PREVALENSI CEMARAN MIKROBIOLOGIS DAN LOGAM …
Transcript of PREVALENSI CEMARAN MIKROBIOLOGIS DAN LOGAM …
LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN UDAYANA
PREVALENSI CEMARAN MIKROBIOLOGIS DAN LOGAM BERAT PADA MINUMAN TRADISIONAL (LOLOH) DALAM UPAYA
PENINGKATAN KEAMANAN MUTU PANGAN
TIM PENGUSUL :
1. I Desak Pt Kartika Pratiwi, S.TP, MP (0003048405) 2. Prof. Dr. Ir. I Ketut Suter, MS (0010125007) 3. Putu Ari Sandhi W., S.TP.,MP (0016047402) 4. A.A. Istri Sri Wiadnyani, S.TP., M.Sc (0006017902)
Dibiayai oleh : DIPA PNBP Universitas Udayana
sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Penelitian Nomor : 246-341/UN 14.2/PNL.01.03.00/2015, tanggal 21 April 2015
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA
OKTOBER 2015
Bidang Unggulan: Ketahanan Pangan Kode/ Nama bidang ilmu : 169/ Ilmu Pangan
ii
LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN UDAYANA
PREVALENSI CEMARAN MIKROBIOLOGIS DAN LOGAM BERAT PADA MINUMAN TRADISIONAL (LOLOH) DALAM UPAYA PENINGKATAN
KEAMANAN MUTU PANGAN
TAHUN KE-1 DARI RENCANA 2 TAHUN
TIM PENGUSUL :
1. I DESAK PT KARTIKA PRATIWI, S.TP., MP (0003048405) 2. PROF. DR. IR. I KETUT SUTER, MS (0010125007) 3. PUTU ARI SANDHI W., S.TP.,MP (0016047402) 4. A.A. ISTRI SRI WIADNYANI, S.TP., M.Sc (0006017902)
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA OKTOBER 2015
Bidang Unggulan: Ketahanan Pangan Kode/ Nama bidang ilmu : 169/ Ilmu Pangan
iii
HALAMAN PENGESAHAN
iv
RINGKASAN Penelitian ini mengkaji tingkat keamanan minuman tradisional loloh yang terdapat dipasaran dari aspek mikrobiologis dan kimia, sehingga didapatkan informasi hubungan antara proses produksi dengan tingkat keamanan loloh. Selanjutnya, yaitu mengkaji formula pembuatan loloh sesuai dengan acuan pada tahun pertama. Penelitian ini direncanakan berlangsung 2 tahun. Penelitian tahun pertama bertujuan untuk mendeteksi keberadaan bakteri coliform, Escherichia coli, dan cemaran logam berat pada loloh, serta mengetahui perubahan mikrobiologis loloh selama penyimpanan. Penelitian tahun kedua bertujuan untuk melakukan reformulasi pembuatan loloh yang memenuhi standar mutu mikrobiologis dan kimia, sehingga menjadi standar acuan dalam pembuatan loloh.
Penelitian awal telah dilakukan untuk menginventarisasi loloh dan mengkaji nilai gizinya, berdasarkan penelitian tersebut terdapat 17 jenis loloh yang terdapat di Bali, namun tidak semua loloh dipasarkan. Penelitian pada tahun pertama terbagi menjadi 3 tahapan. Tahap pertama yaitu observasi ke produsen loloh di wilayah Denpasar dan Badung, menggali informasi mengenai jenis loloh yang diproduksi, proses pembuatan, bahan baku, pengemasan, pemasaran dan penyimpanan. Tahap kedua, analisis cemaran mikrobiologis dan cemaran logam berat pada loloh, meliputi analisis terhadap total mikroba, total coliform, Eschericia coli, timbal (Pb), allumuinium (Al), dan kadmium (Cd). Selanjutnya, tahap ketiga, penyimpanan produk loloh selama 24 jam pada suhu ruang, dengan pengamatan dari aspek mikrobiologis setiap 6 jam. Pada penelitian tahap 1, dapat disimpulkan bahwa terdapat 13 produsen loloh yang terdapat di wilayah Badung dan Denpasar, dimana terdiri dari 6 loloh cem-cem, 4 loloh tibah, 2 loloh bluntas, dan 1 loloh jempiring. Terbatasnya penjual loloh di daerah Badung dan Denpasar dikarenakan terbatasnya jumlah bahan baku yang terdapat di daerah Badung dan Denpasar. Berdasarkan hasil analisis mikrobiologis, dapat disimpulkan bahwa dari 83,33% dari loloh cem-cem, 25% dari loloh tibah, dan 100% dari loloh bluntas dan loloh jempiring telah memenuhi persyaratan untuk jumlah total mikroba yaitu maksimum 106. Keseluruhan sampel loloh tidak memenuhi persyaratan terkait jumlah maksimum cemaran kapang/ khamir pada produk minuman olahan yaitu maksimum 104. Keseluruhan produk loloh cem-cem tidak memenuhi kriteria nilai total coliform pada produk loloh cem-cem melewati standar maksimum yaitu berada pada kisaran 0,40 x 103 sampai dengan 1,20 x 105. Produk loloh tibah (50%) dan loloh bluntas (100%) memenuhi kriteria kandungan maksimum total coliform pada produk minuman olahan. Terhadap keselurahan sampel loloh, tingkat prevalensi cemaran E.coli yaitu sebesar 15%
Kata kunci : Loloh, Prevalensi Cemaran Mikrobiologis, dan keamanan pangan
v
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa berkat rahmat
dan karunianya laporan kemajuan ini dapat diselesaika tepat pada waktunya. Penelitian ini
dibiayai oleh dana PNBP Nomor : 246-341/UN14.2/PNL.01.03.00/2015
Dengan selesainya laporan kemajuan ini, penulis sampaikan ucapan terimakasih
atas bantuan dan fasilitas yang telah diberikan, kepada :
1. Rektor Universitas Udayana
2. Ketua LPPM Universitas Udayana
3. Dekan Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana
4. Ketua PPMT Universitas Udayana
5. Kepala Laboratorium di lingkungan FTP Unud
6. Semua Pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu
Semoga bantuan tersebut bermanfaat untuk pendidikan khususnya dan pembangunan bangsa.
Bukit Jimbaran, Oktober 2015
Peneliti
vi
DAFTAR ISI
Judul .......................................................................................................................... i Halaman Pengesahan ................................................................................................ ii Ringkasan .................................................................................................................. iii Prakata ....................................................................................................................... iv Daftar Isi ................................................................................................................... v Daftar Tabel .............................................................................................................. vi Daftar Lampiran ........................................................................................................ vii BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang ................................................................................................. 1 1.2. Permasalahan Penelitian .................................................................................. 2 BAB II. Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 4 2.1. Keamanan Pangan ........................................................................................... 4 2.2. Loloh ................................................................................................................ 5 2.3. Cemaran Mikrobiologis ................................................................................... 6 2.4. Cemaran Kimia ................................................................................................ 8 BAB III. Tujuan dan Manfaat Penelitian 3.1. Tujuan Penelitian ............................................................................................... 9 3.2. Manfaat Penelitian ............................................................................................. 9 BAB IV. Metode Penelitian 4.1. Tempat Penelitian ............................................................................................ 10 4.2. Alat dan Bahan Penelitian ............................................................................... 10 4.3. Metode Penelitian ............................................................................................ 10 4.4. Pengolahan dan Analisis Data ......................................................................... 15 BAB V. Hasil dan Pembahasan 5.1. Data Jenis Loloh dan Pemasarannya ............................................................... 16 5.2. Tingkat Prevalensi Produk Loloh ..................................................................... 17 5.3. Total Mikroba ................................................................................................... 18 5.4. Total Kapang/Khamir ....................................................................................... 19 5.5. Total Coliform .................................................................................................. 20 5.6. Total Escherichia coli ....................................................................................... 21 5.7. Nilai Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Cadmium (Cd) .................... 22 5.8. Perubahan Mikroorganisme Pada Loloh Selama Penyimpanan ....................... 23 BAB VI. Kesimpulan dan Saran ............................................................................... 38 Daftar Pustaka Lampiran
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Rencana Kegiatan Penelitian Tahun I dan Tahun II .................................... 10
Tabel 2. Data Jenis Loloh dan Wilayah Pemasarannya ............................................ 16
Tabel 3. Distribusi Tingkat Cemaran Mikroba dan Logam Berat Pada Loloh .......... 17
Tabel 4. Nilai Total Mikroba Loloh di Daerah Badung dan Denpasar ..................... 18
Tabel 5. Nilai Total Kapang/Khamir Loloh di Daerah Badung dan Denpasar ......... 20
Tabel 6. Nilai Total Coliform Loloh di Daerah Badung dan Denpasar ..................... 21
Tabel 7. Nilai Total E.coli Loloh di Daerah Badung dan Denpasar ......................... 22
Tabel 8. Nilai Kandungan Logam Cadmium dan Timbal pada Loloh ...................... 23
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi Foto ................................................................................ 39
1
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Khasiat loloh sebagai minuman kesehatan diyakini oleh masyarakat Bali secara
turun temurun, terlebih lagi setelah adanya kecenderungan masyarakat mencari alternatif
pengobatan alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Di Pulau Bali, terdapat 17 jenis
loloh (Yusa dan Suter, 2013), 4 jenis diantaranya telah diproduksi/dipasarkan, yaitu :
loloh cemcem, loloh tibah, loloh don bluntas, dan loloh jempiring. Loloh awalnya
merupakan produk rumahan yang tidak diperjualbelikan, tingginya peminat loloh
mengakibatkan peningkatan industri rumah tangga yang memproduksi loloh.
Meningkatnya jumlah penjual loloh dipasaran tentunya memberikan pertanyaan mengenai
sejauh mana tingkat keamanan dari loloh yang dipasarkan terlebih lagi mengenai masa
simpan dari loloh tersebut. Selama ini, proses pembuatan loloh dilakukan secara
tradisional dan belum ada standar baku mengenai cara pembuatan loloh, semua
berdasarkan pengalaman turun temurun yang diwariskan.
Salah satu persyaratan utama suatu produk pangan adalah memiliki aspek
keamanan (food safety) apabila dikonsumsi (Yogaswara dan Loka, 2004). Selama ini,
belum dilakukan pengkajian mengenai tingkat keamanan loloh sebagai salah satu produk
pangan tradisional. Keracunan akibat mengkonsumsi loloh belum pernah dilaporkan,
tetapi cara pengolahan loloh yang sederhana, tidak menutup kemungkinan apabila produk
loloh yang dipasarkan dapat terkontaminasi oleh mikroba patogen ataupun logam berat.
Pencemaran bahan makanan dan minuman oleh mikroba dapat terjadi karena rendahnya
praktek-praktek sanitasi dan higienis dari produk pangan dan juga merupakan salah satu
masalah utama dalam keamanan pangan (Hariyadi, 2010).
