Program Kreativitas Mahasiswa Perceraian

download Program Kreativitas Mahasiswa Perceraian

of 14

Transcript of Program Kreativitas Mahasiswa Perceraian

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

DOUBLE SECON (SELF CONFIDENT AND SELF CONSEPT) SEBAGAI SOLUSI OPTIMALISASI TUMBUH KEMBANG ANAK KORBAN PERCERAIANBIDANG KEGIATAN

PKM - GT

DISUSUN OLEH :

1.

2.

3.

DIAN YULIANI

PRIMANDA F.

NAILLA FARIQ ALFIANI

NIM. J 500070053

NIM. J 500070067

NIM. J 500 080 003

ANGKATAN 2007

ANGKATAN 2007

ANGKATAN 2008

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2010HALAMAN PENGESAHAN USUL PKM GT1. Judul Kegiatan :Double Secon (Self Confident and Self Consept) Sebagai Solusi Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak Korban Perceraian.

2. Bidang Kegiatan :

(Pilih salah satu)( ) PKM-AI (V) PKM-GT

3. Ketua Pelaksana Kegiatan

a. Nama Lengkap

b. NIM

c. Jurusan

d. Universitas/Institut/Politeknik

e. Alamat rumah/No. Tel.

f. Alamat e-mail : Dian Yuliani

: J500070053

: Pendidikan Dokter

: Universitas Muhammadiyah Surakarta

: Karangrejo RT 006/RW 001, Kec. Gabus, Kab. Grobogan/ 085740714253

: [email protected]

4. Anggota Pelaksana Kegiatan : 2 orang

5. Dosen Pendamping

a. Nama Lengkap dan Gelar

b. NIK

c. Alamat Rumah/No. Tel. :

: dr. M. Shoim Dasuki, M. Kes.

: 676

: Pucangan RT 2/ RW 1 No. 100 Kartasura-Surakarta/081393122480

MenyetujuiSurakarta, 13 Februari 2010

Wakil Dekan III

FK UMS

dr. M. Shoim Dasuki, M. Kes.

NIK. 676

Ketua Pelaksana Kegiatan

Dian Yuliani

NIM. J500070053

Wakil Rektor III

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Dr. H. Abshori, S. H., M. Hum.

NIK. 535Dosen Pendamping

dr. M. Shoim Dasuki, M. Kes.

NIK. 676

KATA PENGANTAR Puji dan Syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat hidayah, rahmat, karunia-Nya, sehingga usulan Program Kreativitas Mahasiswa Gagasan Tertulis (PKMGT) akhirnya terselesaikan dengan baik. Usulan PKM - GT dengan judul Double Secon (Self Confident and Self Consept) Sebagai Solusi Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak Korban Perceraian akhirnya dapat terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari tidak banyak yang dapat penulis lakukan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:1. Dr. Absori, S. H., M. Hum., selaku Wakil Rektor III yang telah memberikan kesempatan untuk menulis usulan PKM GT ini.2. Dokter M. Shoim Dasuki, M. Kes., selaku pembimbing yang telah memberikan petunjuk dan bimbingan dengan penuh kesabaran dan keikhlasan dalam penyusunan usulan PKM GT ini.3. Segenap dosen FK UMS yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan.4. Rekan-rekan yang senantiasa memberi dukungan, kritik dan saran.5. Terkhusus kepada orang tua yang tidak berhenti untuk selalu memberi semangat, dan dukungan baik moril maupun materiil.

6. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya usulan PKM GT ini.Tiada Gading Yang Tak Retak itulah yang dapat disampaikan karena penulis sangat menyadari bahwa usulan PKM GT ini jauh dari kesempurnaan. Akhirnya penyusun berharap semoga usulan PKM GT ini dapat bermanfaat.

