Pronator Teres

download Pronator Teres

of 17

description

PRONATOR TERES

Transcript of Pronator Teres

PENDAHULUAN

Pronator Teres Syndrome (atau biasa disebut Pronator syndrome) adalah salah satu dari tiga syndroma jeratan saraf nervus Median, selain Carpal tunnel Syndrome dan Syndrome saraf Intrerosseous Anterior yang dimana Pronator teres ini sendiri merupakan Insidensi terbesar kedua setelah Carpal tunnel Syndrome, pada kasus jeratan Saraf Nervus Median secara umum.1Otot Pronator teres adalah otot yang berada pada lengan bagian bawah. Sesuai dengan namanya, Otot ini berfungsi untuk melakukan gerakan pronasi lengan bawah. Salah satu kelainan yang sering terjadi berkaitan dengan otot ini adalah Sindrom Pronator teres, dimana menyebabkan rasa nyeri pada pergelangan tangan. 1Pronator Teres Syndrome (PTS) pertama kali dikemukakan oleh Tiedemann pada tahun 1822, dan pada tahun 1848 Struthers adalah orang pertama yang menggambarkan struktur jeratan pada saraf medianus. 1,2Pronator Teres (PTS) adalah Jebakan neuropati terbanyak kedua setelah Sindroma terowongan karpal. Peningkatan risiko sindrom pronator dapat dikaitkan dengan kegiatan individu yang terlibat, gerakan berulang pada siku, pergelangan tangan, dan gerakan tangan seperti memotong kayu, bermain olahraga raket, dayung, angkat berat, atau melempar. Namun, insidensi sindrom pronator pada wanita adalah empat kali lebih besar daripada laki-laki, menunjukkan bahwa anomali anatomi (variasi struktural) dan tidak berlebihan merupakan faktor risiko yang dominan. Lengan yang dominan kemungkinan besar akan terpengaruh, terutama jika individu berotot (hipertrofi otot). Sindrom pronator yang paling sering didiagnosis pada orang antara usia 40 dan 50.1,6

I. DEFINISI 1,2Sindroma Pronator Teres adalah suatu Kumpulan gejala yang khas ditandai dengan rasa nyeri ringan hingga sedang pada lengan bawah, Nyeri bertambah dengan pergerakan siku, supinasi dan pronasi yang berulang, dan gerakan genggaman yang berulang. Hilangnya ketangkasan tangan, kelamahan ringan, parastesia saraf median dapat terjadi, rasa baal bisa saja terjadi tidak hanya pada jari, namun dapat juga terjadi pada daerah telapak tangan karena terkenanya saraf kutan daerah palmar yang dicabangkan.II. ANATOMI dan PERSARAFAN1,2,3Pronator teres berasal dari kata pronus yang berarti condong ke depan dan teres yang mempuyai arti bulat atau berbentuk silinder, sehingga mengacu kepada bentuk otot menjadi Otot silinder yang pronates (lengan bawah). Otot-Otot pronator teres terletak pada lengan bagian bawah, yang bersama sama dengan pronator kuadratus, berfungsi untuk pronasi lengan bawah. Otot pronator teres memiliki 2 kepala, Humerus dan Ulnar. Dimana kepala humerus lebih besar dan lebih dangkal, sedangkan kepala ulnar adalah fasikulus tipis, yang muncul dari sisi sebelah medial dari prosesus koronoideus ulna.

Gambar 1 : Otot otot Pronator teres.Sumber : http://anatomystudybuddy.wordpress.com/2012/09/20/pronator-teres/

