Proposal Revisi Baru

download Proposal Revisi Baru

of 16

Transcript of Proposal Revisi Baru

A. Judul : PENGGUNAAN

ENZIM

PADA

DAUN

NANGKA

(Artocarpus

heterophyllus Lamk) SEBAGAI PENGEMPUK DAGING

B. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, ternak besar seperti sapi dan kerbau, pada umumnya digunakan sebagai ternak kerja pada waktu masih muda, dan baru dipotong jika sudah tua. Begitu pula ayam, domba, dan kambing yang baru dipotong ketika sudah tua. Proses pengempukan daging setelah ternak dipotong yang banyak dikenal antara lain dengan pelayuan, menggunakan daun pepaya, buah nanas, ekstrak jahe, maupun ekstrak tanaman biduri. Pengempukan daging dilakukan agar menghasilkan daging yang tidak alot, liat, dan kenyal (keras). Kondisi daging yang alot tersebut dikarenakan setelah ternak mati, maka daging ternak akan mengalami perubahan biokimia dan fisikokimia seperti perubahan struktur jaringan daging, perubahan pH maupun daya ikat airnya (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Teknik pengempukan dapat dilakukan dengan pelayuan pada suhu 400C selama 7 hari. Proses ini menghasilkan daging yang empuk dan mutunya baik. Namun kendala dari pelayuan adalah membutuhkan investasi dan listrik dengan biaya yang cukup tinggi. Teknik pengempukan dengan menggunakan daun atau buah pepaya lazim digunakan di masyarakat karena kandungan enzim papain yang terdapat pada getahnya. Enzim ini berperan sebagai enzim protease yang mampu menguraikan protein dan ini menjadikan daging lebih empuk. Enzim papain ini merupakan enzim pengurai protein yang juga berkemampuan membentuk protein baru atau senyawa yang menyerupai protein yang disebut plastein. Bahan pembentuk plastein ini berasal dari hasil penguraian protein daging. Pembentukan plastein ini dapat lebih mengempukkan daging. Cara ini juga praktis, hanya dengan meremas daun pepaya pada daging dan membungkusnya dengan daun tersebut selama beberapa saat. Pengempukan dengan menggunakan buah juga kerap dilakukan masyarakat, yaitu dengan merebus daging bersamaan dengan buah pepaya yang masih muda. Namun hal ini dinilai kurang baik karena daun pepaya bisa dimanfaatkan untuk sayur dan buah pepaya bisa dikonsumsi langsung atau dibuat menjadi jus. Tindakan penyadapan getah pepaya dari batang dan buah pepaya yang

digunakan untuk mengempukkan daging juga akan merusak pohon dan buah tersebut yang sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk hal lain. Teknik lain yaitu dengan menggunakan larutan enzim papain yang sudah tersedia di pasaran. Penggunaannya dengan cara merendam daging dalam larutan enzim papain (Edi Riswandi, 2011). Pengempukan daging juga dilakukan dengan menggunakan buah nenas. Nenas digunakan karena kandungan enzim bromelin yang juga termasuk dalam enzim protease yang mampu menjadikan daging lebih empuk. Penggunaan ini kurang baik karena buah nenas bisa dimanfaatkan untuk hal lain seperti pembuatan jus, selai, rujak, dan dikuonsumsi sebagai obat kolesterol. Cara lain yang digunakan adalah dengan menggunakan jahe dengan kandungan enzim zingibainnya. Enzim ini juga berkemampuan untuk menguraikan protein. Akan tetapi, sebagaimana kita ketahui jahe lebih bermanfaat digunakan sebagai obat, bumbu masak dan juga ketersediaannya di alam tidak melimpah. Teknik lain yaitu dengan menggunakan getah tanaman biduri. Tanaman ini banyak mengandung getah (terutama pada jaringan yang masih muda), dan di dalam getah tersebut terkandung salah satunya adalah enzim protease. Prosesnya dengan perendaman daging dalam larutan enzim protease yang diekstrak dari tanaman biduri memungkinkan enzim protease mengkatalis hidrolisa protein daging yang menjadikan daging menjadi lebih empuk. Teknik ini bisa jadi berbahaya jika terjadi kesalahan dalam proses ekstraksi getah, karena getah pada tanaman ini mengandung racun jantung yang menyerupai digitalis. Selain itu, keberadaan tanaman ini kurang begitu dikenal dan jumlahnya tidak melimpah serta tidak tumbuh di banyak tempat. Pengempukan daging juga dapat dilakukan dengan menggunakan ekstrak enzim ficin dari pohon ficus. Getah tanaman ini di oleskan pada daging kemudian didiamkan beberapa saat untuk menjadikan daging lebih empuk. Tanaman ini kerap digunakan sebagai tanaman obat seperti obat bisul juga berpotensi sebagai obat antikanker. Pengempukan dengan cara ini kurang begitu dikenal karena pohon ficus tidak banyak tumbuh. Selain itu, tanaman ini lebih bermanfaat digunakan sebagai tanaman obat.

Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk) merupakan tanaman yang batangnya tegak, berkayu, bulat, kasar dan berwarna hijau kotor. Buahnya merupakan bunga majemuk yang berbentuk bulir, berada di ketiak daun dan berwarna kuning. Bunga jantan dan betinanya terpisah dengan tangkai yang memiliki cincin, bunga jantan ada di batang baru diantara daun atau diatas bunga betina. Buah yang berwarna kuning ketika masak, oval, dan berbiji coklat muda. Daunnya tunggal, berseling, lonjong, memiliki lebar 4-5 cm, tangkai panjang lebih kurang 2 cm dan berwarna hijau.( Heyne, 1987) Nangka menjadi salah satu tanaman yang tumbuh dengan baik di wilayah tropis dan merupakan tanaman yang kaya akan manfaat dalam genus Artocarpus (Craig R dan Harley I, 2006). Sehingga kondisi alam Kalimantan Selatan merupakan wilayah yang cocok untuk pertumbuhan pohon nangka. Hampir semua bagian pohon nangka dapat dimanfaatkan dalam tatanan kehidupan manusia. Batang pohon nangka dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, perkakas rumah tangga, maupun kayu bakar. Akar dan getahnya dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Bijinya dapat diolah menjadi makanan kecil dengan cara direbus atau digoreng, maupun digunakan sebagai bahan tambahan dalam aneka olahan sayur. Buah nangka yang masih muda biasa diolah sebagai sayur. Dan daunnya biasanya hanya dibiarkan berguguran di tanah, atau dimanfaatkan sebagai makanan kambing dan sapi, maupun digunakan sebagai pupuk. Telah diteliti bahwa tanaman nangka mengandung artokarpin, kuadraflavon, norartokarpetin, 6-prinelapigenin, dihidromorin, steppogenin, artokarpanon, sikloartokarpin, morusin dan artonin E. Sebagian masyarakat Kalimantan Selatan, menggunakan daun nangka sebagai pengempuk daging. Caranya praktis yaitu dengan merebus daging bersamaan dengan daun nangka. Daun nangka yang digunakan sebagai pengempuk daging dianggap memiliki nilai lebih daripada teknik lain karena selama ini pemanfaatan daun nangka di masyarakat kurang optimal, dan ketersediaannya di alam juga banyak serta teknik pemanfaatannnya praktis. Maka dipandang sangatlah tepat bila dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kandungan enzim pada daun nangka kemudian mengujinya pada penggunaan olahan daging. C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah yang ingin diteliti adalah : 1. Apakah kandungan enzim pada daun nangka pengempuk daging? 2. Bagaimana pengaruh penggunaan daun nangka sebagai pengempuk daging pada kulaitas keempukan daging? 3. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap penggunaan daun nangka sebagai pengempuk daging? sehingga dapat dijadikan sebagai

D. Tujuan Program Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan, tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui apakah kandungan enzim pada daun nangka sehingga dapat dijadikan sebagai pengempuk daging. 2. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan daun nangka sebagai pengempuk daging pada kualitas keempukan daging. 3. Untuk mengetahui bagaimana tanggapan masyarakat terhadap kelayakan

penggunaan daun nangka sebagai pengempuk daging.

