Proposal PL adjie
-
Upload
arta-adjie -
Category
Education
-
view
302 -
download
4
Transcript of Proposal PL adjie
Proposal Praktek Lapangan
POPULASI SERANGGA PREDATOR PADA BUDIDAYA PADI UTAMA dan RATUN YANG TELAH DIAPLIKASI BIOINSEKTISIDA BERBAHAN
AKTIF Metharizium anisoplae dan Bacillus thuringiensis
THE POPULATION OF PREDATOR INSECT AT RICE CULTURE and RATOON THAT HAS BEEN APPLIED BY ACTIVE MATERIALS
BIOPESTICIDE Bacillus thuringiensis and Metharizium anisoplae
Aji Artanto05111007003
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJIYA
INDRALAYA2014
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertambahan penduduk dari hari ke hari selalu meningkat, mengakibatkan
kebutuhan pangan semakin meningkat pula. Peningkatan produksi pangan
memerlukan lahan pertanian, sedangkan lahan pertanian dari hari ke hari luasnya
cenderung berkurang. Oleh karena itu satu-satunya usaha peningkatan produksi
pertanian agar dapat mengimbangi pertambahan penduduk adalah melalui
intensifikasi pertanian, khususnya melalui peningkatan mutu intensifikasi. Dalam
peningkatan produksi pertanian, perlindungan tanaman mempunyai peranan yang
penting dan menjadi bagian yang tak dapat dipisahkan dari usaha tersebut.
Pestisida merupakan bahan-bahan kimia atau alami yang digunakan untuk
mengendalikan populasi organisme pengganggu tanaman (OPT) terutama dengan
cara membunuh organisme (hama, penyakit, gulma dan sebagainya). Penggunaan
pestisida meningkat dengan pesat, terutama di negara-negara berkembang, dimana
pestisida dianggap sebagai suatu cara mudah untuk meningkatkan produksi dan
seringkali secara aktif dipromosikan dan disubsidi. Namun kerugian dan bahaya
penggunaan pestisida lambat laun sangat dirasakan oleh manusia diantaranya : hama
menjadi resisten terhadap pestisida, yang kemudian memaksa penggunaan pestisida
dalam dosis yang lebih tinggi, sehingga akhimya perlu diciptakan pestisida baru
dengan biaya semakin mahal. Pestisida bukan hanya membunuh organisme yang
menyebabkan kerusakan pada tanaman, namun juga membunuh organisme yang
berguna seperti musuh alami hama. Populasi hama dan serangan hama sekunder bisa
meningkat setelah penggunaan pestisida (resudensi}.
Pestisida yang dipakai di lahan pertanian, hanya sebagian kecil mengenai
organisme yang seharusnya dikendalikan, sebagian besar pestisida itu masuk ke
dalam udara, tanah, atau air yang bisa membahayakan kehidupan organisme lain.
Pestisida yang tidak mudah terurai, akan terserap dalam rantai makanan dan sangat
membahayakan serangga, hewan pemakan serangga, burung pemangsa, dan pada
akhirnya manusia (bioakumulasi).
Menyadari kian besarnya bahaya penggunaan pestisida, maka pemerintah
mengintroduksikan konsep pengendalian berdasarkan pendekatan prinsip ekologis
(lingkungan) dan ekonomi serta sosial yaitu Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
Introduksi PHT dilakukan melalui penyuluhan rutin dan Sekolah Lapang
Pengendalian Hama Terpadu.
Penggunaan pestisida yang tidak selektif dapat menurunkan populasi musuh alami
hama, serangga berguna dan makhluk bukan sasaran. Hal ini dapat mengakibatkan
penurunan keragaman spesies (diversitas spesies) dalam ekosistem pertanian tersebut
yang mempengaruhi kestabilan ekosistem dan berarti pula telah terjadi penurunan
kualitas lingkungan (Untung, K. 1993)
B. Rumusan Masalah
Bagaimana dampak dari penggunaan bioinsektisida berbahan aktif
Metharizium anisoplae dan Bacillus thuringiensis terhadap populasi serangga
predator pada budidaya padi utama dan ratun.
C. Tujuan Kegiatan
1. Tujuan umum dari kegiatan praktek lapangan ini adalah :
a. Meningkatkan pemahaman mahasiswa mengenai hubungan antara teori dan
penerapan prakteknya di lapangan sehingga dapat memberikan bekal bagi
mahasiswa untuk terjun ke masyarakat.
b. Mengetahui dampak penggunaan biopestisida terhadap popolasi serangga
predator pada budidaya padi utama dan padi ratun
D. Manfaat Praktek lapangan
Manfaat dari pelaksanaan praktek lapangan ini adalah :
1. Memperoleh pengalaman kerja secara langsung sehingga dapat digunakan
sebagai bekal bagi mahasiswa ketika terjun di dunia kerja.
2. Diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh bioinsektisida
terhadap populasi serangga predator pada budidaya padi utama dan ratun di lahan
suboptimal.
TINJAUAN PUSTAKA
Budidaya padi pada lahan pasang surut di Kalimantan Barat perlu memperhatikan
aspek sosial, ekonomi, dan teknis seperpti kondisi agro-ekosistem wilayah pasang
surut terutama tipe luapan dan adanya pirit. Di beberapa lokasi seperti Desa Wajok
Hilir, Wajok Hulu, Jungkat, Sungai Nipah, dan Sungai Burung di Kabupaten
Pontianak umumnya didominasi lahan pasang surut dengan tipe luapan B, C, dan D.
Tanahnya bervariasi dari bergambut < 30 cm hingga sulfat masam aktual.
Untuk pengolahan lahan lahan pasang surut bergambut < 30 cm dapat dilakukan
dengan traktor rotary (gelebeg), sedangkan untuk lahan sulfat masam potensial
dengan kedalaman pirit < 30 cm dilakukan tanpa olah tanah (TOT) menghindari
oksidasi pirit.
Bahan organik bermanfaat untuk memperbaiki kesuburan, kimia dan biologi tanah.
Bahan organik dapat berupa pupuk kandang, sisa tanaman, pupuk hijau dan kompos
sebanyak 5 ton/ha. Jerami dikembalikan ke lahan dengan cara dibenamkan atau
dalam bentuk kompos atau dijadikan pakan ternak yang kotorannya diolah menjadi
pupuk kandang.
Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman dipengamatan OPT sejak dari
persemaian sampai di pertanaman. Pengendalian dilakukan setelah serangan
mencapai ambang ekonomi. Taktik dan teknik pengendalian : 1) Usahakan tanaman
selalu sehat , 2) Gunakan varietas tahan, 3) Terapkan pengendalian hayati,
biopestisida, atau pestisida kimia sesuai anjuran. Hama Utama : tikus sawah, wereng
coklat, penggerek batang padi, dan keong mas. Pada MT Rendengan 2010 juga
ditemukan serangan hama kepik hitam di daerah Anjungan, Kecurit, dan sekitarnya
sehingga perlu diwaspadai karena menyebabkan rasa nasi menjadi pahit. Penyakit
utama : tungro dan hawar daun bakteri. Pengendalian tikus dianjurkan dengan sistim
Trap Barrier System (TBS). (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2014)
Penggunaan pestisida juga berdampak buruk terhadap lingkugan yaitu
masalah pencemaran yang diakibatkan penggunaan pestisida di bidang pertanian,
kehutanan, pemukiman, maupun di sektor kesehatan. Pencemaran pestisida terjadi
karena adanya residu yang tertinggal di lingkungan fisik dan biotis disekitar kita.
Sehingga akan menyebabkan kualitas lingkungan hidup manusia semakin menurun.
Pencemaran dapat terjadi karena pestisida menyebar melalui angin, melalui aliran air
dan terbawa melalui tubuh organisme yang dikenainya. Salah satu pencemaran
pestisida yaitu lewat udara tidak terhindarkan pada setiap penggunaan pestisida oleh
para petani. Sebab disaat petani menyemprot pestisida lahan yang disemprot sangat
luas. Sudah pasti, sebagian besar pestisida yang disemprotkan akan terbawa oleh
hembusan angin ke tempat lain yang bukan target penyemprotan, seperti ke tanah, air
dan biota yang buakan menjadi sasaran. (Oka, Ida Nyoman. 1995)
Berikut ini akan diuraikan bebrapa dampak penggunaan pestisida yang
berhubungan dengan lingkungan dan dan agroekosistem .
a. Punahnya Spesies
Polutan berbahaya bagi biota air dan darat. Berbagai jenis hewan
mengalami keracunan dan kemudian mati. Berbagai spesies hewan memiliki
kekebalan yang tidak sama. Ada yang peka, ada pula yang tahan. Hewan muda dan
larva merupakan hewan yang peka terhadap bahan pencemar. Ada hewan yang dapat
beradaptasi sehingga kebal terhadap bahan pencemar dan ada pula yang tidak.