Kriteria keamanan mikrobiologi pangan berarti pangan yang beredar tidak boleh
mengandung atau melebihi batas maksimum cemaran mikroba yang ditetapkan dalam
standar (Martoyo, et al., 2014). Cemaran mikroba pada minuman tradisional yaitu
meliputi mikroba indikator (ketinggian Angka Lempeng Total bakteri aerobik mesofilik),
bakteri golongan Coliform dan Eschericia coli (Siregar 1990). Keamanan kimia
berhubungan dengan tingkat cemaran logam berat yang rentan terdapat pada produk
minuman : seperti logam timbal (Pb) dan kadmium (Cd). Badan POM belum menetapkan
secara khusus mengenai Standar Nasional Indonesia (SNI) mengenai batas cemaran
mikrobiologis dan logam berat pada produk loloh, tetapi mengacu pada SNI nomor : 19-
2897-1992 telah ditetapkan bahwa kandungan total mikroba pada produk olahan
2
minuman adalah < 106 koloni/ mL; maksimum kapang/khamir yaitu < 104 koloni/mL;
total coliform pada produk minuman olahan berdasarkan Surat Keputusan Dirjen POM
no: 03726/B/SK/VII/1989 adalah 20 MPN/100mL. Batas maksimum cemaran E.coli pada
produk minuman olahan berdasarkan SNI 7388:2009 yaitu < 3 koloni/mL. Standar
Nasional Indonesia menetapkan besaran logam berat yang diperkenankan untuk produk
minuman berdasarkan SNI Nomor 7387:2009 yaitu Timbal (Pb) maksimal 0,3 ppm dan
Cadmium (Cd) maksimal 0,2 ppm.
Rentannya keamanan produk loloh secara mikrobiologis dan logam berat diduga
diakibatkan karena beberapa faktor selama proses pengolahan termasuk bahan baku,
kualitas air yang dipergunakan, terlebih lagi sebagian produk loloh diolah dengan cara
mengekstraksi daun/ buah dengan air tanpa melalui proses perebusan. Berdasarkan hal
tersebut maka perlu untuk mendeteksi keberadaan cemaran mikroba dan logam berat pada
produk loloh yang telah beredar dipasaran sehingga memberikan informasi mengenai
tingkat keamanan suatu produk loloh dalam upaya dilakukannya reformulasi pada
pembuatan loloh untuk mengurangi resiko pencemaran mikrobiologis dan logam berat
sebagai usaha perlindungan terhadap konsumen.
2.1. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah :
Tahun Pertama :
1. Berapakah jumlah loloh yang diproduksi secara langsung di daerah Denpasar dan
Badung ?
2. Berapakah tingkat prevalensi cemaran mikrobiologis dan logam berat terhadap
produk loloh yang berada dipasaran ?
3. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan tingkat pencemaran Loloh ?
4. Bagaimanakah perubahan mikrobiologis yang terjadi pada produk Loloh jika
disimpan pada suhu ruang selama 24 jam ?
Tahun Kedua :
1. Bagaimanakah metode penetapan formula dan proses pengolahan loloh yang benar
dalam upaya mengurangi resiko cemaran mikroba dan logam berat ?
2. Berapakah nilai kandungan kimia dari loloh meliputi vitamin C, total asam, total
gula, antioksidan, dan total fenol ?
3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keamanan Pangan
Selain menuntut aspek indulgence, pleasure, kenikmatan dari produk pangan,
konsumen tetap menghendaki aspek kesehatan dan keamanan. Karena itu, pangan
tradisional harus selalu dikembangkan untuk menjawab tuntutan konsumen pangan yang
terus berkembang (Hariyadi, 2010). Pangan disebut aman jika memenuhi kriteria dari
beberapa aspek seperti fisika, kimia, radioaktivitas maupun mikrobiologi (Fardiaz, 1996).
Suatu produk pangan dapat disebut aman dari aspek mikrobiologi jika tidak mengandung
mikroba patogen yaitu mikroba yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada
manusia yang mengkonsumsinya (Fardiaz, 1996).
Rendahnya tingkat keamanan makanan tradisional disebabkan oleh beberapa
faktor seperti (1) mutu bahan baku yang rendah akibat cemaran mikrobiologis, kimia, dan
fisika, (2) teknologi pengolahan yang rendah, (3) penetapan sanitasi yang belum
memadai, (4) mutu air yang rendah, (5) sistem penanganan limbah yang belum memadai,
(6) mutu sumber daya manusia (Hariyadi dan Nuraida, 2001)
Keamanan pangan bisa dibedakan dalam dua hal yang besar; yaitu aman secara
rohani dan aman secara teknis. Keamanan pangan secara rohani ini berhubungan dengan
kepercayaan dan agama suatu masyarakat. Keamanan pangan secara jasmani dicirikan
oleh terbebasnya masyarakat dari jenis pangan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jenis-
jenis bahaya (hazards) yang berpotensi membuat produk pangan tidak aman, dibagi
menjadi bahaya kimia, fisik maupun mikrobiologi (Hariyadi, 2010).
Beberapa contoh bahaya mikrobiologi yaitu mikroba patogen yang menyebabkan
orang menjadi sakit atau keracunan, sedangkan bahaya kimia, seperti cemaran logam
berat, dapat menimbulkan penyakit akut maupun kronis, serta bahaya fisik, misalnya
adanya potongan kayu yang bisa membahayakan konsumennya. Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kontaminasi bakteri pada produk pangan antara lain metode
pengolahan selama proses persiapan, pengetahuan pedagang yang masih rendah termasuk
perilaku sehat, kebersihan badan pedagang, kebersihan alat, higiene dan sanitasi yang
buruk (Sartika, et al., 2005).
Keamanan pangan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor teknis, seperti faktor-
faktor air, oksigen, pH, suhu, penanganan (benturan, gesekan) dan waktu. Secara umum,
usaha-usaha menjamin keamanan pangan biasa dirumuskan dalam bentuk prosedur-
4
prosedur operasi dan praktek-praktek penanganan dan pengolahan yang baik disepanjang
mata rantai penanganan dan pengolahan pangan (Hariyadi, 2010).
Sumber-sumber kontaminasi yang potensial antara lain, penjamah makanan,
peralatan pengolahan dan peralatan makan, serta adanya kontaminasi silang. Diperkirakan
sekitar 80% penyakit bawaan makanan/ keracunan makanan disebabkan adanya
kontaminasi mikroba (Purawijaya, 1992).
2.2. Loloh
Loloh merupakan minuman tradisional khas Bali yang proses pembuatannya
secara turun temurun telah diwariskan. Loloh memiliki rasa yang unik tergantung dari
bahan-bahan yang dipergunakan dalam pembuatan loloh. Kandungan bahan yang terdapat
di dalam loloh dipercaya dapat menyembuhkan penyakit sehingga loloh menjadi pilihan
oleh dikonsumsi oleh masyarakat untuk dikonsumsi dibandingkan mengkonsumsi obat-
obatan. Namun demikian minuman ini juga dapat menyebabkan penyakit jika tidak
dikelola dengan baik karena beberapa bahan penyusunnya merupakan media yang baik
bagi pertumbuhan bakteri.
Terdapat 17 jenis minuman tradisional di Bali, beberapa diantaranya yaitu loloh
tibah, loloh kayu manis, loloh cencem, loloh beluntas, loloh don temen, loloh don
sembung, loloh dapdap, loloh temu, loloh kunyit, loloh temopoh, loloh jempiring, dan
loloh don isen. Kandungan yang paling banyak dari loloh adalah air yaitu berkisar 97,04%
- 98,71 %, kandungan Vitamin C pada loloh berkisar antara 8,36% - 33,89%, kandungan
total asam berkisar antara 7,34% - 14,67%, sedangkan kandungan gulanya berkisar antara
2,63% - 12,08 %. Adanya asam dan gula pada loloh menyebabkan loloh memiliki rasa
asam dan asin (Yusa dan Suter, 2013).
Daun kayu manis atau lebih dikenal dengan sebutan daun katuk berasal dari
tanaman Sauropus adrogynus (L) Merr, famili Euphorbiaceae. Daun katuk pada
umumnya dikonsumsi sebagai sayuran dan berkhasiat memperlancar ASI. Warna daun
katuk hijau gelap karena kadar klorofil yang tinggi (Mayus, 2013). Pembuatan loloh don
kayu manis yaitu daun kayu manis dicuci, kemudian ditambahkan dengan air matang,
dihaluskan atau diremas-remas, diperas lalu disaring. Hasil saringan ditambah dengan
sedikit garam. Hasil saringan ini siap untuk dikonsumsi dan disebut dengan loloh don
kayu manis.
Jempiring atau kaca piring dengan nama ilmiah Gardenia augusta Merr adalah
perdu tahunan dengan tinggi mencapai 2 meter yang berasal dari famili kopi-kopian atau
5
Rubiaceae. Di Bali, tanaman ini dikenal dengan nama jempiring dan bunganya
merupakan maskot kota Denpasar. Daun jempiring mengandung saponin, flavonoid,
polifenol, dan minyak atsiri yang berkhasiat sebagai obat sariawan, demam, sesak napas,
dan tekanan darah tinggi. Bunganya berkhasiat sebagai obat demam dan relaksasi.
Sifatnya yang memberikan efek relaksasi secara tidak langsung mengurangi tekanan
darah dan menjaga kesehatan jantung. Bagian yang digunakan adalah bunga dan daunnya
(Adi, 2008). Pembuatan loloh jempiring ini menggunakan daun jempiring, daun alpokat,
dan daun piduh yang telah dikeringkan, bunga cengkeh serta gula pasir secukupnya.
Semua bahan tersebut diletakkan dalam panci, ditambah air selanjutnya direbus. Setelah
dingin disaring dan siap untuk dikonsumsi. Hasil saringan ini disebut dengan loloh don
jempiring.
Tibah atau lebih dikenal dengan mengkudu (Morinda citrifolia) merupakan
tanaman berdaun hijau, hidup di daerah pantai sampai ketinggian 400 m di atas
permukaan laut. Bila di Jawa disebut dengan pace, di tanah Parahiyangan terkenal dengan
sebutan cangkudu, dan di Bali disebut tibah. Para peneliti melalukan riset intensif yang
menunjukkan bahwa mengkudu memiliki keunggulan yang sangat banyak. Tanaman ini
mengandung berbagai vitamin, mineral dan enzim, alkaloid, ko-faktor
dan sterol tumbuhan yang terbentuk secara alamiah. Selain itu, daun dan akar mengkudu
mengandung asam amino utuh yang merupakan sumber protein utama. Buah mengkudu
mengandung kadar air sekitar 52 %. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk
mengetahui elemen yang terdapat di dalam mengkudu (Magdalena, 2011). Buah
mengkudu juga mengandung xeronine yang merupakan salah satu zat penting yang
mengatur fungsi dan bentuk protein spesifik sel-sel tubuh manusia.
Mengkudu memiliki banyak sekali manfaat sehingga loloh tibah ini bisa
digunakan untuk pengobatan tradisional sebagai alternatif pengganti pengobatan medis.
Pembuatan loloh tibah menggunakan bahan baku mengkudu (tibah), gula pasir, terasi,
cuka, cabe rawit, dan garam. Tibah dicuci terlebih dulu kemudian ditambahkan dengan
gula pasir, terasi, cuka, cabe rawit, dan garam secukupnya. Selanjutnya ditambahkan
dengan air matang, dihaluskan atau diremas-remas, diperas lalu disaring. Hasil saringan
ini siap untuk dikonsumsi dan disebut dengan loloh tibah.
2.3. Cemaran Mikrobiologis
Setiap bahan pangan selalu mengandung mikroba yang jumlah dan jenisnya
berbeda. Pencemaran mikroba pada bahan pangan merupakan hasil kontaminasi langsung
6
atau tidak langsung dengan sumber-sumber pencemar mikroba, seperti tanah, air, debu,
saluran pencernaan dan pernafasan manusia atau hewan. Namun demikian, hanya
sebagian saja dari berbagai sumber pencemar berperan sebagai sumber mikroba awal
yang selanjutnya akan berkembang biak pada bahan pangan sampai jumalh tertentu. Hal
ini berakibat populasi mikroba pada berbagai jenis bahan pangan umumnya sangat
spesifik, tergantung dari jenis bahan pangannya, kondisi lingkungan dan cara
penyimpanannya (Abbas dan Nurwantoro, 1997).
