempe di RW02 Kelurahan Pasar minggu 2,

yaitu di RT 05, 06, 07, dan 08.

p. Menganalisis hubungan antara pengetahuan dengan kejadian dermatosis pada pekerja

sektor informal industri rumah tangga pembuatan tempe di RW02 Kelurahan Pasar minggu 2,

yaitu di RT 05, 06, 07, dan 08.

q. Menganalisis hubungan antara usia dengan kejadian dermatosis pada pekerja sektor

informal industri rumah tangga pembuatan tempe di RW02 Kelurahan Pasar minggu 2, yaitu

di RT 05, 06, 07, dan 08.

r. Menganalisis hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian dermatosis pada pekerja

sektor informal industri rumah tangga pembuatan tempe di RW02 Kelurahan Pasar minggu 2,

yaitu di RT 05, 06, 07, dan 08.

s. Menganalisis hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian dermatosis pada pekerja

sektor informal industri rumah tangga pembuatan tempe di RW02 Kelurahan Pasar minggu 2,

yaitu di RT 05, 06, 07, dan 08.

4

Page 5: Proposal Tempe

1.4 Hipotesis

Berdasarkan variabel yang diteliti maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut

1. ada hubungan antara dermatosis dengan umur, jenis kelamin, higiene perorangan,

pengetahuan, jam kerja, masa kerja, tingkat pendidikan, dan bagian pekerjaan pada

pekerja industri tempe.

2. ada hubungan antara dermatosis dengan alat pelindung diri pada industri tempe.

3. ada hubungan antara dermatosis dengan air sisa/limbah industri tempe.

4. Pekerja yang bekerja di bagian pencucian, perebusan, dan perendaman mempunyai

risiko yang lebih besar untuk menderita DAK dibandingkan dengan pekerja di bagian

lain.

1.5 Manfaat Penelitian

Bagi peneliti untuk menambah pengalaman belajar serta wawasan tentang ilmu

kedokteran komunitas.

Manfaat bagi masyarakat sebagai masukan bagi pemilik industri tempe mengenai

penyakit dermatosis yang timbul akibat kerja pada pekerja sektor informal industri rumah

tangga pembuatan tempe di RW02 Kelurahan Pasar minggu 2, yaitu di RT 05, 06, 07, dan 08.

Manfaat bagi instalasi kesehatan bagi puskesmas kecamatan pasarminggu untuk

mengetahui adanya hubungan antara kejadian dermatosis dengan pelaksanaan keselamatan

kesejatan kerja.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada factor keselamatan dan kesehatan kerja,

yaitu: pekerja, alat, dan bahan yang berhubungan dengan dermatosis akibat kerja pada

pekerja sektor informal industri rumah tangga pembuatan tempe di RW02 Kelurahan Pasar

minggu 2, yaitu di RT 05, 06, 07, dan 08.

\

5

Page 6: Proposal Tempe

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Kulit Akibat Kerja

Kulit terdiri atas dua unsur dasar yaitu epidermis dan dermis. Epidermis luar

bertindak sebagai pelindung dan tidak bisa basah, sedangkan dermis memberikan kekuatan

pada kulit yang sebagian besar karena kandungan kolagennya. Kemampuan epidermis untuk

menahan air, merupakan masalah potensial karena permukaan yang berlemak memudahkan

penyerapan bahan yang mudah larut, dan ini merupakan jalan masuk banyak bahan-bahan

kimia organik. Penyakit kulit dapat ditandai oleh lesi yang timbul dan tersebar, bercak

kemerahan yang membentuk gambaran geografik berbatas tegas di daerah yang terkena

serangan dari luar, dan iritasi tegas terbatas yang merupakan sisa wilayah cedera. Penyakit

kulit akibat kerja atau yang didapat sewaktu melakukan pekerjaan, banyak penyebabnya

antara lain agen sebagai penyebab penyakit kulit tersebut antara lain berupa agen-agen fisik,

kimia maupun biologis.Dermatosis menurut Joko Suyono bahwa kelainan kulit yang timbul

akibat kontak dengan bahan-bahan yang berhubungan dengan pekerjaan, lingkungan dan

tempat kerja.2,3

2.2 Jenis-jenis Penyakit Kulit Akibat Kerja3

a. Dermatitis kontak iritan primer, adalah dermatosis akibat kerja yang paling sering

ditemukan. Bentuknya mirip dengan kebanyakan dermatosis yang lain dan penyebabnya

tidak mudah dikenali.

b. Dermatitis kontak alergi, baik akut maupun kronis, mempunyai ciri-ciri klinis yang sama

dengan ekzema bukan akibat kerja.

c. Akne (jerawat) akibat kerja. Mirip dengan jerawat pada umumnya, tetapi terutama

menyerang bagian yang kontak dengan agen.

d. Dermatosis solaris akut. Penyakit kulit yang dianggap sebagai penyakit kulit akibat kerja,

yang sangat dipermudah oleh zat-zat fotodinamik yang digunakan dalam pekerjaan tersebut.

6

Page 7: Proposal Tempe

2.3 Dermatosis Akibat Kerja3,4

Dermatosis akibat kerja adalah segala kelainan kulit yang timbul pada waktu bekerja

atau disebabkan oleh pekerjaan, istilah dermatosis lebih tepat dari pada dermatitis, sebab

kelainan kulit akibat kerja tidak usah selalu suatu peradangan, melainkan juga tumor atau

alergi. Presentasi dermatosis akibat kerja dari seluruh penyakit-penyakit akibat kerja sekitar

50%-60%, maka dari itu penyakit tersebut pelu mendapatkan perhatian yang cukup. Adapun

ciri dari dermatosis itu sendiri adalah kulit mengelupas, berwarna kemerah-merahan disertai

rasa gatal pada kulit.

2.4 Agen Penyebab Dermatosis Akibat Kerja3,4

Agen-agen penyebab dermatosis antara lain adalah :

1. Agen fisik. Antara lain tekanan atau gesekan, kondisi cuaca (angin hujan, cuaca beku,

matahari), panas, radiasi (ultraviolet, ionisasi), dan serat-serat mineral.

2. Agen-agen kimia. Terbagi menjadi empat kategori :

(a) Iritan primer : Asam, basa, pelarut lemak, deterjen, garamgaram logam (arsen, air raksa)

(b) Sensitizer : Logam dan garam-garamnya (kromium, nikel, kobalt), senyawa-senyawa

yang berasal dari anilin (p-feniloendiamin, pewarna azo) derivat nitro aromatik

(trinitrotoluen), resin (khususnya monomer dan aditif seperti epoksiresin, formaldehid, vinil,

akrilik, akselerator, platicizer), bahan-bahan kimia karet (vulcanizer seperti dimetil tiuram

disulfida, antioksidan), obat-obatan dan antibiotik (misalnya prokain, fenotiazin, klorotiazid,

penisilin dan tetrasiklin), kosmetik, terpentin, tanam-tanaman (misalnya primula dan

chrysanthemum).