Surakarta, 13 Februari 2010

PenulisDAFTAR ISIHALAMAN JUDUL

iHALAMAN PENGESAHAN

iiKATA PENGANTAR

iiiDAFTAR ISI

ivRINGKASAN

vPENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

1Tujuan dan Manfaat

2GAGASANKondisi Kekinian

4Solusi yang Pernah Ditawarkan

4Pihak yang Perlu Dilibatkan

5Langkah Strategis yang Dilakukan

6KESIMPULANGagasan yang diajukan

10Teknik implementasi yang dilakukan

11Prediksi hasil

DAFTAR PUSTAKALAMPIRANRINGKASAN

Setiap tahun di Amerika Serikat, terdapat lebih dari 1 juta anak mengalami peristiwa perceraian orang tua mereka. Diperkirakan terdapat 500.000 kasus ayah bercerai baru setiap tahunnya. Di Indonesia sendiri, kejadian perceraian meningkat 10 kali lipat dalam sepuluh tahun terakhir. Menurut Menteri Agama, di tahun 1998 rata-rata angka perceraian mencapai 20.000 kasus setiap tahunnya. Pada tahun 2008 ini, angka perceraian melonjak tajam menjadi 200.000 kasus dalam satu tahunnya. Dari sekian data tentang kasus perceraian tersebut, berapa jumlah anak-anak yang ikut menderita utamanya yang berkaitan dengan status tumbuh kembangnya belum didapatkan. Porsi perhatian bagaimana nasib anak, bagaimana pengasuhan anak pasca perceraian, masih mendapatkan porsi yang sangat minim.Berdasar hal tersebut, penyusun berkeinginan untuk dapat mengoptimalkan tumbuh kembang anak korban perceraian dengan mengoptimalkan penumbuhan rasa percaya diri dan konsep mengenai diri seorang anak, maka dari itu penyusun mengusulkan gagasan yang kami kemas melalui PKM GT ini dengan judul Double Secon (Self Confident and Self Consept) Sebagai Solusi Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak Korban Perceraian. Dengan adanya usulan ini maka dapat diketahui penyebab perceraian, dampak terjadinya perceraian, dan solusi yang dapat dipertimbangkan untuk mengoptimalkan tumbuh kembang anak korban perceraian.Dengan penerapan double Secon (Self Confident and Self Consept), optimalisasi pertumbuhan dan perkembangan anak dapat dioptimalkan semaksimal mungkin, karena anak korban perceraian merasa berbeda dengan teman-teman sebayanya yang lain, sehingga cara terbaik agar mereka merasa sama dengan teman-temannya adalah memberikan pengetahuan dan penjelasan mengenai rasa percaya diri dan konsep diri untuk masa depan anak-anak tersebut. Pemberian pengetahuan ini secara khusus ditujukan pada orang tua anak tersebut, dan juga dapat dilakukan oleh guru sekoloh di mana tempat anak tersebut bersekolah. Dengan adanya penerapan double Secon ini prediksi optimalisasi tumbuh kembang anak korban perceraian dapat dimaksimalkan dengan baik.

Penerapan Double Secon (Self Confident and Self Consept) Sebagai Solusi Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak Korban Perceraian, dapat dilakukan dengan langkah-langkah pemberian penyuluhan kepada orang tua yang bercerai ataupun orang-orang terdekat anak tersebut. Ini dapat dilakukan oleh pihak suasta ataupun pemerintah. Selanjutnya setelah hasil dari penyuluhan tersebut wajib diimplementasikan pada anak-anaknya, dengan adanya tindakan ini dapat menurunkan epidemiologi gangguan tumbuh kembang pada anak korban perceraian sebanyak 40 %.DOUBLE SECON (SELF CONFIDENT AND SELF CONSEPT) SEBAGAI SOLUSI OPTIMALISASI TUMBUH KEMBANG ANAK KORBAN PERCERAIANPENDAHULUAN

