Prinsip Dan Populasi Serangga

11
TAHUN 2009 POTENSI, PRINSIP-PRINSIP POPULASI DAN JENIS SERANGGA Oleh: Edi Suriaman dan Juwita Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Malang Kita menyadari sesungguhnya manusia memperoleh banyak manfaat dari kehidupan serangga. Rasanya, tanpa layanan penyerbukan serangga seperti lebah, kita akan sedikit sekali mempunyai sayuran, buah-buahan dan bahan lainnya. Tanpa ada lebah madu (apis melifera), maka sampai saat ini kita mungkin tidak pernahmerasakan bagaimana nikmatnya madu. Sejumlah serangga juga berperan sebagai predator dan parasit beberapa jenis hama tanaman, dan ini sangat bermanfaat dalam kegiatan pengendalian hama tanaman. Beberapa tahun terakhir, mungkin kita juga mendengar tentang pemanfaatan serangga untuk mengendalikan gulma yang merugikan (Jumar, 2000). Sebaliknya banyak serangga yang menimbulkan kerugian bagi manusia. Misalnya, serangga hama yang mnyebabkan kerusakan pada tanaman yang dibudidayakan oleh menusia. Hal ini dapat dimengerti karena hampir 50% dari serangga adalah pemakan tumbuh-tumbuhan (fitofagus), selebihnya adalah pemakan serangga serangga lain (entomofagus), binatang lain atau sisa-sisa tanaman dan binatang. Serangga tertarik pada tanamn, baik untuk makan atau sebagai tempat berlindung. Bagian-bagian tanaman yang dapat dimanfaatkan oleh serangga seperti daun, tangkai, ranting maupun batang; juga nekstar, bunga dan cairan tanaman. Beberapa bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk membuat kokon ataupun tempat untuk berlindung (Jumar, 2000). Potensi serangga sebagai spesies indikator Serangga menyusun sekitar 64 % (950.000 spesies) dari total spesies flora dan fauna yang diperkirakan ada dibumi ini (Grombridge, 1992). Dengan jumlah

Transcript of Prinsip Dan Populasi Serangga

Page 1: Prinsip Dan Populasi Serangga

TAHUN 2009

POTENSI, PRINSIP-PRINSIP POPULASI DAN JENIS SERANGGA

Oleh:Edi Suriaman dan Juwita

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam NegeriMalang

Kita menyadari sesungguhnya manusia memperoleh banyak manfaat dari

kehidupan serangga. Rasanya, tanpa layanan penyerbukan serangga seperti lebah,

kita akan sedikit sekali mempunyai sayuran, buah-buahan dan bahan lainnya.

Tanpa ada lebah madu (apis melifera), maka sampai saat ini kita mungkin tidak

pernahmerasakan bagaimana nikmatnya madu. Sejumlah serangga juga berperan

sebagai predator dan parasit beberapa jenis hama tanaman, dan ini sangat

bermanfaat dalam kegiatan pengendalian hama tanaman. Beberapa tahun terakhir,

mungkin kita juga mendengar tentang pemanfaatan serangga untuk

mengendalikan gulma yang merugikan (Jumar, 2000).

Sebaliknya banyak serangga yang menimbulkan kerugian bagi manusia.

Misalnya, serangga hama yang mnyebabkan kerusakan pada tanaman yang

dibudidayakan oleh menusia. Hal ini dapat dimengerti karena hampir 50% dari

serangga adalah pemakan tumbuh-tumbuhan (fitofagus), selebihnya adalah

pemakan serangga serangga lain (entomofagus), binatang lain atau sisa-sisa

tanaman dan binatang. Serangga tertarik pada tanamn, baik untuk makan atau

sebagai tempat berlindung. Bagian-bagian tanaman yang dapat dimanfaatkan oleh

serangga seperti daun, tangkai, ranting maupun batang; juga nekstar, bunga dan

cairan tanaman. Beberapa bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk membuat

kokon ataupun tempat untuk berlindung (Jumar, 2000).

