Proposal Pith Fall Trap
-
Upload
dinarajengnuraziza -
Category
Documents
-
view
49 -
download
7
Transcript of Proposal Pith Fall Trap
KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA TANAH PADA EKOSISTEM
HUTAN PANTAI DAN HUTAN HOMOGEN DI TAMAN NASIONAL
ALAS PURWO BANYUWANGI
PROPOSAL
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekologi yang dibina oleh
Dr. Hadi Suwono, M. Si dan Dr. Vivi Novianti, M.Si
Oleh:
Kelompok 1/ Offering A
Aprindhita Anggraini Rahayu (140341601586)
Desnaeni Wahyuningtyas (140341606222)
Dewi Nur Arasy (140341602754)
Dinar Ajeng Nur Aziza (140341605926)
Docilis Safira Febrianti (140341602442)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Maret 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang disebut “Mega Biodiversity”
setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di
Indonesia, yang mana dari setiap jenis tersebut terdiri dari ribuan plasma nutfah
dalam kombinasi yang cukup unik sehingga terdapat aneka gen dalam individu.
Secara total keanekaragaman hayati di Indonesia adalah sebesar 325.350 jenis
flora dan fauna. Keanekaragaman adalah variabilitas antar makhluk hidup dari
semua sumber daya, termasuk di daratan, ekosistem-ekosistem perairan, dan
kompleks ekologis termasuk juga keanekaragaman dalam spesies di antara spesies
dan ekosistemnya. 10% dari ekosistem alam berupa suaka alam, suaka
margasatwa, taman nasional, hutan lindung, dan sebagian lagi bagi kepentingan
pembudidayaan plasma nutfah, dialokasikan sebagai kawasan yang dapat
memberi perlindungan bagi keanekaragaman hayati (Arief, 2001).
Salah satu ekosistem alam yang akan digunakan sebagai tempat observasi
adalah Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi. Taman Nasional Alas Purwo
yang ditetapkan berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 283/Kpts- 11/1992 pada
tanggal 26 Februari 1992 memiliki kawasan seluas 43.320 ha. Kawasan yang
dikenal sebagai semenanjung Blambangan ini merupakan perwakilan tipe
ekosistem hutan hujan dataran rendah di Jawa. Berdasarkan tipe ekosistemnya
hutan di TN Alas Purwo dapat dikelompokan menjadi hutan bambu, hutan pantai,
hutan bakau, hutan tanaman, hutan alam, dan padang penggembalaan (Hidayat,
2008).
Pada hutan homogen dan hutan pantai akan diketahui keanekaragaman
Arthropoda tanah yang hidup di dalamnya. Arthropoda merupakan hewan yang
banyak ditemukan di darat, air tawar, dan laut, serta didalam tanah. Hewan ini
juga merupakan hewan yang paling banyak jenis atau macam spesiesnya, lebih
kurang 75% dari jumlah keseluruhan spesies hewan di dunia yang telah diketahui
(Setiati, 2012). Arthropoda tanah memiliki peran yang sangat vital dalam rantai
makanan khususnya sebagai dekomposer, karena tanpa organisme ini alam tidak
akan dapat mendaur ulang bahan organik. Selain itu, Arthropoda juga berperan
sebagai mangsa bagi predator kecil yang lain, sehingga akan menjaga
kelangsungan Arthropoda yang lain. Sebagai konsekuensi struktur komunitas
mikro Arthropoda akan mencerminkan faktor lingkungan yang berpengaruh
terhadap tanah, termasuk terhadap aktivitas manusia. Berdasarkan uraian di atas,
maka identifikasi keanekaragaman jenis Arthropoda merupakan hal yang penting,
sehingga dapat diketahui peran organisme terhadap lingkungannya (Turnbe et al,
2010 dan Lavelle et al, 2006 dalam Samudra et al., 2013). Oleh karena itu perlu
dilaksanakannya observasi mengenai “Keanekaragaman Arthropoda Tanah Pada
Ekosistem Hutan Pantai dan Hutan Homogen di Taman Nasional Alas Purwo
Banyuwangi”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, berikut rumusan masalah:
1. Bagaimana tingkat keanekaragaman Arthropoda tanah di hutan pantai dan
hutan homogen Taman Nasional Alas Purwo?
