Proposal Selesai

download Proposal Selesai

If you can't read please download the document

description

RETRE

Transcript of Proposal Selesai

BAB I

PENDAHULUAN

Batuk merupakan upaya pertahanan paru terhadap berbagai rangsangan yang ada. Batuk merupakan refleks fisiologis kompleks yang melindungi paru dari trauma mekanik, kimia dan suhu. Batuk juga merupakan mekanisme pertahanan paru yang alamiah untuk menjaga agar jalan nafas tetap bersih dan terbuka dengan jalan mencegah masuknya benda asing ke saluran nafas dan mengeluarkan benda asing atau sekret yang abnormal dari dalam saluran nafas.

Batuk menjadi tidak fisiologis bila dirasakan sebagai gangguan. Batuk semacam itu sering kali merupakan tanda suatu penyakit di dalam atau diluar paru dan kadang-kadang merupakan gejala dini suatu penyakit. Batuk mungkin sangat berarti pada penularan penyakit melalui udara (air borne infection). Batuk merupakan salah satu gejala penyakit saluran nafas disamping sesak, mengi, dan sakit dada. Sering kali batuk merupakan masalah yang dihadapi para dokter dalam pekerjaannya sehari-hari. Penyebabnya amat beragam dan pengenalan patofisiologi batuk akan sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan penanggulangan penderita batuk.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Batuk dalam bahasa latin disebut tussis adalah refleks yang dapat terjadi secara tiba-tiba dan sering berulang-ulang yang bertujuan untuk membantu membersihkan saluran pernapasan dari lendir besar, iritasi, partikel asing dan mikroba. Batuk dapat terjadi secara disengaja maupun tanpa disengaja.2

Batuk kronik adalah batuk yang tidak menghilang selama 8 minggu atau lebih. Batuk kronik sendiri bukanlah penyakit, tetapi batuk kronik adalah suatu gejala dari penyakit penyakit lain. Batuk kronik dapat menyebabkan badan menjadi lemah, dapat merusak kualitas tidur dan membuat perasaan menjadi marah dan juga frustasi. Batuk kronik adalah keluhan utama yang sering membawa seseorang ke tenaga kesehatan.3

Terkadang sulit untuk menentukan masalah yang memicu terjadinya batuk kronik pada pasien, tetapi yang tersering adalah batuk kronik dikarenakan post nasal drip, asma dan refluks asam yang merupakan gejala khas dari gastroesophageal reflux disease (GERD). Batuk kronik biasanya menghilang sesudah faktor pemicu dapat dihilangkan.3

B. Epidemiologi

Penelitian epidemiologi telah menunjukkan bahwa batuk kronik banyak berhubungan dengan kebiasaan merokok. 25% dari mereka yang merokok 1/2 bungkus/hari akan mengalami batuk-batuk, sementara dari penderita yang merokok 1 bungkus per hari akan ditemukan kira-kira 50% yang batuk kronik. Sebagian besar dari perokok berat yang merokok 2 bungkus/hari akan mengeluh batuk-batuk kronik. Penelitian berskala besar di AS juga menemukan bahwa 22% non perokok juga menderita batuk yang antara lain disebabkan oleh penyakit kronik, polusi udara dan lain-lain. Penelitian menunjukkan bahwa pada penderita batuk kronik didapat 628 sampai 761 kali batuk/hari. Penderita TB paru jumlah batuknya sekitar 327 kali/hari dan penderita influenza bahkan sampai 154.4 kali/hari. 5

C. Mekanisme Terjadinya Batuk

Batuk dimulai dari suatu rangsangan pada reseptor batuk. Reseptor ini berupa serabut saraf non mielin halus yang terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks. Yang terletak di dalam rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus, dan di pleura. Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang kecil, dan sejumlah besar reseptor di dapat di laring, trakea, karina dan daerah percabangan bronkus. Reseptor bahkan juga ditemui di saluran telinga, lambung, hilus, sinus paranasalis, perikardial, dan diafragma. 2

Serabut afferen terpenting ada pada cabang nervus vagus yang mengalirkan rangsang dari laring, trakea, bronkus, pleura, lambung, dan juga rangsangan dari telinga melalui cabang Arnold dari nervus vagus. Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus paranasalis, nervus glosofaringeus, menyalurkan rangsang dari faring dan nervus frenikus menyalurkan rangsang dari perikardium dan diafragma.3

Oleh serabut afferen rangsang ini dibawa ke pusat batuk yang terletak di medula, di dekat pusat pernafasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini oleh serabut-serabut afferen nervus vagus, nervus frenikus, nervus interkostalis dan lumbar, nervus trigeminus, nervus fasialis, nervus hipoglosus, dan lain-lain menuju ke efektor. Efektor ini berdiri dari otot-otot laring, trakea, bronkus, diafragma,otot-otot interkostal, dan lain-lain. Di daerah efektor ini mekanisme batuk kemudian terjadi.Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi empat fase yaitu :2

Fase iritasi

Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea, bronkus besar, atau serat afferen cabang faring dari nervus glosofaringeus dapat menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila reseptor batuk di lapisan faring dan esofagus, rongga pleura dan saluran telinga luar dirangsang.

Fase inspirasi

Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi otot abduktor kartilago aritenoidea.Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat, sehingga udara dengan cepat dan dalam jumlah banyak masuk ke dalam paru. Hal ini disertai terfiksirnya iga bawah akibat kontraksi otot toraks, perut dan diafragma, sehingga dimensi lateral dada membesar mengakibatkan peningkatan volume paru. Masuknya udara ke dalam

paru dengan jumlah banyak memberikan keuntungan yaitu akan memperkuat fase ekspirasi sehingga lebih cepat dan kuat serta memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga menghasilkan mekanisme pembersihan yang potensial. Volume udara yang diinspirasi sangat bervariasi jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu fungsional. Penelitian lain menyebutkan jumlah udara yang dihisap berkisar antara 50% dari tidal volume sampai 50% dari kapasitas vital. Ada dua manfaat utama dihisapnya sejumlah besar volume ini. Pertama, volume yang besar akan memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua, volume yang besar akan memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga pengeluaran sekret akan lebih mudah.

