Proposal Kitosan Larut Air
-
Upload
mutiasariwardana -
Category
Documents
-
view
122 -
download
11
Transcript of Proposal Kitosan Larut Air
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia yang mempunyai sifat suka dengan keindahan, menjadikan rambut
sebagai penunjang penampilan seseorang. Bahkan ada ungkapan yang menunjukkan
betapa pentingnya rambut bagi penampilan seseorang, yaitu rambut adalah mahkota
kecantikan seseorang. Manusia berusaha untuk menjaga kesehatan rambut dari
kerusakan ataupun kerontokan (Dalimartha & Soedibyo, 1999). Kerontokan rambut
adalah kehilangan rambut berkisar lebih dari 100 helai perhari dan bila kerontokan ini
berlanjut dapat menyebabkan alopecia (kebotakan) (Brown, Graham, &Tony, 2007).
Kerontokan rambut dapat dipengaruhi secara fisiologik dan patologik antara lain
status gizi, hormonal, pemakaian obat, stress dan lainnya (Soepardiman, 2002).
Kerontokan rambut ditandai dengan pemendekan fase anagen dan mengecilnya
ukuran folikel rambut (Park, Shin, & Ho, 2011).
Penggunaan obat tradisional dalam upaya pemeliharaan kesehatan dan
membantu mengatasi penyakit cenderung meningkat dari tahun ke tahun (BPOM,
2010). Minyak kelapa, minyak kemiri dan minyak cem-ceman telah digunakan secara
turun-temurun dalam mengatasi kerontokan rambut, tetapi mekanisme kerjanya
belum jelas (Komiarsih, 2003). Panax ginseng C.A. Meyer atau ginseng telah lama
digunakan sebagai obat tradisional di banyak negara Asia untuk kerontokan rambut
(Matsuda et al., 2003). Selain itu, Panax ginseng telah banyak ditambahkan pada
produk perawatan rambut yang aman (Park, Shin, & Ho, 2011). Salah satu kandungan
ginseng adalah ginsenosida Rb1 yang termasuk ke dalam golongan saponin
triterpenoid yang telah diidentifikasi sebagai senyawa paling aktif terkait dalam
mengatasi kerontokan rambut. Ginsenosida Rb1 menunjukkan efek menstimulasi
proliferasi pada dermal papilla rambut yang merupakan parameter dalam
pertumbuhan rambut (Choi et al., 2007). Oleh karena itu, rute pemberian menjadi
salah satu faktor yang perlu diperhatikan untuk dapat mengoptimalkan kerja dari
ginsenosida dalam mengatasi kerontokan rambut. Untuk mencapai dermal papilla
maka ginsenosida harus masuk melalui folikel rambut yang dikenal dengan rute
transfolikular (Asmara et al., 2012). Ukuran partikel menjadi hal penting bagi suatu
zat aktif untuk melalui folikel rambut yang mempunyai barier yaitu stratum korneum
(Wosicka & Cal, 2010). Dengan demikian, perlu dilakukannya modifikasi fisik
ginsenosida meliputi perubahan ukuran partikel yang mengarah ke bentuk
nanopartikel (Wahyono, 2010).
Pada beberapa dekade terakhir ini penggunaan nanopartikel meluas termasuk
dalam bidang pengobatan, baik dalam sediaan oral, parenteral, maupun topikal.
Nanopartikel memiliki kemampuan untuk menembus folikel rambut dan lapisan
epidermis (Baroli et al, 2007). Bahan aktif yang masuk ke dalam folikel rambut akan
berpartisipasi dan selanjutnya berdifusi ke dalam sebum yang terdapat didalam folikel
rambut hingga mencapai epitel pada bagian dalam folikel dan kemudian berdifusi
menembus folikel. Selain itu dengan nanopartikel dapat mempertahankan sepuluh
kali lebih lama keberadaan bahan aktif di dalam folikel rambut dibandingkan terapi
stratum korneum (Asmara et al., 2012).
Pembentuk nanopartikel yang banyak digunakan adalah kitosan. Kitosan
memiliki sifat biodegradabel, biokompatibel, dan tidak toksik. Selain itu kitosan
memiliki kemampuan dalam mengontrol pengeluaran zat aktif, tidak perlu
menggunakan pelarut organik karena kitosan larut di dalam asam. Untuk membentuk
nanopartikel kitosan, bahan yang digunakan adalah kitosan, tripolifosfat (TPP), dan
surfaktan (Wahyono, 2010). Penambahan TPP bertujuan untuk membentuk silang
ionik antara molekul kitosan sehingga dapat digunakan sebagai bahan penguat (Mi et
al., 1999). Meskipun kitosan memiliki keunggulan sebagai biomaterial, kitosan tidak
sepenuhnya larut dalam air melainkan larut terhadap asam. Kelarutan kitosan dalam
asam dapat membatasi penggunaan kitosan sebagai pembawa atau barier terhadap zat
aktif yang tidak stabil didalam asam. Dengan mempertimbangkan stabilitas
ginsenosida dalam pembentukan nanopartikel ginsenosida dengan pembawa kitosan-
tripolifosfat yang mana telah diteliti oleh Shibata (2001) pada penambahan asam
klorida pada total ginsenosida pada ekstrak ginseng akan menghidrolisis ginsenosida
menjadi panaksa-diol dan triol maka penelitian ini digunakan kitosan larut air.
