PROFESI Sejumlah persoalan dihadapi anggota Inkindo ... · Inkindo melayangkan surat permo-honan...

20
PROFESI 42 Warta BPK SEPTEMBER 2011 S EJUMLAH pengurus Inkindo menggelar audiensi dengan BPK pada 20 September lalu membahas berbagai persoa- lan yang dihadapi anggota asosiasi terkait audit pekerjaan jasa konsultasi yang dilakukan BPK. Delegasi DPP Inkindo DKI Jakarta berjumlah 15 orang dipimpin oleh Ketua DPP Inkindo DKI Jakarta Erie Heryadi. Pengurus lainnya juga ikut serta seperti Ketua DPP Inkindo DKI Jakarta, Bambang H. Wikanta, Wakil Ketua Bidang Kepranataan Reza Abi- din. Adapun, dari BPK yang hadir Ke- pala Direktorat Konsultasi Hukum dan Kepaniteraan kerugian Negara Eledon Simanjuntak, Kepala Auditorat IV Edward GH Simanjuntak, Kepala Seksi Penelitian dan Pengembangan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu Iman Santoso, dan Kepala Biro Sekre- tariat Pimpinan Gunarwanto. Audiensi digelar setelah pihak Inkindo melayangkan surat permo- honan kepada dengan BPK. Dalam su- rat permohonan itu disebutkan bahwa audiensi ini dilakukan karena selama ini pengurus DPP Inkindo banyak me- nerima laporan anggotanya terkait permasalahan pemeriksaan untuk pekerjaan jasa konsultasi. Seperti bill- Inkindo Menyamakan Persepsi Audit Jasa Konsultasi Sejumlah persoalan dihadapi anggota Ikatan Nasional Konsultasi Indonesia (Inkindo) dalam pemeriksaan terkait kontrak jasa konsultasi. Inkindo meminta ada standar dalam pemeriksaan jasa konsultasi. ing rate, jenis kontrak lumpsum dan masalah backup invoice. Selain itu, pengurus Inkindo juga memandang masih terdapat perbe- daan persepsi antara penyedia jasa dengan pihak pemeriksa. Akibatnya, seringkali menimbulkan permasala- han hukum bagi penyedia jasa karena dianggap menimbulkan kerugian negara. Oleh karena itu, dalam audiensi yang dipandu oleh Gunarwanto itu membahas berbagai persoalan terkait jasa konsultasi. Inkindo mengusulkan delapan topik bahasan dalam audiensi itu di antaranya mengenai pengertian atau filosofi tentang kontrak lump- sum dan harga satuan. Dalam pertemuan itu BPK dan Inkindo DKI Jakarta juga mendiskusi- kan mengenai SOP pemeriksaan agar tercapai kesamaan persepsi. Bahkan, Inkindo juga meminta penjelasan ten- tang lingkup tugas dan kewenangan antara KPK, Kejaksaan, Kepolisian, BPK, BPKP, Inspektorat, dan Bawasda. Selain itu, dalam pertemuan itu In- kindo DKI Jakarta juga mengusulkan agar BPK membuka layanan masyara- kat untuk berkonsultasi mengenai hal- hal yang terkait dengan audit BPK. Inkindo DKI Jakarta juga menyam- paikan buku Permen PU Nomor 07/ PRT/M/2011 Tentang Standar Dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Kon- struksi dan Jasa Konsultansi yang khu- sus untuk Jasa Konsultansi dan Buku Billing Rate Inkindo 2010. Menurut Erie Heryadi, audiensi dengan BPK ini dilakukan untuk Tampak Kepala Biro Sekretariat Pimpinan Gunarwanto tengah membahas berbagai persoalan terkait jasa konsultasi dengan pengurus Inkindo. warta bpk/rianto prawoto

Transcript of PROFESI Sejumlah persoalan dihadapi anggota Inkindo ... · Inkindo melayangkan surat permo-honan...

PROFESI

42 Warta BPKSEPTEMBER 2011

Sejumlah pengurus Inkindo menggelar audiensi dengan BPK pada 20 September lalu membahas berbagai persoa-

lan yang dihadapi anggota asosiasi terkait audit pekerjaan jasa konsultasi yang dilakukan BPK.

Delegasi DPP Inkindo DKI jakarta berjumlah 15 orang dipimpin oleh Ketua DPP Inkindo DKI jakarta erie heryadi. Pengurus lainnya juga ikut serta seperti Ketua DPP Inkindo DKI jakarta, Bambang h. Wikanta, Wakil Ketua Bidang Kepranataan Reza abi-din.

adapun, dari BPK yang hadir Ke-pala Direktorat Konsultasi hukum dan Kepaniteraan kerugian Negara eledon Simanjuntak, Kepala auditorat IV edward Gh Simanjuntak, Kepala Seksi Penelitian dan Pengembangan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu Iman Santoso, dan Kepala Biro Sekre-tariat Pimpinan Gunarwanto.

audiensi digelar setelah pihak Inkindo melayangkan surat permo-honan kepada dengan BPK. Dalam su-rat permohonan itu disebutkan bahwa audiensi ini dilakukan karena selama ini pengurus DPP Inkindo ba nyak me-nerima laporan anggotanya terkait permasalahan pemeriksaan untuk pekerjaan jasa konsultasi. Seper ti bill-

InkindoMenyamakan Persepsi Audit Jasa Konsultasi

Sejumlah persoalan dihadapi anggota

Ikatan Nasional Konsultasi Indonesia

(Inkindo) dalam pemeriksaan terkait

kontrak jasa konsultasi. Inkindo meminta

ada standar dalam pemeriksaan jasa

konsultasi.

ing rate, jenis kontrak lumpsum dan masalah backup invoice.

Selain itu, pengurus Inkindo juga memandang masih terdapat perbe-daan persepsi antara penyedia jasa dengan pihak pemeriksa. akibatnya, seringkali menimbulkan permasala-han hukum bagi penyedia jasa karena dianggap menimbulkan kerugian negara.

Oleh karena itu, dalam audiensi yang dipandu oleh Gunarwanto itu membahas berbagai persoalan terkait jasa konsultasi. Inkindo mengusulkan delapan topik bahasan dalam audiensi itu di antaranya mengenai pengertian atau filosofi tentang kontrak lump-sum dan harga satuan.

Dalam pertemuan itu BPK dan Inkindo DKI jakarta juga mendiskusi-

kan mengenai SOP pemeriksaan agar tercapai kesamaan persepsi. Bahkan, Inkindo juga meminta penjelasan ten-tang lingkup tugas dan kewenangan antara KPK, Kejaksaan, Kepolisian, BPK, BPKP, Inspektorat, dan Bawasda.

Selain itu, dalam pertemuan itu In-kindo DKI jakarta juga mengusulkan agar BPK membuka layanan masyara-kat untuk berkonsultasi mengenai hal-hal yang terkait dengan audit BPK.

Inkindo DKI jakarta juga menyam-paikan buku Permen Pu Nomor 07/PRT/m/2011 Tentang Standar Dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Kon-struksi dan jasa Konsultansi yang khu-sus untuk jasa Konsultansi dan Buku Billing Rate Inkindo 2010.

menurut erie heryadi, audiensi dengan BPK ini dilakukan untuk

Tampak Kepala Biro Sekretariat Pimpinan Gunarwanto tengah membahas berbagai persoalan terkait jasa konsultasi dengan pengurus Inkindo.

warta bpk/rianto prawoto

42 - 43 profesi.indd 42 12/15/2011 5:59:10 PM

PROFESI

43Warta BPK SEPTEMBER 2011

melakukan diskusi mengenai berbagai persoalan yang sering terjadi pada anggota Inkindo. Salah satunya yakni terkaitnya pemeriksaaan yang dilaku-kan BPK di lapangan dalam kontrak konsultasi. Dengan begitu hasil audi-ensi ini akan disosialisasikan kepada anggota Inkindo dalam kontrak jasa konsultan.

Dia mengungkapkan bahwa Ke-menterian Pekerjaan umum telah mengeluarkan Permen Pu No. 07 ta-hun 2011 tentang Standard Pedoman Pengadaaan Pekerjaan Kontruksi dan jasa Konsultasi. Di sana disebutkan mengenai pengertian jenis kontrak. Seperti kontrak lumpsum, harga satu-an, gabungan lumpsum dan harga satuan. Terkait ketentuan tersebut, In-kindo berharap perlu disamakan per-sepsinya dengan pemeriksa, khusus-nya mengenai kontrak lumpsum dan harga satuan. Selain itu yang perlu disamakan presepsinya juga menge-nai backup invoice.

Persoalan lain yakni terkait Per-aturan Pemerintah (PP) No. 21 tahun 2004. Dalam peraturan itu disebutkan bahwa menteri Keuangan berwenang untuk membuat harga satuan baik satuan khusus maupun umum. Na-mun, kenyataanya hingga kini menteri Keuangan belum mengeluarkan me-ngenai standar harga satuan khusus untuk jasa konsultasi. “Sampai saat ini belum ada standar harga satuan khu-sus jasa konsultasi, padahal dalam PP sudah disebutkan,” kata erie.

untuk itulah, lanjutnya, Inkindo mencoba mengambl inisiatif untuk membuat standar harga satuan khu-sus untuk jasa konsultasi. hal ini di-lakukan agar dalam pemeriksaan sama persepsinya. Sebab, tanpa adanya standar Inkindo berada dalam ketidak-pastian. Dengan adanya standar inilah dapat dijadikan pedoman bagi peme-rintah. untuk itulah Inkindo berharap standar-standar yang dibuatnya bisa diakomodir.

Selain itu, lanjut erie, Inkindo juga mengharapkan adanya SOP pemerik-saan yang baku untuk jenis usaha jasa konsultasi. Pasalnya, selama ini dalam

pemeriksaan seringkali terjadi beda persepsi pemeriksa. Dia mengharap-kan BPK dan Inkindo mendiskusikan SOP pemeriksaan agar tercapai kesa-maan persepsi.

Inkindo juga mempertanyakan se-bagai penyedia jasa konsultasi bisakah memberikan klarifikasi mengenai hasil temuan.

Standar PemeriksaanKepala Direktorat Konsultasi hu-

kum dan Kepaniteraan Kerugian Ne-gara eledon Simanjuntak mengung-

kapkan bahwa dalam melakukan audit itu dasarnya dokumen.

Dokumen adalah salah satu yang bisa menggambarkan apa yang su-dah terjadi. “Dari dokumen inilah kita mencoba membuat gambar tentang bagaimana fakta yang terjadi di lapa-ngan,” tegas eledon.

