Presus Herpes Genital
-
Upload
triandari-sumantri -
Category
Documents
-
view
293 -
download
37
Transcript of Presus Herpes Genital
PRESENTASI KASUS
HERPES GENITALIS
Disusun Untuk Mengikuti Ujian Stase Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin di RSUD Panembahan Senopati Bantul
Diajukan Kepada :
dr. Dwi Rini Marganingsih, M.Kes, Sp.KK
Disusun Oleh :
Triandari Sumantri
2007.031.0152
BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RSD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2012
HALAMAN PENGESAHAN
Telah dipresentasikan Presentasi Kasus dengan judul
HERPES GENITALIS
Tanggal : Desember 2012
Oleh :
Triandari Sumantri
20070310152
Mengetahui,
Dokter pembimbing,
dr. Dwi Rini Marganingsih, M.Kes, Sp.KK
BAB I
STATUS PASIEN
1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : ny. S
Umur : 29 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Alamat : Turi, sumberagung, Jetis, Bantul
Pekerjaan : tukang laundry
No. RM : 328476
1.2 ANAMNESIS
Keluhan utama : pasien mengeluh nyeri dan melenting-melenting di
daerah kemaluan.
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien perempuan berusia 29 tahun datang ke poli kulit dan kelamin
RSUD Panembahan Senopati Bantul dengan keluhan nyeri pada daerah
kemaluannya. Pasien mengatakan terasa nyeri pada saat kencing, terasa
perih, dan mengeluarkan nanah saat kencing. Keluhan dirasakannya sejak
kurang lebih 4 hari yang lalu. Pasien mengaku 2 hari setelah berhubungan
dengan suami muncul melenting – melenting di daerah kemaluannya.
Benjolannya dirasakan nyeri. Pasien juga mengalami demam dan sering
pusing sejak muncul melenting – melenting tersebut.
Riwayat Kontak :
Pasien menikah dengan suami ke-2, suami pertama sudah bercerai tetapi
memang punya riwayat terkena penyakit serupa. Sedangkan suami ke-2
juga mengalami keluhan yang serupa sejak 10 tahun yll. Pasien tidak
menggunakan kondom saat berhubungan seksual. Riwayat berhubungan
seksual dengan selain suami disangkal. Pasien mengetahui suami kedua
pernah berhubungan seksual dengan orang lain.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien mengatakan tidak pernah mengalami keluhan dan gejala yang
serupa.
Riwayat alergi makanan dan obat disangkal.
Riwayat asma, DM, jantung disangkal
Riwayat penyakit keluarga :
Suami mengalami gejala dan keluhan serupa, kambuh-kambuhan sejak 10
tahun yll. Namun, sudah diobati.
1.3 PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign : Dalam batas normal
1.3.1 STATUS DERMATOLOGIS
Lokasi : Labia minora dextra
Distribusi : terlokalisir
Efloresensi : tampak vesikel berkelompok dengan dasar eritema, bentuk bulat,
batas tegas, diameter 0,5 cm.
1.3.2 LABORATORIUM
tidak dilakukan.
1.3.3 DIAGNOSIS BANDING
1. herpes simplex genitalia
2. ulkus mole
3. skabies
1.3.4 DIAGNOSIS KERJA
Herpes simplex genital
1.3.5 PENATALAKSANAAN
umum :
- istirahat yang cukup
- daerah yang gatal atau nyeri tidak boleh digaruk
- menjaga kebersihan kulit dengan tetap mandi 2 kali sehari.
Khusus :
- sistemik :
antiviral : asiklovir 5x200mg
analgesic : antalgin 3x1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Herpes genitalis merupakan infeksi pada genital dengan gejala khas berupa
vesikel yang berkelompok dengan dasar eritem bersifat rekuren. Herpes genitalis
terjadi pada alat genital dan sekitarnya (bokong, daerah anal dan paha). Ada dua
macam tipe HSV (Herpes Simplex Virus) yaitu: HSV-1 dan HSV-2 dan keduanya
dapat menyebabkan herpes genital. Infeksi HSV-2 sering ditularkan melalui
hubungan seks dan dapat menyebabkan rekurensi dan ulserasi genital yang nyeri.
