PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT...

124
PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG TAHUN 2013-2014 Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH: AHMAD NABIL ATIYYUL JALIL 1112103000076 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015 M/ 1436 H

Transcript of PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT...

Page 1: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITASDI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENGTAHUN 2013-2014

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarSARJANA KEDOKTERAN

OLEH:AHMAD NABIL ATIYYUL JALIL

1112103000076

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA2015 M/ 1436 H

Page 2: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat
Page 3: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat
Page 4: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat
Page 5: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat, rahmat

dan inayah-Nya sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan judul “Profil

Pasien Pneumonia Komunitas di RSUD Cengkareng Tahun 2013-2104”.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,

sangatlah sulit untuk menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu, dalam

kesempatan kali ini kami ingin menyampaikan penghargaan yang setinggi-

tingginya dan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. DR. Arif Sumantri, SKM, M. Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, SpOT selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Dokter.

3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dwi Tyastuti, MPH, PhD

selaku dosen pembimbing yang telah banyak menyediakan waktu,

tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan kami dalam penyusunan

penelitian ini.

4. dr. Nouval Shahab, SpU, PhD, FICS, FACS selaku penanggung jawab

riset mahasiswa PSPD 2012.

5. Kepala Rekam Medik Rumah Sakit Daerah Cengkareng Bu Gadis yang

telah mengizinkan kami untuk melakukan penelitian ini.

6. Kedua Orang tuaku tercinta, Aminin dan Mufarokhah yang selalu

mencurahkan kasih sayangnya, mendukung dalam suka dan duka, dan

selalu mendoakan yang terbaik untuk putra-putrinya.

7. Kepada adik yang tercinta Khobiroh Li Ilmillah dan Qonita Izzati yang

telah banyak mendukung, semangat dan do’anya, sehingga tugas ini

dapat diselesaikan.

Page 6: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

vi

8. Kelompok riset Ahmad Sofyan, Alwi Muarif, Muhammad Aulia Fahmi

dan Najib Askar yang selalu bekerja sama dalam suka maupun duka

untuk menyelesaikan penelitian ini.

9. Teman-teman Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2012, dan

semua pihak yang telah membantu sehingga penelitian ini dapat

terselesaikan.

Saya sadari penyusunan laporan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan.

Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat saya harapkan demi

kesempurnaan penelitian ini.

Akhir kata Wallahul Muwaffiq ila aqwamit thoriq

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Page 7: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

vii

ABSTRAKAhmad Nabil Atiyyul Jalil. Program Studi Pendidikan Dokter. Profil PasienPneumonia Komunitas di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng Tahun2013-2014.Pneumonia komunitas merupakan penyakit infeksi parenkim paru yang terjadi padamasyarakat atau di luar lingkungan rumah sakit. Di Indonesia pneumoniamerupakan penyebab kematian nomor 6. Hal ini menjadikan diagnosis dinipneumonia sangat penting untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas.Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui profil penyakit pneumonia komunitas.Jenis penelitian yang digunakan adalah potong lintang yang menggunakan sampelsebanyak 97 pasien yang dirawat di RSUD Cengkareng dari bulan Januari 2013sampai Desember 2014. Dari hasil penelitian didapatkan, jenis kelamin laki-lakiberjumlah 47 pasien (48,5%) dan jenis kelamin perempuan 50 pasien (51,5%).Dengan kelompok umur remaja akhir (17-25 tahun) sebanyak 11 pasien (11,3%),kelompok umur dewasa (26-45 tahun) 31 pasien (32%), dan kelompok umurpertengahan (45-59 tahun) 55 pasien (56,7%). Gambaran gejala klinis yangmenonjol, sesak napas 76 keluhan (78,4%), batuk 75 keluhan (77,3%), dahak 52keluhan (53,6%), demam 54 keluhan (55,7%), nyeri dada 21 keluhan (21,6%), suaranapas ronkhi 46 keluhan (47,4%), mual 72 keluhan (74,2%), muntah 43 keluhan(44,3%), lemas 42 keluhan (43,3%), dan nyeri perut 27 keluhan (27,8%). Penyakitpenyerta tersering adalah penyakit paru kronik 30,9% pasien. Sedangkan angkamortalitas penelitian adalah sebanyak 16 pasien (16,5%).Kata kunci : Pneumonia komunitas, Gambaran klinis

ABSTRACTAhmad Nabil Atiyyul Jalil. Medical Student Program. Profile of Community-Acquired Pneumonia at the General Hospital of Cengkareng period 2013-2014.Community-acquired pneumonia is an infectious disease of lung parenchym thatoccurs in the community or outside the hospital environment. In Indonesiapneumonia is the sixth leading cause of death. It makes early diagnosis of CAP iscritical to reduce morbidity and mortality. This study was conducted to determinethe profile of community-acquired pneumonia. This is cross-sectional research withsamples were 97 patients who admitted to Cengkareng Hospital. From the results,the male gender amounts to 47 patients (48.5%) and female gender of 50 patients(51.5%). At the end of the adolescent age group (17-25 years) of 11 patients(11.3%), adult age group (26-45 years) 31 patients (32%), and the middle age group(45-59 years) 55 patients ( 56.7%). Most common clinical manifestation are,dyspneu 76 complaints (78.4%), cough 75 complaints (77.3%), sputum 52complaints (53.6%), fever 54 complaints (55.7%), chest pain 21 complaints(21.6%), ronchi breath sound 46 complaints (47.4%), nausea 72 complaints(74.2%), vomiting 43 complaints (44.3%), fatigue 42 complaints (43.3%), and 27complaints of abdominal pain (27.8%). The most common comorbid disease ischronic lung disease 30,9% patients, while the mortality rate of the study was 16patients (16.5%).Keywords: Community-acquired pneumonia, Clinical manifestation

Page 8: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL .............................................................................................. iLEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................... iiLEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................... iiiLEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................ ivKATA PENGANTAR.........................................................................................vABSTRAK ...........................................................................................................viiDAFTAR ISI........................................................................................................viiiDAFTAR TABEL ...............................................................................................xiDAFTAR GAMBAR...........................................................................................xiiiDAFTAR GRAFIK .............................................................................................xivDAFTAR SINGKATAN.....................................................................................xvDAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xvi

BAB I. PENDAHULUAN1.1.Latar Belakang ................................................................................................11.2.Rumusan Masalah ...........................................................................................21.3.Tujuan Penelitian ............................................................................................3

1.3.1. TujuanUmum......................................................................................31.3.2. TujuanKhusus.....................................................................................3

1.4.ManfaatPenelitian ...........................................................................................31.4.1. Bagi Peneliti ......................................................................................31.4.2. Bagi Masyarakat ................................................................................31.4.3. Bagi Institusi......................................................................................3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA2.1. Landasan Teori...............................................................................................4

2.1.1. Mekanisme Pertahanan Tubuh ..........................................................42.1.2. Definisi dan Klasifikasi .....................................................................6

2.1.2.1. Klasifikasi Pneumonia Komunitas BerdasarkanMikroorganisme..................................................................7

2.1.2.2. Klasifikasi Pneumonia Komunitas Berdasarkan PajananLingkungan.........................................................................7

2.1.2.3. Klasifikasi Pneumonia Komunitas Berdasarkan PredileksiInfeksi .................................................................................7

2.1.3. Epidemiologi .....................................................................................142.1.4. Etiologi ..............................................................................................15

2.1.4.1. Streptococcus pneumoniae .................................................172.1.5. Patogenesis dan Patofisiologi ............................................................242.1.6. Manifestasi Klinis..............................................................................27

2.1.6.1. Batuk dan Sputum Abnormal .............................................272.1.6.2. Batuk Darah (Hemoptisis) ..................................................302.1.6.3. Sesak Napas (Dispneu).......................................................302.1.6.4. Nyeri Pleura ........................................................................322.1.6.5. Demam................................................................................32

Page 9: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

ix

2.1.6.6. Mual dan Muntah................................................................332.1.7. Diagnosis ...........................................................................................36

2.1.7.1. Diagnosis Klinis .................................................................362.1.7.2. Diagnosis Etiologi ..............................................................37

2.1.8. Prognosis ...........................................................................................392.1.9. Pencegahan ........................................................................................39

2.2. Kerangka Teori ..............................................................................................412.3. Kerangka Konsep ..........................................................................................422.4. Definisi Operasional ......................................................................................43

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN3.1. Desain Penelitian............................................................................................593.2. Tempat dan WaktuPenelitian .........................................................................593.3. Populasi dan Sampel Penelitian .....................................................................59

3.3.1. Populasi Target ..................................................................................593.3.2. Populasi Terjangkau ..........................................................................593.3.3. Jumlah Sampel...................................................................................593.3.4. Teknik Sampling................................................................................603.3.5. Kriteria Sampel..................................................................................60

3.4. Alat dan Bahan...............................................................................................613.4.1. Alat ....................................................................................................613.4.2. Bahan .................................................................................................61

3.5. Alur Kerja.......................................................................................................623.6. Cara Kerja Penelitian .....................................................................................623.7. Variabel ..........................................................................................................623.8. Managemen Data ...........................................................................................64

3.8.1. Pengolahan Data ................................................................................64

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1. Karakteristik Pasien dengan Pneumonia Komunitas di RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 ............................................................................................654.2. Karakteristik Demografi Subjek Penelitian ...................................................65

4.2.1. Karakteristik Usia Subjek Penelitian .................................................664.2.2. Karakteristik Jenis Kelamin Subjek Penelitian .................................674.2.3. Karakteristik Status Pernikahan Subjek Penelitian ...........................684.2.4. Karakteristik Tingkat Pendidikan Akhir Subjek Penelitian ..............694.2.5. Karakteristik Pekerjaan Subjek Penelitian ........................................704.2.6. Karakteristik Jalur Masuk Subjek Penelitian.....................................714.2.7. Karakteristik Lama Hari Inap Subjek Penelitian...............................724.2.8. Karakteristik Indeks Massa Tubuh Subjek Penelitian.......................73

4.3. Karakteristik Kebiasaan dan Penyakit Penyerta Subjek Penelitian ...............744.3.1. Karakteristik Kebiasaan Subjek Penelitian........................................744.3.2. Karakteristik Penyakit Penyerta Subjek Penelitian ...........................76

4.4. Karakteristik Tanda Vital, Gejala Klinis, Pemeriksaan Laboratorium, danPemeriksaan Penunjang Subjek Penelitian .....................................................774.4.1. Karakteristik Tanda Vital dan Gejala Klinis Subjek Penelitian ........774.4.2. Karakteristik Pemeriksaan Radiologi Subjek Penelitian ...................834.4.3. Karakteristik Kriteria Pneumonia Severity Index (PSI) Penyerta

Page 10: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

x

Subjek Penelitian ...............................................................................864.4.4. Karakteristik Pemeriksaan Sputum Penyerta Subjek Penelitian .......86

4.5. Karakteristik Pengobatan Antibiotik Subjek Penelitian.................................874.6. Karakteristik Status Akhir Subjek Penelitian.................................................89

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN5.1. Simpulan ........................................................................................................905.2. Saran...............................................................................................................915.3. Keterbatasan Penelitian..................................................................................91

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................92LAMPIRAN.........................................................................................................97

Page 11: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Mekanisme Pertahanan Saluran Pernapasan...................................... 4Tabel 2.2. Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Gambaran Anatomi Parenkim .12Tabel 2.3. Perbedaan Pneumonia Lobaris dan Bronkopneumonia .....................14Tabel 2.4. Perbedaan Tanda dan Gejala dari Pneumonia Atipik dan

Pneumonia Tipik................................................................................16Tabel 2.5. Mikroorganisme Penyebab Pneumonia Komunitas Berdasarkan

Tempat Perawatan .............................................................................17Tabel 2.6. Pneumonia Severity Index (PSI) ........................................................35Tabel 2.7. Pneumonia Severity Index (PSI) Sambungan ....................................36Tabel 4.1. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 Berdasarkan Kelompok Umur .............................66Tabel 4.2. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 Berdasarkan Jenis Kelamin..................................67Tabel 4.3. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 Berdasarkan Status Pernikahan............................68Tabel 4.4. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 Berdasarkan Tingkat Pendidikan Akhir ...............69Tabel 4.5. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 Berdasarkan Pekerjaan.........................................70Tabel 4.6. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 Berdasarkan Jalur Masuk .....................................71Tabel 4.7. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 Berdasarkan Lama Hari Inap ...............................72Tabel 4.8. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 Berdasarkan Indeks Massa Tubuh .......................73Tabel 4.9. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 Berdasarkan Penyakit Penyerta............................76Tabel 4.10. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 Berdasarkan Kriteria Diagnosis ...........................77Tabel 4.11. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 Berdasarkan Status Kesadaran dan TekananDarah .................................................................................................79

Tabel 4.12. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD CengkarengTahun 2013-2014 Berdasarkan Karakteristik Sesak Napas ..............82

Tabel 4.13. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD CengkarengTahun 2013-2014 Berdasarkan Pemeriksaan Radiologi ...................83

Tabel 4.14. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD CengkarengTahun 2013-2014 Berdasarkan Orientasi Infiltrat PemeriksaanRadiologi ...........................................................................................84

Tabel 4.15. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD CengkarengTahun 2013-2014 Berdasarkan Lokasi Infiltrat PemeriksaanRadiologi ...........................................................................................85

Tabel 4.16. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD CengkarengTahun 2013-2014 Berdasarkan Kriteria Pneumonia Severity Index

Page 12: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

xii

(PSI)...................................................................................................86Tabel 4.17. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 Berdasarkan Pemeriksaan Sputum.......................86Tabel 4.18. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 Berdasarkan Pengobatan Antibiotik.....................87Tabel 4.19. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 Berdasarkan Status Akhir.....................................89

Page 13: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Patologi Pneumonia Lobaris ..........................................................10Gambar 2.2. Gambaran Histologi Patologi Pneumonia Lobaris.........................10Gambar 2.3. Gambaran Histologi Bronkopneumonia ........................................11Gambar 2.4. Gambaran Histologi Pneumonia Intersisial....................................12Gambar 2.5. Perbedaan Penampakan antara Pneumonia Lobaris dan

Bronkopneumonia ..........................................................................13Gambar 2.6. Mekanisme Mual dan Muntah........................................................33

Page 14: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

xiv

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD CengkarengTahun 2013-2014 Berdasarkan Kebiasaan ........................................74

Grafik 4.2. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD CengkarengTahun 2013-2014 Berdasarkan Gejala Klinis ...................................80

Grafik 4.3. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD CengkarengTahun 2013-2014 Berdasarkan Warna Dahak...................................81

Grafik 4.4. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD CengkarengTahun 2013-2014 Berdasarkan Konsistensi Dahak...........................82

Page 15: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian........................................................................97Lampiran 2. Lembar Penelitian...........................................................................98Lampiran 3. Daftar Riwayat Hidup.....................................................................101

Lampiran 4. Lembar Data Statistik Penelitian ....................................................102

Page 16: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

xvi

DAFTAR SINGKATAN

ATS : American Thoracic Society

BTS : British Thoracic Society

CAP : Community Acquired Pneumonia

SEAMIC : Southeast Medical Information Center

CHF : Congestive Heart Failure

DM : Diabetes Melitus

HAP : Hospital Acquired Pneumonia

VAP : Ventilator Acquired Pneumonia

HIV : Human Immunodeficiency Virus

ICU : Intencive Care Unit

IDSA : Infectious Disease Society Of America

IGD : Instansi Gawat Darurat

IMT : Indeks Massa Tubuh

Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

RR : Respiratory Rate

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

TB : Tuberkulosis

WHO : World Health Organization

SLE : Systemic Lupus Erythematosus

PPOK : Penyakit Paru Obstruktif Kronik

SSP : Sistem Saraf Pusat

DEPKES : Departemen Kesehatan

Page 17: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pneumonia adalah peradangan pada paru yang disebabkan oleh

mikroorganisme dengan beberapa gejala yang timbul seperti panas tinggi, batuk

berdahak, napas cepat, sesak dan gejala lainnya (mual, muntah, lemas, sakit perut,

nafsu makan berkurang dan sakit kepala). Pneumonia merupakan penyakit infeksi

saluran napas bawah yang menjadi masalah utama dalam bidang kesehatan baik di

negara berkembang maupun maju. 1

Dari data SEAMIC Health Statistic tahun 2001, pneumonia adalah

penyebab nomor 6 kematian di Indonesia. Sedangkan laporan WHO tahun 1999,

menjelaskan bahwa penyebab kematian tertinggi dari penyakit infeksi di dunia

adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Adapun di

Amerika, insidensi pneumonia komunitas adalah 12 kasus per 1000 orang per

tahun. Selain itu, pneumonia juga merupakan penyakit infeksi penyebab kematian

utama pada orang dewasa, sedangkan angka kematian pneumonia di Amerika yaitu

10 %.2

Adapun data di Indonesia yang dikeluarkan oleh Riskesdas tahun 2013

menyebutkan, period prevalence dan prevalensi pada tahun 2013 adalah 1,8 % dan

4,5 %, sedangkan sebaran provinsi, terdapat lima provinsi yang memiliki insidensi

dan prevalensi pneumonia tertinggi untuk semua umur yaitu Nusa Tenggara Timur

(4,6% dan 10,3%), Papua (2,6% dan 8,2%), Sulawesi Tengah (2,3% dan 5,7%),

Sulawesi Barat (3,1% dan 6,1%), dan Sulawesi Selatan (2,4% dan 4,8%).

Sementara pada hasil Riskesdas 2013, prevalensi pneumonia berdasarkan

kelompok umur penduduk, di mana pneumonia tinggi terjadi pada kelompok umur

1-4 tahun, kemudian mulai meningkat pada umur 45-54 tahun dan terus meninggi

pada kelompok umur berikutnya. Hal ini tidak menyingkirkan bahwa pneumonia

pun terjadi pada usia remaja dan dewasa.1

Walaupun pada data tersebut, menunjukkan bahwa pneumonia merupakan

penyebab yang signifikan terhadap morbiditas dan mortalitas, namun sering kali

Page 18: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

2

pneumonia ini diremehkan. Sehingga pneumonia tidak dapat terdiagnosis. Padahal

dalam mendiagnosis dan mengetahui penyebabnya, harus dilakukan pemeriksaan

penunjang yang menjadi standar utama untuk menyingkirkan diagnosis lain, di

mana pemeriksaannya memerlukan beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya dan

sulit untuk menemukan penyebabnya. Bahkan di Amerika dengan cara invasif pun,

penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Sedangkan jika pneumonia tidak

segera diobati, dapat menyebabkan kematian.1

Padahal pada pasien pneumonia, ada beberapa gejala klinis dan

pemeriksaan fisik serta lab yang menunjukkan indikasi pneumonia, sehingga

seorang klinisi dapat memprediksikan penyakit pneumonia sebelum dilakukan

pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan radiologi dan dahak. Pada akhirnya

pengobatan dapat dimulai lebih awal dan mencegah kematian

Menilik dari beberapa data epidemiologi pneumonia baik dari morbiditas

maupun mortalitas serta data yang menunjukkan bahwa sulitnya mendiagnosis

pneumonia secara signifikan, akurat dan cepat, maka diperlukan adanya sebuah

penelitian yang membahas tentang data gambaran klinis, pemeriksaan penunjang

pada pasien pneumonia di setiap rumah sakit di wilayah Indonesia, sehingga

nantinya dari data tersebut, didapatkan prevalensi masing-masing gambaran klinis,

pemeriksaan penunjang pada pasien pneumonia. Rekomendasi tersebut diperlukan

agar kedepannya, kualitas dan kemudahan dalam mendiagnosa pasien lebih baik

lagi sehingga penatalaksanaan pada pasien dapat secara spesifik dituntaskan dan

harapannya angka mortalitas akan menurun dan angka kesintasan akan meningkat.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin melakukan sebuah penelitian cross

sectional untuk mengetahui profil pasien pneumonia komunitas di RSUD

Cengkareng tahun 2013-2014. Besar harapan dari penelitian ini, dapat berguna

untuk menunjang diagnosis pneumonia secara signifikan, akurat dan cepat untuk

memaksimalkan pengobatan dengan pengobatan yang optimal dan menurunkan

angka mortalitas.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana profil pasien dengan pneumonia komunitas di Rumah Sakit

Umum Daerah Cengkareng tahun 2013-2014 ?

Page 19: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

3

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui profil pasien pneumonia komunitas di Rumah Sakit Umum

Daerah Cengkareng tahun 2013-2014.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran status sosio-demografi pneumonia komunitas di

RSUD Cengkareng.

b. Mengetahui gambaran klinis pasien pneumonia komunitas yang dirawat

di RSUD Cengkareng.

c. Mengetahui penyakit penyerta pasien dengan pneumonia komunitas di

RSUD Cengkareng.

d. Mengetahui angka kematian pasien dengan pneumonia komunitas di

RSUD Cengkareng tahun 2013-2014.

1.4. Manfaat

1.4.1. Bagi Institusi

Penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan institusi

mengenai profil pasien dengan pneumonia komunitas.

1.4.2. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi tambahan kepada masyarakat pada umumnya

tentang gambaran klinis pasien dengan pneumonia komunitas sehingga dapat

diketahui lebih dini.

1.4.3. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan dalam pengembangan

ilmu pengetahuan dan menjadi bahan referensi bagi peneliti berikutnya.

Page 20: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Mekanisme Pertahanan Tubuh3,4,5

Mekanisme pertahanan sistem pernapasan diperantarai oleh baik dari sistem

imun maupun sistem non-imun, keduanya berkerja secara efektif pada level yang

berbeda untuk menjaga sistem pernapasan tetap normal dan terhindar dari infeksi.

Adapun mekanisme pertahanan tubuh, dijelaskan pada tabel berikut.

Tabel 2.1. Mekanisme Pertahanan Saluran Pernapasan4

Lokasi Mekanisme Pertahanan

Nasofaring Bulu hidung dan gaya putar turbin

Aparatus mukosiliar

Sekresi IgA

Trakea/bronkus Batuk, refleks epiglottis

Aparatus mukosiliar

Sekresi immunoglobulin (IgG, IgM, IgA)

Bronkus terminal/alveolus Makrofag alveolus

Limfatik paru

Lapisan cairan alveolus (surfaktan,

komplemen, Ig, fibronektin)

Sitokin (interleukin-1, TNF)

Leukosit polimorfonuklear

Imunitas selular

Sumber. Singh YD. Pathophysiology of community acquired pneumonia. Supplement to

JAPI.2012;60. P7

Kegagalan pada mekanisme pertahanan tersebut dan adanya faktor

predisposisi, menyebabkan seseorang rentan terhadap infeksi penyebab pneumonia

komunitas. Di bawah ini beberapa kondisi yang mengakibatkan seseorang rentan

terhadap infeksi pneumonia komunitas:

A. Perubahan flora normal orofaring

Pada orofaring terdapat beberapa mekanisme pertahanan, yaitu

immunoglobulin lokal khususnya IgA, komplemen, dan flora normal pun turut

Page 21: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

5

berkontribusi untuk mencegah kolonisasi mikroorganisme pada orofaring.

Akan tetapi seseorang yang memiliki diabetes, malnutrisi, minum alkohol, dan

kelainan sistem kronik lainnya dapat menurunkan fibronektin dan

meningkatkan kolonisasi bakteri basil Gram negatif. Selain itu, antibiotik juga

dapat menekan flora normal sehingga antibiotik tersebut dapat memfasilitasi

terjadinya infeksi dengan cara resistensi terhadap bakteri Gram negatif.