Kitosan larut air mudah larut dalam larutan netral (air). Kelebihan kitosan larut air
adalah kemudahan dalam modifikasi sebagai pembawa atau barier (Zhang et al.,
2010).
Pada penelitian ini akan dibuat nanopartikel ginsenosida dari ekstrak ginseng
dengan pembawa kitosan yang disambung silang dengan tripolifosfat dengan tujuan
agar ginsenosida mencapai tujuan target yaitu dermal papila dan dalam upaya untuk
mengatur pelepasan ginsenosida yang terdapat didalam pembawa kitosan-
tripolifosfat. Nanopartikel ini dibuat dengan metode sambung silang, dimana amin
pada kitosan yang bersifat kationik akan membentuk ikatan silang dengan anionik
yang terdapat pada tripolifosfat.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana karakteristik nanopartikel ginsenosida dari ekstrak ginseng dengan
pembawa kitosan-tripolifosfat yang meliputi:
a. Ukuran partikel
b. Efisiensi enkapsulasi
1.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui karakteristik nanopartikel ginsenosida dari ekstrak ginseng
dengan pembawa kitosan-tripolifosfat yang meliputi ukuran partikel dan efisiensi
enkapsulasi.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang
karakteristik nanopartikel ginsenosida dari ekstrak ginseng dengan pembawa kitosan-
tripolifosfat yang meliputi ukuran partikel dan efisiensi enkapsulasi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ginseng
[Sumber: Arpia et al., 2007)
Gambar 1. Panax ginseng
Ginseng diklasifikasikan sebagai berikut (T. Lakshmi, Roy, & R.V, 2011)
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Angiospermae
Kelas : Asterid
Ordo : Apiales
Famili : Araliaceae
Genus : Panax
Spesies : Panax ginseng L.
Kata ginseng dari bahasa Cina yaitu jen dan shen. Jen berarti manusia, kata
ini dipakai karena bentuk akar ginseng menyerupai bentuk tubuh manusia. Shen
berarti akar, akar merupakan bagian paling penting dan berguna. Akar ginseng yang
masih muda bentuknya menyerupai bagian tubuh manusia, seperti tangan dan kaki
dan kadang-kadang seperti organ reproduksi manusia (Moramarco, 1998).
Ginseng mengandung dua bahan aktif, yakni fitokimia dan nutrien. Fitokimia
berupa betasitosterol, kampesterol, kariofilen, asam sinamik, escin, asam ferulik,
asam fumarik, ginsenosides, kaempferol, asam oleanolik, asam panasik, saponin,
stigmasterol, asam vanilik. Nutrien yang dikandung adalah kalsium, serat, folat, zat
besi, magnesium, mangan, fosfor, potassium, silikon, zink, vitamin B1, B2, B3, B5,
dan C. Ginsenosida merupakan elemen terpenting dari tanaman ginseng yang berguna
bagi kesehatan (Samuel, 2000). Ginseng mengandung komponen serta kandungan
kimia seperti lemak, protein, fenolik, vitamin, karbohidrat (Mazza & Oomah, 2000).
Komponen utama aktif dari Panax ginseng adalah 30 saponin triterpenoid
yang berbeda, atau disebut juga sebagai ginsenosida, yang bervariasi dari spesies
yang berbeda dari ginseng. Berdasarkan struktur dammarane, lebih dari empat puluh
ginsenosida telah diidentifikasi dan salah satunya adalah ginsenosida Ro, yang
berasal dari asam olenoat. Saponin dammarane adalah turunan dari protopanaksadiol
atau protopanaksatriol. Secara umum ekstrak ginseng biasanya mengandung
ginsenosida. 6 Ginsenosida terbanyak yang telah diidentifikasi (Rb1, Re, Rc, Rd, Rb2,
dan Rg1) yang merupakan standar dari produk ginseng (Khalid, Akhtar, & Tahir,
2012).
2.1.1 Ginsenosida
(a) (b)
Gambar 2. (a)Struktur umum ginsenosida (b) ginsenosida Rb1 (Popovich, Yeo, & Zhang, 2012; Kim et al., 2011)
Ginsenosida Rb1 adalah saponin yang merupakan salah satu komponen dari
ekstrak ginseng yang telah tercatat sebagai senyawa paling aktif yang berhubungan
dengan penumbuh rambut dalam pengobatan tradisional (Choi et al., 2007). Total
saponin pada Panax ginseng memiliki efek merangsang folikel rambut menggunakan
organ yang telah dikulturasi. Folikel rambut manusia dan folikel vibrissa tikus diobati
dengan total saponin pada Panax ginseng akan meningkatkan penyerapan sistein.
