Presus ZMC
-
Upload
danar-pratama-putra -
Category
Documents
-
view
32 -
download
4
description
Transcript of Presus ZMC
BAB I
ILUSTRASI KASUS
I. 1. Identitas Pasien
Nama : Tn. R S R
No. RM : 02-12-33-59
Tgl Lahir/Usia : 03-08-1998/16 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : KP Bulak Jaya RT 015/RW 006
Pendidikan : SMA
Status : Belum menikah
Tanggal Masuk : 03-08-2014
Tanggal Keluar : 07-08-2014
I. 2. Anamnesa
Keluhan Utama :
OS laki-laki berusia 16 tahun dengan keluhan nyeri pada wajah akibat KLL ±7jam
SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang :
OS post KLL ±7jam SMRS mengeluh nyeri pada seluruh bagian wajah terutama
wajah sebelah kiri. OS mengendarai motor dengan kecepatan 60-80km/jam tanpa
menggunakan helm. OS mengaku berusaha menghindari orang yang akan
menyeberang jalan sehingga membanting motor ke arah kiri. OS terjatuh dengan
wajah langsung terbentur trotoar. OS lalu pingsan selama kurang lebih 30 menit, tidak
mual, tidak muntah, tidak ada riwayat kejang. OS mengaku terdapat darah yang
keluar dari lubang hidung sebelah kiri. Benturan dan nyeri pada dada dan perut
disangkal. BAK tidak ada keluhan. OS merupakan pasien rujukan dari RSI Pondok
Kopi, OS dirujuk ke RSP atas keinginan keluarga.
1
I. 3. Advance Trauma Life Support
Primary Survey
A : Clear
B : Spontan, 18x/menit
C : Akral hangat, CRT < 2”, TD : 120/80mmHg, FN : 80x/menit
D : GCS E4V5M6 = 15
Secondary Survey
Kepala
Edema pada seluruh wajah, epistaksis (-/+), vulnus ekskoriasi ±4 cm mulai dari
supraorbita sinistra sampai zigoma sinistra
Mata
Edema periorbita dextra dan sinistra, konjungtiva anemis (-/-)
Leher
Tidak ada jejas, tidak ada deformitas
Dada
Tidak ada jejas, bentuk dada simetris kiri dan kanan.
Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : Nyeri tekan (-), krepitasi (-)
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikular (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, lemas, tidak tampak jejas
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan (-)
2
Perkusi : Timpani
Ekstremitas
Vulnus ekskoriasi at regio antebrachii sinistra, akral hangat
I. 4. Pemeriksaan Penunjang
I. 4. 1. Laboratorium (4 Agustus 2014)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Darah Rutin
Leukosit
Hitung Jenis
Netrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
Laju endap darah
12.520
77,2
12,9
8,3
1,4
0,2
3,72
11,0
31
83,1
29,6
35,6
272
26
ribu/mm³
%
%
%
%
%
juta/μL
gr/dl
%
fL
pg
%
ribu/mm³
mm
5-10
50-70
25-40
2-8
2-4
0-1
4,5-6,4
13-18
40-52
80-100
26-34
32-36
150-440
0-10
Hemostasis
Masa perdarahan/BT
Masa pembekuan/CT
4’
8’
menit
menit
<6
<11
Kimia Klinik
Gula Darah Sewaktu 89 mg/dl < 180
Elektrolit
Natrium (Na)
Kalium (K)
Klorida (Cl)
140
4
104
mmol/L
mmol/L
mmol/L
135-145
3,5-5,5
98-109
3
Ureum
Kreatinin
SGOT
SGPT
26
0,8
14
4
mg/dL
mg/dL
U/L
U/L
20-40
09,-1,5
0-37
0-40
I. 4. 2. CT Scan (3 Agustus 2014)
Gambar 1. CT-Scan Kepala Bone Window
Gambar 2. CT-Scan Kepala Brain Window
4
Gambar 3. CT Scan Kepala 3-D
Telah dilakukan CT kepala potongan axial tanpa kontras dengan hasil sbb:
Fragmental terlihat pada os nasal, dinding anterior sinus frontalis dan sinus maxillaris serta
zygomaticoorbitalis bilateral diserta konsolodasi densitas darah yang mengisi seluruh sinus
maxillaris et ethmpoidalis dengan penebalan jaringan lunak tampak di regio frontalis sampai
zygomaticacorital bilateral.
Tulang-tulang calvarial masih tampak intak disertai densitas udara pada subcalvarial regio
frontal.
Hemisfer cerebri tampak normal dengan sulci, cisterna & sistem ventrikel tidak berdilatasi.
Fissura interhemispheric di midline.
Tidak tampak mass effect atau midline shift.
Basal ganglia, nucleua caudatus dan thalamus serta regio sellar, parasellar dan orbita tampak
normal.
Pada infratentorial terlihat cerebellum, pons dan cerebellopontine angle yang normal.
Aerasi sinus paranasal dan cellulae mastoid terlihat normal.
5
Kesan:
Tidak terlihat fraktur tulang calvarial atau perdarahan intracranial hanya pneumoencephal
subcalvarial frontal. Fraktur tampak pada os nasal, dinding anterior sinus maxillaris et
frontalis serta os zygomaticoorbital kedua sisi disertai hematosinus maxillaris et frontalis
dengan pembengkakan jaringan lunak sekitarnya.