Fase kompresi

Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot adduktor kartilago aritenoidea, glotis tertutup selama 0,2 detik.Pada fase ini tekanan intratoraks meninggi sampai 300 cmH2O agar terjadi batuk yang efektif. Tekanan pleura tetap meninggi selama 0,5 detik setelah glotis terbuka .Batuk dapat terjadi tanpa penutupan glotis karena otot-otot ekspirasi mampu meningkatkan tekanan intratoraks walaupun glotis tetap terbuka.

Fase ekspirasi/ekspulsi

Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot ekspirasi, sehingga terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar dengan kecepatan yang tinggi disertai dengan pengeluaran benda-benda asing dan bahan-bahan lain. Gerakan glotis, otot-otot pernafasan dan cabang-cabang bronkus merupakan hal yang penting dalam fase mekanisme batuk dan disinilah terjadi fase batuk yang sebenarnya.Suara batuk sangat bervariasi akibat getaran sekret yang ada dalam saluran nafas atau getaran pita suara.

Gambar 2. Fase batuk

Etiologi

Batuk kronik bukan suatu penyakit yang terdiri sendiri, melainkan merupakan gejala pada berbagai penyakit baik respiratorik maupun non-respiratorik.6

Beberapa penyebab-penyebab umum dari batuk kronis termasuk asma, allergic rhinitis, persoalan-persoalan sinus (contohnya infeksi sinus), dan pengaliran balik ke esophagus (esophageal reflux) dari isi-isi lambung. Pada kejadian-kejadian yang jarang, batuk kronis mungkin adalah akibat dari penghisapan dari benda-benda asing kedalam paru-paru (biasanya pada anak-anak).Adalah sangat penting untuk memperoleh x-ray dada jika batuk kronis hadir.

Berikut adalah beberapa penyebab dari batuk kronis:

Asma

Definisi

Asma merupakan suatu penyakit gangguan jalan napas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.7

Gambar 3. Perbedaan bronkus normal dengan asma

Manifestasi klinis

Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi (wheezing), batuk yang disertai serangan napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa penderita asma, keluhan tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan

sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat atau tiba-tiba menjadi lebih berat. 8

Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing tergantung cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan atau kelelahan otot pernapasan, wheezing akan terdengar lebih lemah atau tidak terdengar sama sekali. Batuk hampir selalu ada, bahkan seringkali diikuti dengan dahak putih berbuih. Selain itu, makin kental dahak, maka keluhan sesak akan semakin berat. 7

Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk membungkuk dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut. Posisi ini didapati juga pada pasien dengan Chronic Obstructive Pulmonary Disease

(COPD). Tanda lain yang menyertai sesak napas adalah pernapasan cuping hidung yang sesuai dengan irama pernapasan. Frekuensi pernapasan terlihat meningkat (takipneu), otot bantu pernapasan ikut aktif, dan penderita tampak gelisah. Pada fase permulaan, sesak napas akan diikuti dengan penurunan PaO2 dan PaCO2, tetapi pH normal atau sedikit naik. Hipoventilasi yang terjadi kemudian akan memperberat sesak napas, karena menyebabkan penurunan PaO2 dan pH serta meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu, terjadi kenaikan tekanan darah dan denyut nadi sampai 110-130/menit, karena peningkatan konsentrasi katekolamin dalam darah akibat respons hipoksemia.8

Pemeriksaan fisik

Penemuan tanda pada pemeriksaan fisis pasien asma, tergantung dari derajat obstruksi saluran napas. Ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi dada, pernapasan cepat sampai sianosis dapat ditemukan pada pasien asma. Dalam praktek jarang dijumpai kesulitan dalam membuat diagnosis asma, tetapi sering pula dijumpai pasien bukan asma mempunyai mengi, sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis.7

Pemeriksaan penunjang

Spirometri

Cara paling cepat dan sederhana untuk menegakkan diagnosis asma adalah melihat respons pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator hirup (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergic beta. Peningkatan VEP atau KVP sebanyak 20% menunjukkan diagnosis asma.7

Uji provokasi bronkus

Jika pemeriksaan spirometri normal, untuk menunjukkan adanya hiperaktivitas bronkus dilakukan uji provokasi bronkus. Ada beberapa cara untuk melakukan uji provokasi bronkus seperti uji provokasi dengan histamine, metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin, larutan garam hipertonik dan bahkan dengan aqua destilata penurunan VEP sebesar 20% dianggap bermakna.7

Pemeriksaan sputum

Sputum eosinofil sangat karakteristik untuk asma, sedangkan neutrofil sangat dominan pada bronchitis kronik.7

Pemeriksaan eosinofil total

Jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat pada pasien asma dan hal ini dapat membantu dalam membedakan asma dari bronchitis kronik.7

Foto dada

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran napas dan adanya kecurigaan terhadap proses patologis di paru atau komplikasi asma seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain.

Analisis gas darah

Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yang berat. Pada fase awal serangan, terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PaCO2 < 35 mmHg) kemudian pada stadium yang lebih berat PaCO2 justru mendekati normal sampai

normokapnia. Selanjutnya pada asma yang sangat berat terjadinya hiperkapnia 7 (PaCO2 5 mH) iosma.

Diagnosis

Diagnosis asma didasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Pada riwayat penyakit akan dijumpai keluhan batuk, sesak, mengi, atau rasa berat di dada. Tetapi kadang-kadang pasien hanya mengeluh batuk-batuk saja yang umumnya timbul pada malam hari atau sewaktu kegiatan jasmani. Yang perlu diketahui adalah faktor-faktor pencetus serangan. Dengan mengetahui faktor pencetus, kemudian menghindarinya, maka diharapkan gejala asma dapat dicegah.7

Gastroesophageal reflux disease (GERD)

Definisi

Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal reflux disease / GERD) adalah suatu keadaan psikologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esophagus, dengan berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esophagus, faring, laring dan saluran napas. Telah diketahui bahwa refluks kandungan lambung ke esofagus dapat menimbulkan berbagai gejala di esofagus maupun ekstra-esofagus, dapat menyebabkan komplikasi yang berat seperti strutrs esofagusartbahkanadenokarsinoma di kardia dan esofagus.