B. Menekan refleks batuk dan glottis

Penekanan pada refleks batuk dan glottis ini menyebabkan berkurangnya

kemampuan untuk mengeluarkan benda asing atau aspirasi yang menuju ke

saluran napas. Kejadian ini lebih sering terjadi pada usia tua, penderita PPOK,

operasi torakoabdominal atau penyakit neuromuskular.

C. Perubahan tingkat kesadaran

Orang dewasa memiliki 10 sampai 100 juta bakteri per millimeter sekret

orofaring dan dapat meningkat sampai 50% ketika tidup terlelap melalui

aspirasi sekret faring. Sekret orofaring teraspirasi lebih sering pada kondisi

koma, kejang, kejadian cerebrovaskular, peminum alkohol dan overdosis obat

penghambat SSP.

D. Kerusakan mekanisme apparatus mukosiliar

Keefektifan klirens mukosiliar bergantung pada keefektifan pergerakan

siliar dan kandungan mukus. Kelenjar submukosa dan sel goblet epitel

permukaan memproduksi cairan permukaan jalur napas. Cairan ini terdiri dari

lapisan atasnya berupa gel seperti musin dan lapisan bawahnya berupa cairan

non-gel. Silia akan bergerak pada media ini ke arah mulut, sehingga aspirasi

benda asing dapat dikeluarkan. Namun proteksi ini dapat rusak pada banyak

kondisi seperti kebiasaan lama merokok, infeksi virus saluran napas, pajanan

terhadap udara panas, dingin atau gas berbahaya, sindrom silia immotil,

obstruksi endobronkial, dan usia tua. Situasi-situasi ini lah yang menjadikan

individu rentan terhadap mikroorganisme yang masuk ke parenkim paru.

Page 22: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

6

E. Disfungsi makrofag alveolus

Monosit setelah transmigrasi dari pembuluh darah, maka dengan cepat

berdeferensiasi menjadi makrofag inflamator, untuk membantu aktivitas dan

fungsi dari makrofag yang sudah terlebih dahulu ada. Respon ini dapat

diinduksi melalui interleukin-10 dan serum 1-25-Dihydroxyvitamin D.

Makrofag alveolus sangat efektif dalam fungsi fagositosis terhadap

mikroorganisme. Banyak mikroorganisme dengan cepat, mati karena sistem

lisosom makrofag alveolus. Mekanisme mikrobisidal penting lain yang turut

berperan untuk makrofag adalah protein Toll Like Receptor (TLR), spesies

oksigen reaktif (ROS), dan pembentukan nitrit oksida. Namun proteksi ini dapat

rusak pada situasi tertentu seperti kebiasaan merokok lama, anemia kronik,

kelaparan yang berkepanjangan, hipoksemia, dan infeksi virus sistem

pernapasan, semua itu dapat menyebabkan kerusakan pada makrofag alveolar

dan membantu untuk terjadinya pneumonia komunitas.

F. Disfungsi sistem imun

Respon imun merupakan pertahanan tubuh utama dalam melawan infeksi

yang disebabkan mikroorganisme pathogen, baik mikroorganisme yang residen

maupun yang transien pada saluran pernapasan. Respon imun bergantung pada

limfosit B dan limfosit T yang mampu mengenali antigen spesifik. Ada juga

respon imun yang terbentuk dari sel inflamasi tidak spesifik, seperti sel

dendritik paru, makrofag, neutrofil, eosinofil, dan sel mast. Kerusakan pada

granulosit, limfosit, imunodefisiensi didapat atau kongenital, dan terapi

imunosupresi dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya pneumonia

komunitas.

2.1.2. Definisi dan Klasifikasi

Pneumonia komunitas terdiri dari dua kata, yaitu pneumonia dan komunitas.

Pneumonia adalah suatu penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru.

Sedangkan komunitas menurut KBBI adalah kelompok orang yang hidup dan

saling berinteraksi di dalam daerah tertentu. Adapun definisi dari pneumonia

komunitas itu sendiri adalah suatu infeksi pada parenkim paru yang terjadi di

Page 23: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

7

komunitas bukan di rumah sakit, fasilitas perawatan intensif, atau kontak dengan

fasilitas kesehatan lain. Meskipun penyebab pneumonia sudah diketahui baik

diakibatkan oleh infeksi bakteri, virus maupun mikroorganisme lainnya, seringkali

pneumonia tidak terdiagnosis atau tidak terobati dengan optimal, karena gejala

klinis pneumonia hampir serupa dengan penyakit infeksi saluran napas bawah

lainnya.3

Pneumonia merupakan penyakit yang masuk dalam klasifikasi infeksi

saluran napas bawah akut (ISNBA). Meskipun pneumonia dapat terjadi sebagai

penyakit primer, namun pneumonia juga dapat menjadi penyakit lanjutan

manifestasi ISNBA lainnya, seperti perluasan bronkiektasis yang terinfeksi.6,7

Lokasi peradangan pada penyakit pneumonia tidak hanya sebatas parenkim

paru, akan tetapi juga mengenai distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup

bronkiolus respiratorius, dan alveoli, yang mengakibatkan konsolidasi jaringan

paru dan gangguan pertukaran gas.8

2.1.2.1. Klasifikasi Pneumonia Komunitas Berdasarkan Mikroorganisme

Pada beberapa tahun yang lalu, klasifikasi pneumonia hanya terbatas oleh

dua yaitu pneumonia tipikal yang disebabkan Streptococcus pneumoniae dan

atipikal yang disebabkan kuman atipik Mycoplasma pneumonia. Namun, dalam

perkembangannya, beberapa pathogen lain, menimbulkan gejala klinis yang identik

dan sama dengan pneumonia akibat Streptococcus pneumonia, diantaranya H.

influenza, S. aureus, bakteri Gram negatif dan virus. Lain halnya dengan

Legionella spp. dan virus menimbulkan gejala klinis pneumonia yang bervariasi

luas. Maka dari itu, klasifikasi tersebut tidak dipergunakan lagi.3,7

2.1.2.2. Klasifikasi Pneumonia Komunitas Berdasarkan Pajanan Lingkungan

Akibat tidak dipergunakannya lagi klasifikasi tipikal dan atipikal, maka

diperlukan suatu klasifikasi terhadap pneumonia, yang nantinya mempermudah

seorang dokter mendiagnosis pneumonia berdasarkan etiologi, gejala klinis dan

pemeriksaan penunjang sehingga nantinya pengobatan pneumonia dapat dilakukan

secara spesifik dan akurat. Terbentuklah suatu klasifikasi berdasarkan pajanan

lingkungannya, yaitu community-acquired (CAP) atau pneumonia komunitas,

Page 24: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

8

hospital-acquired (HAP) atau pneumonia nosokomial, dan ventilator-associated

(VAP) atau pneumonia akibat pemakaian ventilator.3

Namun, pada beberapa pasien yang menjalani pengobatan rawat jalan,

ditemukan beberapa pasien terinfeksi pathogen akibat resistensi obat (MDR) yang

berhubungan dengan pneumonia nosokomial. Fenomena ini diakibatkan oleh

beberapa faktor yaitu penggunaan antibiotik oral yang meluas, pemulangan pasien

yang terlalu dini, penyediaan fasilitas yang terbatas, peningkatan penggunaan terapi

antibiotik IV pada pasien rawat jalan, pasien lansia, dan perluasan terapi

imunomodulator. Keterlibatan pathogen MDR ini, menyebabkan kategori baru

pada pneumonia yaitu pneumonia yang didapat di pusat perawatan kesehatan atau

disebut healthcare associated pneumonia (HCAP). 3,9

Pneumonia komunitas (CAP) adalah pneumonia yang terjadi akibat infeksi

di masyarakat atau di luar lingkungan rumah sakit. Adapun pneumonia nosokomial

(HAP) adalah pneumonia yang terjadi akibat infeksi setelah dirawat di rumah sakit

dalam kurun waktu 48 jam atau lebih, baik pasien di rawat di ruang umum ataupun

ICU yang mana pasien sedang tidak menggunakan ventilator, sedangkan

pneumonia akibat pemakaian ventilator (VAP) adalah pneumonia yang terjadi

akibat infeksi setelah pasien dilakukan intubasi endotrakeal dalam kurun waktu 48-

72 jam. 7

2.1.2.3. Klasifikasi Pneumonia Komunitas Berdasarkan Predileksi Infeksi

Berdasarkan predileksi infeksi, pneumonia dibagi menjadi 3 tipe,

yaitu:6,9,10,11,12,,13

A. Penumonia Lobaris

Pneumonia ini terjadi karena infeksi bakteri akut pada salah satu lobus

atau semua lobus. Jika mengenai semua lobus, maka sering kali disebabkan

penyebaran inflamasi melalui lubang Khon dan kanal Lambert. Etiologi

tersering adalah Streptococcus pneumonia, Staphylococcus aureus, B

Haemolytic streptococci dan yang jarang adalah Haemophilus influenza,

Klebisella pneumonia.

Ada beberapa tahap keadaan lobus paru pada pneumonia ini, yaitu:

Page 25: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

9

a. Kongesti

Lobus yang terinfeksi menjadi berat, merah, dan kotor.

Gambaran histologinya, terlihat kongesti pada pembuluh darah

dengan cairan proteinaceous, sebaran neutrofil, dan banyak bakteri

di dalam alveolus.

b. Hepatisasi merah

Lobus yang terinfeksi memiliki konsistensi yang mirip dengan

liver, ruang alveolus terisi dengan neutrofil, sel darah merah, dan

fibrin

c. Hepatisasi abu-abu

Lobus menjadi kering, abu-abu, dan padat, karena adanya lisis

pada sel darah merah. Dibarengi dengan eksudat fibrinospuratif di

alveolus.

d. Resolusi

Terjadi ketika pneumonia tidak mengalami komplikasi. Adanya

proses enzimatik mencerna eksudat alveolus untuk menghasilkan

granular. Debris-debris cairan juga diserap dan dicerna melalui

makrofag, batuk, atau fibroblast.

Page 26: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

10

Gambar 2.1. Patologi Pneumonia Lobaris11

Sumber. Mohan H. Textbook of Pathology. 6th ed. Jaypee Brothers Medical Publishers. 2010. P469.

Adapun pada gambaran histologi tahap patologi pneumonia lobaris

ditemukan beberapa gambaran khas (Gambar 2.2).

Gambar 2.2. Gambaran Histologi Patologi Pneumonia Lobaris11

Sumber. Mohan H. Textbook of Pathology. 6th ed. Jaypee Brothers Medical Publishers. 2010. P470-

471.

Page 27: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

11

B. Bronkopneumonia

Disebabkan infeksi bakteri akut yang mengenai bronkiolus terminal,

memiliki ciri eksudat purulent, yang meluas ke sekitar alveolus melalui rute

endobronkial, yang menghasilkan gambaran konsolidasi. Hal ini sering

terlihat pada usia lanjut usia yang berhubungan dengan kelemahan kronik.

Etiologi penyebabnya biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus, B

Haemolytic streptococci, Haemophilus influenza, Klebsiella pneumonia dan

Pseudomonas.

Gambar 2.3. Gambaran Histologi Bronkopneumonia11

Sumber. Mohan H. Textbook of Pathology. 6th ed. Jaypee Brothers Medical Publishers.

2010. P472.

C. Pneumonia Intersisial

Proses inflamasi yang disebabkan oleh infeksi virus atau mikoplasma,

dapat mengakibatkan terjadinya pneumonia intersisial tanpa eksudat

alveolar. Karakteristik tipe pneumonia ini adalah adanya edema pada septal

alveolar dan infiltrat mononuklear. Etiologinya disebabkan oleh

Mycoplasma pneumonia, virus sinsitial sistem pernapasan, virus influenza,

adenovirus, citomegalovirus, Chlamydia, dan Coaxiella.

Page 28: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

12

Gambar 2.4. Gambaran Histologi Pneumonia Intersisial11

Sumber. Mohan H. Textbook of Pathology. 6th ed. Jaypee Brothers Medical Publishers. 2010. P473.

Tabel 2.2. Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Gambaran Anatomi Parenkim

Paru13

Varian Mikroorganisme Penyebab Karakteristik

Pneumonia Lobaris Tersering S. pneumoniae Eksudasi intra-alveolus sebagian besar

menghasilkan konsolidasi,

Dapat melibatkan seluruh lobus,

Jika tidak diobati, morfologinya dibagi

4 tahap: kongesti, hepatisasi merah,

hepatisasi abu, dan resolusi

Bronkopneumonia Banyak mikroorganisme,

termasuk Staphylococcus

aureus, Haemophilus

influenza, Klebsiella

pneumoniae, dan

Streptococcus pyogenes

Infiltrat inflamasi akut meluas dari

bronkiolus ke percabangan alveolus,

Distribusi patchy melibatkan satu atau

lebih lobus

Pneumonia

Intersisial

Tersering virus atau

Mycoplasma pneumoniae

Difus, patchy terlokalisasi di area

intersisial dinding alveolus,

Penyebaran melibatkan satu atau lebih

lobus

Sumber. Schneider AS, Szanto PA. BRS Pathology. 5th ed. Wolters Kluwer. 2014. P211.

Secara klinis menggolongkan pneumonia kepada pasien harus dilakukan

dengan hati-hati bergantung pada tempat terjadinya infeksi pneumonia, karena hal

Page 29: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

13

ini dapat membantu seorang dokter dalam menatalaksana pasien dengan

memberikan terapi antibiotik yang tepat.

Gambar 2.5. Perbedaan Penampakan antara Pneumonia Lobaris dan

Bronkopnuemonia11

Sumber. Mohan H. Textbook of Pathology. 6th ed. Jaypee Brothers Medical Publishers. 2010. P472.

Page 30: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

14

Tabel 2.3. Perbedaan Pneumonia Lobaris dan Bronkopneumonia11

Perbedaan Pneumonia Lobaris Bronkopneumonia

Definisi Infeksi bakteri akut pada

sebagian lobus atau satu lobus

penuh pada satu paru atau

keduanya.

Infeksi bakteri akut di

bronkiolus terminal meluas

ke alveolus

Kelompok Usia Lebih sering pada dewasa Lebih sering pada bayi dan

usia tua

Faktor Predisposisi Lebih sering pada individu

sehat

Penyakit sebelumnya,

kelemahan, flu, campak

Etiologi Pneumokokkus, Klebsiella

pneumoniae, Staphilokokkus,

Streptokokkus

Staphilokokkus,

Streptokokkus, Pseudomonas,

Haemophilus influenza

Patologi Morfologinya dibagi 4 tahap:

kongesti, hepatisasi merah,

hepatisasi abu, dan resolusi

Konsolidasi patchy dengan

granular sentral, eksudasi

alveolus, septa menebal

Diagnosis Leukositosis neutrofil, kultur

darah positif, konsolidasi

pada X-ray

Leukositosis neutrofil, kultur

darah postif, keruh berbintik

X-ray

Prognosis Respon baik pada

pengobatan, resolusi sering

terjadi, prognosis baik

Respon terhadap pengobatan

tertentu, prognosis jelek

Komplikasi Jarang terjadi: efusi pleura,

empyema, abses paru

Bronkiestasis, dan komplikasi

seperti pneumonia lobaris

Sumber. Mohan H. Textbook of Pathology. 6th ed. Jaypee Brothers Medical Publishers. 2010. P473

2.1.3. Epidemiologi

Data epidemiologi pneumonia komunitas di Amerika, menunjukkan bahwa

insidensi pneumonia terdapat 12 kasus dari 1000 orang. Akan tetapi kejadian

pneumonia dapat meningkat pada usia di bawah 4 tahun , yaitu berkisar 12-18 kasus

dari 1000 balita dan juga meningkat pada usia lebih dari 60 tahun, yaitu berkisar 20

dari 1000 orang dan akan terus meningkat seiring bertambahnya usia. Adapun

sebagian besar pasien yaitu 80% dari 4 juta pasien pneumonia komunitas yang

terjadi tiap tahun, ditangani sebagai pasien rawat jalan, dan 20% ditangani di rumah

sakit. Sedangkan kematian pneumonia komunitas di Amerika berkisar 45.000 setiap

tahunnya.2

Page 31: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

15

Faktor risiko pneumonia komunitas penting untuk diketahui, karena

berhubungan dengan pengobatan yang akan diambil oleh pasien. Faktor risiko

pneumonia komunitas adalah alkohol, asma, immunosupresi, pengaruh adat, dan

pada usia lansia. Sedangkan faktor resiko pneumococcus yaitu infeksi S.

pneumoniae meliputi demensia, kejang, gagal jantung, penyakit cerebrovaskular,

alkohol, merokok, PPOK, dan HIV. Enterobakter cenderung menginfeksi pasien

yang sudah pernah masuk rumah sakit atau yang menerima terapi antibiotik, atau

merupakan penyakit komorbid dari alcohol, gagal jantung dan gagal ginjal. P.

aeruginosa sering timbul pada pasien yang memiliki gangguan paru structural

berat, seperti bronkiektasis, fibrosis sistik, atau PPOK berat. Adapun faktor risiko

Legionella berupa diabetes, keganasan hematologi, kanker, gagal ginjal berat, HIV,

merokok, pria, atau tinggal di hotel.

Kejadian pneumonia semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia.

Maka pneumonia lebih sering dijumpai pada orang lanjut usia. Hal ini berkaitan

dengan penurunan kualitas dan kuantitas dari saluran pernapasan itu sendiri,

sehingga lebih rentan terjadinya infeksi.3

2.1.4. Etiologi

Pneumonia komunitas disebabkan oleh berbagai mikroorganisme termasuk

bakteri, jamur, virus dan protozoa. Meskipun penyebab yang tersering adalah S.

pneumonia, mikroorganisme lain perlu dipertimbangkan sebagai faktor resiko dan

factor keparahan penyakit. Menurut klasifikasi terdahulu, penyebab patogen

pneumonia dibagi dua, yaitu pathogen tipikal dan atipikal. Patogen tipikal berupa

S. pneumoniae, S. aureus, Haemophilus influenza, dan bakteri Gram-negatif seperti

Klebsiella pneumonia dan Pseudomonas aeruginosa. Sedangkan patogen atipikal

biasanya disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, dan

Legionella sp. serta beberapa virus yang menyerang pernapasan seperti influenza

dan adenovirus. 3

Tanda dan gejala dari patogen atipikal dan patogen tipikal dapat dibedakan

berdasarkan gambar berikut:

Page 32: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

16

Tabel 2.4. Perbedaan Tanda dan Gejala dari Pneumonia Atipik dan

Pneumonia Tipik3

Tanda dan Gejala Pneumonia Atipikal Pneumonia Tipikal

Onset Gradual Akut

Suhu Kurang tinggi Tinggi, menggigil

Batuk Non produktif Produktif

Dahak Mukoid Purulent

Gejala lain Nyeri kepala, myalgia, sakit

tenggorokan, suara parau,

nyeri telinga

Jarang

Gejala di luar paru Sering Lebih jarang

Pewarnaan Gram Flora normal atau spesifik Kokkus Gram (+) atau (-)

Radiologi Patchy atau normal Konsolidasi lobar

Laboratorium Leukosit normal kadang

rendah

Lebih tinggi

Gangguan fungsi hati Sering Jarang

Sumber. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, dkk. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th

ed. Mc Graw Hill Medical. 2012. P2130.

Namun, terdapat juga klasifikasi yang membagi penyebab

mikroorganismenya berdasarkan tempat perawatannya. Klasifikasi ini membagi

tiga tempat perawatan menjadi rawat jalan dan rawat inap, rawat inap kemudian

dibagi kembali menjadi ICU dan non-ICU. Berikut klasifikasi tersebut,

Page 33: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

17

Tabel 2.5. Mikroorganisme Penyebab Pneumonia Komunitas Berdasarkan

Tempat Perawatan.3

Rawat Jalan Rawat Inap

Non-ICU ICU

S. pneumoniae S. pneumonia S. pneumonia

Mycoplasma pneumonia M. pneumonia S. aureus

Haemophilus influenza Chlamydia pneumonia Legionella sp.

C. pneumonia H. influenza Bakteri Gram-negatif

Virus saluran pernapasan

(influenza, parainfluenza dan

adenovirus)

Legionella sp. H. influenza

Virus saluran pernapasan

(influenza, parainfluenza dan

adenovirus)

Sumber. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, dkk. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th

ed. Mc Graw Hill Medical. 2012. P2131.

Mikroorganisme atipikal tidak dapat dikultur dengan media yang standar,

maupun dengan pewarnaan Gram. Adapun pengobatan terhadap pathogen atipikal

ini, hakekatnya resisten terhadap anti-biotik B-laktam dan harus diobati dengan

makrolid, fluoroquinolone, atau tetrasiklin. Akan tetapi, pada 10-15% kasus

pneumonia komunitas, merupakan polimikroba di mana etiologinya disebabkan

oleh kombinasi pathogen tipikal dan atipikal.

Meskipun, pada zaman ini, sudah dilakukan anamnesis yang menyeluruh,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologi yang rutin, tetap saja untuk

menentukan patogen penyebab pneumonia komunitas masih sulit, terbukti lebih

dari setengah kasus, tidak teridentifikasi penyebabnya yang spesifik. Akan tetapi,

berdasarkan data epidemiologi dan faktor resiko tertentu, mungkin dapat ditemukan

hubungan dengan pathogen tertentu.3

2.1.4.1 Streptococcus pneumonia

Penyebab paling sering dari pneumonia bakteri, baik yang didapat dari

komunitas (sekitar 75% dari seluruh kasus) maupun dari rumah sakit.

Patogenesisnya berawal dari bakteri pneumokokus mencapai alveoli melalui

Page 34: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

18

percikan mukus atau saliva. Paru bawah menjadi lokasi tersering karena efek gaya

gravitasi. Setelah masa inkubasi, dalam 4 – 12 jam awal terjadi kongesti yakni

eksudat sukrosa dari pembuluh darah yang vasodilatasi keluar menuju alveoli. 48

jam berikutnya, hepatisasi merah yakni paru tampak merah karena sel-sel darah

merah, fibrin dan PMN mengisi alveoli. Setelah 3-8 hari, hepatisasi kelabu akibat

fibrin dan leukosit mengisi alveoli. Terakhir, terjadi resolusi dalam waktu 7 – 11

hari akibat eksudat mengalami lisis dan reabsoprsi oleh makrofag sehingga jaringan

kembali utuh seperti semula. 6,9,10,11,12,,13

Infeksi pneumococcal terjadi lebih sering frekuensinya pada pasien yang

memiliki beberapa kondisi, yaitu:

a. Memiliki penyakit penyerta terutama penyakit kronik seperti chronic

heart failure (CHF),

b. Memiliki kelainan kongenital atau defek immunoglobulin bawaan

(seperti AIDS),

c. Memiliki penurunan atau tidak ada fungsi limpa (seperti penyakit sel

sabit atau sehabis splenektomi).

Pada kondisi yang terakhir, lebih rentan terhadap infeksi karena limpa

mengandung sel imun dalam jumlah besar dan juga limpa merupakan organ yang

dapat mendegradasi pneumokokkus dari darah. Selain itu, limpa juga merupakan

organ penting yang memproduksi antibodi melawan polisakarida , di mana

polisakarida merupakan kapsul yang melapisi bakteri. Pemeriksaan pewarnaan

Gram sputum adalah pemeriksaan penting untuk mendiagnosis pneumonia

komunitas ini. Adanya sejumlah neutrofil dan gambaran khas Gram-positif, bentuk

batang diplokokkus merupakan bukti adanya pneumonia pneumokokkus. Akan

tetapi, yang perlu diingat, S. pneumonia juga merupakan flora normal endogen,

sehingga sewaktu-waktu hasil pemeriksaan dapat menjadi positif palsu.

