PROFIL PERESEPAN OB AT ANTIHIPERTENSI … PROFIL PERESEPAN OB AT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN...
Transcript of PROFIL PERESEPAN OB AT ANTIHIPERTENSI … PROFIL PERESEPAN OB AT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN...
i
PROFIL PERESEPAN OBAT ANTIHIPERTENSI
PADA PASIEN PRE-EKLAMPSIA DI INSTALASI RAWAT INAP
RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA
TAHUN 2005
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Beatrix Marendeng
NIM : 028114167
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PROFIL PERESEPAN OBAT ANTIHIPERTENSI
PADA PASIEN PRE-EKLAMPSIA DI INSTALASI RAWAT INAP
RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA
TAHUN 2005
Yang diajukan oleh :
Beatrix Marendeng
NIM : 028114167
telah disetujui oleh
Pembimbing Utama :
dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes.
Tanggal : 30 Januari 2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
For every doubt you face
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
In every step you take For choices that you make
Dreams aren’t made to be erased (Anggun)
Which causes the most pain is that which caused the most joy. You can’t have joy without pain or pain without
joy ( kahlil gibran)
Kupersembahkan untuk :
Tuhanku Yesus Kristus atas kasih dan
petunjuk-Nya, Mama dan Papa sebagai
ungkapan rasa hormat dan baktiku, Opel, my
natural comedian Rannu dan Hilde atas doa
dan dukungannya dalam studiku, serta
Almamaterku.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
anugerah dan bimbingan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “PROFIL PERESEPAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN
PRE-EKLAMPSIA DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI
RAPIH YOGYAKARTA TAHUN 2005”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Ilmu
Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini karena bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak yang telah memberikan saran, kritik, dan dukungan kepada penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Rita Suhadi, M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma dan selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran kepada
penulis.
2. dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes yang telah membimbing dan memberikan kritik
dan saran kepada penulis.
3. Drs. Mulyono, Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran
kepada penulis.
4. Seluruh staf rekam medik di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.
5. Mama dan Papa atas dukungan kepada penulis agar senantiasa pantang menyerah.
6. Nenek mama dan Nenek papa (Alm) thanks for loving me unconditionally
7. Rannu dan Hilde atas segala pengorbanan, dukungan, dan kasih sayangnya
sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini. Thanks for making my world
worthwhile.
8. Mas wawan, terima kasih buat kursus kilat ilmu komputernya dan semua
pengalaman hidup.
9. Opel untuk semua tuntutan dan tawa.
10. Teman-teman mahasiswa Fakultas Farmasi angkatan ’02 dan ’03 terima kasih
atas dukungan dan kebersamaannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
11. Teman-temanku: Riri, Berta, Wira, Elni, Hen, Sindu, Fitri, Tesa, Ratih, Diyu,
Vero, Arianto, Mitae, Mila, Mega.
12. Teman-teman KKN : Lukas, Agnes, Danang, Murni, Mas Vincent, Afril, Yosi,
Niken, dan Hanik untuk kebersamaan selama di bometen kidul tercinta
13. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Yogyakarta, 30 januari 2007
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 30 Januari 2007
Penulis
Beatrix Marendeng
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
INTISARI Penyakit hipertensi dalam kehamilan termasuk pre-eklampsia dan eklampsia
sampai saat ini masih merupakan masalah dalam pelayanan obstetri di Indonesia (Armanza dan Karkata, 2005). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman profil penggunaan obat antihipertensi pada pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui karakteristik pasien pre-eklampsia, jenis dan golongan obat, jumlah obat antihipertensi yang digunakan, cara pemberian obat, lama perawatan, dan potensial interaksi antara obat antihipertensi dengan obat antihipertensi lain yang diberikan kepada pasien pre-eklampsia.
Penelitian ini termasuk penelitian observasional dengan rancangan penelitian deskriptif non analitik. Langkah-langkah penelitian yang dilakukan meliputi pengambilan data, analisis terhadap profil penggunaan obat antihipertensi, dan analisis data.
Dari hasil penelitian diperoleh kasus pre-eklampsia sebanyak 40 pasien, berdasarkan umur, kelompok umur 20–34 tahun sebesar 77,5% dan untuk kelompok umur ≥ 35 tahun sebesar 22,5%. Berdasarkan diagnosis, pre-eklampsia berat sebesar 82,5% dan persentase pre-eklampsia ringan sebesar 17,5%. Golongan obat yang digunakan meliputi antihipertensi yang bekerja sentral 45,3%, antagonis Ca 32,8%, diuretik 17,2%, penghambat α 3,1% dan penghambat ACE 1,6%. Jumlah obat antihipertensi yang digunakan: tunggal 32,5%, dua kombinasi 25%, tiga kombinasi 17,5%, 4 kombinasi 2,5% dan 6 kombinasi 2,5%. Cara pemberian obat secara oral 87,5%, secara injeksi 9,4%, dan secara sublingual 3,1%. Persentase menginap terbanyak yakni 20% dengan lama menginap selama 4 hari dan 5 hari. Interaksi yang paling sering terjadi adalah interaksi antara metildopa dengan nifedipin sebesar 23,9%. Kata kunci : pre-eklampsia, profil peresepan obat antihipertensi, interaksi obat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
Hypertension in pregnancy including pre-eclampsia and eclampsia nowadays is still a problem in maternal care in Indonesia. This research aims to understand the using of antihypertension medicine for the patients of pre-eclampsia in Panti Rapih Hospital Yogyakarta. The specific goal is to know the pre-eclampsia patient characteristics, medicines type and category, the amount of medicine, medicines taking method, the treatment duration and the interaction potential between antihypertension medicine and other antihypertension medicine that is given to the pre-eclampsia patient. This research is an observational research with non analytical descriptive plan. The steps of the research covers collecting data, doing the analysis toward the profile of medicine using, and data analysis. From the research, it can be obtained the case of pre-eclampsia consist of fourty patients, based on the age, there are 77,5% for 20-34 year old patient, 22,5% for ≥35 year old patient. While, based on the diagnosis, it consists of severe pre-eclampsia (82,5%) and light pre-eclampsia (17,5%). Used medicine category covers centrally antihypertension 45,3%, antagonis Ca 32,8%, diuretic 17,2%, α blocker 3,1% and ACE inhibitor 1,6%. The amount of antihypertension medicines that are used: single 32,5%, two combination 25%, three combination 17,5%, four combination 2,5% and six combination 2,5%. Orally medicine given is 87,5%, 9,4 % by injection and 3,1% by sublingual. The most patients stay in the hospital 4 day and 5 day are 20%. The most interaction happened between metildopa and nifedipin are 23,9%. Key words : pre-eclampsia, prescriptions pattern, drugs interaction.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................................... vii
INTISARI ........................................................................................................ viii
ABSTRACT ...................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvi
BAB I. PENGANTAR ................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1
B. Perumusan Masalah ................................................................... 4
C. Keaslian Penelitian ..................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 5
E. Tujuan Penelitian ....................................................................... 6
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ........................................................... 7
A. Pre-eklampsia.............................................................................. 7
1. Definisi ................................................................................. 7
2. Etiologi ................................................................................ 8
3. Patogenesis .......................................................................... 9
4. Manifestasi Klinis ................................................................ 12
5. Diagnosis .............................................................................. 13
6. Pencegahan............................................................................ 14
7. Srategi Terapi ........................................................................ 15
B. Obat Antihipertensi ..................................................................... 19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
C. Pengobatan Rasional .................................................................. 27
D. Interaksi Obat .............................................................................. 29
1. Interaksi Farmasetik .............................................................. 31
2. Interaksi Farmakokinetik ..................................................... 31
3. Interaksi Farmakodinamik ................................................... 32
E. Keterangan Empiris..................................................................... 32
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 33
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................. 33
B. Definisi Operasional .................................................................. 33
C. Bahan Penelitian ......................................................................... 34
D. Lokasi Penelitian ........................................................................ 35
E. Tata Cara Pengumpulan Data .................................................... 35
F. Tata Cara Analisis Hasil ............................................................. 36
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 38
A. Karakteristik Pasien Pre-eklampsia............................................. 38
1. Distribusi Umur Pasien Pre-eklampsia ................................. 38
2. Distribusi Usia kehamilan ..................................................... 39
3. Distribusi Paritas ................................................................... 40
4. Distribusi Macam Persalinan………………………………. 41
5. Distribusi Diagnosis Utama………………………………... 42
6. Distribusi Tekanan Darah Sistolik…………………………. 43
7. Distribusi Tekanan Darah Diastolik………………………... 44
B. Profil Peresepan Obat Antihipertensi.......................................... 44
1. Jenis dan Golongan Obat Antihipertensi Yang Digunakan... 45
2. Jumlah Penggunaan Obat Antihipertensi secara Tunggal
maupun Kombinasi................................................................ 50
3. Cara Pemberian Obat Antihipertensi ................................... 56
4. Lama Perawatan.................................................................... 57
5. Interaksi Obat Antihipertensi dengan Obat Antihipertensi
Lainnya.................................................................................. 58
C. Rangkuman Hasil dan Pembahasan……………………………. 64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 66
A. Kesimpulan ................................................................................ 66
B. Saran ........................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 68
LAMPIRAN .................................................................................................. 71
BIOGRAFI PENULIS .................................................................................... 92
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
I. Obat Antihipertensi yang Dapat Digunakan Pada Pre-eklampsia …… 17
II. Rekomendasi Penggunaan Obat Antihipertensi pada Ibu Hamil. …… 20
III. Distribusi Penggunaan Kombinasi >2 Jenis Obat Antihipertensi
pada Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 ................................................... 55
IV. Distribusi Cara pemberian Obat Antihipertensi pada Pasien Pre-
eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Tahun 2005………………………................................... 56
V. Distribusi Lama Perawatan Pasien Pre-eklampsia di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 .......... 58
VI. Distribusi Interaksi Jenis Obat Antihipertensi dengan Obat
Antihipertensi Lainnya di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 .................................................... 59
VII. Distribusi Interaksi dan Sifat Interaksi Obat Antihipertensi
dengan Obat Antihipertensi Lainnya di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 ............................. 59
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
1. Distribusi Umur Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005………………… 38
2. Distribusi Usia Kehamilan Pasien Pre-eklampsia di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 .......... 39
3. Distribusi Paritas Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 ............................. 40
4. Distribusi Macam Persalinan Pasien Pre-eklampsia di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 ......... 41
5. Distribusi Diagnosis Utama Pasien Pre-eklampsia di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 ......... 42
6. Distribusi Tekanan Darah Sistolik Pasien Pre-eklampsia di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
Tahun 2005 .......................................................................................... 43
7. Distribusi Tekanan Darah Diastolik Pasien Pre-eklampsia di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
Tahun 2005 .......................................................................................... 44
8. Distribusi Jenis Obat Antihipertensi yang Digunakan di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
Tahun 2005 ...................................................................................... ... 46
9. Distribusi Golongan Obat Antihipertensi yang Digunakan di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
Tahun 2005 .......................................................................................... 46
10. Distribusi Jumlah Penggunaan Obat Antihipertensi Secara
Tunggal maupun Kombinasi di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005.......................................... 50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
11. Distribusi Penggunaan Jenis Obat Antihipertensi Secara
Tunggal di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Tahun 2005....................................................................... 52
12. Distribusi Penggunaan Kombinasi 2 Jenis Obat Antihipertensi di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
Tahun 2005 .............................................................. ………………… 54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran halaman
1. Standar Pelayanan Medik Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta………………… ............................................................... 71
2. Data Umum Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005............................... 72
3. Gejala, Tanda Fisik dan Data Laboratorium Pasien Pre-
eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah sakit Panti Rapih
Yogyakarta tahun 2005........................ ................................................ 74
4. Daftar Obat yang Digunakan oleh Pasien Pre-eklampsia di
Instalasi Rawat Inap Rumah sakit Panti rapih Yogyakarta tahun
2005...................................................................................................... 77
5. Tingkatan evidence………………… .................................................. 90
6. Lembar Pengumpulan Data.................................................................. 91
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Dalam pelayanan obstetri, selain Angka Kematian Maternal (AKM) terdapat
Angka Kematian Perinatal (AKP) yang dapat digunakan sebagai parameter
keberhasilan pelayanan. Namun, keberhasilan menurunkan AKM di negara-negara
maju saat ini menganggap AKP merupakan parameter yang lebih baik dan lebih peka
untuk menilai kualitas pelayanan kebidanan. Salah satu penyebab kematian perinatal
adalah penyakit hipertensi dalam kehamilan (Sudhaberata, 2001).
Penyakit hipertensi dalam kehamilan (HDK) termasuk pre-eklampsia dan
eklampsia sampai saat ini masih merupakan masalah dalam pelayanan obstetri di
Indonesia. Walaupun sudah jauh menurun, angka morbiditas dan mortalitas maternal
dan perinatal akibat pre-eklampsia dan eklampsia masih tinggi dan merupakan salah
satu dari ketiga penyebab utama kematian ibu, di samping perdarahan dan infeksi
(Armanza dan Karkata, 2005).
Pre-eklampsia ialah penyakit dengan tanda–tanda hipertensi, edema, dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam
trimester ke-3 kehamilan dan sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan oleh
wanita yang bersangkutan sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul
pre-eklampsia berat, bahkan eklampsia. Eklampsia adalah pre-eklampsia yang
disertai dengan kejang (Wiknjosastro, 2002).
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Di Indonesia pre-eklampsia masih merupakan sebab utama kematian ibu,
disamping perdarahan dan infeksi dan penyebab kematian perinatal yang tinggi. Dari
berbagai penelitian di Indonesia diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8% -25,5%
sedangkan kematian bayi di negara maju lebih kecil (Wiknjosastro, 2002). Menurut
Zuspan dan Arulkumaran (cit., Sudhaberata, 2001), melaporkan angka kejadian pre-
eklampsia di dunia sebesar 0-13%, di Singapura 0,13-6,6%, sedangkan di Indonesia
3,4-8,5%. Penelitian yang dilakukan oleh Soejoenoes (cit., Sudhaberata, 2001), di 12
RS Pendidikan di Indonesia, didapatkan kejadian pre-eklampsia–eklampsia 5,30%
dengan kematian perinatal 10,83 perseribu (4,9 kali lebih besar dibandingkan dengan
kehamilan normal). Penelitian yang dilakukan oleh Meizia dan Mose (cit., Armanza
dan Karkata, 2005), jumlah kematian ibu di duabelas rumah sakit pendidikan di
Indonesia antara tahun 1997–1980 berkisar 30-40% yang diakibatkan oleh pre-
eklampsia. Menurut Dwijayasa (cit., Armanza dan Karkata, 2005) pada dekade 1990-
an pre-eklampsia dan eklampsia sudah merupakan penyebab kematian maternal yang
paling banyak yaitu sebesar 30%.
Pada pre-eklampsia–eklampsia juga didapatkan risiko persalinan prematur
2,67 kali lebih besar, persalinan buatan 4,39 kali lebih banyak, dan mempunyai
kecenderungan lebih tinggi untuk mendapatkan bayi dengan berat badan lahir rendah
(Sudhaberata, 2001).
Tingginya kematian ibu dan anak di negara–negara berkembang disebabkan
oleh kurang sempurnanya pengawasan antenatal dan natal, penderita–penderita
eklampsia sering terlambat mendapat pengobatan yang tepat. Oleh karena itu
diagnosis dini pre-eklampsia, yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu
dan anak (Wiknjosastro, 2002).
Salah satu upaya untuk menurunkan AKP akibat pre-eklampsia–eklampsia
adalah dengan menurunkan angka kejadian pre-eklampsia–eklampsia. Angka
kejadian dapat diturunkan melalui upaya pencegahan, pengamatan dini, dan terapi
(Sudhaberata, 2001).
Pada dasarnya penanganan pre-eklampsia terdiri atas terapi medik dan
penanganan obstetrik. Penanganan obstetrik ditujukan untuk melahirkan bayi pada
saat yang optimal. Terapi medik hanya dapat dilakukan secara simptomatis karena
etiologi pre-eklampsia belum diketahui. Salah satu terapi medik pada pre-eklampsia
adalah obat antihipertensi. Penanganan pre-eklampsia ringan dapat dilakukan dengan
beristirahat yang cukup dan mengurangi konsumsi garam. Penanganan pasien dengan
tanda-tanda dan gejala-gejala pre-eklampsia berat segera harus diberi sedatif yang
kuat untuk mencegah timbulnya kejang (Wiknjosastro, 2002).
Penanganan pre-eklampsia dilakukan di rumah sakit, terutama untuk pre-
eklampsia berat. Salah satu rumah sakit terbesar di Yogyakarta adalah Rumah Sakit
Panti Rapih. Rumah Sakit Panti Rapih adalah Rumah Sakit Swasta Katolik di Daerah
Istimewa Yogyakarta yang didirikan pada tanggal 14 September 1929 dengan tujuan
dapat melayani masyarakat umum termasuk mereka yang kekurangan. Rumah Sakit
Panti Rapih adalah Rumah Sakit swasta tipe madya dan memiliki 316 tempat tidur
serta memberikan pelayanan kepada pasien selama 24 jam (Anonim, 1993).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat disusun perumusan
masalahnya sebagai berikut di bawah ini.
1. Seperti apakah karakteristik pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005?
2. Jenis dan golongan obat antihipertensi apakah yang diberikan pada setiap pasien
pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
tahun 2005 ?
3. Berapa jumlah obat antihipertensi yang diberikan secara tunggal maupun
kombinasi pada setiap pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 ?
4. Dengan cara pemberian apakah obat antihipertensi diberikan pada pasien pre-
eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun
2005 ?
5. Berapa lama perawatan yang dijalani oleh setiap pasien pre-eklampsia di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 ?
6. Apakah terdapat potensial interaksi antara obat antihipertensi dengan obat
antihipertensi lainnya yang diberikan pada pasien pre-eklampsia di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 ?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
C. Keaslian Penelitian
Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Juwita (2004), yaitu tentang pola
peresepan pasien hipertensi gestasional di Bangsal Rawat Inap Obstetri dan
Ginekologi Rumah Sakit DR.Sardjito Yogyakarta tahun 2002. Penelitian ini berbeda
dengan penelitian terdahulu dalam hal objek pengamatan, lokasi pengamatan, dan
waktu pengamatan. Selain itu, penelitian ini hanya mengamati obat antihipertensi
yang digunakan pada pasien pre-eklampsia (tidak mengamati seluruh obat yang
digunakan oleh pasien pre-eklampsia). Pada penelitian ini peneliti menggunakan
instalasi rawat inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 dan yang
diteliti sebagai objek lebih spesifik yaitu kasus pre-eklampsia.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Dapat digunakan sebagai informasi untuk mengembangkan konsep pelayanan
farmasi di rumah sakit.
2. Manfaat praktis
a. dapat dijadikan evaluasi untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
melalui penggunaan obat secara rasional khususnya untuk kasus pre-eklampsia
b. dapat dijadikan referensi untuk penyusunan standar terapi di suatu rumah
sakit atau pelayanan kesehatan yang lain khususnya untuk kasus pre-eklampsia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
E. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui profil peresepan obat
antihipertensi pada pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta.