Potensi serangga sebagai spesies indikator

Serangga menyusun sekitar 64 % (950.000 spesies) dari total spesies flora dan

fauna yang diperkirakan ada dibumi ini (Grombridge, 1992). Dengan jumlah

Page 2: Prinsip Dan Populasi Serangga

spesies dan individu yang begitu besar maka serangga memegang peranan yang

sangat penting dalam suatu ekosistem. Diantara peran tersebut adalah : herbivori,

predasi, parasitisme, dekomposisi, penyerbukan, dan sebagainya (Speight et.al.,

1999). Selain peranan tersebut serangga juga telah digunakan sebagai spesies

indikator. Penggunaan bioindikator akhir-akhir ini dirasakan semakin penting

dengan tujuan utama untuk menggambarkan adanya keterkaitan dengan kondisi

faktor biotik dan abiotik lingkungan. Pentingya penentuan dan pemanfaatan

serangga sebagai indikator serta pengujian hipotesis dalam menominasikan suatu

spesies atau kelompok serangga tertentu sebagai sutu bioindikator telah dibahas

oleh McGeoch (1998). Menurutnya, bioindikator atau indikator ekologis adalah

taksa atau kelompok organsime yang sensitif terhadap dan memperlihatkan gejala

terpengaruh terhadap tekanan lingkungan akibat aktifitas manusia atau akibat

kerusakan sistem biotik (oleh gangguan alam).

Penggunaan serangga sebagai bioindikator kondisi lingkungan atau

eksosisitem yang ditempatinya telah lama dilakukan. Jenis serangga ini mulai

banyak diteliti karena bermanfaat untuk mengetahui kondisi kesehatan suatu

ekosistem. Serangga akuatik selama ini paling banyak digunakan untuk

mengetahui kondisi pencemaran air pada suatu daerah, diantaranya adalah

beberapa spesies serangga dari ordo Ephemeroptera, Diptera, Trichoptera dan

Plecoptera yang kelimpahan atau kehadirannya mengindikasikan bahwa

lingkungan tersebut telah tercemar, karena serangga ini tidak dapat hidup pada

habitat yang sudah tercemar (Spellerberg, 1995).

Adapun untuk serangga daratan (‘terrestrial insect’) studi sejenis telah banyak

dilakukan pada berbagai kawasan hutan di berbagai negera termasuk di kawasan

hutan tropis. Mengingat banyaknya jenis serangga yang ada dibumi ini, maka

studi terhadap serangga bioindikator kondisi hutan lebih banyak difokuskan pada

kelompok serangga tertentu. Diantara taksa yang banyak digunakan sebagai

biodindikator tersebut adalah family Scarabidae (Halffer & favilla, 1993),

Cicindeliadae (Pearson, 1994) dan Carabidae (Castillo and Wagner, 2002) dari

ordo Coleoptera, beberapa spesies dari Ordo Hymenoptera dan Lepidoptera

(Peck & Campbell, 1998 dan Samways, 1995), serta serangga dari kelompok

Page 3: Prinsip Dan Populasi Serangga

rayap atau Isoptera (Jones and Eggleton, 2000). Alfaro dan Singh (1997)

melaporkan bahwa kelimpahan invertebrata (yang didominasi oleh serangga) pada

kanopi hutan umumnya lebih tinggi pada hutan-hutan yang belum rusak yang

menunjukkan bahwa mereka merupakan bioindikator yang ideal terhadap

kesehatan hutan.

Hilszczanski (1997) menggunakan keanekaragaman kumbang (Coleoptera)

dari kelompok trofik yang berbeda sebagai indikator atas efek jangka panjang

aplikasi insektisida pada ekosistem hutan. Culotta (1996, dalam Alfaro & Singh,

1997) melaporkan bahwa biodiversitas yang tinggi menyebabkan ekosistem lebih

resisten terhadap serangan penyakit dan penyebab kerusakan hutan lainnya yang

menurunkan produktitas primer ekosistem. Sebaliknya, kehilangan biodiversitas

menyebabkan tidak stabilnya ekosistem hutan.

Prinsip-prinsip Populasi Serangga

Populasi adalah sekelompok individu dari satu spesies yang sama berada pada

tempat dan waktu tertentu (Jarvis,2000). Odum (1998) mendefisikan populasi

sebagai kelompok kolektif organisme-organisme dari sepesies yang sama (atau

kelompok-kelompok lain dimana individu-individu dapat bertukar informasi

genetiknya) yang menduduki ruang atau tempat tertentu, memiliki atau sifatyang

merupakan milik kelompok dan bukan merupakan sifat milik indifidu didalam

kelompok itu.