Pemeriksaan lebih spesifik, yaitu isolasi terhadap pneumokokkus. Pada fase awal

sakit, kultur darah mungkin postif sampai 20-30% pada pasien dengan pneumonia.

Ketika hasilnya merupakan patogen S. pneumonia, maka pemberian antibiotik

harus spesifik. Adapun pencegahan terhadap penyakit ini, berupa vaksin

pneumokokkus yang berisi kapsul polisakarida yang diambil dari beberapa serotype

Page 35: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

19

bakteri, dan hasilnya efektif, terutama pada pasien yang memiliki risiko terhadap

infeksi pneumokokkus. 14,15

Manifestasi yang muncul dari pneumonia akibat pneumokokus yakni

mendadak mengalami menggigil, demam, nyeri pleuritik (dada), batuk,

mengeluarkan sputum yang berwarna seperti karat. Pada pemeriksaan fisik

terdengan crackles akibat dari gesekan pleura yang diisi eksudat dan fibrin baik di

dalam alveolus maupun permukaan pleura. Sesak juga bisa dapat dirasakan pasien

akibat hipoksemia karena berkurangnya permukaan ventilasi oksigen oleh eksudat.

Pada pemeriksaan foto toraks dapat beberapa area konsolidasi; dan mungkin

tampak gelap. Penegakan diagnosis dapat melakukan pemeriksaan radiogram dada,

hitung leukosit, dan pemeriksaan sputum (makroskopik, mikroskopik dan biakan).

Koloni S. pneumonia mulai terbentuk di nasofaring pada awal bulan

kehidupan. Perkembangan saluran pernapasan manusia melalui beberapa

mekanisme untuk melindungi saluran napas dari koloni dan infeksi pneumokokkus

invasif. Mekanisme tersebut adalah pertahanan imun bawaan, termasuk refleks

batuk, mukosiliar, dan pattern recognition receptors (PRRs). PPRs ini akan

mengenali pathogen-assocaited molecular patterns (PAMPs). Sebagai tambahan,

sel-sel yang terinfeksi akan mengeluarkan damage-associated molecular patterns

(DAMPs) atau alarmin. Ketika terjadi infeksi, DAMPs dan PAMPs akan bersinergi

untuk mensintesis dan mensekresi sitokin-sitokin pro-inflamasi dan kemokin-

kemokin, seperti IL-1B dan IL-8, yang juga menstimulasi diferensiasi sel dan

kematian sel.5

Meskipun mekanisme-mekanisme ini memprotekasi saluran napas dari S.

pnuemoniae, namun mekanisme antibodi humoral dan selular adalah yang

terpenting dalam membersihkan patogen saluran napas bawah. Resolusi yang

diperantarai sel pada kolonisasi nasofaring melibatkan respon Th1 dan Th17 yang

diinisiasi oleh berbagai virulensi determinan seperti kapsul bakteri, pili, dan

determinan adhesi lain, seperti toksin, pneumolisin. Berikut beberapa determinan

virulensi oleh S. pneumoniae dan mekanisme pertahanan tubuhnya.5

Page 36: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

20

A. Kapsul Polisakarida

Kapsul polisakarida antifagosit merupakan determinan utama dan

essensial dari virulensi pneumokokkus. Selain itu berguna juga untuk

pembentukan koloni di nasofaring. Identifikasi terhadap kapsul ini

ditemukan 92 serotipe yang berbeda. Kapsul tersebut akan bergantian

morfologi antara dua tahap yang berbeda, yaitu fenotip transparent dan

opaque. Perbedaan antara keduanya, pada fenotip transparent ketebalan

kapsular lebih tipis dan ekspresi protein A (PspA) ke permukaan

pneumokokkus lebih rendah serta meningkatkan ekspresi adhesion, choline-

binding protein A (CbpA), autolysin, LytA, adhesi pendukung, dan

kolonisasi.

Penurunan lebih lanjut pada ketebalan kapsul mendahului perpindahan

dari kolonisasi ke invasi epitelium. Bentuk opaque adalah bentuk utama

yang ditemukan di sirkulasi. Varian yang sangat tahan terhadap fagositosis

ini dapat meningkatkan ketebalan kapsul dan ekspresi PspA serta

menurunkan ekspresi CbpA, pendukung diseminasi paru.

Fragmen sel dinding dan polisakarida kapsul dari S. pneumonia dikenal

dan berikatan dengan antibodi menjadi ikatan complement, diikuti dengan

ikatan C1q dan deposisi C3b dan C3bi pada permukaan bakteri. Perbedaan

pada serotip kaspul, berbeda juga pada mekanisme invasifnya. Hal ini

dikarenakan perbedaan deposisi komplemen yang mengikat pada

polisakarida kapsul, serta pengikatan komplemen factor H.

B. Pili Pneumokokkus

Pili juga merupakan virulensi pneumokokkus. Pili pneumokokkus

hanya diekspresikan oleh strain tertentu dan memungkinkan bakteri hidup

di paru dan mengikat sel epitel. Strain pili juga menginduksi respon

inflamasi TNF-dependen lebih besar, meningkatkan potensi cedera paru dan

menyerang jaringan host.

Page 37: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

21

C. Biofilm

Meskipun kemampuan S. pneumonia untuk tumbuh dan bertahan

sebagai biofilm tidak muncul untuk mencerminkan virulensi yang potensial,

akan tetapi hal ini tetap menguntungkan, karena sebagai bakteri yang

dilapisi biofilm, terdapat penurunan kerentanan terhadap agen antimikroba

dan penurunan resistensi dari pengenalan sistem imun. Pada suatu penelitian

didapatkan biofilm pneumokokkus dapat menurunkan fagositosis karena

terdapat gangguan pada deposisi C3b. Pembentukan biofilm S. pneumonia

juga efektif untuk mencegah respon imun, tidak hanya pada jalur klasik

komplemen yang disebabkan penurunan ikatan proten reaktif C dan C1q

komponen komplemen, tetapi juga menekan aktivasi dependent

pneumococcal surface protein (PspC) pada jalur alternatif komplemen.

Penelitian terkini menyatakan bahwa biofilm tidak berkontribusi pada

perkembangan penyakit pneumokokkus invasif, akan tetapi lebih pada

pertumbuhan diam-diam sewaktu kolonisasi. Peran kapsul polisakarida

pada pembentukan biofilm belum dapat ditentukan secara yakin, meskupun

terdapat laporan bahwa tidak adanya kapsul polisakarida untuk membantu

pertumbuhan biofilm. Akan tetapi pada penelitian lain, menunjukkan bahwa

penurunan pembentukan kapsul polisakarida berhubungan dengan

penurunan pembentukan biofilm. Penelitian terkini menunjukkan

peningkatan pembentukan biofilm pneumokokkus dikarenakan kebiasaan

merokok yang mana dapat mendukung terjadinya kolonisasi dan persistensi

mikrobial.

D. Hidrogen Peroksida

Pneumokokkus adalah pembentuk utama hidrogen peroksida sebagai

konsekuensi dari aktivitas piruvat oksidase, yang mengejutkan, mengingat

bahwa patogen katalase-negatif ini dilengkapi untuk detoksikasi oksidan.

Pnuemokokkus tidak hanya menggunakan hidrogen peroksida sebagai

faktor virulensi, yang dapat menyebabkan kerusakan signifikan pada silia

epitel saluran napas dan gangguan aktivitas proteksi dari escalator

mukosiliar, tetapi juga untuk mengeliminasi pesaing mikroba di nasofaring.

Page 38: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

22

Selain itu, piruvat oksidase dapat bertindak sebagai sensor status oksigenasi

dari lingkungan mikroba, pengatur asupan gizi dan ketebalan kapsul anti-

fagosit.

E. Protein Permukaan

Penempelan dan kolonisasi pneumokokkus ke jaringan host diperantarai

oleh adhesion permukaan dan enzim yang juga berperan penting sebagai

faktor virulensi S. pnuemoniae. Protein permukaan yang paling signifikan

adalah:

a. Autolisin

Autolisin adalah protease pendegradasi dinding sel.enzim ini

merusak tulang belakang peptidoglikan yang berfungsi sebagai

pertumbuhan dan pembelahan sel. Akan tetapi, aktivitas berlebih

autolisin dapat menghasilkan peningkatan degradasi dinding sel

yang akhirnya sel akan lisis. N-acetylmuramic acid L-alanine

amidase (LytA amidase) merupakan autolisin utama S. pneumoniae.

Lisis sebagian dinding sel bakteri oleh LytA dapat meningkatkan

virulensi S. pneumoniae dengan cara melepaskan toksin mematikan

seperti pneumolisin.

b. Kolin Pengikat Protein A

Choline binding protein A (CbpA) berikatan dengan residu kolin

terminal, yaitu asam teikoik atau asam lipoteikoik yang terdapat

pada permukaan S. pneumoniae, menempatkan pathogen pada

glikokonjugat sel manusia, yang mendukung transisi dari kolonisasi

ke invasi.

c. Protein A Permukaan Pneumokokkus

Pneumococcal surface protein A (PspA) juga merupakan factor

virulensi penting pada S. pneumoniae, yang dapat menghambat

deposisi C3b pada permukaan bakteri, sehingga mengganggu

aktivasi komplemen dan fagosit diperantarai komplemen. PspA juga

Page 39: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

23

berikatan dan mengganggu laktoferin, sehingga meningkatkan

ketersediaan besi bebas yang dibutuhkan pertumbuhan bakteri.

d. Faktor A dan B Aderensi dan Virulensi Pneumokokkus

Adesin, PavA dan PavB S. pneumoniae, berfungsi untuk invasi

dan penyebaran pneumokokkus ke sel host. PavA akan berikatan

dengan komponen matriks ektraselular, fibronektin, sedaangkan

PavB akan berikatan dengan fibronektin dan plasminogen. Efek

adesi atau penempelan ini diperantarai oleh sekuens berulang dari

streptococcal surface repeats (SSURE). Hal ini mengemukakan

bahwa PavA dapat mempengaruhi kolonisasi pneumokokkus

dengan memodulasi ekspresi atau fungsi factor virulensi.

e. Neuraminidase

Tiga bentuk neuraminidase yang dapat diidentifikasi pada

pneumokokkus, yaitu NanA, NanB, dan NanC. NeuraminidaseA

memotong asam sialik terminal dari glikan permukaan sel seperti

musin, glikolipid, dan glikoprotein yang berkontribusi untuk adesi

dan kolonisasi pneumokokkus. NanA juga berperan penting pada

pembentukan biofilm. NanB terlibat pada metabolism pemanfaatan

asam sialik sebagai karbon dan sumber energi oleh pneumokokkus,

sementara NanC memegang peran regulasi.

f. Hialuronidase

Hialuronidase disekresikan oleh pneumokokkus dan berfungsi

memecah komponen asam hialuronat dari jaringan ikat host dan

matriks ekstraselular. Peningkatan permeabilitas epitel disebabkan

oleh aktivitas hialuronidase yang akan mendukung penyebaran dan

kolonisasi S.pneumoniae, khususnya ketika beraktivitas bersama

dengan pneumolisin.

Page 40: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

24

g. Pneumolisin

Toksin protein pneumokokkus, pneumolisin, adalah anggota

dari keluarga thiol-activated cytolysins dan virulensi penting untuk

factor patogen. Toksin akan berikatan dengan kolesterol pada

membrane sitoplasmik sel eukariotik, diikuti oleh insersi ke

membrane, yang menyebabkan pembentukan pori besar dan

sitolisis. Pada tahap awal infeksi, pneumolisin membantu kolonisasi

nasofaring melalui efek inhibitor pada epitel silia respirasi. Selain

itu, toksin juga berefek mengganggu taut antar sel yang

mengakibatkan integritas epitel selapis terganggu. Hal ini akan

membantu terjadinya invasi patogen.

Pada konsentrasi sitotoksik yang tinggi, pneumolisin juga

menghambat fungsi protektif imunitas sel baik bawaan maupun

didapat, serta pematangan sel dendritic. Akan tetapi pada

konsentrasi non-sitolitik yang lebih rendah, toksin memiliki

aktivitas pro-inflamasi sebagai konsekuensi pembentukan pori

sublitik dan masuknya kalsium kedalam imunitas dan sel-sel

inflamasi. Hal ini, pada gilirannya, mengakibatkan hiperaktivitas

fagositosis, induksi untuk memproduksi sitokin-sitokin pro-

inflamasi.

2.1.5. Patogenesis dan Patofisologi3,10

Pneumonia merupakan hasil dari reaksi antara imun host terhadap bakteri

yang berpoliferasi di alveolar paru. Jalur tersering masuknya infeksi ke saluran

napas bawah adalah melalui aspirasi sekret orofaring, maka nasofaring dan

orofaring berkontribusi sebagai pertahanan lini pertama untuk mencegah infeksi.

Mikroorganisme dapat mencapai saluran pernapasan bawah melalui berbagai cara,

namun umumnya mikroorganisme ini masuk dengan cara aspirasi orofaring via

droplet, dalam jumlah yang sedikit dan tersering pada saat pasien sedang tidur

(khususnya pasien tua) dan pada pasien yang mengalai penurunan kesadaraan. Jalur

infeksi lain adalah melalui inhalasi udara yang sudah tercemar dengan

mikroorganisme ketika penderita lain batuk, bersin, atau berbicara, atau juga

Page 41: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

25

inhalasi air aerosol yang terkontaminasi dari peralatan terapi respirasi. Jalur infeksi

ini merupakan jalur utama pada pneumonia viral, mikobakterial, dan wabah

Legionella. Selain itu, walaupun jarang terjadi pneumonia juga dapat muncul dan

menyebar melalui peredaran darah (seperti pneumonia dari endokarditis trikuspid),

penyebaran infeksi yang berasal dari infeksi pleura dan ruang mediatinum, atau

penggunaan obat-obatan intravena.

Pada individu yang sehat, patogen yang masuk ke paru akan dieliminasi

oleh mekanisme pertahanan tubuh. Jika mikroorganisme tersebut mampu melewati

pertahanan tubuh saluran napas atas, seperti reflex batuk dan klirens mukosiliar, lini

pertahanan selanjutnya adalah sel epitel saluran napas. Sel epitel saluran napas

dapat mengenali beberapa patogen secara langsung (seperti P. aeruginosa dan S.

aureus). Tetapi sel pertahanan tubuh utama pada saluran napas bawah adalah

makrofag alveolus. Makrofag ini dapat mengenali patogen melalui reseptor

pengenal yaitu Toll-like receptors (TLR) yang dapat mengaktivasi respon imun

bawaan dan didapat. Pelepasan TNF-α dan IL-1 dari makrofag berkontribusi untuk

penyebaran inflamasi paru dengan merekrut neutrofil polimorfonuklear (PMN).

PMN akan bermigrasi dari kapiler paru ke alveolus. PMN juga memiliki fungsi

fagosit yang dapat membunuh mikroba melalui pembentukan fagolisosom yang

terisi enzim degradatif, protein antimikroba, dan radikal oksigen toksik. PMN juga

dapat menginduksi protein neutrophil extracellular trap (NET) yang dapat

menangkap dan membunuh bakteri yang belum terfagositosis. Sayangnya banyak

patogen, seperti pneumokokkus, dapat melepaskan DNase yang dapat memecah

NET sehingga dapat melepaskan diri dari pertahanan PMN. Sebagai tambahan,

untuk mengaktivasi PMN, makrofag juga menyajikan antigen infeksius ke system

imun adaptif yaitu dengan aktivasi sel T dan sel B yang nantinya menginduksi

imunitas selular dan humoral. Pelepasan mediator inflamasi dan kompleks imun

dapat merusak membrane mukus bronkus dan membrane alveolokapiler, yang

menyebabkan asinus dan bronkiolus terminal terisi dengan debris infeksius dan

eksudat. Sebagai tambahan, beberapa mikroorganisme dapat melepaskan toksin

dari dinding selnya yang menyebabkan kerusakan paru lebih lanjut. Akumulasi

eksudat di asinus dapat menyebabkan sesak napas dan hipoksemia.

Page 42: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

26

Faktor mekanik sangat berperan dalam pertahanan host terhadap infeksi.

Hal ini dapat dilihat dengan adanaya: rambut hidung yang menyaring udara dan

mencegah masuknya droplet, percabangan pada trakeobrankial yang dilengkapi

dengan mukosiliar clearance dan faktor antibakteri yang dapat membunuh patogen,

gag reflex serta reflek batuk yang dapat mencegah aspirasi partikel ke dalam saluran

pernapasan bawah. Tidak hanya itu, keberadaan flora normal di saluran pernapasan

bawah dapat menghindarkan dari infeksi bakteri patogen yang dapat menimbulkan

pneumonia.

Tetapi, saat semua sistem pertahan di atas hilang atau ketika terdapat

mikroorganisme berukuran sangat kecil terinhalasi ke dalam alveolar, maka akan

terjadi reaksi dari makrofag residen alveolar terhadap mikroorganisme. Makrofag

diaktifkan oleh protein lokal (seperti protein surfaktan A dan D) yang memiliki

kemampuan opsonisasi terhadap bakteri, antibakteri, antiviral. Setelah dilemahkan

oleh makrofag bakteri akan dieliminasi melalui bersihan mukosiliar atau melalui

sistem limfatik. Manifestasi pneumonia timbul hanya ketika jumlah makrofag yang

melawan mikroorganisme lebih banyak sehingga memicu timbulnya reaksi

inflamasi yang menjadi respon umum pertahanan tubuh terhadap infeksi. Pelepasan

mediator inflamasi seperti interleukin (IL)-1 dan tumor nekrosis faktor (TNF), akan

menimbulkan gejala klinis berupa demam. Chemokins, seperti IL-8 dan granulosit

colony-stimulating factor akan menstimulasi pelepasan neutrofil ke paru dan

menyebabkan leukosistosis perifer dan meningkatkan sekresi cairan purulen.

Mediator inflamasi yang dihasilkan oleh makrofag dan neutrofil yang baru

membuat bocornya kapiler alveolar yang serupa dengan acute respiratory distress

syndrome (ARDS), walaupun pada pneumonia kebocoran ini terlokalisir. Saat

terjadi kebocoran, eritrosit dapat melewari membran alveolar-kapiler, dengan

gejala klinis berupa hemoptisis. Dari gambaran radiologi, kebocoran ini akan

tampak sebagai gambaran infiltrat dan pada auskultasi akan terdengar rales, serta

hipoxemia akibat dari pengisian alveolar.

Selain itu, beberapa bakteri tampak menggangu dengan hipoxemia

vasokontriksi yang umumnya muncul dengan disertai dengan alveolus yang terisi

cairan, dan gangguan ini dapat berujung pada hipoksemia berat. Peningkatan

kebutuhan respirasi pada keadaan systemic inflamatory response syndrome (SIRS)

Page 43: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

27

akan mengakibatkan alkalosis. Penurunan pengembangan paru karena kebocoran

kapiler, hipoxemia, peningkatan kebutuhan respirasi, peningkatan sekresi dan

bronkospasme yang dipicu infeksi semuanya akan berakibat pada gejala klinis

sesak napas. Jika cukup berat, perubahan mekanika paru yang menyebabkan

pengurangan volume paru serta kemampuan pengembangan paru dan mengalirnya

darah ke dalam ruang intapulmonar dapat menjadi penyebab kematian pasien.

2.1.6. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pneumonia komunitas secara umumnya sama dengan

pneumonia tipe lainnya, yaitu manifestasi klinis yang sering muncul adalah demam

dengan takikardia, memiliki riwayat demam menggigil dan berkeringat. Adapun

gejala batuk dapat non-produktif dan produktif, sedangkan sekret yang keluar dapat

berupa mukus, purulent, atau darah yang bercampur dengan sputum. Gejala utama

lain yang muncul adalah sesak napas. Pada kondisi ringan mungkin pasien masih

bisa berbicara dengan kalimat lengkap, namun pada kondisi berat, pasien akan

kesulitan dalam bernapas. Jika terdapat penyebaran sampai pleura, pasien akan

merasakan sakit dada pleuritik. Lebih dari 20% pasien memiliki gejala

gastrointestinal seperti mual, muntah, dan diare. Gejala lain yang mungkin muncul

adalah lemas, sakit kepala, nyeri otot dan nyeri sendi. 3

Adapun dari pemeriksaan fisik yang kemungkinan akan didapatkan adalah

peningkatan frekuensi pernapasan dan penggunaan otot bantu napas tambahan.

Pada palpasi, mungkin akan ditemukan peningkatan dan penurunan fremitus,

sedangkan pada perkusi, akan didapatkan perubahan dari tumpul menjadi rata, pada

daerah yang mengalami konsolidasi dan efusi pleura. Adapun pada auskultasi,

kemungkinan terdengar suara ronkhi dan suara gesekan atau friksi pada pleura.

Pada orang tua, gejala-gejala tersebut tidak terlalu nampak.3

2.1.6.1. Batuk dan Sputum Abnormal16

Batuk adalah refleks penting yang membantu membersihkan jalan napas

ketika terdapat sejumlah material yang terinhalasi, sekret berlimpah, atau substansi

abnormal, seperti edema atau pus. Dalam definisi lain, batuk adalah reflek tiba-tiba,

biasanya involunter, pengeluaran udara dari paru dengan karakteristik yang khas

Page 44: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

28

dan suara yang mudah dikenali. Batuk merupakan gejala paling umum pada

gangguan respirasi, yang mana memiliki fungsi pertahanan saluran napas dari

substansi asing, dan menjaga patensi jalan napas dengan mengeluarkan sekret dari

jalan udara.

Efek dinamis dari batuk adalah pembentukan kecepatan aliran udara pada

jalan napas yang cukup kuat untuk mengeluarkan secret yang terakumulasi di

permukaan mukosa. Mesikpun pada umumnya batuk merupakan reflek volunteer,

namun terkadang batuk dapat menjadi reflek fisiologis. Reflek batuk diperantarai

oleh lengkung reflek pada reseptor sensori yang akan terus berjalan ke serabut saraf

aferen, sistem saraf pusat, serabut saraf eferen, dan otot efektor.

Reseptor batuk merupakan reseptor iritan. Reseptor-reseptor ini berada pada

ujung saraf bebas yang banyak terdapat pada lapisan mukosa laring, carina, trakea,

dan bronkus, yang distimulasi oleh iritan mekanik dan kimiawi. Pada tempat-

tempat tersebut, batuk merupakan pertahanan tubuh paling efektif untuk

membersihkan sekret. Reseptor batuk lain berada di faring, jalan napas perifer, dan

intrathorak atau ekstrathorak lain. Ketika reseptor tersebut teraktivasi baik dari

iritan mekanik atau kimiawi, impuls akan dihantarkan ke serabut saraf aferen di

vagus, mesikpun beberapa ada di glossofaringeal dan trigeminal, tergantung

reseptor yang terlibat. Kemudian dilanjutkan ke pusat batuk di medulla. Di sini lah

tempat insiasi terjadinya batuk dan modifikasinya. Lalu, dilanjutkan ke serabut

saraf eferen di vagi (laring), kemudian pada efektor dilanjutkan ke saraf frenikus

dan saraf motoric spinal yang mempersarafi otot-otot ekspirasi napas. Pada

pneumonia, reseptor batuk biasanya diinisasi karena adanya akumulasi cairan di

saluran napas. Sehingga batuk dapat ditemukan pada hamper semua pasien

pneumonia.