2. Tujuan Khusus
Penelitian ini bertujuan khusus untuk mengetahui:
a. karakteristik pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta tahun 2005.
b. jenis dan golongan obat antihipertensi yang digunakan pada pasien pre-
eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
tahun 2005.
c. jumlah obat antihipertensi yang diberikan secara tunggal maupun kombinasi
pada pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta tahun 2005.
d. cara pemberian obat antihipertensi pada pasien pre-eklampsia di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005.
e. lama perawatan pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005
f. potensial interaksi antara obat antihipertensi dengan obat antihipertensi
lainnya yang diberikan pada pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Pre-eklampsia
1. Definisi
Pre-eklampsia ialah penyakit dengan tanda–tanda hipertensi, edema, dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam
trimester ke-3 kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola
hidatidosa (Winknjosastro, 2002).
Pre-eklampsia adalah penyakit pada wanita hamil yang secara langsung
disebabkan oleh kehamilan. Definisi pre-seklampsia adalah hipertensi disertai
proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau
segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi
penyakit trofoblastik (Manuaba, 2001).
Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada tanda-tanda lain. Untuk
menegakkan diagnosis pre-eklampsia, penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2
kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat (Winknjosastro, 2002).
The National High Blood Pressure Education Program Working Group on
High Blood Pressure in Pregnancy mengelompokkan hipertensi dalam kehamilan
menjadi 4 kelompok sebagai berikut.
a. Pre-eklampsia. Diagnosis pre-eklampsia ditetapkan bila tekanan darah
sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg yang muncul
pada wanita hamil setelah minggu ke–20 yang mana sebelum minggu ke–20,
tekanan darah wanita hamil normal. Adanya protein pada urin sebesar
≥30mg/dl atau hasil test dipstik +1.
7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
b. Hipertensi kronik. Diagnosis hipertensi kronik ditetapkan bila tekanan darah
≥ 140/90 mmHg sebelum minggu ke–20 atau jika pengukuran setelah minggu
ke–20 tekanan darah tetap >140/90 mmHg sampai 12 minggu setelah
melahirkan.
c. Superimpose pre-eklampsia dengan hipertensi kronis didefinisikan sebagai
hipertensi kronis pada wanita hamil yang kemudian berkembang menjadi pre-
eklampsia dengan adanya protein urin, trombositopenia, atau peningkatan
enzim hati.
d. Hipertensi gestasional adalah hipertensi pada kehamilan yang tidak disertai
dengan tanda- tanda pre-eklampsia seperti adanya protein urin (Gifford dkk,
2000).
Pre-eklampsia dan eklampsia hampir secara ekslusif merupakan penyakit
pada primipara. Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrim,
yaitu pada remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun.
Pada multipara, penyakit ini biasanya dijumpai pada keadaan-keadaan berikut:
a. kehamilan multifetal dan hidrops fetalis
b. penyakit vaskuler, termasuk hipertensi essensial kronis dan diabetes mellitus
c. penyakit ginjal (Manuaba, 2001).
2. Etiologi
Apa yang menjadi penyebab pre-eklampsia sampai sekarang ini belum
diketahui dengan pasti. Penyebab pre-eklampsia rupanya tidak hanya satu faktor,
melainkan banyak faktor yang menyebabkan pre-eklampsia (Winknjosastro, 2002).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
3. Patogenesis
Walaupun apa yang menjadi penyebab pre-eklampsia sampai sekarang belum
diketahui. Telah terdapat banyak teori yang mencoba menerangkan patogenesis
penyakit tersebut. Adapun teori–teori tersebut antara lain :
a. teori genetik, menyebutkan bahwa hipertensi dalam kehamilan ada
kemungkinan diturunkan, khususnya pada kehamilan pertama. Tingkat
kejadian pre-eklampsia pada anak perempuan lebih tinggi dibandingkan
dengan menantu wanita (Manuaba, 2001).
b. teori imunologik, menyebutkan bahwa janin adalah ”benda asing”. Pada
kehamilan normal terdapat human leukocyte antigen (HLA). HLA G terdapat
pada jaringan plasenta pada kehamilan normal. HLA G mempunyai peran
dalam merangsang respon imun terhadap ”benda asing” yang terdapat di
plasenta. Pada pre-eklampsia memiliki HLA G yang lebih sedikit atau
memiliki protein HLA G yang berbeda sehingga terjadi gangguan adaptasi
terhadap ”benda asing” dalam hal ini janin (Grifford, 2000).
c. teori ischemia regio uteroplasenter menyebutkan invasi sel trofoblas dapat
menimbulkan dilatasi pembuluh darah pada kehamilan normal, sehingga
dapat memenuhi kebutuhan nutrisi dan oksigen serta plasenta dapat berfungsi
dengan normal. Pada kasus pre-eklampsia, invasi sel trofoblas hanya terjadi
pada sebagian arteri spiralis di daerah endometrium-desidua, yang
mengakibatkan terjadinya gangguan fungsi plasenta karena sebagian besar
arteri spiralis miometrium tetap dalam keadaan konstriksi sehingga tidak
mampu memenuhi kebutuhan darah plasenta untuk nutrisi dan oksigen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Akibat labilnya distribusi oksigen ke plasenta, maka akan menghasilkan
radikal bebas dan menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah.
Kerusakan endotel akan mengakibatkan terjadi agregasi dan adhesi trombosit
di tempat kerusakan pembuluh darah. Timbunan agregasi dan adhesi
trombosit disekitar pembuluh darah yang rusak mengakibatkan kerusakan dan
lisis dari trombosit, dan akhirnya berakibat menurunnya jumlah trombosit
sehingga memudahkan terjadi perdarahan (Manuaba, 2001).
d. teori radikal bebas. Teori ini menjelaskan jika oksigen labil distribusinya
akan menimbulkan produk metabolisme samping yaitu radikal bebas, dengan
ciri terdapat “elektron bebas”. Elektron bebas ini akan mencari pasangan
dengan merusak jaringan, khususnya endotel pembuluh darah. Antiradikal
bebas yang dapat dipakai untuk menghalangi kerusakan membran sel sebagai
anti aksi adalah vitamin C dan Vitamin E. kerusakan dari membran sel akan
merusak dan membunuh sel endotel (Manuaba, 2001).
e. teori kerusakan endotel
Fungsi endotel sendiri adalah melancarkan sirkulasi darah sehingga terdapat
aliran nutrisi dan pembuangan hasil metabolisme dapat berjalan baik,
melindungi pembuluh darah agar tidak terjadi timbunan trombosit, serta
menghindari pengaruh vasokonstriktor. Adapun kerusakan sel endotel
menyebabkan fungsi sel endotel sendiri menurun sampai hilang, terjadi
timbunan trombosit pada lumen pembuluh darah sehingga aliran darah
terganggu karena lumen sempit, meningkatnya permeabilitas membran dan
terjadi ekstravasasi cairan darah yang menyebabkan edema. Kerusakan sel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
endotel akan menimbulkan gangguan relaksasi pembuluh darah. Kerusakan
endotel menyebabkan gangguan produksi prostaglandin total, terjadi
gangguan keseimbangan produksi dengan lebih banyak tromboksan, yang
merupakan vasokontriksi pembuluh darah yang poten sehingga hipoksia
plasenta makin bertambah. Kerusakan khas dari endotel pembuluh darah,
terutama pada ginjal menimbulkan glomerular endotheliosis yang
menyebabkan proteinuria (Manuaba, 2001).
f. teori trombosit, menyebutkan pada kejadian pre-eklampsia terjadi
ketidakseimbangan pada produksi derivat prostaglandin. Derivat
prostaglandin yang terganggu adalah protasiklin (PGI2) yang dapat
menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah serta menghalangi agregasi dan
adhesi trombosit pada endotel pembuluh darah, derivat prostaglandin yang
lain yang juga terganggu adalah tromboksan A2 yang bekerja sebaliknya,
yaitu menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah dan menyebabkan
agregasi dan adhesi trombosit pada endotel pembuluh darah yang rusak.
Kerusakan trombosit meningkatkan pengeluran tromboksan sehingga
tromboksan dibandingkan prostasiklin yaitu 7:1 (Manuaba, 2001). Akibat
tingginya pengeluaran tromboksan, berakibat terjadinya vasokontriksi
pembuluh darah yang menyebabkan tekanan darah meningkat (Manuaba,
2001).
g. teori diet ibu hamil
Kebutuhan kalsium ibu hamil cukup tinggi. Kebutuhan untuk pembentukan
tulang dan organ lain dari janin sekitar 2-2,5 gram/hari, jumlah tersebut juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
diperlukan untuk mempertahankan agar konsentrasi dalam darah menjadi
konstan. Bila terjadi kekurangan kalsium, maka kalsium ibu hamil akan
dikuras untuk memenuhi kebutuhan sehingga terjadi pengeluaran kalsium
dari jaringan otot. Manifestasi yang terjadi akibat kalsium keluar dari otot
jantung adalah melemahnya kontraksi otot jantung dan menurunkan stroke
volume, sehingga aliran darah akan menurun dan seterusnya mengakibatkan
ischemia regio uteroplasenter, selain itu keluarnya kalsium dari otot
pembuluh darah akan menimbulkan kompensasi terjadinya vasokontriksi
pembuluh darah akibatnya tekanan darah meningkat dan terjadi hipertensi
(Manuaba, 2001).
Dalam standar pendidikan obstetri dan ginekologi tersurat teori yang dianut yaitu
teori ischemia regio uteroplasenter dengan dukungan teori yang lainnya (Manuaba,
2001).
4. Manifestasi klinik
Biasanya tanda–tanda pre-eklampsia timbul dalam urutan : pertambahan berat
badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada pre-
eklampsia ringan tidak ditemukan gejala–gejala subjektif. Pada pre-eklampsia berat
didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri
di daerah epigastrum, mual atau muntah. Gejala–gejala ini sering dikemukakan pada
pre-eklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan
timbul. Tekanan darah pun meningkat lebih tinggi, edema menjadi lebih umum, dan
proteinuria bertambah banyak (Wiknjosastro, 2002).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
5. Diagnosis
Pada umumnya diagnosis pre-eklampsia didasarkan atas adanya dua dari tiga
tanda utama yaitu hipertensi, edema, dan proteinuria. Penambahan berat badan yang
berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali. Edema terlihat sebagai
peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari, tangan, dan muka. Tekanan darah
≥140/90mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat (Mansjoer dkk, 1999).
Dahulu, kenaikan tekanan darah sistolik sebesar >30mmHg atau tekanan
diastolik meningkat >15mmHg walaupun nilai absolut tekanan darahnya dibawah
140/90 mmHg merupakan salah satu kriteria diagnosis pre-eklampsia, tetapi menurut
The National High Blood Pressure Education Program Working Group on High
Blood Pressure in Pregnancy, hal ini tidak lagi merupakan salah satu kriteria
diagnosis, karena bukti klinis yang ada menunjukkan bahwa pasien pada kategori ini
tidak mengalami perburukan keadaan. Namun, penilaian para praktisi klinik
menyatakan bahwa pasien yang mengalami peningkatan tekanan darah sistolik
sebesar >30mmHg atau tekanan diastolik meningkat >15mmHg perlu pengawasan
yang ketat, khususnya jika terdapat protein urin dan nilai asam urat sama dengan atau
lebih besar dari 6mg/dl (Grifford, 2000).
Tekanan diastolik pada trimester kedua yang lebih dari 85mmHg patut
dicurigai sebagai bakat pre-eklampsia. Proteinuria bila terdapat protein sebanyak
0,3g/L dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan +1 atau 2,
atau kadar protein ≥1g/L dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau urin porsi
tengah, diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam (Mansjoer dkk, 1999).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Menurut Sudhaberata (2001), pre-eklampsia dibagi menjadi 2 yaitu, pre-
eklampsia ringan dan pre-eklampsia berat. Kriteria diagnosis pre-eklampsia ringan
sebagai berikut ini.
a. Tekanan darah ≥140mmHg/90mmHg
b. Edema tungkai, lengan atau wajah, atau kenaikan berat badan 1 kg/minggu.
c. Proteinuria 0,3g/24 jam atau plus 1-2.
d. Oliguria.
Kriteria diagnosis pre-eklampsia berat yaitu apabila pada kehamilan lebih 20 minggu
didapatkan satu atau lebih tanda berikut ini.
a. Tekanan darah >160/110mmHg diukur dalam keadaan relaks dan tidak dalam
keadaan his.
b. Proteinuria >5g/24 jam atau +4 pada pemeriksaan kualitatif.
c. Oliguria : urine <500 ml/24 jam disertai kenaikan kreatinin plasma
d. Gangguan visus dan serebral
e. Nyeri epigastrium/hipokondrium kanan.
f. Edema paru dan sianosis.
g. Gangguan pertumbuhan janin intrauterin.
h. Adanya sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated Liver enzyme, Low platelet
Count).
6. Pencegahan
Walaupun timbulnya pre-eklampsia tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun
frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian informasi dan pelaksanaan
pengawasan yang baik pada wanita hamil. Informasi yang diberikan tentang manfaat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
istirahat, diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam, dan pertambahan
berat badan yang tidak berlebihan (Wiknjosastro, 2002).
Belum ada kesepakatan dalam strategi pencegahan pre-eklampsia. Beberapa
penelitian menunjukkan pendekatan nutrisi (diet rendah garam, diet tinggi protein,
suplemen kalsium, magnesium, dan lain-lain) atau medikamentosa (teofilin,
antihipertensi, aspirin, diuretik, dan lain-lain) dapat mengurangi kemungkinan
timbulnya pre-eklampsia (Mansjoer dkk, 1999).
7. Strategi Terapi
Pengobatan hanya dapat dilakukan secara simptomatis karena etiologi pre-
eklampsia dan faktor-faktor yang menyebabkan belum diketahui. Tujuan utama
penanganan ialah untuk mencegah terjadinya pre-eklampsia berat dan eklampsia,
melahirkan janin hidup, dan melahirkan janin dengan trauma sekecil–kecilnya
(Wiknjosastro, 2002).
Pada dasarnya penanganan pre-eklampsia terdiri atas pengobatan medisinal
dan penanganan obstetrik. Penanganan obstetrik ditujukan untuk melahirkan bayi
pada saat yang optimal, yaitu sebelum janin mati dalam kandungan, akan tetapi
sudah cukup matur untuk hidup diluar uterus (Wiknjosastro, 2002).
Penanganan pre-eklampsia dibagi menjadi 2 bagian yaitu perawatan aktif dan
perawatan konservatif. Perawatan aktif terbagi pengobatan medisinal dan pengobatan
obstetrik.
a. Terapi medisinal meliputi :
1). segera rawat di ruangan yang terang dan tenang, terpasang infus dekstrosa
atau ringer laktat dari IGD.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
2). total bed rest dalam posisi lateral decubitus.
3). diet cukup protein, rendah karbohidrat-lemak dan garam.
4). antasida.
5). anti kejang:
a). magnesium sulfat (MgSO4)
Syarat: tersedia antidotum kalsium glukonat 10% (1 ampul secara i.v dalam 3
menit), reflek patella positif kuat, kecepatan nafas >16 kali/menit, tanda distress
nafas negatif, produksi urin >100 cc dalam 4 jam sebelumnya. Cara pemberian:
loading dose secara intravena (i.v): MgSO4 20% 4g dalam 4 menit, intramuskuler
(i.m): 4g MgSO4 40% gluteus kanan, 4g MgSO4 40% gluteus kiri. Jika ada tanda
impending eklampsia loading dose diberikan i.v dan i.m, jika tidak ada loading
dose cukup diberikan secara i.m saja. Maintenance dose diberikan 6 jam setelah
loading dose, secara i.m 4g MgSO4 40% dalam 6 jam, bergiliran pada gluteus
kanan atau gluteus kiri.
b). diazepam: digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian
MgSO4 tidak dipenuhi. Cara pemberian: drip 10mg dalam 500 ml, maksimal 120
mg dalam 24 jam. Jika dalam dosis 100 mg dalam 24 jam tidak ada perbaikan,
alih rawat ke ruang ICU.
6). antihipertensi
Berikut ini obat antihipertensi yang dapat digunakan pada pre-eklampsia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Tabel I. Obat Antihipertensi yang Dapat Digunakan pada Pre-eklampsia (Wiknjosastro, 2002). NO Jenis Obat Dosis 1 Penghambat adrenergik
a. Adrenergik sentral 1). Metildopa
2). Klonidin
b. Penghambat beta 1). Pindolol
c. Penghambat alfa
1). Prazosin
d. Penghambat alfa-beta 1). Labetalol
3x125 mg/hari sampai 3x500 mg/hari 3x0,1 mg/hari atau 0,30 mg/500ml dekstrosa 5% / 6 jam 1x5 mg/hari sampai 3x10 mg/hari 3x1 mg/hari sampai 3x5 mg/hari 3x100 mg/hari
2 Vasodilator 1). Hidralazin
4x25 mg/hari atau parenteral 2,5mg – 5 mg
3 Antagonis kalsium 1). Nifedipin
3x10 mg/hari
Alternatif untuk antepartum, dapat digunakan metildopa dengan aturan dosis
3x125-500 mg atau klonidin drips/titrasi 0,30 mg/500 ml dekstrosa 5% per 6 jam dan
klonidin oral 3x0,1 mg/hari. Alternatif untuk postpartum, dapat digunakan
penghambat ACE misalnya kaptopril dengan aturan dosis 2x2,5-25 mg atau dapat
digunakan antagonis kalsium misalnya nifedipin dengan aturan dosis 3x5-10 mg.
Diuretik, untuk penggunaan antepartum, dapat digunakan manitol dan untuk
penggunaan postpartum dapat digunakan spironolakton atau furosemid. Indikasi
penggunaan diuretika bila terdapat edema paru-paru, gagal jantung kongestif ataupun
edema anasarka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
7). kardiotonika
8). lain-lain seperti antipiretika jika suhu >38,5°C, antibiotika jika ada indikasi,
analgetika, dan sebagainya (Sudhaberata, 2001).
b. Pengobatan obstetrik meliputi pengobatan pada tahap belum inpartu dan tahap
sudah inpartu. Tahap belum inpartu meliputi amniostomi atau oksitosin drip bila
bishop score > 8 setelah 3 menit terapi medisinal dan seksio sesarea bila terdapat
kontraindikasi oksitosin drip atau selama 12 jam diberi oksitosin drip belum masuk
fase aktif. Tahap sudah inpartu meliputi kala I dan kala II. Pada kala I dilakukan
seksio sesarea bila dalam 6 jam tidak masuk fase aktif atau dilakukan amniotomi
pada fase laten dan 6 jam kemudian bila pembukaan belum lengkap dilakukan seksio
sesarea. Pada kala II untuk persalinan pervaginam, dilakukan partus buatan vakum
ekstraksi atau forcep ekstraksi. Untuk kehamilan <37 minggu, bila memungkinkan
terminasi ditunda 2x24 jam untuk maturasi paru janin (Sudhaberata, 2001).