Smith (2006) menyatakan bahwa definisi populasi mempunyai dua ciri yang

spesifik. Pertama,populasi merupakan kumpulan indifidu-indifidu yang sama.

Definisi tersebut menunjukkan kemampuan untuk melakukan perkawinan antara

anggota populasi, kedua, populasi adalah suatu konsep ruang, sehingga

memerlukan batas wilayah. Jarvis (2000) menambahkan bahwa perlu

dipertimabanggkan diipertimbangkan wilayah tersebut, mungkin luas atau sempit

dan jelas atau tidak jelas untuk didefinisikan. Batas populasi lebih mudah

didefinisikan dibandingkan kenyataannya di lapangan dan pada spesies yang

berpindah-oindah, sangat sulit untuk menentukan batas wilayah yang spesifik

(Suheryanto, 2008).

Page 4: Prinsip Dan Populasi Serangga

Sekumpulan dari populasi lokal yang berinteraksi dalam wilayah yang luas

akan membentuk metapopulasi (Smith dan Smith, 2006). Menurut Jarvis (2000),

metapopulasi adalah kelompok populasi dari suatu populasi, yang akan terbentuk

pada saat ada banyak atau sedikit. Populasi terpisah, tetapi masih mempunyai

tingkat penyebaran dan perkawinan yang sama. Populais mempunyai karakteristik

biologi dan karakteristik kelompok. Karakteristik biologi merupakan seifat yang

dimiliki oleh individu-individu menyusun populasi tersebut.

Karakteristik biologi yang terdapat di populasi adalah pertahann diri

(kemampuan keturunan yang ditinggalkan untuk bertahan dalam jangka waktu

lama), struktur organisasi (adanya pembagian kerja dan stratifikasi kasta) dan

sejarah hidup (tumbuh dan berkembang). Karakteristik kelompok timbul sebagai

akibat dari aktifitas kelompok, yang termasuk karakteristik kelompok adalah

densitas (kepadatan), natalitas (laju kelahiran), mortalitas (laju kematian) dan

dipersi.

Populasi memliki dua atribut, yaitu atribut biologik dan atribut kelompok.

Yang termasuk atribut biologik ialah sejarah hidup, bertumbuh, berdiferensiasi,

mempertahankan dirinya dan memiliki organisasi tertentu. Atribut-atribut ini juga

dimiliki oleh individu dari populasi itu. Atribut-atribut kelompok adalah

kepadatan, pertumbuhan dan daya dukung, natalitas (angka kelahiran),

mortalitas (angka kematian), sebaran umur, potensi biotik dan dispersi dan

bentuk pertumbuhan, atribut-atribut kelompok ini tidak dimiliki oleh individu-

individunya (Oka, 2005).

Yang lebih penting untuk diketahui dari kepadatn atribut kelompok ialah

apakah suatu populasi bertambah atau berkurang jumlahnya, jadi kepadatannya

berubah, dalam saat- saat tertentu. Perubahan kepadatan suatu populasi dapat

terjadi karena ada angka kelahiran (individu-individunya beranak), angka

kematian (sejumlah individu tua atau sakit, dimangsa musuhnya dan lain-lain),

atau terjadi suatu imigrasi (sejumlah populasi dari lain tempat bergabung dengan

populasi tersebut), atau dan sejumlah individu yang berimigrasi ke lain tempat.

Page 5: Prinsip Dan Populasi Serangga

Densitas

Densitas atau kepadatan adalah besarnya populasi dalam suatu unit area

(permeter persegi, per hektar) atau habitat (per induvidu, per rumpun) atau volume

(per liter, per meter kubik) atau berat media tempat hidup (per gram tanah, per

kilo gram beras). Kepadatan populasi tidak harus dinyatakan dalam jumlah

induvidu. Apabila ukuran induvidu dari spesies yang diselidiki bervariasi, tingkat

kepadatan populasi itu dapat dinyatakan sebagai kepadatan biomassa. Kepadatan

dibedakan atas kepadatan absolut dan kepadatan relatif.

a. Kepadatan abolut (absolute density)

Kepadatan absolut adalah jumlah seluruh induvidu dalam suatu unit area atau

permukaan. Dari kepadatan ini dapat diketahui jumlah anggota populasi

sebenarnya. Contoh: 25 ekor semut/m2, 10 ekor belalang/tanaman apel.

b. Kepadatan relatif (relative denssity)

Kepadatan relatif adalah jumlah induvidu yang berhubungan dengan jumlah

lain pada ruang dan waktu. Kepadatan ini sangat berkaitan dengan metode yang

digunakan pada pengambilan sampel, sehingga hanya dapat digunakan untuk

perbandingan. Contoh: 100 ekor wereng coklat/10 ayunan jaring serangga.

