Presus ZMC

44
BAB I ILUSTRASI KASUS I. 1. Identitas Pasien Nama : Tn. R S R No. RM : 02-12-33-59 Tgl Lahir/Usia : 03-08-1998/16 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Alamat : KP Bulak Jaya RT 015/RW 006 Pendidikan : SMA Status : Belum menikah Tanggal Masuk : 03-08-2014 Tanggal Keluar : 07-08-2014 I. 2. Anamnesa Keluhan Utama : OS laki-laki berusia 16 tahun dengan keluhan nyeri pada wajah akibat KLL ±7jam SMRS. Riwayat Penyakit Sekarang : OS post KLL ±7jam SMRS mengeluh nyeri pada seluruh bagian wajah terutama wajah sebelah kiri. OS mengendarai motor dengan kecepatan 60-80km/jam tanpa menggunakan helm. OS mengaku berusaha menghindari orang yang akan menyeberang jalan sehingga membanting motor ke arah kiri. OS terjatuh dengan wajah langsung terbentur trotoar. OS lalu pingsan selama kurang lebih 30 menit, tidak mual, tidak muntah, 1

description

medical

Transcript of Presus ZMC

Page 1: Presus ZMC

BAB I

ILUSTRASI KASUS

I. 1. Identitas Pasien

Nama : Tn. R S R

No. RM : 02-12-33-59

Tgl Lahir/Usia : 03-08-1998/16 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : KP Bulak Jaya RT 015/RW 006

Pendidikan : SMA

Status : Belum menikah

Tanggal Masuk : 03-08-2014

Tanggal Keluar : 07-08-2014

I. 2. Anamnesa

Keluhan Utama :

OS laki-laki berusia 16 tahun dengan keluhan nyeri pada wajah akibat KLL ±7jam

SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang :

OS post KLL ±7jam SMRS mengeluh nyeri pada seluruh bagian wajah terutama

wajah sebelah kiri. OS mengendarai motor dengan kecepatan 60-80km/jam tanpa

menggunakan helm. OS mengaku berusaha menghindari orang yang akan

menyeberang jalan sehingga membanting motor ke arah kiri. OS terjatuh dengan

wajah langsung terbentur trotoar. OS lalu pingsan selama kurang lebih 30 menit, tidak

mual, tidak muntah, tidak ada riwayat kejang. OS mengaku terdapat darah yang

keluar dari lubang hidung sebelah kiri. Benturan dan nyeri pada dada dan perut

disangkal. BAK tidak ada keluhan. OS merupakan pasien rujukan dari RSI Pondok

Kopi, OS dirujuk ke RSP atas keinginan keluarga.

1

Page 2: Presus ZMC

I. 3. Advance Trauma Life Support

Primary Survey

A : Clear

B : Spontan, 18x/menit

C : Akral hangat, CRT < 2”, TD : 120/80mmHg, FN : 80x/menit

D : GCS E4V5M6 = 15

Secondary Survey

Kepala

Edema pada seluruh wajah, epistaksis (-/+), vulnus ekskoriasi ±4 cm mulai dari

supraorbita sinistra sampai zigoma sinistra

Mata

Edema periorbita dextra dan sinistra, konjungtiva anemis (-/-)

Leher

Tidak ada jejas, tidak ada deformitas

Dada

Tidak ada jejas, bentuk dada simetris kiri dan kanan.

Paru

Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris

Palpasi : Nyeri tekan (-), krepitasi (-)

Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikular (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Datar, lemas, tidak tampak jejas

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Nyeri tekan (-)

2

Page 3: Presus ZMC

Perkusi : Timpani

Ekstremitas

Vulnus ekskoriasi at regio antebrachii sinistra, akral hangat

I. 4. Pemeriksaan Penunjang

I. 4. 1. Laboratorium (4 Agustus 2014)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Darah Rutin

Leukosit

Hitung Jenis

Netrofil

Limfosit

Monosit

Eosinofil

Basofil

Eritrosit

Hemoglobin

Hematokrit

MCV

MCH

MCHC

Trombosit

Laju endap darah

12.520

77,2

12,9

8,3

1,4

0,2

3,72

11,0

31

83,1

29,6

35,6

272

26

ribu/mm³

%

%

%

%

%

juta/μL

gr/dl

%

fL

pg

%

ribu/mm³

mm

5-10

50-70

25-40

2-8

2-4

0-1

4,5-6,4

13-18

40-52

80-100

26-34

32-36

150-440

0-10

Hemostasis

Masa perdarahan/BT

Masa pembekuan/CT

4’

8’

menit

menit

<6

<11

Kimia Klinik

Gula Darah Sewaktu 89 mg/dl < 180

Elektrolit

Natrium (Na)

Kalium (K)

Klorida (Cl)

140

4

104

mmol/L

mmol/L

mmol/L

135-145

3,5-5,5

98-109

3

Page 4: Presus ZMC

Ureum

Kreatinin

SGOT

SGPT

26

0,8

14

4

mg/dL

mg/dL

U/L

U/L

20-40

09,-1,5

0-37

0-40

I. 4. 2. CT Scan (3 Agustus 2014)

Gambar 1. CT-Scan Kepala Bone Window

Gambar 2. CT-Scan Kepala Brain Window

4

Page 5: Presus ZMC

Gambar 3. CT Scan Kepala 3-D

Telah dilakukan CT kepala potongan axial tanpa kontras dengan hasil sbb:

Fragmental terlihat pada os nasal, dinding anterior sinus frontalis dan sinus maxillaris serta

zygomaticoorbitalis bilateral diserta konsolodasi densitas darah yang mengisi seluruh sinus

maxillaris et ethmpoidalis dengan penebalan jaringan lunak tampak di regio frontalis sampai

zygomaticacorital bilateral.