Perawatan konservatif kehamilan preterm <37 minggu tanpa disertai tanda-
tanda impending eklampsia, dengan keadaan janin baik. Perawatan tersebut terdiri
dari terapi MgSO4 dan terapi lain sama seperti di atas. Perawatan konservatif
dianggap gagal jika dalam waktu lebih dari 24 jam tidak ada perbaikan, harus
diterminasi atau jika sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan, diberikan MgSO4
20% 2 g secara i.v terlebih dahulu.
Penderita pulang bila dalam 3 hari perawatan setelah penderita menunjukkan tanda-
tanda pre-eklampsia ringan dan keadaan penderita tetap baik dan stabil (Sudhaberata,
2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
B. Obat Antihipertensi
Terapi obat antihipertensi direkomendasikan untuk wanita hamil dengan
tekanan darah sistolik 160-180 mmHg atau tekanan darah sistolik yang lebih besar
dari 180 mmHg dan tekanan darah diastolik 105–110 mmHg atau tekanan darah
diastolik yang lebih besar dari 105–110 mmHg. Tujuan terapi adalah untuk
menurunkan tekanan sistolik sampai 140–155 mmHg dan tekanan diastolik sampai
90–105 mmHg. Untuk menghindari terjadinya hipotensi, tekanan darah harus
diturunkan secara perlahan–lahan (Wagner, 2004).
Hipertensi ringan hingga hipertensi berat selama kehamilan adalah umum.
Obat antihipertensi sering digunakan dengan harapan bahwa penurunan tekanan
darah akan mencegah berkembangnya penyakit menjadi lebih parah dan dengan
demikian meningkatkan kondisi pasien (Abalos dkk, 2001).
1. Rekomendasi Terapi Hipertensi Ringan Dalam Kehamilan
Tujuan terapi hipertensi ringan dalam kehamilan adalah untuk mencapai
tekanan darah diastolik 80–90 mmHg (grade D). Adapun obat lini pertama adalah
metildopa (grade A), obat lini kedua adalah labetalol (grade A/B), pindolol (grade
A/B), oxprenolol (gradeA/B), nifedipin (grade A/B), dan obat lini ketiga adalah
kombinasi klonidin dengan hidralazin (grade A, tetapi sebaiknya monoterapi),
kombinasi metoprolol dengan hidralazin (grade A, tetapi sebaiknya monoterapi),
klonidin (grade B), dan kombinasi metildopa dengan obat lini kedua atau hidralazin
(grade D) (Rey dkk, 1997).
Indikasi khusus untuk penyakit jantung dan penyakit ginjal, dapat digunakan
diuretik (grade D). Adapun obat yang harus dihindari adalah penghambat ACE
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
(grade C) dan antagonis reseptor angiotensin II (grade D). Hal-hal yang harus
diperhatikan antara lain, fungsi neuromuscular dan tekanan darah ketika
menggunakan nifedipin bersamaan dengan magnesium sulfat, dan tanda-tanda ß-
blockage pada janin yang baru lahir dari ibu yang diberi penghambat β (Rey dkk,
1997).
2. Rekomendasi Terapi Hipertensi Berat Dalam Kehamilan
Tujuan terapi hipertensi berat dalam kehamilan adalah untuk mencapai
tekanan darah diastolik 90–100 mmHg (grade D). Adapun obat lini pertama adalah
hidralazin (grade B), labetalol (grade B), nifedipin (grade B). Indikasi khusus untuk
pasien yang tidak dapat diberi obat lini pertama digunakan diazoxide (grade D) dan
sodium nitroprusside (grade D). Hal-hal yang harus diperhatikan antara lain, fungsi
neuromuscular dan tekanan darah ketika menggunakan nifedipin bersamaan dengan
magnesium sulfat (grade D) dan perlu memonitor denyut jantung bayi selama terapi
akut (grade D) (Rey dkk, 1997).
3. Rekomendasi Terapi Hipertensi Post Partum
Obat yang direkomendasikan adalah metildopa (grade B), nifedipine (grade B),
timolol (grade B) (Rey dkk, 1997).
4. Rekomendasi Penggunaan Obat Antihipertensi pada Ibu Hamil
Tabel II. Rekomendasi Penggunaan Obat Antihipertensi pada Ibu Hamil (Rey dkk, 1997)
Kategori CHS NHBPEP ASSH Hipertensi ringan
Obat pilihan
Metildopa, labetalol, pindolol, oxprenolol,
nifedipin
Metildopa Metildopa, labetalol, oxprenolol, klonidin
Obat yang harus dihindari
Penghambat ACE, antagonis reseptor
angiotensin II
Penghambat ACE
Penghambat ACE, diuretik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Hipertensi berat Obat pilihan Hidralazin, labetalol,
nifedipin Hidralazin Hidralazin, labetalol,
nifedipin, diazoxide Kejang
Obat untuk pencegahan
Magnesium sulfat Magnesium sulfat
Magnesium sulfat, fenitoin
Obat untuk pengobatan
Magnesium sulfat Magnesium sulfat
Diazepam secara i.v
Keterangan CHS : Canadian Hypertension Society (Kanada) NHBPEP : National High Blood Pressure Education Program Working Group ( Amerika Serikat) ASSH : Australasian Society for Study of Hypertension (Australia)
Klasifikasi obat antihipertensi berdasarkan pada tempat regulasi utama atau
titik tangkap kerjanya sebagai berikut:
1. diuretik
Obat antihipertensi golongan diuretik menurunkan tekanan darah terutama
dengan cara mendeplesi simpanan natrium tubuh. Awalnya, diuretik menurunkan
tekanan darah dengan menurunkan volume darah dan curah jantung sedangkan
tahanan perifer tidak berubah pada awal terapi (Benowitz, 2001).
Penurunan tekanan darah terlihat setelah pemberian diuretik, hal ini
disebabkan karena efek utamanya yaitu diuresis. Diuresis menyebabkan penurunan
volume plasma dan stroke volume yang akan menurunkan curah jantung dan
akhirnya menurunkan tekanan darah (Saseen dan Carter, 2005).
Obat–obat diuretik yang digunakan dalam terapi hipertensi antara lain:
a. diuretik tiazid dan sejenisnya
Mekanisme antihipertensi tiazid dengan cara menghambat reabsorpsi natrium
pada tubulus distal yang menyebabkan eksresi natrium dan air dan juga eksresi
kalium dan ion hidrgen. Onset dari tiazid yaitu 2 jam dan tiazid menimbulkan efek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
maksimal kira–kira 4–6 jam setelah pemberian dengan durasi selama 6–12 jam (Lacy
dkk, 2003).
b. diuretik kuat
Diuretik kuat bekerja menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium dan klorida pada ascending loop henle dan di tubulus distal ginjal,
mempengaruhi sistem transpor pengikatan klorida sehingga menyebabkan
peningkatan eksresi dari air, natrium, klorida, magnesium dan kalsium (Lacy dkk,
2003). Diuretik kuat merupakan diuretik yang lebih poten dibandingkan tiazid,
sehingga pemberian obat ini harus diberikan dengan dosis rendah dan diawasi untuk
mencegah ketidakseimbangan cairan tubuh.
c. diuretik hemat kalium
Jenis diuretik ini merupakan diuretik lemah, merupakan antagonis aldosteron.
Mekanisme kerjanya dengan cara berkompetisi dengan aldosteron pada bagian
reseptor di tubulus distal, sehingga dapat menghambat efek aldosteron pada otot
halus arteriola dengan baik, meningkatkan eksresi garam dan air, mencegah
kehilangan kalium dan ion hidrogen (Lacy dkk, 2003). Penggunaannya terutama
dalam kombinasi dengan diuretik lain untuk mencegah atau mengurangi efek
hipokalemia dari diuretik lain (Benowitz, 2001).
2. obat antihipertensi yang bekerja sentral
Metildopa dan klonidin, merupakan contoh obat golongan ini. Metildopa dan
klonidin bekerja dengan jalan menstimulasi reseptor adrenergik α2 di otak. Stimulasi
ini menyebabkan pengurangan aliran simpatis dari pusat vasomotor di otak dan
meningkatkan denyut vagal. Juga dipercaya bahwa stimulasi perifer dari presinaptik
reseptor α2 dapat menyebabkan pengurangan aktifitas saraf simpatis. Pengurangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
aktifitas saraf simpatis bersamaan dengan peningkatan aktifitas saraf parasimpatis,
dapat menurunkan denyut jantung, curah jantung, dan tahanan perifer. Klonidin
sering digunakan untuk terapi hipertensi berat sedangkan metildopa merupakan obat
pilihan utama untuk terapi hipertensi dalam kehamilan (Saseen dan Carter, 2005).
3. antagonis kalsium
Kontraksi dari otot halus pembuluh darah bergantung pada konsentrasi ion
Ca2+ di intrasel. Penghambatan pergerakan dari ion Ca2+ akan mengurangi jumlah
total ion Ca2+ yang mencapai intrasel, sehingga terjadi penurunan kontraktilitas otot
jantung. Penurunan kontraktilitas otot jantung akan mengakibatkan penurunan curah
jantung.
Antagonis kalsium menghambat masuknya kalsium melalui saluran kalsium,
menghambat pengeluaran kalsium dari retikulum sarkoplasma (Oates dan Brown,
2001). Contoh obat golongan ini adalah nifedipin, diltiazem, amlodipin, nimodipin,
verapamil, felodipin, dan isradipin.
4. vasodilator
Vasodilator bekerja menurunkan tekanan darah dengan cara merelaksasi otot
polos arteriol, sehingga dapat menurunkan tahanan vaskuler sistemik. Relaksasi
arteriol menyebabkan penurunan tahanan arteri sehingga terjadi penurunan tekanan
darah arteri. Hal ini menyebabkan terjadinya kompensasi oleh baroreseptor dan
sistem saraf simpatis (Benowitz, 2001).
Adapun kompensasi yang terjadi akibat aktifitas baroreseptor yaitu
peningkatan aliran keluar sistem saraf simpatis yang menyebabkan peningkatan
denyut jantung, peningkatan curah jantung, dan pelepasan renin. Selain itu juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
terjadi retensi air dan garam yang mana hal–hal tersebut diatas melawan efek
hipotensi dari vasodilator. Oleh karena itu, pemberian vasodilator harus diberikan
bersama dengan diuretik dan penghambat β untuk mengatasi adanya kompensasi
dari baroreseptor (Saseen dan Carter, 2005).
5. penghambat enzim pengkonversi angiotensin (penghambat ACE)
Enzim pengkonversi angiotensin (ACE) memfasilitasi terbentuknya
angiotensin II yang mempunyai peran penting dalam pengaturan tekanan darah arteri.
Enzim pengkonversi angiotensin (ACE) terdistribusi dalam banyak jaringan dan
terdapat dalam beberapa tipe sel yang berbeda, tetapi secara umum ACE terletak
pada sel endotelial. Oleh karena itu, produksi utama angiotensin II terletak di
pembuluh darah bukan di ginjal (Saseen dan Carter, 2005).
Efek hipotensi penghambat ACE dengan cara menghambat perubahan
angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor yang
poten yang juga menstimulasi pengeluaran aldosteron. Penghambat ACE juga
menghambat pembongkaran bradikinin dan merangsang sintesis dari beberapa
substansi vasodilator termasuk prostaglandin E2 dan protasiklin. Peningkatan
bradikinin akan meningkatkan efek hipotensi dari penghambat ACE sehingga hal ini
menimbulkan batuk kering yang menjadi efek samping dari obat golongan
penghambat ACE (Saseen dan Carter, 2005). Contoh obatnya adalah kaptopril,
enalapril maleat, benazepril, lisinopril, perindopril, kuinapril, ramipril, dan
fosinopril.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
6. penyekat adrenoreseptor β
Mekanisme penyekat adrenoreseptor β sebagai antihipertensi masih belum
diketahui pasti. Diduga penyekat adrenoreseptor β menurunkan tekanan darah
dengan cara penyekat adrenoreseptor β mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas
otot jantung sehingga mengurangi curah jantung. Selain itu adrenoreseptor β juga
terletak pada permukaan membran dari sel juxtaglomerular dan penyekat
adrenoreseptor β menghambat pelepasan renin (Saseen dan Carter, 2005). Obat-obat
penyekat adrenoreseptor β yang sering digunakan adalah propanolol, pindolol,
acebutolol, bisopralol, timolol, penbutolol, dan satolol.
Penghentian penggunaan penghambat β secara tiba-tiba dapat mengakibatkan
infark miokardial, angina pektoris dan bahkan dapat menyebabkan kematian pada
pasien dengan penyakit koroner . Penghentian penggunaan penghambat β secara tiba-
tiba juga dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah secara tiba-tiba dengan nilai
tekanan darah diatas nilai sebelum terapi. Untuk menghindari hal ini, maka dosis
pemberian penghambat β ditingkatkan bertahap selama selama 1 sampai 2 minggu
sebelum akhirnya melanjutkan pemakaian obat ini (Saseen dan Carter, 2005).
7. penyekat adrenoreseptor α (penyekat α)
Obat antihipertensi yang termasuk dalam penyekat adrenoreseptor α seperti
prazosin, terazosin dan doxazosin. Obat penyekat adrenoreseptor α menghasilkan
efek antihipertensinya dengan menyekat reseptor α1 di arteriol dan venula.
Penghambatan reseptor α1 di arteriol dan venula menyebabkan penghambatan efek
vasokontriksi oleh norepinefrin dan epinefrin sehingga terjadi dilatasi arteriola dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
vena. Dilatasi arteriola menurunkan tahanan perifer sehingga menurunkan tekanan
darah (Benowitz, 2001).
Retensi garam dan cairan terjadi apabila obat tersebut diberikan tanpa
diuretik. Obat ini menjadi lebih efektif apabila digunakan dalam kombinasi dengan
obat lain seperti penyekat adrenoreseptor β dan diuretik, dibandingkan jika
digunakan secara tunggal (Benowitz, 2001).
8. antagonis reseptor angiotensin II
Angiotensin II dihasilkan oleh dua jalur enzimatis yaitu melalui sistem renin
angiotensin–aldosteron, yang melibatkan ACE dan melalui jalur lain yang
menggunakan enzim–enzim lain seperti enzim kimase. Penghambat ACE
menghambat efek dari angiotensin II yang berasal dari jalur sistem renin
angiotensin–aldosteron, sedangkan antagonis reseptor angiotensin II menghambat
angiotensin II dari semua jalur.
Antagonis reseptor angiotensin II secara langsung menghambat reseptor
angiotensin II tipe 1 yang menyebabkan vasokonstriksi, pelepasan aldosteron,
aktivasi saraf simpatis, pelepasan hormon antidiuretik dan konstriksi arteriola
efferent pada glomerulus. Antagonis reseptor angiotensin II tidak menghambat
reseptor angiotensin II tipe 2. Oleh karena itu, keuntungan dari stimulasi reseptor
angiotensin II tipe 2 seperti vasodilatasi, perbaikan jaringan dan penghambatan
pertumbuhan sel tetap berlangsung ketika obat antagonis reseptor angiotensin II
digunakan. Tidak seperti penghambat ACE, antagonis reseptor angiotensin II tidak
mempengaruhi bradikinin sehingga tidak muncul efek samping berupa batuk kering.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Contoh obat yang termasuk antagonis reseptor angiotensin II yaitu losartan kalium
dan valsartan.
C. Pengobatan Rasional
Penggunaan obat yang tidak tepat, tidak efektif, tidak aman dan juga tidak
ekonomis atau yang lebih populer dengan istilah tidak rasional, saat ini telah menjadi
masalah tersendiri dalam pelayanan kesehatan (Anonim, 2000).
Penggunaan obat dikatakan tidak tepat jika risiko yang mungkin terjadi tidak
imbang dengan manfaat yang diperoleh dari tindakan memberikan suatu obat.
Penggunaan obat dapat dinilai tidak rasional jika:
1. indikasi penggunaan tidak jelas atau keliru.
2. pemilihan obat tidak tepat artinya obat yang dipilih bukan obat yang terbukti
paling bermanfaat, paling aman, paling sesuai, dan paling ekonomis.
3. cara penggunaan obat tidak tepat, mencakup besarnya dosis, cara pemberian,
frekuensi pemberian, dan lama pemberian.
4. kondisi dan riwayat pasien tidak dinilai secara cermat, apakah ada keadaan–
keadaan yang tidak memungkinkan penggunaan suatu obat, atau
mengharuskan penyesuaian dosis atau keadaan yang akan meningkatkan
risiko efek samping obat.
5. pemberian obat tidak disertai dengan penjelasan yang sesuai kepada pasien
atau keluarganya.
6. pengaruh pemberian obat, baik yang diinginkan atau yang tidak diinginkan,
tidak diperkirakan sebelumnya dan tidak dilakukan pemantauan secara
langsung atau tidak langsung (Anonim, 2000).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Dampak negatif penggunaan obat yang tidak rasional dapat dilihat dari
berbagai segi. Selain pemborosan dari segi ekonomi, pola penggunaan obat yang
tidak rasional dapat berakibat menurunnya mutu pelayanan pengobatan, misalnya
meningkatnya efek samping obat, meningkatnya kegagalan pengobatan,
meningkatnya resistensi antimikroba dan sebagainya.
Adapun langkah–langkah yang dilakukan untuk mencapai pengobatan yang
rasional yaitu sebagai berikut ini.
1. Ketika pasien berhadapan dengan dokter, seharusnya dilakukan proses
konsultasi secara lengkap untuk menentukan atau memperkirakan diagnosis
dan memberikan tindakan terapi setepat mungkin. Komunikasi antara dokter
dengan pasien memegang peranan penting dalam farmakoterapi.
2. Pemberian obat harus tepat indikasi
3. Penilaian kondisi pasien harus tepat
4. Pemilihan obat tepat, yakni obat yang efektif, aman, ekonomis dan sesuai
dengan kondisi pasien.
5. Memberikan informasi untuk pasien atau keluarga pasien secara tepat.
Unsur–unsur informasi yang perlu dikomunikasikan kepada pasien atau
keluarga pasien mencakup informasi tentang penyakit, informasi tentang
penanganan penyakit, informasi tentang obat yang sedang digunakan, pesan
untuk meningkatkan kepercayaan pasien, dan informasi tentang pemeriksaan
lanjut seperti kapan harus periksa lagi, pemeriksaan tambahan yang
diperlukan, dan apa yang harus dilakukan jika muncul gejala yang tidak
diinginkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
6. Mengevaluasi dan tindak lanjut dilakukan secara tepat (Anonim, 2000).
D. Interaksi Obat
Interaksi obat dapat didefenisikan sebagai respon farmakologik dan klinik
pada pemberian kombinasi obat yang berbeda yang didahului dengan pengetahuan
tentang efek dari kedua obat tersebut jika digunakan secara tunggal. Hasil secara
klinik dari interaksi tersebut dapat bersifat antagonis, sinergis, atau bersifat
idosinkratik (Tatro, 2001).