Odum (1998) membagi kepadatan menjadi kepadatan kotor (crude density),

yaitu jumlah (biomassa) per satuan areal seluruhnya dan kepadatan ekologi

(ecological density) atau kepadatan ekonomi (economic density) atau kepadatan

jenis (specific density), yaitu jumlah (biomasa) per satuan ruangan habitat (ruang

atau tempat atau volume yang tersedia yang benar-benar dapat diduduki oleh

populasi).

Ada beberapa kemungkinan yang dapat berpotensi menyebabkan kesalahan

dalam menafsirkan kepadatan populasi, yaitu:

1. Pada saat kepadatan jumlah, anggota populasi mengalami peningkatan.

2. Pengamatan berada diluar wilayah populasi.

3. Perubahan perilaku serangga (terutama pergerakan) yang dapat

mengakibatkan perubahan pola penyebaran.

Page 6: Prinsip Dan Populasi Serangga

Kepadatan populasi dapat berubah-ubah seiring dengan perubahan waktu, hal

ini disebabkan oleh adanya natlaitas, mortalitas dan migrasi (imigrasi atau

emigrasi).

Identifikasi Serangga

1. Rayap (isoptera)

Rayap merupakan serangga kecil berwarna putih pemakan selulosa yang

sangat berbahaya bagi bangunan yang di bangun dengan bahan-bahan yang

mengandung selulosa seperti kayu dan produk turunan kayu (papan partikel, papan

serat, plywood, blockboard, dan laminated board) (Iswanto, 2005).

Rayap termasuk ke dalam ordo isoptera, mempunyai 7 (tujuh) famili

termitidae yang merupakan kelompok rayap tinggi. Rayap merupakan serangga

pemakan kayu (Xylophagus) atau bahan-bahan yang mengandung selulosa

(Nandika, 2003). Rayap juga hidup berkoloni dan mempunyai sistem kasta dalam

kehidupannya. Kasta dalam rayap terdiri dari 3 (tiga) kasta yaitu :

1. Kasta prajurit, kasta ini mempunyai ciri-ciri kepala yang besar dan penebalan

yang nyata dengan peranan dalam koloni sebagai pelindung koloni terhadap

gangguan dari luar. Kasta ini mempunyai mandible yang sangat besar yang

digunakan sebagai senjata dalam mempertahankan koloni.

2. Kasta pekerja, kasta ini mempunyai warna tubuh yang pucat dengan sedikit

kutikula dan menyerupai nimfa. Kasta pekerja tidak kurang dari 80-90 %

populasi dalam koloni. Peranan kasta ini adalah bekerja sebagai pencari

makan, memberikan makan ratu rayap, membuat sarang dan memindahkan

makanan saat sarang terancam serat melindungi dan memelihara ratu.

3. Kasta reproduktif, merupakan individu-individu seksual yang terdiri dari

betina yang bertugas bertelur dan jantan yang bertugas membuahi betina.

Ukuran tubuh ratu mencapai 5-9 cm atau lebih.

Selain mempunyai kasta dalam koloninya rayap juga mempunyai sifat-sifat

yang sangat berbeda dibanding dengan serangga lainnya. Menurut Nandika (2003)

dan Tambunan et al (1989) sifat rayap terdiri dari :

1. Cryptobiotik, sifat rayap yang tidak tahan terhadap cahaya.

Page 7: Prinsip Dan Populasi Serangga

2. Thropalaxis, perilaku rayap yang saling menjilati dan tukar menukar makanan

antar sesama individu.

3. Kanibalistik, perilaku rayap untuk memakan individu lain yang sakit atau

lemas.