Selain itu, tambahnya, dalam melakukan pemeriksaan ada standar pemeriksaan. Semua auditor pemer-iksaan keuangan negara akan mengi-kuti standar pemeriksaan keuangan negara. Pada prinsipnya dalam setiap pemeriksaan mencoba untuk seim-bang mungkin. Ini dilakukan agar dalam mengambil kesimpulan dalam

pemeriksaan tidak salah. eledon menambahkan lebih pen-

ting lagi pada waktu melakukan peme-riksaan auditor juga meminta tangga-pan dari auditee yang diperiksa. Bah-kan, dalam pemeriksaan di lapa ngan juga melibatkan auditee dan kontrak-tor yang terkait proses mengujian di la pangan.

Kesimpulan yang diambil juga akan disepakati bersama oleh para pihak yang melakukan pemeriksaan bersama-sama. Selanjutnya akan mem-buat konsep hasil pemeriksaan. Kon-

sep hasil pemeriksaan disampaikan lagi kepada auditee yang diperiksa untuk mendapatkan tanggapan dari mereka.

adapun, terkait kontrak antara pemerintah dengan jasa konsultasi, menurut eledon, BPK dalam melaku-kan pemeriksaan bukan berarti in-tervensi dalam kontrak tersebut. arti-nya, dalam kontrak lumpsum yang ditandatangani jasa konsultasi dengan pemerintah BPK akan menilai apa-bila terjadi penyimpangan. Sepanjang bentuk kontrak sesuai dengan rambu-rambu yang ada tak ada masalah. “BPK hanya menilai bisnis proses dan pelaksanaan kontraknya,” kata eledon.

bw

warta bpk/rianto prawoto

Pengurus Inkindo tengah melakukan audensi dengan BPK

42 - 43 profesi.indd 43 12/15/2011 5:59:13 PM

AtAs amanat UUD 1945 dan seperangkat perundangan di bawahnya, BPK menjadi lembaga negara yang

mandiri dan bertugas memeriksa pengelolaan keuangan negara. saat ini, berlandaskan UU No. 15 tahun 2006, BPK menyerahkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya.

BPK mulai menyerahkan hasil pemeriksaannya pada 1950-an, di mana UUD 1945 tidak berlaku lagi dan diganti oleh Undang-Undang Dasar sementara tahun 1950 (UUDs). Pada saat itu, BPK berubah nama menjadi Dewan Pengawas Keuangan (DPK).

Pada Pasal 112 ayat 2 UUDs 1950, dinyatakan bahwa DPK berkewajiban untuk menyampaikan hasil pemeriksaannya kepada DPR. Aturan ini dijalankan Dewan Pengawas Keuangan pada tahun itu juga.

DPK membuat himpunan hasil pemeriksaan tahunannya yang disebut dengan Pemberitaan Dewan Pengawas Keuangan 1950. Isinya memuat transisi keadaan dan hasil pemeriksaan dari masa Algemene Rekenkamer sampai masa DPK.

Algemene Rekenkamer merupakan institusi pengawas keuangan pada masa kolonial Belanda. Namun, soepomo, tokoh kemerdekaan, menyiratkan bahwa Algemene Rekenkamer juga merupakan sebutan dari Badan Pemeriksa Keuangan pada

Berdasarkan amanat UUD, BPK melakukan

pemeriksaan pengelolaan keuangan negara. Hasil

pemeriksaannya dibukukan dan disampaikan kepada

DPR. Namun, sejak pendiriannya sampai saat

ini, tahapan itu sebenarnya berubah-ubah atau dinamis.

Dinamika Laporan Hasil Pemeriksaan BPK

Situasi tempat upacara, sebelum penyerahan Buku Haptah BEPEKA di ruang Pustaka Loka, Gedung MPR/DPR di Jalan Gatot Subroto, Jakarta.

masa awal kemerdekaan. Awal kali penyusunan Pemberitaan

DPK, hasil pembukuannya berbentuk stensilan dengan ukuran folio. Namun, sejak 1956, Pemberitaan DPK dicetak dengan format yang lebih kecil. Ukuran buku biasa.

Materi yang disajikan tidak terlalu mengalami perubahan drastis. tetap memuat keadaan umum DPK. Mulai dari susunan Dewan, sekretaris, keadaan pegawai dan lain-lain. selain itu, memuat hasil pemeriksaan atas pengurusan dan pertanggungjawaban keuangan negara dan penuntutan terhadap bendaharawan dan tuntutan ganti rugi.

Pemberitahuan Dewan Pengawas Keuangan ditutup pada tanggal 31 Maret tahun berikutnya. Dengan kata lain dibuat setahun sekali. Dibumbuhi tanggal mengenai keputusan sidang dewan, dan ditandatangani oleh Ketua DPK. sekretaris DPK ikut serta menandatangani dengan memberi

catatan bahwa pemberitaan hasil pemeriksaan tahunan tersebut sesuai dengan keputusan dewan.

Dalam pemberitaan tahunannya, DPK tetap memantau penyelesaian hal-hal yang telah dikemukakan pada pemberitaan tahun-tahun sebelumnya. Dari pemantauan itu dapat diketahui tingkat kesungguhan pemerintah dalam menyelesaikan hal-hal yang dikemukakan dalam pemberitaan DPK.

Apa yang dilakukan DPK diketahui dari Pemberitaan Dewan Pengawas Keuangan 1953 Bab I Bagian Umum. Dalam bab itu terurai bahwa Ketua DPK pada Mei 1953 menyampaikan hasil pemeriksaan keuangan dalam rapat Dewan Menteri. Dalam momen itu, Ketua DPK yang pada waktu itu masih dijabat R. soerasno menyatakan bahwa hasil pemeriksaan ternyata kurang mendapat perhatian kementerian-kementerian. Dia menyesalkan karena hasil pemeriksaan itu tidak dipergunakan untuk memperbaiki tata

44 Warta BPKSEPTEMBER 2011

TEMPO dOElOE

44 - 46 tempo doeloe.indd 44 12/15/2011 6:01:42 PM

Pada masa Orde Baru, agar pemerintah selaku pelaksana dan penanggung jawab keuangan negara mendapatkan kejelasan dan lebih memahami permasalahan dan cara penyelesaian permasalahan, maka penyelesaian hasil pemeriksaan BPK dilakukan melalui tiga tahapan kegiatan.

Pertama, pada setiap pemeriksaan operasional (pemeriksaan setempat) diadakan pembicaraan dengan pihak yang diperiksa. Dituangkan dalam bentuk berita pemeriksaan atau disebut lembaran temuan pemeriksaan.

Kedua, Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan kepada Menteri atau pimpinan lembaga diadakan pemutakhiran data antara Anggota BPK dengan Irjen Departemen yang mewakili Menteri yang bersangkutan atau pejabat lain yang ditunjuk (sekjen, Dirjen atau pejabat yang sederajat).

Ketiga, Diadakan pembicaraan antara Wakil Ketua BPK (diwakili sekjen dan Irutama Renops) dan Pemerintah (diwakili Menteri sekretaris Negara dan Menteri Keuangan) mengenai hasil pemeriksaan tahunan BPK secara menyeluruh.

Kegiatan ini bertujuan untuk melengkapi atau memperoleh kejelasan terkait permasalahan yang ada, yang akan dimuat di Haptah BPK, sehingga fakta yang disajikan BPK dapat dipertanggungjawabkan.

Kegiatan pemutakhiran data ini dimulai sejak 1976. Diadakan sebelum penyusunan konsep Haptah BPK. setelah melalui proses ini barulah dihimpun dan disusun Haptah BPK yang kemudian diserahkan kepada DPR. and

usaha keuangan negara. Atas keluhan itu, pada 16 Mei 1953,

Dewan Menteri menindaklanjutinya dengan mengambil dua keputusan penting. Pertama, Menteri Keuangan diminta untuk menginstruksikan kepada kepala-kepala keuangan pada kementerian-kementerian, melalui konferensi agar memahami tentang kedudukan DPK. Kedua, Para menteri diminta lebih memperhatikan surat-surat DPK dan tidak melihatnya sebagai soal teknis administrasi saja.

setelah DPK diubah kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sejalan dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, hasil pemeriksaan BPK dibuat setiap tahun dan disampaikan kepada DPR melalui Presiden.

Dalam Perppu No. 6 tahun 1964 Pasal 9 ayat 1 dinyatakan bahwa BPK menyampaikan laporan tiap tahun kepada DPR melalui Presiden. Laporan memuat hasil pemeriksaan atas perhitungan anggaran disertai daftar-daftar perhitungannya.

setelah berlakunya UU No. 17/1965 yang merupakan pembaharuan konstitusional dari Perppu No. 6/1964, tentang BPK, BPK diwajibkan untuk menyusun laporan hasil pemeriksaan tentang perhitungan anggaran, laporan

tahunan tentang hasil pekerjaannya, laporan tentang keputusan-keputusan penting hasil pemeriksaan, pengawasan dan penelitian.

Pada masa seusai Dekrit Presiden ini, atau dikenal sebagai masa Demokrasi terpimpin, kedudukan, tugas, dan wewenang BPK berada di pusaran kekuasaan Presiden soekarno. Dalam hal penyampaian laporan hasil pemeriksaan harus disampaikan kepada Presiden. Lalu, Presiden menyampaikannya kepada DPR.

setelah pasca peristiwa G-30s PKI, kekuasaan Presiden soekarno pudar, sampai akhirnya diturunkan dari kedudukannya sebagai Presiden. Pada saat itu, keluarlah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat sementara (MPRs) No.X/MPRs/1966. Berdasarkan ketetapan MPRs tersebut, kedudukan BPK dikembalikan seperti amanat UUD 1945.

Dalam hal penyampaian hasil pemeriksaan BPK menyampaikannya langsung ke DPR. Pada 1967 dan tahun-tahun selanjutnya, BPK juga memeriksa perhitungan anggaran negara (1967, 1968, triwulan 1969, 1969/1970, dan 1970/1971). Hasil pemeriksaannya atau biasa disebut dengan Nota Hasil Pemeriksaan Perhitungan Anggaran

Pemutakhiran Data Hasil Pemeriksaan

45Warta BPK SEPTEMBER 2011

TEMPO dOElOE

44 - 46 tempo doeloe.indd 45 12/15/2011 6:01:45 PM

Negara (NHP-PAN) disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Gotong-Royong (DPR GR).

setelah pemerintahan Orde Baru memantapkan pemerintahannya, pascapemilu yang pertama kali (1971), keluarlah UU No. 5 tahun 1973, tentang BPK. Pada pasal 2 ayat 4, BPK wajib memberitahukan hasil pemeriksaannya kepada DPR. selain itu, BPK juga menyampaikannya kepada pemerintah.

Hasil pemeriksaan itu dihimpun dan disusun selama 1 tahun dan dibukukan yang kemudian dikenal dengan Buku Hasil Pemeriksaan tahunan Badan Pemeriksa Keuangan (Haptah BPK). Haptah BPK ini meliputi dua komponen Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan Rekomendasi kepada pemerintah.

selain itu, BPK juga masih memeriksa Perhitungan Anggaran Negara. Nota Hasil Pemeriksaan atas Perhitungan Anggaran Negara, yang memuat pemeriksaan dan koreksi dari BPK ini, lalu dikembalikan kepada pemerintah. Kemudian, pemerintah menyampaikannya kepada DPR.

