Proposal Mami
-
Upload
aldy-wienaldy -
Category
Documents
-
view
92 -
download
1
description
Transcript of Proposal Mami
http://deloririasi.blogspot.com/
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang bisa menimbulkan
kecemasan. Kecemasan biasanya berhubungan dengan segala macam prosedur asing yang harus
dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat prosedur pembedahan dan
tindakan pembiusan. Pasien yang mengalami kecemasan menunjukkan gejela mudah tersinggung,
susah tidur, gelisah, lesu, mudah menangis dan tidur tidak nyenyak. Kecemasan pasien pre operatif
disebabkan berbagai faktor, salah satunya adalah faktor pengetahuan dan sikap perawat dalam
mengaplikasikan pencegahan kecemasan pada pasien pre operatif.
1
Menurut Carpenito (1999), menyatakan 90% pasien pre operatif berpotensi
mengalami kecemasan. Menurut Long (1996), kecemasan (ansietas) adalah respon psikologik
terhadap stres yang mengandung komponen fisiologik dan psikologik. Reaksi fisiologis terhadap
kecemasan merupakan reaksi yang pertama timbul pada sistem saraf otonom, meliputi peningkatan
frekuensi nadi dan respirasi, pergeseran tekanan darah dan suhu, relaksasi otot polos pada kandung
kemih dan usus, kulit dingin dan lembab. Manifestasi yang khas pada pasien pre operatif tergantung
pada setiap individu dan dapat meliputi menarik diri, membisu, mengumpat, mengeluh dan
menangis. Respon psikologis secara umum berhubungan adanya kecemasan menghadapi anestesi,
diagnosa penyakit yang belum pasti, keganasan, nyeri, ketidaktahuan tentang prosedur operasi dan
sebagainya. Hasil survey pendahuluan di ruang D (Bedah Pria) RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya pada tanggal 20-22 Maret 2010 tentang tingkat kecemasan pasien pre operatif menunjukkan
bahwa dari 10 orang pasien terdapat 5 orang (50 %) yang memiliki tingkat kecemasan dalam kategori
sedang, 2 orang (20 %) dalam kategori ringan, responden dengan tingkat kecemasan berat sebanyak
2 orang (20 %), dan responden yang tidak merasa cemas sebanyak 1 orang (10%). Perawat
mempunyai peranan yang sangat penting dalam setiap tindakan pembedahan baik pada masa
sebelum, selama maupun setelah operasi. Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk
mempersiapkan pasien baik secara fisik maupun psikis.
Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal dari keperawatan perioperatif. Kesuksesan
tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat bergantung pada fase ini. Hal ini disebabkan fase ini
merupakan awal yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Kesalahan
yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya. Pengakajian secara integral
dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan
dan kesuksesan suatu operasi. Fase pre operatif dari peran keperawatan dimulai ketika keputusan
untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien dikirim ke ruang operasi. Tindakan operasi
atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hampir semua pasien. Berbagai
kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahayakan bagi pasien. Maka seringkali pasien
dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan yang dialami.
Kecemasan dialami pasien dan keluarga biasanya terkait dengan segala macam prosedur asing yang
harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat segala macam prosedur
pembedahan dan tindakan pembiusan. Perawat mempunyai peranan yang sangat penting dalam setiap
tindakan pembedahan baik pada masa sebelum, selama maupun setelah operasi. Intervensi
keperawatan yang tepat diperlukan untuk mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis.
Tingkat keberhasilan pembedahan sangat tergantung pada setiap tahapan yang dialami dan saling
ketergantungan antara tim kesehatan yang terkait (dokter bedah, dokter anestesi dan perawat)
disamping peranan pasien yang kooperatif selama proses perioperatif. Dampak yang mungkin
muncul bila kecemasan pasien pre operatif stidak segera ditangani, yang pertama pasien dengan
tingkat kecemasan tinggi tidak akan mampu berkonsentrasi dan memahami kejadian selama
perawatan dan prosedur. Kedua, harapan pasien terhadap hasil, pasien mungkin sudah memiliki
gambaran tersendiri mengenai pemulihan setelah pembedahan. Ketiga pasien akan merasa lebih
nyaman dengan pembedahan jika pasien mengetahui momen yang dihadapi pada saat hari
pembedahan tiba. Keempat, pasien mungkin memerlukan penjelasan mengenai nyeri yang akan di
rasakan setelah operasi. Nyeri adalah suatu fenomena pascaoperatif yang memperlambat pemulihan.
Apabila pasien mencapai harapan yang realistik terhadap nyeri dan mengetahui cara mengatasinya,
rasa cemas akan jauh berkurang. Oleh sebab itu perlu peran perawat untuk mengevaluasi pemahaman
pasien mengenai prosedur pre operatif.
Individu dapat mengatasi kecemasan dengan menggerakkan sumber koping di lingkungan.