Nervus Medianus 1,7,8Pleksus brakhialis secara topografi terdiri atas radiks (root), trunkus (trunk), fasikulus (cord) dan cabang (branches). Dua nervus berasal langsung dari radiks yang kemudian membentuk fasikulus; yang pertama yaitu nervus scapular dorsalis dari C5 yang menginervasi levator scapula dan rhomboid, yang kedua adalah nervus torakalis dari C5, C6 dan C7. Kemudian radiks bergabung membentuk tiga fasikulus. Gabungan C5 dan C6 membentuk trunkus superior, kemudian C8 dan T1 membentuk trunkus inferior.sedangkan radik C7 sendiri membentuk trunkus medialis. Masing-masing dari ketiga trunkus tersebut bercabang dan membentuk divisi anterior dan posterior. Fasikulus posterior dibentuk oleh gabungan ketiga divisi posterior. Divisi anterior dari trunkus superior dan medialis membentuk fasikulus lateralis. Kemudian divisi anterior dari trunkus inferior membentuk fasikulus medialis.7 Nervus medianus berasal dari fasikulus lateralis dan medialis dari pleksus brachialis yang merupakan saraf gabungan dari radiks C6 dan T1. Nervus medianus mempersarafi sebagian besar otot-otot fleksor lengan bawah dan otot tenar. Saraf ini juga yang memberikan sensasi pada kulit di telapak tangan bagian lateral dan pada ujung-ujung jari, yaitu sepanjang permukaan bagian volar ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah serta sebagian jari manis. Serabut saraf sensoris jari telunjuk dan jari tengah memasuki radiks C7 melalui fasikulus lateralis dan trunkus medialis sementara itu kulit ibu jari menerima serabut saraf dari radiks C6 dan sebagian dari radiks C7 melalui fasikulus lateralis dan trunkus superior atau medialis. Nervus medianus tidak menginervasi otot-otot di lengan atas. Saraf ini memasuki lengan bawah melalui antara dua kaput pronator teres dan mempersarafi fleksor karpi radialis, palmaris longus dan fleksor digitorum superfisialis yang kemudian bercabang menjadi nervus interoseus anterior yang menginervasi otot fleksor polisis longus , otot pronator quadratus dan otot fleksor digitorum profundus I dan II. Cabang utama nervus medianus memasuki pergelangan tangan melalui terowongan karpal dan menginervasi otot abductor polisis brevis, opponent pollicis, separuh bagian lateral otot fleksor pollicis brevis dan otot lumbrikal I dan II.8

Gambar 2. Anatomi nervus medianus

Sumber: Mumenthaler M, Mattle H, Taub E: Diseases of the Spinal Nerve Roots and Peripheral Nerves, in Fundamentals of Neurology, New York: Thieme; 2006 : 228

Gambar 3. Nervus Medianus

Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Median_nerve

Pada lengan bawah, N. Medianus melewati sepanjang sisi medial dari arteri brakhialis yang terhubung dengan struktur berikut : 6,9,10 Antara pangkal otot pronator teres (insersio pada epicondylus medialis dan pada prosesus koronoideus dari ulna). Kemudian di antara flexor digitorum superficialis dan profundanya, di dalam lapisan antara otot fleksor digitorum profunda dan fleksor pollicis longus.

Sekitar 5 cm di atas pergelangan tangan, N. Medianus muncul lagi pada sisi lateral dari fleksor digitorum superfisialis dan mempersarafi pada: kulit (anterior), tendo muskulus fleksor pollicis longus dan fleksor karpi radialis (lateral), tendo fleksor digitorum superfisialis muskulus palmaris longus (medial), serta muskulus pronator quadrates (posterior).Di bawah muskulus pronator quadratus, N. Medianus menyeberangi pangkal arteri ulnaris yang kemudian berhubungan dengan: arteri radialis dan cabang persarafan kulit dari nervus radialis serta otot brakhioradialis (lateral); arteri dan nervus ulnaris yang terselubung oleh otot fleksor karpi ulnaris (medial). 9,10III. ETIOLOGI 1,2,9Penyebab paling umum adalah jebakan dari saraf median antara dua caput otot Pronator teres . Penyebab lainnya adalah kompresi saraf dari arkus fibrosa yang superficialis fleksor, atau penebalan pada aponeurosis bisipitalisTerdapat 5 area potensial terjadinya Jeratan saraf1. Supracondylar Process