I. 5. Foto Klinis
Gambar 4. Tn. RSR
Gambar 5. Tn. RSR
6
Gambar 6. Tn. RSR
Gambar 7. Tn. RSR Antebrachii Sinistra
I. 6. Diagnosis
- Fraktur Zygomaticomaxillary Complex Dextra dan Sinistra
- Fraktur Nasofrontal Dextra
7
I. 7. Penatalaksanaan
- Pro rawat inap
- Kontrol infeksi = Ceftriaxone 2x1gr IV, ATS, TT
- Kontrol nyeri = Ketorolac 3x30mg IV
- Diet cair
- Pro ORIF elektif
I. 8. Prognosis
Vitam : bonam Fungsional : dubia Sanasionam : dubia
I. 9. Laporan Pembedahan (6 Agustus 2014)
- Bius umum- A dan antisepsis- Pasang quick fixed screw 3 atas dan 3 bawah- IMF dengan wire pada quick fixed- Oklusi dicapai optimal- Operasi selesai
I. 10. Diagnosis Pasca Bedah
Fraktur Zigomatikomaxilari Complex Dextra dan Sinistra
I. 11. Instruksi post operasi
- IVFD RL : D5 = 1:2/24jam- Ceftriaxon 1x2gr IV- Ketorolac 3x30mg IV- Diet cair
8
I. 12. Foto Klinis Post Operasi
Gambar 8. Tn. RSR Post ORIF H+1
Gambar 9. Tn. RSR Post ORIF H+1
9
Gambar 10. Tn. RSR Post ORIF H+1
10
BAB II
PENDAHULUAN
Kompleks zigomatikomaksilaris memainkan peran penting terhadap struktur, fungsi
dan penampilan estetik dari tulang tengkorak. Kompleks zigomatikusmaksilaris memberikan
kontur pipi normal dan memisahkan bagian isi orbita dari fossa temporalis dan sinus
maksilaris.
Zigomatikum adalah origo dari maseter, sehingga mempengaruhi mastikasi. Tulang-
tulang orbita membentuk bagian inferior dan lateral socket, sehingga berpotensi
mempengaruhi posisi yang benar dari globe dan mobilitas otot ekstraokular.
Nervus infra orbital terletak melewati bagian inferior dari rima orbita. Menurunnya
sensasi pada pipi bagian atas, lateral dari hidung, atas bibir, dan gusi dapat terjadi pada
fraktur ZMC. ZMC provides globe lateral support yang diperlukan untuk penglihatan
binokular. Arkus zigomatikus merupakan insersio dari otot masseter, melindungi otot
temporalis dan processus coronoid.
Fraktur ZMC adalah penyebab kedua tersering dari fraktur wajah, dimana penyebab
fraktur wajah tersering pertama adalah fraktur hidung. Bentuk cembung dari zigoma
menyebabkan bagian ini rentan terhadap trauma. Bahkan pada fraktur ZMC dengan
pergeseran minimal dapat mengakibatkan kelainan fungsional dan kelainan estetik.
Keberhasilan perbaikan fraktur ZMC memerlukan diagnosis yang akurat dan tindakan bedah
yang sesuai (Tollefson, 2013).
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III. 1. Anatomi Zigoma
Tulang zigomatikus memiliki empat bagian: frontosphenoidal, orbital, maksilari, dan
temporal. Bagian ini tersambung satu sama lain dengan kerangka wajah sekitarnya yaitu
sutura frontozigomatik, sutura sphenozigomatik, sutura zigomatikomaksilari, dan sutura
zigomatikotemporal. Bagian frontosphenoidal dan orbital membentuk sebagian besar lateral
dan inferolateral tulang orbita.
Gambar 11. Sambungan-sambungan dari tulang zigomatik dengan kerangka wajah. Garis sutura diatas
adalah daerah yang khas terlihat pada pasien dengan fraktur ZMC.
Gambar 12. Anatomi Zigoma. 1-5: temporal, frontal, maxila, obira, dan prosesus infraorbital zigoma; 6.
12
Tulang frontalis; 7. Tulang maksilaris; 8. Tulang temporalis; 9. Bagian terbesar tulang sphenoid; 10.
Prosesus zigomatikum tulang temporalis; 11. Sutura zigomatik temporalis; 12. Prosesus zigomatikum
maxila; 13. Sutura zigomatikum maksilaris; 14. Permukaan orbita dari maksila; 15. Foramen intraorbita
Gambar 13. Tampak Frontal Zigoma (Antonyshyn, 2004)
Gambar 14. Tampak Lateral Zigoma (Antonyshyn, 2004)
13
III. 2. Definisi
Fraktur zigomatik kompleks dikarakteristikan oleh trauma disartikulasio dari tulang
zigomatikum dari kerangka wajah disepanjang 4 sutura mayor termasuk frontozigomatikum,
sphenozigomatikum, zigomatikomaxillary, dan zigomatikotemporal. Fraktur ZMC sering
disalah artikan sebagai fraktur tripod. Fraktur ini lebih akurat disebut sebagai tetrapod sesuai
pembagian dari kerangka wajah menurut empat (tidak tiga) suturanya (Garri, 2004).
III. 3. Klasifikasi
Menurut Zingg (1992), klasifikasi fraktur ZMC terbagi menjadi (Dolan, 2004):
Tipe A:
- Relatif jarang terjadi
- Luka terbatas pada 1 komponen dari struktur tetrapod, yaitu
tipe A1 = zygomatic arch
tipe A2 = dinding lateral orbital
tipe A3 = tepi inferior orbital (type A3)
Tipe B
- Mencakup seluruh 4 penopang ZMC (fraktur tetrapod klasik)
Tipe C
- Adanya fraktur kominutif dengan patahnya os.zigomatik itu sendiri
- Biasanya fraktur terjadi pada zigomatikomaksilari dan zigomatikotemporal
Tipe A relatif jarang. Tipe B dan C terjadi sekitar 62% cedera ZMC. Tipe B dan C sering
terjadi pada bagian zigomatikomaksilari dan zigomatikotemporal. Zigomatikofrontal
merupakan bagian pendukung terkuat dari 4 pendukung ZMC. Gangguan yang signifikan
pada bagian ini biasanya akibat cedera dengan kecepatan yang cukup tinggi dengan kominusi
pada area lain. Tulang paling lemah dari ZMC adalah dasar orbita. Fraktur pada jenis A3, B,
dan C mengakibatkan kerusakan pada dasar orbita, yang mengakibatkan isi orbita memiliki
resiko gangguan.
14
Gambar 15. Klasifikasi fraktur ZMC. Fraktur terbatas mencakup tipe A1, A2, dan A3. Tipe A1 (A)
fraktur terbatas pada zigomatik arch; tipe A2 (B) fraktur terbatas pada dinding lateral orbita; tipe A3
(C) fraktur terbatas pada rima infraorbital. Tipe B (D) fraktur tetrapod klasik dan tipe C (E) frakturnya
adalah fraktur ZMC multifragmen (Dolan, 2004).
III. 4. Etiologi
Penyebab paling umum dari fraktur ZMC termasuk perkelahian, terjatuh, kecelakaan
motor, dan cedera olahraga (Tollefson, 2013).
III. 5. Epidemiologi
- Pria : wanita = 4:1
- Puncak terjadi fraktur ZMC pada usia 20-30 tahun (Tollefson, 2013).
III. 6. Patofisiologi
Fraktur ZMC biasanya melibatkan dinding bawah orbita tepat diatas nervus alveolaris
inferior, sutura zigomatikofrontal, sepanjang arkus pada sutura zigomatikotemporal, dinding
lateral zigomatikomaksila, dan sutura zigomatikosplenoid yang terletak di dinding lateral
orbita, sedangkan dinding medial orbita tetap utuh (Dolan, 2004).
Gaya yang menyebabkan cidera dapat dibedakan jadi 2, yaitu high impact atau low
impact. Keduanya dibedakan apakah lebih besar atau lebih kecil dari 50 kali gaya gravitasi.
Setiap region pada wajah membutuhkan gaya tertentu hingga menyebabkan kerusakan dan
masing masing region berbeda – beda. Margo Supraorbital, maxilla, dan mandibula (bagian
syimphisis dan angulus) dan frontal membutuhkan gaya yang high impact agar bias
mengalami kerusakan. Sedangkan os zygoma dan os nasal dapat mngalami kerusakan hanya
15
dengan terkena gaya yang low impact.
Berikut ini masing – masing penyebab fraktur pada maxilla facial trauma :
Fraktur os frontal : Disebabkan oleh pukulan yang keras pada bagian dahi. Mencangkup
Tabula anterior dan tabula posterior sinus frontalis. Apabila tabula posterior mengalami
fraktur, diperkirakan akan menyebabka luka pada dura mater (meninges). Selain itu sering
juga terjadi kerusakan duktus naso frontal.
Fraktur dinding bawah / lantai orbita : cedera pada lantai orbita dapat terjadi sebagai
fraktur tunggal, namun dapat juga menyebabkan fraktur dinding medial. Adanya fraktur
tersebut menyebabkan adanya peningkatan tekanan pada intraorbita yang dapat merusak
aspek terlemah dari dinding orbit, yaitu dinding medial dan lantai orbita. Akibatnya
herniasi dari struktur yang terdapat didalam orbita ke dalam sinus maxillary dapat terjadi
dan insidensi yang tinggi pada cidera mata, namun bulbus oculi jarang sapai ruptur.
Gambar 16. CT Scan menunjukan "tear-drop" sign yang mengindikasikan fraktur lantai
orbital (Adamo, 2013)
Fraktur nasal : disebabkan oleh gaya yang ditransmisikan oleh trauma langsung
Fraktur nasoethmoidal : perluasan dari tulang nasal hingg tulang etmoid dan dapat
mnyebabka kerusakan canthus medial mata, apparatus lacrimal ata ductus
nasofronta lis. Dapat juga menyebabkan laserasi pada lamina cribrosa os frontal
Fraktur arcus zygomaticus : disebabkan karena pukulan langsung pada arcus
zygomaticus dapat menyebabkan fraktur pada sutura zygomatikotemporal
Fraktur kompleks zygomaticomaxilla : fraktur ini disebabkan oleh trauma
langsung. Garis fraktur meluas melalui sutura zygomatikotemporal,
16
zygomatikofrontal, zygomatikomaxilla dan artikulasi dengan ala magna os
sphenoid. Garis fraktur biasanya meluas hingga foramen intraorbita dan lantai
orbita. Cedera ocular yang bersamaan juga sering terjadi.
Gambar 17. Fraktur Zygomaticomaxillary complex (ZMC) (Sahoo, 2013)
Gambar 18. Perdarahan subkonjungtiva lateral (Sahoo, 2013)
Parestesi dari bagian lateral hidung dan bibir atas mungkin terjadi akibat tertimpanya
saraf infraorbital. Diplopia dapat dibuktikan dengan pandangan mata yang ke arah ataus
akibat terjebaknya muskulus rektus inferior. Trismus mungkin terjadi karena penekanan pada
lengkung zigomatik mengenai prosesus coronoid mandibula sehingga pasien tidak dapat
membuka mulut atau yang paling sering karena terdapat cedera muskulus temporalis.
Ekimosis intraoral atau disrupsi gingival mungkin terjadi (Adamo, 2013)
17
III. 7. Manifestasi Klinis
- Ekimosis pada periorbital, buccal, dan perdarahan subkonjungtiva
- Epistaksis.
Epistaksis terjadi akibat laserasi di mukosa sinus maksilaris
- Pendataran malar
- Bony steps yang bisa dipalpasi sepanjang rima orbita inferior dan lateral
- Buttress (pendukung) zigomatikomaksilari di bawah bibir
- Mati rasa pada daerah pipi (lebih dari setengah kasus)
- Trismus (pada sepertiga kasus)
- Enoftalmos (jarang). (Garri, 2004)
Gambar 19. Pasien dengan fraktur ZMC kiri. Terdapat ekimosis periorbital dan pendataran malar
yang jelas (Dolan, 2004).
Gambar 20. A. Penekanan pada prosesus temporalis dari zigoma pada prosesus koronoid dari mandibula
karena depresi fraktur ZMC. B dan C. Perpindahan kebawah prosesus frontalis zigoma dan bagian
18
tersebut tempat ligamentum palpebra lateral menempel dengan pemisah sutura zigomatikofrontal.
Kantus lateralis dari kelopak mata dan bola mata tertekan. Menatap ke arah atas. Keterlibatannya bola
mata akibat inkarserasi dari rektus inferior dan muskulus oblik inferior antara fragmen tulang yang
fraktur dan lantai orbita.
Gambar. 21. Pergeseran bola mata ke arah postero inferior (tanda panah) yang terjadi setelah fraktur
ZMC yang melibatkan rima orbitalis dan dasar orbita (enoftalmos).
Pendekatan sistematik pemeriksaan fisik untuk memastikan adanya trauma maksilofasial.
Pemeriksaan harus mencakup hal-hal berikut ini (Sahoo, 2013):
Inspeksi adanya asimetris dari wajah. Memeriksa tulang pipi dengan cara melihat dari
bagian bawah tempat tidur (bird’s-eye view). Lebar dari nasal bridge harus setengah
dari jarak interpupilar.
Periksa adanya lecet pada kepala dan wajah, pembengkakan, ekimosis, hilangnya
jaringan, laserasi dan perdarahan. Periksa luka-luka terbuka untuk kemungkinan
terdapatnya benda asing.
Periksa mobilitas gigi, gigi patah, atau maloklusi.
Palpasi adanya cedera tulang, krepitasi, khususnya di daerah supraorbital dan rima
infraorbital, lengkung zigomatikus,dan artikulasi dari zigoma dengan frontalis,
temporalis dan tulang maksilaris.
Periksa mata untuk adanya eksoftalmos atau enoftalmos, ketajaman penglihatan,
gerakan abnormal okular, ukuran pupil, bentuk pupil, dan refleks cahaya baik
langsung atau tidak langsung.
Perhatikan sindrom fisura orbita superior, oftalmoplegia, ptosis bibir bagian atas,
proptosis, dan dilatasi pupil yang menetap.
Perhatikan adanya kebutaan, penurunan ketajaman penglihatan.
Balik kelopak mata untuk memeriksa adanya luka atau benda asing.
19
Palpasi bagian orbita media. Nyeri tekan mungkin menandakan adanya kerusakan
kompleks nasoetmoidal.
Inspeksi septum nasi untuk adanya hematoma, “bluish bulging mass”; laserasi
mukosa yang melebar atau dislokasi; dan rinorrhea.
Inspeksi laserasi pada lubang telinga, lihat adanya kebocoran cairan serebrospinal,
integritas membran timpani, hemotimpanum, perforasi atau ekimosis daerah mastoid
Inspeksi lidah dan lihat adanya laserasi intraoral, ekimosis, atau pembengkakan.
Secara bimanual, palpasi mandibula, dan periksa tanda krepitasi atau mobilitas.
Lakukan tes pisau lidah. Minta pasien untuk menggigit. Jika rahang retak, pasien
tidak dapat melakukan tes ini dan akan merasakan nyeri.
Palpasi sepanjang mandibula dan nyeri pada sendi temporomandibular, deformitas
atau ekimosis.
Palpasi pada kondilus mandibula dengan meletakkan jari tangan di kanalis aurikularis
eksternus ketika pasien membuka dan menutup mulut. Nyeri atau sedikit pergerakan
kondilus adalah indikasi fraktur.
Periksa adanya parestesi atau anestesi dari nervus fasialis.
III. 8. Pemeriksaan Penunjang
III. 8. 1. Radiografi
Ketika indikasi gejala dari adanya cedera zigomatik, hal yang terbaik untuk
konfirmasi dan evaluasi kerusakannya adalah melalui radiografi, khususnya CT scan.
Radiografi polos menjadi alternatif kedua, walaupun dapat digunakan untuk mengevaluasi
fraktur. Seri wajah yang dilakukan di ruang gawat darurat untuk menentukan ada atau
tidaknya fraktur wajah adalah termasuk submentovertex view, Waters view, lateral view, dan
posterolateral view.
Foto Caldwell (occipitofrontal view) harus dibuat dengan ray terpusat sekitar 25
derajat dibawah kantomeatalplane untuk memungkinkan visualisasi dari lantai orbita diatas
petrous ridge.
20
Gambar 22. Posisi Caldwell (Dolan, 1984)
1 . Zygomaticofrontal suture
2. Orbital process of frontal bone
3. Anterior orbital roof
4. Upper (palpable) rim of orbit
5. Frontal sinus
6. Lamina papyracea
7. Posterior orbital floor
8. Posterior lacrimal crest
9. Anterior orbital wall
10. Frontal process
11. Lateral nasal wall
12. Lateral maxillary wall
13. Hard palate
14. Perpendicular ethmoid plate and vomer
15. Superior orbital fissure
16. Oblique orbital line
17. Orbital process of zygom
Pada posisi submentovertex dilakukan untuk melihat zigomatik arches dan mandibula.
Informasi mengenai sinus frontalis, lateral orbita dan sphneoid mungkin terlihat.
21
Gambar 23. Posisi Submentovertex (Dolan, 1984)
1. Zygomatic arch
2. Lateral maxillary sinus wall
3. Lateral orbital wall
4. Greater wing of the sphenoid
5. Mandibular condyle
6. Horizontal mandibular ramus
7. Anterior frontal sinus wall
8. Posterior frontal sinus wall
9. Lateral nasal fossa
G = Glenoid fossa
Z = Zygomatic arch
M = Maxilla
Pada foto Water’s (occipitomental view), yang memberikan hasil foto yang bagus pada
bagian pendukung zigoma dan dianggap paling membantu dalam evaluasi zigomatikum.
Fraltur, diambil pada posisi 30 derajat dari proyeksi oksipitomental. Foto bentuk ini tidak
berguna dalam mengevaluasi zigomatik arch, tapi dapat menunjukkan berat nya garis fraktur
pada bagian orbital lateral dan rima infraorbital.
22
Gambar 24. Foto Water’s (Dolan, 1984)
1. Zygomaticofrontal suture
2. Orbital process of frontal bone
4. Upper (palpable) rim of orbit
5. Frontal sinus
6. Lamina papyracea
7. Posterior floor of orbit
18. Glenoid fossa of temporomandibular
joint
19. Upper margin of zygomatic arch
20. Lower margin of zygomatic arch
12. Lateral maxillary wall
13. Hard palate
21. Lower (palpable) rim of orbit
22. lnfraorbital foramen
23. Nasal arch
Pada foto lateral, struktur kedua sisi cenderung untuk tumpang tindah dan untuk
menyamarkan satu sama lain. Sella tursika tervisualisasi dengan baik dan berfungsi sebagai
planum sphenoidale (dasar dari sinis sphenoid). Posisi lateral, seperti Caldwell view
merupakan proyeksi mayor untuk evaluasi tomografi dari trauma wajah.
23
Gambar 25. Foto Lateral (Dolan, 1984)
1. Frontal process
2. Zygomaticofrontal
3. Zygomatic process of orbit
4. Anterior surface of zygomatic
recess of maxilla
5. Posterior wall of zygomatic recess
6. Coronoid process of maxilla
7. Mandibular condyle
8. Greater sphenoidal wing
III. 8. 2. CT Scan
CT scan hadir untuk menggantikan radiografi polos dalam evaluasi trauma wajah.
Pasien dengan trauma wajah seringkali memiliki cedera kepala, sehingga CT scan adalah cara
yang cepat dan efisien untuk mengevaluasi cedera-cedera tersebut. Dalam kasus tersebut, foto
CT svan harus diperoleh pada interval 3mm baik pada potongan koronal dan axial dan
termasuk orbita. Dari gambar aksial, sangat mudah untuk mempelajari bagian zigomatik arch,
dinding orbital, dan sinus maksilaris. Sutura frontozigomatik dan infraorbital dan rima orbital
lateral paling baik dinilai pada potongan koronal.
24
Gambar 26. Potongan koronal fraktur zigomatikum.
III. 9. Terapi
Rencana terapi untuk fraktur zigomatikum seharusnya dilakukan setelah pemeriksaan
fisik yang detail dan evaluasi radiografi sudah dilakukan dan akan tergantung pada kondisi
medis pasien. Tiga hal penting bagi dokter bedah yang harus dipertimbangkan adalah adanya
exposure, reduksi, dan fiksasi. Seperti pada terapi fraktur yang lainnya, exposure yang
adekuat harus diperoleh pada fraktur zigomatik agar dapat tercapai level reduksi yang terbaik
(Garri, 2004).
Pre Hospital
Airway: kelola oksigen dan pertahankan jalan nafas yang paten. Jaga imobilisasi
servikal. Bersihkan mulut dari benda asing atau debris, dan hisap darah jika terdapat
perdarahan di jalan nafas.
Intubasi : lakukan intubasi jika diindikasikan. Lakukan persiapan alat krikotiroidotomi
dan trakeostomi jika suatu saat butuh dilakukan intubasi. Pertimbangkan intubasi
sedasi sadar jika terdapat distorsi mandibula dan maksila karena penggunaan masker
tidak dapat dilakukan. Pertimbangkan intubasi nasotrakeal jika terdapat edema
orofaringeal masif. Pertimbangan intubasi orotrakeal jika terdapat trauma wajah
bagian tengah atau bagian atas. Jika tidak bisa dilakukan intubasi secara nasotrakeal
atau endotrakeal, prosedur pilihan selanjutnya adalah krikotiroidotomi.
Breathing: nilai suara nafas. Periksa penempatan tabung intubasi.
25
Sirculation : jangan lepaskan benda asing akibat luka tusuk yang dapat menyebabkan
bertambahnya kerusakan dan perdarahan. Kontrol perdarahan.
Disability : nilai pasien dengan menggunakan Glasgow Coma Scale. Lakukan
pemeruksaan neurologis singkat. Catat setiap perubahan pada status mental.
Exposure : periksa seluruh bagian tubuh pasien, tapi pastikan pasien tetap hangat.
Lepas semua pakaian dan aksesoris. Tutup bagian jaringan keras dan lunak yang
mengalami avulsi lalu tutup dengan kassa lembab tanpa es dan lakukan dengan sedikit
manipulasi (Sahoo, 2013).
Pengobatan dan Terapi Pembedahan
Terapi medis umum : berikan oksigen dan cairan kristaloid isotonik. Berikan
transfusi darah jika perdarahan pasien banyak. Profilaksis tetanus diindikasikan.
Antibiotik : untuk laserasi pada wajah, gunakan cefazolin. Untuk laserasi kavum oris,
gunakan klindamisin atau penisilin. Untuk fraktur, gunakan amoksisilin. Untuk
fraktur dengan sobekan pada dura atau kebocoran cairan serebrospinal, gunakan
vankomisin dan sefalosporin generasi tiga.
Manajemen nyeri : berikan pengobatan oral untuk cedera ringan dan berikan
pengobatan secara parenteral jika pasien tidak dapat mengkonsumsi obat secara oral.
Untuk kontrol antiinflamasi, berikan ibuprofen, naproxen, atau ketorolac. Untuk
kontrol melalui sentral, berikan narkotik (misalnya kodein, meperidin, morfin)
(Sahoo, 2013).
Pembedahan Pada Fraktur Zigomatikomaksilar
Pembedahan ZMC diindikasikan ketika terdapat deformitas atau kehilangan
fungsional. Tunggu selama 4-5 hari agar edema sudah berkurang sehingga deformitas akibat
fraktur dapat dinilai dengan mudah. Standar perawatan ZMC adalah dilakukan ORIF (Open
Reduction and Internal Fixation) dengan miniplat dan sekrup. Dasar orbita sering
dieksplorasi dan diperbaiki jika diperlukan.
26
Gambar 27. Berbagai Insisi Yang Berbeda Untuk Penilaian Pada Fraktur Zigomatikomaksilari
Kompleks (Garri, 2004)
Beberapa treatment untuk fraktur ZMC yang bisa dilakukan :
1. Metode Gillie’s
Gambar 28. Teknik Gillie’s menggambarkan sayatan pada bagian temporal (panjang 2cm),
2,5cm dari superior dan anterior helix, di bagian rambut dan kulit kepala. Insisi temporal
dilakukan untuk menghindara arteri temporal superior.
2. Metode lateral alis
Gambar 29. Pendekatan dari lateral alis memberikan akses mudah dan cepat ke tepi
superolateral orbita. Tidak ada struktur neurovaskular fungsional yang penting pada
27
pendekatan ini. Kira-kira 2xm sayatan horizontal ditandai di dalam batas lateral alis sejajar
dengan folikel rambut alis. Sayatan dibuat menembus kulit, subkutis, muskular, periosteum dan
terlihat tulang. (Cornelius, 2009).
3. Metode dari bagian atas sulkus bukalis
Gambar 30. Bagian bawah tulang tengkorak, yakni di daerah wajah bagian tengah lebih sering
menggunakan pendekatan transoral. Insisi horizontal menembus mukoperiosteum vestibular
maxilla dibuat diatas mukogingival junction (Gerlich, 2009).
Gambar 31. Intraoperatif Pemasangan Fiksasi Rigid Titanium Pada Fraktur
Zigomatikmaksilari Pada Fraktur Maksilari Kompleks.
28
Gambar 32. Pemasangan plat pada fraktur zigomatikum. Paling tidak dipasang dua buah fiksasi (Garri,
2004).
Fiksasi Intermaxilaris (IMF)
Fiksasi intermaksilaris konvensional dilakukan untuk pengobatan patah yang
melibatkan kompleks maksilomandibular baik untuk reduksi secara tertutup maupun
tambahan untuk reduksi terbuka. Sekrup IMF digunakan untuk tercapainya oklusi gigi pada
semua kasus.
Semua kasus dengan reduksi terbuka dan fiksasi miniplat di bius dengan anastesi
umum. Dibuat lubang dengan diameter 2mm lalu dipasang sekrup IMF 6-12mm. Gunakan
satu sekrup di masing-masing kuadran.
Pada transmukosal maksila, dilakukan pengeboran dengan diameter 1,6mm tepat
diatas hubungan mukogingival diantara kaninus dan premolar satu. Jari telunjuk kiri
diletakkan di fossa kaninus dimana tidak hanya sebagai jari yang memandu, tapi juga
mengkompresi jaringan vestibular untuk meminimalisasi penguraian jaringan lunak akibat di
bor. Sekrup IMF dimasukkan kedalam lubang yang sudah di bor sampai kepala sekrup
menyentuh dasar mukosa.
Di mandibula, posisi sektrup ditentukan dari lokasi garis fraktur dan insisi pada
bagian maksila. Bagian yang paling dipilih adalah diantara kaninus dan premolar pertama
diikuti dengan ruang diantara premolar. Pada beberapa kasus, sekrup dipasang di edentulosa
area molar pertama. Semua sekrup IMF dicopot setelah 7 hari post operatif tanpa anastesi
(Sahoo, 2013).
29
Gambar 33. Sekrup X-Ray (Sahoo, 2013)
III. 10. Prognosis
Reduksi terbuka dan fiksasi internal dari fraktur wajah memberikan hasil, pemulihan
oklusi dan fungsi yang memuaskan. Fraktur wajah high-impact seringkali berkaitan dengan
cedera tubuh lain yang mungkin mengancam hidup. Pada fraktur wajah low-impact jarang
mengakibatkan kematian jika diberikan perawatan yang tepat. Cedera jaringan luas atau
avulsi dan patah tulang kominutif jauh lebih sulit diobati dan mungkin memiliki hasil yang
buruk. Perdarahan beart dari luka-luka pada wajah bagian tengah dapat mengakibatkan
kematian. obstruksi jalan nafas, jika tidak diobati dengan baik, berkaitan dengan
meningkatnya mortalitas (Sahoo, 2013).
30
BAB III
KESIMPULAN
Zigomatikomaksilaris (ZMC) memegang peranan penting dalam struktur, fungsi, dan
estetika pada rangka wajah. ZMC membentuk kontur pipi normal dan memisahkan isi rongga
orbita dari fossa temporal dan sinus maxillaris, juga mempunyai peranan dalam penglihatan
dan pengunyahan. Arkus zigomatikus adalah tempat insersio dari otot masseter serta
melindungi otot temporalis dan prosesus coronoid. ZMC memiliki 4 perlekatan pada
tengkorak, yaitu sutura zigomatikofrontal (perlekatan daerah superior pada os.frontalis),
sutura zigomatikomaksilaris (perlekatan daerah medial pada maksila), sutura
zigomatikotemporal (perlekatan daerah lateral pada os.temporal), sutura
zigomatikosphenoidal (perlekatan pada sayap terbesar os.sphenoid).
Fraktur ZMC juga dikenal sebagai fraktur tetrapod yang merupakan fraktur fasial
kedua yang tersering terjadi setelah fraktur nasal. Tingginya insiden dari fraktur ZMC
berhubungan dengan lokasi zigoma yang lebih menonjol dan berstruktur konveks. Fraktur
ZMC terutama terjadi pada laki-laki dengan perbandingan 4:1 dengan perempuan dan
memuncak pada usia 20-30 tahun. Penyebab fraktur ZMC yang paling sering adalah akibat
benturan atau pukulan pada daerah inferolateral orbita atau pada tonjolan tulang pipi
dikarenakan kecelakaan kendaraan bermotor, perkelahian, atau cedera olahraga.
Fraktur ZMC biasanya melibatkan dinding bawah orbita tepat diatas nervus alveolaris
inferior, sutura zigomatikofrontal, sepanjang arkus pada sutura zigomatikotemporal, dinding
lateral zigomatikomaksila, dan sutura zigomatikosplenoid yang terletak di dinding lateral
orbita, sedangkan dinding medial orbita tetap utuh.
Diagnosa dari fraktur zigoma didasarkan pada pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
penunjang. Riwayat trauma pada wajah dapat dijadikan informasi kemungkinan adanya
fraktur pada informasi kemungkinan adanya fraktur pada kompleks zigomatikus selain tanda-
tanda klinis. Tetapi pemeriksaan klinis seringkali sulit dilakukan karena adanya penurunan
kesadaran, edema dan kontusio jaringan lunak dari pasien yang dapat mengaburkan
pemeriksaan klinis, dan juga tidak ada indikator yang sensitif terhadap adanya fraktur
zigoma. Dari anamnesis dapat ditanyakan kronologis kejadian trauma, arah dan kekuatan dari
trauma, kejadian trauma terhadap pasien maupun saksi mata. Trauma dari arah lateral sering
mengakibatkan fraktur arkus zigoma terisolasi atau fraktur zigoma komplek yang terdislokasi
31
inferomedial. Trauma dari arah frontal sering mengakibatkan fraktur yang terdislokasi
posterior maupun inferior.
Pemeriksaan zigoma termasuk inspeksi dan palpasi. Inspeksi dilakukan dari arah
frontal, lateral, superior, dan inferior. Diperhatikan simetris dan ketinggian pupil yang
merupakan petunjuk adanya pergeseran pada dasar orbita dan aspek lateral orbita, adanya
ekimosis periorbita, ekimosis subkonjungtiva, sensitivitas nervus abnormal seperti mati rasa
pada kulit yang diinervasi oleh nervus infraorbitalis, diplopia dan enoftalmus; yang
merupakan gejala yang kahs efek pergeseran tulang zigoma terhadap jaringan lunak
sekitarnya. Tanda yang khas dan jelas pada trauma zigoma adalah hilangnya tonjolan
prominen pada daerah zigomatikus. Selain itu, hilangnya kurvatur cembung yang normal
pada daerah temporal berkaitan dengan fraktur arkus zigomatikus. Deformitas pada tepi
orbita sering terjadi jika terdapat pergeseran, terutama pada tepi orbital lateral dan infraorbita.
Pemeriksaan radiografis terlihat adanya kabut dan opasitas di dalam sinus maksilaris
yang terkena. Pengamatan yang lebih cermat pada dinding lateral antrum pada regio
pendukung (buttress) (basis os.zygomatikum) sering menunjukkan diskontinuitas atau step.
Pergeseran yang umumnya terjadi adalah inferomedial yang mengakibatkan masuknya
corpus zygoma ke dalam sinus maksilaris dan mengakibatkan berkurangnya penonjolan
malar. Penggunaan CT scan dan foto rontgen sangat membantu menegakkan diagnosa,
mengetahui luasnya kerusakan akibat traumam dan perawatan. CT scan pada potongan aksial
maupun koronal merupakan gold standard pada pasien dengan kecurigaan fraktur zigoma,
untuk mendapatkan pola fraktur, derajat pergeseran, dan evaluasi jaringan lunak orbital.
Secara spesifik CT scan dapat memperlihatkan keadaan pilar dari midfasial: pilar
nasomaksilari, zigomatikomaksilari, infraorbital, zigomatikofrontal, zigomatikosphenoid, dan
zigomatikotemporal. Penilaian radiologis fraktur zigoma dari foto polos dapat menggunakan
foto waters, caldwel, submentoverteks dan lateral. Dari foto waters dapat dinilai pergeseran
pada tepi orbita inferior, maksila, dan zigoma. Foto caldwel dapat menunjukkan regio
frontozigomatikus dan arkus zigomatikus. Foto submentoverteks menunjukkan arkus
zigomatikus.
Fraktur ZMC biasanya memerlukan pengungkitan dan pergeseran lateral pada waktu
reduksi. Fraktur dengan pergeseran minimal dan sedang yang tidak mengakibatkan gangguan
penglihatan bisa direduksi secara pengangkatan, disertai insersi pengait tulang atau trakeal
melalui kulit. Apabila pergeseran tulang lebih parah, beberapa jalur lain bisa dipilih misalnya
metode Gilles (jalan masuk melalui kulit dengan melakukan diseksi mengikuti fascia
temporalis profundus ke aspek medial korpus zigomatikus dan arkus zigomatikus), melalui
32
insisi pada regio sutura zigomatikofrontalis dan peroral, baik di sebelah lateral tuberositas
atau melalui antrum.
Reduksi yang lebih akurat dengan pemasangan kawat sutural langsung atau
penempatan plat sutural langsung atau penempatan plat adaptasi (zigomatikofrontal) kadang
lebih disukai. Walaupun plat memberikan fiksasi yang bersifat kaku, jaringan lunak tipis
yang menutupinya memungkinkan plat menjadi menonjol dan teraba sehingga nantinya harus
dikeluarkan. Optimalnya, fraktur ditangani sebelum edema pada jaringan muncul, tetapi pada
prakteknya di lapangan hal ini sangat sulit dilakukan, keputusan untuk penanganan tidak
perlu dilakukan terburu-buru karena fraktur zigoma bukan merupakan keadaan yang darurat.
Penundaan dapat dilakukan beberapa hari sampai beberapa minggu sampai edema mereda
dan penanganan fraktur lebih mudah. Penatalaksanaan fraktur zigoma tergantung pada derajat
pergeseran tulang, segi estetika dan defisit fungsional. Intervensi tidak selalu diperlukan
karena banyak fraktur yang tidak mengalami pergeseran atau mengalami pergeseran minimal.
33