Tipe 1 biasanya mengenai mulut dan tipe 2 mengenai daerah genital.1
HSV (Herpes Simplex Virus) dapat menimbulkan serangkaian penyakit,
mulai dari ginggivostomatitis sampai keratokonjungtivitis, ensefalitis, penyakit
kelamin dan infeksi pada neonatus. Komplikasi tersebut menjadi bahan pemikiran
dan perhatian dari beberapa ahli, seperti: ahli penyakit kulit dan kelamin, ahli
kandungan, ahli mikrobiologi dan lain sebagainya. Infeksi primer oleh HSV lebih
berat dan mempunyai riwayat yang berbeda dengan infeksi rekuren. Setelah
terjadinya infeksi primer virus mengalami masa laten atau stadium dorman, dan
infeksi rekuren disebabkan oleh reaktivasi virus dorman ini yang kemudian
menimbulkan kelainan pada kulit. Infeksi herpes simpleks fasial-oral rekuren atau
herpes labialis dikenali sebagai fever blister atau cold sore dan ditemukan pada
25-40% dari penderita Amerika yang telah terinfeksi. Herpes simpleks fasial-oral
biasanya sembuh sendiri. Tetapi pada penderita dengan imunitas yang rendah,
dapat ditemukan lesi berat dan luas berupa ulkus yang nyeri pada mulut dan
esophagus.1
Virus herpes merupakan sekelompok virus yang termasuk dalam famili
herpesviridae yang mempunyai morfologi yang identik dan mempunyai
kemampuan untuk berada dalam keadaan laten dalam sel hospes setelah infeksi
primer. Virus yang berada dalam keadaan laten dapat bertahan untuk periode yang
lama bahkan seumur hidup penderita. Virus tersebut tetap mempunyai
kemampuan untuk mengadakan reaktivasi kembali sehingga dapat terjadi infeksi
yang rekuren. Prevalensi yang dilaporkan dari herpes genitalis bergantung pada
karakteristik demografis, sosial ekonomi dan klinis dari populasi pasien yang
pernah diteliti dan teknik pemeriksaan laboratorium dan klinik digunakan untuk
mendiagnosa. Studi seroepidemiologi menunjukkan disparitas yang lebar antara
prevalensi antibodi dan infeksi klinis, ini mengindikasikan bahwa banyak orang
mendapat infeksi subklinik.1
2.2 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi anti bodi dari HSV-1 pada sebuah populasi bergantung pada
faktor-faktor seperti negara, kelas sosial ekonomi dan usia. HSV-1 umumnya
ditemukan pada daerah oral pada masa kanak-kanak, terlebih lagi pada kondisi
sosial ekonomi terbelakang. Kebiasaan, orientasi seksual dan gender
mempengaruhi HSV-2. HSV-2 prevalensinya lebih rendah dibanding HSV-1 dan
lebih sering ditemukan pada usia dewasa yang terjadi karena kontak seksual.
Prevalensi HSV-2 pada usia dewasa meningkat dan secara signifikan lebih tinggi
Amerika Serikat daripada Eropa dan kelompok ethnik kulit hitam dibanding kulit
putih. Seroprevalensi HSV-2 adalah 5% pada populasi wanita secara umum di
Inggris, tetapi mencapai 80% pada wanita Afro-Amerika yang berusia antara 60-
69 tahun di Amerika Serikat.2
Herpes genital mengalami peningkatan antara awal tahun 1960-an dan
1990-an. Di Inggris laporan pasien dengan herpes genital pada klinik PMS
meningkat enam kali lipat antara tahun 1972-1994. Kunjungan awal pada dokter
yang dilakukan oleh pasien di Amerika Serikat untuk episode pertama dari herpes
genital meningkat sepuluh kali lipat mulai dari 16.986 pasien di tahun 1970
menjadi 160.000 di tahun 1995 per 100.000 pasien yang berkunjung. Di samping
itu lebih banyaknya golongan wanita dibandingkan pria disebabkan oleh anatomi
alat genital (permukaan mukosa lebih luas pada wanita), seringnya rekurensi pada
pria dan lebih ringannya gejala pada pria. Walaupun demikian, dari jumlah
tersebut di atas hanya 9% yang menyadari akan penyakitnya.2
Studi pada tahun 1960 menunjukkan bahwa HSV-1 lebih sering
berhubungan dengan kelainan oral dan HSV-2 berhubungan dengan kelainan
genital. Atau dikatakan HSV-1 menyebabkan kelainan di atas pinggang dan VHS-
2 menyebabkan kelainan di bawah pinggang. Tetapi didapatkan juga jumlah
signifikan genital herpes 30-40% disebabkan HSV-1. HSV-2 juga kadang-kadang
menyebabkan kelainan oral, diduga karena meningkatnya kasus hubungan seks
oral. Jarang didapatkan kelainan oral karena VHS-2 tanpa infeksi genital. Di
Indonesia, sampai saat ini belum ada angka yang pasti, akan tetapi dari 13 RS
pendidikan herpes genitalis merupakan PMS (Penyakit Menular Seksual) dengan
gejala ulkus genital yang paling sering dijumpai.2
Herpes
simplex
virus
Disease in Immunocompetent
Individuals
Disease in Immunocompromised
Individuals
Management
Herpes
simplex
virus-1
(HSV-1)
(HHV-1)
Primary infection often
asymptomatic
Primary herpetic gingivostomatitis
Herpes labialis
Herpetic whitlow
Aseptic meningitis
HSV encephalitis
Widespread local infection
Chronic ulcers
Disseminated cutaneous infection
Disseminated visceral infection
Immunization:
vaccine
promising
Antiviral
agents
Acyclovir
Valacyclovir
Famciclovir
Foscarnet
Herpes
simplex
virus-2
(HSV-2)
(HHV-2)
Primary infection often
asymptomatic
Herpes genitalis, primary and
recurrent
Herpetic whitlow
Aseptic meningitis
Widespread local infection
Chronic ulcers
Disseminated cutaneous infection
Disseminated visceral infection
Immunization:
vaccine
promising
Antiviral
agents
Acyclovir
Valacyclovir
Famciclovir
Foscarnet
Tabel 1. Herpes Simplex Virus and Associated Diseases in Immunocompetent and
Immunocompromised Individuals3
2.3 ETIOLOGI
Herpes genitalis disebabkan oleh HSV atau herpes virus hominis (HVH),
yang merupakan anggota dari famili herpesviridae. Adapun tipe-tipe dari HSV:
Herpes simplex virus tipe I: umumnya menyebabkan lesi atau luka
pada sekitar wajah, bibir, mukosa mulut, dan leher.