Adapun bagaimana batuk terjadi secara mekanise, melewati beberapa tahap,

yaitu:

a. Inspirasi awal yang dalam,

b. Penutupan glottis yang ketat, diperkuat dengan struktur

supraglottis,

c. Kontraksi cepat dan kuat otot ekspirasi,

Page 45: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

29

d. Pembukaan tiba-tiba glottis sedangkan otot ekspirasi kontraksi

terus.

Tekanan intrapulmonari yang sangat tinggi yang dihasilkan pada dua fase

terakhir menghasilkan aliran udara yang sangat cepat dari paru-paru setelah glottis

terbuka. Selain itu, perbedaan tekanan antara bagian luar dan dalam jalur udara

intrathorak selama fase ke-4, menyebabkan kompresi yang dinamis dan adanya

penyempitan. Kombinasi dari aliran udara yang tinggi dan saluran napas yang

menyempit menghasilkan aliran udara dengan kecepatan linier dan terkadang

mendekati kecepatan suara.

Karakteristik suara batuk dihasilkan akibat adanya getaran pada pita suara,

lipatan mukosa atas, dan bawah glottis, serta akumulasi secret. Perbedaan pada

suara batuk dikarenakan beberapa faktor, yaitu sifat dan kuantitas sekret, perbedaan

anatomi, dan perubahan patologi laring dan jalur napas lain, serta adanya gaya

paksa batuk. Getaran batuk ini juga berguna untuk meluruhkan secret yang berada

di dinding jalan napas.

Reflek batuk ini memiliki peran penting dalam membersihkan secret yang

berada pada jalan napas perifer di mana kerja dari klirens mukosiliar terganggu.

Terdapat mekanisme bagaimana batuk dapat membersihkan secret pada jalan napas

perifer yaitu dengan mekanisme “milking”. Mekanisme ini terjadi pada jalan napas

terkecil sehingga secret akan terperas ke atas melewati bronkus.

Batuk akut adalah batuk yang pulih dalam waktu 2-3 minggu setelah onset

penyakit atau pulih dengan penanganan pada penyakit yang mendasarinya.

Sedangkan batuk kronik adalah batuk yang menetap dalam waktu lebih dari 3

minggu, mesikpun penelitian lain berpendapat 7-8 minggu. Pada pneumonia

komunitas lebih sering pada batuk akut, namun dapat timbul batuk kronik jika

pasien memiliki riwayat merokok.

Warna, konsistensi, bau, dan jumlah sputum berbeda-beda pada setiap

gangguan paru. Warna dan bau yang khas dapat menunjukkan suatu infeksi

mikroorganisme yang spesifik. Sputum yang dikeluarkan biasanya berisikan

material endogen dan eksogen, termasuk transudasi atau eksudasi, mikroorganisme,

Page 46: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

30

sel atau jaringan nekrosis, muntah yang teraspirasi, atau partikel asing lain.

Penampakan kasar dan pemeriksaan fisik lain pada sputum, tergantung pada

material yang terdapat pada sputum. Sputum mukoid biasanya jernih dan kental,

hanya mengandung sedikit elemen mikroskopis. Sedangkan sputum purulent

biasanya berwarna, seperti kuning atau hijau, dan keruh. Ini menandakan adanya

sel darah putih dalam jumlah besar, khususnya granulosit neutrofil.

Sputum dapat memprediksi etiologi pada penyakit pneumonia berdasarkan

warnanya dan konsistensinya. Pada patogen S. pneumonia sputum yang dihasilkan

berwarna kuning tua, Pseudomonas, Haemophillus, dan spesies pneumokokkus

menghasilkan sputum berwarna hijau, Klebsiella berwarna merah, tebal dan

konsistensinya seperti jelly, dan pada infeksi anaerobik sputum yang dihasilkan

memiliki baud an rasa yang buruk.

2.1.6.2. Batuk Darah (Hemoptisis)10,16

Hemoptisis adalah batuk yang dikeluarkan mengandung darah atau sekret

berdarah. Seringkali hemoptisis ini dibuat bingung dengan hematemesis, yaitu

muntah darah. Darah yang dibatukkan biasanya merah cerah, memiliki pH basa,

dan bercampur dengan busa, sedangkan jika darah yang dimuntahkan biasanya

berwarna gelap, memiliki pH asam, dan bercampur zat makanan.

Hemoptisis terjadi karena adanya kerusakan pada parenkim paru dengan

ruptur pembuluh darah atau inflamasi, cedera, atau kanker dari organ pernapasan.

Jumlah dan durasi perdarahan dapat menunjukkan sumber perdarahan. Untuk

mendeteksi penyebab hemoptisis dapat menggunakan bronkoskopi dan CT scan.

Sedangkan pada pasien yang berat, akan terjadi syok sepsis dan kegagalan organ

Berikut alur penilaian dari keparahan penumonia.

2.1.6.3. Sesak Napas (Dispneu)3,6,12,13

Ketika mikroorganisme mampu bertahan dari mekanisme pertahanan

saluran napas atas, maka makrofag alveolus yang akan menjadi pertahanan

selanjutnya. Makrofag alveolus memiliki kemampuan fagositosis untuk

mengeliminasi mikroorganisme tanpa merangsang respon inflamasi atau imun yang

signifikan. Sehingga tidak merusak jaringan sekitar. Namun, ketika

Page 47: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

31

mikroorganisme tersebut berjumlah banyak, maka makrofag alveolus akan

mengaktivasi mekanisme pertahanan lain. Mekanisme pertahanan tersebut adalah

pelepasan mediator inflamasi kimiawi, infiltrasi sel darah putih, dan aktivasi respon

imun. Namun pada beberapa bakteri (Pseudomonas), memiliki virulen determinan

yang membuatnya sulit untuk dieliminasi. Pada pasien pneumonia komunitas,

terdapat 4 rute bakteri dapat masuk ke paru:

a. Inhalasi mikroorganisme.

b. Aspirasi bakteri dari saluran napas atas.

c. Penyebaran dari tempat infeksi lain.

d. Penyebaran hematogen.

Pada reaksi inflamasi, ruang udara alveolus akan terisi dengan cairan

eksudasi kaya protein. Sel-sel inflamasi (pada fase akut neutrofil, kemudian

makrofag, dan limfosit pada fase kronik) akan secara bertahap menginvasi dinding

alveolus. Akibat adanya akumulasi eksudasi inflamasi ini pada ruang alveolus,

sehingga membuat dinding alveolus menjadi tebal, yang mengakibatkan terjadinya

gangguan difusi oksigen dan karbondioksida di alveolus. Gangguan difusi ini

menyebabkan terjadinya hipoksemia dan hiperkapnia pada pembuluh darah arteri

disertai penurunan pH. Ketika terjadi hipoksemia, maka kemoreseptor yang berada

di badan aorta dan badan karotis akan teraktivasi, sehingga merangsang pusat

pernapasan di medulla. Di medulla terdapat dua kelompok neuron, yang dikenal

sebagai kelompok respiratorik dorsal (KRD) dan ventral (KRV). Pada hipoksemia

akan teraktivasi KRV yang mana akan memperkuat ventilasi, sehingga pada pasien

pneumonia akan terlihat frekuensi pernapasan meningkat. KRV ini akan

merangsang neuron motorik yang menyarafi otot-otot abdomen dan interkosta,

sehingga kebutuhan oksigen tercukupi. Keadaan hiperkapnia pun juga merangsang

peningkatan ventilasi melalui peningkatan H+ yang dihasilkan oleh

karbondioksida. Hal ini bertujuan untuk mengeluarkan kelebihan CO2, jika tidak

maka kelebihan CO2 dapat mengakibatkan kematian dan juga asidosis respiratorik.

Mekanisme kompensasi lainnya yaitu vasodilatasi jaringan pembuluh darah dan

juga peningkatan frekuensi nadi yang akan meningkatkan volume sekuncup jantung

sehingga oksigenasi jaringan dapat diperbaiki.

Page 48: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

32

Pada infeksi pneumokokkus, kerusakan juga terjadi pada sel alveolus tipe II

dan menempel pada dinding alveolus, sehingga terjadi penyampuran eksudasi, sel

darah merah, sel darah putih, dan fibrin. Hal ini yang menyebabkan eksudasi

menjadi padat atau yang lebih dikenal konsolidasi. Sehingga memperparah

gangguan proses difusi pada kapiler alveolus. Eksudasi pada alveolus juga

merupakan tempat yang tepat untuk terjadinya multiplikasi bakteri dan penyebaran

infeksi melalui pori Kohn ke jaringan sekitarnya.

Tanda klinis sesak napas meliputi penggunaan cuping hidung, otot

tambahan pernapasan, dan retraksi ruang intercostal. Pada pneumonia, retraksi

jaringan antara tulang rusuk (retraksi subcostal dan intercostal) lebih sering terjadi

daripada retraksi suprakostal. Sesak napas dapat diukur dengan skala penilaian

ordinal atau visual analog scales (VAS).

2.1.6.4. Nyeri Pleura17

Nyeri pada gangguan pernapasan biasanya diakibatkan pleura, saluran

napas, atau dinding dada. Nyeri pleura merupakan nyeri tersering yang disebabkan

oleh penyakit paru. Karaktersitik khasnya biasanya adalah nyeri yang tajam dan

menusuk. Infeksi dan inflamasi pada pleura parietal menyebabkan nyeri ketika

pleura mengalami peregangan saat inspirasi. Nyerinya biasanya terlokalisir, dan

ketika terdapat suara napas yang khas saat nyeri hebat, dinamakan friksi pleura.

Aktivitas tertawa dan batuk membuat nyeri pleura makin hebat. Nyeri pleura ini

biasanya terdapat pada infeksi paru.

2.1.6.5. Demam18

Demam adalah suatu pertahanan tubuh berupa peningkatan suhu tubuh

akibat infeksi atau peradangan. Demam merupakan sebuah respon terhadap

masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh. Pada pneumonia, ketika

mikroorganisme masuk setelah lolos dari mekanisme pertahanan tubuh saluran

napas atas, akan merangsang makrofag alveolus untuk melakukan fagositosis. Pada

proses fagositosis ini, akan dikeluarkan suatu bahan kimia yang dikenal sebagai

pirogen endogen (IL-1, TNFα, IL-6, dan INF) yang memiliki fungsi melawan

infeksi. Kemudian pirogen endogen ini akan merangsang sel-sel epitel hipotalamus

Page 49: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

33

untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakidonat. Asam arakidonat yang

dikeluarkan akan merangsang pengeluaran prostaglandin (PGE2). Prostaglandin

inilah yang akan mempengaruhi kerja dari thermostat hipotalamus untuk

meningkatkan patokan thermostat. Hipotalamus sekarang mempertahankan suhu di

tingkat yang baru dan tidak mempertahankannya di suhu normal tubuh. Setelah

suhu baru tercapai maka suhu tubuh diatur sebagai normal dalam respons terhadap

panas dan dingin tetapi dengan patokan yang lebih tinggi.

Menggigil ditimbulkan agar dengan cepat meningkatkan produksi panas,

sementara vasokonstriksi kulit juga berlangsung untuk dengan cepat mengurangi

pengeluaran panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Dengan

demikian, pembentukan demam sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik

adalah sesuatu yang disengaja dan bukan disebabkan oleh kerusakan mekanisme

termoregulasi.

2.1.6.6. Mual dan Muntah19

Muntah adalah pengeluaran isi lambung dengan kekuatan secara aktif akibat

adanya kontraksi abdomen, pilorus, elevasi kardia, disertai relaksasi sfingter

esofagus bagian bawah dan dilatasi esofagus. Muntah merupakan respon somatik

refleks yang terkoordinir secara sempurna oleh karena bermacam-macam

rangsangan, melibatkan aktifitas otot pernapasan, otot abdomen dan otot diafragma.

Gambar 2.6. Mekanisme Mual dan Muntah19

Sumber. Despopoulos, Silbernagl. Color Atlas of Physiology. 9th ed. Elsevier. Philadelphia. 2003.

Page 50: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

34

a. Nausea (Mual)

Merupakan sensasi psikis akibat rangsangan pada organ viseral,

labirinth dan emosi. Tidak selalu berlanjut dengan retching dan

ekspulsi. Keadaan ini ditandai dengan keinginan untuk muntah yang

dirasakan di tenggorokan atau perut, seringkali disertai dengan

gejala hipersalivasi, pucat, berkeringat, takikardia dan anoreksia.

Selama periode nausea, terjadi penurunan tonus kurvatura mayor,

korpus dan fundus. Antrum dan duodenum berkontraksi berulang-

ulang, sedangkan bulbus duodeni relaksasi sehingga terjadi refluks

cairan duodenum ke dalam lambung. Pada fase nausea ini belum

terjadi peristaltik aktif. Muntah yang disebabkan oleh peningkatan

tekanan intrakranial dan obstruksi saluran gastrointestinal tidak

didahului oleh fase nausea.

b. Retching

Retching dapat terjadi tanpa diikuti muntah. Pada fase retching,

terjadi kekejangan dan terhentinya pernafasan yang berulang-ulang,

sementara glotis tertutup. Otot pernapasan dan diafragma

berkontraksi menyebabkan tekanan intratorakal menjadi negatif.

Pada waktu yang bersamaan terjadi kontraksi otot abdomen dan

lambung, fundus dilatasi sedangkan antrum dan pilorus

berkontraksi. Sfingter esofagus bawah membuka, tetapi sfingter

esofagus atas masih menutup menyebabkan chyme masuk ke dalam

esofagus. Pada akhir fase retching terjadi relaksasi otot dinding

perut dan lambung sehingga chyme yang tadinya sudah masuk ke

dalam esofagus kembali ke lambung. Fase ini dapat berlangsung

beberapa siklus.

c. Ekspulsi

Apabila retching mencapai puncaknya dan didukung oleh

kontraksi otot abdomen dan diafragma, akan berlanjut menjadi

muntah, jika tekanan tersebut dapat mengatasi mekanisme anti

Page 51: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

35

refluks dari LES (lower esophageal sphincter). Pada fase ekspulsi

ini pilorus dan antrum berkontraksi sedangkan fundus dan esofagus

relaksasi serta mulut terbuka. Pada fase ini juga terjadi perubahan

tekanan intratorakal dan intraabdominal serta kontraksi dari

diafragma.

Pada episode ekspulsi tunggal terjadi tekanan negatif

intratorakal dan tekanan positif intraabdominal, dan dalam waktu

bersamaan terjadi kontraksi yang cepat dari diafragma yang

menekan fundus sehingga terjadi refluks isi lambung ke dalam

esofagus. Bila ekspulsi sudah terjadi, tekanan intratorakal kembali

positif dan diafragma kembali ke posisi normal.

Tabel 2.6. Pneumonia Severity Index (PSI)20

Variabel Poin PSI

Demografi

Laki-laki n

Perempuan n-10

Nursing Home Resident +10

Penyakit Penyerta

Neoplasma +30

Penyakit Liver +20

Congestive Heart Failure +10

Stroke +10

Penyakit Ginjal +10

Sumber. Mandell LA, Wunderink RG, Anzueto A, dkk. Infectious diseases society of

america/american thoracic society consensus guidelines on the management of community-acquired

pneumonia in adults. CID.2007;44:S54.

Page 52: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

36

Tabel 2.7. Pneumonia Severity Index (PSI) (Sambungan)20

Variabel Poin PSI

Tanda Vital Abnormal

Perubahan Status Mental +20

Frekuensi Napas ≥ 30/menit +20

Tekanan Darah Sistolik < 90 mmHg +20

Suhu < 350C atau ≥ 400C +15

Takikardi, Frekuensi Nadi ≥ 125/menit +10

Pemeriksaan Lab Abnormal

Sodium < 130mmol/L +20

Blood Urea Nitrogen ≥ 30/mg/dl +20

GD ≥ 250mg/dL +10

Hematokrit < 30% +10

Trombosit <100.000 sel/mm3 +10

Leukosit <4.000 sel/mm3 +10

Pemeriksaan Radiologi Abnormal

Efusi Pleura +10

Parameter Oksigenasi

pH arteri <7,35 +30

pO2 <60 mmHg +10

SaO2 < 90% +10

Sumber. Mandell LA, Wunderink RG, Anzueto A, dkk. Infectious diseases society of

america/american thoracic society consensus guidelines on the management of community-acquired

pneumonia in adults. CID.2007;44:S54.

2.1.7. Diagnosis2,3,21

Diagnosis pada kasus pneumonia komunitas, terdapat dua pertanyaan yang

seorang dokter harus tanyakan: Apakah ini pneumonia, dan apakah etiologinya?

Kedua pertanyaan ini, dapat dijawab dengan diagnosis klinis dan diagnosis etiologi.

2.1.7.1 Diagnosis Klinis

Dignosis banding pneumonia berkaitan dengan beberapa penyakit, baik

yang infeksius maupun non-infeksius, seperti bronchitis akut, bronchitis kronik

eksaserbasi akut, gagal jantung, emboli paru, dan pneumonitis radiasi. Dengan

Page 53: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

37

beberapa data epidemiologi, dapat diketahui pathogen endemik pada perjalanan

terakhir pasien, sehingga dapat menspesifikan berbagai kemungkinan.

Meskipun pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan klinis untuk

mendiagnosis pneumonia, namun tingkat sensitif dan spesifisitasnya masih di

bawah ideal, yaitu sekitar 58% dan 67%. Maka dari itu, pemeriksaan radiologi

thoraks menjadi yang tersering untuk membedakan pneumonia dengan kondisi

klinis lain yang serupa. Adapun radiologi yang ditemukan adanya infiltrat.

Terkadang, pemeriksaan radiologi dapat juga menjadi diagnosis etiologi untuk

menentukan penyebab infeksi. Contohnya, pneumatocele menunjukkan infeksi S.

aureus, dan lesi cavitas lobus atas menunjukkan tuberculosis. Sedangkan untuk

pemeriksaan CT jarang dilakukan, tetapi dapat menunjukkan pneumonia obstruktif

yang disebabkan oleh tumor dan benda asing.

2.1.7.2 Diagnosis Etiologi

Dalam mendiagnosis pneumonia tidak hanya cukup berdasarkan gambaran

klinis dan pemeriksaan fisik. Maka seorang dokter juga harus memeriksa

pemeriksaan lab untuk menentukan etiologi sehingga pengobataan lebih spesifik.

Walaupun begitu, tidak ada data statistik yang menunjukkan bahwa pengobatan ke

pathogen spesifik lebih superior dari terapi empiris. Hal inilah yang menyebabkan

peningkatan resistensi antibiotik pada pasien. Berikut beberapa pemeriksaan untuk

diagnosis etiologi.

A. Pewarnaan Gram dan Kultur Sputum

Tujuan utama dilakukan pewarnaan Gram pada sputum adalah untuk

memastikan apakah sampel cocok untuk dikultur. Akan tetapi pewarnaan Gram

dapat juga mengidentifikasi beberapa pathogen, seperti S. pneumonia, S. aureus,

dan bakteri Gram-negatif sesuai dengan penampakan setiap pathogen. Untuk

membuat kultur yang adekuat, sampel sputum harus memiliki >25 neutrofil dan

<10 sel epitel skuamos dalam satu lapang pandang. Adapun tingkat sensitif dan

spesifik dari pemeriksaan pewarnaan Gram dan kultur memiliki tingkat yang tinggi,

sehingga menjadi diagnosis penunjang utama. Walaupun begitu, hanya kurang dari

setengah sampel sputum yang dapat memberikan hasil positif kultur.

Page 54: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

38

Namun, pada pasien-pasien usia tua, mereka tidak dapat mengeluarkan

sampel sputum. Sehingga ada beberapa pasien yang sudah diberikan terapi

antibiotic, padahal terapi tersebut dapat mengubah hasil kultur. Ketidakmampuan

mengeluarkan sputum merupakan konsekuensi dari dehidrasi. Maka ketika

dehidrasi terkoreksi, produksi sputum akan meningkat, namun juga memberikan

penampakan yang nyata pada infiltrat di pemeriksaan radiologi thorak.

Pada pasien yang terpasang intubasi atau dirawat di ICU, samel dapat

diambil dari bronkoskopi atau non-bronkoskopi yang dimasukkan ke

bronkoalveolar pasien. Sampel tersebut memiliki hasil yang lebih akurat ketika

dalam pengiriman ke laboratorium mikrobiologi secepat mungkin. Manfaat yang

paling utama dan terbesar, seorang dokter melakukan pemeriksaan pewarnaan

Gram dan kultur sputum adalah untuk tetap berhati-hati terhadap pathogen yang

tidak diduga sebelumnya dan pathogen yang resisten. Sehingga membutuhkan

modifikasi dalam terapinya.

B. Kultur Darah

Hasil dari pemeriksaan kultur darah, bahkan yang sampelnya dikumpulkan

sebelum terapi antibiotic, sangat rendah. Hanya sekitar 5-14% dari kultur darah

pada pasien di rumah sakit yang positif PK, dan pathogen yang terbanyak adalah S.

pneumonia. Karena kultur darah memiliki hasil yang rendah dan tidak ada hasil

yang signifikan, kultur darah tidak dipertimbangkan kembali di rumah sakit pada

pasien-pasien PK. Namun, pada pasien yang memiliki risiko tinggi seperti asplenia,

defisiensi komplemen, penyakit liver kronik, dan PK berat, perlu untuk dilakukan

kultur darah.

C. Tes Antigen

Tes antigen dapat dilakukan untuk mendeteksi pneumococcus dan

Legionella pada urin. Sensitif dan spesifisitas dari tes antigen urin Legionella

memiliki nilai yang tinggi, yaitu 90% dan 99%. Tes antigen urin pneumococcus

juga memiliki sensitif dan spesifik yang tinggi, yaitu 80% dan 90%. Kedua tes dapat

mendeteksi antigen walaupun telah dilakukan terapi antibiotik. Meskipun hasil

positif palsu dapat muncul dari sampel koloni pneumococcus anak kecil, namun tes

Page 55: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

39

tersebut dapat dipercaya. Tes antigen yang lain termasuk tes rapid virus influenza

dan tes antibodi fluorescen direk virus influenza dan virus sinsitial respiratori,

memiliki sensitif yang rendah.

D. PCR

Tes PCR yang berguna untuk mengamplifikasi DNA atau RNA

mikroorganisme, dapat dilakukan pada beberapa pathogen, termasuk L.

pneumophila dan mikobakteria. Terdapat juga PCR multipleks yang dapat

mengidentifikasi asam nukleat Legionella sp., M. pneumonia, dan C. pneumonia.

Akan tetapi pengujian PCR ini hanya terbatas pada beberapa penelitian.

E. Serologi

Pada kondisi di antara akut dan fase sembuh, terdapat peningkatan titer

antibodi IgM spesifik sebesar empat kali, maka pada kondisi sampel serum tersebut,

dapat dipertimbangkan diagnosis infeksi pathogen. Tes serologi pada zaman

dahulu, digunakan untuk mengidentifikasi pathogen atipikal. Namun sekarang,

jarang digunakan, karena membutuhkan waktu dalam mendapatkan hasil akhir

untuk sampel fase sembuh.