Pencemaran mikroba pada minuman tradisional (jamu) yang cara pembuatannya
masih sederhanan itu dapat berasal dari bahan baku yang digunakan, proses pembuatan
dan cara penyajiannya. Cemaran mikroba pada jamu dapat berupa bakteri dan jamur
(Siregar, 1990). Terdapatnya cemaran mikroba pada jamu disebabkan penanganan bahan
baku dan proses pembuatan yang berbeda-beda.
Mikroba dapat ditularkan melalui air kotor yang dicemari tinja manusia adalah
berupa Escherichia coli. Mikroba yang dapat ditularkan melalui tanah dan debu adalah
Clostridium, mikroba yang dapat ditularkan melalui tanaman biji-bijian adalah Bacillus
cereus. Salmonella dapat mencemari jamu secara langsung/tidak langsung melalui tinja
manusia, atau air yang tercemar oleh sampah atau ditularkan melalui bahan mentah
melalui tangan pengolah makanan atau melalui peralatan yang digunakan (Siregar, 1990).
Populasi mikroba dalam setiap makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
tersedianya nutrien, air, suhu, pH, potensial redoks, dan adanya zat pengahambat. Bila
mikroorganisme ini populasinya meningkat dapat menimbulkan berbagai masalah antara
lain : menentukan taraf mutu bahan makanan, mengakibatkan kerusakan pangan,
merupakan sarana penularan beberapa beberapa penyakit menular, dan keracunan
makanan (Supardi, 1999).
Coliform merupakan suatu grup bakteri yang digunakan sebagai indikator adanya
polusi kotoran dan kondisi sanitasi yang tidak baik terhadap air, makanan, susu, dan
produk-produk susu. Adanya bakteri coliform di dalam makanan atau minuman
menunjukkan kemungkinan adanya mikroba yang bersifat enteropatogenik dan/atau
toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan. Bakteri coliform dapat dibedakan menjadi dua
group yaitu coliform fekal misalnya Escherichia coli dan coliform nonfekal, misalnya
Enterobacter aerogenes (Fardiaz, 1992).
Eschericia coli adalah suatu bakteri gram negatif berbentuk batang, bersifat
anaerobik fakultatif, mempunyai flagela peritrikat. Eschericia coli dibedakan atas sifat
serologinya berdasarkan antigen O (somatik), K (kapsul), dan H (flagele). (Fardiaz, 1992).
7
2.4. Cemaran Kimia
Kontaminasi bahan kimia berbahaya merupakan salah satu ancaman bahaya atas
keamanan pangan. Menurut catatan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Fardiaz, 2006)
selama ini ada empat masalah utama keamanan pangan, yaitu (1) pencemaran pangan oleh
mikroba; (2) pencemaran oleh bahan kimia berbahaya; (3) penggunaan bahan berbahaya
yang dilarang untuk pangan; (4) penggunaan melebihi batas maksimum yang diijinkan.
Pencemaran bahan kimia berbahaya tercangkup didalamnya adalah pencemaran
akibat adanya logam berat dalam produk pangan. Beberapa unsur logam sangat
dibutuhkan oleh mahluk hidup untuk mempertahankan kehidupannya. Tetapi juga ada
yang memberikan dampak buruk logam berat biasanya menimbulkan efek-efek khusus
pada mahluk hidup. Informasi mengenai cemaran logam berat pada berbagai komoditas
pertanian masih sangat terbatas dan tidak tersedia secara konsisten dari tahun ke tahun.
Tingkat kontaminasi logam berat yang tinggi dalam tubuh manusia yang masuk lewat
makanan yang dikonsumsi akan menyebabkan masalah kesehatan serius. Beberapa kasus
keracunan loham berat Arsen triorganik pada kadar 300-30.000 ppb dapat menyebabkan
beberapa gangguan kesehatan seperti; iritasi perut, muntah, diare, penurunan produksi sel
darah merah, dan darah putih, serta gangguan kesehatan lain (Misgiyarta dan Usmiyati,
2005).
Arsen merupakan salah satu elemen yang paling toksik dan merupakan racun
akumulatif. Manusia terpapar arsen melalui makanan, air, dan udara. Pada produk
minuman batas maksimum cemaran arsen yaitu 0,25 mg/kg (Anon., 2009). Kadmium
(Cd) merupakan logam berat yang bersifat karsinogen dan bersifat racun kumulatif.
Kadmium biasa ditemukan sebagai mineral yang terikat dengan unsur lain seperti
oksigen, klorin, atau sulfur. Batas maksimum cemaran Cd adalah 0,2 mg/kg. Timbal dapat
masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan dan makanan. Konsumsi timbal dalam jumlah
banyak secara langsung menyebabkan kerusakan jaringan, termasuk kerusakan jaringan
mukosal. Batas maksimum cemaran timbal adalah 0,25mg/kg (Anon., 2009).
8
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mendata jumlah produsen minuman tradisional
(loloh) di daerah Denpasar dan Badung, serta melakukan analisis mengenai tingkat
cemaran mikrobiologis dan logam berat yang terjadi pada produk-produk lokal umumnya,
sehingga dapat menjadi suatu acuan dalam upaya perbaikan proses dan formulasi dalam
pembuatan loloh untuk menghasilkam produk loloh yang memenuhi kriteria keamanan
pangan.
Tujuan Khusus dari penelitian adalah :
Tahun Pertama :
1. Untuk mengetahui hubungan antara proses pengolahan loloh mulai dari kualitas
bahan baku, prosedur pengolahan sampai penyajian dengan pencemaran mikroba
pada loloh.
2. Mengetahui tingkat prevalensi cemaran mikroba patogen dan logam berat pada
produk loloh
3. Mengetahui perubahan mikrobiologis yang terjadi dari loloh jika disimpan pada suhu
ruang selama 24 jam.
Tahun Kedua :
1. Mendapatkan formula baru dalam pembuatan loloh sebagai upaya perbaikan proses
pengolahan loloh untuk mengurangi resiko cemaran mikroba dan logam berat.
2. Mengetahui kandungan kimia dari loloh yaitu kandungan vitamin C, total asam, total
gula, antioksidan, dan total fenol.
3.2. Manfaat Penelitian
Terealisasinya tujuan penelitian dari tahun pertama ini dapat menjadi acuan atau
standar perbaikan proses dalam pengolahan loloh dan perbaikan formulasi loloh sehingga
dapat meningkatkan keamanan mutu loloh baik dari segi mikrobiologis maupun kimiawi.
9
BAB IV. METODE PENELITIAN
4.1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di daerah Denpasar dan Badung untuk pengambilan sampel
loloh di beberapa produsen loloh. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium
Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian, Laboratorium Analisis Hasil Pangan
dan Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Udayana, Jalan P.B. Sudirman, Denpasar, Bali. Waktu penelitian adalah tahun 2015.
4.2 Alat dan Bahan Penelitian
4.2.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah : cawan petri
petri, coloni counter, pipet volume, tabung reaksi, tabung durham, batang bengkok, vortex,
gelas ukur, botol, jarum ose, lampu bunsen, autoclave, laminar-flow cabinet, sprayer,
pipet mikro Gilson 1000 µl, pipet volume, pinset, gelas ukur, pengaduk, oven, timbangan
analitik, hand refraktometer, aluminium foil, tissue, kertas label, sendok pengaduk,
kantong plastik, penggaris.
4.2.2 Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah Loloh
cemcem, loloh don sembung, loloh tibah, loloh kayu manis, dan loloh don jempiring yang
diperoleh dari beberapa produsen loloh di Bali, media Plate Count Agar (PCA), Pepton
Water (PW), Aquadest, Potato dextrose-agar (PDA), Lactose Broth, Eosine Methylene
Blue Agar (EMBA), kertas saring whattman 2, methanol, alkohol 96%, aseton.
Tabel 1. Rencana Kegiatan Penelitian Tahun I dan Tahun II
Tahun TAHAP KEGIATAN LUARAN INDIKATOR CAPAIAN
Prevalensi Cemaran Mikrobiologis dan Logam Berat pada Minuman Tradisional (Loloh) Dalam Upaya Peningkatan Keamanan Mutu Pangan
2015 I Melakukan observasi
dan wawancara
secara langsung
dengan menggunakan
daftar pertanyaan
(kuisioner) terhadap
Informasi dari
responden terkait
jenis loloh yang
diproduksi, jenis
bahan baku, jenis
peralatan, cara
pengolahan,
Berhasil mendapatkan
informasi mengenai jenis
loloh yang diproduksi, jenis
bahan baku dan cara
pengolahan, pemasaran dan
penyimpanan.
10
para penjual loloh. pemasaran dan
penyimpanan.
2 Analisis Cemaran
Mikrobiologis dan
Logam berat terhadap
sampel Loloh
Nilai Total
Mikroba, Nilai
total Coliform,
dan E. coli, Pb,
Cd, Al, dan Ar.
Mendapatkan data analisis
mikrobiologis dan logam
berat dari sampel loloh.
Mendapatkan nilai tingkat
prevalensi cemaran mikroba
patogen dan logam berat
pada produk loloh
3 Analisis sampel loloh
selama penyimpanan,
meliputi : pH, Total
padatan, Total
Mikroba, Total
Coliform, E. Coli,
Cemaran Kapang.
Nilai pH, Total
Padatan terlarut,
Nilai total
mikroba, total
Coliform, E.coli,
Cemaran kapang.
Berhasil mendapatkan data
lama simpan dari loloh
apabila disimpan pada suhu
ruang.
Tahun TAHAP KEGIATAN LUARAN INDIKATOR CAPAIAN
Pengembangan Minuman Tradisional (Loloh) dan Sifat Fungsional yang Dihasilkan
2016 1 Reformulasi meliputi
perbaikan proses,
bahan baku dalam
pembuatan loloh
sesuai kajian hasil
analisis pada tahun I
Standar acuan
dalam pembuatan
Loloh yang aman
dari nilai mutu
mikrobiologis dan
kimia
Berhasil menentukan
standar acuan dalam upaya
perbaikan mutu loloh
sehingga mengasilkan loloh
yang aman dari mutu
mikrobiologis dan kimia
2 Analisis nilai gizi dan
fungsional dari loloh
Nilai total asam,
total gula, vitamin
C, total fenol dan
aktivitas
antioksidan
Berhasil mendapatkan
karakteristik nilai gizi dan
sifat fungsional loloh,
dengan parameter : vitamin
C, total asam, total gula,
total fenol, ak. antioksidan
11
4.3. Metode Penelitian
4.3.1. Tahap Pertama : Wawancara dan Observasi Proses Pembuatan Loloh
Proses wawancara terhadap produsen yang memproduksi/menjual loloh dilakukan
dengan cara mendatangi dan mewawancari responden secara langsung dengan
menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner). Praktek sanitasi penjual loloh dinilai
berdasarkan penerapan prinsip-prinsip sanitasi dan higiene yang dilakukan penjual.
Informasi yang diinginkan yaitu mengenai nama jenis loloh yang diproduksi, lama
memproduksi loloh, bahan baku yang dipergunakan, proses pengolahan loloh, kondisi
loloh pada saat dihantarkan ke konsumen, kebiasaan dari penjual, jenis pengemas yang
digunakan, berapa lama waktu tempuh yang diperlukan untuk mencapai konsumen, dan
lama penyimpanan loloh oleh pedagang.
4.3.2. Tahap Kedua : Analisis Mikrobiologi dan Logam Berat Loloh
Penelitian Tahap kedua bertujuan untuk melakukan analisis terhadap sampel loloh,
meliputi : Total Mikroba, Total Coliform, dan E. coli, cemaran logam berat Pb, Cd, Ar,
dan Al.