(c) Agen-agen aknegenik : Naftalen dan bifenil klor, minyak mineral.

(d) Photosensitizer : Antrasen, pitch, devirat asam aminobenzoat, hidrokarbon aromatik klor,

pewarna akridin.

3. Agen biologis. Mikroorganisme (mikroba, fungi), parasit kulit dan produkproduknya juga

menyebabkan penyakit kulit. Dari seluruh penyebab-penyebab ini bahan kimialah yang

paling penting, oleh karena bahan-bahan itulah yang banyak digunakan oleh industriindustri.

Ada dua cara bahan kimia ini menimbulkan dermatosis, yaitu dengan jalan perangsangan atau

pemekaan kulit (sensitisasi), bahan-bahan yang menyebabkan iritasi disebut perangsang

7

Page 8: Proposal Tempe

primer sedangkan penyebab sensitisasi disebut pemeka. Perangsang primer mengadakan

rangsangan kepada kulit, dengan jalan melarutkan lemak kulit, dengan mengambil air dari

lapisan kulit dengan oksidasi atau reduksi sehingga kesetimbangan kulit terganggu dan

timbullah dermatosis.

2.6 Pencegahan Dermatosis Akibat Kerja3,4

Pencegahan dermatosis akibat kerja dapat dilakukan antara lain sebagai berikut :

1. Penilaian bahan-bahan yang akan digunakan di perusahaan.

2. Mengganti bahan-bahan yang berbahaya dengan yang tidak berbahaya.

3. Pendidikan.

4. Hygine personal dan perusahaan.

5. Alat Pelindung Diri (APD).

6. Pemeriksaan pra kerja.

Adapun upaya penanggulangan secara umum untuk mencegah penyakit kulit akibat kerja

antara lain sebagai berikut :

1. Bilamana mungkin alergen kuat sensitizer dan karsilogen hendaknya diganti dengan zat-zat

yang kurang berbahaya.

2. Kontak kulit dengan agen penyebab hendaknya di batasi dengan pengendalian teknologi.

3. Eliminasi kontak kulit dengan bahan penyebab.

4. Pakaian pelindung (apron, sarung tangan, topeng wajah).

5. Penyediaan fasilitas dasar untuk kebersihan diri, hendaknya di sediakan APD dan

penggunaannya diharuskan untuk digunakan selama jam kerja.

2.7 Diagnosa Dermatosis Akibat Kerja2,3,4

Menegakkan suatu diagnosa penyakit akibat kerja tidaklah mudah, keadaan

dermatosis sangatlah banyak, untuk itu haruslah diikuti cara diagnosa penyakit-penyakit

akibat kerja pada umumnya. Haruslah tenang, kapan dermatosis itu mulai, selanjutnya perlu

pengetahuan tentang lingkungan kerja si penderita, apakah benar penyakit tersebut berada

8

Page 9: Proposal Tempe

dalam lingkungan. Bila ada, bagaimana keterangannya tentang cara penyebab itu

menimbulkan penyakit tersebut, apakah secara infeksi, apakah perangsangan primer, ataukah

pemekaan. Pertanyaan ini dapat dijawab dengan memperhatikan penyebab-penyebab yang

ada dalam lingkungan kerja dan dengan uji laboratorium, ataupun klinis. Sangat penting

diketahui ialah “patch test” yang dapat memastikan adanya bahan yang bekerja sebagai

pemeka terhadap si pekerja. Satu cara uji sederhana, apakah dermatosis itu akibat kerja atau

tidak, ialah memberi cuti beberapa hari kepada penderita, apabila penyakit itu bersumber

kepada pekerjaan, biasanya dengan cuti demikian dermatosis menjadi berkurang, bahkan

mungkin menjadi baik sama sekali.

2.8 Umur dan jenis Kelamin Pekerja1

Kerentanan jaringan berubah sesuai dengan umur. Kepekaan terhadap iritan

meningkat pada anak-anak dan menurun pada orang yang lebih tua. Di dalam tubuh terus

terjadi perubahan fisiologis dan kimiawi, terjadi proses penuaan dari jaringan tubuh termasuk

jaringan kulit.Penelitian oleh Fregert dan laporan New house (1992) menunjukkan bahwa

prevalensi DAK menurun pada pekerja yang berusia sangat muda dan meningkat pada

pekerja berusia 55 tahun keatas. Coenraads, dkk (1985) menemukan bahwa risiko terjadinya

DAK meningkat sejalan dengan bertambahnya umur.

Dari segi fisik, biologik dan sosiokultural terdapat perbedaan antara pekerja laki-laki

dan perempuan. Dermatitis kontak lebih banyak/sering ditemukan pada perempuan daripada

laki-laki, hal ini mungkin disebabkan perbedaan lingkungan kerja dan pekerjaan perempuan

yang khas dan bersifat gender seperti mencuci, kosmetik (Hjorth, 1987). Meningkatnya

kejadian dermatitis kontak iritan mungkin dihubungkan dengan seringnya terpajan terhadap

iritan dan suasana kerja yang basah sehingga frekuensi terjadinya DAK berbeda pada

pekerjaan tertentu antara laki-laki dan perempuan.

2.9 Keselamatan dan kesehatan kerja2

Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta

prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat

kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-

usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan - gangguan kesehatan yang

diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit

umum.

9

Page 10: Proposal Tempe

Hiperkes pada dasarnya merupakan penggabungan dua disiplin ilmu yang berbeda

yaitu medis dan teknis yang menjadi satu kesatuan sehingga mem`punyai tujuan yang sama

yaitu menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.

2.10 Alat Pelindung Diri (APD)2

Bila pengendalian pada sumber atau selama transmisi tidak mungkin dilakukan maka

diperlukan perlindungan tambahan, dengan menyediakan pelindung perorangan yang disebut

alat pelindung diri (APD). Jenis-jenis alat pelindung diri (APD) Antara lain adalah :

1. Pelindung mata dan muka (kaca mata biasa, kaca mata pelindung, tameng muka).

Perlindungan ini diberikan untuk menjaga terhadap dampak pertikelpartikel kecil yang

terlempar dengan kecepatan rendah, dampak partikelpartikel berat dengan kecepatan tinggi,

percikan cairan panas atau korosif, kontak mata dengan gas atau uap iritan, dan berkas radiasi

elektromagnetik dengan berbagai panjang gelombang, termasuk sinar laser.