E. Luaran Yang Diharapkan Masyarakat mampu memanfaatkan daun nangka yang ada di lingkungan sekitar, yang selama ini kurang dimanfaatkan secara maksimal sebagai pengempuk daging.

F. Kegunaan Program Melalui program ini, kita dapat mengetahui jenis enzim apa yang ada pada daun nangka sehingga dapat digunakan sebagai pengempuk daging, dengan demikian masyarakat dapat menggunakan daun nangka tersebut untuk mengempukkan daging. G. Tinjauan Pusaka Berbagai macam teknik pengempukan daging salah satunya yaitu teknik direbus langsung. Caranya yaitu dengan merebus daging hingga layu atau empuk. Selain itu ada pula proses pelayuan (aging) adalah salah satu cara yang umum dilakukan untuk

mengempukan daging. Pelayuan dilakukan dengan menyimpan daging didalam refrigerator yang suhunya terkendali, selama 2 4 minggu, yang memberi kesempatan pada enzim yang ada didalam daging untuk memutus protein daging (miofibril) dan jaringan ikat sehingga daging menjadi lebih empuk. Di jasa boga, proses pengempukan daging ini dapat dilakukan dengan menambahkan enzim protease kedalam daging. Pemasakan dapat meningkatkan atau menurunkan keempukan daging, tergantung pada suhu dan waktu pemasakan. Suhu pemasakan akan mempengaruhi kealotan protein miofibrilar sementara lama waktu pemasakan akan mempengaruhi proses pelunakan kolagen (protein didalam jaringan ikat). Selama pemasakan, denaturasi dan pengkerutan protein miofibrilar yang terjadi pada suhu 40 45oC dan terus meningkat pada suhu 60oC menyebabkan kekerasan daging meningkat. Sebaliknya, protein kolagen yang ada didalam jaringan ikat akan mengalami pemecahan menjadi gelatin dan meningkatkan keempukan daging pada pemasakan diatas suhu 65oC. Oleh karena itu, untuk memperoleh daging yang empuk, perhatikan karakteristik daging yang akan dimasak. Pemasakan daging sebaiknya dilakukan pada suhu internal yang tidak terlalu tinggi, dengan waktu singkat jika daging hanya mengandung sedikit jaringan ikat dan waktu yang lebih lama jika jaringan ikat lebih tinggi. Tetapi dalam pengerjaannya, beberapa teknik ini memiliki kelemahan yaitu memerlukan waktu yang lebih lama. Oleh sebab itu ada beberapa peneliti yang melakukan penelitian terhadap pengampukan daging ini, yaitu dengan menggunakan beberapa enzim.

1. Pengempukan Daging dengan Menggunakan Enzim Papain pada Pepaya Enzim papain mulai dikenal sejak tahun 1750 ketika Griffith Mugles melaporkan bahwa getah yang diperoleh dari papaya merupakan protein yang bersifat mencerna. Wurtz dan Bonchurt pertama kali meneliti segi kimia papain pada tahun 1879 dan melaporkan bahwa papain dalam getah papaya merupakan suatu enzim proteolitik. Enzim papain berasal dari buah pepaya, sedangkan kandungan tertinggi papain terdapat pada buah pepaya muda. Pepaya tergolong dalam famili caricaceae dan khas