Total Mikroba
Metode yang dipergunakan dalam menentukan total mikroba pada sampel loloh
adalah Total Plate Count (TPC). Koloni yang tumbuh dihitung dan dilaporkan sebagi
jumlah koloni per gram atau mL menurut Standard Plate Count Procedure (Fardiaz,
1992), dengan prosedur kerja yaitu sebagai berikut :
Pepton Water (PW) dimasukkan sebanyak 45 ml ke dalam botol sampel kemudian
disterilisasi. Selanjutnya dimasukkan ke dalam 4 tabung reaksi (10-2, 10 -3, 10 -4, 10 -5)
masing-masing sebanyak 9 ml kemudian disterilisasi. Sampel dihancurkan/dihaluskan
terlebih dahulu, kemudian ditimbang sebanyak 5 gram dan kemudian dimasukkan ke
dalam botol yang telah berisi PW 45 ml yang telah diterilisasi. Tandai botol dengan
pengenceran 10-1. Botol diletakkan diatas vortex agar PW dan sehingga sampel tercampur
merata. Kemudian dipipet 1 ml sampel dan dimasukkan ke dalam cawan petri. Tandai
cawan petri dengan 10-1. Setelah itu pipet 1 ml sampel dan masukkan ke tabung reaksi 10-
2. Tabung reaksi 10-2 diletakkan diatas vortex agar tercampur merata kemudian pipet 1 ml
larutan dan masukkan ke dalam cawan petri yang ditandai dengan 10-2. Setelah itu pipet 1
ml larutan dan masukkan ke dalam tabung reaksi 10-3. Langkah no.4 diulangi kembali
sampai dengan pengenceran 10-5 dengan perlakuan yang sama. Selanjutnya ditambahkan
15-20 ml media PCA ke dalam masing-masing cawan petri kemudian putarlah cawan
12
petri tersebut diatas meja membentuk angka 8 perlahan-lahan agar tercampur merata
dengan medium (homogen). Kemudian, dibiarkan memadat dan diinkubasi dengan posisi
cawan petri terbalik pada suhu 35 0C selama 24-48 jam. Jumlah koloni mikroba yang
terdapat dalam cawan petri tersebut dihitung sebagai data total mikroba.
Total Coliform
Analisis total coliform dilakukan berdasarkan metode Most Probable Number (MPN)
sesuai (Fardiaz, 1992) dengan tahapan dibawah ini :
Sebanyak 45 ml PW dimasukkan ke dalam botol sampel kemudian disterilisasi.
Dimasukkan PW ke dalam 2 tabung reaksi (10-2, 10-3) masing-masing sebanyak 9 ml
kemudian disterilisasi. Disiapkan 9 tabung reaksi, sebanyak 3 tabung reaksi diberi tanda
10-1 dan seterusnya sampai pengenceran 10-3. Tabung durham dimasukkan ke dalam
masing-masing tabung reaksi kemudian masukkan Lactose Broth (LB) ± 10 ml ke dalam
masing-masing tabung reaksi kemudian disterilisasi. Sampel dihancurkan/dihaluskan
terlebih dahulu, kemudian ditimbang sebanyak 5 gram. Sebanyak 5 gram sampel
dimasukkan ke dalam botol yang telah berisi PW 45 ml yang telah disterilisasi. Kemudian
masing-masing botol ditandai sampai dengan jumlah pengeceran yang dikehendaki (10-1 -
10-3). Untuk uji penduga coliform, sebanyak 1 ml larutan dari pengenceran 10-1 sampai
10-3 diinokulasikan ke dalam masing-masing tabung reaksi yang telah berisi tabung
durham. Selanjutnya, tabung reaksi yang berisi durham, LB, dan sampel diinkubasikan di
inkubator dengan suhu 35 0C selama 48 jam. Pendugaan adanya bakteri coliform ditandai
dengan terbentuknya gas dalam tabung durham pada setiap pengenceran.
Escherichia coli
Pengujian E. coli dilakukan dengan uji kualitatif (Fardiaz, 1992) dengan langkah kerja
sebagai berikut :
Pengujian E.coli, dari tabung reaksi hasil total Coliform yang paling keruh dan
bergas (+) dilakukan inokulasi masing-masing ke dalam cawan petri yang berisi media
EMBA. Tabung reaksi yang berisi gas digoyang/dikocok agar homogen kemudian dipipet
0,1 ml. Selanjutnya ditanam pada cawan petri yang telah diisi media EMBA ± 12-15 ml
yang telah dibekukan. Diratakan dengan batang bengkok sambil cawan petri diputar agar
pertumbuhan mikroorganisme merata. Inkubasi selama 48 jam di inkubator, suhu 35 0C.
Koloni E.coli ada ditandai dengan adanya bintik hitam kecil yang dikelilingi warna hijau
metalik/ada kilatan mata ikan.
13
Penentuan Kadar Logam Berat (Mineral Berbahaya)
Metode yang digunakan dalam mengukur kadar logam berat sesuai dengan
Apriyantono, et al., (1989) dengan pengabuan basah menggunakan HNO3 dan H2SO4.
Penentuan kadar logam berat dengan cara sebagai berikut : Sampel sebanyak 2 mL diukur
dan dimasukkan kedalam labu kjeldahl, ditambahkan 10 mL H2SO4 dan 10mL HNO3
dan beberapa batu didih. Pemanasan dilakukan perlahan-lahan samapi larutan berwarna
gelap dan hindari dari pembentukkan buih yang berlebihan. Selanjutnya ditambahkan 1-2
mL HNO3 dan pemanasan dilanjutkan samapi larutan menjadi lebih gelap. Penambahan
pereaksi HNO3 sambil dilakukan pemanasan selama 5-10 menit sampai semua zat
organik teroksidasi (berwarna kuning bening). Penambahan 10 mL aquades sambil
dipanaskan sampai berasap. Larutan didiamkan samapi dingin kembali, kemudian
ditambahkan 5 mL aquades dan didihkan sampai berasap, selanjutnya larutan didinginkan
kemudian diencerkan. Sampel siap dibaca dengan alat Atomic Absorpsion
Spectrrophotometry (AAS).
4.3.3. Tahap Ketiga : Analisis Mikrobiologis Loloh selama Penyimpanan
Pada penelitian tahap ketiga, loloh yang melewati uji pada tahap 2 (tidak
mengandung bakteri patogen), akan disimpan selama 48 jam, suhu ruang, selanjutnya
dilakukan pengujian terhadap pH, Total padatan terlarut, Total Mikroba, Total Coliform,
E. coli, Total Kapang akan dilakukan setiap 6 jam yaitu saat penyimpanan 0 jam, 6 jam,
12 jam, 18 jam, dan 24 jam.
Nilai pH
Nilai pH diukur dengan elektroda gelas (AOAC, 1995). Sebanyak 30-50 mL
sampel langsung diukur nilai pH-nya dengan menggunakan pH meter. Sebelum
digunakan, pH meter harus dikalibrasi terlebih dahulu dengan larutan buffer pH 4,0 dan
pH 7,0.
Total Padatan Terlarut
Nilai Total Padatan Terlarut diukur dengan alat refraktometer (AOAC, 1995).
Filtrat sampel diteteskan di atas prisma refraktometer yang sudah distabilkan kemudian
14
dilakukan pembacaan. Sebelum dan setelah digunakan, prisma refaktometer dibersihkan
dengan alkohol. Total padatan terlarut dinyatakan dalam oBrix sukrosa.
Total Kapang (Maturin dan Peeler, 2001)
Total Kapang diukur dengan metode hitungan cawan (Maturin dan Peeler, 2001).
Sebanyak satu mL sampel diambil dan dimasukkan ke dalam 9 mL larutan pengencer.
Setelah itu dilakukan pengocokan hingga homogen dengan vorteks. Pengenceran dan
pemupukkan dilakukan hingga tingkat pengenceran 10-2. Selanjutnya ke dalam cawan
tersebut dimasukkan media PDA (Potato Dekstrosa Agar) cair yang telah ditambahkan
asam tartarat steril 10% sebanyak 15-20 mL.
Segera setelah penuangan, cawan petri digerakkan di atas meja secara hati-hati
untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata, yaitu dengan gerakan melingkar atau
angka delapan. Setelah medium membeku, cawan petri diinkubasikan dengan posisi
terbalik pada inkubator suhu 30oC selama 2 hari (48 jam). Jumlah koloni kapang yang
terdapat pada cawan petri, dihitung sebagai data total kapang.
4.4. Pengolahan dan Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian pada Tahun I ini dilakukan secara deskriptif
dan analisis statistik. Data hasil kuisioner dari penjual loloh meliputi data gambaran
umum pengolahan, praktek sanitasi dan higiene dianalisis secara deskriptif. Hubungan
total mikroba, total coliform, E. coli, tingkat cemaran logam berat dengan sanitasi dan
higiene penjual dianalisis dengan menggunakan uji Kolerasi Rank Spearman untuk
menggambarkan besarnya pencemaran mikrobiologis dan kimia pada loloh, sehingga
diperoleh suatu hasil analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan pencemaran
mikrobiologis dan kimia pada loloh. Metode penelitian pada Tahun II dilakukan untuk
melakukan reformulasi produk loloh. Rancangan percobaan yang digunakan adalah
rancangan acak lengkap dengan perlakuan perbaikan formula tahap pertama terdiri dari 5
level (L1; L2; L3; L4; dan L5). Perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga didapat 15
unit percobaan, untuk setiap 1 sampel Loloh.
15
4.5. Peta Jalan Penelitian
Peta jalan penelitian atau garis besar tahapan penelitian multi tahun (2 tahun)
dapat dilihat pada Gambar 1.
Penelitian Minuman Tradisional (PPMT, 2012-2014) 1. Inventarisasi dan Analisa Zat Gizi Minuman Tradisional Bali (2012) 2. Kajian Nilai Gizi Minuman Tradisional Bali (2013) 3. Kajian Nilai Gizi Minuman Tradisional Bali (2014)
Kajian Tingkat Keamanan Mutu Loloh
Reformulasi Loloh
Kajian Nilai Gizi Sifat Fungsional dari Loloh
Loloh dengan Formula Baru (Aman dari aspek Mikrobiologis dan Kimia)
Loloh Yang Aman dari Aspek
Mikrobiologis dan kimia
Penyimpanan Loloh, Selama 48 jam, Suhu Ruang
4 Jenis Loloh (Loloh cemcem, Loloh daun jempiring, Loloh tibah,
Loloh don bluntas)
Penetapan Jenis Loloh yang digunakan sebagai Sampel
17 Jenis Loloh
- Wawancara thd Produsen Loloh (kuisioner) -Analisa Cemaran Mikrobiologis : Total Mikroba, Total Coliform, E. Coli -An. Cemaran Logam Berat : Pb, Cd
- Analisa Perubahan Mikrobiologis selama Penyimpanan - pH, Total Padatan Terlarut
- Survey loloh yang dipasarkan - Telaah Pustaka
Penentuan Formula loloh yang aman, melalui : 1. Perbaikan proses, 2. Optimasi pembuatan Formula loloh (didasari hasil kajian pada Tahun I)
Tingkat Keamanan Loloh dari Aspek Mikrobiologis dan
Kimia ?
aman
tidak aman
-Analisa Vit C, Total asam, Total Gula -Analisa kapasitas antioksidan -Aktivitas Antioksidan - Analisa Total Fenolik
TAHUN I
TAHUN II
16
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Data Jenis Loloh dan Daerah Pemasarannya
Pada penelitian tahap pertama dilakukan klasifikasi jenis-jenis loloh yang telah
dipasarkan secara rutin di daerah Denpasar dan Badung yang diproduksi oleh produsen
loloh berdomilisi di daerah Badung dan Denpasar. Terdapat 4 jenis loloh yang terdapat
dipasaran antara lain : loloh cem-cem, loloh tibah, loloh Bluntas, dan loloh jempiring.