Penilaian potensial dari interaksi obat utamanya memperhatikan manifestasi
klinis yang ditimbulkan oleh interaksi tersebut dan arti klinis dari interaksi. Arti
klinis dari interaksi obat berhubungan dengan jenis dan besarnya efek yang
ditimbulkan. Hal yang juga perlu diperhatikan yaitu terus memonitor keadaan pasien
dan mengganti terapi untuk mencegah efek samping yang berbahaya. Faktor utama
yang mendefinisikan arti klinis dari interaksi obat yaitu significance rating yang
terdiri atas onset dari timbulnya efek, potensi keparahan dari interaksi, dan
dokumentasi manifestasi klinis dari interaksi yang telah terjadi (Tatro, 2001).
Significance rating terbagi menjadi lima yaitu peringkat 1 jika tingkat
keparahan mayor dan dokumentasi suspected atau lebih, peringkat 2 jika tingkat
keparahan moderat dan dokumentasi suspected atau lebih, peringkat 3 jika tingkat
keparahan minor dan dokumentasi suspected atau lebih, peringkat 4 jika tingkat
keparahan mayor atau moderat dan dokumentasi possible, peringkat 5 jika tingkat
keparahan minor atau tidak berarti dan dokumentasi possible atau unlikely (Tatro,
2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Onset didefinisikan kecepatan efek klinis yang dapat timbul dari suatu
interaksi. Onset dibedakan menjadi dua yaitu cepat dan tertunda. Dikategorikan onset
cepat jika efek klinis yang muncul dalam 24 jam setelah pemberian dan dibutuhkan
tindakan segera untuk mengatasi efek yang timbul sedangkan onset tertunda adalah
efek klinis dari interaksi obat yang timbul dalam beberapa hari atau beberapa minggu
setelah pemberian dan tidak diperlukan tindakan segera untuk mengatasi efek yang
timbul (Tatro, 2001).
Tingkat keparahan terdiri dari mayor, moderat, dan minor. Keparahan
interaksi tergolong mayor jika efek yang terjadi membahayakan jiwa pasien atau
dapat menyebabkan kerusakan permanen. Keparahan interaksi tergolong moderat
jika efek yang terjadi dapat menyebabkan perburukan status kesehatan pasien
sehingga mungkin dibutuhkan rawat inap di rumah sakit, perawatan yang lebih lama
atau terapi tambahan. Keparahan interaksi minor jika efek yang timbul biasanya
ringan atau mungkin tidak timbul dan tidak mempengaruhi outcome terapi dan tidak
dibutuhkan terpai tambahan (Tatro, 2001).
Dokumentasi diartikan sebagai tingkat kepercayaan bahwa suatu interaksi
dapat menyebabkan perubahan respon klinis. Dokumentasi berdasarkan literatur
primer dan juga berdasarkan interaksi yang pernah terjadi. Dokumentasi dibagi
menjadi lima yaitu established, probable, suspected, possible, dan unlikely.
Dikategorikan established jika terbukti terjadi pada suatu penelitian yang terkontrol
baik. Dikategorikan probable jika efek dari interaksi sangat mungkin terjadi tetapi
belum terbukti secara klinis. Dikategorikan suspected jika efek dari interaksi
mungkin terjadi, terdapat data yang baik tetapi butuh penelitian lebih lanjut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Dikategorikan possible jika efek dari interaksi mungkin terjadi tetapi data yang ada
sangat terbatas. Dikategorikan unlikely jika terjadinya efek dari interaksi diragukan
dan tidak ada data bukti klinis yang baik tentang perubahan efek klinis (Tatro, 2001).
Mekanisme interaksi secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
1. interaksi farmasetik atau inkompatibilitas
Interaksi ini terjadi jika antara dua obat yang diberikan bersamaan tersebut
terjadi inkompatibilitas atau terjadi reaksi langsung, yang umumnya di luar tubuh
dan berakibat berubahnya atau hilangnya efek farmakologik obat yang diberikan.
Sebagai contoh, gentamisin mengalami inaktivasi bila dicampur dengan karbenisilin
(Anonim, 2000).
2. interaksi farmakokinetik
Interaksi farmakokinetik adalah peristiwa suatu obat merubah laju atau
jumlah dari absorpsi, distribusi, atau eliminasi (metabolisme dan eksresi) dari obat
yang lain (Tatro, 2001). Interaksi dalam proses absorpsi misalnya terjadi pada
absorpsi tetrasiklin yang berkurang bila diberikan bersamaan dengan logam berat
(kalsium, besi, magnesium atau aluminium) karena terjadi ikatan langsung antara
molekul tetrasiklin dengan logam-logam tersebut sehingga tidak dapat terabsorpsi
(Anonim, 2000).
Interaksi dalam proses distribusi terjadi terutama bila obat-obat dengan ikatan
protein yang lebih kuat menggusur obat-obat lain dengan ikatan protein yang lebih
lemah dari tempat ikatannya pada protein plasma. Akibatnya kadar obat bebas yang
tergusur ini akan lebih tinggi pada darah dengan segala konsekuensinya, terutama
terjadi peningkatan efek toksik (Anonim, 2000).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Interaksi dalam proses metabolisme terjadi kalau metabolisme suatu obat
dipacu atau dihambat oleh obat lain (Anonim, 2000).
Interaksi dalam proses eksresi terjadi jika eksresi suatu obat (melalui ginjal)
dipengaruhi oleh obat lain (Anonim, 2000).
3. interaksi farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat-obat yang mempunyai
khasiat atau efek samping yang serupa atau berlawanan. Interaksi ini disebabkan oleh
kompetisi pada reseptor yang sama, atau terjadi antara obat-obat yang bekerja pada
sistem fisiologik yang sama. Sebagai contoh adalah meningkatnya efek toksik
glikosida jantung pada keadaan hipokalemia (Anonim, 2000).
E. Keterangan Empiris
Penelitian dilakukan untuk mengetahui karakteristik pasien pre-eklampsia, jenis dan
golongan obat antihipertensi, jumlah obat antihipertensi yang diberikan secara
tunggal maupun kombinasi pada pasien pre-eklampsia, cara pemberian obat
antihipertensi, lama perawatan, dan potensial interaksi antara obat antihipertensi
dengan obat antihipertensi lain yang diberikan kepada pasien pre-eklampsia di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian tentang profil peresepan obat antihipertensi pada pasien pre-
eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta termasuk
jenis penelitian observasional dengan rancangan deskriptif non analitis. Data yang
digunakan dalam penelitian adalah data retrospektif dengan melakukan penelusuran
dokumen terdahulu, yaitu pada lembar catatan medis pasien pre-eklampsia selama
tahun 2005.
B. Definisi Operasional
1. Profil peresepan meliputi jenis dan golongan obat antihipertensi, jumlah
penggunaan obat antihipertensi secara tunggal maupun kombinasi, cara
pemberian obat antihipertensi, lama perawatan, dan potensial interaksi antara
obat antihipertensi dengan obat anti hipertensi lainnya yang digunakan oleh
setiap pasien.
2. Pasien pre-eklampsia adalah pasien yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta selama tahun 2005 dengan diagnosis pre-eklampsia
ringan dan pre-eklampsia berat.
3. Umur pasien adalah data usia pasien pre-eklampsia yang menjalani perawatan di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta selama tahun 2005.
4. Jenis obat adalah nama generik dari obat antihipertensi yang diberikan pada
pasien pre-eklampsia yang menjalani perawatan di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Panti Rapih Yogyakarta selama tahun 2005, misalnya nifedipin, metildopa.
33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
5. Golongan obat adalah kelompok obat antihipertensi berdasarkan mekanisme
kerja yang diberikan kepada pasien pre-eklampsia yang menjalani perawatan di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta selama tahun 2005,
misalnya kelompok diuretik, penghambat ß, antagonis Ca, vasodilator,
antihipertensi yang bekerja sentral.
6. Jumlah obat antihipertensi adalah jumlah jenis obat antihipertensi yang diberikan
secara tunggal maupun kombinasi pada pasien pre-eklampsia.
7. Cara pemberian adalah cara pemberian obat antihipertensi kepada pasien,
misalnya per oral, sublingual, injeksi.
8. Lama perawatan adalah jumlah hari dari mulai pasien masuk hingga
diperbolehkan pulang bagi pasien pre-eklampsia yang menjalani perawatan di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta selama tahun 2005
9. Potensial interaksi obat adalah kemampuan suatu obat untuk mempengaruhi obat
lain yang diberikan dalam waktu yang bersamaan dan dapat menyebabkan efek
yang menguntungkan maupun merugikan antar obat antihipertensi yang dikaji
secara teoritis dengan mengacu kepada Drug Interaction Facts, Tatro (2001) dan
Informatorium Obat Nasional Indonesia, Depkes (2000).
C. Bahan Penelitian
Bahan-bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi catatan
medik (medical record) pasien pre-eklampsia selama tahun 2005 di Instalasi Rawat
Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.
D. Lokasi Penelitian
Penelitian mengenai profil peresepan obat antihipertensi pada pasien pre-
eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta dilakukan di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
sub bagian rekam medik Rumah Sakit Panti Rapih Jalan Cik Ditiro no 36
Yogyakarta, data yang diambil selama tahun 2005.
E. Tata Cara Pengumpulan Data
Penelitian mengenai profil peresepan obat antihipertensi pada pasien pre-
eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta ini
dilakukan dalam beberapa tahap yaitu:
1. pengambilan data
Tahap pengambilan data diawali dengan penelusuran jumlah pasien yang
menderita penyakit pre-eklampsia selama tahun 2005, didapatkan data total
pasien pre-eklampsia selama tahun 2005 sebanyak 40 pasien, kemudian
dilakukan pencatatan data rekam medik dari 40 pasien tersebut yang meliputi : a)
nomer register pasien, b) nama pasien, c) usia pasien, d) usia kehamilan, e)
diagnosis pasien, f) kehamilan yang keberapa, g) macam persalinan h) nama obat
yang digunakan pasien, i) cara penggunaan obat, j) tekanan darah pasien sebelum
dan sesudah perawatan, k) data laboratorium pasien, l) tanggal masuk dan tanggal
keluar pasien pre-eklampsia.
2. penyelesaian data
Penyelesaian data meliputi proses pencatatan data yaitu mencatat data pasien
yang ada di lembar rekam medis ke dalam catatan khusus dan disajikan dalam
bentuk tabel, selanjutnya dikaji secara deskriptif menggunakan buku-buku
standar dan literatur yang ada seperti Informatorium Obat Nasional Indonesia
(IONI) dan Drug Interaction Facts (Tatro, 2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
F. Tata Cara Analisis Hasil
Hasil penelitian dikerjakan dengan melakukan kajian secara deskriptif untuk
memperoleh informasi tentang:
1. persentasi usia pasien, dibagi menjadi 3 kelompok usia yaitu, usia ≤ 19 tahun,
usia 20 tahun-24 tahun, dan usia ≥ 35 tahun.
2. persentasi usia kehamilan, dikelompokkan berdasarkan kelompok <37
minggu, 37-42 minggu, dan >42 minggu.
3. presentasi paritas, dikelompokkan menjadi nullipara, primipara, dan
multipara (2-4).
4. persentasi macam persalinan dikelompokkan menjadi pervaginam dan per-
abdominal.
5. persentasi distribusi tekanan darah sistolik dikelompokkan menjadi tekanan
darah sistolik 130mmHg–160mmHg dan tekanan darah sistolik > 160mmHg.
6. persentasi distribusi tekanan darah diastolik dikelompokkan menjadi tekanan
darah diastolik 80mmHg–110mmHg dan tekanan darah diastolik >
110mmHg.
7. persentasi diagnosis, dikelompokkan berdasarkan dari berat ringannya
penyakit pre-eklampsia tersebut.
8. persentasi jenis dan golongan obat antihipertensi yang diberikan, dihitung
dari jumlah jenis dan golongan obat antihipertensi tertentu yang digunakan
dibagi jumlah keseluruhan obat antihipertensi yang digunakan dikalikan
100%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
9. persentasi jumlah penggunaan obat antihipertensi secara tunggal maupun
kombinasi.
10. persentasi cara pemberian obat yang digunakan, dikelompokkan berdasarkan
cara pemberian obat yang diberikan pada pasien.
11. persentasi lama perawatan, dikelompokkan berdasarkan lama perawatan yang
diberikan pada pasien.
12. persentasi potensial interaksi antara obat antihipertensi dengan obat
antihipertensi lainnya , dikelompokkan berdasarkan jenis dan golongan obat
antihipertensi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah kasus pre-eklampsia di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta selama
tahun 2005 sebanyak 40 kasus dari 1526 kelahiran. Dari data di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta, pre-eklampsia merupakan salah satu
komplikasi yang dialami oleh ibu hamil.
A. Karakteristik Pasien Pre-eklampsia
Proses penelusuran data dilakukan dengan cara mengamati kartu status rekam
medik penderita. Pasien yang diteliti adalah seluruh penderita pre-eklampsia di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta selama tahun 2005.
Dicatat nomer register pasien, nama pasien, umur pasien, usia kehamilan, kehamilan
keberapa, macam persalinan, diagnosis utama, tekanan darah, tanggal masuk dan
tanggal keluar pasien, nama obat antihipertensi yang digunakan, jumlah obat
antihipertensi yang diberikan, cara penggunannya, dan data laboratorium pasien pre-
eklampsia.
1. Distribusi Umur Pasien Pre-eklampsia
0
77,50%
22,50%
≤ 19 tahun 20-34 tahun ≥ 35 tahun
Gambar 1. Distribusi Umur Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005
Distribusi penderita pre-eklampsia berdasarkan kelompok umur di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih selama tahun 2005 dapat dilihat pada gambar
38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
1, bahwa dari 40 kasus yang ada 77,5% (31 kasus) terjadi pada usia 20–34 tahun dan
22,5% (9 kasus) terjadi pada usia ≥ 35 tahun. Dari data ini dapat diketahui bahwa
angka kejadian pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
selama tahun 2005 paling banyak diderita pada kelompok umur 20–34 tahun dan dari
data ini juga dapat diketahui bahwa tidak ada pasien pre-eklampsia yang berusia
kurang dari 19 tahun. Menurut beberapa referensi, angka kejadian pre-eklampsia
paling banyak ditemukan pada usia ekstrim yaitu kurang dari 20 tahun dan lebih dari
35 tahun sedangkan menurut berbagai penelitian, angka kejadian pre-eklampsia
paling banyak terjadi pada umur 20-34 tahun.
2. Distribusi Usia Kehamilan
40%
60%
0%
<37 minggu 37-42 minggu>42 minggu
Gambar 2. Distribusi Usia Kehamilan Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005
Distribusi usia kehamilan pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap
Rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 dapat dilihat pada gambar 2 bahwa
kejadian pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta
tahun 2005 paling banyak terjadi pada usia kehamilan 37–42 minggu yaitu sebesar
60% (24 kasus). Angka kejadian kejadian pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap
Rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 pada usia kehamilan <37 minggu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
sebesar 40% (16 kasus) dan tidak terdapat kejadian pre-eklampsia pada usia
kehamilan >42 minggu) di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta selama tahun 2005.
3. Distribusi Paritas
2,50%
55%
43%
Nullipara Primipara Multipara(2-4)
Gambar 3. Distribusi Paritas Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005.
Distribusi paritas pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah sakit
Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 dapat dilihat pada gambar 3 bahwa pre-
eklampsia paling banyak terjadi pada primipara yaitu sebesar 55% (22 kasus).
Menurut Wibisono, pre-eklampsia banyak terjadi pada primigravida diduga karena
pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta
belum sempurna, yang makin sempurna pada kehamilan berikutnya (cit., Sudinaya,
2003). Kejadian pre-eklampsia yang dialami oleh multipara di Instalasi Rawat Inap
Rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 sebesar 42,5% (17 kasus) dan
kejadian pre-eklampsia yang dialami nullipara di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 sebesar 2,5% (1 kasus). Dari data yang
dikumpulkan tidak ditemukan kasus multipara dengan paritas lebih dari empat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
4. Distribusi Macam Persalinan
28,20%
71,80%
Pervaginam Per-abdominal
Gambar 4. Distribusi Macam Persalinan Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat
Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005.
Distribusi macam persalinan pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 terbanyak dengan cara per-
abdominal sebesar 71,8% (28 kasus) sedangkan macam persalinan dengan cara
pervaginam sebesar 28,2% (11 kasus). Dari pengumpulan data didapatkan ada 40
kasus pre-eklampsia dan 39 pasien dari 40 pasien melahirkan pada tahun 2005.
Macam persalinan per-abdominal paling banyak dipilih pada kasus pre-eklampsia
khususnya jika terdapat kontraindikasi induksi persalinan atau terdapat
kontraindikasi persalinan pervaginam. Tindakan persalinan dengan cara per-
abdominal dilakukan untuk mengakhiri kehamilan bila keadaan janin telah matur
sehingga pre-eklampsia tidak bertambah parah. Persalinan dengan cara per-
abdominal juga menjadi alternatif persalinan bila keadaan pasien tidak dapat
membaik dengan pengobatan konservatif dan pasien dianggap tidak dapat lagi
meneruskan kehamilan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
5. Distribusi Diagnosis Utama
17,50%
82,50%
Pre-eklampsia ringan Pre-eklampsia berat
Gambar 5. Distribusi Diagnosis Utama Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005.
Distribusi diagnosis utama pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 terlihat pada gambar 5. Persentasi
kasus pre-eklampsia terbanyak yaitu pre-eklampsia berat sebesar 82,5% (33 kasus)
sedangkan persentasi pre-eklampsia ringan hanya sebesar 17,5% (7 kasus).
Penentuan diagnosis ini berdasarkan perjalanan penyakit pasien dan didukung
oleh pemeriksaan laboratorium serta tanda–tanda yang dialami pasien yang
mengindikasikan adanya perburukan kondisi pasien. Diagnosis pre-eklampsia berat
ditetapkan salah satunya bila tekanan darah > 160/110 mmHg diukur dalam keadaan
relaks (minimal setelah istirahat 10 menit) dan tidak dalam keadaan his.
Wanita hamil yang mempunyai tekanan darah yang tinggi selama masa
kehamilan perlu mendapat perhatian khusus tetapi terkadang hal menyebabkan
kurang diperhatikannya gangguan pada sistem organ, seperti pada kasus beberapa
wanita hamil dengan sindrom Hemolysis Elevated Liver Enzyme and Low Platelet
Count (HELLP) mengalami kondisi kritis karena adanya komplikasi edema paru,
gagal ginjal akut atau kerusakan hati dan pasien ini mengalami sedikit kenaikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
tekanan darah atau tidak mengalami kenaikan tekanan darah, dan hanya sedikit
proteinuria (Sibai, 1996).
Sebagai tambahan 20% diantara wanita yang menderita pre-eklampsia dan
kemudian berkembang menjadi eklampsia memiliki tekanan diastolik dibawah 90
mmHg. Hal ini menyebabkan pentingnya memperhatikan gejala-gejala yang
mengindikasikan adanya perburukan kondisi pasien dan tidak hanya berpatokan pada
nilai tekanan darah dan proteinuria (Sibai, 1996).