Mulai April 1974, Ketua BPK Umar Wirahadikusumah melakukan tradisi baru. Pada saat penyerahan Haptah BPK 1972/1973 kepada Ketua DPR Idham Chalid dilakukan dalam suatu acara resmi yang dihadiri oleh pejabat kedua lembaga negara. Upacara penyerahannya dilakukan di Gedung MPR/DPR. tradisi itu sampai sekarang tetap berlangsung. and

Sidang Badan, membicarakan dan menyetujui Konsep Haptah (Hasil Pemeriksaan Tahunan).

Rapat Pemutakhiran Data dengan Departemen Dalam Negeri. Hadir dalam rapat tersebut, Inspektur Jenderal Departemen Dalam Negeri, Sekretaris Jenderal Departemen Dalam Negeri bersama stafnya, dan para Inspektur Wilayah Provinsi dari seluruh Dati I se-Indonesia. Rapat pemutakhiran data dipimpin oleh Drs. Azhar Kasim, Anggota BEPEKA.

Percetakan Konsep Haptah Tahun Anggaran 1976/1977 di Percetakan Negara RI, Jl. Percetakan Negara, Jakarta Pusat. Pada saat ini, seting huruf-huruf cetakannya masih menggunakan timah.

46 Warta BPKSEPTEMBER 2011

TEMPO dOElOE

44 - 46 tempo doeloe.indd 46 12/15/2011 6:01:50 PM

47Warta BPK SEPTEMBER 2011

IHPS merupakan singkatan dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester. IHPS merupakan salah satu produk BPK yang disampaikan kepada lembaga perwakilan dan disampaikan pula kepada pemerintah dua kali dalam setiap tahun. Hal ini dilakukan untuk memenuhi Pasal 18 Undang-Undang  (UU) Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

Di dalam satu semester, BPK melakukan pemeriksaan terhadap sekitar 600-an objek pemeriksaan di seluruh Indonesia. Pemeriksaan tersebut dilakukan oleh satuan kerja pelaksana BPK di kantor pusat dan 33 kantor perwakilan di setiap propinsi. Dalam rangka pemberian  informasi secara menyeluruh tentang hasil pemeriksaan kepada lembaga perwakilan dan pemerintah, BPK diharuskan menyusun IHPS.

Dengan 600-an laporan hasil pemeriksaan (LHP), BPK memiliki tantangan untuk menyajikan informasi hasil pemeriksaan secara menyeluruh tersebut dalam IHPS. Tantangan tersebut terkait dengan penyusunan suatu ikhtisar yang ringkas, menarik, mudah dipahami, dan menyeluruh, sehingga dapat ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan pemerintah atau pemangku kepentingan lainnya.

Meskipun IHPS disusun berdasarkan LHP yang dihasilkan dalam satu semester, IHPS tidak seperti suatu laporan hasil pemeriksaan (audit report) yang harus disusun sesuai standar pelaporan dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Jadi, LHP harus disusun sesuai standar

pelaporan dalam SPKN. Sementara, IHPS yang bukan LHP, merupakan ikhtisar dari LHP. Dengan demikian, IHPS disusun selain untuk memenuhi maksud sebagai suatu “ikhtisar” dan memberikan informasi yang menyeluruh, juga disusun untuk dapat digunakan semaksimal mungkin oleh pihak terkait, seperti lembaga perwakilan dan pemerintah serta stakeholders lainnya. Oleh karenanya, IHPS dibuat semenarik mungkin, jelas, dan menggambarkan keseluruhan LHP yang diterbitkan BPK dalam satu semester.

Dalam rangka memenuhi ketentuan UU di atas dan harapan membuat ikhtisar yang ringkas, menarik, mudah dipahami, dan menyeluruh tersebut, BPK telah mengembangkan suatu IHPS, yang terakhir telah disampaikan ke lembaga perwakilan dan pemerintah bulan Oktober 2011, yaitu IHPS I Tahun 2011.

Secara umum, IHPS berisi ikhtisar hasil pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, pemeriksaan dengan tujuan tertentu, pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan, pemantauan kerugian negara, dan pemantauan hasil pemeriksaan yang mengandung unsur pidana.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 18 UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, IHPS disampaikan kepada lembaga perwakilan dan juga disampaikan kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota, selambat-lambatnya tiga bulan setelah semester berakhir.

Tentunya, IHPS diharapkan dapat memberikan gambaran menyeluruh hasil pemeriksaan BPK selama satu semester, sehingga dapat dimanfaatkan oleh seluruh stakeholders.

I H P SOPINI

Oleh : Bahtiar ArifKepala Biro Humas dan Kerjasama International BPK RI

47 - opini.indd 47 12/15/2011 7:58:04 PM

48 Warta BPKSEPTEMBER 2011

AKSENTUASI

Pada Jum’at pagi (30/9), ber-tempat di Jakarta Internasion-al Event & Convention Center

(JITEC) Mangga dua Square, Menteri Keuangan agus Mar-towardojo didampingi Gubernur dKI Jakarta Fauzi Bowo dan dirjen Pajak a. Fuad Rahmany, meluncurkan Sensus Pajak Nasional (SPN). Pelaksanaan sen-sus ini berlangsung hingga akhir 2012. Target yang dicanangkan sekitar 1,5 juta Wajib Pajak (WP) terjaring hingga akhir 2011.

Latar belakang pelaksanaan SPN tak lain tingkat kepatuhan masyarakat Indonesia dalam membayar pajak. WP Orang Pribadi maupun Badan yang

melaporkan SPT masih sangat rendah bila dibandingkan dengan populasi orang pribadi maupun badan usaha. Selain itu tentu untuk meningkatkan penerimaan pajak. Sensus juga bertu-juan memutakhirkan data WP. Proses ekstensifikasi juga berjalan dalam pro-gram ini.

agus Martowardjojo menyatakan bahwa tingkat kepatuhan masyarakat untuk wajib pajak masih rendah. dia menyebutkan dari 110 juta orang wa-jib pajak, baru 8,5 juta yang menyerah-kan SPT. artinya, rasio aktif hanya 7,3%.

Untuk badan usaha yang berjum-lah sekitar 12 juta, lanjutnya, hanya 466.000 badan usaha yang membayar

Tingkat Kepatuhan Rendah, Sensus Pajak DigelarSensus Pajak Nasional salah satunya bertujuan untuk meningkatkan tingkat kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak. Sensus ini diperkuat dengan aturan Dirjen Pajak serta prioritas untuk mempermudah akses.

pajak atau hanya 3,6%. “dari data tersebut, tingkat kepatuhan wajib pajak kita masih belum memadai dan pembayaran wajib pajak masih relatif rendah,” kata agus.

Selain di Jakarta, peluncuran SPN juga dilakukan Kantor Wilayah (Kan-wil) direktorat Jenderal Pajak di selu-ruh Indoesia. Sepertihalnya di Jakarta, di kanwil ditjen Pajak pun didukung oleh unsur pimpinan daerah masing-masing.

SPN dilakukan serentak dan ber-kesinambungan. dilaksanakan di sentra-sentra bisnis atau kawasan eko-nomi, gedung perkantoran (high rise building), dan kawasan pemukiman. Sekurang-kurangnya 3.000 petugas pajak, baik PNS maupun honorer, akan mengumpulkan data-data tersebut dengan mendatangi seluruh WP di In-donesia.

“Kita harus punya prioritas. Sensus dilakukan pada tempat usaha karena yang mudah kita akses. Kemudian ka-lau untuk orang pribadi, berdasarkan data base, nanti kita lihat mana orang pribadi yang kaya dan belum bayar pajak, tentunya akan dihimbau untuk bayar pajak,” ujar Fuad.

dalam siaran pers, direktur Pe-nyuluhan, Pelayanan dan Humas N.E. Fatimah menyatakan SPN merupakan salah satu kegiatan dalam rangka me-nyempurnakan data atau basis perpa-jakan.

Menurut dia, sensus pajak ini bu-kan sesuatu yang baru bagi ditjen Pa-jak. SPN merupakan penyempurnaan dari penyisiran (canvassing) kegiatan yang selama ini telah dilakukan oleh direktorat Jenderal Pajak.

Untuk memperkuat landasan hu-Tampak Menteri Keuangan Agus Martowardjojo, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, dan pengusaha Sofjan Wanandi saat launching sensus pajak nasional di Jakarta.

istimewa

48 - 49 akentuasi.indd 48 12/15/2011 6:20:54 PM

49Warta BPK SEPTEMBER 2011

AKENTUASI

kum dan memperjelas tatacaranya, dirjen Pajak menerbitkan Peraturan dirjen Pajak Nomor PER-30/PJ/2011 tanggal 27 September 2011 tentang Pedoman Teknis Sensus Pajak Nasi-onal. Berdasarkan aturan itu, pelak-sanaan SPN meliputi proses penca-cahan, proses pelaporan, dan proses asistensi.

Pelaksanaan pencacahan dilaku-kan menggunakan Formulir Isian Sen-sus dengan format yang ditetapkan oleh dirjen Pajak. Menteri Keuangan juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 149/PMK.03/2011 tanggal 12 September 2011 tentang Sensus Pajak Nasional.

Pertimbangan diterbitkannya PMK itu antara lain adalah dalam rangka pendataan obyek pajak dan perluasan basis pajak sehingga perlu dilakukan pengumpulan data berbasis obyek pajak. Pengumpulan data itu dilaku-kan melalui sensus pajak nasional yang merupakan salah satu program penggalian potensi perpajakan guna pengamanan penerimaan negara dan pencapaian target penerimaan perpa-jakan.

Berdasarkan PMK itu, penyeleng-garaan SPN dilakukan dengan cara mendatangi subyek pajak di lokasi subyek pajak. Subyek pajak dimak-sud adalah orang pribadi dan badan. Lokasi subyek pajak adalah domisili, tempat tinggal, tempat usaha, atau tempat kedudukan dari subyek pajak.

Penitikberatan sensus ini adalah menggugah kesadaran WP untuk membayar dan melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan (SPT). dirjen Pajak mengungkapkan SPN akan menjadi titik tolak bagi peneri-maan perpajakan senilai Rp1.000 trili-un pada RaPBN 2012.

Menurut Fuad, dengan adanya SPN akan terdapat intensifikasi dan ekstensifikasi. dia melanjutkan saat ini ekstensifikasi yang dirasa kurang akan menjadi sasaran. “Jadi SPN itu pada dasarnya ada di ekstensifikasi, meski-pun setelah sensus bisa dilakukan in-tensifikasi karena data itu akan meng-update database kita,” ungkapnya.

dia menambahkan SPN ini ber-beda dengan sensus penduduk pajak. “SPN ini bisa 2 tahun, bisa panjang karena SPN tidak sama dengan sensus penduduk. Tidak bisa sebentar, tahun ini 3 bulan, nanti tahun depan kita lakukan lagi,” tukasnya.