2. Pelindung kulit dan tubuh (pakaian atau baju pelindung, sarung tangan, sepatu boot)

Pelindung ini meliputi perlindungan kaki, tangan, dan tubuh terhadap kerusakan akibat bahan

korosif dan yang menimbulkan dermatosis, penyerapan ke dalam tubuh melalui kulit, panas

radian, dingin, radiasi pengion dan bukan pengion, kerusakan fisik.

2.11 Masa Kerja dan Jam Kerja3

Lamanya seseorang bekerja sehari secara baik pada umumnya 6-8 jam dan sisanya

untuk istirahat atau kehidupan dalam keluarga dan masyarakat. Memperpanjang waktu kerja

lebih dari itu biasanya diserta penurunan efisiensi timbulnya kelelahan penyakit dan

kelelahan. Dari penelitian-penelitian yang sebelumnya menunjukkan bahwa pengurangan jam

kerja dari 8¾ ke jam 8 disertai meningkatnya efisiensi hasil per waktu dengan kenaikan

produktivitas 3 sampai 10%. Absensi meningkat dengan cepat jika jam kerja melebihi 63,2

seminggu untuk pria dan melebihi 57,3 untuk wanita. Jumlah jam kerja tersebut dalam

seminggu yang memungkinkan seorang tenaga kerja dapat bekerja dengan baik adalah 40

jam. Lebih dari ini telah diuraikan menunjukan hal-hal yang merugikan. Pengaruh masa kerja

terhadap penyakit kulit yang dialami oleh para pekerja industri tahu bila tidak diimbangi

dengan kebersihan individu pekerja akan berdampak buruk terhadap kulit pekerja itu

dikarenakan adanya kontak langsung dengan bahan kimia (asam cuka) dan air sisa (buangan)

pembuatan tempe dalam jangka waktu relatif lama. Makin lama pekerja bekerja maka makin

besar peluang terjadinya dermatosis.

10

Page 11: Proposal Tempe

2.12 Higiene Perorangan5

Higiene perorangan disebut juga kebersihan diri yang memiliki pengertian yaitu suatu

pengetahuan tentang usaha kesehatan perorangan untuk dapat memelihara kesehatan diri

sendiri, memperbaiki, mempertinggi nilai kesehatan dan mencegah timbulnya penyakit.

Menurut Labensky mendefinisikan sanitasi sebagai penciptaan atau pemeliharaan kondisi

yang mampu mencegah terjadinya kontaminasi makanan atau terjadinya penyakit yang

diakibatkan oleh makanan. Higiene perorangan adalah ilmu yang berhubungan dengan

masalah kesehatan dan berbagai usaha untuk mempertahankan atau untuk memperbaiki

kesehatan.

Berkaitan dengan upaya ini higiene perorangan yang terlibat dalam pengolahan

makanan perlu diperhatikan untuk menjamin keamanan makanan. Di Amerika Serikat, 25%

dari semua penyebaran penyakit melalui makanan disebabkan pengolahan makanan yang

terinfeksi dan sanitasi perorangan yang buruk. Suatu sikap yang baik terhadap kebersihan

perseorangan saat bekerja belum otomatis terwujud dalam suatu perbuatan diperlukan faktor

pendukung, antara lain adalah fasilitas kesehatan.

Higiene mencakup juga masalah perawatan kesehatan diri, termasuk ketepatan sikap

tubuh, dalam pengertian tersebut juga terkandung makna perlunya perlindungan bagi pekerja

yang terlibat dalam proses pengolahan takanan agar terhindar dari sakit, baik yang

disebabkan oleh penyakit pada umumnya, penyakit akibat kecelakaan ataupun penyakit

akibat prosedur kerja yang tidak memadai. Adapun usaha untuk menjaga kebersihan dan

kesehatan tubuh antara lain sebagai berikut :

1. Pencucian Tangan

Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri dan virus patogen

dari tubuh, faeces, atau sumber lain ke makanan, oleh karena itu pencucian tangan merupakan

hal pokok yang harus dilakukan oleh pekerja yang terlibat dalam penanganan makanan.

Langkah-langkah pencucian tangan yang memadai untuk menjamin kebersihan adalah

sebagai berikut :

a. Membasahi tangan dengan air mengalir dan menggunakan sabun.

b. Menggosok tangan secara menyeluruh selama sekurang-kurangnya 20 detik, pada bagian-

bagian meliputi punggung tangan, telapak tangan, sela-sela jari, dan bagian di bawah kuku.

11

Page 12: Proposal Tempe

c. Menggunakan sikat kuku untuk membersihkan sekeliling dan bagian di bawah kuku.

d. Pembilasan dengan air yang mengalir.

e. Pengeringan tangan dengan handuk kertas (tissue) atau dengan alat pengering.

f. Menggunakan alas kertas (tissue) untuk mematikan tombol atau kran air dan membuka

pintu ruangan.

2. Kebersihan dan Kesehatan Diri Syarat utama pengolah makanan adalah memiliki

kesehatan yang baik, ada beberapa kebiasaan yang perlu dikembangkan oleh pengolah

makanan, untuk menjamin keamanan makanan yang diolahnya, beberapa diantaranya adalah

sebagai berikut :

a. Berpakaian dan Berdandan

Pakaian pengolah dan penyaji makanan harus selalu bersih, apabila tidak ada

ketentuan khusus untuk penggunaan seragam, maka pakaian sebaiknya tidak bermotif dan

berwarna terang.

b. Rambut

Rambut pekerja harus selalu dicuci secara periodik. Selama mengolah atau

menyajikan makanan harus dijaga agar rambut tidak terjatuh ke dalam makanan.

c. Kondisi Sakit

Pekerja yang sedang flu, demam, atau diare sebaiknya tidak dilibatkan terlebih dahulu

dalam memproses pengolahan makanan, sampai gejalagejala tersebut hilang. Pekerja yang

memiliki luka pada tubuhnya harus menutup luka tersebut dengan pelindung yang kedap air.

Faktor-faktor Yang Berkaitan Dengan Higiene Perorangan:

a. Pengendalian Penyakit

Pengendalian penyakit meliputi kebersihan tubuh, pemeriksaan kesehatan,

peningkatan gizi dan kesadaran akan arti pentingnya sanitasi perorangan.

b. Kebersihan Selama Bekerja

12

Page 13: Proposal Tempe

Kebersihan selama bekerja penting untuk menghindari dan mencegah terjadinya

penyebaran sumber-sumber penyakit.

c. Pendidikan dan Penyuluhan

Pendidikan dan penyuluhan tentang kebersihan dan kesehatan kerja kepada karyawan

tidak saja dapat meningkatkan efisiensi produktivitas tenaga kerja, tetapi juga memberikan

dampak yang baik yaitu dihasilkannya produk-produk yang bermutu baik, bersih dan

memenuhi persyaratan.