Herpes simplex virus tipe II: umumnya menyebabkan lesi pada genital
dan sekitarnya (bokong, daerah anal dan paha).
Herpes simplex virus tergolong dalam famili herpes virus, selain HSV
yang juga termasuk dalam golongan ini adalah Epstein Barr (mono) dan varisela
zoster yang menyebabkan herpes zoster dan varisela. Sebagian besar kasus herpes
genitalis disebabkan oleh HSV-2, namun tidak menutup kemungkinan HSV-1
menyebabkan kelainan yang sama. Pada umumnya disebabkan oleh HSV-2 yang
penularannya secara utama melalui vaginal atau anal seks. Beberapa tahun ini,
HSV-1 telah lebih sering juga menyebabkan herpes genital. HSV-1 genital
menyebar lewat oral seks yang memiliki cold sore pada mulut atau bibir, tetapi
beberapa kasus dihasilkan dari vaginal atau anal seks.
2.4 PATOGENESIS
HSV-1 dan HSV-2 adalah termasuk dalam famili herpesviridae; sebuah
grup virus DNA rantai ganda lipid-enveloped yang berperan secara luas pada
infeksi manusia. Kedua serotipe HSV dan virus varisela zoster mempunyai
hubungan dekat sebagai subfamili virus alpha herpesviridae. Alfa herpes virus
menginfeksi tipe sel multipel, bertumbuh cepat dan secara efisien menghancurkan
sel host dan infeksi pada sel host. Infeksi pada natural host ditandai oleh lesi
epidermis, seringkali melibatkan permukaan mukosa dengan penyebaran virus
pada sistem saraf dan menetap sebagai infeksi laten pada neuron, dimana dapat
aktif kembali secara periodik. Transmisi infeksi HSV seringkali berlangsung
lewat kontak erat dengan pasien yang dapat menularkan virus lewat permukaan
mukosa.1
Gambar 1. Patogenesis virus herpes
Gambar 2. Dua virus herpes dalam noda negatif mikrograf elektron transmisi
(TEM)
Gambar 3. Herpes simplex virus: positive Tzanck smear A giant,
multinucleated keratinocyte on a Giemsa-stained smear obtained from a vesicle
base. Compare the size of the giant cell to that of the neutrophils also seen in this
preparation. An isolated acantholytic keratinocyte is also seen. Identical findings
are present in lesions caused by varicella zoster virus.
Gambar 4. Herpes labialis
Gambar 5. Herpes genitalis
Infeksi HSV-1 biasanya terbatas pada orofaring. Virus menyebar melalui
droplet pernapasan, atau melalui kontak langsung dengan saliva yang terinfeksi.
HSV-2 biasanya ditularkan secara seksual. Setelah virus masuk ke dalam tubuh
hospes, terjadi penggabungan dengan DNA hospes dan mengadakan multiplikasi
serta menimbulkan kelainan pada kulit. Waktu itu pada hospes itu sendiri belum
ada antibodi spesifik. Keadaan ini dapat mengakibatkan timbulnya lesi pada
daerah yang luas dengan gejala konstitusi berat. Selanjutnya virus menjalar
melalui serabut saraf sensorik ke ganglion saraf regional dan berdiam di sana serta
bersifat laten. Infeksi orofaring HSV-1 menimbulkan infeksi laten di ganglia
trigeminal, sedangkan infeksi genital HSV-2 menimbulkan infeksi laten di
ganglion sakral. Bila pada suatu waktu ada faktor pencetus (trigger factor), virus
akan mengalami reaktivasi dan multiplikasi kembali sehingga terjadilah infeksi
rekuren. Pada saat ini dalam tubuh hospes sudah ada antibodi spesifik sehingga
kelainan yang timbul dan gejala konstitusinya tidak seberat pada waktu infeksi
primer. Faktor pencetus tersebut antara lain adalah trauma atau koitus, demam,
stress fisik atau emosi, sinar UV, gangguan pencernaan, alergi makanan dan obat-
obatan dan beberapa kasus tidak diketahui dengan jelas penyebabnya. Penularan
hampir selalu melalui hubungan seksul baik genito-genital, ano-genital maupun
oro-genital. Infeksi oleh HSV dapat bersifat laten tanpa gejala klinis dan
kelompok ini bertanggung jawab terhadap penyebaran penyakit. Infeksi dengan
HSV dimulai dari kontak virus dengan mukosa (orofaring, serviks, konjungtiva)
atau kulit yang abrasi. Replikasi virus dalam sel epidermis dan dermis
menyebabkan destruksi seluler dan peradangan.
2.5 GEJALA KLINIK1
Infeksi awal dari 63% HSV-2 dan 37% HSV-1 adalah asimptomatik.