Menteri Koordinator Perekonomi-an Hatta Radjasa menjelaskan bahwa

SPN ini akan menjadi titik tolak peme-rintah dalam menentukan kebijakan perpajakan. Selain itu, lanjutnya, sen-sus pajak yang dilakukan erat kaitan-nya dengan penerimaan perpajakan.

“Kalau kita mau meningkatkan tax ratio, tanpa punya data yang aku-rat itu tidak efektif, kita harus memi-liki [data tersebut],” ucapnya. and

Petugas pajak tengah mendata di sebuah gerai tas.

Petugas Pajak tengah melakukan sensus pajak di salah satu gerai di Mangga Dua Square.

istimewa

istimewa

48 - 49 akentuasi.indd 49 12/15/2011 6:20:56 PM

50 Warta BPKSEPTEMBER 201150 Warta BPK

REFORMASI BIROKRASI

REFORMASI birokrasi di BPK memasuki jilid kedua. Pada babak sebelumnya (2006-2010), ada empat pilar refor-

masi birokrasi yang dilakukan BPK yaitu Kelembagaan, Proses Bisnis, Sumber Daya Manusia (SDM), serta Sarana dan Prasarana.

Pada jilid kedua, ada penamba-han cakupan sebanyak sembilan pilar yaitu penataan peraturan perundang-undangan, penataan tata laksana, penataan organisasi, penataan SDM, penguatan akuntabilitas, penguatan pengawasan, monitoring, evaluasi, dan pelaporan, manajemen perubahan, dan peningkatan pelayanan publik.

Salah satu implementasi refor-masi birokrasi yang telah, masih, dan akan digarap adalah penyusunan dan penyem purnaan Panduan Operasional Standar (POS) atau dikenal dengan Standard Operating Procedure (SOP).

POS itu merupakan salah satu tools untuk memandu proses bisnis yang dilakukan oleh pelaksana BPK. Satuan-

satuan kerja di BPK akan dipandu dalam melaksanakan pekerjaan tertentu yang sifatnya rutin, berulang, dan standar.

Penyusunan dan penyempurnaan POS ini merupakan pengejawantahan dari pilar reformasi birokrasi penataan tata laksana. Atau, pada reformasi bi-rokrasi jilid pertama tercakup pada pilar proses bisnis . Tata laksana dan proses bisnis adalah dua hal yang sama.

Dalam organisasi BPK, POS sebenar-nya sudah ada. Namun, ada beberapa hal yang kurang detil, tumpang tindih, duplikasi, berbeda satu sama lain be-lum terdokumentasi, dan kerap me-ngacu pada kebiasaan yang ada.

“Oleh karena itu, dalam menjalan-kan reformasi birokrasi babak kedua, terutama pada pilar penataan tata lak-sana, BPK akan menyempurnakan POS,” ungkap Kepala Direktorat Litbang BPK Heri Subowo belum lama ini.

Dia menjelaskan paling tidak ada tiga proses bisnis di BPK yaitu proses bisnis inti atau utama, proses bisnis penunjang, dan proses manajemen.

Proses bisnis inti yaitu kegiatan peme-riksaan BPK. Proses bisnis penunjang antara lain kegiatan pengembangan kelembagaan dan kegiatan pelayanan bantuan hukum. Adapun, proses bisnis manajemen di antaranya mencakup ke-giatan pengelolaan keuangan, kegiatan pengelolaan SDM.

Ketiga proses bisnis itu diidentifika-sikan input dan outputnya. Setelah itu, baru dirancang struktur organisasi yang tepat untuk melaksanakan proses bis-nis . Kemudian diidentifikasikan sumber daya manusia seperti apa yang pas un-tuk menempati struktur organisasi itu.

“Dari sinilah POS kemudian dibu-tuhkan. Tujuannya sebagai pemandu bagi satuan-satuan kerja BPK dalam melaksanakan pekerjaan tertentu yang sifatnya rutin, berulang, dan standar sehingga akan jelas input maupun out-putnya.”

Jika diurut, lanjutnya, sebelum sam-pai pada struktur organisasi, dilakukan mapping proses bisnis yang ada di BPK, baik yang bersumber dari amanat

BPK Lakukan Penyempurnaan POS

Panduan

Operasional

Standar sangat

penting bagi

BPK dalam

menerjemahkan

kegiatan bisnis

proses di tingkat

satuan kerja. Oleh

karena itu, perlu

ada penyusunan

panduan baru dan

menyempurnakan

yang sudah ada.Heri Subowo

warta bpk/andy

50 - 53 reformasi birokrasi.indd 50 12/15/2011 6:22:11 PM

51Warta BPK SEPTEMBER 2011 51Warta BPK

REFORMASI BIROKRASI

perundang-undangan ataupun kebu-tuhan dan harapan stakeholder, best practice, dan kebijakan ketua BPK.

“Itu koridor kita untuk menentukan bagaimana proses bisnis di BPK ber-langsung. Jadi, diketahui apa inputnya, bagaimana proses utamanya, dan ke-pada siapa output itu di-deliver ke stake-holder,” papar Heri.

Direktorat Litbang yang memiliki tugas dan fungsi untuk merancang proses bisnis BPK telah berupaya untuk memetakan proses bisnis untuk level utama. Itu disebut Level 0 yang meru-pakan inti dari gambaran BPK secara umum atau keseluruhan.

“Nah, proses bisnis yang ada di level 0 masih terlalu global. Misalnya, kegiatan pengelolaan SDM, apa penge-lolaan SDM itu? Nanti dirinci ke level 1, dari mulai perencanaan, rekrutmen, lalu penempatan, kemudian pendidikan, pelatihan, kompensasi, remunerasi, sampai ke pelepasan. Itu satu rangkaian proses pengelolaan SDM,” papar Heri.

Namun, lanjutnya, itu masih ter-lalu umum. Untuk itu, akan dijabarkan misalnya kegiatan rekrutmen, mulai dari perencanaan, sampai evaluasi. “Se-lanjutnya pada level 3, baru ini nanti akan diterjemahkan lagi menjadi SOP. Arti nya, cara melakukan proses-proses yang detil itu, diatur oleh SOP,” jelasnya.

Di sisi lain, pada kondisi sebelum-nya, di BPK, banyak aktivitas kerja yang didasarkan pada kebiasaan sebagai se-buah panduan. Panduan itu ada yang lisan, menurut kebiasaan, ada juga yang tertulis.

“Di BPK, banyak aktivitas yang di-dasarkan pada kebiasaan. Kalau kita tanya kenapa begini, dulunya begitu. Nah, ini yang mau kita tertibkan. Supa-ya siapapun orang yang ditempatkan di situ, punya keseragaman perlakuan. Atau punya standar proses kerja yang harus diikuti. Tidak berdasarkan ke-biasaan atau improvisasi ketua satuan kerja.”

Maka, lanjutnya, dibutuhkan suatu panduan untuk menyeragamkan aktivi-tas. Itulah disusun perangkat lunak atau panduan.

“Kita sudah punya, dulu pada 2002

yakni Pola Pedoman Perangkat Lunak. Kemudian disempurnakan pada 2008, dengan Pedoman Pemeriksaan dan nonpemeriksaan, juklak tatacara dan penyusunan, penyempurnaan pedo-man pemeriksaan dan nonpemerik-saan,” ujar Heri.

POS PemeriksaanDirektorat Litbang BPK melakukan

pemetaan pedoman yang ada di BPK, baik itu pedoman pemeriksaan dan nonpemeriksaan. Pedoman peme-riksaan ini mulai dari undang-undang dasar, undang-undang, SPKN, kode etik, dan PMP. Setelah itu, ada pedoman yang disebut petunjuk pelaksana (juk-lak) dan petunjuk teknis (juknis).

“Pada juknis akan ada penyempur-naan. Sebelumnya, pedoman pemerik-saan yang sifatnya juknis itu berdasar-kan obyek pemeriksaan. Misalnya juk-nis pemeriksaan atas barang dan jasa, juknis Pemeriksaan atas pengelolaan RSUD, juknis Pemeriksaan Pengelolaan atas limbah industri.”

Jika tetap menggunakan model seperti itu, penyusunan juknis peme-riksaan tak akan selesai-selesai. Sebab,

obyek pemeriksaan setiap tahun selalu bertambah. Padahal, juknis ini sifatnya metodologi dan relatif tetap.

Oleh karena itu, Direktorat Litbang tengah memetakan dan menyempur-

nakan juknis pemeriksaan tersebut. Jadi, tidak lagi menyusun juknis ber-dasarkan obyek pemeriksaan, tetapi berdasarkan langkah-langkah pemerik-saan yang dibutuhkan.

Contoh, dalam pemeriksaan kinerja sudah ada juklaknya mulai tahapan pe-rencanaan, pelaksanaan, dan laporan.

“Pada saat kita melakukan tahapan perencanaan, mulai dari pemahaman entitas, penilaian SPM, penentuan area kunci (kegiatan atau subkegiatan apa yang ingin kita periksa lebih dalam). Nah, juklak tidak dielaborasi lebih dalam. Itulah perlunya juknis.”

Terkait dengan kebutuhan auditor untuk panduan yang lebih detil untuk obyek pemeriksaan tertentu, menurut Heri, itu bisa diakomodir dalam Seri Panduan atau Guiden Materials. Seri Panduan ini tidak serigid juklak dan juk-nis.

“Kalau juklak dan juknis itu ada prosesnya. Mulai dari penyusunan sam-pai pengesahan. Dan, proses legislasi-nya juga harus lewat Binbangkun dan persetujuan seluruh Anggota Badan, kalau itu ditetapkan oleh SK Ketua atau SK Badan.”

Untuk memenuhi kebutuhan prak-tis dari auditor tidak menutup kemung-kinan nanti ada semacam panduan-panduan yang lebih praktis. Tapi ini dilekatkan pada obyek pemeriksaan

50 - 53 reformasi birokrasi.indd 51 12/15/2011 6:22:11 PM

52 Warta BPKSEPTEMBER 201152 Warta BPK

REFORMASI BIROKRASI

tertentu. “Misalnya, Panduan Pemeriksaan

Haji. Berdasarkan obyek pemeriksaan tertentu. Sudah memuat seluruh yang diperlukan pemeriksa untuk melaku-kan pemeriksaan haji. Dari mulai tek-nis, metodologi, kemudian organisasi pemeriksaannya, bentuk koordinasi yang digunakan sampai kasus-kasus yang mungkin ditemui.”

Jadi, lanjutnya, ada frequently as question, kasus-kasus yang mungkin menjadi temuan atau calon temuan. “Nah, kalau di juklak dan juknis tidak ada seperti itu karena tidak melekat ke obyek pemeriksaan.”