2. Bagaimana kemerataan Arthropoda tanah di hutan pantai dan hutan
homogen Taman Nasional Alas Purwo?
3. Bagaimana kekayaan Arthropoda tanah di hutan pantai dan hutan homogen
Taman Nasional Alas Purwo?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, berikut tujuan
observasi:
1. Untuk mengetahui keanekaragaman Arthropoda tanah di hutan pantai dan
hutan homogen Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi
2. Untuk mengetahui kemerataan Arthropoda tanah di hutan pantai dan hutan
homogen Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi
3. Untuk mengetahui kekayaan Arthropoda tanah di hutan pantai dan hutan
homogen Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi
D. Manfaat
Dari hasil penelitian ini, diharapkan mampu didapatkan manfaat sebagai
berikut.
1. Bagi Peneliti
a) Menambah wawasan dalam memecahkan suatu masalah baik, bagi para
peneliti menerapkan hasil penelitian ini
b) Membantu dalam menentukkan kebijakan-kebijakan atau keputusan,
yang nantinya akan diambil guna mempertahankan keanekaragaman
Arthropoda tanah di Taman Nasional Alas Purwo
c) Dapat mempererat kerjasama antar sesama anggota kelompok dalam
menyelesaikan penelitian
d) Melatih rasa tanggung jawab karena hasil dari sebuah penelitian
nantinya harus dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya
e) Mampu menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi para peneliti
sendiri maupun bagi yang lainnya khususnya tentang keanekaragaman
Arthropoda tanah
2. Bagi Balai Pengelola Taman Nasional Alas Purwo
a) Dapat menjadi acuan dalam penentuan kebijakan dalam melakukan
konservasi satwa yang ada di Taman Nasional Alas Purwo khususnya
adalah Arthropoda tanah
b) Dapat digunakan sebagai alat dalam mempererat kerjasama antara
masyarakat, peneliti dan pihak balai pengelola Taman Nasional Alas
Purwo
E. Definisi Operasional Variabel
Berdasarkan rumusan masalah “Keanekaragaman Arthropoda tanah di hutan
pantai dan hutan homogen Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi” maka
definisi operasional variabelnya sebagai berikut :
1. Keanekaragaman merupakan variabilitas antar makhluk hidup dari semua
sumber daya, termasuk di daratan, ekosistem perairan, dan kompleks
ekologis termasuk juga keanekaragaman dalam spesies di antara spesies dan
ekosistemnya (Arief, 2001).
2. Arthropoda tanah merupakan hewan yang memiliki ciri kaki beruas,
berbuku, atau bersegmen (segmen tersebut juga terdapat di tubuh) yang
hidup di permukaan tanah (Kastawi et al, 2003).
3. Hutan pantai merupakan bagian dari ekosistem pesisir dan laut yang
menyediakan sumberdaya alam yang produktif baik sebagai sumber pangan,
tambang mineral maupun energi, media komunikasi dan edukasi maupun
kawasan rekreasi atau pariwisata serta penemuan produk biochemical
(Mahfudz, 2012).
4. Hutan homogen merupakan hutan yang terdiri atas satu jenis pohon dan
biasanya merupakan hutan hasil budi daya.
BAB IIKAJIAN TEORI
A. Tanah Sebagai Habitat Hewan Tanah
Komponen biotik dan abiotik sangat erat berhubungan di dalam tanah,
yang berdasarkan batasannya terdiri dari lapisan kulit bumi yang dilapukkan
dengan organisme hidup dan hasil pembusukannya bercampur aduk (Odum,1993
dalam Junaidah, 2001).
Dalam definisi ilmiahnya tanah adalah sekumpulan dari benda alam di
permukaan bumi yang tersusun dari horison-horison, terdiri dari campuran bahan
mineral, bahan organik, air dan udara dan merupakan media untuk tumbuhnya
tanaman (Hardjowigeno dalam Junaidah, 2001).
Tanah merupakan kumpulan di tubuh alam, di atas permukaan bumi yang
mengandung benda hidup dan mampu mendukung pertumbuhan tanaman.
Sebagai benda alami yang heterogen, tanah terdiri dari fase padat, cair, dan gas
yang bersifat dinamik. Sebagai suatu sistem, tanah merupakan sistem yang
terbuka (Suim, 1997 dalam Fatawi, 2002).