Sistein adalah komponen utama dari batang rambut yang kaya filamen keratin. Total
saponin juga menunjukkan efek menstimulasi proliferasi pada dermal papila rambut
manusia yang dikultur secara in vitro. Dermal papilla merupakan turunan dari sel
mesenkim yang berperan pada regulasi dalam menentukan jenis rambut yang
diproduksi. Morfologi dari dermal papila dapat berubah melalui siklus pertumbuhan
rambut, fase pertumbuhan (anagen), dan fase istirahat (telogen). Hal ini diakibatkan
oleh perubahan jumlah sel dan jumlah dari extracellular matrix (ECM) dalam dermal
papilla. Dengan demikian proliferasi dari dermal papila dianggap salah satu
parameter penting dalam pertumbuhan rambut (Choi et al., 2007).
2.2 Rambut
Rambut termasuk salah satu dari adneksa kulit yang tumbuh berasal dari kulit.
Rambut tumbuh dari akar rambut yang ada di dalam lapisan dermis kulit dan melalui
saluran folikel rambut keluar dari kulit. Bagian rambut yang keluar dari kulit
dinamakan batang rambut (Iswari et al., 2007).
[Sumber: Gawkrodger, 2002]Gambar 3. Anatomi kulit
2.2.1 Folikel dan Perkembangan Rambut
Folikel rambut merupakan selubung yang terdiri atas sarung jaringan ikat di
bagian luar (sarung akar asal dermis) yang berasal dari dermis dan sarung akar asal
epitel di bagian dalam yang berasal dari epidermis. Sarung asal epitel terbagi menjadi
dua yaitu lapis dalam dan luar. Mengarah ke ujungnya, folikel mengembung
membentuk bulbus rambut tempat akar rambut dan selubungnya menyatu sebagai
massa sel-sel primitif yang disebut matrix. Dasar bulbus didesak oleh jaringan ikat
papilla dan yang berhubungan papilla tempat persatuan antara akar rambut dan
selubungnya. Papila rambut, walaupun jauh lebih besar, strukturnya sama dengan
papilla dermis yang lain dan mengandung serat jaringan ikat halus, unsur sel dan kaya
akan pembuluh darah serta saraf (Lesson T, Lesson C, & Paparo, 1990).
Struktur di dalam kulit yang dapat menumbuhkan rambut disebut folikel
rambut. Rambut mulai tumbuh pada pangkal folikel rambut (hair bulb) sebagai hasil
keratinisasi dari sel-sel epitelial. Sel-sel tersebut terdorong keluar permukaan
dikarenakan mitosis yang terjadi pada sel germinal matriks (hair bulb epithelium)
(Paulsen, 1980).
Pada kehamilan lima atau enam bulan, fetus bayi telah ditumbuhi dengan
rambut-rambut halus (lanugo). Kemudian setelah bayi lahir, hampir seluruh lanugo
tersebut rontok kecuali pada kulit kepala, alis dan bulu mata. Beberapa bulan setelah
kelahiran, keberadaan lanugo digantikan oleh rambut-rambut terminal; tubuh ditutupi
dengan lapisan rambut-rambut halus dan pendek yang disebut vellus. Pada masa
pubertas, vellus digantikan dengan rambut-rambut terminal tumbuh pada axial dan
pubis, wajah, dan meluas pada bagian tubuh lainnya. Sedangkan pada wanita,
umumnya hanya pada bagian axial dan pubis (Paulsen, 1980).
Gambar 4. Anatomi rambut (Gawkrodger, 2002)
2.2.2 Folikel dan Struktur Rambut
Folikel rambut berada diantara hipodermis atau dermis hingga ke permukaan
dalam kulit. Pangkal folikel rambut (hair bulb) terdiri atas sel epitelial (germinal
matriks). Sel tersebut menyelubungi dermal papila yang dilalui syaraf dan pembuluh
darah. Sel-sel yang berasal dari germinal matriks mengalami keratinisasi membentuk
lapisan-lapisan konsentris batang rambut yang bergerak memanjang hingga ke
permukaan kulit (Paulsen, 1980).
Struktur rambut umumnya dibedakan atas 3 bagian yang terdiri atas (Paulsen,
1980) :
a. Germinal matriks
Pengelompokkan sel-sel epitelial pada dermal papila dibagi menjadi 4 daerah,
walaupun dalam hal pembagiannya belum diketahui secara jelas. Daerah
terdekat dengan dermal papila meyerupai stratum basal epidermis dalam
struktur dan fungsi. Daerah tersebut mengandung sel-sel epidermal dan
melanosit yang berfungsi sebagai pemberi warna pada rambut. Lapisan
germinal matriks perlahan berkembang menjadi sel keratin sederhana
membentuk medula pada batang rambut dan 3 daerah sel epitelial lainnya.
Pada dasar hair bulb, lapisan germinal matriks tumbuh terus-menerus karena
selubung akar eksternal mengelilingi seluruh bulb dan rambut. Setelah dekat
dengan permukaan kulit, lapisan germinal ini tumbuh terus karena aktivitas
dari stratum basal. Sel-sel yang berada pada lapisan selanjutnya membentuk
kutikula rambut dan hampir semua lapisan sekeliling germinal matriks
membentuk sel-sel keratin selubung dalam akar rambut.
b. Lapisan Batang rambut
Batang rambut adalah bagian yang menjulur keluar dari permukaan kulit.