Data mengenai jenis loloh dan wilayah pemasarannya dapat dilihat pada Tabel. 2
Tabel 2. Data jenis loloh dan wilayah pemasarannya
No. Jenis Loloh Jumlah Daerah Pemasarn
1 Loloh Cem-Cem 6 buah Daerah Gatot Subroto,
Denpasar; Daerah Denpasar
Timur; Pasar Agung; Pasar
Kreneng; Pasar Badung;
Gunung Agung;
2. Loloh Tibah 5 buah Daerah Denpasar Timur;
Daerah Pasar Mengwi,
Badung; Pasar Badung;
Gunung Agung; Petang
3. Loloh Bluntas 2 buah Daerah Denpasar Timur; Pasar
Badung
4. Loloh Jempiring 1 buah Daerah Petang dan Renon
Hasil Penelitian, 2015 (Data diolah)
Berdasarkan hasil observasi terdapat beberapa kendala dalam produksi loloh
antara lain :
1. Ketersediaan Bahan Baku : selama ini bahan baku loloh yang digunakan dalam
bentuk segar, sehingga jumlah produksi per hari loloh terbatas tergantung jumlah
bahan baku yang tersedia, terutama jenis loloh tibah dan loloh bluntas.
2. Sanitasi produsen loloh, meliputi :
a. Tempat pengolahan yang tidak memiliki ruang khusus untuk mengolah loloh
seluruh pedagang loloh belum memiliki ruang khusus dalam pengolahan
loloh, produsen mengolah loloh di dapur ataupun di halaman rumah.
17
b. Penggunaan botol kemasan : Botol Kemasan yang dipergunakan untuk
mengemas loloh, sebagian besar mempergunakan botol bekas dengan tujuan
untuk menghemat biaya produksi (42,86% menggunakan botol bekas; 35,71%
menggunakan botol baru, 21,43% menggunakan keduanya);
c. Penggunaan air produksi : jenis air yang dipergunakan untuk produksi adalah
air isi ulang yang dimatangkan kembali (42,86%), air isi ulang (42,86%), air
mineral merk aqua (7,14%), dan air dari sumber mata air (7,14%).
3. Belum adanya standar baku (resep) dalam pembuatan loloh yang baku sehingga
loloh yang dihasilkan memiliki kualitas dapat berbeda-beda terutama dari segi
sensoris. Penggunaan bahan baku pembuatan loloh berdasarkan hasil perkiraan
dari produsen.
4. Belum adanya patokan mengenai masa simpan dari loloh, 64,28 % dari produsen
loloh menyatakan sisa produk yang tidak habis terjual akan disimpan kembali di
lemari es untuk dijual kembali.
5.2. Tingkat Prevalensi Produk Loloh
Berdasarkan hasil analisis, berbagai macam jenis loloh yang telah di produksi di
daerah Denpasar dan Badung telah terdeteksi kontaminasi oleh mikroba dan logam berat
sehingga tidak memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI) mengenai produk
minuman. Perbedaan tingkat cemaran mikrobiologis dan logam berat pada loloh (Tabel 1)
dapat diakibatkan karena perbedaan jenis dan sumber bahan baku, proses pengolahan
loloh, dan tingkat sanitasi dari produsen loloh.
Tabel 3. Distribusi tingkat cemaran mikrobiologis dan logam berat pada loloh
Loloh Cem-Cem
Loloh Tibah
Loloh Bluntas
Loloh Jempiring
Total TMS
Prevalensi
Total Mikroba 1 3 0 0 4 28,57 Total Kapang/khamir 2 5 0 1 6 57,14 Total Coliform 6 3 1 1 11 78,57 Total E. Coli 2 0 0 0 2 14,28 Timbal (Pb) 1 0 2 0 3 21,43 Cadmium (Cd) 0 0 1 0 1 7,14
Tingkat cemaran terhadap bakteri coliform mencapai 78,57% sehingga dapat
dikatakan sebagian besar loloh tercemar oleh bakteri coliform. Adanya bakteri coliform di
dalam makanan atau minuman menunjukkan kemungkinan adanya mikroba yang bersifat
18
enteropatogenik dan/atau toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan. Bakteri coliform
dapat dibedakan menjadi dua group yaitu coliform fekal misalnya Escherichia coli dan
coliform nonfekal, misalnya Enterobacter aerogenes (Fardiaz, 1992). Terdapat 2 sampel
loloh cem-cem yang positif mengandung bakteri E.coli, sehingga dari keseluruhan sampel
loloh cem-cem tingkat cemaran bakteri E. coli sebesar 33,33% (n=6). Escherichia coli
merupakan bakteri penyebab diare yang sering kali ditemukan pada lingkungan dengan
kondisi sanitasi yang buruk (Umoh dan Odam, 1999). Bakteri ini seringkali dikaitkan
dengan Traveller diarrhoea dan penyakit hemorhagic colitis, sehingga mengkonsumsi
makanan yang telah terkontaminasi bakteri E.coli dapat menimbulkan penyakit diare akut
(Hanoshiro, et al., 2004).
Tingkat cemaran logam timbal (Pb) sebesar 21,43%, Pb merupakan logam alami
yang dapat ditemukan pada tanah, tidak berbau dan tidak berasa. Tingginya cemaran Pb
pada produk pangan mengindikasi bahwa pada produk telah terkontaminasi sisa
pembakaran kendaraan bermotor, menurut Siregar (2005) partikel timah hitam/ timbal
yang dikeluarkan asap kendaraan bermotor antara 0,08-1,00 µm dengan masa tinggal di
udara selama 4-40 hari. Tingkat cemaran cadmium (Cd) sebesar 7,14%. Kadmium
merupakan logam murni berupa logam lunak berwarna putih perak, pada industri
kadmium digunakan sebagai bahan pembuatan baterai, pigmen, pelapisan logam dan
plastik (Anon, 2009). Kontaminasi Cd pada produk loloh tergolong rendah dikarenakan,
Cd merupakan mineral yang terikat pada unsur lain seperti oksigen, klorin, atau sulfur.
5.3. Total mikroba
Berdasarkan hasil analisa, nilai total mikroba dari 14 buah loloh dari produsen
yang terdapat di daerah Denpasar dan Badung dapat dilihat pada Tabel 4. Produk pangan
tradisional termasuk jamu memiliki kelemahan dalam kandungan mikrobiologis, salah
satu contoh adalah produk loloh. Produk loloh sangat mudah terkontaminasi mikroba
karena proses yang kurang higienis. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-
2897-1992 telah ditetapkan bahwa kandungan untuk mikroba adalah < 106 koloni/ mL
(Pratiwi, 2005). Sesuai dengan SNI terhadap jumlah total mikroba maka dapat dikatakan
bahwa dari 83,33% dari loloh cem-cem, 25% dari loloh tibah, dan 100% dari loloh
bluntas dan loloh jempiring telah memenuhi kriteria SNI.
Perbedaan kandungan mikroba dari masing-masing jenis loloh berbeda
diakibatkan perbedaan bahan baku loloh, dan proses pengolahan loloh. Loloh Bluntas dan
Loloh Jempiring adalah jenis loloh yang melalui proses perebusan saat pengolahan,
19
sehingga mengurangi jumlah mikroba yang mengkontaminasi. Loloh cem-cem dan loloh
tibah, tidak melalui proses perebusan dalam pengolahannya, bahan baku berupa daun
cem-cem dan tibah hanya diekstrak secara langsung menggunakan air matang. Bahan
berupa daun cem-cem dan buah tibah (mengkudu) diekstrak menggunakan air, selanjutnya
dilakukan pemerasan dengan tangan telanjang untuk mendapatkan ekstrak daun cem-cem ataupun
buah tibah. Proses tersebut dapat meningkatkan resiko kontaminasi silang dari tangan pengolah ke
produk yang dihasilkan sehingga dapat meningkatkan jumlah mikroba jika produk loloh tidak
segera dikonsumsi. Perhitungan total mikroba berperan dalam menentukan status sanitasi
makanan/minuman (Ariyani dan Anwar, 2006). Tabel 4. Nilai Total Mikroba Loloh di Daerah Badung dan Denpasar
No. Jenis Loloh Total Mikroba
(Koloni/ mL)
Standar
(Koloni/mL)
Keterangan
1. Loloh Cem Cem 1 3,3 x 105 < 106 MS
2. Loloh Cem Cem 2 1,23 x 106 < 106 TMS
3. Loloh Cem Cem 3 2,6 X 105 < 106 MS
4. Loloh Cem Cem 4 4,0 X 105 < 106 MS
5. Loloh Cem Cem 5 5,9 x 104 < 106 MS
6. Loloh Cem Cem 6 9,2 x 105 < 106 MS
7. Loloh Tibah 1 2,9 x 105 < 106 MS
8. Loloh Tibah 2 5,9 x 106 < 106 TMS
9. Loloh Tibah 3 1,08 x 106 < 106 TMS
10. Loloh Tibah 4 1,44 x 106 < 106 TMS
11. Loloh Tibah 5 3,9 x 105 < 106 MS
12. Loloh Bluntas 1 6,7 x 104 < 106 MS
13. Loloh Bluntas 2 5,1 x 104 < 106 MS
14. Loloh Jempiring 6,0 x 105 < 106 MS
Standar menurut SNI No. 19-2897-1992 Keterangan : MS (Memenuhi Syarat); TMS (Tidak Memenuhi Syarat)
5.4. Total Kapang/ khamir
Berdasarkan hasil analisa, nilai total kapang/ khamir 14 buah loloh dari produsen
yang terdapat di daerah Denpasar dan Badung dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan
SNI 19-2897-1992 jumlah maksimum kapang/khamir pada produk olahan pangan yaitu <
20
104 (Pratiwi, 2005), maka dapat dikatakan bahwa semua sampel loloh tidak memenuhi
persyaratan SNI terkait jumlah maksimum cemaran kapang/ khamir pada produk loloh.
Besarnya jumlah koloni kapang/khamir pencemar dalam loloh dapat diakibatkan karena
rendahnya sanitasi dan higiene dari produsen loloh. Selain itu dapat juga diakibatkan
kontaminasi dari udara pada saat proses pengemasan, wadah kemasan yang kurang steril,
dan kontaminasi dari bahan baku yang dipergunakan dalam mengolah loloh.