Manifestasi klinis

Gejala klinis yang khas dari GERD adalah nyeri / rasa tidak enak di epigastrium atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri biasanya dideskripsikan sebagai rasa terbakar (heartburn) , kadang-kadang bercampur dengan gejala-gejala disfagia (kesulitan menelan makanan), mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah.

GERD dapat juga menimbulkan manifestasi gejala ekstra esophageal yang atipik dan sangat bervariasi mulai dari nyeri dada non-kardiak (non-cardiac chest pain / NCCP), suara serak, laryngitis, batuk karena aspirasi sampai timbulnya bronkiektasis atau asma.

Gejala GERD biasanya berjalan perlahan-lahan, sangat jarang terjadi episode akut atau keadaan yang bersifat mengancam nyawa. Oleh karena itu, umumnya pasien dengan GERD memerlukan penatalaksanaan secara medic.

Gambar 4. Gastroesophageal reflux disease (GERD)

Postnasal drip

Postnasal drip syndrome adalah salah satu penyebab batuk kronik yang paling sering dan disebabkan oleh berbagai kondisi termasuk rhinitis vasomotor, rhinitis alergi, polip hidung dan sinusitis kronik. Setiap hari, hidung, sinus dan tenggorokan memproduksi mucus untuk membersihkan dan melembabkan saluran hidung. Pada keadaan normal biasanya cairan tersebut tertelan tanpa disadari, tetapi bila jumlahnya semakin banyak dibandingkan biasanya seperti pada keadaan alergi, demam, atau sinusitis, cairan mucus ini dapat dirasakan mengalir dibelakang tenggorokan. Mucus yang berlebihan disebut juga postnasal drip, yang bisa menyebabkan iritasi dan inflamasi yang memicu reflex batuk. Jika postnasal drip ini bersifat kronik, maka batuk juga akan menjadi kronik. 10

Gambar 5. Anatomi postnasal drip

Obat-obat tekanan darah

Angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitors, biasanya digunakan untuk mengatasi tekanan darah yang tinggi dan gagal jantung, dapat menyebabkan batuk kronik pada 20% pasien yang menggunakan obat jenis ini. Biasanya batuk dimulai setelah seminggu mulai menggunakan terapi ini dan batuk biasanya hilang dengan sendirinya saat pengobatan dengan ACE inhibitors dihentikan. Contoh obat ACE inhibitors adalah enalapril (Vasotec), captopril (Capoten), lisinopril (Zestril, Prinivil), dll. Generasi yang lebih baru dari ace inhibitor seperti obat-obat yang disebut ARB's (Angiotensin receptor blockers), [contohnya, valsartan (Diovan), losartan (Cozaar), dll.] dapat menjadi alternatif-alternatif yang mempunyai potensial yang lebih sedikit untuk menyebabkan batuk yang kronis. 11

Bronkitis kronik a. Definisi

Didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan dalam 1 tahun selama 2 tahun berturut turut. Diagnosa kronik bronkitis biasanya dibuat berdasar adanya batuk menetap yang biasanya terkait dengan penyalahgunaan tembakau. 3

Gambar 6. Bronkus normal dengan bronchitis

b. Patofisiologi

Penemuan patologis dari bronchitis adalah hipertropi dari kelenjar mukosa bronchus dan peningkatan sejumlah sel goblet disertai dengan infiltrasi sel radang dan ini mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi bronchiolus yang kecilkecil sedemikian rupa sampai bronchiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar. Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara lain yang biasa terdapat pada daerah industri. Polusi tersebut dapat memperlambat aktifitas silia dan fagositosis, sehingga timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri melemah.4

Mukus yang berlebihan terjadi akibat displasia. Selsel penghasil mukus di bronkhus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahanperubahan pada selsel penghasil mukus dan selsel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus dalam jumlah besar yang sulit dikeluarkan dari saluran nafas.4

c.Manifestasi klinis

Gejala utama bronkitis adalah timbulnya batuk produktif (berdahak) yang mengeluarkan dahak berwarna putih kekuningan atau hijau. Dalam keadaan normal saluran pernapasan kita memproduksi mukus kira-kira beberapa sendok teh setiap harinya. Apabila saluran pernapasan utama paru (bronkus) meradang, bronkus akan menghasilkan mukus dalam jumlah yang banyak yang akan memicu timbulnya batuk. Selain itu karena terjadi penyempitan jalan nafas dapat menimbulkan shortness of breath.

Menurut Gunadi Santoso dan Makmuri (1994), tanda dan gejala yang ada yaitu :

Biasanya tidak demam, walaupun ada tetapi rendah

Keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak sesak

Mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis

Pada paru didapatkan suara napas yang kasar 11

Bronkiektasis

Definisi

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) dan distorsi bronkus local yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten atau irreversible. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis, otot-otot polos bronkus, tulang rawan dan pembuluh-pembuluh darah.Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus kecil (medium size), sedangkan bronkus besar umumnya jarang.12

Etiologi

Penyebab bronkiektasis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada kenyataannya kasus-kasus bronkiektasis dapat timbul secara congenital maupun didapat.12 Kelainan kongenital

Brokiektasis yang timbul kongenital mempunyai ciri sebagai berikut. Pertama, bronkiektasis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru. Kedua, bronkiektasis kongenital sering menyertai penyakit-penyakit kongenital lainnya, misalnya : Mucoviscidosis (Cystic pulmonary fibrosis), sindrom Kartefener (Bronkiektasis congenital, sinusitis, paranasal dan situs inversus), hipo atau agamaglobulinemia, dan bronkiektasis pada anak kembar satu telur.Kelainan didapat

Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan merupakan akibat proses berikut:12 Infeksi

Bronkiektasis sering terjadi sesudah seseorang anak menderita pneumonia yang sering kambuh dan berlangsung lama. Pneumonia ini umumnya merupakan komplikasi pertusis meupun influenza yang diderita semasa anak, tuberkulosis paru, dan sebagainya.12 Obstruksi bronkus

Obstruksi bronkus yang dimaksudkan disini dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab: korpus alineum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar lainnya terhadap bronkus.12