tumbuh di negara tropis. Semua bagian dari pepaya dapat dimanfaatkan dengan baik untuk kesejahteraan manusia. Mulai dari daun, buah yang masih muda maupun yang telah matang, hingga batangnya pun dapat dimanfaatkan. Buah papaya mengandung 46 KKal, protein 0.50 gram, karbohidrat 12.20 gram, kalsium 23 mg, besi 1.7 mg, vitamin A 365 SI, vitamin B1 0.04 mg, vitamin C 78.9 mg, dan air 86.7 mg. Lebih dari lima puluh jenis asam amino terkandung dalam getah buah pepaya muda, antara lain asam aspartat, treonin, serin, asam glutamat, prolin, glisin, alanin, valine, isoleusin, leusin, tirosin, fenilalanin, histidin, lysine, arginin, triptop han, dan sistein. Selain bagian tanaman, jenis pepaya pun sangat menentukan kualitas dan kwantitas getah untuk menghasilkan papain. Dari beberapa hasil penelitian diperoleh bahwa papaya semangka dapat menghaasilkan getah lebih banyak jika dibandingkan jenis lainnya. Dan aktivitas enzimatik nya pun lebih baik dari yang lain. Oleh sebab itu untuk industri papain sebaiknya menggunakan pepaya semangka dan sebaiknya getahnya berasal dari buahnya saja. Dalam getah pepaya yang masih muda terdapat tiga jenis enzim, yaitu enzim papain, kimopapain dan lisozim. Berat molekul enzim papain adalah 21.000 mol dengan titik isoelektrik 8.75 dan kandungan dalam getah sebesar 10%, sedangkan berat molekul khimopapain 36.000 mol dengan titik isoelektrik 10.10 dan kadar dalam getahnya 45%. Enzim ini paling banyak terdapat pada getah pepaya dan memiliki daya kerja yang mirip dengan enzim papain. Selain itu, enzim khimopapain lebih tahan terhadap keasaman tinggi (pH 2.0) serta mempunyai daya tahan panas yang lebih besar jika dibandingkan dengan enzim yang lain. Berat molekul dari enzim lisozim adalah 25.000 mol dengan titik isoelektrik 10.50 dan memiliki kadar 20% dalam getah buah pepaya. Enzim papain dan kimopapain ini mempunyai kemampuan menguraikan ikatan-ikatan dalam molekul protein, sehingga protein terurai menjadi polipeptida dan dipeptida. Akan tetapi, untuk proses pengempukkan daging lebih efektif menggunakan enzim papain. Keistimewaan enzim papain dalam hal ini adalah mempunyai kestabilan yang baik pada larutan yang mempunyai pH 5.0, memiliki keaktifan sintetik serta daya tahan panas yang lebih tinggi dari enzim lain, bahkan proses pengempukan daging terjadi dalam proses pemasakan, yaitu pada suhu tinggi. Disamping itu, enzim papain

memiliki kemampuan membentuk protein baru atau senyawa yang menyerupai protein disebut dengan plastein dari hasil hidrolisis protein. (Puspa, 2007)

2. Pengempukan Daging dengan Menggunakan Enzim Bromelin pada Nanas Nenas yang dalam nama latinnya Ananas comosus merupakan salah satu tanaman daerah panas yang dapat tumbuh tinggi ( 1000 m diatas permukaan laut). Pada bulir nenas terdapat zat atau senyawa seperti air, gula, asam, vitamin, asam amino dan berbagai jenis aroma. Senyawa khas yang terkandung dalam buah nenas adalah enzim Bromelain. Enzim Bromelain dipergunakan dalam industri makanan, minuman, farmasi dan obat-obatan. Penelitian enzim Bromelain telah dilakukan oleh Peckolt (1870), Chittenden (1892) dan Caldwell(1905). Penelitian yang dilakukan oleh pakar tersebut meliputi cara-cara isolasi enzim bromelain dari sari buah nanas. Penelitian untuk memproduksi enzim bromelain untuk skala industri dilakukan oleh Balls dan kawan-kawan pada tahun 1942. kemudian dilanjutkan oleh Heniche R.M dan Gortner W.A. pada tahun 1957, yaitu mengisolasi enzim bromelain dari sari batang nenas. Ota.s. dan kawankawan pada tahun 1964 melakukan penelitian tentang berat molekul dan komposisi asam amino dari enzim bromelain. Mereka melaporkan bahwa berat molekul dari enzim bromelain adalah 33.000, dan melaporkan bahwa adanya perbedaan komposisi asam amino dari enzim bromelain berasal dari batang nenas dengan enzim bromelain yang ada dari buah nenas. Menurut Winarno (1995) bromelin adalah enzim yang dapat diisolasi atau diekstrak dari sari buah atau batang nanas dan banyak digunakan dalam proses chield proofing bir. Bromelin seperti halnya papain dan ficin termasuk kedalam golongan protease sulfhidril, yang aktifitasnya tergantung pada adanya satu atau lebih senyawa residu sulfhidril. Enzim bromelin dihambat oleh senyawa oksidator, dan ion logam berat yang akan mengikat group thiolnya (Muchtadi, et al.,1992). Menurut Winarno (1995)menyebutkan buah nanas muda maupun tua mengandung bromelin, keaktifan bromelin pada kasein dari bromelin nanas muda lebih tinggi jika dibandingkan keaktifan bromelin dari buah nanas tua.