Gambar 4. Anatomi supracondylar

Sumber: Hanya ditemukan kurang lebih 1 %

2. Ligament dari Struthers Di bawah ligamentum Struthers, yaitu jaringan yang berjalan dari prosesus suprakondiler pada distal humerus (sisi ulnar) ke epikondilus medialis. Pada siku yaitu pada perjalanannya di sepanjang otot pronator teres, sehingga terdapat 3 tempat pada pasase ini yang dapat terjadi kompresi saraf, yaitu cabang dari tendon biseps dan insersio ulnaris pada otot pronator teres. Pada terowongan karpal di pergelangan tangan. Gambar 5. Anatomi Ligamentum Struthers Sumber: truthers, J. On some points in the abnormal anatomy of the arm. Br. Foreign Medico-Chir. Rev.13:523-533, 1854.3. Aponeurosis Bicipital4. Diantara Caput ulnar dan Humerus pada Pronator teres5. Aponeurosis arkus FDS

Gambar 6. Anatomi arkus FDS

IV. MANIFESTASI KLINIS3,4Kompresi N. Medianus pada Siku: Sindroma Pronator Teres Merupakan mononeuropati campuran sensori-motorik. Nyeri pada lengan bawah yang diperburuk dengan sikap pronasi dan fleksi yang dipaksakan. Kesemutan pada area nervus medianus. Nyeri pada area otot pronator teres atau dengan rangsangan Tinels sign. Adanya kelemahan ringan pada lengan bawah dan otot tenar, atau bisa juga tidak ada kelemahan. N. Medianus bersama dengan arterinya memisahkan tendon biseps dan fascia biseps. Kemudian berlanjut di antara dua insersio dari otot pronator teres (pada epikondilus medialis dan prosesus koronoideus dari ulna). Pada area ini N. Medianus terlokalisasi di bawah arteri ulnaris dan fascia tendon biseps. Di bawahnya lagi terdapat origo dari muskulus fleksor digitorum superfisialis.V. GEJALA KLINIS6,7,9,16Gejala local yang didapatkan: 6,7- Rasa berat, kaku ataupun keram pada tangan.- Kesemutan pada otot tenar ibu jari dan tiga jari di sampingnya.- Nyeri pada area otot pronator teres pada siku atau lengan bawah saat otot berkontraksi.- Nyeri dan kesemutan saat melakukan gerakan antagonis seperti pronasi dari lengan bawah dan fleksi dari pergelangan tangan.- Disfungsi motorik dari otot yang diinervasi oleh kolateral distal dari N. Medianus (setelah persarafan meninggalkan otot pronator teres); sehingga otot pronator teres dapat tidak terkena disfungsi namun otot pronator quadrates yang terkena. - Baal dan tebal pada sisi medial ibu jari dan sisi lateral telunjuk.