Patofisiologi

Berdasarkan defenisinya, bronkiektasis menggambarkan suatu keadaan dimana terjadi dilatasi bronkus yang irreversibel (> 2 mm dalam diameter) yang merupakan akibat dari destruksi komponen muskular dan elastis pada dinding bronkus. Rusaknya kedua komponen tersebut adalah akibat dari suatu proses infeksi, dan juga oleh pengaruh cytokine inflamasi, nitrit okside dan netrophilic protease yang dilepaskan oleh sistem imun tubuh sebagai respon terhadap antigen. Bronkiektasis dapat terjadi pada kerusakan secara langsung dari dinding bronkus atau secara tidak langsung dari intervensi pada pertahanan normal jalan nafas. Pertahanan jalan nafas terdiri dari silia yang berukuran kecil pada jalan nafas. Silia tersebut bergerak berulang-ulang, memindahkan cairan berupa mukus yang normal melapisi jalan nafas. Partikel yang berbahaya dan bakteri yang terperangkap pada lapisan mukus tersebut akan dipindahkan naik ke tenggorokan dan kemudian batukkan keluar atau tertelan.12

Terlepas dari apakah kerusakan tersebut diakibatkan secara langsung atau tidak langsung, daerah dinding bronkus mengalami kerusakan dan menjadi inflamasi yang kronik. Bronkus yang mengalami inflamasi akan kehilangan keelastisannya, sehingga bronkus akan menjadi lebar dan lembek serta membentuk kantung atau saccus yang menyerupai balon yang kecil. Inflamasi juga meningkatkan sekresi mukus. Karena sel yang bersilia mengalami kerusakan, sekret yang dihasilkan akan menumpuk dan memenuhi jalan nafas dan menjadi tempat berkembangnya bakteri. Yang pada akhirnya bakteri-bakteri tersebut akan merusak dinding bronkus, sehingga menjadi lingkaran setan antara infeksi dan kerusakan jalan nafas.12

Manifestasi klinis

Batuk kronik yang produktif merupakan gejala yang menonjol. Terjadi hampir 90% pasien. Beberapa pasien hanya menghasilkan sputum dengan infeksi saluran pernafasan atas yang akut. Tetapi sebaliknya, pasien-pasien itu mengalami infeksi yang diam. Sputum yang dihasilkan dapat berbagai macam, tergantung berat ringannya penyakit dan ada tidaknya infeksi sekunder. Sputum dapat berupa mukoid, mukopurulen, kental dan purulen. Jika terjadi infeksi berulang, sputum menjadi purulen dengan bau yang tidak sedap. Dahulu, jumlah total sputum harian digunakan untuk membagi karakteristik berat ringannya bronkiektasis. Sputum yang kurang dari 10 ml digolongkan sebagai bronkiektasis ringan, sputum dengan jumlah 10-150 ml perhari digolongkan sebagai bronkiektasis moderat dan sputum lebih dari 150 ml digolongkan sebagai bronkiektasis berat. Namun sekarang, berat ringannya bronkiektasis dikalsifikasikan berdasarkan temuan radiologis. Pada pasien fibrosis kistik, volume sputum pada umumnya lebih banyak dibanding penyakit penyebab bronkiektasis lainnya.

Hemoptisis terjadi pada 56-92% pasien dengan bronkiektasis. Homoptisis mungkin terjadi masif dan berbahaya bila terjadi perdarahan pada arteri bronkial.hemoptisis biasanya terjadi pada bronkiektasis kering, walaupun angka kejadian dari bronkiektasis tipe ini jarang ditemukan.12

Dyspnea terjadi pada kurang lebih 72% pasien bronkiektasis tapi bukan merupakan temuan yang universal.Biasanya terjadi pada pasien dengan bronkiektasis luas yang terlihat pada gambaran radiologisnya.

Wheezing sering dilaporkan dan mungkin akibat obstruksi jalan nafas yang diikuti oleh destruksi dari cabang bronkus. Seperti dyspnea, ini juga mungkin merupakan kondisi yang mengiringi, seperti asma.

Nyeri dada pleuritik kadang-kadang ditemukan, terjadi pada 46% pasien pada sekali observasi. Paling sering merupakan akibat sekunder pada batuk kronik, tetapi juga terjadi pada eksaserbasi akut.

Penurunan berat badan sering terjadi pada pasien dengan bronkiektasi yang berat. Hal ini terjadi sekunder akibat peningkatan kebutuhan kalori berkaitan dengan peningkatan kerja pada batuk dan pembersihan sekret pada jalan nafas. Namun, pada umumnya semua penyakit kronik disertai dengan penurunan berat badan.

Demam biasanya terjadi akibat infeksi yang berulang.

Kanker paru

Etiologi

Seperti umumnya kanker yang lain penyebab yang pasti daripada kanker paru belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan factor penyebab utama di samping adanya factor lain seperti kekebalan tubuh, genetic dan lain-lain.

Dari beberapa kepustakaan telah dilaporkan bahwa etiologi kanker paru sangat berhubungan dengan kebiasaan merokok. Lombard dan Doering (1928), telah melaporkan tingginya insiden kanker paru pada perokok dibandingkan dengan yang tidak merokok.

Efek rokok bukan saja mengakibatkan kanker paru, tapi dapat juga menimbulkan kanker pada organ lain mulut, laring dan esophagus.14

Manifestasi klinis

Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut. Gejala-gejala dapat bersifat:

Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis

Hemoptisis

Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas

Atelektasis

Nyeri dada

Dispnea karena efusi pleura

Gejala klinis

Batuk kronik dapat memperlihatkan tanda dan gejala seperti:

Pilek atau hidung mampet

Sensasi cairan yang mengalir ke bawah di belakang tenggorokan

Wheezing atau mengi dan sesak napas

Rasa terbakar atau rasa asam di dalam mulut

Pada kasus yang jarang, dapat terjadi batuk darah

Faktor resiko

Semua orang dapat mengalami batu kronik, tapi ada faktor-faktor tertentu yang menyebabkan seseorang lebih rentan terkena batuk kronik:

Merokok, seseorang perokok aktif atau mantan perokok memiliki factor resiko untuk menderita batuk kronik. Seseorang yang terpajan asap rokok secara terus menerus juga bias menyebabkan batuk dan kerusakan paru.