2.1.8. Prognosis3

Prognosis PK bergantung pada usia pasien, penyakit komorbid, dan temapt

perawatan. Pasien usia muda tanpa penyakit komorbid, tata laksana dapat berjalan

lancer dan biasanya pulih penuh setelah kurang lebih 2 minggu. Pada pasien usia

tua dan yang memiliki penyakit komorbid, tata laksana dapat berjalan lebih lama

yaitu beberapa minggu lebih lama dari usia muda tanpa penyakit komorbid untuk

kembali pulih penuh. Angka mortalitas rata-rata untuk pasien rawat jalan kurang

dari 1%. Untuk pasien rawat inap, angka mortalitas kira-kira 10%, dengan 50%

kematian langsung diakibatkan pneumonia.

2.1.9. Pencegahan3,6,10,21

Pencegahan utama pada pneumonia adalah vaksinasi. Rekomendasi dari

Advisory Commettee on Immunization Practices, dianjurkan utuk dilakukan juga

vaksin influenza dan pneumococcus. Pada kejadian KLB influenza, pasien yang

Page 56: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

40

tidak terproteksi dari komplikasi, dianjurkan untuk diberikan vaksin segera dan

pemberian kemoprofilaksis dengan oseltamivir dan zanamivir untuk 2 minggu,

sampai vaksin menginduksi antibody sudah signifikan tinggi. Pada perokok yang

bahkan tanpa penyakit paru obstruktif, harus ditekankan untuk berhenti merokok,

karena risiko tinggi untuk infeksi pneumococcus.

Penggunaan vaksin pada anak-anak dapat mengurangi kejadian pneumonia

resisten antimikroba dan mengurangi insiden penyakit pneumococcus invasif pada

anak-anak dan dewasa. Akan tetapi, vaksin dapat diikuti dengan penggantian vaksin

serotip dengan non-vaksin serotip.

Page 57: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

41

2.2. Kerangka Teori

Page 58: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

42

2.3. Kerangka Konsep

Evaluasi pasienpneumonia komunitas

< 60 tahun

Status rekam medispasien pneumonia

komunitas < 60 tahun

Faktor resikopneumonia komunitas

< 60 tahun

Sosio demografi:

Umur Jenis kelamin Pekerjaan

Pendidikan Status

pernikahan IMT(Indeks

Masa Tubuh) Tanda dan

gejala klinis Pemeriksaan

fisik Pemeriksaan

laboratorium Pemeriksaan

radiologi

PenatalaksanaanAntibiotik

Kebiasaanmerokokdan minumalkohol

Riwayatpenyakitpenyerta

Status akhir

Page 59: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

43

2.4. Definsi Operasional

No. Variabel Definisi Alat

Ukur

Cara

Ukur

Skala

Ukur

Hasil Ukur

1. Pneumonia

Komunitas

(CAP)

Pasien didiagnosa

pneumonia

melalui gejala

klinis,

pemeriksaan fisik,

hasil

laboratorium, dan

pemeriksaan

radiologi oleh

dokter di RSUD

Cengkareng.

Pneumonia

Komunitas adalah

suatu infeksi pada

parenkim paru

yang terjadi di

komunitas bukan

di rumah sakit,

fasilitas

perawatan

intensif, atau

kontak dengan

fasilitas kesehatan

lain. 3

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Nominal

Kategori:

Tidak=0,

Tidak ada

CAP

Ya=1, jika ada

CAP

2. Rawat inap Rawat inap adalah

ruang untuk

pasien yang

memerlukan

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Ordinal

Kategori:

0-5 hari=1

6-10 hari=2

11-15 hari=3

Page 60: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

44

asuhan dan

pelayanan

keperawatan dan

pengobatan secara

berkesinambunga

n lebih dari 24

jam.22

16-20 hari=4

3. Usia Usia pasien yang

terdiagnosa

pneumonia di

bawah 60 tahun

dan di atas 16

tahun.1

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Ordinal

Kategori:

17-25th=1,

Masa Remaja

Akhir

26-45th=2,

Masa Dewasa

45-49th=3,

Masa

Pertengahan

4. Jenis Kelamin Jenis kelamin

adalah perbedaan

antara perempuan

dengan laki-laki

secara

biologis sejak

seseorang lahir.23

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Nominal

Kategori:

Laki-laki=1,

jika pasien

laki-laki

Perempuan=2,

jika pasien

perempuan

5. Riwayat

Pekerjaan

Jenis pekerjaan

adalah macam

pekerjaan yang

dilakukan

seseorang atau

ditugaskan

kepada seseorang

yang sedang

bekerja atau yang

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Nominal

Kategori:

Tidak

Bekerja=0

PNS=1

Karyawan

Swasta=2

Wiraswasta=3

Buruh=4

Petani=5

Page 61: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

45

sementara tidak

bekerja.24

Pelajar=6

IRT=7

6. Tingkat

Pendidikan

Riwayat

pendidikan adalah

tingkat

pendidikan yang

dicapai seseorang

setelah mengikuti

pelajaran pada

kelas tertinggi

suatu tingkatan

sekolah dengan

mendapatkan

tanda tamat

(ijazah).24

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Ordinal

Kategori:

Tamat SD=1

Tamat SMP=2

Tamat

SMA=3

Perguruan

TInggi=4

7. Status

Pernikahan

Pernikahan adalah

sebuah ikatan

lahir batin antara

seorang pria

dengan seorang

wanita ssebagai

suami isteri

dengan tujuan

untuk membentuk

keluarga atau

rumah tangga

yang bahagia dan

kekal.25

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Nominal

Kategori:

Tidak=0,

Tidak

menikah

Ya=1, jika

menikah

8. Jalur Masuk Jalur masuk

pasien ketika

datang ke RSUD

Cengkareng

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Nominal

Kategori:

IGD=1

Poli Umum=2

Page 62: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

46

diantaranya

Instansi Gawat

Darurat (IGD) dan

Poli Umum.

9. Lama Hari

Inap

Lama pasien

dirawat inap

dalam hari dari

pertama kali

masuk rawat inap

sampai terakhir

dirawat.

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Ordinal

Kategori:

0-5 hari=1

5-10 hari=2

11-15=3

16-20=4

10. Indeks Massa

Tubuh (IMT)

Indikator

sederhana dari

korelasi berat

badan dan tinggi

badan, dengan

mengukur berat

badan dan tinggi

badan pasien yang

tercantum di

rekam medis

dengan rumus

IMT=BB(kg)/

TB(m)2.26

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Ordinal

Kategori:

≤18,5=1,

Underweight

18,5-24,9=2,

Normal

25-29,9=3,

Pre-obesitas

30-34,9=4,

Obesitas

derajat I

35-39,9=5,

Obesitas

derajat II

≥40=6,

Obesitas

derajat III

11. Batuk Refleks penting

yang membantu

membersihkan

jalan napas ketika

terdapat sejumlah

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Nominal

Kategori:

Tidak=0,

Tidak ada

batuk

Page 63: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

47

material yang

terinhalasi, sekret

berlimpah, atau

substansi

abnormal, seperti

edema atau pus.16

Ya=1, jika ada

batuk

12. Sesak Napas Sensasi subjektif

dari

ketidakmampuan

mendapatkan

udara yang cukup,

berdasarkan

penggunaan otot

bantu pernapasan,

irama, dan

kedalaman.10

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Nominal

Kategori:

Tidak=0,

Tidak ada

sesak napas

Ya=1, jika ada

sesak napas

13. Dahak Hasil produksi

batuk yang

berasal dari

saluran

pernapasan, yang

dapat

diidentifikasi dari

warna dan

konsistensinya.16

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Nominal

Kategori:

Tidak=0,

Tidak ada

dahak

Ya=1, jika ada

dahak

14. Demam Kenaikan suhu

tubuh pasien

pneumonia

komunitas >

37,80C yang

tercantum di

rekam medis.27

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Nominal

Kategori:

Tidak=0,

Tidak ada

demam

Ya=1, jika ada

demam

Page 64: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

48

15. Nyeri Dada Nyeri, tekanan,

sesak, atau

ketidaknyamanan

lain yang berasal

atau menjalar ke

dada.17

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Nominal

Kategori:

Tidak=0,

Tidak ada

nyeri dada

Ya=1, jika ada

nyeri dada

16. Mual Perasaan tidak

enak di dalam

perut sebelum

terjadinya

muntah.10

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Nominal

Kategori:

Tidak=0,

Tidak ada

mual

Ya=1, jika ada

mual

17. Muntah Pengeluaran isi

lambung dengan

kekuatan secara

aktif akibat

adanya kontraksi

abdomen,

pylorus, elevasi

kardia, disertai

relaksasi sfingter

esophagus bagian

bawah dan dilatasi

esophagus.10

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Nominal

Kategori:

Tidak=0,

Tidak ada

muntah

Ya=1, jika ada

muntah

18. Lemas Suatu gejala atau

sensasi kurangnya

tenaga.10

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Nominal

Kategori:

Tidak=0,

Tidak ada

lemas

Ya=1, jika ada

lemas

19. Nyeri Perut Nyeri yang

dirasakan antara

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Nominal

Kategori:

Page 65: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

49

daerah dada dan

paha.10

Tidak=0,

Tidak ada

nyeri perut

Ya=1, jika ada

nyeri perut

20. Sulit Tidur Gejala sulitnya

untuk tidur atau

tidak mampu

untuk tidur.10

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Nominal

Kategori:

Tidak=0,

Tidak ada sulit

tidur

Ya=1, jika

sulit tidur

21. Berat Badan

Turun

Berkurangnya

berat badan lebih

dari 5% dari berat

badan biasanya

dalam waktu 6

bulan.10

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Nominal

Kategori:

Tidak=0,

Tidak ada BB

turun

Ya=1, jika ada

BB turun

22. Gangguan

Suara Napas

Ronkhi

Ronkhi adalah

nada rendah dan

sangat kasar yang

terdengar karena

terdapat cairan

atau mukus di

saluran

pernapasan.7

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Nominal

Kategori:

Tidak=0,

Tidak ada

suara napas

ronkhi

Ya=1, jika ada

suara napas

ronkhi

23. Tekanan

Darah

Besarnya tekanan

dalam sistem

peredaran darah,

berkaitan erat

dengan kekuatan

dan tingkat detak

jantung, diameter

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Ordinal

Kategori:

Normal=1,

jika Sistolik

<120mmHg

dan Diastolik

<80mmHg

Page 66: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

50

dan elastisitas

dinding arteri.7Pre-Hipertensi

=2, jika

Sistolik 120-

139 mmHg

atau Diastolik

80-89mmHg

Hipertensi

Derajat I=3,

Sistolik 140-

159 mmHg

atau Diastolik

90-99 mmHg

Hipertensi

Derajat II=4,

Sistolik >160

mmHg atau

Diastolik

>100 mmHg,

Kategori PSI:

Sistolik>90=0

Sistolik<90=1

24. Frekuensi

Nadi

Kecepatan detak

jantung diukur

dengan jumlah

kontraksi jantung

per satuan waktu

dalam menit.7

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Ordinal

Kategori:

<100/menit=1

>100/menit=2

Kategori PSI:

<125/menit=0

>125/menit=1

25. Frekuensi

Pernapasan

Jumlah napas per

menit, atau jumlah

gerakan indikatif

inspirasi dan

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Ordinal

Kategori:

<20/menit=1

>20/menit=2,

Kategori PSI:

<30/menit=0

Page 67: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

51

ekspirasi per

satuan waktu.7>30/menit=1

26. Suhu Besaran yang

menunjukkan

panas tubuh.7

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Ordinal

Kategori:

<37,80C=1

>37,80C=2

Kategori PSI:

35,1oC-

39,9oC=0

<35oC atau

>40oC=1

27. Natrium Kadar natrium

serum yang

diperiksa dan

tercantum pada

rekam medis

pasien.7

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Ordinal

Kategori PSI:

<130mmol/L

=1

>130mmol/L

=2

28. Gula Darah

Sewaktu

Kadar gula darah

yang diperiksa

dan yang

tercantum pada

rekam medis

pasien.7

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Ordinal

Kategori PSI:

<250mg/dL=1

>250mg/dL=2

29. Pemeriksaan

Laboratorium

Darah

Lengkap

Suatu jenis

pemeriksaan

penyaring untuk

menunjang

penyakit

pneumonia

komunitas, atau

untuk melihat

respon tubuh

terhadap penyakit

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Ordinal

Kategori:

Leukosit:

>12.000/mm3

=0

<12.000/mm3

=1

Kategori PSI:

Hematokrit:

<30%=0

>30%=1

Page 68: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

52

pneumonia

komunitas. 7

Trombosit:

>100.000/mm3 =0

<100.000/mm3 =1

Leukosit

>4.000/mm3

=0

<4.000/mm3

=1

30. Analisis Gas

Darah

Suatu

pemeriksaan

melalui darah

arteri dengan

tujuan

mengetahui

keseimbangan

asam dan basa

dalam tubuh,

mengetahui kadar

oksigen dan

karbondioksida

dalam tubuh. 10

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Ordinal

Kategori PSI:

pH arteri:

>7,35 =0

<7,35 =1

p02:

>60mmHg =0

<60mmHg =1

Sa02:

>90% =0

<90% =1

31. Riwayat

Pribadi dan

Sosial

Kebiasaan,

perilaku atau

pajanan yang

mempengaruhi

penyakit

pneumonia

komunitas baik

dari faktor

internal maupun

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Nominal

Kategori:

Merokok:

Tidak =0, jika

tidak merokok

Ya =1, jika

merokok

Alkohol:

Tidak=0, jika

Page 69: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

53

eksternal, berupa

kebiasaan

merokok dan

minum alkohol.

tidak minum

alkohol

Ya=1, jika

minum

alkohol

32. Penyakit

Penyerta

Suatu penyakit

atau proses

patologi lain yang

berlangsung

secara bersamaan

dengan

pneumonia

komunitas.10

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Nominal

Kategori:

Asma:

Tidak =0

Ya =1

TB Paru:

Tidak =0

Ya =1

DM:

Tidak =0

Ya =1

Penyakit

Ginjal:

Tidak =0

Ya =1

Penyakit

Liver:

Tidak =0

Ya =1

CHF:

Tidak =0

Ya =1

SLE:

Tidak =0

Ya =1

HIV: Tidak =0

Ya =1

Page 70: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

54

Neoplasma:

Tidak =0

Ya =1

33. Pemeriksaan

Radiologi

Suatu tindakan

pemeriksaan

radiologi foto

rontgen regio

thorak yang

dilakukan untuk

membantu dokter

dalam

menegakkan

diagnosis

pneumonia

komunitas

berdasarkan,

keberadaan

infiltrat, orientasi

dan letaknya.

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Nominal

Kategori:

Infiltrat:

Tidak ada =0

Ada =1

Orientasi:

Kanan =1

Kiri =2

Kanan dan

Kiri =3

Lokasi:

Basal =1

Mediobasal=2

Lapang Atas

=3

Perihilar =4

Laterobasal=5

Basal dan

Perihilar =6

Lapang Atas

dan

Mediobasal=7

Kategori PSI:

Efusi Pleura:

Tidak =0

Ya =1

34. Infiltrat Infiltrat adalah

gambaran pada

parenkim paru

yang solid

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Nominal

Kategori:

Tidak=0, jika

tidak ada

infiltrat

Page 71: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

55

mengandung

sedikit udara.7Ya=1, jika ada

infiltrat.

35. Efusi pleura Efusi pleura

adalah suatu

keadaan di mana

terdapat

penumpukan

cairan dari dalam

kavum pleura

diantara pleura

parietalis dan

pleura viseralis

dapat berupa

cairan transudat

atau cairan

eksudat.7

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Nominal

Kategori:

Tidak=0, jika

tidak ada efusi

pleura

Ya=1, jika ada

efusi pleura.

36. Pengobatan

Antibiotik dan

Antijamur

Antibiotika

adalah

segolongan

senyawa, baik

alami maupun

sintetik, yang

mempunyai efek

untuk menekan

atau

menghentikan

suatu proses

biokimia di dalam

suatu

organisme.28

Terapi antibiotik

dan antijamur

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Nominal

Kategori:

Ceftizoxime,

Tidak =0

Ya =1

Imipenem,

Tidak =0

Ya =1

Ceftriaxone,

Tidak =0

Ya =1

Levofloxacin,

Tidak =0

Ya =1

Ofloxacin,

Tidak =0

Ya =1

Page 72: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

56

untuk pasien

pneumonia

komunitas yang

dilakukan oleh

dokter di RSUD

Cengkareng.

Cefoperazone,

Tidak =0

Ya =1

Ceftazidime,

Tidak =0

Ya =1

Cefomax,

Tidak =0

Ya =1

Cefixime,

Tidak =0

Ya =1

Cefotaxime,

Tidak =0

Ya =1

Biocepime,

Tidak =0

Ya =1

Meropenem,

Tidak =0

Ya =1

Bactraz, Tidak

=0

Ya =1

Pelastin,

Tidak =0

Ya =1

Cotrimoxazol,

Tidak =0

Ya =1

Ambacim,

Tidak =0

Page 73: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

57

Ya =1

Micostatin,

Tidak =0

Ya =1

Alprazolam,

Tidak =0

Ya =1

Cetirizine,

Tidak =0

Ya =1

37. Meninggal Meninggal adalah

sudah

menghilangnya

nyawa atau tidak

hidup lagi.28

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Nominal

Kategori:

Tidak

Meninggal=0

Meninggal=1

38. Gagal napas Gagal napas

adalah sindrom

yang ditandai oleh

peningkatan

permeabilitas

membran

alveolar-kapiler

terhadap air,

larutan dan

protein plasma. 7

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Nominal

Kategori:

Tidak =0, jika

masih hidup

atau

meninggal

bukan akibat

gagal napas

Ya =1, jika

meninggal

akibat gagal

napas.

39. Sepsis Sepsis adalah

respons sistemik

pejamu terhadap

infeksi di mana

patogen atau

toksin dilepaskan

Rekam

Medis

Baca Kategorik

Nominal

Kategori:

Tidak =0, jika

masih hidup

atau

meninggal

Page 74: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

58

ke dalam sirkulasi

darah sehingga

terjadi aktivasi

proses inflamasi.7

bukan akibat

sepsis

Ya =1, jika

meninggal

akibat sepsis.

Page 75: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

59

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang dilakukan dengan

pendekatan potong lintang (cross sectional) yang bertujuan untuk mengetahui profil

pasien pneumonia komunitas di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cengkareng.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitan ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

Cengkareng periode dan waktu pelaksanaan dilakukan mulai dari bulan Januari

2013 hingga bulan Desember 2014.

3.3. Populasi dan Subjek Penelitian

3.3.1. Populasi Target

Populasi target penelitian ini adalah pasien terdiagnosa pneumonia

komunitas yang dirawat inap.

3.3.2. Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau penelitian ini adalah semua rekam medis pasien

terdiagnosa pneumonia komunitas pada pasien yang dirawat inap dari bulan Januari

2013 hingga Desember 2014 di RSUD Cengkareng. Untuk sampel yang diambil

adalah rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi yang sudah ditentukan.

3.3.3. Jumlah Sampel

Perhitungan besar sampel minimal menggunakan rumus sampel penelitian

cross-sectional sebagai berikut:

n =

n =( . ) . .( . )

n = 385

Page 76: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

60

Keterangan:

n = Jumlah sampel minimal yang diperlukan

Zα = Derajat kepercayaan

p = Proporsi pasien pneumonia seluruh Indonesia

q = 1-p (proporsi pasien tidak pneumonia seluruh Indonesia)

d = Limit dari error atau presisi absolut

Tingkat kepercayaan ditetapkan sebesar 95%, sehingga α = 5% dan Zα =

1,96 dengan kesalahan prediksi yang bisa diterima (d) sebesar 5%. Pada penelitian

ini menggunakan nilai p=0,5, dikarenakan pada hasil riset kesehatan dasar

(RISKESDAS) 2013 persentase prevalensi seluruh Indonesia sebesar 4,5%. Di

mana angka tersebut, masih dibawa angka 10%, sehingga tidak dapat mewakili

rumus.

3.3.4. Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah

consecutive sampling, yakni memasukkan semua subjek yang dikehendaki dari

populasi sampai memenuhi jumlah yang diinginkan sesuai dengan kriteria inklusi

yakni 385. Namun, jika jumlah yang diinginkan peneliti belum tercapai selama

tenggang waktu penelitian dari tahun 2013 sampai 2014, maka peneliti akan

menggunakan teknik total sampling, yakni hanya akan menggunakan jumlah

sampel yang didapatkan sampai tahun 2014 yang sesuai dengan kriteria inklusi.

3.3.5. Kriteria Sampel

Kriteria Inklusi:

Pasien pneumonia komunitas yang dirawat inap di bawah usia 60 tahun.

Kriteria rekam medis

o Pasien terdiagnosa pneumonia komunitas di bawah usia 60 tahun

di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng dari tahun 2013

hingga tahun 2014.

Page 77: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

61

Kriteria Eksklusi:

Pasien balita (0-5 tahun), anak-anak (6-11 tahun), dan remaja awal (12-

16 tahun) (DEPKES 2009).

Rekam medis yang tidak tertera diagnosa pneumonia komunitas di

bawah usia 60 tahun.

3.4. Alat dan Bahan

3.4.1. Alat

Lembar penelitian

Program software SPSS 22

Alat tulis

3.4.2 Bahan

Rekam medik pasien

Page 78: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

62

3.5. Alur Kerja

3.6. Cara Kerja Penelitian

Melakukan persiapan penelitian (di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta).

Mengurus perizinan kepada direktur Rumah Sakit Umum Daerah

Cengkareng untuk mengambil data.

Perizinan kepadapihak administrasi di

RSUD Cengkareng

Diizinkan

Persiapan penelitian

Memeriksa rekammedik pasien

pneumonia komunitasdi bawah usia 60 tahun

Tidak diizinkan

Pengolahan

Kesimpulan

Identifikasi pasienpneumonia komunitasdi bawah usia 60 tahun

Memenuhi kriteria Tidak memenuhikriteria

Pengambilan data

Page 79: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

63

Mengambil data rekam medik yang sesuai dengan syarat penelitian

dengan cara seleksi melalui kriteria inklusi dan eksklusi.

Didapatkan pasien sesuai dengan besar sampel yang saya tentukan.

Memasukkan data rekam medik ke dalam lembar data penelitian dan

mendapatkan hasil presentase profil pasien dengan pneumonia

komunitas di bawah usia 60 tahun.

Mendata presentase profil pasien dengan pneumonia komunitas di

bawah usia 60 tahun.

Melakukan analisis data berdasarkan hasil lembar data penelitian.

Menarik kesimpulan.

3.7. Variabel

Variabel bebas

Profil pasien dengan Pneumonia di bawah usia 60 tahun

Demografi

Keadaan umum

Tanda vital

Gejala klinis

Riwayar pribadi dan sosial

Penyakit penyerta

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan radiologi

Pengobatan antibiotik

Penelitian ini menggunakan metode variabel univariat yang terdiri dari

profil pasien dengan pneumonia komunitas di bawah usia 60 tahun.

Page 80: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

64

3.8. Managemen Data

3.8.1. Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul akan diolah dengan beberapa tahapan, meliputi:

Cleaning

Data dipilah terlebih dahulu dari rekam medis, mana data yang

diperlukan dan yang tidak diperlukan

Editing

Kelengkapan data diperiksa

Coding

Data yang sudah didapatkan dirubah menjadi kode yang mana akan

memudahkan untuk memasukkan data.

Entry

Data yang sudah diubah menjadi kode akan dimasukkan ke dalam

komputer untuk diolah dan dianalisa.