Menurut Hardjowigeno dalam Junaidah (2001) faktor-faktor yang
mempengaruhi proses pembentukan tanah antara lain:
1) Iklim
2) Organisme
3) Bahan induk
4) Topografi (relief)
5) Waktu
B. Fauna Tanah
Fauna tanah adalah hewan yang menempati tanah sebagai habitatnya.
Menurut Adianto (1980) dalam Fatawi (2002) kehadiran fauna tanah pada
habitatnya tidak sama, ada yang secara temporer dan ada pula yang menetap.
Menurut Adianto (1980) dalam Fatawi (2002) fauna tanah secara umum dapat
dikelompokkan berdasarkan ukuran tubuh, ketergantungan terhadap air,
kehadirannya di tanah dan menurut tempat hidupnya.
Berdasarkan ukurannya, Van Der Driff (1951) dalam Ardianto (1980)
dalam Fatawi (2002) membagi fauna tanah menjadi empat kategori sebagai
berikut:
Mikrofauna : 20-200 mikron
Mesofauna : 200 mikron-2 mm
Makrofauna : 2-20 mm
Megafauna : 20-200 mm
Berdasarkan kehadirannya, fauna tanah dibagi menjadi:
Fauna tanah yang temporer, yaitu golongan hewan tanah yang memasuki
tanah dengan tujuan bertelur, setelah menetas dan berkembang menjadi
dewasa, hewan akan keluar dari tanah.
Misalnya: Diptera.
Fauna tanah yang transien, yaitu hewan yang seluruh daur hidupnya
berlangsung di atas tanah.
Misalnya: kumbang dari famili Conccinelidae.
Fauna tanah yang periodik, yaitu hewan yang seluruh daur hidupnya ada di
dalam tanah, hanya sesekali hewan dewasa keluar dari dalam tanah untuk
mencari makanan dan setelah itu masuk kembali ke dalam tanah.
Misalnya: ordo Forficula, Chelisolches, Collembola, dan Acarina.
Fauna tanah yang permanen, yaitu hewan yang seluruh daur hidupnya ada di
dalam tanah, dan tidak pernah keluar dari dalam tanah.
Misalnya: Nematoda tanah, Protozoa, dan Rotifera.
Menurut Adianto (1980) dalam Fatawi (2002) berdasarkan sifat
ketergantungan terhadap air, fauna tanah terbagi menjadi:
Hidrobiontes, yaitu fauna tanah yang membutuhkan air relatif banyak untuk
aktifitas hidupnya.
Misalnya: Cilliata dan Flagelata.
Higrofil, yaitu fauna tanah yang tidak menyukai air terlalu banyak untuk
syarat hidup optimalnya.
Misalnya: Collembola.
Xerofil, yaitu fauna tanah yang lebih menyukai habitat kering.
Misalnya: jenis laba-laba.
Fauna tanah menurut tempat hidupnya, dibagi menjadi:
Treefauna, yaitu hewan yang hidup di pohon.
Epifauna, yaitu hewan yang hidup di permukaan tanah.
Infauna, yaitu hewan yang hidup di dalam tanah.
C. Keanekaragaman Fauna Tanah
(cari sumber tentang ini! Pengklasifikasiane di lebokne neng judul iki
tambahana juga batasan masalah)
Dalam pembahasan berikut akan diuraikan ciri-ciri fauna tanah
berdasarkan klasifikasi dari Borror dalam Maulidiyah (2000):
a) Ordo Tysanura
Ukurannya sedang sampai kecil,
Bentuk memanjang dan agak gepeng,
Mata majemuk kecil dan sangat lebar terspisah, mata tunggal tidak ada,
Tarsi 3-5,
Terbagi atas 3 famili yaitu: Lepidotrichidae, Lepismatidae, dan Nicotidae.
b) Ordo Diplura
Mempunyai 2 filamen ekor,
Tarsi 1 ruas,
Terdapat stili pada ruas abdomen 1-7 atau 2-7,
Terbagi atas 3 famili, yaitu: Japygidae, Campodeidae, Procampodeidae,
dan Anajapygidae.
c) Ordo Protura
Tubuh kecil berwarna keputih-putihan,
Panjng 0,6 - 1,5 mm,
Tidak memiliki mata ataupun sungut,
Terbagi atas beberapa famili yaitu: Eosentormidae, Protentomidae,
Acerentomidae, dan lain-lain.