Tulang-tulang calvarial masih tampak intak disertai densitas udara pada subcalvarial regio

frontal.

Hemisfer cerebri tampak normal dengan sulci, cisterna & sistem ventrikel tidak berdilatasi.

Fissura interhemispheric di midline.

Tidak tampak mass effect atau midline shift.

Basal ganglia, nucleua caudatus dan thalamus serta regio sellar, parasellar dan orbita tampak

normal.

Pada infratentorial terlihat cerebellum, pons dan cerebellopontine angle yang normal.

Aerasi sinus paranasal dan cellulae mastoid terlihat normal.

5

Page 6: Presus ZMC

Kesan:

Tidak terlihat fraktur tulang calvarial atau perdarahan intracranial hanya pneumoencephal

subcalvarial frontal. Fraktur tampak pada os nasal, dinding anterior sinus maxillaris et

frontalis serta os zygomaticoorbital kedua sisi disertai hematosinus maxillaris et frontalis

dengan pembengkakan jaringan lunak sekitarnya.

I. 5. Foto Klinis

Gambar 4. Tn. RSR

Gambar 5. Tn. RSR

6

Page 7: Presus ZMC

Gambar 6. Tn. RSR

Gambar 7. Tn. RSR Antebrachii Sinistra

I. 6. Diagnosis

- Fraktur Zygomaticomaxillary Complex Dextra dan Sinistra

- Fraktur Nasofrontal Dextra

7

Page 8: Presus ZMC

I. 7. Penatalaksanaan

- Pro rawat inap

- Kontrol infeksi = Ceftriaxone 2x1gr IV, ATS, TT

- Kontrol nyeri = Ketorolac 3x30mg IV

- Diet cair

- Pro ORIF elektif

I. 8. Prognosis

Vitam : bonam Fungsional : dubia Sanasionam : dubia

I. 9. Laporan Pembedahan (6 Agustus 2014)

- Bius umum- A dan antisepsis- Pasang quick fixed screw 3 atas dan 3 bawah- IMF dengan wire pada quick fixed- Oklusi dicapai optimal- Operasi selesai

I. 10. Diagnosis Pasca Bedah

Fraktur Zigomatikomaxilari Complex Dextra dan Sinistra

I. 11. Instruksi post operasi

- IVFD RL : D5 = 1:2/24jam- Ceftriaxon 1x2gr IV- Ketorolac 3x30mg IV- Diet cair

8

Page 9: Presus ZMC

I. 12. Foto Klinis Post Operasi

Gambar 8. Tn. RSR Post ORIF H+1

Gambar 9. Tn. RSR Post ORIF H+1

9

Page 10: Presus ZMC

Gambar 10. Tn. RSR Post ORIF H+1

10

Page 11: Presus ZMC

BAB II

PENDAHULUAN

Kompleks zigomatikomaksilaris memainkan peran penting terhadap struktur, fungsi

dan penampilan estetik dari tulang tengkorak. Kompleks zigomatikusmaksilaris memberikan

kontur pipi normal dan memisahkan bagian isi orbita dari fossa temporalis dan sinus

maksilaris.

Zigomatikum adalah origo dari maseter, sehingga mempengaruhi mastikasi. Tulang-

tulang orbita membentuk bagian inferior dan lateral socket, sehingga berpotensi

mempengaruhi posisi yang benar dari globe dan mobilitas otot ekstraokular.

Nervus infra orbital terletak melewati bagian inferior dari rima orbita. Menurunnya

sensasi pada pipi bagian atas, lateral dari hidung, atas bibir, dan gusi dapat terjadi pada

fraktur ZMC. ZMC provides globe lateral support yang diperlukan untuk penglihatan

binokular. Arkus zigomatikus merupakan insersio dari otot masseter, melindungi otot

temporalis dan processus coronoid.

Fraktur ZMC adalah penyebab kedua tersering dari fraktur wajah, dimana penyebab

fraktur wajah tersering pertama adalah fraktur hidung. Bentuk cembung dari zigoma

menyebabkan bagian ini rentan terhadap trauma. Bahkan pada fraktur ZMC dengan

pergeseran minimal dapat mengakibatkan kelainan fungsional dan kelainan estetik.

Keberhasilan perbaikan fraktur ZMC memerlukan diagnosis yang akurat dan tindakan bedah

yang sesuai (Tollefson, 2013).

11

Page 12: Presus ZMC

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III. 1. Anatomi Zigoma

Tulang zigomatikus memiliki empat bagian: frontosphenoidal, orbital, maksilari, dan

temporal. Bagian ini tersambung satu sama lain dengan kerangka wajah sekitarnya yaitu

sutura frontozigomatik, sutura sphenozigomatik, sutura zigomatikomaksilari, dan sutura

zigomatikotemporal. Bagian frontosphenoidal dan orbital membentuk sebagian besar lateral

dan inferolateral tulang orbita.

Gambar 11. Sambungan-sambungan dari tulang zigomatik dengan kerangka wajah. Garis sutura diatas

adalah daerah yang khas terlihat pada pasien dengan fraktur ZMC.

Gambar 12. Anatomi Zigoma. 1-5: temporal, frontal, maxila, obira, dan prosesus infraorbital zigoma; 6.