Sumber koping tersebut sebagai modal ekonomik, kemampuan penyelesaian masalah, dukungan
sosial dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang
menimbulkan stres dan mengadopsi strategi koping yang berhasil. Peran perawat sangat penting
dalam tindakan pre operatif dapat menggunakan metode STOP yaitu mencari dan mengidentifikasi
apa yang menjadi sumber masalah (Source), mencoba berbagai rencana pemecahan masalah yang
telah disusun (Trial and error), menganjurkan pasien meminta bantuan orang lain bila diri sendiri
tidak mampu (Others), menganjurkan pasien untuk berdoa kepada Tuhan (Pray and patient). Oleh
sebab itu, peneliti tertarik melakukan kajian tentang Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operatif di
Ruang D (Bedah Pria) RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operatif diruang D (Bedah Pria) RSUD Dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya?
1.3 Tujuan Penelitian
Mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien pre operatif yang dirawat diruang D (Bedah Pria)
RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3 Manfaat Penelitian
1.3.1 Teoritis
Memperkuat teori tentang kecemasan pada pasien pre operatif dan pengembangan ilmu
pengetahuan di bidang keperawatan khususnya perawatan pre operatif.
1.3.2 Praktis
1) Bagi Rumah Sakit
Memberikan informasi yang dapat digunakan sebagai umpan balik dalam peningkatan
pelayanan keperawatan pada pasien dengan pre operatif.
2) Bagi Perawat
Menambah pengetahuan dalam upaya peningkatan kualitas personal perawat dan sebagai
sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan aplikasi pencegahan kecemasan pasien
pre operatif serta sebagai masukan agar perawat lebih meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan
yang diberikan secara menyeluruh pada pasien.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Teori Kecemasan
2.1.1 Pengertian Kecemasan
Kecemasan adalah keadaan dimana indvidu atau kelompok mengalami perasaan gelisah
(penilaian atau opini) dan aktivasi sistem saraf autonom dalam berespons terhadap ancaman yang
tidak jelas, nonspesifik (Carpenito, 2000 : 9).
Kecemasan (kecemasan) merupakan suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan tidak
dapat dibenarkan yang sering disertai dengan gejala fisiologis, yang dirasakan oleh pasien pre
operatif (David, 2003 : 96).
Kecemasan adalah respon subjektif terhadap stres. Ciri-ciri kecemasan adalah keprihatinan,
kesulitan, ketidakpastian, atau ketakutan yang terjadi akibat ancaman yang nyata atau dirasakan
(Isaacs, 2004 : 48).
Kecemasan akibat terpajan pada peristiwa traumatik yang dialami individu yang mengalami,
menyaksikan atau menghadapi satu atau beberapa peristiwa yang melibatkan kematian aktual atau
ancaman kematian atau cidera serius atau ancaman integritas fisik diri sendiri (Doenges, 2006 : 371).
Kecemasan merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan sesuatu diluar
dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi permasalahan (Asmadi, 2009 : 165).
2.1.2 Penyebab Kecemasan6
Menurut Andaners (2009), penyebab rasa cemas dapat dikelompokan pula menjadi 3 faktor,
yaitu :
1) Faktor biologis atau fisiologis, berupa ancaman akan kekurangan makanan, minuman, perlindungan
dan keamanan.
2) Faktor psikososial, yaitu ancaman terhadap konsep diri, kehilangan orang atau benda yang dicintai,
perubahan status sosial atau ekonomi.
3) Faktor perkembangan, yaitu ancaman pada masa bayi, anak, remaja.
2.1.3 Faktor Predisposisi
Menurut Asmadi (2009 : 165), berbagai faktor predisposisi yang dijelaskan ke dalam beberapa
teori mengenai kecemasan. Teori tersebut antara lain :
1) Teori Psikoanalisis
Menurut pandangan psikoanalisis, kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua
elemen kepribadian, yaitu id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif
seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-
norma budaya seseorang. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen tersebut, dan fungsi
kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
2) Teori Interpersonal
Kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap penolakan saat berhubungan dengan orang lain.
Kecemasan ini juga dihubungkan dengan trauma pada masa pertumbuhan, seperti kehilangan dan
perpisahan dengan orang yang dicintai. Penolakan terhadap eksistensi diri oleh orang lain atau
masyarakat akan menyebabkan individu yang bersangkutan menjadi cemas. Namun, bila
keberadaannya diterima oleh orang lain, maka ia akan merasa tenang dan tidak cemas. Kecemasan
berkaitan dengan hubungan antara manusia.
3) Teori Perilaku
Kecemasan merupakan hasil frustasi. Ketidakmampuan atau kegagalan dalam mencapai suatu
tujuan yang diinginkan akan menimbulkan frustasi atau keputusasaan. Keputusasaan inilah yang
menyebabkan seseorang menjadi cemas.
Menurut Stuart (1998 : 179), berbagai faktor predisposisi yang dijelaskan ke dalam beberapa
teori mengenai asal kecemasan yaitu :
1) Teori Psikoanalitik
Kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian id dan
superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif seseorang, sedangkan superego
mencerminkan hati nurani seseorang dan dikembalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego
atau Aku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan, dan fungsi kecemasan
adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
2) Teori Interpersonal
Kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan
penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti
perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang dengan harga diri rendah
terutama mudah mengalami perkembangan kecemasan yang berat.