Pedoman Penyusunan POS

Untuk mengakomodir penyempur-naan dan penyusunan POS ini, baru-baru ini BPK telah mengeluarkan Pe-doman Penyusunan POS. Berdasarkan SK BPK 39/ 2007, diatur bahwa penyu-sunan perangkat lunak, pemeriksaan maupun nonpemeriksaan itu merupa-

kan tugas dan fungsi direktorat Litbang. “Namun, dalam prakteknya Lit-

bang tidak bisa bekerja sendiri. Karena yang tahu persis melakukan sesuatu itu adalah satuan kerja (satker) yang bersangkutan. Makanya kita akan bersi-nergi dengan satker-satker,” ujar Heri.

Oleh karena itu, satuan-satuan kerja yang merasa berkepentingan un-tuk menyusun POS, bisa mengajukan proposal ke Direktorat Litbang BPK. Setelah diajukan, Direktorat Litbang akan menelaah, proposal pengajuan penyusunan POS ini terkait proses bis-nis yang mana.

Jika disetujui Direktorat Litbang, maka proposal itu akan dikembalikan ke satuan kerja yang mengajukan. Ke-mudian satuan kerja tersebut yang menyusun draf POS-nya. Dalam proses penyusunan POS, satuan kerja terkait dapat melibatkan staf Litbang.

Dalam menyusun draf POS, satuan kerja terkait harus mengacu pada Pedo-man Penyusunan POS yang diterbitkan

pada 2011. Setelah proses penyusunan selesai, drafnya diajukan kembali ke-pada Direktorat Litbang untuk divali-dasi atau dievaluasi. Proses validasi atau evaluasi yang dilakukan Litbang juga harus mengacu pada Pedoman Penyu-sunan POS.

“Intinya aspek yang dievaluasi itu terkait kesesuaian dengan peta proses bisnis , relevansi dengan kebutuhan SOP. Pasalnya, ada SOP yang sesuai, tetapi dia sudah terjawab di proses bis-nis di atasnya. Jadi, tidak perlu terlalu detil.”

Menurut dia, yang namanya status SOP semuanya harus jelas, termasuk input, yang dilakukan, output, dan ke-pada siapa outputnya diserahkan. “Jadi, nanti satker berikutnya yang menang-kap output itu sebagai inputnya. Saling menyambung. Dari sisi substansi harus jelas seperti itu,” jelas Heri.

Selain dari sisi substansi, draf POS ini juga dinilai dari sisi format yang sudah ada standarnya. Misalnya, penuangan, bentuk paragraf, tata letak, termasuk sampai covernya, harusnya sama.

Setelah dievaluasi, ternyata ada hal-hal yang perlu disempurnakan, Direk-torat Litbang akan mengembalikan draf POS tersebut kepada satuan kerja yang mengajukan untuk diperbaiki. Setelah diperbaiki, satuan kerja yang bersang-kutan mengajukannya lagi ke Litbang. Jika disetujui, Direktorat Litbang akan menyampaikan draf itu ke Binbangkum untuk ditelaah secara hukum.

“Karena nanti setiap SOP itu ha-rus ada dalam bentuk produk hukum-nya: SK Sekjen, atau SK Ketua, atau SK Badan,” tutur Heri.

Terkait dengan pengesahan draf POS tersebut, pihak Direktorat Litbang menghendaki jika POS sifatnya internal, tidak perlu pengesahannya sampai ke tingkat Ketua, Badan, atau Sekjen. Cu-kup Surat Keputusan Satuan Kerja yang bersangkutan. Surat Edaran Kepala Per-wakilan misalnya untuk POS penerima tamu. “Masa SOP penerima tamu sam-pai ke Sekjen kan nggak lucu,” jelasnya.

Jadi, nanti dilihat seberapa strategis POS itu mempengaruhi satker lain. Baru bisa ditarik pengesahannya ke atas. Na-

50 - 53 reformasi birokrasi.indd 52 12/15/2011 6:22:11 PM

53Warta BPK SEPTEMBER 2011 53Warta BPK

REFORMASI BIROKRASI

mun, kalau hanya berlaku di internal satuan kerja, sebaiknya dipermudah proses penetapannya.

“Kecuali, POS yang sifatnya sera-gam dan hendak diseragamkan. Proses pengeluaran KKP (Kertas Kerja Peme-riksa), misalnya. POS pengeluaran KKP, yang semestinya POS-POS terkait itu seragam di semua perwakilan. Jika POS semacam itu, maka bisa ditarik Direk-torat Litbang, untuk dikembangkan menjadi POS yang sifatnya standar me-nyeluruh. Proses pengesahannya bisa melalui Ketua, Badan, atau Sekjen.”

Selain itu, tambahnya, ada juga POS-POS yang diinisiasi Direktorat Lit-bang sendiri. POS-POS seperti ini sifat-nya lintas satuan kerja atau antarsatuan kerja di BPK. Tujuannya, agar tidak ada ‘slip’ di antara satker-satker terkait. Oleh karena itu, inisiasinya diambil alih Direk-torat Litbang.

Namun, dalam proses penyusunan POS tersebut, pihak Litbang akan meli-batkan satuan-satuan kerja yang terkait dengan POS itu. Proses pengesahan-nya tidak di tingkat satuan kerja, tetapi disahkan Ketua, Badan, atau Sekjen. Sebab POS tersebut mempengaruhi satker-satker lainnya.

“Misalnya, SOP perencanaan. SOP ini memang dimiliki Direktorat PSMK, tetapi dalam perencanaan itu melibat-kan satker yang lain. Maka, ini diinisiasi oleh Litbang,” papar Heri.

Sampai saat ini, Direktorat Litbang tengah menginventarisir seluruh pro-ses bisnis yang dilakukan oleh seluruh satuan kerja yang ada di BPK. Kemu-dian menginventarisir POS yang sudah dibuat satuan-satuan kerja. Nanti, dari POS-POS tersebut akan ditelaah apakah masih relevan atau tidak. Kalau masih relevan, akan diberlakukan, kalau tidak relevan, akan dievaluasi dan disempur-nakan.

Untuk tahun depan, Direktorat Lit-bang akan fokus pada penyempurnaan POS di perwakilan BPK. Sementara di

BPK Pusat akan difokuskan pada pe-nyempurnaan POS di bidang peme-riksaan. Pada 2013, akan ada pengem-bangan cetak biru yang menjadi acuan bagi BPK dalam mengembangkan or-ganisasi.

Gap antara proses bisnis dengan POS yang menjadi target penyempur-naan menjadi bagian pelaksanaan IS71: Perwujudan organisasi dan tata laksana BPK yang berkualitas. Itu salah satunya adalah penyempurnaan POS selama 5 tahun.

Untuk menunjang itu, beberapa waktu lalu, Direktorat Litbang me-ngirimkan 25 pegawai BPK untuk mengikuti pendidikan proses bisnis manajemen di Belanda. Sebanyak 12 di antaranya merupakan staf Direktorat Litbang. Sisanya, perwakilan dari satu-an kerja yang dianggap relevan atau mendesak untuk pengembangan POS seperti Direktorat PSMK, Pusdiklat, Biro SDM, Biro TI, Biro Keuangan, dan Audi-torat Keuangan Negara.

“Dengan demikian diharapkan kita akan memiliki level pengetahuan yang sama antara Litbang dengan pemakai POS. Dan, orang-orang yang ikut ke Belanda tersebut nanti akan dijadikan semacam counterpart Litbang dalam mengembangkan SOP,” jelas Heri. and

50 - 53 reformasi birokrasi.indd 53 12/15/2011 6:22:12 PM

HUKUM

54 Warta BPKSEPTEMBER 2011

Setelah selama seminggu mendengarkan gagasan dan paparan dalam fit and proper test 18 calon hakim agung,

Komisi III DPR akhirnya memilih enam calon melalui voting sebanyak 56 ang­gota yang hadir.

Sekalipun jumlah itu masih kurang dari kebutuhan Ma yang mengingin­kan tambahan 10 hakim agung, baik Komisi Yudisial maupun Komisi III DPR menegaskan, para calon terpilih meru­pakan hasil yang maksimal.

Berbeda dengan tahun­tahun sebelumnya, pemilihan para pakar hukum yang akan diserahi untuk me­megang palu di lembaga peradilan tertinggi di Indonesia itu berlangsung cukup ketat. Komisi Yudisial yang mendapatkan mandat untuk melaku­kan seleksi awal hanya merekomenda­sikan 18 nama calon dari peserta yang mendaftar ke Komisi III DPR.

Ketatnya pemilihan itu tentunya bukan saja disebabkan terus terpu­ruknya nama lembaga peradilan di mata masyarakat serta merosotnya wibawa penegakan hukum di Indone­sia, juga tak lepas dari rencana Ma un­tuk menerapan sistem kamar. Dalam sistem itu para hakim agung akan di­tempatkan pada kamar­kamar sesuai dengan keahlian atau latar belaka ng­nya .

Dengan adanya sistem kamar ini, para calon hakim agung akan di­hadapkan pada spesialisasi. Dengan harapan para hakim di Ma bisa me­nelurkan putusan yang benar­benar berkualitas sehingga tidak menimbul­kan kesangsian di masyarakat.

Sementara itu dari enam hakim agung terpilih, Peneliti hukum Indo­

Menunggu Kiprah Hakim Agung

Komisi Yudisial kembali akan lakukan seleksi awal calon

hakim agung untuk melengkapi kebutuhan MA. Selain hakim

militer, MA masih membutuhkan sembilan hakim agung, termasuk

untuk mengganti yang pensiun.

nesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menyoroti terpilihnya politisi PDIP Gayus lumbuun sebagai hakim agung.

Menurut dia, Gayus memiliki be­ban moral yang lebih berat diban­dingkan dengan hakim agung terpilih yang lainnya. Pasalnya, posisi Gayus sebagai politisi yang berpindah men­jadi penegak hukum bisa membuat publik meragukan independensi dan imparsialitasnya.

“Di situlah tugas berat Gayus. langkah yang harus dilakukan adalah membuktikan kepada publik bahwa ia bukanlah titipan partai politik ter­tentu. Ketika masuk Ma, dia tak punya kepentingan apa pun,” tegas Donal.

Donal menyarankan agar Gayus mengambil jarak dengan para kolega­nya ketika dia berada di DPR. Selain itu, Gayus sebaiknya tidak menangani kasus­kasus hukum yang melibatkan para politisi. “Itu memang kewena­ngan Ketua Ma (untuk memilih perka­

ra), tapi lebih tepat jika ia yang memu­lai lebih dahulu untuk membuktikan komitmennya,”

Sementara itu menanggapi terpi­lihnya enam hakim agung baru, Ma menegaskan pihaknya sangat meng­apresiasi hasil seleksi yang diumum­kan Komisi III DPR. Namun Ma me­nyayangkan tak adanya calon hakim agung militer yang diloloskan.