Tabel 5. Nilai Total Kapang/Khamir Loloh di Daerah Badung dan denpasar
No. Jenis Loloh Total Kapang/ Khamir
(Koloni/mL)
Standar
(Koloni/mL)
Keterangan
1. Loloh Cem Cem 1 6,1 x 103 < 104 TMS
2. Loloh Cem Cem 2 2,2 x 104 < 104 TMS
3. Loloh Cem Cem 3 4,6 X 103 < 104 TMS
4. Loloh Cem Cem 4 2,4 X 104 < 104 TMS
5. Loloh Cem Cem 5 3,7 x 103 < 104 TMS
6. Loloh Cem Cem 6 1,4 x 103 < 104 TMS
7. Loloh Tibah 1 7,2 x 103 < 104 TMS
8. Loloh Tibah 2 2,0 x 105 < 104 TMS
9. Loloh Tibah 3 1,4 x 105 < 104 TMS
10. Loloh Tibah 4 3,5 x 104 < 104 TMS
11. Loloh Tibah 5 4,5 x 103 < 104 TMS
12. Loloh Bluntas 1 1,3 x 103 < 104 TMS
13. Loloh Bluntas 2 1,5 x 103 < 104 TMS
14. Loloh Jempiring 5,7 x 104 < 104 TMS
Standar menurut SNI No. 19-2897-1992 Keterangan : TMS (Tidak Memenuhi Syarat)
5.5. Total Coliform
Berdasarkan hasil analisa, nilai total Coliform 14 buah loloh dari produsen yang
terdapat di daerah Denpasar dan Badung dapat dilihat pada Tabel 6. Nilai total coliform
pada produk minuman olahan berdasarkan Surat Keputusan Dirjen POM no:
03726/B/SK/VII/1989 tentang batas maksimal cemaran mikroba dalam makanan adalah
20 MPN/100mL, hal tersebut berarti keseluruhan produk loloh cem-cem tidak memenuhi
kriteria SNI karena nilai total coliform pada produk loloh cem-cem melewati standar
21
maksimum yaitu berada pada kisaran 0,40 x 103 sampai dengan 1,20 x 105. Produk loloh
tibah sebanyak 60% memenuhi kriteria, sedangkan untuk loloh bluntas 50% memenuhi
kriteria kandungan maksimum total coliform pada produk minuman olahan. Beberapa
produsen loloh menyatakan jenis air yang dipergunakan untuk mengekstrak daun cem-
cem ataupun buah mengkudu berasal dari air isi ulang yang terdapat di daerah Denpasar
dan Badung. Penggunaan air isi ulang pada produksi loloh meningkatkan resiko
kontaminasi oleh bakteri coliform yang berasal dari air isi ulang tersebut. Berdasarkan
data penelitian jumlah total coliform pada 3 perusahaan air isi ulang yang dipergunakan
sebagai sumber air berkisar antara 43-120 APM/100mL dimana keseluruhan sampel air
minum tidak memenuhi kriteria standar coliform untuk air minum yaitu 0 APM/mL.
Tabel 6. Nilai Total Coliform Loloh di Daerah Badung dan denpasar
No. Jenis Loloh Total Coliform
(MPN/ mL)
Standar
(MPN/100mL)
Keterangan
1. Loloh Cem Cem 1 1,2 x 105 20 TMS
2. Loloh Cem Cem 2 1,2 x 105 20 TMS
3. Loloh Cem Cem 3 1,5 X 104 20 TMS
4. Loloh Cem Cem 4 2,1 X 104 20 TMS
5. Loloh Cem Cem 5 4,0 x 102 20 TMS
6. Loloh Cem Cem 6 1,1 x 103 20 TMS
7. Loloh Tibah 1 0 20 MS
8. Loloh Tibah 2 0 20 MS
9. Loloh Tibah 3 1,2 x 105 20 TMS
10. Loloh Tibah 4 4,3 x 103 20 TMS
11. Loloh Tibah 5 1,1 x 103 20 TMS
12. Loloh Bluntas 1 0 20 MS
13. Loloh Bluntas 2 1,5 x 103 20 TMS
14. Loloh Jempiring 4,60 x 104 20 TMS
Standar menurut SK Dirjen POM no: 03726/B/SK/VII/1989 Keterangan : MS (Memenuhi Syarat); TMS (Tidak Memenuhi Syarat)
5.6. Total E. Coli
Berdasarkan hasil analisa, nilai total E. Coli 14 buah loloh dari produsen yang
terdapat di daerah Denpasar dan Badung dapat dilihat pada Tabel 7. Batas maksimum
22
cemaran E.coli pada produk minuman olahan berdasarkan SNI 7388:2009 yaitu < 3
koloni/mL (Anonim, 2009b), hal ini berarti sampel loloh cem-cem 1 dan 2 telah melewati
standar maksimum kandungan E.coli pada produk minuman. Escherichia coli merupakan
bakteri indikator sanitasi yang berasal dari tinja manusia dan hewan, tertular ke dalam
makanan karena perilaku penjamah yang tidak higienis, pencucian peralatan yang tidak
bersih, kesehatan para pengolah dan penjamah makanan serta penggunaan air yang
mengandung coliform, E. coli, dan faecal coliform. Kontaminasi bakteri patogen pada
makanan dan minuman dapat menyebabkan berbagai macam penyakit diantaranya
typhoid, diare, keracunan makanan dan lain sebagainya (Siagian, 2002). Berdasarkan data
pada Tabel 6, tingkat prevalensi cemaran E.coli pada sampel loloh yaitu sebesar 15%.
Tabel 7. Nilai Total E. Coli Loloh di Daerah Badung dan denpasar
No. Jenis Loloh Total E. coli (Koloni/mL)
1. Loloh Cem Cem 1 5,0 x 104
2. Loloh Cem Cem 2 1,6 x 104
3. Loloh Cem Cem 3 - (Negatif)
4. Loloh Cem Cem 4 - (Negatif)
5. Loloh Cem Cem 5 - (Negatif)
6. Loloh Cem Cem 6 - (Negatif)
7. Loloh Tibah 1 - (Negatif)
8. Loloh Tibah 2 - (Negatif)
9. Loloh Tibah 3 - (Negatif)
10. Loloh Tibah 4 - (Negatif)
11. Loloh Tibah 5 - (Negatif)
12. Loloh Bluntas 1 - (Negatif)
13. Loloh Bluntas 2 - (Negatif)
14. Loloh Jempiring - (Negatif)
Standar menurut SNI 7388:2009 Keterangan : MS (Memenuhi Syarat); TMS (Tidak Memenuhi Syarat)
5.5. Nilai Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Cadmium (Cd)
Berdasarkan hasil analisis terhadap cemaran logam Pb dan Cd (Tabel 8), sebagian
besar sampel loloh telah memenuhi standar yang ditentukan. Loloh bluntas 1 tidak
memenuhi persyaratan karena sedikit melebihi kandungan maksimum logam Cd yaitu
23
sebesar 0,2005 ppm. Terdapat 3 sampel loloh yang tidak memenuhi standar kandungan
logam Pb yaitu loloh cem-cem 4, loloh bluntas 1 dan 2. Hal ini diduga karena bahan
utama dalam pembuatan loloh yaitu daun cem-cem dan daun bluntas telah tercemar
timbal yang berasal dari sisa pembakaran kendaraan bermotor.
Tabel 8. Nilai Kandungan Logam Cadmium dan Timbal Pada Loloh
Jenis Loloh Cadmium (Cd) (ppm)
Standar (ppm)
Ket. Timbal (Pb)
(ppm)
Standar (ppm)
Ket.
Loloh Cem Cem 1 0,1350 0,2 MS ttd 0,3 MS
Loloh Cem Cem 2 0,1384 0,2 MS ttd 0,3 MS
Loloh Cem Cem 3 0,1416 0,2 MS 0,2351 0,3 MS
Loloh Cem Cem 4 0,1725 0,2 MS 0,9610 0,3 TMS
Loloh Cem Cem 5 0,1362 0,2 MS ttd 0,3 MS
Loloh Cem Cem 6 0,1531 0,2 MS 0,1345 0,3 MS
Loloh Tibah 1 0,1179 0,2 MS ttd 0,3 MS
Loloh Tibah 2 0,1333 0,2 MS ttd 0,3 MS
Loloh Tibah 3 0,1353 0,2 MS 0,1826 0,3 MS
Loloh Tibah 4 0,1166 0,2 MS 0,0572 0,3 MS
Loloh Tibah 5 0,1056 0,2 MS 0,1674 0,3 MS
Loloh Bluntas 1 0,2005 0,2 TMS 0,7925 0,3 TMS
Loloh Bluntas 2 0,1504 0,2 MS 0,5506 0,3 TMS
Loloh Jempiring 0,0844 0,2 MS ttd 0,3 MS
Standar menurut SNI 7387 : 2009 Keterangan : MS (Memenuhi Syarat); TMS (Tidak Memenuhi Syarat) Daun cem-cem dan daun bluntas merupakan jenis daun yang berasal dari tanaman
yang seringkali ditanam sebagai pagar pekarangan. Tempat penanaman yang tidak
dibudidayakan secara khusus, dekat dengan lingkungan perumahan dan jalan raya
tentunya meningkatkan resiko tanaman tersebut tercemar oleh asap kendaraan bermotor
yang mengandung timbal. Menurut Siregar (2005) jumlah kadar timbal di udara
dipengaruhi oleh volume atau kepadatan lalu lintas, jarak dari jalan raya, dan daerah
industri, dikatakan lebih lanjut bahwa sekitar 10% Pb dari emisi gas buangan kendaraan
bermotor mengendap langsung di tanah dalam jarak 100 m dari jalan.
24
5.8. Perubahan Mikrobiologis Pada Loloh Selama Penyimpanan
5.8.1. Loloh Cem-cem
Loloh cem-cem merupakan salah satu varian dari loloh tradisional Bali yang
paling banyak terdapat dipasaran. Produsen loloh mengolah loloh cem-cem pada saat pagi
hari ataupun malam hari sebelum dijual. Produsen loloh menjual loloh ke beberapa tempat
di daerah Denpasar dan Badung, antara lain : Pasar Badung, Pasar Agung, Pasar Kreneng,
Kantin Sekolah, Tempat Sabung Ayam, Pameran kuliner, dan beberapa toko penjual lauk
pauk. Setelah di pasaran, loloh cem-cem ditempatkan pada suhu ruang dengan waktu
pemasaran loloh cem-cem kurang lebih sampai dengan jam 18.00 WITA. Perubahan
mikrobiologis yang terjadi pada loloh cem-cem selama penyimpanan 24 jam pada suhu
ruang dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik Hubungan antara Nilai Total Mikroba dengan Waktu
Penyimpanan Loloh Cem-cem Pada Suhu Ruang
Berdasarkan data pada Gambar 1., maka terjadi peningkatan nilai total mikroba
pada loloh seiring dengan peningkatan waktu penyimpanan. Berdasarkan SNI, nilai total
mikroba pada produk minuman olahan adalah maksimal 106 cfu/mL atau 6 log cfu/mL.
Nilai total mikroba meningkat menjadi rata-rata 107 cfu/mL setelah disimpan selama 18
jam sehingga dapat diasumsikan bahwa keseluruhan loloh tidak layak dikonsumsi
kembali jika telah disimpan (dipasarkan) lebih dari 12 jam.
25
Tingginya jumlah total mikroba dari loloh cem-cem pada 0 jam penyimpanan,
dikarenakan rendahnya sanitasi sebelum dan setelah pengolahan loloh. Loloh merupakan
salah satu produk ready to eat yang tentunya harus melalui penanganan yang baik pada
saat pengolahannya sehingga tidak tercemar oleh mikroba kontaminan. Bahan pangan
dapat tercemar mikroba sebelum pengolahan (pencemaran primer) atau selanjutnya
setelah pengolahan (pencemaran sekunder), kebiasaan pribadi dari para pekerja dalam
mengelola produk pangan dapat merupakan sumber yang penting dari pencemaran
sekunder (Buckle at al., 1987). Terjadinya peningkatan jumlah mikroba pada loloh cem-
cem selama penyimpanan dikarenakan mikroba yang terdapat dalam loloh masih dapat
hidup dan bertahan akibat adanya kandungan glukosa dari sirup gula yang ditambahkan
pada saat pengolahan loloh cem-cem. Selama masih tersedianya nutrisi pada loloh maka
mikroba akan tetap tumbuh dan berkembang sehingga mengakibatkan kerusakan pada
loloh cem-cem. Selama penyimpanan mikroba yang terdapat pada bahan pangan akan
dapat tumbuh dan berkembang secara optimal karena kondisi lingkungan dan tersedianya
makanan (Saidi, 1999).