Simptom dari infeksi awal (saat inisial episode berlangsung pada saat infeksi
awal) simptom khas muncul antara 3 hingga 9 hari setelah infeksi, meskipun
infeksi asimptomatik berlangsung perlahan dalam tahun pertama setelah diagnosa
dilakukan pada sekitar 15% kasus HSV-2. Inisial episode yang juga merupakan
infeksi primer dapat berlangsung menjadi lebih berat. Infeksi HSV-1 dan HSV-2
agak susah dibedakan.
Tanda utama dari genital herpes adalah luka di sekitar vagina, penis, atau
di daerah anus. Kadang-kadang luka dari herpes genital muncul di skrotum,
bokong atau paha. Luka dapat muncul sekitar 4-7 hari setelah infeksi.10
Gejala dari herpes disebut juga outbreaks, muncul dalam dua minggu
setelah orang terinfeksi dan dapat saja berlangsung untuk beberapa minggu.
Adapun gejalanya sebagai berikut:
Nyeri dan disuria
Uretral dan vaginal discharge
Gejala sistemik (malaise, demam, mialgia, sakit kepala)
Limfadenopati yang nyeri pada daerah inguinal
Nyeri pada rektum, tenesmus
Tanda-tanda:
Eritem, vesikel, pustul, ulserasi multipel, erosi, lesi dengan krusta
tergantung pada tingkat infeksi
Limfadenopati inguinal
Faringitis
Cervisitis
Gambar 6. Herpes genitalis pada perempuan
Gambar 7. Herpes genitalis pada laki-laki
2.5.1 Herpes Genitalis Primer
Infeksi primer biasanya terjadi seminggu setelah hubungan seksual
(termasuk hubungan oral atau anal). Tetapi lebih banyak terjadi setelah interval
yang lama dan biasanya setengah dari kasus tidak menampakkan gejala. Erupsi
dapat didahului dengan gejala prodormal, yang menyebabkan salah diagnosis
sebagai influenza. Lesi berupa papul kecil dengan dasar eritem dan berkembang
menjadi vesikel dan cepat membentuk erosi superfisial atau ulkus yang tidak
nyeri.
Herpes genitalis primer3,6
Sebuah plak eritematosa sering terlihat pada awalnya, dilanjutkan
segera dengan munculnya vesikel berkelompok, yang dapat
berkembang menjadi pustul.
Erosi yang dangkal dapat berkembang menjadi ulkus; temuan
‘klasik’ mungkin berkrusta atau lembab.
Defek pada epitel-epitel ini sembuh dalam 2-4 minggu, sering
mengakibatkan hipo atau hiperpigmentasi post inflamasi, jarang
dengan jaringan parut.
Kebanyakan penderita tidak bergejala
Yang bergejala umumnya mengeluhkan demam, sakit kepala,
malaise, mialgia, yang memuncak pada 3-4 hari pertama setelah
onset dari lesi, selesai dalam 3-4 hari berikutnya.
Tergantung pada lokasi, nyeri, gatal, disuria, radiculitis lumbal,
cairan vagina atau uretra adalah gejala umum.
Limfadenopati inguinal yang lembut terjadi pada minggu kedua
dan ketiga.
Nyeri pelvis yang dalam dihubungkan dengan limfadenopati
pelvis.
Beberapa kasus dari episode klinis pertama herpes genitalis
dimanifestasikan oleh penyakit secara luas dan membutuhkan
rawat inap.
Gambar 8. Herpes genitalis primer
2.5.2 Herpes Genitalis Rekuren
Setelah terjadinya infeksi primer klinis atau subklinis, pada suatu waktu
bila ada faktor pencetus, virus akan menjalani reaktivasi dan multiplikasi kembali
sehingga terjadilah lagi rekuren, pada saat itu di dalam hospes sudah ada antibodi
spesifik sehingga kelainan yang timbul dan gejala tidak seberat infeksi primer.
Faktor pencetus antara lain: trauma, koitus yang berlebihan, demam, gangguan
pencernaan, kelelahan, makanan yang merangsang, alkohol, dan beberapa kasus
sukar diketahui penyebabnya. Pada sebagian besar orang, virus dapat menjadi
aktif dan menyebabkan outbreaks beberapa kali dalam setahun. HSV berdiam
dalam sel saraf di tubuh kita, ketika virus terpicu untuk aktif, maka akan bergerak
dari saraf ke kulit kita lalu memperbanyak diri dan dapat timbul luka di tempat
terjadinya outbreaks.
Mengenai gambaran klinis dari herpes progenitalis: gejala klinis herpes
progenital dapat ringan sampai berat tergantung dari stadium penyakit dan
imunitas dari pejamu. Stadium penyakit meliputi: infeksi primer stadium laten
replikasi virus stadium rekuren.
Manifestasi klinik dari infeksi HSV tergantung pada tempat infeksi, dan
status imunitas host. Infeksi primer dengan HSV berkembang pada orang yang
belum punya kekebalan sebelumnya terhadap HSV-1 atau HSV-2, yang biasanya
menjadi lebih berat, dengan gejala dan tanda sistemik dan sering menyebabkan
komplikasi.1,6
Berbagai macam manifestasi klinis:
a. Infeksi oro-fasial
b. Infeksi genital
c. Infeksi kulit lainnya
d. Infeksi ocular
e. Kelainan neurologis
f. Penurunan imunitas
g. Herpes neonatal
Herpes genitalis rekuren3,6
Lesi bisa sama dengan infeksi primer tapi pada skala yang lebih
rendah.