Latar Belakang Setiap tahun di Amerika Serikat, terdapat lebih dari 1 juta anak mengalami peristiwa perceraian orang tua mereka. Diperkirakan terdapat 500.000 kasus ayah bercerai baru setiap tahunnya. Angka perceraian mencapai puncaknya di tahun 1979 1981 pada angka 5,3 per 1000 orang dan menurun pada tahun 1995 mencapai 4,4 per 1000 orang. Sekitar 50% pernikahan dan 60% pernikahan kedua berakhir dengan perceraian. (Cohen, 2002) Di tahun 2005 angka perceraian di Amerika Serikat mencapai 3,6 per seribu penduduk (atau sekitar 1,07 juta perceraian), masih tetap merupakan satu tertinggi di dunia, walaupun terdapat penurunan di beberapa tahun terakhir (American Academic of Pediatrics/AAP, 2003).Di Indonesia sendiri, kejadian perceraian meningkat 10 kali lipat dalam sepuluh tahun terakhir. Menurut Menteri Agama, di tahun 1998 rata-rata angka perceraian mencapai 20.000 kasus setiap tahunnya. Pada tahun 2008 ini, angka perceraian melonjak tajam menjadi 200.000 kasus dalam satu tahunnya. Menurut Dirjen Bimas Islam Departemen Agama Nazaruddin Umar, saat ini, Indonesia berada diperingkat tertinggi dalam hal angka perceraian setiap tahunnya, dibandingkan negara Islam didunia lainnya (DepKes RI & IDAI, 2005).Dari sekian data tentang kasus perceraian tersebut, 70 % dari jumlah anak-anak yang ikut menderita utamanya yang berkaitan dengan status tumbuh kembangnya belum didapatkan (Gunadi, 2006). Porsi perhatian bagaimana nasib anak, bagaimana pengasuhan anak pasca perceraian, masih mendapatkan porsi yang sangat minim (Fakuda et al, 2005). Berdasar hal tersebut, penyusun berkeinginan untuk dapat mengoptimalkan tumbuh kembang anak korban perceraian dengan mengoptimalkan penumbuhan rasa percaya diri dan konsep mengenai diri seorang anak, maka dari itu penyusun mengusulkan gagasan yang kami kemas melalui PKM GT ini dengan judul Double Secon (Self Confident and Self Consept) Sebagai Solusi Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak Korban Perceraian.Tujuan dan ManfaatTujuan

Dengan penerapan Double Secon (Self Confident and Self Consept) Sebagai Solusi Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak Korban Perceraian, tumbuh kembang anak korban perceraian yang terhambat karena perasaan yang berbeda dengan anak yang orang tuanya lengkap dapat dioptimalkan dengan maksimal.

Manfaat Bagi anak korban perceraian, dapat meningkatkan rasa percaya dirinya dan mengurangi rasa irinya pada anak sebayanya yang memiliki kedua orang tua, mengurangi rasa depresi anak karena ditinggal orang tuanya, dan yang paling utama adalah pertumbuhan dan perkembangan anak dapat dioptimalkan walaupun dalam keadaan orang tuanya yang bercerai.Bagi orang tua, dapat memahami keinginan anaknya dan dapat memenuhi hak khususnya dalam hal pemberian kasih sayang seperti pada saat ketika keduanya masih utuh.