2.12 Proses pengolahan tempe6

Industri Pembuatan Tempe Sesuai dengan perkembangan zaman kondisi lingkungan

untuk usaha pengolahan tempe perlu beberapa pertimbangan untuk menjaga kelangsungan

produksi, keamanan, dan kebersihan, adapun proses yang dilakukan dalam pembuatan tempe

pertama-tama dilakukan sebagai berikut :

1. Kedelai dimasak, setelah masak kedelai direndam 1 malam hingga lunak dan terasa

berlendir, kemudian kedelai dicuci hingga bersih.

2. Kedelai dipecah dengan mesin pemecah, hingga kedelai terbelah dua dan kulit kedelai

terpisah.

3. Kulit kedelai dipisahkan dengan cara hasil pemecahan kedelai dimasukkan ke dalam

air, sehingga kulit kedelai mengambang dan dapat dipisahkan.

4. Kedelai kupas dicuci kembali hingga bersih, kemudian peragian dengan cara kedelai

dicampurkan ragi yang telah dilarutkan dan didiamkan selama lebih kurang 10 menit.

5. Kedelai yang telah mengandung ragi ditiriskan hingga hampir kering, kemudian

dibungkus dengan daun pisang. Setelah fermentasi selama 2 hari diperoleh tempe.

13

Page 14: Proposal Tempe

Kerangka Teori

14

Page 15: Proposal Tempe

BAB III

15

Pekerja

Umur

Jenis kelamin

hygiene perorangan

tingkat pendidikan

pengetahuan

masa kerja

jam kerja

bagian kerja

Bahan

Air sisa buangan

Riwayat penyakit kulit

Riwayat alergi

Alat

APD (alat pelindung diri)

Dermatosis akibat kerja (DAK)

Lingkungan kerja

Panas

Basah

asam

Page 16: Proposal Tempe

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

3.2 Variabel dan Definisi Operasional

16

Bahan

Air sisa buangan

Pekerja

Umur

Jenis kelamin

hygiene perorangan

tingkat pendidikan

pengetahuan

masa kerja

jam kerja

bagian kerja

Dermatosis akibat kerja

Alat

APD (Alat pelindung diri)

Page 17: Proposal Tempe

Variabel Definisi operasional Cara ukur

dan alat ukur

Hasil ukur Skala

Variabel

dependent

Dermatosis

akibat kerja

Kelainan kulit akibat bekerja di industri tempe. Dengan gambaran klinis berupa dermatitis kontak, dermatomikosis, infeksi kulit, miliaria, callus dengan penyebab utama adalah pajanan di tempat kerja. Diagnosis berdasarkan kelainan kulit diatas.

Cara ukur:

anamnesa

dan

pemeriksaan

fisik

Alat ukur: -

1. Sakit

2. Tidak sakit

Nominal

Variabel

independent

Masa kerja Lamanya pekerja telah bekerja di

inustri tempe saat penelitian

maupun sebelumnya.

Dikategorikan berdasarkan

lamanya waktu yang

memungkinkan munculnya DAK

Cara ukur:

wawancara

Alat ukur:

kuesioner

1. > 5 tahun

2. <= tahun

Nominal

Higiene

perorangan

Kebiasaan pekerja untuk cuci

tangan dan kaki dengan air bersih

serta mengganti pakaian setelah

selesai bekerja.

Penilaian:

- Baik bila selalu mencuci

tangan dan kaki serta

mengganti pakaian setelah

bekerja

- kurang bila kadang-kadang

atau tidak pernah

Cara ukur:

wawancara

Alat ukur:

kuesioner

1. Kurang

2. Baik

Nominal

Umur Umur pekerja dalam tahun

menurut ulang tahun terakhir pada

Cara ukur: 1. > 40 tahun Nominal

17

Page 18: Proposal Tempe

waktu dilakukan pengumpulan data

penelitian.

Dikategorikan berdasarkan umur

dimana risiko terjadinya DAK

meningkat.

wawancara

Alat ukur:

kuesioner

2. <=40 tahun

Bagian kerja Tempat dimana pekerja paling

lama melaksanakan pekerjaannya

setiap hari.

Dikategorikan berdasarkan ada

atau tidaknya hazard di bagian

kerja tersebut.

Cara ukur:

Wawancara

Alat ukur:

Kuesioner

1. Pencucian,

perebusan,

dan

perendaman

2. Bukan

pencucian,

perebusan,

dan

perendaman

Nominal

Air sisa

buangan

Seluruh buangan cair yang berasal

dari proses seluruh kegiatan yang

meliputi limbah domestik cair yakni

buangan kamar mandi, dapur,

limbah industri tempe.

- Terpajan bila pekerja selalu

terpajan air sisa/limbah

- Tidak terpajan bila pekerja

kadang-kadang atau tidak

pernah

Cara ukur:

wawancara

Alat ukur:

kuesioner

1. Terpajan

2. Tidak

terpajan

Nominal

APD Alat yang digunakan untuk

menjaga keselamatan dan

kesehatan pekerja, seperti sarung

Cara ukur:

wawancara

1. Kurang

baik

Nominal

18

Page 19: Proposal Tempe

tangan dan sepatu.

- Baik bila pekerja selalu

pakai, jenis sesuai dengan

kebutuhan, saat

pengamatan pekerja

memakai APD

- Kurang baik bila pekerja

kadang-kadang pakai/ tidak

pakai, jenis tidak sesuai, dan

tidak memakai APD saat

pengamatan

Alat ukur:

kuesioner

2. Baik

Jenis kelamin Sifat kelamin dari pekerja Cara ukur:

wawancara

Alat ukur:

kuesioner

1. Laki-laki

2. perempuan

Nominal

Tingkat

Pendidikan

Jenjang pendidikan formal tertinggi yang telah ditempuh dan berijazah

- rendah bila belum pernah sekolah, SD tidak tamat/tamat

- sedang bila SMP tidak tamat/tamat, SMA tidak tamat

- tinggi bila SMA tamat, kuliah tidak tamat/tamat

Cara ukur:

wawancara

Alat ukur:

kuesioner

1. Rendah

2. Sedang

3. Tinggi

Ordinal

Jam kerja Waktu kerja (dari mulai sampai

selesai) dalam satu hari tidak

termasuk waktu istirahat.

Dikategorikan berdasarkan rata-

rata jam kerja perhari, yaitu:

- Lebih dari 8 jam perhari

- Kurang dari sama dengan 8

jam perhari

Cara ukur:

wawancara

Alat ukur:

kuesioner

1. > 8 jam

2. <= 8 jam

Nominal

Pengetahuan Segala sesuatu yg diketahui;

kepandaian: atau segala sesuatu yg

diketahui pekerja berkaitan dengan

Cara ukur:

Wawancara

1. Kurang

2. Baik

Nominal

19

Page 20: Proposal Tempe

DAK dan pekerjaannya.