6. Distibusi Tekanan Darah sistolik
47,50%
52,50%
TD Sistolik 130-160 mmHg Td Sistolik >160 mmHg
Gambar 6. Distribusi Tekanan Darah Sistolik Pasien Pre-eklampsia di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005.
Pada umumnya diagnosis pre-eklampsia didasarkan atas 2 dari 3 tanda utama.
Salah satunya adalah hipertensi. Pasien dinyatakan pre-eklampsia bila tekanan darah
sistolik ≥140mmHg dan dikategorikan pre-eklampsia berat bila tekanan darah
Tekanan darah >160mmHg. Dari pengambilan data di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 didapatkan data tekanan darah sistolik ibu
hamil berkisar antara 130–200mmHg, baik kejadian pre-eklampsia berat maupun
pre-eklampsia ringan. Dari gambar 6 dapat diketahui bahwa tekanan darah sistolik
>160 mmHg mempunyai persentasi yang lebih besar yaitu 52,5% sebanyak 21 kasus
dan tekanan darah sistolik antara 130–160mmHg sebesar 47,5% sebanyak 19 kasus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
7. Distribusi Tekanan Darah Diastolik
75,00%
25,00%
TD Diastolik 80-110 mmHg Td Diastolik >110 mmHg
Gambar 7. Distribusi Tekanan Darah Diastolik Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005.
Pasien dinyatakan pre-eklampsia bila tekanan darah diastolik ≥90mmHg dan
dikategorikan pre-eklampsia berat bila tekanan darah Tekanan darah >110mmHg.
Dari pengambilan data di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih tahun 2005
didapatkan data tekanan darah diastolik ibu hamil berkisar antara 80–120mmHg,
baik kejadian pre-eklampsia berat maupun pre-eklampsia ringan. Dari gambar 7
dapat diketahui bahwa tekanan darah diastolik 80–110mmHg mempunyai persentasi
yang lebih besar yaitu 75% sebanyak 30 kasus dan tekanan darah diastolik
>110mmHg sebesar 25% sebanyak 10 kasus.
B. Profil Peresepan Obat Antihipertensi
Profil peresepan obat antihipertensi pada pasien pre-eklampsia di Instalasi
Rawat Inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005 dilihat berdasarkan
jenis dan golongan obat antihipertensi yang digunakan, jumlah penggunaan obat
antihipertensi secara tunggal maupun kombinasi, cara pemberian obat antihipertensi,
lama perawatan, dan potensial interaksi antara obat antihipertensi dengan obat
antihipertensi lainnya yang digunakan oleh setiap pasien.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
1. Jenis dan Golongan Obat Antihipertensi Yang Digunakan
Untuk mencegah kejadian kelainan serebrovaskular pada kehamilan akibat
hipertensi yang semakin parah, pemberian antihipertensi dianjurkan untuk
menurunkan tekanan darah. Antihipertensi diberikan bila tekanan sistolik >160
mmHg, tekanan diastolik >105–110mmHg atau bila mulai terlihat gangguan pada
organ target seperti hipertropi ventrikel kiri, penurunan fungsi ginjal (Chanprapaph,
2004).
Prevalensi terjadinya kematian perinatal dan terhambatnya perkembangan
janin akan meningkat seiring dengan peningkatan tekanan darah pada wanita hamil
dengan proteinuria atau tanpa proteinuria, sehingga perlunya terapi antihipertensi
untuk mencegah kematian perinatal dan terhambatnya perkembangan janin (Rey,
1997).
Pemberian antihipertensi pada wanita hamil dengan tekanan darah tinggi
mampu meningkatkan hasil terapi perinatal yang mana pemberian antihipertensi
mampu menurunkan angka kejadian pre-eklampsia, gangguan pada plasenta,
kelahiran prematur dan kematian janin (Sibai, 1996).
40,60%
4,70%
31,20%
1,60%
15,60%
1,60%1,60%3,10%
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
35,00%
40,00%
45,00%
Jenis Obat Antihipertensi
MetildopaKlonidinNifedipin
Gambar 8. Distribusi Jenis Obat Antihipertensi yang Digunakan di Instalasi Rawat
Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005.
Pers
enta
se
Amlodipin besilatFurosemidSpironolaktonKaptoprilTerazosin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
45,30%
32,80%
17,20%
1,60% 3,10%
Golongan obat Antihipertensi
Per
sent
ase(
%)
Antihipertensibekerja sentralAntagonis kalsium
Diuretika
Penghambat ACE
Penghambat α
Gambar 9. Distribusi Golongan Obat Antihipertensi yang Digunakan di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005.
Dari gambar 8 dapat diketahui bahwa jenis obat antihipertensi yang paling
banyak digunakan oleh pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta selama tahun 2005 adalah metildopa sebesar 40,6%.
Menurut Gifford dkk (2000), dalam The National High Blood Pressure Education
Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy, metildopa adalah
obat pilihan untuk terapi antenatal dalam jangka panjang sedangkan hidralazin,
nifedipin atau labetolol untuk treatment hipertensi akut pada masa kehamilan.
Dari gambar 9 dapat diketahui bahwa golongan antihipertensi yang paling
banyak digunakan oleh pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta selama tahun 2005 adalah golongan antihipertensi yang
bekerja sentral yaitu sebesar 45,30%. Penggunaan golongan obat antihipertensi
antagonis kalsium sebesar 32,8%, penggunaan golongan obat diuretika sebesar
17,2%, penggunaan golongan obat penghambat α sebesar 3,1%, dan penggunaan
golongan obat penghambat ACE sebesar 1,6%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Metildopa bekerja dengan jalan menstimulasi reseptor adrenergik α2 di otak
sehingga akan menghambat kerja saraf simpatis. Hal ini mengakibatkan penurunan
denyut jantung, penurunan curah jantung dan juga mengakibatkan menurunnya
vasokonstriksi yang akan menurunkan tahanan perifer. Efek dari hal-hal tersebut
diatas akan menurunkan tekanan darah (Schenbrenner, 2002). Penggunaan metildopa
pada penelitian ini sebesar 40,6 %. Metildopa merupakan obat antihipertensi yang
paling sering digunakan untuk terapi pre-eklampsia dan penggunaan metildopa pada
trimester ketiga tidak mempengaruhi uteroplasenta atau hemodinamik dari janin
(Saseen dan Carter, 2005). Lebih lanjut telah diketahui bahwa metildopa merupakan
obat antihipertensi yang sangat aman berdasar pada data pemantauan selama 7,5
tahun yang menyebutkan bahwa tidak ditemukan efek samping pada perkembangan
anak (Saseen dan Carter, 2005).
Klonidin bekerja dengan cara yang sama dengan metildopa yaitu dengan
jalan menstimulasi reseptor adrenergik α2 di otak sehingga akan menghambat kerja
saraf simpatis. Hal ini mengakibatkan penurunan denyut jantung, penurunan curah
jantung dan juga mengakibatkan menurunnya vasokonstriksi yang akan menurunkan
tahanan perifer. Efek dari hal-hal tersebut diatas akan menurunkan tekanan darah
(Schenbrenner, 2002). Menurut Rey dkk (1997), dalam Report of The Canadian
Hypertension Society Consensus Conference, klonidin merupakan obat lini ketiga
untuk terapi pre-eklampsia ringan. Penggunaan klonidin mempunyai keefektifan
yang sama dengan metildopa dalam menurunkan resiko hipertensi berat. Penggunaan
klonidin pada penelitian ini sebesar 4,7%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Nifedipin merupakan obat golongan antagonis kalsium yang bekerja dengan
cara menghambat pergerakan transmembran dari ion Ca2+ sehingga kontraksi otot
pembuluh darah berkurang yang pada akhirnya menurunkan tekanan darah.
Nifedipin lebih berpengaruh pada pembuluh darah dan kurang berpengaruh pada
miokardium (Anonim, 2000). Antagonis kalsium juga merupakan alternatif obat
antihipertensi, sediaan oral nifedipin telah digunakan tetapi tidak disetujui oleh The
Food and Drug Administration (FDA) karena telah dilaporkan memberikan efek
hipotensi disertai gangguan pada janin. Penggunaan nifedipin pada penelitian ini
sebesar 31,2%.
Furosemid merupakan diuretika kuat yang bekerja dengan menghambat
reabsorpsi cairan dari ascending loop henle dalam tubulus ginjal. Hipokalemia dapat
terjadi pada penggunaan obat ini. Furosemid bekerja dalam 1 jam setelah pemberian
oral dan diuresis sempurna dalam 6 jam, sehingga jika perlu dapat diberikan 2 kali
dalam satu hari tanpa mengganggu tidur. Pada pemberian secara intravena,
furosemid menunjukkan efek puncak dalam waktu 30 menit (Anonim, 2000).
Penggunaan furosemid pada penelitian ini sebesar 15,6%.
Spironolakton merupakan diuretik hemat kalium sehingga dapat mengurangi
efek hipokalemia yang dapat terjadi pada penggunaan diuretik tiazid maupun diuretik
kuat. Spironolakton memperkuat kerja tiazid atau diuretika kuat dengan cara
mengantagonisasi aldosteron. Spironolakton merupakan diuretik yang lemah
(Anonim, 2000). Penggunaan spironolakton pada penelitian ini sebesar 1,6%.
Terazosin merupakan penghambat reseptor α1 yang spesifik. Terazosin
menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat pengambilan katekolamin pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
sel otot polos yang akan menyebabkan vasodilatasi (Saseen dan Carter, 2005).
Penggunaan terazosin pada penelitian ini sebesar 3,1%.
Amlodipin besilat merupakan antagonis kalsium yang cara kerjanya sama
dengan nifedipin. Amlodipin besilat tidak menimbulkan efek inotropik negatif
seperti yang ditunjukkan oleh semua golongan obat antagonis kalsium. Masa kerja
Amlodipin besilat lebih lama dibanding nifedipin sehingga dapat diberikan sekali
sehari (Anonim, 2000). Penggunaan amlodipin besilat pada penelitian ini sebesar
1,6%.
Kaptopril menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat enzim
pengkonversi angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga pembentukan
angiotensin II terhambat. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor yang poten
sehingga penghambatan pembentukan angiotensin II dapat menurunkan tekanan
darah. Penggunaan kaptopril dikontraindikasikan pada trimester kedua dan ketiga
kehamilan karena dapat menimbulkan hipotensi fetal, anuria dan gagal ginjal,
terkadang dihubungkan dengan malformasi fetal atau kematian (Benowitz, 2001).
Penghambat ACE dan antagonis reseptor angiotensin II merupakan jenis obat
antihipertensi yang dikontraindikasikan selama kehamilan. Walaupun kedua jenis
obat antihipertensi ini termasuk golongan C untuk obat dalam masa kehamilan pada
trimester pertama dan merupakan kategori D untuk trimester kedua dan ketiga,
karena kedua jenis obat ini mempunyai potensial teratogenik (Saseen dan Carter,
2005). Dari pengumpulan data diketahui bahwa penggunaan kaptopril digunakan
pada saat pasien telah bersalin sehingga tidak akan menimbulkan efek teratogenik.
Penggunaan kaptopril pada penelitian ini sebesar 1,6%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
2. Jumlah Penggunaan Obat Antihipertensi Secara Tunggal maupun Kombinasi
Terapi hipertensi dengan menggunakan satu jenis obat sering dihubungkan
dengan efek samping yang lebih besar dibandingkan kombinasi obat dengan dosis
yang lebih rendah. Hanya rata-rata setengah bagian dari pasien yang terapi dengan 1
jenis obat antihipertensi yang dapat dikontrol tekanan darahnya dengan baik.
Setengah bagian dari pasien akan membutuhkan 2 macam kombinasi obat
antihipertensi (Neutel, 2002).
20%
32,50%
25%
17,50%
2,50%2,50%0%
5%
10%
15%
20%
tidak ada
Gambar 10. Distribusi Jumlah Penggunaan Obat Antihipertensi Secara Tunggal
maupun Kombinasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005.
Dari gambar 10 dapat kita ketahui bahwa terdapat 8 orang pasien dari total 40
pasien pre-eklampsia, yang tidak mendapatkan terapi antihipertensi. Dari
pengumpulan data diketahui bahwa 5 pasien dari 8 pasien yang tidak mendapatkan
antihipertensi mempunyai tekanan darah <160/105mmHg sehingga belum
dibutuhkan antihipertensi dan pasien tersebut tidak menunjukkan gejala impending
eklampsia, sedangkan 3 pasien lainnya mempunyai tekanan darah >160/105mmHg
25%
30%
35%
penggunaan obat antihipertensi
persentase
tunggal
2 Macamkombinasi obatantihipertensi3 macamkombinasi obatantihipertensi4 macamkombinasi obatantihipertensi6 macamkombinasi obatantihipertensi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
tetapi tidak mendapat antihipertensi karena pasien tidak menunjukkan tanda-tanda
impending eclampsia.
Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa persentasi penggunaan obat
antihipertensi secara kombinasi lebih besar dibandingkan penggunaan obat
antihipertensi secara tunggal yaitu sebesar 47,5%. Penggunaan obat antihipertensi
secara tunggal sebesar 32,5%. Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa kombinasi
obat antihipertensi yang paling banyak adalah 2 macam kombinasi obat
antihipertensi yaitu sebesar 52,6% dari total penggunaan kombinasi obat
antihipertensi.
Antihipertensi yang ideal memenuhi kriteria sebagai berikut antara lain,
efektif lebih dari 24 jam dengan dosis satu kali sehari, mempunyai respon yang
tinggi untuk semua kelompok penderita hipertensi, tidak mempunyai efek samping,
tidak mempunyai efek samping metabolik dan murah. Karena sulit mencapai kriteria
obat antihipertensi yang ideal dengan monoterapi maka telah dilakukan percobaan
untuk mencapai terapi obat antihipertensi yang ideal dengan mengkombinasikan obat
antihipertensi tambahan dengan dosis rendah (Neutel, 2002).
84,60%
7,70% 7,70%
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
70,00%
80,00%
90,00%
Jenis Obat Antihipertensi yang Digunakan secara Tunggal
Pers
enta
se MetildopaNifedipinFurosemid
Gambar 11. Distribusi Penggunaan Jenis Obat Antihipertensi Secara Tunggal di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Data pada gambar 11 memperlihatkan distribusi penggunaan jenis obat
antihipertensi secara tunggal di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta tahun 2005. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa penggunaan
metildopa secara tunggal mempunyai persentasi paling besar yaitu 84,6% (11 kasus)
sedangkan persentasi penggunaan nifedipin dan furosemid secara tunggal masing-
masing sebesar 7,7% atau masing-masing sebanyak 1 kasus.
Metildopa merupakan obat yang paling banyak digunakan para dokter
sebagai obat antihipertensi lini pertama untuk terapi hipertensi dalam kehamilan
berdasarkan laporan yang ada bahwa penggunaan metildopa tidak mempengaruhi
aliran darah di plasenta dan hemodinamik dari janin (Gifford dkk, 2000). Menurut
Rey dkk (1997), dalam Report of The Canadian Hypertension Society Consensus
Conference, metildopa merupakan obat lini pertama untuk mengatasi pre-eklampsia
ringan.
Penggunaan antagonis kalsium (nifedipin) untuk terapi hipertensi dalam
kehamilan khususnya pada kasus pre-eklampsia masih menjadi kontroversi. Sediaan
oral nifedipin telah digunakan tetapi tidak disetujui oleh The Food and Drug
Administration (FDA) karena telah dilaporkan memberikan efek hipotensi disertai
gangguan pada janin (Sassen dan Carter, 2005). Nifedipin merupakan obat
antihipertensi lini pertama selain hidralazin dan labetalol untuk mengatasi pre-
eklampsia berat yang akut (Rey dkk, 1997).
Penggunaan diuretik (furosemid) untuk terapi pre-eklampsia masih
kontroversi karena secara teoritis diketahui bahwa pasien pre-eklampsia mengalami
penurunan volume plasma sehingga pemberian diuretik akan lebih menurunkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
volume plasma sehingga membahayakan kondisi janin, tetapi hubungan ini belum
diketahui secara pasti. Karena itu, diuretik tidak digunakan sebagai obat lini pertama.
Menurut Friedman dan Polifka (2000), penggunaan furosemid tidak
mengindikasikan risiko kelainan bawaan pada anak dari wanita yang menggunakan
furosemid.
Sebuah meta analisis dari 9 penelitian acak yang melibatkan lebih dari 7000
subjek yang menggunakan diuretik, menyatakan bahwa penggunaan diuretik pada
wanita hamil dapat mengurangi kemungkinan wanita hamil mengalami edema dan
atau hipertensi dan juga menyatakan bahwa penggunaan diuretik pada wanita hamil
tidak peningkatan efek samping pada janin. Diuretik aman digunakan bila
diindikasikan dan dapat menunjukkan respon yang baik seperti antihipertensi yang
lain dan penggunaan diuretik tidak dikontaindikasikan pada kehamilan kecuali pada
kasus yang mana perfusi uteroplasenta wanita hamil telah menurun (Gifford dkk,
2000).
Walaupun data mengenai penggunaan diuretik pada wanita hamil yang
menderita hipertensi masih jarang, tetapi The National High Blood Pressure
Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy
menyetujui penggunaan diuretik untuk menurunkan tekanan darah pada masa
kehamilan (Gifford dkk, 2000).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
50,00%
20,00% 20,00%
10,00%
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
Kombinasi 2 Jenis Obat Antihipertensi
Per
sent
ase
Metildopa dan Nifedipin
Metildopa danFurosemidNifedipin dan Furosemid
Nifedipin dan Nifedipin
Gambar 12. Distribusi Penggunaan Kombinasi 2 Jenis Obat Antihipertensi di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005.
Data pada gambar 12 menunjukkan bahwa kombinasi antara metildopa dan
nifedipin mempunyai persentasi terbesar yaitu 50%. Penelitian tentang penggunaan
metildopa dan nifedipin dalam menurunkan tekanan darah untuk terapi pre-
eklampsia setelah melahirkan adalah efektif (Rey, 1997). Kombinasi metildopa dan
furosemid mempunyai persentase yang sama dengan kombinasi antara nifedipin dan
furosemid yaitu sebesar 20%. Kombinasi antara nifedipin dengan nifedipin sebesar
10%. Kombinasi dua obat antihipertensi akan meningkatkan respon sekitar 70%-
90%. Pasien yang lain akan membutuhkan 3 atau lebih kombinasi obat antihipertensi
untuk mengontrol tekanan darah (Neutel, 2002).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Tabel III. Distribusi Penggunaan Kombinasi >2 Jenis Obat Antihipertensi pada Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005
N0 Kombinasi >2 Jenis Obat Antihipertensi Jumlah Persentase (%)
1 Metildopa, Nifedipin dan Nifedipin 1 11,1 2 Metildopa, Nifedipin dan Terazosin 1 11,1 3 Metildopa, Nifedipin dan Spironolakton 1 11,1 4 Metildopa, Nifedipin dan Furosemid 2 22,3 5 Metildopa, Nifedipin dan Klonidin 1 11,1 6 Nifedipin, Amlodipin dan Nifedipin 1 11,1 7 Nifedipin, Furosemid, Metildopa, Klonidin 1 11,1 8 Metildopa, Kaptopril, Nifedipin, Klonidin, Furosemid,
Teratozin 1 11,1
Total 9 100,0
Dari data tabel III dapat kita ketahui bahwa terdapat 9 kasus penggunaan
lebih dari 2 macam kombinasi obat antihipertensi. Penggunaan 3 macam kombinasi
antihipertensi mempunyai persentasi yang lebih besar dibandingkan penggunaan >3
macam kombinasi yaitu sebesar 7 kasus dari 9 kasus yang ada. Terdapat masing-
masing 1 kasus untuk penggunaan 4 macam kombinasi dan 6 macam kombinasi obat
antihipertensi. Pada penggunaan 6 macam kombinasi obat antihipertensi, digunakan
kaptopril yang dikontraindikasikan untuk ibu hamil karena bersifat teratogenik.