GAGASANKondisi KekinianAnak- anak yang sebenarnya tidak menginginkan perpisahan kedua orang tuanya ini akan merasa sangat terpukul dan hal ini juga yang membuat mereka jadi kurang berprestasi , memiliki tingkat motivasi yang kurang bagus, murung dan anak merasa bersalah dan merasa bahwa dirinya yang menjadi penyebab percerain (Tanuwijoyo, 2008). Selain itu dampak perceraian terhadap perilaku sosial, anak korban perceraian menjadi tertekan dengan status sebagai anak cerai atau lebih dikenal dengan istilah anak broken home dengan menjadikan perasaannya berbeda dari anak-anak yang lain, anak mempunyai rasa minder, kurang percaya diri bahkan ia menjadi kehilangan jati diri dan identitas sosialnya, dan ia juga merasa dikucilkan oleh teman-temannya. Anak-anak korban perceraian pun akan sering merasa iri dengan teman-teman sebaya mereka yang memiliki keluarga yang utuh dan jika hal tidak di arahkan sejak dini tidak menutupkemungkinan akan menimbulkan perilaku negatif mereka (Murtagh, 1998).Menurut Azwar (1995) dalam perkembangan dan pertumbuhan anak korban perceraian, bayi dan anak yang berusia lebih muda dari 3 tahun dirasakan oleh pengasuhnya menyusahkan, murung, berlarut-larut; mereka sering rewel, sering menangis, ketakutan, cemas berpisah, bermasalah dengan tidur dan pencernaannya, marah dan regresi perkembangan. Pada usia 4 hingga 5 tahun, anak-anak sering menyalahkan diri mereka sendiri dengan adanya pecahnya orang tua beserta ketidakbahagiaannya, menjadi lebih keras kepala, menunjukkan perilaku eksternalisasi (berlagak), salah merasa tentang peristiwa-peristiwa yang menyertai perceraian, ketakutan bahwa mereka akan ditinggal, lebih sering mengalami mimpi buruk dan berfantasi. Anak-anak usia sekolah bisa jadi mengalami moody atau berlarut-larut dalam suasana tertentu; lebih sering menunjukkan sikap agresi, mudah marah, dan perilaku berlagak; tampak tidak nyaman dengan identitas gender; merasa ditolak dan dibuang dengan tidak adanya salah satu orang tua. Prestasi sekolah menurun, dan mereka sangat menderita dengan kesetiaan yang terbelah dan merasa sangat tertekan. Remaja kemungkinan turun rasa kepercayaan dirinya dan dapat berkembang menjadi kemandirian emosional yang prematur untuk menghadapi perasaan negatif mengenai perceraian dan de-idealisasi masing-masing orang tua mereka (Ary, 2005). Kemarahan dan kebingungan mereka menjadikan mereka bermasalah dalam hubungan (dengan orang lain), penyalahgunaan zat, penurunan prestasi sekolah, perilaku seksual yang tidak semestinya, depresi serta perilaku agresif dan melanggar aturan.

Pada semua usia, anak-anak seringkali menderita gejala-gejala psikosomatis sebagai respons terhadap marah, kehilangan, kesedihan, merasa ditinggal, dan stresor-stresor lainnya. Mereka mencoba memainkan peran 1 orang tua melawan yang lain karena mereka membutuhkan perasaan dalam kendali serta menguji pengendalian dan keterbatasan mereka. Meskipun demikian, mereka cenderung merasa bersalah dan bertanggung jawab terhadap perpisahan dan merasa bahwa mereka harus mencoba memulihkan perkawinan (orang tuanya) (Blanchard et al, 2006).Solusi yang Pernah Ditawarkan Sebelumnya

Selama ini orang tua yang bercerai kurang mendengar apa yang anak-anak mereka keluhkan dan rasakan, mereka hanya mencukupi dari meteri saja, sedangkan yang diinginkan oleh sang anak adalah kasih sayang (Gunadi, 2006). Orang tua selalu menganggap dirinya orang yang paling benar karena sudah makan asam garam dunia. Anak hanya dianggap sebagai orang yang tidak tahu apa-apa (Rahabeat, 2008).