Jenis kelamin, karena wanita memiliki refleks batuk yang lebih sensitif, dan lebih mungkin menjadi batuk kronis.

Diagnosis

Anamnesa memegang peranan sebesar 80% dalam menegakkan diagnosa penyebab batuk yang menetap. Dalam anamnesa tentang batuk yang merupakan keluhan utama penderita perlu ditanyakan mengenai lamanya batuk, frekuensi serangan, waktu-waktu serangan, factor pencetus, apakah dimulai dengan bersin atau tidak, dan sebagainya.

Karena penyebab batuk kronik seperti postnasal drip, asma dan GERD sangat umum, maka pengobatan lebih dikedepankan daripada tes dan dapat dilihat respon dari pengobatan tersebut. Jika dengan pengobatan batuk kronik menghilang maka diagnosis dapat ditegakkan.

Terapinya meliputi:

Antihistamin dan decongestan untuk postnasal drip

Inhalers atau nasal sprays untuk asma

Medikasi penurunan asam untuk GERD

Jika dengan pengobatan ini gagal, maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang seperti:

Tes pencitraan

Foto Rontgen thoraks, meskipun Rontgen thoraks tidak bisa menunjukkan penyebab batuk seperti postnasal drip, asma atau GERD, tetapi mungkin dapat digunakan untuk melihat kanker paru dan penyakit paru-paru lainnya.

CT scan

Tes fungsi paru, tes non-invasif dengan menghitung berapa udara yang dapat ditampung paru dan berapa cepat dapat inspirasi maupun ekspirasi. Terkadang juga harus dilakukan asthma challenge test, dengan membandingkan pernapasan sebelum dan sesudah menggunakan obat inhalasi methacoline.

Scope test, tes ini menggunakan pipa fleksibel dan tipis dengan lampu dan kamera untuk memvisualisasikan struktur dalam tubuh. Prosedur ini selalu diikuti dengan penyemprotan hidung dan tenggorokan dengan anastesi local seperti lidokain. Dapat juga diberikan sedatif dan pain relievers untuk membuat prosedur ini lebih nyaman. 16

Macam-macam scope test adalah:

Nasal endoscopy, tes ini memasukan pipa endoskopi ke dalam lubang hidung untuk melihat mukosa hidung dan sinus

Upper endoscopy, tes ini memasukan pipa endoskopi ke dalam tenggorokan menuju esophagus untuk melihat adanya tanda dari refluks asam di lambung dan esophagus

Bronchoscopy, tes ini memasukan pipa endoskopi ke dalam bronkus sampai ke bronkiolus untuk melihat adanya tanda-tanda infeksi atau obstruksi.16

Penatalaksanaan

Pengobatan batuk kronik dengan penyebab yang telah diketahui biasanya dapat dengan mudah terobati.Tetapi disaat penyebab tidak diketahui, pengobatan menjadi lebih rumit.16

Penatalaksanaan batuk yang paling baik yang paling baik adalah pemberian obat spesifik terhadap etiologinya. Tiga bentuk penatalaksanaan batuk adalah :

Tanpa pemberian obat

Penderita-penderita dengan batuk tanpa gangguan yang disebabkan oleh penyakit akut dan sembuh sendiri biasanya tidak perlu obat.16

Pengobatan Spesifik

Apabila penyebab batuk diketahui maka pengobatan harus ditujukan terhadap penyebab tersebut. Dengan evaluasi diagnosis yang terpadu, pada hampir semua penderita dapat diketahui penyebab batuk kroniknya.16

Pengobatan spesifik batuk tergantung dari etiologi atau mekanismenya. Asma diobati dengan bronkodilator atau kortikosteroid. Post nasal drip karena sinusitis diobati dengan antibiotik, obat semprot hidung dan kombinasi antihistamin-dekongestan, post nasal drip karena alergi atau rinitis non alergi ditanggulagi dengan menghindari lingkungan yang mempunyai faktor pencetus dan kombinasi antihistamin-dekongestan. Belakangan, antihistamin sedatif lebih efektif dalam pengobatan batuk dibandingkan dengan obat generasi baru yang tidak membuat ngantuk.

Refluks gastroesofageal diatasi dengan meninggikan kepala, modifikasi diet, dengan proton pump inhibitor, dimana dapat menghambat produksi asam dan memungkinkan jaringan esophageal untuk sembuh. Obat proton pump inhibitor meliputi:

Esomeprazole (Nexium)

Lansoprazole (Prevacid)

Omeprazole (Prilosec)

Pantoprazole (Protonix)

Rabeprazole (Aciphex)

Batuk pada bronkitis kronis diobati dengan menghentikan merokok. Antibiotik diberikan pada pneumonia, sarkoidosis diobati dengan kortikosteroid dan batuk pada gagal jantung kongestif dengan digoksin dan furosemid.16

Pengobatan spesifik juga dapat berupa tindakan bedah seperti reseksi paru pada kanker paru, polipektomi, menghilangkan rambut dari saluran telinga luar.16

Pengobatan Simptomatik

Pengobatan simptomatik diberikan apabila penyebab batuk yang pasti tidak diketahui, sehingga pengobatan spesifik tidak dapat diberikan dan batuk tidak berfungsi baik dan komplikasinya membahayakan penderita.

Obat yang digunakan untuk pengobatan simptomatik ada dua jenis yaitu antitusif, dan mukokinesis :

Antitusif

Antitusif adalah obat yang menekan refleks batuk, digunakan pada gangguan saluran nafas yang tidak produktif dan batuk akibat teriritasi.

Secara umum berdasarkan tempat kerja obat antitusif dibagi atas antitusif yang bekerja di perifer dan antitusif yang berkerja di sentral. Antitusif yang bekerja di sentral dibagi atas golongan narkotik dan non-narkotik.