3) Teori perilaku
Kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan
seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku lain menganggap kecemasan
sebagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari
kepedihan. Pakar tentang pembelajaran menyakini bahwa individu yang terbiasa dalam kehidupan
dininya dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih sering menunjukkan kecemasan pada
kehidupan selanjutnya.
4) Kajian Keluarga
Kecemasan merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih
dalam gangguan kecemasan dan antara gangguan kecemasan dengan depresi.
5) Kajian Biologis
Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzo diaz epindes.Reseptor ini,
mungkin membantu mengatur kecemasan. Penghambat asam aminobutirik-gamma neroregulator
(GABA) juga mungkin memainkan peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan
kecemasan, sebagaimana halnya endorphin. Selain itu, telah dibuktikan bahwa kesehatan umum
seseorang mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi; terhadap kecemasan. Kecemasan mungkin
disertai gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stesor.
2.1.4 Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (1998 : 181), kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan
tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Pengalaman kecemasan
seseorang tidak sama pada beberapa situasi dan hubungan interpersonal. Namun demikian secara
umum ancaman besar yang dapat menimbulkan kecemasan dikategori menjadi 2, yaitu :
1) Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau
menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
2) Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan indentitas, harga diri dan fungsi
sosial yang terintegrasi seseorang.
Menurut Esperanza (1997), Fundamental of Nursing Practice a Nursing Poscess Aproach,
faktor pencetus kecemasan antara lain:[1])
1) Perubahan patologi dari penyebab penyakit atau suatu injuri.
2) Trauma (injuri, luka bakar, serangan, elektrik, shock).
3) Tidak adekuatnya; makanan, kehangatan, dan pencegahan.
4) Tidak terpenuhinya kebutuhan dasar (kelaparan, gangguan seksual).
5) Program terapi (diet, terapi fisik, psikoterapi).
6) Kekacauan hubungan sosial dan keluarga.
7) Konflik sosial dan budaya.
8) Perubahan fisiologis yang normal (pubertas, menstruasi, kehamilan dan menopause).
9) Peristiwa yang menyebabkan stressful (peristiwa yang penting dalam kegiatan sosial, wawancara
dan diagnostik test).
10) Membayangkan ancaman dari injuri (sumber dari stress yang tidak dapat dipastikan).
11) Bencana alam (gempa bumi, banjir).
12) Serangan wabah, bakteri, virus atau parasit.
13) Isolasi sosial.
14) Kompetisi dalam olahraga.
15) Perpindahan tempat tinggal.
16) Peperangan.
17) Kegiatan sehari-hari dari kehidupan (entertaining, pengemudi).
18) Situasi positif dari peristiwa kehidupan (menikah, mempunyai bayi, lulus kuliah).
2.1.5 Tingkat Kecemasan dan Karakteristik
Menurut Asmadi (2009 : 166), kemampuan untuk merespons terhadap suatu ancaman yang
berbeda satu sama lain. Perbedaan kemampuan ini berimplikasi terhadap perbedaan tingkat
kecemasan yang dialami. Respons individu terhadap kecemasan beragam dari kecemasan sampai
panik.
2.1.5.1 Rentang Respons Kecemasan
Menurut Stuart (1998 : 176), rentang respons sehat sakit dapat dipakai untuk menggambarkan
respons adaptif-maladaptif pada kecemasan.
Gambar 2.1 Rentang Respons Kecemasan. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3, Stuart (1998).
2.1.5.2 Tingkat Kecemasan
Menurut Asmadi (2009 : 167), tiap tingkatan kecemasan mempunyai karakteristik atau
manifestasi yang berbeda satu sama lain. Manifestasi kecemasan yang terjadi bergantung pada
kematangan pribadi, pemahaman dalam menghadapi ketegangan, harga diri, dan mekanisme koping
yang digunakannya.
Tabel 2.1 Tingkat Kecemasan dan Karakteristik. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien, Asmadi (2009).
Tingkat Kecemasan KarakteristikKecemasan ringan 1) Berhubungan dengan ketegangan dalam peristiwa
sehari-hari2) Kewaspadaan meningkat3) Persepsi terhadap lingkungan meningkat4) Dapat menjadi motivasi positif untuk belajar dan
menghasilkan kreativitas5) Respons fisiologis: sesekali napas pendek, nadi dan
tekanan darah meningkat sedikit, gejala ringan pada lambung, muka berkerut, serta bibir bergetar.
6) Respons kognitif: mampu menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah,
menyelesaikan masalah secara efektif, dan terangsang untuk melakukan tindakan.
7) Respons perilaku dan emosi: tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, dan suara kadang-kadang meninggi.
Kecemasan sedang 1) Respons fisiologis: sering napas pendek, nadi ekstra sistol dan tekanan darah meningkat, mulut kering, anoreksia diare/ konstipasi, sakit kepala, sering berkemih, dan letih.