Dari aspek teoretis dalam menjelaskan kaitan antara perceraian dengan hasil yang negatif pada anak menekankan pada 2 komponen dasar untuk tumbuh kembang anak yakni fungsi keluarga dan lingkungan sosioekonomis. Dari perspektif keluarga menekankan asumsi bahwa kompetensi menjadi orang tua harus bisa berkompromi dengan distress psikologis orang tua sebagai akibat perpisahan dalam perkawinan atau kesulitan keuangan, sedangkan dari perspektif investasi berpendapat bahwa kesejahteraan anak akan menurun dengan kemungkinan penurunan yang drastis dibandingkan standar hidup (setempat) dari orang tua yang mendapatkan hak asuh, setelah terjadinya perceraian (Gunadi, 2006).2 perspektif teori ini memerlukan pendekatan preventif berbeda merupakan kesempatan berharga yang menjanjikan bagi promosi kesehatan remaja. Pertama, pendekatan yang berpusat pada keluarga dimaksudkan untuk mendukung orang tua untuk mengurangi distress yang mereka alami serta memperbaiki kualitas hubungan orang tua anak. Di Amerika Serikat, intervensi preventif yang telah dikembangkan, seperti Program Ibu dan Program Ibu dan Anak, yang memfokuskan diri pada perbaikan koping yang efektif, mengurangi pikiran-pikiran negatif mengenai stresor-stresor perceraian, meningkatkan akses ayah pada anak, dan menurunkan konflik antar orang tua. Kedua, dan berkesesuaian, yaitu program sosial untuk memperbaiki kondisi hidup orang tua yang berpisah sejalan dengan isu kebijakan kesejahteraan yang melibatkan perubahan-perubahan kemasyarakatan. Sebagai contoh, perbandingan antara Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa utara menunjukkan bahwa, di tahun 1990 sekitar 10% anak-anak di Skandinavia tinggal dengan keluarga ibu tunggal dengan kondisi rumah tangga yang memrihatinkan (yakni, pendapatannya di bawah separoh median pendapatan nasional per unit konsumsi), dimana gambaran yang serupa di Amerika Serikat terjadi sebesar sekitar 60%. Orang tua dapat memberikan bantuan pada saat perceraian dengan menyiapkan anak-anak mereka mengenai apa yang terjadi. Penyiapan harus sesuai usia dan tingkat perkembangan si anak. Orang tua harus menunjukkan komitmen yang kuat pada anak-anak mereka. Anak-anak akan melakukan coping lebih bagus pada perceraian bila orang tua bisa bekerja sama satu sama lain dan mau menerima perilaku bersama untuk anak kita walaupun kita berpisah (Cohen, 2002). Setelah orang tua bercerai, orang tua masih memberikan hak anak pasca perceraian seprti kasih sayang, meskipun orangtua sudah bercerai. anak harus tetap mendapatkan kasih sayang dan anak berhak menentukan dengan siapa dia akan tinggal, pendidikan, perhatian kesehatan, tempat tinggal yang layak, namun sebagian besar orang tua tersebut kurang begitu mengerti bagaimana yang seharusnya mereka lakukan (Azwar, 1995). Oleh karena itu dibutuhkan sebuah pendidikan bagi anak korban perceraian agar tumbuh kembangnya dapat dioptimalkan.

Pihak yang Perlu Dilibatkan

Solusi yang terbaik untuk anak korban perceraian adalah dengan menumbuhkan rasa percaya diri (Self Confident) dan pemahaman terhadap konsep diri (Self Consept) pada anak korban perceraian, untuk menumbuhkan cara ini diperlukan keterlibatan orang-orang terdekatnya seperti dengan siapa anak tersebut tinggal, dengan ayah atau ibunya. Ayah atau ibu dapat memberikan pengertian mengenai rasa percaya diri dan pemahaman konsep diri pada anaknya. Rasa percaya diri membuat mereka mampu mengatasi tekanan dan penolakan dari teman-teman sebayanya. Anak yang percaya diri mempunyai perangkat yang lebih lengkap untuk menghadapi situasi sulit dan berani minta bantuan jika mereka memerlukannya. Sedangkan konsep diri akan membuat anak memiliki persepsi individu akan sifat dan kemampuan, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya. Konsep diri merupakan cara individu memandang dirinya secara utuh, baik fisik, emosional intelektual, sosial dan spiritual (Rahabeat, 2008).Dengan adanya peran orang tua, keluarga, dan lingkungan misalnya guru sekolah dan teman akan membuat anak menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya. Dalam hal ini orang tualah yang memiliki andil besar dalam penumbuhan kepercayaan (self confident) dan pemahaman konsep diri (self consep). Dalam hal ini yang menjadi kunci utama adalah ayah, ibu dan anak.Langkah Strategis yang Dilakukan