Lesi hilang dalam 1-2 minggu.
Gejala baru mungkin muncul akibat infeksi yang pernah dialami
sebelumnya.
Kebanyakan penderita dengan herpes genitalis tidak mengalami
temuan ‘klasik’ dari vesikel berkelompok pada dasar eritematosa.
Gejala yang umum adalah rasa gatal, terbakar, fisur, kemerahan,
iritasi sebelum vesikel pecah.
Disuria, sciatica, rasa tidak nyaman pada anus.
Gambar 9. Herpes genitalis rekuren
Gejala sistemik meningitis aseptik HSV-2 dapat terjadi dengan herpes
genitalis primer atau herpes genitalis rekuren.3
2.6 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium yang paling sederhana adalah Tes Tzank
diwarnai dengan pengecatan Giemsa atau Wright, akan terlihat sel raksasa berinti
banyak. Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan ini umumnya rendah.
Konfirmasi virus dapat dilakukan melalui mikroskop elektron atau kultur
jaringan.4,10
Pada pemeriksaan urinalisis terlihat adanya hematuri akibat sistitis yang
disebabkan HSV.3,7
2.7 KOMPLIKASI
Komplikasi yang timbul pada penyakit herpes genitalis anatara lain
neuralgia, retensi urine, meningitis aseptik dan infeksi anal. Sedangkan
komplikasi herpes genitalis pada kehamilan dapat menyebabkan abortus pada
kehamilan trimester pertama, partus prematur dan pertumbuhan janin terhambat
pada trimester kedua kehamilan dan pada neonatus dapat terjadi lesi kulit,
ensefalitis, makrosefali dan keratokonjungtivitis. Herpes genital primer HSV-2
dan infeksi HSV-1 ditandai oleh kekerapan gejala lokal dan sistemik prolong.
Demam, sakit kepala, malaise, dan mialgia dilaporkan mendekati 40% dari kaum
pria dan 70% dari wanita dengan penyakit HSV-2 primer. Berbeda dengan infeksi
genital episode pertama, gejala, tanda dan lokasi anatomi infeksi rekuren
terlokalisir pada genital.4
Infeksi herpes genital biasanya tidak menyebabkan masalah kesehatan
yang serius pada orang dewasa. Pada sejumlah orang dengan sistem imunitasnya
tidak bekerja baik, bisa terjadi outbreaks herpes genital yang bisa saja berlangsung
parah dalam waktu yang lama. Orang dengan sistem imun yang normal bisa
terjadi infeksi herpes pada mata yang disebut herpes okuler. Herpes okuler
biasanya disebabkan oleh HSV-1 namun terkadang dapat juga disebabkan HSV-2.
Herpes dapat menyebabkan penyakit mata yang serius termasuk kebutaan.5
Wanita hamil yang menderita herpes dapat menginfeksi bayinya. Bayi
yang lahir dengan herpes dapat meninggal atau mengalami gangguan pada otak,
kulit atau mata. Bila pada kehamilan timbul herpes genital, hal ini perlu mendapat
perhatian serius karena virus dapat melalui plasenta sampai ke sirkulasi fetal serta
dapat menimbulkan kerusakan atau kematian pada janin. Infeksi neonatal
mempunyai angka mortalitas 60%, separuh dari yang hidup menderita cacat
neurologis atau kelainan pada mata.
2.8 DIAGNOSIS
Secara klinis ditegakkan dengan adanya gejala khas berupa vesikel
berkelompok dengan dasar eritem dan bersifat rekuren. Gejala dan tanda
dihubungkan dengan HSV-2. Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik jika gejalanya khas dan melalui pengambilan contoh dari luka
(lesi) dan dilakukan pemeriksaan laboratorium. Tes darah yang mendeteksi HSV-
1 dan HSV-2 dapat menolong meskipun hasilnya tidak terlalu memuaskan. Virus
kadang-kadang namun tak selalu, dapat dideteksi lewat tes laboratorium yaitu
kultur. Kultur dikerjakan dengan menggunakan swab untuk memperoleh material
yang akan dipelajari dari luka yang dicurigai sebagai herpes.5
2.9 DIAGNOSIS BANDING
- ulkus molle : ulkus kotor, merah dan nyeri.
- scabies : rasa gatal lebih berat, lebih sering pada anak-anak.
- sifilis : ulkus lebih besar, bersih da nada indurasi.
- limfogranuloma venereum : ulkus sangat nyeri didahului pembengkakan
kelenjar inguinal.