12

Page 13: Presus ZMC

Tulang frontalis; 7. Tulang maksilaris; 8. Tulang temporalis; 9. Bagian terbesar tulang sphenoid; 10.

Prosesus zigomatikum tulang temporalis; 11. Sutura zigomatik temporalis; 12. Prosesus zigomatikum

maxila; 13. Sutura zigomatikum maksilaris; 14. Permukaan orbita dari maksila; 15. Foramen intraorbita

Gambar 13. Tampak Frontal Zigoma (Antonyshyn, 2004)

Gambar 14. Tampak Lateral Zigoma (Antonyshyn, 2004)

13

Page 14: Presus ZMC

III. 2. Definisi

Fraktur zigomatik kompleks dikarakteristikan oleh trauma disartikulasio dari tulang

zigomatikum dari kerangka wajah disepanjang 4 sutura mayor termasuk frontozigomatikum,

sphenozigomatikum, zigomatikomaxillary, dan zigomatikotemporal. Fraktur ZMC sering

disalah artikan sebagai fraktur tripod. Fraktur ini lebih akurat disebut sebagai tetrapod sesuai

pembagian dari kerangka wajah menurut empat (tidak tiga) suturanya (Garri, 2004).

III. 3. Klasifikasi

Menurut Zingg (1992), klasifikasi fraktur ZMC terbagi menjadi (Dolan, 2004):

Tipe A:

- Relatif jarang terjadi

- Luka terbatas pada 1 komponen dari struktur tetrapod, yaitu

tipe A1 = zygomatic arch

tipe A2 = dinding lateral orbital

tipe A3 = tepi inferior orbital (type A3)

Tipe B

- Mencakup seluruh 4 penopang ZMC (fraktur tetrapod klasik)

Tipe C

- Adanya fraktur kominutif dengan patahnya os.zigomatik itu sendiri

- Biasanya fraktur terjadi pada zigomatikomaksilari dan zigomatikotemporal

Tipe A relatif jarang. Tipe B dan C terjadi sekitar 62% cedera ZMC. Tipe B dan C sering

terjadi pada bagian zigomatikomaksilari dan zigomatikotemporal. Zigomatikofrontal

merupakan bagian pendukung terkuat dari 4 pendukung ZMC. Gangguan yang signifikan

pada bagian ini biasanya akibat cedera dengan kecepatan yang cukup tinggi dengan kominusi

pada area lain. Tulang paling lemah dari ZMC adalah dasar orbita. Fraktur pada jenis A3, B,

dan C mengakibatkan kerusakan pada dasar orbita, yang mengakibatkan isi orbita memiliki

resiko gangguan.

14

Page 15: Presus ZMC

Gambar 15. Klasifikasi fraktur ZMC. Fraktur terbatas mencakup tipe A1, A2, dan A3. Tipe A1 (A)

fraktur terbatas pada zigomatik arch; tipe A2 (B) fraktur terbatas pada dinding lateral orbita; tipe A3

(C) fraktur terbatas pada rima infraorbital. Tipe B (D) fraktur tetrapod klasik dan tipe C (E) frakturnya

adalah fraktur ZMC multifragmen (Dolan, 2004).

III. 4. Etiologi

Penyebab paling umum dari fraktur ZMC termasuk perkelahian, terjatuh, kecelakaan

motor, dan cedera olahraga (Tollefson, 2013).

III. 5. Epidemiologi

- Pria : wanita = 4:1

- Puncak terjadi fraktur ZMC pada usia 20-30 tahun (Tollefson, 2013).

III. 6. Patofisiologi

Fraktur ZMC biasanya melibatkan dinding bawah orbita tepat diatas nervus alveolaris

inferior, sutura zigomatikofrontal, sepanjang arkus pada sutura zigomatikotemporal, dinding

lateral zigomatikomaksila, dan sutura zigomatikosplenoid yang terletak di dinding lateral

orbita, sedangkan dinding medial orbita tetap utuh (Dolan, 2004).

Gaya yang menyebabkan cidera dapat dibedakan jadi 2, yaitu high impact atau low

impact. Keduanya dibedakan apakah lebih besar atau lebih kecil dari 50 kali gaya gravitasi.

Setiap region pada wajah membutuhkan gaya tertentu hingga menyebabkan kerusakan dan

masing masing region berbeda – beda. Margo Supraorbital, maxilla, dan mandibula (bagian

syimphisis dan angulus) dan frontal membutuhkan gaya yang high impact agar bias

mengalami kerusakan. Sedangkan os zygoma dan os nasal dapat mngalami kerusakan hanya

15

Page 16: Presus ZMC

dengan terkena gaya yang low impact.

Berikut ini masing – masing penyebab fraktur pada maxilla facial trauma :

Fraktur os frontal : Disebabkan oleh pukulan yang keras pada bagian dahi. Mencangkup

Tabula anterior dan tabula posterior sinus frontalis. Apabila tabula posterior mengalami

fraktur, diperkirakan akan menyebabka luka pada dura mater (meninges). Selain itu sering

juga terjadi kerusakan duktus naso frontal.

Fraktur dinding bawah / lantai orbita : cedera pada lantai orbita dapat terjadi sebagai

fraktur tunggal, namun dapat juga menyebabkan fraktur dinding medial.  Adanya fraktur

tersebut menyebabkan adanya peningkatan tekanan pada intraorbita yang dapat merusak

aspek terlemah dari dinding orbit, yaitu dinding medial dan lantai orbita. Akibatnya

herniasi dari struktur yang terdapat didalam orbita ke dalam sinus maxillary dapat terjadi

dan insidensi yang tinggi pada cidera mata, namun bulbus oculi jarang sapai ruptur.