Bromelain adalah suatu protease sulfihidril (-SH) yang sudah menjadi tidak aktif, disebabkan karena terbentuknya ikatan disulfida antara enzim-enzim. Secara relatif hal ini dapat diatasi dengan penambahan senyawa pereduksi seperti sistein, markaptoetanol, glukation, dan vitamin C. selain dengan cara penambahan senyawa pereduksi juga dapat distabilkan dengan cara amobilisasi enzim. Aktivitas enzim bromelain dipengaruhi oleh beberapa inhibitornya seperti diisopropilfosfofluoridat(DIPF), yang dilaporkan oleh Murachi T dan Yasui.M pada tahun 1965 dapat menghambat aktivitas katalitik dari enzim bromelain. Disamping itu Husain S dan Lowe G juga meneliti bagian aktif dari enzim bromelain, secara sederhana digambarkannya deretan asam amino pada pusat aktif dari enzim bromelain sebagai berikut:

Cys Gly Ala Cys* Trp Dalam hal ini Cys* merupakan bagian aktif dari bromelain.

3. Pengempukan Daging dengan Menggunakan Enzim Zingibain pada Jahe Jahe merupakan tanaman asli Asia tropis ". Jahe dibudidayakan di banyak tempat di Cina, Guatemala, India, Jepang, Nigeria dan Jamaika. Jahe adalah tanaman tahunan dengan, lurus putih tebu seperti tangkai bunga-bunga, yang dari akar, merayap bersendi tumbuh. Jahe telah berlangsung selama ribuan tahun di China dan India yang digunakan untuk sifat obat. Tanaman jahe dikenal pada zaman Yunani kuno dan Roma. Antara kesepuluh dan abad kelima belas oleh orang Arab di Eropa jahe terisolasi diperkenalkan, beberapa waktu kemudian oleh orang Spanyol membawa jahe untuk Amerika Selatan. Jahe merupakan rempah-rempah beraroma, mempunyai rasa pedas dan hangat, dan umumnya digunakan sebagai bahan penambah citarasa pada produk-produk seperti daging. Menurut Thomas (1984) dan Foster (2000), jahe mengandung aktivitas antimikroba yang dapat digunakan untuk menekan atau menghentikan pertumbuhan (bakteriostatik dan fungistatik) E. coli (Hapsari, 2000) bahkan membunuh (bakterisidal dan fungisidal) bakteri Bacillus subtilis, Micrococcus varians, dan Leuconostoc sp. (Jenie et al. 1992), kapang dan khamir tertentu. Jahe