Antitusif yang bekerja di perifer

Obat golongan ini menekan batuk dengan mengurangi iritasi lokal di saluran nafas, yaitu pada reseptor iritan perifer dengan cara anastesi langsung atau secara tidak langsung mempengaruhi lendir saluran nafas. Obat-obat anestesi

Obat anestesi lokal seperti benzokain, benzilalkohol, fenol dan garam fenol digunakan dalam pembuatan lozenges . Obat ini mengurangi batuk akibat rangsang reseptor iritan di faring, tetapi hanya sedikit manfaatnya untuk mengatasi batuk akibat kelainan salauran nafas bawah.

Obat anestesi yang diberikan secara topikal seperti tetrakain, kokain dan lidokain sangat bermanfaat dalam menghambat batuk akibat prosedur pemeriksaan bronkoskopi. Beberapa hal harus diperhatikan dalam pemakaian obat anestesi topikal yaitu :

Resiko aspirasi beberapa jam sesudah pemakaian obat

Diketahui kemungkinan reaksi alergi terhadap obat anestesi.

Peningkatan tekanan jalan nafas sesudah inhalasi zat anestesi

Resiko terjadinya efek toksis sistemik termasuk aritmia dan kejang terutama pada penderita penyakit hati dan jantung.

Demulcent

Obat ini bekerja melapisi mukosa faring dan mencegah kekeringan selaput lendir. Obat ini digunakan sebagai pelarut antitusif lain atau sebagai lozenges yang mengandung madu, akasia, gliserin dan anggur. Secara objektif tidak ada data yang menunjukkan obat ini mempunyai efek antitusif yang bermakna, tetapi karena aman dan memberikan perbaikan subjektif obat ini banyak dipakai.

Antitusif yang bekerja sentral.

Obat ini berkerja menekan batuk dengan meninggikan ambang rangsangan yang dibutuhkan untuk merangsang pusat batuk dibagi atas golongan narkotik dan non-narkotik. Golongan narkotik

Opiat dan derivatnya mempunyai berbagai macam efek farmakologi sehingga digunakan sebagai analgesik, antitusif, sedatif, menghilangkan sesak karena gagal jantung dan anti diare. Diantara alkaloid ini morfin dan kodein sering digunakan. Efek samping obat ini adalah penekanan pusat nafas, konstipasi, kadang-kadang mual dan muntah, serta efek adiksi. Opiat dapat menyebabkan terjadinya brokospasme karena pelepasan histamin. Tetapi efek ini jarang terlihat pada dosis terapi untuk antitusif.

Kodein merupakan antitusif narkotik yang paling efektif dan salah satu obat yang paling sering diresepkan. Pada orang dewasa dosis tunggal 20-60 mg atau 40-160 mg per hari biasanya efektif. Kodein ditolerir dengan baik dan sedikit sekali menimbulkan ketergantungan. Disamping itu obat ini sangat sedikit sekali menyebabkan penekanan pusat nafas dan pembersihan mukosiliar.

Antitusif Non-Narkotik

Dekstrometorfan

Obat ini tidak mempunyai efek analgesik dan ketergantungan. Obat ini efektif bila diberikan dengan dosis 30 mg setiap 4-8 jam, dosis dewasa 10-20mg setiap 4 jam. Anak-anak umur 6-11 tahun 5-10mg. Sedangkan anak umur 2-6 tahun dosisnya 2,5 5 mg setiap 4 jam. Butamirat sitratObat ini bekerja pada sentral dan perifer. Pada sentral obat ini menekan pusat refleks dan di perifer melalui aktifitas bronkospasmolitik dan aksi antiinflamasi. Obat ini ditoleransi dengan baik oleh penderita dan tidak menimbulkan efek samping konstipasi, mual, muntah dan penekanan susunan saraf pusat. Butamirat sitrat mempunyai keunggulan lain yaitu dapat digunakan dalam jangka panjang tanpa efek samping dan memperbaiki fungsi paru yaitu meningkatkan kapasitas vital dan aman digunakan pada anak. Dosis dewasa adalah 3x15 ml dan untuk anak-anak umur 6-8 tahun 2x10 ml sedangkan anak berumur lebih dari 9 tahun dosisnya 2x15 ml.

Difenhidramin

Obat ini tergolong obat antihistamin, mempunyai manfaat mengurangi batuk kronik pada bronkitis. Efek samping yang dapat ditimbulkan ialah mengantuk, kekeringan mulut dan hidung, kadang-kadang menimbulkan perangsangan susunan saraf pusat. Obat ini mempunyai efek antikolinergik karena itu harus digunakan secara hati-hati pada penderita glaukoma, retensi urin dan gangguan fungsi paru. Dosis yang dianjurkan sebagai obat batuk ialah 25 mg setiap 4 jam, tidak melebihi 100 mg/ hari untuk dewasa. Dosis untuk anak berumur 6-12 tahun ialah 12,5 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 50 mg/ hari. Sendangkan untuk anak 2-5 tahun ialah 6,25 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 25 mg / hari

Mukokinesis

Retensi cairan yang patologis di jalan nafas disebut mukostasis. Obat-obat yang digunakan untuk mengatasi keadaan itu disebut mukokinesis. Obat mukokinesis dikelompokkan atas beberapa golongan :

Diluent ( cairan )

Air adalah diluent yang pertama berguna untuk mengencerkan cairan sputum. Cairan elektrolit : larutan garam faal merupakan larutan yang paling sesuai untuk nebulisasi dan cairan lavage , larutan garam hipotonik digunakan pada pasien yang memerlukan diet garam

Surfaktan

Obat ini bekerja pada permukaan mukus dan menurunkan daya lengket mukus pada epitel. Biasanya obat ini dipakai sebagai inhalasi, untuk itu perlu dilarutkan dalam air atau larutan elektrolit lain. Sulit dibuktikan obat ini lebih baik daripada air atau larutan elektrolit saja pada terapi inhalasi.