Meskipun hewan mampu beradaptasi, harus diketahui bahwa tingkat adaptasi hewan
ada batasnya. Bila batas tersebut terlampaui, hewan tersebut akan mati.
b. Peledakan Hama
Penggunaan pestisida dapat pula mematikan predator. Jika predator punah,
maka serangga dan hama akan berkembang tanpa kendali.
c. Gangguan Keseimbangan lingkungan
Punahnya spasies tertentu dapat mengubah pola interaksi di dalam suatu
ekosistem. Rantai makanan, jaring-jaring makanan dan aliran energi menjadi
berubah. Akibatnya keseimbangan lingkungan, daur materi, dan daur biogeokimia
menjadi terganggu.
d. Kesuburan Tanah Berkurang
Penggunaan insektisida dapat mematikan fauna tanah dan dapat juga
menurunkan kesuburan tanah. Penggunaan pupuk terus menerus dapat menyebabkan
tanah menjadi asam. Sehingga dapat menurunkan kesuburan tanah.
3. Pestisida meningkatkan perkembangan populasi jasad penganggu tanaman.
Tujuan penggunaan pestisida adalah untuk mengurangi populasi hama.
Akan tetapi dalam kenyataannya, sebaliknya malahan sering meningkatkan populasi
jasad pengganggu tanaman, sehingga tujuan penyelamatan kerusakan tidak tercapai.
Hal ini sering terjadi, karena kurang pengetahuan dan perhitungan tentang dampak
penggunaan pestisida.
Berikut ini diuraikan tiga dampak buruk penggunaan pestisida, khususnya
yang mempengaruhi peningkatan perkembangan populasi hama.
a. Munculnya Ketahanan (Resistensi) Hama Terhadap Pestisida
Munculnya resistensi adalah sebagai reaksi evolusi menghadapi suatu
tekanan (strees). Karena hama terus menerus mendapat tekanan oleh pestisida, maka
melalui proses seleksi alami, spesies hama mampu membentuk strain baru yang
lebih tahan terhadap pestisida tertentu yang digunakan petani. . Apabila suatu
populasi hama yang terdiri dari banyak individu, dikenakan pada suatu tekanan
lingkungan, misalnya penyemprotan bahan kimia beracun, maka sebagian besar
individu populasi tersebut akan mati terbunuh. Tetapi dari sekian banyak individu,
ada satu atau beberapa individu yang mampu bertahan hidup. Tidak terbunuhnya
individu yang bertahan tersebut, mungkin disebabkan terhindar dari efek racun
pestisida, atau sebahagian karena sifat genetik yang dimilikinya. Ketahanan secara
genetik ini, mungkin disebabkan kemampuan memproduksi enzim detoksifikasi yang
mampu menetralkan daya racun pestisida. Keturunan individu tahan ini, akan
menghasilkan populasi yang juga tahan secara genetis. Sehingga muncul populasi
hama yang benar-benar resisten.
b. Ledakan Populasi Hama
Dalam ekosistem pertanian, diketahui terdapat beberapa hama utama
dan banyak hama-hama kedua atau hama sekunder. Umumnya tujuan penggunaan
pestisida adalah untuk mengendalikan hama utama yang paling merusak. Peristiwa
ledakan hama sekunder terjadi, apabila setelah perlakuan pestisida menghasilkan
penurunan populasi hama utama, tetapi kemudian terjadi peningkatan populasi pada
spesies yang sebelumnya bukan hama utama, sampai tingkat yang merusak. Ledakan
ini seringkali disebabkan oleh terbunuhnya musuh alami, akibat penggunaan
pestisida yang berspektrum luas. Pestisida tersebut tidak hanya membunuh hama
utama yang menjadi sasaran, tetapi juga membunuh serangga berguna, yang dalam
keadaan normal secara alamiah efektif mengendalikan populasi hama sekunder.
c. Resurgensi Hama
Peristiwa resurgensi hama terjadi apabila setelah diperlakukan aplikasi
pestisida, populasi hama menurun dengan cepat dan secara tiba-tiba justru
meningkat lebih tinggi dari jenjang polulasi sebelumnya. Resurgensi sangat
mengurangi efektivitas dan efesiensi pengendalian dengan pestisida.
Resurjensi hama terjadi karena pestisida, sebagai racun yang berspektrum
luas, juga membunuh musuh alami. Musuh alami yang terhindar dan bertahan
terhadap penyemprotan pestisida, sering kali mati kelaparan karena populasi mangsa
untuk sementara waktu terlalu sedikit, sehingga tidak tersedia makanan dalam jumlah
cukup. Kondisi demikian terkadang menyebabkan musuh alami beremigrasi untuk
mempertahankan hidup. Disisi lain, serangga hama akan berada pada kondisi yang
lebih baik dari sebelumnya. Sumber makanan tersedia dalam jumlah cukup dan
pengendali alami sebagai pembatas pertumbuhan populasi menjadi tidak berfungsi.