- Baik bila mengerti tentang

pekerjaannya dan DAK

atau penyakit akibat kerja

- Kurang bila tidak mengerti

tentang hubungan DAK dan

pekerjaannya

Alat ukur:

Kuesioner

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

20

Page 21: Proposal Tempe

4.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan desain “Cross

sectional”.

4.2 Lokasi dan waktu penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di RW 02 Kelurahan Pasar minggu 2, yaitu di RT 05,

06, 07, dan 08, Jakarta Selatan karena Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti memiliki

kerjasama dengan Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu dan saat ini peneliti sedang sedang

ditugaskan ditempat tersebut. Penelitian dilakukan pada tanggal 25 Februari 2013 – 20

Maret 2013.

4.3 Subyek penelitian

1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah 75 orang pekerja sektor informal industri rumah tangga

pembuatan tempe di RW02 Kelurahan Pasar minggu 2, yaitu di RT 05, 06, 07, dan 08,

Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Tahun 2013.

2. Sampel

Sampel penelitian ini adalah seluruh pekerja sektor informal industri rumah tangga

pembuatan tempe di RW02 Kelurahan Pasar minggu 2, yaitu di RT 05, 06, 07, dan 08,

Kecamatan Pasar Minggu.

Adapun kriteria inklusi dari sampel dalam penelitian ini sebagai berikut:

a) Seluruh pekerja sektor informal industri rumah tangga pembuatan tempe di RW02

Kelurahan Pasar minggu 2, yaitu di RT 05, 06, 07, dan 08, Kecamatan Pasar Minggu,

Jakarta Selatan.

b) Bersedia menjadi responden

c) Responden yang komunikatif

Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

21

Page 22: Proposal Tempe

a) Seluruh warga RW 02 Kelurahan Pasar minggu 2, yaitu di RT 05, 06, 07, dan 08,

Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan yang bukan pekerja industri rumah tangga

tempe.

b) Tidak bersedia untuk menjadi responden

c) Responden yang tidak komunikatif

4.4 Teknik sampling

Sampel diambil dengan menggunakan metode judgmental sampling atau purposive

sampling. Peneliti memilih responden berdasarkan pada pertimbangan subjektif dan

praktis,bahwa responden tersebut dapat memberikan informasi yang memadai untuk

menjawab pertanyaan penelitian.

Proses pengambilan sampel dengan teknik ini dilakukan berdasarkan tingkat wilayah

secara bertahap. Tahap pertama dengan menentukan wilayahnya yaitu Kelurahan Pasar

Minggu II Kecamatan Pasar Minggu.

Jumlah sampel yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebanyak 75 responden.

Jumlah sampel ini didapat dengan menggunakan rumus sebagai berikut (S.Sudigdo,

2008):

n = (Za)2 PQ

(d)2

Keterangan :

n = besarnya sampel

a = batas kemaknaan, yang digunakan adalah 0,05

Za = untuk a sebesar 0,05 dari tabel dua arah didapatkan nilai 1,96

P = proporsi penyakit kejadian dermatosis (35% dari penelitian Louis Ferdinandus tentang

DAK pada pekerja tempe di Cipulir, Jakarta Selatan)

Q = 1-P

d = Akurasi dari ketepatan pengukuran untuk p > 10% adalah 0,05

22

Page 23: Proposal Tempe

Proporsi yang digunakan berdasarkan angka proporsi kejadian dermatosis di

Kelurahan Pasar Minggu 2, Kecamatan Pasar minggu, Jakarta Selatan tahun 2013 sebesar

35%. berdasarkan rumus di atas didapatkan sampel:

n = (1,96) 2 x 0,35 x (1-0,35)

(0,05) 2

= 349,58 dibulatkan menjadi 349

n = 349 responden

Rumus Populasi finit:

n = Besar sample yang di butuhkan untuk populasi finit

No = Besar sample dari populasi infinit = 349 responden

N = Besar sample populasi finit (seluruh pekerja industri tempe di Kelurahan Pasar

Minggu 2)

n = 349 = 61,77

(1+349/75)

n = 61,77 dibulatkan menjadi 62

Sample akhir, N1 = n + n (10%)

N1 = 62 + 62 (0.1)

N1 = 68,2

Jadi besar sampel penelitian 68 sampel

23

Page 24: Proposal Tempe

4.5 Identifikasi variable penelitian

Variabel independent

1. Umur

2. Jenis kelamin

3. higiene perorangan

4. tingkat pendidikan

5. pengetahuan

6. masa kerja

7. jam kerja

8. bagian kerja

9. air sisa buangan

10. alat pelindung diri

Variabel dependen

Dermatosis akibat kerja

4.6 Instrumen penelitian

Instrumen penelitian ini diambil dengan menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan tertutup dan terbuka tentang variabel-variabel penelitian yang diberikan langsung kepada responden untuk diisi, dan melalui proses wawancara.

24

Page 25: Proposal Tempe

4.7 Cara Pengumpulan Data

4.7.1 Alur Pengumpulan Data

Gambar 4.8. Alur Pengumpulan Data

4.7.2 Pengumpulan Data Primer

Data yang diperoleh dari hasil wawancara langsung dan kuesioner pada responden yang

dilakukan di industri rumah tangga pembuatan tempe di RT 05, 06, 07, dan 08 RW 02

Kelurahan Pasarminggu 2.

25

Proposal disetujui

Saringan populasi

Mengumpulkan sampel

Peneliti melakukan wawancara dan kuesioner

Peneliti mengumpulkan data

Peneliti mengolah dan menganalisis data dalam bentuk

tabular, tekstular dan grafik dengan menggunakan Microsoft

Word dan SPSS 17,0

Penyajian data dalam bentuk presentasi

Page 26: Proposal Tempe

4.7.3 Pengumpulan Data Sekunder

Data yang diperoleh dari pencatatan kejadian Dermatosis yang didapatkan dari

laporan surveillance Puskesmas Kelurahan Pasar Minggu II.

4.7.4 Pengumpulan Data Tersier

Data diperoleh dari buku teks, jurnal, dan penelitian yang ada sebelumnya.

4.8 Rencana pengolahan dan analisis data

Data yang telah berhasil diperoleh diolah secara elektronik setelah melalui proses

penyuntingan, pemindahan data ke komputer dan tabulasi. Data yang terkumpul dari hasil

kuesioner diolah, dianalisis dan dimasukkan dalam program computer Microsoft office excel

2007 dan SPSS 17.0.