Untuk mewujudkan Double Secon (Self Confident and Self Consept) Sebagai Solusi Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak Korban Perceraian, adalah dengan memberikan edukasi pada orang tua pasca bercerai, edukasi dapat berupa penyuluhan, penyebaran brosur, penulisan artikel memalui majalah atau situs internet, seminar, diolog interactive, setelah itu orang tua mengimplentasikan melalui tindakan terhadap anak-anak mereka. Dengan hal ini anak akan memiliki percaya diri dan mengerti akan dirinya, sehingga tumbuh kembangnya dapat dioptimalkan dan dapat sama dengan teman-teman disekitarnya bahkan lebih.

Tidakan riil untuk implementasi yang dilakukan adalah dukung anak Anda untuk mengungkapkan perasaan mereka, baik yang positif maupun negatif, mengenai apa yang sudah terjadi.

Sangatlah penting bagi orang tua yang akan bercerai ataupun yang sudah bercerai untuk memberi dukungan kepada anak-anak mereka serta mendukung mereka untuk mengungkapkan apa yang mereka pikirkan dan rasakan. Dalam hal ini Anda tidak boleh melibatkan perasaan Anda. Seringkali terjadi, perasaan akan kehilangan salah satu orang tua akibat perceraian menyebabkan anak-anak menyalahkan salah satu dari kedua orang tuanya (atau kedua-duanya) dan mereka merasa dikhianati. Jadi, anda harus betul-betul siap untuk menjawab setiap pertanyaan yang akan diajukan anak anda atau keprihatinan yang mereka miliki.

Beri kesempatan pada anak untuk membicarakan mengenai perceraian dan bagaimana perceraian tersebut berpengaruh pada dirinya. Anak-anak yang usianya lebih besar, tanpa terduga, bisa mengajukan pertanyaan dan keprihatinan yang berbeda, yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya olehnya. Meski mengejutkan dan terasa menyudutkan, tetaplah bersikap terbuka.

Bila Anda merasa tidak sanggup membantu anak, minta orang lain melakukannya. Misalnya, sanak keluarga yang dekat dengan si anak.

Adalah wajar bagi anak-anak bila memiliki berbagai macam emosi dan reaksi terhadap perceraian orang tuanya. Bisa saja mereka merasa bersalah dan menduga-duga, merekalah penyebab dari perceraian. Anak-anak marah dan merasa ketakutan. Mereka khawatir akan ditelantarkan oleh orang tua yang bercerai.

Ada anak-anak yang sanggup untuk menyuarakan perasaan mereka, hal ini tergantung dari usia dan perkembangan mereka. Sementara, sebagian lagi tidak dapat berkata-kata. Ada yang marah dan depresi. Untuk anak-anak usia sekolah, jelas sekali perceraian mengakibatkan turunnya nilai pelajaran mereka di sekolah. Walaupun untuk beberapa lama anak-anak akan berusaha mati-matian menghadapi perceraian orang tuanya, pengaruh nyata dari perceraian biasanya dirasakan anak berusia 2 tahun ke atas.

Jangan menjelek-jelekan mantan pasangan di depan anak walaupun Anda masih marah atau bermusuhan dengan bekas suami. Hal ini merupakan salah satu yang sulit untuk dilakukan tapi Anda harus berusaha keras untuk mencobanya. Jika hal itu terus saja Anda lakukan, anak akan merasa, ayah atau ibunya jahat, pengkhianat, atau pembohong. Nah, pada anak tertentu, hal itu akan menyebabkan ia jadi dendam dan trauma untuk menikah karenatakut diperlakukan serupa.