Akibatnya populasi hama meningkat tajam segera setelah penyemprotan. (Hidayat
Natawigena, G. Satari. 1981)
METODE PELAKSANAAN PRAKTEK LAPANGAN
Metode yang digunakan pada pelaksanaan kegiatan praktek lapangan sebagai
berikut:
1. Observasi atau pengamatan langsung di lapangan saat proses penanaman.
2. Wawancara langsung dengan ketua gapoktan, penyuluh pertanian desa dan
pemilik sawah.
3. Melakukan praktek langsung kaitannya dengan proses proses, penanaman,
pemeliharaan dan pemanenan.
4. Melakukan studi pustaka yaitu dengan membandingkan antara literatur
yang ada dengan kenyataan di lapangan.
5. Mencatat data sekunder dan sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan
dari kegiatan praktek lapang.
TATA PELAKSANAAN PRAKTEK LAPANGAN
A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Desa Pelabuhan Dalam Kecamatan
Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir ,Sumatera Selatan. Pembuatan bioinsektisida dan
Identifikasi serangga dilakukan di Laboratorium Entomologi Jurusan Hama Dan
Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan selesai.
B. Alat Dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah botol vial, gelas plastic,
kemera digital,kertas label, pinset, jarring serangga, karet gelang, knapshack 15 liter,
mikroskop, saringan berpori 1 mm dan shaker.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah air, alcohol 70%, aquadest, bioinsek
berbahan aktif Beauveria bassiana dan Metharizium anisoplae, formalin,glukosa
dan tween.
C. Pelaksana Praktek lapangan
a. Survey dan Persiapan Lahan
Penelitian dilaksanakan di sawah rawa lebak Desa Pelabuhan Dalam, Kecamatan
Pemulutan, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Pada lahan percobaan seluas
sekitar 1 Ha. Lahan keeseluruhan dibagi menjadi 30 petakan. Tiap petakan akan
dibagi menjadi 3 subpetak untuk setiap perlakuan sehingga dalam 1 Ha lahan
percobaan terdapat 15 petakan dan tanaman padi yang diamati sebanayak 45 rumpun
tanaman contoh tiap petak.
b. Aplikasi bioinsektisida
Bioinsektisida cair akan di aplikasikan pada tanaman padi yang berumur 1
bulan 1 minggu setelah tanam. Aplikasi bioinsektisida cair dilakukan setiap 14 hari
hingga padi memasuki fase bunting. Selanjutnya pada lahan yang sama setelah panen
padi utama akan dilanjutkan dengan padi ratun. Pada padi ratun bioinsektisida akan
di aplikasikan sebanyak 7 hari setelah panen dan dilakukan setiap 7 hari sekali
hingga padi memasuki padi bunting.
c. Pengambilan serangga Arthopoda predator
Pengamatan pada tanaman padi utama dilakukan 2 hari setelah aplikasi
bioinsektisida dan akan dilakukan setaip 14 hari sekali.pada padi ratun akan diamati
pada saat ratun berumur 9 hari setelah panen dan dilakukan setaip 7 hari sekali.
Pengamatan yang dilakukan berupa pengambilan sampling ditajuk dan pengambilan
sampling penghuni tanah pada padi utama dan padi ratun.
d.1. Pengambilan di tajuk tanaman
Pengambilan serangga serangga di sampling dengan menggunakan jarring
serangga sebanyak 2kali ayunan ganda jarring tiap subpetak secara kontinu
dilakukan pada pagi hari jam 06.00-08.00 WIB ,setiap kali ayunan dialkukan dari kiri
ke kanan per subpetak. Pengambilan serangga menggunakan jarring serangga
dilakukan setelah 2 hari setelah aplikasi bioinsektisida setiap dua minggu sekali
dimulai 1 bulaan 1 minggu setelah padi ditanam ,sampai padi memasuki fase
bunting. Serangga serangga yang terjaring dimasukan kedalam kantung plastik berisi
formalin 2% yang diikat dengan karet untuk dibawa kelaboratorium . kemudian
serangga dalam kantong dimasukan kedalam botol vial yang diberi alcohol untuk
dilakukan identifikasi.
d.2. Pengambilan di permukaan tanah
Pengambilan sampling serangga serangga predator dilakukan dengan pitfall
trap (lubang perangkap). Pengambilan sampling dilakukan setelah dua hari setelah
aplikasi bioinsektisida setiap dua minggu sekali dimulai 40 hari setelah tanaman padi
ditanam, sampai pergiliran tanaman padi ratun. Pemasangan lubang perangkap
dilakukan sebanyak 40 buah per subpetak yang dipasang pada sore hari.