juga mengandung enzim proteolitik proteinase thiol (Lee et al., 1986) dan Zingibain (Haldin Pasific Semesta, 2001) yang dapat digunakan untuk melunakkan daging sebelum dimasak. Kedua senyawa tersebut, baik senyawa antimikroba ataupun enzim proteolitik, sangat menentukan kualitas daging. 4. Pengempukan Daging dengan Menggunakan Enzim protoase pada Tanaman Biduri Biduri merupakan tanaman semak yang tumbuh secara liar pada tanah marginal daerah tropis. Tanaman ini di Jawa Timur banyak dijumpai di daerah Pasuruan, Probolinggo, dan sekitamya. Tanaman biduri atau widuri biasanya banyak tumbuh liar di tepi pantai, namun banyak juga yang tumbuh di pekarangan rumah. Tanaman berkhasiat obat ini menyukai daerah dataran rendah dan agak panas cuacanya. Daunnya agak tebal dan bunganya berwarna ungu. Nama ilmiah tanaman biduri adalah Callotropis gigantean. Akar mengandung saponin, sapogenin, kalotropin, kalotoksin, uskarin, kalaktin, gigatin dan harsa. Daun mengandung saponion, flavonoid, polifenol, tanin dan kalsium oksalat. Batang mengandung tanin, saponin dan kalsium oksalat. getah mengandung racun jantung yang menyerupai digitalis. Tanaman ini banyak mengandung getah (terutama pada jaringan yang masih muda), dan di dalam getah tersebut terkandung salah satunya adalah enzim protease. Eskin (1990) melaporkan bahwa tanaman sejenis yaitu Calotropis ptucem dapat digunakan sebagai enzim protease. Berdasarkan paradigm kemotaksonomi yang menyatakan bahwa tanaman dari jenis yang sama akan memiliki kemiripan dalam komposisi kimia, maka tanaman biduri berpeluang sebagai sumber enzim protease. Setelah di ekstrak dengan ammonium sulfat kejenuhan 50% dan dikeringkan maka akan didapatkan ekstrak kasar enzim protease. Enzim protease merupakan biokatalisator yang dapat mempercepat terjadinya hidrolisa protein. Oleh karena itu perendaman daging dalam larutan enzim protease yang diekstrak dari tanaman biduri memungkinkan enzim protease mengkalis hidrolisa protein daging. Dengan demikian peningkatan konsentrasi enzim protease yang digunakan juga akan meningkatkan tingkat hidrolisa protein daging. Menurut Bennion (1980) hidrolisa protein myofibril terjadi pada flamen-flamennya dan

menghasilkan fragmentasi myofibril. Terjadinya pemutusan serat-serat daging dan berukurannya jaringan ikat yang mengikat antar serat menyebabkan integritas seratserat daging berkurang, sehingga meningkatkan keempukannya.

5. Pengempukan Daging dengan Enzim Ficin dari Getah Pohon Ficus Tanaman ini berupa pohon atau semak tinggi, tegak 1-5 meter. Batang pokok bengkok-bengkok, lunak, ranting bulat silindris, berongga, gundul, bergetah bening. Daun penumpu tunggal, besar, sangat runcing, daun tunggal, bertangkai, duduk daun berseling atau berhadapan, bertangkai 2,53 cm. Helaian berbentuk bulat telur atau elips, dengan pangkal membulat, ujung menyempit cukup tumpul, tepi rata, 9-30 x 916 cm, dari atas hijau tua mengkilat, dengan banyak bintik-bintik yang pucat, dari bawah hijau muda, sisi kiri kanan tulang daun tengah dengan 6-12 tulang daun samping; kedua belah sisi tulang daun menyolok karena warnanya yang pucat. Bunga majemuk susunan periuk berpasangan, bertangkai pendek, pada pangkalnya dengan 3 daun pelindung, hijau muda atau hijau abu-abu, diameter lebih kurang 1,5 cm, pada beberapa tanaman ada bunga jantan dan bunga gal, pada yang lain bunga betina. Buah tipe periuk, berdaging , hijau-hijau abu-abu, diameter 1,5-2 cm. Waktu berbunga Januari-Desember. Tumbuhan ini banyak ditemukan di Jawa dan Madura; tumbuh pada daerah dengan ketinggian 1200 m di atas permukaan laut, banyak ditemukan di tepi jalan, semak belukar dan hutan terbuka. Tanaman ficus telah telah diketahui bahwa pada daun, akar dan kulit batang mengandung flavonoida, di samping itu daun dan akarnya juga mengandung saponin dan polifenol sedang kulit batangnya mengandung tanin. Pengempukan daging dengan tanaman ini dilakukan dengan mengesktrak enzim pada getah pohonnya kemudian dioleskan pada daging. Getah tanaman ini mengandung enzim protease yang mampu menguraikan protein sehingga daging yang dioleskan ekstrak getahnya akan menjadi lebih empouk karena aktivitas enzim protease tersebut. 6. Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk)

Tanaman nangka banyak tumbuh di daerah yang beriklim tropis, terutama di bagian Asia Tenggara. Pada usia pohon lima tahun tinggi pohonnya mencapai 8-25 m dan diameter batangnya 3,4-6,7 m. Daunnya hijau gelap, mengkilat, sederhana, kaku, panjangnya mencapai 16 cm dan bentuk daun elips atau oval (Craig R dan Harley I, 2006). Gambar pohon nangka ditunjukkan pada gambar berikut:

Sumber : http://repository.unand.ac.id/7700/

Klasifikasi ilmiah tanaman nangka menurut Syamsuhidayat, S.S dan Hutapea, J.R(1991) ialah sebagai berikut: Kerajaan Divisi Kelas Ordo Familia Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Urticales : Moraceae : Artocarpus : Artocarpus heterophyllus

Nama binomial : Artocarpus heterophyllus

Berdasarkan tinggi pohon dan ukuran buah, nangka dibagi dua golongan yaitu pohon nangka buah besar dan pohon nangka buah kecil. 1) Nangka buah besar: tinggi mencapai 20-30 m; diameter batang mencapai 80 cm dan umur mulai berbuah sekitar 5-10 tahun. 2) Nangka buah kecil: tinggi mencapai 6-9 m; diameter batang mencapai 15- 25 cm dan umur mulai berbuah sekitar 18-24 bulan.

Berdasarkan kondisi daging buah nangka dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu: 1) Nangka bubur: daging buah tipis, lunak agak berserat, beraroma keras mudah lepas dari buah. 2) Nangka salak: daging buah tebal, agak kering aromanya kurang keras.(nangka celeng dan nangka belulang). 3) Nangka cempedak: daging buah tipis, liat dan beraroma harum spesifik.

Adapun beberapa manfaat dari tanaman nangka ini di antaranya : 1) Daging buah nangka muda (tewel) dimanfaatkan sebagai makanan sayuran. 2) Tepung biji nangka digunakan sebagai bahan baku industri makanan (bahan makan campuran). 3) Daun muda dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. 4) Kayu nangka dianggap lebih unggul daripada jati untuk pembuatan meubel, konstruksi bangunan pembubutan, tiang kapal, untuk tiang kuda dan kandang sapi (di Priangan), dayung, perkakas dan alat musik. 5) Pohon nangka dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional. 7. Kandungan Kimia Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk) Telah diketahui bahwa batang tanaman Artocarpus heterophyllus mengandung berbagai senyawa kimia seperti senyawa furanoflavon, 7-(2,4 dihidroksifenil)-4hidroksi-2-(2-hidroksipropan-2-il)-2,3-dihidrofuro(3,2 g)kromen-5-on atau nama lain dari senyawa tersebut ialah artokarpfuranol, yang diikuti 14 senyawa lainnya berupa dihidromorin, steppogenin, norartokarpetin, artokarpanon, artokarpesin, artokarpin, brosimon I, kudraflavon B, karpakromen, isoartokarpesin dan sianomaklurin.

Senyawa-senyawa tersebut diketahui memiliki kemampuan inhibisi tirosinase yang slebih kuat dengan IC50 lebih rendah dari 50 M dan lebih potensial dibandingkan dengan asam kojik (IC50 = 71,6 M) (Zheng Z.P et al., 2008). Pada kulit batang Artocarpus heterophyllus diketahui mengandung senyawa flavonoid, yaitu artonin E, morusin, sikloartobilosanton dan artonol B.

Bioaktivitasnya terbukti dapat digunakan sebagai antikanker, antivirus, antiinflamasi, diuretil dan antihipertensi (Ersam T, 2001). Sedangkan getah kayunya mengandung artokarpanon yang berpotensi sebagai inhibitor tirosinase dan antioksidan (Arung, 2006). Buah nangka yang masih muda mengandung saponin dan polifenol. H. Metode Penelitian 1. Observasi Dilakukan observasi di banjarmasin yang ditumbuhi pohon nangka dan ke daerah Hulu Sungai Utara dimana masyarakat kerap menggunakan daun nangka sebagai pengempuk daging untuk digunakan pada penelitian ini.