Batang rambut terdiri dari 3 lapisan konsentris yang dibentuk dari germinal
matriks, 3 lapisan tersebut yaitu : (Paulsen, 1980)
1. Kutikula
Kutikula merupakan bagian terluar dari lapisan batang rambut yang terdiri
dari sel-sel pipih berupa sisik kecil tersusun seperti genting dan
mengandung pigmen. Selama lapisan kutikula ini berhubungan dengan
pangkal folikel rambut (hair bulb), maka batang rambut tumbuh dengan
baik, meninggi, kemudian menjadi batang rambut yang memadat yang
disertai dengan sel-sel keratin didalamnya. Akhirnya, sel-sel kertain
tersebut keras, membentuk kutikula kembali yang menyirip seperti genting
dan menutup permukaan luar rambut.
2. Korteks
Korteks merupakan lapisan tengah rambut yang mengandung pigmen,
tersusun dari serat-serat sehingga rambut mudah dilenturkan. Korteks
mengelilingi medulla dan kemudian membentuk beberapa lapisan sel-sel
keratin poligonal yang sempurna.
3. Medula
Medula merupakan lapisan rambut yang paling dalam dan terdiri dari 2-4
barisan sel-sel kubus atau poligonal yang termodifikasi, sel-sel ini
mengandung keratohialin, butir lemak, rongga-rongga udara dan pigmen.
Medula membentuk batang inti yang tipis, yang kemudian membentuk
keratin sederhana dan sel-sel vakuola.
c. Selubung Akar Rambut
Akar rambut adalah seluruh bagian rambut yang terbenam dalam kulit,
akar rambut ini diselubungi oleh kantong yang disebut folikel. Pada dasar
folikel terdapat dermal papila yang terdiri dari jaringan-jaringan penghubung
dan dari sinilah dimulainya pertumbuhan rambut baru. Selama folikel rambut
sehat dan berhubungan dengan dermal papila, rambut baru akan tumbuh
(Paulsen, 1980). Folikel tidak tegak lurus pada permukaan kulit, tapi
membentuk sudut sehingga bagian rambut di permukaan tumbuh merebah ke
satu arah (Paulsen, 1980).
Selubung konsentris yang mengelilingi rambut diantara area pangkal
folikel (bulb) dan permukaan dalam kulit dapat dibedakan menjadi 4 lapisan,
yaitu (Palusen, 1980) :
1. Selubung akar bagian dalam (Internal root sheath)
Selubung akar ini merupakan lapisan yang paling dekat dengan batang
rambut. Lapisan tersebut memanjang dari bagian pangkal folikel (bulb)
sampai ke bagian kelenjar keringat. Dalam hal ini keratin yang kurang
keras mengisi follicular canal. Terdapat 3 lapisan komponen yang terdiri
atas : kutikula selubung akar bagian dalam (cuticule of the internal root
sheath) yaitu lapisan sel pendek yang terpisah dari kutikula rambut karena
adanya follicular canal; lapisan tengah yaitu huxley’s layer yang terdiri
dari satu sampai tiga lapisan sel cuboidal; dan lapisan terluar adalah
henley’s layer tembus cahaya yang menyerupai stratum lusidum pada
epidermis.
2. Selubung akar bagian luar (external root sheath)
Selubung ini mengelilingi selubung dalam akar yang tumbuh terus-
menerus pada epidermis. Di atas kelenjar keringat, lapisan ini meliputi
semua lapisan epidermal. Pada bagian bawah kelenjar keringat, lapisan ini
meliputi granulosum, spinosum dan basal. Granulosum menghilang pada
dasar folikel, spinosum dan basale berubah secara terus-menerus
bersamaan dengan lapisan germinal matriks.
3. Membran kaca (glossy membrane)
Membran ini merupakan lapisan tebal yang merupakan dasar dari stratum
basal selubung luar akar dan memisah dari jaringan lapisan penghubung.
4. Jaringan lapisan penghubung (connective tissue sheath)
Jaringan lapisan penghubung merupakan sebuah lapisan yang mengelilingi
seluruh folikel rambut dan membentuk lapisan penghubung terhadap
dermal papila yang telah terpisah.
2.2.3 Pertumbuhan Rambut
Rambut tumbuh tidak terus-menerus, melainkan berdasarkan periode waktu
siklus rambut fase pertumbuhan dan fase istirahat. Pada fase pertumbuhan, sel-sel
dalam lapisan germinal matrix mengalami proliferasi dan diferensiasi sehingga
rambut menjadi bertambah panjang. Sedangkan pada fase istirahat, germinal matriks
dalam keadaan tidak aktif dan terhenti. Rambut mengalami pelepasan dari bulb,
bergerak ke atas dan selubung akar bagian luar seperti menarik ke arah permukaan.
Akhirnya, terjadi pelepasan rambut (Paulsen, 1980).