Mukolitik

Obat ini memecah rantai molekul mukoprotein sehinggaa menurunkan

viskositas mukus. Termasuk dalam golongan ini antara lain ialah golongan

thiol dan enzim proteolitik.Golongan Thiol

Obat ini memecah rantai disulfida mukoprotein, dengan akibat lisisnya mukus. Salah satu obat yang termasuk golongan ini adalah asetilsistein. Asetilsistein

Asetilsistein adalah derivat H-Asetil dari asam amino L-sistein, digunakan dalam bentuk larutan atau aerosol. Pemberian langsung ke dalam saluran napas melalui kateter atau bronkoskop memberikan efek segera, yaitu meningkatkan jumlah sekret bronkus secara nyata. Efek samping berupa stomatitis, mual, muntah, pusing, demam, dan menggigil jarang ditemukan.

Dosis yang efektif ialah 200 mg, 2-3 kali per oral. Pemberian secara inhalasi dosisnya adalah 1-10 ml larutan 20% atau 2-20 ml larutan 10% setiap 2-6 jam. Pemberian langsung ke dalam saluran napas menggunakan larutan 10-20% sebanyak 1-2 ml setiap jam. Bila diberikan sebagai aerosol harus dicampur dengan bronkodilator oleh karena mempunyai efek bronkokonstriksi.

Obat ini selain diberikan secara inhalasi dan oral, juga dapat diberikan secara intravena. Pemberian aerosol sangat efektif dalam mengencerkan mukus.

Di samping bersifat mukolitik, N-Asetilsistein juga mempunyai fungsi antioksidan. N-Asetilsistein merupakan sumber glutation, yaitu sumber yang bersifat antioksidan. Pemberian N-Asetilsistein dapat mencegah kerusakan saluran napas yang disebabkan oleh oksidan. Pada perokok kerusakan saluran napas terjadi karena zat-zat oksidan dalam asap rokok mempengaruhi keseimbangan oksidan dan antioksidan. Dengan demikian pemberian N-Asetilsistein pada perokok dapat mencegah kerusakan parenkim paru terhadap efek oksidan dalam asap rokok, sehingga mencegah terjadinya emfisem.

Penelitian pada penderita penyakit saluran pernapasan akut dan kronik menunjukkan bahwa N-Asetilsistein efektif dalam mengatasi batuk, sesak napas dan pengeluaran dahak. Perbaikan klinik pengobatan dengan N-Asetilsistein lebih baik bila dibandingkan dengan bromheksin.

Enzim Proteolitik

Enzim protease seperti tripsin, kimotripsin, streptokinase, deoksiribonuklease dan streptodornase dapat menurunkan viskositas mukus. Enzim ini lebih efektif diberikan pada penderita dengan sputum yang purulen. Diberikan sebagai terapi inhalasi. Tripsin dan kimotripsin mempunyai efek samping iritasi tenggorokan dan mata, batuk, suara serak, batuk darah, bronkospasme, reaksi alergi umum, dan metaplasia bronkus. Deoksiribonuklease efek sampingnya lebih kecil, tetapi efektifitasnya tidak melebihi asetilsistein.

Bronkomukotropik

Obat golongan ini bekerja langsung merangsang kelenjar bronkus. Zat ini menginduksi pengeluaran seromusin sehingga meningkatkan mukokinesis. Umumnya obat-obat inhalalasi yang mengencerkan mukus termasuk dalam golongan ini. Biasanya obat ini mempunyai aroma. Contoh obat ini adalah mentol, minyak kamper, balsem dan minyak kayu putih.

Vicks vapo Rub mengandung berbagai minyak yang mudah menguap, adalah bronkomukotropik yang paling populer.

Bronkorrheik

Iritasi permukaan saluran napas menyebabkan pengeluaran cairan. Saluran napas bereaksi terhadap zat-zat iritasi yang toksik, pada keadaan berat dapat terjadi edema paru. Iritasi yang lebih ringan dapat berfungsi sebagai pengobatan, yaitu merangsang pengeluaran cairan sehingga memperbaiki mukokinesis. Contoh obat golongan ini adalah larutan garam hipertonik. Ekspektoran

Ekspektoran adalah obat yang meningkatkan jumlah cairan dan merangsang pengeluaran sekret dari saluran napas. Hal ini dilakukan dengan beberapa cara, yaitu melalui : Refleks vagal gaster

Stimulasi topikal dengan inhalasi zat

Perangsangan vagal kelenjar mukosa bronkus

Perangsangan medulla

Refleks vagal gaster adalah pendekatan yang paling sering dilakukan untuk merangsang pengeluaran cairan bronkus. Mekanisme ini memakai sirkuit refleks dengan reseptor vagal gaster sebagai afferen dan persarafan vagal kelenjar mukosa bronkus sebagai efferen.

Termasuk ke dalam ekspektoran dengan mekanisme ini adalah :Amonium klorida

Kalium yodida, obat ini adalah ekspektoran yang sangat tua dan telah digunakan pada asma dan bronkitis kronik. Selain sebagi ekspektoran

obat ini mempunyai efek menurunkan elastisitas mukus dan secara tidak langsung menurunkan viskositas mukus. Mempunyai efek samping angioderma, serum sickness, urtikaria, purpura trombotik trombositopenik dan periarteritis yang fatal. Merupakan kontraindikasi pada wanita hamil, masa laktasi dan pubertas. Dosis yang dianjurkan pada orang dewasa 300 - 650 mg, 3-4 kali sehari dan 60-250 mg, 4 kali sehari untuk anak-anak.

Guaifenesin ( gliseril guaiakolat ), selain berfungsi sebagai ekspektoran obat ini juga memperbaiki pembersihan mukosilia. Obat ini jarang

menunjukkan efek samping. Pada dosis besar dapat terjadi mual, muntah dan pusing. Dosis untuk dewasa biasanya adalah 200-400 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 2-4 gram per hari. Anak-anak 6-11 tahun, 100- 200 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 1-2 gram per hari, sedangkan untuk anak 2-5 tahun, 50-100 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 600 mg sehariSitrat ( Natrium sitrat )

Ipekak

Mukoregulator

Obat ini merupakan mukokinetik yang bekerja pada kelenjar mukus yang mengubah campuran mukoprotein sehingga sekret menjadi lebih encer, obat yang termasuk golongan ini adalah bromheksin dan S-karboksi metil sistein. Bromheksin

Bromheksin adalah komponen alkaloid dari vasisin dan ambroksol adalah metaboliknya. Obat ini meningkatkan jumlah sputum dan menurunkan viskositasnya. Juga ia merangsang produksi surfaktan dan mungkin bermanfaat pada sindrom gawat napas neonatus. Kedua obat ini ditoleransi dengan baik, tetapi dapat menyebabkan rasa tidak enak di epigastrium dan mual. Harus hati-hati pada penderita tukak lambung. Dosis bromheksin biasanya 8-16 mg 3 kali sehari, sedangkan ambroksol 45-60 mg sehari.