Arthralgia pada Siku 6,9N. Medianus berperan besar pada regio siku, yang berkolateral dengan kapsula ligament apparatus bagian anterior. Bila setelah fraktus atau dislokasi bagian siku, gerakan tertentu masih menimbulkan nyeri, maka penatalaksanaan terhadap N. Medianus harus dipertimbangkan.Tanda dan Gejala Sensorik 5,6,10Nyeri merupakan gejala utama dari SPT. Rasa tidak nyaman yang dirasakan pada lengan bawah saat onset terjepitnya saraf akibat pronasi dan fleksi yang sering dilakukan dengan bertenaga, biasanya merupakan petunjuk awal diagnostik. Didapatkan juga adanya onset nyeri yang akut akibat kontraksi yang hebat dari lengan bawah. Nyeri ini menjalar dari regio siku anterior ke distal sampai ke telapak tangan dan jari-jari, juga ke proksimal hingga ke bahu. Kesemutan pada ibu jari dan jari lain yang dipersarafi N. Medianus biasanya menyertai nyerinya. Namun tanpa tes aktivasi/provokasi pronator, terkadang tidak ditemukan.Nyeri sepanjang bagian proksimal dari otot pronator teres merupakan tanda diagnostic terpenting dari sindroma ini. Tanda dan Gejala Motorik 5,6,10Pada SPT, perburukan gejala mototik dan sensorik tidak berjalan bersama-sama. Terdapat ketidak sesuaian gejala antara motorik dan sensoriknya. Dari sekian banyak temuan gejala sensorik, hanya 3 dari 39 kasus yang terdapat pula gejala motorik (atrofi otot tenar ringan). Hanya didapatkan sedikit kelemahan dari otot fleksor pollicis dan oponens pollicis, walaupun ada nyeri dan defisit sensorik pada distribusi persarafan N. Medianus. Teorinya, pada kasus kompresi N. Medianus pada SPT di mana terdapat defisit sensorik yang berat, akan didapatkan kelemahan yang minimal (sedikitnya) pada beberapa otot yang dipersarafi oleh N. Medianus, seperti sindroma terjepitnya nervus radialis dan ulnaris. Namun hal ini tidak ditemukan pada SPT, dan alasannya masih belum jelas.VI DIAGNOSIS 1,2,9,10Mendiagnosa SPT tidaklah mudah karena adanya tanda dan gejala yang tumpang tindih dengan kompresi dan neuropati dari terjepitnya N. Medianus, antara lain: kompresi ligamentum Struthers di bagian atas, carpal tunnel syndrome (CTS) di bawahnya, dan lesi nervus interosseus anterior pada lokasi anatomis yang hampir sama dengan SPT. Jaringan muskulofibrosa dari pangkal otot pronator teres, merupakan salah satu temuan kompresi patologis pada saat operasi terhadap SPT, yang juga menjadi penyebab utama dari sindrom nervus interoseus anterior pada beberapa kasus. Saat N. Medianus memasuki area lengan bawah, maka variasi anatomi yang signifikan pasti aka nada. Variasi-variasi ini bersamaan dengan variasi anatomis minor pada titik di mana nervus interosseus anterior berangkat dari nervus medianus, merupakan awal penjelasan mengapa jaringan ikat fibrosa dari muskulus pronator teres ataupun fleksor digitorum superfisialis berperan akif dalam patogenesis dari SPT dan sindroma nervus interosseus anterior. Kedua sindroma penjepitan saraf ini memiliki kesamaan pada penemuan patologis yang terlihat saat operasi, yang berkaitan dengan tanda dan gejala klinisnya yaitu nyeri dan nyeri tekan pada lengan bawah. Walaupun nervus interosseus anterior merupakan murni motorik, namun onset paralisisnya umumnya berhubungan dengan nyeri akut dan dalam pada lengan bawah, serta nyeri yang dirasakan di atas otot pronator teres pada beberapa kasus. Kelemahan dari otot fleksor pollicis longus dan fleksor digitorum profundus dari jari telunjuk, yang merupakan tanda fisis utama pada sindroma nervus interoseus anterior (SIA), terlihat juga pada SPT. Secara klinis, satu-satunya kriteria yang membedakan antara SPT dan sindrom interosea anterior adalah tanda sensorik yang terdistribusi sepanjang N. Medianus lengan bawah. Bila jelas ada defisit sensorik maka diagnosis dapat dipastikan adalah SPT. Bila pasien hanya memiliki kerancuan yang subyektif mengenai gejala sensorik tanpa rasa kesemutan yang pasti pada area N. Medianus, setelah tes pronator dan tes fleksor digitorum superfisialis, maka sangat sulit untuk memastikan apakah merupakan kasus SPT atau SIA dengan pertimbangan adanya gejala sensorik. Secara anatomis, adanya satu atau lebih paralisis otot proksimal sampai ke pangkal nervus interoseus anterior, dapat mendukung diagnose dari SPT. Otot pronator teres, fleksor karpi radialis, Palmaris longus, dan pleksor digitorum superfisialis, mesti diperiksa secara spesifik dan hati-hati pada SPT dan SIA. 1,2,10Sesuai neuroanatomi, tanda dan gejala dari lesi N. Medianus pada tingkatan ligamentum Struthers dan otot pronator teres hampir identik. Perbedaannya ada pada lokasi dari nyeri tekan, otot yang berperan yaitu otot suprakondilar dan otot pronator teres, dan terdapat spur pada suprakondylar di foto Rntgen. Sindroma kompresi ligamentum Struthers diketahui sangat jarang, namun tetap harus dimasukkan dalam daftar diferensial diagnosa dari paralisis N. Medianus, karena merupakan neuropati penjepitan saraf yang dapat disembuhkan.1,9 CTS dan SPT adalah mononeuropati yang bercampur antara gejala sensorimotornya dan sama-sama berasal dari N. Medianus. Gejala dan tanda yang biasanya terlihat dari CTS terlihat juga pada SPT. Pada kasus yang umum, diagnosa pasti bisa dengan mudah didapatkan, namun ada juga kasus tertentu yang sulit untuk mendiagnosanya dengan pasti. Masalah ini sering dicatat dan didiskusikan byk pada SPT. Saat kesulitan mendiagnosa muncul, penilaian kembali dari gejala dan tanda, mesti diperhatikan khusus pada: nyeri dan Tinels sign, jenis nyeri pada lengan bawah, pola dari defisit sensorik, dan tingkat paralisis motorik dari masing-masing otot yang dipersarafi N. Medianus. Nyeri pada CTS biasanya dimulai dari pergelangan tangan lalu menjalar ke atas hingga setinggi siku, namum pada SPT, nyeri nyeri pada lengan bawah berlangsung statik dan menjalar dengan arah yang berlawanan yaitu dari siku ke pergelangan lalu ke jari-jari. Saat terdapat deficit sensorik pada cabang nervus palmar cutaneus di pergelangan tangan, maka akan mendukung diagnosa SPT. Nervus tersebut merupakan cabang dari N. Medianus yang terkadang tumpang tindih dengan cabang antebrakhial dari N. Musculokutaneus, sehingga secara klinis kurang membantu diagnosa. Memeriksa tiap otot yang dipersarafi oleh N. Medianus, harus dibandingkan secara satu per satu dengan otot yang dia tangan sebelahnya. Adanya kelemahan yang jelas atau hanya sedikit dari satu atau beberapa otot pada lengan bawah, mengarah pada diagnosa SPT. Intinya kedua neuropati kompresi dapat terjadi sekaligus pada N. Medianus. Studi konduksi nervus sangat membantu pada CTS, namun kurang dapat diandalkan untuk diagnosa SPT.1,2,10VIII. PEMERIKSAAN FISIK 9,11,12Tes Provokatif spesifik pada Pemeriksaan Jeratan Saraf Median Pasien berdiri dengan siku fleksi 90 derajat. Pemeriksa menempatkan satu tangan pada siku pasien untuk stabilisasi, dan tangan lainnya menggenggam tangan pasian pada posisi bersalaman. Pasien mempertahankan posisi ini, sementara pemeriksa melakukan supinasi pada lengan bawah pasien (memaksa pasien melakukan kontraksi pada otot pronator pasien). Sementara melakukan gerakan supinasi, pemeriksa juga melakukan ekstensi pada siku, dengan menarik genggaman ke distal.