Page 81: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

65

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Pasien dengan Pneumonia Komunitas di RSUD

Cengkareng Tahun 2013-2014

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data sekunder pada pasien

dengan pneumonia komunitas di bawah usia 60 tahun di Rumah Sakit Umum

Daerah Cengkareng tahun 2013 hingga 2014. Data rekam medis pasien yang

digunakan adalah pasien dengan pneumonia komunitas di bawah usia 60 tahun yang

berobat rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng pada bulan Januari

tahun 2013 hingga Desember tahun 2014. Pengambilan sampel dilakukan dengan

metode total sampling hingga dari 100 data yang diberikan Tim Rekam Medis

RSUD Cengkareng, didapatkan 97 pasien yang memenuhi kriteria inklusi yang

ditetapkan dengan rincian 50 pasien pada tahun 2013 dan 47 pasien pada tahun

2014, dan 3 pasien tidak dimasukkan karena memiliki salah satu atau lebih dari

kriteria eksklusi yang ditetapkan. Untuk membandingkannya dengan kasus-kasus

sebelumnya yang ada di Indonesia, sangat minim terdapat laporan kasus pneumonia

komunitas di bawah usia 60 tahun. Sedangkan jika dibandingkan dengan laporan

kasus pada negara lain, jumlahnya sangat banyak. Sehingga dalam pembahasan

penelitian ini akan dijelaskan perbandingan dengan laporan kasus tersebut.

4.2. Karakteristik Demografi Subjek Penelitian

Subjek penelitian penyakit pneumonia komunitas sangat beragam,

karakteristik yang akan dibahas dalam laporan penelitian ini adalah sebagai berikut:

usia, jenis kelamin, status pernikahan, tingkat pendidikan, riwayat pekerjaan, jalur

masuk, lama hari inap, dan indeks massa tubuh.

Page 82: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

66

4.2.1. Karakteristik Usia Subjek Penelitian

Tabel 4.1. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 Berdasarkan Kelompok Umur

Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)

Usia

Masa Remaja Akhir (17-25 tahun) 11 11,3

Masa Dewasa (26-45 tahun) 31 32,0

Masa Pertengahan (45-59 tahun) 55 56,7

Frekuensi morbiditas pasien pneumonia komunitas di bawah usia 60 tahun

meningkat seiring meningkatnya usia. Pada penelitian ini, kelompok usia dibagi 3

sesuai dengan klasifikasi Departemen Kesehatan 2009. Frekuensi morbiditas

tertinggi terdapat pada kelompok usia pertengahan yaitu pada usia rentang 45-59

tahun sebesar 55 pasien (56,7%), diikuti kelompok usia dewasa sebesar 31 pasien

(32%), dan yang terendah morbiditasnya pada kelompok usia remaja sebesar 11

pasien (11,3%). Dari data tersebut, menunjukkan bahwa semakin tua usia pasien,

semakin meningkat jumlah morbiditas penyakit pneumonia komunitas. Pernyataan

ini didukung oleh penelitian Almirall (2000) di Madrid, Spanyol yang menyatakan

meningkatnya usia berbanding lurus dengan meningkatnya jumlah penderita

pneumonia komunitas.29,30 Hal serupa juga disampaikan oleh Malik (2012) pada

penelitiannya di Pakistan. 31

Namun, yang menjadi masalah adalah adanya perbedaan pada setiap

penelitian mengenai puncak kelompok usia penderita. Pada penelitian Malik (2012)

puncak kelompok usia penderita pada kelompok usia 20-40 tahun, sedangkan pada

penelitian Jordan (2009) menyatakan puncak kelompok usia penderita pada usia <5

tahun dan >65 tahun. 31 Pada penelitian lain Nolt (2007) mendapatkan puncak usia

penderita pada kelompok usia 18-50 tahun. Perbedaan distribusi ini, kemungkinan

disebabkan adanya perbedaan pada desain penelitian, perbedaan variasi geografik,

dan perbedaan kriteria inklusi. Kemungkinan lain perbedaan tersebut disebabkan

kemiskinan, malnutrisi, dan kesadaran keluarga rendah pada suatu negara. 32

Page 83: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

67

4.2.2. Karaktersitik Jenis Kelamin Subjek Penelitian

Tabel 4.2. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 Berdasarkan Jenis Kelamin

Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki 47 48,5

Perempuan 50 51,5

Pada penelitian ini, diketahui data jumlah jenis kelamin pada penderita

pneumonia komunitas di bawah usai 60 tahun. Di mana jenis kelamin perempuan

yang berjumlah 50 pasien (51,5%) mendominasi daripada jenis kelamin laki-laki

yang berjumlah 47 pasien (48,5%). Rasio kasus pneumonia komunitas di RSUD

Cengkareng antara laki-laki dan perempuan sekitar 1:1,1. Lebih tingginya frekuensi

jenis kelamin perempuan dibandingkan laki-laki pada penderita pneumonia

komunitas, didukung oleh penelitian lain yang menyebutkan hal serupa. Penelitian

Viegi (2006) yang membahas epidemiologi pneumonia komunitas pada dewasa di

Italia, mendapatkan bahwa perempuan lebih banyak sebesar 53,3% dibandingkan

laki-laki yang berjumlah 46,7%.33

Namun, jika melihat penelitian lain, seperti penelitian Malik (2012) di

Pakistan, mendapatkan bahwa laki-laki memiliki jumlah yang lebih banyak yaitu

55% dibandingkan perempuan 45%.31 Hal serupa juga ditemukan oleh Onyedum

(2010) pada penelitiannya di Nigeria bahwa laki-laki lebih mendominasi 55%

dibandingkan perempuan 45% dan penelitian Nolt (2007) di Amerika dengan laki-

laki penderita pneumonia sebanyak 68%.32,34 Penelitian pada negera Eropa pun

serupa yaitu pada penelitian Torres (2013) mendapatkan hasil bahwa insiden

pneumonia komunitas lebih banyak pada laki-laki ketimbang perempuan.35 Di

negara India yang merupakan negara berkembang, yang memiliki keidentikan sama

halnya dengan Indonesia pun, didapatkan data pneumonia komunitas dari penelitian

Abdullah (2012) bahwa penderita pneumonia komunitas lebih banyak pada laki-

laki berjumlah 35 pasien (70%) dibandingkan perempuan yang berjumlah 15 pasien

(30%).36 Hal tersebut berkaitan dengan kerentanan laki-laki lebih besar terhadap

Page 84: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

68

pajanan merokok dan alkohol yang merupakan salah satu faktor risiko pneumonia

komunitas.31,36

Akan tetapi dari data penelitian Malik (2012) bahwa walaupun ada

perbedaan dalam frekuensi jenis kelamin, tidak ada perbedaan yang signifikan

antara pasien pneumonia komunitas terhadap jenis kelamin.31

4.2.3. Karakteristik Status Pernikahan Subjek Penelitian

Tabel 4.3. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 Berdasarkan Status Pernikahan

Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)

Status Pernikahan

Belum Menikah 14 14,4

Menikah 74 76,3

Pernah Menikah 8 8,2

Tidak ada data 1 1,0

Dari hasil penelitian berdasarkan status pernikahan pasien, pasien yang

memiliki status pernikahan sudah menikah menempati urutan tertinggi yaitu

sebanyak 74 pasien (76,3%), diikuti oleh belum menikah sebanyak 14 pasien

(14,4%), dan yang pernah menikah sebanyak 8 pasien (8,2%). Hal ini sesuai dengan

penelitian Almirall (2008) yang mana status pernikahan tersering pada penderita

pneumonia komunitas adalah yang sudah menikah (66%).30,37

Page 85: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

69

4.2.4. Karakteristik Tingkat Pendidikan Akhir Subjek Penelitian

Tabel 4.4. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 Berdasarkan Tingkat Pendidikan Akhir

Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)

Tingkat Pendidikan

Tamat SD 18 18,6

Tamat SMP 9 9,3

Tamat SMA 41 42,3

Perguruan Tinggi 11 11,3

Tidak ada data 18 18,6

Untuk distribusi pasien pneumonia komunitas berdasarkan tingkat

pendidikan akhir pada tabel 4.4., didapatkan pasien yang memiliki pendidikan

terakhir tamat SD 18,6% atau 18 pasien, tamat SMP 9,3% atau 9 pasien, tamat SMA

42,3% atau 41 pasien, perguruan tinggi termasuk D1, D2, D3, S1, S2, dan S3 11,3%

atau 11 pasien, dan yang tidak ada data 18,6% atau 18 pasien.

Dari hasil dari data penelitian berdasarkan tingkat pendidikan terakhir

menunjukkan tingkat pendidikan terakhir sekolah menengah atas (SMA) adalah

yang terbanyak yaitu 41 pasien dari 97 pasien (42,3%) dan yang terbanyak kedua

adalah tamat sekolah dasar (SD) sebanyak 18 pasien (18,6%). Hal ini sesuai dengan

penelitian Almirall (2008) bahwa tingkat pendidikan terbanyak pasien pneumonia

komunitas adalah tingkat pendidikan menengah (40,6%), diikuti oleh tingkat

pendidikan dasar (37,7%), dan tingkat pendidikan tinggi (21,7%).29,30 Namun,

menurut penelitian Torres (2013) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan terakhir

semakin rendah risiko terjadinya pneumonia komunitas dibandingkan dengan

pasien yang memiliki tingkat pendidikan terakhir rendah. Sehingga dalam

penelitiannya tingkat pendidikan akhir terbanyak adalah tingkat pendidikan

terendah. 35 Hal serupa juga disampaikan oleh Teepe (2010), Almirall (2008), dan

Schnoor (2007), serta Abdul (2012). 29,30,36,38,39 Bahkan pada penelitian Schnoor

M,dkk(2007) lebih spesifik lagi membahas tingkat pendidikan. Pada pasien yang

tingkat pendidikannya lebih atau sama dengan 12 tahun memiliki risiko terkena

Page 86: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

70

pneumonia komunitas rendah, sebaliknya pasien yang memiliki tingkat pendidikan

terakhirnya kurang atau sama dengan 9 tahun memiliki risiko terkena pneumonia

komunitas lebih tinggi.38 Perbedaan ini kemungkinan disebabkan karena adanya

peningkatan kesadaran pada populasi tentang wajib belajar yang dicanangkan oleh

pemerintah. Sehingga tingkat pendidikan terakhir dalam populasi rata-rata tinggi.

Adapun hubungan tingkat pendidikan terakhir terhadap keluaran

pengobatan pneumonia, tidak ada hubungannya. Seperti yang dinyatakan pada

penelitian Izquierdo (2010) bahwa hasil dari pengobatan pneumonia tidak

berhubungan terhadap tingkat pendidikan terakhir pasien. Sehingga tingkat

mortalitas tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan terakhir. 40

4.2.5. Karakteristik Pekerjaan Subjek Penelitian

Tabel 4.5. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 Berdasarkan Pekerjaan

Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)

Pekerjaan

Tidak Bekerja 2 2,1

Ibu Rumah Tangga 31 32,0

Karyawan Swasta 33 34,0

Pegawai Negeri Sipil 5 5,2

Wiraswasta 8 8,2

Buruh 8 8,2

Petani 1 1,0

Pelajar 5 5,2

Tidak ada data 4 4,1

Untuk distribusi pasien pneumonia komunitas berdasarkan distribusi

pekerjaan pada tabel 4.5., didapatkan pasien yang memiliki pekerjaan PNS 5,2%

atau 5 pasien, karyawan swasta 34% atau 33 pasien, wiraswasta 8,2% atau 8 pasien,

buruh 8,2% atau 8 pasien, petani 1% atau 1 pasien, pelajar 5 pasien, IRT 32% atau

31 pasien dan yang tidak bekerja 2,1% atau 2 pasien, dan tidak ada data 4,1% atau

4 pasien.

Page 87: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

71

Dari data penelitian ini, diketahui frekuensi pekerjaan yang paling tinggi

adalah karyawan swasta sebanyak 33 pasien (34%), diikuti ibu rumah tangga

sebanyak 31 pasien (32%). Berdasarkan data hasil penelitian ini, sosio-ekonomi

populasi pasien berada pada golongan yang masih rendah, sehingga menjadi risiko

terhadap penyakit pneumonia komunitas. Hal ini sesuai dengan penelitian Abdul

(2012) dan Loeb (2004), yang menyatakan adanya keterkaitan frekuensi penderita

pneumonia komunitas terhadap status sosio-ekonomi populasi. Pada penelitiannya

didapatkan, pada status sosio-ekonomi yang rendah menggambarkan frekuensi

yang tinggi terjadinya pneumonia komunitas (68,75%). Sehingga hubungan antara

frekuensi pneumonia komunitas dan status sosio-ekonomi berbanding terbalik. 36,41

Hal ini kemungkinan disebabkan, pada golongan sosio-ekonomi rendah tidak

mampu membayar biaya pengobatan sehingga memperberat penyakit dan

mempercepat kematian.36

Namun pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa tidak adanya

hubungan antara status sosio-ekonomi terhadap pneumonia komunitas. Seperti

pada dua penelitian Farr (2000) dengan judul yang berbeda, menyatakan bahwa

diagnosis pneumonia komunitas dan status sosio-ekonomi tidak memiliki hubungan

antar keduanya.42,43 Selain itu, status sosio-ekonomi juga tidak berpengaruh

terhadap keluaran dari perawatan pneumonia komunitas seperti pada penelitian

Izquierdo (2010) di Barcelona, Spanyol menyatakan bahwa status sosio-ekonomi

tidak memiliki hubungan terhadap keluaran pneumonia komunitas. 40 Hal serupa

juga disampaikan oleh Vrbova (2005) di Ontario, Kanada bahwa status sosio-

ekonomi tidak berpengaruh terhadap frekuensi pneumonia komunitas dan tingkat

mortalitasnya. 44

4.2.6. Karakteristik Jalur Masuk Subjek Penelitian

Tabel 4.6. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 Berdasarkan Jalur Masuk

Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)

Jalur Masuk

Instansi Gawat Darurat (IGD) 77 79.4

Poli 20 20.6

Page 88: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

72

Adapun distribusi pasien pneumonia komunitas berdasarkan jalur masuk ke

RSUD pada tabel 4.6., didapatkan pasien yang masuk melalui IGD adalah sebanyak

79,4% atau 77 pasien, sedangkan yang masuk melalui poli sebanyak 20,6% atau 20

pasien.

4.2.7. Karakteristik Lama Hari Inap Subjek Penelitian

Tabel 4.7. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 Berdasarkan Lama Hari Inap

Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)

Lama Hari Inap

0-5 hari 30 30,9

6-10 hari 52 53,6

11-15 hari 12 12,4

16-20 hari 3 3,1

Dari tabel 4.7, diketahui bahwa pasien yang dirawat paling lama adalah pada

rentang 6-10 hari dengan frekuensi 52 pasien (53,6), kemudian 0-5 hari 30 hari

(30,9%), 11-15 hari 12 pasien (12,4%), dan 16-20 hari 3 pasien (3,1%). Pada jurnal

American Thoracic Society (ATS) terapi minimum untuk antibiotik adalah 5 hari,

namun pada British Thoracic Society (BTS) terapi antibiotik minimum 7 hari. 36,37

Pada penelitian Ghazipura (2013) dikatakan bahwa tidak ada bukti yang signifikan

untuk perbedaan pemberian antibiotik baik yang diberikan lebih dari 7 hari maupun

kurang.45 Hal serupa juga terdapat pada penelitian Dimopoulus (2008) bahwa tidak

ada perbedaan efektivitas dan keamanan dari lamanya pemberian antibiotik pada

pasien pneumonia komunitas dewasa. 46

Page 89: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

73

4.2.8. Karakteristik Indeks Massa Tubuh Subjek Penelitian

Tabel 4.8. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 Berdasarkan Indeks Massa Tubuh

Status Gizi Frekuensi (n) Persentase (%)

Underweight 18 18,6

Normal 53 54,6

Pre-Obesitas/Overweight 10 10,3

Obesitas Derajat I 1 1,0

Obesitas Derajat II 1 1,0

Tidak ada data 14 14,4

Total 97 100

Pada tabel 4.8., hasil indeks masa tubuh (IMT) pada pasien CAP di RSUD

Cengkareng tahun 2013 hingga 2014, didapatkan dari 97 pasien yang memiliki data

antropometri (BB dan TB), terdapat jumlah yang lebih banyak pada pasien yang

normal 54,6% (53 pasien) di ikuti pasien yang IMT underweight 18,6% (18 pasien),

pasien pre-obesitas/overweight 10,3% (10,3 pasien), pasien obesitas derajat I 1,0%

(1 pasien) dan pasien obesitas derajat II 1,0% (1 pasien).

Pada hasil penelitian, didapatkan indeks massa tubuh (IMT) pasien

pneumonia komunitas lebih tinggi pada pasien yang memiliki IMT normal

sebanyak 54,6%, kemudian yang tertinggi kedua adalah pasien yang memiliki IMT

underweight sebanyak 18,6%. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian

Bramley (2012) di mana IMT pasien pneumonia komunitas yang terbanyak adalah

normal, namun terdapat perbedaan pada IMT terbanyak kedua, yaitu obesitas.8

Penelitian Almirall (2008) yang membahas faktor-faktor risiko pneumonia juga

mendapatkan IMT terbanyak pada pasien pneumonia komunitas adalah pasien

dengan IMT normal.29 Kemudian apakah terdapat hubungan antara IMT terhadap

risiko pneumonia komunitas. Hal ini terjawab pada penelitian Phung (2013) yang

pada hasil penelitiannya menyatakan terdapat keterkaitan antara risiko

terjangkitnya CAP dengan status IMT. Namun yang bermakna hanya pada status

IMT underweight (P<0,01) dan obesitas berat (P<0,01).47 Didukung dengan

Page 90: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

74

penelitian Almirall (2008) yang mengatakan bahwa underweight merupakan salah

satu faktor risiko pneumonia komunitas. Hal ini kemungkinan diakibatkan

defisiensi nutrisi atau penyakit lain yang mempengaruhi sistem imun. Namun pada

status IMT overweight dan obesitas tidak didapatkan adanya hubungan untuk

meningkatkan faktor risiko pneumonia komunitas. 29,30 Lebih lanjut pada penelitian

Lee (2015) mengaitkan IMT underweight berat (BMI<16kg/m2) dengan kematian

dalam waktu 30 hari, yang di mana hasilnya bermakna (P=0.005), sehingga status

IMT underweight berat merupakan salah satu risiko terjadinya kematian pada

penderita pneumonia komunitas.48

4.3. Karakteristik Kebiasaan dan Penyakit Penyerta Subjek Penelitian

4.3.1. Karakteristik Kebiasaan Subjek Penelitian

Grafik 4.1. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD

Cengkareng Tahun 2013-2014 Berdasarkan Kebiasaan

Pada grafik 4.1., diketahui beberapa distribusi yang berkaitan dengan

kebiasaan gaya hidup pasien pneumonia komunitas. Dari tabel tersebut diketahui

pasien yang memiliki kebiasaan merokok sebanyak 28 pasien (28,9%) dan alkohol

sebanyak 1 pasien (1%).

Gaya hidup seseorang dapat menjadi faktor risiko terhadap suatu penyakit

termasuk kebiasaan merokok dan minum-minuman alkohol. Pada hasil penelitian

ini diketahui frekuensi pasien dengan kebiasaan merokok sebesar 28 pasien (28,9%)

28

10

5

10

15

20

25

30

Merokok Alkohol

Distribusi Kebiasaan Gaya Hidup

Page 91: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

75

dan minum-minuman alkohol sebesar 1 pasien (1%). Jumlah yang tidak merokok

masih lebih banyak (71,1%) dibandingkan yang merokok. Hal serupa juga

didapatkan pada penelitian Zalacain (2003) pada populasi pneumonia komunitas di

Spanyol, frekuensi yang tidak merokok lebih banyak daripada yang merokok.27

Namun pada penelitian Abdullah (2012) di India frekuensi pasien pneumonia

komunitas yang merokok lebih banyak sebesar 74%.36 Merokok dapat menjadi

faktor risiko pneumonia komunitas berkaitan dengan efekya pada epitel saluran

napas dan klirens bakteri. Sehingga menyebabkan tidak berfungsinya sistem

pernapasan secara maksimal. Sedangkan alkohol dapat menekan sistem imun

bawaan dan didapat, sehingga dapat meningkatkan faktor risiko terjadinya infeksi.

Merokok dan alkohol juga dapat meningkatkan kerentanan pasien untuk menderita

penyakit penyerta. Pada penelitian Torres (2013) mendapatkan adanya hubungan

pada merokok dan minum alkohol dengan pasien penderita pneumonia komunitas.

Di mana pasien yang memiliki kebiasaan merokok dan minum alkohol dapat

meningkatkan faktor risiko pneumonia komunitas dibandingkan dengan yang tidak

memiliki kebiasaan merokok dan minum alkohol.35 Bahkan pada penelitian Baik

(2000) mengatakan pada perokok yang telah berhenti merokok dalam tahun

keduanya, dapat menurunkan risiko pneumonia komunitas, di mana hal ini terjadi

karena adanya normalisasi sistem imun dan perbaikan jaringan paru.49

Dari hasil penelitian ini didapatkan pasien yang memiliki kebiasaan minum

alkohol hanya 1 orang (1%). Sama halnya dengan penelitian di India Abdullah

(2012) frekuensi yang meminum alkohol sedikit yaitu 6%.36 Pada penelitian

Almirall (2008) minum alkohol menjadi faktor risiko penting untuk pneumonia

komunitas, khususnya pada laki-laki dan yang telah mengonsumsi lebih dari 40 gr

setiap hari secara statistik lebih signifikan. Minum alkohol pada wanita tidak

menjadi faktor risiko terjadinya pneumonia komunitas, kemungkinan karena

prevalensi peminum alkohol pada wanita yang rendah.29 Namun pada penelitian

lain Baik (200) menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik

pada efek alkohol terhadap pneumonia komunitas. Hal ini kemungkinan terjadi

karena penggunaan statistik yang lemah atau adanya kriteria inklusi untuk peminum

alkohol yang rendah.49

Page 92: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

76

4.3.2. Karakteristik Penyakit Penyerta Subjek Penelitian

Tabel 4.9. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 Berdasarkan Penyakit Penyerta

Diagnosis Penyerta Frekuensi (n) Persentase (%)

Asma 10 10,3

Tuberkulosis Paru 20 20,6

Diabetes Mellitus 18 18,6

Penyakit Ginjal 7 7,2

Penyakit Liver 5 5,2

Congestive Heart Failure (CHF) 13 13,4

Systemic Lupus Erythematosus (SLE) 1 1,0

Human Immunodeficiency Virus (HIV) 5 5,2

Neoplasma 2 2,1

Dari data tabel 4.9., diketahui distribusi penyakit penyerta dari 97 pasien.

Diantaranya, TB paru 20 pasien (20,6%), asma 10 pasien (10,3%), dan DM 18

pasien (18,6%), penyakit ginjal sebanyak 7 pasien (7,2%), penyakit liver sebanyak

5 pasien (5,2%), Congestive Heart Failure (CHF) sebanyak 13 pasien (13,4%),

Systemic Lupus Erythematosus (SLE) sebanyak 1 pasien (1%), Human

Immunodeficiency Virus (HIV) sebanyak 5 pasien (5,2%), dan neoplasma sebanyak

2 pasien (2,1%).