Adapun langkah-langkah pengolahan data dilakukan seperti tahap-tahap dibawah ini :

1. Entry

Pemasukan data (data entry) yaitu memasukkan data kedalam program computer

yaitu SPSS untuk kemudian dianalisa.

2. Coding

Pengkodean data (data coding) yaitu mengklasifikasikan data dan memberi kode

atau simbol tertentu, misal berupa angka untuk setiap jawaban.

3. Editing

Pengeditan data (editing) yaitu mengeluarkan data yang dianggap janggal, yaitu

dengan melihat distribusi frekuensi dari variabel-variabel dan melihat kelogisannya.

Setelah dicek kembali untuk memastikan data tersebut telah bersih dari kesalahan,

maka data tersebut siap untuk dianalisa.

4. Cleaning

Memeriksa kelengkapan data, kelengkapan kuesioner, apakah semua pertanyaan

telah dijawab dengan lengkap dan benar.

Memeriksa kesinambungan data, dalam arti tidak ditemukannya data atau

keterangan antara satu dengan yang lainnya.

Memeriksa keseragaman data, apakah ukuran yang digunakan dalam

mengumpulkan data sudah seragam atau tidak.

4.9 Analisis Data

26

Page 27: Proposal Tempe

4.9.1 Analisis Univariat

Analisis menggunakan distribusi frekuensi data berdasarkan nilai rata-rata

(mean) terhadap variabel-variabel yang diteliti.

4.9.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat yang digunakan adalah uji statistik chi-square, untuk mencari

hubungan yang bermakna secara statistik antara variabel dependen dengan variabel

independen yang mengacu pada nilai p-value <0,05.

4.10 Penyajian Data

Tekstural, hasil penelitian disajikan dalam bentuk kalimat.

Tabulasi, hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel.

Grafik, hasil penelitian disajikan dalam bentuk diagram pie dan diagram batang

4.11 Jadwal Kegiatan Penelitian

Tahapan KegiatanWaktu Dalam Minggu

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

A Perencanaan

1 Orientasi dan Identifikasi Masalah                    

2 Pemilihan Topik

3 Penelurusan kepustakaan                    

4 Pembuatan Proposal                    

5 Konsultasi dengan pembimbing

6 Pembuatan questionnaire                    

7 Presentasi Proposal                    

B Pelaksanaan

1 Ujicoba questionnaire

2 Pengumpulan data dan Survey                    

3 Pengolahan data

4 Analisis data                    

5 Konsultasi dengan Pembimbing                    

C Pelaporan Hasil

27

Page 28: Proposal Tempe

1 Penulisan laporan sementara                    

2 Diskusi

3 Presentasi hasil laporan sementara

4 Revisi                    

5

Presentasi Hasil akhir

(puskesmas dan trisakti)                    

6 Penulisan laporan akhir                    

Tabel 2. Jadwal kegiatan

4.12 Perkiraan Biaya Penelitian

Penggandaan Kuesioner Rp. 150.000,-

Transportasi Rp. 200.000,-

Kertas A4 Rp 20,000,-

Tinta Printer Rp. 220.000,-

Cenderamata Rp 100,000,-

Biaya tak terduga: Rp. 300.000,-

Rp. 980.000,-

BAB V

28

Page 29: Proposal Tempe

HASIL PENELITIAN

5.1 Hasil Univariat

Analisa univariat ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik dari masing-

masing variabel yang diteliti di Kelurahan Pasar Minggu dua, Kecamatan Pasar Minggu

Jakarta Selatan dengan responden yang berjumlah 70 perajin tempe.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi kejadian DAK dan karakteristik responden pada perajin tempe

5.1.1 Karakteristik Responden

29

Karakteristik Respondenjumlah Persentase

Kejadian dermatosis akibat kerja- Sakit - Tidak sakit

1456

2080

Usia- <=40 tahun- > 40 tahun

4426

62,937,1

Jenis kelamin- Laki-laki- Perempuan

4327

61,438,6

Tingkat pendidikan- Rendah- Sedang

3436

48,651,4

Masa kerja- > 5 tahun- <= 5 tahun

4228

6040

Lama kerja- > 8 jam perhari- <= 8 jam perhari

3238

45,754,3

Alat pelindung diri- Kurang baik- Baik

4228

6040

Air sisa buangan- Terpapar - Tidak terpapar

3931

55,744,3

Higiene perajin- Kurang - Baik

2545

35,764,3

Pengetahuan- Kurang - Baik

4327

61,438,6

Bagian kerja- Pencucian, perendaman, dan perebusan- Bukan pencucian, perendaman, dan perebusan

3436

48,651,4

Page 30: Proposal Tempe

5.1.1.1 Dermatosis Akibat Kerja (DAK) pada perajin tempe

Berdasarkan hasil penelitian dari 70 perajin tempe, diperoleh data tentang tentang

Dermatosis Akibat Kerja (DAK) pada perajin tempe. DAK pada perajin tempe sebanyak 14

orang (20%) , tidak terkena DAK sebanyak 56 orang (80%)

5.1.1.2 Usia perajin tempe

Berdasarkan hasil penelitian dari 70 perajin tempe, perajin tempe berusia kurang dari

sama dengan 40 tahun sebanyak 44 orang (62,9%), perajin dengan usia lebih dari 40 tahun

sebanyak 26 orang (37,1%).

5.1.1.3 Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian dari 70 perajin tempe, perajin laki-laki sebanyak 43

orang (61,4%), perajin perempuan sebanyak 27 orang (38,6%)

5.1.1.4 Tingkat Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian dari 70 perajin tempe, perajin yang berpendidikan rendah

yaitu perajin yang tidak bersekolah, SD/tamat SD sebanyak 34 orang (48,6%), dan

berpendidikan sedang yaitu SMP/tamat SMP sebanyak 36 orang (51,4%).

5.1.1.5 Masa kerja

Berdasarkan hasil penelitian dari 70 perajin tempe, perajin yang masa kerja lebih dari

5 tahun sebanyak 42 orang (60%) , dan perajin yang masa kerja kurang dari sama dengan 5

tahun sebanyak 28 orang (40%).

5.1.1.6 Lama kerja

Berdasarkan hasil penelitian dari 70 perajin tempe, perajin yang lama kerja lebih dari

8 jam perhari sebanyak 32 orang (45,7%), dan perajin yang masa kerja kurang dari sama

dengan 8 jam perhari sebanyak 38 orang (54,3%).

5.1.1.7 Alat pelindung diri

30

Page 31: Proposal Tempe

Berdasarkan hasil penelitian dari 70 perajin tempe, perajin yang tidak

memakai/memakai APD dengan kurang baik sebanyak 42 orang (60%), dan perajin yang

memakai APD dengan baik sebanyak 28 orang (40%).