Anak-anak tidak perlu merasa mereka harus bertindak sebagai "penyambung lidah" bagi kedua orang tuanya. Misalnya, Anda berujar, "Bilang, tuh, sama ayahmu, kamu sudah harus bayaran uang sekolah."

Minta dukungan dari sanak keluarga dan teman-teman dekat. Orang tua tunggal memerlukan dukungan. Dukungan dari keluarga, sahabat, pemuka agama, dapat membantu Anda dan anak untuk menyesuaikan diri dengan perpisahan dan perceraian. Hal lain yang juga dapat menolong adalah memberi kesempatan kepada anak-anak untuk bertemu dengan orang lain yang telah berhasil melewati masa-masa perceraian dengan baik.

Bilamana mungkin, dukung anak-anak agar memiliki pandangan yang positif terhadap kedua orang tuanya. Walaupun pada situasi yang baik, perpisahan dan perceraian dapat sangat menyakitkan dan mengecewakan bagi kebanyakan anak-anak. Dan tentu saja secara emosional juga sulit bagi para orang tua.KESIMPULANGagasan yang Diajukan

Dengan adanya gagasan yang diajukan, maka tumbuh kembang anak dapat dioptimalkan, anak akan mendapatkan haknya walaupun sudah ditinggal bercerai oleh orang tuanya dan orang tua tau apa yang sebenarnya diinginkan anaknya. Dengan menerapkan metode Double Secon dapat dipastikan bahwa anak akan merasa sama dengan teman-temannya yang lain, dapat berinteraksi tanpa merasa adanya perbedaan. Orang tua juga merasakan dapat mendidik dan mengasuh anaknya dengan baik walaupun menjadi single parent.Teknik Implementasi yang Dilakukan

Teknik Implementasi yang dapat dilakukan untuk mewujudkan Double Secon (Self Confident and Self Consept) Sebagai Solusi Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak Korban Perceraian, adalah dengan membuat lembaga penyuluhan untuk orang tua pasca percerian, bagi pihak swata. Dan pemerintah melalui lembaganya dapat membuat kebijakan bahwa setelah suami istri bercerai harus mengikuti pendidikan pengasuhan anak dengan waktu yang ditentukan.Prediksi Hasil

Dengan adanya penerapan Double Secon (Self Confident and Self Consept) Sebagai Solusi Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak Korban Perceraian, dapat diperkirakan anak yang mengalami gangguan tumbuh kembang akibat perceraian orang tuanya dapat dikurangi sebanyak 40-60 %. Penurunan epidemiologi sebanyak 40 % ditambah dengan pelaksanaan solusi yang pernah dilakukan sebelumnya dapat menurunkan ganggua tumbuh kembang anak korban perceraian menjadi 70-90 %, perkiraan ini berdasarkan pada anak korban perceraian memiliki masalah dengan rasa percaya diri dan bebrbeda dengan yang lain, apabila penerapan double second dilakukan dengan baik dan merata diseluruh lapisan masyarakat maka akan memperlihatkan penurunan secara significan tentang gangguan tumbh kembang anak akibat perceraian, selain itu perbaikan hubungan orang tua dengan anak, akan membuat anak dekat dengan orang tua. DAFTAR PUSTAKA

American Academic of Pediatric. 2003. Family Pediatrics : Report of the Task Force on the Family, Pediatrics. Boston: BM Publisher.Ary G. 2005. ESG (Emotional Spritual Quotient., Jakarta: Penerbit Arga.Azwar A. 1995. Pengantar Pelayanan Dokter Keluarga. Jakarta: Penerbit Ikatan Dokter Indonesia.Blanchard LT, Gurka MJ, Blackman JA. 2006. Emotional, Developmental, and Behavioral Health of American Children and Their Familie. London: EMP.Cohen GJ. 2002. Pediatric. London: England Committee on Psychosocial Aspects of Child and Family Health Helping Children and Families Deal.Departemen Kesehatan RI, Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2005. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Dasar, Jakarta: Penerbit IDAI.Fukuda Y, Nakamura K, Takano T. 2005. Accumulation of health risk behaviours is associated with lower socioeconomic status and womens urban residence. Nagasaki: BMC Public Health. Gunadi P. 2006. Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Anak. Jakarta: CV. Putra Utama.Rahabeat S. 2008. Keluhan Anak Broken Home., Jogjakarta: CV. Mediatama.