4. Neurophagy, perilaku rayap yang memakan bangkai individu lainnya.

2. Collembola

Collembola berasal dari bahasa Yunani baji atau pasak. Serangga ini tidak

bersayap dan ukurannya kurang 6 mm. Tubuh memanjang atau oval dan

umumnya berwarna hitam. Antena terdiri atas 4 ruas. Pada ruas abdomen ke

empat atau ke lima biasanya terdapat struktur menggarpu (furcula) yang berfungsi

sebagai alat peloncat. Pada ruas abdomen pertama terdapat struktur seperti tabung

(collophore) yang berfungsi untuk melekat dan pada ruas ke tiga terdapat struktur

pemegang fucula yang disebut tenaculum. Collembola sering dijumpai di dalam

tanah, di bawah serasah, di bawah kulit kayu yang rapuh, dalam bahan organik

yang membusuk dan pada permukaan air. Kebanyakan Collembola sebagai

pemakan bahan organik (saprofag) dan pemakan cendawan (misetofag) dan jarang

sebagai hama (Jumar, 2000).

Ordo Collembola dibagi menjadi 2 sub ordo, yaitu subordo arthroplona dan

subordo symphypleona (Jumar, 2000).

3. Belalang, Jengkrik Belalang coklat kecil (orthoptera)

Ciri Serangga yang termasuk ke dalam ordo orthoptera adalah memiliki sayap

dua pasang, sayap depan panjang dan menyempit, biasanya mengeras seperti

kertas dan dinamakan tegmina. Sayap belakang lebar dan membraneus. Waktu

istirahat sayap dilipat diatas tubuh. Antena pendek sampai panjang dan beruas

banyak. Sersi pendek dan seperti penjepit. Serangga bentina memiliki ovipositor

atau alat peteluran. Tarsus biasanya beruas 3 sampai 5. alat mulut menggigit

mengunyah. Metamorfosis paurometabola. Sebagian besar serangga dari ordo ini

merupakan pemakan tanaman (phytophagus) (Jumar, 2000).

Page 8: Prinsip Dan Populasi Serangga

2. Semut (hymenoptera)

Serangga yang termasuk pada ordo hymenoptera memiliki sayap yang

berselaput. Ukuran tubuh serangga ini sangat kecil sampai besar. Sayap 2 pasang,

seperti selaput dan umumnya banyak vena, sayap depan lebih besar dari pada

belakang. Pada hymenoptera yang berukuran kecil sayapnya hampir tidak

memilki vena (Jumar, 2000).

Antena dapat mencapai 10 ruas atau lebih, alat mulut menggigit dan

menghisap. Pada beberapa spesies ruas abdomenya sempit dan memanjang.

Hymenoptera betina umumnya mempunyai ovipositor yang berkembang baik dan

pada beberapa jenis mengalami modifikasi menjadi alat penyengat. Metamorfisis

sempurna (holometabola). Beberapa spesies sebagai predator, parasid serangga,

membentu penyerbukan bunga, dan pennghasil madu lilin atau lebah (Jumar,

2000).

4. Lalat dan Nyamuk (diptera)

Nyamuka dan lalat termasuk ordo diptera, memiliki du sayap. Serangga ini

memiliki ukuran tubuh dari kecil sampai sedang. Sayap 1 pasang dan

membraneus. Sayap belakang tereduksi menjadi halter yang berfungsi untuk

menjaga keseimbangan pada saat terbang. Tubuh relatif lunak, antena pendek,

mata ajemuk besar dan metamorfosis sempurna (holometabola).

Serangga dewasa hidup di berbagai habitat, biasanya ditemukan dekat larva,

dan sering dijumpai pada bunga-bungan. Larva diptera juga ada yang hidup di air.

Umumnya larva diptera ini tanpa kaki, kepala kecil, tubuh halus dan dinamakan

belatung dan jika hidup didalam jaringan tanaman maka akan membuat liang-

liang gerekan. Serangga ini membentuk pupa didalam tanah, jaringan tanaman,

didalam air atau didekat air, seta didalam tubuh inang. Beberapa spesies dari ordo

diptera dari tanaman, sebagai penghisap darah manusia atau binatang, fektor

penyakit bagi manusia, penyerbuk bunga, predator atau parasit dari hama tanaman

(Jumar, 2000).