d) Ordo Collembola
Abdomen mempunyai 6 segmen,
Tubuh kecil tidak bersayap,
Antena beruas 4 dan kaki dengan tarsus beruas tunggal,
Terbagi atas beberapa famili yaitu: Onychiuridae, Podiridae,
Hypogastruridae, Entomobrydae, Sminthuridae, dan Nelidae.
e) Ordo Isoptera
Golongan serdadu mempunyai kepala yang sangat berskleretisasi,
memanjang, hitam, dan besar,
Golongan pekerja mempunyai warna pucat dengan tubuh lunak, mulut tipe
pengunyah.
f) Ordo Orthoptera
Ada yang bersayap dan ada yang tidak bersayap,
Tubuh memanjang sersi bagus terbentuk,
Bagian mulut adalah tipe pengunyah,
Terbagi atas beberapa famili yaitu: Grillotalpidae, Tridactylidae,
Tetrididae, Eugamastracidae, Acrididae dan lain-lain.
g) Ordo Pleoptera
Ukuran medium (kecil agak gepeng),
Sayap depan memanjang , agak sempit,
Sungut panjang, tarsi beruas 3,
Terbagi atas beberapa famili yaitu: Pteronarcyidae, Capnidae, Peridae, dan
lain-lain.
h) Ordo Dermaptera
Tubuh memanjang ramping dan agak gepeng,
Sayap depan memendek seperti kulit, tidak mempunyai rangka sayap,
Aktif pada malam hari,
Terbagi atas beberapa famili yaitu: Forficulidae, Chelisochidae, Labidae,
Labiduridae dan lain-lain.
i) Ordo Tysanoptera
Bentuk langsing, panjang 0,5-5 mm,
Terdapat atau tidak ada sayap,
Sungut pendek, tarsi 1-2 ruas,
Terbagi atas famili: Phaelothripidae, Aelothripidae, Thripidae,
Mesothripidae, Heterothripidae.
j) Ordo Hemiptera
Sayap depan menebal seperti kulit,
Bagian mulut adalah tipe menusuk, menghisap, dalam bentuk paruh,
Makanannya cairan tumbuhan atau cairan tubuh hewan,
Terbagi atas famili: Polyctenidae, Belastocoridae, Ochteridae, Corixidae,
dan Nepidae.
k) Ordo Homoptera
Termasuk penghisap dengan 4 penusuk,
Mempunyai 4 sayap,
Sungut sangat pendek,
Terbagi atas beberapa famili yaitu: Corydalidae, Sialidae, Mantispidae,
Raphididae, Inocullidae dan lain-lain.
l) Ordo Neuroptera
Bertubuh lunak dengan 4 sayap,
Mempunyai banyak rangka sayap menyilang dan bercabang,
Terbagi atas beberapa famili yaitu: Corydalidae, Sialidae, Mantispidae,
Raphididae, Inocullidae dan lain-lain.
m) Ordo Coeleptera
Mempunyai 4 pasang sayap dengan sepasang sayap depan menebal,
Terbagi atas beberapa famili yaitu Bittacidae, Boeridae, meropeidae,
Panorpidae, dan Panorpodidae.
n) Ordo Diptera
Mempunyai sepasang sayap di depan,
Larva tanpa kaki, kepala kecil,
Terbagi atas beberapa famili yaitu: Nymphomylidae, Tricociridae,
Tanyderidae, Xylophagidae, Tripulidae dan lain-lain.
p) Ordo Hymenoptera
Ukuran tubuh bervariasi,
Antena 10 ruas atau lebih,
Mulut bertipe penggigit dan penghisap,
Terbagi famili yaitu: Orussidae, Siricidae, Xphydridae, Chephidae,
Argidae, Cimbicidae, dan lain-lain.
D. Keanekaragaman Fauna Tanah
Keanekaragaman jenis merupakan suatu keanekargaman atau perbedaan
diantara anggota suatu kelompok spesies. Suatu komunitas mempunyai
keragaman jenis yang tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak spesies
(jenis) dengan kelimpahan spesies yang sama atau hampir sama. Sebaliknya jika
komunitas itu disusun oleh sangat sedikit spesies yang dominan maka
keanekaragaman jenisnya rendah (Soegianto, 1994 dalam Zuraidah, 2001).