Jika terdapat nyeri atau ketidaknyamanan pada saat ini, maka dipastikan bahwa terdapat kompresi N. Medianus oleh pronator teres. (Pasien harus tetap merelaksikan siku pada saat tes, karena siku yang kaku akan menyulitkanpemeriksa pada saat ekstensi). Gambar 2. Metode tes Provokatif

IX. Terapi 11,12,13,15Penatalaksanaan secara konservatif harus diterapkan dahulu sebelum mempertimbangkan intervensi pembedahan. Tujuan utama dari terapi adalah dekompresi dari N. Medianus. Pertimbangan atau pengobatan yang efektif dalam merelaksasi otot pronator dan fleksor, serta mengurangi tegangan mekanis pada sistem fibromuskuler dari lengan bawah, mesti dilakukan. SPT ditemukan pada kelompok orang yang pekerjaannya atau kebiasaannya secara dominan adalah penggunaan lengan bawah secara berlebihan. Sehingga, penting untuk memberikan edukasi kepada pasien yang merupakan langkah awal yang harus dilakukan pada penatalaksanaan sindroma ini.1. Intervensi Non Bedah 11,12Manajemen konservatif hampir selalu merupakan pilihan awal di atas operasi, dan sering didapatkan hasil yang positif. Dengan terapi konservatif, 50% dari pasien dilaporkan mengalami kesembuhan dalam 4 bulan. Lainnya dilaporkan bahwa perbaikan dapat dilihat dalam waktu 18 bulan sampai dengan 2,5 tahun setelah terapi konservatif. Injeksi kortison dilakukan apabila terapi konservatif masih belum berhasil memperbaiki gejala. Keputusan untuk memilih tindakan operasi/pembedahan ditentukan dalam waktu 8 minggu sampai selama-lamanya 6 bulan setelah manajemen konservatif. Umumnya dekompresi N. Medianus memiliki posibilitas 85-90% untuk mendapatkan hasil yang baik.