2) Respons kognitif: memusatkan perhatiannya pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain, lapang persepsi menyempit, dan rangsangan dari luar tidak mampu diterima.
3) Respons perilaku dan emosi: gerakan tersentak- sentak, terlihat lebih tegang, bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur, dan perasaan tidak aman.
Kecemasan Berat 1) Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang lain.
2) Respons fisiologis: napas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan berkelabut, serta tampak tegang
3) Respons kognitif: tidak mampu berpikir berat lagi dan membutuhkan banyak pengarahan / tuntutan, serta lapang persepsi menyempit.
4) Respons perilaku dan emosi: perasaan terancam meningkat dan komunikasi menjadi terganggu (verbalisasi cepat).
Panik 1) Respons fisiologis: napas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada, pucat, hipotensi, serta rendahnya koordinasi motorik.
2) Respons kognitif: gangguan realitas, tidak dapat berpikir logis, persepsi terhadap lingkungan mengalami distorsi, dan ketidakmampuan memahami situasi.
3) Respons perilaku dan emosi: agitasi, mengamuk dan marah, ketakutan, berteriak-teriak, kehilangan kendali/kontrol diri (aktivitas motorik tidak menentu), perasaan terancam, serta dapat berbuat sesuatu yang membahayakan diri sendiri dan/ atau orang lain.
2.1.5.3 Respon Fisiologis, Perilaku, Kognitif dan Afektif Terhadap Kecemasan
Menurut Stuart (1998 : 177-179), kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui
perubahan fisiologis dan perilaku dan secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau
mekanisme koping sebagai upaya untuk melawan kecemasan. Intensitas perilaku akan meningkat
sejalan dengan tingkat kecemasan.Tabel 2.2 Respons Fisiologis terhadap Kecemasan. Buku saku Keperawatan Jiwa Edisi 3, Stuart (1998).
Sistem Tubuh ResponsKardiovaskular Palpitasi
Jantung berdebarTekanan darah meninggiRasa mau pingsan*Pingsan*Tekanan darah menurun*Denyut nadi menurun*
Pernapasan Napas cepatNapas pendekTekanan pada dadaNapas dangkalPembengakakan pada tenggorokSensasi tercekikTerengah-engah
Neuromuskular Refleks meningkatReaksi kejutanMata berkedip-kedipInsomniaTremorRigiditasGelisahWajah tegangKelemahan umumKaki goyahGerakan yang janggal.
Gastrointestinal Kehilangan nafsu makanMenolak makananRasa tidak nyaman pada abdomen*Mual*Rasa terbakar pada jantung*Diare*
Traktus urinariusTidak dapat menahan kencing*Sering berkemih
Kulit Wajah kemerahanBerkeringat setempat (telapak tangan)
GatalRasa panas dan dingin pada kulitWajah pucatBerkeringat seluruh tubuh
*Respons Parasimpatis.Tabel 2.3 Respons Perilaku, Kognitif dan Afektif terhadap Kecemasan. Buku saku Keperawatan Jiwa Edisi 3,
Stuart (1998).Sistem Respons
Perilaku GelisahKetegangan fisikTremorGugupBicara cepatKurang koordinasiCenderung mendapat cederaMenarik diri dari hubungan interpersonal.MenghalangiMelarikan diri dari masalahMenghindariHiperventilasi
Kognitif Perhatian tergangguKonsentrasi burukPelupaSalah dalam memberikan penilaianPreokupasiHambatan berpikirBidang persepsi menurunKreativitas menurunBingungSangat waspadaKesadaran diri meningkatKehilangan objektivitasTakut kehilangan kontrolTakut pada gambaran visualTakut cedera atau kematian
Afektif Mudah tergangguTidak sabarGelisahTegangNervusKetakutanAlarmTerorGugupGelisah
2.1.6 Mekanisme Koping Terhadap Kecemasan
Menurut Asmadi (2009 : 168), Setiap ada stressor penyebab individu mengalami kecemasan,
maka secara otomatis muncul upaya untuk mengatasinya dengan berbagai mekanisme koping.
Penggunaan mekanisme koping menjadi efektif bila didukung oleh kekuatan lain dan adanya
keyakinan pada individu yang besangkutan bahwa mekanisme koping yang digunakan dapat
mengatasi kecemasan nya. Sumber koping merupakan modal kemampuan yang dimiliki individu
guna mengatasi kecemasan. Kecemasan perlu diatasi untuk mencapai keadaan homeostatis dalam diri
individu, baik secara fiosiologis maupun psikologis. Apabila individu tidak mampu mengatasi
kecemasan secara konstruktif, maka ketidakmampuan tersebut dapat menjadi penyebab utama
terjadinya perilaku patologis.
Secara umum, mekanisme koping terhadap kecemasan diklasifikasikan ke dalam dua kategori
yaitu :
2.1.6.1 Strategi Pemecahan Masalah (problem solving strategi)
Strategi pemecahan masalah bertujuan untuk mengatasi atau menanggulangi masalah atau
ancaman yang ada dengan kemampuan pengamatan secara realitis. Beberapa contoh strategi
pemecahan masalah yang dapat digunakan antara lain :
1) Meminta bantuan kepada orang lain.