2. Teknik Pengambilan Sampel Sampel daun nangka langsung di ambil dari pohon sebanyak 100 g.

3. Pelaksanaan a. Persiapan Alat dan Bahan 1. Alat yang digunakan adalah blender, penyaring, sentrifuge, kertas saring, dan spektrofotometer 2. Bahan yang digunakan adalah daun nangka, ammonium sulfat 20%, 40%, dan 60 %, Buffer fosfat dengan pH = 7

b. Prosedur kerja : i. Isolasi Bahan dari Daun Nangka Isolasi kandungan daun nangka dengan menggunakan ammonium sulfat secara sederhana adalah sebagai berikut:a)

Menyiapkan dan membersihkan daun nangka.

b) Memotong daun nangka dan menambahkan buffer posfat dengn pH 7

kemudian di blender.c)

Menyaring dan mengambil filtrat dan mendinginkannya selama 15 menit.

d) Menambahkan

ammonium sulfat dengan kadar 20% kemudian

didinginkan selama 15 menite)

Larutan disentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm dan suhu 0 0C.

f)

Memisahkan endapan yang terbentuk. Filtrat ditambahkan ammonium sulfat dengan kadar 40% dan disentrifuge sehingga di dapat endapan kedua. Kemudian filtrat ditambahkan ammonium sulfat dengan kadar 60% dan kemudian di sentrifuge

g) Endapan kemudian di uji kadar proteinnya sehingga didapatkan

beberapa komponen yang diduga berupa enzim A, enzim B, dan enzim C.

ii.

Penggunaan pada Daging a. Secara Langsung Merebus langsung daging dengan daun nangka yang sudah diremasremas. Berdasarkan penelitian pengempukan daging dengan cara ini tidak memerlukan wajtu yang terlalu lama, sehingga cara ini sangat efektif untuk digunakan.

b. Dari Beberapa Komponen yang Didapatkan dari Hasil Isolasi. Pengempukan daging di ujicobakan dengan menggunakan komponen (enzim) yang didapatkan dari hasil isolasi. Yaitu dengan cara menambahkan masing-masing 5 gram enzim A, B, dan C pada daging sehingga dari pengamatan pada enzim A, B, atau C dapat dilihat perbandingan enzim mana yang benar-benar baik dalam proses pengempukan daging.

I.

Jadwal Kegiatan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Jenis Kegiatan Seminar Usulan Penelitian Perbaikan Usulan Penelitian Melaksanakan Kegiatan Pengumpulan Data Kegiatan Perbaikan Data Analisis Data Penulisan Draf Laporan Kegiatan Seminar Hasil Penelitian Penulisan Laporan Akhir Penelaahan Laporan Akhir Penjilidan dan Penggandaan Pengumpulan Laporan Bulan ke1 2 3 4 5 6

J.

Nama dan Biodata Ketua serta Anggota Kelompok 1. Ketua Pelaksana Kegiatan a. Nama Lengkap b. NIM : : Amelia Rifanna Sari

A1C308055 FKIP Pendidikan Kimia

c. Fakultas/Program Studi : d. Perguruan Tinggi :

Universitas Lambung Mangkurat : 8 jam/minggu

e. Waktu untuk kegiatan PKM

2. Anggota Pelaksana Kegiatan I a. Nama Lengkap b. NIM : : Dewi Amferiani

A1C309045 FKIP Pendidikan Kimia

c. Fakultas/Program Studi : d. Perguruan Tinggi :

Universitas Lambung Mangkurat

e. Waktu untuk kegiatan PKM

:

8 jam/minggu

3. Anggota Pelaksana Kegiatan II a. Nama Lengkap b. NIM c. Fakultas/Program Studi d. Perguruan Tinggi : Siti Meisyarah : A1C310030 : FKIP Pendidikan Kimia : Universitas Lambung Mangkurat

e. Waktu untuk kegiatan PKM : 8 jam/minggu K. Nama dan Biodata Dosen Pendamping a. Nama Lengkap dan Gelar b. Golongan Pangkat dan NIP c. Jabatan Fungsional d. Jabatan Struktural e. Fakultas/Program Studi Kimia f. Perguruan Tinggi g. Bidang Keahlian : Universitas Lambung Mangkurat : Kimia Anorganik : Drs. Parham Saadi, M.Si : : : : Keguruan dan Ilmu Pendidikan / Pendidikan

h. Waktu untuk kegiatan PKM : 6 jam/minggu L. Biaya M. Daftar Pustaka