Gambar 16. CT Scan menunjukan "tear-drop" sign yang mengindikasikan fraktur lantai

orbital (Adamo, 2013)

Fraktur nasal : disebabkan oleh gaya yang ditransmisikan oleh trauma langsung

Fraktur nasoethmoidal : perluasan dari tulang nasal hingg tulang etmoid dan dapat

mnyebabka kerusakan canthus medial mata, apparatus lacrimal ata ductus

nasofronta lis. Dapat juga menyebabkan laserasi pada lamina cribrosa os frontal

Fraktur arcus zygomaticus : disebabkan karena pukulan langsung pada arcus

zygomaticus  dapat menyebabkan fraktur pada sutura zygomatikotemporal

Fraktur kompleks zygomaticomaxilla : fraktur ini disebabkan oleh trauma

langsung. Garis fraktur meluas melalui sutura zygomatikotemporal,

16

Page 17: Presus ZMC

zygomatikofrontal, zygomatikomaxilla dan artikulasi dengan ala magna os

sphenoid. Garis fraktur biasanya meluas hingga foramen intraorbita dan lantai

orbita. Cedera ocular yang bersamaan juga sering terjadi.

Gambar 17. Fraktur Zygomaticomaxillary complex (ZMC) (Sahoo, 2013)

Gambar 18. Perdarahan subkonjungtiva lateral (Sahoo, 2013)

Parestesi dari bagian lateral hidung dan bibir atas mungkin terjadi akibat tertimpanya

saraf infraorbital. Diplopia dapat dibuktikan dengan pandangan mata yang ke arah ataus

akibat terjebaknya muskulus rektus inferior. Trismus mungkin terjadi karena penekanan pada

lengkung zigomatik mengenai prosesus coronoid mandibula sehingga pasien tidak dapat

membuka mulut atau yang paling sering karena terdapat cedera muskulus temporalis.

Ekimosis intraoral atau disrupsi gingival mungkin terjadi (Adamo, 2013)

17

Page 18: Presus ZMC

III. 7. Manifestasi Klinis

- Ekimosis pada periorbital, buccal, dan perdarahan subkonjungtiva

- Epistaksis.

Epistaksis terjadi akibat laserasi di mukosa sinus maksilaris

- Pendataran malar

- Bony steps yang bisa dipalpasi sepanjang rima orbita inferior dan lateral

- Buttress (pendukung) zigomatikomaksilari di bawah bibir

- Mati rasa pada daerah pipi (lebih dari setengah kasus)

- Trismus (pada sepertiga kasus)

- Enoftalmos (jarang). (Garri, 2004)

Gambar 19. Pasien dengan fraktur ZMC kiri. Terdapat ekimosis periorbital dan pendataran malar

yang jelas (Dolan, 2004).

Gambar 20. A. Penekanan pada prosesus temporalis dari zigoma pada prosesus koronoid dari mandibula

karena depresi fraktur ZMC. B dan C. Perpindahan kebawah prosesus frontalis zigoma dan bagian

18

Page 19: Presus ZMC

tersebut tempat ligamentum palpebra lateral menempel dengan pemisah sutura zigomatikofrontal.

Kantus lateralis dari kelopak mata dan bola mata tertekan. Menatap ke arah atas. Keterlibatannya bola

mata akibat inkarserasi dari rektus inferior dan muskulus oblik inferior antara fragmen tulang yang

fraktur dan lantai orbita.

Gambar. 21. Pergeseran bola mata ke arah postero inferior (tanda panah) yang terjadi setelah fraktur

ZMC yang melibatkan rima orbitalis dan dasar orbita (enoftalmos).

Pendekatan sistematik pemeriksaan fisik untuk memastikan adanya trauma maksilofasial.

Pemeriksaan harus mencakup hal-hal berikut ini (Sahoo, 2013):

Inspeksi adanya asimetris dari wajah. Memeriksa tulang pipi dengan cara melihat dari

bagian bawah tempat tidur (bird’s-eye view). Lebar dari nasal bridge harus setengah

dari jarak interpupilar.

Periksa adanya lecet pada kepala dan wajah, pembengkakan, ekimosis, hilangnya

jaringan, laserasi dan perdarahan. Periksa luka-luka terbuka untuk kemungkinan

terdapatnya benda asing.

Periksa mobilitas gigi, gigi patah, atau maloklusi.

Palpasi adanya cedera tulang, krepitasi, khususnya di daerah supraorbital dan rima

infraorbital, lengkung zigomatikus,dan artikulasi dari zigoma dengan frontalis,

temporalis dan tulang maksilaris.

Periksa mata untuk adanya eksoftalmos atau enoftalmos, ketajaman penglihatan,

gerakan abnormal okular, ukuran pupil, bentuk pupil, dan refleks cahaya baik

langsung atau tidak langsung.

Perhatikan sindrom fisura orbita superior, oftalmoplegia, ptosis bibir bagian atas,

proptosis, dan dilatasi pupil yang menetap.

Perhatikan adanya kebutaan, penurunan ketajaman penglihatan.

Balik kelopak mata untuk memeriksa adanya luka atau benda asing.

19

Page 20: Presus ZMC

Palpasi bagian orbita media. Nyeri tekan mungkin menandakan adanya kerusakan

kompleks nasoetmoidal.