“Secara keseluruhan hasil seleksi hakim agung 2011 bagus. Namun, sebenarnya kita sudah minta satu ha­kim militer, tetapi enggak tahu kenapa calon hakim agung militer tidak dilo­loskan,” kata Wakil Ketua Bidang Non­Yudisial, ahmad Kamil di gedung Ma, sehari setelah pemilihan.

Menurut dia, sesuai sistem kamar yang akan diberlakukan, Ma mem­butuhkan satu hakim militer untuk melengkapi komposisi satu majelis hakim. Saat ini, Ma telah memiliki dua hakim agung dengan latar belakang militer. “Karena tidak ada hakim militer

Suasana fit and propertest di DPRistimewa

54 - 58 hukum.indd 54 12/15/2011 8:00:29 PM

HUKUM

55Warta BPK SEPTEMBER 2011

yang diloloskan ya jadi hakim agung militer tetap dua orang,” tegasnya.

Selanjutnya, kata Kamil, Ma ber­harap dari enam orang yang terpilih sebagai hakim agung segera dapat menyesuaikan dengan lingkungan dengan Ma. “Kita berharap enam orang hakim agung terpilih segera bisa menyesuaikan dengan lingku­ngan Ma,” harapnya.

Dia menambahkan kini berarti Ma memiliki 54 hakim agung, semen­tara target jumlah hakim agung sesuai

amanat UU Ma sebanyak 60 hakim agung. “Kurang enam orang, terus ha­kim agung yang akan pensiun tahun depan (Januari­Mei 2011) ada sekitar sembilan hakim agung. Makanya, kita akan minta lagi ke KY untuk menu­tupi sembilan hakim agung yang akan pensiun sekaligus kekurangan enam orang itu,” jelasnya.

Menanggapi keluhan Ma soal ha­kim militer, Juru Bicara KY asep Rah­mat Fajar menegaskan KY telah beru­paya menyeleksi calon hakim agung

sesuai kebutuhan Ma, termasuk calon dari hakim militer. Jika memang DPR tidak meloloskan calon dari hakim mi­liter, itu kewenangan DPR.

asep juga mengatakan dalam wak­tu dekat ini KY akan melakukan seleksi calon hakim agung lagi untuk mengisi kekurangan enam hakim agung dan menggantikan beberapa hakim agung yang akan memasuki pensiun tahun depan. “Jika dirasa masih kurang, nanti KY bisa menggenapkannya,” kata asep.

bd

Siapakah gerangan enam hakim agung baru yang terpilih. apa latar belakangnya dan apa saja janjinya? Berikut “kecap dapur” enam calon terpilih yang disam­paikan dalam fit and proper test di Komisi III DPR :

Suhadi, Panitera Ma.Calon ini mendapat suara mayoritas anggota dewan

(51 suara). tentu tak memerlukan waktu adaptasi lagi. Dia sehari­hari sudah bekerja di Ma. Suhadi berencana menyalurkan ide­ide untuk menghapus tunggakan perkara dalam rapat pleno para hakim agung atau per­temuan informal seperti coffee morning.

“Saya akan mengusulkan perubahan cara para hakim agung memeriksa dan memutus perkara yang diguna­kan selama ini,” ujar Suhadi.

Saat ini, Ma menggunakan sistem roda berjalan dalam memeriksa dan memutus perkara. Konsep sistem ini adalah para anggota majelis hakim secara bergantian membaca berkas perkara. Misalnya, dalam satu perkara yang diperiksa oleh satu majelis hakim yang terdiri dari tiga anggota hakim. Maka, berkas perkara pertama kali diserahkan ke hakim pertama (pembaca satu) untuk diberikan pendapatnya, hingga ke hakim ketiga, lalu perkara diputuskan.

“Kalau pembaca satu lemah, maka (perkara) tersen­dat di sana. Begitu juga bila pembaca dua lemah. lama baru sampai ke pembaca tiga. Ini yang jadi hambatan perkara lama diputus,” ujarnya menceritakan kelemahan sistem ini.

Suhadi mengusulkan agar berkas perkara tak perlu lagi digilir seperti itu. Ia berharap ke depan cara memu­tus dilakukan secara simultan. “Mereka diberi kesempa­tan menilai. lalu, adu argumentasi. Itu lebih obyektif dan putusannya lebih bernilai,” tuturnya.

Ini akan didukung dengan sistem teknologi informa­si yang sudah diterapkan oleh Ma, dengan mengganda­

kan soft copy berkas perkara yang dikirim oleh pengadi­lan pengaju (pengadilan negeri).

Gayus Lumbuun, Politisi PDI PerjuanganSosok ini sering tampil dalam diskusi hukum di tele­

visi berhasil mendulang 44 suara. Gagasan Gayus yang disampaikan di fit and proper test cukup sederhana. Visinya sebagai hakim agung tak berbeda dengan blue print (cetak biru) Ma dan Renstra 2010­2035 yang pada dasarnya ingin membuat Ma dan peradilan di bawahnya bisa menunjukkan keadaan atau sifat kehormatan, ke­benaran, kemuliaan dan keluruhan.

“Misi saya secara pribadi akan memberikan duku­ngan sepenuhnya kepada tujuan Ma dalam hal merefor­masi dan melakukan pembangunan hukum khususnya peradilan di Indonesia dengan meningkatkan kualitas dan konsistensi sebagai salah satu pilar penegak hukum,” jelasnya .

Pemikiran 6 Calon Hakim Agung

Gayus Lumbuunistimewa

54 - 58 hukum.indd 55 12/15/2011 8:00:30 PM

HUKUM

56 Warta BPKSEPTEMBER 2011

Secara pribadi Gayus berjanji akan mengontrol emosinya. Dia menyadari selama ini, dirinya mendapat sorotan ketika pernah bersitegang dengan advokat OC Kaligis dan rekannya sesama anggota DPR Ruhut Sitom­pul di depan publik. “Namun, dapat saya yakinkan, habit saya yang kurang baik ini masih undercontrol. tak me­lebihi sepantasnya,” ujar Gayus.

Nurul Elmiyah, Dosen Universitas IndonesiaWanita yang sehari­hari menjadi pengajar materi

hukum Perdata di Fakultas hukum Universitas Indonesia (FhUI) ini terpilih sebagai hakim agung setelah berhasil mengumpulkan 43 suara. Sebagai hakim agung yang terpilih dari kelompok nonkarier, langkah awal yang di­lakukan di Ma tentunya melakukan adaptasi

“Saya dari nonkarier tentu harus beradaptasi terlebih dahulu. Ini tak mudah tapi dengan kerja keras, saya rasa adaptasi tak lama. Kira­kira 1 bulan. Jadi pada awal­awal masuk ke Ma tentu harus banyak belajar,” ujarnya.

Nurul menyadari tugasnya di Ma tak akan mudah. Sebagai hakim agung yang berlatar belakang perdata, tumpukan berkas perkara tentu sudah siap mengham­pirinya. apalagi perkara terbesar yang masuk ke Ma adalah perdata, sekitar 40%. Belum lagi adanya tung­gakan perkara yang sudah barang tentu tak bisa ditelan­tarkan.

“Saya targetkan sebulan, saya sudah akan bekerja maksimal. Kalau tak salah, sekarang, mereka (hakim agung) mendapat 15­20 kasus per bulan. Mudah­muda­han bisa diselesaikan,” ujarnya.

Andi Samsan Nganro, Wakil Ketua Pengadilan tinggi Kalimantan timur

Dia berhasil mengantongi 42 suara. Sama halnya Gayus lumbuun, dia juga akan mengikuti cetak biru Ma.

Dia mengatakan Ma sudah dua kali menerbitkan cetak biru untuk pembaharuan ke depan. “Cetak biru yang terakhir ini, saya kira sudah cukup ideal,” ujarnya.

Menurut dia, sistem kamar penanganan perkara

yang dicanangkan Ma dinilai dapat menghasilkan putu­san yang berkualitas karena perkara ditangani oleh ha­kim yang ahli dibidangnya.

Meski begitu, andi Samsan menilai Ma perlu mem­perketat berapa lama seorang hakim memeriksa perka­ra. tidak adanya pengawasan berapa lama majelis mem­baca berkas perkara tentu akan berdampak pada ber­tumpuknya perkara kasasi.

“hal Ini perlu ada SOP yang mengatur. apabila ini diterapkan, tujuan Ma yang ingin meningkatkan fungsi peradilan cepat dan transparan akan terwujud,” ujarnya.

Selain itu, andi Samsan menegaskan dirinya tak ta­kut menangani perkara apapun di Ma. Dia berjanji akan mengedepankan kecerdasan spiritual dalam memutus perkara di Ma, sebagaimana yang sudah dia terapkan di Pengadilan Negeri maupun Pengadilan tinggi.

“Mengadili itu sebenarnya ranah Ilahi. Jangan­ja­ngan justru lebih jahat yang mengadili dari yang diadili. Makanya di sini dituntut kecerdasan spiritual. Berdasar­kan pengalaman saya, bila akaliah sudah sinkron dengan hati nurani, saya tak takut,” ujar hakim yang memutus perkara pembunuhan hakim agung Syafiuddin Kar­tasasmita ini.

Dudu Duswara, mantan hakim ad hoc Pengadilan tipikor

Dudu mendapatkan 34 suara. Dia pernah menangani perkara cek pelawat yang melibatkan sejumlah anggota dewan. Bahkan, Dudu adalah salah seorang anggota majelis yang menghukum anggota dewan dari PPP, en­din Soefihara.

Dalam fit and proper test, Dudu sempat dikritik se­ ju m lah anggota Komisi III saat menangani kasus cek pelawat ini. Mereka berpendapat seharusnya perkara tak bisa dilanjutkan, karena penyuapnya belum ditemukan. Namun, para hakim agung justru lebih dulu menghu­kum orang yang disuap. “Dalam suap itu, adanya pe­nyuap dan yang disuap adalah syarat mutlak. Bagaima­na mungkin bisa dibilang ada suap bila penyuapnya tak ada?” ujar Ketua Komisi III Benny K harman.

Hary Djatmiko, berkarier di Pengadilan Pajak hary mengumpulkan 28 suara. Pria yang akan ditem­

patkan di kamar tata Usaha Negara ini diharapkan dapat memperkaya hakim­hakim agung berlatar belakang pa­jak yang sangat minim di Ma.