Dari data yang dikumpulkan diketahui bahwa penggunaan kaptopril pada
pasien diberikan setelah pasien melahirkan sehingga penggunaan kaptopril tidak
akan membahayakan janin. Adapun jumlah pasien yang mengalami pre-eklampsia
post partum sebanyak 7,5% (3 pasien) dari total 40 pasien yang menjalani rawat inap
di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
3. Cara Pemberian Obat Antihipertensi
Jumlah obat antihipertensi yang digunakan di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Panti Rapih Tahun 2005 pada pasien pre-eklampsia sebanyak 64. Cara
pemberian obat antihipertensi dapat diberikan melalui bermacam-macam cara seperti
peroral, intravena, sublingual, dan sebagainya. Pemilihan cara pemberian obat
memperhatikan beberapa hal seperti kondisi pasien, efek yang diharapkan, dan
sebagainya. Dari data tabel III, dapat kita lihat persentasi cara pemberian obat
antihipertensi yang paling besar di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Tahun 2005 pada pasien pre-eklampsia.
Tabel IV. Distribusi Cara pemberian Obat Antihipertensi pada Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005
No Cara Pemberian Jumlah Persentase (%) 1 Per oral 56 87,5 2 Intravena (i.v) 6 9,4 3 Sublingual (s.l) 2 3,1
Total 64 100,0
Dari data tabel IV terlihat bahwa persentasi terbesar cara pemberian obat
antihipertensi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Tahun 2005 pada
pre-eklampsia yaitu pemberian obat antihipertensi dengan cara peroral sebesar
87,5%. Cara pemberian intravena sebesar 9,4% dan cara pemberian sublingual
sebesar 3,1%.
Menurut Brown, dkk (2000) pemberian obat untuk kasus pre-eklampsia pada
awalnya harus diberikan dengan cara peroral kecuali bila pasien menunjukkan tanda
eklampsia yang tertunda. Cara pemberian obat secara oral mempunyai keuntungan
antara lain mudah digunakan, efek samping yang relatif lebih ringan, serta biaya obat
yang dibutuhkan lebih ringan dibandingkan dengan cara penggunaan yang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Obat antihipertensi yang diberikan secara injeksi berguna untuk mempercepat
penurunan tekanan darah, sedang penggunaan obat antihipertensi peroral berguna
untuk mengontrol tekanan darah secara bertahap (Benowitz, 2001).
Dari pengumpulan data diketahui bahwa penggunaan jenis obat antihipertensi
dengan cara pemberian sublingual yaitu nifedipin. Sublingual nifedipin digunakan
pada kasus pre-eklampsia berat yang akut. Pemberian nifedipin dengan cara
sublingual bertujuan untuk menurunkan tekanan darah dengan cepat, tetapi
penggunaan nifedipin secara sublingual harus dengan pengawasan karena dapat
menyebabkan krisis hipotensi yang dapat membahayakan pasien. Pada penggunaan
sublingual nifedipin tidak akan menimbulkan hipoperfusi plasenta, tetapi penelitian
tentang ini masih terbatas (Rey, 1997). Menurut Lacy dkk (2003), penggunaan
sublingual nifedipin sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan hipotensi krisis
dan gangguan pada janin.
4. Lama Perawatan
Lama perawatan adalah waktu antara pasien masuk hingga pasien keluar
meninggalkan rumah sakit. Variasi lama perawatan dalam penelitian ini berkisar
antara 2-11 hari.
Dari tabel V dapat dilihat bahwa lama perawatan pasien pre-eklampsia sangat
bervariasi, hal ini dipengaruhi kondisi pasien terkait tingkat keparahan penyakit,
stabilnya tekanan darah, kondisi pasca bedah dan keinginan pribadi pasien atau
keluarga pasien.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Tabel V. Distribusi Lama Perawatan Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005
No Lama Perawatan (hari) Jumlah Persentase (%)
1 2 5 12,5 2 3 4 10,0 3 4 8 20,0 4 5 8 20,0 5 6 3 7,5 6 7 4 10,0 7 8 3 7,5 8 9 1 2,5 9 10 3 7,5 10 11 1 2,5
Total 40 100,0
Dari data tabel V dapat terlihat bahwa persentasi lama perawatan yang paling
banyak yaitu selama 4 hari dan 5 hari sebesar masing-masing 20%. Lama perawatan
tercepat adalah 2 hari (12,5%) dengan 5 pasien dan lama perawatan terlama adalah
11 hari (2,5%) dengan 1 pasien.
Menurut Sudhaberata (2001), pasien boleh pulang bila dalam 3 hari
perawatan setelah pasien menunjukkan tanda-tanda pre-eklampsia ringan dan
keadaan pasien tetap baik dan stabil.
5. Interaksi antara Obat Antihipertensi dengan Obat Antihipertensi Lainnya
Interaksi obat dalam penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan
dengan literatur, yaitu Drug Interaction Facts, Tatro (2001) dan Informatorium Obat
Nasional Indonesia, Depkes (2000). Pemberian dua atau lebih obat tersebut dapat
saja menimbulkan kemungkinan terjadinya interaksi, meskipun interaksi tersebut
belum tentu merugikan. Interaksi yang mungkin terjadi dikelompokkan menjadi
interaksi antara obat antihipertensi dengan obat antihipertensi lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Tabel VI. Distribusi Interaksi Jenis Obat Antihipertensi dengan Obat Antihipertensi Lainnya di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005
No Jenis Obat Antihipertensi
Jenis Obat Antihipertensi Jumlah Persentase
(%) 1. Metildopa Nifedipin 11 23,9 2. Metildopa Furosemid 6 13,0 3. Metildopa Terazosin 2 4,3 4. Metildopa Kaptopril 1 2,2 5. Metildopa Spironolakton 1 2,2 6. Nifedipin Furosemid 5 10,8 7. Nifedipin Klonidin 3 6,5 8. Nifedipin Kaptopril 1 2,2 9. Nifedipin Terazosin 2 4,3 10. Furosemid Kaptopril 1 2,2 11. Furosemid Klonidin 1 2,2 12. Furosemid Terazosin 1 2,2 13. Klonidin Kaptopril 1 2,2 14. Klonidin Terazosin 1 2,2 15. Kaptopril Terazosin 1 2,2
Jumlah 46 100
Tabel VII. Distribusi Interaksi dan Sifat Interaksi Obat Antihipertensi dengan Obat Antihipertensi Lainnya di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Tahun 2005
No. Jenis Obat Antihipertensi
Jenis Obat Antihipertensi Sifat Interaksi
1. Metildopa Nifedipin Meningkatkan efek hipotensif 2. Metildopa Furosemid Meningkatkan efek hipotensif 3. Metildopa Terazosin Meningkatkan efek hipotensif 4. Metildopa Kaptopril Meningkatkan efek hipotensif 5. Metildopa Spironolakton Meningkatkan efek hipotensif 6. Nifedipin Furosemid Meningkatkan efek hipotensif 7. Nifedipin Klonidin Meningkatkan efek hipotensif 8. Nifedipin Kaptopril Meningkatkan efek hipotensif
9. Nifedipin Terazosin Meningkatkan efek hipotensif dan bisa ekstrim
10. Furosemid Kaptopril Meningkatkan efek hipotensif dan bisa ekstrim
11. Furosemid Klonidin Meningkatkan efek hipotensif
12. Furosemid Terazosin Meningkatkan efek hipotensif dan bisa ekstrim
13. Klonidin Kaptopril Meningkatkan efek hipotensif 14. Klonidin Terazosin Meningkatkan efek hipotensif 15. Kaptopril Terazosin Meningkatkan efek hipotensif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Dari data tabel VI dapat kita ketahui bahwa interaksi paling banyak adalah
interaksi antara metildopa dengan nifedipin sebesar 23,9%. Interaksi metildopa
dengan furosemid sebesar 13 % dan interaksi nifedipin dengan furosemid sebesar
10,8%. Interaksi nifedipin dengan klonidin sebesar 6,5%. Interaksi metildopa dengan
terazosin dan nifedipin dengan terazosin masing-masing sebesar 4,3%. Interaksi
metildopa dengan kaptopril, metildopa dengan spironolakton, nifedipin dengan
kaptopril, furosemid dengan kaptopril, furosemid dengan klonidin, furosemid dengan
terazosin, klonidin dengan kaptopril, klonidin dengan terazosin, dan kaptopril dengan
terazosin masing-masing sebesar 2,2%.
Potensial interaksi yang mungkin terjadi antara obat antihipertensi dengan
obat antihipertensi lainnya menurut Tatro (2001) dan Anonim (2000) adalah interaksi
furosemid dengan kaptopril, nifedipin dengan terazosin dan interaksi furosemid
dengan terazosin. Potensial interaksi ini terjadi pada 2 pasien dari total sampel 40
pasien.
a. Metildopa dengan nifedipin
Interaksi yang terjadi antara metildopa dengan nifedipin akan meningkatkan
efek hipotensif dari metildopa. Kombinasi obat ini menghasilkan interaksi yang
menguntungkan (Anonim, 2000).
b. Metildopa dengan furosemid
Interaksi yang terjadi adalah meningkatkan efek hipotensif dari metildopa.
Kombinasi obat ini menghasilkan interaksi yang menguntungkan (Anonim, 2000).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
c. Metildopa dengan terazosin
Interaksi yang terjadi adalah meningkatkan efek hipotensif dari metildopa dan
menguntungkan (Anonim, 2000).
d. Metildopa dengan kaptopril
Interaksi yang terjadi menguntungkan karena kombinasi ini meningkatkan
efek hipotensif (Anonim, 2000).
e. Metildopa dengan spironolakton
Interaksi yang terjadi adalah meningkatkan efek hipotensif (Anonim, 2000).
f. Nifedipin dengan furosemid
Interaksi yang terjadi adalah meningkatkan efek hipotensif dan
menguntungkan (Anonim, 2000).
g. Nifedipin dengan klonidin.
Interaksi nifedipin dengan klonidin akan meningkatkan efek hipotensif dari
obat ini (Anonim, 2000). Persentasi interaksi antara nifedipin dengan klonidin dalam
penelitian ini sebesar 6,5%.
h. Nifedipin dengan kaptopril
Interaksi nifedipin dengan kaptopril akan meningkatkan efek hipotensif dari
obat ini (Anonim, 2000). Persentasi interaksi antara nifedipin dengan kaptopril dalam
penelitian ini sebesar 2,2%.
i. Nifedipin dengan terazosin
Interaksi nifedipin dengan terazosin akan meningkatkan efek hipotensif dari
obat ini dan bisa ekstrim pada dosis pertama terazosin. Pemberian obat ini secara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
bersamaan harus memperhatikan pengaturan dosis pertama untuk terazosin karena
obat ini menurunkan tekanan darah dengan cepat setelah dosis pertama dan dapat
menyebabkan kolaps karena hipotensi (Anonim, 2000). Persentasi interaksi antara
nifedipin dengan terazosin dalam penelitian ini sebesar 4,3%.
j. Furosemid dengan kaptopril
Interaksi furosemid dengan kaptopril dapat menyebabkan meningkatnya efek
hipotensif dan bisa ekstrim sehingga dosis kaptopril harus dikurangi bila diberikan
bersama furosemid (Anonim, 2000). Kaptopril dapat menurunkan efek dari
furosemid, mungkin karena penghambatan produksi angiotensin II oleh kaptopril.
Pasien yang diberikan kaptopril dan furosemid secara bersamaan perlu dipantau
jumlah cairan tubuh dan berat badannya (Tatro, 2001). Persentasi interaksi antara
furosemid dengan kaptopril dalam penelitian ini sebesar 2,2%.
k. Furosemid dengan klonidin
Interaksi furosemid dengan klonidin akan meningkatkan efek hipotensif dari
obat ini (Anonim, 2000). Persentasi interaksi antara furosemid dengan klonidin
dalam penelitian ini sebesar 2,2%.
l. Furosemid dengan terazosin
Interaksi furosemid dengan terazosin akan meningkatkan efek hipotensif dari
obat ini dan bisa ekstrim pada dosis pertama terazosin. Terazosin menurunkan
tekanan darah dengan cepat setelah dosis pertama dan dapat menyebabkan kolaps
karena hipotensi sehingga pemberian furosemid bersama terazosin harus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
memperhatikan pengaturan dosis pertama untuk terazosin (Anonim, 2000).
Persentasi interaksi antara furosemid dengan terazosin dalam penelitian ini sebesar
2,2%.
m. Klonidin dengan kaptopril
Interaksi klonidin dengan kaptopril akan meningkatkan efek hipotensif dari
obat ini (Anonim, 2000). Persentasi interaksi antara klonidin dengan kaptopril dalam
penelitian ini sebesar 2,2%.
n. Klonidin dengan terazosin
Interaksi klonidin dengan terazosin akan meningkatkan efek hipotensif dari
obat ini (Anonim, 2000). Persentasi interaksi antara klonidin dengan terazosin dalam
penelitian ini sebesar 2,2%.
o. Kaptopril dengan terazosin
Interaksi kaptopril dengan terazosin akan meningkatkan efek hipotensif dari
obat ini (Anonim, 2000). Persentasi interaksi antara kaptopril dengan terazosin
dalam penelitian ini sebesar 2,2%.
Dari pengumpulan data diketahui bahwa terdapat interaksi antar golongan
yang sama yaitu interaksi antara metildopa dengan klonidin, nifedipin dengan
nifedipin, nifedipin dengan amlodipin besilat, dan interaksi antara furosemid dengan
spironolakton. Interaksi-interaksi tersebut hanya terjadi sesaat karena pemberian
klonidin, nifedipin, amlodipin besilat, dan spironolakton hanya diberikan sekali saja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
C. Rangkuman Hasil dan Pembahasan
1. Persentasi karakteristik penderita pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Panti Rapih Yogyakarta selama tahun 2005 berdasarkan:
a. kelompok umur, dari 40 kasus paling tinggi terjadi pada kelompok umur 20–
34 tahun yaitu sebesar 77,5% (31 kasus), sedangkan untuk kelompok umur
≥35 tahun sebesar 22,5% (9 kasus) dan tidak terdapat pasien pre-eklampsia
yang berusia kurang dari 19 tahun.
b. usia kehamilan, pasien pre-eklampsia paling banyak terjadi pada usia
kehamilan 37–42 minggu yaitu sebesar 60% (24 kasus), sedangkan pada usia
kehamilan <37 minggu sebesar 40% (16 kasus) dan tidak terdapat kejadian
pre-eklampsia pada usia kehamilan >42 minggu.
c. distribusi paritas, pasien pre-eklampsia paling banyak terjadi pada primipara
yaitu sebesar 55 % (22 kasus), sedangkan pre-eklampsia yang dialami oleh
multipara sebesar 42,5% (17 kasus).
d. distribusi macam persalinan, pasien pre-eklampsia paling banyak dengan cara
per-abdominal sebesar 71,8% (28 kasus) sedangkan macam persalinan
dengan cara pervaginam sebesar 28,2% (11 kasus).
e. distribusi diagnosis utama, pasien pre-eklampsia paling banyak yaitu pre-
eklampsia berat sebesar 82,5% (33 kasus) sedangkan persentasi pre-
eklampsia ringan hanya sebesar 17,5% (7 kasus).
f. distribusi tekanan darah sistolik, pasien pre-eklampsia paling banyak pada
tekanan darah sistolik >160 mmHg mempunyai persentasi yaitu 52,5% (21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
kasus) sedangkan tekanan darah sistolik antara 130–160 mmHg sebesar
47,5% (19 kasus).
g. distribusi tekanan darah diastolik, pasien pre-eklampsia paling banyak pada
tekanan darah diastolik 80–110mmHg sebesar 75% (30 kasus) sedangkan
tekanan darah diastolik >110mmHg sebesar 25% (10 kasus).
2. Golongan obat antihipertensi yang digunakan pada pasien pre-eklampsia di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta selama tahun 2005
secara umum meliputi antihipertensi yang bekerja sentral 45,3%, antagonis Ca
32,8%, diuretik 17,2%, penghambat α 3,1% dan penghambat ACE 1,6%.
3. Variasi jumlah obat antihipertensi yang digunakan yaitu tunggal sebesar 32,5%
(13 kasus), dua kombinasi sebesar 25% (10 kasus), tiga kombinasi sebesar 17,5%
(7 kasus), 4 kombinasi sebesar 2,5% (1 kasus), dan 6 kombinasi sebesar 2,5% (1
kasus).
4. Cara pemberian obat secara oral 87,5%, secara injeksi 9,4%, dan secara
sublingual 3,1%.
5. Lama menginap tercepat adalah 2 hari sebanyak 5 kasus (12,5%) dan lama
menginap terlama adalah 11 hari sebanyak 1 kasus (2,5%). Persentasi menginap
terbanyak yakni 20% dengan lama menginap selama 4 hari dan 5 hari masing-
masing 8 kasus.
6. Potensial interaksi yang terjadi antara obat antihipertensi dengan obat
antihipertensi terdapat pada 2 pasien. Secara umum interaksi yang paling sering
terjadi adalah interaksi antara metildopa dengan nifedipin sebesar 23,9%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut di bawah ini.
1. Kejadian pre-eklampsia paling banyak terjadi pada usia 20-34 tahun sebesar
77,5% dan diagnosis utama paling banyak dengan diagnosis pre-eklampsia berat
sebesar 82,5%.
2. Jenis obat antihipertensi yang paling banyak digunakan adalah metildopa sebesar
40,6% dan golongan obat antihipertensi yang paling banyak digunakan adalah
antihipertensi yang bekerja sentral sebesar 45,3%.
3. Jumlah obat antihipertensi yang digunakan secara tunggal sebesar 32,5% dan
secara kombinasi sebesar 47,5%
4. Cara pemberian obat antihipertensi paling banyak dengan cara peroral sebesar
87,5%.
5. Lama perawatan terbanyak selama 4 hari dan 5 hari, masing-masing sebesar 20%
6. Interaksi antara obat antihipertensi dengan obat antihipertensi lainnya yang paling
sering terjadi adalah interaksi antara metildopa dengan nifedipin sebesar 23,9%
66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diberikan saran sebagai berikut :
1. perlu diteliti lebih lanjut mengenai drug related problem pada pasien pre-
eklampsia.