Inspeksi septum nasi untuk adanya hematoma, “bluish bulging mass”; laserasi

mukosa yang melebar atau dislokasi; dan rinorrhea.

Inspeksi laserasi pada lubang telinga, lihat adanya kebocoran cairan serebrospinal,

integritas membran timpani, hemotimpanum, perforasi atau ekimosis daerah mastoid

Inspeksi lidah dan lihat adanya laserasi intraoral, ekimosis, atau pembengkakan.

Secara bimanual, palpasi mandibula, dan periksa tanda krepitasi atau mobilitas.

Lakukan tes pisau lidah. Minta pasien untuk menggigit. Jika rahang retak, pasien

tidak dapat melakukan tes ini dan akan merasakan nyeri.

Palpasi sepanjang mandibula dan nyeri pada sendi temporomandibular, deformitas

atau ekimosis.

Palpasi pada kondilus mandibula dengan meletakkan jari tangan di kanalis aurikularis

eksternus ketika pasien membuka dan menutup mulut. Nyeri atau sedikit pergerakan

kondilus adalah indikasi fraktur.

Periksa adanya parestesi atau anestesi dari nervus fasialis.

III. 8. Pemeriksaan Penunjang

III. 8. 1. Radiografi

Ketika indikasi gejala dari adanya cedera zigomatik, hal yang terbaik untuk

konfirmasi dan evaluasi kerusakannya adalah melalui radiografi, khususnya CT scan.

Radiografi polos menjadi alternatif kedua, walaupun dapat digunakan untuk mengevaluasi

fraktur. Seri wajah yang dilakukan di ruang gawat darurat untuk menentukan ada atau

tidaknya fraktur wajah adalah termasuk submentovertex view, Waters view, lateral view, dan

posterolateral view.

Foto Caldwell (occipitofrontal view) harus dibuat dengan ray terpusat sekitar 25

derajat dibawah kantomeatalplane untuk memungkinkan visualisasi dari lantai orbita diatas

petrous ridge.

20

Page 21: Presus ZMC

Gambar 22. Posisi Caldwell (Dolan, 1984)

1 . Zygomaticofrontal suture

2. Orbital process of frontal bone

3. Anterior orbital roof

4. Upper (palpable) rim of orbit

5. Frontal sinus

6. Lamina papyracea

7. Posterior orbital floor

8. Posterior lacrimal crest

9. Anterior orbital wall

10. Frontal process

11. Lateral nasal wall

12. Lateral maxillary wall

13. Hard palate

14. Perpendicular ethmoid plate and vomer

15. Superior orbital fissure

16. Oblique orbital line

17. Orbital process of zygom

Pada posisi submentovertex dilakukan untuk melihat zigomatik arches dan mandibula.

Informasi mengenai sinus frontalis, lateral orbita dan sphneoid mungkin terlihat.

21

Page 22: Presus ZMC

Gambar 23. Posisi Submentovertex (Dolan, 1984)

1. Zygomatic arch

2. Lateral maxillary sinus wall

3. Lateral orbital wall

4. Greater wing of the sphenoid

5. Mandibular condyle

6. Horizontal mandibular ramus

7. Anterior frontal sinus wall

8. Posterior frontal sinus wall

9. Lateral nasal fossa

G = Glenoid fossa

Z = Zygomatic arch

M = Maxilla

Pada foto Water’s (occipitomental view), yang memberikan hasil foto yang bagus pada

bagian pendukung zigoma dan dianggap paling membantu dalam evaluasi zigomatikum.

Fraltur, diambil pada posisi 30 derajat dari proyeksi oksipitomental. Foto bentuk ini tidak

berguna dalam mengevaluasi zigomatik arch, tapi dapat menunjukkan berat nya garis fraktur

pada bagian orbital lateral dan rima infraorbital.

22

Page 23: Presus ZMC

Gambar 24. Foto Water’s (Dolan, 1984)

1. Zygomaticofrontal suture

2. Orbital process of frontal bone

4. Upper (palpable) rim of orbit

5. Frontal sinus

6. Lamina papyracea

7. Posterior floor of orbit

18. Glenoid fossa of temporomandibular

joint

19. Upper margin of zygomatic arch

20. Lower margin of zygomatic arch

12. Lateral maxillary wall

13. Hard palate

21. Lower (palpable) rim of orbit

22. lnfraorbital foramen

23. Nasal arch

Pada foto lateral, struktur kedua sisi cenderung untuk tumpang tindah dan untuk

menyamarkan satu sama lain. Sella tursika tervisualisasi dengan baik dan berfungsi sebagai

planum sphenoidale (dasar dari sinis sphenoid). Posisi lateral, seperti Caldwell view

merupakan proyeksi mayor untuk evaluasi tomografi dari trauma wajah.

23

Page 24: Presus ZMC

Gambar 25. Foto Lateral (Dolan, 1984)

1. Frontal process

2. Zygomaticofrontal

3. Zygomatic process of orbit

4. Anterior surface of zygomatic

recess of maxilla

5. Posterior wall of zygomatic recess

6. Coronoid process of maxilla

7. Mandibular condyle

8. Greater sphenoidal wing

III. 8. 2. CT Scan

CT scan hadir untuk menggantikan radiografi polos dalam evaluasi trauma wajah.