5.1.1.8 Air sisa buangan/limbah

Berdasarkan hasil penelitian dari 70 perajin tempe, perajin yang terpapar air sisa

buangan sebanyak 39 orang (55,7%) ,dan perajin yang tidak terpapar/ kadang-kadang

terpapar sebanyak 31 orang (44,3%).

5.1.1.9 Higiene perorangan

Berdasarkan hasil penelitian dari 70 perajin tempe, perajin yang kurang higienenya

sebanyak 25 orang (35,7%) , dan perajin yang baik higienenya sebanyak 45 orang (64,3%).

5.1.1.10 Pengetahuan

Berdasarkan hasil penelitian dari 70 perajin tempe, perajin yang pengetahuannya

kurang mengenai DAK serta risiko-risiko yang dapat timbul dari pekerjaannya sebanyak 43

orang (61,4%) , dan perajin yang baik sebanyak 27 orang (38,6%).

5.1.1.11 Bagian kerja

Berdasarkan hasil penelitian dari 70 perajin tempe, perajin yang bekerja di bagian

pencucian, perendaman, dan perebusan sebanyak 34 orang (48,6%) , dan perajin yang

bekerja di bagian lain sebanyak 36 orang (51,4%).

5.2 Analisis Bivariat

31

Page 32: Proposal Tempe

5.2.1 Hubungan Usia Perajin dengan Dermatosis Akibat Kerja

Berdasarkan hasil penelitian dari 70 responden, diperoleh data tentang hubungan

antara usia perajin dengan angka kejadian Dermatosis akibat kerja. Adapun secara lengkap

deskripsi hubungan antara usia perajin dengan angka kejadian Dermatosis akibat kerja

distribusi dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut.

TABEL 2

kejadian dermatosis TotalSakit tidak sakit

usia perajin

<=4010 (22,7%) 34 (77,3%) 44

> 404 (15,4%) 22 (84,6%) 26

Total 14 56 70

p = 0,458 0,451<OR<5,804

Hasil analisis dengan Chi-Square menunjukkan bahwa perajin dengan usia kurang

dari 40 tahun yang menderita dermatosis 10 orang atau 22,7%, dan perajin yang usia lebih

dari 40 tahun yang menderita dermatosis 4 orang atau 15,4%. Dengan nilai p = 0,458 maka

Ho diterima, berarti tidak ada hubungan antara usia perajin dengan kejadian dermatosis

akibat kerja.

32

Page 33: Proposal Tempe

5.2.2 Hubungan jenis kelamin dengan Dermatosis Akibat Kerja

Berdasarkan hasil penelitian dari 70 responden, diperoleh data tentang hubungan

antara jenis kelamin perajin dengan angka kejadian Dermatosis akibat kerja. Adapun secara

lengkap deskripsi hubungan antara jenis kelamin perajin dengan angka kejadian Dermatosis

akibat kerja distribusi dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut.

TABEL 3

kejadian dermatosis Total

Sakit tidak sakit

jenis kelaminlaki-laki 11 (25,6%) 32 (74,4%) 43

perempuan 3 (11,1%) 24 (88,9%) 27

Total 14 56 70

p = 0, 141 0, 690<OR<10,952

Hasil analisis dengan Chi-Square menunjukkan bahwa perajing dengan jenis kelamin

laki-laki yang menderita dermatosis 11 orang atau 25,6%, dan perajin dengan jenis kelamin

perempuan yang menderita dermatosis 3 orang atau 11,1%. Dengan nilai p = 0,141 maka Ho

diterima, berarti tidak ada hubungan jenis kelamin perajin dengan kejadian dermatosis akibat

kerja.

33

Page 34: Proposal Tempe

5.2.3 Hubungan tingkat pendidikan dengan Dermatosis Akibat Kerja

Berdasarkan hasil penelitian dari 70 responden, diperoleh data tentang hubungan

antara tingkat pendidikan perajin dengan angka kejadian Dermatosis akibat kerja. Adapun

secara lengkap deskripsi hubungan antara tingkat pendidikan perajin dengan angka kejadian

Dermatosis akibat kerja distribusi dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut.

TABEL 4

kejadian dermatosis Total

sakit tidak sakit

tingkat pendidikanrendah 13 (38,2%) 21 (61,8%) 34

sedang 1 (2,8%) 35 (97,2%) 36

Total 14 56 70

p = 0, 000 2,641<OR<177,762

Hasil analisis dengan Chi-Square menunjukkan bahwa perajin dengan tingkat

pendidikan rendah yang menderita dermatosis 13 orang atau 38,2%, dan perajin dengan

pendidikan sedang yang menderita dermatosis 1 orang atau 2,8%. Dengan nilai p = 0,000

maka Ho ditolak, berarti ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian dermatosis

akibat kerja.

34

Page 35: Proposal Tempe

5.2.4 Hubungan masa kerja dengan Dermatosis Akibat Kerja

Berdasarkan hasil penelitian dari 70 responden, diperoleh data tentang hubungan

antara masa kerja dengan angka kejadian Dermatosis akibat kerja. Adapun secara lengkap

deskripsi hubungan antara masa kerja perajin dengan angka kejadian Dermatosis akibat kerja

distribusi dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut.

TABEL 5

kejadian dermatosis Total

sakit tidak sakit

masa kerja>5 tahun 9 (21,4%) 33 (78,6%) 42

<=5 tahun 5 (17,9%) 23 (82,1%) 28

Total 14 56 70

p = 0, 714 0, 372<OR<4,232

Hasil analisis dengan Chi-Square menunjukkan bahwa perajin dengan masa kerja

lebih dari 5 tahun yang menderita dermatosis 9 orang atau 21,4%, dan perajin dengan masa

kerja kurang dari 5 tahun yang menderita dermatosis 5 orang atau 17,9%. Dengan nilai p =

0,714 maka Ho diterima, berarti tidak ada hubungan antara masa kerja dengan kejadian

dermatosis akibat kerja.

35

Page 36: Proposal Tempe

5.2.5 Hubungan lama kerja dengan Dermatosis Akibat Kerja

Berdasarkan hasil penelitian dari 70 responden, diperoleh data tentang hubungan

antara lama kerja dengan angka kejadian Dermatosis akibat kerja. Adapun secara lengkap

deskripsi hubungan antara lama kerja perajin dengan angka kejadian Dermatosis akibat kerja

distribusi dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut.

TABEL 6

kejadian dermatosis Total

sakit tidak sakit

lama kerja>8 jam 11 (34,4%) 21 (65,6%) 32

<=8 jam 3 (7,9%) 35 (92,1%) 38

Total 14 56 70

p = 0, 006 1,527<OR<24,450

Hasil analisis dengan Chi-Square menunjukkan bahwa perajin dengan lama kerja

lebih dari 8 jam yang menderita dermatosis 11 orang atau dan perajin dengan lama kerja

kurang dari 8 jam yang menderita dermatosis 3 orang atau dengan nilai p = 0,006 maka Ho

ditolak, berarti ada hubungan antara lama kerja dengan kejadian dermatosis akibat kerja.