2) Secara besar hati, mampu mengungkapkan perasaan sesuai dengan situasi yang ada.
3) Mencari lebih banyak informasi yang terkait dengan masalah yang dihadapi, sehingga masalah
tersebut dapat diatasi secara realitis.
4) Menyusun beberapa rencana untuk memecahkan masalah.
5) Meluruskan pikiran atau persepsi terhadap masalah. Bayangan pikiran yang dimiliki setiap orang
memberikan pengaruh yang besar dalam kehidupan pribadi. Sebab, segala sesuatu yang dilakukan
individu adalah reaksi langsung dari apa yang ada dalam pikirannya.
Strategi pemecahan masalah ini secara ringkas dapat digunakan dengan metode STOP, yaitu :
1) Source
Mencari dan mengidentifikasi apa yang menjadi sumber masalah.
2) Trial and error
Mencoba berbagai rencana pemecahan masalah yang telah disusun . bila satu metode tidak
berhasil, maka mencoba lagi dengan metode lain.hal yang perlu dihindari adalah adanya rasa
keputusasaan terhadap kegagalan yang dialami.
3) Others
Minta bantuan orang lain bila diri sendiri tidak mampu.
4) Pray and patient
Berdoa kepada Tuhan sebab Dia adalah Zat yang Maha mengetahui segala sesuatu yang ada
didunia ini. Dia pula yang memberikan jalan yang terbaik buat manusia sebab manusia
memilikibanyak keterbatasan. Dengan berdoa, maka hati, jiwa, dan pikiran seseorang akan menjadi
tentram dan tenang. Juga harus sabar denagn berlapang dada menerima kenyataan yang ada pada
dirinya.
2.1.6.2 Mekanisme Pertahanan Diri (Defence mechanism)
Mekanisme pertahanan diri merupakan mekanisme penyesuaian ego yaitu usaha untuk
melindungi diri dari perasaan tidak adekuat. Beberapa ciri mekanisme pertahanan diri antara lain :
1) Bersifat hanya sementara karena berfungsi hanya untuk melindungi atau bertahan dari hal-hal yang
tidak menyenagkan dansecara tidak langsung mengatasi masalah.
2) Mekanisme pertahanan diri terjadi diluar kesadaran. Individu tidak menyadari bahwa mekanisme
pertahanan diri tersebut sedang terjadi.
3) Sering kali tidak berorientasi pada kenyataan.
Tabel 2.4 Jenis-jenis mekanisme pertahanan diri (Defence mechanism). Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien, Asmadi (2009).
Jenis Mekanisme Pertahanan Diri
Uraian
Denial Menghindar atau menolak untuk melihat kenyataan yang tidak diinginkan dengan cara mengabaikan atau menolak kenyataan tersebut. Misalnya, individu yang telah terdeteksi secara akurat mengidap AIDS, maka dia mengatakan bahwa dirinya hanya sakit flu biasa. Penyangkalan terhadap kenyataan merupakan pembelaan ego yang paling sederhana dan primitif.
Proyeksi Menyalahkan orang lain mengenai ketidakmampuan pribadinya atas kesalahan yang ia perbuat.Mekanisme ini digunakan untuk menghindari celaan dan hukuman yang mungkin akan ditimpakan pada dirinya. Akan tetapi, mekanisme pembelaan diri ini tidak realistis. Misalnya, seorang mahasiswa yang tidak lulus ujian, ia mengatakan bahwa dirinya tidak lulus karena dosennya sentimen terhadap dirinya.
Represi Menekan ke alam tidak sadar dan sengaja melupakan terhadap pikiran, perasaan, dan pengalaman yang menyakitkan. Individu yang menggunakan mekanisme represi sebenarnya menipu diri sendiri. Sebab, ia hanya melindungi dirinya dari masalah yang sebenarnya dapat diatasi secara lebih realistis. Misalnya, seorang remaja yang diputuskan cintanya oleh kekasihnya, maka ia sengaja melupakan. Setiap ada orang yang menanyakan, ia selalu menjawab dengan perkataan: "Sudahlah tidak usah menanyakan itu lagi."
Regresi Kemunduran dalam hal tingkah laku yang dilakukan individu dalam menghadapi stres. Misalnya, pengantin baru yang lari pulang ke rumah orang tuanya masing-masing karena mengalami masalah dalam rumah tangganya. Dalam regresi, secara tidak sadar, individu mencoba lagi berperilaku seperti anak kecil, bergantung kepada orang lain, dan tidak mau berpikir susah.