Dari hasil penelitian diketahui beberapa penyakit penyerta dari pasien

pneumonia komunitas. Penyakit komorbid diketahui dapat menjadi penyakit yang

mendasari pneumonia komunitas atau memperberatnya. Sehingga penanganan

terhadap penyakit penyerta juga dibutuhkan. Pada penelitian ini, penyakit komorbid

terbanyak adalah pada penyakit paru kronik yaitu asma sebanyak 10 pasien (10,3%)

dan TB paru sebanyak 20 pasien (20,6%), yang bila digabungkan menjadi penyakit

paru kronik memiliki peranan paling besar yaitu sebesar 30,6% dari keseluruhan

pasien. Sedangkan yang terbanyak kedua adalah diabetes mellitus sebanyak 18

pasien (18,6%). Kemudian penyakit jantung kronik berupa congestive heart failure

sebanyak 13 pasien (13,4%), penyakit ginjal 7 pasien (7,2%), penyakit liver dan

HIV 5 pasien (5,2%), neoplasma 2 pasien (2,1%), dan penyakit autoimun SLE 1

Page 93: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

77

pasien (1,0%). Hal ini sesuai dengan penelitian Torres (2013) bahwa penyakit

komorbid tersering adalah penyakit paru kronik 68%. Namun terdapat perbedaan

pada penyakit penyerta tersering selanjutnya, di mana pada penelitian tersebut,

penyakit penyerta tersering setelah penyakit paru kronik adalah penyakit jantung

kronik 47%, diabetes mellitus 33%, penyakit ginjal 27%, dan penyakit liver 20%.35

Namun pada intinya yang paling banyak menjadi penyakit penyerta pasien

pneumonia komunitas adalah penyakit paru kronik. Hal serupa juga terdapat pada

penelitian Almirall (2008), El-Solh (2000), Abdullah (2012), Viegi (2006), dan

Izquierdo (2010). Di mana pada setiap hasil penelitian tersebut mencantumkan

bahwa penyakit paru kronik adalah penyakit penyerta terbanyak.29,33,36,40,50

4.4. Karakteristik Tanda Vital, Gejala Klinis, Pemeriksaan Laboratorium,

dan Pemeriksaan Penunjang Subjek Penelitian

4.4.1. Karakteristik Tanda Vital dan Gejala Klinis Subjek Penelitian

Tabel 4.10. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 Berdasarkan Kriteria Diagnosis

Kriteria Diagnosis Frekuensi (n) Persentase (%)

Kriteria Mayor

Batuk 75 77,3

Dahak 52 53,6

Demam (T >37,80) 19 19.6Kriteria Minor

Sesak Napas (RR>20/menit) 68 70.1Frekuensi Nadi (HR>100/menit) 16 16.5Nyeri Dada 21 21,6

Auskultasi Suara Napas Ronkhi 46 47,4

Leukositosis (>12.000 sel/mm3) 61 62.9Pada tabel 4.10., diketahui kriteria diagnosis untuk pasien pneumonia

komunitas yang dibagi menjadi kriteria mayor dan kriteria minor. Kriteria mayor

mencakup batuk, dahak, dan demam yang melebihi 37,80. Sedangkan kriteria minor

mencakup sesak napas yang memiliki frekuensi pernapasan lebih dari 20 kali/menit,

frekuensi nadi yang lebih dari 100 kali/menit, nyeri dada, auskultasi suara napas

Page 94: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

78

ronkhi, dan leukosit lebih dari 12.000 sel/mm3. Adapun distribusi frekuensi setiap

kriteria dapat dilihat pada tabel 10. Pada kriteria mayor, frekuensi batuk sebanyak

75 pasien (77,3%), dahak 52 pasien (53,6%), dan demam 19 pasien (19,6%).

Sedangkan pada kriteria minor, frekuensi pernapasan lebih dari sebanyak 20

kali/menit 68 pasien (70,1%), frekuensi nadi lebih dari 100 kali/menit 16 pasien

(16,5%), nyeri dada 21 pasien (21,6%), auskultasi suara napas ronkhi 46 pasien

(47,4%), dan leukositosis 61 pasien (62,9%).

Tanda vital merupakan salah satu pemeriksaan yang umumnya dilakukan

pada penderita pneumonia yang dirawat inap untuk memprediksi diagnosis

pneumonia komunitas. Sehingga pada beberapa jurnal mengatakan bahwa

ketidaknormalan tanda vital dapat menjadi diagnosis pneumonia komunitas. Di

mana pada penelitian Nolt (2007) mengemukakan bahwa adanya peningkatan

abnormalitas pada tanda vital, meningkatkan hubungannya terhadap pneumonia

komunitas sesuai dengan penelitian sebelumnya Heckerling (1990). 32 Pada

penelitian tersebut dikatakan bahwa suhu yang lebih dari 37,8OC dan frekuensi nadi

yang lebih dari 100 kali/menit merupakan faktor prediktor independen yang

signifkan untuk pneumonia komunitas. Pada penelitian lain Gennis (1990) dan

Metlay (2003) menyatakan bahwa batas perlunya pemeriksaan radiologi pada

pneumonia komunitas adalah pada ketidaknormalan tanda vital baik dari suhu

37,8OC, frekuensi nadi lebih dari 100 kali/menit, dan frekuensi napas lebih dari 20

kali/menit.51,52 Pemeriksaan tanda vital ini memiliki tingkat sensitivitas sebesar

97% untuk mendeteksi pneumonia komunitas yang dibuktikan dengan pemeriksaan

radiologi thoraks.32 Pada hasil penelitian ini yang memiliki frekuensi terbesar

adalah frekuensi napas yaitu sebanyak 68 pasien (70,1%) dibanding suhu 19 pasien

(19,6%) dan frekuensi nadi 16 pasien (16,5%). Sehingga frekuensi napas lebih dari

20 kali/menit dapat menjadi faktor prediktor utama untuk pneumonia komunitas

setelah pemeriksaan radiologi thoraks di RSUD Cengkareng. Hal ini sesuai dengan

penelitian Abdullah (2012), di mana tanda vital yang tersering terdapat peningkatan

adalah frekuensi napas (84%).36 Lebih lanjut pada penelitian Nolt B,dkk(2007)

mengatakan adanya peningkatan derajat ketidaknormalan tanda vital, yaitu suhu

lebih dari 38,6OC, frekuensi nadi lebih dari 120 kali/menit, dan frekuensi napas

Page 95: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

79

lebih dari 30 kali/menit.32 Varibel ini sebenarnya sudah termasuk pada kriteria

Pneumonia Severity Index (PSI) yang akan dibahas kemudian.

Tabel 4.11. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 Berdasarkan Status Kesadaran dan Tekanan Darah

Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)

Status Kesadaran

Compos Mentis 90 92,8Apatis 4 4,1Somnolen 2 2,1Coma 1 1,0Tekanan Darah

Normal 64 66,0Pre-Hipertensi 9 9,3Hipertensi Derajat I 10 10,3Hipertensi Derajat II 14 14,3

Berdasarkan hasil dari tabel 4.11., diketahui beberapa tanda-tanda vital dan

distribusinya yang berguna untuk menunjang diagnosis pasien CAP. Dari tabel

tersebut didapatkan pada tanda vital status kesadaran yang terbanyak adalah

compos mentis, yaitu sebanyak 90 pasien (92,8%), diikuti oleh apatis sebanyak 4

pasien (4,1%), somnolen 2 pasien (2,1%), dan coma 1 pasien (1%). Adapun pada

tanda vital tekanan darah menggunakan kriteria JNC 7,53 lebih banyak yang

memiliki tekanan darah dalam batas normal, yaitu 64 pasien (66%). Jumlah

interpretasi lain dalam tekanan darah, yaitu pre-hipertensi didapat sebanyak 9

pasien (9,3%), hipertensi derajat I 10 pasien (10,3%), dan hipertensi derajat II 14

pasien (14,3%).

Page 96: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

80

Grafik 4.2. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD

Cengkareng Tahun 2013-2014 Berdasarkan Gejala Klinis

Dari data grafik 4.2., diketahui distribusi gejala klinis pasien pneumonia

komunitas, didapatkan gejala batuk sebanyak 75 keluhan (77,3%), dahak sebanyak

52 keluhan (53,6%), demam sebanyak 54 keluhan (55,7%), sesak napas sebanyak

76 keluhan (78,4%), nyeri dada sebanyak 21 keluhan (21,6%) dan suara napas

ronkhi sebanyak 46 keluhan (47,4%), sulit tidur sebanyak 9 keluhan (9,3%), dan

BB turun sebanyak 28 keluhan (28,9%).

Gejala lain yang cukup sering adalah gejala dari sistem gastrointestinal,

berupa mual sebanyak 72 keluhan (74,2%), muntah sebanyak 43 keluhan (44,3%),

lemas sebanyak 42 keluhan (43,3%), dan nyeri perut sebanyak 27 keluhan (27,8%).

28

9

27

42

43

72

21

46

76

54

52

75

69

88

70

55

54

25

76

51

21

43

45

22

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Berat Badan Turun

Sulit Tidur

Nyeri Perut

Lemas

Muntah

Mual

Nyeri Dada

Gangguan Suara Napas

Sesak Napas

Demam

Dahak

Batuk

Gejala Klinis

Tidak Ya

Page 97: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

81

Jumlah keluhan melebihi jumlah pasien, hal ini dikarenakan seorang pasien bisa

memiliki lebih dari satu keluhan.

Pada hasil penelitian ini didapatkan gambaran gejala klinis yang tersering

adalah sesak napas sebanyak 76 pasien (78,4%) diikuti dibelakangnya tidak jauh

berbeda yaitu gejala batuk sebanyak 75 pasien (77,3%). Hal ini sesuai dengan

penelitian El-Solh (2001) yang mendapatkan pada hasil penelitiannya, gejala klinis

yang tersering adalah sesak napas (82%) dan yang tersering kedua adalah batuk

(49%).46 Namun berbeda dengan penelitian Onyedum (2010) gejala tersering

adalah demam (75%), batuk (71,3), sesak napas (55%), dan nyeri dada (50%).34

Berbeda lagi dengan penelitian Abdullah (2012) di India dan Viegi (2006), gejala

yang paling mendominasi adalah batuk (74%) dan (73,3%). Perbedaan-perbedaan

ini kemungkinan diakibatkan adanya variasi gejala dan etiologi penyakit pada

setiap negara.33,36

Grafik 4.3. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD

Cengkareng Tahun 2013-2014 Berdasarkan Warna Dahak

Adapun pada klinis dahak, dari 52 pasien yang memiliki batuk berdahak,

dapat ditemukan jenis-jenis warna dahak yang dapat dilihat pada grafik 4.2. Di

mana warna dahak dibagi menjadi warna putih sebanyak 34 pasien (35,1%), hijau

sebanyak 4 pasien (4,1%), kuning sebanyak 7 pasien (7,2%), dan kemerahan

sebanyak 6 pasien (6,2%). Selain itu juga dapat ditemukan jenis konsistensi dahak

35 (67%)4 (8%)

7 (13%)

6 (12%)

Warna Dahak

Putih Hijau Kuning Kemerahan

Page 98: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

82

yang dapat dilihat pada grafik 4.3. Di mana konsistensinya dibagi menjadi kental

sebanyak 24 pasien (24,7%), dan encer sebanyak 28 pasien (28,9%).

Grafik 4.4. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD

Cengkareng Tahun 2013-2014 Berdasarkan Konsistensi Dahak

Tabel 4.12. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 Berdasarkan Karakteristik Sesak Napas

Gejala Klinis Frekuensi (n) Persentase (%)

Sesak Napas 76 78,4

Menggunakan otot bantu pernapasan 25 32,9

Irama

Teratur 18 23,7

Tidak Teratur 58 76,3

Kedalaman

Normal 45 59,2

Dalam 20 26,3

Dangkal 11 14,5

Berdasarkan data pada tabel 4.12., dari 76 pasien dapat ditemukan klinis

pasien yang menggunakan otot bantu napas sebanyak 25 pasien (32,9%), irama

24 (46%)28 (54%)

Konsistensi Dahak

Kental Encer

Page 99: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

83

yang terbagi dua menjadi teratur sebanyak 18 pasien (23,7%) dan tidak teratur

sebanyak 58 pasien (76,3%), dan kedalaman yang terbagi tiga menjadi normal

sebanyak 45 pasien (59,2%), dalam sebanyak 20 pasien (26,3%), dan dangkal

sebanyak 11 pasien (14,5%).

4.4.2. Karakteristik Pemeriksaan Radiologi Subjek Penelitian

Tabel 4.13. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 Berdasarkan Pemeriksaan Radiologi

Hasil Radiologi Frekuensi (n) Persentase (%)

Infiltrat 71 73,2

Tidak ada infiltrat 26 26,8

Berdasarkan data dari tabel 4.13., didapatkan gambaran radiologi untuk

mendiagnosis pneumonia komunitas. Gambaran radiologi untuk diagnosis

pneumonia komunitas adalah adanya infiltrat pada foto radiologi thoraks. Dari 97

pasien, didapatkan 71 pasien (73,2%) memiliki gambaran infiltrat pada radiologi

thoraksnya, sedangkan 26 (26,8%) pasien tidak memiliki gambaran infiltrat.

Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan baku emas untuk

mendiagnosis pneumonia komunitas. Tegak atau tidaknya diagnosis pneumonia

komunitas pada pemeriksaan radiologi adalah jika terlihat adanya infiltrat. Pada

penelitian ini pasien yang terdapat infiltrat pada pemeriksaan radiologinya

sebanyak 71 pasien (73,2%), sedangkan pasien yang tidak terdapat infiltrat pada

pemeriksaan radiologinya sebanyak 26 pasien (26,8%). Hal ini sesuai dengan

Albaum (1996) di mana pemeriksaan radiologi yang terdapat infiltrat sebanyak

79,4% sedangkan yang tidak terdapat infiltrat sebanyak 6,0%. Hal ini menandakan

infiltrat merupakan salah satu tanda baku emas diagnosis pneumonia komunitas.54

Page 100: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

84

Tabel 4.14. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 Berdasarkan Orientasi Infiltrat Pemeriksaan Radiologi

Hasil Radiologi Frekuensi (n) Persentase (%)

Paru Kanan 14 14,4

Paru Kiri 10 10,3

Paru Kanan dan Kiri 40 41,2

Pada tabel 4.14., diketahui gambaran radiologi pasien pneumonia

komunitas berdasarkan orientasinya. Pasien yang memiliki gambaran infiltrat pada

paru kanan saja sebanyak 14 pasien (14,4%), sedangkan yang memiliki gambaran

infilitrat pada paru kiri saja sebanyak 10 pasien (10,3%). Adapun pasien yang

memiliki gambaran infiltrat pada kedua parunya sebanyak 40 pasien (41,2%).

Pada hasil penelitian didapatkan beberapa gambaran karakteristik

pemeriksaan radiologi. Pada gambaran radiologi berdasarkan orientasi, yang

terbanyak adalah mengenai kedua paru sebanyak 40 pasien (41,2%), kemudian paru

kanan sebanyak 14 pasien (14,4%), dan terkahir paru kiri sebanyak 10 pasien

(10.3%). Hal ini berbeda dengan penelitian Abdullah (2012), di mana dari 39

pasien, paru yang terkena infeksi pneumonia komunitas terbanyak adalah paru

kanan sebanyak 24 pasien, kemudian diikuti dengan paru kiri sebanyak 12 pasien,

dan kedua paru sebanyak 3 pasien.36 Perbedaan hal ini kemungkinan disebabkan

karena kerentanan pada bronkus kanan yang lebih tinggi daripada bronkus kiri.

Kerentanan yang dimaksud adalah pada posisi anatomis bronkus kanan lebih curam

dari bronkus kiri. Sehingga lebih mempermudah terjadinya infeksi pada bronkus

kanan.3,6,9

Page 101: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

85

Tabel 4.15. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 Berdasarkan Lokasi Infiltrat Pemeriksaan Radiologi

Hasil Radiologi Frekuensi (n) Persentase (%)

Basal 9 9,3

Mediobasal 5 5,2

Lapang Atas 7 7,2

Perihilar 1 1,0

Laterobasal 1 1,0

Basal dan Perihilar 20 20,6

Lapang Atas dan Mediobasal 14 14,4

Dari tabel 4.15., didapatkan data gambaran radiologi pasien pneumonia

komunitas berdasarkan penyebaran lokasi infiltrat. Lokasi yang terbanyak adalah

pada kombinasi basal dan perihilar sebanyak 20 pasien (20,6%), kemudian diikuti

oleh kombinasi lapang atas dan mediobasal sebanyak 14 pasien (14,4%). Sehingga

pasien yang gambaran infiltratnya multilobar sebanyak 34 pasien (35,0%).

Sedangkan pasien yang lokasi infiltrate hanya pada 1 lokasi (unilobar) sebanyak 23

pasien (23,7%), yang dibagi menjadi lokasi pada basal sebanyak 9 pasien (9,3%),

mediobasal 5 pasien (5,2%), lapang atas 7 pasien (7,2%), perihilar 1 pasien (1,0%),

dan laterobasal 1 pasien (1,0%).

Selain itu, terdapat juga hasil penelitian mengenai karakteristik pemeriksaan

radiologi berdasarkan lokasi terdapatnya infiltrat. Pada penelitian ini lokasi infiltrat

yang terbanyak adalah pada lokasi basal dan perihilar dengan persentase 20,6%.

Hal ini sesuai dengan penelitian Abdullah (2012) bahwa lokasi yang sering

terjadinya pembentukan infiltrat adalah pada daerah basal dan medial sebesar

52%.36

Page 102: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

86

4.4.3. Karakteristik Kriteria Pneumonia Severity Index (PSI) Subjek

Penelitian

Tabel 4.16. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 Berdasarkan Kriteria Pneumonia Severity Index (PSI)

Derajat PSI Frekuensi (n) Persentase (%)

I 43 44,3

II 23 23,7

III 11 11,3

IV 18 18,6

V 2 2,1

Pada tabel 4.16., didapatkan gambaran pasien pneumonia komunitas

berdasarkan kriteria PSI. Di mana pada data di atas, diketahui pasien yang memiliki

derajat PSI I sebanyak 43 pasien (44,3%), derajat II 23 pasien (23,7%), derajat III

11 pasien (11,3%), derajat IV 18 pasien (18,6%), dan derajat V 2 pasien (2,1%).

4.4.4. Karakteristik Pemeriksaan Sputum Subjek Penelitian

Tabel 4.17. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 Berdasarkan Pemeriksaan Sputum

Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)

Batang Gram (-)

Positif 26 26,8

Coccus Gram (+)

Positif 26 26,8

Epitel

Positif 26 26,8

Jamur

Positif 8 8,2

Negatif 18 18,6

Page 103: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

87

Dari tabel 4.17., didapatkan hasil pemeriksaan sputum. Dari seluruh rekam

medis yang berjumlah 97 pasien, hanya 26 pasien saja yang diperiksa pemeriksaan

sputum, selebihnya yang berjumlah 71 pasien tidak dilakukan. Dari tabel tersebut,

diketahui bahwa hasil dari pemeriksaan sputum batang Gram (-) seluruhnya positif

26 pasien (26,8%), begitu pula dengan coccus Gram (+) dan epitel seluruhya positif.

Pada hasil jamur didapatkan hasil positif 8 pasien (8,2%) dan negative 18 pasien

(18,6%).

4.5. Karakteristik Pengobatan Antibiotik Subjek Penelitian

Tabel 4.18. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 Berdasarkan Pengobatan Antibiotik

Obat Antibiotik Frekuensi (n) Persentase (%)

Ceftizoxime 39 40,2

Imipenem 20 20,6

Ceftriaxone 15 15,5

Levofloxacin 13 13,4

Ofloxacin 9 9,3

Cefoperazone 4 4,1

Ceftazidime 4 4,1

Cefomax 4 4,1

Cefixime 3 3,1

Cefotaxime 3 3,1

Biocepime 2 2,1

Meropenem 2 2,1

Bactraz 2 2,1

Pelastin 2 2,1

Cotrimoxazole 1 1,0

Ambacim 1 1,0

Micostativ 1 1,0

Alprazolam 1 1,0

Cetirizine 1 1,0

Page 104: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

88

Pada tabel 4.18., didapatkan data distribusi pemberian obat antibiotik

kepada pasien. Obat yang paling banyak diberikan adalah ceftizoxime sebanyak 39

pasien (40,2%), diikuti oleh imipenem 20 pasien (20,6%), ceftriaxone 15 pasien

(15,5%), levofloxacin 13 pasien (13,4%), ofloxacin 9 pasien (9,3%), cefoperazone,

ceftazidime, dan cefomax masing-masing sebanyak 4 pasien (4,1%), cefixime dan

cefotaxime sebanyak 3 pasien (3,1%), biocepime, meropenem, bactraz, dan pelastin

sama-sama diberikan kepada pasien sebanyak 2 pasien (2,1%), cotrimoxazole,

ambacim, micostativ, alprazolam, dan cetirizine masing-masing sebanyak 1 pasien

(1,0%).

Jika dilihat dari masing-masing golongan obat, maka yang paling

mendominasi adalah golongan cephalosporin kemudian beta-laktam dan

fluoroquinolone. Hal ini sesuai dengan penelitian Viegi (2006) di Italia, frekuensi

obat yang paling sering digunakan untuk pneumonia komunitas adalah

cephalosporin (27,1%), kemudian makrolid (18%), beta-laktam (13%), dan

fluoroquinolone (12%).33 Hal serupa juga terdapat pada penelitian Almirall (2000)

bahwa obat antibiotik untuk pasien pneumonia komunitas rawat inap yang paling

sering digunakan adalah cephalosporin 40% dibandingkan makrolid 11,7% dan

penisilin 5,5%.29,30

Menurut panduan tatalaksana American Thoracic Society, tatalaksana lini

pertama pada pasien rawat inap non-ICU adalah fluoroquinolone. Sediaan yang

direkomendasikan adalah mixofloxacin, gemifloxacin, atau levofloxacin 750 mg

(Level 1 EBM). Sedangkan tatalaksana lini kedua adalah beta-laktam ditambah

makrolid. Sediaan beta-laktam yang direkomendasikan adalah cefotaxime,

ceftriaxone dan ampicillin. Adapun sediaan makrolid yang direkomendasikan

adalah azitromisin, klaritomisin, atau eritromisin. Dari panduan tatalaksana ATS

inilah, terdapat perbedaan pengobatan farmakologi yang diterapkan di RSUD

Cengkareng. Pada panduan ATS, lini pertama yang digunakan adalah

fluoroquinolone, namun pada pengobatan farmakologi di RSUD Cengkareng yang

terbanyak adalah cephalosporin. 20

Page 105: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

89

4.6. Karakteristik Status Akhir Subjek Penelitian

Tabel 4.19. Karakteristik Pasien Pneumonia Komunitas RSUD Cengkareng

Tahun 2013-2014 Berdasarkan Status Akhir

Status Akhir Frekuensi (n) Persentase (%)

Tidak Meninggal 81 83,5

Meninggal 16 16,5

Gagal Napas 9 9,3

Sepsis 3 3,1

Gagal Napas dan Sepsis 4 4,1

Berdasarkan data pada tabel 4.19., didapatkan status akhir setiap pasien.

Pada pasien yang tidak meninggal sebanyak 81 pasien (83,5%), sedangkan pasien

yang meninggal sebanyak 16 pasien (16,5%). Adapun penyebab pasien meninggal,

disebabkan oleh gagal napas, sepsis, ataupun keduanya. Pasien yang meninggal

karena gagal napas sebanyak 9 pasien (9,3%), sepsis sebanyak 3 pasien (3,1%) dan

keduanya sebanyak 4 pasien (4,1%).