Page 9: Prinsip Dan Populasi Serangga

5. Capung (Odonata)

Odoata bearti bergigi (bahasa yunani). Serangga ini memiliki tubuh panjang

dan ramping, sayap memanjang dan bervena banyak serta membraneus. Sayap

depan dan belakang hampir sampai dalam bentuk dan ukuranya. Antena pendek

seperti bulu yang keras (setaceus). Saat istirahat sayap di katupkan diatas tubuh

atau dibentangkan bersama-sama di atas tubuh. Tubuh dinamakan naiat dan hidup

di air (akuatik). Sedanga dewasa hidup disekitar nimfa atau di udara bebas sekitar

pertanaman. Serangga ini sering melakukan perkawinan pada saat terbang. Nimfa

maupun serangga dewasa bertindak sebagai predator. Metamorfosis bersifat

hemimetaboala. Capung termasuk pada subordo anisoptera (Jumar, 2000).

Page 10: Prinsip Dan Populasi Serangga

DAFTAR PUSTAKA

Alfaro, R.I., & Singh, P. 1997. Forest Health Management : A ChangingPersfective. Procedings of XI Word forestry congress.

Castillo, J.V., & Wagner, M.F., 2002. Ground Beetle (Coleoptera:Carabidae)Species Assemblage as an Indicator of Forest Condition in NorthernArizona Panderosa Pine Forests. Eniromental Entomologi.

Davis, A.J., 2000. Does Reduced-Impact Logging Help Preserve Biodiversity inTropocal Rainforests ? A Case Study from Borneo Using Dung Beetles(Coleoptera: Scarabaeoidae) as Indicators. Environmental Entomology

Davis, A.J. & S.L. Sutton. 1989. The effects of rainforest canopy loss onarborealdung beetles in Borneo: implications for the measurement ofbiodiversity in derived tropical ecosystems. Divers. Distrib.

Davis, A.J., Holloway, J.D., Huijbregts, H., Krikken, J., Kirk-Spriggs, A.H. & S.

Halffter, G. & M.E. Favila. 1993. The Scarabaeinae (Coleoptera): an animal groupfor analysing, inventorying and monitoring biodiversity in tropicalrainforest and modified landscapes. Biol. Internat.

Hilszczanski, Jacek. 1997. Long-term effect of insecticides used in nun moth(Lymantrya monacha L.) control treatments on beetles from differenttrophic 9 groups. Proceedings, XI World Forestry Congress. Antalya,Turkey. FAO Report. Also availiable atwww.fao.org/montes/foda/wforcong/PUBLI/VI/T5F/1-2.HTM

Iswanto, Apri Heri. 2005. Rayap Sebagai Serangga Perusak Kayu Dan MetodePenanggulangannya. e-USU Repository ©2005 Univeristas SumateraUtara

Jumar, Ir. 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta: Rineka Cipta.

McGeoch, M. (1998). The selection, testing and application of terrestrial insectsas bioindicators. Biological Reviews.

McGeoch, M., Van Rensburg, B.J. & A. Botes. 2002. The verification andapplication of bioindicators: a case study of dung beetles in a savannaecosystem. J. Appl. Ecol.

Nandika, D. Yudi R. dan Farah Diba. 2003. Rayap : Biologi dan Pengendaliannya.Harun JP, ed. Surakarta : Muhammadiyyah Univ. Press.

Page 11: Prinsip Dan Populasi Serangga

Oka, Ida Nyoman. 2005. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya DiIndonesia. Yogyakarta: UGM Press

Peck SL, McQuaid B & Campbell CL. 1998. Using ant species (Hymenoptera:Formicidae) as a biological indicator of agroecosystem condition. J.Entomol. Soci. America.

Pearson, D.L. 1994. Selecting indicator taxa for the quantitative assessment ofbiodiversity. Philosophical Transaction of the Royal Society of London,Series B : Biological Sciences.

Samways MJ. 1995. Insect Conservation Biology. Chapman & Hall, London.

Shahabuddin, Schulze C.H., Tscharntke, T., submitted. Changes of dung beetlescommunities from rainforests towards agroforestry systems and annualcultures.

Speight, M.R., Hunter, M.D., Watt, A.D., 1999. Ecology of Insects, Consepts andApplications.Blackwell Science,Ltd.

Spellerberg, I.F. 1995. Monitoring ecological change. Cambridge UniversityPress. Cambridge.

Suin, Muhammad, Nurdin. 2003. Ekologi Hewan Tanah. Jakarta: Bumi Aksara.

Suheriyanto, Dwi. 2008. Ekologi Serangga. Malang: UIN Press.

Tambunan, B dan Nandika, D. 1989. Deteriorasi Kayu oleh Faktor Biologis.Bogor : Pusat Antar Universitas.