Rasionalisasi Berusaha memberikan alasan yang masuk akal terhadap perbuatan yang dilakukannya. Padahal perbuatan yang dilakukan sebenarnya tidak baik. Namun, ia berusaha agar perbuatan/perilakunya dapat diterima. Misalnya, mahasiswa yang terlambat datang ujian mengatakan bahwa di jalan macet total.Rasionalisasi mempunyai dua segi pembelaan yaitu:
1) Membantu kita membenarkan yang kita lakukan2) Menolong kita mengurangi kekecewaan yang
berhubungan dengan cita-cita yang tidak tercapai.
Fantasi Keinginan yang tidak terkabul dipuaskan dalam imajinasi yang diciptakan sendiri dan merupakan situasi yang berkhayal/berfantasi. Misalnya, seorang mahasiswa yang kurang pandai, lalu berfantasi mendapat nilai cum laude.Fantasi dapat menjadi produktif ataupun bahkan sebaliknya. Fantasi yang produktif dapat menajdi motivasi yang kuat dalam menyelesaikan masalah. Sedangkan fantasi yang nonproduktif bersifat hanya untuk memuaskan khayalan sebagai pengganti kekurangan, tetapi tidak menimbulkan motivasi untuk berprestasi.
Displacement Memindahkan perasaan yang tidak menyenangkan dari seseorang atau objek ke orang atau objek lain yang biasanya lebih kurang berbahaya daripada semula. Misalnya, tidak lulus ujian langsung membanting dan membuang buku-bukunya.Displacement tidak menyelesaikan masalah. Bahkan dapat menciptakan masalah baru, misalnya seorang pegawai yang melampiaskan emosinya ke istrinya lantaran waktu di kantor dimarahi pimpinannya.
Undoing Tindakan atau komunikasi tertentu yang bertujuan menghapuskan atau meniadakan tindakan sebelumnya. Misalnya, meminta maaf.
Reaction formation Mengembangkan pola sikap dan perilaku tertentu yang disadari, tetapi berlawanan dengan perasaan dan keinginannya. Misalnya, seorang lelaki yang mencintai seorang perempuan. Lalu ditanya oleh temannya, ia menjawab: "Saya benci dengan gadis itu."
Kompensasi Menutupi kekurangan dengan meningkatkan kelebihan yang ada pada dirinya. Misalnya, mahasiswa yang kemampuan belajarnya kurang lalu menekuni musik karena musik merupakan kelebihannya.
Sublimasi Penyaluran rangsangan/nafsu yang tidak tercapai ke dalam kegiatan lain yang bisa diterima oleh masyarakat. Misalnya, seseorang yang senang berkelahi lalu disalurkan ke dalam bentuk olahraga tinju.
2.1.7 Intervensi Keperawatan Pasien Dengan Kecemasan
Menurut Asmadi (2009 : 169), pada pasien dengan kecemasan ringan, tidak ada intervensi
khusus sebab pada ansietas ringan ini pasien masih mampu mengontrol dirinya dan mampu membuat
keputusan yang tepat dalam penyelesaian masalah. Sedangkan pada ansietas sedang, intervensi yang
dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan pola mekanisme koping yang positif seperti
penjelasan di atas.
Kecemasan berat dan panik, terdapat strategi khusus yang perlu diperhatikan oleh perawat
dalam pemberian asuhan keperawatan. Prinsip intervensi keperawatan pada pasien tersebut adalah
melindungi klien dari bahaya fisik dan memberikan rasa aman pada pasien karena pasien tidak dapat
mengendalikan perilakunya.
Setelah tingkat kecemasan pasien menurun sampai tingkat sedang atau ringan, prinsip
intervensi keperawatan yang diberikan adalah re-edukatif atau berorientasi pada kognitif. Tujuannya
adalah menolong klien dalam mengembangkan kemampuan menoleransi ansietas dengan mekanisme
koping dan strategi pemecahan masalah yang konstruktif. Intervensi utama yang harus dilakukan
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien ansietas adalah menyadari untuk
mengenali perasaannya dan juga mampu mengendalikannya.
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pre Operatif
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Menurut Hidayat (2008 : 164), beberapa hal yang perlu dikaji dalam tahap prabedah adalah
pengetahuan tentang persiapan pembedahan dan pengalaman masa lalu, kesiapan psikologis,
pengobatan yang memengaruhi kerja obat anestesi, seperti antibiotika yang berpotensi dalam istirahat
otot, antikoagulan yang dapat meningkatkan perdarahan, antihipertensi yang memengaruhi anestesi
yang dapat menyebabkan hipotensi, diuretika yang berpengaruh pada ketidakseimbangan potasium,
dan Iain-lain. Selain itu, terdapat juga pengkajian terhadap riwayat alergi obat atau lainnya, status
nutrisi, ada atau tidaknya alat protesa seperti gigi palsu, dan sebagainya.
Pemeriksaan lain yang dianjurkan sebelum pelaksanaan bedah adalah radiografi thoraks,
kapasitas vital, fungsi paru, dan analisis gas darah pada pemantauan sistem respirasi, kemudian
pemeriksaan elektrokardiogram, darah, leukosit, eritrosit, hematokrit, elektrolit, pemeriksaan air
kencing, albumin, blood urea nitrogen (BUN), kreatinin, dan lain-lain untuk menentukan gangguan
sistem renal dan pemeriksaan kadar gula darah atau lainnya untuk mendeteksi gangguan
metabolisme.