Hal ini sesuai dengan penelitian Abdullah (2012) yang mendapatkan pada

hasil penelitiannya tingkat mortalitas pasien pneumonia komunitas adalah 16%

lebih rendah dari yang tidak meninggal 84%.36 Adapun penyebab kematian sesuai

dengan penelitian Mortensen (2002) yang menemukan bahwa penyebab kematian

tertinggi pada penelitiannya adalah gagal napas 38%, kemudian diikuti dengan

sepsis sebanyak 7%.55 Hal ini menandakan bahwa kemungkinan komplikasi yang

terjadi paling banyak dan yang paling sering menimbulkan terjadinya kematian

adalah gagal napas.

Page 106: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

90

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa :

1) Dari 97 pasien pneumonia komunitas di RSUD Cengkareng tahun 2013-

2014, didapatkan pasien jenis kelamin yang terbanyak adalah jenis kelamin

perempuan yang berjumlah 50 pasien (51,5%) dengan kelompok umur

tersering adalah kelompok umur pertengahan (45-59 tahun) sebanyak 55

pasien (56,7%), disertai tingkat pendidikan akhir terbanyak adalah tingkat

SMA sejumlah 41 pasien (42,3%), dan pekerjaan yang paling banyak

adalah karyawan swasta 33 pasien (34%).

2) Distribusi gejala klinis pasien pneumonia komunitas, didapatkan gejala

tersering adalah sesak napas sebanyak 76 pasien (78,4%) dan batuk

sebanyak 75 pasien (77,3%), mual sebanyak 72 pasien (74,2%), dahak

sebanyak 52 pasien (53,6%), dan demam sebanyak 54 pasien (55,7%).

Adapun karakteristik tanda vital didapatkan pasien pneumonia yang

memiliki status kesadaran yang terbanyak adalah compos mentis, yaitu

sebanyak 90 pasien (92,8%), tanda vital tekanan darah lebih banyak yang

memiliki tekanan darah dalam batas normal, yaitu 64 pasien (66%),

frekuensi pernapasan > 20 kali/menit 68 pasien (70,1%), frekuensi nadi >

100 kali/menit 16 pasien (16,5%), dan demam > 37,80 19 pasien (19,6%).

Sedangkan pasien yang memiliki derajat PSI terbanyak adalah derajat I

sebanyak 43 pasien (44,3%) dan derajat II 23 pasien (23,7%).

3) Karakteristik penyakit penyerta terbanyak pada pasien pneumonia

komunitas adalah penyakit penyerta paru kronik 30 pasien (30,9%), DM

18 pasien (18,6%), dan Congestive Heart Failure (CHF) sebanyak 13

pasien (13,4%)

4) Angka mortalitas pasien dengan pneumonia komunitas di RSUD

Cengkareng tahun 2013-2014 adalah 16 pasien (16,5%) dengan penyebab

kematian terbanyak adalah gagal napas 9 pasien (9,3%).

Page 107: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

91

5.2. Saran

Dari penelitian ini, peneliti menyarankan:

1) Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik di penelitian

selanjutnya, maka sebaiknya dilakukan pengambilan sampel dengan rentan

waktu yang panjang dan dengan jumlah sampel yang lebih besar pada

lokasi yang berbeda dengan mengembangkan kriteria inklusi sampelnya

2) RSUD Cengkareng Jakarta sebaiknya lebih melengkapi data pasien

poliklinik, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang, baik pada pasien rawat inap maupun rawat jalan. Diharapkan,

dengan begitu, penelitian-penelitian selanjutnya yang akan dilakukan dapat

mencapai hasil berupa gambaran yang lebih optimal dengan jumlah sampel

yang lebih memadai.

5.3. Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini didapatkan beberapa faktor keterbatasan dalam proses

pengambilan data. Faktor-faktor keterbatasan tersebut adalah:

1) Pengambilan data sekunder berupa rekam medis dari RSUD Cengkareng,

hanya terbatas dari tahun Januari 2013-Desember 2014, sehingga

membatasi jumlah sampel yang akan diambil. Hal ini dikarenakan, rekam

medis pada tahun di bawah 2013 sedang dalam proses pengarsipan,

sehingga tidak dapat diambil.

2) Pengambilan data sekunder berupa rekam medis dari RSUD Cengkareng,

hanya terbatas pada 10 hari saja. Pihak rekam medis hanya memberikan

waktu 10 hari di mana 1 hari hanya diperbolehkan 10 rekam medis.

3) Pengambilan data sekunder berupa rekam medis dari RSUD Cengkareng,

memiliki mobilisasi yang tinggi, sehingga mengganggu pendataan.

Page 108: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

92

DAFTAR PUSTAKA

1. Trihono. Riset Kesehatan Dasar 2013. BPPK Kemenkes RI. 2013.

2. PDPI. Pneumonia komunitas: Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di

Indonesia. PDPI.2003.

3. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, dkk. Harrison’s Principles of Internal

Medicine. 18th ed. Mc Graw Hill Medical. 2012. P2130-2136.

4. Singh YD. Pathophysiology of community acquired pneumonia.

Supplement to JAPI.2012;60.

5. Steel HC, Cockeran R, Anderson R, dkk. Overview of community-acquired

pneumonia and the role of inflammatory mechanism in the

immunopathogenesis of severe pneumococcal disease.

Hindawi.2013.490346.

6. Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins Basic Pathology. 9th ed. Elsevier.

Philadelphia. 2013. P486-491.

7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

5th ed. Internal Publishing. Jakarta. 2009. P2196-2206.

8. Bramley AM, Finelli L, Reed C, dkk. Relationship between body mass

index and community-acquired pneumonia outcomes among adults enrolled

in the cdc etiology of pneumonia in the community (EPIC) study. Idsa.2012.

9. Herrington SC. Muir’s Textbook of Pathology. 15th ed. Taylor and Franscis

Group. 2014. P182-184.

10. McCance KL, Huether ES, Brashers VL, dkk. Pathophysiology The Biology

Basis for Disease in Adults and Children. 6th ed. Elsevier. Philadelphia.

2010. P1290-1293.

11. Mohan H. Textbook of Pathology. 6th ed. Jaypee Brothers Medical

Publishers. 2010. P468-475.

12. Porth CM. Essentials of Pathophysiology. 4th ed. Wolters Kluwer. 2015.

P513-565.

13. Schneider AS, Szanto PA. BRS Pathology. 5th ed. Wolters Kluwer. 2014.

P211-213.

14. Dockrell DH, Whyte MKB, Mitchell TJ. Pneumococcal pneumonia:

Mechanisms of infection and resolution. Chest.2012;142(2):482-491.

Page 109: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

93

15. Vernatter J, Pirofski LA. Current concepts in host-microbe interaction

leading to pneumococcal pneumonia. Curr Opin Infect Dis.2013;26(3):277-

283.

16. Farzan S. Cough and Sputum. Butterworth Publisher;NBK359.1990.

17. Hickam DH. Chest Pain or Discomfort. Butterworth

Publisher;NBK416.1990.

18. Anochie, Ifesinachi P. Review mechanism of fever in humans. International

Journal of Microbiology and Immunology Research.2013;2(5);37-43.

19. Despopoulos, Silbernagl. Color Atlas of Physiology. 9th ed. Elsevier.

Philadelphia. 2003.

20. Mandell LA, Wunderink RG, Anzueto A, dkk. Infectious diseases society

of america/american thoracic society consensus guidelines on the

management of community-acquired pneumonia in adults.

CID.2007;44:S27-72.

21. Watkins R, Lemonovich T. Diagnosis and management community-

acquired pneumonia in adults.2011;83(11):1299-1306.

22. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 Tahun 2005, tentang

Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, tentang

Bangunan Gedung.

23. Hungu. Demografi Kesehatan Indonesia. Jakarta: Penerbit Grasindo. 2007.

24. Badan pusat statistik. keadaan angkatan kerja indonesia agustus 2010. BPS-

statistic Indonesia. 2010; ISSN.0126-647X.

25. Undang - Undang Republik Indonesia. Perkawinan. Undang-undang No. 1

Tahun 1974.

26. Grummer-Strawn LM et al. Centers of assessing your weight: about BMI

for adult. American journal of clinical nutrition. 2002.

27. Zalacain R, Torres A, Celis R, dkk. Community-acquired pneumonia in the

elderly: Spanish Multicentre Study. Eur Respir J;21:294-302.2003.

28. Harmita dan Radji M. Kepekaan terhadap antibiotik. Buku ajar analisis

hayati edisi III. Jakarta: EGC.2008.

Page 110: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

94

29. Almirall J, Bolibar I, Serra-Prat M, dkk. New evidence of risk factors for

community-acquired pneumonia: a population-based study. Eur Respir

J;31:1274-1284.2008

30. Almirall J, Bolibar I, Vidal J, dkk. Epidemiology of community-acquired

pneumonia in adults: A population-based study. Eur Respir J;15:757-

763.2000.

31. Malik AS, Khan MI. Profiles of community acquired pneumonia cases

admitted to a tertiary care hospital. Park J Med Sci;28(1):75-78.2012.

32. Nolt BR, Gonzales R, Maselli J, dkk. Vital-sign abnormalities as predictors

of pneumonia in adults with acute cough illness.2007;25:631-636.

33. Viegi G, Pisteli R, Cazzola M, dkk. Epidemiological survey on incidence

and treatment of community-acquired pneumonia in Italy. Respiratory

Medicine.2006;100:46-55.

34. Onyedum CC, Chukwuka JC. Admission profile and management of

community acquired pneumonia in nigeria-5 year experience in a tertiary

hospital. Respiratory Medicine Elsevier;105:298-302.2011.

35. Torres A, Peetermans WE, Viegi G, dkk. Risk factors for community-

acquired pneumonia in adults in Europe: a literature review.2013;68:1057-

1065.

36. Abdullah B, Zoheb M, Ashraf SM, dkk. A study of community-acquired

pneumonias in elderly individuals in bijapur india. ISRN Pulmonolgy.2012.

37. Metersky ML, Fine MJ, Mortensen EM. The effect of marital status on the

presentation and outcomes of elderly male veterans hospitalized for

pneumonia. Chest;142(4):982-987.2012.

38. Schnoor M, Klante T, Beckmann M, dkk. Risk factors for community-

acquired pneumonia in German adults: the impact of children in the

household. Epidemiol Infect.2007;135:1389-1397.

39. Teepe J, Grigoryan L, Verheij TJ. Determinants of community-acquired

pneumonia in children and young adults in primary care. Eur Respir

J;35:1113-1117.2010.

40. Izquierdo C, Oviedo M, Ruiz L, dkk. Influence of socioeconomic status on

community-acquired pneumonia outcomes in elderly patients requiring

Page 111: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

95

hospitalization: a multicenter observational study. BMC Public

Health;10:421.2010.

41. Loeb MB. Use of broader determinants of health model for community-

acquired pneumonia in seniors. Clin Infect Dis;38(9):1293-1297.2004.

42. Farr BM, Woodhead MA, Macfarlane JT, dkk. Risk factors for community-

acquired pneumonia diagnosed by general practitioners in the community.

Respir Med;94:422-427.2000.

43. Farr BM, Bartlett CL, Wadsworth J, dkk. Risk factors for community-

acquired pneumonia diagnosed upon hospital admission. British Thoracic

Society Pneumonia Study Group. Respir Med;94:954-963.2000.

44. Vrbova L, Mamdani M, Moineddin R, dkk. Does socioeconomic status

affect mortality subsequent to hospital admission for community-acquired

pneumonia among older persons?. Journal of Negative Results in

Biomedicine;4:2005.

45. Ghazipura M. Shorter versus longer duration of antibiotic therapy in patients

with community-acquired pneumonia: a rapid review. Health Ontario

Quality.2013;pp:1-20.

46. Dimopoulos G, Matthaiou DK, Karageorgopoulos DE, dkk. Short versus

long course antibacterial therapy for community-acquired pneumonia: a

meta-analysis. Drugs.2008;68(13):1841-1854.

47. Phung DT, Wang Z, Huang C, dkk. Body mass index and risk of pneumonia:

a system review and meta-analysis. Obes Rev;14(10):839-857.2013.

48. Lee J, Kim K, Jo YH, dkk. Severe thinness is associated with mortality in

patients with community-acquired pneumonia: a prospective observational

study. Am J Emerg Med.2015;33(2):209-213.

49. Baik I, Curhan GC, Rimm EB, dkk. A prospective study of age and lifestyle

factors in relation to community-acquired pneumonia in US men and

women. Arch Intern Med;160:3082-3088.2000.

50. El-Solh A, Sikka P, Ramadan F, dkk. Etiology of severe pneumonia in the

very elderly. Am J Respir Crit Care Med.2001;163(3):645-651.

Page 112: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

96

51. Gennis P, Gallagher J, Falvo C, dkk. Clinical criteria for the detection of

pneumonia in adults: Guidelines for ordering chest roentgenograms in the

emergency department. J Emerg Med.1989;7(3):263-268.

52. Metlay JP, Schultz R, Li YH, dkk. Influence of age on symptoms at

presentation in patients with community-acquired pneumonia. Arch Intern

Med.1997;157(13);1453-1459.

53. JNC 7 Express. The Seventh Report of the Joint National Committee on

Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure.

NIH Publication No. 03-5233. December 2003.

54. Albaum MN, Hill LC, Murphy M, dkk. Interobserver reliability of the chest

radiograph in community-acquired pneumonia. CHEST.1996;110:343-350.

55. Mortensen EM, Coley CM, Singer DE, dkk. Causes of death for patients

with community-acquired pneumonia. Arch Intern Med.2012;162(9):1059-

1064.

Page 113: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

97

LAMPIRAN

Lampiran 1

Surat Izin Penelitian

Page 114: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

98

Lampiran 2

Lembar Data Penelitian Profil Pasien Pneumonia Komunitas yang Dirawat

Inap di RSUD Cengkareng Tahun 2013-2014

Data Demografi

Nama: No. Sampel:

Alamat: No. Rekam Medik:

Umur: Tanggal Masuk RS:

Jenis Kelamin: Tanggal Keluar RS:

BB: Jalur Masuk RS:

TB: Tanggal Meninggal:

Tingkat

Pendidikan

1.Tidak Sekolah

2.Tidak Tamat SD

3.Tamat SD

4.Tamat SMP

5.Tamat SMA

6.Perguruan

Tinggi

Status Pernikahan 1.Belum Menikah

2.Menikah

3.Pernah Menikah

Riwayat

Pekerjaan

1.Tidak Bekerja

2.PNS

3.Karyawan

Swasta

4.Petani

5.Wiraswasta

6.Pelajar

7.IRT

8.Buruh

Tanda Vital

Tekanan Darah: Kesadaran 1.Compos Mentis

2.Apatis

3.Somnolen

4.Sopor

5.Koma

Suhu:

Frekuensi Pernapasan:

Frekuensi Nadi:

Gejala Klinis

Batuk Ya Dahak Ya

Page 115: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

99

Tidak Tidak

Sesak napas Ya Demam Ya

Tidak Tidak

Suara Napas

Ronkhi

Ya Nyeri Dada Ya

Tidak Tidak

Mual Ya Muntah Ya

Tidak Tidak

Lemas Ya Nyeri Perut Ya

Tidak Tidak

Sulit Tidur Ya Berat Badan

Turun

Ya

Tidak Tidak

Riwayat Pasien

Merokok Ya

Tidak

Alkohol Ya

Tidak

TB Ya

Tidak

Asma Ya

Tidak

DM Ya

Tidak

Penyakit Ginjal Ya

Tidak

CHF Ya

Tidak

Penyakit Hati Ya

Tidak

SLE Ya

Tidak

HIV Ya

Tidak

Neoplasma Ya

Tidak

Pemeriksaan Laboratorium

Eritrosit: pH:

Hemoglobin: pO2:

Hematokrit: pCO2:

Leukosit: HCO3:

Trombosit: Saturasi O2:

Ureum: Natrium:

Page 116: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

100

Kreatinin: Gula Darah:

Pemeriksaan Radiologi

Infiltrat Ya

Tidak

Lokasi Basal

Mediobasal

Orientasi Kanan

Kiri

Kanan dan Kiri

Lapang Atas

Perihilar

Laterobasal

Efusi Pleura Ya

Tidak

Basal dan

Perihilar

Lapang Atas dan

Mediobasal

Pemeriksaan Sputum

Batang Gram (-) Positif

Negatif

Epitel Positif

Negatif

Coccus Gram (+) Positif

Negatif

Jamur Positif

Negatif

Pengobatan Antibiotik:

Penyebab Kematian:

Keterangan Tambahan:

Page 117: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

101

Lampiran 3Daftar Riwayat Hidup

Nama : Ahmad Nabil Atiyyul JalilTempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 27 Desember 1994Alamat : Gang H. Nawi Jalan Kartika no. 101C Rt. 03/Rw.

04 Kel. Meruya Selatan Kec. Kembangan MeruyaIlir Jakarta Barat 11620

E-mail : [email protected]. Hp : 089502624516Riwayat Pendidikan :

1. Tahun 2000 – 2006 : SDN Kebon Jeruk 01 Pagi2. Tahun 2006 – 2009 : SMPN 75 Kebon Jeruk SSN Jakarta Barat3. Tahun 2009 – 2012 : MA An-Najah Pondok Pesantren

Hidayatunnajah Bekasi4. Tahun 2012 –sekarang : Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN SyarifHidayatullah Jakarta

Page 118: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

102

Lampiran 4Lembar Data Statistik Penelitian

Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Masa Remaja Akhir 11 11.3 11.3 11.3

Masa Dewasa 31 32.0 32.0 43.3

Masa Pertengahan 55 56.7 56.7 100.0

Total 97 100.0 100.0

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Laki-laki 47 48.5 48.5 48.5

Perempuan 50 51.5 51.5 100.0

Total 97 100.0 100.0

Status Pernikahan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Belum Menikah 14 14.4 14.6 14.6

Menikah 74 76.3 77.1 91.7

Pernah Menikah 8 8.2 8.3 100.0

Total 96 99.0 100.0

Missing System 1 1.0

Total 97 100.0

Tingkat Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tamat SD 18 18.6 22.8 22.8

Tamat SMP 9 9.3 11.4 34.2

Tamat SMA 41 42.3 51.9 86.1

Perguruan Tinggi 11 11.3 13.9 100.0

Total 79 81.4 100.0

Missing System 18 18.6

Total 97 100.0

Page 119: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

103

Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Bekerja 2 2.1 2.2 2.2

IRT 31 32.0 33.3 35.5

Karyawan Swasta 33 34.0 35.5 71.0

Pegawai Negeri Sipil 5 5.2 5.4 76.3

Wiraswasta 8 8.2 8.6 84.9

Buruh 8 8.2 8.6 93.5

Petani 1 1.0 1.1 94.6

Pelajar 5 5.2 5.4 100.0

Total 93 95.9 100.0

Missing System 4 4.1

Total 97 100.0

Indeks Massa Tubuh

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Underweight 18 18.6 21.7 21.7

Normal 53 54.6 63.9 85.5

Pre-Obesitas 10 10.3 12.0 97.6

Obesitas Grade I 1 1.0 1.2 98.8

Obesitas Grade II 1 1.0 1.2 100.0

Total 83 85.6 100.0

Missing System 14 14.4

Total 97 100.0

Batuk

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak 22 22.7 22.7 22.7

Ya 75 77.3 77.3 100.0

Total 97 100.0 100.0

Page 120: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

104

Dahak

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak 45 46.4 46.4 46.4

Ya 52 53.6 53.6 100.0

Total 97 100.0 100.0

Warna

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Ada 46 47.4 47.4 47.4

Putih 34 35.1 35.1 82.5

Hijau 4 4.1 4.1 86.6

Kuning 7 7.2 7.2 93.8

Kemerahan 6 6.2 6.2 100.0

Total 97 100.0 100.0

Demam

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak 43 44.3 44.3 44.3

Ya 54 55.7 55.7 100.0

Total 97 100.0 100.0

Sesak Napas

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak 21 21.6 21.6 21.6

Ya 76 78.4 78.4 100.0

Total 97 100.0 100.0

Otot Bantu Pernapasan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak 72 74.2 74.2 74.2

Ya 25 25.8 25.8 100.0

Total 97 100.0 100.0

Page 121: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

105

Irama

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Teratur 79 81.4 81.4 81.4

Tidak Teratur 18 18.6 18.6 100.0

Total 97 100.0 100.0

Kedalaman

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Normal 66 68.0 68.0 68.0

Dalam 20 20.6 20.6 88.7

Dangkal 11 11.3 11.3 100.0

Total 97 100.0 100.0

Nyeri Dada

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak 76 78.4 78.4 78.4

Ya 21 21.6 21.6 100.0

Total 97 100.0 100.0

Gangguan Suara Napas Ronkhi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak 51 52.6 52.6 52.6

Ya 46 47.4 47.4 100.0

Total 97 100.0 100.0

Mual

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak 25 25.8 25.8 25.8

Ya 72 74.2 74.2 100.0

Total 97 100.0 100.0

Page 122: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

106

Muntah

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak 54 55.7 55.7 55.7

Ya 43 44.3 44.3 100.0

Total 97 100.0 100.0

Lemas

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak 55 56.7 56.7 56.7

Ya 42 43.3 43.3 100.0

Total 97 100.0 100.0

Nyeri Perut

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak 70 72.2 72.2 72.2

Ya 27 27.8 27.8 100.0

Total 97 100.0 100.0

Sulit Tidur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak 88 90.7 90.7 90.7

Ya 9 9.3 9.3 100.0

Total 97 100.0 100.0

BB Turun

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak 69 71.1 71.1 71.1

Ya 28 28.9 28.9 100.0

Total 97 100.0 100.0

Page 123: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

107

Infiltrat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak 32 33.0 33.0 33.0

Ya 65 67.0 67.0 100.0

Total 97 100.0 100.0

Pneumonia Severity Index

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid I 43 44.3 44.3 44.3

II 23 23.7 23.7 68.0

III 11 11.3 11.3 79.4

IV 18 18.6 18.6 97.9

V 2 2.1 2.1 100.0

Total 97 100.0 100.0

Meninggal

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak 81 83.5 83.5 83.5

Ya 16 16.5 16.5 100.0

Total 97 100.0 100.0

Gagal Napas

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak 84 86.6 86.6 86.6

Ya 13 13.4 13.4 100.0

Total 97 100.0 100.0

Sepsis

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak 90 92.8 92.8 92.8

Ya 7 7.2 7.2 100.0

Total 97 100.0 100.0

Page 124: PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI RUMAH SAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37572/1/AHMAD... · Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

108

Asma

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak 87 89.7 89.7 89.7

Ya 10 10.3 10.3 100.0

Total 97 100.0 100.0

Tuberkulosis Paru

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak 77 79.4 79.4 79.4

Ya 20 20.6 20.6 100.0

Total 97 100.0 100.0

Diabetes Mellitus

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak 79 81.4 81.4 81.4

Ya 18 18.6 18.6 100.0

Total 97 100.0 100.0

Chronic Heart Failure

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak 84 86.6 86.6 86.6

Ya 13 13.4 13.4 100.0

Total 97 100.0 100.0

Ceftizoxime

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak 58 59.8 59.8 59.8

Ya 39 40.2 40.2 100.0

Total 97 100.0 100.0