Tanuwidjaya, S., 2008, Konsep umum tumbuh dan Kembang Anak dan Remaja. Edisi Pertama, Jakarta, CV Sagung Seto.CURRICULUM VITAEA. Ketua

1. Nama

: Dian Yuliani2. NIM

: J5000700533. Alamat

: Karangrejo RT 006/RW 001, Kec. Gabus, Kab. Grobogan4. Tempat/tanggal lahir

: Grobogan, 14 Juli 19885. Universitas/fakultas/jurusan: Universitas Muhammadiyah Surakarta/ Kedokteran/Pendidikan Dokter

6. No. Telepon

: 0857407142537. Riwayat Pendidikan

: TK Dharmawanita Karangrejo SD Negeri Karangrejo I

SMP Negeri I Gabus SMA NEGERI I Kradenan

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Fakultas Kedokteran, Angkatan 2007.

8. Pengalaman Organisasi: Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)9. Karya Ilmiah yang Pernah Dibuat : Perbedaan Status Tumbuh Kembang Balita yang Lengkap dan Tidak Lengkap di Wilayah Kerja Puskesmas Kartosura II Sukaoharjo B. Anggota

1. Nama

: Primanda F2. NIM

: J5000700673. Alamat

: Dalem Asri Jl. Mangga VI No.15, Jaten, Karanganyar4. Tempat/tanggal lahir

: Sukoharjo, 12 Februari 19875. Universitas/fakultas/jurusan: Universitas Muhammadiyah Surakarta/ Kedokteran/Pendididkan Dokter

6. No. Telepon

: 0857255120207. Riwayat Pendidikan

: a. TK Batik Bekonang b. SD Negeri Petoran 1 Solo

c. SMP Negeri 4 Solo

d. SMA Negeri 1 Solo

e. Universitas Sebelas Maret, Fakultas Ekonomi Jurusan Akutansi Angkatan 2005 f. Universitas Muhammadiyah Surakarta

Fakultas Kedokteran Angkatan 2007

8. Pengalaman Organisasi: Patroli Keamanan Sekolah (PKS)

Remaja Masjid (Risma)

Perwakilan Musyawarah Kelas (PMK)

Rohani Islam (Rohis)

9. Karya Ilmiah yang pernah dibuat : Perbedaan Status Tumbuh Kembang Balita yang Lengkap dan Tidak Lengkap di Wilayah Kerja Puskesmas Kartosura II Sukaoharjo C. Anggota

1. Nama

: Nailla Fariq Alfiani2. NIM

: J5000800033. Alamat

: Jl. Kyai Busro No. 2 Kuripan-Purwodadi4. Tempat/tanggal lahir

: Purwodadi, 6 Nopember 19905. Universitas/fakultas/jurusan: Universitas Muhammadiyah Surakarta/

Kedokteran/Pendidikan Dokter

6. No. Telepon

: 085627373927. Riwayat Pendidikan

: a. TK Dharmawanita 1 Kuripan b. SD Negeri 1 Kuripan

c. SMP Negeri 1 Purwodadi

d. SMK Yayasan Pharmasi Semarang

e. Universitas Muhammadiyah Surakarta

Fakultas Kedokteran, Angkatan 2008

8. Pengalaman Organisasi: a. Pramuka b. OSIS

c. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)

d. Center for Indonesian Medical Students Activities (CIMSA) Lokal UMS

9. Karya Ilmiah yang pernah dibuat : The General of ST Elevation Myocard Infrac (STEMI)PAGE