2.10 PENATALAKSANAAN
Pada prinsipnya, penanganan dari infeksi Herpes Simpleks Virus (HSV)
ada 3 macam, yaitu:
(1) Terapi Spesifik
(2) Terapi Non-Spesifik
(3) Terapi Profilaksis
Tujuan dari masing-masing terap tersebut adalah untuk mempercepat proses
penyembuhan, meringankan gejala prodromal, dan menurunkan angka penularan.6
1. Terapi Spesifik
Herpes Labialis
a. Topikal
Penciclovir krim 1% (tiap 2 jam selama 4 hari) atau Acyclovir
krim 5% (tiap 3 jam selama 4 hari). Idealnya, krim ini digunakan 1
jam setelah munculnya gejala, meskipun juga pemberian yang
terlambat juga dilaporkan masih efektif dalam mengurangi gejala
serta membatasi perluasan daerah lesi. (Rekomendasi FDA &
IHMF)
b. Sistemik
Valacyclovir tablet 2 gr sekali minum dalam 1 hari yang diberikan
begitu gejala muncul, diulang pada 12 jam kemudian, atau
Acyclovir tablet 400 mg 5 kali sehari selama 5 hari, atau
Famciclovir 1500 mg dosis tunggal yang diminum 1 jam setelah
munculnya gejala prodromal.
Herpes Genitalis
o Infeksi Primer
(Rekomendasi WHO 2003)
1) Acyclovir 200 mg po 5 x/hari, selama 7 hari, atau
2) Acyclovir 400 mg po 3 x/hari, selama 7 hari, atau
3) Valacyclovir 1 gr po 2x/hari, selama 7 hari
(Rekomendasi CDC 2010)
1) Acyclovir 200 mg po 5 x/hari, selama 7-10 hari, atau
2) Acyclovir 400 mg po 3 x/hari, selama 7-10 hari, atau
3) Valacylovir 1 gr po 2x/hari, selama 7-10 hari, atau
4) Famciclovir 250 mg po 3x/hari, selama 7-10 hari
o Infeksi Rekuren
Terapi rekuren ditujukan untuk mengurangi angka
kekambuhan dari herpes genitalis, dimana tingkat kekambuhan
berbeda pada tiap individu, bervariasi dari 2 kali/tahun hingga
lebih dari 6 kali/tahun. Terdapat 2 macam terapi dalam
mengobati infeksi rekuren, yaitu terapi episodik dan terapi
supresif.
Terapi Episodik:
(Rekomendasi WHO 2003)
1) Acyclovir
200 mg po 5x/hari, 5 hari, atau 400 mg p.o 3x/hari, 5
hari, atau 800 mg p.o 2x/hari, 5 hari
2) Valacyclovir
500 mg p.o 2x/hari, 5 hari, atau 1 gr p.o 1x/hari, 5 hari
3) Famciclovir
125 mg p.o 2x/hari,5 hari
(Rekomendasi CDC 2010)
1) Acyclovir
400 mg p.o 3x/hari, 5 hari, atau 800 mg 2x/hari, 5 hari,
atau 800 mg p.o 3x/hari, 2 hari
2) Valacyclovir
500 mg p.o 2x/hari 3 hari, atau 1 gr p.o 1x/hari, 5 hari
3) Famciclovir
125 mg p.o 2x/hari, 5 hari, atau 1 gr p.o 2x/hari, 1 hari,
atau 500 mg 1x diikuti dengan 250 mg 2x/hari, 2 hari
Terapi Supresif
(Rekomendasi WHO 2003 & CDC 2010)
1) Acyclovir 400 mg p.o 2x/hari, atau
2) Famciclovir 250 mg p.o 2x/hari, atau
3) Valacyclovir 500 mg p.o 1x/hari, atau
4) Valacyclovir 1 gr p.o 1x/hari selama 1 tahun
Manajemen HSV
1. Pada Neonatus
Penatalaksanaan bayi lahir dari ibu dengan herpes genitalis yaitu
mengidentifikasi secepatnya kemungkinan adanya infeksi herpes pada bayi
tersebut. Oleh karena itu direkomendasikan dilakukan pemeriksaan kultur
virus dari sekret serviks ketika persalinan berlangsung pada semua ibu
hamil dengan riwayat herpes genitalis. Selain itu juga pemeriksaan kultur
virus dari mukosa orofaring atau mukosa konjungtiva dari bayi yang
dicurigai. Pada bayi dengan ibu mengidap herpes genitalis primer pada
saat persalinan pervaginam, harus diberikan terapi profilaksis acyclovir
intravena dengan dosis 60 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis yang
diberikan selama 21 hari atau acyclovir intravena 10 mg/kgBB tiap 8 jam
selama 10-21 hari Terapi ini juga diberikan pada bayi yang dinyatakan
positif terinfeksi, dan terapi diberikan seawal mungkin ketika mulai timbul
gejala.
2. Penderita HIV
Penderita dengan immunocompromised biasanya memiliki gejala
yang lebih berat serta lebih lama pada daerah genital, perianal, atau oral.