Selama fase pertumbuhan berikutnya, bagian terbawah dari selubung akar
bagian luar tumbuh kembali ke arah bawah, dan kemudian membentuk germinal
matriks yang baru dari dermal papila yang sebelumnya atau dari dermal papila yang
baru. Kemudian pembentukan hair bulb yang baru yang diikuti dengan proses
proliferasi dan diferensiasi sehingga tumbuh rambut yang baru. Siklus pertumbuhan
rambut pada seluruh bagian tubuh tidak sama. Melainkan, terjadi pada suatu daerah
kecil yang disebut pertumbuhan mosaik. Beberapa hormon, khusunya androgen,
mempengaruhi distribusi dan kecepatan pertumbuhan rambut. Pertumbuhan rambut
terus berlangsung sampai mencapai panjang tertentu dimana panjang yang dicapai
tiap-tiap daerah pertumbuhan rambut berbeda. Setelah panjang maksimal tercapai,
rambut akan lepas dan digantikan oleh rambut yang baru (Paulsen, 1980).
2.2.4 Siklus Rambut
Kecepatan pertumbuhan rambut di kulit kepala tidak seragam di sepanjang
usia. Rambut akan tumbuh sekitar 1/3 milimeter setiap hari atau 1 cm per bulan.
Rambut baru akan tumbuh terus secara aktif, tetapi pada suatu saat pertumbuhan itu
akan berhenti, istirahat sebentar, dan rambut lama akan rontok, digantikan rambut
baru yang telah disiapkan oleh papil rambut yang sama (Iswari & Latifah, 2007).
Fase rambut tumbuh disebut fase anagen, lamanya atara 2-5 tahun, dengan
rata-rata 3,5 tahun (1.000 hari). Tetapi pada keadaan-keadaan tertentu atau dengan
perawatan yang baik, fase anagen dapat diperpanjang. Fase istirahat yang disebut fase
katagen (pendek), yaitu hanya beberapa minggu. Sedangkan fase kerontokan atau
fase telogen berlangsung kurang lebih selama 100 hari (Iswari & Latifah, 2007).
Selama fase istirahat (katagen), rambut berhenti tumbuh, umbi rambut
mengkerut dan menjauhkan diri dari papilla rambut, membentuk bonggol rambut atau
rambut gada (club hair), tetapi rambut belum rontok. Sementara itu, papilla mulai
membentuk rambut baru. Ketika rambut baru sudah cukup panjang dan akan keluar
dari kulit, rambut lama terdesak dan rontok (Iswari & Latifah, 2007).
Folikel rambut memiliki siklus fase pertumbuhan rambut yang lama tiap
fasenya tergantung dari tempat tumbuh rambut tersebut, umur, nutrisi, hormon, dan
fisiologi serta faktor patologi. Siklus rambut tersebut dibagi menjadi 3 fase yang
diantaranya adalah (Happle, 2000):
a. Fase Anagen
Selama fase anagen disebut juga fase aktif atau fase pertumbuhan,
pada fase ini folikel berada di bagian dermis kulit dimana keadaan sel-sel
matriks, lapisan batang rambut (medula, korteks, kutikula) dan selubung akar
rambut bagian dalam (kutikula, Huxley layer;s, Henle’s layer) dalam keadaan
aktif.
b. Fase Katagen
Fase katagen merupakan fase disaat folikel rambut diubah dari
keadaan aktif pada fase pertumbuhan ke fase istirahat. Selama fase katagen,
folikel rambut mengalami perubahan morfologi dan fungsi. Pertumbuhan
folikel berada pada lapisan kulit dermis yang mengalami penyusutan sekitar
sepertiga dari panjangnya, sehingga struktur pertumbuhan rambut dieliminasi
menjadi struktur baru berupa folikel rambut fase istirahat.
c. Fase Telogen
Selama fase telogen atau disebut juga fase istirahat, folikel rambut
telah berada pada tahapan akhir yang stabil. Struktur rambut fase istirahat
sangat berbeda sekali dari struktur rambut fase pertumbuhan. Struktur dan
lapisan sel pada fase pertumbuhan seperti matriks, selubung akar rambut
bagian dalam, selubung akar rambut bagian luar dan kutikula rambut
berkurang, dermal papila cenderung membentuk bulb yang terletak di bawah
kapsul-kapsul germs cell. Panjang rambut fase istirahat sekitar setengah
sampai sepertiganya dari panjang rambut fase pertumbuhan.
Gambar 5. Siklus Pertumbuhan Rambut (Cotsarelis et al., 2001)
2.2.5 Komposisi Rambut
Rambut adalah hasil pertumbuhan dari sel-sel epidermis dimana rambut terdiri
atas struktur tipis yang bertanduk dengan warna dan ukuran yang berbeda-beda,
namun pada umumnya rambut tersebut tersusun atas komponen-komponen rambut,
yaitu (Paulsen, 1980):
a. Keratin
Keratin adalah zat tanduk yang tersusun oleh sel-sel yang telah mati. Keratin
terdiri dari asam-asam amino dengan sistein sebagai komponen dengan
jumlah terbanyak.
b. Sulfur
Sulfur terdapat sebagai residu dari sistein dalam lapisan tanduk. Kedua zat ini
memegang peranan dalam proses keratinisasi.
c. Air
Kondisi air merupakan hal yang penting dalam hubungannya dengan sifat
fisik dan penampilan rambut. Rambut bersifat higroskopis, beratnya
meningkat 12-18% bila air meresap ke dalamnya. Proses absorbsinya sangat
cepat.
d. Lemak
Lemak rambut meningkat setelah masa pubertas baik pada wanita maupun
pria, lemak menurun dengan bertambahnya usia pada wanita tetapi tidak pada
pria. Lemak rambut juga berbeda jumlahnya berdasarkan ras bangsa.
e. Zat-zat lain
Rambut juga mengandung zat-zat lain seperti; ammonia, logam, alkali, logam
alkali tanah dan logam berat.
2.2.6 Kerontokan Rambut
Kerontokan rambut adalah kehilangan rambut terminal dalam bentuk apapun
dan dimanapun asal mula terjadinya yang berkisar lebih dari 100 helai per hari. Dapat
terjadi difus atau lokal. Bila kerontokan ini berlanjut dapat terjadi alopecia
(kebotakan) (Brown, 2007).
Tipe kerontokan rambut terbanyak adalah kerontokan rambut telogen (telogen
efluvium), dimana rambut yang berada pada fase anagen berubah secara prematur
manjadi fase telogen sehingga terjadi peningkatan jumlah rambut telogen yang rontok
sekitar dua sampai tiga bulan kemudian (Harrison et al., 2009).
2.3 Jalur Transfolikular
Bahan aktif yang masuk ke dalam folikel rambut akan berpartisipasi dan
selanjutnya berdifusi ke dalam sebum yang terdapat di dalam folikel rambut hingga
mencapai lapisan epitel pada bagian dalam folikel dan kemudian berdifusi menembus
epitel folikel hingga mencapai lapisan epidermis (Asmara et al., 2012).
Untuk mengetahui adanya penyerapan obat melalui jalur ini, digunakan
kombinasi teknik tape stripping dan cyanoacrylate surface biopsy. Dengan
menggunakan kombinasi teknik tersebut, kadar suatu zat di dalam folikel rambut
setelah diaplikasikan pada kulit dapat ditentukan (Asmara et al., 2012).
2.4 Nanopartikel
Nanopartikel merupakan suatu teknik penyalutan bahan yang ukurannya
sangat kecil, dengan diameter rata-rata 50-200 nm (Baroli et al., 2007). Nanopartikel
didefinisikan sebagai suatu padatan pengantar obat yang berukuran submikron
(nano), dapat bersifat biodegradabel (Reis et al., 2006). Penelitian nanopartikel
sedang berkembang pesat karena dapat diaplikasikan secara luas seperti dalam bidang
lingkungan, elektronik, optis, dan biomedis (Jain, 2008).
Keuntungan penggunaan nanopartikel sebagai sistem pengantaran terkendali
obat ialah ukuran dan karakterisktik permukaan nanopartikel mudah dimanipulasi
untuk mencapai target pengobatan. Nanopartikel juga mengatur dan memperpanjang
pelepasan obat selama proses transpor ke sasaran, dan obat dapat dimasukkan ke
dalam sistem peredaran darah dan dibawa oleh darah menuju target pengobatan
(Mohanraj & Chen, 2006). Dibandingkan mikropartikel, nanopartikel memiliki
kelebihan yaitu daya serap intraseluler yang relatif tinggi. Ukuran nanometer mampu
melewati biological barrier (Reis et al., 2005).
Permukaan nanopartikel menjadi pertimbangan yang sangat penting dalam
mencapai target pengobatan. Sebenarnya dalam aliran darah, umumnya nanopartikel
konvensional (tanpa modifikasi permukaan) dan partikel-partikel bermuatan negatif
dengan cepat akan dibersihkan oleh makrofage. Modifikasi permukaan pada sistem
nanopartikulat dengan menggunakan polimer hidrofilik adalah cara yang sangat
umum untuk mengontrol proses opsonisasi dan meningkatkan sifat permukaan
sistem, atau dengan modifikasi penyalutan. Modifikasi penyalutan dapat dilakukan
dengan penempelan senyawa polimer seperti polyethylene glycol (PEG) (Reis et al.,
2005).
Menurut Mohanraj dan Chen (2006), nanopartikel terbagi dua berdasarkan
bentuk permukaannya yaitu nanosfer dan nanokapsul. Nanosfer adalah sistem yang
memiliki tipe struktur matriks. Pada sistem nanosfer, suatu bahan tersebar secara
fisik dan merata yang kemudian diserap oleh permukaan penyalut. Nanokapsul
adalah sistem vesikular, suatu bahan pada rongga yang terdiri dari inti dikelilingi oleh
membran polimer. Suatu bahan aktif dapat berada di dalam inti (nanokapsul) dan juga
teradsorpsi di sekeliling permukaan (nanosfer).
Dua sifat istimewa nanokapsul adalah dapat melindungi atau mengisolasi zat
inti dari pengaruh lingkungan luar dan melepaskannya dengan pola terkontrol.
Penggunaan nanokapsul pada pangan dapat membantu penyerapan zat gizi yang
lebih baik. Nanokapsul dapat mengurangi rasa dan bau yang kurang menyenangkan
dari bahan pangan. Nanoteknologi memungkinkan dibuatnya lapisan tipis untuk
melindungi makanan (Reis et al., 2006).
Ada dua metode yang dapat digunakan dalam sintesis nanomaterial, yaitu
secara top down dan bottom up. Top down merupakan pembuatan struktur nano
dengan memperkecil material yang besar, sedangkan bottom up merupakan cara
merangkai atom atau molekul dengan menggabungkannya melalui reaksi kimia untuk
membentuk nanopartikel. Metode yang digunakan pada proses top down antara lain,
Pearl/Ball Milling, High Pressure Homogenization, Lithography/etching. Sedangkan
proses bottom up yaitu dengan menggunakan teknik sol-gel, presipitasi kimia, dan
aglomerasi fasa gas (Raval & Patel, 2011).
Teknik penyiapan nanopartikel kitosan dikembangkan dengan 4 metode
antara lain : gelasi ionik, mikroemulsi, difusi emulsifikasi pelarut, kompleks
polielektrolit (Sailaja, Amareshwar, & Chakravarty, 2010).
2.5 Gelasi Ionik
Pembentukan nanopartikel dengan teknik gelasi ionik pertama diperkenalkan
oleh Calvo et al. dan telah diuji dan dikembangkan secara luas. Mekanisme
pembentukan nanopartikel kitosan didasarkan dengan interaksi elektrostatik antara
amin dari kitosan dan muatan negatif dari polianion seperti tripolifosfat. Teknik ini
sangat sederhana dan metode penyiapan dengan lingkungan yang mengandung air.
Kitosan dapat dilarutkan dengan asam asetat atau dengan adanya zat penstabil, seperti
poloxamer, yang bisa ditambahkan pada larutan kitosan sebelum dan setelah
penambahan polianion. Polianion atau polimer anionik kemudian ditambahkan dan
terbentuk nanopartikel secara spontan dengan pengadukan magnetic stirrer pada suhu
kamar (Sailaja, Amareshwar, & Chakravarty, 2010).
2.6 Kitosan
Kitosan merupakan senyawa berbobot molekul besar yang memiliki rantai
polisakarida β(1-4)-2-amino-2-deoksi-D-glukosa dengan rumus kimia (C6H11NO4)n.
Gugus amino menggantikan –OH pada atom C2 (Muzzarelli et al., 1997). Kitosan
diperoleh dari limbah perikanan seperti kulit udang, kepiting, rajungan, dan lain-lain.
Kitosan diketahui memiliki sifat yang istimewa yaitu biokompatibel, biodegradabel,
dan non toksik, sehingga merupakan biomaterial yang menarik dikarenakan memiliki
kemampuan sebagai bahan pembawa obat dan dapat dimodifikasi (Dong-Gon, 2006).
Gambar 6. Struktur Kitosan (Zhigang, 2007)
Kitosan merupakan bahan yang tidak berbau, berupa serbuk atau serpihan
berwarna krim sampai putih. Kitosan merupakan polisakarida yang terdiri dari
kopolimer glukosamin dan N-asetil glukosamin. Derajat deasetilasi yang penting
untuk mendapatkan kelarutan produk yang baik adalah sekitar 80-85%. Kitosan
secara komersial terdapat dalam berbagai tipe dan grade dengan beragam berat
molekul ( antara 10.000 sampai 1.000.000), beragam derajat deasetilasi dan viskositas
(Rowe et al., 2009).
Kitosan larut dalam sebagian besar larutan asam organik pada pH kurang dari
6,5 seperti formiat, asetat, tartarat, dan asam sitrat serta tidak larut dalam asam fosfat
dan asam sulfat. Berat molekul dan derajat deasetilasi adalah faktor utama yang
mempengaruhi ukuran partikel, pembentukan partikel dan agregasi (Tiyaboonchai,
2003).
2.7 Tripolifosfat
Pembentukan ikatan silang ionik salah satunya dapat dilakukan dengan
menggunakan senyawa tripolifosfat. Penggunaan tripolifosfat untuk pembentukan gel
kitosan dapat meningkatkan mekanik dari gel yang terbentuk. Hal ini karena
tripolifosfat memiliki muatan negatif yang tinggi sehingga interaksi dengan
polikationik kitosan akan lebih besar (Shu & Zhu, 2002). Pembentukkan nanopartikel
hanya terjadi pada konsentrasi tertentu kitosan dan TPP. Peran TPP sebagai zat
pengikat silang akan memperkuat matriks nanopartikel kitosan (Yongmei & Yumin,
2003). Dengan semakin banyaknya ikatan silang yang terbentuk antara kitosan dan
TPP maka kekuatan mekanik matriks kitosan akan meningkat sehingga partikel
kitosan menjadi semakin kuat dan keras, serta semakin sulit untuk terpecah menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil (Wahyono, 2010).
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
3.1.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioavailability Bioequivalency
(PBB), Laboratorium Pharmacy Drug Research (PDR) Prodi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Laboratorium
Multiguna Prodi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Laboratorium Nanotech Indonesia Serpong.
3.1.2 Waktu Penelitian
Proses penelitian ini berlangsung selama April 2013 sampai Mei 2013.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Particle Size Analyzer (PSA), pengaduk magnetik, spuit, Spektrofotometer
UV-Vis, sentrifus, peralatan gelas, timbangan analitik.