Pasien dengan trauma wajah seringkali memiliki cedera kepala, sehingga CT scan adalah cara

yang cepat dan efisien untuk mengevaluasi cedera-cedera tersebut. Dalam kasus tersebut, foto

CT svan harus diperoleh pada interval 3mm baik pada potongan koronal dan axial dan

termasuk orbita. Dari gambar aksial, sangat mudah untuk mempelajari bagian zigomatik arch,

dinding orbital, dan sinus maksilaris. Sutura frontozigomatik dan infraorbital dan rima orbital

lateral paling baik dinilai pada potongan koronal.

24

Page 25: Presus ZMC

Gambar 26. Potongan koronal fraktur zigomatikum.

III. 9. Terapi

Rencana terapi untuk fraktur zigomatikum seharusnya dilakukan setelah pemeriksaan

fisik yang detail dan evaluasi radiografi sudah dilakukan dan akan tergantung pada kondisi

medis pasien. Tiga hal penting bagi dokter bedah yang harus dipertimbangkan adalah adanya

exposure, reduksi, dan fiksasi. Seperti pada terapi fraktur yang lainnya, exposure yang

adekuat harus diperoleh pada fraktur zigomatik agar dapat tercapai level reduksi yang terbaik

(Garri, 2004).

Pre Hospital

Airway: kelola oksigen dan pertahankan jalan nafas yang paten. Jaga imobilisasi

servikal. Bersihkan mulut dari benda asing atau debris, dan hisap darah jika terdapat

perdarahan di jalan nafas.

Intubasi : lakukan intubasi jika diindikasikan. Lakukan persiapan alat krikotiroidotomi

dan trakeostomi jika suatu saat butuh dilakukan intubasi. Pertimbangkan intubasi

sedasi sadar jika terdapat distorsi mandibula dan maksila karena penggunaan masker

tidak dapat dilakukan. Pertimbangkan intubasi nasotrakeal jika terdapat edema

orofaringeal masif. Pertimbangan intubasi orotrakeal jika terdapat trauma wajah

bagian tengah atau bagian atas. Jika tidak bisa dilakukan intubasi secara nasotrakeal

atau endotrakeal, prosedur pilihan selanjutnya adalah krikotiroidotomi.

Breathing: nilai suara nafas. Periksa penempatan tabung intubasi.

25

Page 26: Presus ZMC

Sirculation : jangan lepaskan benda asing akibat luka tusuk yang dapat menyebabkan

bertambahnya kerusakan dan perdarahan. Kontrol perdarahan.

Disability : nilai pasien dengan menggunakan Glasgow Coma Scale. Lakukan

pemeruksaan neurologis singkat. Catat setiap perubahan pada status mental.

Exposure : periksa seluruh bagian tubuh pasien, tapi pastikan pasien tetap hangat.

Lepas semua pakaian dan aksesoris. Tutup bagian jaringan keras dan lunak yang

mengalami avulsi lalu tutup dengan kassa lembab tanpa es dan lakukan dengan sedikit

manipulasi (Sahoo, 2013).

Pengobatan dan Terapi Pembedahan

Terapi medis umum : berikan oksigen dan cairan kristaloid isotonik. Berikan

transfusi darah jika perdarahan pasien banyak. Profilaksis tetanus diindikasikan.

Antibiotik : untuk laserasi pada wajah, gunakan cefazolin. Untuk laserasi kavum oris,

gunakan klindamisin atau penisilin. Untuk fraktur, gunakan amoksisilin. Untuk

fraktur dengan sobekan pada dura atau kebocoran cairan serebrospinal, gunakan

vankomisin dan sefalosporin generasi tiga.

Manajemen nyeri : berikan pengobatan oral untuk cedera ringan dan berikan

pengobatan secara parenteral jika pasien tidak dapat mengkonsumsi obat secara oral.

Untuk kontrol antiinflamasi, berikan ibuprofen, naproxen, atau ketorolac. Untuk

kontrol melalui sentral, berikan narkotik (misalnya kodein, meperidin, morfin)

(Sahoo, 2013).

Pembedahan Pada Fraktur Zigomatikomaksilar

Pembedahan ZMC diindikasikan ketika terdapat deformitas atau kehilangan

fungsional. Tunggu selama 4-5 hari agar edema sudah berkurang sehingga deformitas akibat

fraktur dapat dinilai dengan mudah. Standar perawatan ZMC adalah dilakukan ORIF (Open

Reduction and Internal Fixation) dengan miniplat dan sekrup. Dasar orbita sering

dieksplorasi dan diperbaiki jika diperlukan.

26

Page 27: Presus ZMC

Gambar 27. Berbagai Insisi Yang Berbeda Untuk Penilaian Pada Fraktur Zigomatikomaksilari

Kompleks (Garri, 2004)

Beberapa treatment untuk fraktur ZMC yang bisa dilakukan :

1. Metode Gillie’s

Gambar 28. Teknik Gillie’s menggambarkan sayatan pada bagian temporal (panjang 2cm),

2,5cm dari superior dan anterior helix, di bagian rambut dan kulit kepala. Insisi temporal

dilakukan untuk menghindara arteri temporal superior.

2. Metode lateral alis

Gambar 29. Pendekatan dari lateral alis memberikan akses mudah dan cepat ke tepi

superolateral orbita. Tidak ada struktur neurovaskular fungsional yang penting pada

27

Page 28: Presus ZMC

pendekatan ini. Kira-kira 2xm sayatan horizontal ditandai di dalam batas lateral alis sejajar

dengan folikel rambut alis. Sayatan dibuat menembus kulit, subkutis, muskular, periosteum dan

terlihat tulang. (Cornelius, 2009).

3. Metode dari bagian atas sulkus bukalis

Gambar 30. Bagian bawah tulang tengkorak, yakni di daerah wajah bagian tengah lebih sering

menggunakan pendekatan transoral. Insisi horizontal menembus mukoperiosteum vestibular

maxilla dibuat diatas mukogingival junction (Gerlich, 2009).

Gambar 31. Intraoperatif Pemasangan Fiksasi Rigid Titanium Pada Fraktur

Zigomatikmaksilari Pada Fraktur Maksilari Kompleks.

28

Page 29: Presus ZMC

Gambar 32. Pemasangan plat pada fraktur zigomatikum. Paling tidak dipasang dua buah fiksasi (Garri,

2004).

Fiksasi Intermaxilaris (IMF)

Fiksasi intermaksilaris konvensional dilakukan untuk pengobatan patah yang

melibatkan kompleks maksilomandibular baik untuk reduksi secara tertutup maupun

tambahan untuk reduksi terbuka. Sekrup IMF digunakan untuk tercapainya oklusi gigi pada

semua kasus.

Semua kasus dengan reduksi terbuka dan fiksasi miniplat di bius dengan anastesi

umum. Dibuat lubang dengan diameter 2mm lalu dipasang sekrup IMF 6-12mm. Gunakan

satu sekrup di masing-masing kuadran.

Pada transmukosal maksila, dilakukan pengeboran dengan diameter 1,6mm tepat

diatas hubungan mukogingival diantara kaninus dan premolar satu. Jari telunjuk kiri

diletakkan di fossa kaninus dimana tidak hanya sebagai jari yang memandu, tapi juga

mengkompresi jaringan vestibular untuk meminimalisasi penguraian jaringan lunak akibat di

bor. Sekrup IMF dimasukkan kedalam lubang yang sudah di bor sampai kepala sekrup

menyentuh dasar mukosa.

Di mandibula, posisi sektrup ditentukan dari lokasi garis fraktur dan insisi pada

bagian maksila. Bagian yang paling dipilih adalah diantara kaninus dan premolar pertama

diikuti dengan ruang diantara premolar. Pada beberapa kasus, sekrup dipasang di edentulosa

area molar pertama. Semua sekrup IMF dicopot setelah 7 hari post operatif tanpa anastesi

(Sahoo, 2013).

29

Page 30: Presus ZMC

Gambar 33. Sekrup X-Ray (Sahoo, 2013)

III. 10. Prognosis

Reduksi terbuka dan fiksasi internal dari fraktur wajah memberikan hasil, pemulihan

oklusi dan fungsi yang memuaskan. Fraktur wajah high-impact seringkali berkaitan dengan

cedera tubuh lain yang mungkin mengancam hidup. Pada fraktur wajah low-impact jarang

mengakibatkan kematian jika diberikan perawatan yang tepat. Cedera jaringan luas atau

avulsi dan patah tulang kominutif jauh lebih sulit diobati dan mungkin memiliki hasil yang

buruk. Perdarahan beart dari luka-luka pada wajah bagian tengah dapat mengakibatkan

kematian. obstruksi jalan nafas, jika tidak diobati dengan baik, berkaitan dengan

meningkatnya mortalitas (Sahoo, 2013).

30

Page 31: Presus ZMC

BAB III

KESIMPULAN

Zigomatikomaksilaris (ZMC) memegang peranan penting dalam struktur, fungsi, dan

estetika pada rangka wajah. ZMC membentuk kontur pipi normal dan memisahkan isi rongga

orbita dari fossa temporal dan sinus maxillaris, juga mempunyai peranan dalam penglihatan

dan pengunyahan. Arkus zigomatikus adalah tempat insersio dari otot masseter serta

melindungi otot temporalis dan prosesus coronoid. ZMC memiliki 4 perlekatan pada

tengkorak, yaitu sutura zigomatikofrontal (perlekatan daerah superior pada os.frontalis),

sutura zigomatikomaksilaris (perlekatan daerah medial pada maksila), sutura

zigomatikotemporal (perlekatan daerah lateral pada os.temporal), sutura

zigomatikosphenoidal (perlekatan pada sayap terbesar os.sphenoid).

Fraktur ZMC juga dikenal sebagai fraktur tetrapod yang merupakan fraktur fasial

kedua yang tersering terjadi setelah fraktur nasal. Tingginya insiden dari fraktur ZMC

berhubungan dengan lokasi zigoma yang lebih menonjol dan berstruktur konveks. Fraktur

ZMC terutama terjadi pada laki-laki dengan perbandingan 4:1 dengan perempuan dan

memuncak pada usia 20-30 tahun. Penyebab fraktur ZMC yang paling sering adalah akibat

benturan atau pukulan pada daerah inferolateral orbita atau pada tonjolan tulang pipi

dikarenakan kecelakaan kendaraan bermotor, perkelahian, atau cedera olahraga.

Fraktur ZMC biasanya melibatkan dinding bawah orbita tepat diatas nervus alveolaris

inferior, sutura zigomatikofrontal, sepanjang arkus pada sutura zigomatikotemporal, dinding

lateral zigomatikomaksila, dan sutura zigomatikosplenoid yang terletak di dinding lateral

orbita, sedangkan dinding medial orbita tetap utuh.

Diagnosa dari fraktur zigoma didasarkan pada pemeriksaan klinis dan pemeriksaan

penunjang. Riwayat trauma pada wajah dapat dijadikan informasi kemungkinan adanya

fraktur pada informasi kemungkinan adanya fraktur pada kompleks zigomatikus selain tanda-

tanda klinis. Tetapi pemeriksaan klinis seringkali sulit dilakukan karena adanya penurunan

kesadaran, edema dan kontusio jaringan lunak dari pasien yang dapat mengaburkan

pemeriksaan klinis, dan juga tidak ada indikator yang sensitif terhadap adanya fraktur

zigoma. Dari anamnesis dapat ditanyakan kronologis kejadian trauma, arah dan kekuatan dari

trauma, kejadian trauma terhadap pasien maupun saksi mata. Trauma dari arah lateral sering

mengakibatkan fraktur arkus zigoma terisolasi atau fraktur zigoma komplek yang terdislokasi

31

Page 32: Presus ZMC

inferomedial. Trauma dari arah frontal sering mengakibatkan fraktur yang terdislokasi

posterior maupun inferior.

Pemeriksaan zigoma termasuk inspeksi dan palpasi. Inspeksi dilakukan dari arah

frontal, lateral, superior, dan inferior. Diperhatikan simetris dan ketinggian pupil yang

merupakan petunjuk adanya pergeseran pada dasar orbita dan aspek lateral orbita, adanya

ekimosis periorbita, ekimosis subkonjungtiva, sensitivitas nervus abnormal seperti mati rasa

pada kulit yang diinervasi oleh nervus infraorbitalis, diplopia dan enoftalmus; yang

merupakan gejala yang kahs efek pergeseran tulang zigoma terhadap jaringan lunak

sekitarnya. Tanda yang khas dan jelas pada trauma zigoma adalah hilangnya tonjolan

prominen pada daerah zigomatikus. Selain itu, hilangnya kurvatur cembung yang normal

pada daerah temporal berkaitan dengan fraktur arkus zigomatikus. Deformitas pada tepi

orbita sering terjadi jika terdapat pergeseran, terutama pada tepi orbital lateral dan infraorbita.

Pemeriksaan radiografis terlihat adanya kabut dan opasitas di dalam sinus maksilaris

yang terkena. Pengamatan yang lebih cermat pada dinding lateral antrum pada regio

pendukung (buttress) (basis os.zygomatikum) sering menunjukkan diskontinuitas atau step.

Pergeseran yang umumnya terjadi adalah inferomedial yang mengakibatkan masuknya

corpus zygoma ke dalam sinus maksilaris dan mengakibatkan berkurangnya penonjolan

malar. Penggunaan CT scan dan foto rontgen sangat membantu menegakkan diagnosa,

mengetahui luasnya kerusakan akibat traumam dan perawatan. CT scan pada potongan aksial

maupun koronal merupakan gold standard pada pasien dengan kecurigaan fraktur zigoma,

untuk mendapatkan pola fraktur, derajat pergeseran, dan evaluasi jaringan lunak orbital.

Secara spesifik CT scan dapat memperlihatkan keadaan pilar dari midfasial: pilar

nasomaksilari, zigomatikomaksilari, infraorbital, zigomatikofrontal, zigomatikosphenoid, dan

zigomatikotemporal. Penilaian radiologis fraktur zigoma dari foto polos dapat menggunakan

foto waters, caldwel, submentoverteks dan lateral. Dari foto waters dapat dinilai pergeseran

pada tepi orbita inferior, maksila, dan zigoma. Foto caldwel dapat menunjukkan regio

frontozigomatikus dan arkus zigomatikus. Foto submentoverteks menunjukkan arkus

zigomatikus.

Fraktur ZMC biasanya memerlukan pengungkitan dan pergeseran lateral pada waktu

reduksi. Fraktur dengan pergeseran minimal dan sedang yang tidak mengakibatkan gangguan

penglihatan bisa direduksi secara pengangkatan, disertai insersi pengait tulang atau trakeal

melalui kulit. Apabila pergeseran tulang lebih parah, beberapa jalur lain bisa dipilih misalnya

metode Gilles (jalan masuk melalui kulit dengan melakukan diseksi mengikuti fascia

temporalis profundus ke aspek medial korpus zigomatikus dan arkus zigomatikus), melalui

32

Page 33: Presus ZMC

insisi pada regio sutura zigomatikofrontalis dan peroral, baik di sebelah lateral tuberositas

atau melalui antrum.

Reduksi yang lebih akurat dengan pemasangan kawat sutural langsung atau

penempatan plat sutural langsung atau penempatan plat adaptasi (zigomatikofrontal) kadang

lebih disukai. Walaupun plat memberikan fiksasi yang bersifat kaku, jaringan lunak tipis

yang menutupinya memungkinkan plat menjadi menonjol dan teraba sehingga nantinya harus

dikeluarkan. Optimalnya, fraktur ditangani sebelum edema pada jaringan muncul, tetapi pada

prakteknya di lapangan hal ini sangat sulit dilakukan, keputusan untuk penanganan tidak

perlu dilakukan terburu-buru karena fraktur zigoma bukan merupakan keadaan yang darurat.

Penundaan dapat dilakukan beberapa hari sampai beberapa minggu sampai edema mereda

dan penanganan fraktur lebih mudah. Penatalaksanaan fraktur zigoma tergantung pada derajat

pergeseran tulang, segi estetika dan defisit fungsional. Intervensi tidak selalu diperlukan

karena banyak fraktur yang tidak mengalami pergeseran atau mengalami pergeseran minimal.

33