36

Page 37: Proposal Tempe

5.2.6 Hubungan alat pelindung diri dengan Dermatosis Akibat Kerja

Berdasarkan hasil penelitian dari 70 responden, diperoleh data tentang hubungan

antara penggunaan APD dengan angka kejadian Dermatosis akibat kerja. Adapun secara

lengkap deskripsi hubungan antara penggunaan APD dengan angka kejadian Dermatosis

akibat kerja distribusi dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut.

TABEL 7

kejadian dermatosis Total

sakit tidak sakit

Alat pelindung diriKurang baik 9 (21,4%) 33 (78,6%) 42

Baik 5 (17,9%) 23 (82,1%) 28

Total 14 56 70

p = 0, 714 0, 372<OR<4,232

Hasil analisis dengan Chi-Square menunjukkan bahwa perajin yang tidak

menggunakan APD menderita dermatosis 9 orang atau 21,4% dan perajin yang menggunakan

APD yang menderita dermatosis 5 orang atau 17,9% Dengan nilai p = 0,714 maka Ho

diterima, berarti tidak ada hubungan antara lama kerja dengan kejadian dermatosis akibat

kerja.

37

Page 38: Proposal Tempe

5.2.7 Hubungan terpapar air limbah dengan Dermatosis Akibat Kerja

Berdasarkan hasil penelitian dari 70 responden, diperoleh data tentang hubungan

antara terpapar air limbah dengan angka kejadian Dermatosis akibat kerja. Adapun secara

lengkap deskripsi hubungan antara terpapar air limbah perajin dengan angka kejadian

Dermatosis akibat kerja distribusi dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut.

TABEL 8

kejadian dermatosis Total

sakit tidak sakit

air buanganterpapar 12 (30,8%) 27 (69,2%) 39

tidak terpapar 2 (6,4%) 29 (93,6%) 31

Total 14 56 70

p = 0.012 1,319<OR<31,478

Hasil analisis dengan Chi-Square menunjukkan bahwa perajin yang terpapar air

buangan menderita dermatosis 12 orang atau 30,8% dan perajin yang tidak terpapar air

buangan menderita dermatosis 2 orang atau 6,4% Dengan nilai p = 0,012 maka Ho ditolak,

berarti ada hubungan antara pekerja yang terpapar air buangan dengan kejadian dermatosis

akibat kerja.

38

Page 39: Proposal Tempe

5.2.8 Hubungan higiene dengan Dermatosis Akibat Kerja

Berdasarkan hasil penelitian dari 70 responden, diperoleh data tentang hubungan

antara higiene dengan angka kejadian Dermatosis akibat kerja. Adapun secara lengkap

deskripsi hubungan antara hygine perajin dengan angka kejadian Dermatosis akibat kerja

distribusi dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut.

TABEL 9

kejadian dermatosis Total

sakit tidak sakit

higiene perajin

kurang 3 (12%) 22 (88%) 25

baik 11 (24,4%) 34 (75,6%) 45

Total 14 56 70

p = 0, 212 0, 106<OR<1,683

Hasil analisis dengan Chi-Square menunjukkan bahwa perajin dengan higiene kurang

menderita dermatosis 3 orang atau 12% dan perajin dengan higiene baik menderita

dermatosis 11 orang atau 24,4% Dengan nilai p = 0,212 maka Ho diterima, berarti tidak ada

hubungan antara higiene dengan kejadian dermatosis akibat kerja.

39

Page 40: Proposal Tempe

5.2.9 Hubungan pengetahuan dengan Dermatosis Akibat Kerja

Berdasarkan hasil penelitian dari 70 responden, diperoleh data tentang hubungan

antara pengetahuan dengan angka kejadian Dermatosis akibat kerja. Adapun secara lengkap

deskripsi hubungan antara pengetahuan perajin dengan angka kejadian Dermatosis akibat

kerja distribusi dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut.

TABEL 10

kejadian dermatosis Total

sakit tidak sakit

Pengetahuan

kurang 10 (23,3%) 33 (76,7%) 43

baik 4 (14,8%) 23 (85,2%) 27

Total 14 56 70

p = 0, 390 0, 486<OR<6,241

Hasil analisis dengan Chi-Square menunjukkan bahwa perajin dengan pengetahuan

yang kurang menderita dermatosis 10 orang atau 23,3% dan perajin dengan pengetahuan baik

menderita dermatosis 4 orang atau 14,8% Dengan nilai p = 0,390 maka Ho diterima, berarti

tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian dermatosis akibat kerja.

40

Page 41: Proposal Tempe

5.2.10 Hubungan bagian kerja dengan Dermatosis Akibat Kerja

Berdasarkan hasil penelitian dari 70 responden, diperoleh data tentang hubungan

antara bagian kerja dengan angka kejadian Dermatosis akibat kerja. Adapun secara lengkap

deskripsi hubungan antara bagian kerja perajin dengan angka kejadian Dermatosis akibat

kerja distribusi dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut.

TABEL 11

kejadian dermatosis Total

sakit tidak sakit

bagian kerja

Pencucian, perendaman, dan

perebusan

11(32,3%) 23(67,7%) 34

Bukan pencucian,

perendaman, dan perebusan

3(8,3%) 33(91,7%) 36

Total 14 56 70

p = 0, 012 1,319<OR<20,978

Hasil analisis dengan Chi-Square menunjukkan bahwa perajin di bagian pencucian,

perendaman, dan perebusan menderita dermatosis 11 orang atau 32,3% dan perajin di bagian

lain menderita dermatosis 3 orang atau 8,3% Dengan nilai p = 0,012 maka Ho ditolak, berarti

ada hubungan antara bagian kerja di pencucian, perendaman, dan perebusan dengan kejadian

dermatosis akibat kerja.

41

Page 42: Proposal Tempe

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Hubungan Usia Pekerja dengan Kejadian Dermatosis Akibat Kerja

Berdasarkan hasil penelitian dari 70 responden, diperoleh data tentang hubungan

antara usia perajin dengan angka kejadian Dermatosis akibat kerja. Hasil penelitian kami

dengan Chi-Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara usia perajin dengan

kejadian dermatosis akibat kerja.

Hasil ini sesuai dengan penilitian yang dilakukan oleh Adilah Afifah 31 juli 2012

tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja

pada karyawan binatu di ungaran timur dan ungaran barat kabupaten semarang.

42