Menurut Odum (1993) bahwa ada beberapa parameter yang dapat diukur untuk
mengetahui keadaan suatu ekosistem, misalnya dengan melihat nilai
keanekaragaman. Ada 2 faktor penting yang mempengaruhi keanekaragaman
hewan tanah yaitu kekayaan jenis (index richness) dan kemerataan spesies (index
evennes). Pada komunitas yang stabil index richness dan index evennes tinggi,
sedangkan pada komunitas yang terganggu karena adanya campur tangan manusia
kemungkinan indeks richness dan indeks evennes rendah. Menurut Zuraidah
(2001), komponen utama dari keanekaragaman adalah kesamarataan atau
equitibilitas dalam pembagian individu yang merata di antara jenis, fungsi Shanon
atau indeks H, menggabungkan komponen kemerataan (variety) dan komponen
kemerataan (evennes) sebagai indeks keanekaragaman keseluruhan. Ekosistem
yang mempunyai nilai diversitas tinggi umumya memiliki rantai makanan yang
lebih lebih panjang dan kompleks, sehingga berpeluang lebih besar untuk
terjadinya interaksi seperti pemangsaan, parasitisme, kompetisi, komensalisme,
ataupun mutualisme.
E. Faktor yang Mempengaruhi Keanekaragaman Fauna Tanah
Faktor lingkungan berperan sangat penting dalam menyusun berbagai
keanekaragaman fauna tanah. Faktor biotik dan abiotik bekerja secara bersama-
sama pada suatu ekosistem dalam menentukan kehadiran, kelimpahan, dan
penampilan organisme. Menurut Andayani (2001), faktor yang mempengaruhi
keanekaragaman fauna tanah antara lain:
1. Faktor biotik, berupa pertumbuhan populasi dan interaksi antar spesies
seperti kompetisi, predasi, dan simbiosis
2. Faktor Abiotik, berupa kelembaban, suhu dan pH tanah
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif untuk
memperoleh informasi tingkat keanekaragaman Arthropoda tanah pada Hutan
Pantai dan Hutan Homogen di Taman Nasional Alas Purwo Bayuwangi.
B. Obyek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah semua jenis Arthropoda tanah yang
berada di hutan pantai dan hutan homogen Taman Nasional Alas Purwo
Bayuwangi. Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah jenis Arthropoda tanah
yang tertangkap dalam sumur jebakan (Pitfall Trap).
C. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2016 sampai tanggal
26 Maret 2016 di hutan pantai dan hutan homogen Taman Nasional Alas Purwo
Bayuwangi dan Laboratorium Ekologi ruang 109 di gedung Biologi Universitas
Negeri Malang.
D. Alat dan Bahan
1. Alat
Soil tester Termometer tanah Kantong plastik Timba plastik Bendera Gelas air mineral Botol film Alat penggali tanah
Kompas bidik
Mikroskop stereo Cawan arloji Jarum Kertas label Kuas kecil Pinset
2. Bahan
Larutan alkohol 15 % Larutan gliserin 15%
Larutan formalin 70% Larutan aquades
ba
c
de
E. Prosedur Kerja
1. Melakukan observasi untuk mengetahui lokasi penelitian di hutan pantai
Triangulasi dan hutan homogen Alas Purwo Banyuwangi.
2. Menentukan lokasi pengambilan cuplikan yang dimulai dari bagian tepi pantai
menuju hutan pantai dan hutan homogen sebanyak 25 plot untuk masing-
masing kelompok.
3. Memasang jebakan Pitfall Trap pada masing-masing plot (gambar 3.1):
a) Menggali tanah sedalam + 10 cm dengan alat penggali tanah,
b) Memasukkan gelas air mineral yang telah berisi campuran aquades, alkohol
15%, dan gliserin 15% (perbandingan 3 : 1 : 1) ke dalam tanah yang telah
digali,
c) Meratakan permukaan tanah dengan bagian mulut gelas air mineral,
d) Menutupi gelas air mineral dengan penutup atau kanopi yang terbuat dari
fiber
Tanah Tanah
Gambar 3.1 Cara pemasangan Pitfall Trap
Keterangan : a = gelas air mineral
b = aquades + alkohol 15% + gliserin 15% (3 : 1 : 1)
c = lubang tempat gelas air mineral diletakkan
d = serasah dedaun
e = permukaan tanah
4. Mengambil jebakan Pitfall Trap setelah + 1 x 24 jam.
5. Memasukkan spesimen ke dalam botol film yang telah ditetesi formalin 70%
sebanyak 3 tetes.