Nilai perubahan mikrobiologis total kapang/khamir pada loloh cem-cem selama
penyimpanan 24 jam pada suhu ruang dapat dilihat pada Gambar 2. Terjadi
kecenderungan peningkatan total kapang/khamir seiring dengan peningkatan masa
penyimpanan dari loloh cem-cem, namun jumlah peningkatan koloni kapang/khamir tidak
setinggi peningkatan jumlah koloni pada total mikroba.
Nilai total mikroba dan kapang/khamir yang disimpan pada suhu ruang mengalami
peningkatan yang cepat, hal ini dikarenakan suhu ruang (28-31oC) merupakan suhu
optimum bagi pertumbuhan mikroba. Berdasarkan suhu optimumnya yaitu antara 25oC -
45oC, kebanyakan bakteri mesofilik mempunyai kemampuan memperbanyak diri dengan
cepat. Sebagian besar kapang adalah mesofilik yang memerlukan waktu pertumbuhan dari
satu sel menjadi dua sel selama 20 menit pada suhu optimum pertumbuhannya yaitu 25-
30oC atau suhu kamar (Mucthadi, 2010)
Nilai perubahan derajat keasaman (pH) pada produk loloh dapat dilihat pada
Gambar 3. Pada data tersebut dapat terlihat bahwa nilai pH dari produk loloh cem-cem
mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya masa penyimpanan loloh. Terjadi
peningkatan keasaman dari produk loloh dikarenakan selama proses penyimpanan
mikroba yang terdapat pada loloh cem-cem mengalami proses metabolisme yang dapat
menghasilkan asam-asam organik sehingga mempengaruhi nilai pH dari loloh. Selain itu
26
perombakan nutrisi akibat adanya pertumbuhan bakteri pembusuk merupakan faktor
utama yang dapat menurunkan pH dari loloh.
Selain mengalami perubahan secara mikrobiologi, produk loloh cem-cem juga
telah mengalami perubahan fisik selama proses penyimpanan, berdasarkan data
pengamatan terhadap prduk loloh setelah penyimpanan 12 jam 50% (3 produk) dari
produk loloh mengeluarkan gas pada saat botol kemasan dibuka, terdapat gelembung-
gelembung udara pada produk loloh dan semakin meningkat seiring dengan
meningkatkan masa penyimpanan. Terdapat 2 produk loloh cem-cem (33,33%) yang
mengalami pemisahan antara cairan dengan padatan (pengendapan) setelah disimpan
diatas 6 jam, sehingga perlu proses pengadukan sebelum loloh tersebut dikonsumsi. Pada
penyimpanan suhu ruang (dibiarkan pada suhu lingkungan) akan menyebabkan penurunan
mutu fisik, kimia, organoleptik, dan mutu gizi sangat cepat yang diikuti proses
pembusukan dibandingkan jika disimpan pada suhu dingin (Tawali, 2004).
Gambar 2. Grafik Hubungan antara Nilai Total Kapang/khamir dengan Waktu Penyimpanan Loloh Cem-cem Pada Suhu Ruang
27
Gambar 3. Grafik Hubungan antara Nilai pH dengan Waktu Penyimpanan Loloh
Cem-cem Pada Suhu Ruang
5.8.2. Loloh Tibah
Loloh Tibah merupakan salah satu jenis loloh yang terdapat di daerah Badung,
dengan bahan baku utama yaitu buah mengkudu yang diekstrak menggunakan air, dan
diberikan penambahan asam, terasi, gula, garam dan cabai untuk meningkatkan citarasa.
Untuk menghilangkan rasa khas buah mengkudu, terlebih dahulu buah mengkudu diperas-
peras mempergunakan garam, selanjutnya dicuci dan dicampur dengan bahan penambah
cita rasa lainnya, diekstrak dengan air kemudian disaring dan siap untuk dikemas.
Terjadi peningkatkan total mikroba selama penyimpanan loloh tibah, berdasarkan
data hasil analisis, loloh tibah memiliki masa simpan dibawah 12 jam jika disimpan pada
suhu ruang, setelah periode tersebut, loloh tibah tidak layak lagi dikonsumsi karena tidak
memenuhi persyaratan SNI dengan nilai total mikroba diatas 107 cfu/mL. Peningkatan
28
total mikroba dari masa simpan 0 jam sampai dengan 24 jam tidak setinggi peningkatkan
total mikroba pada produk loloh cem-cem, hal ini dikarenakan pada proses pengolahan
loloh tibah, terdapat proses penggaraman. Pada proses ini, tibah (mengkudu) diolah
dengan cara diremas-remas dengan garam sehingga menghilangkan rasa khas dari buah
mengkudu. Proses penggaraman merupakan salah satu proses pengawetan yang biasa
dipergunakan untuk mengolah beberapa jenis produk pangan seperti sawi asin atau pickle
sayuran. Proses penggaraman dapat menurunkan aW dari bahan pangan dan
mengakibatkan lisis sel mikroba sehingga bahan pangan menjadi lebih awet. Selain itu,
penambahan asam pada pembuatan loloh tibah dapat berfungsi sebagai senyawa
antimikroba, asam akan meningkatkan keawaetan dari bahan pangan. Penambahan asam
dan garam pada pembuatan loloh tibah secara tidak langsung dapat menurunkan jumlah
mikroba dan mengurangi laju pertumbuhan mikroba pada loloh tibah selama
penyimpanan.
Gambar 4. Grafik Hubungan antara Nilai Total Mikroba dengan Waktu
Penyimpanan Loloh Tibah Pada Suhu Ruang
Berdasarkan data hasil analisis tehadap kapang/khamir, loloh tibah memiliki kandungan
total kapang/khamir yang cukup tinggi hal ini diduga karena seluruh loloh tibah
mempergunakan botol bekas untuk mengemas produk lolohnya. Besarnya jumlah koloni
29
kapang/khamir pencemar dalam loloh dapat diakibatkan karena rendahnya sanitasi dan
higiene dari produsen loloh. Selain itu dapat juga diakibatkan kontaminasi dari udara pada
saat proses pengemasan, wadah kemasan yang kurang steril, dan kontaminasi dari bahan
baku yang dipergunakan dalam mengolah loloh. Terjadi peningkatan jumlah total
kapang/khamir sampai dengan penyimpanan 18 jam, setelah penyimpanan mencapai 24
jam, total kapang/khamir sari loloh tibah cenderung mengalami penurunan. Terjadi
penurunan total kapang/khamir disebabkan karena telah terjadi fase pertumbuhan lambat,
dimana jumlah kandungan nutrisi semakin rendah dan terjadinya persaingan nutrisi
dengan mikroba lainnya sehingga mengakibatkan kapang/khamir menuju fase kematian
dan mengakibatkan total kapang/khamir berkurang (Fardiaz, 1992).
Gambar 5. Grafik Hubungan antara Nilai Kapang/khamir dengan Waktu
Penyimpanan Loloh Tibah Pada Suhu Ruang
30
Gambar 6. Grafik Hubungan antara Nilai pH dengan Waktu Penyimpanan Loloh Tibah Pada Suhu Ruang
31
5.8.3. Loloh Bluntas
Loloh bluntas merupakan jenis minuman tradisional yang berbahan dasar daun
bluntas (Pluchea indica Less.), kunyit (Curcuma domestica Val.), gula, dan asam. Di Bali
loloh bluntas diyakini memiliki khasiat untuk menghilangkan bau badan dan
menyehatkan pencernaan. Loloh bluntas mengalami proses perebusan selama
pengolahannya, daun bluntas, kunyit, gula dan asam bersama-sama direbus selama kurang
lebih 2 jam, kemudian selanjutnya disaring dan dikemas.
Berdasarkan Gambar 7., loloh bluntas merupakan salah satu jenis loloh yang tahan
disimpan sampai dengan 24 jam, dengan kandungan total mikroba rata-rata 106 cfu/mL.
Hal tersebut dikarenakan loloh bluntas telah mengalami perebusan sehingga dapat
menurunkan jumlah mikroba yang terdapat pada bahan baku, terlebih lagi bahan baku
loloh bluntas yaitu daun bluntas dan kunyit merupakan salah satu bahan alami yang
memiliki kemampuan anti mikroba. Daun bluntas merupakan salah satu tanaman asli
Indonesia yang memiliki kandungan kimia alkaloid, flavonoid, polifenol, tannin,
monoterpeten, sterol dan kuinon. Kandungan senyawa flavonoid di dalam daun bluntas
membuat daun ini memiliki aktivitas antibakteri bakteri gram positif (Widyawati, et al,
2014). Berdasarkan hasil pengujian daya antibakteri dari ekstrak etanol daun bluntas,
konsentrasi ekstrak etanol daun bluntas memiliki daya antibakteri terhadap
Staphylococcus aureus, Bacillus substilis, Pseudomonas aeruginosa (Manu, 2013).
Kunyit atau kurkumin merupakan senyawa fenolik yang juga dapat menghambat
pertumbuhan bakteri dengan cara mendenaturasi dan merusak membran sel sehingga
proses metabolisme sel akan terganggu (Rahmawati, et al., 2014).
Terjadi peningkatkan total mikroba pada loloh bluntas selama penyimpanan, dari
kisaran total mikroba 104 Cfu/mL menjadi 106 cfu/mL. Selama penyimpanan mikroba
yang ada pada suatu produk atau bahan baku dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal karena kondisi lingkungan dan tersedianya makanan (Saidi, 1999). Selanjutnya
dikemukakan oleh Ariyani dan Anwar (2006) apabila makanan/minuman telah melalui
proses pemanasan dan tetap ditemukan mikroba saat pengujian maka berarti telah terjadi
rekontaminasi atau pertumbuhan mikroba kembali.
32
Gambar 7. Grafik Hubungan antara Nilai Total Mikroba dengan Waktu Penyimpanan Loloh Bluntas Pada Suhu Ruang
Gambar 8. Grafik Hubungan antara Nilai Total Kapang/Khamir dengan Waktu Penyimpanan Loloh Bluntas Pada Suhu Ruang
33
Gambar 9. Grafik Hubungan antara Nilai pH dengan Waktu Penyimpanan Loloh Bluntas Pada Suhu Ruang
5.8.4. Loloh Jempiring
Loloh jempiring terbuat dari daun jempiring dan daun alpukat yang dikeringkan,
kemudian direbus bersama gula kurang lebih selama 2 jam. Loloh jempiring memiliki
citarasa manis. Berdasarkan hasil analisis total mikroba loloh jempiring memiliki masa
simpan pada suhu ruang yaitu selama 12 jam, dikarenakan jumlah mikroba pada masa
simpan 18 jam telah mencapai 7,23 Log cfu/mL.
Loloh jempiring mengalami peningkatkan jumlah mikroba, dikarenakan loloh
jempiring memiliki kandungan gula yang cukup tinggi. Penambahan gula merah dalam
loloh jempiring mencapai 1 Kg setiap 2 Liter air yang ditambahkan. Nilai total
kapang/khamir produk loloh jempiring juga sangat tinggi, melebihi SNI minuman olahan
yaitu diatas 104 cfu/mL. Tingginya nilai total mikroba dan total kapang/khamir pada
produk loloh jempiring diduga karena selain disimpan pada suhu optimal pertumbuhan
mikroba (suhu ruang), produk loloh jempiring merupakan produk loloh yang memiliki
kandungan gula tinggi, sehingga menjadi nutrisi yang tepat bagi pertumbuhan mikroba,
khususnya bakteri dan khamir. Hal tersebut didukung dengan penampilan fisik dari loloh
jempiring setelah mengalami penyimpanan selama 18 jam, terdapat bagian-bagian yang
34
melayang dari loloh jempiring, sehingga dari penampilan fisik loloh sudah tidak layak
untuk dikonsumsi kembali.