Lesi yang disebabkan oleh HSV biasanya bersifat atipik, lebih nyeri, serta
lebih berat. Meskipun terapi antiretroviral bisa menurunkan tingkat
keparahan dari infeksi herpes genital, namun infeksi subklinik tetap dapat
terjadi. Pemberian terapi supresif atau terapi episodik menggunakan agen
antivirus oral terbukti efektif dalam memperingan manifestasi klinik dari
HSV yang disertai dengan infeksi HIV.7
Terapi Supresif (Rekomendasi CDC 2010)
1) Acyclovir 400-800 mg peroral 2-3 kali sehari, atau
2) Famciclovir 500 mg peroral 2 kali sehari, atau
3) Valacyclovir 500 mg peroral 2 kali sehari
Terapi Episodik (Rekomendasi CDC 2010)
1) Acyclovir 400 mg p.o 3x/hr 5-10 hari, atau
2) Famciclovir 500 mg p.o 2x/hr, 5-10 hari, atau
3) Valacyclovir 1000 mg p.o 2x/hr, 5-10 hari
Terapi pada keadaan resistensi Acyclovir
1) Foscarnet intravena 40 mg/kgBB/8 jam hingga terjadi perbaikan klinis,
atau
2) Cidofovir intravena 5 mg/kgBB 1x/minggu bisa juga efektif.
3) Cidofovir gel 1% 1x/hari selama 5 hari yang dioleskan pada lesi.
3. Partner seks
Pasangan seks dari pasien yang memiliki herpes genitalis bisa
mendapatkan keuntungan dari evaluasi dan konseling. Pasangan seks yang
menunjukkan gejala harus dievaluasi dan diobati dengan cara yang sama
seperti pasien dengan herpes genitalis. Pasangan seks dari penderita herpes
genitalis yang tidak menunjukkan gejala harus ditanyakan riwayat dari lesi
genital dan ditawarkan untuk melakukan uji serologis tipe spesifik untuk
infeksi HSV.
2. Terapi Non-Spesifik
Pengobatan non-spesifik ditujukan untuk memperingan gejala yang timbul
berupa nyeri dan rasa gatal. Rasa nyeri dan gejala lain bervariasi, sehingga
pemberian analgetik, antipiretik dan antipruritus disesuaikan dengan kebutuhan
individu. Zat-zat pengering yang bersifat antiseptik juga dibutuhkan untuk lesi
yang basah berupa jodium povidon secara topical untuk mengeringkan lesi,
mencegah infeksi sekunder dan mempercepat waktu penyembuhan. Selain itu
pemberian antibiotik atau kotrimoksasol dapat pula diberikan untuk mencegah
infeksi sekunder.
3. Tindakan Profilaksis
Langkah-langkah yang dapat diambil guna mencegah penularan penyakit
herpes simpleks yaitu dengan memberi penjelasan kepada penderita tentang sifat
penyakit yang dapat menular terutama bila sedang terkena serangan. Selain itu
juga dilakukan proteksi individual dengan menggunakan 2 macam alat perintang,
yaitu busa spermisidal dan kondom. Kombinasi tersebut bila diikuti dengan
pencucian alat kelamin memakai air dan sabun pasca koitus, dapat mencegah
transmisi herpes genitalis hampir 100%. Busa spermisidal secara in vitro ternyata
mempunyai sifat virisidal, dan kondom dapat mengurangi penetrasi virus.
Langkah profilaksis lain yaitu dengan menghindari faktor-faktor pencetus
timbulnya serangan herpes, seperti stress, kelelahan, atau yang lainya. Konsultasi
psikiatrik dapat pula membantu karena faktor psikis mempunyai peranan untuk
timbulnya serangan.
Vaksin HSV sedang dikembangkan dengan tujuan untuk memberikan
kekebalan kepada individu yang rentan sehingga diharapkan tidak terjadi infeksi
pada daerah genital serta ganglion sensori menjadi terlindung dari infeksi laten
virus Herpes simplek. Virus yang dikembangkan sekarang dibagi menjadi 2 jenis,
yaitu berupa virus aktif dan inaktif yang masih diteliti mengenai keamanan dan
keefektifanya. Vaksin yang berasal dari HSV gB dan gD, yaitu suatu subunit
glikoprotein yang dikembangkan oleh perusahaan Chiron Group Amerika,
ternyata tidak efektif dalam mencegah transmisi herpes.
Secara ringkas ada 5 langkah utama untuk pencegahan herpes genitalis,
yaitu:
1) Mendidik seseorang yang berisiko tinggi mendapatkan herpes genitalis
dan PMS lainnya untuk mengurangi transmisi penularan.
2) Mendeteksi kasus yang tidak diterapi, baik simtomatik atau asimptomatik.
3) Mendiagnosis, konsul dan mengobati individu yang terinfeksi dan follow
up dengan tepat.
4) Evaluasi, konsul dan mengobati pasangan seksual dari individu yang
terinfeksi.
5) Skrining disertai diagnosis dini, konseling dan pengobatan sangat berperan
dalam pencegahan.
Menurut Hellen et all, melaporkan bahwa membandingkan sebanyak 740
pasien diberikan placebo dan sebanyak 736 diberikan asiklovir. Dari hasil tersebut
pemberian asiklovir selama 7 hari penyembuhan ulkus lebih cepat dibandingkan
dengan yang diberikan placebo. Hasil ini pada ulkus dengan ukuran <10mm.