2. perlu diteliti lebih lanjut mengenai potensial interaksi antara obat antihipertensi
dengan obat lain yang digunakan bersama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
DAFTAR PUSTAKA
Abalos, E., Duley, L., Steyn, D.W., Henderson-Smart, D.J., 2001, Antihypertensive drug therapy for mild to moderate hypertension during pregnancy (Cochrane Review), http://www.cochrane.org/reviews/en/ab002252.html diakses 14 Oktober 2006.
Anonim, 1993, Sejarah Perkembangan Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta, Buku
Panduan Acara Dies Rumah Sakit Panti Rapih ke-64, 7-12. Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, 6,7,10,48-75,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Armanza, F., Karkata, M.K., 2005, Kadar Asam Urat Sebagai Prediktor Luaran
Pengelolaan Preeklampsia Berat Preterm, Cermin Dunia Kedokteran, tahun 2005, No. 146, 29-32.
Benowitz, N.L., 2001, Obat Antihipertensi dalam Katzung, B. G., Sjabana, D.,
Rahardjo., Sastrowardoyo, W., Hamzah., dkk, (Editor), Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi VIII, 276-304, Penerbit Salemba Medika, Jakarta.
Brown, M.A., Hague, W.M., Higgins, J., Lowe, S., McCowan, L., Oats, J., dkk.,
2000, The detection, Investigation and Management of Hypertension in Pregnancy: Executive Summary, http://www.racp.edu.au/asshp/asshp.pdf#search=%22%22the%20detection%20investigation%20and%20management%20of%20hypertension%20in%20pregnancy%22%22, diakses 28 September 2006.
Chanprapaph, P., 2004, Update in preeclampsia,
http://www.medassocthai.org/journal/files/Vol87_No3_104.pdf, diakses 18 September 2006.
Friedman, J.M., Polifka, J.E., 2000, Teratogenic Effect of Drugs A resource for
Clinicians,Edisi II, 104, 159, 302, 456-457, 496, 647, 665, The Johns Hopkins University Press, USA.
Gifford , R.W., August, P.A., Cunningham, G., Green, L.A., Lindheimer, M.D.,
McNellis, D., dkk., 2000, National High Blood pressure Education Program: Working Group Report on High Blood Pressure in Pregnancy, http://www.nhlbi.nih.gov/health/prof/heart/hbp/hbp_preg.pdf, diakses 23 September 2006.
Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., Lance, L.L., 2003, Drug Information
Handbook, Ninth edition, Lexi Comp Inc, Canada, 85-86, 231-233, 330-332, 631-632, 910-911, 1000-1002, 1284-1285, 1325-1327, 1724.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Mansjoer. A., Suprohaita, Wardani, W.I., Setyowulan, W., 1999, Kapita Selekta
Kedokteran, Edisi 3, 270-273, Media Aesculapius FKUI, Jakarta. Manuaba, I. B. G., 2001, Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi
dan KB, 403 – 425, Penerbit buku EGC. McCombs, J., 1997, Therapeutic Consideration in Pregnancy and Lactation, in
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.c., Matzke, G.r., Wells, B.G., Posey, L.M., (Editor), Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach, Third Edition, 1568-1570, Appleton and Lange, USA.
Neutel, J.M., 2002, The Use of Combination Drug Therapy in The Treatment of
Hypertension, www.medscape.com/viewarticle/436706, diakses 21 September 2006.
Oates, J.A., Brown, N.J., 2001, Antihypertension Agents and The Drug Therapy of
Hypertension, dalam Hardman, J.G., Limbird, L.E., (Editor), Goodman and Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics, 871-894, McGraw Hill, USA.
Rey, E., Lelorier, J., Burgess, E., Lange, I.R., Leduc, L., 1997, Report of The
Canadian Hypertension Society Consensus Conference: 3 Pharmacologic Treatment of Hypertensive Disorders in Pregnancy, http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1228354, diakses 12 Oktober 2006.
Saseen, J.J., Carter, B.L., 2005, Hypertension, dalam Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee,
G.c., Matzke, G.r., Wells, B.G., Posey, L.M., (Editor), Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition, 185-214, Appleton and Lange, USA.
Schenbrenner, D.S., Cleveland, L., Venable, S., 2002, Drugs Affecting Blood
Pressure, dalam Schenbrenner, D.S., (Editor), Drug Therapy in Nursing, 492-528, Lippincot Williams and Wilkins, Philadelphia.
Sibai, B.M., 1996, Treatment of Hypertension in Pregnant Woman,
http://content.nejm.org/cgi/reprint/335/4/257, diakses 12 Oktober 2006. Sudhaberata, K., 2001, Profil Penderita Pre-eklampsia–Eklampsia di RSU Tarakan,
Kaltim, http://www.tempo.co.id/medika/arsip/022001/art-2.htm, diakses 28 April 2006.
Sudinaya, I.P., 2003, Insiden Preeklampsia Eklampsia di Rumah Sakit Umum
Tarakan Kalimantan Timur Tahun 2000, Cermin Dunia Kedokteran, No. 139, 13-15.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Wagner, L.K., 2004, Diagnosis and Management of Preeclampsia,
www.aafp.org/afp, diakses 20 September 2006. Winknjosastro, H., 2002, Ilmu Kebidanan, Edisi III , Cetakan ke 6, 281- 293, Bina
Pustaka, Jakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Lampiran 1. Standar Pelayanan Medik Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
STANDAR PELAYANAN MEDIK RUMAH SAKIT PANTI RAPIH
YOGYAKARTA (1998)
PROTOKOL PENATALAKSANAAN PREEKLAMPSIA
PREEKLAMPSIA RINGAN
RAWAT JALAN
MEMBAIK
PREEKLAMPSIA RINGAN
DIPERTAHANKAN
Terminasi bila ditemui salah satu keadaan ini: IG >8 HPL/Estriol/CTG hasilnya abnormal, IUGR
< 37 MINGGU
> 37 MINGGU
PREEKLAMPSIA BERAT
< 37 MINGGU > 37 MINGGU
EKLAMPSIA
BEROBAT JALAN
TERMINASI
SYARAT TD < 140/90 mmHg IG < 0
TERMINASI Terminasi bila dijumpai salah satu keadaan ini
Gejala Impending eklampsia, 6 jam sesudah terapi medisinal tensi naik, 24 jam sesudah terapi medisinal tidak ada perbaikan, IUGR, HPL/Estriol/CTG abnormal, HELLP syndrome
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Lampiran 2. Data Umum Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005
DATA UMUM PASIEN No No. Reg Nama Pasien Umur
(thn) Usia
kehamilan (minggu)
Kehamilan
ke
Diagnosis Macam persalinan
Jenis kelam
in anak
Berat badan anak
(gram)
Lama perawat
an (hari)
1 458917 NY. Retno 32 33 1 PEB inpartum - - 3 2 443937 NY. Meity 28 36 1 PEB Per-abdominal L 2725 7 3 309268 NY. Marni 29 37 1 PEB, Eclampsia, Infertil Per-abdominal L 2300 7 4 452979 NY. Wening 27 38 1 PER, DKP Per-abdominal L 3975 4 5 276922 NY. Emiyati 40 39-40 3 PEB Pervaginam L - 3 6 281287 NY. Lilies 42 34-35 3 PEB Per-abdominal P 2460 6 7 440917 NY. Sri rahayu 32 34 1 PEB Pervaginam P 2110 8 8 279089 NY. Ngatiningsih 38 32 4 PEB Pervaginam P 2400 4 9 234606 NY. Danik 29 (post partum) 1 PEB Pervaginam L - 2
10 358749 NY. Antari 30 39 2 PER Pervaginam P 3020 2 11 473552 NY. Dewi 36 40-41 1 PEB, HPP Pervaginam L 3250 4 12 256236 NY. Fitria 24 40-41 2 PEB Pervaginam L 2640 2 13 120631 NY. Hesti 33 32 4 PEB Pervaginam L 2440 5 14 296055 NY. Eka 26 40 1 PER Pervaginam P 2755 2 15 501520 NY.Kusumarhani 40 40-41 2 PEB Pervaginam L 3310 4 16 461263 NY. Ade 33 38 2 PER Pervaginam P 2020 2 17 284553 NY. Ambar 32 38 1 PEB, HELLP syndrome,
gemelli Per-abdominal P/P 2275/2075 5
18 418516 NY. Kanti 31 40-41 1 PER, DKP, Obesitas Per-abdominal P 3880 4 19 456793 NY. Kamelia 24 36-37 1 PEB, Eclampsia Per-abdominal P 2740 10 20 469161 NY. Halimah 21 40 1 PEB, DKP Per-abdominal L 4220 4 21 468572 NY. Astutik 38 33-34 3 PEB, Impending eclampsia,
suspect HELLP syndrome Per-abdominal P 1710 11
22 452672 NY. Paramita 21 36 1 PEB, Obesitas Per-abdominal L 2770 5 23 449305 NY. Rini 29 40-41 1 PEB Per-abdominal L 3890 3 24 000642 NY. Astrid 26 36-37 1 PEB Per-abdominal L 2440 5 25 428623 NY. Ana 27 Cukup bulan 1 PEB Per-abdominal L 2930 7 26 076398 NY. Rida 33 Tepat HPL 4 PEB Per-abdominal L 3600 4 27 342659 NY. Diyanti 32 38 4 PER Per-abdominal L 3500 8 28 486364 NY. Tri 27 35 1 PEB, gemelli Per-abdominal L/P - 8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
No No. Reg Nama Pasien Umur
(thn) Usia
kehamilan (minggu)
Kehamilan
ke
Diagnosis Macam persalinan
Jenis kelam
in anak
Berat badan anak
(gram)
Lama perawat
an (hari)
29 491378 NY. Tanti 30 35 1 PEB Per-abdominal P 2430 6 30 492420 NY. Bintarti 39 40-41 1 PER, Serotinus Per-abdominal P 2910 3 31 493487 NY. Pairah 27 35-36 1 PEB, eklampsia,
prematuritas Per-abdominal L 2310 10
32 488369 NY. Eka Nur 27 38-39 2 PEB, Obesitas Per-abdominal P 3560 5 33 495419 NY. Sri H 26 38-39 1 PEB, Fetal Compromise,
IUGR Per-abdominal P 2430 7
34 203122 NY. Prasetya 29 39-40 2 PEB Per-abdominal P 2930 4 35 079378 NY. Hesti 38 35 2 PEB, Eclampsia,
Prematuritas, growth retardation
Per-abdominal L 2000 9
36 502314 NY. Sumiyah 24 39 2 PEB, kista demoid Per-abdominal L 2990 5 37 267386 NY. Erin 28 37-38 2 PEB Per-abdominal L - 10 38 007336 NY. Asti Nur 33 34-35 1 PEB Per-abdominal L 2890 6 39 476454 NY. Oki 29 36 1 PEB Per-abdominal L 2120 5 40 293637 NY. Nur .S 37 38-39 2 PEB Per-abdominal P 3100 5
Keterangan: PEB : Pre-eklampsia Berat PER : Pre-eklampsia Ringan IUGR : Intra uterine growth retardation DKP : Disposisi kepala panggul HPP : Hemorragic post partum HPL : Hari perkiraan lahir Serotinus: Kehamilan lewat 2 minggu dari HPL L : laki-laki P : Perempuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Lampiran 3. Gejala, Tanda Fisik dan Data Laboratorium Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005
GEJALA, TANDA FISIK DAN DATA LABORATORIUM No. Reg
Keluhan TD awal
(mmHg)
TD post partum
(mmHg)
TD akhir
(mmHg)
Proteinuria edema Trombosit ( 150-450)103
SGOT (0-32)
U/l
SGPT (0-31)
U/l
Ureum darah
(10-50) mg/dl
Cr darah (0,5-0,9)
mg/dl
Bakteri Asam Urat (2,4-5,7) mg/dl
458917 Pusing 180/110 - 150/100 +1 Ya 30,8 27,9 7,1
443937 Pusing 160/100 130/90 130/80 +1 Ya 197 18,5 10,6 8 0,3 + 5,3 309268 Pusing,
nyeri epigastrum, kejang
170/110 130/80 150/100 +4 - 70 107,9 146,8 44 1,4 + 11,3
452979 - 150/100 110/70 120/80 - Ya 258 17,8 7,3 15 0,6 ++ 5,6 276922 Mual
muntah 160/90 140/90 130/80 +1 - 166 18,4 12,2 13 0,6 + -
281287 Pusing, penglihatan kabur
170/120 150/110 150/100 +2 - 195 26 14,9 20 0,6 - 7,2
440917 Pusing, mual muntah
150/100 130/80 130/90 +2 - 213 73,6 50 31 1,2 + 10,8
279089 - 170/110 140/110 130/80 +1 - 143 - - - - + - 234606 Pusing,
mual muntah
190/120 160/100 140/90 - - 104 - - - - - -
358749 - 150/100 110/80 120/60 - - - 21,1 16,5 19 0,7 - 7 473552 - 170/110 140/90 120/90 - - 197 21 21,4 13 0,6 - 7 256236 - 150/110 130/90 140/100 +2 - 145 25,9 14,5 16 0,6 + 6,6 120631 - 180/100 160/90 160/100 +1 - 289 12,8 12,5 22 0,5 - 4,6 296055 - 140/100 130/90 130/90 - - 213 - - - - + 501520 - 170/100 160/80 140/80 - - - 19,8 17,2 17 0,5 - 4,5 461263 - 150/90 140/90 140/90 - - - - - - - - - 284553 Pusing,
penglihatan kabur, nyeri
140/100 130/90 130/80 +2 - 73 40,8 35,5 20 0,8 + 7,9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
epigastrum
418516 - 130/90 90/60 140/90 - - - 7,8 7,7 17 0,6 + 6,3 456793 penglihatan
kabur, nyeri epigastrum, eklampsia
170/110 150/110 110/80 +2 - 73 53,2 27,7 31 0,7 + 8,5
469161 Pusing, mual muntah
180/110 150/100 160/110 +2 - 138 27 4,8 13 0,8 - 5
468572 Pusing, penglihatan kabur, kejang
200/120 130/100 140/100 +2 - 119 781,9 799,6 68 1,1 + 13,1
452672 - 160/100 120/80 115/80 - - 265 35,8 22,7 12 0,5 + 2,7 449305 Pusing,
penglihatan kabur
170/100 140/90 140/90 - - 213 26,4 13,5 16 0,7 - 7,2
000642 Nyeri epigastrum
160/100 140/100 130/100 +3 Ya 165 26,2 11 20 0,5 + 6,4
428623 Nyeri epigastrum
200/100 140/90 160/100 +1 - 280 8,8 6 15 0,5 + 6,2
076398 - 180/120 150/100 140/90 +2 - 186 17,1 12,4 15 0,6 + 4,4 342659 Nyeri
epigastrum 120/80 130/80 100/60 +2 - 190 13,1 6,8 10 0,5 + 4,3
486364 Nyeri epigastrum
140/100 140/90 120/80 +1 Ya 186 24,7 17,7 26 0,7 + 8,9
491378 - 160/100 110/90 120/90 +2 - 215 14,4 3,7 16 0,7 - 7,2 492420 - 140/90 140/90 120/70 +1 - 230 10,7 5,5 17 0,7 + 5 493487 Pusing,
kejang 200/120 170/110 150/100 - Ya 220 27,4 19,3 16 0,6 - 8,3
488369 Nyeri epigastrum
150/90 130/90 120/80 - - 304 12,4 21,3 16 0,6 - 5,7
495419 Kejang 170/100 160/90 150/90 - - 131 20,9 28,2 18 0,4 - 4,6 203122 Pusing,
nyeri epigastrum
150/100 150/100 120/80 - - 186 33,3 19,3 11 0,5 - 5,3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
079378 Pusing,
kejang 190/120 160/110 150/100 +4 Ya 109 35,1 17,6 32 0,9 + -
502314 Pusing 170/120 160/100 100/60 +1 Ya 230 21 12,6 17 0,7 - 8,3 267386 Pusing 170/120 180/100 140/90 +1 Ya 245 25,3 18,3 19 0,7 + 6,5 007336 Pusing 180/120 160/100 140/100 - Ya 224 16,7 8,1 12 0,7 ++ 3,8 476454 Pusing 160/100 100/100 140/100 +2 - 292 58,9 71,8 22 0,8 - 5,4 293637 Pusing 180/120 150/90 130/100 +1 - 246 24,4 13,7 9 0,4 - 5,5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Lampiran 4. Daftar Obat yang Digunakan oleh Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah sakit Panti rapih Yogyakarta tahun 2005
DAFTAR OBAT YANG DIGUNAKAN Obat antihipertensi yang digunakan Obat lain yang digunakan No. Reg TD awal
(mmHg) Diagnosis
Nama obat Golongan Obat Dosis Obat
Aturan pakai
Cara pemberian
Nama obat Golongan obat
458917
180/110
PEB
Metildopa Nifedipin
Antihipertensi bekerja sentral Antagonis kalsium
250 mg
5 mg
3x1
2x1
Oral
Oral
Folamil Trombo aspilet Ossoral Kalmethason Allupurinol
Vitamin Anti platelet Mineral Kortikosteroid Obat
443937
160/100
PEB
Metildopa
Antihipertensi bekerja sentral
250 mg
3x1
Oral
Hystolan Ossoral Amoxicillin Vitamin C Kalnex Adona Pronalges Methergin Sanprima Mefinal Diazepam
Relaksan uterus Mineral Antibiotik Vitamin Antifibrinolitik Hemostatikum Analgesik Oksitosik Antibiotik Analgesik CNS Deppresant
309268
170/110
PEB, eclampsia, infertil
_
_
_
_
_
Rocephin Alinamin F Vitamin C Rantin Tramal MgSO4Kalmethason Valium Toradol Amoxan Biosanbe Moloco B12
Antibiotik Vitamin Vitamin Antagonis reseptor H-2 Analgesik Anti konvulsan Kortikosteroid CNS deppresant Analgesik Antibiotika Antianemia Vitamin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
452979
150/100
PER, DKP
Furosemid
Diuretika kuat
20 mg
1x1
Oral
Mefinal Methyl ergometrin CDR Sanprima F Clasef Methergin Prosogam Adona Kalnex Pronalges
Analgesik Oksitosik Vitamin dan mineral Antibiotika Antibiotika Oksitosik Penghambat pompa proton Hemostatikum Antifibrinolitik Analgesik
276922
160/90
PEB
Nifedipin
Antagonis kalsium
10 mg
3x1
Oral
Fluimucil Folamil Amoxicillin Pronalges Prolacta Ossoral Syntocinon Methergin
Mukolitik Vitamin Antibiotika Analgesik Hormon Mineral Oksitosik Oksitosik
281287
170/120
PEB
Metildopa
Antihipertensi bekerja sentral
250 mg
3x1
Oral
Clasef Vitamin C Adona Kalnex Profenid Sanprima F CDR Mefinal Fitolac
Antibiotika Vitamin Hemostatikum Antifibrinolitik Analgesik Antibiotika Vitamin dan mineral Analgesik Herbal
440917
150/100
PEB
Metildopa
Antihipertensi bekerja sentral
250 mg
3x1
Oral
Hystolan Folamil Ossoral Sanprima F Kalmethason Amoxicillin
Relaksan uterus Vitamin Mineral Antibiotka Kortikosteroid Antibiotika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Furosemid Spironolakton