3.2.2 Bahan
Ginsenosida dari ekstrak Panax ginseng (PT. Phyto Nutraceutical Inc-China),
ginsenosida standar, kitosan (PT. Biochitosan Indonesia), Natrium tripolifosfat
(Wako-Japan), tween 80 (PT. Brataco), aquadest.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Pembuatan Nanopartikel Ginsenosida dari Ekstrak Ginseng dengan Pembawa Kitosan-Tripolifosfat
Tabel 1. Formulasi Nanopartikel Ginsenosida
F1 F2 F3 F4
Konsentrasi
Kitosan0,1% 0,2% 0,3% 0,4%
Konsentrasi TPP 0,1% 0,1% 0,1% 0,1%
Konsentrasi Tween
800,1% 0,1% 0,1% 0,1%
Ginsenosida 10 mg/mL 10 mg/mL 10 mg/mL 10 mg/mL
1. Pembuatan Larutan Kitosan 0,1%, 0,2%, 0,3%, 0,4% dengan Volume 100 mL
Kitosan ditimbang masing-masing sebanyak 0,1 gram, 0,2 gram, 0,3 gram, 0,4
gram dengan menggunakan kaca arloji, kemudian kitosan dilarutkan ke dalam
gelas kimia yang berisi aquadest sebanyak 50 mL dan kemudian ditambahkan
aquadest sampai 100 mL dan diaduk dengan pengaduk magnetik hingga larut.
Setelah itu, larutan kitosan disaring dengan bantuan vacuum menggunakan corong
porselen yang dilapisi kain.
2. Pembuatan Larutan Natrium Tripolifosfat 0,1% dengan Volume 100 mL
Natrium tripolifosfat 0,1 gram ditimbang dengan menggunakan kaca arloji,
kemudian dilarutkan dengan aquadest 80 mL didalam gelas kimia. Setelah itu,
dimasukkan dalam labu ukur 100 mL dan genapkan dengan aquadest sampai
tanda batas
3. Pembuatan Larutan Tween 0,1% dengan Volume 100 mL
Tween 80 sebanyak 0,1 mL kemudian dilarutkan dengan aquadest sebanyak 90
mL didalam gelas kimia. Setelah itu dimasukkan dalam labu ukur 100 mL dan
genapkan dengan aquadest sampai tanda batas.
4. Pembuatan Nanopartikel Ginsenosida dengan Pembawa Kitosan-Tripolifosfat
Masing-masing larutan kitosan 0,1-0,4% dimasukkan ke dalam gelas kimia
sebannyak 20 mL. Ginsenosida dengan konsentrasi 10 mg/mL dilarutkan dalam
larutan tween 80 0,1 % dalam gelas kimia yang berbeda dan dilarutkan
menggunakan pengaduk magnetik. Kemudian 10 mL larutan ginsenosida
ditambahkan ke dalam larutan kitosan 0,1-0,4% dan dihomogenkan dengan
pengaduk magnetik, kemudian larutan kitosan 0,1-0,4% ditambahkan sampai 50
mL. Setelah itu, ke dalam larutan kitosan ditambahkan 10 mL natrium
tripolifosfat 0,1% tetes demi tetes dan sambil diaduk dengan pengaduk magnetik
dengan kecepatan 700 rpm selama 30 menit.
3.4 Evaluasi Nanopartikel
3.4.1 Karakteristik Nanopartikel (Saha, Goyal, & Rath, 2010)
Ukuran partikel diukur dengan menggunakan alat Particle Size Analyzer
(PSA). 5 mL suspensi nanopartikel gisenosida diukur diameternya menggunakan alat
Particle Size Analyzer.
3.4.2 Karakterisasi Gugus Fungsi Nanopartikel dengan Fourier Transform Infrared (FTIR) (Zhang et al., 2010)
Sebanyak 2 mg sampel nanopartikel dicampur dengan 100 mg KBr untuk
dibuat pelet. Pelet yang terbentuk diukur dengan FTIR pada jangkauan panjang
gelombang 4000-400 cm-1.
3.4.3 Efisiensi Enkapsulasi (Rafeeq et al., 2010)
Larutan ginsenosida dalam metanol dengan konsentrasi 100 ppm diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 190-400 nm. Panjang gelombang maksimum
(λmaks) yang diperoleh digunakan untuk analisis selanjutnya. Kurva standar dibuat
dengan konsentrasi ginsenosida standar 10, 20, 30, 40, 50 ppm. Nanopartikel
ginsenosida disentrifugasi dengan kecepatan 16000 rpm pada suhu 250C selama 30
menit. Supernatan yang diperoleh diukur dengan spektrofotometer UV pada λmaks.
Efisiensi enkapsulasi dihitung dengan persamaan:
Efisiensi enkapsulasi = jumlahtotal ginsenosida− jumlah ginsenosidabebas
jumlahtotal ginsenosida
x 100%
Pembuatan nanopartikel ginsenosida dari ekstrak ginseng dengan konsentrasi kitosan 0,1%, 0,2%, 0,3%, 0,4%
Evaluasi
Karakterisasi NanopartikelPSAFTIR
Efisiensi Enkapsulasi
Analisis Data
Kesimpulan
Pembahasan
3.5 Alur Penelitian