2.2.3 Diagnosis Keperawatan
Menurut Hidayat (2008 : 164), hal yang perlu diperhatikan dalam diagnosis keperawatan pre
operatif adalah:
1) Cemas berhubungan dengan ancaman terhadap kematian.
2) Takut berhubungan dengan dampak dari tindakan pembedahan atau anestesi.
3) Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan atau menurunnya nutrisi.
4) Risiko terjadi cedera berhubungan dengan defisit penginderaan/ motor.
2.2.4 Perencanaan Keperawatan
Menurut Hidayat (2008 : 164), perencanaan keperawatan pada pasien pre operatif memiliki
tujuan sebagai berikut:
1) Memperlihatkan tanda-tanda tidak ada kecemasan.
2) Memperlihatkan tanda-tanda tidak ada ketakutan.
3) Risiko infeksi dan cedera tidak terjadi.
Rencana Tindakan:
Mengatasi adanya rasa cemas dan takut, dapat dilakukan persiapan psikologis pada pasien
melalui pendidikan kesehatan, penjelasan tentang peristiwa yang mungkin akan terjadi, dan
seterusnya.
Mengatasi masalah risiko infeksi atau cedera lainnya dapat dilakukan dengan persiapan
prabedah seperti diet, persiapan perut, kulit, persiapan bernapas dan latihan batuk, persiapan latihan
kaki, latihan mobilitas, dan lain-lain.
2.2.5 Pelaksanaan (Tindakan) Keperawatan
Menurut Hidayat (2008 : 165), ada beberapa tindakan keperawatan yaitu:
1) Pemberian Pendidikan Kesehatan Pre Operatif
Pemberian pendidikan kesehatan yang perlu dijelaskan adalah berbagai informasi mengenai
tindakan pembedahan, di antaranya jenis pemeriksaan yang dilakukan sebelum bedah, alat-alat
khusus yang diperlukan, pengiriman ke kamar bedah, ruang pemulihan, dan kemungkinan
pengobatan setelah bedah.
2) Persiapan Diet
Pasien yang akan dibedah memerlukan persiapan khusus dalam hal pengaturan diet. Pasien
boleh menerima makanan biasa sehari sebelum bedah, tetapi 8 jam sebelum bedah tidak
diperbolehkan makan, sedangkan cairan tidak diperbolehkan 4 jam sebelum bedah, sebab makanan
atau cairan dalam lambung dapat menyebabkan terjadinya aspirasi.
3) Persiapan Kulit
Persiapan ini dilakukan dengan cara membebaskan daerahyang akan dibedah dari
mikroorganisme dengan cara menyiram kulit menggunakan sabun heksaklorofin
(hexachlorophene) atau sejenisnya sesuai dengan jenis pembedahan. Bila pada kulit terdapat rambut,
maka harus dicukur.
4) Latihan Bernapas dan Latihan Batuk
Cara latihan ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pengembangan paru sedangkan
batuk dapat menjadi kotraindikasi pada bedah intrakranial, mata, telinga, hidung, dan tenggorokan
karena dapat meningkatkan tekanan, merusak jaringan, dan melepaskan jahitan. Pernapasan yang
dianjurkan adalah pernapasan diafragma, dengan cara seperti di bawah ini:
(1) Atur posisi tidur semi fowler, lutut dilipat untuk mengembangkan thorak.
(2) Tempatkan tangan di atas perut.
(3) Tarik napas perlahan-lahan melalui hidung, biarkan dada mengembang.
(4) Tahan napas selama 3 detik.
(5) Keluarkan napas dengan mulut yang dimoncongkan.
(6) Tarik napas dan keluarkan kembali, lakukan hal yang sama hingga 3 kali, setelah napas terakhir,
batukkan untuk mengeluarkan lendir.
(7) Istirahat.
5) Latihan Kaki
Latihan ini dapat dilakukan untuk mencegah dampak tromboplebitis. Latihan kaki yang
dianjurkan antara lain latihan memompa otot, latihan quadrisep, dan latihan mengencangkan glutea.
Latihan otot dapat dilakukan dengan mengontraksikan otot betis dan paha, kemudian istirahatkan otot
kaki, dan ulangi hingga 10 kali. Latihan quadrisep dapat dilakukan dengan cara membengkokkan
lutut kaki rata pada tempat tidur, kemudian meluruskan kaki pada tempat tidur, mcngangkat tumit,
melipat lutut rata pada tempat tidur, dan ulangi hingga 5 kali. Latihan mengencangkan glutea dapat
dilakukan dengan cara menekan otot pantat, kemudian coba gerakkan kaki ke tepi tempat tidur, lalu
istirahat dan ulangi scbanyak 5 kali.