“Saya rasa para anggota dewan memilih Pak hary itu karena dia latar belakang pajak. Di Ma, saat ini, hakim agung tata usaha negara memang sudah penuh, tetapi hakim tUN yang berspesifikasi pajak itu masih sedikit spesifikasi keahlian hary sebagai hakim pajak juga dibu­tuhkan di Ma untuk menangani perkara­perkara pajak yang masuk,” Ujar anggota Komisi III achmad Yani. bd

Andi Samsan Nganroistimewa

54 - 58 hukum.indd 56 12/15/2011 8:00:30 PM

HUKUM

57Warta BPK SEPTEMBER 2011

Mengintip Sistem Kamar di MA

SeteNGah tahun yang lalu, dalam suatu seminar bertan­juk Reformulasi Metode Seleksi Hakim Agung yang berlang­

sung di hotel Millenium, Jakarta, Ketua Ma harifin a. tumpa mengungkapkan dirinya sering mendengar keluhan ma­syarakat menyangkut adanya putusan Ma yang dikeluarkan oleh hakim agung yang tidak kompeten dengan perkara­nya.

Misalnya, tambahnya, penanganan perkara niaga yang cukup kompleks tetapi diadili oleh hakim agama atau hakim yang berlatar belakang militer. “Keluhan itu dapat dimengerti karena setiap orang yang berperkara tentu menginginkan agar perkaranya diperik­sa dan diputus secara obyektif dan pro­

fesional,” tegasnya.harifin mengatakan ketika sese­

orang menjadi hakim agung di Ma, dia akan membaur dengan hakim agung lainnya dan tidak lagi melihat latar be­lakang keahlian dan pengalaman me­reka.

Padahal, menurut dia, bila UU Mah­kamah agung dikaji, di mana telah di­tentukan beberapa ketua muda Ma, secara eksplisit sebetulnya dikehendaki adanya pembidangan dalam penanga­nan perkara. Namun, guna memperte­gas implementasi pembidangan terse­but, harifin menegaskan bahwa saat ini Ma telah melakukan pendalaman terhadap adanya opsi penerapan sistem kamar yang sedang dikaji oleh tim.

Opsi itu di antaranya adalah pemba­

gian ‘kamar perdata’ dan ‘kamar pidana’. Kamar perdata akan mengurusi perdata umum, khusus, agama, dan tata Usaha Negara (tUN). adapun, kamar pidana mengurusi pidana umum, khusus, dan pidana militer.

Selain itu, ada pula opsi penerapan kamar dengan membaginya pada lima kamar yakni kamar perdata, kamar pidana, kamar perdata agama, kamar pidana militer, dan kamar tUN.

“Kelihatannya opsi ini yang akan disetujui oleh mayoritas tim. Insya Allah sistem kamar tersebut akan diterapkan tahun ini juga,” kata harifin dalam semi­nar tersebut.

apa yang dijanjikan Ketua Ma pada seminar di hotel Millenium setengah tahun yang lalu itu kini ternyata telah

Mulai 1 Oktober 2011, Mahkamah Agung akan menerapkan

sistem kamar. Sistem ini diyakini bisa

meningkatan kualitas dan konsistensi

putusan MA sehingga visi sebagai badan

peradilan yang agung bisa tercapai.

Harifin A. Tumpa

istimewa

54 - 58 hukum.indd 57 12/15/2011 8:00:32 PM

HUKUM

58 Warta BPKSEPTEMBER 2011

menjadi kenyataan. Dalam pidato pembukaan Rakernas

Ma pada 19 September, harifin mene­gaskan bahwa mulai 1 Oktober 2011 Ma akan memberlakukan sistem kamar.

Dasar pemberlakuan sistem kamar ini tertuang dalam SK Ketua Mahkamah agung nomor 142/KMa/SK/IX/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan sistem kamar pada Mahkamah agung RI ter­tanggal 19 September 2011.

Menurut harifin, kebijakan sistem kamar sebenarnya bukanlah isu baru di Ma. Pada saat penyusunan Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010­2035 mun­cul isu terhadap kualitas dan konsistensi putusan lembaga peradilan.

Kualitas putusan yang minim, kata­nya, dianggap membuka peluang bagi para pihak untuk terus melakukan upa­ya hukum. Sementara itu permasalahan menjadi bertambah manakala tidak ada standar putusan sejenis sebagai acuan sehingga mengakibatkan tidak adanya konsistensi putusan.

lebih lanjut Ketua Ma juga menam­bahkan, pada prinsipnya ada tiga tujuan terkait kebijakan sistem kamar tersebut.

Pertama, untuk mengembangkan kepakaran dan keahlian hakim agung dalam memeriksa dan memutus perka­ra. Kedua, meningkatkan produktivitas dalam pemeriksaan perkara. Ketiga, un­tuk memudahkan pengawasan putusan dalam rangka menjaga kesatuan hu­kum karena putusan telah terklasifikasi sesuai dengan keahlian dalam kamar.

SK KMa No.142 ini ditindaklan­juti dengan dua instrumen hukum lain, yaitu SK KMa No.143/2011 tentang Penunjukan Ketua Kamar, dan SK KMa No.144/2011 tentang Penunjukan ha­kim agung Sebagai anggota Kamar Perkara dalam Sistem Kamar Pada Mah­kamah agung Republik Indonesia.

Selanjutnya Ketua Ma juga mene­gaskan, dengan berlakunya SK No.142/KMa/SK/IX/2011, semua tata cara pem­bagian perkara, dan prosedur lain yang mendukung pelaksanaan sistem kamar sudah akan efektif mulai 1 Oktober 2011. Sementara itu dalam masa­masa awal pemberlakuan SK KMa tersebut akan ada masa transisi dari “Sistem tim”

ke “Sistem Kamar”.“Penyesuaian selama 1 tahun bagi

sistem administrasi pendukung un­tuk melakukan perubahan­perubahan yang diperlukan, seperti masalah regis­ter, pelaporan, koordinasi, dan lainnya”, papar Ketua Ma.

Substansi Sistem KamarSebagaimana yang tertuang seba­

gai substansi SK KMa No.142 tersebut, untuk proses penanganan perkara, Ma terdiri dari lima kamar yaitu perdata, pidana, agama, militer dan tata usaha negara.

Penempatan hakim agung di ma­sing­masing kamar ditetapkan oleh Ke tua Mahkamah agung berdasarkan: asal lingkungan peradilan, latar be­lakang pendidikan formal dan pelatihan yang pernah dilalui. Dengan demikian keahlian atau spesialisasi hakim agung pada setiap kamar akan terjaga.

Setiap kamar akan memiliki me­kanisme rapat pleno yaitu Rapat Pleno Rutin dan Rapat Pleno Perkara. Rapat pleno rutin dilaksanakan setidak­tidak­nya satu kali dalam sebulan sebagai mekanisme kontrol dalam manajemen perkara Ma.

Sedangkan rapat pleno perkara juga dilaksanakan setidaknya satu sekali dalam sebulan untuk membahas perka­ra­perkara dalam pemeriksaan, terma­suk mengenai materi perkara, penaf­siran hukum yang digunakan serta kon­sep amar putusan. hal ini tidak berarti seluruh perkara dalam kamar diperiksa

oleh seluruh anggota kamar, tapi tetap diperiksa berdasarkan sistem majelis yang terdiri dari tiga hingga lima orang hakim agung sesuai ketentuan undang­undang.

Selain itu juga terdapat mekanisme Rapat Pleno antar Kamar yang dapat diselenggarakan jika terdapat perkara yang mengandung masalah hukum yang menjadi wilayah 2 (dua) kamar atau lebih sekaligus.

Ketua Ma menggarisbawahi bahwa sistem kamar merupakan salah satu di antara beberapa agenda penting dalam pembaruan bidang pelaksanaan fungsi teknis peradilan yang diamanatkan oleh Cetak Biru Pembaruan Peradilan. Proses perumusan kebijakan sistem ka­mar diawali dengan penetapan SK KMa No.010/KM/SK/I/2011 mengenai Kelom­pok Kerja Penerapan Sistem Kamar Pada Mahkamah agung.

Pokja yang diketuai oleh atja Sond­jaja (Ketua Muda Perdata Ma) melibat­kan beberapa unsur masyarakat sipil, yaitu salah satunya adalah lembaga Ka­jian dan advokasi Untuk Independensi Peradilan (leip). Selain itu anggota tim asistensi Pembaruan Peradilan juga ter­libat dalam Pokja ini.

Pokja bertugas untuk mengkaji se­cara komprehensif hal­hal yang diper­lukan untuk penerapan sistem kamar di Ma. hasilnya, Pokja merumuskan sistem kamar yang dirasa tepat sesuai konteks lembaga peradilan di Indonesia. Selain itu, sebagai perbandingan dan penga­yaan, Pokja juga mengkaji penerapan sistem kamar lembaga peradilan di ber­bagai negara.

“Sistem kamar ini lahir dari pemiki­ran dan pembicaraan panjang, dengan pemangku kepentingan internal dan eksternal, baik dalam maupun luar ne­geri. Semuanya ditujukan supaya bisa diimplementasikan lebih baik,” jelas Ketua Ma.

Dengan demikian, berjalannya sistem kamar di Ma tidak hanya meng­harapkan peningkatan kualitas putusan dan terciptanya konsistensi putusan, tetapi juga untuk menggapai visi Mah­kamah agung sebagai badan peradilan yang agung. bd

Ketua MA menggarisbawahi

sistem kamar merupakan

salah satu di antara beberapa

agenda penting dalam

pembaruan bidang pelaksanaan

fungsi teknis peradilan yang

diamanatkan oleh Cetak Biru

Pembaruan Peradilan.

54 - 58 hukum.indd 58 12/15/2011 8:00:32 PM

59Warta BPK SEPTEMBER 2011

INTERNASIONAL

Kerja sama BPK rI dan jaN malaysia diawali atas dasar le-tak geografis di kawasan asia Tenggara. Terutama kedua

negara sama-sama miliki areal wilayah kehutanan yang cukup luas. Hasil kehu-tanan dan kawasan hutan merupakan aset yang harus dijaga dari kerusakan.

Dalam perkembangan kerja sama ini, cakupannya diperluas bukan hanya bidang audit kehutanan tetapi juga me-nyangkut lingkungan, audit pajak dan bea cukai, pelatihan, dan penelitian.

Dalam bidang audit kehutanan, substansi yang dibahas adalah menge-nai penyusunan, pembahasan, dan fi-nalisasi laporan parallel audit BPK – jaN

malaysia.Bidang audit pajak, dibahas tentang

penyusunan program pemeriksaan pa-jak. sementara untuk bidang bea cukai dilakukan pembahasan mengenai kerja sama audit keuangan dan audit kinerja di bidang bea cukai.

Dalam bidang pelatihan, agenda yang dibahas adalah evaluasi atas kese-luruhan proses kerja sama yang dicapai masing-masing negara dan pengem-bangan kurikulum berbasis kompetensi bagi auditor serta pengembangan pus-diklat.

sejak awal kerja sama ini digagas guna memberikan manfaat tidak hanya untuk pengembangan kapasitas audi-

tor di kedua negara tetapi juga telah memberikan manfaat dalam mendo-rong terwujudnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara di kedua negara.