Gambar 10. Grafik Hubungan antara Nilai Total Mikroba dengan Waktu
Penyimpanan Loloh Jempiring Pada Suhu Ruang
Gambar 11. Grafik Hubungan antara Nilai Total Kapang/Khamir dengan Waktu Penyimpanan Loloh Jempiring Pada Suhu Ruang
35
Gambar 12. Grafik Hubungan antara Nilai pH dengan Waktu Penyimpanan Loloh Jempiring Pada Suhu Ruang
Terjadi penurunan pH yang sangat drastis pada loloh jempiring selama
penyimpanan yaitu pada kisaran 6,92 menjadi 4,68 (Gambar 12). Adanya penurunan pH
juga disebabkan karena adanya perombakan senyawa kimia dalam loloh jempiring yang
dihasilkan oleh enzimatis mikroba selama proses penyimpanan. Terdapat kecenderungan
terjadinya peningkatan jumlah koloni mikroba diringi dengan kenaikan keasaman
(penurunan pH) selama proses penyimpanan loloh jempiring.
5.9. Nilai Total Coliform Selama Penyimpanan
Berdasarkan hasil analisis terhadap total coliform terhadap keempat jenis loloh,
maka terdapat kecenderungan terjadi peningkatan total coliform seiring dengan lamanya
penyimpanan (Gambar 13). Nilai rerata total coliform pada loloh cem-cem pada waktu
penyimpnan 0 jam yaitu 4,05 ± 1,03 Log MPN/mL dan meningkat menjadi 5,12 ± 0,84
log MPN/mL setelah disimpan selama 24 jam. Nilai rerata total coliform pada loloh tibah
yaitu 1,95 ± 1,79 Log MPN/mL (0 jam) dan meningkat menjadi 4,77 ± 0,39 Log
MPN/mL setelah penyimpanan 24 jam. Pada loloh bluntas nilai rerata total coliform
adalah 1,59 ± 2,25 Log MPN/mL pada jam ke-0, dan kemudian meningkat menjadi 4,29 ±
0,46 Log MPN/mL setelah penyimpanan 24 jam.
36
Gambar 13. Grafik Hubungan antara Nilai Rerata Total Coliform dengan Waktu Penyimpanan Pada Loloh Cem-cem, Tibah, Bluntas, dan Jempiring
Nilai Total coliform menyatakan tingkat kemungkinan suatu produk pangan untuk
tercemar bakteri patogen, seperti Escherichia coli. Berdasarkan data tersebut, maka
keseluruhan loloh memiliki kemungkinan yang cukup besar telah mengalami kontaminasi
oleh bakteri patogen selama penyimpanan. Berdasarkan analisis hasil total e.coli, terdapat
4 buah sampel yang positif mengandung e. coli selama penyimpanan yaitu loloh cem-cem
3 buah dan Loloh Tibah 1 buah, sedangkan ke -10 sampel lainnya tidak memberikan hasil
positif terhadap keberadaan e.coli.
Coliform merupakan suatu grup bakteri yang digunakan sebagai indikator adanya
polusi kotoran dan kondisi sanitasi yang tidak baik terhadap air, makanan, susu, dan
produk-produk susu. Adanya bakteri coliform di dalam makanan atau minuman
menunjukkan kemungkinan adanya mikroba yang bersifat enteropatogenik dan/atau
toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan. Bakteri coliform dapat dibedakan menjadi dua
group yaitu coliform fekal misalnya Escherichia coli dan coliform nonfekal, misalnya
Enterobacter aerogenes (Fardiaz, 1992).
37
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
1. Terdapat 14 produsen loloh yang terdapat di wilayah Badung dan Denpasar, dimana
terdiri dari 6 loloh cem-cem, 4 loloh tibah, 2 loloh bluntas, dan 1 loloh jempiring.
Terbatasnya penjual loloh di daerah Badung dan Denpasar dikarenakan terbatasnya
jumlah bahan baku yang terdapat di daerah Badung dan Denpasar.
2. Berdasarkan hasil analisis mikrobiologis, dapat disimpulkan bahwa dari 83,33% dari
loloh cem-cem, 25% dari loloh tibah, dan 100% dari loloh bluntas dan loloh jempiring
telah memenuhi persyaratan untuk jumlah total mikroba yaitu maksimum 106.
Keseluruhan sampel loloh tidak memenuhi persyaratan terkait jumlah maksimum
cemaran kapang/ khamir pada produk minuman olahan yaitu maksimum 104.
Keseluruhan produk loloh cem-cem tidak memenuhi kriteria nilai total coliform pada
produk loloh cem-cem melewati standar maksimum yaitu berada pada kisaran 4,0 x
104 sampai dengan 1,2 x 105. Produk loloh tibah (50%) dan loloh bluntas (100%)
memenuhi kriteria kandungan maksimum total coliform pada produk minuman olahan.
Terhadap keselurahan sampel loloh, tingkat prevalensi cemaran E.coli yaitu sebesar
15%.
7.2. Saran
1. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan diadakannya penyuluhan terhadap para
produsen loloh mengenai GMP (Good Manufacturing Proses) sehingga loloh yang
dijual memiliki nilai keamanan dari segi mikrobiologis.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjut mengenai formulasi dalam pembuatan loloh sehingga
masing-masing loloh memiliki komposisi standar yang memiliki nilai keamanan dari
segi mikrobiologis dan kimia.
38
DAFTAR PUSTAKA
Aryani, D. dan Anwar, F. 2006. Mutu Mikrobiologis Minuman Jajanan di Sekolah Dasar Wilayah Bogor Tengah. http://www.foodnutrisys.com/jurnal _gizi/juli2006/ diunduh 15Agustus2015.
Abbas dan Nurwantoro, 1997. Mikrobiologi Pangan Hewani dan Nabati. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta. Adi, L.T. 2008. Tanaman Obat dan Jus Untuk Mengatasi Penyakit Jantung, Hipertensi,
Kolesterol, dan Stroke. Penerbit PT. Agromedia Pustaka. Jakarta. Anonim, 2009a. SNI 7387 Batas maksimum cemaran Logam Berat dalam Pangan. Badan
Standarisasi Nasional. Anonim, 2009b. SNI 7388. Batas maksimum cemaran Mikroba dalam Pangan. Badan
Standarisasi Nasional. Apriantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedawati dan S. Budiyanto. 1989. Analisis
Pangan. IPB Press. Aryani, D. dan Anwar, F. 2006. Mutu Mikrobiologis Minuman Jajanan di Sekolah Dasar Wilayah Bogor Tengah. http://www.foodnutrisys.com/jurnal _gizi/juli2006/ diunduh 15Agustus2015. Bukcle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Fardiaz, 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Fardiaz, 1996. Proses Termal dalam Pengendalian Tahap Pengolahan Kritis untuk
Menjamin Keamanan Pangan. Orasi Ilmiah Guru Besar Tentang Ilmu Proses Termal. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor, 14 Desember.
Hanoshiro, A., Morita, M., Matte, G., Matte, M., and Torres, E. (2004). Microbiological quality of selected foods from restricted areas of Sao Paulo city, Brazil. Food control 16, 439-440 Hariyadi, P. 2010. Mewujudkan Keamanan Pangan Produk-Produk Unggulan Daerah.
Prosiding Seminar Nasional Tentang Peran Keamanan Pangan Produk Unggulan Daerah dalam Menunjang Ketahanan Pangan dan Menekan Laju Inflasi. Purwokerto, 8-9 Oktober, 2010.
Hariyadi, R. Dewanti dan L. Nuraida. 2001. Keamanan Pangan Fungsional dan Suplemen
Berbasis Pangan Tradisional. "Pangan Tradisional, Basis bagi Industri Pangan Fungsional dan Suplemen". Pusat Kajian Makanan Tradisional Institut Pertanian Bogor.
39
Magdalena, M.M. 2011. Khasiat Mengkudu. http://www.deherba.com/khasiat-mengkudu.html. Diunduh 20 Februari 2014.
Martoyo, P. Yuniarti, R.D. Hariyadi, dan W.P. Rahayu. 2014. Kajian Cemaran Mikroba
Dalam Pangan Indonesia. Jurnal Standarisasi Vol. 16 : 2 p. 113-124. Maturin, L. dan J.T. Peeler. 2001. Aerobic Plate Count. Di dalam : Bacteriological
Analytical Manual Online. Center for Food Safety and Applied Nutrition. U.S. Food and Drug Administration.
Mayus, S. 2013. Daun Katuk Manfaatnya Banyak Namun Jangan Berlebihan.
http://jaringnews.com/hidup-sehat/alternatif/44147/daun-katuk-manfaatnya-banyak-namun-jangan-berlebihan.Diunduh 18 Februari 2014.
Muchtadi, T.R. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bandung : AlfaBeta Purawijaya, T.1992. Keracunan Makanan di Indonesia. Materi Pelatihan Singkat
Keamanan Pangan, Standart dan Pengaturan Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB. Pratiwi, S.T. 2005. Pengujian Cemaran Bakteri dan Cemaran Kapang/Khamir Pada Produk Jamu Gendong di Daerah Istimewa Yogyakarta. PHARMACON, Vol. 6, No. 1, Juni 10 - 15 Tawali, A.B. 2004. Pengaruh Suhu Penyimpanan terhadap Mutu Buah-buahan Import yang Dipasarkan di Sualwesi Selatan. Naskah Publikasi Jurusan Teknologi Hasil Pertanian UNHAS, Sualwesi Selatan. Sartika, R.A.D., Y.M. Indrawani dan T. Sudiartini. 2005. Analisis Mikrobiologi Eschericia coli O157:H7 pada Olahan Hewan Sapi dalam Proses Produksinya. Makara Kesehatan. 9(1): 23-28. Siagian, A. 2002. Mikroba Patogen Pada Makanan dan Sumber Pencemarannya. USU
digital library. Siregar, SB. 1990. Residu Antibiotika dalam Daging. Di dalam : Makalah Seminar
Nasional Penggunaan Antibiotika Dalam Bidang Kedokteran Hewan, Jakarta. Supardi, I. dan Sukamto.1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan,
Penerbit : Alumni, Bandung.
Umah, V., and Odam, B. (1999). Evaluation of Safety and Quality of Street Food in Zaria, Nigeria. Food Control Journal 10, 9-14.
Yusa, Ni Made dan I K.Suter. 2013. Kajian Pangan Tradisional Bali Dalam Rangak
Pengembangannya Menjadi Produk Unggulan Di Kabupaten Gianyar. Laporan Penelitian Hibah Unggulan Penelitian Unud.
Yogaswara, Y. dan Loka Setia. 2014. Kajian Hasil Monitoring dan Surveilans Cemaran
Mikroba dan Residu Obat Hewan Pada Produk Pangan Asal Hewan di Indonesia. Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan, Jakarta.
40
Yusasrini.,N.L.A. dan N.N Puspawati. 2012. Inventarisasi dan Kajian Nilai Gizi
Minuman Tradisional Bali. Laporan Penelitian Dosen Muda Unud.
41
Lampiran 1. Dokumentasi Foto
42
43
a. Foto jenis loloh sebelum dianalisis
44
b. Foto Hasil Analisis Total Kapang/khamir (atas) dan e. coli (bawah)
45
c. Foto Hasil Analisis Coliform (atas) dan e. coli (bawah)
46
d. Foto Hasil Analisis Total Mikroba