6) Latihan Mobilitas
Latihan mobilitas dilakukan untuk mencegah komplikasi sirkulasi, mcncegah dekubitus,
merangsang peristaltik scrta mengurangi adanya nyeri. Untuk melakukan latihan mobilitas, pasien
harus mampu menggunakan alat di tcmpat tidur, seperti menggunakan penghalang agar bisa memutar
badan, mclatih duduk di sisi tempat tidur atau dengan cara menggeser pasien ke sisi tcmpat tidur,
melatih duduk diawali tidur fowler, kemudian duduk tegak dengan kaki menggantung di sisi tempat
tidur.
7) Pencegahan Cedera
Untuk mengatasi risiko terjadinya cedera, tindakan yang pcrlu dilakukan sebelum pelaksanaan
bedah adalah:
(1) Cek identitas pasien.
(2) Lepaskan perhiasan pada pasien yang dapat mengganggu, misalnya cincin, gelang, dan Lain-lain.
(3) Bersihkan cat kuku untuk memudahkan penilaian sirkulasi.
(4) Lepaskan lensa kontak.
(5) Lepaskan protesa.
(6) Alat bantu pendengaran dapat digunakan jika pasien tidak dapat mendengar.
(7) Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kencing.
(8) Gunakan kaos kaki antiemboli bila pasien berisiko mengalami tromboplebitis.
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
Menurut Hidayat (2008 : 165), evaluasi terhadap masalah prabedah secara umum dapat
dinilai dari adanya kemampuan dalarri memahami masalah atau kemungkinan yang terjadi pada intra
dan pascabedah. Tidak ada tanda kecemasan, ketakutan, serta tidak ditemukannya risiko komplikasi
pada infeksi atau cedera lainnya.
2.3 Kerangka Konsep
Menurut Hidayat (2008 : 12), kerangka konsep merupakan justifikasi ilmiah terhadap
penelitian yang dilakukan dan memberi landasan kuat terhadap topik yang dipilih sesuai dengan
identifikasi masalah.
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Berbagai Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan.: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
: Berpengaruh
: Berhubungan
Keterangan :
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan proses pengolahan data pada penelitian yang
dilaksanakan pada 04 Mei-07 Juli 2010 di Ruang D (Bedah Pria) RSUD Dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya dengan 30 responden diperoleh kesimpulan bahwa sebagian besar
responden mengalami kecemasan sedang dan sebagian kecil mengalami kecemasan berat mengenai
pre operatif hal ini terjadi karena manifestasi yang terjadi bergantung pada kematangan pribadi,
pemahaman dalam menghadapi ketegangan, harga diri, dan mekanisme koping yang digunakannya.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Tempat penelitian
Hendaknya perawat khususnya ruang D memberikan asuhan keperawatan tidak hanya berfokus
pada tindakan terapi fisik tetapi terapi psikis dan penjelasan terhadap semua tindakan keperawatan
yang akan diberikan pada pasien. Serta masukan kepada perawat ruangan agar dapat membantu
pasien mengatasi kecemasannya menjelang operasi dengan menggunakan komunikasi terapeutik.
45
5.2.2 Bagi penelitian selanjutnya
Penelitian selanjutnya hendaknya menggali lebih dalam lagi gambaran atau faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi tingkat kecemasan pasien pre operatif.
DAFTAR PUSTAKA
Andaners (2009). Konsep Cemas, Stress dan Adaptasi.http://andaners.wordpress. Com/2009/04/21/konsep-cemas-stress-dan-adaptasi/
Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik).Jakarta: Rineka Cipta.
Asmadi. (2009). Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi KebutuhanDasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.
Brockopp, Dorothy Young. (1999). Dasar-Dasar Riset Keperawatan Edisi 2. Jakarta. EGC.
Doengoes, Marilynn E. (2006). Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri Edisi 3.Jakarta: EGC.
Gruedemann, Barbara J. (2005). Buku Ajar Keperawatan Peroperatif, Vol. 1 Prinsip.Jakarta: EGC.
Hidayat, A. Azis Alimul. (2008). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
___________________. (2008). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Apliklasi Konsep dan Proses Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat, A. Azis Alimul. (2009). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika.
Isaac, Ann. (2004). Panduan Belajar Keperawatan Kesehatan dan Psikiatrik Edisi 3. Jakarta: EGC.
Nazir, Moh. (2005). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta.: Salemba Medika.
Paryanto (2009). Skripsi Perbedaan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operatif Selama Menunggu Jan Operasi Antara Ruang Rawat Inap Dengan Ruang Persiapan Operasi Rumah Sakit Ortopedi Surakarta. Universitas Muhammadiyah. Surakarta. http://etd.eprints.ums.ac.id/4455/1/J210070104.pdf diakses 10 Maret 2010.
Rasmun. (2004). Stress, Koping dan Adaptasi Teori dan Pohon Masalah Keperawatan Edisi Pertama. Jakarta: Sagung Seto.
Somantri, Ating. (2006). Aplikasi Statistika Dalam Penelitian. Bandung: Pustaka Setia.
Stuart. Gail Wiscarz. (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta.: EGC.
Tomb, David A. 2003. Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. Jakarta: EGC.