S-karboksi metil sistein

Obat ini adalah derivat sistein yang lain, juga bermanfaat menurunkan viskositas mukus. Dosis obat ini biasanya 750 mg 3 kali sehari. Obat ini memberikan efek setelah diberikan 10-14 hari.

Mediator Otonom

Stimulator yang palin poten untuk sekresi saluran napas adalah obat-obat kolinergik seperti asetilkolin dan metakolin. Kenyataannya obat ini sangat kuat sehingga menimbulkan banyak efek samping antara lain bronkospasme. Obat-obat simpatomimetik juga bisa merangsang pengeluaran sekret. Obat Beta 2 agonis juga menyebabkan bronkodilatasi dan merangsang pergerakan silia. Oleh karena itu menfaat ini dalam mekanisme pengeluaran sekret tidak diketahui dengan jelas.

Komplikasi

Komplikasi tersering adalah keluhan non spesifik seperti badan lemah, anoreksia, mual dan muntah. Mungkin dapat terjadi komplikasi-komplikasi yang lebih berat, baik berupa kardiovaskuler, muskuloskeletal atau gejala-gejala lain.2

Pada sistem kardiovaskuler dapat terjadi bradiaritmia, perdarahan subkonjungtiva, nasal dan di daerah anus, bahkan ada yang melaporkan terjadinya henti jantung. Batuk-batuk yang hebat juga dapat menyebabkan terjadinya pneumotoraks, pneumomediastinum, ruptur otot-otot dan bahkan fraktur iga.2

Komplikasi yang sangat dramatis - tetapi jarang terjadi - adalah Cough syncope atau Tussive syncope. Keadaan ini biasanya terjadi setelah batuk-batuk yang paroksismal dan kemudian penderita akan kehilangan kesadaran selama 10 detik. Cough syncope terjadi karena peningkatan tekanan serebrospinal secara nyata akibat peningkatan tekanan intratoraks dan intraabdomen ketika batuk.6

Kesimpulan

Meskipun batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk mengeluarkan sekret dan benda asing dari saluran napas, tetapi bila gejala ini berlangsung lama dan terus menerus, akan sangat menggagu bahkan dapat menimbulkan berbagai komplikasi. Untuk itu perlu ditanggulangi dengan baik.

Batuk kronik adalah batuk yang tidak menghilang selama 8 minggu atau lebih. Batuk kronik sendiri bukanlah penyakit, tetapi batuk kronik adalah suatu gejala dari penyakit penyakit lain

Penyebab batuk kronik seperti postnasal drip, asma dan GERD sangat umum, maka pengobatan lebih dikedepankan daripada tes dan dapat dilihat respon dari pengobatan tersebut. Jika dengan pengobatan batuk kronik menghilang maka diagnosis dapat ditegakkan. Penatalaksanaan batuk yang paling baik adalah dengan menghilangkan faktor penyebabnya yaitu dengan mengatasi berbagai macam gangguan atau penyakit yang merangsang reseptor batuk. Batuk kronik pada perokok paling baik ditanggulangi dengan menghentikan kebiasaan merokok.

Pengobatan simptomatik diberikan apabila penyebab batuk tidak dapat ditentukan dengan tepat, bila batuk tidak berfungsi dengan baik atau sangat mengganggu serta dikhawatirkan akan menimbulkan komplikasi.

N-Asetilsistein adalah mukolitik yang sangat efektif untuk mengencerkan sputum. Mempunyai manfaat pada penyakit saluran napas akut dan kronik. Obat ini mempunyai efek lain, yaitu antioksidan, sehingga bermanfaat mencegah kerusakan paru oleh oksidan dalam asap rokok.

DAFTAR PUSTAKA

Aditama T Y. Patofisiologi Batuk. Bagian Pulmonologi FK UI, Unit Paru RS Persahabatan, Jakarta. 1993; h: 5 7.

Chung K F, Pavord ID (April 2008). Prevalence, pathogenesis, and causes of chronic cough. Lancet 371 (9621): 136474.

McCool F D. Global Physiology and Pathophysiology of Cough. CHEST January 2006 vol. 129 no. 1 suppl 48S-53S

Smucny J, Cough, Hueston W J, in 20 Common Problems Respiratory Disorders, McGraw-Hill Companies, United States. 2002; page: 3-20.

Priyanti ZS , Patofisiologi Batuk dan Oksidan Antioksidan,dalam Cermin Dunia Kedokteran no.84, Jakarta. 1993; h: 8-12.

Medicinenet. Chronic Cough. Diunduh 27 September 2010 dari http://www.medicinenet.com/chronic_cough/page3.htm

Sukamto, Sundaru H. Asma Bronkial. Dalam Sudoyo A, Sotiyohadi B, Alwi I,et al, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006: 247 53.

Medicafarma. (2008, Mei 7). Asma Bronkiale. Diunduh 27 September 2010 dari Medicafarma: http://medicafarma.blogspot.com/2008/05/asma-bronkiale.html

Makmun D. Penyakit Refluks Gastroesofageal. Dalam Sudoyo A, Sotiyohadi B, Alwi I,et al, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006: 317 21.

Blumenthal M N. Kelainan Alergi pada Pasien THT. Dalam Effendi H, Santoso K, editor. Buku Ajar Penyakit THT Boies Edisi VI.Jakarta: EGC. 1997: 196 - 8.

Anonymous. Chronic Cough. Diunduh 27 September 2010 dari http://www.nlhep.org/books/pul_Pre/chronic-cough.html

Rahmatullah P. Bronkiektasis. Dalam Sudoyo A, Sotiyohadi B, Alwi I,et al, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006: 1045 9.