Manajemen terhadap jenis pekerjaan dan hobi: perbanyak istirahat dan penyesuaian terhadap kegiatan, jika memungkinkan, diubah total. Obat dan takaran latihan neurorehabilitasi untuk melemaskan ketegangan fibromuskular dan untuk mengurangi nyeri. Latihan secara aktif dan dinamis pada ekstremitas atas sebagai pertimbangan pengaruh jangka panjang saat nyeri telah berkurang atau hilang.Rehabilitasi Konservatif 11,13Fase 1: Minggu I-IITujuan: - Mengontrol pembengkakan- Mereduksi nyeriIntervensi: Melindungi siku dari entrapmen lebih lanjut dengan penggunaan splinting atau fiksasi siku pada posisi 900. Aktivitas pasif ROM secara hati-hati. Elevasi, pendinginan dan kompresi. Modalitas dan medikasi untuk inflamasi, bengkak dan nyeri. Pemijatan nervus secara lembut. Mobilisasi jaringan lunak. Pemeliharaan kondisi dan stamina.Fase 2: Minggu III-IVTujuan: Perbaikan fleksibilitas Penguatan (pada fase ini dibutuhkan perhatian ekstra untuk mencegah rekurensi)Intervensi: Modalitas dapat membantu untuk mengurangi inflamasi dan nyeri. Latihan fleksi dan ekstensi pergelangan tangan sebaiknya dilakukan. Setelah latihan di atas dapat dilakukan dengan baik, maka dilanjutkan dengan fleksi dan ekstensi siku dan pronasi dan supinasi dengan pelan-pelan. Mobilisasi dan pemijatan jaringan lunak pada lengan bawah dapat mulai dilakukan pada area dimana dicurigai terdapat entrapmen. Mulai mengatasi jenis latihan dan aktivitas, dengan perkembangan pada kondisi dan stamina.Fase 3: Minggu V-VIIITujuan: Secara independen sudah dapat melakukan program di rumah Dapat kembali pada aktivitas dalam pekerjaan, rekreasi, dan olahraga Pencegahan rekurensiIntervensi: Edukasi kepada pasien mengenai manajemen dan pencegahan. Pemijatan dan pengurutan nervus untuk mencegah rekurensi. Bagi seorang atlet, penguatan dan fleksibilitas merupakan komponen penting untuk kembali berolahraga. Fokus kepada simulasi berulang baik pada olahraga maupun pekerjaan si pasien2. Pembedahan 14,15,16Eksplorasi dan dekompresi dari N. Medianus harus dilakukan apabila adanya kegagalan dari manajemen konservatif. Dekompresi dilakukan dengan pendekatan sisi anterior dan insisi longitudinal sepanjang lengan. Insisi akan dimulai beberapa sentimeter di atas prosesus suprakondilaris (ligamentum Struthers), jika dekompresi juga dibutuhkan pada area tersebut. Namun, insisi juga bisa dibuat tepat di atas tonjolan siku hingga ke tengah lengan bawah. Identifikasi yang sangat hati-hati dari area terjepitnya saraf harus benar-benar dipastikan agar dalam tindakan operasi hanya area yang itu saja yang perlu dibuka untuk didekompresi. Diagnosa SPT mesti benar-benar tegak sebelum melaksanakan operasi. Rehabilitasi Postoperasi 13,14Fase 1: Hari I-XXITujuan: Mengontrol edema dan nyeri Mencegah infeksi pada lokasi luka Mulai mencoba ROM aktif pada sekitar sendi Mengurangi sensitivitas pada daerah insisi dan meningkatkan mobilitas jaringan parutIntervensi: Proteksi pada area bekas operasi dan monitor drainase. Istirahat, pendinginan, dan elevasi lengan. Siku sedikit diposisikan fleksi (fiksasi) selama 7-10 hari. Gerakan aktif dari jari, pergelangan, dan bahu (untuk selanjutnya termasuk siku dan lengan bawah). Latihan mobilisasi nervus secara lembut dan bebas nyeri. Iontoforesis dan modalitas yang diperlukan untuk mengurangi inflamasi dan nyeri. Mobilisasi jaringan lunak dan pemijatan lembut untuk mengurangi bengkak pada pemeliharaan jaringan.Fase 2: Minggu IV-VIITujuan: Kekuatan genggaman dan siku mencapai sekitar 30-50% dari tangan yang sehat Peningkatan aktif ROM dari lengan bawah dan siku hingga lebih dari 50% dari normal Pencegahan lanjutan dari adhesi dan sensitivitas jaringan parut ADL mandiri Memastikan ergonomic yang sesuai saat aktivitas (pekerjaan dan olahraga)Intervensi: Peregangan pasif pada siku, lengan bawah, pergelangan, dan bahu. Edukasi pasien mengenai pencegahan untuk rekurensi. Latihan yang seimbang untuk siku, pergelangan, lengan bawah, dan bahu. Memulai simulasi pelatihan untuk pekerjaan dan olahraga Fase 3: Minggu VI-XIITujuan: Kekuatan yang adekuat untuk mengembalikan aktivitas dan pekerjaan secara penuh Manajemen mandiri terhadap gejalaIntervensi: Simulasi aktivitas kerja dan olahraga. Kemajuan latihan ekstremitas atas yang membentuk ketahanan untuk kembali pada aktivitas pekerjaan dan olahraga. Latihan dan peregangan lanjutan dari fase 1 dan 2 sesuai dengan indikasi.