6. Melanjutkan kegiatan (pencirian, identifikasi, dan pengklasifikasian)
Arthropoda di laboratorium Ekologi ruang 109 Jurusan Biologi Universitas
Negeri Malang.
F. Teknik Tabulasi Data
Pengambilan data dilakukan dengan cara mengidentifikasi spesies hewan
tanah yang ditemukan pada setiap plot. Kemudian data yang diperoleh
dikompilasikan sebanyak 17 kelompok yang digunakan sebagai ulangan. Dari 25
plot yang dipasang oleh 1 kelompok digunakan sebagai stasiun pada data
kompilasi. Jadi, terdapat 25 stasiun dan pada 1 stasiun terdapat 17 ulangan.
Tabel 3.1 keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan jenis hewan tanah di
hutan pantai Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi
No.Ta
ksa
Stasiun (i) ∑ ¿ ¿∑ ¿̄X
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13141516171819202122 23 24 25
Total
H’
E
R
G. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian dianalisis indeks keragaman, indeks
kemerataan, dan indeks kekayaan jenis pada masing-masing stasiun.
1) Indeks keanekaragaman Shanon – Wiener
H’ = - Pi ln Pi
Keterangan: Pi = n/N
H’ : Indeks keanekaragaman Shanon – Wiever
n : Jumlah masing-masing spesies
N : Jumlah total spesies dalam sampel
(Ludwig dan Reynolda, 1998 dalam Junaidah, 2001)
2) Setelah memperoleh indeks keanekaragaman Shanon–Wiener, selanjutnya
menghitung nilai indeks kemerataan (Evennes) dengan rumus:
∑ ¿ ¿∑ ¿
E= H 'ln .S
Keterangan: E : Indeks kemerataan evennes
H’ : Indeks keanekaragaman Shanon – Wiever
S : Jumlah spesies (n1, n2, n3, …..)
(Ludwig dan Reynolda, 1998 dalam Junaidah, 2001)
3) Selanjutnya dihitung nilai kekayaan dengan menggunakan rumus indeks
Richness:
R= S−1ln . N
Keterangan: R : Indeks Richness
S : Jumlah spesies (n1, n2, n3, …..)
N : Total individu dalam pengambilan sampel
(Ludwig dan Reynolda, 1998 dalam Junaidah, 2001)
4) Untuk mengetahui dominansi suatu spesies dilakukan perhitungan nilai
dominansi sebagai berikut:
Keterangan: D : Dominansi spesies
n : Jumlah individu masing-masing spesies
N : Total individu dalam pengambilan sampel
(Odum, 1993 dalam Maulidiyah, 2003)
DAFTAR RUJUKAN
D= nN
×100 %
Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Jakarta: Kanisius
Hidayat, S. 2008. Struktur, Komposisi Dan Status Tumbuhan Obat Dl Kawasan
Hutan Taman Nasional Alas Purwo. Bogor: Jurnal Biologi XII Vol. 1: 9-13
Kastawi,Y., Indriwati, S.E., Ibrohim, Masjhudi, Rahayu, S.E. 2003. Zoologi
Avertebrata. Malang: UM Press
Mahfudz, Faisal D.T. 2012. Ekologi, Manfaat dan Rehabilitasi Hutan Pantai
Indonesia. Manado: Balai Penelitian Kehutanan
Odum, E. P. 1993. Dasar- Dasar Ekologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press
Samudra, F. B., Izzati, M., Purnaweni, H. 2013. Kelimpahan Keanekaragaman
Arthropoda Tanah di Lahan Sayuran Organik “Urban Farming”.
Semarang: Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumber Daya Alam
dan Lingkungan
Setiati. 2007. Arthropoda. Jakarta: Lusdt
Zuraidah, Nining U. 2001. Keanekaragaman dan Kemelimpahan Mollusca di
Gosong Laguna Segara Anak Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi.
Malang: Skripsi tidak diterbitkan