Pemasangan pitfall traps dengan mengunakan paralon yang berukuran 15cm , diisi
formalin 2% sebanyak 200 mL, lalu dipasang selama 2 x 24 jam di permukaan tanah.
Selanjutnya artropoda disortasi dengan mengunakan saringan pori 1 mm yang
kemudian dibilas dengan air steril untuk selanjutnya dikumpulkan ke dalam vial yang
berisi alcohol 70% dan diidentifikasi di Laboratorium.
d. Pengamatan Langsung di Lapangan
Pengamatan langsung di lakukan di lapangan dengan melihat keberhasilan
penangkapan pitfall traps serangga yang terperangkap di dalam pitfall traps yang
dilakukan dua hari setelah aplikasi bioinsektisida cair. Pengamatan langsung
dilakukan dengan cara melihat dan menghitung langsung jumlah serangga predator
pada 3 rumpun contoh pers ubpetak pada pagi hari.
3.5. Peubah yang Diamati
5.1. Populasi dan Serangan Serangga Predator
a. Pengamatan Langsung di Lapangan
Populasi serangga predator diamati dua hari setelah aplikasi bioinsektisida
cair berbahan aktif cendawan beauveria bassiana. Pengamatan dilakukan dengan
menghitung serangga predator secara langsung pada 3 tanaman contoh per subpetak.
Pengamatan populasi ini dilakukan secara visual dan diamaati langsung pada
pemasangan perangkap pitfall traps dengan purposive sampling. ( secara sengaja).
Lalu dicatat jumlah serangga yang ditemukan pada setiap rumpun.
b. Persentase Serangan Serangga Predator
Perhitungan persentase serangan serangga predator dilakukan dengan
pengamatan langsung secara sengaja pada 3 tanaman contoh per subpetak dan
dihitung dengan rumus :
P = n x 100%
N
Keterangan :
P : Persentase serangan serangga predator dalam subpetak (3 rumpun)
n : Jumlah batang terserang pada 3 rumpun yang diamati
N : Jumlah batang total pada 10 rumpun yang diamati
1. Kelimpahan Populasi Serangga Predator
a. Spesies Serangga Predator
Serangga predator yang didapat dari lubang perangkap sesuai metode
herlinda dan effendy (2003) yang kemudian dibersihkan dan dimasukan dalam botol
vial yang diidentifikasi di Laboratorium dengan mengunakan mikroskop binokuler
dan disamakan dengan buku Kalshoven (1981). Borror et al. (1961) dan Soepardi et
al. (1991) untuk mengetahui jenis dan family serangga lalu dikelompokkan menurut
jenisnya.
b. Kelimpahan Relatif Serangga Predator
Serangga predator penghuni tanah diambil mengunakan perangkap (pitfall
traps) sesuai metode herlinda dan effendy (2003). Serangga predator yang didapat
dibersihkan dan diidentifikasi lalu dikelompokan menurut jenisnya dan dihitung
jumlahnya. Kelimpahan relatif serangga predator dapat dihitung dengan
mengunakan rumus, yaitu:
Kelimpahan Relatif : Jumlah individu family ke-1 x 10%
Jumlah total semua individu
2. Jumlah Anakan dan Tinggi Tanaman
Tinggi dan Jumlah anakan tanaman padi di amati sesuai sampel rumpun
tanaman yang di ambil per sub petak. Dimana ditentukan 3 sampel rumpun tanaman
per petak. Pengamatan dilakukan 2 hari setelah aplikasi.
Daftar pustaka
Hidayat Natawigena dan G. Satari. 1981. Kecenderungan Penggunaan Pupuk dan
Pestisida dalam Intensifikasi Pertanian dan Dampak Potensialnya Terhadap
Lingkungan. Unpad Bandung.
Oka, Ida Nyoman. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di
Indonesia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Untung, K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gajah Mada University
Press. Yogyakarta.
http://agrotekumpar.blogspot.com/2011/06/dampak-penggunaan-pestisida.html.
Diakses pada 16 oktober 2014
http://bbpadi.litbang.deptan.go.id/. diakses pada 16 oktober 2014