Hubungan kedua lembaga dimulai dengan pelaksanaan technical meeting pertama pada saat ulangtahun BPK ke 60 januari 2007. Hubungan berlanjut menjadi kerja sama dengan pelaksa-naan pertemuan teknis kedua pra-moU pada 16 agustus di malaysia. Kesimpu-lan yang dihasilkan berupa implemen-tasi area kerja sama adalah bidang pe-ngelolaan hutan dengan metode para-lel audit. akhirnya, kerja sama ke dua

BPK – JAN Songsong INTOSAI WGEA Argentina

BPK RI dan Jabatan Audit Negara (JAN) Malaysia kembali

bertemu di Manado, Sulawesi Utara. Pertemuan itu merupakan

kelanjutan dari perjalanan panjang kedua lembaga guna

pengembangan kapasitas auditor dan manfaat lainnya.

Peserta Technical Meeting BPK RI-JAN Malaysia, yang berlangsung di Manado, Sulawesi Utara, berfoto bersama sebelum berdiskusi selama dua hari, belum lama ini.

warta bpk/mh. arianto

59 - 61 internasional.indd 59 12/15/2011 6:30:30 PM

60 Warta BPKSEPTEMBER 2011

INTERNASIONAL

negara ini disahkan melalui nota kese-pahaman (moU) pada saat pertemuan INCOsaI di meksiko pada 4 November 2007.

setelah moU diteken, berbagai per-temuan yang melibatkan auditor kedua negara pun berlanjut. Tempatnya bisa di salah satu kota, baik di malaysia mau-pun Indonesia.

“Kerja sama ini memberikan man-faat, bukan hanya bagi jaN malaysia tetapi juga Indonesia. apa yang ada lebihnya di Indonesia, kita pelajari. Be-gitu juga sebaliknya, jika dirasa di malay-sia ada kelebihan pada bidang-bidang tertentu, kita bersedia untuk berkongsi dengan pihak Indonesia,” kata Dato mustafa bin saman, Deputy auditor General-state sector jaN malaysia, di sela-sela Technical Meeting On Environ-mental Audit antara BPK rI dengan jaN malaysia di manado, sulawesi Utara, be-lum lama ini.

Kerja sama kedua negara, lanjutnya, berjalan untuk waktu yang lama karena kedua belah pihak bisa saling mempe-lajari kelebihan ilmu yang dimiliki. “jadi untuk mengimbangi dan mendapatkan ilmu dengan lebih dekat dan mudah, apalagi kita satu rumpun dan bahasa yang lebih mudah dipahami.”

Pada awal kerja sama, tambahnya, tidak ada masalah yang berarti. Hanya saja di pihak malaysia setiap kerja sama dengan pihak luar negeri harus ada pe-setujuan dari pihak Kerajaan. “sebenar-nya bukan masalah, tetapi lebih ke arah proses di negara kami.”

anggota BPK ali masykur musa dalam penjelasan resminya menga-takan jaN malaysia dan BPK sudah

mempunyai hubungan kerja sama yang baik, khususnya sejak ditandatangani-nya moU di meksiko. Implementasi moU dilaksanakan dengan berbagai kegiatan yang terkait dengan pelatihan, pendi-dikan, dan pelaksanaan pemeriksaan bersama.

“Khusus terkait dengan pelaksa-naan pemeriksaan yang berperspektif lingkungan hidup, jaN malaysia dan BPK telah melakukan kerja sama peme-riksaan sebanyak dua kali, yaitu pemer-iksaan atas pengelolaan hutan dan pemeriksaan atas pengelolaan mang-rove di selat malaka,” paparnya.

Untuk melaksanakan kerja sama itu, lanjutnya, kedua belah pihak bertemu sebanyak delapan kali yang diadakan di masing-masing negara secara bergan-tian.

menurut ali masykur, kerja sama ini secara langsung dan tidak lang-sung telah meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan. Hasil pemeriksaan mang-rove di selat malaka, memberikan kon-tribusi yang optimal bagi peningkatan kualitas pengelolaan mangrove di ma-sing-masing negara.

Dato mustafa menambahkan de-ngan adanya audit mangrove memung-kinkan malaysia mempelajari teknis baru yaitu DIs. “Terima kasih kepada BPK, kita belum biasa mempergunakan ini. Hasil dari audit mangrove ini sudah kita serahkan ke negara terkait dan mendapat feed back atas hasil audit. mereka menerima baik pandangan-pandangan yang kita kemukakan me-ngenai audit mangrove.”

Dia menambahkan hutan mangrove dinilai sangat penting, bukan hanya di

sektor ekonomi tetapi juga bisa mena-han gelombang laut yang kuat seperti tsunami yang melanda pada 2004 lalu. “saat ini, kedua negara memberi perha-tian lebih terhadap keberadaan mang-rove ini.”

Di malaysia, tuturnya, bentuk du-kungan diwujudkan dalam peraturan yang menambah jumlah pegawai ke-hutanan. Pasalnya, dari hasil audit itu ternyata telah terjadi penebangan di kawasan mangrove yang digunakan untuk kayu arang.

“selain itu, masalah mangrove ini bukan hanya tugas Kerajaan saja tetapi masyarakat luas. mereka juga harus di-berikan pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya mangrove bagi lingkungan sekitarnya.”

Pihak dinas kehutanan, tambah Dato mustafa, juga telah memperba-nyak kampanye di masyarakat. Kerajaan juga sudah menyetujui pemberian ang-garan yang lebih besar bagi penana-man mangrove.

“Kita juga meminta kepada Kerajaan agar mengumumkan kawasan-kawasan yang ada mangrove sebagai hutan lin-dung yang tidak boleh diganggu oleh masyarakat. “

Pertemuan ManadoDalam pertemuan teknis audit

lingkungan di manado itu, dibahas be-berapa agenda di antaranya finalisasi laporan mengenai implementasi audit paralel manajemen mangrove di selat malaka.

Kedua belah pihak melakukan pembahasan mengenai laporan audit mangrove itu yang akan dipublikasi-kan pada pertemuan INTOsaI WGea di argentina, pada November 2011 dan dimuat dalam situs INTOsaI WGea dan asOsaI.

selain merampungkan topik-topik yang sudah dibahas, pertemuan itu juga mendiskusikan kerja sama lanju-tan berupa audit manajeman perikanan atau audit bidang konservasi sumber daya perairan. juga dibahas mengenai kelanjutan training, audit study on cus-tom, dan kunjungan jaN Negeri sara-wak malaysia ke BPK Perwakilan Kali-

Ali Masykur Musa Dato Mustafa bin Saman

59 - 61 internasional.indd 60 12/15/2011 6:30:36 PM

61Warta BPK SEPTEMBER 2011

INTERNASIONAL

Tim audit lingkungan BPK Tim JAN Malaysia

mantan Barat pada 26-29 Oktober 2011. Delegasi jaN malaysia dipimpin oleh

Dato mustafa didampingi oleh alifah aida binti Lope abdul rahman (Principal assis-tant audit Director), Fadzilah binti ahmad (Deputy audit Director), mustainah binti alwi (assistant audit Director), rozelin binti johari (assistant audit Director), raja sunthara Kannan (Deputy audit Director).

sementara dari BPK, dipimpin oleh anggota IV ali masykur musa dan saiful anwar Nasution (Tortama IV). Untuk tim audit lingkungan terdiri dari Kamaluddin, arief senjaya, Dwi sabardiana, sarjono, Dian Pusparini, dan sarjono. Untuk Tim Pusdiklat diwakili oleh Dwi setiawan dan Patrice Lumumba sihombing dari Tim Bea dan Cukai.

adapun dari Biro Humas dan Luar Negeri BPK yang bertindak sebagai penye lenggara hadir Bahtiar arif (Kepala Biro Humas dan Luar Negeri), Yudi ram-dan Budiman (Kepala Bagian Kerjasama Luar Negeri), dan Kusuma ayu rusnasanti (Kepala sub Bagian Kerjasama Bilateral). Kepala BPK Perwakilan sulawesi Utara ro-chmadi saptogiri juga hadir.

Dalam kesempatan pertemuan itu, menteri Perikanan dan Kelautan Fadel muhammad memberikan presentasi mengenai pencapaian dan potensi laut di Indonesia.

selain melakukan diskusi, kedua dele-gasi juga mengadakan kunjungan ke be-berapa tempat penting di Kota Bitung. Site visit ini di antaranya ke Pelabuhan Bitung dan perusahaan pengelolaan dan penga-lengan ikan PT International alliance Food Indonesia. aiz

- Technical Meeting pertama di Indonesia pada januari 2007 - Pertemuan teknis kedua atau pra-moU di malaysia pada 16 agustus 2007- Penandatanganan perjanjian pada pertemuan INCOsaI di meksiko pada 4

November 2007- Pertemuan teknis pasca-moU digelar di Nusa Dua Bali pada 13-15 maret

2008 - Pada 2008, kegiatan yang telah dilakukan yaitu finalisasi program audit,

pelaksanaan audit kinerja kerja sama dengan jaN, pertemuan ketiga di johor/serawak, dan publikasi laporan pelaksanaan kerja sama audit pada pertemuan INTOsaI-WGea ke-12 di Doha, Qatar. Kegiatan di bidang audit pajak di antaranya secondment programme berupa pengiriman 6 orang auditor BPK ke malaysia. juga pertemuan antara instruktur di malaysia pada 4-10 juni dan joint training auditor pemeriksaan kinerja dan investigatif.

- Pertemuan teknis keempat di Bukit Tinggi, sumatra Barat pada 13-16 april 2009

- Pelaksanaan First Technical Meeting Audit Selat Malaka pada 6-10 Oktober 2009 di sabah, malaysia

- Training on Geographic Information System (GIs) audit bertempat di Pusdiklat pada 7-11 Desember 2009

- Pertemuan Teknis kedua bidang audit lingkungan atau audit manajemen mangrove di selat malaka pada 23-27 mei 2010 di Yogyakarta

- Diskusi bidang audit pajak dan bea cukai pada 4-10 juli 2010 di Kuala Lumpur, malaysia.

- Bidang kerja sama training dan litbang menggelar technical investigative audit training pada 18-22 juli 2010 di Pusdiklat BPK jakarta. malaysian Technical Coorperation Program (mTCP) melaksanakan pelatihan audit kinerja pada 21 juni-2 juli 2010 dan audit TI pada 21 November-3 Desember 2010 di Naa malaysia.

- Pertemuan bidang audit lingkungan pada 23-28 Februari 2011 di Langkawi. - Pertemuan teknis bidang audit lingkungan pada 3-5 Oktober 2011 di

manado, sulawesi Utara.

Perjalanan Kerja Sama BPK RI dan JAN Malaysia

foto-foto: warta bpk/mh. arianto

59 - 61 internasional.indd 61 12/15/2011 6:30:40 PM