DAFTAR PUSTAKA1. Amato AA, Russel JA, Neuromuscular disorders. New York: McGraw-Hill; 20082. Ropper AH, Samuels MA, editor. Carpal Tunnel syndrome. Adams and Victors Principles of Neurology. 9th edition. New York: McGraw-Hill Medical; 2009. p. 1358-59.3. Disability Guidelines Al-Shatoury AHA. Pronator teres syndrome. [Internet]. 2012. [Updated 21th September 2012, cited 1st july 2014]. Available from : http://www.mdguidelines.com/pronator-syndrome 4. Zancolli ER, Zancolli EP, Perrotto CJ. New mini-invasive decompression for pronator teres syndrome. J Hand Surg Am. 2012;37 p.1706-10.5. Hartz CR, Linscheid RL, Gramse RR et-al. The pronator teres syndrome: compressive neuropathy of the median nerve. J Bone Joint Surg Am. 1981;63 p. 885-90.6. Salter RB. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System. 2nd ed. Baltimore: Williams&Wilkins Co; 1983.p.274-275.7. Mahadewa TGB., Carpal tunnel syndrome. dalam: Saraf perifer masalah dan penanganannya, Jakarta: PT. Indeks; 2013. p. 165-186.8. David Abbasy. Pronator teres Syndrome. [Internet]. 2012. [Updated 29th may 2012, cited 1st June 2014]. Available from : http://www.orthobullets.com/hand/6020/pronator-syndrome. 9. Brust JCM, Current Diagnosis and treatment in neurology. New York: McGraw-Hill; 2007. P. 108-10.10. Weimer LH. Nerve and Muscle Disease. In : Marshall RS, Mayer SA, editors. on Call Neurology. Philadelphia: WB Saunders Co; 1997 .p.254-256.11. Rodner CM, Kantarincic J, Open carpal tunnel release. In: Techniques in orthopaedics. Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p. 3-11. 12. Kimura J, Electrodiagnosis in diseases of nerve and muscle: principles and practice. Oxford University Press; 2001 13. Lee, Michael J., and Paul C. LaStayo. "Compressions That Mimic Carpal Tunnel Syndrome." Journal of Orthopadedic Sports Physical Therapy 34 1 (2004): p. 601-609. 14. Greenberg MS. Handbook of Neurosurgery. 3rd ed. Lakeland (Florida) : Greenberg Graphics; 1994.p.414-419.15. Bardia Amirlak, median nerve entrapment. [Internet]. 2012. [Updated 29th may 2012, cited 1st June 2014]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/1242387-overview#a0199 16. Esposito,G,M (Peripheral entrapment neuropathies of upper extremity. New York State Journal of Medicine, 72, p. 717-724.

1