Selain itu, efek asiklovir lebih kuat sedikit pada pasien dengan HIV-1 seropositive
dibandingkan dengan individu HIV-uninfected.8
2.11 PROGNOSIS
Kematian oleh infeksi HSV jarang terjadi. Infeksi inisial dini yang segera
diobati mempunyai prognosis lebih baik, sedangkan infeksi rekuren hanya dapat
dibatasi frekuensi kambuhnya. Pada orang dengan gangguan imunitas, misalnya
penyakit-penyakit dengan tumor di sistem retikuloendotelial, pengobatan dengan
imunosupresan yang lama, menyebabkan infeksi ini dapat menyebar ke alat-alat
dalam dan fatal. Prognosis akan lebih baik seiring dengan meningkatnya usia
seperti pada orang dewasa. Terapi antivirus efektif menurunkan manifestasi klinis
herpes genitalis.
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini di diagnosis Herpes simplex genital berdasarkan anamnesis
dan gambaran klinis. Dari anamnesis didapatkan keluhan nyeri pada daerah
kemaluannya. Pasien mengatakan terasa nyeri pada saat kencing, terasa perih, dan
mengeluarkan nanah saat kencing. Keluhan dirasakannya sejak kurang lebih 4 hari
yang lalu. Pasien mengaku 2 hari setelah berhubungan dengan suami muncul
melenting – melenting di daerah kemaluannya. Benjolannya dirasakan nyeri.
Pasien juga mengalami demam dan sering pusing sejak muncul melenting –
melenting tersebut.
Dari pemeriksaan fisik, pada labia minora sebelah kanan didapatkan
vesikel berkelompok dengan dasar eritema, bentuk bulat, batas tegas, diameter 0,5
cm, dan distibusi terlokalisir.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien ini didiagnosa
Herpes simpleks genitalis. Pasien ini memenuhi kriteria dari herpes simplek
genitalis yaitu pada herpes genitalis primer.
Secara klinis ditegakkan dengan adanya gejala khas berupa vesikel
berkelompok dengan dasar eritem dan bersifat rekuren. Gejala dan tanda
dihubungkan dengan HSV-2. Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik jika gejalanya khas dan melalui pengambilan contoh dari luka
(lesi) dan dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis pasien ini adalah herpes
simpleks genitalis. Terapi yang diberikan untuk pasien adalah terapi kausatif yaitu
Asiklovir 5 x 200 mg selama 7 hari dan terapi suportif yaitu kompres dingin.
Sampai saat ini belum ada terapi yang memberikan penyembuhan radikal, artinya
tidak ada pengobatan yang dapat mencegah episode rekuren secara tuntas. Pada
lesi yang ringan dapat diberikan pengobatan simptomatis dan asiklovir topical.
Jika timbul ulserasi dapat dilakukan kompres. Asiklovir ini berkerja dengan
mengganggu replikasi DNA virus. Secara klinis hanya bermanfaat bila penyakit
sedang aktif.
Pengobatan oral asiklovir juga memberikan hasil yang baik, penyakit
berlangsung lebih singkat dan jeda rekurensinya menjadi lebih panjang. Dosisnya
5x200mg per hari selama 5-7 hari. Pengobatan parenteral asiklovir terutama
ditujukan kepada penyakit yang lebih berat atau jika timbul komplikasi pada
organ dalam.
Informasi dan edukasi yang diberikan kepada pasien ini antara lain : 1.
Tidak berganti-ganti pasangan karena penularan vurus ini dapat melalui aktivitas
seksual yang sering berganti-ganti pasangan 2. Menggunakan pengaman saat
berhubungan seksual 3. Mengendalikan stress dan jangan kecapekan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sutardi H. Herpes Simplex Manifestasi Klinis dan Pengobatan. Dalam: Ebers
papyrus.
2. Saenang RH, Djawad K, Amin S. Herpes Genetalis. Dalam: Amiruddin MD,
editor. Penyakit Menular seksual. Makassar: Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin.
3. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of
Clinical Dermatology. 5th ed. Michigan: McGraw-Hill, 2007.
4. Syahputra E, Harun E.S. Herpes Genetalis. Dalam: Berkala ilmu penyakit
kulit dan kelamin Airlangga periodical of Dermeto-Venereology, vol.13 April
2001 No.1.Surabaya: Lab/SMF Penyakit Kulit & Kelamin FK Airlangga
RSUD Dr.Soetomono; 2001, p 45-53.
5. Handoko R.P. Herpes Simpleks dalam Ilmu penyakit kulit dan kelamin,
Djuanda Adhi, Hamzah M, Aisah S (ed).ed 3 cet.4 2004. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI, p359-361.
6. Anonim. Clinical Prevention Services : Genital Herpes Simplex Virus. BC
Centre for Disease Control. March 2012.
7. Daili, SF; Makes, W.I.B; Zubier, F; Judanarso. J. 2007. Infeksi Menular
Seksual. Edisi ketiga. FKUI. Jakarta.
8. Weiss, A.H; Bailey, E.P; Phiri, S; Gresenguet, G; LeGoff, J; Pepin J, et all.
Episodic Therapy for Genital Herpes in Sub-Saharan Africa : A Polled
Analysis from Three Randomized Controlled Trials. PLoS ONE. July 2011.
Volume 6, p 1-10.
9. Harahap, M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipocrates.
10. Siregar, R.S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta : EGC.
2005.