Diuretika kuat Diuretika hemat kalium
40 mg
25 mg
1x1
1x1
Oral
Oral
Epidosin Diazepam Progynova Syntocinon Methergin Pimperan Kalnex Adona Mefinal Hemobion Methyl ergometrin CDR
Antispasmodikum CNS deppresant Hormon Oksitosik Oksitosik Anti mual/muntah Antifibrinolitik Hemostatikum Analgesik Antianemia Oksitosik Vitamin dan mineral
279089
170/110
PEB
Metildopa
Antihipertensi bekerja sentral
250 mg
3x1
Oral
Syntocinon Methergin Amoxicillin Hemobion Becom C Ultraproc Methyl ergometrin
Oksitosik Oksitosik Antibiotika Antianemia Vitamin Antihemoroid Oksitosik
234606
190/120
PEB
Metildopa Nifedipin
Antihipertensi bekerja sentral Antagonis kalsium
250 mg
10 mg
1x1
1x1
Oral
Oral
Becom C Amoxicillin Pronalges
Vitamin Antibiotika Analgesik
358749
150/100
PER
_
_
_
_
_
Epidosin Progynova Sanprima F Syntocinon Methergin Methyl ergometrin Mefinal CDR
Antispasmodikum Hormon Antibiotika Oksitosik Oksitosik Oksitosik Analgesik Vitamin dan mineral
473552
170/110
PEB, HPP
Metildopa
Antihipertensi bekerja sentral
250 mg
3x1
Oral
Valium Progynova Profenid Syntocinon
CNS deppresan Hormon Analgesik Oksitosik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Methergin Kalnex Adona Hemobion Sanprima F Methyl ergometrin CDR Mefinal Non flamin Lactulac
Oksitosik Antifibrinolitik Hemostatikum Antianemia Antibiotika Oksitosik Vitamin dan mineral Analgesik Analgesik Gangguan Saluran cerna
256236
150/110
PEB
Metildopa
Antihipertensi bekerja sentral
250 mg
3x1/2
Oral
Sanprima F Methyl ergometrin Mefinal Diazepam Moloco B12 CDR Epidosin Progynova Syntocinon Methergin
Antibiotika Oksitosik Analgesik CNS deppresan Vitamin Vitamin Antispasmodikum Hormon Oksitosik Oksitosik
120631
180/100
PEB
Metildopa
Antihipertensi bekerja sentral
250 mg
3x1
Oral
Syntocinon Methergin Valium MgSO4Obimin F Aspilet Epidosin Progynova Cytotec Amoxicillin Becom C Asam mefenamat
Oksitosik Oksitosik CNS deppresan Anti konvulsan Vitamin Anti platelet Antispasmodikum Hormon Oksitosik Antibiotika Vitamin Analgesik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
296055
140/100
PER
Metildopa
Antihipertensi bekerja sentral
125 mg
3x1
Oral
Progynova Cytotec Syntocinon Methergin Amoxicillin CDR Asam mefenamat Methyl ergometrin Epidosin
Hormon Oksitosik Oksitosik Oksitosik Antibiotika Vitamin dan mineral Analgesik Oksitosik Antispasmodikum
501520
170/100
PEB
Metildopa Nifedipin Nifedipin
Antihipertensi bekerja sentral Antagonis kalsium Antagonis kalsium
250 mg
10 mg
10 mg
3x1
3x1
3x1
Oral
Oral
Oral
Amoxicillin Syntocinon Methergin Epidosin Progynova Cytotec Becom C Pronalges Vitamin B1
Antibiotika Oksitosik Oksitosik Antispasmodikum Hormon Oksitosik Vitamin Analgesik Vitamin
461263
150/90
PER
Metildopa
Antihipertensi bekerja sentral
250 mg
3x1/2
Oral
Epidosin Progynova Cytotec Amoxicillin Asam mefenamat CDR Moloco B12Methyl ergometrin
Antispasmodikum Hormon Oksitosik Antibiotika Analgesik Vitamin dan mineral Vitamin Oksitosik
284553
140/100
PEB, HELLP syndrome, gemelli
_
_
_
_
_
Clasef Vitamin C Adona Kalnex Profenid Syntocinon
Antibiotika Vitamin Hemostatikum Antifibrinolitik Analgesik Oksitosik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Theragram M Ceftriaxone Tramal Plantacid Sanprima F Methyl ergometrin CDR Mefinal Moloco B12
Vitamin dan mineral Antibiotika Analgesik Antasida Antibiotika Oksitosik Vitamin dan mineral Analgesik Vitamin
418516
130/90
PER, DKP, obesitas
_
_
_
_
_
Sanprima F Moloco B12Methyl ergometrin Mefinal CDR Ceftriaxone Vitamin C Methergin Kalnex Adona Profenid Petidin
Antibiotika Vitamin Oksitosik Analgesik Vitamin dan mineral Antibiotika Vitamin Oksitosik Antifibrinolitik Hemostatikum Analgesik Analgesik
456793
170/110
PEB, eclampsia
Metildopa Nifedipin Terazosin
Antihipertensi bekerja sentral Antagonis kalsium Penghambat α
250 mg
5 mg
1 mg
3x1
2x1
1x1/2
Oral
Oral
Oral
Valium Sanmol Ossoral Folamil Mefinal Trileptal Dilantin Profenid Dulcolax Vitamin C CDR Sanprima F Ceftriaxon Cytotec Kalnex
CNS deppresan Antipiretik Mineral Vitamin Analgesik Anti konvulsan Anti konvulsan Analgesik Laksatif Vitamin Vitamin dan mineral Antibiotika Antibiotika Oksitosik Antifibrinolitik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Adona Rantin Fenitolin Nicholin
Hemostatikum Penghambat pompa proton Antikonvulsan obat kerusakan saraf
469161
180/110
PEB, DKP
Metildopa Furosemid
Antihipertensi bekerja sentral Diuretika kuat
250 mg
20 mg
3x1
1 ampul
Oral
intravena
Cefasol Toradol Metrofusin Profenid Pimperan Sangobion Starcef Clyndamicin Enzyplex Celebrex
Antibiotika Analgesik Antiprotozoa Analgesik Anti mual/muntah Antianemia Antibiotika Antibiotika Enzim pencernaan AINS
468572 200/120 PEB, impending eclampsia, suspect HELLP syndrome
Metildopa Kaptopril Nifedipin Klonidin Furosemid Terazosin
Antihipertensi bekerja sentral Penghambat ACE Antagonis kalsium Antihipertensi bekerja sentral Diuretika kuat Penghambat α
250 mg
12,5 mg
10 mg
150 mcg
20 mg
0,5 mg
3x1
3x1
3x1
½ ampul
1
ampul
1x1
Oral
Oral
Oral
intravena
intravena
Oral
MgSO4Adona F Dexamethason Diazepam Aspilet Amoxicillin Profenid Presmaston Clasef Toradol Metrofusin Epedrin Starcef Clyndamicin Celebrex Enzyplex Adrenalin Obat batuk
Antikonvulsan Hemostatikum Kortikosteroid CNS deppresan Anti platelet Antibiotika Analgesik Aborsi habitual Antibiotika Analgesik Anti protozoa Bronkodilator Antibiotika Antibiotika AINS Enzim pencernaan Obat untuk syok Obat batuk
452672
160/100
PEB, obesitas
Metildopa
Antihipertensi bekerja sentral
250 mg
3x1
Oral
Ceftriaxone Methergin Adona Kalnex
Antibiotika Oksitosik Hemostatikum Antifibrinolitik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Profenid Sanprima F Methyl ergometrin CDR Mefinal Moloco B12Valium
Analgesik Antibiotika Oksitosik Vitamin dan mineral Analgesik Vitamin CNS deppresan
449305
170/100
PEB
_
_
_
_
_
Broadcef Vitamin C Alinamin F Profenid Calsii gluconas Ossodrox Non flamin Pronalges Prolactin Becom C Hemobion Lynoral
Antibiotika Vitamin Vitamin Analgesik Kalsium glukonat Antibiotika Analgesik Analgesik Hormon Vitamin Antianemia Hormon
000642
160/100
PEB
Nifedipin Nifedipin Amlodipin besilat
Antagonis kalsium Antagonis kalsium Antagonis kalsium
10 mg
10 mg
5 mg
2x1
2x1
1x1
Oral
Oral
Oral
Sanprima F Ceftriaxone Vitamin C Adona Kalnex Methergin Profenid Plantacid Velosef CDR Moloco B12Mefinal Hemobion
Antibiotika Antibiotika Vitamin Hemostatikum Antifibrinolitik Oksitosik Analgesik Antasida Antibiotika Vitamin dan mineral Vitamin Analgesik Antianemia
428623 200/100 PEB Nifedipin
Antagonis kalsium
10 mg
2x1
Oral
MgSO4Rocephin Ceradolan
Anti konvulsan Antibiotika Antibiotika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Nifedipin
Antagonis kalsium
5 mg
2x1
Oral
Toradol Profenid Narfoz
Analgesik Analgesik Antagonis 5HT3
076398
180/120
PEB
_
_
_
_
_
Ossadrox Pronalges Nonflamin Ossoral Folamil Becom C Alinamin F Kalnex Broadcef Toradol
Antibiotika Analgesik Analgesik Mineral Vitamin Vitamin Vitamin Antifibrinolitik Antibiotika Analgesik
342659
120/80
PER
Metildopa Furosemid
Antihipertensi bekerja sentral Diuretika kuat
250 mg
20 mg
3x1
2x1
Oral
Oral
Clasef Vitamin C Alinamin F Kalnex Adona Methergin Profenid Syntocinon Mefinal Moloco B12Sanprima F Plantacid CDR Hemobion Methyl ergometrin
Antibiotika Vitamin Vitamin Antifibrinolitik Hemostatikum Oksitosik Analgesik Oksitosik Analgesik Vitamin Antibiotika Antasida Vitamin dan mineral Antianemia Oksitosik
486364
140/100
PEB, gemelli
Metildopa Furosemid
Antihipertensi bekerja sentral Diuretika kuat
250 mg
20 mg
2x1
1x1
Oral
Oral
Sanprima F CDR Mefinal Cytotec Ossoral Kalmethason Sanmol
Antibiotika Vitamin dan mineral Analgesik Oksitosik Mineral Kortikosteroid Antipiretik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Nifedipin
Antagonis kalsium
10 mg
2x1
Oral
Ceftriaxone Vitamin C Alinamin F Kalnex Adona Naropin Profenid Toradol Diazepam
Antibiotika Vitamin Vitamin Antifibrinolitik Hemostatikum Anestesi lokal Analgesik Analgesik CNS deppresan
491378
160/100
PEB
Metildopa
Antihipertensi bekerja sentral
250 mg
3x1
Oral
Sanprima F CDR Mefinal Methyl ergometrin Moloco B12Valium Kalmethason Ceftriaxon Vitamin C Kalnex Adona Profenid
Antibiotika Vitamin dan mineral Analgesik Oksitosik Vitamin CNS deppresan Kortikosteroid Antibiotika Vitamin Antifibrinolitik Hemostatikum Analgesik
492420
140/90
PER, serotinus
_
_
_
_
_
Sanprima F Methyl ergometrin Mefinal Moloco B12CDR Adona Kalnex Profenid Vitamin C Ceftriaxone
Antibiotika Oksitosik Analgesik Vitamin Vitamin Hemostatikum Antifibrinolitik Analgesik Vitamin Antibiotika
493487 200/120 PEB, eklampsia, prematuritas
Nifedipin Furosemid
Antagonis kalsium Diuretika kuat
10 mg
20 mg
2x1
1 kali
Oral
intravena
Ossadrox MgSO4Kalmethason Aspilet
Antibiotika Anti konvulsan Kortikosteroid Anti platelet
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Evion Valium Ceftriaxon Profenid
Vitamin CNS deppresan Antibiotika Analgesik
488369
150/90
PEB, obesitas
_
_
_
_
_
Ceftriaxone Methergin Cordarone Zegase Naropin Petidin HCl Profenid Sanprima F CDR Moloco B12Narfoz Alinamin F Mefinal
Antibiotika Oksitosik Anti aritmia Mineral Anestesi lokal Analgesik Analgesik Antibiotika Vitamin dan mineral Vitamin Obat mual/muntah Vitamin Analgesik
495419 170/100 PEB, fetal compromise, IUGR
Nifedipin Furosemid
Antagonis kalsium Diuretika kuat
10 mg
40 mg
2x1
1 kali
Oral
Oral
MgSO4Toradol Ceradolan Profenid
Antikonvulsan Analgesik Antibiotika Analgesik
203122
150/100
PEB
Metildopa
Antihipertensi bekerja sentral
250 mg
3x1
Oral
Starcef Clindamicin Celebrex Plantacid Valium Profenid Cefasol Metrofusin Toradol Bisolvon Petidin
Antibiotika Antibiotika AINS Antasida CNS deppresan Analgesik Antibiotika Anti protozoa Analgesik Oat batuk Analgesik
079378 190/120 PEB, eclampsia, prematuritas, growth retardation
Nifedipin Metildopa
Antagonis kalsium Antihipertensi bekerja sentral
10 mg
250 mg
2x1
3x1
Oral
Oral
MgSO4Kalmethason Evion Aspilet Dumocalsim
Antikonvulsan Kortikosteroid Vitamin Anti platelet Mineral
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Furosemid
Diuretika kuat
20 mg
1 kali
Intravena
Ceradolan Profenid Cetalgin Bellaphen Moloco B12Bactrim F Syntocinon
Antibiotika Analgesik Analgesik Antimigren Vitamin Antibiotika Oksitosik
502314
170/120
PEB, kista demoid
Metildopa Nifedipin
Antihipertensi bekerja sentral Antagonis kalsium
250 mg
10 mg
3x1
1 kali
Oral
Sublingual
Mefinal Ceftriaxon Vitamin C Kalnex Adona Pronalges Sanprima F Methyl ergometrin CDR Moloco B12
Analgesik Antibiotika Vitamin Antifibrinolitik Hemostatikum Analgesik Antibiotika Oksitosik Vitamin dan mineral Vitamin
267386
170/120
PEB
Nifedipin Furosemid Metildopa Klonidin
Antagonis kalsium Diuretika kuat Antihipertensi bekerja sentral Antihipertensi bekerja sentral
10 mg
20 mg
250 mg
0,150 mg
2x1
1x1
3x1
2 kali
Oral
Oral
Oral
Intravena
MgSO4Apilet Evion Cytotec Progynova Valium Prolic Sangobion Neurosanbe Kalmethason
Antikonvulsan Anti platelet Vitamin Oksitosik Hormon CNS deppresan Antibiotika Antianemia Multivitamin Kortikosteroid
007336
180/120
PEB
Nifedipin Metildopa
Antagonis kalsium Antihipertensi bekerja sentral
10 mg
250 mg
1 kali
3x1
Sublingual
Oral
Sanprima F Mefinal CDR Moloco B12Methergin Diazepam Sanadryl Folamil
Antibiotika Analgesik Vitamin dan mineral Vitamin Oksitosik CNS deppresan Obat batuk Vitamin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Ossoral Kalmethason Prosogan Ceftriaxon Kalnex Adona Pronalges
Mineral Kortikosteroid Penghambat pompa proton Antibiotika Antifibrinolitik Hemostatikum Analgesik
476454
160/100
PEB
Metildopa Nifedipin
Antihipertensi bekerja sentral Antagonis kalsium
250 mg
5 mg
3x1
3x1
Oral
Oral
Sanprima F Methyl ergometrin Mefinal Kalmethason Ceftriaxon Vitamin C Adona Pronalges Syntocinon Valium
Antibiotika Oksitosik Analgesik Kortikosteroid Antibiotika Vitamin Hemostatikum Analgesik Oksitosik CNS deppresan
293637
180/120
PEB
Metildopa Nifedipin Klonidin
Antihipertensi bekerja sentral Antagonis kalsium Antihipertensi bekerja sentral
250 mg
10 mg
75 mg
3x1
1x1
3x1/2
Oral
Oral
Oral
Sanprima F Methyl ergo metrin Mefinal Ceftriaxone Vitamin C Kalnex Adona Pronalges Syntocinon CDR Moloco B12
Antibiotika Oksitosik Analgesik Antibiotika Vitamin Antifibrinolitik Hemostatikum Analgesik Oksitosik Vitamin dan mineral Vitamin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Lampiran 5. Tingkatan evidence
I. Penelitian acak yang menunjukkan perbedaan statistik yang signifikan pada
sedikitnya satu outcome yang penting (kelangsungan hidup, major illness) atau
jika perbedaan statistik tidak signifikan, hasil dari sebuah penelitian acak dengan
ukuran sampel yang adekuat hingga meniadakan 25% perbedaan resiko relatif
dengan kekuatan 80%.
II. Penelitian acak yang tidak terdapat pada kriteria level I.
III. Penelitian tidak acak dengan subjek kontrol yang homogen dan dilakukan dengan
prosedur yang sistematik (tidak berdasarkan salah satu perlakuan yang cocok
untuk setiap pasien) atau merupakan analisis subgroup pada penelitian acak.
IV. Penelitian Case series (sedikitnya 10 pasien) dengan riwayat subjek kontrol
berasal dari penelitian lain.
V. Penelitian case series (sedikitnya 10 pasien) tanpa subjek kontrol
VI. Laporan kasus (kurang dari dari 10 pasien)
Tingkatan rekomendasi
A. Rekomendasi berdasarkan 1 penelitian atau lebih pada level I
B. Bukti klinis terbaik yang berada pada level II
C. Bukti klinis terbaik yang berada pada level III
D. Bukti klinis terbaik yang berada pada level yang lebih rendah dari level III dan
terdiri atas pendapat dugaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91Lampiran 6. Lembar Pengumpulan Data Profil Peresepan Obat Antihipertensi pada Pasien Pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005
No. Reg :
Nama :
Umur :
Usia Kehamilan :
Tgl masuk:
Tgl persalinan:
Tgl keluar
Lama perawatan:
Status keluar :
GEJALA DAN TANDA
1. pusing 2. penglihatan kabur 3. nyeri epigastrum 4. mual / muntah 5. kejang 6. koma
DATA LAB
Trombosit : SGOT : SGPT : Ureum : Kreatinin Asam urat : Bakteri :
Diagnosis :
Komplikasi :
TD masuk :
TD post partum :
TD Keluar :
Proteinuria :
Edema :
Macam persalinan :
Jenis kelamin bayi: BB:
Kelainan :
Kehamilan ke:
PENGOBATAN Nama Obat Rute Dosis obat Frekuensi Golongan obat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
BIOGRAFI PENULIS
Beatrix Marendeng lahir di kota Palopo pada bulan Juli
1982 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. Lahir dari
pasangan Frans Rimbun dan Christina ulfa. Lulus TK
Kristen Palopo tahun 1990, SDN 84 Salolo tahun 1996,
SLTP Katolik Makale 1999, SMU Stella Duce 1 tahun
2002, dan kemudian menempuh pendidikan S1 di Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI